Anda di halaman 1dari 21

KEKURANGAN

ENERGI PROTEIN
(K E P)
dr. Rijantono Franciscus Maria, M.P.H.
Definisi
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena
defisiensi protein saja atau defisiensi energi saja atau defisiensi
protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang
biasanya sebagai akibat/berhubungan dengan penyakit infeksi.
KLASIFIKASI
Berdasarkan proses terjadinya dapat dibedakan menjadi :
• KEP Primer : bila terjadinya akibat tidak tersedianya zat
gizi/bahan makanan.
• KEP Sekunder : bila terjadinya karena adanya
kelainan/menderita penyakit.
KLASIFIKASI
Berdasarkan standar antropometri dibedakan menjadi tiga
yaitu:
• KEP ringan, bila berat badan menurut umur (BB/U) 70%-80%
baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS.

• KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70%


baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS.

• KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku
median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS
KLASIFIKASI….
Berdasarkan penyebab dan gambaran klinisnya dibedakan
menjadi :
• Marasmus : akibat kekurangan energi
• Kwashiorkor : akibat kekurangan protein
• Marasmus Kwashiorkor : akibat kekurangan energi dan
protein, dimana gambaran klinisnya merupakan gabungan dari
kedua kelainan tersebut
PREVALENSI
• Kekurangan Energi Protein (KEP) biasanya menyerang
anak-anak kurang dari 5 tahun, dimana pada saat itu
kebutuhan energi dan protein sangat tinggi. Marasmus sering
dijumpai pada anak < 1 tahun, di daerah urban, sedangkan
kwashiorkor sering dijumpai pada usia > 2 tahun di daerah
yang kumuh dan padat penduduk.
PREVALENSI
• Di Negara terkebelakang, 0 – 5 % anak menderita KEP yang
berat, 50 % anak menderita KEP sedang. Di Negara
berkembang 2 % anak menderita KEP berat, 19 % menderita
KEP sedang. Di Kota Besar, seperti di Amerika Selatan dan Asia
lebih sering dijumpai kasus marasmus sedangkan di Afrika
Selatan lebih sering kwashiorkor.
PATOFISIOLOGI
• Interaksi antara faktor-faktor keberadaan zat gizi (faktor
penyebab), cadangan zat gizi dalam tubuh, penyakit infeksi,
infestasi cacing, aktifitas (faktor penjamu), pantangan, cara
pengolahan (faktor lingkungan) sangat penting dipertahankan
dalam keadaan seimbang dan optimal. Bila keseimbangan ini
tidak terjaga maka akan terjadi perubahan dalam tubuh, yakni
terjadinya pemakaian cadangan zat gizi yang tersimpan dalam
tubuh.
PATOFISIOLOGI
• Bila hal ini berlangsung lama maka berangsur-angsur
cadangan tubuh akan berkurang dan akhirnya akan habis.
Maka untuk keperluan metabolisme dalam mempertahankan
metabolisme kehidupan sehari-hari, mulailah terjadi
mobilisasi zat-zat gizi yang berasal dari jaringan tubuh.
PATOFISIOLOGI
• Sebagai akibat hal tersebut, tubuh akan mengalami
penyusutan jaringan tubuh, kelainan metabolisme oleh karena
kekurangan zat-zat gizi, kelainan fungsional, dan akhirnya
kerusakan organ tubuh dengan segala keluhan, gejala-gejala
dan tanda-tanda yang timbul sesuai dengan jenis zat gizi yang
menjadi pangkal penyebabnya, bila protein penyebabnya akan
terjadi kwashiorkor, bila energi penyebabnya akan terjadi
marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan terjadi
marasmus kwashiorkor.
PATOFISIOLOGI
• Dimulai dengan perubahan yang paling ringan sampai berat,
dimulai hanya dengan kekurangan cadangan zat gizi (belum
ada perubahan biokimia dan fisiologi), kelainan gizi potensial
(sudah ada perubahan biokimia dan fisiologi), kelainan gizi
laten (gejala, dan tanda klinis masih terbatas dan belum khas)
sampai terjadi kelainan gizi klinik (gejala, dan tanda klinis khas
dan jelas).
MEKANISME TERJADI KEP
GEJALA KLINIS
MARASMUS
• Perubahan mental (iritabel, atau apatis) jarang dijumpai
• Diare sering disebabkan oleh makanan
• Tak tampak lemak dibawah kulit, kulit kering, tampak
dehidrasi
• Berat badan/umur sangat rendah (< 60 SD)
• Nafsu makan baik
• Tidak tampak perubahan warna kulit dan rambut
• Tidak dijumpai pembesaran hati
• Pemeriksaan lab : serum albumin normal atau kurang, Hb
jarang kurang
GEJALA KLINIS
KWASHIORKOR
• Perubahan mental (apatis, tampak lesu) sering dijumpai
• Odema
• Dermatosis pada kulit, warna rambut merah atau
belang-belang
• Masih tampak jaringan lemak dibawah kulit
• Berat badan/umur turun tidak terlalu rendah
• Diare paling sering oleh karena infeksi
• Sering dijumpai pembesaran hati
• Pemeriksaan lab: serum albumin rendah disertai Hb yang
rendah
• Nafsu makan sangat buruk
GEJALA KLINIS
MARASMUS KWASHIORKOR
• Berat badan/umur sangat rendah ( < 60 SD)
• Odem
• Berat badan/tinggi sangat rendah
• Gejala lain campuran antara gejala marasmus dan gejala
kwashiorkor
DIAGNOSIS
Diagnosis KEP ditegakkan berdasarkan perubahan atau kelainan
yang dijumpai pada penyediaan makanan, pola konsumsi,
perubahan metabolik dan fisiologi, keadaan fisik yang
ditimbulkan, dan perubahan yang terjadi pada komposisi cairan
tubuh (laboratorium). Secara garis besar penegakkan diagnosis
KEP dilapangan maupun dirumah sakit adalah berdasarkan :
• Jumlah asupan zat gizi rendah atau kurang seperti karbohidrat,
lemak, dan protein.
• Klinis sesuai dengan jenisnya
• Laboratorium : serum albumin, Hb
PENGOBATAN
Pengobatan terhadap KEP adalah ditujukan untuk menambah
zat gizi yang kurang, namun dalam prosesnya memerlukan
waktu dan harus secara bertahap, oleh karenanya harus di rawat
inap di rumah sakit. Secara garis besar penanganan KEP adalah
sebagai berikut :
• Pada tahap awal harus diberikan cairan intra vena, selanjutnya
dengan parenteral dengan bertahap, dan pada tahap akhir
dengan diet tinggi kalori dan tinggi protein.
PENGOBATAN
• Komplikasi penyakit penyerta seperti infeksi, anemia,
dehidrasi dan defisiensi vitamin diberikan pengobatan
bersamaan.
• Penanganan terhadap perkembangan mental anak melalui
terapi tumbuh kembang anak.
• Penanganan kepada keluarga, melalui petunjuk terapi gizi
kepada ibu karena sangat penting pada saat akan keluar
rumah sakit akan mempengaruhi keberhasilan penanganan
KEP di rumah.
PENCEGAHAN
• Mempertahankan status gizi anak yang sudah baik tetap baik
dengan menggiatkan kegiatan surveilance gizi di institusi
kesehatan terdepan (Puskesmas, Puskesmas Pembantu).
• Mengurangi resiko untuk mendapat penyakit, mengkoreksi
konsumsi pangan bila ada yang kurang, penyuluhan
pemberian makanan pendamping ASI.
• Memperbaiki/mengurangi efek penyakit infeksi yang sudah
terjadi supaya tidak menurunkan status gizi.
PENCEGAHAN
• Merehabilitasi anak yang menderita KEP pada fase awal/BGM.
• Meningkatkan peran serta masyarakat dalam program
keluarga berencana.
• Meningkatkan status ekonomi masyarakat melalui
pemberdayaan segala sektor ekonomi masyarakat (pertanian,
perdagangan, dan lain-lain).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai