Anda di halaman 1dari 36

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Strategi Active Learning

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan siswa

kepada proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai

dengan yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi indivi-

dual siswa karena merekalah yang akan belajar. Kondisi individual siswa itu ber-

manfaat untuk mencari dan merumuskan strategi yang tepat sehingga dapat me-

rangkum semua perbedaan yang dimiliki siswa.

Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active

learning strategy). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:1092) strategi

berarti siasat dalam pembelajaran atau rencana yang cermat mengenai kegiatan

untuk mencapai sasaran khusus. Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian

atau ilmu, membaca, berlatih dan berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang

disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan pengertian aktif dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2001:17) berarti giat (bekerja, berusaha). Strategi mengajar

dapat didefenisikan sebagai sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa

untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.

Nana Sudjana (1995:147) mengartikan strategi mengajar sebagai tindakan

guru melaksanakan rencana mengajar. Maksudnya, usaha guru dalam menggu-

nakan beberapa variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode, alat, dan evaluasi)

agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

14
2

Strategi dalam konteks pembelajaran berarti pola umum perbuatan guru-

siswa dalam pembelajaran. Menurut (Ramayulis, 2003:91) ”Sifat pola umum ter-

sebut berupa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud kelihatan dipergunakan

atau diperagakan oleh guru-siswa dalam berbagai peristiwa pembelajaran”.

Sudirman dkk. dalam (Ramayulis,2003:92) berpendapat bahwa konsep strategi

menunjukkan kepada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru-siswa (pendi-

dik-peserta didik) dalam peristiwa pembelajaran. Sebenarnya strategi pembela-

jaran itu banyak sekali dan guru dapat mempergunakan, bermacam strategi sesuai

dengan kondisi dan situasi.

Strategi pembelajaran menurut (Wina Sanjaya, 2007:124) dapat diartikan

sebagai perencanaan yang berisikan tentang rangkaian kegiatan yang didesain

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan

rencana tindakan atau rangkaian kegiatan termasuk metode. Strategi ini disusun

untuk mencapai tujuan tertentu saat pembelajaran berlangsung. Menurut Kemp

dalam (Wina Sanjaya,2007:124) strategi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara

efektif dan efisien. Senada dengan pendapat di atas, Dick and Carey dalam (Wina

Sanjaya, 2007:124) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah

suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama

untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

Beberapa ahli merumuskan pembelajaran. (Oemar Hamalik,1997) menge-

mukakan pembelajaran adalah,

”Suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, mate-


rial, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang paling mempengaruhi da-
3

lam mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem


pembelajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya. Misalnya tenaga
laboratorium, material, meliputi buku-buku, papan tulis, kapur atau spidol.
Fasilitas dan perlengkapan, audio visual dan komputer. Prosedur meliputi
jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan se-
bagainya.”

Selanjutnya (Dimyati dan Mudjiono,2006:157) mengemukakan ” Pembe-

lajaran adalah suatu proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan

siswa dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan,

keterampilan dan sikap”.

(Syaiful Sagala, 2005:61) mengemukakan, ”Pembelajaran adalah membe-

lajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang meru-

pakan penentu untuk keberhasilan guru sebagai pendidik. Sedangkan belajar dila-

kukan oleh siswa.

Menurut Corey dalam (Oemar Hamalik,1997), ” Pembelajaran adalah sua-

tu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memung-

kinkan ia turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilkan

respon.”

Menurut Gagne dan Biggs dalam (Tengku Zahara Djaafar, 2001),

” Pembelajaran adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang mempe-


ngaruhi siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlang-
sung dengan mudah. Sebagai bagian dari sistem, sasaran pembelajaran
adalah merubah masukan berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa
yang terdidik (proses transformasi) tujuannya adalah membantu siswa un-
tuk belajar.”

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi menga-

jar atau pembelajaran merupakan tindakan nyata dari guru dalam melaksanakan

pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan efisien atau taktik
4

yang digunakan guru dalam melaksanakan/praktek mengajar di kelas. Taktik ter-

sebut hendaknya mencerminkan langkah-langkah secara sistemik dan sistematik.

Sistemik berarti setiap komponen belajar mengajar saling berkaitan satu sama lain

sehingga terorganisir secara terpadu dalam mencapai tujuan. Sistematik berarti

langkah-langkah yang dilakukan guru pada waktu mengajar berurutan secara rapi

dan logis sehingga mendukung tercapainya tujuan.

Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan

penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh siswa, sehingga semua siswa dapat

mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang

mereka miliki. Pembelajaran aktif adalah proses pembelajaran yang berhasil atau

yang dapat mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan dengan mendayagunakan

sumber daya pembelajaran yang ada. Guru menggunakan kemampuan profesio-

nalnya untuk menggerakkan sumber daya pembelajaran sehingga tercapai tujuan

pengajaran yang ditetapkan.

Ada pernyataan yang populer dan memberikan inspirasi di kalangan ahli

yang menggagaskan belajar aktif, yang dikutip oleh (Syafruddin dan Irwan Nasu-

tion, 2005:212). Pernyataan Silberman ”apa yang hanya didengar akan lupa, apa

yang dilihat akan diingat dan apa yang dilakukan berarti paham”. Tiga pernyataan

sederhana itu, membutuhkan penerapan prinsip belajar aktif. Bagi siswa yang be-

lajar hanya dengan mendengarkan yang diceramahkan guru, maka siswa tersebut

akan banyak melupakan informasi yang disampaikan oleh guru. Bagi siswa yang

belajar dengan melihat yang dipelajarinya maka siswa tersebut akan mengingat

informasi yang disampaikan oleh guru. Siswa yang masuk kelompok ini di sam-
5

ping mendengarkan informasi guru juga menggunakan penglihatannya untuk

menerima informasi yang diberikan guru lewat media pembelajaran yang digu-

nakan sehingga merangsang otaknya semakin berfungsi. Bila siswa belajar de-

ngan melakukan pekerjaan atau tugas, maka siswa tersebut akan memahaminya.

Artinya, belajar sambil bekerja menunjukkan anak memahami yang dipelajarinya

serta dapat mengembangkan dengan baik dalam bentuk kegiatan. Makin banyak

fungsi belajar yang disentuh, hasil pembelajaran lama bertahan pada diri siswa.

Prinsip belajar aktif ini memungkinkan siswa mendapatkan pengetahuan

berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya sendiri. Cara belajar mengajar

demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami kesulitan, mencari-cari

buku atau sumber-sumber lain untuk memecahkan persoalan-persoalan yang

dihadapi. Selain itu prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangkan keteram-

pilan kognitif, keterampilan (kreativitas) dan logika berfikir. Dalam mengembang-

kan prinsip ini profesional guru sangat dituntut ( B. Suryosubroto,2002:104). Hal

itu sesuai dengan UU Sisdiknas Nomor.20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa:

“Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,

serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran”.(2006:14)

Dalam pelaksanaan pembelajaran aktif, ada beberapa prinsip belajar yang

merupakan petunjuk atau cara yang perlu diikuti untuk melakukan kegiatan bela-

jar. Perbuatan belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan reaksi atau hasil kegi-

atan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Siswa akan berhasil belajar jika

guru mengajar secara efesien dan efektif. Itu sebabnya, guru perlu mengenal

prinsip-prinsip belajar agar para siswa belajar aktif dan berhasil.


6

(Oemar Hamalik, 2003:17-18) menyatakan dalam bukunya bahwa Prinsip-

prinsip belajar akan berjalan dengan efektif dan efisien, antara lain:

“1.Pengalaman dasar berfungsi mempermudah siswa memperoleh penga-


laman baru. Siswa merasa sulit memahami suatu pelajaran jika ia belum
mempunyai konsep sebagai pengalaman dasar, pengalaman dasar ini dapat
diperoleh melalui kegiatan membaca, mendengar cerita, observasi, acara
televisi dan radio, karyawisata, dan sebagainya.
2.Motivasi belajar. Siswa akan melakukan perbuatan belajar untuk mempe-
roleh pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Dalam memilih moti-
vasi tidak hanya untuk mendorong mereka belajar secara aktif, tetapi juga
berfungsi sebagai pemberi arah dan penggerak dalam belajar. Motivasi
belajar juga bisa tumbuh dari dalam diri sendiri (intrinsik), dan motivasi
belajar juga bisa timbul berkat dorongan dari luar diri sendiri seperti puji-
an, pemberian angka, kerja kelompok, hadiah atau teguran yang disebut
motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi ini berguna bagi siswa untuk belajar
secara aktif.
3.Penguatan (latihan dan ulangan) belajar. Hasil belajar yang telah diperoleh
oleh siswa perlu dimantapkan agar tercipta pengusaan tuntas pada pela-
jaran yang disajikan. Guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengulang dan melatih hal-hal yang telah dipelajari siswa, caranya
dengan mengadakan risitasi dan aplikasi”.

Menurut Sriyono, dkk. dalam (Syafruddin dan Irwan Nasution, 2005: 213)

agar keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar ada, guru harus mengusaha-

kan agar murid-muridnya aktif, baik jasmani maupun rohani yang meliputi :

“a. Keaktifan indera; pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain


b.Keaktifan akal; akal anak-anak harus aktif untuk memecahkan masalah
c. Keaktifan ingatan; aktif menerima bahan pelajaran yang disampaikan
oleh guru
d. Keaktifan emosi; murid senantiasa berusaha mencintai mata pelajaran
yang disampaikan oleh guru”.

Menurut (Muhaimin, 2004:13) alat pendengaran dan penglihatan, kedua-

nya saling melengkapi untuk mencapai ilmu pengetahuan. Bila kedua indera itu

aktif dalam waktu yang sama informasi yang ada baru dapat diterima akal secara

baik. Yang didengar dan dilihat akan diolah oleh otak dan hati. Agar hasil olahan

otak dan hati benar atau sesuai dengan yang diharapkan maka pendengaran dan
7

penglihatan harus sempurna.Tentang pendengaran, penglihatan dan hati ditegas-

kan dalam QS. Al-Isra’ ayat 36.

Artinya
”…sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungjawabannya”.

Selain keaktifan yang harus dimiliki oleh setiap siswa, mereka juga me-

miliki gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa menurut

Bobi Deporter dalam (Wina Sanjaya, 2006:116) ada beberapa tipe gaya belajar

siswa dengan menggunakan indera penglihatnya. Tipe auditorial, adalah tipe

belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya, sedangkan tipe kinestiek,

adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh. Dengan kegi-

atan belajar langsung, siswa akan bisa mengoptimalkan hasil belajar.

Siswa belajar aktif mencari sendiri dan belajar sendiri. Dengan demikian

siswa akan lebih bertanggung jawab dan berani mengambil keputusan sehingga

mengetahui suatu persoalan dan benar-benar mereka pahami dengan baik. Keak-

tifan itu ada dua macam, yaitu keaktifan rohani dan jasmani atau keaktifan jiwa

dan keaktifan raga. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Misalnya, orang yang

berpikir jiwanya aktif, tidak berarti bahwa dalam proses memikir itu raganya pasif

sama sekali.

Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat bergantung pada kegiatan

belajar yang diciptakan guru. Untuk menciptakan pembelajaran aktif, berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul B. Diedrieh ada bentuk-bentuk kegiatan

belajar di sekolah yang meliputi:


8

“1.Kegiatan visual: berupa kegiatan membaca materi yang sedang disajikan,


melihat gambar, mengamati eksperimen gerakkan wudhu’ dan salat serta
demonstrasi yang dilaksanakan siswa di bawah bimbingan guru.
2.Kegiatan moral: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubung-
kan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, dan menge-
mukakan pendapat yang sesuai dengan materi yang sedang disajikan.
3.Kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
percakapan, mendengarkan diskusi dan radio.
4.Kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, membuat rangkuman
dan mengerjakan tes.
5.Kegiatan mengambar: seperti mengambar gerakan salat dan tata cara ma-
suk dan keluar rumah.
6.Kegiatan motorik: melakukan percobaan.
7.Kegiatan mental: merenungkan, mengigatkan, memecahkan masalah atau
soal, menganalisa.
8.Kegiatan emosional: minat dalam belajar, berani mengajukan pendapat,
tenang dan bisa membedakan yang baik dengan yang buruk”. (Zakiah
Daradjad, 2004:138)

Tentu saja kegiatan-kegiatan tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Agar siswa aktif guru harus mengusahakan siswa berpartisipasi dalam pembela-

jaran. Partisipasi akan menanamkan hasil pengajaran secara dalam dan teguh.

Henry L. Roediger III mengemukakan bahwa belajar itu suatu perubahan

tingkah laku atau pengetahuan yang relatif tetap yang terjadi sebagai akibat dari

pengalaman. (Ramayulis,1990:89) Pengalaman itu hanya mungkin diperoleh bila

siswa itu aktif beraksi terhadap lingkungan.

Banyak wacana tentang strategi pelibatan siswa dalam proses pembela-

jaran atau pembelajaran berpusat pada siswa. Diskusi untuk pengembangan afektif

sangat efektif, karena siswa benar-benar terlibat dengan masalah yang dibahas.

Saat itu guru mengaukan pertanyaan, siswa menjawab dan selanjutnya mereka

membahas jawaban-jawaban dari mereka sendiri sampai mereka memperoleh

kesimpulan. Dari sekian banyak strategi keterlibatan siswa dalam belajar, active

learning atau belajar aktif adalah belajar yang memperbanyak aktivitas siswa
9

dalam mengakses informasi dan berbagai sumber, buku teks, perpustakaan,

internet atau sumber-sumber lain untuk mereka bahas pada saat pembelajaran

dalam kelas, sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman, pengetahuan

serta keterampilan.

Keuntungan dari penggunaan prinsip aktivitas, ialah suatu tanggapan dari

yang dialami atau dikerjakan sendiri lebih sempurna dan mudah direproduksi dan

pengertian yang diperoleh lebih jelas. Selain itu beberapa sifat watak tertentu

dapat dipupuk misalnya, hati-hati, rajin tekun dan tahan uji, percaya pada diri

sendiri, perasaan sosial dan sebagainya.( Zakiah Daradjat, 2004:139)

Dalam pengajaran agama prinsip aktivitas ini dapat dilaksanakan seperti

halnya dalam pelajaran lain. Yang harus diingat pada waktu mengajar, guru harus

memberikan kesempatan kepada siswa agar mereka aktif rohani maupun jasmani,

secara perorangan ataupun kelompok (rombongan).

Pada setiap model terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan menu-

rut arti secara klasikal. Strategi adalah rencana atau kebijakan yang dirancang

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi ini dikelompokkan menjadi strategi

langsung, strategi tidak langsung, strategi interaktif, strategi melalui pengalaman,

strategi mandiri.

a.Strategi Pembelajaran Langsung (Direct)

(Oemar Hamalik, 2004) strategi pembelajaran langsung ini dimaksudkan

bahwa dalam proses pembelajaran semuanya berpusat pada guru sedangkan siswa

hanya sebagai pendengar. Yang yang aktif hanya guru dan siswa bersifat fasif.
10

Hal ini terjadi bila siswa mengamati benda, cara bekerja, gerakan-gerakan tertentu

secara langsung. Misalnya memperhatikan orang yang sedang salat, berwuduk,

membaca Alquran dan sebagainya. Ketika sedang mengamati itu pada diri siswa

dapat ditimbulkan suasana hati tertentu seperti senang, sedih, iba, kagum, takut,

khawatir, rasa iman. Suasana seperti itu termasuk strategi pengajaran langsung,

sebab siswa langsung menghayati hal yang nyata dalam dirinya. Dalam strategi

pembelajaran ini metode yang sering digunakan adalah metode ceramah. Strategi

ini efektif digunakan untuk memperluas informasi atau mengembangkan keteram-

pilan.

b. Strategi Pembelajaran Tidak Langsung (In-direct)

Pada strategi pembelajaran tidak langsung ini pembelajaran berpusat pada

siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan dalam masyarakat. Dalam pem-

belajaran ini peran guru beralih menjadi fasilisator, pembimbing. Guru sebagai

perancang lingkungan belajar, memberikan kesempatan kepada siswa untuk

terlibat memberikan umpan balik. (Oemar Hamalik, 2004). Strategi pembelajaran

ini diadakan bila siswa tidak dapat mengamati kenyataan secara langsung, missal-

nya kejadian masa lampau, kejadian di tempat lain dan benda-benda sesungguh-

nya. Yang diamati bukan peristiwanya, kejadian dan benda secara langsung tetapi

tiruan dari kejadian dan benda-benda. Misalnya pada latihan manasik haji, sosio-

drama tentang Abu Bakar menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. model, peta.

Strategi ini menggunakan bahan-bahan cetak, noncetak dan sumber-sumber dalam

lingkungan masyarakat.
11

c. Strategi Pembelajaran Interaktif (Interactive)

Strategi pembelajaran interaktif merujuk kepada bentuk diskusi dan saling

berbagi antara siswa. Diskusi dan saling berbagi akan memberikan kesempatan

pada siswa untuk memberikan reaksi terhadap pengalaman, pengetahuan serta

mencoba mencari alternatif dalam berfikir. Strategi ini dikembangkan dalam

rentang pengelompokan siswa. Di dalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas,

kelompok kecil atau mengerjakan tugas berkelompok dan kerjasama secara berpa-

sangan.

d. Strategi Pembelajaran Melalui Pengalaman (Exsperiential)

Strategi pembelajaran melalui pengalaman menggunakan bentuk pembe-

lajaran yang berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas. Penekanan

dalam strategi belajar ini adalah pada proses belajar bukan hasil belajar.

e. Strategi Pembelajaran Mandiri (Independent Study)

Strategi pembelajaran mandiri merujuk pada penggunaan metode-metode

pembelajaran. Strategi ini bertujuan mempercepat pengembangan inisiatif indivi-

du siswa, percaya diri dan perbaikan diri. Fokus strategi ini adalah merencanakan

belajar mandiri siswa di bawah bimbingan atau supervisi guru. Belajar mandiri

menuntut siswa untuk bertanggung jawab dalam merencanakan dan menentukan

kecepatan belajarnya. Siswa dibimbing untuk menciptakan belajar aktif dengan

cara belajar berdasarkan sumber belajar.


12

Adapun ciri-ciri belajar berdasarkan sumber, sebagai berikut:

"a. Belajar berdasarkan sumber memanfaatkan sepenuhnya informasi


sebagai sumber pelajaran termasuk alat-alat audio-visual dan memberi
kesempatan untuk merencanakan kegiatan belajar dengan memper-
timbangkan sumber belajar yang tersedia.
b. BBS (Belajar Berdasarkan Sumber ) berusaha memberikan pengertian
kepada siswa tentang luas dan aneka ragamnya sumber-sumber infor-
masi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar seperti bahan cetak, se-
hingga mereka lebih percaya akan diri sendiri dalam belajar
c. Berhashat untuk mengganti fasilitas siswa dalam belajar tradisional
dengan belajar aktif didorong oleh minat dan keterlibatan diri dalam
pendidikannya
d. Berusaha untuk meningkatkan motivasi belajar dengan menyajikan
berbagai kemungkinan tentang bahan pelajaran, metode kerja dan
medium komunikasi, yang berbeda sekali dengan kelas konvensial
yang mengharuskan siswa belajar sama dengan cara yang sama
e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja menurut kecepatan
dan kesanggupan masing-masing dan tidak dipaksa bekerja menurut
kecepatan yang sama dalam hubungan kelas
f. Lebih fleksibel dalam menggunakan waktu dan ruang
g. Berusaha mengembangkan kepercayaan akan diri sendiri dalam hal
belajar yang memungkinkannya untuk melanjutkan belajar sepanjang
hidupnya”. Nasution. S (2005:26-28)

Adapun cara belajar aktif dengan memakai cara belajar inkuiri (Oemar

Hamalik, 2003:18-19) adalah cara belajar mengajar yang dimaksudkan untuk me-

ngembangkan keterampilan yang dimiliki untuk memecahkan masalah dengan

menggunakan pola pemikiran kritis. Dengan cara ini siswa diharapkan meneliti

berbagai masalah sosial sehingga mereka memperoleh yang berikut:

“1.Pengetahuan
a) Pengetahuan mengenai fakta, yakni semua informasi dan data yang
dapat diperiksa ketepatannya dan telah diterima secara umum kebe-
narannya.
b) Pengetahuan mengenai konsep-konsep, yakni ide umum dalam pikiran
seseorang yang menggunakan suatu kelompok atau tindakan yang
mempunyai nilai dan sifat-sifat yang bersifat umum .
c) Pengetahuan mengenai generalisasi, yakni pernyataan umum atau teori
yang menyatukan beberapa konsep yang mempunyai makna yang luas.
2. Keterampilan akademis
a) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks
13

(mengingat, menafsirkan, menerapkan, menganalisis, menyintesiskan,


menilai)
b) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang valid seperti bertanya dan
memahami masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dan
mengomunikasikan kesimpulan yang diperoleh.
c) Dari berfikir kritis sampai berfikir kreatif
3. Sikap dan nilai yang baik. Semua sikap dan nilai yang patut dimiliki
oleh siswa.
4. Keterampilan sosial, ini dimiliki apabila telah mempunyai poin 1, 2,
dan 3
a) Tingkah laku dalam pergaulan yang tidak resmi (di sekolah /dalam
masyarakat)
b) Tingkah laku dalam pergaulan resmi (organisasi /sekolah)”.

Cara belajar aktif di atas dapat membantu guru dalam mengajar dan siswa

dalam belajar agar tujuan pembelajaran aktif yang diharapkan sesuai dengan yang

direncanakan akan tercapai. Dalam pembelajaran, yang diharapkan adalah peru-

bahan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang ada pada siswa setelah

proses pembelajaran berlangsung dalam waktu yang sudah ditentukan untuk men-

capai tujuan.

Dalam menjalankan strategi pembelajaran dengan menggunakan kete-

rampilan proses, pembelajaran ditekankan pada proses belajar, aktivitas dan krea-

tivitas siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian tersebut, terma-

suk di antaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial siswa dalam proses pembe-

lajaran untuk mencapai suatu tujuan.

Dalam pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses perlu

diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

“a.Keaktifan siswa didorong oleh kemauan untuk belajar karena adanya


tujuan yang ingin dicapai (asas motivasi).
b.Keaktifan siswa akan berkembang jika dilandasi dengan pendayagunaan
potensi yang dimilikinya.
14

c.Suasana kelas dapat mendorong atau mengurangi aktivitas siswa. Suasa-


na kelas harus dikelola agar dapat merangsang aktivitas dan kreativitas
belajar siswa.
d.Dalam kegiatan pembelajaran, tugas guru adalah memberikan kemu-
dahan belajar melalui bimbingan dan motivasi untuk mencapai tujuan.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendorong aktivitas dan
kreativitas siswa dalam pembelajaran, antara lain: diskusi, pengamatan,
tanya jawab dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat menunjang tercapai-
nya tujuan pembelajaran. (E. Mulyasa,2008:100)

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membe-

lajarkan siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek

belajar dan pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Oleh karena itu, proses

pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup selu-

ruh potensi yang dimiliki siswa. Dengan demikian (Wina Sanjaya, 2006:133) me-

nyatakan bahwa hakikat pendidikan pada dasarnya adalah: (a) interaksi manusia;

(b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia; (c) kesesuaian dengan ke-

mampuan dan tingkat perkembangan siswa; (d) keseimbangan antara kebebasan

siswa dan kewibawaan guru.

B. Metode Pemberian Tugas Belajar

Bagi guru yang berkecimpung dalam proses belajar mengajar, yang benar-

benar mengiginkan agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efesien, maka

penguasaan materi saja tidaklah mencukupi. Guru harus menguasai berbagai tek-

nik atau metode penyampaian materi dan dapat menggunakan metode yang tepat

dalam pembelajaran. Teknik dan metode pembelajaran harus sesuai dengan materi

yang diajarkan serta kemampuan siswa yang menerima. Pemilihan teknik dan me-
15

tode yang memang memerlukan keahlian tersendiri. Para guru yang professional

tentu pandai memilih dan mempergunakan teknik atau metode yang tepat.

Metode dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “Thariqah yang berarti

langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan”.

Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka metode itu harus diwujudkan dalam

proses pendidikan dalam rangka pengembangan sikap mental dan kepribadian,

agar siswa menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan

baik. (Ramayulis, 2008:184)

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1991:956) Secara bahasa metode penu-

gasan terdiri dari dua kata yaitu "metode" dan "penugasan". Metode atau methode

berasal dari bahasa Yunani (breeka) yaitu metha dan hodos. Metha berarti melalui

atau melewati, dan hodos berarti jalan atau cara. Jadi secara bahasa metode berarti

jalan atau cara yang harus dilalui fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan

tertentu.

Metode mengajar ialah cara guru mengadakan hubungan dengan siswa pa-

da saat berlangsungnya pengajaran. Peranan metode mengajar sebagai alat untuk

menciptakan proses belajar mengajar. Dengan metode diharapkan tumbuh berba-

gai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan

kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dengan interaksi ini guru berperan sebagai

penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau

yang dibimbing. Dengan demikian metode mengajar yang baik adalah metode

yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa. (Nana Sudjana, 1995:76)


16

Adapun menurut (Armai Arief, 2002:165) pemberian tugas atau resitasi

adalah terjemahan dari bahasa Inggris “to cite” berarti mengutip (re artinya

kembali) yaitu siswa mengutip atau mengambil sendiri bahan-bahan pelajaran itu

dari buku-buku tertentu, lalu belajar sendiri dan berlatih hingga siap sebagaimana

mestinya. Pengertian lain dari metode resitasi adalah cara menyajikan bahan pe-

lajaran dengan memberikan sejumlah tugas terhadap siswa untuk mempelajari

sesuatu. Kemudian siswa disuruh untuk mempertanggungjawabkannya. Tugas

yang diberikan oleh guru bisa berbentuk memperbaiki, memperdalam, mengecek,

mencari informasi, atau menghafal pelajaran yang akhirnya membuat kesimpulan

tertentu.

Secara terminologi para pakar pendidikan memberikan pengertian metode

pemberian tugas di antaranya sebagai berikut:

a. Zakiah Daradjat mengemukakan sebagai berikut,

“Yang dimaksud dengan metode penugasan ini adalah suatu cara dalam
proses belajar mengajar bilamana guru memberikan tugas tertentu dan
siswa mengerjakannya kemudian tugas tersebut dipertanggungjawabkan
pada guru. Dengan cara demikian siswa bebas tetapi bertanggung jawab
dan siswa akan berpengalaman mengetahui kesulitan, kemudian berusaha
untuk menyelesaikan berbagai kesulitan itu”.( Zakiah Daradjat,1995:298)

Dalam hal ini Zakiah Daradjat mengartikan metode pemberian tugas belajar

sebagai tambahan pelajaran yang harus dikerjakan siswa dan waktu mengerja-

kannya di luar jam pelajaran serta tugas tersebut dipertanggungjawabkan. Di-

harapkan dengan adanya penugasan itu siswa akan terbiasa bersikap mandiri

dan bebas mengembangkan kemampuan dan bakatnya.

b. Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar mengemukakan bahwa metode pemberian tu-

gas belajar adalah penyajian bahan pelajaran dengan cara memberikan tugas
17

kepada siswa untuk dikerjakan dengan penuh rasa tanggung jawab dan kesa-

daran. (Tayar Yusuf, 1995:128)

c. Ramayulis mengemukakan bahwa pemberian tugas ialah suatu cara mengajar

yang digunakan guru dengan memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa.

Hasil tugas itu diperiksa oleh guru dan siswa mempertanggungjawabkannya.

(Ramayulis, 1994:159)

d. Abdul Rachman Shaleh berpendapat bahwa metode pemberian tugas merupa-

kan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa melaksanakan tugas

berdasarkan petunjuk langsung yang telah disiapkan guru sehingga siswa da-

pat mengalami secara nyata. Tugas ini dapat diberikan secara kelompok dan

perorangan. (Abdul Rachman Shaleh, 2000:61)

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli di atas dapat diam-

bil suatu pemahaman bahwa yang dimaksud dengan metode pemberian tugas ini

adalah suatu cara yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar de-

ngan memberikan tugas-tugas tertentu kepada para siswa dan hasil tugas yang

dikerjakan itu diperiksa oleh guru dan siswa mempertanggungjawabkannya.

Lebih lanjut pakar pendidikan mempergunakan istilah resitasi dan peker-

jaan rumah, yang disingkatkan PR, sebagai istilah dari metode penugasan ini.

Tentang resitasi ini dijelaskan sebagai berikut,

“Metode pemberian tugas atau resitasi terkenal dengan sebutan PR


(pekerjaan rumah) karena siswa diberi tugas-tugas khusus di luar jam
pelajaran. Sebenarnya penekanan metode ini terletak pada jam pelajaran
berlangsung di mana siswa disuruh untuk mencari informasi atau fakta-
fakta berupa data. Yang dapat ditemukan di laboratorium, perpustakaan,
pusat sumber belajar, tempat lain yang memungkinkan terlaksananya tu-
gas tersebut”. (Basyiruddin Usman, 2002:47)
18

Metode ini dilakukan apabila guru mengharapkan pengetahuan yang

diterima oleh siswa lebih mantap dan mengaktifkan mereka dalam mencari atau

mempelajari suatu masalah dengan lebih banyak membaca serta mengerjakan se-

suatu secara langsung. Baik penugasan dikerjakan langsung di dalam kelas pada

jam pelajaran mau pun di luar jam pelajaran untuk meningkatkan keaktifan siswa

dalam mengerjakan tugas pelajaran.

Dalam kenyataannya cara atau metode mengajar yang digunakan untuk

“menyampaikan informasi berbeda dengan cara yang ditempuh untuk meman-

tapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap (kognitif,

afektif, psikomotor)”. Khusus efektivitas metode mengajar dalam kelas, dipenga-

ruhi oleh faktor siswa, faktor situasi, dan faktor guru.( Abu Ahmadi, 2005)

C. Tujuan dan Manfaat Penugasan dalam Pendidikan Agama Islam

Tujuan merupakan suatu yang sangat essensial sebab besar maknanya,

baik dalam rangka perencanaan maupun dalam rangka penilaian. Dalam perenca-

naan, tujuan memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata

urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat ban-

tu pengajaran dan prosedur pengajaran yang menyediakan ukuran (standar) untuk

mengukur prestasi belajar siswa. Tujuan merupakan kriteria untuk menilai mutu

dan efisiensi pengajaran. Tujuan pengajaran jelas, tepat, tidak samar atau mengan-

dung beberapa arah, atau bersifat meragukan.

Tujuan atau ”sasaran” atau ”maksud” menurut (Ramayulis, 2008) dalam

bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan
19

dalam bahasa Inggeris, istilah ”tujuan” dinyatakan dengan goal atau purpose atau

objektive atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian sama,

yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud

yang dicapai melalui upaya aktivitas.

Menurut H.M Arifin dalam buku (Ramayulis, 2003:29) tujuan itu bisa

menunjukkan kepada futuritas (masa depan) yang terletak dalam jarak tertentu

yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu. Sedangkan

(R. Ibrahim dan Syaodih, 1996:69) menyatakan bahwa tujuan pengajaran merupa-

kan “komponen utama yang terlebih dahulu harus dirumuskan guru dalam proses

belajar mengajar”. Peranan tujuan ini sangat penting, karena merupakan sasaran

dari proses belajar-mengajar. Karena itu, tujuan pengajaran atau tujuan instruksi-

onal sering dinamakan juga sasaran belajar.

Tujuan Pendidikan Agama Islam menurut (Zakiah Daradjat, 2000:29)

adalah sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau

usaha. Suatu kegiatan akan berakhir bila tujuannya sudah tercapai. Rumusan tuju-

an pendidikan Islam yang dihasilkan pada seminar Pendidikan Islam sedunia

tahun 1980 di Islamabad dikutip (Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir, 2006:83)

“Pendidikan Agama Islam, bertujuan mencapai pertumbuhan yang seim-


bang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spritual,
kecerdasan, rasio, perasaan, dan pancaindera. Oleh karena itu, pendidikan
seharusnya pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya
yang meliputi aspek spritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguis-
tik, baik secara individual, maupun secara kolektif dan memotivasi semua
aspek tersebut ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan
utama pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada Allah
swt. Baik dalam level individu, komunitas, dan manusia secara luas”.

Tujuan pembelajaran pada hakikatnya mengacu pada hasil pembelajaran


20

Yang diharapkan. Sebagai hasil yang diharapkan, tujuan pembelajaran harus dite-

tapkan lebih dulu sehingga semua upaya pembelajaran diarahkan untuk mencapai

tujuan. Tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yang sejalan

dengan strategi pengorganisasian pembelajaran makro dan mikro, yakni tujuan

pembelajaran umum dan khusus.

Sedangkan tujuan khusus pada bidang studi Pendidikan Agama Islam

yang diharapkan untuk lulusan SMP Padang sesuai dengan kurikulum tahun 1999

(Muhaimin, 2004:176) sebagai berikut:

“a. Siswa mampu membaca, menulis dan memahami ayat-ayat pilihan


dengan indikator-indikator (1) siswa mampu membaca ayat-ayat pilih-
an (2) siswa mampu menulis ayat-ayat pilihan (3) siswa mampu me-
mahami terjemahan ayat-ayat pilihan,mengetahui, memahami, dan
meyakini unsur-unsur
b. Siswa beriman, dengan indikator-indikator (1) siswa mengetahui,
memahami dan meyakini Allah dan sifat-sifatnya (2) siswa mengeta-
hui, memahami dan meyakini malaikat-malaikat dan rasul-rasul
beserta tugas-tugasnya (3) siswa mengetahui, memahami dan meya-
kini kitab-kitab Allah, hari akhir dan qadha dan qadar.
c. Siswa mengetahui sejarah nabi Muhammad saw. dan perkembangan
agama Islam dengan indikator-indikator sebagai berikut: (1) siswa
mengetahui sejarah nabi Muhammad periode Mekkah (2) siswa me-
ngetahui sejarah nabi saw. periode Madinah (3) siswa mengetahui per-
kembangan agama Islam sejak nabi saw. zaman khulafaur Rasyidin,
Islam di negara-negara lain dan Islam di Indonesia.
d. Siswa memahami fiqih ibadah, muamalah, dan jinayah, dengan indi-
kator-indikator: (1) siswa mengetahui dan memahami ketentuan-
ketentuan shalat, puasa, zakat, dan haji; (2) siswa mengetahui dan
memahami muamalah, munakahat, dan jinayah.
e. Siswa berbudi pekerti luhur/berakhlak mulia dengan indikator-indi-
kator: (1) siswa melaksanakan tuntunan akhlak terhadap dirinya
sendiri; (2) siswa melaksanakan tuntunan akhlak terhadap sesama (3)
siswa melaksanakan tuntunan akhlak terhadap lingkungan (4) Siswa
melaksanakan tuntunan akhlak terhadap makhluk lain”.

Agar kemampuan-kemampuan lulusan yang diharapkan itu bisa tercapai,

maka tugas guru Pendidikan Agama Islam adalah berusaha secara sadar untuk
21

membimbing, mengajar dan melatih siswa agar dapat meningkat keimanan dan

ketakwaannya kepada Allah swt. yang telah ditanamkan dalam lingkungan kelu-

arga dan menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang agama serta

mengembang secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri

dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.

Segala sesuatu program yang akan dilaksanakan harus ada tujuan yang

akan dicapai. Maka dari itu, pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksa-

nakan oleh guru Pendidikan Agama Islam ini juga bertumpu pada tujuan yang

sudah direncanakan sebelumnya. Dalam pemilihan metode tersebut banyak yang

harus dipertimbangkan, antara lain:

“1.Keadaan siswa yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdas-


an, kematangan, perbedaan individu lainnya.
2.Tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuannya pembinaan di daerah kog-
nitif maka metode kurang tepat digunakan.
3.Situasi yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi
lingkungan. Jika jumlah murid begitu besar maka metode diskusi agak
sulit dilaksanakan.
4.Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang
akan digunakan.
5.Kemampuan pengajar juga sangat menentukan, mencakup kemampuan
fisik, keahlian seperti metode diskusi.
6.Sifat bahan pengajaran, ada bahan pelajaran yang lebih baik disampai-
kan lewat metode ceramah, ada yang lebih baik dengan metode drill
dan sebagainya”. (Ahmad Tafsir, 1997:33-34)

Metode pemberian tugas merupakan satu teknik atau cara yang digunakan

guru dalam mengajar dengan memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa.

Dalam memilih dan menggunakan suatu metode guru harus menentukan tujuan

tertentu yang akan dicapai, begitu juga halnya dengan pelaksanaan metode

pemberian tugas pada siswa. Tujuan umum pembelajaran merupakan pernyataan

umum tentang hasil pembelajaran yang diharapkan. Tujuan umum mengacu pada
22

ke seluruh isi bidang studi. Sedangkan, tujuan khusus adalah pernyataan khusus

tentang hasil pembelajaran yang diinginkan.

Adapun tujuan dan manfaat dari pelaksanaan metode pemberian tugas

sebagai berikut:

“a.Memupuk dan membiasakan agar siswa giat belajar sendiri dalam me-
ngembangkan ilmu pengetahuannya, menetapkan sendiri dan selalu ber-
usaha menambah ilmu pengetahuan dengan inisiatif dan kemauan sendiri
b.Membina tertanamnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan atau
menyelesaikan tugas-tugas yang diserahkan kepadanya, agar diselesaikan
dan dipertanggungjawabkan dengan baik
c.Sangat bermanfaat untuk mengisi waktu luang yang begitu banyak pada
siswa agar tidak digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat
d.Melatih siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang bersifat praktis dan
terampil, seperti; membiasakan siswa membaca Alquran untuk untuk
memperoleh kemahiran membaca secara lancar menghafal ayat-ayat,
atihan menulis atau menyalin bahasa arab (Alquran dan Hadist)
e.Siswa dapat lebih memperdalam pengetahuannya atas suatu materi ter-
tentu, lebih tekun, ulet untuk mendapatkan informasi baru atas dasar
analisa sendiri, imajinasi, serta mengambil kesimpulan sendiri
f.Dapat menghirupkan dan melatih berkembangnya sifat-sifat kegotong-
royongan (kerjasama sosial) sesama mereka”. (Tarsis Tarmudji, 1996:68)

Dari kutipan di atas jelas terlihat beberapa tujuan penggunaan metode

pemberian tugas, yang bukan hanya bersifat sementara tetapi sangat bermanfaat

untuk perkembangan siswa di masa yang akan datang. Bukan sekedar membantu

kreativitas dan motivasi belajar siswa saja, namun penugasan yang diberikan akan

memupuk sikap mandiri bagi siswa untuk kehidupan mereka yang lebih dewasa

nanti, dalam lingkungan keluarga, masyarakat beragama dan bernegara.

Dalam melaksanakan metode pemberian tugas dan prinsip metode tersebut

ditegaskan pada Alquran QS.Al-Qiyamah: 17-18 (2005:61)

Artinya
23

"Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu)


dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai mem-
bacanya maka ikutilah bacaannya itu". (Q.S.al-Qiyamah[75]: 17-18

Ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan manusia

itu sudah menjadi sebuah tugas yang mana nanti apabila sampai pada waktu yang

telah ditentukan akan diminta pertanggungjawabannya sesuai dengan yang telah

dikerjakan. Begitu pula dengan metode pemberian tugas yang dilaksanakan oleh

guru terhadap siswanya di sekolah, akan diminta pertanggungjabannya pada wak-

tu yang sudah disepakati.

Sejalan dengan tujuan metode penugasan, berikut ini ada pendapat yang

menyatakan,

“Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya digunakan dengan tujuan


agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melak-
sanakan latihan selama melakukan tugas; sehingga pengalaman siswa
dalam mempelajari sesuatu lebih terintegrasi. Di samping itu dengan ada-
nya tugas, siswa akan lebih aktif belajar dan merasa termotivasi untuk me-
ningkatkan cara belajar yang kreatif dan baik, memupuk inisiatif dan bera-
ni bertanggung jawab sendiri, membiasakan siswa mengisi waktu luang
dengan hal-hal yang menunjang keberhasilan”.(Roestyah. N.K,1987:133)

Dalam Pendidikan Agama Islam, metode ini dapat diterapkan pada mata

pelajaran yang bersifat praktis misalnya, membaca dan menerjemahkan Alquran

dan Hadis, membuat kliping, resume dan lain sebagainya. Siswa harus memper-

tanggungjawabkan tugas yang dibebankan kepadanya. Hal ini dapat dilakukan

secara individual atau pun kelompok baik secara lisan mau pun tulisan. Tentang

pemberian tugas belajar yang diberikan guru terhadap siswa Abu Ahmadi, menya-

takan, bahwa pemberian tugas diadakan apabila guru mengharapkan agar semua

pengetahuan yang telah diterima siswa lebih mantap, untuk mengaktifkan siswa
24

mempelajari sendiri suatu masalah dan membaca, mencoba dan mengerjakan soal-

soal sendiri serta mengharapkan siswa lebih rajin.

(Abu Ahmadi, 1986:118) menyatakan bahwa ada segi positifnya dan segi

negatif metode pemberian tugas. Segi positif bisa membantu guru-siswa selama

pembelajaran berlangsung dan memperoleh hasil belajar sesuai dengan yang telah

direncanakan sebelumnya, sebagai berikut:

” a) Baik sekali untuk mengisi waktu luang yang konstruktif


b) Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas sebab dalam me-
tode ini siswa harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang
telah dikerjakan
c) Membiasakan siswa giat belajar
d) Memberikan tugas siswa bersifat praktis umpamanya membuat lapor-
an tentang peribadatan di daerah masing-masing, kehidupan sosial
dan sebagainya”.

Sedangkan segi negatif metode pemberian tugas ini, adalah:

“1. Seringkali tugas di rumah dikerjakan oleh orang lain sehingga siswa
tidak tahu menahu pekerjaan tersebut
2. Sulit untuk memberikan tugas karena perbedaan individual siswa da-
lam kemampuan dan minat belajar
3. Seringkali tidak mengerjakan tugas dengan baik, cukup menyalin ha-
sil pekerjaan orang lain
4. Apabila tugas itu terlalu banyak atau berat, akan menggangu keseim-
bangan mental siswa”.

Selain itu (Armai Arief, 2002:166) juga mengemukakan beberapa kele-

bihan dan kekurangan metode pemberian tugas. Di antaranya yang berikut sesuai

dengan pencapain tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam :

“a. Pengetahuan yang diperoleh siswa baik dari hasil belajar, hasil ekspe-
rimen atau penyelidikan, banyak berhubungan dengan minat dan ber-
guna untuk hidup mereka dan akan lebih lama diingat.
b. Dapat dilaksanakan dalam berbagai bidang studi.
c. Apabila tugas tersebut dalam bentuk kelompok maka siswa dapat
saling kerjasama, dan saling membantu.
d. Siswa berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian ber-
kreatif,berinisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri”.
25

Beberapa kelemah metode pemberian tugas ini antara lain:

“a.Tugas rumah sering dikerjakan oleh orang lain, sehingga siswa tidak
tahu apa yang harus dikerjakan
b.Tugas yang sukar dapat mempengaruhi ketenagaan mental siswa
c. Sukar memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individual dan
siswa suka menyalin pekerjaan teman”. (Armei Arief, 2002:167)

Tentang kelebihan dan kelemahan metode pemberian tugas dan resitasi

(Syaiful Bahri Djamarah, 1997) juga mengemukakan beberapa kelebihannya seba-

gai berikut.

” a) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar indivi-


dual atau pun kelompok.
b) Dapat mengembangkan kemandirian siswadi luar pengawasan guru.
c) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
d) Dapat mengembangkan kreativitas siswa.”

Yang berikut ini termasuk kelemahannya.

”a) Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia mengerjakan tugas ataukah


orang lain.
b) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan
dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan ang-
gota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.
c) Tidak mudah membertikan tugas yang sesuai dengan perbedaan
individual siswa.
d) Sering memberikan tugas yang monoton (tidak bervariasi) dapat
menimbulkan kebosanan siswa”.

Lebih lanjut (Ramayulis, 1990) menegaskan bahwa kelebihan dan keku-

rangan dalam menerapkan metode pemberian tugas pada siswa, sebagai berikut:

Keuntungan metode pemberian tugas sebagai berikut.

” a) siswa-siswa belajar membiasakan untuk mengambil inisiatif sendiri


dalam segala tugas yang diberikan
b) meringankan tugas guru yang diberikan
c) dapat mempertebal rasa tanggung jawab, karena hasil-hasil yang diker-
jakan dipertanggungjawabkan di hadapan guru
d) memupuk siswa agar mereka dapat berdiri sendiri tanpa mengharap
bantuan orang lain
e) mendorong siswa supaya suka berlomba-lomba untuk sukses
26

f) hasil pelajaran akan tahan lama karena pelajaran sesuai dengan minat
siswa
g) dapat memperdalam pengertian dan menambah kutipan dan kecakapan
siswa
h) waktu yang digunakan tidak terbatas sampai pada jam-jam sekolah.

Berikut kekurangan metode pemberian tugas.

”a) siswa yang terlalu bodoh sukar sekali belajar


b) kemungkinan tugas yang diberikan dikerjakan oleh orang lain
c) kadang-kadang siswa menyalin atau meniru pekerjaan temannya se-
hingga pengalamannya sendiri tidak ada
d) kadang-kadang pembahasannya kurang sempurna
e) bila tugas terlalu sering dilakukan oleh siswa akan menyebabkan:
-terganggu kesehatan siswa, karena mereka dari sekolah selalu mela-
kukan tugas, sehingga waktu bermain tidak ada
-menyebabkan siswa asal mengerjakan saja karena mereka mengan-
gap tugas-tugas tersebut membosankan
f) mencari tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuan setiap individu
sulit, jalan pelajaran lambat dan memakan waktu yang lama
g) kalau siswa terlalu banyak kadang-kadang guru tak sanggup meme-
riksa tugas-tugas murid tersebut”.

Perlu diketahui bahwa tidak ada metode yang paling baik dan tidak ada

pula metode yang paling jelek. Artinya setiap metode mempunyai kelebihan dan

kekurangan begitu juga halnya dengan metode pemberian tugas ini. Untuk meng-

atasi dan meminimalisir beberapa kekurangan penggunaan metode pemberian tu-

gas guru hendaklah memperhatikan hal sebagai berikut:

“1.Sesuaikan tugas-tugas yang diberikan itu dengan kemampuan siswa


dengan cara pengelompokkan sesuai kemampuan siswa, mengadakan
wawancara, dan observasi.
2.Adakan pengontrolan terhadap tugas-tugas yang dikerjakan siswa
supaya tugas yang mereka kerjakan bukan hasil pekerjaan orang lain.
3.Pemberian tugas kepada murid jangan terlalu sering atau berkepan-
jangan tetapi lakukanlah secara berkali-kali”. (Ramayulis, 1994:162)

Setiap guru memberikan tugas hendaknya hasil pekerjaan siswa selalu

diperiksa, agar terlihat pebedaan yang dikerjakan sendiri oleh siswa atau tidak.

Hasil tugas yang sudah diperiksa guru dan dibagikan pada siswa akan menim-
27

bulkan semangat (motivasi) belajar, dan juga sebagai hasil evaluasi usaha mereka

selama mereka belajar.

Agar hasil belajar siswa memuaskan, guru perlu merumuskan tujuan yang

jelas, yang akan dicapai siswa, (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:104) menyatakan

sebagai berikut:

“1.Merangsang agar siswa berusaha lebih baik memupuk inisiatif, bertang-


gungjawab dan berdiri sendiri.
2.Membawa kegiatan-kegiatan sekolah kepada minat yang masih berulang.
3.Memperkaya pengalaman sekolah dengan kegiatan luar kelas.
4.Memperkuat hasil belajar di sekolah dengan menyelenggarakan latihan-
latihan”.

D. Pemberian Tugas Belajar terhadap Siswa

Metode pemberian tugas sering disebut metode Pekerjaan Rumah (PR)

yaitu metode pembelajaran dengan memberi tugas khusus kepada siswa di luar

jam pelajaran. Untuk melaksanakan metode ini (Abu Ahmadi,1985:119-120) gu-

ru harus melakukan beberapa langkah, antara lain:

“Pertama, tugas yang diberikan harus jelas, sehingga siswa mengerti be-
tul apa yang harus dikerjakan. Kedua, waktu untuk menyelesaikan tugas
harus cukup. Ketiga, adanya kontrol yang sistematis sehingga mendorong
siswa bekerja dengan sungguh-sungguh. Keempat, tugas yang diberikan
pada siswa bersifat; menarik perhatian siswa, mendorong siswa untuk
mencari, mengalami, menyampaikan, kemungkinan siswa dapat menyele-
saikannya bersifat praktis dan ilmiah”.

Di dalam proses belajar mengajar metode pemberian tugas yang digu-

nakan guru dapat diberikan dalam berbagai bentuk; baik dalam bentuk latihan

tertulis, hafalan, memahami materi, berkelompok maupun bersifat individual.

Agar pemberian tugas itu lebih tepat dan wajar maka guru benar-benar menge-

tahui kemampuan siswa, jenis tugas yang akan diberikan sesuai dengan tujuan
28

yang hendak dicapai dalam suatu pembelajaran.

Metode penugasan merupakan cara penyajian bahan. Pada metode ini guru

memberikan seperangkat tugas yang harus dikerjakan siswa, baik secara indivi-

dual maupun secara kelompok. Agar penugasan dapat berlangsung secara efektif,

guru perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:

“a) Tugas harus direncanakan secara jelas dan sistematis, terutama tujuan
penugasan dan cara pengerjaannya. Sebaiknya tujuan penugasan dikomu-
nikasikan kepada siswa agar tahu arah tugas yang dikerjakan.
b) Tugas yang diberikan harus dapat dipahami siswa, kapan mengerjakannya,
bagaimana cara mengerjakannya, berapa lama tugas tersebut harus dilak-
sanakan, secara individual atau kelompok, dan lain-lain. Hal tersebut akan
sangat menentukan efektivitas penggunaan metode penugasan dalam pem-
belajaran.
c) Apabila tugas tersebut berupa tugas kelompok, perlu diupayakan agar selu-
ruh anggota kelompok dapat terlibat secara aktif dalam proses penyelesai-
an tugas tersebut, terutama kalau tugas tersebut diselesaikan di kelas.
d) Perlu diupayakan guru mengontrol proses penyelesaian tugas yang diker-
jakan oleh siswa, jika tugas tersebut diselesaikan di kelas guru bisa berke-
liling mengontrol pekerjaan siswa, sambil memberikan motivasi dan bim-
bingan terutama bagi siswa yang mendapat kesulitan dalam penyelesaian
tugas tersebut. Jika tugas tersebut diselesaikan di luar kelas guru bisa me-
ngontrol proses penyelesaian tugas melalui konsultasi dari para siswa.
Oleh karena itu, dalam penugasan yang harus diselesaikan di luar kelas se-
baiknya para siswa diminta untuk memberikan laporan kemajuan menge-
nai tugas yang dikerjakan.
e) Memberikan penilaian secara profesional terhadap tugas-tugas yang diker-
jakan siswa. Penilaian yang diberikan sebaiknya tidak hanya menitik-
beratkan pada produk, tetapi perlu dipertimbangkan pula bagaimana pro-
ses penyelesaian tugas tersebut. Penilaian hendaknya diberikan secara
langsung setelah tugas diselesaikan, hal ini di samping akan menimbulkan
minat dan semangat belajar siswa, juga menghindarkan bertumpuknya
pekerjaan siswa yang harus diperiksa”. (E. Mulyasa, 2008)

Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang pemberian tugas kepada

siswa dalam proses belajar.

“1.Siswa diberikan tugas untuk mempelajari buku baik secara berkelompok


atau perorangan, dan diberikan waktu untuk mengerjakannya kemudian
siswa yang bersangkutan mempertanggung-jawabkannya.
2.Siswa diberi tugas untuk melaksanakan sesuatu yang tujuannya melatih
29

mereka dalam hal bersifat kecakapan mental dan motorik.


3.Siswa diberi tugas untuk melaksanakan eksperimen dengan cara menco-
ba memecahkannya.
4.Siswa diberi tugas untuk melaksanakan proyek dengan tujuan agar siswa
membiasakan diri bertanggung jawab terhadap penyelesaian suatu ma-
salah yang telah disediakan dan bagaimana mengolah selanjutnya”.
(Zakiah Daradjat dkk, 1995:229)

Menurut (Armei Arief, 2002:167) tugas dapat dilaksanakan dalam ber-

bagai bentuk kegiatan belajar baik perorangan maupun kelompok. Adapun lang-

kah pelaksanaan yang ditempuh dalam metode ini a. pendahuluan b. pelajaran inti

dan c. penutup.

a.Pendahuluan

Pada langkah ini perlu dipersiapkan mental siswa untuk menerima tugas

yang akan diberikan kepada mereka. Pada langkah ini diberikan kejelasan tentang

suatu bahan pelajaran yang dilaksanakan dengan metode ini. Kalau perlu dibe-

rikan pula contoh-contoh yang serupa dengan tugas jika keterangan telah cukup.

Dengan demikian pemberian tugas yang telah direncanakan bisa berjalan dengan

baik.

b. Pelajaran Inti

Guru memberikan tugas, siswa melaporkan hasil kerja mereka sementara

guru mengadakan koreksi terhadap tugas-tugas tersebut. Bila ditemukan kesalah-

an maka perlu diadakan diskusi antara siswa dengan guru mengenai permasalahan

yang sedang dihadapi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan serta hasil

belajar yang diinginkan pun tercapai.


30

c. Penutup

Pada langkah ini siswa bersama guru mengecek kebenaran hasil tugas.

Tugas yang kurang sempurna disuruh perbaiki. Pada pelaksanaan metode pem-

berian tugas harus dijelaskan permasalahan yang akan dikerjakan oleh siswa dan

didiskusikan bersama mereka. Diskusi dilakukan agar siswa paham mengenai

tugas yang diberikan, mereka tidak binggung dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan.

Ada bermacam-macam tipe tugas yang bisa dikerjakan atau diberikan

pada siswa .

”a. Tugas dari buku teks.


b. Tugas dari koran dan majalah.
c. Tugas eksperimen.
d. Tugas melaksanakan praktek.
e. Tugas melaksanakan proyek." (Armai Arief, 2002:165)

Menurut (Sriyono, 1992:114) pemberian tugas yang biasa dilakukan oleh

guru kepada siswa, antara lain:

a.Menyusun karya tulis.

b.Menyusun laporan mengenai bahan bacaan yang berupa buku, menyu-

sun berita kejadian yang diamati atau dipahami.

c.Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang termaktub dalam buku.

d.Dan lain-lain tugas dapat menunjang keberhasilan proses belajar

mengajar.

Tugas yang diberikan kepada siswa ada berbagai jenis, bergantung kepada

tujuan yang akan dicapai, seperti tugas meneliti, menyusun laporan (lisan dan

tulisan), tugas motorik, laboratorium dll. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000:97)


31

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa tugas dapat diberikan

dalam berbagai bentuk seperti tugas mempelajari bagian dari suatu buku teks baik

secara kelompok atau secara perorangan. Siswa diberi waktu dalam batas tertentu

untuk mengerjakannya kemudian siswa mempertanggungjawabkannya. Tugas itu

bisa lisan, tulisan dan yang lain. Pemberian tugas seperti itu antara lain untuk

menimbulkan sifat-sifat kepemimpinan yang harus dimiliki oleh siswa, agar

terbiasa melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan. (Ramayulis,2008:194)

Prinsip metode ini ada dalam Alquran. Tuhan memberikan suatu tugas

yang berat kepada Nabi Muhammad sebelum beliau melaksanakan tugas keselu-

ruhannya. Firman Allah dalam (Q.S.Al-Muddatsir [74]:1-7).

Artinya

"Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah, lalu berilah per-


ingatan (kaummu). Dan tuhanmu besarkanlah. Dan pakaianmu bersih-
kanlah. Dan berhala (kejahatan) tinggalkanlah. Janganlah engkau memb-
erikan (sesuatu), karena hendak meminta lebih banyak (dari padanya).
Untuk (menurut perintah)Tuhanmu sabarlah ."

Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah memberikan lima macam

tugas kepada manusia, antara lain:

a.Taat beragama (membesarkan Allah).

b.Giat dan rajin berdakwah.

c.Membersihkan jiwa, jiwa dari kotoran lahir dan batin.

d.Percaya pada diri sendiri dan tidak terlalu mengharap pada orang lain.

e.Tabah dan ulet dalam melaksanakan tugas.

Pelaksanaan metode pemberian tugas yang harus ditempuh oleh siswa

(Ramayulis,1990) membagi menjadi 3 fase, antara lain:


32

a.Guru memberikan tugas, harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.

b.Siswa melaksanakan tugas dengan baik apabila ia belajar dengan petunjuk yang

diberikan guru dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

c.Siswa mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya itu juga akan wajar apabila

sesuai dengan tujuan pemberian tugas.

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan metode pem-

berian tugas atau resitasi.( Syaiful Bahri Djanarah dan Swan Zain, 1997)

“a. Fase pemberian tugas


Tugas yang akan diberikan pada siswa hendaknya harus memper-
timbangkan:
-Tujuan yang akan dicapai.
-Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga siswa mengerti apa yang
ditugaskan tersebut.
-sesuai dengan kemampuan siswa.
-ada petunjuk atau buku sumber yang dapat membantu pekerjaan
siswa.
-Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
b. Langkah pelaksanaan tugas
-Diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru.
-Diberikan dorongan sehingga siswa mau bekerja.
-Diusahakan atau dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang
lain.
- Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan
baik dan sistemik.
c. Fase mempertanggungjawabkan tugas
Hal yang harus dikerjakan pada fase ini:
-Laporan siswa baik lisan atau tulisan dari apa yang telah dikerjakanya
-Ada tanya jawab atau diskusi kelas
-Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau
cara lainnya”.

Lebih lanjut fase pemberian tugas belajar ( Syaiful Bahri Djanarah dan

Swan Zain, 1997)

”a. Fase pemberian tugas. Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya
mempertimbangkan; tujuan yang akan dicapai, jenis tugas, tugas sesu-
ai dengan kemampuan siswa, sediakan waktu yang cukup dan ada
sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.
33

b. Fase pelaksanaan tugas, fase ini siswa diberikan bimbingan dan penga-
wasan oleh guru, dan diberikan dorongan sehingga siswa mau bekerja.
Diusahakan dikerjakan sendiri oleh siswa dan tidak menyuruh orang
lain.
c. Fase pertanggungjawaban tugas. Hal yang harus dilakukan pada fase
ini; laporan siswa, ada tanya jawab atau diskusi kelas dan penilaian tu-
gas siswa”.

Metode pemberian tugas terdiri dari tiga fase; pemberian tugas, pelaksa-

naannya, pertanggungjawabannya pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam pemberian tugas guru harus mengetahui syarat dan syarat tersebut harus

pula diketahui oleh murid yang akan diberi tugas. Syarat itu sebagai berikut.

” a. Tugas yang diberikan harus berkaitan dengan pelajaran yang telah


mereka pelajari, sehingga siswa di samping sanggup mengerjakan-
nya juga sanggup menghubungkannya dengan pelajaran tertentu.
b. Guru harus dapat mengukur dan memperkirakan bahwa tugas yang
diberikan kepada murid akan dapat dilaksanakan karena sesuai
dengan kesanggupan dan kecerdasan yang dimilikinya.
c. Guru harus menanamkan kepada murid bahwa tugas yang diberikan
kepada mereka akan dikerjakan atas kesadaran sendiri yang timbul
dari hati sanubarinya.
d. Jenis tugas yang diberikan kepada siswa harus dimengerti benar-
benar, sehingga siswa tidak ada keraguan dalam melaksanakannya.
(Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar 1995:229-230)

Langkah-langkah yang harus dirumuskan terlebih dahulu dalam pelaksa-

naan metode ini adalah:

a.Merumuskan tujuan secara operasional (spesifik mengenai tugas.

b.Memperkirakan tujuan yang dirumuskan itu dapat dicapai dalam batas-batas

waktu, tenaga serta sarana yang tersedia.

c.Dapat mendorong siswa secara aktif dan kreatif untuk mempelajari dan mem-

praktekkan pelajaran yang telah diberikan.

d.Agar siswa mempunyai pengetahuan yang integral atau terpadu. (Tayar Yusuf

dan Syaiful Anwar, 1995:68)


34

Rumusan langkah pelaksanaan metode pemberian tugas yang berikut ini

dikemukakan ( Ramayulis, 2003:199).

” 1. Pemberian tugas dan penjelasan


a.Tujuan yang harus dicapai mestilah dirumuskan terlebih dahulu
secara jelas.
b.Terangkan dengan jelas tugas-tugas yang akan dikerjakan siswa.
c.Selidiki apakah metode pemberian tugas itu satu-satunya yang
terbaik untuk bahan yang akan diajarkan.
2. Pelaksanaan tugas
a. Setiap tugas yang diberikan harus dikontrol.
b. Siswa yang mengalami kegagalan harus dibimbing.
c. Hargai setiap tugas yang dikerjakan siswa.
d. Berikan dorongan bagi siswa kurang bergairah.
e. Tentukan bentuk-bentuk resitasi yang akan dicapai.”

Pelaksanaan metode pemberian tugas menurut (Tayar Yusuf dan Syaiful

Anwar, 1995:69-70) sebagai berikut:

” 1. Merencanakan resitasi secara matang.


2. Tugas yang diberikan hendaklah didasarkan atas minat dan kemampuan
siswa.
3. Tugas yang diberikan berkaitan dengan materi pelajaran yang telah
diberikan.
4. Jenis tugas yang diberikan kepada siswa itu hendaknya telah dimengerti
betul oleh siswa, agar tugas dapat dilaksanakan secara baik.
5. Jika tugas yang diberikan itu berupa tugas kelompok maka pembagian
tugas (materi tugas) harus diarahkan, termasuk batas waktu penyele-
saiannya.
6. Guru dapat membantu penyediaan alat dan sarana yang diperlukan da-
lam pemberian tugas dengan menguraikan buku apa yang digunakan,
dan di mana tugas tersebut dikerjakan.
7. Setiap hasil kerja PR siswa harus dikoreksi dengan teliti, diberi nilai
dan kertasnya dikembalikan, untuk memberi rangsangan atau dorong-
an.
8. Perkembangan nilai prestasi siswa perlu dicatat pada buku catatan nilai
guru agar diketahui grafik belajar mereka.
9. Tugas yang diberikan dapat merangsang perhatian siswa dan realistis”.

Agar pelaksanaan metode pemberian tugas ini berjalan lancer, maka guru

harus mempertimbangkannya dengan kondisi siswa dan sesuai dengan materi


35

yang diajarkan. Siswa akan lebih mudah untuk memahami dan mengerjakan tugas

sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Ada beberapa macam metode yang dapat menunjang terlaksananya

metode pemberian tugas untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam (Ramayulis,2003:193-195)

1.Metode Ceramah, adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi

melalui penuturan secara lisan oleh guru kepada siswa. Prinsip dasar metode ini

ditemukan dalam QS. Yunus ayat 23

Artinya
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Alquran dengan bahasa Arab,
mudah-mudahan kamu paham maksudnya, kami riwayatkan (ceritakan) ke-
pada kamu sebaik-baik cerita dengan perantara Alquran yang kami
wahyukan ini, padahal sesungguhnya adalah engkau dahulu tidak menge-
tahui (orang yang lalai)”.

2.Metode Tanya Jawab ialah cara guru mengajar dengan mengajukan beberapa

pertanyaan kepada siswa tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau te-

lah mereka baca. Selanjutnya siswa memberikan jawaban berdasarkan fakta.

3. Metode Diskusi adalah suatu cara guru menyajikan atau menyampaikan bahan

pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa membicarakan,meng-

analisis secara ilmiah guru mengumpulkan pendapat, dan membuat kesimpulan

dari masalah yang dibahas. Sedangkan menurut Abd Al-Rahman Al-nahlawi

dalam Ramayulis menyebut metode diskusi dengan hiwar (dialog).

4. Metode Demonstrasi. adalah suatu cara mengajar di mana guru mempertunjuk-

kan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan siswa mem-

perhatikannya.
36

5. Metode Eksperimen ialah cara mengajar guru dengan menyuruh siswa melaku-

kan sesuatu percobaan, dan setiap proses dan setiap hasil percobaan itu diamati

oleh setiap siswa sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh siswa

sambil memberikan arahan.

6. Metode Kerja Kelompok ialah suatu cara mengajar dengan membagi siswa ke

dalam kelompok belajar tertentu dan setiap kelompok diberi tugas-tugas ter-

tentu dalam rangkaian mencapai tujuan pembelajaran.

7. Metode Kisah adalah suatu cara mengajar dengan memberikan materi pembe-

jaran melalui kisah atau cerita.

8. Metode Amsal adalah suatu cara mengajar dengan membuat atau melalui con-

toh atau perumpamaan.

9. Metode Targhib dan Tarhib adalah cara mengajar dengan menggunakan ganjar-

an terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar siswa melaksana-

kan kebaikan dan menjauhi keburukan.

Anda mungkin juga menyukai