Anda di halaman 1dari 4

Agama

221 bahasa
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Lihat riwayat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk genus reptil, lihat Agama (reptil).
Untuk kegunaan lain, lihat Agama (disambiguasi).

Berbagai macam simbol agama.

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan


kepada Tuhan (atau sejenisnya) serta tata kaidah yang berhubungan
dengan adat istiadat, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan
tatanan kehidupan, pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh adat istiadat daerah
setempat. Pada zaman sejarah adat menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-
ajaran agama[1]. Sementara agama susah untuk didefinisikan, sebuah model standar
dari agama, digunakan dalam perkuliahan religious studies, diajukan oleh Clifford
Geertz, yang dengan sederhana menyebutnya sebagai sebuah "sistem kultural".
[2]
 Sebuah kritikan untuk model Geertz oleh Talal Asad mengategorikan agama
sebagai "sebuah kategori antropologikal." [3] Banyak agama memiliki mitologi, simbol,
dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna, tujuan hidup dan
asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka
tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum
adat, atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200
agama di dunia.[4]
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan,
mendefinisikan tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-
tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah,
peringatan atau pemujaan terhadap tuhan, dewa atau dewi,
pengorbanan, festival, pesta, trans, inisiasi, cara
penguburan, pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, atau aspek lain dari
kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.[5]
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem
kepercayaan, atau kadang-kadang mengatur tugas. [6] Namun, menurut
ahli sosiologi Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi karena
merupakan "sesuatu yang nyata sosial". [7] Émile Durkheim juga mengatakan bahwa
agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan
dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global
2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai
beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan
9% pada keyakinan agama dari tahun 2005.[8] Rata-rata, perempuan lebih religius
daripada laki-laki.[9] Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa
prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-
prinsip agama mereka mengikuti cara tradisional yang memungkinkan untuk terjadi
unsur sinkretisme.[10][11][12]

Etimologi[sunting | sunting sumber]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah pengatur (sistem) yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan keyakinan serta pengabdian kepada
Sang Pencipta Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal
dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "Cara Hidup".[13] Kata lain untuk
menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya
dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa
Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau
dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (kemudian
selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti "ketekunan").[14][15] Max Müller
menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India,
sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam
sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai
"hukum".[16]
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama",
tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan
beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai
contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama",
juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-
konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis.
Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan
universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen
dari kekuasaan.[17][18]
Tidak ada kata yang setara dan tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani,
dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara identitas keagamaan
nasional, ras, atau etnis.[19] Salah satu konsep pusat adalah "halakha", kadang-
kadang diterjemahkan sebagai "hukum",yang memandu praktik keagamaan dan
keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga
didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata. [20]
Definisi[sunting | sunting sumber]

Kegiatan keagamaan di seluruh dunia

Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan menyeluruh. Definisi
ini diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan
kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama
agama itu. Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur
kehidupan rohani manusia. Untuk itu, terhadap apa yang dikenal sebagai agama-
agama, perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan
keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar
dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga.
Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa
manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain
atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng
Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan
dengan cara menghambakan diri, yaitu menerima segala kepastian yang menimpa
diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan; dan menaati segenap ketetapan,
aturan, hukum, dan lain-lain yang diyakini berasal dari Tuhan.
Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam
pengertian agama terdapat tiga unsur, yaitu manusia, penghambaan, dan Tuhan.
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian
tersebut dapat disebut agama.
Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup, yakni bahwa
seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya.
Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan
sebagainya ditentukan oleh aturan/tata cara agama.
Definisi menurut beberapa ahli[sunting | sunting sumber]
 Di Indonesia, istilah agama digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui
resmi oleh negara, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budhisme,
dan Khonghuchu. Sedangkan semua sistem keyakinan yang tidak atau belum
diakui secara resmi disebut “religi”.[21]
 Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan
manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan
lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem
keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu
kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan
terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para
penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan
mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di
dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari
sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang
bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan
para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai
kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya. [22]

Anda mungkin juga menyukai