Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan terakhir di dunia medis tentang strategi terapi dan


pengobatan inflamasi menentukan pilihannya pada jenis-jenis obat non steroid
dibandingkan dengan jenis steroid, karena jenis steroid memiliki resiko efek
samping yang lebih besar. Tetapi terapi antiinflamasi non steroid juga tetap
mendapatkan perhatian serius, terutama yang berkaitan dengan efek samping
yang muncul yaitu pada penderita Diabetes Melitus.
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang terus meningkat
jumlahnya dan merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia pada abad 21. World health organization (WHO) memperkirakan akan
terjadi peningkatan DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang akibat meningkatnya kadar glukosa darah
(hiperglikemia) yang disebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif.
Hiperglikemia yang kronis pada penderita DM akan meningkatkan
kejadian aterosklerosis dan trombosis, serta peningkatan glikosilasi protein yang
akan mempengaruhi intergritas dinding pembuluh darah. Pengendalian kadar
glukosa sebaik dan seawal mungkin, merupakan upaya yang sangat penting
untuk mencegah progresifitas komplikasi vaskular seperti tekanan darah tinggi.
Diit DM perlu dilaksanakan untuk menunjang tercapainya tujuan terapi dengan
ketentuan: jumlah kalori optoimal, menunjang pertumbuhan, mengendalikan
status metabolik, mencegah komplikasi vaskular, sesuai dengan kemampuan
daya beli dan selera penderita.

Pengelompokkan makanan yang dapat dikonsumsi penderita DM dapat


berdasarkan respon glukosanya yaitu dengan melihat indeks glikemiknya. Umbi
garut (Maranta Arundinacea L) mempunyai nilai indeks glikemik terendah
dibandingkan umbi-umbian lainnya, yaitu 14 serta kemampuan pati dan tepung
garut yang mampu menurunkan gula darah 24% sampai dengan 33%. Selain itu,
tepung pati garut juga masih mempunyai banyak kandungan zat lainnya yang
sangat berguna bagi kesehatan manusia. Kandungan zat dalam 100 gram umbi
garut adalah (355,00 kkal), protein (0,70 g), lemak (0,20 g), karbohidrat (85,20
g), kalsium (8,00 g), fosfor (22,00 g), zat besi (1,50 g), vitamin B1 (0,09 mg), air
(13,60 g). selain kandungan diatas, garut juga memiliki kandungan zat kimia
yang sering disebut dengan zat pati yang saat ini banyak di gunakan oleh
masyarakat. Garut ini juga memiliki kandungan kimia sponin dan flavonoid
(Anonim, 2007).
Kemungkinan umbi garut dikembangkan sebagai makanan fungsional
untuk penderita DM. Tingkat konsumsi serat penderita DM relatif rendah yaitu
sekitar 12,08±3,80 gr/hari sehingga perlu upaya untuk meningkatkan jumlah
konsumsi serat harian agar menurunkan kadar glukosa plasma penderita DM.
Penderita diabetes mellitus yang mengkonsumsi serat dalam jumlah yang cukup
dapat membantu mengontrol kadar glukosa darah penderita. Serat terutama serat
larut air yang masuk bersama makanan akan menyerap banyak cairan didalam
lambung dan membentuk makanan menjadi viskos. Makanan yang lebih iskos
akan memperlambat proses pencernaan sehingga proses penyerapan nutrisi
seperti glukosa akan terjadi secara lambat (Mahan dan Escot, 2008).
Konsumsi serat yang baik bagi penderita diabetes mellitus adalah 20-35
gram/hari dengan anjuran konsumsi serat sebanyak 25 gram/hari (Perkeni,
2018). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Immawati dan Wirawanni (2014),
menunjukkan bahwa konsumsi tinggi serat berhubungan dengan menurunnya
kadar glukosa darah puasa dan kadar glukosa 2 jam postprandial pada penderita
diabetes melitus.
Saat ini masyarakat pedesaan menggunakan tanaman garut sebagai
alternatif makanan pengganti beras, tanaman garut juga dapat digunakan untuk
pengobatan tradisional yaitu untuk penderita DM. Hasil identifikasi
menunjukkan bahwa tanaman garut sangat potensial untuk dikembangkan,
karena umbi garut dapat dikembangkan menjadi tepung garut. Umbi garut secara
tradisional telah dibuat berbagai olahan pangan seperti garut rebus, criping garut,
emping garut, jenang garut, dan lain-lain. Tepung garut biasanya digunakan
untuk subsitusi pengganti terigu, tepung pati garut selama ini banyak
dimanfaatkan untuk keperluan kosmetik dan pengobatan tradisional.

Pemanfaatan tepung pati garut menjadi makanan olahan yang


memerlukan bahan dengan dominasi tepung garut atau pati garut perlu dilakukan
salah satunya dibuat sohun. Sohun merupakan produk berbentuk benang atau
pitapipih seperti mi terigu, tetapi dibuat dari pati (Haryadi,2014). Cara-cara
pembuatan sohun dari berbagai pati sangat beragam di beberapa wilayah dengan
tingkat penerapan teknologi yang beragam, untuk menghasilkan bentuk-bentuk
dan ukuran yang beragam, yaitu meliputi bentuk-bentuk benang lembut, benang
besar, pita atau lembaran.
Bahan utama pembuatan sohun biasanya berasal dari bahan pangan
karbohidrat yaitu tepung pati aren, selain terbuat dari tepung pati aren, sohun
juga dapat dibuat dari tepung pati garut. Pengolahan tepung pati garut menjadi
olahan lain dapat berupaya untuk penderita diabetes mellitus dan menambah
nilai gizi produk karena terdapat kandungan karbohidrat, kalsium, protein, zat
besi, dan serat.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik, untuk menjadikan
tepung pati garut sebagai tambahan bahan pembuatan sohun. Inovasi pembuatan
sohun dengan menggunakan tepung pati garut ini juga bertujuan untuk
menciptakan suatu produk makanan baru yang mempunyai nilai gizi tinggi.
Selain itu, inovasi produk ini juga bertujuan untuk meningkatkan nilai jual
tepung pati garut serta memberikan kesejahteraan bagi para petani umbi garut.
Dari uraian diatas memberikan inspirasi peneliti untuk mengangkatnya
dalam bentuk proposal penelitian dengan judul “PEMANFAATAN TEPUNG
PATI GARUT (MARANTA ARUNDINACEA L) SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN SOHUN UNTUK PENDERITA DIABETES MELITUS”
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, dapat
diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana daya terima pemanfaatan tepung pati garut yang dijadikan
makanan sohun menurut tingkat kesukaan masyarakat?
2. Bagaimana kandungan serat pangan tinggi glikemik rendah pada sohun
tepung pati garut?
3. Apakah terdapat perbedaan sohun pati garut ditinjau dari tekstur, rasa,
warna, dan aroma?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan tepung pati garut yang di olah
menjadi makanan sohun untuk penderita Diabetes Melitus.
2. Tujuan Khusus
- Untuk mengukur daya terima sohun pati garut menurut tingkat kesukaan
masyarakat terhadap sohun pati garut yang dihasilkan.
- Untuk mengetahui perbedaaan sohun pati garut yang ditinjau dari aspek
tekstur, rasa, warna dan aroma.
- Untuk mengetahui pengaruh kandungan serat pangan tinggi glikemik
rendah pada tepung pati garut yang diolah menjadin sohun.
1.4 Manfaat Penelitian
2. Manfaat bagi peneliti, menerapkan Ilmu Teknologi Pangan dan Gizi dalam
kehidupan bermasyarakat untuk membuat produk pangan lokal yaitu sohun
dari tepung pati garut untuk penderita Diabetes Mellitus.
3. Manfaat untuk ilmu penngetahuan, sebagai pengembangan dalam penerapan
ilmu yang didapatkan tentang ilmu teknologi pangan dalam rangka
pengembangan makanan yang memiliki mutu dan kualitas yang baik
sehingga dapat diterima dan dikonsumsi serta memberikan dampak
kesehatan yang baik baik masyarakat.
4. Manfaat bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
pemanfaatan tepung pati garut yang dapat diolah menjadi sohun untuk
penderita Diabetes Melitus sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis
umbi garut.
5. Dapat menggali inovasi baru dengan memanfaatkan pati garut bagi peneliti
selanjutnya.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai “pemanfaatan tepung pati garut (maranta
arundinacea linn) sebagai bahan pembuatan sohun untuk penderita diabetes
melitus” belum pernah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, terdapat beberapa
penelitian terkait dengan diabetes mellitus, sohun tepung pati garut yaitu
diantaranya:
1. Sri Hartati1) dan Sartono Putro2) (2017) “Diversifikasi Produk Tepung Pati
Garut (Maranta arundinaceae, Linn.) Menjadi Sohun”
2. Dwi Novitasari, Sunarti, Arta Farmawati (2011) “Emping Garut Maranta
arundinaceae, Linn) sebagai Makanan dan Kadar Glukosa Darah, Angitensin II
Plasma serta Tekananan Darah pada Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2)”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Diabetes Melitus


1. Definisi Diabetes Melitus
Istilah Diabetes Melitus diperoleh dari bahasa latin yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu Diabetes yang berarti pancuran dan Melitus yang berarti
madu. Jika diterjemahkan, Diabetes Melitus adalah pancuran madu. Istilah
pancuran madu berkaitan dengan kondisi penderita yang mengeluarkan sejumlah
besar urin dengan kadar gula yang tinggi. (Wijayakusuma,2004)
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit dimana tubuh penderitanya
tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Jadi penderita
mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh sehingga
tubuh tidak bisa memproduksi insulin secara efektif. Akibatnya, terjadi
kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi tubuh. Sehingga
glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah ke sistem urin.

Definisi Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang terus


meningkat jumlahnya dan merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan
umat manusia pada abad 21. World health organization (WHO) memperkirakan
akan terjadi peningkatan DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang akibat meningkatnya kadar glukosa darah
(hiperglikemia) yang disebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif.
Hiperglikemia yang kronis pada penderita DM akan meningkatkan
kejadian aterosklerosis dan trombosis, serta peningkatan glikosilasi protein yang
akan mempengaruhi intergritas dinding pembuluh darah. Pengendalian kadar
glukosa sebaik dan seawal mungkin, merupakan upaya yang sangat penting
untuk mencegah progresifitas komplikasi vaskular seperti tekanan darah tinggi.
Diit DM perlu dilaksanakan untuk menunjang tercapainya tujuan terapi dengan
ketentuan: jumlah kalori optoimal, menunjang pertumbuhan, mengendalikan
status metabolik, mencegah komplikasi vaskular, sesuai dengan kemampuan
daya beli dan selera penderita.
Ditinjau dari segi ilmiah, diabetes melitus merupakan penyakit kelainan
metabolik glukosa (molekul gula paling sederhana yang merupakan hasil
pemecahan karbohidrat) akibat defisiensi atau penurunan efektifitas insulin.
Kurangnya sekresi insulin menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan
melebihi batas normal jumlah glukosa yang seharusnya ada dalam darah.
Kelebihan gula dalam darah tersebut dibuang melalui urin yang dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang sangat mempengaruhi kualitas hidup
penyandangnya sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.
Penyakit Diabetes Melitus (DM) juga merupakan penyakit kronik yang ditandai
dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah yaitu 60-120mg/dl pada waktu
puasa dan kurang dari 140 mg/dl pada dua jam setelah makan pada orang normal
(Misnadiarly,2006).
2. Jenis-Jenis Diabetes Melitus

Menurut Mohamed Yosri Mohamed Yong (2011:3), jenis kencing


manis (diabetes mellitus) dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Diabetes Melitus tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Pengidap diabetes tergantung insulin dapat hidup normal apabila
menerima suntikan insulin, tetapi akan berbahaya jika tidak mendapat
suntikan insulin dalam waktu yang singkat, karena penguraian sumber
bahan tenaga lain oleh badan seperti lemak untuk menggantikan tenaga dari
glukosa. Penderita yang berisiko mengidap kencing manis jenis I adalah
serangan sistem imunisasi sendiri (autoimmune), genetik, dan alam
sekeliling. Pengidap diabetes tergantung insulin perlu disuntik sebelum
makan dan kadangkala insulin tambahan perlu disuntik pada waktu malam
sebelum tidur.
Kekurangan dan kelebihan kadar gula dalam darah dapat
menyebabkan hal buruk terjadi pada penderita diabetes, karena terlalu
banyak insulin diambil atau disuntik, keadaannya bisa hipoglisemia
disebabkan kekurangan glukosa.
b. Diabetes Melitus tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Diabetes bebas insulin (jenis kedua) biasanya bermula dengan
ketahanan insulin, dimana badan tidak menggunakan insulin dengan baik.
Apabila keperluan menggunakan insulin meningkat, kelenjar pankreas tidak
lagi mampu mengeluarkan insulin pada kadar mencukupi. Diabetes bebas
insulin (jenis kedua) biasanya seiring dengan factor usia lanjut, gemuk
(obesity), keturunan dan kurang berolahraga.
c. Diabetes Melitus Gestasional (pada ibu hamil)
Diabetes ketika hamil merupakan sejenis gangguan glukosa yang
dikenal pada sebagian wanita ketika mengandung. diabetes ketika hamil
juga biasa didapati dikalangan wanita kuat makan, atau wanita yang dari
keturunan pengidap diabetes. Ketika mengandung, diabetes ketika hamil
memerlukan pencegahan untuk menurunkan kadar gula dalam darah agar
tidak menular kepada kandungan. Setelah mengandung, kebanyakan wanita
90% hingga 95% kembali sembuh.
Sebagian kecil pula antara 5% hingga 10% didapati mengidap
diabetes insulin (jenis kedua). Wanita yang mengalami diabetes ketika
hamil mempunyai risiko 20% hingga 50% mengidap diabetes dalam waktu
5 hingga 10 tahun. Diabetes ketika hamil juga meningkatkan lagi risiko bayi
mempunyai kadar bilirubin yang tinggi (demam kuning) disbanding bayi
normal.
3. Penyebab Penyakit Diabetes Melitus
a. Pola Makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori
yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya Diabetes Melitus. Hal
ini disebabkan jumlah kadar insulin oleh sel B pankreas mempunyai
kapasita maksimum untuk disekresikan.
b. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk terserang Diabetes Melitus
dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.
c. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab Diabetes Melitus orang
tua. Biasanya, seseorang yang menderita Diabetes Melitus mempunyai
anggota keluarga yang juga terkena.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang
menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat
menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan
hormone yang diperlukan untuk metabolism dalam tubuh, termasuk hormon
insulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi


pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel
B pada pankreas tidak dapat bekerja secara optimal dalam mensekresi
insulin.
Kerangka teori Diabetes melitus :

DIABETES
MELITUS

Obesitas

Bahan Kimia dan Pola Makan


Obat-obatan

Penyakit Infeksi
pada Pankreas

Faktor Genetik
4. Langkah Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus
Diabetes Melitus sebenarnya dapat dicegah sejak dini dengan membiasakan
perilaku hidup sehat yaitu mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang
memenuhi kebutuhan nutrisi. Menurut Kushartini (2005) yang dikutip oleh Nia
Daniati (2008:5) kegiatan mencapai program pencegahan penyakit pada
penderita diabetes mellitus yaitu:
a. Diet yaitu mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi, rendah
gula, dan banyak air putih.
b. Olahraga yang teratur
- Olahraga intermiten (1-3-1) untuk mengelola kadar glukosa
darah dan memperbaiki propel lipid. Perbandingan irama
gerak 1 (anerob), 3 (anerob), dan 1 (anerob).
- Streching dan loosening untuk kelenturan sendi dan
lancarnya aliran darah tepi.
- Meditasi dan Senam Pernafasan
Olahraga yang dianjurkan untuk penderita diabetes
adalah olahrag aerobic low impac dan rithmist seperti
senam, jogging, berenang, dan naik sepeda. Porsi latihan
juga harus diperhatikan, latihan yang berlebihan akan
merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit
tidak begitu bermanfaat. Penentuan porsi latihan tersebut
harus memperhatikan intensitas latihan, lama latihan dan
frekuensi latihan.

2.2 Makanan Tinggi Serat


Makanan tinggi serat merupakan suatu bahan makanan yang memiliki
jumlah serat yang cukup tinggi. Kalangan remaja lebih mendominasi untuk dampak
yang lebih buruk. Oleh kurangnya asupan serat dikarenakan konsumsi makanan
mereka lebih tinggi pada makanan tinggi karbohidrat, lemak dan gula (fast food
junk food). Peningkatan konsumsi serat sangat diperlukan untuk mencegah dampak
yang lebih buruk. Makanan tinggi serat menpunyai kandungan energy yang lebih
sedikit dibandingkan dengan makanan berserat rendah sehingga terjadi perombakan
simpanan energi.
Didalam serat terdapat selulosa hemiselulosa, pektin, lignin, gum, β-glukan,
fruktan, dan pati resisten. Kandungan serat berfungsi sebagai komponen non gizi,
tetapi bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan sebagai prebiotik, merangsang
pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi
lebih baik dan usus lebih bersih.
Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan,
dimana serat makanan terdiri dari komponen larut air (Soluble Dietary Fiber,sdf)
dan komponen yang tidak larut air (Insoluble Dietary Fiber, IDF). Prosky and De
Vries (1992) mengatakan sekitar sepertiga dari serat makanan yang larut (SDF)
sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut (IDF).
2.3 Tanaman Garut
1. Definisi Tanaman Garut
Garut adalah salah satu tanaman ubi-ubian yang strategis sebagai sumber
karbohidrat untuk mengurangi ketergantungan pangan ada beras dan gandum.
(Kumalaningsih,1998;Ariyantoyo. H,dkk,2014) Tanaman garut (Maranta
arundinaceae L) termasuk dalam familia Manantaceae, termasuk tanaman
semak semusim dengan tinggi mencapai 75-90 cm. Berbatang semu, bulat,
membentuk rimpang, berwarna hijau. Daun berbentuk tunggal, bulat
memanjang, ujung runcing, bertulang menyirip, panjang 10-27 cm, lebar 4-5
cm berpelepah, berbulu, berwarna hijau. Garut memiliki nama yang beragam,
West Indian arrowroot (Inggris), arerut, ubi sagu, sagu Belanda (Betawi), larut
(Sunda), angkrik, arus, jalarut, garut, irut (Jawa). (Ariyantoro.H,dkk,2014)
Tanaman ini berasal dari Amerika khususnya daerah tropik, kemudian
menyebar ke negara-negara tropik lainnya seperti Indonesia, India, Srilanka
dan Philipina. Jenis tanaman ini tumbuh pada ketinggian 0-900 dpl, dan
tumbuh baik pada tanah yang lembab dan di tempat-tempat yang terlindung.
Umbinya banyak mengandung tepung pati yang sangat halus dan mudah
dicerna. Selain sebagai penghasil umbi, tanaman ini juga dimanfaatkan
sebagai tanaman hias karena daunnya indah (Anonim,2006;
Ariyantoro.H,dkk,2014).

Garut (Maranta arundinacea L) mempunyai sinonim Maranta sylvatica


Roscoe ex J.E. Smith termasuk dalam famili Marantacea. Garut adalah nama
umum di Indonesia, arrowroot (Inggris), angkrik (Jawa), larut (Sunda), ararut,
ubi garut 388 (Malaysia) (Villamayor &Jukema, 1996;Setyowati N,2012).
Menurut Octavianti & Solikhah (2009) garut (Maranta arundinacea L)
merupakan salah satu jenis umbi- umbian yang layak untuk dikembangkan
sebagai salah satu bahan pangan. Plantus (2007;Setyowati N,2012) juga
mengemukakan bahwa garut merupakan sumber tepung pangan yang
potensial pengganti tepung terigu. Apabila garut berhasil dikembangkan di
Indonesia, maka akan dapat mengurangi impor terigu, yang jumlahnya lebih
dari 3 juta ton tiap tahunnya.( Setyowati N,2012).
Di Indonesia tanaman garut belum dibudidayakan secara intensif, oleh
karena itu perlu pemasyarakatan penggunaan bahan baku garut serta budidaya
tanaman (Anonim, 2008a; Setyowati N,2012). Tanaman garut banyak
dijumpai tumbuh liar di dipinggir jalan, tegalan yang tidak diusahakan petani,
di bawah naungan pohon buah- buahan seperti pisang, mangga, kelapa dan
Iainlain. Hanya sebagian kecil masyarakat yang menanam garut untuk
dikonsumsi sebagai makanan selingan (Anonim, 2008; Setyowati N,2012).
2. Klasifikasi
Menurut Rukmana (2000) , tanaman garut termasuk spesies Maranta
arundinacea , mempunyai taksonomi (sistematika) sebagai berikut :
Divisi : spermatophyta
Sub Divisi : angiospermae
Kelas : monocotyledo
Ordo : zingiberales
Family : marantaceae
Spesies : maranta arundinacea linn

Garut (Maranta arundinacea L) kadang-kadang disebut juga west indian


arrowroot untuk membedakannya dengan tanaman umbi yang lain misalnya
queensland arrowroot (ganyong) dan brazilian arrowroot (singkong). Bentuk
tanaman ini adalah herba yang merumpun, tingginya 1,0-1,5 m dengan
perakaran dengkal dan rhizome 20-45 cm, sedang diameternya 2-5 cm. Agar
garut dapathidup dengan subur dan berproduksi tinggi , diperlukan syarat-syarat
untuk hidupnya, tanaman garut memerlukan curah hujan minimum 150-200 cm
perbulan. Tanah yang digemari adalah tanah lempung yang subur terutama
tanah lempung yang berpasir yang banyak mengandung mineral vulkanik.
Umumnya garut dapat tumbuh normal pada ketinggian 900 m dari permukaan
air laut (Lingga, 1986).

Tanaman ini dijumpai tumbuh liar tanpa perawatan dengan jumlah


populasi yang cukup banyak. Begitu juga di desa dibelakang rumah seorang
petani, Semula tanaman ini sengaja ditanam dan dibudidayakan, namum karena
hasilnya tidak dapat dipasarkan akhirnya dibiarkan tumbuh dan berkembang
secara liar, bahkan dianggap menjadi tanaman penganggu karena sudah tumbuh
sangat banyak dan sulit untuk dibersihkan. Di kecamatan Dolok Marsihul
tanaman garut kebanyakan dijumpai sebagai tanaman pagar dan tanaman hias
pinggir jalan. Pengolahan tanaman ini cukup dengan direbus saja atau dibakar
lalu dimakan langsung dengan mengupas bagian luar umbinya. Ada juga
masyarakat yang pernah mengolah umbi garut ini menjadi tepung lalu
digunakan untuk bahan pembuat kue karena pati dari garut ini cukup baik.
Pengolahan untuk menbuat tepungnya juga sangat sederhana. Cukup dengan
mengupas lalu kemudian ditumbuk halus atau diparut. Pengolahan ini belum
ada tujuan tingkat komersil hanya untuk kebutuhan keluarga karena pasarnya
tidak jelas.(Sihol Marito Sibuea, dkk ,2014 ).
3. Kandungan

Umbi garut memiliki kandungan gizi tinggi, kandungan karbohidrat


25-30%, kandungan pati Buletin Plasma Nutfah Vol.17 No.1 Th.2011 13
+20% (Widowati, 1998; Suhartini T dan Hadiatmi, 2011), tepungnya dapat
digunakan sebagai bahan baku pengganti terigu (Djaafar dan Rahayu,
2006;Suhartini T dan Hadiatmi,2011). Umbi garut memiliki manfaat
kesehatan karena indeks glikemiknya rendah (14), lebih rendah dari beras,
terigu, kentang, dan ubi kayu masing-masing sebesar 96, 100, 90, dan 54
(Anonim, 2009;Suhartini T dan Hadiatmi,2011).

Indeks glikemik umbi- umbian lainnya, seperti gembili, kimpul,


ganyong, dan ubi jalar masing-masing 90, 95, 105, 179 (Marsono,
2002;Suhartini T dan Hadiatmi,2011). Indeks glikemik merupakan ukuran
yang menyatakan kenaikan kadar gula darah seseorang setelah mengkonsumsi
makanan yang bersangkutan. Makin tinggi indeks glikemik, makin tidak baik
dikonsumsi penderita diabetes. Garut aman dan baik dikonsumsi dan perlu
disosialisasikan, terutama bagi masyarakat yang kurang pangan di pedesaan
maupun di perkotaan ( Suhartini T dan Hadiatmi,2011).
Tabel 1.1 Kandungan gizi umbi garut dalam 100 g sampel
Kandungan Gizi Satuan Jumlah kandungan
gizi
Energi Kkal 102
Protein G 1,0
Lemak G 0,2
Karbohidrat G 24,2
Abu G 1,2
Fosfor Mg 85
Besi Mg 1,7
Vitamin B1 Mg 0,08
Vitamin C Mg 2
Air G 78,5
Kalsium Mg 28
Sumber: ( Slamet,1998; Anisah,2015)
Umbi garut memiliki banyak keunggulan, yakni dapat digunakan sebagai
pengganti bahan makanan pokok, dan sebagai obat-obatan. Umbi digunakan
untuk mendinginkan perut dan disentri, obat eksim, obat tapal luka, dan
memperbanyak produksi ASI (Lingga, 1986;Caesarina, dkk,2014). Selain itu
umbi garut memiliki nilai IG (Indeks Glikemiks) yang rendah (14),
dibandingkan umbi- umbian yang lain seperti gembili (90), kimpul (95),
ganyong (105), dan ubi jalar (179).
Hal ini dapat memberikan manfaat bagi penderita diabetes atau kencing
manis. Penyakit tersebut disebabkan karena tingginya gula darah (Marsono,
2002). Selain itu, umbi garut mengandung kalori yang rendah. Dalam 100 gram
umbi garut segar terdapat 65 kalori. Akar garut mengandung vitamin B
kompleks, beberapa mineral penting, dan sumber folat yang baik (Anonim,
2013). Umbi garut juga mengandung senyawa bioaktif sebagai
antioksidan.Senyawa bioaktif yang terdapat dalam umbi garut adalah fenol dan
flavonoid (Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998). Kadar fenol dalam umbi
garut segar sebesar 0,16 g/100 g. sedangkan kadar flavonoidnya sebesar 0.15
g/100 g (Caesarina, dkk,2014)
4. Manfaat
Banyak kegunaan dan manfaat dari umbi garut, selain sebagai media
alternative yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri dan jamur umbi garut
juga bisa dijadikan bahan makanan yang cukup enak jika di nikmati. Garut
merupakan tanaman multifungsi, antara lain penghasil pati dan bahan baku
industri emping garut, yang diketahui sebagai makanan sehat. Limbah
pengolahan umbi garut berupa kulit dan ampas dapat dimanfaatkan untuk
pakan ternak. Umbi garut merupakan penghasil pati yang potensial dengan
hasil pati berkisar antara 1,92-2,56 t/ha (Djaafar et al. 2007; Anonim
2009a;Titiek F,dkk,2010). Pati garut dapat digunakan sebagai bahan substitusi
terigu (Djaafar dan Rahayu 2006;Titiek F,dkk,2010) hingga 50-100%. Oleh
karena itu, pati garut berpotensi menurunkan impor terigu yang telah
mencapai 4,10 juta t/tahun dengan nilai Rp3,40 triliun (Gusmaini et al. 2003;
Anonim 2008;Titiek F,dkk,2010)
a. Pati garut

Pengolahan pati garut sangat sederhana dan dapat dilakukan pada


industri rumah tangga di pedesaan. Umbi garut yang akan diolah menjadi pati
sebaiknya dipanen pada umur 10 bulan setelah tanam (Djaafar et al. 2006;Titiek
F,dkk,2010). Untuk memperoleh pati garut, umbi dicuci bersih lalu digiling
menggunakan mesin penggiling dan disaring hingga diperoleh larutan pati.
Larutan pati diendapkan kemudian dibuang airnya.Pati basah lalu dicuci dengan
menambahkan air, diaduk lalu diendapkan. Pencucian pati sebaiknya dilakukan
3-4 kali agar diperoleh pati yang berwarna putih (Titiek F. Djaafar, 2010 ).
Pati garut, seperti halnya pati dari komoditas lainnya merupakan
polimer karbohidrat yang disusun dalam tanaman oleh interaksi antarmolekul
protein pembentuk gluten, yaitu dengan ikatan hidrogen dan ikatan disulfida
maupun ikatan ionik (Belitz et al. 1986;Titiek F,dkk,2010). Ikatan dengan
molekul selain protein, yaitu karbohidrat, lemak, dan air ditentukan oleh
interaksi hidrofobik dan hidofilik (MacRitchie 1981; Zawistoska et al. 1985;
Andrews et al. 1995;Titiek F,dkk,2010).
2.4 Tepung Beras
1. Definisi Tepung Beras

Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung
komposit dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.
Tepung beras adalah produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih
lanjut. Untuk membuat tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam
dengan cara beras direndam dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan
dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh (Hasnelly dan Sumartini, 2011).
Beras kaya akan vitamin B, juga mengandung sedikit lemak dan
mineral. Protein yang terdapat di dalam tepung beras lebih tinggi dari pada
pati beras yaitu tepung beras sebesar 5,2-6,8% dan pati beras 0,2-0,9%
(Inglett dan Munk, 1980; Singh, et al., 2000). Komposisi zat gizi tepung
beras per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi zat gizi tepung beras per 100 g bahan
Komponen Komposisi
Kalori (kal) 364,00
Protein (g) 7,00
Lemak (g) 0,50
Karbohidrat (g) 80,00
Kalsium (mg) 5,00
Fosfor (mg) 140,00
Besi (mg) 0,80
Vitamin B1 (mg) 0,12
Air (g) 12,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, (2004)

Pati dalam beras terdiri dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa
dan amilopektin. Perbandingan kedua golongan pati ini dapat menentukan
warna dan teksur nasi. Beras yang mengandung amilosa tinggi setelah
dimasak menghasilkan nasi yang tidak lengket , dapat mengembang, dan
akan mengeras setelah dingin. Beras yang mengandung amilosa rendah
setelah dimasak menghasilkan nasi yang lengket, mengkilap, tidak
mengembang dan menggumpal pada saat dingin (Damardjati, 1995).
Komponen utama yang ada dalam beras adalah karbohidrat.
Karbohidrat tersebut terdiri dari pati merupakan bagian besar dan bagian
kecil beras adalah gula, selulosa, hemiselulosa dan pentosa.
2.5 Sohun
1. Definisi Sohun
Sohun merupakan suatu produk bahan makanan kering yang dibuat
dari pati dengan bentuk khas. Berbagai macam pati sebagai bahan baku
sohun dapat berasal dari umbi-umbian, kacang hijau, jagung, ubi jalar, (sweet
potato), sagu, aren, midro/ganyong (canna eduliker) dan tapioka. Di
Indonesia umumnya sohun dibuat dari bahan dasar pati sagu atau aren dan
midro sebagai campuran.
Sohun juga merupakan salah satu makanan rakyat yang bisa didapat
dengan mudah di Pasar, ada berbagai macam sohun yang diperjual belikan
dan setiap sohun juga memiliki karakteristik dan mutu yang berbeda-beda.
Adapun cara memilih kualitas sohun yang baik (Anonim,2016) yaitu cara
yang paling mudah untuk menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya.
Paling tidak, ada 5 parameter sensoris utama yang perlu dinilai, yaitu
penampakan atau karakteristik sohun yang cenderung transparan, sohun yang
didiamkan beberapa saat setelah matang akan menjadi lengket dan akan
menempel satu sama lain, warna sohun putih kusam transparan, bau khas pati
tanpa bau zat kimia yang menyengat, rasanya yang cenderung tawar dan
tekstur kuat & liat saat masih kering serta licin dan mudah terputus saat
matang.
2. Sohun dari Tepung Pati Garut
Pengembangan produk tepung pati garut yang potensial salah satunya
adalah dengan dibuat menjadi produk sohun, karena dalam pembuatan sohun
kebutuhan bahan dasar pati adalah dominan. Sohun merupakan produk
berbentuk benang atau pita pipih seperti mi terigu, tetapi dibuat dari pati
(Haryadi,2014). Cara-cara pembuatan sohun dari berbagai pati sangat beragam
dibeberapa wilayah dengan tingkat penerapan teknologi yang beragam, untuk
menghasilkan bentuk-bentuk dan ukuran yang beragam, yaitu meliputi bentuk-
bentuk benang lembut benang besar, pita atau lembaran.
Proses pembuatan sohun tepung pati garut yang dilakukan dalam
penelitian ini mengacu pada proses pembuatan sohun dari tepung pati ganyong
seperti yang dilakukan oleh Roisah (2009). Untuk mengetahui apakah proses
pembuatan sohun dari tepung pati ganyong sesuai untuk tepung pati garut,
diperlukan beberapa orientasi dengan tujuan :

