Anda di halaman 1dari 2

Al-Hidayah Memberikan Hidayah

Di sebuah musholla kecil di pojokan perumahan asri bergaya modern nan minimalis tepat

di Dusun VII-A Karang Anyar, Beringin, Lubuk Pakam, berjarak 35 km dari pusat kota Medan,

sedang berlangsung sholat Terawih. Musholla kecil yang menjadi kebanggaan kami dalam hal

keagamaan ini selalu ramai dengan jama’ahnya. Bukan hanya di bulan Ramadhan yang

jama’ahnya penuh sesak dengan para tamu Allah yang ingin mencari ridho-Nya. Di bulan-bulan

biasa pun tak pernah kurang dari 2 hingga 3 shaf penuh dengan jammah sholat wajib. Ramadhan

yang penuh barakah kali ini terasa sangat berbeda. Bukan hanya karena bangunan yang sudah

direnovasi serta ukiran kaligrafi yang indah di setiap sudut rumah Allah itu. Dua hafidz Qur’an

kini telah dimiliki oleh dusun kami. Hal itu yang membuat seolah-olah persaingan dalam hal

belajar ilmu agama semakin hangat. (fashtakhbikhul khoirat).

Lantunan ayat suci yang merdu begitu indah didengar, begitu menenangkan hati yang

gelisah, sejuk terasa ketika imam sholat Terawih yang kebetulan sudah Hafidz 15 juz

membacakan salah satu ayat dari kitab suci umat islam, Al-Qur’an. Sholat Terawih dan Witir

terasa begitu cepat berlalu. Kerumunan anak-anak perempuan kini telah membentuk lingkaran

ditemanin dengan beberapa ibu berebut Al-Qur’an diatas papan di shaf paling depan untuk

melantunkan, menyimak, serta mempelajari Al-Qur’an. Tak kalah dengan anak-anak perempuan,

lingkaran yang tak sebesar mereka kini telah kami buat. Tadarusan….! Yahhh, itulah kegiatan

rutin di desa kami setiap malam di bulan Ramadhan.

Jarum jam yang seolah tak pernah lelah untuk berjalan kini sudah menunjuk kearah jam

12.00 WIB malam. Tadarusan pun harus segera kami akhiri, karena esok harinya kami harus

bangun cepat untuk menyantap hidangan makan sahur. Lampu, loudspeaker, serta beberapa kipas

angin sudah aku matikan. Begitu keluar dari pintu samping musholla terlihat ustadz Zainal, bang
Aris, dan bang Gondrong sedang asyik bercerita. Ntah apa yang mereka ceritakan tapi seolah itu

hal yang seru. Karena merasa penasaran aku pun langsung bergabung, nimbrung, serta ikut

bercerita. Beginilah kebiasaan aku ketika Ramadhan datang, walaupun sudah larut, sedikit

menahan lelap mata ini untuk bermuzakarah, bercerita hal yang bermanfaat.

Benar saja feeling ku, sebuah pengalaman yang takkan terlupakan oleh bang Gondrong

kini dishare oleh kami. Bang Gondrong yang memiliki nama Indra Nurat merupakan salah satu

jebolan pesantren ternama di Medan. Tiga tahun Ia menimba ilmu di Darul Arafah, sebuah

pondok pesantren modern di jantung kota medan. Belum lagi ilmu yang ia peroleh dari

Madrasah Aliyah Negeri 3 Medan.Sungguh luar biasa ilmu agama yang ia miliki. Ditambah

dengan cekatan serta kelihainnya dalam mengkreasikan karya kaligrafi, sungguh komplit paket

yang ia miliki.

Semakin penasaran kali ini ketika bang Gondrong berbagi pengalamannya saat menjadi

anak band yang selalu perform disetiap acara-acara besar. Tak heran jika groupnya selalu

tampil dan diundang sebagai band tamu local, karena setumpuk penghargaan telah mereka raih.

Bukan hanya penghargaan dari Bupati namun daerah pun sempat di raihnya. Namun, dibalik

kesuksessannya itu semua terdapat suatu hal yang sangat Ia sesali. Bukan karena aksi panggung

yang jelek atau jauhnya Ia dari keluarga setiap kali Ia pergi keluar kota. Tapi, terjerumusnya Ia

kedalam lembah Narkoba. Dibalik karya-karyanya yang luar biasa ternyata ada hal yang sangat

buruk Ia simpan. “Untuk menyelesaikan dan membiasakan agar jari-jari saya bisa memetik serta

memainkan melodi itu butuh waktu berhari-hari, atau bahkan bermingu minggu.” Sungguh

pekerjaan yang sangat melelahkan

Anda mungkin juga menyukai