Anda di halaman 1dari 11

Pancasila

33 bahasa
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Lihat sumber
 Lihat riwayat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Indonesia

Artikel ini adalah bagian dari seri


Politik dan Ketatanegaraan
Indonesia

Pancasila (filsafat bangsa)

UUD 1945

tampil

Eksekutif

tampil

Legislatif

tampil

Yudikatif

tampil
Pemilu

tampil

Pembagian administratif

Hubungan luar negeri

 Negara lainnya
 Atlas

 l
 b
 s

Untuk yang lain, lihat Pancasila (disambiguasi).

Penggambaran Garuda Pancasila pada poster; setiap sila-sila Pancasila ditulis di samping atau bawah
lambangnya.

Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
bahasa Sanskerta: पञ्च "pañca" berarti lima dan शीला "śīla" berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima ideologi utama penyusun Pancasila merupakan lima sila Pancasila. Ideologi
utama tersebut tercantum pada alinea keempat dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945:

1. Ketuhanan yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sekalipun terjadi perubahan isi dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945,
tanggal 1 Juni diperingati bersama sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sejarah perumusan dan lahirnya Pancasila


Artikel utama: Rumusan-rumusan Pancasila

Perisai Pancasila yang menampilkan lima lambang Pancasila.


Pidato pertama Ir. Soekarno mengenai Pancasila pada 1 Juni 1945

Pada tanggal 1 Maret 1945, dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan


Kemerdekaan Indonesia, yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung
(K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya, Dr. Radjiman
mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota sidang bahwa apa dasar Negara
Indonesia yang akan kita bentuk ini.[1]
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat
usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Mohammad Yamin merumuskan Lima Dasar saat
berpidato pada 29 Mei 1945. Rumusan tersebut di antaranya: perikebangsaan,
perikemanusiaan, periketuhanan, perikerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. [2] Ia
mengatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah,
peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang
di Indonesia. Namun, Mohammad Hatta, dalam memoarnya, meragukan pidato
Yamin tersebut.[3]
Pancasila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato
spontannya yang kemudian dikenal dengan judul Lahirnya Pancasila.[4] Soekarno
mengemukakan gagasan dasar negaranya, yang ia namakan "Pancasila". [5] Gagasan
tersebut di antaranya: kebangsaan Indonesia atau nasionalisme, kemanusiaan atau
internasionalisme, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, serta ketuhanan
yang berkebudayaan.[butuh rujukan] Nama "Pancasila" diucapkan oleh Soekarno dalam
pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya: [6]
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat,
kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma,
tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya
ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita
mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu panitia kecil untuk
merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato yang
diucapkan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, serta menjadikan dokumen tersebut
sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka. Dari panitia kecil
tersebut, dipilih sembilan orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk
menyelenggarakan tugas tersebut. Rencana mereka disetujui pada tanggal 22 Juni
1945, yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.
Setelah rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi, beberapa
dokumen penetapannya ialah:

 Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni 1945


 Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 -–tanggal 18 Agustus
1945
 Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal
27 Desember 1949
 Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal
15 Agustus 1950
 Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan
suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli
1959)
Pada tanggal 1 Juni 2016, presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus
menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017. [7]

Hari Kesaktian Pancasila


Artikel utama: Hari Kesaktian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965, terjadi suatu peristiwa yang dinamakan Gerakan
30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah
lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di belakangnya.
Akan tetapi, otoritas militer dan kelompok keagamaan terbesar saat itu menyebarkan
kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila
menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia, dan
membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam jenderal dan satu kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh
oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak
yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer
Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai
Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan
sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Fungsi dan kedudukan Pancasila


Berikut ini adalah beberapa fungsi dan kedudukan Pancasila bagi negara kesatuan
Republik Indonesia.[8]

1. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia: sebagai nilai-nilai kehidupan


dalam masyarakat bangsa Indonesia melalui penjabaran instrumental
sebagai acuan hidup yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai serta
sesuai dengan napas jiwa bangsa Indonesia dan karena Pancasila lahir
bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia.
2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia: merupakan bentuk
peran dalam menunjukan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat
di bedakan dengan bangsa lain, yaitu sikap mental, tingkah laku, dan amal
perbuatan bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia: merupakan
kristalisasi pengalaman hidup dalam sejarah bangsa Indonesia yang telah
membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai norma, dan etika yang telah
melahirkan pandangan hidup.
4. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia: untuk mengatur tatanan
kehidupan bangsa Indonesia dan negara Indonesia, yang mengatur semua
pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia sesuai Pancasila.
5. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi negara
Republik Indonesia:[9] sebagai segala sumber hukum di negara Indonesia
karena segala kehidupan negara Indonesia berdasarkan Pancasila, itu juga
harus berlandaskan hukum. Semua tindakan kekuasaan dalam masyarakat
harus berlandaskan hukum.
6. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu
mendirikan negara: karena pada waktu mendirikan negara Pancasila adalah
perjanjian luhur yang disepakati oleh para pendiri negara untuk dilaksanakan,
pelihara, dan dilestarikan.
7. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia: karena dalam
Pancasila, mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia adalah
menjadikan Pancasila sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa.

Butir-butir pengamalan Pancasila


Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 [10]

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban


antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Mengembangkan sikap menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain,
karena bangsa Indonesia adalah bagian dari seluruh umat manusia.
3. Persatuan Indonesia

1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa


dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta tanah air dan bangsa.
4. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan

1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.


2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Meliputi semangat kekeluargaan untuk mencapai mufakat dalam
musyawarah.
5. Menerima dan melaksanakan hasil musyawarah dengan iktikad yang baik
dan lapang dada.
6. Melakukan musyawarah dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap


dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka menolong kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah dan berfoya-foya.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai dan mengapresiasi hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Berdasarkan ketetapan MPR no. I/MPR/2003
Sila pertama
Bintang

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap


Tuhan Yang Maha Esa.
2. Percaya dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3. Menghargai dan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dengan
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua

Rantai

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan


martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, kewajiban, dan hak asasi setiap manusia tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Tidak bersikap semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan
bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon Beringin

1. Mampu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan dan


keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup rela berkorban demi kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat

Kepala Banteng

1. Sebagai warga dan masyarakat negara Indonesia, setiap manusia memiliki


kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Menjalankan musyawarah dengan semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
6. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah dengan iktikad
baik dan rasa tanggung jawab.
7. Mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan dalam musyawarah.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
9. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia,
nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan
demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dapat dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima

Padi dan Kapas


1. Mengembangkan sikap perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan, gaya
hidup mewah, dan berfoya-foya.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan dan pihak umum.
9. Gemar bekerja keras.
10. Mengapresiasi hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Gemar melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.

Penafsiran
Seorang Panglima[siapa?] Kodam I/Bukit Barisan menggambarkan Pancasila sebagai
bentuk sosialisme religius.[11]

Kritikan
International Humanist telah mengkritik sila pertama karena tidak mendefinisikan hak
untuk atheisme.[12]
Kritik terhadap Pancasila dilarang oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), sebab Pancasila terdapat dalam lambang negara Indonesia. Menurut UU
no. 24 tahun 2009 pasal 68,[13] penghinaan terhadap Pancasila dapat diberikan
sanksi maksimal 5 tahun penjara atau denda maksimal 500 juta rupiah.
Pada tahun 2018, Muhammad Rizieq Shihab didakwa berdasarkan 154a dan 320
KUHP atas penghinaan terhadap ideologi dan fitnah negara. [14][15]

Psikologi Pancasila
Sikap dan perilaku ber-Pancasila diharapkan dari setiap warga negara Indonesia.
Psikologi sebagai ilmu jiwa dan tingkah laku berperan dalam menjelaskan dan
meramalkan sikap dan perilaku ini melalui riset empiris. Sejumlah studi tentang
psikologi Pancasila telah dilakukan di Indonesia. Studi paling awal tentang uji
psikometris validitas konkuren keber-Pancasila-an menghasilkan bukti bahwa
pengukuran perilaku untuk Sila pertama hingga Sila kelima Pancasila bersesuaian
masing-masing dengan pengukuran (1) sikap terhadap Tuhan, (2) identifikasi
dengan kemanusiaan, (3) patriotisme, (4) dukungan terhadap prinsip-prinsip
demokrasi, dan (5) humanitarianisme.[16] Pengukuran keber-Pancasila-an juga
sejalan dengan keutamaan karakter berupa transendensi, kemanusiaan, keberanian,
kendali diri, dan keadilan.[17] Hasil studi psikologis juga menunjukkan bahwa identitas
religius bukan melunturkan melainkan menguatkan keber-Pancasila-an remaja
Indonesia.[18]

Anda mungkin juga menyukai