Anda di halaman 1dari 11

BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Corona virus (COVID-19)


2.1.1 .Pengertian CoronaVirus (Covid-19)
Coronavirus adalah jenis virus RNA positif beruntai tunggal yang memiliki
amplop dan tidak tersegmentasi.Istilah korona digunakan karena penampakannya
menyerupai korona atau mahkota yang terlihat di bawah mikroskop elektron. Virus
corona bersifat spesifik inang dan dapat menginfeksi manusia serta hewan dan
menyebabkan berbagai sindrom klinis( Tursina, 2020).
Dari penjelasan definisi covid19, covid19 (Coronavirus Disease 2019) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus Sars CoV 2 dengan sifat virus yaitu RNA memiliki
cangkang, tidak bersegmen, dan beruntai tunggal positif. Virus ini dapat menginfeksi
manusia dan hewan dan menyebabkan sindrom klinis.
2.1.2 Dampak Covid-19 di Indonesia
Pada Desember 2019, dunia Wuhan di China dikejutkan dengan ditemukannya
kasus penyakit jenis baru.Penyakit ini menyebar sangat cepat, menyebabkan masalah
pernapasan.Oleh karena itu, pada 30 Januari 2020, WHO menyatakan bahwa virus corona
ini merupakan ancaman kesehatan yang mendesak. Sejak merebaknya COVID-19 di
Indonesia, COVID-19 memberikan dampak yang berbeda-beda di berbagai daerah.
a. Perekonomian terwujud dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) di
berbagai bidang usaha, penurunan impor, inflasi (kenaikan harga), dan penurunan
pemanfaatan di sektor pariwisata (Wiresti, 2020), dengan dampak COVID 19
terhadap perekonomian. Pertanian Indonesia dalam bentuk kapasitas dan
penipisan pangan yang dapat menyebabkan kemiskinan dan kekurangan gizi
(Samanhudi, 2020).
b. Kesehatan terjadinya gangguan kesehatan mental yaitu timbulnya rasa ketakutan
dan cemas terhadap kesehatan diri sendiri dan orang lain,pola tidur dan pola
makan mengalami perubahan serta menimbulkan rasa tertekan dan sulit
konsentrasi,bosan dan stress karena selalu berada dirumah,muncul gangguan
psikosomatis (llfaj & Nurwati, 2020) ,Selain itu, terdapat perubahan perilaku
kesehatan daerah selama pandemi COVID-19, seperti segera memeriksakan diri
ke dokter jika tubuh tidak sehat sebagai gejala terpapar virus COVID-19 (Ulfa &
Mikdar, 2020).
c. Pendidikan seluruh sistem pembelajaran berjalan secara online, meningkatkan
pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran dan meningkatkan
kemandirian belajar siswa (Firman, 2020).

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja


Menurut WHO (2018), remaja berusia 10-19 tahun. Pubertas merupakan masa transisi
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.Pada masa remaja terjadi proses pertambahan
berat badan, tinggi badan, dan kematangan psikososial.Dari pernyataan di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa remaja adalah orang yang berusia antara 10 dan 19 tahun.Pubertas
adalah transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa.Selama masa pubertas, remaja
mengalami banyak perubahan fisik, psikososial, dan sosial.Perubahan fisik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan remaja memerlukan zat gizi yang menunjang tumbuh
kembang remaja.
2.2.2 Tahapan Perkembangan Remaja
Perkembangan remaja dibagi menjadi tiga bidang: remaja awal, pra remaja, dan
remaja akhir. Masa remaja awal dimulai pada usia10- 12 tahun, dan masa remaja awal
memiliki beberapa ciri seperti visibilitas dan cenderung mendekati teman-teman
seusianya, kehendak bebas, lebih banyak perhatian dan penilaian kondisi fisik. Anda
memperkenalkan diri, orang di tengah mulai dari masa remaja hingga usia. Dari usia 13-
15, perubahan berikut lebih mungkin terjadi: Dan terakhir pada masa pubertas akhir,
mulai tahun 16-19, menunjukkan kebebasan diri, memperhatikan dengan seksama saat
memilih persahabatan, perkembangan psikologis (citra tubuh, situasi, peran) lebih
menggambarkan diri, perasaan cinta. . Imajinasi dan kemampuan berpikir abstrak
(Kementerian Kesehatan RI,2019).
2.2.3 Kebutuhan Zat Gizi Remaja
Pertumbuhan dramatis pada masa remaja menyebabkan peningkatan kebutuhan
energi dan zat gizi. Peningkatan massa tubuh tanpa lemak, massa tulang, dan lemak tubuh
selama masa pubertas menyebabkan peningkatan kebutuhan energi dan nutrisi. Total
kebutuhan nutrisi harian pada masa remaja paling tinggi dibandingkan dengan masa
kehidupan lainnya (Fikawati, dkk 2017).
Energi dalam tubuh Penyerapan zat gizi, protein, lemak dan karbohidrat
menghasilkan energi atau sumber energi yang dibutuhkan tubuh. Energi dibutuhkan oleh
setiap individu untuk memenuhi kebutuhan energi dasar, mendukung proses pertumbuhan
dan menggunakannya dalam aktivitas sehari-hari.Energi dapat diperoleh dari protein,
lemak dan karbohidrat dalam makanan yang Anda makan (Soediatama, 2010).Pola
asupan makanan remaja menentukan kandungan total zat gizi yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Pemakan juga memberikan nutrisi yang cukup saat
dibutuhkan (Almatsier, 2011). Orang yang makan terlalu banyak dan memilih makanan
cepat saji menyebabkan obesitas dan kelebihan berat badan (Kemenkes, 2012).
2.2.4 Faktor Penyebab Masalah Gizi pada Remaja
Berbagai bentuk gangguan gizi pada usia remaja sering terjadi. Selain kekurangan
energi dan protein anemia gizi dan defisiensi berbagai vitamin juga sering
terjadi.Sebaliknya masalah gizi lebih (Overweight) yang ditandai oleh tingginya angka
obesitas pada remaja terutama di kota-kota besar. Berbagai faktor yang memicu
terjadinya masalah gizi pada usia remaja antara lain adalah :
a. Kebiasaan makan yang buruk Kebiasaan makan yang buruk yang berpangkal
pada kebiasaan makan keluarga yang tidak baik sudah tertanam sejak kecil
akan terus terjadi pada usia remaja. Mereka makan seadanya tanpa
mengetahui kebutuhan akan berbagai zat gizi dan dampak tidak terpenuhinya
kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan.
b. Pemahaman gizi yang keliru Tubuh yang langsing sering menjadi idaman para
remaja terutama remaja putri. Hal itu sering menjadi penyebab masalah,
karena untuk memelihara kelangsingan tubuh mereka menerapkan pengaturan
pembatasan makanan secara keliru sehingga kebutuhan gizi mereka tidak
terpenuhi. Hanya makan sehari sekali, atau makan makanan seadanya, tidak
makan nasi merupakan penerapan prinsip pemeliharaan gizi yang keliru dan
mendorong terjadinya gangguan gizi.
c. Kesukaan berlebihan terhadap makanan tertentu. Kesukaan berlebihan
terhadap makanan tertentu saja menyebabkan kebutuhan gizi tidak terpenuhi.
Kebiasaan seperti itu biasanya terkait dengan selera yang tengah marak
dikalangan remaja. Pada tahun 1960 remaja-remaja di Amerika Serikat sangat
menggandrungi makanan berupa hot dog dan minuman coca cola. Kebiasaan
ini kemudian menjalar ke remaja-remaja diberbagai negara lain termasuk
Indonesia.
d. Promosi yang berlebihan melalui media masa. Usia remaja merupakan usia
dimana mereka sangat mudah tertarik pada hal-hal yang baru. Kondisi itu
dimanfaatkan oleh pengusaha makanan dengan mempromosikan produk
makanan mereka dengan cara yang sangat mempengaruhi para remaja. Lebih-
lebih jika promosi itu dilakukan menggunakan bintang film yang menjadi
idola mereka. Masuknya produk-produk makanan baru.
e. Masuknya produk-produk makanan baru yang berasal dari negara lain secara
bebas membawa pengaruh terhadap kebiasaan makan para remaja. Jenis-jenis
makanan siap santap (fast food) yang berasal dari negara barat seperti hot dog,
pizza, hamburger, fried chicken dan french fries, berbagai jenis makanan
berupa kripik (junk food) sering danggap sebagai gimbal kehiduan modern
oleh para remaja. Keberatan terhadap berbagai jenis fast food itu terutama
karena kadar lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi di samping kadar garam.
Zat-zat gizi itu memicu terjadinya berbagai penyakit kardiovaskular pada usia
muda.

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Pengertian pengetahuan


Pengetahuan secara garis besar merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang
melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba.Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012). Terkait dengan kesehatan, peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan perubahan perilaku, namun hubungan positif antara kedua variabel ini
telah diperlihatkan dalam sejumlah penelitian. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan
mungkin penting sebelum suatu tindakan kesehatan terjadi, tetapi tindakan kesehatan
yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat
yang cukup kuat untuk memotivasinya agar bertindak atas dasar pengetahuan yang
dimilikinya.
2.3.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan mencakup 6 tingkatan domain
kognitif, yaitu:
a. Tahu
Tahu dapat diperhatikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari.Oleh
karena itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dengan
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi dapat
menjelaskan, menyimpulkan obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai penggunaan hukumhukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
d. Analisis
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan dan dapat
meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau obyek.Penilaian didasarkan pada kriteria tertentu atau
kriteria yang telah ada.
2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah :
a. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin
bertambah usia maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Setelah melewati usia madya (40-60 tahun), daya tangkap dan pola
pikir seseorang akan menurun.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kemampuan seseorang
dalam memahami dan menyerap pengetahuan yang telah diperoleh.
Umumnya, pendidikan mempengaruhi suatu proses pembelajaran, semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik tingkat pengetahuannya.
c. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu proses dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang telah
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi saat masa lalu dan dapat
digunakan dalam upaya memperoleh pengetahuan.
d. Informasi
Jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, namun
mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media seperti televisi, radio,
surat kabar, majalah, dan lain-lain, maka hal tersebut dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang.
e. Sosial budaya dan ekonomi Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, status ekonomi
juga dapat mempengaruhi pengetahuan dengan tersedianya suatu fasilitas
yang dibutuhkan oleh seseorang.
f. Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses penyerapan pengetahuan
yang berada dalam suatu lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya interaksi
yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

2.4. Sikap

2.4.1 Pengertian Sikap


Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa.Hal ini
mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap mungkin dihasilkan dari
perilaku tetapi sikap tidak sama dengan perilaku. Menurut Randi (2011) mengungkapkan
bahwa sikap merupakan sebuah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya
sendiri atau orang lain atas reaksi atau respon terhadap stimulus (objek) yang
menimbulkan perasaan yang disertai dengan tindakan yang sesuai dengan objeknya.
Selanjutnya Menurut Ahmadi (2013). Orang yang memiliki sikap positif terhadap
suatu objek psikologi apabila suka (like) atau memiliki sikap yang baik, sebaliknya orang
yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap objek psikologi bila tidak suka (dislike)
atau sikapnya tidak menguntungkan terhadap objek psikologi.Sikap yang menjadi suatu
pernyataan evaluatif, penilaian terhadap suatu objek selanjutnya yang menentukan
tindakan individu terhadap sesuatu.
Menurut Azwar S (2012) struktur sikap dibedakan atas 3 komponen yang saling
menunjang, yaitu:
1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki individu
mengenai sesuatu dapat disamarkan penanganan (opini) terutama apabila
menyangkut masalah yang menimbulkan perdebatan.
2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.
Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap
pengaruhpengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang
komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang
terhadap sesuatu.
3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu
dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk
mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk
tendensi perilaku.
2.4.2 Perubahan Sikap
Menurut Azwar S (2012) ada tiga proses yang berperan dalam proses perubahan sikap
yaitu :
a) Kesedihan
Terjadinya proses yang disebut kesedihan adalah ketika individu bersedia
menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain dikarenakan berharap
untuk memperoleh reaksi positif, seperti pujian, dukungan, simpati, dan
semacamnya sambil menghindari hal–hal yang dianggap negatif. Tentu saja
perubahan perilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat
bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihak lain diperkirakan
masih menyadari akan perubahan sikap yang ditunjukkan.
b) Identifikasi
Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap
seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut sesuai
dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan menyenangkan antara
lain dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi
merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan
dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang pengertiannya sendiri
mengenai hubungan tersebut.
c) Internalisasi
Internalisai terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia
menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia
percaya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, maka
isi dan hakikat sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh
individu.Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang
dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama
sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.

2.5 Perilaku Makan

2.5.1 Definisi Perilaku Makan


Menurut Grimm dan Steinle (2011), perilaku makan merupakan interaksi kompleks
dari faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan genetik yang mempengaruhi waktu makan,
kuantitas asupan makanan, dan preferensi atau pemilihan makanan. Selain itu, Bennaroch
dkk (2011) juga mendefinisikan perilaku makan sebagai sebuah tindakan yang mampu
membangun hubungan manusia dan makanan seperti kebiasaan makan dan perasaan yang
tercipta ketika sedang makan. Manusia setelah memakan makanan yang disukainya
memiliki perasaan yang bahagia.
Fassah dan Retnowati (2014), mendefinisikan perilaku makan sebagai perilaku yang
sudah dialami sejak masih kecil meliputi keputusan mengenai kapan, apa, bagaimana,
berapa jumlahnya, dimana, dan dengan siapa akan makan. Seringkali dalam membuat
keputusan untuk makan cukup mempertimbangkan hal-hal seperti dimana akan makan
dan apa yang akan dimakan.Ketika individu memilih makan yang ingin disantap tidak
terjadi begitu saja, tetapi individu akan menentukannya. Perilaku diet adalah suatu
kondisi yang menggambarkan perilaku remaja dalam hal etiket diet, frekuensi diet, pola
diet, preferensi diet, dan pilihan diet (Leeming, 2016).
2.5.2 Faktor Perilaku Makan
Ada tiga aspek perilaku makan (Baradda, Van Strien dan Cebolla, 2016) :
a. Restrained eating (Diet terkontrol) Dimensi ini mewakili tingkat pembatasan
makanan sadar atau kognitif (mencoba menghindari makan untuk menurunkan
atau mempertahankan berat badan tertentu).
b. Emotional eating (Makanan Emosional) Dimensi ini mengacu pada makan
sebagai respons terhadap emosi negatif seperti ketakutan, kecemasan, dan
kemarahan, dan sebagai respons terhadap emosi yang menekan seperti kebosanan,
kesepian, atau tidak melakukan apa-apa.Hal ini dilakukan bukan karena
kebutuhan fisiologis, tetapi karena faktor emosional yang dirasakan.Hal ini dapat
menyebabkan pesta makan, termasuk penambahan berat badan dan peningkatan
risiko penyakit kronis.
c. External eating (Makan di luar) Menanggapi rangsangan yang berhubungan
dengan makanan seperti penglihatan, penciuman, dan indera perasa yang
memberikan pemicu rasa ingin tahu yang lebih kuat daripada keadaan internal
(rasa lapar atau kenyang). External Eating menunjukkan bahwa tidak hanya ada
pada mereka yang mengalami obesitas, akan tetapi semua orang yang mempunyai
respon adaptif.

2.6 Metode Food Frequency Questionaire (FFQ)

2.6.1 Pengertian FFQ

Metode FFQ adalah metode survei konsumsi makanan yang digunakan untuk menguukur
satatus gizi secara tidak langsung. FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan
frekuensi responden dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman.Frekunsi
makan dapat dilihat dalam satu hari, satu minggu, satu bulan atau satu tahun (Departmen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat, 2007).

Kegunaan metode FFQ adalah memiliki keterkaitan antara asupan makanan tertentu dan
kandungan zat gizi tertentu terhadap resiko kejadian penyakit. FFQ tidak ditunjukan untuk
menilai asupan zat gizi saja, tetapi lebih dikhususkan menilai adanya korelasi antara
panjanan konsumsi makanan tertentu terhadap timbulnya kasus kelainan gizi. Pajanan asupan
zat gizi dalam waktu lama berimplikasi pada kondisi kesehatan tubuh secara umum
(Sirajadin dkk., 2014).

Katagori nilai atau skor yang bisa dipakai menurut (Laksmi Widajanti, 2009) adalah A
(Sering dikonsumsi)= lebih 1 kali sehari (tiap kali makan), skor 50; B (Sering dikonsumsi)=
1 kali sehari (4-6 kali seminggu), skor 25; C (biasa dikonsumsi)= tiga kali perminggu, skor
15; D (kadang-kadang dikonsumai)= kurang tiga kali perminggu (1-2 kali perminggu) skor
10; E (jarang dikonsumsi)= kurang dari satu kali perminggu, skor 1;F (tidak dikonsumai)
skor= 0
2.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Food Frequency Questionaire (FFQ)
1. Kelebihan motode food frequency, antara lain: relative murah, sederhana, dapat dilakukan
sendiri oleh responden.
2. Kekurangan metode food frequency, antara lain: tidak dapat menghitung intake zat gizi,
sulit mengembangkan kueisioner pengumpulan data, membuat pewawancara bosan, dan
responden harus jujur serta memiliki motivasi tinggi (Supariasa,2002).

Anda mungkin juga menyukai