Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di indonesia yang terdiri

dari beberapa gugusan pulau yang tersebar dibeberapa kabupaten/kota. Dengan

adanya wilayah yang begitu luas pastinya menjadikan wilayah sulawesi tenggara

memiliki beberapa kabupaten/kota yang tersebar di masing-masing pulau, olehnya

itu tata ruang wilayah di Sulawesi Tengggara harus mendapatkan perhatian dan

penanganan yang serius karena belakangan ini terbentuk beberapa daerah otonomi

baru (DOB) seperti Konawe Kepulauan, Muna Barat, Buton Selatan, serta Buton

Tengah. Dengan adanya daerah otonomi baru, maka perlunya dirumuskan

perencanaan tata ruang wilayah pada tiap daerah otonom baru tersebut yang

disesuaikan dengan potensi dari daerah dan konstruksi geografis serta kebutuhan

masyarakat di masing-masing daerah tersebut.

Selain itu berbagai masalah di daerah otonom baru timbul akibat

perencanaan tata ruang kabupaten/kota yang belum jelas akibat dari belum sistem

pemerintahan terbilang baru dan sedang dalam proses adaptasi, tahap

opersasional, administrasi dan perkembangan pasar serta masih minimnya

peraturan kabupaten/kota terkait tata ruang wilayah secara rinci dalam

perencanaan pembangunan di tiap daeah otonom baru tersebut. Masalah-masalah

tata ruang wilayah dapat dipastikan terjadi hampir di semua wilayah terutama

pada daerah otonom baru. Maka perlunya terobosan-terobosan baru dalam bentuk

1
kebijakan yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah-masalah

tersebut.

Perencanaan tata ruang wilayah dilakukan untuk menghasilkan rencana

umum dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang wilayah disusun

berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan kebutuhan substansi

mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata

ruang wilayah disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan atau

kegiatan kawasan dengan kebutuhan substansi yang dapat mencakup hingga

penetapan ruang dan subruang peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut

dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar

penetapan peraturan zonasi.

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap

ruang atau zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata

ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang

melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian

pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan

rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang, halnya UU RI No. 26

Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang diklasifikasikan berdasarkan sistem,

fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis

kawasan.

Pengendalian pemanfaatan ruang dalam perencanaan tata ruang wilayah

dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang. Dalam upaya penertiban

2
pemannfaatan ruang setiap pemanfaatan harus dilakukan sesuai dengan Perizinan

pemanfaatan ruang dimaksudkan sehingga setiap pemanfaatan ruang harus

dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur

diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya

masing-masing. Apabila terjadi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki

izin, dikenai sanksi adminstrati, sanksi pidana penjara, dan sanksi pidana denda.

Perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten di atur dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum (PerMen PU) No.16/PRT/M/2009 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten merupakan tindak lanjut

dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 tahun

2007 tentang Penataan Ruang. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan rencana tata ruang wilayah

kabupaten yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang.

Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

bermaksud sebagai acuan dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah

kabupaten oleh pemerintah daerah kabupaten dan pihak terkait lainnya. Ruang

lingkup Peraturan Menteri memuat ketentuan teknis muatan rencana tata ruang

wilayah kabupaten serta proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang

wilayah kabupaten. Secara hirearki Rencana umum tata ruang wilayah kabupaten

dalam penataannya harus mengacu pendekatan wilayah administratif yang terdiri

atas RTRW nasional, RTRW provinsi, dan RTRW kabupaten/kota.

3
Rencana umum tata ruang nasional merupakan arahan kebijakan dan

strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional yang disusun dengan tujuan untuk

menjaga integritas nasional, keseimbangan dan keserasian perkembangan antar

wilayah dan antar sektor, serta keharmonisan antar lingkungan alam dengan

lingkungan buatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rencana

umum tata ruang provinsi merupakan turunan dari rencana kebijakan operasional

dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang berisi strategi pengembangan

wilayah provinsi, melalui optimasi pemanfaatan sumber daya, sinkronisasi

pengembangan sektor, koordinasi lintas wilayah kabupaten/kota dan sektor, serta

pembagian peran dan fungsi kabupaten/kota di dalam pengembangan wilayah

secara keseluruhan. Rencana umum tata ruang kabupaten/kota merupakan

penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi ke dalam kebijakan dan strategi

pengembangan wilayah kabupaten/kota yang sesuai dengan fungsi dan

peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan,

strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana

struktur dan rencana pola ruang operasional.

Perencaan tata ruang wilayah halnya di Kabupaten Buton Tengah yang

merupakan daerah otonomi baru (DOB) melalui penetapan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang pembentukan Kabupaten

Buton Tengah di Provinsi Sulawesi Tenggara, menjadi perlu untuk dilakukan

penataan wilayah perencanaan tata ruang wilayah. Dalam perencanaan tata ruang

wilayah di Kabupaten Buton Tengah tidak lain bertujuan untuk mempercepat

pengembangan dan pembangunan diwilayah tersebut.

4
Buton Tengah merupakan daerah otonom baru yang memiliki kondisi

geografis yang unik. Hal ini terlihat dari adanya beberapa walayah yang ada di

pesisir dan berada wilayah daratan, sehingga dalam perencanaan tata ruang

wilayahnya harus memiliki perlakuan yang berbeda dalam perencanaannya.

Contoh perlakuan yang berbeda antara perencanaan tata ruang di Kecamatan

Lakudo yang wilayahnya berada satu daratan dengan Ibukota Kabupaten Tengah

mesti berbeda dalam perencanaan tata ruang wilayahnya dengan kecamatan

Talaga Raya yang merupakan daerah kepulauan atau dengan kata lain terpisah

degan Ibukota Kabupaten Buton Tengah.

Hal unik itulah yang menjadi tantangan bagi Pemerintah Daerah

Kabupaten Buton Tengah dalam membangun infrastruktur yang merupakan

proses pengembangan dan pembangunan wilayah. Perencanaan tata raung

wilayahnya pun harus variatif agar mampu memeratakan dan memenuhi harapan

masyarakat sesuai kebutuhan di masing-masing daerah yang berbeda tersebut

dalam hal letak geografis. Sehingga, perlunya perencanaan tata ruang wilayah

yang matang dalam membangun infrastruktur agar tepat sasaran dalam

pengembangan antara satu wlayah dengan wilayah lainnya yang berada di

Kabupaten Buton Tengah.

Pembangunan infrasstruktur merupakan hal yang paling urgen dalam

pengembangan daerah terlebih pada daerah otonom baru (DOB) seperti pada

Kabupaten Buton Tengah. Karena dengan adanya infrastruktur yang memadai

dapat memudahkan pemerintah melakukan aktivitas pelayanan publik dan

memudahkan masyarakat dalam melaksanakan segala urusan terkait berhubungan

5
dengan ekonomi, politik, sosial, serta pendidikan. Pembangunan juga pada

dasarnya merupakan salah satu tugas pelayanan yang harus dilakukan pemerintah

dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya. Olehnya itu,

tolok ukur berhasil/tidaknya perencanaan tata ruang wilayah dalam membangun

infrstruktur dapat dilihat dari seberapa besar kebutuhan masyarakat dapat

terpenuhi.

Dalam pemetaan tata ruang wilayah terkait pembangunan infrastruktur

pelayanan publik diperlukan partisipasi semua pihak baik pemerintah, pihak

swasta, serta masyarakat agar percepatan pembangunan dapat di peroleh.

Sinergitaslah hal yang paling fundamental dalam melakukan suatu pembangunan

sebagai upaya merealisasikan pemetaan tata ruang yang telah dicanangkan.

Perealisasian rencana tata ruang wilayah sedapat mungkin benturan-benturan

berbagai pihak terkait bisa terhindarkan atau diminimalisir agar tidak

mengganggu proses pembangunan apalagi positif dan tidak merugikan rakyat

serta pihak lainnya.

Infrastruktur seperti jalan, kantor dinas, pelayanan kesehatan, sekolah,

pelabuhan, terminal, destinasi wisata dan lainnya berkaitan dengan hal-hal yang

diperlukan demi menunjang kesejahteraan masyarakat merupakan target utama

dalam perencanaan tata ruang wilayah. Halnya di Kabupaten Buton Tengah yang

notabene daerah otonom baru (DOB) perlu menggenjot pembangunan tersebut.

Hal ini dimaksudkan untuk pelayanan publik agar Kabupaten Buton Tengah dapat

berkembang dengan cepat dan pesat dalam baik fisik maupun non-fisik. Hal ini

dilakukan tidak lain untuk memajukan dan menjadikan Kabupaten Buton Tengah

6
sebagai salah satu kabupaten dengan pembangunan infrastruktur dan pelayan

publik terbaik dalam skala lokal maupun skala nasional, bahkan sampai pada taraf

internasional sekalipun.

Berdasarkan latar belakang diatas yang telah peneliti paparkan serta

asumsi dasar yang peneliti lakukan sehingga peneliti tertarik untuk meneliti

permasalahan yang berjudul “Pemetaan Pembangunan Infrastruktur Pelayanan

Publik Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buton Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti ingin menfokuskan

pada masalah :

1. Bagaimana pemetaan tata ruang wilayah pembangunan infrastruktur

pelayanan publik Kabupaten Buton Tengah ?

2. Bagaimana implementasi pemetaan tata ruang wilayah pembangunan

infrastruktur pelayanan publik di wilayah Kabupaten Buton Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian sejalan dengan rumusan

masalah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemetaan tata ruang pembangunan infrastruktur

pelayanan publik di wilayah Kabupaten Buton Tengah

2. Untuk mengetahui implementasi pemetaan tata ruang pembangunan

infrastruktur pelayanan publik di wilayah Kabupaten Buton Tengah

7
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat teoritis, manfaat

praktis, serta maanfaat Metodologis yang dapat di jabarkan sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah dan

mengetahui konsep dalam melakukan suatu pemetaan tata ruang wilayah

dalam pembangunan infrastruktur bagi pelayanan publik

2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat sebagai panduan dalam menyusun

tata ruang wilayah dalam membangun infrastruktur bagi pelayanan publik

oleh Kabupaten Buton Tengah

3. Secara Metodologis

Secara metodologis penelitian ini bermanfaat untuk peneliti selanjutnya

yang tertarik mengkaji perencanaan tata ruang wilayah dalam membangun

infrastruktur bagi pelayanan publik sehingga bisa dijadikan referensi

peneliti selanjutnya

8
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pemetaan

Pengertian pemetaan adalah suatu proses, cara, perbuatan membuat peta,

kegiatan pemotretan yang dilakukan melalui udara dimana dalam kegiatan

tersebut bertujuan meningkatkan hasil pencitraan yang baik tentang suatu daerah

(Yusuf,et.al,1957:452). Pemetaan dilakukan untuk mengidentifikasi suatu wilayah

atau lokasi untuk memanfaatkannya sesuai dengan kemampuannya. Pengertian

lain tentang pemetaan adalah pengelompokkan suatu kumpulan wilayah yang

berkaitan dengan beberapa letak geografis wilayah yang meliputi dataran tinggi,

pegunungan, sumber daya dan potensi penduduk yang berpengaruh terhadap

sosial kultural yang memilki ciri khas khusus dalam penggunaan skala yang tepat.

(soekidjo,1994:34).

2. Pembangunan Infrastruktur

a. Pembangunan

Pada hakikatnya pembangunan selalu bertujuan untuk menuju pada

perubahan serta kehidupan yang lebih baik kedepannya berdasarkan kebutuhan

manusia dan kondisi wilayah. Menurut Siagian (1994) pembangunan adalah

suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana

dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju

modernitas dalam rangka pembinaan bangsa “nation building”. Lainnya halnya

dengan Portes (1976) mendefinisiskan pembangunan sebagai transformasi

9
ekonomi, sosial dan budaya. Senada dengan portes, Alexander (1994) yang

mengemukakan pembangunan (development) adalah proses perubahan yang

mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur,

pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Ginanjar

Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai

“suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan

secara terencana.

Pembangunan selalu dilakukan secara bertahap karena banyaknya aspek

yang perlu dibangun. Tahapan dalam pembangunan tidak berdasrakan skala

prioritas tetapi menyangkut dengan kebutuhan yag di dahulukan.  Adapun tujuan

pembangunan Indonesia yang tersirat dalam pembukaan UUD 1945 dimana

tujuan pembangunan adalah sebagai berikut.. 

1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia

2) Memajukan kesejahteraan umum 

3) Mencerdaskan kehidupan bangsa 

4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan

juga keadilan sosial. 

Tujuan pembangunan buakn saja hanya dimaksudan pada pembungan

secara keadaan fisik. Namun, dalam tujuan pembangunan tersebut dapat tersirat

tujuan pembangunan non fisik yang dapat berupa kecerdasan, kesejahteraan dan

juga kedamaian. Pembangunan kebendaan atau pembangunan fisik merupakan

suatu sarana dalam mencapai tujuan pembangunan non fisik.  Agar tujuan

10
pembangunan dapat tercapai sebagaimana mestinya dan sebagaimana seharusnya,

maka dibutuhkan sebuah perencanaan pembangunan.

Perencanaan pembangunan tersebut harus direncanakan dalam setiap

tahap-tahap dari pembangun agar dapat berkelanjutan terutama memperhatikan

aspek lingkunagan sebagai faktor paling vital dalam proses pembangunan.

Olehnya, terdapat ciri-ciri pembangunan yang memperhatikan berbagai aspek

yang dapat dilihat dibawah ini. 

1) Menjamin dalam pemerataan dan keadilan. Strategi pembangunan

berkelanjutan yang dilandasi oleh pemerataan distribusi sumber lahan dan

faktor produksi, pemerataan kesempatan bagi perempuan, dan juga

pemerataan ekonomi demi peningkatakn kesejahteraan. 

2) Menghargai keanekaragaman hayati. Keanekaragaman tersebut yang

merupakan dasar dari tata lingkungan. Pemerintahan ini mempunyai

kepastian bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berlanjut demi

masa kini dan masa akan datang. 

3) Menggunakan pendekatan yang integratif karena dengan menggunakan

metode dari pendekatan tersebut, maka keterkaitan yang kompleks antara

manusia dengan lingkungannya dapat dimungkinkan, baik untuk masa kini

maupun juga untuk masa yang akan datang. 

4) Menggunakan pandangan jangka panjang untuk merencanakan

pengelolaan dan pemanfaatan dari sumber daya yang dapat mendukung

pembangunan. Dengan demikian, sumber daya yang dapat digunakan dan

dimanfaatkan yang tentunya secara berkelanjutan. 

11
b. Infrastruktur

Istilah infrastruktur sudah sangat lazim di dengar ditelinga kita baik

melalui dialog, televisi, radio, dan media massa lainnya. Hal ini karena

infrastruktur menjadi trending pembahasan diberbagai kalangan yang merupakan

bagian dari konsekuensi kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.

Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam

Kodoatie, R.,2005:37), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau

dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam

penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan

pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi.

Infrastruktur merupakan sarana fisik yang menyediakan transportasi, drainase,

pengairan, bangunan gedung seta fasilitas publik lainnya, yang mana sarana itu

dibutuhkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar manusia baik itu

kebutuhan ekonomi maupun secara sosial, (Grigg,1988).

Secara esensial infrastruktur dimkasudkan untuk membantu atau

menunjang kehidupan manusia dalam menjalankan aktifitasnya baik dibidang

sosial, ekonomi, politik, dan budaya dengan tidak mengesampingkan lingkungan

dalam pembangunannya. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Kodoatie

(2005) yang mendefinisikan infrastruktur merupakan sistem yang menopang

sistem sosial dan sistem ekonomi yang sekaligus menjadi penghubung dengan

sistem lingkungan, dimana sistem ini dapat dipakai sebagai dasar didalam

mengambil kebijakan. Menurut Stone (1974), infrastruktur merupakan berbagai

aspek fisik yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh agen-agen publik yang

12
bertujuan untuk memenuhi tujuan sosial dan ekonomi serta fungsi-fungsi

pemerintah dalam hal trasnportasi, tenaga listrik, penyediaan air, pembuangan

limbah, dan pelayanan-pelayanan lain yang serupa.

Menurut peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015,

infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang

diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung

jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan

dengan baik. Dalam infrastruktur terdapat istilah infrastruktur publik yang

merupakan tanggung jawab pmereintah sebaagai bentuk pemanfaatan uang pajak

atau kompensasi pajak yang tekah dibayarkan oleh warga negara. Pembangunan

infrastruktur adalah halurgen yang perlu disegerakan karena berhubungan dengan

kebutuhan dasar sehari-hari masyarakat dan mempengaruhi kelancaran kehidupan

masyarakat dalam kegiatan sosial, ekononomi, politik, dan ranah-ranah kehidupan

lainnya. Selain itu ada juga infrastruktur yang dibangun oleh kelompok atau

perorangan tertentu. Contohnya perusahaan pertambangan yang membangun

fasilitas untuk dapat menunjang kelancaran kegiatan perusahaan seperti sistem

kelistrikan, jraingan komputer, gedung dan masih banyak lagi yang lainnya.

Apalagi untuk perusahaan-perusahan besar yang mempunyai kawasan yang cukup

luas, biasanya mereka membangun jalan raya, swalayan, penginapan karyawan

dan lain-lain.

Beberapa klasifikasi infrastruktur secara umum

a) Infrastruktur Transportasi adalah infrastruktur yang menyupport sekaligus

bermanfaat untuk kelangsungan para pengguna alat transportasi.

13
Infrastruktur transportasi yang baik seharusnya dapat memberikan

kenyamanan sekaligus kenyamanan untuk para penumpang. Contoh

infrastruktur transportasi yaitu pelabuhan, jalan tol, jalan-jalan raya,

bandara, rambu lalu lintas, stasiun dan sebagainya.

b) Infrastruktur jaringan adalah kelompok-kelompok yang saling berkaitan

dari sistem komputer terintegrasi dan terkoneksi dengan berbagai macam

bagian dari arsitektur telekomunikasi.

c) Infrastruktur teknologi informasi adalah kumpulan komponen teknologi

yang terdiri dari hardware, sumber daya manusia, database, software,

telekommunikasi dan prosedur (stair dan reynolds: 2006). Sedangkan

infrastruktur teknologi informasi menurut laudon terdiri atas software,

storage, hardware dan jaringan.

d) Infrastruktur politik adalah lembaga politik yang ada di tengah-tengah

masyarakat. Adapun contoh infrastruktur politik seperti ormas, lsm, tokoh

politik, media massa, interest group dan pressure group, partai politik dan

sebagainya.

e) Suprastruktur politik adalah lembaga politik yang tingkatannya berada

paling atas yang dibuat oleh negara yang berfokus untuk melakukan tugas

penguasaan di dalam suatu negara. Adapun contoh suprastruktur politik

yaitu lembaga legislatif (DPR dan MPR), lembaga eksekutif (presiden dan

kabinetnya) dan lembaga yudikatif (mahkamah agung).

a) Jenis-jenis Infrastruktur

1) Infrastruktur Keras (Physical Hard Infrastructure)

14
Infrastruktur keras merupakan infrastruktur yang mempunyai bentuk fisik

yang nyata yang kegunaannya berasal dari bentuk fisik yang dimilikinya tersebut.

Infrastruktur keras merupakan infrastruktur yang paling banyak berkaitan dengan

kepentingan publik/masyarakat umum. Umumnya infrastruktur keras di artikan

sebagai infrastruktur keras. Beberapa contoh infrastruktur keras yaitu bandara,

kereta api, pelabuhan, dermaga, saluran irigasi, got, bendungan, jalan raya, dan

lain – lain.

2) Infrastruktur Keras Non – Fisik (Non – Physical Hard Infratructure)

Infrastruktur keras non fisik merupakan infrastruktur keras tidak memiliki

bentuk fisik yang abstrak akan tetapi berguna dan mendukung keberadaan

infrastuktur keras lainnya. Infrastruktur keras non fisik ini erat kaitannya dengan

permasalahan kepuasan publik. Infrastruktur keras non fisik biasanya hanya bisa

dirasakan kegunaannya ketika digabungkan ataupun digunakan bersama-sama

dengan infrastruktur lainnya seperti infrastruktur keras ataupun infrastruktur

lunak. Beberapa contoh infrastruktur keras non fisik yaitu pasokan listrik,

ketersediaan air bersih, jaringan pipa penyalur, jaringan komunikasi seperti

internet dan telepon, ketersediaan saluran gas, pasokan energi, dan lain – lain.

3) Infrastruktur Lunak (Soft Infrastructure)

Pengertian infrastruktur lunak adalah infrastruktur yang berbentuk

kelembagaan ataupun kerangka institusional. Infrasturktur lunak harus dibangun

dengan memperhatikan berbagai macam nilai dan norma seperti nilai budaya,

norma agama, norma asusila, norma hukum dan berbagai nilai dan norma lainnya.

Infrastruktur lunak biasanya berkaitan erat dengan aktivitas pelayanan masyarakat

15
yang disediakan oleh pemerintah. Beberapa contoh infrastruktur lunak yaitu

pelayanan kantor pos, pelayanan polisi, pelayanan pembuatan surat ijin

mengemudi, pelayanan kantor kecamatan/kelurahan, dan berbagai infrastruktur

lunak lainnya.

Komponen-komponen di dalam infrastruktur menurut APWA (American

Public Works Association) adalah :

1) Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi,

fasilitas pengolahan air (water treatment)

2) Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan,

daur ulang

3) Fasilitas pengelolaan limbah padat

4) Fasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasi

5) Fasilitas lintas air dan navigasi

6) Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda lalu

lintas dan fasilitas pengontrol

7) Sistem transit publik

8) Sistem kelistrikan: produksi dan distribusi

9) Fasilitas gas alam

10) Gedung publik: sekolah, rumah sakit

11) Fasilitas perumahan publik

12) Taman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion

13) Komunikasi

16
Apabila dilihat dari input-output bagi penduduk, komponen-komponen

tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, yaitu:

1) Komponen yang memberi input kepada penduduk. Jenis infrastruktur yang

termasuk dalam kategori ini adalah prasarana air minum dan listrik

2) Komponen yang mengambil output dari penduduk. Jenis infrastruktur

yang termasuk dalam kelompok ini adalah prasarana

drainase/pengendalian banjir, pembuangan air kotor/sanitasi, dan

pembuangan sampah.

3) Komponen yang dapat dipakai untuk memberi input maupun mengambil

output. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini meliputi:

prasarana jalan dan telepon.

b) Sistem Infrastruktur

Sistem infrastruktur termasuk pendukung utama dari sistem ekonomi dan

sistem sosial dalam kehidupan masyarakat. Menurut Grigg (dalam Kodoatie, R.J.

2005:15), Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai struktur dasar atau fasilitas,

peralatan, instalasi yang dibangun dan yang diperlukan untuk berfungsinya sistem

ekonomi masyarakat dan sistem sosial infrastruktur memiliki peran penting

sebagai mediator sistem sosial dan ekonomi dalam tatanan kehidupan lingkungan

dan manusia. Kondisi tersebut agar harmonisasi kehidupan bisa tetap terjaga

dalam arti infrastruktur tak kekurangan (berpengaruh pada manusia), akan tetapi

juga tak berlebihan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan alam karena

dapat merusak alam dan pada akhirnya berpengaruh juga kepada manusia dan

makhluh hidupnya. Dalam hal ini, lingkungan alam merupakan pendukung sistem

17
infrastruktur dan sistem ekonomi disupport oleh sistem infrastruktur, sistem sosial

sebagai objek dan sasaran didukung oleh adanya sistem ekonomi.

Pengelompokan sistem infrastruktur bisa dibedakan menjadi 7 (tujuh)

menurut Grigg (dalam Kodoatie, R.J, 2005:17):

1) Grup bangunan

2) Grup distribusi dan produksi energi

3) Grup transportasi (jalan , rel)

4) Grup komunikasi

5) Grup Keairan

6) Grup pengelolaan limbah

7) Grup pelayanan transportasi (terminal, bandara, pelabuhan, stasiun dan lain-

lain).

3. Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan yang berbentuk barang

publik atau jasa publik yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di

Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik

Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam

rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut

Kurniawan (dalam Sinambela,2006:5) pelayanan publik diartikan sebagai pemberi

pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang

ditetapkan. Selanjutnya menurut Ridwan et al (2009:19) pelayanan publik

merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara

18
negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari masyarakat itu

sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia pasal 1 nomor 25 tahun

2009 tentang Pelayanan Publik, pengertian pelayanan publik adalah kegiatan atau

rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas jasa,

barang, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara

pelayanan publik. Kemudian menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara No.63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala

kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik

sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Serta Keputusan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara ( Men-PAN ) Nomor 81 Tahun 1993 adakah

segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi

pemerintah pusat, di daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara / Daerah

dalam bentuk barang dan jasa, baik  dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat

maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan

( Boediono, 2003 : 61 ).

a. Asas Asas Pelayanan Publik

Pelayanan pemerintahan dan perizinan dalam penyelengaraan pelayanan

publik harus memperhatikan, yaitu (Ratminto dan Winarsih, 2006:245):

19
1) Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari

instansi penyelenggara jasa perizinan harus dapat berempati dengan

masyarakat pengguna jasa pelayanan.

2) Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin,

dengan demikian konsep one stop shop benar-benar diterapkan.

3) Kejelasan tatacara pelayanan. Tatacara pelayanan harus didesain

sesederhana mungkin dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna

jasa pelayanan.

4) Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus

pelayanan harus dibatasi sesedikit mungkin dan sebanyak yang benar-

benar diperlukan.

5) Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat

pengguna jasa pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan

membuat bagan tugas dan distribusi kewenangan.

6) Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin

dan setransparan mungkin.

7) Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga

harus pasti, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak

resah.

8) Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus dirancang secara efisien,

sehingga akan dihasilkan formulir komposit (satu formulir yang dapat

dipakai untuk berbagai keperluan).

20
9) Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu

seringnya masyarakat mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus

ditetapkan selama mungkin.

10) Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers. Hak-hak dan

kewajiban-kewajiban baik bagi providers maupun bagi customers harus

dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan

ganti rugi.

11) Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin

harus menghindarkan terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul

keluhan, maka harus dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan

bahwa keluhan tersebut akan ditangani secara efektif sehingga

permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan dengan baik.

b. Prinsip Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip

pelayanan sebagaimana yang disebutkan dalam KepMenPan No. 63 Tahun 2003

(Ratminto dan Winarsih, 2007:22) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan

pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut :

1) Kesederhanaan artinya prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah

dipahami dan mudah dilaksanakan.

2) Kejelasan, ini mencakup kejelasan dalam hal :

a) Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.

21
b) Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa

dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

3) Kepastian waktu artinya pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan

dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4) Akurasi yaitu produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

5) Keamanan yakni proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman

dan kepastian hukum.

6) Tanggung jawab artinya pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau

pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan

dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7) Kelengkapan sarana dan prasarana artinya tersedianya sarana dan prasarana

kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk

penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

8) Kemudahan akses yakni tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang

memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan

teknologi telekomunikasi dan informatika.

9) Kedisplinan, kesopanan dan keramahan yaitu pemberi pelayanan harus

bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan

dengan ikhlas.

10) Kenyamanan yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan

ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat

22
serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet,

tempat ibadah dan lain-lain.

c. Bentuk – Bentuk Pelayanan Publik

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003,

pelayanan publik dibagi berdasarkan 3 kelompok, yaitu:

1) Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu bentuk pelayanan yang

menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh

masyarakat atau publik. Misalnya status kewarnegaraan, kepemilikan, dan

lain-lain. Dokumen-dokumen ini antara lain KTP.

2) Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai

bentuk/ jenis barang yang digunakan publik. Misalnya penyediaan tenaga

listrik, air bersih, dan lain-lain.

3) Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai

bentuk jasa yang dibutuhkan publik. Misalnya pendidikan, pelayanan

kesehatan, penyelenggaraan transportasi, dan lain-lain.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ( Men PAN ) Nomor

81 Tahun 1993 mengutarakan pula bahwa pelayanan umum mengandung unsur-

unsur sebagai berikut :

1) Hak dan Kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus

jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.

2) Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan  dengan kondisi

kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan

23
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap

berpegang pada efisiensi dan efektivitas.

3) Mutu, proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat

memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang

dapat dipertanggungjawabkan.

4) Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah

terpaksa harus mahal maka instansi pemerintah yang bersangkutan

berkewajiban    memberikan    peluang    kepada   masyarakat    untuk   ikut

menyelenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Sedermayanti), 2004 : 193 ).

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau

pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi

privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang

diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS,

perusahaan pengangkutan milik swasta.

2) Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi

publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi :

a) Yang bersifat primer dan,adalah semua penyediaan barang/jasa publik

yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah

merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak

mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor

imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.

24
b) Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa

publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya

pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa

penyelenggara pelayanan.

Adapun bentuk dan sifat penyelenggaraan pelayanan umum harus

mengandung sendi-sendi ( Boediono, 2003 : 68-70 ), sebagai berikut :

1) Kesederhanaan meliputi mudah, lancar, cepat, tidak  berbelit– belit, mudah

dipahami dan mudah dilaksanakan.

2) Kejelasan dan kepastian arti adanya kejelasan dan kepastian di sini adalah hal-

hal yang berkaitan dengan :

a) Prosedur atau tata cara pelayanan umum;

b) Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif;

c) Unit kerja dan atau pejabat yang berwewenang dan bertanggung jawab

dalam memberikan pelayanan umum;

d) Rincian biaya / tarif pelayanan umum dan tata cara poembayarannya;

e) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum;

f) Hak dan Kewajiban, baik bagi pemberi pelayanan maupun penerima

pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan /

kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan pemprosesan pelayanan

umum;

g) Pejabat yang menerima keluhan masyarakat.

3) Keamanan artinya bahwa dalam proses dan hasil pelayanan umum dapat

memberikan kepastian hukum.

25
4) Keterbukaan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan umum

wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh

masyarakat.

5) Efisiensi meliputi :

a) Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan

langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap

memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan

umum yang diberikan;

b) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan kelengkapan, persyaratan dalam

hal proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari

satuan kerja / instansi pemerintah lain yang terkait.

6) Ekonomis dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan

secara wajar dengan memperhatikan :

a) Nilai barang dan atau jasa pelayanan umum dan tidak menuntut biaya yang

tinggi di luar kewajaran;

b) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar secara umum;

c) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Keadilan Dimaksud dengan sendi keadilan disini adalah keadilan yang merata,

dalam arti cakupan / jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas

mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.

8) Ketetapan Waktu Yang dimaksud dengan ketetapan waktu di sini adalah dalam

pelaksanaan  pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang

telah ditentukan.

26
Terdapat 5 (lima) karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan

ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:

1) Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan

tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.

2) Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien,

maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta

pelayanan yang lebih baik.

3) Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara

pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.

4) Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang

kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.

5) Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau

penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.

d. Standar Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63

Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaran pelayanan publik, standar

pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:

1) Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan

penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2) Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat

pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.

3) Biaya Pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang

ditetapkan dalam proses pemberian layanan.

27
4) Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.

5) Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang

memadai oleh peyelenggaraan pelayanan publik.

6) Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik Kompetensi petugas

pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan

pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan.

Pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada para pelanggan

sekurang- kurangnya mengandung tiga unsur pokok, yaitu :

1) Terdapatnya pelayanan yang merata dan sama Yaitu dalam pelaksanaan

tidak ada diskriminasi yang diberikan oleh aparat pemerintah terhadap

masyarakat. Pelayanan tidak menganaktirikan dan menganakemaskan

keluarga, pangkat, suku, agama, dan tanpa memandang status ekonomi.

Hal ini membutuhkan kejujuran dan tenggang rasa dari para pemberi

pelayanan tersebut.

2) Pelayanan yang diberikan harus tepat pada waktunya Pelayanan oleh

aparat pemerintah dengan mengulur waktu dengan berbagai alasan

merupakan tindakan yang dapat mengecewakan masyarakat. Mereka yang

membutuhkan secepat mungkin diselesaikan akan mengeluh kalau tidak

segera dilayani. Lagi pula jika mereka mengulur waktu tentunya

merupakan beban untuk tahap selanjutnya, karena berbarengan dengan

semakin banyaknya tugas yang harus diselesaikan.

28
3) Pelayanan harus merupakan pelayanan yang berkesinambungan Dalam hal

ini berarti aparat pemerintah harus selalu siap untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan pelayanan.

Sasaran pelayanan publik sebenarnya adalah kepuasan, yang di dalamnya

terdiri  dari atas dua komponen besar yaitu layanan dan produk.

e. Faktor Pendukung Pelayanan Publik

Menurut (Moenir 2002 : 88-127) ada beberapa masalah pokok dari

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, dimana faktor-faktor yang

mempengaruhi  pelayanan tersebut antara lain :

1) Tingkah laku yang sopan

2) Cara penyampaian

3) Waktu menyampaikan yang cepat

4) Keramah – tamahan

Dalam pelayanan terdapat beberapa faktor pendukung yang penting ,

antara lain faktor kesadaran, aturan, organisasi, keterampilan petugas, dan sarana,

Urainnya adalah sebagai berikut :

1) Faktor kesadaran, yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang

berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran pegawai pada segala

tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya, membawa

dampak sangat positif terhadap organisasi. Ia akan menjadi sumber

kesungguhannya dan disiplin dakan melaksanakan tugas, sehingga

hasilnya dapat diharapkan melalui standar yang telah ditetapkan

29
2) Faktor aturan, aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja

pelayanan. Aturan ini mutlak kebenarannya agar orgnaisasi dan pekerjaan

dapat berjalan lancar teratur dan terarah. Agar peraturan dapat mencapai

apa yang dimaksud, maka ia harus dipahami oleh semua orang yang

bertugas dalam bidang yang diatur dengan disertai displin yang tinggi.

3) Faktor organisasi, yaitu merupakan alat serta sistem yang memungkinkan

berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan. Sebagai suatu sistem,

organisasi merupakan alat yagn efektif dalam usaha pencapaian tujuan,

dalam hal ini  pelayanan yang baik dan memuaskan. Agar organisasi

berfungsi dengan baik perlu ada pembagian, baik dalam hal organisasi

maupun tugas pekerjaan sampai pada jenis organisasi atau pekerjaan yang

paling kecil.

4) Faktor pendapatan, pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai

pendukung pelaksana pelayanan. Pendapatan yang cukup akan memotivasi

pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik sehingga ia tidak

melakukan penyimpangan yang dapat merugikan organisasi

5) Faktor keterampilan tugas, yaitu kemampuan dan keterampilan para

pegawai dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan.

6) Faktor sarana sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan

layanan. Sarana terbagi atas dua macam : pertama, sarana kerja meliputi

peralatan, perlengkapan, dan alat bantu; kedua, fasilitas meliputi segala

kelengkapannya dengan fasilitas komunikasi dan segala kemudahan

lainnya.

30
4. Tata Ruang

Tata ruang adalah suatu zona yang di manfaatkan untuk menunjang segala

aktifitas manusia dalam kehidupannya dan menjaga keseimbangan alam. Hal ini

senada dengan yang dikatakan oleh Sujarto (1992), Tata ruang merupakan wujud

struktural dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan wadah kehidupan yang

mencakup ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara termasuk didalamnya

tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya, yang merupakan suatu keadaan

kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan

dan memelihara keberlangsungan hidupnya. Di sisi lain, Foley (1967)

beranggapan bahwa kerangka konsepsi tata ruang meluas menyangkut wawasan

yang disebutnya sebagai wawasan bukan ketataruangan di samping adanya

wawasan ketataruangan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik

sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non fisik seperti organisasi, pola sosial

budaya dan nilai kehidupan komunitas (Wheaton, 1974 dan Porteous, 1977).

Berdasarkan pasal 1 angka 2 UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan

ruang, Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Kemudian

dijabarkan pada pasal 1 angka 3 yang menjelaskan Struktur ruang adalah susunan

pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi

sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis

memiliki hubungan fungsional. Sedangkan Pola Ruang merupakan keterbalikan

struktur ruang yaitu distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang

meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk

fungsi budi daya.

31
Menurut Herman Hermit “sebagaimana asas hukum yang paling utama

yaitu keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan

dalam pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk

Undang Undang Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan”. Asas

keadilan harus menjadi hal fundamental yang mesti dijunjung tinggi sebagai

perhatian utama dalam penataan ruang, karena target daripada tata ruang adalah

masyarakat luas. Maka perlunya deliberasi yang matang agar asas keadilan selalu

berada dalam koridor porporsionalnya sehingga tidak menicu konflik pada

sasaaran yang menjadi target tata ruamg tersebut.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditegaskan

bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas :

1. Keterpaduan.

Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan

mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas

wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara

lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan.

Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan

pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,

keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

3. Keberlanjutan.

32
Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan

menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung

lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan.

Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya

yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang

berkualitas.

5. Keterbukaan.

Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan

memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

6. Kebersamaan dan kemitraan.

Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

7. Perlindungan kepentingan umum.

Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.

8. Kepastian hukum dan keadilan.

Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan

perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan

33
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan

kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

9. Akuntabilitas.

Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat

dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun

hasilnya.

Kemudian dalam pasal 4 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem,

fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis

kawasan. Selanjutnya ditegaskan dalam pasal 5 sebagai berikut:

1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem

internal perkotaan.

2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan

lindung dan kawasan budi daya.

3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan

ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota.

4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang

kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan.

5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan

ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis

provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

34
Dalam proses penyelenggaraan penataan ruang di atur pada pasal 6 yang

harus memperhatikan hal sebagai berikut:

1. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan

terhadap bencana.

2. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya

buatan, kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan

keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi

sebagai satu kesatuan.

3. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan

penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukakn secara berjenjang dan

komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa penataan

ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang

wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan dalam

penyelenggaraannya tidak terjadi tumpah tindih kewenangan (Muhammad Akib,

Charles Jackson, dkk:2013)

Dua hal yang menjadi tugas negara dalam penyelenggaraan tata ruang,

yaitu; (a) police making, ialah penentuan haluan negara; (b) task executing, yaitu

pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara. Dalam

pelaksanaan tugas, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan

ruang kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Hak setiap orang harus di

hormati dalam setiap penyelenggaraan penaataan ruang sesuai dengan ketentaun

perundang-undangan yang berlaku.

35
4. Wilayah

Wialayah adalah bagian dari ruang dipermukaan bumi yang mengarah

pada suatu tempat dengan karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan

lainnya. Istilah lain yang di gunakan untuk memahami konsep wilayah adalah

region. Menurut Nia K. Pontoh (2008), wilayah secara umum merupakan suatu

bagian dari permukaan bumi yang teritorialnya ditentukan atas dasar pengertian,

batasan, dan perwujudan fisik-geografis. Lain halnya dengan Bintarto dan

Hadisumarno (1982) menyatakan bahwa secara umum wilayah dapat diartikan

sebagai permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah

disekitarnya.

Lebih jauh lagi Menurut Cressey, Wilayah (region) adalah keseluruhan

dari lahan, air, udara, dan manusia dalam hubungan yang saling menguntungkan.

Setiap region merupakan satu keutuhan (entity) yang batasnya jarang ditentukan

secara tepat. Di tegaskan dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, wilayah didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan

geografis beserta segenap unsur terkait dengan batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

Wilayah terbentuk dari beberapa komponen baik komponen biotik berupa

tumbuhan, hewan, dan manusia serta komponen abiotik berupa air, udara,

tanah,dan keadaan iklim. Komponen-komponen tersebut akan saling berinteraksi

antara satu dengan lainnya yang akan membentuk satu wilayah dengan

karakteristik masing-masing yang membedakannya dengan wilayah lainnya.

Karakteristik tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain aspek fisik dan

36
nonfisik atau sosial budaya yang membuat wialayah tersebut memiliki

keseragaman (homogenitas). Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering jumpai

istilah wilayah pemukiman, wilayah pertambangan dan wilayah perkebunan.

Wilayah dapat di bagi menjadi empat jenis yaitu :

a) Wilayah Homogen

Wilayah homogen adalah wilayah yang memiliki karakteristik, sifat seta

ciri-ciri yang relatif sama di panadang dari berbagai aspek. Hal ini dapat dilihat

dari sisi ekonomi misalnya seperti wilayah konsumsi dan produksi yang sama

serta wilayah dengan pendapatan masyarakat dibawah garis kemiskinan, dan dari

sisi geografi seperti wilayah dengan topografi atau iklim yang sama), agama,

suku, dan sebagainya. Richarson (1975) dan Hoover (1977) mengemukakan

bahwa wilayah homogen di batasi berdasarkan keseragamamnya secara internal

(internal uniformity).

b) Wilayah Nodal

Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah mempunyai ketergantungan

antarapusat (inti) dan daerah belakangnya (interland) secara fungsional. Arus

penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupunkomunikasi dan transportasi

merupakan bagian dari tingkat ketergantugan yang dimaksud. Sukirno (1976)

menyatakan bahwa pengertian wilayah nodal yang paling ideal untuk digunakan

dalam analisis mengenai ekonomi wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai

ekonomi ruang yang dikuasai oleh suatu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.

Batas wilayah nodal di tentukan dari sejauh mana suatu wilayah

ekononomi atau kondisi geografi digantikan oleh kegiatan ekonomi dan kondisi

37
geografi lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah nodal

dapat di gambarkan sebagai suatu sel hidup dan suatu atom, dimana terdapat inti

danplasma yang saling melengkapi. Pada struktur yang demikian, integrasi

fungsional akan lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar

kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, dari pada merupakan homogenitas

semata-mata.

c) Wilayah Administratif

Wialayah admininistrasi adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan

berdasarkan kepentingan administrasi, pemerintah ataupun politik. Perencanaan

wilayah dalam praktiknya defini wilayah administrasi acapkali

digunakan,Sukirno(1976). Lebih populernya pengunaan pengertian tersebut

disebabkan dua faktor yakni: (a) dalam kebijaksanaan dan rencana pembangunan

wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintahan. Dengan

demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah didasarkan pada suatu

wilayah administrasi yang telah ada; dan (b) wilayah yang batasnya ditentukan

berdasarkan atas suatu administrasi pemerintah lebih mudah dianalisis, karena

sejak lama pengumpulan data diberbagai bagian wilayah berdasarkan pada suatu

wilayah administrasi tersebut.

Namun, dalam praktiknya, pembangunan terkadang tidak hanya dalam

suatu wilayah administrasi, karena faktor kondisi geografi sehingga

penanganannya memerlukan kerjasama dari wilayah administrasi terkait, sebagai

contoh adalah pengelolaan pesisir, pengelolaan daerah aliran sungai, pengelolaan

38
lingkungan dan sebagainya, yang batasnya bukan berdasarkan administrasi namun

berdasarkan batas ekologis dan seringkali lintas batas wilayah administrasi.

d) Wilayah Perencanaan

Boudeville (dalam Glasson, 1978) mendefinisikan wilayah perencanan

(planning region atau programming region) sebagai wilayah yang memperlihatkan

koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan

cukup besar apabila melihat perubahan penduduk dan kesempatan kerja, tetapi

cukup kecil persoalan- persoalan tersebut dipandang sebagai satu kesatuan.

Senada dengan itu, Klassen (dalam Glasson, 1978) mempunyai pendapat yang

hampir sama dengan Boudeville, yaitu bahwa wilayah perencanaan harus

mempunyai ciri-ciri: (a) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan

investasi yang berskala ekonomi, (b) mampu mengubah industrinya sendiri

dengan tenaga kerjayang ada, (c) mempunyai struktur ekonomi yang homogen,

(d) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (growth point), (e)

mengunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan, (f) masyarakat

dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-

persoalannya.

Aspek ekologis merupakan bagian dari wilayah perencanaan selain dari

aspek fisik dan ekonomi. Misalnya dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah

aliran sugai (DAS). Pengelolaan daerah aliran sungai harus direncanakan dan

dikelola mulai dari hulu sampai hilirnya.

39
e) Wilayah administratif-politis

Berangkat dari suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan

politis yang umumnya dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem

kelembagaan dengan otonomi tertentu. Wilayah perencanaan dipilih berdasarkan

dari tujuan dan analisisya untuk mengembangkan potensi wilayah. Sering pula

wilayah administratif ini sebagai wilayah otonomi. Setiap wilayah yang

mempunyai suatu otoritas melakukan keputusan dan kebijaksanaan sendiri-sendiri

dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya di dalamnya sesuai kondisi alam

daerah tersebut serta kebutuhan masyarakatnya.

Pengembangan wilayah memiliki Prinsip-prinsip dasar menurut Direktorat

Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan Ruang, Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002), adalah :

a) Sebagai growth center dimana pengembangan wilayah tidak hanya bersifat

internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred

effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya,

bahkan secara nasional

b) Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan

antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan

pengembangan wilayah

c) Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi

dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan

kesetaraan

40
Wilayah atau pewilayahan dalam geografi disebut juga geografi regional

yaitu pengelompokan wilayah di permukaan bumi berdasarkan kriteria tertentu

yang membedakan antara wilayah satu dengan wilayah lainnya dibedakan atas

tiga kriteria pewilayahan dengan ciri-ciri sebagai berikut,

a) Pewilayahan berciri tunggal (single topic region), yaitu penetapan regional

atau wilayah yang didasarkan pada salah satu aspek geografi. Contoh

kemiringan lereng dapat menunjukkan ketampakan dari suatu daerah,

apakah termasuk daerah yang datar, landai, atau terjal.

b) Pewilayahan berciri majemuk (multi topic region), yaitu penetapam suatu

wilayah berdasarkan beberapa faktor geografi. Contoh penetapan wilayah

berdasarkan iklim yaitu iklim tropik, subtropik, sedang, dan dingin. Di

katakan berciri majemuk karena iklim terbentuk dari beberapa unsur

seperti suhu, curah hujan, dan angin.

c) Pewilayahan berciri keseluruhan (total region), yaitu didasarkan pada

banyak faktor menyangkut lingkungan alam, lingkungan biotik, maupun

manusia umtuk menetapkan suatu. Contoh ekosistem mangrove, dikatakan

bercirikan keseluruhan karena melibatkan faktor alam, biotik, dan manusia

di sekitarnya.

Penggolonagan suatu wilayah atau di kenal dengan regionalisasi dilakukan

berdasarkan karakteristiknya atau secara formal dan fungsional. Maka perlunya

pemahanan oleh pemerintah terhadap kondisi suatu wilayah yang berbeda-beda

dalam upaya perencanaan pembangunan. Penggolongan wilayah secara garis

besar terbagi atas:

41
a) Wilayah Alamiah atau Fisik (Natural Region); wilayah yang berdasarkan

ketampakan alami, seperti wilayah pertanian dan kehutanan.

b) Wilayah Ketampakan Tunggal (Single Feature Region); Wilayah yang

berdasarkan pada satu ketampakan (homogenitas), seperti wilayah

berdasarkan iklim, hewan, dan lain-lain.

c) Wilayah Berdasarkan Jenisnya (Generic Region); didasarkan pada

ketampakan jenis atau tema tertentu. Misalnya di wilayah hutan hujan

tropis yang ditonjolkan hanyalah flora tertentu seperti anggrek.

d) Wilayah Spesifik atau Khusus (Specific Region); dicirikan kondisi grafis

yang khas dalam hubungannya dengan letak, adat istiadat, budaya, dan

kependudukan secara umum. Misalnya wilayah Asia Tenggara, Eropa

Timur, dsb.

e) Wilayah Analisis Faktor (Factor Analysis Region); berdasarkan metoda

statistik-deskriptif atau dengan metoda statistik-analitik. Penentuan

wilayah berdasarkan analisis faktor terutama bertujuan untuk hal-hal yang

bersifat produktif, seperti penentuan wilayah untuk tanaman jagung dan

kentang.

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dalam melakukan

perwilayahan(regionalisasi),antara lain :

a) Mengurutkan dan menyederhanakan informasi mengenai keanekaragaman

dan gejala atau fenomena di permukaan bumi.

b) Agar terjadi pemerataan pembangunan di semua wilayah sehingga dapat

mengurangi kesenjangan antar wilayah.

42
c) Mempermudah koordinasi berbagai program pembangunan di tiap daerah.

d) Memantau segala perubahan yang terjadi, baik gejala alam maupun

manusia.

5. Rencana Tata raung wilayah

Di era reformasi dengan diadakannya desentralisasi atau daerah otonom

baru (DOB), maka tanggung jawab terhadap perencanaan tata ruang wilayah

menjadi hak priorigatif tiap pemerintah daerah, dengan di sesuaikan dengan

kondisi di masing-masing daerah. Pada dasarnya Perencanaan tata ruang wilayah

(RTRW) merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interkasi manusia/

makluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang

untuk tercapainya kesejahteraan manusia/ makluk hidup serta kelestarian likungan

dan keberlanjutan pembangunan. Rencana tata ruang wilayah adalah produk

perencanaan yang memberikan arahan pemanfaatan ruang dengan salah satu

fungsinya sebagai pedoman untuk penetapan investasi baik dilakukan pemerintah

maupun masyarakat (Nina Munawaroh,2013). Rencana tata ruang wilayah atau

RTRW adalah hasil perencanaan ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan

geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek administratif (Permen PU No. 16/PRT/M/2009).

Indonesia sebagai negara besar dengan kompleksitas yang dimiliki

membutuhkan adanya suatu perencanaan ruang yang matang dan terkoordinasi

dengan baik. Konsep pengembangan wilayah dan penataan ruang yang begitu

banyak, perlu dipadukan dalam implementasinya mengingat keragaman potensi

fisik-sosial-ekonomi-dan budaya. Pada bagian selanjutnya, dipaparkan isu-isu

43
strategi penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia kaitanya dengan

pelaksanaan otonomi daerah. Perlunya kebijakan dan strategi penataan ruang yang

dilakukan pemerintah dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran

pengembangan wilayah sekaligus mengatasi berbagai permasalahan

pembangunan.

Tata ruang perlu dilakukan karena pertumbuhan penduduk yang

berimplikasi terhadap kebutuhan ruang meningkat serta lahan atau ruang terbatas

akibat dari keterbatasan daya dukung wilayah. Selain itu rencana tata ruang

diharapkan mampu menjawab rencana pelaksanaan pembangunan. Sehingga

diperlukan suatu alternatif planning, yaitu bahwa rencana tata ruang yang meliputi

berbagai alternatif rencana dengan berbagai kelemahan dan kelebihan masing-

masing serta segala konsekuensinya. Alternatif tersebut merupakan pilihan-pilihan

yang mempunyai resiko kegagalan pembangunan yang terkecil. Perencanaan tata

ruang wialayh jyga memiliki asas yakni asas kesesuaian pemanfaatan ruang,

kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, sinergi wilayah dan

demokratisasi ruang. Pendekatan konsep dalam perencaan tata ruang wilayah juga

perlu ada agar menghasilkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, pemenuhan

kebutuhan dasar, konservasi lingkungan, serta integrasi dan sinergi wilayah.

Perencanaan tata ruang wilayah dalam rangka mewujudkan konsep

pengembangan wilayah yang di dalamnya memuat tujuan dan sasaran yang

bersifat kewilayahan di Indonesia, terdiri dari 3 (tiga) proses utama, yakni:

a) Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW).

44
b) Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud oprasionalisasi rencana

tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri;

c) Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme

perijinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap

sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya (Hariyanto

dan Tukidi:2007)

Selain itu, rencana tata ruang wilayah hendaknya (Kiprah, 2001):

1. Quickly yielding: rencana tata ruang mampu menganalisis pertumbuhan

dan perkembangan daerah, menghasilkan langkah-langkah serta tahapan-

tahapan dan waktu pelaksanaan pembangunan untuk kurun waktu tertentu.

2. Political friendly. demokratisasi dan transparansi sudah menjadi

kebutuhan dalam seluruh rangkaian proses penyusunannya. Pengetahuan-

pengetahuan rencana tata ruang mulai dari rembug desa hingga penetapan

oleh DPRD sangat menentukan kewibawaan rencana tata ruang.

3. User friendly. Mudah dimengerti dan dipahami oleh segenap lapisan

masyarakat. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, sehingga

masyarakat mudah memahami rencana dan perkembangan yang terjadi.

4. Market friendly. Rencana tata ruang membuka peluang kepentingan dunia

usaha dan rencana penanaman investasi dengan memperhatikan rencana

tata guna tanah yang sesuai dengan peruntukannya.

5. Legal friendly. Mempunyai kepastian hukum dan masyarakat dapat

memperoleh kemudahan-kemudahan untuk melakukan investasinya.

45
Rencana tata ruang wilayah akan dikatakan berhasil bila memenuhi

kriteria/ unsur-unsur:

1) Disusun berdasarkan orientasi pasar. Rencana tata ruang memiliki peluang

bagi aktor atau stakeholders mengikuti dan mengisi tata ruang tersebut.

2) Mempunyai batasan-batasan yang jelas terutama menyangkut kewenangan

masing-masing aktor dan stakeholders agar mempunyai kepastian hukum

yang jelas.

3) Disusun untuk mengurangi dampak psikologis yang berkembang di dalam

masyarakat dan mengakomodasikan berbagai kepentingan pelaku

pembangunan, baik kelompok minoritas (misalnya pengembang,

kontraktor) maupun mayoritas (masyarakat).

4) Mempunyai informasi yang jelas mengenai tahapan pelaksanaan

pembangunan dan kapan rencana tersebut dilaksanakan.

5) Memiliki konsep pembangunan fisik, sosial dan ekonomi yang pasti,

masyarakat mengetahui alokasi pembangunan dan pengembangan,

sehingga diperoleh informasi daerah/kawasan yang dapat dikembangkan

dan dipertahankan.

6) Disusun untuk membangun kebersamaan, memperoleh kesepakatan

dengan menunjukkan pula kelemahan dan kelebihan rencana tata ruang

serta dampak yang akan ditimbulkannya, baik positif maupun negatif.

Dalam penuelenggaraan negara memiliki tugas penataan ruang ruang

meliputi dua hal, yaitu; (a) police making, ialah penentuan haluan negara; (b) task

executing, yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh

46
negara (Ridwan HR,2006). Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud di

atas, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada

pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang itu dilakukan

dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Perencanaan tata ruang wilayah di indonesia yang diatur dalam Undang

Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penataan ruang secara umum memiliki

hirearki dari rencana tata ruang nasional, rencana tata ruang provinsi, dan rencana

tata ruang kabupaten/kota. Hal tersebut dapat di jabarkan sebagai berikut :

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Pada pasal 19 Undang-Undang penataan ruang dalam penyusunan

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mesti memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

a) Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

b) Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian

implikasi penataan ruang nasional.

c) Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas

ekonomi.

d) Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah.

e) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

f) Rencana pembangunan jangka panjang nasional.

g) Rencana tata ruang kawasan strategis nasional.

47
h) Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional akan menjadi acuan daripada

rencana tata ruang wilayah provinsi,kabupaten/kota. Diatur dalam Pasal 20

Undang-Undang Penataan ruang.

(1) Rencana tata ruang nasional memuat:

a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;

b) Rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan

nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah

pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;

c) Rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung

nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;

d) Renetapan kawasan strategis nasional;

e) Arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka

menengah lima tahunan; dan

f) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi

indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan

insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:

a) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;

b) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;

c) Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah

nasional;

48
d) Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan

e) Antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;

f) Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

g) Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

h) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

(3) Penentuan jangka waktu dan peninjauan kembali Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana

alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan

dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-

Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1

(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Rencana Serta penetapan Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan

peraturan pemerintah.

b. Rencana Tata Ruang Provinsi

Maksud dari Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

yaitu sebagai acuan dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah

provinsi oleh pemerintah daerah provinsi dan para pemangku kepentingan

lainnya, hal ini bertujuan untuk mewujudkan rencana tata ruang wilayah provinsi

yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang. Ruang lingkup Peraturan Menteri ini memuat ketentuan

49
teknis muatan rencana tata ruang wilayah provinsi serta proses dan prosedur

penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi.

Rencana Tata Ruang Nasional nantinya akan menjadi acuan terhadap

rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota. Adapun Rencana Tata Ruang

Provinsi sesuai dengan pasal 22 ptentang penataan ruang adalah sebagai berikut:

(1) Acuan perencanaan tata ruang provinsi yaitu :

a) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

b) Pedoman bidang penataan ruang;

c) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

(2) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Penyusunanan rencana tata ruang

wilayah provinsi, yaitu :

a) Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi

penataan ruang provinsi;

b) Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;

c) Keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/

kota

d) Daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup;

e) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah;

f) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang berbatasan;

g) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi;

h) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota.

50
Mengenai apa saja yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi, ditegaskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan

dalam Pasal 23 Undang-Undang Penataan Ruang, sebagai berikut:

(3) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;

b) Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi yang meliputi sistem

perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan

dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah

provinsi;

c) Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan

kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;

d) Penetapan kawasan strategis provinsi;

e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program

utama jangka menengah lima tahunan; dan

f) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi

indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan,

arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sangsi.

(4) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:

a) Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah;

b) Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;

c) Pemanfaatan ruang dan penendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah

provinsi;

51
d) Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan kesimbangan perkembangan

antar wilayah kabupaten/ kota, serta keserasian antar sektor;

e) Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f) Penataan ruang kawasan strategis provinsi;

g) Penataan ruang wilayah kabupaten/ kota.

(5) Jangka waktu dan peninjauan rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20

(dua puluh) tahun,

(6) Rencana tata ruang provinsi sebagaimana ayat 1 ditinjau kembali satu kali

dalam lima tahun.

(7) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana

alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/

atau perubahan batas teritorial negara dan/ atau wilayah provinsi yang

ditetapkan dengan undang-undang,

(8) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditinjau kembali lebih dari satu kali

dalam lima tahun.

(9) Kemudian Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditetapkan

dengan Peraturan Daerah Provinsi.

Penentuan kawasan strategis provinsi lebih bersifat indikatif. Penataan

ruang kawasan strategis menjadi prioritas karena mempunyai pengaruh sangat

penting dalam lingkup provinsi, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau

lingkungan. Batasan fisik kawasan strategis provinsi akan ditetapkan lebih lanjut

dalam rencana tata ruang kawasan strategis. Ketentuan pemetaan kawasan

strategis provinsi sebagai berikut:

52
1) Pemetaan untuk melakukan Delineasi kawasan strategis harus dilakukan

pada satu lembar kertas yang menggambarkan wilayah provinsi secara

keseluruhan;

2) Delineasi kawasan strategis nasional yang berada di dalam wilayah

provinsi mesti digambarkan pada peta kawasan strategis provinsi yang

bersangkutan;

3) Pada bagian legenda peta harus dijelaskan bidang apa yang menjadi pusat

perhatian setiap delineasi kawasan strategis provinsi;

4) Penggambaran peta kawasan strategis provinsi harus menjadikan peraturan

perundang-undangan sebagai pedoman pemetaan rencata tata ruang.

c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten bertujuan

untuk mewujudkan rencana tata ruang wilayah kabupaten yang sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini memuat ketentuan teknis muatan rencana

tata ruang wilayah kabupaten serta proses dan prosedur penyusunan rencana tata

ruang wilayah kabupaten, terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

(PerMen PU) No.16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan

Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dimaksudkan

sebagai acuan dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten

oleh pemerintah daerah kabupaten dan para pemangku kepentingan lainnya.

53
Penyususnan Rencana Tata Ruang Kabupaten dan Kota mengacu kepada

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi. Rencana Tata Ruang Kabupaten terdadat dalam pasal 26,sebagai berikut:

(1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

b) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan

di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan

prasarana wilayah kabupaten.

c) Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung

kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten.

d) Penetapan kawasan strategis kabupaten.

e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi

program utama jangka menengah lima tahunan.

f) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi

ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif

dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

a) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

b) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.

c) Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah

kabupaten.

d) Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor.

e) Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

54
f) Penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

(3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan

perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.

(4) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh)

tahun.

(5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana

alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan

dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah

kabupaten yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang

wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)

tahun.

(7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah

kabupaten.

Terdapat perbedaan antara Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan

Kabupaten, yang mana di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota pada Pasal 28

Undang Undang Penataan Ruang ada penambahan sebagai berikut:

1) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau.

2) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.

3) Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan

pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang

evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah

55
kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan

wilayah.

Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten memuat 4 (empat) materi utama

sebagai berikut :

1) Tujuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan pertahanan kemanan, yang meliputi:

a) Tujuan pemanfaatan ruang

b) Konsep pembangunan tata ruang wilayah

c) Strategi pembangunan tata ruang wilayah

2) Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, yang

meliputi:

a. Rencana struktur tata ruang, yang berfungsi memberi arahan kerangka

pengembangan wilayah, yaitu:

a) Rencana sistem kegiatan pembangunan

b) Rencana sistem permukiman perdesaan dan perkotaan

c) Rencana sistem prasarana wilayah

b. Rencana pola pemanfaatan ruang, yang ditujukan sebagai penyebaran

kegiatan budidaya dan perlindungan.

3) Rencana umum tata ruang wilayah, meliputi:

a) Rencana pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

b) Rencana pengelolaan kawasan perkotaan, perdesaan dan kawasan

tertentu.

c) Rencana pembangunan kawasan yang diprioritaskan.

56
d) Rencana pengaturan penguasaan dan pemanfaatan serta penggunaan

ruang wilayah.

4) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten

Perencanaan tata ruang wilayah perlu dilakukan pengendalian sebagai

upaya dari pengawasan, pelaporan, evaluasi dan penertiban terhadap pengelolaan,

penanganan dan intervensi sebagai implementasi dari strategi pengembangan tata

ruang dan penatagunaan sumber daya alam, agar kegiatan pembangunan yang

memanfaatkan ruang sesuai dengan perwujudan RTRW kabupaten yang telah

ditetapkan.

Tahap operasionalisasi rencana umum tata ruang wilayah dijabarkan

rencana rinci yang disusun berdasrkan pendekatan kawasan nilai strategis dan/atau

kegiatan kawasan dengan substansinya mencakup penetapan blok atau sublok

yang dilengkapi dengan peraturan zonasi sebagai salah satu dasar pengendalian

pemanfaatan ruang sehingga dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum dan

rencana rinci tata ruang. Rencana tata ruang kawasan strategis dan rencana detail

tata ruang merupakan bagian dari rencana rinci tata ruang . Kawasan strategis

adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh

penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,

pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan termasuk wilayah

yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

Rencana tata ruang kawasan strategis bagian dari upaya penjabaran

rencana umum tata ruang ke dalam arahan pemanfaatan ruang yang lebih spesifik

sesuai dengan aspek utama yang menjadi latar belakang pembentukan kawasan

57
strategis tersebut. Luasan fisik serta kedudukannya di dalam sistem administrasi

sepenuhnya menetukan tingkat kedalaman rencana tata ruang kawasan strategis.

Rencana tata ruang kawasan strategis tidak mengulang hal-hal yang sudah diatur

atau menjadi kewenangan dari rencana tata ruang yang berada pada jenjang

diatasnya maupun dibawahnya. Rencana detail tata ruang merupakan penjabaran

dari RTRW pada suatu kawasan terbatas, ke dalam rencana pengaturan

pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik mengikat dan bersifat operasional.

Fungsi dari Rencana detail tata ruang yaitu sebagai instrumen perwujudan ruang

khususnya sebagai acuan dalam permberian advise planning dalam pengaturan

bangunan setempat dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang tertuang

dalam pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan

ruang meliputi:

1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan

ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap

pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional.

4. Kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama

penataan ruang antarprovinsi.

Kemudian pada pasal 10 ayat 1 mengatur ewenang pemerintah daerah

provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

58
1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan

ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan

penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi.

4. Kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama

penataan ruang antarkabupaten/kota.

Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan

penataan ruang tertuang pada pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 tahu

2007 meliputi:

1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

4. Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

Selanjutnya wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam

pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b meliputi:

1. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota.

2. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

Sederhannya perencanaan tata ruang wilayah dapat dilihat dari bagan

berikut :

59
Gambar 1. Panduan Perencanaan tata ruang

Sumber: Departemen pekerjaan umum

Gambar 2. Siklus Penataan ruang

www. dadangsolihin.com

BAB III

METODE PENELITIAN

60
A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Buton Tengah dengan

pertimbangan bahwa Kabupaten Buton Tengah merupakam salah satu Daerah

Otonom Baru (DOB) di Sulawesi Tenggara, Sehingga perlu adanya pemetaan tata

ruang wilayah agar dapat mengakomodir segala kebutuhan masyarakat melalui

pembangunan infrastruktur.

B. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Kabupaten Buton Tengah dan

penentuan sampelnya menggunakan teknik pengambilan sampel wilayah (area

sampling).

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1) Jenis Data

Jenis data penelitian terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif. Data

kualitatif meliputi; tulisan, kata-kata, dan narasi. Data kuantitatif meliputi

bilangan dan angka-angka statistik yang digunakan hanya untuk kebutuhan data

pendukung. Jenis data berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah

data yang diperoleh melalui penelusuran dan penelahaan studi-studi dokumen

yang terdapat di lokasi penelitian dan yang ada hubungannya dengan masalah-

masalah yang diteliti. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain meliputi,

bahan pustaka, dan dokumentasi serta bahan laporan berupa arsip, laporan tertulis,

foto dan bahan cetakan yang ada pada berbagai lembaga dan instansi.

Data primer adalah data empirik diperoleh secara langsung dari informan

kunci dengan menggunakan daftar pertanyaan dan wawancara langsung untuk

61
mendapatkan data-data tentang proses, bentuk, motivasi bentuk Pemetaan Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Buton Tengah dalam membangun infrastruktur bagi

pelyanan publik. Peneliti melakukan wawancara mendalam secara langsung

terhadap informan. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui diperoleh

melalui observasi.

2) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara,

dokumentasi dan pembangunan basis data spasial. Adapun proses yang

ditempuh dalam pengumpulan data sebagai berikut:

1) Studi literatur dan data spasial

Yakni pengumpulan hasil studi mengenai objek kajian serupa yakni

pemetaan pembangunan infrastruktur pelayanan publik, penelusuran data

instansi yang berwenang dan pengumpulan data spasial terkait wilayah

penelitian maupun yang berkaitan dengan masalah penelitian, dalam hal ini

pemetaan pembangun infrastruktur pelayanan publik berdasarkan rencana tata

ruang wilayah di Kabupaten Buton Tengah.

2) Observasi lapangan dan Wawancara

Dilaksanakan untuk memperoleh data primer secara objektif langsung

pada lokasi penelitian, informasi yang diperoleh meliputi kondisi fisik lokasi

wilayah penelitian, bentuk penggunaan lahan dan kondisi wilayah dalam

membangun infrastruktur pelayanan publik. Wawancara dilakukan kepada

masyarakat dan stakeholder terkait informasi yang berkaitan dengan pemetaan

pembangunan infrastruktur pelayanan publik di Kabupaten Buton Tengah.

62
3) Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan beriringan dengan proses pengumpulan data yang

dilakukan, yakni pada proses observasi, survey dan wawancara.

D. Definisi Konseptualisasi

a) Pemetaan adalah cara mengidentifikasi dan mengklasifikasi wilayah sesuai

dengan karakteristik yang dimiliki.

b) Pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha yang dilakukan

secara sadar untuk merencanakan suatu perubahan dalam kehidupan

ekonomi, sosial, politik, budaya, serta pendidikan.

c) Infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas fisik seperti transportasi, drainase,

jalan, bandara, pelabuhan, jaringan nirkabel, teknologi informasi yang

dibutuhkan publik baik yang disediakan pemerintah ataupun perorangan

untuk menunjang kehipan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

d) Pelayan publik adalah pelayanan yang diberikan pemerintah sebagai

pelayan masyarakat untuk memnenhi kebutuhan masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan.

e) Tata ruang adalah pemanfaatan potensi alam baik pada zona lautan,

daratan, dan udara untuk menunjang keberlangsungan kehidupan manusia

dengan mempertimbangkan proses pengelolaannya agar tidak

mengganggu keseimbangan alam dan generasi dimasa mendatang.

f) Wilayah adalah bagian dari permukaan bumi yang memilki entitas berbeda

beda untuk dibedakan antara satu dengan lainnya secaara karakteristik

fsisk geografinya.

63
E. Instrument Penelitian

Penggunaan instrumen dalam penelitian ini meliputi; (1) catatan lapangan

observasi; (2) panduan pertanyaan wawancara; dan (3) Voice Recorder. Instrumen

penelitian ini dipergunakan secara bersamaan saat pengumpulan data lapangan

sebagai sumber data primer. Sementara kebutuhan pengumpulan data sekunder

menggunakan instrument penelitian catatan tertulis tentang buku, arsip.

F. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dikelompokan kedalam dua jenis data yakni berupa

data kuantitatif dan selanjutnya dideskriptifkan secara kualitatif. Data kuantitatif

adalah data yang menyangkut informasi yang menggambarkan persoalan dalam

bentuk angka dan hasil perhitungan, pengolahan data kuantitif yang sebagian

besar merupakan data spasial akan diolah dalam basis data informasi dalam sistem

informasi geografis. Hasil pengolahan data akan melalui proses kategorisasi yang

akan dijadikan bahan untuk mendeskripsikan hasil agar yang berkaitan langsung

dengan kondisi rill di lapangan.

Teknik analisis data menggunakan model Miles dan Hubermen (1984),

yaitu melalui proses pengumpulan data sebanyak-banyaknya kemudian segera

dilakukan analisis data melalui reduksi. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting setelah itu dicari tema

dan polanya. Setelah direduksi, maka selanjutnya adalah mendisplay data melalui

bentuk informasi geografis, hasil pengolahan kedalam bentuk informasi geografis,

selanjutnya akan dianalisis dan dideskripsikan menggunakan pendekatan pola

keruangan dalam kajian keilmuan geografi.

64
G. Alur Penelitian

Data Literatur Data Spasial Survey Dokumentasi


Observasi Wawancara
Pengumpulan
Data
Data RTRW Peta Dasar Kenampakan Data Kualitatif
Citra Fisik

Klasifikasi Digitasi Identifikasi Reduksi Data


Pengolahan
Data
Basis Data Spasial

Display
Analisis Data

Analisis Keruangan

Hasil
Pemetaan Pembangunan Infrastruktur
Penelitian
Pelayanan Publik Wilayah Kabupaten Buton
Tengah

65

Anda mungkin juga menyukai