Dimensi Pancasila
Fleksibelitas : Mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman
Realitas : Sesuai dengan kenyataan
Idealisme :Nilai yang ada pada Pancasila mengandung kebenaran yang dapat dijadikan
sebagai pandangan hidup dan kepribadian bangsa
Normatif : Sesuai nilai norma
Causa Pancasila :
Kausa materialis
Menurut Arianus Harefa dan Sodialman Daliwu dalam buku Teori Pendidikan Pancasila yang
Terintegrasi Pendidikan Anti Korupsi (2020), kausa materialis atau asal mula bahan, berarti
bangsa Indonesia merupakan asal muasal bahan pembentukan Pancasila.
Kausa formalis Disebut juga asal mula bentuk atau bangun. Artinya bagaimana Pancasila
dirumuskan atau disusun, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Kausa
formalis menjelaskan bagaimana awal mula Pancasila terbentuk atau terbangun. Dalam hal ini,
Ir. Soekarno dan Moh. Hatta, serta BPUPKI sangatlah berperan besar. Ketiga pihak ini menjadi
tokoh utama dalam perumusan serta pembahasan susunan Pancasila, yang hingga saat ini terus
digunakan bangsa Indonesia. Kausa efisien Mengutip dari buku Pendidikan Pancasila (2010)
karya Pandji Setijo,
kausa efisien disebut juga asal mula karya. Artinya bagaimana Pancasila dijadikan dasar filsafat
negara. Dalam hal ini, PPKI menjadi asal mula karya Pancasila. PPKI sebagai pembentuk
negara serta atas kuasa pembentuk negara, akhirnya mengesahkan Pancasila menjadi dasar
negara yang sah. Pengesahan ini dilakukan setelah adanya pembahasan dalam sidang BPUPKI
dan Panitia Sembilan
Kausa finalis Disebut juga asal mula tujuan. Pancasila dirumuskan serta dibahas dalam sidang
pendiri negara. Tujuannya untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Maka kausa
finalis dari terbentuknya Pancasila adalah sebagai dasar negara.
Butir-butir Pancasila :
Sejarah Pancasila :
Berdasarkan Keppres Nomor 24 Tahun 2016, tanggal 1 Juni merupakan salah satu hari
penting dalam kalender bangsa Indonesia. Pasalnya, di tanggal tersebut diperingati sebagai
Hari Lahir Pancasila. Pemilihan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila merujuk pada
momen sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan/BPUPKI) dalam upaya merumuskan dasar negara Republik Indonesia. Badan
ini menggelar sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945. Dalam sidang tersebut, anggota
BPUPKI membahas mengenai dasar-dasar Indonesia merdeka.Dalam
sidang kedua BPUPKI, Soekarno dalam pidatonya yang bertajuk “Lahirnya
Pancasila” berkesempatan menyampaikan gagasannya mengenai konsep awal Pancasila yang
menjadi dasar negara Indonesia tepatnya pada 1 Juni 1945. Pidato ini pada awalnya
disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan
"Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata
pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPKI.Dalam
pidatonya Soekarno menyampaikan ide serta gagasannya terkait dasar negara
Indonesia merdeka, yang dinamai “Pancasila”. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya
prinsip atau asas. Pada saat itu Bung Karno menyebutkan lima dasar untuk negara Indonesia,
yakni Sila pertama “Kebangsaan”, sila kedua “Internasionalisme atau Perikemanusiaan”, sila
ketiga “Demokrasi”, sila keempat “Keadilan sosial”, dan sila kelima “Ketuhanan yang Maha
Esa”.Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan membuat Undang-Undang Dasar yang
berlandaskan kelima asas tersebut, maka Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk sebuah panitia
yang disebut sebagai panitia Sembilan. Berisi Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno
Tjokroseojoso, Agus Salim, Wahid Hasjim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Mr.
AA Maramis, dan Achmad Soebardjo.
UUD
1. Amandemen UUD 1945 yang pertama
Amandemen UUD 1945 yang pertama dilaksanakan pada Sidang Umum MPR 1999
tanggal 14-21 Oktober 1999.
Hasil Amandemen UUD 1945 yang pertama meliputi 9 pasal dan 16 ayat sebagai
berikut:
Hasil Amandemen UUD 1945 yang kedua meliputi 27 Pasal dalam 7 Bab sebagai
berikut:
- Bab VI mengenai Pemerintah Daerah
- Bab VII mengenai Dewan Perwakilan Daerah
- Bab IXA mengenai Wilayah Negara
- Bab X mengenai Warga Negara dan Penduduk
- Bab XA mengenai Hak Asasi Manusia
- Bab XII mengenai Pertahanan dan Keamanan
- Bab XV mengenai Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
Sejarah lahirnya Bela Negara memiliki kaitan dengan sejarah lahirnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Konsep Bela Negara muncul sebagai salah satu bentuk tanggung jawab
warga negara dalam membela negara dan bangsa. Dalam hal ini, Bela Negara diartikan
sebagai sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh rasa cinta dan kesadaran akan
kewajiban membela negara dan bangsa. Lahirnya konsep Bela Negara berkaitan dengan
proses perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan Belanda.
Dalam perjuangan ini, kesatuan dan kerjasama antar warga negara menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, konsep Bela Negara muncul sebagai salah satu bentuk tanggung jawab
warga negara untuk turut serta dalam membela negara dan bangsa.
Fungsi Bela Negara sangat penting dalam mempertahankan negara dan melindungi
warganya. Berikut adalah beberapa fungsi Bela Negara yang penting bagi keamanan negara:
Bela Negara memainkan peran penting dalam mencegah ancaman dari pihak luar. Ini bisa
berupa ancaman militer atau ancaman lainnya yang dapat membahayakan keamanan negara.
Bela Negara juga membantu menjaga stabilitas dalam negeri dengan menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan mempertahankan integritas negara dan
menghindari aksi-aksi yang dapat memunculkan kekacauan dalam negeri.
Tujuan bela negara adalah untuk memastikan keamanan dan kedaulatan negara dan menjaga
stabilitas dan keselamatan negara dan rakyat, tujuan ini mencakup upaya mempertahankan
integritas wilayah negara, melindungi kepentingan nasional, dan menjaga kedaulatan dan
keamanan negara.
Pertahanan Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sishankamrata dengan Tentara
Nasional Indonesia atau TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri sebagai kekuatan
utama. Sementara, rakyat sebagai kekuatan pendukung. Hal tersebut sesuai dengan pasal 30 Undang-
undang Dasar atau UUD 1945. Komponen pertahanan bertugas melancarkan strategi pertahanan negara
dengan menggunakan segenap kekuatan militer dan non militer secara menyeluruh dan terpadu. Strategi
yang dilancarkan oleh komponen pertahanan meliputi strategi penangkalan yang bersifat kerakyatan,
kewilayahan, dan kesemestaan. Sishankamrata juga melibatkan segenap departemen dan lembaga
nondepartemen secara komprehensif untuk ikut serta menjamin keamanan negara. Komponen pertahanan
bertanggung jawab untuk menganalisis misi, mengembangkan tindakan atau course of action atau COA,
dan melaksanakan COA. Keamanan Jika komponen pertahanan lebih memiliki orientasi dalam melindungi
kedaulatan Indonesia dari serangan militer, maka komponen keamanan lebih berorientasi kepada situasi
keamanan domestik. Komponen keamanan meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, serta pelayanan dari aparat penegak hukum kepada masyarakat. Komponen keamanan menjadi
penyokong dari smart security yaitu sistem pengamanan kota modern yang berdasarkan pada kemajuan
teknologi, keterlibatan komunitas, dan keterlibatan mitra keamanan dalam negeri.
Raja atau ratu sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
Setiap anggota kabinet merupakan anggota parlemen terpilih.
Kabinet memiliki hak konstitusional untuk membubarkan parlemen dengan alasan tertentu,
sebelum periode kerjanya berakhir.
Waktu pemilihan umum ditentukan kepala negara berdasarkan masukan perdana menteri.
2. Sistem Pemerintahan Parlementer Semu
Parlementer semu atau quasi parlementer adalah sistem parlemen yang mempunyai peran
penting dalam menentukan kekuasaan pemerintah, meski kedudukannya terbatas.
Sistem pemerintahan quasi parlementer pernah diterapkan di Indonesia pada masa konstitusi
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Presidensial adalah sistem pemerintahan dengan presiden yang memiliki tugas rangkap sebagai
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
1. Pascakemerdekaan (1945-1949)
Bentuk Pemerintahan: Republik
Sistem Pemerintahan: Presidensial
Konstitusi: UUD 1945
Setelah mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia resmi menganut
sistem pemerintahan presidensial karena saat itu kondisi negara masih belum stabil.
Kemudian nama Soekarno ditunjuk sebagai presiden pertama Indonesia, dengan wakil
presidennya Mohammad Hatta.
Di masa pemerintahan itu, UUD 1945 juga ikut disepakati bersama sebagai konstitusi Indonesia
melalui hasil sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 18 Agustus 1945.
Selain itu, hasil KMB tersebut memutuskan bahwa bentuk negara Indonesia menjadi serikat,
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sistem pemerintahan yang dianut RIS bukan parlementer murni, sehingga pada penerapan
praktiknya tidak berjalan baik dan konstitusi RIS hanya berlangsung sebentar.
Keputusan Dekrit Presiden menetapkan konstitusi kembali ke UUD 1945, dan mulai membentuk
MPRS dan DPAS.
Sesuai Dekrit Presiden 1959, maka diberlakukan lagi UUD 1945. Sebab konstitusi tersebut
dinilai mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
Menurut Presiden Soekarno, demokrasi liberal tidak mendorong perbaikan bangsa menuju
bangsa Indonesia yang adil dan makmur.
Orde Baru lahir ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik, sehingga permasalahan
ekonomi di Orde Lama dijadikan isu politik Orde Baru yang berujung demo.
Di era reformasi ini, UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali dan sekarang ini yang
digunakan adalah hasil amandemen sejak 2002.
Sejak saat itu, peraturan pemilihan presiden dilakukan setiap 5 tahun sekali dan pemilu pertama
diselenggarakan pada 2004.