1. Mendapatkan rasio tepung pati garut dan air untuk proses gelatinisasi;
2. Mendapatkan rasio tepung untuk gelatinisasi dan tepung kering serta;
3. Mendapatkan proses pemasakan yang tepat.

3. Bahan Pembuatan Sohun


a. Bahan Utama
Umbi garut yang dipilih yang masih segar yang sudah dibersihkan
karena mengandung banyak serat dengan berat total sebanyak 100
gram.
b. Bahan Campuran
Tepung beras sebagai bahan campuran pembuatan sohun dan sebagai
bahan pengikat pada proses pengolahan serta meningkatkan daya ikat
air.

4. Proses Pembuatan Sohun


Pembuatan sohun mencangkup lima tahap, yaitu penentuan rasio tepung
pati garut dan air, penentuan rasio tepung untuk gelatinisasi dan tepung
kering/mentah, pemilihan proses pemasakan antara perebusan dan
pengukusan terhadap helai adonan pasca pencetakan, dan pengujian total
cooking loss sohun pati garut. Tahapan pembuatan sohun adalah sebagai
berikut :

a. Penentuan rasio tepung pati garut dan air untuk proses gelatinisasi
Penentuan rasio tepung pati garut dan air untuk proses gelatinisasi
ditujukan untuk menentukan rasio tepung pati garut dan air yang tepat
sehingga proses gelatinisasi dalam awal pembuatan sohun telah terbentuk.
Rasio air dan pati garut untuk mendapatkan pati tergelatinisasi yang tepat
diilakukan dengan beberapa variasi. Variasi tersebut meliputi Gel- 1 (Rasio
pati garut : air = 1:7), Gel-2 ((Rasio pati garut : air = 1:8) dan Gel-3 (Rasio
pati garut : air = 1:9). Parameter yang digunakan untuk menentukan rasio
adalah kepekatan/keenceran adonan dan waktu menjendal (terjadi
gelatinisasi) saat dipanaskan. Penjendalan ditentukan secara visual dengan
terjadinya perubahan warna dan kepekatan adonan. Setelah diperoleh rasio
yang tepat, dilanjutkan tahap selanjutnya untuk memperoleh proporsi yang
tepat antara tepung pati untuk gelatinasi awal dengan tepung pati garut
kering yang ditambahkan untuk membentuk adonan.

b. Penentuan rasio tepung untuk gelatinisasi dan tepung


kering/mentah

Penentuan rasio tepung pati untuk gelatinasi awal dengan tepung pati
kering ditujukan untuk memperoleh sifat adonan pati yang sesuai sehingga
pencetakan dan pemasakan sohun tidak mengalami hambatan dengan
demikian mutu akhir sohun menjadi seperti yang diharapkan. Setelah rasio
tepung pati garut dan air untuk proses gelatinisasidiperoleh rasio yang tepat,
dilanjutkan orientasi untuk memperoleh proporsi yang tepat antara pati
tergelatinasi dengan penambahan tepung pati garut kering meliputi
beberapa variasi yaitu GP.1 = (1:9), GP.2 = (1:10), GP.3= (1:11) dan GP.4
= (1:12).
Parameter yang digunakan untuk menentukan rasio yangtepatadalah
sifat adonan (lengket, kalis, dan sangat kalis) dan kemudahan adonan untuk
dicetak. Pengamatan dilakukan secara visual dan subyektif.Setelah
diperoleh adonan yang berbentuk bola, yang lunak dan tidak lengketadonan
(kalis) dilanjutkan dengan orientasi proses pemasakan meliputi perebusan
atau pengukusan.

c. Pemilihan proses pemasakan antara perebusan dan pengukusan


terhadap helai adonan pasca pencetakan
Pemilihan proses pemasakan helai adonan pasca pencetakan
ditujukan untuk memilih proses pemasakan yang diperoleh helai sohun
mirip tali dan terurai dan tidak lengket. Setelah diperoleh bola adonan pati
yang lunak dan tidak lengk et di tangan (adonan kalis) selanjutnya adonan
diekstrusi menggunakan ektruder. Setelah lolos dari ekstruder adonan dibagi
2 bagian, bagian satu masuk ke panci perebusan pada air mendidih, dan satu
bagian masuk pada panci pengukus yang juga airnya telah mendidih.
Masing-masing mengalami perebusan atau pengukusan selama 5 menit.
Pengamatan dilakukan setelah helai adonan keluar dari masing-masing
proses pemasakan. Proses pemasakan yang menghasilkan helai adonan
sohun yang mirip tali dan terurai serta tidak lengket yang dipilih. Setelah
diperoleh proses yang sesuai dilakukan produksi sohun dengan cara proses
terpilih. Sohun diuji meliputi cooking loss, daya regang serta uji sensoris.

d. Pengujian Total Cooking Loss sohun pati garut


Menggunakan persamaan berikut (DM = rasio bahan kering dalam sampel
awal)
Total cooking loss (TCL;%) = (5 x DM – W2) x 100/ (5 x DM)

2.6 Resep Dasar Sohun Pati Garut

Sohun pati garut dibuat dari campuran umbi garut yang di gelatinisasi
dengan campuran tepung beras, dan air, yang kemudian diolah menjadi adonan
hingga adonan menjadi kalis.
Tabel. 1 Resep Dasar Sohun
Bahan Takaran
Tepung pati garut 100 gram
Tepung beras 50 gram
Air 50 ml

Skema pembuatan sohun pada penelitian yang akan dibuat, sebagai berikut:

Jenis makanan sumber tinggi serat


Umbi Garut/Tepung pati garut

Pencucian

Proses Gelatinisasi
Umbi Garut

Penimbangan

Penggilingan

Pencampuran bahan
Gambar 2. Skema Pembuatan sohun

Rasio pati yang digunakan untuk


Pati : air gelatinisasi : pati kering GP.1 (1:9),
Gel-1 (1:7), Gel-2 (1:8) GP.2 (1:10), GP.3 (1:11), GP.4 (1:12)
Dan Gel-3 (1:9)

