Anda di halaman 1dari 10

Tuhan Versi Pancasila

OPINI Relly Jehato | 1 Juni 2010 | 10:33 4 dari 6 Kompasianer menilai Bermanfaat.
Dalam pidato di hadapan sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945, Bung Karno mengemukakan konsep Indonesia Merdeka. Ia menyatakan bahwa kemerdekaan Indoensia memiliki lima prinsip dasar yang penting.Pertama, prinsip kebangsaan Indonesia. Kedua, prinsip internasionalisme atau perikemanusiaan. Ketiga, prinsip mufakat, perwakilan, permusyawaratan, atau demokrasi. Keempat,prinsip kesejahteraan, keadilan sosial. Kelima, Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Tanggal 1 Juni kemudian diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Salah satu prinsip yang patut kita renungkan adalah prinsip kelima, yang kemudian menjadi sila pertama Pancasila. Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar falsafah negara boleh dikatakan menjadi salah satu ciri khas demokrasi kita. Pengakuan akan Tuhan Yang Esa ini tidak serta merta berarti bahwa Indonesia merupakan negara agama. Pemahaman seperti ini jauh dari maksud yang sebenarnya. Dan sangat keliru kalau kita pahami secara demikian. Konsep Ketuhanan dalam Pancasila tidak lain kecuali pemahaman bahwa negara mengakui dan mendasarkan dirinya pada Yang Esa itu. Yang Esa itu bukan hanya milik agama tertentu saja, atau bukan sesuatu yang eksklusif bagi kelompok tertentu. Yang Esa itu merupakan milik agama-agama dan aliran-aliran kepercayaan masyarakat Indonesia seluruhnya. Dalam perspektif theosentris, keanekaragaman agama dan aliran kepercayaan di tanah air kita menjadi bukti kemajemukan cara menangkap dan memahami Yang Esa itu. Setiap agama dan aliran kepercayaan memiliki cara, paham, ritus, teologi, ajaran, dan kitab suci, masing-masing yang khas. Lalu, kalau demikian apakah Yang Esa yang diyakini agama dan aliran kepercayaan itu sama saja atau Tuhan/Allah yang sama? Pertanyaan tersebut tidak relevan untuk dijawab dan dibahas karena sasaran dari konsep Ketuhanan Pancasila adalah membangun negara dalam konteks kemajemukan agama dan aliran kepercayaan masyarakat Indonesia. Dengan demikian, barangkali bisa dan tepat bila kita katakan bahwa teologi teologi Pancasila merupakan sebetulnya hanya merupakan teologi politik. Teologi yang berorientasi praktis-kenegaraan dan kebangsaan Indonesia. Para bapak bangsa kemudian menguatkan konsep teologi itu dengan memasukkannya ke dalam rumusan konstitusi kita dengan penegasan bahwa negara menjamin kemerdekaan dan kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan mereka. Sejalan dengan kesadaran itu, kita telah mengambil langkah ketika meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia lewat Undang-Undang No 39 Tahun 1999 dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik melalui Undang Undang No 12 Tahun 2005. Regulasi ini lagi-lagi memperkuat jaminan negara atas kebebasan warga memeluk agama dan keyakinan mereka. Bila mengacu kepada teologi Pancasila ini, sudah menjadi kewajiban kita untuk membangun sikap menghargai dan membiarkan agama atau keyakinan lain tumbuh dan berkembang. Itulah inti sikap toleransi. Pada saat yang sama kita sebagai warga negara berhak menuntut dan meminta negara memberikan jaminan, sesuai dengan amanant konstitusi, agar toleransi beragama bisa meletak dalam bumi nyata Indonesia. Bukan hanya dalam angan-angan atau slogan aus. Mari kita menikmati dan mensyukuri kemajemukan kita.

Garuda Pancasila

Garuda Pancasila Garuda Pancasila merupakan lambang negara Indonesia. Lambang ini dicipta oleh Panitia yang diketuai oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Sukarno. Sedangkan Pancasila itu sendiri merupakan dasar falsafah negara Indonesia, kata "Pancasila" terdiri daripada dua patah perkataan bahasa Sanskrit, iaitu paca yang bermaksud "lima" dan la yang bermaksud "prinsip" atau "asas".

Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa o Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab. o Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganutpenganut kepercayaan yang berbeza-beza sehingga terbina kerukunan hidup. o Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. o Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. 2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab o Mengakui persamaan darjah, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. o Saling mencintai sesama manusia. o Mengembangkan sikap bertimbang rasa. o Tidak bersikap sewenang-wenang terhadap orang lain.

Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan. Bangsa Indonesia berasa dirinya sebagai sebahagian masyarakat Dunia Antarabangsa dan dengan itu, harus mengembangkan sikap saling hormatmenghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa yang lain. 3. Perpaduan Indonesia o Menjaga Perpaduan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. o Rela berkorban demi bangsa dan negara. o Cinta akan Tanah Air. o Berbangga sebagai sebahagian daripada Indonesia. o Memajukan pergaulan demi perpaduan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika (bermaksud "berbeza beza, tetapi tetap satu jua"). 4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan o Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. o Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. o Mengutamakan budaya perbincangan atau sepersetujuan dalam mengambil keputusan bersama. o Berbincang atau bermesyuarat sehingga mencapai sepersetujuan, diliputi dengan semangat kekeluargaan. 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia o Bersikap adil terhadap satu sama lain. o Menghormati hak-hak orang lain. o Menolong satu sama lain. o Menghargai orang lain. o Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

o o o o

Makna lambang Garuda Pancasila

Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia o Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila, iaitu: Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Pokok Ara (Beringin) melambangkan sila Perpaduan Indonesia Kepala Banteng (lembu) melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permesyuaratan/Perwakilan Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia o Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah bererti berani dan putih bererti suci o Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa Jumlah bulu melambangkan hari pengisytiharan kemerdekaan Indonesia (17 Ogos 1945), antara lain:

Jumlah bulu pada setiap sayap berjumlah 17 Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8 Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19 Jumlah bulu di leher berjumlah 45 Pita yang dicengkeram oleh burung helang bertuliskan semboyan negara Indonesia, iaitu Bhinneka Tunggal Ika yang membawa pengertian "berbeza beza, tetapi tetap satu jua".

o o o o

Perisai Pancasila menampilkan lima lambang Pancasila Kata Pancasila terdiri dari dua kata dari Sansekerta: paca berarti lima dan la berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia berisi lima butir sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah Perumusan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rumusan-rumusan Pancasila Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[1] Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945. Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :

Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945 Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945 Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949 Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950 Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

Hari Kesaktian Pancasila


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gerakan 30 September Pada tanggal 30 September 1965, adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis. Hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan. Maka 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila, memperingati bahwa dasar Indonesia, Pancasila, adalah sakti, tak tergantikan.

Butir-butir pengamalan Pancasila


Sesuai dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang tercantum pada Tap MPR No. II/MPR/1978, ada 45 butir pengamalan Pancasila.

Sila pertama
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. 6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. 7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila kedua
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. 2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. 3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. 4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. 5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. 6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 8. Berani membela kebenaran dan keadilan. 9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. 10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Sila ketiga
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. 2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. 3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. 4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. 5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. 7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila keempat
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. 2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. 3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. 4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. 6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. 7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. 8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. 9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. 10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Sila kelima
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. 2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. 3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4. Menghormati hak orang lain. 5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. 6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. 7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. 8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. 9. Suka bekerja keras. 10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. 11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Rumusan-rumusan Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah Perjanjian Luhur bangsa Indonesia. Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir. Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.

Rumusan II: Sukarno, Ir.


Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah Pancasila (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila[4].

Rumusan Pancasila [5]


1. 2. 3. 4. 5. Kebangsaan Indonesia Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan [sic!] Mufakat,-atau demokrasi [sic!] Kesejahteraan sosial ke-Tuhanan yang berkebudayaan [sic!]

Rumusan Trisila [6]


1. Socio-nationalisme [sic!]

2. Socio-demokratie [sic!] 3. ke-Tuhanan [sic!]

Rumusan Ekasila [7]


1. Gotong-Royong [sic!]

Rumusan III: Piagam Jakarta


Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama. Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".

Rumusan kalimat [8]


dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat. dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,

[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar[:] [A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab, [A.2] persatuan Indonesia, dan [A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;] serta [B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan dengan penomoran (utuh)


1. 2. 3. 4. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat adalah: 1. 2. 3. 4. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai