Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Setiap kegiatan

memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan
terstruktur agar dapat mencapai tujuan yang ditentukan atau yang diharapkan. Demikian pula
halnya pendidikan, diperlukan adanya program yang terencana dan dapat mengantarkan
proses pembelajaran/pendidikan sampai pada tujuan yang diharapkan. Proses, pelaksanaan,
sampai penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah "kurikulum pendidikan".
Kurikulum sangat berarti dalam dunia pendidikan, karena merupakan operasionalisasi tujuan
yang dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa melibatkan kurikulum
pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok dalam pendidikan, dan
kurikulum sendiri juga merupakan sistem yang mempunyai komponen-komponen tertentu.
Komponen kurikulum paling tidak mencakup tujuan, struktur program, strategi pelaksanaan
yang menyangkut sistem penyajian pelajaran, penilaian hasil belajar, bimbingan-penyuluhan,
administrasi, dan supervisi pendidikan.1 Kurikulum yang terdiri atas berbagai komponen
yang satu dengan yang lain saling terkait adalah satu sistem, ini berarti bahwa setiap
komponen yang saling terkait hanya mempunyai satu tujuan, yaitu tujuan pendidikan yang
juga menjadi tujuan kurikulum.2 Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan
kegiatan pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun
tidak langsung, seperti pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orangtua, masyarakat dan
pihak siswa itu sendiri. Selain sebagai pedoman, bagi siswa kurikulum memiliki enam fungsi,
yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan,
fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan
mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.
pendidikan tidak mungkin berjalan dengan baik atau berhasil mencapai tujuan yang telah
ditetapkan jika pendidikan tidak dijalankan sesuai dengan kurikulum. dan kurikulum yang
dibuat tidak dapat mencapai kesempurnaan (titik maksimal) jika dalam penyusunannya,
penyusun kurikulum tidak memahami secara utuh hakikat dan fungsi kurikulum. Dewasa ini
pendidikan tidak sesuai dengan apa diharapkan pemerintah, sebagaimana apa yang termaktub
dalam Undang-Undang Dasar, yakni melahirkan pribadi-pribadi yang beriman dan bertakwa.
Ketimpangan yang terjadi sekarang ini harus ditindaklanjuti sehingga mendapatkan solusi.
Sebetulnya dimana letak kesalahan itu, apakah pada kurikulum atau pada komponen-
komponen kurikulum. Bagaimana caranya kurikulum sesuai dengan fungsinya, salah satunya
kurikulum berfungsi sebagai penyesuaian, bahwasannya siswa harus mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan
dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa
dilakukan tanpa memahami konsep dasar dari kurikulum. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait
dengan kurikulum harus mengetahui hakikat dan fungsi kurikulum. Jika kurikulum sudah
tersusun dengan baik, maka guru harus mengemban tugas pelaskanaan kurikulum tersebut
dengan baik, dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, fungsi
kurikulum adalah sebagai pedoman kerja melaksanaakan kurikulum.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut: Apa hakikat kurikulum? Apa saja dasar kurikulum? Apa saja fungsi kurikulum?
Bagaimana peranan kurikulum terhadap kegiatan belajar mengajar? Tujuan dan Manfaat
Mengacup pada rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui hakikat kurikulum. Untuk mengetahui dasar
kurikulum. Untuk mengetahui fungsi kurikulum. Untuk memahami peran kurikulum.
Sistematika Uraian Penulisan makalah ini dibagi menjadi beberapa bab dengan tujuan untuk
mempermudah mengidentifikasi masalah yang akan dibahas. Adapun urutannya sebagai
berikut: BAB I Pendahuluan Pada bab ini dibahas: latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori BAB III
Pembahasan Pada bab ini membahas tentang Hakikat, dasar, Fungsi, dan Peran Kurikulum
BAB IV Penutup Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORI
Pengertian Hakikat dan Fungsi Hakikat adalah intisari atau dasar; kenyataan yang sebenarnya
(KBBI: 383). Sedangkan fungsi adalah kegunaan suatu hal (KBBI: 322). Hakikat dari
kurikulum ialah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang
mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk
bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar
dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan
yang diinginkan. Pengertian Kurikulum Dari Berbagai Ahli Menurut Prof. Dr. Hj.
Hansiswany Kamarga, M.Pd., beliau salah seorang dosen Program Pengembangan
Kurikulum di Pasca Sarjana UPI. Profesor mengatakan "Hakikat kurikulum dalam konteks
sekarang ialah semua aktivitas di sekolah yang direncanakan". Beberapa ahli mengemukakan
arti kurikulum dalam bukunya S. Nasution (2003)4: J. Galen Saylor dan William M.
Alexander. "The Curriculum is the sum total of school's efforts to influence learning. whether
in the classroom, on the playground, or out of school." Jadi segala usaha sekolah untuk
mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar
sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-
kurikuler. Harold B. Albertycs memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are
provided for students by the school. Seperti halnya dengan definisi Saylor dan Alexander,
kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan
lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Definisi melihat
manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional. B. Othael Smith,
W.O. Stanley dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai "a sequence of potential
experience set up in the school for the purpose of disciplioning children and youth in group
ways of thinking and acting". Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang
secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan
berbuat sesuai dengan masyarakatnya. William B. Ragan, menjelaskan arti kurikulum sebagai
berikut:"The tendency in recent decades has been to use the term in a broader sense to refer to
the whole life and program of the school. The term is used...to include all the experineces of
children for which the school accepts resposibility. It denotes the result of efferors on the part
of the adultsof the community, anf the nation to bring to the childrenthe dinest, most whole
influences that exisr in the culture." Ragan menggunakan kurikulum dalam arti luas, yang
meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di
bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi
meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode
mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller juga
menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk
metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan
tenaga pengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural
mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek
pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya, sehingga tidak mungkin
diadakan perbaikan jika tidak diperhatikan ketiga-tiganya. Alice Miel juga menganut
pendirian yang luas mengenai kurikulum. Ia mengemuukakan bahwa kurikulum juga meliputi
keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang
melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia
(termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungannya
dengan murid-murid). Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang
bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Definisi Miel tentang kurikulum sangat
luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-
kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma, melainkan juga pribadi guru, kepala
sekolah serta seluruh pegawai sekolah. Edward A. Krug menunjukkan pendirian yang
terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Definisinya ialah "A kurikulum Consists of menas
used to achieve or carry out given purposes of schooling". Kurikulum dilihatnya sebagai
cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah
mengenai perkembangan anak dan tangung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah
tangga, lembaga agama masyarakat, dan lain-lain. Ia dengan sengaja menggunakan istilah
"schooling" untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah. Memborong segala tanggung
jawab atas pendidikan anak akan merupakan beban yang terlampau berat, sehingga tidak
mungkin dilakukan dengan baik. Sedangkan pendapat para ahli dalam buku Perencanaan dan
Pengembangan kurikulum:5 William B. Ragan, kurikulum ialah semua pengalaman anak
yang menjadi tanggung jawab sekolah. Pendapat Robert S. Flaming sama dengan pendapat
Ragan, yaitu kurikulm pada sekolah modern dapat didefinisikan seluruh pengalaman belajar
anak yang menjadi tanggung jawab sekolah. Sedangkan definisi kurikulum menurut David
Praff ialah seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat pelatihan. Definisi
tersebut dijelaskan sebagai berikut: Rencana tersebut dalam bentuk tulisan Rencana itu ialah
rencana kegiatan Kurikulum berisikan hal-hal berikut: Siswa mau dikembangkan kemana?
Bahan apa yang akan diajarkan? Alat apa yang akan digunakan? Bagaimana cara
mengevaluasinya? Bagaimana kualitas guru yang diperlukan? Kurikulum dilaksanakan dalam
pendidikan formal. Kurikulum disusun secara sistemik. Pendidikan latihan mendapat
perhatian. Donald F. Gay mengemukakan beberapa perumusan kurikulum sebagai berikut:
Kurikulum terdiri atas sejumlah bahan pelajaran yang secara logis. Kurikulum terdiri atas
pengalaman belajar yang direncanakan untuk membawa perubahan perilaku anak. Kurikulum
merupakan desain kelompok sosial untuk menjadi pengalaman belajar anak di sekolah
Kurikulum terdiri atas semua pengalaman anak yang mereka lakukan dan rasakan di bawah
bimbingan belajar. Nengly dan Evaras mengemukakan bahwa semua pengalaman yang
direncanakan yang dilakukan oleh sekolah untuk menolong para siswa dalam mencapai hasil
belajar kepada kemampuan siswa yang paling baik. Sedangkan menurut Inlow, kurikulum
adalah susunan rangkain dari hasil belajar yang disengaja. Kurikulum menggambarkan (atau
paling tidak mengantisipasi) dari hasil pengajaran. Menurut Saaylor, kurikulum adalah
keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi proses belajar mengajar baik langsung di
kelas tempat bermain, atau di luar sekolah. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan
bahwa: “A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but
basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman
atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel
dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran
Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa: “ …the curriculum has changed from
content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to
learners under the auspices or direction of school. Sedangkan Hilda Taba (1962)
mengemukakan bahwa: “A curriculum usually contains a statement of aims and of specific
objectives; it indicates some selection and organization of content; it either implies or
manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the objectives demand
them or because the content organization requires them. Finally, it includes a program of
evaluation of the outcomes”. Pengertian kurikulum menurut Hilda Taba menekankan pada
tujuan suatu statemen, tujuan-tujuan khusus, memilih dan mengorganisir suatu isi, implikasi
dalam pola pembelajaran dan adanya evaluasi. Sementara Unruh dan Unruh (1984)
mengemukakan bahwa “curriculum is defined as a plan for achieving intended learning
outcomes: a plan concerned with purposes, with what is to be learned, and with the result of
instruction”. Ini berartibahwa kurikulum merupakan suatu rencana untuk keberhasilan
pembelajaran yang di dalamnya mencakup rencana yang berhubungan dengan tujuan, dengan
apa yang harus dipelajari, dan dengan hasil dari pembelajaran. Olivia (1997) mengatakan
bahwa “we may think of the curriculum as a program, a plan, content, and learning
experiences, whereas we may characterize instruction as methods, the teaching act,
implementation, and presentation”. Olivia termasuk orang yang setuju dengan pemisahan
antara kurikulum dengan pengajaran dan merumuskan kurikulum sebagai a plan or program
for all the experiences that the learner encounters under the direction of the school. Pendapat
yang sedikit berbeda tentang kurikulum dikemukakan oleh Marsh (1997), dia mengemukakan
bahwa kurikulum merupakan suatu hubungan antara perencanaan-perencanaan dengan
pengalaman-pengalaman yang seorang siswa lengkapi di bawah bimbingan sekolah. Senada
dengan Marsh, Schubert (1986) mengatakan: “The interpretation that teachers give to subject
matter and the classroom atmosphere constitutes the curriculum that students actually
experience”. Pengertian tersebut menggambarkan definisi kurikulum dalam arti teknis
pendidikan. Pengertian tersebut diperlukan ketika proses pengembangan kurikulum sudah
menetapkan apa yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya digunakan dan
bagaimana suatu dokumen harus dikembangkan. Kebanyakan dari pengertian itu berorientasi
pada kurikulum sebagai upaya untuk mengembangkan diri peserta didik, pengembangan
disiplin ilmu, atau kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan
tertentu. Selanjutnya Dool (1993) memperkuat pendapatnya tentang kurikulum yang ada
sekarang dengan mengatakan: ”Education and curriculum have borrowed some concepts
from the stable, nonechange concept - for example, children following the pattern of their
parents, IQ as discovering and quantifying an innate potentiality. However, for the most part
modernist curriculum thought have adopted the closed version, one where - trough focusing -
knowledge is transmitted, transferred. This is, I believe, what our best contemporary
schooling is all about. Transmission frames our teaching-learning process”. Dengan transfer
dan transmisi maka kurikulum menjadi suatu fokus pendidikan yang ingin mengembangkan
pada diri peserta didik apa yang sudah terjadi dan berkembang di masyarakat. Kurikulum
tidak menempatkan peserta didik sebagai subjek yang mempersiapkan dirinya bagi kehidupan
masa datang tetapi harus mengikuti berbagai hal yang dianggap berguna berdasarkan apa
yang dialami oleh orang tua mereka. Dalam konteks ini, maka disiplin ilmu memiliki posisi
sentral yang menonjol dalam kurikulum. Kurikulum, dan pendidikan, haruslah mentransfer
berbagai disiplin ilmu sehingga peserta didik menjadi warga masyarakat yang dihormati.
BAB III PEMBAHASAN Hakikat Kurikulum Istilah kurikulum (curriculum), yang pada
awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat
berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian
pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran
(subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran
untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Dari pengertian tersebut, dalam
kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu: (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian,
implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata
pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan
menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut
dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu
tes atau ujian. Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang
sempit atau sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang
kurikulum, terutama yang berkembang di negara negara maju, maka akan ditemukan banyak
pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum itu tidak terbatas hanya pada sejumlah
mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang
dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan Harold B. Alberty
(1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah
tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school).
Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan
kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan menguatkan
pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang
menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya
belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah. Pengertian
kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum, maka secara
teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat.
Pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, satu dimensi
dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu: (1)
kurikulum sebagai suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang
sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai
suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau
implementasi kurikulum. Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang
merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.6 Pandangan atau anggapan
yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia pendidikan dan persekolahan di negara
kita, yaitu kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera
dalam Undang undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat
(19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36
ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: Peningkatan
iman dan takwa; Peningkatan akhlak mulia; Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
peserta didik; Keragaman potensi daerah dan lingkungan; Tuntutan pembangunan daerah dan
nasional; Tuntutan dunia kerja; Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
Agama; Dinamika perkembangan global; Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Pasal
ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang
menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan
agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum
haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini
dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap
jenjang pendidikan. Dasar Kurikulum Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama
yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum.
dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu).
Herman H. Horne memberikan dasar kurikulum dengan tiga macam, yaitu:7 Dasar
psikologis, yang digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan
kebutuhan peserta didik (the ability and needs of children). Dasar sosiologis, yang digunakan
untuk mengetahui tuntutan sah dari masyarakat (the legitimate demands of society) Dasar
filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the
kind of universe in which we li live) Fungsi Kurikulum Pada dasarnya kurikulum itu
berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua,
kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah.
Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi
terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi
siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu:8 Fungsi Penyesuaian (the
adjustive or adaptive function) Fungsi Penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted
yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat
dinamis. Karena itu, siswa pun harus memiliki kemam puan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi di lingkungannya. Fungsi Integrasi (the integrating function) Fungsi
Integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian
integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan
untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya. Fungsi Diferensiasi (the
differentiating function) Fungsi Diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa.
Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai
dan dilayani dengan baik. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function) Fungsi Persiapan
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan
siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga
diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya
karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Fungsi Pemilihan (the selective
function) Fungsi Pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program program belajar
yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya
dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti
pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat
dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun
secara lebih luas dan bersifat fleksibel. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function) Fungsi
Diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi)
dan kelemahan yang dimilikinya. Jika siswa sudah mampu memahami kekuatan kekuatan dan
kelemahan kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan
sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Muhammad Ansyar menguraikan beberapa fungsi kurikulum sebagai berikut:9 kurikulum
sebagai pedoman studi. pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu
dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau di institusi pendidikan lainnya. kurikulum
sebagai konten. pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas
tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar.
kurikulum sebagai kegiatan terencana. pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan
tentang hal-hal yang akan diajarkan dengan berhasil. kurikulum sebagai hasil belajar.
pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu
tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil
belajar yang direncanakan dan diinginkan. kurikulum sebagai reproduksi kultural.
pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki
dan difahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut. kurikulum sebagai pengalaman
belajar. pngertiannya adalah keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah
pimppinan sekolah. kurikulum sebagai produksi. pengertiannya adalah tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu. Selain dari fungsi-fungsi di
atas, Dakin mengemukakan fungsi kurikulum dengan pihak-pihak yang secara langsung
terkait dengan kurikulum sekolah, yaitu guru, kepala sekolah, para penulid buku ajar, dan
masyarakat:10 Fungsi kurikulum bagi para penulis Para penulis buku ajar mestinya
mempelajari terlebih dahulu kurikulum yang berlaku pada waktu itu. Untuk membuat
berbagai pokok bahasan maupun subpokok bahasan, hendaknya penulis buku ajar membuat
analisis instruksional terlebih dahulu. Kemudian menyusun Garis-Garis Besar Program
Pelajaran (GBPP) untuk mata pelajaran tertentu, baru berbagai bahan yang relevan. Sum ber
bahan tersebut dapat berupa bahan cetak (buku, makalah, majalah, jurnal, koran, hasil
penelitian dan sebagainya), yang diambil dari narasumber, pengalaman penulis sendiri atau
dari lingkungan. perlu diingat bahwa tidak semua bahan tersebut ditulis sebagai bahan
pelajaran. yang perlu mendapat pertimbangan ialah kriteria-kriteria sebagai berikut: Bahan
hendaknya bersifat pedagogis, artinya bahan hendaknya berisikan hal-hal yang normatif.
Bahan hendaknya bersifat psikologis, artinya bahan yang ditulis memperhatikan kejiwaan
peserta didik yang mempergunakannya. Bahan disesuaikan dengan perhatian, minat,
kebutuhan, dan perkembangan jiwa anak. Bahan hendaknya disusun secara didatis, artinya
bahan yang tertulis tersebut dapat diorganisir sedemikian rupa sehingga mudah untuk
diajarkan. Bahan hendaknya bersifat sosiologis, artinya bahan jangan sampai kontroversal
dengn keadaan masyarakat sekitar. Bahan hendaknya bersifat yuridis, artinya bahan yang
disusun jangan sampai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, GBHN, Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 27m28,29, dan 30. Begitu
juga bahan tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lain. Fungsi kurikulum bagi
guru Bagi guru baru, sebelum mengajar pertama-tama yang perlu dipertanyakan adalah
kurikulumnya. setelah kurikulum didapat, pertanyaan berikutnya adalah Garis-Garis Besar
Program Pengajaran. Setelah Garis-Garis Besar Program pengajaran ditemukan, barulah guru
mencari berbagai sumber bahan yang relevan atau yang telah ditentukan oleh Depdiknas.
Sesuai dengan fungsinya bahwa kurikulum adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka guru semestinya mencermati tujuan pendidikan yang dicapai oleh lembaga
pendidikan dimana ia bekerja. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah Bagi kepala sekolah
yang baru, yang dipelajari pertama kali adalah tujuan lembaga yang akan dipimpimnya.
Kemudian mencari kurikulum yang berlaku sekarang untuk dipellajari, terutama pada buku
petunjuk pelaksanaan. Selanjutny a tugas kepala sekolah melakukan supervisi kurikulum.
Fungsi kurikulum bagi masyarakat Kuriulum harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat sekitar. Peranan Kurikulum Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/
madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan
pendidikan. . Oemar Hamalik (Rudi Susilana dkk, 2006: 10-11) mengemukakan terdapat tiga
peranan yang dinilai sangat penting, yaitu: (a) peranan konservatif, (2) peranan kreatif, dan
(3) peranan kritis/evaluatif: Peranan Konservatif. Peranan ini menekankan bahwa kurikulum
sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap
masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Dengan
demikian, peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum, yang
berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan
dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu
tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai nilai
sosial yang hidup di lingkungan masyarakatnya. Peranan Kreatif. Peranan ini menekankan
bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dan kebutuhan kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan
masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa
mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-
pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan
dalam kehidupannya. Peranan Kritis dan Evaluatif. Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya
kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami
perubahan, sehingga pewarisan nilai nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang
terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang
dibutuhkan. Karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang
ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki
peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan
diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol
atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa
kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan. Ketiga
peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat
memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang
menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga
peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses
pendidikan, di antaranya guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat.
Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang
menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-
masing. BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam lembaga pendidikan. Salah satu penentu keberhasilan pendidikan terdapat
pada kurikulum. dan bagus tidaknya kurikulum tergantung kepada perumus kurikulum
sendiri. Kurikulum diharapkan dapat menjadi sarana terciptanya cita-cita/ tujuan pendidikan
nasional, "berkembangnya potensi peseta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab" (Pasal 3 dan
penjelasan atas UU RI No. 20 tahun 2003)11 Saran Kita sebagai calon pendidik harus
mengetahui hakikat dan fungsi kurikulum, karena kurikulum mempunyai peranan penting
dalam keberhasilan pendidikan. Pendidikan akan berhasil jika kurikulum yang disajikan
bagus dan dapat memenuhi kebutuhan peserta didik guna mencapai Tujuan Nasional.

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

I.      PENDAHULUAN
                                           
1.1    Latar Belakang
Dalam melakukan suatu kegiatan pasti akan memerlukan suatu perencanaan dan organisasi
yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur agar dapat mencapai tujuan yang
ditentukan atau yang diharapkan. Demikian pula halnya pendidikan, diperlukan adanya
program yang terencana dan dapat mengantarkan proses pembelajaran atau pendidikan
sampai pada tujuan yang diharapkan. Proses, pelaksanaan, sampai penilaian dalam
pendidikan lebih dikenal dengan istilah “kurikulum pendidikan”.

Dalam dunia pendidikan, kurikulum memunyai peranan yang penting karena merupakan
operasionalisasi tujuan yang hendak dicapai, bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa
melibatkan kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok dalam
pendidikan. Kurikulum sendiri juga merupakan sistem yang mempunyai komponen-
komponen tertentu. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang
berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus
dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang
dirancang dalam bentuk nyata.

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memunyai kedudukan yang sangat strategis dalam
seluruh aspek kegiatan pendidikan. Pendidikan tidak mungkin berjalan dengan baik atau
berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan jika pendidikan tidak dijalankan sesuai
dengan kurikulum. Kurikulum yang dibuat tidak dapat mencapai kesempurnaan jika dalam
penyusunannya, penyusun kurikulum tidak memahami secara utuh hakikat dan fungsi
kurikulum.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan
kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa
memahami konsep dasar dari kurikulum. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait dengan
kurikulum harus mengetahui hakikat kurikulum. Dalam makalah ini akan dibahas tentang
hakikat kurikulum tersebut.

1.2    Rumusan Masalah
Makalah ini memunyai rumusan masalah yaitu sebagai berikut.
1.      Apakah hakikat kurikulum?
2.      Bagaimanakah konsep dasar kurikulum?
3.      Apakah teori kurikulum?
4.      Bagaimanakah proses kurikulum?
5.      Apa sajakah tujuan kurikulum?
6.      Apa sajakah komponen kurikulum?
7.      Apa sajakah jenis-jenis kurikulum?

1.3    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.      Untuk memahami tentang hakikat kurikulum, konsep dasar kurikulum, teori kurikulum,
proses kurikulum, dan tujuan kurikulum.
2.      Untuk menambah pengetahuan tentang komponen kurikulum dan jenis-jenis kurikulum.

II.       PEMBAHASAN

2.1    Hakikat Kurikulum
Istilah “kurikulum”memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran-tafsiran
tersebut berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari
pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae” artinya
jarak yang harus ditempuh seseorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah
jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah
menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari
telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya
mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jenbatan yang sangat
penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu
ijazah tertentu. Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan berikut ini (Hamalik, 2008:16-17).

Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang
harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata
ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai
masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, bakat pengalaman
dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun
secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima oleh akal
dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa,
sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak
pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin banyak pula mata ajaramn yang harus
disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa disekolah (Hamalik, 2008:16-17).
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa yunani yang mula-mula digunakan
dalam bidang olah raga, yaitu kata currure yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan
berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start  sampai dengan finish. Jarak
dari start sampai dengan finish disebut currure.  Atas dasar tersebut pengertian kurikulium
diterapkan dalam bidang pendidikan.

Banyak ahli pendidikan dan ahli kurikulum yang membatasi pengertian kurikulum beberapa
definisi tersebut dirumuskan dengan berbeda meskipun pada initinya terkandung maksud
yang sama. Sebagai gambaran ada beberapa pengertian kurukulum yang dikembangkan oleh
bebrapa orang ahli. Hilda, Taba dalam bukunya, Curriculum Development, Theory and
Practice (1962), mendefinisikan kurikulum sebagai a plan for learning.  J.F Kerr (1966)
mendefinisikan kurikulum sebagai :
“ All the learning which is planned or guided by the school, whether it is carried on in groups
or individually, inside of or outside the school”.
Definisi yang lebih kompleks tentang kurikulum dikemukakan oleh Rene Ochs (1964) yang
dikutipoleh Ariech Lewy (1970) sebagai berikut:
This term often to design aqually a programme for a given subject matter for the entire cycle
or even the whole range of cycles. Further, the term curriculum is somestimes used in a wider
sense to cover the various educational activities through which the content is conveyed as
well as materials used and methods employed.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan aktivitas dan
kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan
sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah. Atas dasar tersebut secara oprasional kurikulum
dapat didefinisikan sebagai berikut.
1.      Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang
dilaksanakan dari tahun ke tahun;
2.      Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan guru dalam melaksanakan
pengajaran untuk siswa-siswanya;
3.      Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari suatu rencana
pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru di sekolah;
4.      Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara penilaian
yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan; dan
5.      Suatu program bpendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Definisi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kurikulum sebagai
program yang direncanakan dan dilaksanakan di sekolah serta kurikulum sebagai program
yang direncanakan dan dilaksanakan secara nyata di kelas.

Ada pakar kurikulum yang mengutarakan bahwa “kurikulum mencakupi maksud, tujuan, isi,
proses, sumber daya, dan sarana-sarana evaluasi bagi semua pengalaman belajar yang
direncanakan bagi para pembelajar baik di dalam maupun di luar sekolah dan masyarakat
melaluipengajaran kelas dan program-program terkait”, dan selanjutnya membatasi “silabus
sebagai suatu pernyataan mengenai rencana bagi setiap bagian kurikulum menesampingkan
unsure evaluasi kurikulum itu sendiri;… silabus hendaknya dipandang dalam konteks proses
pengembangan kurikulum yang sedang berlangsung” (Robertson 1971: 584; Shaw 1977
dalam Tarigan, 1993:5).

Selain itu, masih terdapat bermacam-macam pengertian diberikan kepada istilah kurikulum.
Ada pengertian yang sangat luas dan sebaliknya terdpat pengertian yang sempit. Perkataan
kurikulum bukan perkataan Indonesia asli, tetapi berasal dari bahasa asing, yaitu bahasa
Yunani. Di dalam kamus Webster dalam Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik
(1995:97) terdapat beberapa arti dari kurikulum, di antaranya yaitu sebagai berikut.
1.      Tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh  pelari kereta lomba.
2.      Pelajaram-pelajaran tertentu yang diberikan di sekolah atau perguruan tinggi yang
ditujukan untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.
3.      Keseluruhan pelajaran yang diberikan dalam suatu lembaga pendidikan.

Lazimnya, kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan
proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan berserta staf pengajarnya (Nasution, 2006:5). Pengertian kurikulum yang lebih
luas kemudian diberikan oleh para pendidikan yaitu “segala usaha sekolah untuk
memengaruhi anak belajar, di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di luarnya” atau
“segala kegiatan di bawah tanggung jawab sekolah yang memengaruhi anak dalam
pendidikannya” (Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:97).
Pendapat ini timbul karena para pendidik kini beranggapan, dengan memperhatikan
pengaruh hidden curriculum sangat membutuhkan pemikiran-pemikiran dan pertimbangan-
pertimbangan yang lebih luas dan mungkin biaya yang lebih besar daripada merencanakan
kurikulum yang bersifat tertulis. Yang termasuk hidden curriculum, misalnya dengan
tersedianya ruang perpustakaan yang nyaman dan buku-buku yang lengkap akan dengan
sendirinya meningkatkan gairah membaca murid-murid.

Karakteristik lain dari kurikulum terutama stated curriculum yaitu sebagai berikut.


a.       Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju ke kesempurnaan, sesuai
dengan kubutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
b.      Kurikulum adalah deskripsi atau uraian tentang rencana atau program yang akan
dilaksanakan.
c.       Kurikulum biasanya berisi tentang bermacam-macam bidang studi (areas of learning).
d.      Kurikulum dapat diperuntukkan bagi seorang pelajar saja atau disusun bagi suatu
kelompok yang besar.
e.       Kurikulum selalu berhubungan dengan atau merupakan program dari suatu lembaga
pendidikan (educational centre).
(Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:100).

2.2    Konsep Dasar Kurikulum


Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut
pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus
disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani
Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai
sekarang, yaitu kurikulum sebagai “... a raccecourse of subject matter to be
mastered” (Robert S. Zais, 1976:7 dalam Sukmadinata, 1997:4). Banyak orang tua bahkan
juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang
studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi
pelajaran.

Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi
lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campell dalam
bukku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935), kurikulum ... to be composed
of all the experiences children have under the guidance of teachers. Perubahan penekanan
pada pengalaman ini lebih jelas ditegaskan oleh Roland C. Doll (1974:22 dalam
Sukmadinata, 1997:4):
The commonly accepted definition of curriculum has changed from content of courses of
study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners
under the auspices or direction of the school..
Definisi Doll tidak hanya menunjukan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses,
tetapi juga menunjukan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada
yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi
tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat
berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru,
berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mecakup berbagai
upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang
mendukungnya.

Mauritz Johnson (1967:30 dalam Sukmadinata, 1997:5) mengajukan keberatan terhadap Doll.


Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa
dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum
hanya menggambarkan atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan
dengan tegas antara kurikulum dengan pangajaran. Semua yang berkenaan dengan
perencanaan dan pelasanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi,
termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasi-hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh  siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah ... a structured series of
intended learning outcomes (Johnson, 167:130 dalam Sukmadinata, 1997:5).

Terlepas dari pro dan kontara terhadap pendapat Mauritz Jonhson, beberapa ahli memandang
kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang diantara mereka
adalah Mac Donald (1965:3 dalam Sukmadinata, 1997:5) Menurut dia,  sistem persekolahan
terbentuk atas empat sub sistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum.
Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru
. Belajar ((learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakun siswa sebagai respons
terhadap kegiatan yang diberikan oleh guru.  Keseluruhan pertautan kegiatan yang
memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar mengajar disebut
pembelajaran (intruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi
pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan
kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Menurut Beauchamp (1968:6 dalam
Sukmadinata, 1997:5) “ A curriculum is written document which may contain many
ingredients, but basically it is a plan for the education of pupil during their enrollment in
given school”. Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana
pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, dokumen
tertulisnya saja, melainkan harus dinilai  dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas.
Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan suatu yang
fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur linhkungan
dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen
kurikulum (curriculum document or inert curriculum),  sedangkan yang dioperasikan di kelas
merupakan kurikulum fungsional (functioning, live operative curriculum).
Hilda Taba (1962 dalam Sukmadinata, 1997:6) memunyai pendapat yang berbeda denga
pendapat-pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat itu. Perbedaan antara kurikulum
dan pengajaran menurut dia bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan
cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode khusus menjadi
tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak
pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung
lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.
Bagan 1.2 Kontinum kurikulum dan pengajaran
       Umum jangka
panjang                             khusus jangka pendek
       KURIKULUM                                           PENGAJARAN
Menurut Taba, batas antara keduannya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru. Sebagai
contoh, dalam kurikulum (tertulis), is harus digambarkan serinci, sekhusus mungkin agar
mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum sehingga memungkinkan mencakup
semua bahan yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa serta
kemampuan guru. Kurikulum memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran dikelas,
tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabarkannya.

Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah atau
perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain merupakan
perwujudan  atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut merupakan hasil
pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum. Menurut, Robert S. Zais
(1976:3 dalam Sukmadinata, 1997:6), kurikulum sebagai bidang studi mencakup (1)  the
range of subject metters with which it is concerned (the substantive structure), and (2) the
procedures of inquiry and practice that it follows (the syntactical structure)” Menurut George
A. Beauchamp (1976:58-59 dalam Sukmadinata, 1997:5) kurikulum sebagai bidang studi
membentuk teori kurikulum sebagai ...a set of related statment thet gives meaning to a
schools’s curicculum by pointing up the relationships among its element and by directing its
development, its use, and its evaluation.

Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi (1) konsep kurikulum, (2)
penentuan kurikulum, (3) pengembangan kurikulum, (4) desain kurikulum, (5)  implementasi
dan (6) evaluasi kurikulum.

Selain sebagai bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran
dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem
persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai,
bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran dan jadwal waktu
pengajran. Sebagai suatu sisten, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari
keseluruhan kerangka organisasi  sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum sebagai suatu
sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum , susunan personalia dan
prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi , dan penyempurnaannya. Fungsi
utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan
penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar
kurikulum tetap dinamis.

Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975:60 dalam Sukmadinata,
1997:5) menggambarkan:
...(1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and involvement of
person in curriculum planning, (3) organization for and techniques used in curriculum
planning, (4) actual writing of a curriculum, (5) implementing the curriculum, (6) evaluation
the curriculum, and (7) providing for feedback and modification of the curriculum.
Apa yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukan fungsi tetapi juga struktur
dari sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan pengembangan,
pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.

2.3    Teori Kurikulum
Teori dan praktik haruslah seiring sejalan, saling menunjang, saling menggenapi satu sama
lain. Para pakar teori bekerja sekuat daya menciptakan teori-teori baru dan para pelaksana
menerjemahkannya ke dalam praktik yang nyata. Demikian pula hendaknya dalam teori dan
praktik kurikulum pendidikan dan pengajaran bahasa. Banyak para pakar teori kurikulum
mencoba merekontruksi pandangan-pandangan mengenai upaya karya kurikulum serta
keprihatinan-keprihatinanya yang kebanyakan memang sangat penting dan menonjol.

Artikel yang berjudul “The Practical Uses of Curriculum Theory” disajikan oleh prof.
Elizabeth valance (tip XXI : 4-10 dalam Tarigan, 1993:7). Sebagai pembuka edisi tersebut.
Butir-butir yang dapat dipetik dari artikel tersebut, antara lain :
1.      Penggunaan teori kurikulum memang berbagai ragam, bergantung dari makna khusus
istilah tersebut. Yang paling sesuai dengan tugas kita adalah “teori kurikulum” melibatkan
pemikiran ilmiah yang cermat, unggul terhadap berbagai formulasi yang berbeda-beda, dan
memberikan suatu kumpulan kegiatan yang secara umum bermaksud menjelaskan cara
berpikir kurikulum itu.
2.      Kegunaan praktis teori kurikulum, apabila dibatasi sebagai  suatu kumpulan prinsip
yang koheren, akan lebih terarah kalau teori tersebut berada dalam suatu disiplin tertentu
yang mantap.
3.      Kalau “teori kurikulum” dikacaukan dengan “model-model kurikulum”, maka kegunaan
praktisnya paling sedikit ada dua, yaitu :
(a)    Aplikasi model-model yang ada terhadap situasi-situasi nyata tertentu akan membantu
sang pelaksana/praktisi untuk melihat secara lebih jelas pola-pola yang beroperasi dalam
kelasnya atau dalam pengembangan kurikulum.
(b)   Model-model tidak hanya diterapkan dari situ; para pelaksana secara regular meramunya
dari pengalaman-pengalaman praktis mereka sendiri untuk memahaminya dalam kategori-
kategori informal, hierarki-hierarki, grafik-grafik, atau bentuk-bentuk model lainnya.
4.      Penggunaan praktis teori kurikulum benar-benar menuntut kita untuk melakukan suatu
analisis terhadap situasi-situasi nyata. “Teorisasi” dalam teori kurikulum terjadi pada setiap
tingkat dan dalam setiap makna “teori”.

Prof. William F. Pinar (dari University of Rochester) dan Prof. Madeleine R. Grumet (dari
William Smith College) dalam artikel bersama yang berjudul “Socratic Caesura and the
Theory-Practice Relationshep” (pp. 50-54) dalam Tarigan, 1993:14. Melihat bahwa :
1.      Terlalu sering, teori kurikulum disamakan dengan kebijakan kurikulum, dengan suatu
bentuk idealisme yang nilainya merupakan kapasitasnya yang akan dialihkan secara serta
merta ke dalam/menjadi kegiatan praktis.
2.      Terlalu sering, teori kurikulum dinodai/dicemari oleh kompleksitas kesadaran diri karya
akademik, meremehkan kegiatan praktis untuk memelihara/mempertahankan hak (istemewa)
kelas yang berpegang teguh pada hal-hal yang abstrak untuk memperluas kekuasaan
statusnya.

Prof. Cleo H. Cherryhlomes dari Michigan State University menampilkan artikel “What Is
Curriculum Theory? A Special Problem in Social Theory” (pp. 28-33) dalam Tarigan,
1993:12. Dari artikel tersebut dapat kita petik butir-butir berikut ini :
1.    Teori kurikulum haruslah menangani paling sedikit tiga bidang masalah, yaitu :
(a)      Praktik pendidikan haruslah dijelaskan;
(b)     kriteria etis yang yang diperlukan untuk meningkatkan; dan
(c)      isinya haruslah dikonseptualisasikan. 
2.    Ada beberapa masalah mengenai penjelasan praktik pendidikan :
(a)      Teori-teori dan penjelasan-penjelasannya tidaklah sempurna;
(b)     Makna istilah-istilah teoretis terbaca bagi pertanyaan;
(c)      Aspek lain dari makna istilah-istilah teoretis menimbulkan berbagai isu yang berbeda-
beda;
(d)     Para pakar teori kurikulum haruslah menangani isu ketiga itu yang berkaitan dengan
penjelasan-penjelasan dan masalah-masalah maknanya.
Teori kurikulum haruslah juga memberikan perhatian yang koheren terhadap isi substentif.
Harus disadari benar-benar bahwa sedikit sekali harapan bahwa teori kurikulum akan dapat
bersifat komprehensif pada semua bidang kurikuler. Oleh karena itu, teori kurikulum
janganlah dianggap sebagai suatu pernyataan tetapi sebagai suatu pelacakan dan pencarian.
Sang pelacak atau pencari akan bergerak dari satu masalah, dari satu situasi masalah kepada
situasi masalah lainnya.

Teori kurikulum dalam pendidikan memuat pertimbangan-pertimbangan multi dimensional


yang merupakan sekelompok keputusan tentang tujuan, struktur, pelaksanaa, dan evaluasi
kurikulum maupun sistem persekolahan. Dalam pembicaraan ini akan dibahas empat bagian
pokok yaitu
1.      Konsep
Membicarakan masalah kurikulum pada hakikatnya sama dengan memusatkan pada
pembicaraan yang dimaksudkan oleh Schwab (1969) dalam Subandijah (1993:7) dengan the
unstable but usable arts of the practitioner. Pernyataan ini mengandung maksud, bahwa teori
kurikulum pada dasarnya bukannya hal yang stabil keberadaannya, namun selalu berkembang
mengikuti arus dua arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun demikian
teori kurikulum akan dapat berguna dan memberikan arti penting dalam praktisi, yaitu
mereka yang mengelola sistem pendidikan. Dalam kaitan ini Beauchamp (1975)
menggambarkan teori kurikulum dalam perspektif seperti tertera dalam gambar.
 

Gambar 2.1
Teori
kurikulum
dalam
perspektif
Sumber: George A. Beauchamp. 1975. Curriculum Theory, 3rd. Wilmete. III The Kagg Press

Dari gambar di atas dijelaskan, bahwa secara garis besar ilmu pengetahuan dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu teori-teori tentang kemanusiaan, teori-teori
tentang ilmu sosial, dan teori-teori ilmu alam. Dari ketiga kelompok ilmu murni tersebut akan
kembang teori-teori terapan yang meliputi teori arsitektur, teori rekayasa, teori pendidikan,
teori hukum , dan teori kedokteran. Teori-teori terapan tersebut masing-masing berkembang
dengan memiliki cabang-cabang ilmu misalnya teori pendidikan berkembang menjadi teori
administrasi, teori konseling, teori kurikulum, teori instruksional, dan teori evaluasi. Untuk
perkembangan selanjutnya dari teori kurikulum muncul teori-teori baru yaitu: teori disain dan
teori rekayasa.

Dari bagan tersebut ada dua teori rekayasa, yaitu teori rekayasa yang dihasilkan dari
perpaduan teori tentang kemanusiaan, ilmu sosial dan ilmu alam. Teori ini menelaah tentang
dasar dan aplikasinya dalam usaha perekayasaan teknologi canggih atau teknologi perangkat
keras, misalnya: rekayasa bangunan, rekayasa mesin dan sebagainya. Sedangkan teori
rekayasa dari teori kurikulum merupakan teori rekayasa yang membahas tentang dasar dan
aplikasi perekayasaan, penyusunan dan pengembangan kurikulum untuk maksud membuat
kurikulum yang lebih baik sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan.

Teori kurikulum merupakan bidang yang menyelidiki pembatasan daerah operasi kurikulum.
Oleh karena itu, teori kurikulum dapat juga disebut sebagai litmus test (sesuatu yang
memberikan petunjuk dalam pengoprasian kurikulum sesuai dengan batas bidang
garapannya), sehingga kurikulum yang bersangkutan benar-benar relevan dengan bidang
garapannya.

Pada dasarnya teori kurikulum menuntut pandangan ilmu yang luas, tidak hanya terbatas
pada ilmu pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk menguraikanrentangan relevansi
pertimbangan (pemikiran) terhadap keputusan yang diambil dalm perencanaan sistem belajar,
untuk mengeksplorasi alat-alat yang digunakan dalam pemilihan isi (content) yang relevan
yang didukung dengan metode dan evaluasi yang efektif.

Teori kurikulum lebih dikenakan pada hubungan antara unsur-unsur dari sekolah sehingga
dapat digunakan sebagai pengarahan, pengembangan , penggunaan dan evaluasinya
(Beauchamp (1975) dalam Subanjidah, 1992:10).
Berdasarkan teori tersebut fakta menunjukan bahwa teori kurikulum memiliki fungsi yang
sangat penting dalam kaitannya dengan usaha pelaksanaan kurikulum dalam praktitik
pendidikan di sekolah.
2.      Fungsi Teori Kurikulum
Teori kurikulum memiliki fungsi yang sangat penting dalam kaitannya dengan penyusunan,
pengembangan, pembinaan dan evaluasi kurikulum pada khususnya dan pendidikan pada
umumnya. Dalam kaitannya fungsi kurikulum meliputi
a.       Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan memberikan alternatif secara rinci
dalam perencanaan kurikulum.
b.      Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan keputusan, memilih, menyusun dan
membuat urutan isi kurikulum.
c.       Sebagai pedoman atau dasar bagi evaluasi formatif dan kurikulum yang sedang
berjalan.
d.      Membantu orang (yang berkepentingan dengan kurikulum) untuk mengidentifikasi
kesenjangan pengetahuannya sehingga merangsang untuk diadakannya penelitian lebih
lanjut.

3.      Klasifikasi Teori Kurikulum


Teori kurikulum dapat digunakan untuk melukiskan, menjelaskan dan meramalkan hal yang
harus dilakukan atau kemungkinan baru yang akan terjadi. Di samping itu, teori kurikulum
juga mengadakan analisis tentang keadaan pendidikan dan dampaknya terhadap masyarakat
luas.

Berdasarkan hal tersebut maka teori kurikulum dapat diklasifikasikan menurut sudut pandang
para ahlinya. Seperti John D. McNeil (1990) mengklasifikasikan teori kurikulum atas (1)  soft
curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pada filsafat, agama dan seni, dan (2) hard
curriculum, yaitu kurikulum yang mendasarkan pada pendekatan rasional dan lapangan
(dalam Subandijah, 1992:11-12).
Sedangkan menurut Pinar  teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori tradisionalis,
konseptualis-empiris, dan rekonseptualis. Teori tradisionalis adalah teori yang mementingkan
transmisi sejumlah pengetahuan dan pengembangan kebudayaan agar fungsi masyarakat
berjalan sebagaimana mestinya. Teori konseptualis-empiris adalah teori kurikulum yang
menerapkan metode penelitian dalam sains untuk menghasilkan generalisasi yang
memungkinkan pendidik untuk meramalkan dan mengendalikan apa yang terjadi disekolah.
Sedangkan teori rekonseptualis adalah teori yang menekankan pada pribadi, pengalaman
eksistensial dan interpretasi hidup untuk melukiskan perbedaan dalam masyarakat (dalam
Subandijah, 1992:12).

Ahli lain, yaitu Glatthorn mengklasifikasikan teori kurikulum berdasarkan pada ranah
penyelidikan kurikulum sehingga teori ini dapat dikelompokkan menjadi
a.       Teori yang berorientasi pada struktur
Teori ini berkaitan dengan usaha untuk menganalisis komponen-komponen kurikulum dan
hubungan antar komponen tersebut. Tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan interaksi
atau hubungan komponen kurikulum dengan lingkungan. Teori ini menjelaskan fenomena
kurikulum pada tingkat makro (global) dan tingkal makro (lembaga).
b.      Teori yang berorientasi pada nilai
Teori ini didukung oleh rekonseptualis yang membahas masalah kemanusiaan.
c.       Teori yang berorientasi pada bahan.
Sesuai dengan orientasinya, teori ini berkaitan dengan pemilihan dan pengorganisasian
bahan-bahan kurikulum. Semua kegiatan terpusat pada anak. Dalam perkembangannya
dikenal ada tiga jenis kurikulum yang terpusat pada anak, yaitu:
1.      Pendidikan afektif, yaitu pendidikan yang mengutamakan perkembangan perasaan dan
nilai pada anak.
2.      Pendidikan terbuka, yaitu pendidikan yang mengutamakan perkembangan sosial-
kognitif anak melalui eksplorasi, kegiatan dan pertemuan informal.
3.      Pendidikan perkembangan, yaitu pendidikan yang mengutamakan tingkat
perkembangan anak untuk menentukan status, bahan dan sekuens.
d.      Teori yang berorientasi pada proses.
Teori ini menitik beratkan pada proses pengembangan kurikulum, mengadakan analisis
sistem dan mengadakan pengkajian strategi unsur pembentukan kurikulum.

4.      Corre Curriculum
Core curriculum menunjuk pada suatu rencana yang mengorganisasikan dan mengatur
(scheduling) bagian utama dari program pendidikan umum disekolah (Saylor dan Alexander,
1956 dalam Subandijah 1992:13). Sedangakan Faunce dan Bossing,1951 dalam Subandijah,
1992:14) mendefinisikan bahwa istilah core curriculum menunjuk pada pengalaman belajar
yang fundamental bagi peserta didik, sebab pengalaman belajar didapat dari (1) kebutuhan
atau dorongan secara individual maupun secara umun, dan (2) kebutuhan secara sosial
maupun sebagai warga negara masyarakat demokratis.

Alberty dalam menggunakan istilah core curriculum dan general curriculum dalam


pendidikan digunakan secara simultan yang akhirnya dia berpendapat atas kedua istilah
tersebut dengan sebutan core program.  Dalam kaitannya dengan core program  Alberty
mengajukan enam tipe (jenis) core program, yaitu
a.       Core program terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang masing-masing dapat diajarkan
secara bebas tanpa sistematika untuk mempertunjukan hubungan masing-masing pelajaran
itu.
b.      Core program  terdiri atas sejumlah pelajaran yang dihubungkan satu dengan yang
lainnya.
c.       Core program  terdiri atas masalah yang luas, unit kerja, atau tema yang disatukan,
yang dipilih untuk menghasilkan arti mengajar secara efektif tentang isi pelajaran tertentu,
misalnya matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan sosial.
d.      Core program merupakan mata pelajaran yang dilebur dan disatukan.
e.       Core program merupakan masalah luas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
sosial, masalah minat anak (peserta didik).
f.       Core program merupakan unit kerja yang direncanakan oleh siswa (peserta didik) dsn
guru untuk memenuhi kebutuhan kelompok (Alberty 1953 dalam Subandijah, 1992:14).

Core curriculum memiliki enam karakteristik yang dapat digunakan sebagai bahan dasar
dalam menentukan apakah suatu program pendidikan termasuk dalam core curriculum atau
tidak yaitu
a.       Program kurikulum inti melengkapi pendidikan umum, dan tujuan program adalah
seluas dengan hasil dasar yang dicapai melalui program pendidikan umum.
b.      Kelas dalam kurikulum inti (core curriculum) disusun atau diatur dua atau lebih priode
kelas pada umumnya.
c.       Pengalaman belajar kelompok inti biasanya diorganisasikan berdasarkan pada unit
kerja yang luas dan tidak terikat pada subject matter  (mata pelajaran) tradisional.
d.      Guru kurikulum inti menggunakan metode pengajaran yang lebih fleksibel dan bebas,
dan menggunakan prosedur kelompok kerja sama dalam merencanakan dan melasanakan
kegiatan belajar.
e.       Program kurikulum inti menggunakan berbagai macam pengalaman belajar.
f.       Bimbingan merupakan bagian yang pokok dari kegiatan kurikulum( Saylor dan
Alexander 1956 dalam Subandijah, 1992:15-16).

Disiplin akademik (mata pelajaran) tradisional ini tidak memungkinkan menerima secara
teoritis terhadap nilai yang bersifat edukasional. Broudy, Smith dan Burnett
mengklasifikasikan isi kurikulum kedalam lima kelompok, yang selanjutnya diuraikan
Jenkins sebagai berikut
a.       Bentuk pengetahuan yang digunakan sebagai alat berpikir simbolik, komunikasi
belajar.
b.      Bentuk pengetahuan yang berupa fakta dasar yang sistematis dan hubungan antara fakta
tersebut.
c.       Bentuk pengetahuan yang merupakan informasi yang terorganisasi sepanjang
perkembangan budaya.
d.      Bentuk pengetahuan yang menggambarkan masalah masa depan dan mencoba mengatur
aktivitas yang sesuai dengan aturan sosial (masyarakat).
e.       Sifat integratif dan disiplin inspirasional yang menciptakan sintesa skema nilai dalam
bentuk ilmu filsafat, teologi dan kerja seni (Broudy, Smith dan Burnett 1964 dalam
Subandijah 1992:17).

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengkaji core curriculum (kurikulum inti.


Mendekatan tersebut meliputi
a.       Pendekatan yang berorientasi pada masalah dalam core curriculum diusulkan oleh
Khuckholn dan Strodbeck (1961).
Dalam pendekatan ini mereka mengajukan lima postulat masalah pokok yang dihadapi semua
peserta didik setiap waktu yaitu
1.      Karakter manusia
2.      Hubungan alam dengan manusia
3.      Pandangan manusia tentang waktu
4.      Hubungan manusia dengan kegiatan
5.      Hubungan manusia satu dengan manusia lain.
b.      Pendekatan kultural
Pendekatan kultural core curriculum menyatakan bahwa pertimbangan mengenai kebudayaan
kultur yang merupakan perwujudan dalam semua masyarakat pada setiap waktu dan sekolah
akan menyajikan pandangan yang mutakhir tentang kondisi masyarakatnya. Karena sekolah
memperoleh perlakuan yang bersifat universal ini, kemudian sekolah diberi peluang dalam
mengembangkan kurikulumnya yang berhubungan dengan kekhususan (sifat khas)
lingkungannya (Subandijah, 1992:19-20).

2.4    Proses Kurikulum
Dalam model-model baku proses-proses kurikulum biasanya para perencana kurikulum
bergerak maju secara sistematis dari penaksiran kebutuhan menuju maksud dan tujuan, terus
keperincian isi pengajaran program. Berbicara mengenai proses-proses kurikulum, maka kita
teringat akan model yang diajukan oleh Taba (1962:12 dalam Tarigan, 1993:18 ) yang terdiri
tujuh langkah berikut.
 
Gambar 2.2 Cakupan Telaah Kurikulum Bahasa. (tarigan, 1992:100)

2.5    Tujuan Kurikulum
Tujuan adalah komponen kurikulum yang sering dianggap komponen pertama dalam
menyusun kurikulum karena tujuan akan mengarah penyusunan komponen-komponen
kurikulum lainnya. Tetapi kenyataan lain menunjukkan bahwa banyak para guru atau
penyusun kurikulum yang kurang menyadari ada dan pentingnya peranan tujuan. Mereka
sering tidak menghiraukan komponen tujuan dan tidak pernah merumuskannya.

Bila sudah ada tujuan dalam buku kurikulum, sering-sering rumusannya terlalu umum dan
kurang jelas. Masalah pokok dan paling sukar sehubungan dengan komponen tujuan,
yakni bagaimana menerjemahkan tujuan pendidikan yang sangat umum menjadi tujuan
bersifat khusus dan operasional, artinya tujuan yang benar-benar dapat dicapai oleh murid-
murid di dalam proses belajar dalam kelas.

Untuk memahami asal mula atau bagaimana tersusunnya tujuan kurikulum dari suatu sekolah
(lembaga pendidikan) perlu diketahui tentang sumber-sumber yang membantu. Sumber-
sumber tersebut adalah berupa dasar-dasar kurikulum yakni filsafat dan tujuan pendidikan,
psikologi belajar, faktor anak dan masyarakat.

Pertama, misalnya kita akan menuliskan tujuan kurikulum Sekolah Menengah Pertama di
Indonesia, maka tujuan tersebut harus sesuai sejalan dan sesumber pada tujuan umum
pendidikan di Indonesia.

Agar dapat memahami sifat dan kedudukan tujuan kurikulum suatu sekolah, perlu diketahui
adanya hirarki tujuan pendidikan. Hirarki tujuan pendidikan yang kita kenal, di Indonesia
yaitu sebagai berikut.
1.      Tujuan Umum Pendidikan Nasional
Pendidikan umum dalam istilah ini ditinjau dari scope nasional. Tujuan umum pendidikan
nasional adalah tujuan yang mengandung rumusan kualifikasi umum yang diharapkan telah
dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia setelah menyelesaikan suatu program pendidikan
tertentu. Sumber  tujuan umum ini biasanya terdapat di dalam undang-undang atau ketentuan-
ketentuan resmi tentang pendidikan. Misalnya, tujuan umum pendidikan nasional kita yang
telah digariskan di dalam GBHN dan Undang-Undang Pokok Pendidikan. Tujuan umum ini
harus menjiwai tujuan pendidikan yang lain.
2.      Tujuan Institusional
Tujuan institusional pengkhususan dari tujuan umum dan berisi kualifikasi yang diharapkan
diperoleh anak-anak setelah menyelesaikan studinya dalam suatu institusi atau lembaga
pendidikan tertentu. Rumusan tujuan institusional ini misalnya, seperti yang terdapat di
dalam undang-undang pokok pendidikan No. 12 Tahun 1957 pasal 7.
a.       Ayat 1 : Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak termasuk menentukan
tumbuhnya    rohani dan jasmani kanak-kanak, sebelum dia masuk sekolah dasar.
b.      Ayat 2 : Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menentukan tumbuhnya rohani
dan jasmani anak, memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan
kesukaannya masing-masing dan memberikan dasar pengetahuan, kecakapan dan
ketangkasan, baik lahir maupun batin.
c.       Ayat 3 : Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan vak) bermaksud
melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah rendah
untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai
anggota masyarakat, mendidik tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan
bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat bagi pendidikan dan pengajaran tinggi.
d.      Ayat 4 : Pendidikan dan Pengajaran Tinggi bermaksud memeberi kesempatan kepada
pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang
dapat memelihara kemajuan hidup kemasyarakatan.
e.       Ayat 5 : Pendidikan dan Pengajaran Luar biasa bermaksud memberi pendidikan kepada
orang-orang yang dalam keadaan kekurrangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya
mereka memiliki kehidupan lahir batin yang layak.

Tujuan institusional ini di samping tertulis dalam Undang-Undang biasa terdapat juga dalam
buku pedoman kerja (kurikulum) dari tiap-tiap lembaga pendidikan tertentu dan biasanya
dirumuskan lebih eksplisit, misalnya dalam buku Pedoman dan Kurikulum SMP sebagai
berikut.
“Tujuan Umum Pendidikan di SMP adalah agar lulusan:
a.       Menjadi warga Negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan
batin.
b.      Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di
Sekolah Dasar.
c.       Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tinggi Atas dan
untuk terjun ke masyarakat.

3.      Tujuan Kurikuler (bidang studi)


Tujuan kurikuler adalah tujuan yang akan dicapai untuk tiap-tiap bidang studi tertentu,
misalnya dalam IPA, Bahasa Indonesia, Matematika, mata pelajaran Bahasa Inggris, dan lain-
lain. Setelah anak mengikuti kegiatan kurikuler dalam bidang studi atau mata pelajaran
tersebut, mereka diharapkan memiliki kualitas tertentu.
4.      Tujuan Instruksional
Tujuan ini merupakan suatu rumusan yang melukiskan perubahan yang diharapkan dalam diri
murid bila ia telah menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu. Kegiatan belajar tersebut
berhubungan dengan topik atau sub topik atau unit/subunit dari mata pelajaran tertentu.
Tujuan instruksional ini dapat dijabarkan menjadi beberapa hal yaitu sebagai berikut.
a.       Tujuan Istruksional Umum
Tujuan instruksional umum merupakan pernyataan hasil belajar yang diharapkan dimiliki
oleh murid-murid, tetapi belum dirumuskan, tetapi belum dirumuskan sekhusus-khususnya
dalam  bentuk perubahan tingkah laku murid yang mudah diamati dan tidak menimbulkan
bermacam-macam tafsiran.
b.      Tujuan Istruksional Khusus
Tujuan instruksional  khusus adalah reumusan tujuan yang menggunakan istilah yang
operasional, dirumuskan dari sudut produkbelajar dan sudut perubahan, tingkah laku anak
serta dinyatakan dalam rumusan yang sekhusus mungkin, sehingga tujuan tersebut mudah
dinilai.

Sebagai usaha merumuskan tujuan instruksional sekhusus dan sejelas mungkin, sehingga
bersifat operasional, dirumuskanlah tujuan-tujuan tersebut dalam bentuk tingkah laku khusus
dari anak yang mudah diobservasi dan dievaluasi (behavioral objektive).

Menurut Bloom dalam (,1993:106) mengemukakan adanya tiga macam


bidang (domains) dari tingkah laku manusia, yaitu aspek cognitive (pengenalan,
pengetahuan), affective (perasaan, penghayatan-nilai, sikap)
dan psychomotor (keterampilan).

Selanjutnya pada masing-masing domains masih didiferensiasi menurut intensitasnya. Kedua,


sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan adalah psikologi belajar atau khususnya
teori-teori belajar. Teori-teori belajar yang kita kenal, misalnya:
a.       Teori stimulus dari respons.
Teori stimulus (S) dan Respons (R) sering disebut SAR Bond Teori atau keneksionisme.
Yang dimaksud dengan stimulus adalah perangsang atau situasi di luar individu atau
organisme. Sedangkan repons ialah reaksi sebagai akibat dari stimulus. S-R menunjukan
hubungan antara Stimulus dan Respon, Hubungan antara S-R menjelaskan segala bentuk
belajar pada manusia dan binatang.Contoh analisa belajar berdasarkan teori koneksionisme
ini adalah sebagai berikut: Misalnya, guru mengatakan, berapa 2 x 2 (=stimulus), maka anak
menjawab 4 (=respons). Jasdi, belajar digambarkan sebagai proses asosiasi atau koneksi.
b.      Teori Gestalt
Berlawanan dengan teori assosiasi, teori ini berpendirian, bahwa keseluruhan tidak sama
dengan jumlah bagian-bagiannya. Mengubah bagian akan mengubah keseluruhannya. Dalam
belajar, keseluruhan situasi belajar itu penting. Belajar adalah interaksi yang kontinu antara
organisme atau individu dengan lingkungannya. Hubungan antara organisme dengan
lingkunganya tidak statis melainkan dinamis dan senantisa berubah. Sebenarnya tidak pernah
terdapat suatu situasi yang berulang tak pernah terdapat ulangan dari situasi yang sama.
Situasi dan individu atau organisme tak pernah sama akan tetapi selalu mengalami
perubahan. Seorang belajar jika ia mendapatkan suatu insight atau tilikan atau pemahaman
dalam suatu situasi yang problematis. Dengan insight dimaksud melihat hubungan antara
unsur-unsur dalam situasi itu. Banyak percobaan dilakukan oleh Kohler dengan chimpanse
yang menunjukan timbulnya insight pada kera itu pada waktu ia memahami suatu situasi
problematis. Apa sebenarnya insight itu belum dipahaminya. Selanjutnya teori ini
berpendapat, bahwa dalam proses belajar si pelajar selalu bertindak sebagai keseluruhan yang
berusaha mencapai tujuan dengan menggunakan segala pengalamannya. Jadi belajar itu
adalah proses perkembangan dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan  merupakan suatu proses
yang aktif di mana terjadi suatu interaksi yang kontinu antara organisasi atau individu dengan
lingkungannya.

Tujuan kurikulum berdasrkan teori gestalt, misalnya ialah: agar anak dapat memahami suatu
konsep, agar anak dapat menganalisa suatu problem, dan sebagainya.

Ketiga, sebagai sumber yang membantu dalam perumusan tujuan adalah pemahaman kita
tentang hakikat anak serta realitas hidup kejiwaannya.

Anak adalah faktor utama dalam proses pendidikan. Anaka erat hubunganya dengan
kurikulum. Anak dapat dianggap sebagai konsumen dari kurikulum atau dapat dikatakan
kurikulum merupakan alat untuk membantu perkembangan anak. Kurikulum sekarang
disusun berdasrkan orientasi pada sifat hakikat anak. Proses pendidikan sekarang adalah
child-oriented. Di dalam proses interaksi antara pelajar dan mengajar, proses belajarlah yang
dipentingkan. faktor manusia utama di dalam kelas bukan lagi guru, tetapi murid. Untuk
memahami realitas hidup kejiwaan anak, maka sumbangan psikologi perkembangan adalah
sangat besar

Beberapa realitas kehidupan jiwa maka, misalnya ialah:


1.      Anak adalah individu yang terus menerus tumbuh dan berkembang menuju
kesempurnaan atau kematangan. Proses perkembangan anak tersebut bersifat kontinu namun
cara teoritis proses perkembangan tersebut dapat dibagi-bagi jadi beberapa fase
perkembangan. Pada tiap-tiap fase perkembangan terdapat sifat-sifat yang jelas dan berbeda
dengan sifat-sifat yang jelas dan berbeda dengan sifat-sifat pada fase lainnya. Namun perlu
diingat, bahwa batas antara fase-fase perkembangan tersebut tidak tegas. Perkembangan tetap
merupakan proses kontinu. Proses tersebut berlanjut pada individu yang merupakan sifat-sifat
atau kemampuan pembawaan (kodrat) dan faktor lingkungan, khususnya lingkunagn
pendidikan.
Sebagai contoh pembagaian proses perkembangan menjadi fase-fase perkembangan, adalah
pembagian yang dikemukakan oleh Kohnstamm, sebagai berikut:
a)      Masa Vital (0;0-2;0).
b)      Masa Kanak-kanak (2;0-6;0).
c)      Masa Sekolah (6;0-12;0).
d)     Masa Remaja (12;0-18;0).
e)      Masa Transisi dari remaja ke dewasa (18;0-21;0).
f)       Masa Dewasa (21;0-24;0).
Pada tiap-tiap masa perkembangan, sifat-sifat menunjukkan perbedaan dengan sifat-sifat
masa perkembangannya.
a)      Anakmerupakan individu, perkembangan anak bukanlah perkembangan bagian, atau
fungsi demi fungsi, tetapi merupakan perkembangan yang bulat keseluruhan.
b)      Anak merupakan individu yang berbeda dengan individu yang lain.
c)      Anak adalah individu yang mempunyai motif atau dorongan semua perbuatannya
adalah berdasarkan motif untuk mencapai tujuan tertentu.
a.       Keempat, adalah masyarakat sebagai sumber yang membantu perumusan tujuan
kurikulum. Kurikulum harus berorientasi pada masyarakat.
Sehubungan dengan pengertian tentang masyarakat tersebut, sekolah mempunyai tiga macam
fungsi atau tugas yaitu mewarsikan nilai-nilai kebudayaan masa lalu kepada generasi muda,
membahas, meniali secara kritis dan menyeleksi nilai kebudayaan masa kini untuk
memberikan kecakapan, keterampilan kepada generasi sekarang agar dapat hidup, produktif
dan analisis serta mengembangkan daya cipta untuk memperbaiki keadaan masa kini dan
menciptakan keadaan yang lebih baik untuk masa depan.

2.6    Komponen Kurikulum
Untuk kepentingan pemahaman lebih lanjut tentang kurikulum dan untuk pengembangan atau
penyusunan kurikulum, perlu adanya penyebaran kurikulum dalam bentuk komponen-
komponen.

Salah satu usaha penyebaran ialah membagi kurikulum menjadi empat komponen yaitu
sebagai berikut.
1.      Tujuan (obyektive).
2.      Pengalaman-pengalaman belajar (learning experiences).
3.      Organisasi dari pengalaman belajar (organization of learning experiences).
4.      Penilaian hasil belajar (evaluation of student progress).
Untuk menyusun suatu kurikulum, misalnya dapat dimulai dengan merumuskan tujuannya.
Dengsn terumusnya tujuan kurikulum secara jelas, specific, dan operasional, maka pemilihan
pengalaman belajar yang sesuai bagi murid-murid akan lebih mudah karena tujuan yang akan
dicapai sudah jelas. Usaha selanjutnya adalah mengorganisasikan pengalaman-pengalaman
belajar yang akan berlangsung sebagai langkah terakhir adalah menyusun alat-alat evaluasi
untuk menilai kemajuan-kemajuan yang telah dicapai murid. Perlu diketahui bahwa dalam
menyusun kurikulum tidak harus dimulsi dengan perumusan tujuan, tetapi dapat pula dimulai
dari pemilihan pengalaman belajar atau organisasinya atau evaluasinya.
Adapun komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat macam
komponen yaitu (1) tujuan, (2) materi, (3) metode dan (4) evaluasi.
1.      Komponen Tujuan
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang mesti
dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum, karena melalui tujuan, materi proses dan
evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum. Dimana tujuan
kurikulum dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus. Selain itu pencapaian komponen tujuan kurikulum berakibat langsung
terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
2.      Komponen Materi/Isi
Komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai,
pengalaman, dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna
mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen tujuan dengan komponen materi atau
dengan komponen-komponen yang lainnya haruslah dilihat dari sudut hubungan yang
fungsional. Hubungan fungsional dalam konteks ini adalah hubungan yang didasarkan atas
fungsi masing-masing komponen kurikulum, sehingga salah satu komponen tidak berfungsi
maka dengan sendirinya mengakibatkan komponen yang lain menjadi tidak berfungsi.
3.      Komponen Metode/Organisasi
Komponen metode dibagi atas dua bagian yaitu, komponen metode dalam pengertian luas
dan sempit. Komponen metode dalam arti sempit yaitu berupa penggunaan salah satu cara
dalam mengajar atau belajar. Sedangkan Komponen metode dalam pengertian luas adalah
tidak hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga dipersoalkan mengenai bagaimana
membangun nilai, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan diri anak. Dari komponen
metode kurikulum dalam arti luas, juga dapat mencakup persoalan seperti cara penyampaian
seorang guru, cara memimpin sekolah, cara karyawan bekerja dan cara lain yang saling
terkait yang dilakukan oleh SDM sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh
terhadap pembangunan nilai-nilai yang diajarkan guru kepada siswa. Komponen metode
harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik
dimana berfungsi untuk membuat siswa yang bermutu.
4.      Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang berfungsi untuk mengukur berhasil
atau tidaknya pelaksanaan kurikulum. Memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi
terhadap siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak diluluskan.
Mengingat bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sudah didesain dan
dilaksanakan untuk mencapai target tertentu, maka evaluasi harus didasarkan atas pencapaian
target kurikulum.

Untuk membahas atau menyusun suatu kurikulum perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang
merupakan landasan bagi kurikulum. Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai berikut.
1.      Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Sekolah bertujuan mendidik anak agar ia menjadi manusia dengan “baik” dalam masyarakat.
Apakah yang dimaksud dengan “manusia yang baik” ditentukan oleh cita-cita, nilai-nilai,
negara, dan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya menimbulkan perbedaan dalam
tujuan pendidikan. Pendidikan di negara yang otokratis berlainan coraknya dengan di negara
yang demokratis, pendidikan di negara yang berpaham Kristen tak sama di negara berasaskan
agaman Islam, dan sebagainya. Itu sebabnya maka curriculum bertalian erat dengan filsafat
pendidikan.
2.      Psikologis Belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak itu dapat
dididik. Anak itu dapat belajar. Soal yang penting ialah bagaimanakah anak itu belajar? Teori
tentang belajar atau psikologi belajar juga faktor yang penting dalam kurikulum. Susunan
bahan pelajaran banyak dipengaruhi faktor ini.
3.      Faktor Anak
Sekolah didirikan untuk anak. Oleh sebab itu, anak itu sendiri merupakan suatu faktor yang
tak dapat diabaikan. Pada permulaan abad kedua puluh hak dan pribadi anak sangat
diutamakan. Ada kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan kebutuhan anak
yang disebut child-centered kurikulum yang timbul reaksi terhadap kurikulum yang hanya
member bahan pelajaran yang penting menurut anggapan orang dewasa tanpa menghiraukan
keinginan dan kebutuhan anak sendiri.
4.      Faktor Masyarakat
Kemudian ternyata bahwa child-centered kurikulum yang ekstrim atau berlebih-lebihan itu
tidak dapat dipertahankan. Bagaimanapun juga anak itu harus hidup dalam masyarakat dan
harus memenuhi tugasnya masing-masing, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa
kelak. Tuntutan masyarakat tak dapat diabaikan. Jadi, masyarakat dalam kurikulum ini tak
berarti bahwa hanya kepentingan masyarakat saja diperhatikan, artinya bahwa kurikulum itu
harus semata-mata society-centered. Kini orang mengambil jalan tengah yakni kurikulum
berdasarkan child-in-his-society, di mana dicari keseimbangan antara kepentingan anak dan
masyarakat.

2.7    Jenis-Jenis Kurikulum
Terdapat berbagai ragam kurikulum, hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang. Bila
dipandang dari sudut masa atau orientasi/focus maka kita mengenal dua jenis kurikulum,
yaitu sebagai berikut.
a.       Kurikulum tradisional atau kurikulum yang berpusat/berorientasi pada pengajar;
b.      Kurikulum modern atau kurikulum yang berpusat/berorientasi pada pembelajar. (Nunan
1988:5-6 dalam Tarigan, 1993:19).
Bila dipandang dari sudut sistem nilai pendidikan, maka kita mengenal kurikulum sebagai
berikut.
a.       Kurikulum Humanisme Klasikal
b.      Kurikulum Rekonstruksionisme
c.       Kurikulum Progressivisme (Clark 1987:93-99 dalam Tarigan, 1993:19)
Bila dipandang dari segi teori dan praktiknya, maka kita mengenal kurikulum sebagai berikut.
a.       Kurikulum Teoretis
b.      Kurikulum Praktis (Nunan 1989:144-145 dalam Tarigan, 1993:19)
Bila dipandang dari sudut kejelasan atau keterselubungannya, kita mengenal kurikulum
sebagai berikut.
a.       Kurikulum Nyata (Overt Curriculum)
b.      Kurikulum Terselubung (Hidden Curriculum) (Widdowson 1990:184 dalam Tarigan,
1993:19)
Bila dipandang dari perspektifnya, maka kita mengenal kurikulum sebagai berikut.
a.       Kurikulum Ideal
b.      Kurikulum Formal
c.       Kurikulum Instruksional
d.      Kurikulum Operasional
e.       Kurikulum Eksperiensial (Klein 1983:199 dalam Tarigan, 1993:19)

Kurikulum ideal menggambarkan keyakinan-keyakinan para pakar dalam disiplin-disiplin itu


dan rekomendasi-rekomendasi mengenai hal-hal yang harus dimasukkan di dalam kurikulum
dan bagaimana caranya diimplementasikan. Keputusan-keputusan yang dibuat pada tingkat
ini mencerminkan nilai-nilai pakar pribadi sendiri. Jadi, tidak terdapat consensus, persetujuan
umum, dan tiada upaya untuk memperoleh persetujuan di antara perspektif pada kurikulum
ideal. Sedikit sekali pemikiran yang diberikan kepada pengekangan-pengekangan sumber
daya yang terbatas dan kemauan-kemauan umum yang ditempatkan praktek pendidikan.
Pemikiran seorang pemimpin dalam kurikulumideal tidaklah perlu dipengaruhi oleh
kebutuhan untuk membuat keputusan-keputusan langsung dan praktis kalau memang muncul
atau harus ada pemikiran para pelaksana.
Pemikiran formal terdiri atas harapan-harapan yang terkandung dan keputusan-keputusan
yang dibuat tentang kuriikulum melebihi tingkat kelas oleh insane-inan yang di luar para
pakar. Kurikulum ini memuat bagaimana cara-cara para petugas sekolah, penerbit buku, dan
organisasi-organisasi profesional memandang serta memperlakukan kurikulum. Pendek kata
semua golongan berupaya dari bidang masing-masing untuk menunjang dan menyukseskan
kurikulum formal.

Kurikulum instruksional mencerminkan harapan-harapan, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,


dan perkiraan-perkiraan sang pengajar dalam meladeni para anak didik supaya sukses.
Kurikulum pada tingkat ini bergantung pada kemampuan dan keterampilan profesional sang
pengajar dan persepsi-persepsi pribadinya mengenai pendidikan. Keputusan-keputusan
biasanya dibuat dengan mengingatt suatu kelas khusus dan dengan sejumlah keputusan yang
dibuat pada kurikulum ideal dan kurikulum formal tadi. Sang pengajar secara pribadi atau
secara individual di dalam suatu kelas khusus justru merupakan fokus pada kurikulum
istruksional ini.

Pada kurikulum operasional, sang pengamat mendokumentasikan proses-proses interaktif


yang berlangsung di dalam kelas sebaik kurikulum itu diimplementasikan atau dilaksanakan.
Karena sang pengajar teralalu terlibat atau terlalu aktif berpartisipasi dalam interaksi, maka
agar dapat mendokumentasikan secara sistematis apa yang (sedang) terjadi, maka memang
dibutuhkan tenaga seorang pengamat yang terlatih. Sang pengajar dan para pembelajar
merupakan sasaran utama bagi sang pengamat. Banyak keputusan dibuat sebaik sang
pengajar dan para pembelajar berinteraksi di dalam kelas. Rencana-rencana yang telah dibuat
sebelum pengajar bertemu dengan para pembelajar pun diubah, rencana-rencana baru
berkembang di lapangan  sebaik pengajaran berlangsung. Keputusan-keputusan yang dibuat
pada tingkat interaktif ini turut membatasi perspektif operasional kurikulum.

Dalam kurikulum eksperiensial, perspektifnya dibatasi sebagai hal-hal yang secara actual
dialami oleh pembelajar sebagai suatu akibat atau hasil rencana-rencana kurikulum yang
telah dibuat dan interaksi-interaksi yang terjadi pada tingkat-tingkat lainnya. Sang pembelajar
memilih dan berekasi terhadap yang disajikan berdasarkan minat, nilai, kemampuan, dan
pengalaman sebelumnya. Proses selektif dan reaktif ini berakibat dalam suatu hal unik dan
sampai taraf pengalaman pribadi dari kurikulum eksperiensial bagi setiap pembelajar (Klein,
1983:199-200 dalam Tarigan, 1993:22).

III.       PENUTUP

3.1    Simpulan
Simpulan dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
3.1.1        Kurikulum adalah aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan
bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah.
3.1.2        Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan
kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum
pendidikan dasar, pendidikan menengah atau perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum,
kejuruan, dan lain-lain merupakan perwujudan  atau penerapan teori-teori kurikulum. Bidang
cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi (1) konsep kurikulum, (2) penentuan
kurikulum, (3) pengembangan kurikulum, (4) desain kurikulum, (5)  implementasi dan (6)
evaluasi kurikulum.
3.1.3        Teori kurikulum dalam pendidikan memuat pertimbangan-pertimbangan multi
dimensional yang merupakan sekelompok keputusan tentang tujuan, struktur, pelaksanaa, dan
evaluasi kurikulum maupun sistem persekolahan. Teori kurikulum membahas empat bagian
pokok yaitu (1) konsep, (2) fungsi, (3) klasifikasi, dan (4) kurikulum inti (core curriculum).
3.1.4        Dalam model-model baku proses-proses kurikulum biasanya para perencana
kurikulum bergerak maju secara sistematis dari penaksiran kebutuhan menuju maksud dan
tujuan, terus keperincian isi pengajaran program. Berbicara mengenai proses-proses
kurikulum, maka akan teringat model yang diajukan oleh Taba (1962:12 dalam Tarigan,
1993:18 ) yang terdiri tujuh langkah yaitu (1) diagnosis kebutuhan, (2) perumusan tujuan, (3)
pemilihan isi, (4) penataan isi, (5) pemilihan pengalaman belajar, (6) penataan pengalaman
belajar, dan (7) penentuan objek dan sarana penilaian.
3.1.5        Tujuan adalah komponen kurikulum yang sering dianggap komponen pertama
dalam menyusun kurikulum karena tujuan akan mengarah penyusunan komponen-komponen
kurikulum lainnya. Untuk memahami asal mula atau bagaimana tersusunnya tujuan
kurikulum dari suatu sekolah (lembaga pendidikan) perlu diketahui tentang sumber-sumber
yang membantu. Sumber-sumber tersebut adalah berupa dasar-dasar kurikulum yakni filsafat
dan tujuan pendidikan, psikologi belajar, faktor anak dan masyarakat. Misalnya kita akan
menuliskan tujuan kurikulum Sekolah Menengah Pertama di Indonesia, maka tujuan tersebut
harus sesuai sejalan dan sesumber pada tujuan umum pendidikan di Indonesia. Agar dapat
memahami sifat dan kedudukan tujuan kurikulum suatu sekolah, perlu diketahui adanya
hirarki tujuan pendidikan, yaitu (1) tujuan umum pendidikan nasional, (2) tujuan
institusional, (3) tujuan kurikuler, dan (4) tujuan istruksional.
3.1.6        Kurikulum memunyai empat komponen yaitu (1) tujuan (obyektive), (2)
pengalaman-pengalaman belajar (learning experiences), (3) organisasi dari pengalaman
belajar (organization of learning experiences), dan (4) penilaian hasil belajar (evaluation of
student progress).
3.1.7        Jenis-jenis kurikulum dapat dibedakan atas lima jenis, yaitu (1) berdasarkan
orientasi atau fokus meliputi kurikulum tradisional dan kurikulum modern, (2) berdasarkan
sistem nilai pendidikan meliputi kurikulum humanisme klasikal, kurikulum
rekonstruksionisme, kurikulum progresivisme, (3) berdasarkan teori dan praktek meliputi
kurikulum teori dan kurikulum praktis, (4) berdasarkan kejelasan atau keterselubungannya
meliputi kurikulum nyata dan kurikulum terselubung, dan (5) berdasarkan perspektifnya
meliputi kurikulum ideal, kurikulum formal, kurikulum instruksional, kurikulum opre

Anda mungkin juga menyukai