Pencampuran (±5
Gelatinisasi (suhu 61-75̊ C) menit)

Rasio terpilih

Pencetakan
(ekstrusi) (kadar
air±55%)

Perebusan Pengukusan

Perendaman air (25̊C, 1


menit

Pengeringan (50-60̊C)

Sohun pati garut


kering

Uji cooking loss, uji


sensoris

Gambar 1. Diagram alir pembuatan sohun tepung pati garut


2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian yang akan dilakukan ini dilihat pada
gambar berikut:

Analisis Uji Organoleptik


- Warna
- Aroma
Sohun dari variasi tepung - Rasa
pati garut - Tekstur

Analisis Uji Laboratorium


- Kandungan Serat
Tinggi

Gambar 2.7 Kerangka konsep Penelitian

2.8 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang sifatnya sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan diatas, maka dianjurkan hipotesis sebagai
berikut:
Ho1 = Tidak terdapat perbedaan sohun pati garut ditinjau dari aspek warna,
rasa, aroma, dan tekstur.
Ha1 = Terdapat pengaruh perbedaan sohun pati garut ditinjau dari aspek warna,
rasa, aroma, dan tekstur
Ho2 = Tidak terdapat pengaruh kandungan serat tinggi pada sohun tepung pati
garut.
Ha2 = Terdapat pengaruh kandungan serat tinggi pada sohun pati garut.
Ho3 = Tingkat kesukaan masyarakat rendah terhadap sohun pati garut yang
dihasilkan.
Ha3 = Tingkat kesukaan masyarakat tinggi terhadap sohun pati garut yang
dihasilkan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Rancangan percobaan pada penelitian yang akan dilakukan adalah RAL
(Rancangan Acak Lengkap) faktor tunggal (monofactor). Perlakuan
penambahan sohun tepung pati garut belum dilakukan, karena belum melakukan
penelitian. Dengan variabel dependen penelitian yang akan dilakukan adalah
sifat fisik, kimia, dan organoleptik pada sohun.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2021.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di beberapa lokasi sebagai berikut .
a. Pembuatan sohun pati garut akan dilakukann di laboratorium
penyelenggaraan makanan Universitas Muhadi Setiabudi Brebes.
b. Penelitian analisis uji organoleptik akan dilakukan di
Universitas Muhadi Setiabudi.
c. Pengujian kandungan tinggi serat akan dilakukan di
laboratorium Universitas Bhamada Slawi.

3.3 Variabel Penelitian


Dalam penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian
eksperimen, yang merupakan variabel independen adalah presentase subsitusi
tepung pati garut. Sedangkan variabel dependen penelitian yang akan dilakukan
ini adalah kadar tinggi serat, dan uji organoleptik sohun meliputi tekstur, warna,
rasa, dan aroma.

3.4 Subjek Penelitian


Subjek penelitian yang akan dilakukan ini adalah sohun dengan
pemanfaatan tepung pati garut sebagai sarana untuk penderita diabetes melitus.
3.5 Pelaksaan Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini akan dilakukan dan bertujuan untuk
memperoleh petunjuk dalam penelitian lanjutan nantinya. Dalam penelitian yang
akan dilakukan ini, akan dibuat percobaan menggunakan sohun tepung pati garut
yang sohunnya akan direbus
bukan dikukus, maka nanti dilihat dari hasilnya, terdapat perbedaan tekstur,
warna, rasa, dan aroma.
a. Alat dan Bahan Pembuatan Sohun
Alat yang akan digunakan untuk pembuatan dan pengujian sohun antara
lain mesin pembuat pasta (Shule pasta machine), panci, bak perendam, kertas
minyak, rak-rak penjemur sohun dan lain-lain. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan ini terdiri dari tepung pati
garut, air, tepung beras dan lain-lain.

3.6 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Serta Instrumen Penelitian


1. Sumber data
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer pada penelitian yang akan dilakukan ini yaitu data
yang diperoleh secara langsung oleh peneliti nantinya melalui hasil uji
organoleptik serta responden. Sedangkan data sekunder pada penelitian
yang akan dilakukan ini yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung
oleh speneliti yaitu dari sumber-sumber yang ada seperti artikel, jurnal
dan literatur-literatur ataupun buku-buku yang ada diperpustakaan.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan yaitu dengan cara
interview atau wawancara, kuesioner, pengamatan atau juga bisa dengan
gabungan ketiganya.47
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian yang akan dilakukan
ini yaitu:
a. Studi literatur, yaitu peneliti membaca atau mempelajari
buku-buku yang ada diperpustakaan serta mencari jurnal
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan ini.
b. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara
langsung dengan responden mengenai uji organoleptik.
c. Kuesioner, yaitu dengan melakukan penyebaran
pertanyaan tertulis kepada responden guna memperoleh
informasi mengenai uji organoleptik tentang rasa, warna,
bentuk, dan tekstur.

3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang akan dilakukan menggunakan
pengumpulan data pada uji organoleptik.

3.7 Data Operasional

Tabel 3.7 Definisi Operasional


Variabel Cara Ukur Hasil Ukur Skala ukur
Teoyung Pati Melalui uji coba atau % Rasio
Garut eksperimen yang
dilakukan berulang-
ulang
Kadar Serat Pengujian % Rasio
Tinggi Laboratorium
Uji Organoleptik Melakukan pengujian 1. Rasa Ordinal
terhadap sohun pati 2. Aroma
garut yang akan 3. Warna
melalui proses 4. Tekstur
pemasakan pada
penelis
Uji hedonik Melakukan uji Ordinal
kesukaan sohun pati
garut pada panelis
yang akan disediakan

3.9 Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan data
Data hasil organoleptik yang akan dilakukan dengan uji hedonik oleh
panelis terhadap sampel yang akan dilakukan penilaian. Selain itu, data hasil uji
organoleptik yang akan diolah dengan tahapan sebagai berikut:
a. Editing
Untuk mengecek ketepatan dan kelengkapan data yang dikumpulkan.
b. Codding
Memberikan kode pada jawaban dengan angka atau kode tertentu sehingga lebih
sederhan dan mudah dalam pengolahan data.
c. Entrying
Memasukkan data yang ada kedalam kolom-kolom yang telah diberi kode
sebelumnya.
d. Cleaning
Memastikan kembali semua data yang telah dimsukkan secara benar dan akurat,
serta membuang data yang diperkirakan akan menunggu perolehan data.
2. Uji organoleptik
Melakakukan pengujian terhadap sohun pati garut yang suda melalui proses
pemasakan pada panelis. Adapun Range penilain tersebut meliputi warna,
aroma, rasa, dan tekstur.
Panelis dalam uji organoleptik pada penelian yang akan digunakan ada
20 orang panelis tidak terlatih, yang akan digunakan adalah mahasiswa
Universitas Muhadi Setiabudi dengan persyaratan:
a.) Berminat untuk melakukan uji organoleptik
b.) Bersedia untuk melakukan uji organoleptik
c.) Dalam keadaan sehat baik jasmani, maupun rohani
d.) Tidak alergi
e.) Tidak buta warna
f.) Netral
g.) Indra penciuman dalam keadaan baik (tidak sedang flu).
b. Uji Hedonik
Uji hedonik diuji oleh panelis terhadap sampel yang akan dilakukan
penilaian. Akan disajikan 5 gram sohun tepung ati garute per formula keada
tiap-tiap panelis.
c. Analisis kadar serat tinggi metode Absorbtion Atomic Speactrophotometer
(AAS).
a.) Alat
Peralatan yang digunakan analisi kadar serat tinggi adalah timbangan
digital, erlemeyer, penjepit, corong, gelas ukur, botol timbang, pipet, kertas
saring, breaker glass, oven, alat spectrophotometer penyerap atom.
b.) Bahan
Bahan yang akan digunakan adalah: sampel sohun dengan penambahan
tepung pati garut, tepung beras, H2SO4 0,255 N, Kertas pH, NaOH 0,313 N,
K2SO4 10%, alkohol 96%.
c.) Prosedur kerja penentuan kadar serat tinggi dengan penambahan tepung pati
garut.
1) Haluskan sampel sehingga disaring menggunakan ayakan berukuran 1
mm dan campurkan baik-baik.
2) Timbang 2 gram bahan, lalu masukkan kedalam erlenmeyer 600 ml,
berikutnya tambahkan 200 ml larutan asam sulfat H2SO4 0,255 N.
3) Pasangkan/letakkan dibawah pendingin balik dan didihkan selama 30
menit.
4) Saring suspensi melalui kertas saring dan residu yang tertinggal didalam
erlenmeyer dicuci dengan air mendididh (aquadest). Cucilah residu
dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji
dengan menggunakan kertas pH).
5) Pindahkan secara kuantitatif residu pada kertas saring kedalam
erlenmeyer kembali dengan spatula atau gelas pengaduk, dan sisanya
dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N mendidih sebanyak 200 ml sampai
semua residu masuk kedalam erlenmeyer. Kemudian pasanglah dibawah
pendingin balik dan didihkan selama 30 menit.
6) Saringlah melalui kertas saring yang terlebih dahulu telah diketahui
beratnya sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10% 100 ml, cuci lagi
dengan air mendididh 100 ml dan terakhir dengan 15 ml larutan alkohol
96%.
7) Keringkan kertas saring pada sushu 105oC sampai beratnya konstan.

Berat residu = berat serat kasar


dalam kertas saring
DAFTAR PUSTAKA

Idris, A.M., Jafar, N., Indiasari, R. (2014). Pola Makan dengan Kadar Gula Darah
Pasien DM Tipe 2. Jurnal MKMI. 10(4): 211-218

Immawati, F.R., Wirawanni, Y. (2014). Hubungan Konsumsi Karbohidrat, Konsumsi


Total Energi, Konsumsi Serat, Beban Glikemik, dan Latihan Jasmani dengan Kadar
Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 JNH;2(3).

Perkeni. (2015). Konsensus Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia 2015. PB Perkeni

Anggswisastra, K. 1992. Strategi Pengembangan Industri Pangan dan Gizi pada Pelita
VI. Informasi Pangan dan Gizi. Direktorat Gizi Masyarakat. Depkes RI III (3). 23h.

Anwar, E., Yusmarlina, D., Rahmat, H., dan Kosasih, 2006. Fosforilasi pregelatinasi
pati garut (Marantaarundinacea L.) sebagai matriks tablet lepas terkendali teofilin.
Majalah Farmasi Indonesia, 17(1), 37-44.

Djaafar, T.F. dan S. Rahayu. 2006. Tenknologi Pemanfaatan Umbi Garu, Pangan
Sumber Karbohidrat. Badan Ketahanan Pangan bekerjasama dengan Pusat Kajian
Makanan Tradisional Universita Gadjah Mada, Yogyakarta.

Haryadi, 2014. Teknologi Mi, Bihun, Sohun, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Roisah, 2009. Produksi Dan Karakterisasi Sohun Dari Pati Ganyong (Canna edulis
Ker). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suryani Lilis, C., 2001. Karakterisasi Amilografi Pati Ganyong Putih, Ubi Jalar dan
Garut serta Sifat-sifat Fisik Sohun yang Dihasilkan. Himpunan Makalah Seminar
Nasional Teknologi Pangan. PATPI Semarang.

Rukmana., 2000. Garut Kanisius: Yogyakarta

Darmono. Patofisiologi komplikasi vaskular diabetes melitus. M. Med. Indo


nes.2000;35(2)

Darmono. Nutrisi sebagai program terapi diabetes mellitus. M. Med. Indones,


2001;36(3)
Marsono Y. Indeks glikemik umbi-umbian. Agritech Majalah Ilmu dan Teknologi
Pertanian. 2002;22:13-6

POK LIMBI. Emping garut makanan sehat masa depan. Div. Of traditional food
studies, center for food & nutrition studies, Gadjah Mada University. 2008;1-2.

Departemen Kesehatan, pharmaceutical care untuk penyakit Diabetes Mellitus. 2008


Hastuti, Rini Tri. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes
Mellitus Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (dissertataion). Universitas
Diponegoro (Semarang). 2008.

Subekti,. I., Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Jakarta : Fakultas Universitas


Indonesia, 2004.

Anik Herminingsih, 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan. Universitas Mercu
Buana, Jakarta.

Anonim, 2010b. 5 Manfaat Serat Pangan Daun Pepaya. http://blog.khoulah-agency.com

Feri Kusnandar, 2010. Mengenal Serat Pangan. http://itp.fateta.ipb.ac.id

Badan Ketahanan dan Keamanan Pangan (BKKP) Yogyakarta. (2012). Data kandungan
Gizi Bahan Pangan dan Olahannya. Yogyakarta (BKKP) Badan Ketahanan dan
Keamanan Pangan Yogyakarta. 2012. Data Kandungan Gizi Bahan Pangan dan
Olahannya. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai