Kelompok 7 Pembelajaran Tim
Kelompok 7 Pembelajaran Tim
PEMBELAJARAN TIM
OLEH :
KELOMPOK 7
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
PEMBELAJARAN TIM
Disiplin belajar tim dimulai dengan ‘dialog’, kapasitas anggota tim untuk menangguhkan
asumsi dan masuk ke dalam suatu kesatuan berpikir bersama. Bagi orang Yunani dialog
artinya logos yang berarti bebas-mengalir jika makna melalui kelompok, yang
memungkinkan kelompok untuk menemukan wawasan dan tidak dicapai secara individual.
Itu juga mencakup belajar bagaimana mengenali pola-pola interaksi dalam tim yang
melemahkan belajar. Senge berpendapat, ada kemungkinan untuk menciptakan bahasa yang
lebih cocok untuk menangani kompleksitas, dan berfokus mendalam pada masalah struktural
bukannya dialihkan oleh pertanyaan dari gaya kepribadian dan kepemimpinan. Memang
sepertinya ada penekanan pada dialog dalam karyanya sehingga hampir bisa diletakkan di
samping sistem berpikir sebagai fitur sentral dari pendekatannya.
Menurut Bohm, dialog memiliki tujuan untuk membuka inkoherensi dalam pemikiran
kita. Jika seseorang menerima stereotipe dari suatu kelompok tertentu, saat ia mulai
berpartisipasi dalam membentuk interaksi dengan orang lain yang termasuk dalam golongan
stereotipe tersebut.
Dialog merupakan salah satu cara membantu orang untuk melihat sifat mewakili dan
partisipatif dari pemikiran dan untuk menjadi lebih sensitif terhadap dan membuatnya aman
untuk mengakui inkoherensi dalam pemikiran kita. Ketika suatu konflik muncul dalam suatu
dialog, orang cenderung untuk menyadari bahwa ada suatu ketegangan, namun ketegangan
itu muncul secara harafiah dari pikiran kita.
Orang yang terlibat dalam dialog juga mulai mengamati sifat kolektif dari pemikiran.
Kebanyakan pemikiran adalah kolektif asalnya. Jika berpikir kolektif suatu arus yang
bergerak terus , seperti daun-daun yang mengambang pada permukaan kemudian terdampar
di muara. Menurut Bohm, belajar kolektif bisa digunakan untuk menyadari potensi dari
inteligensi manusia. Melalui dialog orang dapat menolong satu sama lainnya untuk menjadi
sadar akan inkoherensi dalam pemikiran masing-masing. Intinya terlebih agar seluruh
partisipan bekerja sama untuk menjadi sensitif terhadap semua bentuk inkoherensi yang
mungkin.
Menunda asumsi
Tidak dapat dilakukan bila kita sedang membela opini kita, juga tidak dapat dilakukan
bila kita tidak sadar akan asumsi kita sendiri, atau tidak sadar bahwa pandangan kita
berdasarkan pada asumsi daripada fakta yang tidak dapat diubah. Bohm memberi asumsi,
sekali seseorang menanamkan dan memutuskan “memang beginilah adanya” maka aurs dari
dialog terblokir. Dalam dialog, menunda asumsi harus dilakukan secara kolektif.
Berpikiran satu sama lain sebagai kolega adalah penting karena pemikiran adalah
partisipatif. Dialog dapat terjadi apabila sesuatu kelompok orang melihat satu sama lain
sebagai kolega dalam pencarian mutual akan wawasan yang lebih dalam dan akan kejelasan.
Dalam dialog sebenarnya orang merasa seolah-olah mereka sedang membangun sesuatu,
suatu pemahaman baru yang lebih dalam. Serta melihat satu sama lain sebagai kolega atau
teman, sementara mungkin kedengarannya sederhana, terbukti menjadi sangat penting.
Fasilitator yang “Menguasai Konteks” Dialog
Dengan tidak terdapat fasilitator yang terampil, kebiasaan dari pemikiran kita secara
terus menerus menarik kita ke arah diskusi dan menjauh dari dialog. Fasilitator dari sebuah
sesi dialog menjalankan banyak kewajiban dasar dari suatu “fasilitator proses” yang baik.
Fungsi ini termasuk membantu orang mempertahankan kepemillikan dari proses dan
hasilnya, kita bertanggung jawab pada apa yang terjadi. Fasilitator mengatakan hanya apa
yang diperlukan pada tiap titik pada saatnya. Ini memperdalam penghargaan yang lain
terhadap dialog lebih dari penjelasan abstrak mana pun.
Mitos pada umumnya mengatakan bahwa tim yang besar dicirikan dengan tidak adanya
kehadiran konflik. Menurut pengalaman saya, satu dari indikator yang paling dapat
diandalkan dari sebuah tim yang belajar secara terus menerus adalah terlihatnya konflik dari
ide. Dalam tim besar konflik menjadi produktif. Kenyataannya, esensi dari proses “memvisi”
terletak dalam munculnya visi bersama secara perlahan-lahan dari berbagai visi pribadi yang
berbeda. Semakin tinggi visi, maka semakin tidak pasti bagaimana mencapai visi tersebut.
Dalam tim menengah , satu dari dua kondisi biasanya menyelubungi konflik. Dalam
suatu tim juga harus menekan pandangan untuk berpendapat yang dapat menyebabkan
konflik di dalam tim. Karena perbedaan yang terdapat dalam pendapat dapat memecah belah
suatu tim. Rutinitas defensif adalah kebiasaan yang mendarah daging yang digunakan untuk
melindungi diri kita dari rasa malu dan ancaman yang datang dengan membuka pikiran kita.
Masalah yang disebabkan oleh defensif rutin dalam organisasi adalah dimana untuk
memiliki pemahaman yang tidak lengkap atau cacat adalah suatu tanda dari kelemahan, atau
lebih parah lagi. Seringkali seseorang menutupi keadaan sebenarnya sehingga ia terlihat tahu
diatas semua ketidaktahuannya. Sikap defensif seperti itu menjadi suatu bagian yang diterima
dari kebudayaan organisasional.
Konflik antara manajemen ATP, manajemen perusahaan , dan Tabor yang ada ada
pada defensif rutin dan jadi tidak akan pernah terpecahkan . semakin efektif rutinitas defensif
maka semakin insentif mereka menyelubungi masalah yang mendasar, semakin tidak efektif
dalam menghadapi masalah-masalah semakin buruk jadinya.
Rutinitas defensif dapat menjadi hal jelek dalam suatu tim. Dalam pengertian ini yang
dapat diambil pengertiannya adalah belajar dalam tim dan membangun visi dari apa yang
benar-benar diinginkan. Rutinitas defensif dapat memberikan tanda pada isu-isu yang sangat
sukit. Terakhir, dengan rutinitas defensif ini cukup menguras energi.
PRAKTEK
Dalam mengasah kemampuan berpraktek dialog dalam kelompok hal hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
1. Membuat semua anggota tim bertindak bersama-sama (membutuhkan satu sama lain)
2. Menjelaskan aturan dasar dari dialog
3. Memperkuat aturan dasar
4. Mendorong anggota tim untuk mengemukakan isu, peka, bersifat konfliktual.
Pendekatan yang diambil oleh tim pembelajar terhadap rutinitas defensive secara
intrinsik sistemik. Daripada melihat kedefinisian dalam acuan tingkah laku orang lain,
pengungkit berada dalam mengenali rutinitas defensive sebagai ciptaan bersama dan
menemukan peranan diri sendiri dalam menciptakan dan mempertahankan.
Alat berpikir system juga penting karena pada akhirnya semua tugas utama dari tim
manajemen—mengembangkan strategi membentuk visi, merancang kebijaksanaan dan
struktur organisasional—melibatkan pertarungan dengan kerumitan yang besar.
Pada saat manajer perusahaan mampu melihat dan mendiskusikan struktur, maka
mereka kaan mampu mengemukakan kekhawatiran mengenai manajemen secara lebih
efektif. Ketika pola dasar system dipergunakan dalam pembicaraan mengenai isu manajemn
yang kompleks dan secara potensial bersifat konfliktual, dapat diandalkan, dan akan
mengobyektifkan pembicaraan mengenai struktur. Tanpa menggunakan bahsa bersama dalam
menghadapi kompelsitas, belajar tim sangat terbatas. Keuntungan dari tim mengembangkan
kelancaran dalam bahasa pola system adalah besar dan kesulitas dalam menguasai bahasa
akan berkurang dalam suatu tim.
Tidak ada cara lain yang lebih efektif untuk mempelajari sebuah bahasa daripada
melakukan dan menggunakannya, dimana hal itu sama dengan suatu tim mulai mempelajari
bahasa dari berpikir system.
DAFTAR PUSTAKA
Peter M Senge. 1996. Disiplin ke Lima : Seni dan Praktek dari Organisasi Pembelajar. Bina
Rupa Aksara