Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KEPEMIMPINAN DAN BERFIKIR SISTEM KESMAS

PEMBELAJARAN TIM

OLEH :

KELOMPOK 7

1. Nicholas Avorandi Karo Karo 25010116140183 Kelas C 2016


2. Hela Ayu Ramadhan 25010116140185 Kelas C 2016
3. Vita Mardhiyanti Melati 25010116140210 Kelas C 2016
4. Wenta Chris Omega Manik 25010116140224 Kelas C 2016
5. Kirana Smartya Alfidyani 25010116130239 Kelas C 2016
6. Ardhia Amallia 25010116140246 Kelas C 2016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017
PEMBELAJARAN TIM

Pembelajaran dapat dianggap sebagai ‘proses menyelaraskan dan mengembangkan


kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang anggotanya sungguh-sungguh menginginkannya.
Ini didasarkan pada penguasaan pribadi dan visi bersama – tetapi ini tidak cukup. Orang
harus mampu untuk bertindak bersama-sama. Ketika tim belajar bersama, Peter Senge
menunjukkan, tidak hanya akan ada hasil yang baik bagi organisasi, anggota akan tumbuh
lebih cepat dari yang bisa saja terjadi sebaliknya.

Disiplin belajar tim dimulai dengan ‘dialog’, kapasitas anggota tim untuk menangguhkan
asumsi dan masuk ke dalam suatu kesatuan berpikir bersama. Bagi orang Yunani dialog
artinya logos yang berarti bebas-mengalir jika makna melalui kelompok, yang
memungkinkan kelompok untuk menemukan wawasan dan tidak dicapai secara individual.
Itu juga mencakup belajar bagaimana mengenali pola-pola interaksi dalam tim yang
melemahkan belajar. Senge berpendapat, ada kemungkinan untuk menciptakan bahasa yang
lebih cocok untuk menangani kompleksitas, dan berfokus mendalam pada masalah struktural
bukannya dialihkan oleh pertanyaan dari gaya kepribadian dan kepemimpinan. Memang
sepertinya ada penekanan pada dialog dalam karyanya sehingga hampir bisa diletakkan di
samping sistem berpikir sebagai fitur sentral dari pendekatannya.

Dengan adanya proses pembelajaran secara bersama-sama, organisasi telah mempererat


ikatan bagi seluruh anggota didalamnya dengan melakukan dialog dan mentransfer ilmu yang
dimiliki secara perseorangan. Dan dengan adanya dialog tersebut para anggota dapat terus
meningkatkan kompetensinya masing-masing. Peter Senge menyebutkan bahwa, bukan
hanya menciptakan hasil yang baik untuk organisasi, tetapi anggota dengan bersama -sama
dapat lebih cepat menyerap informasi dan tumbuh lebih cepat dari pada melakukan proses
pembelajaran secara pribadi atau perseorangan.

Menurut Bohm, dialog memiliki tujuan untuk membuka inkoherensi dalam pemikiran
kita. Jika seseorang menerima stereotipe dari suatu kelompok tertentu, saat ia mulai
berpartisipasi dalam membentuk interaksi dengan orang lain yang termasuk dalam golongan
stereotipe tersebut.

Dialog merupakan salah satu cara membantu orang untuk melihat sifat mewakili dan
partisipatif dari pemikiran dan untuk menjadi lebih sensitif terhadap dan membuatnya aman
untuk mengakui inkoherensi dalam pemikiran kita. Ketika suatu konflik muncul dalam suatu
dialog, orang cenderung untuk menyadari bahwa ada suatu ketegangan, namun ketegangan
itu muncul secara harafiah dari pikiran kita.

Orang yang terlibat dalam dialog juga mulai mengamati sifat kolektif dari pemikiran.
Kebanyakan pemikiran adalah kolektif asalnya. Jika berpikir kolektif suatu arus yang
bergerak terus , seperti daun-daun yang mengambang pada permukaan kemudian terdampar
di muara. Menurut Bohm, belajar kolektif bisa digunakan untuk menyadari potensi dari
inteligensi manusia. Melalui dialog orang dapat menolong satu sama lainnya untuk menjadi
sadar akan inkoherensi dalam pemikiran masing-masing. Intinya terlebih agar seluruh
partisipan bekerja sama untuk menjadi sensitif terhadap semua bentuk inkoherensi yang
mungkin.

Bohm mengidentifikasikan tiga kondisi dasar yang diperlukan dalam dialog:

1. Semua partisipan harus menunda asumsi mereka,


2. Semua partisipan harus menganggap satu sama lainnya sebagai kolega
3. Harus terdapat fasilitator yang menguasai konteks dari dialog

Menunda asumsi

Tidak dapat dilakukan bila kita sedang membela opini kita, juga tidak dapat dilakukan
bila kita tidak sadar akan asumsi kita sendiri, atau tidak sadar bahwa pandangan kita
berdasarkan pada asumsi daripada fakta yang tidak dapat diubah. Bohm memberi asumsi,
sekali seseorang menanamkan dan memutuskan “memang beginilah adanya” maka aurs dari
dialog terblokir. Dalam dialog, menunda asumsi harus dilakukan secara kolektif.

Melihat satu sama lain sebagai kolega

Berpikiran satu sama lain sebagai kolega adalah penting karena pemikiran adalah
partisipatif. Dialog dapat terjadi apabila sesuatu kelompok orang melihat satu sama lain
sebagai kolega dalam pencarian mutual akan wawasan yang lebih dalam dan akan kejelasan.
Dalam dialog sebenarnya orang merasa seolah-olah mereka sedang membangun sesuatu,
suatu pemahaman baru yang lebih dalam. Serta melihat satu sama lain sebagai kolega atau
teman, sementara mungkin kedengarannya sederhana, terbukti menjadi sangat penting.
Fasilitator yang “Menguasai Konteks” Dialog

Dengan tidak terdapat fasilitator yang terampil, kebiasaan dari pemikiran kita secara
terus menerus menarik kita ke arah diskusi dan menjauh dari dialog. Fasilitator dari sebuah
sesi dialog menjalankan banyak kewajiban dasar dari suatu “fasilitator proses” yang baik.
Fungsi ini termasuk membantu orang mempertahankan kepemillikan dari proses dan
hasilnya, kita bertanggung jawab pada apa yang terjadi. Fasilitator mengatakan hanya apa
yang diperlukan pada tiap titik pada saatnya. Ini memperdalam penghargaan yang lain
terhadap dialog lebih dari penjelasan abstrak mana pun.

Menyeimbangkan Dialog dan Diskusi

Dalam diskusi, pandangan yang berbeda dikemukakan dan dipertahankan, dan


sebagaimana telah dijelaskan cara ini memberikan analisa yang berguna mengenai seluruh
situasi. Dalam dialog, pandangan yang berbeda dikemukakan sebagai cara menuju penemuan
pandangan baru. Bila mereka produktif, diskusi akan bertemu pada suatu konklusi atau pada
rangkaian tindakan. Sebaliknya, bila dialog bersifat divergen mereka tidak mencari
kesepakatan, tetapi pemahaman yang lebih kaya akan isu-isu kompleks.

Refleksi, Mempertanyakan, dan Dialog

Pentingnya membuat pandangan seseorang terbuka terhadap pengaruh dan masalah


mengacaukan model mental kita dengan realita. Bila dialog mengartikulasikan suatu visi unik
dari belajar tim, refleksi dan ketrampilan mempertanyakan mungkin dapat terbukti esensial
untuk menadari visi tersebut. Dialog yang berlandaskan dalam refleksi dan keterampilan
mempertanyakan akan cenderung menjadi lebih dapat diandalkan dan berkurang
ketergantungannya pada keadaan tertentu, seperti zat kimiawinya di antara anggota tim.

BERHADAPAN DENGAN “REALITA SAAT INI” : KONFLIK DAN RUTINITAS


DEFENSIF

Mitos pada umumnya mengatakan bahwa tim yang besar dicirikan dengan tidak adanya
kehadiran konflik. Menurut pengalaman saya, satu dari indikator yang paling dapat
diandalkan dari sebuah tim yang belajar secara terus menerus adalah terlihatnya konflik dari
ide. Dalam tim besar konflik menjadi produktif. Kenyataannya, esensi dari proses “memvisi”
terletak dalam munculnya visi bersama secara perlahan-lahan dari berbagai visi pribadi yang
berbeda. Semakin tinggi visi, maka semakin tidak pasti bagaimana mencapai visi tersebut.

Dalam tim menengah , satu dari dua kondisi biasanya menyelubungi konflik. Dalam
suatu tim juga harus menekan pandangan untuk berpendapat yang dapat menyebabkan
konflik di dalam tim. Karena perbedaan yang terdapat dalam pendapat dapat memecah belah
suatu tim. Rutinitas defensif adalah kebiasaan yang mendarah daging yang digunakan untuk
melindungi diri kita dari rasa malu dan ancaman yang datang dengan membuka pikiran kita.

Masalah yang disebabkan oleh defensif rutin dalam organisasi adalah dimana untuk
memiliki pemahaman yang tidak lengkap atau cacat adalah suatu tanda dari kelemahan, atau
lebih parah lagi. Seringkali seseorang menutupi keadaan sebenarnya sehingga ia terlihat tahu
diatas semua ketidaktahuannya. Sikap defensif seperti itu menjadi suatu bagian yang diterima
dari kebudayaan organisasional.

Konflik antara manajemen ATP, manajemen perusahaan , dan Tabor yang ada ada
pada defensif rutin dan jadi tidak akan pernah terpecahkan . semakin efektif rutinitas defensif
maka semakin insentif mereka menyelubungi masalah yang mendasar, semakin tidak efektif
dalam menghadapi masalah-masalah semakin buruk jadinya.

Terdapat dua area pengungkit defensif rutin :

1. Memperlemah pemecahan simptomatik


Dapat dilakukan dengam menghilangkan ancaman emosional yang semulanya
mendorong respon defensif
2. Memperkuat pemecahan fundamental.

Rutinitas defensif dapat menjadi hal jelek dalam suatu tim. Dalam pengertian ini yang
dapat diambil pengertiannya adalah belajar dalam tim dan membangun visi dari apa yang
benar-benar diinginkan. Rutinitas defensif dapat memberikan tanda pada isu-isu yang sangat
sukit. Terakhir, dengan rutinitas defensif ini cukup menguras energi.

PRAKTEK

 Pembelajaran tim juga merupakan keterampilan tim.


 Tim belajar juga membutuhkan suatu “lapangan” untuk berlatih
Apa itu Praktek ?

 Menurut Donald Schon dalam buku “Praktisi Refelektif”,


 Praktek merupakan eksperimentasi dari pengetahuan yang sudah didapatkan dalam
suatu “Dunia Sesungguhnya”.

Bagaimana cara Berpraktek?

Dalam mengasah kemampuan berpraktek dialog dalam kelompok hal hal yang perlu
diperhatikan antara lain:

1. Membuat semua anggota tim bertindak bersama-sama (membutuhkan satu sama lain)
2. Menjelaskan aturan dasar dari dialog
3. Memperkuat aturan dasar
4. Mendorong anggota tim untuk mengemukakan isu, peka, bersifat konfliktual.

PEMBELAJARAN TIM DISIPLIN KELIMA

Pendekatan yang diambil oleh tim pembelajar terhadap rutinitas defensive secara
intrinsik sistemik. Daripada melihat kedefinisian dalam acuan tingkah laku orang lain,
pengungkit berada dalam mengenali rutinitas defensive sebagai ciptaan bersama dan
menemukan peranan diri sendiri dalam menciptakan dan mempertahankan.

Alat berpikir system juga penting karena pada akhirnya semua tugas utama dari tim
manajemen—mengembangkan strategi membentuk visi, merancang kebijaksanaan dan
struktur organisasional—melibatkan pertarungan dengan kerumitan yang besar.

Pertanggungjawaban yang paling besar dari tim-tim manajemen adalah menghadapi


kompleks, realita dinamis dengan suatu bahasa yang dirancang untuk masalah sederhana dan
statis. Masalah-masalah bersifat majemuk dalam suatu tim silang-fungsional berbeda dengan
tim manajemen , dimana setiap anggota tim membawa model mentalnya sendiri, yiatu
memberi penekanan sebab akibat

Pada saat manajer perusahaan mampu melihat dan mendiskusikan struktur, maka
mereka kaan mampu mengemukakan kekhawatiran mengenai manajemen secara lebih
efektif. Ketika pola dasar system dipergunakan dalam pembicaraan mengenai isu manajemn
yang kompleks dan secara potensial bersifat konfliktual, dapat diandalkan, dan akan
mengobyektifkan pembicaraan mengenai struktur. Tanpa menggunakan bahsa bersama dalam
menghadapi kompelsitas, belajar tim sangat terbatas. Keuntungan dari tim mengembangkan
kelancaran dalam bahasa pola system adalah besar dan kesulitas dalam menguasai bahasa
akan berkurang dalam suatu tim.

Tidak ada cara lain yang lebih efektif untuk mempelajari sebuah bahasa daripada
melakukan dan menggunakannya, dimana hal itu sama dengan suatu tim mulai mempelajari
bahasa dari berpikir system.
DAFTAR PUSTAKA

Peter M Senge. 1996. Disiplin ke Lima : Seni dan Praktek dari Organisasi Pembelajar. Bina
Rupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai