Anda di halaman 1dari 129

BAB I

AGAMA

A. PENDAHULUAN
Merumuskan pengertian agama bukanlah suatu perkara mudah karena agama disamping
berkaitan dengan asal-usul manusia dan penciptaan segala sesuatu. Agama itu lahir dalam
sejarah hidup manusia dan merupakan pengalaman manusia yang lahir dalam konteks yang
berbeda dalam menanggapi keberadaannya dihadapan Sang Pencipta dan alam semesta. Agama
merupakan suatu yang utama dalam hakikat manusia dan merupakan hak yang paling azasi dan
hakiki. Ketidak sanggupan manusia untuk mendefinisikan agama dengan mudah karena
disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Karena itu tidak mengherankan jika secara internal  muncul pendapat-
pendapat yang secara apriori bahawa dalam hubungan manusia dengan Sang Pencipta
menyatakan bahwa agama tertentu saja yang dianggab sebagai satu-satunya agama yang
dianggap dari Tuhan, meskipun dalam waktu yang bersamaan menyatakan bahwa masing-
masing agama mengklaim bahwa agamanya berasal dari Tuhan. Disisi lain muncul pandangan
bahwa ada agama yang sebenarnya tidak dikategorikan agama, karena syarat-syarat untuk
menyatakan sesuatu agama telah didefinisikan oleh tokoh-tokoh tertentu. Disamping itu ada
pandangan seakan-akan mengatakan agama-agama tertentu merupakan satu sumber rumpun
yang sama yaitu Jahudi, Kristen dan Islam karena memang dipandang berasal dari satu nabi
yang sama.(?)
B. LATAR BELAKANG
Ditengah-tengah kelompok berkembangnya agama, masih ada yang menganut paham
akan tidak adanya pencipta(Tuhan yang maha Esa) yang beranggapan dunia dan isinya terjadi
dengan sendiri tanpa ada yang mencipta. Menurut teori Evolusi [yang sampai kini belum ada
bukti-bukti utuh dan lengkap tentang kebenarannya], manusia modern atau homo sapiens ada
karena suatu proses perkembangan yang panjang dan dalam rentang waktu lama. Proses panjang
dan lama itu terjadi karena manusia berkembang dari organisme sederhana menjadi makhluk
yang relatif sempurna; dan segala sesuatu yang bertalian dengan manusia serta kemanusiaannya
juga berkembang karena adanya proses evolusi. [Dan dalam kenyataannya, evolusi hanya
merupakan teori]
Akan tetapi, menurut Kitab Suci Agama-agama, manusia, alam semesta, dan segala
sesuatu adalah hasil ciptaan TUHAN Allah; hasil ciptaan yang penuh dengan kesempurnaan.

1
Karena kesempurnaan itu, manusia mampu bertambah banyak karena di dalam diri mereka
tertanam naluri bertahan hidup serta kemampuan reproduksi. Di samping itu, manusia juga
dilengkapi dengan berbagai kemampuan serta kreativitas (penggagas Teori Evolusi pun, tidak
pernah bisa menjawab siapa yang telah melengkapi manusia dengan berbagai kemampuan serta
kreativitas tersebut), sehingga mampu beradaptasi dengan seluruh situasi dan kondisi hidup dan
kehidupannya; bahkan menjadikan segala sesuatu di sekitarnya menjadi lebih baik serta memberi
kenyamanan padanya.
Kemampuan dan kreativitas itu, menjadikan manusia mempunyai keinginan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya. Sehingga, yang tadinya mempunyai pola
nomaden, lambat laun menetap kemudian membangun komunitas pada suatu lokasi dengan
batas-batas geografis tertentu. Dalam batas-batas geografis itu, mereka semakin bertambah
banyak serta mampu membangun komunitas masyarakat dengan berbagai aspek yang bertalian
dengannya.
Salah satu aspek yang biasanya ada dalam suatu komunitas masyarakat adalah cara-cara
penyembahan kepada kekuatan lain di luar dirinya. Hal itu terjadi karena manusia mempunyai
naluri religious (semen religious) yang universal artinya bahwa dalam diri setiap manusia
terdapat perasaan ingin berhubungan dengan Tuhan sang Pencipta) bahkan dalam diri manusia
itu ada suatu perintah yang pasti (categorical Imperative) . Kekuatan lain di luar diri manusia itu
bersifat Ilahi, supra natural, berkuasa, mempunyai kemampuan maha dasyat, sumber segala
sesuatu, dan lain-lain. Ia adalah Kekuasaan Yang Tertinggi melebihi apapun yang ada di alam
semesta. Akan tetapi, manusia tidak mampu menggambarkan bentuk-bentuk konkrit dari apa
yang mereka sembah sebagai Kekuasaan Yang Tertinggi itu. Komunitas tersebut mempunyai
keyakinan bahwa Yang Maha Kuasa itu ada, dihormati, disembah, ditakuti; kemudian diikuti
dengan memberi persembahan korban kepadanya.
Pemahaman manusia tentang agama itu sendiri memiliki hakikat ,kondisi, sistim , tatacara dan
proses serta tujuan yang berbeda-beda, pengertian yang berbeda-beda serta berkembang
diseluruh peradaban kehidupan manusia sejak manusia itu ada.
Kondisi seperti itu menimbulkan istilah yang sangat luas dalam agama sehingga ada
sebutan agama primitive dan agama modern, agama suku dan agama universal, agama Barat dan
agama Timur, agama Lapis Atas dan agama Lapis Bawah dan lain-lainnya.

2
C. PENGERTIAN AGAMA .
Untuk menjelaskan pengertian agama, kita harus melihat beberapa sudut pandang, baik
arti leksikal (kamus) etimologis (asal usul katanya) ,pandangan kebudayaan, sosiologi dan
pandangan umum dan khusus. Mari kita lihat pengertian walaupun secara ringkas.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan
kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Agama menurut asal- usul katanya atau etimologi dalam bahasa Sanskerta, Kata agama terdiri
dari dua suku kata, yaitu kata “ a” = tidak; dan “gama” = kacau. Agama artinya tidak kacau; atau
adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Kata "agama"
berasal dari bahasa Sansekerta dalam ktab sundarigama adalah kata ”āgama” yang berarti
"tradisi"dalam arti norma atau hukum.
Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah “ religi “ yang berasal dari
bahasa Latin ‘ religio’ dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali" ;”
terikat kepada sesuatu’
“ atau mengikatkan diri”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada
Tuhan. Jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan
hubungannya dengan yang Ilahi (Tuhan).
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri
orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (yang supra natural) dan berfungsi agar
dirinya dan masyarakat memperoleh keselamatan. Agama merupakan suatu sistem sosial yang
dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat manusia (pendiri atau pengajar utama
agama) untuk berbhakti dan menyembah Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan
perintah, hukum, kata-kata yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya. Perintah
dan kata-kata tersebut mempunyai kekuatan Ilahi sehingga dapat difungsikan untuk mencapai
atau memperoleh keselamatan [dalam arti seluas-luasnya] secara pribadi dan masyarakat.
Dari sudut kebudayaan, agama adalah salah satu hasil budaya. Artinya, manusia
membentuk atau menciptakan agama karena kemajuan dan perkembangan budaya serta
peradabannya. Dengan itu, semua bentuk-bentuk penyembahan kepada Ilahi [misalnya
nyanyian, pujian, tarian, mantra, dan lain-lain] merupakan unsur-unsur kebudayaan. Dengan
demikian, jika manusia mengalami kemajuan, perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan
kebudayaan, maka agama pun mengalami hal yang sama. Sehingga hal-hal yang berhubungan
dengan ritus, nyanyian, cara penyembahan [bahkan ajaran-ajaran] dalam agama-agama perlu
diadaptasi sesuai dengan sikon dan perubahan sosio-kultural masyarakat.
3
Sedangkan kaum agamawan (ahli-ahli agama) berpendapat bahwa agama diturunkan
TUHAN Allah kepada manusia. Artinya, agama berasal dari Allah; Ia menurunkan agama agar
manusia menyembah-Nya dengan baik dan benar; ada juga yang berpendapat bahwa agama
adalah tindakan manusia untuk menyembah TUHAN Allah yang telah mengasihinya.
Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi
yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada
manusia; upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritus (upacara keagamaan)[secara pribadi
dan bersama] yang ditujukan kepada Ilahi.
Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah.
Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan
Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya.
Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang
merupakan pemahaman iman Kristen mengenai Agama.

D. DEFINISI AGAMA
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama
yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang
dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara
menghambakan diri, yaitu:
- menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal
dari Tuhan.
- menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan.
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan
manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia,
penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok
pengertian tersebut dapat disebut agama.
Dari uraian diatas maka agama dapat diuraikan beberapa definisi , anatara lain:
1. Agama ialah percaya adanya TUHAN, dewa, Ilahi; dan manusia yang percaya tersebut,
menyembah serta berbakti kepada-Nya, serta melaksanakan berbagai macam atau
bentuk kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
2. Agama adalah cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia terhadap sesuatu Yang
Dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan serta alam semesta; cara-cara
4
tersebut bervariasi sesuai dengan sikon hidup dan kehidupan masyarakat yang
menganutnya atau penganutnya.
3. Agama ialah percaya adanya TUHAN Yang Maha Esa dan hukum-hukum-Nya.
Hukum-hukum TUHAN tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusan-utusan-
Nya; utusan-utusan itu adalah orang-orang yang dipilih secara khusus oleh TUHAN
sebagai pembawa agama. Agama dan semua peraturan serta hukum-hukum keagamaan
diturunkan TUHAN (kepada manusia untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan
akhirat).

E. AGAMA-AGAMA SUKU
Agama Suku adalah bentuk-bentuk atau cara-cara penyembahan yang ada pada suatu
suku dan sub-suku; kerohanian khas pada suatu bangsa, suku, dan sub-suku; berasal dari antara
mereka sendiri, serta tidak dipengaruhi atau meniru dari komunitas ataupun orang lain. Ciri-ciri
yang ada pada agama asli antara lain,

- terikat pada lokasi atau tempat bangsa ataupun suku dan sub-suku hidup dan
berkembang; misalnya diseputar lembah atau pegunungan, daerah pedalaman serta
terpencil, dan lain sebagainya; sehingga terbatas pada masyarakat dalam komunitas
atau lingkungan tertentu
- dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan beberapan suku;
- mempunyai atau adanya banyak larangan-larangan, tabu, benda-benda dan tempat-
tempat keramat serta dianggap suci; tempat-tempat keramat tersebut biasanya
difungsikan juga sebagai pusat kegiatan penyembahan atau ritus;
- pada umumnya berhubungan dengan alam [misalnya benda-benda langit; pohon,
gunung, gua, dan lain-lain]; bersifat spiritisme [adanya roh-roh pada benda-benda di
alam semesta], animisme [adanya nyawa atau jiwa pada benda-benda tertentu],
dinamisme [adanya kekuatan dan kuasa pada semua makhluk], totemnisme [adanya
hubungan antara manusia dengan binatang tertentu].
Hubungan erat antara masyarakat [penganut agama suku] dengan alam terjadi karena anggapan
bahwa pada alam ada atau berdiam [tinggal] pribadi yang mempunyai kekuatan dan kuasa.
Sebagai pribadi, alam juga tidak mau diganggu atau dirusak oleh manusia. Dalam konsep
agama-agama suku, jika pribadi pada alam tersebut diganggu [mendapat gangguan], maka Ia
akan mendatangkan murka pada manusia. Dan juga hubungan itulah, yang seringkali menjadikan
mereka lebih memperhatikan dan menjaga keselarasan hidup dengan lingkungan.
5
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan hidup dan kehidupan, pemikiran dan
pemahaman manusia tentang siapa Yang Ilahi yang disembah semakin maju. Pada
perkembangan selanjutnya, model atau cara-cara penyembahan pada agama suku, berubah dan
berkembang menjadi suatu sistem yang teratur. Perubahan dan perkembangan ini, juga
menjadikan manusia mempunyai aneka pendapat atau pengertian tentang agama.

F. CIRI-CIRI UMUM AGAMA


Berdasarkan semuanya itu, hal-hal yang patut diperhatikan untuk memahami agama,
antara lain:
1. Pada setiap agama mempunyai sasaran atau tujuan penyembahan atau Sesuatu Yang Ilahi
dan disembah. Ia bisa disebut TUHAN, Allah, God, Dewa, El, Ilah, El-ilah, Lamatu’ak,
Debata, Gusti Pangeran, Deo, Theos atau penyebutan lain sesuai dengan konteks dan
bahasa masyarakat (bahasa-bahasa rakyat) yang menyembah-Nya. Penyebutan tersebut
dilakukan karena manusia percaya bahwa Ia yang disembah adalah Pribadi yang benar-
benar ada; kemudian diikuti memberi hormat dan setia kepada-Nya. Jadi, jika ada ratusan
komunitas bangsa, suku, dan sub-suku di dunia dengan bahasanya masing-masing, maka
nama Ilahi yang mereka sembah pun berbeda satu sama lain. Nama yang berbeda itu pun,
biasanya diikuti dengan pencitraan atau penggambaran Yang Ilahi sesuai sikon berpikir
manusia yang menyembahnya. Dalam keterbatasan berpikirnya, manusia melakukan
pencitraan dan penggambaran Ilahi berupa patung, gambar, bahkan wilayah atau lokasi
tertentu yang dipercayai sebagai tempat tinggal. Jadi, kaum agama tidak bisa mengklaim
bahwa mereka paling benar menyebut Ilahi yang disembah. Sehingga nama-nama lain di
luarnya adalah bukan Ilahi yang patut disembah dan dipercayai atau diimani.
2. Pada setiap agama ada keterikatan kuat antara yang menyembah (manusia) dan yang
disembah atau Ilahi. Ikatan itu menjadikan yang menyembah (manusia, umat) mempunyai
keyakinan tentang keberadaan Ilahi. Keyakinan itu dibuktikan dengan berbagai tindakan
nyata (misalnya, doa, ibadah, amal, perbuatan baik, moral, dan lain-lain) bahwa ia adalah
umat sang Ilahi. Hal itu berlanjut, umat membuktikan bahwa ia atau mereka beragama
dengan cara menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Ia harus melakukan doa-doa; mampu
menaikkan puji-pujian kepada TUHAN yang ia sembah; bersedia melakukan tindakan-
tindakan yang menunjukkan perhatian kepada orang lain dengan cara berbuat baik,
sedekah, dan lain sebagainya.
3. Pada umumnya, setiap agama ada sumber ajaran utama (yang tertulis maupun tidak tidak
tertulis). Ajaran-ajaran tersebut antara lain: siapa Sang Ilahi yang disembah umat
6
beragama; dunia; manusia; hidup setelah kematian; hubungan antar manusia; kutuk dan
berkat; hidup dan kehidupan moral serta hal-hal (dan peraturan-peraturan) etis untuk para
penganutnya. Melalui ajaran-ajaran tersebut manusia atau umat beragama mengenal Ilahi
sesuai dengan sikonnya sehari-hari; sekaligus mempunyai hubungan yang baik dengan
sesama serta lingkungan hidup dan kehidupannya.
4. Ajaran-ajaran agama dan keagamaan tersebut, pada awalnya hanya merupakan uraian atau
kalimat-kalimat singkat yang ada pada Kitab Suci. Dalam perkembangan kemudian, para
pemimpin agama mengembangkannya menjadi suatu sistem ajaran, yang bisa saja menjadi
suatu kerumitan untuk umatnya; dan bukan membawa kemudahan agar umat mudah
menyembah Ilahi.
Secara tradisionil, umumnya, pada setiap agama mempunyai ciri-ciri spesifik ataupun berbeda
dengan yang lain. Misalnya:
- Pada setiap agama ada Pribadi yang dipuja dan disembah serta diakui sebagai yang Maha
Kuasa, maha pencipta, sumber segala yang ada dan akhir dari segala yang ada pula.
- Pada setiap agama ada pendiri utama atau pembawa ajaran; Ia bisa saja disebut sebagai
nabi atau rasul, guru, ataupun juruselamat.
- Agama harus mempunyai umat atau pemeluk, yaitu manusia; artinya harus ada manusia
yang menganut, mengembangkan, menyebarkan agama.
- agama juga mempunyai sumber ajaran, terutama yang tertulis, dan sering disebut Kitab
Suci; bahasa Kitab Suci biasanya sesuai bahasa asal sang pendiri atau pembawa utama
agama.
- agama harus mempunyai waktu tertentu agar umatnya melaksanakan ibadah bersama,
ternasuk hari-hari raya keagamaan.
- agama perlu mempunyai lokasi atau tempat yang khusus untuk melakukan ibadah; lokasi
ini bisa di puncak gunung, lembah, gedung, dan seterusnya.

G. AGAMA BERDASARKAN CARA.


Agama berdasarkan cara beragamanya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya
nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat
dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan.
Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam
meningkatkan ilmu amal keagamaanya.

7
2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau
masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan
tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah
mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda
dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau
masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal
keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam
lingkungan masyarakatnya.

3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka
selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan,
ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara
tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.

4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan)
dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran
agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu
mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang
memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi
atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang
teguh) dengan itu semua.

H. AGAMA DI INDONESIA.
Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen
(Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. (Keppress No. 6/2000) . Tetapi sampai
kini masih banyak penganut ajaran atau penganut agama agama lain seperti Yahudi, Saintologi,
Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.
Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang
No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal
demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia
adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama
dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah
berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.
Sebenarnya tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan
tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan)
8
Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya
menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah dianulir pada
masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-
undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.
Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan
Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.

I. DAFTAR AGAMA-AGAMA DI DUNIA.


Agama didunia berdasarkan jumlah penganutnya.
Kekristenan 2,000 - 2,200 miliar
Islam 1,570 - 1,650 miliar
Non-Adherent (Sekular/Atheis/Agnostik/Tidak Atheis) 1,1 miliar
Hinduisme 828 - 1000 juta
Kepercayaan tradisional Tionghoa 394 juta
Buddhisme 450 juta - 1 miliar
Paganisme 300 juta
Tradisi Afrika dan diasporik (tanah air) 100 juta
Sikhisme 23 juta
Juche 19 juta
Spiritisme 15 juta
Yudaisme 14 juta
Baha'i 7 juta
Saksi-Saksi Yehuwa 7,5 juta
Jainisme 4,2 juta
Shinto 4 juta
Cao Dai 4 juta
Zoroastrianisme 2,6 juta
Tenrikyo 2 juta
Neo-Paganisme 1 juta
Unitarian Universalisme 800 ribu
Gerakan Rastafari 600 ribu, dll.

9
BAB II

KESELAMATAN MENURUT AGAMA-AGAMA


BUKAN KRISTEN

A. Ajaran Tentang Kelepasan Dalam Agama Hindu


Ajaran tentang kelepasan dalam agama Hindu hanya bisa dipahami, apabila tahu apa itu
agama Hindu. Untuk itu dalam pokok ini terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat tentang
agama Hindu.

1. Apa itu agama Hindu


Agama Hindu adalah salah satu agama tertua di dunia, muncul di India kira-kira tahun
1500 S.M. dan masih bertahan hidup hingga kini. Di dalam perjalanan sepanjang abad-abad itu,
agama Hindu berkembang sambil berubah-ubah dan terbagi-bagi, sehingga memiliki ciri yang
bermacam-macam, yang oleh penganut-penganutnya kadang-kadang diutamakan tetapi juga
kadang-kadang tidak diindahkan sama sekali (Harun Hadiwijono). Karena itu agama Hindu
sesungguhnya bukanlah satu agama, melainkan sejumlah agama yang sudah bercampur dengan
kebudayaan India dari suku bangsa Drawida dan Arya (yang memasuki India kira-kira tahun
1500 S.M). Jadi agama Hindu adalah agama-agama orang India dan juga seluruh kebudayaan
yang terkait dengan itu, yang berlangsung berabad-abad lamanya hingga kini.
Harun Hadiwijono membagi sejarah yang panjang itu ke dalam tiga bagian besar, yaitu :
a. Zaman Weda, yang meliputi zaman sejak masuknya bangsa Arya di Punyab hingga
timbulnya agama Budha pada kira-kira tahun 500 S.M. Zaman ini dapat dibagi lagi
menjadi :
- Zaman Weda-purba atau zaman Weda Samhita, dimulai dari tahun 1500 SM. Hingga
kira-kira tahun 1000 SM.
- Zaman Brahmana, mulai kira-kira tahun 1000 SM hingga kira-kira tahun 750 SM.
Pada zaman ini peran para imam, yaitu para Brahmana sangat menonjol, sehingga
menimbulkan kitab-kitab baru.
b. Zaman Upanisad, mulai tahun 750 SM hingga tahun 500 SM. Pada zaman ini pemikiran
secara falsafah mulai berkembang.
c. Zaman agama Buddha, sejak tahun 500 SM hingga kira-kira tahun 300 M.

10
d. Zaman agama hindu pasca agama Budha. Bentuk terakhir agama Hindu, yakni bentuk
yang dimiliki sesudah zaman agama Buddha, dimulai dari tahun 300 M hingga sekarang.
Karena itu agama Hindu yang sekarang ini menampakkan di dalam tubuhnya pengaruh agama
Buddha dan agama bangsa Drawida (yang sudah ada sebelum kedatangan bangsa Arya).
Uraian di atas jelas hendak mengatakan, bahwa agama Hindu terdiri dari macam-macam
agama dan kebudayaan India. Meskipun demikian agama Hindu hanya memiliki satu kitab suci
yang menjadi kitab dasar agama Hindu, yaitu kitab Weda. Karena itu agama Hindu disebut juga
Waidika-Dharma, artinya : agama Weda. Demikian pula di dalam seluruh kebudayaan India,
sifat yang paling kuat yang turut mempengaruhi pola hidup masyarakat ialah susunan kasta
(muncul pada zaman Brahmana) yang terdiri atas : kasta Brahmana (para imam), kasta Ksatrya
(perwira, tentara dan pegawai negeri), kasta Waisya (kaum buruh, tani dan saudagar) dan
kasta Sudra (hamba-hamba dan rakyat jelata).

2. Dewa-dewa dalam agama Hindu


Di dalam agama Hindu yang disembah adalah dewa-dewa. Dewa-dewa itu mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dari pada manusia, bahkan diyakini sebagai pemegang kekuasaan
alam semesta ini.
Menurut kitab-kitab Weda Samhita, ada dua golongan zat yang hidup, yang
kedudukannya lebih tinggi daripada manusia, yaitu dewa-dewa yang bermurah hati kepada
manusia dan berkenan menerima pujaan manusia, dan ada juga roh-roh jahat yang memusuhi
manusia, yang kerenanya harus dilawan oleh manusia dengan pertolongan para dewa.
Harun Hadiwijono (Agama Hindu dan Buddha, hal.16) mengatakan, bahwa ada 33 dewa
yang disebutkan dalam kitab Rg-Weda, yang dapat dibeda-bedakan atas dewa-dewa langit
(seperti : dewa Warna, Surya dan Wisnu), dewa-dewa angkasa (seperti Indra, semula ia adalah
dewa hujan dan kesuburan kemudian dianggap sebagai dewa perang, Marut yaitu dewa angin
ribut, Waya yaitu dewa angin), dewa-dewa bumi (seperti Perthiwi yaitu dewi bumi, Agni yaitu
dewa api). Gambaran sifat-sifat para dewa ini menunjukkan, bahwa sebenarnya dewa-dewa yang
disembah itu tidak lain adalah kekuatan-kekuatan alam yang dipersonifikasikan.
Pada zaman Brahmana, penekanan pada kekuasaan para dewa merenggang. Kedudukan
para dewa terdesak ke belakang karena korban menjadi sentral dan menguasai seluruh kehidupan
manusia. Pada zaman weda, korban menjadi alat untuk mempengaruhi para dewa, agar berkenan
menolong manusia, tetapi pada zaman Brahmana- korban telah dipandang sebagai alat untuk
memaksa para dewa untuk menolong manusia. Dengan kata lain korban itu sendiri telah
dipandang sebagai memiliki daya magis, yang lebih berkuasa dari pada para dewa. Namun
11
demikian dalam kehidupan keagamaan tak mungkin tanpa Tuhan. Timbullah dewa-dewa baru
yang dipandang sebagai sebab pertama alam semesta ini yaitu Prajapati, atau Brahma. (Harun
Hadiwijono, Sari Filsafat India, hal 16-17).
Akibat penekanan kepada hal korban, maka para imam menjadi sangat penting. Para
imam menjadi golongan yang paling berkuasa, sebab berhasilnya upacara korban tergantung
pada pengetahuan dan kecakapan iman untuk menyusun mantera-manteranya.
Perkembangan kepada monisme (yaitu : bahwa segala sesuatu, dapat dikembalikan
kepada satu asas) pada agama Brahmana menjadi sempurna di dalam agama Upanisad. Di dalam
Katha Upanisad disebutkan, bahwa Brahma adalah seperti anasir api yang menjelmakan diri di
dalam bentuk yang bermacam-macam. Brahma berada di dalam segala sesuatu sebagai sarinya
(Agama Hindu dan Buddha, hal. 41) karena itu Brahma dapat disebut juga “yang menjadikan
dunia”, dalam pengertian, bahwa segala sesuatu mengalir ke luar dari Brahma. Jadi penjadian
dunia bukan dalam arti pekerjaan.
Selanjutnya setelah zaman agama Buddha, agama Hindu timbul kembali dengan tiga
dewa terpenting, yaitu Brahma (Pencipta), Siwa (perusak) dan Wisnu (Pemelihara). Ketiga dewa
tersebut disembah sebagai Trimurti (sebutan yang mulai dipakai pada kira-kira abad ke-5 M). Di
dalam ajaran Trimurti, walaupun ada tiga dewa, namun hanya satu dewa saja yang mutlak
sedangkan yang lainnya adalah penjelmaannya (mis. Di dalam agama Siwa, Siwa dimutlakkan
dan disamakan dengan Brahma, sedangkan Brahma dan Wisnu adalah penjelmaan Siwa).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa agama Hindu dimulai dengan percaya
kepada banyak allah (politheisme) dan berakhir dengan percaya kepada Allah yang berada di
dalam segala sesuatu dan segala sesuatu adalah allah (panteisme).

3. Penciptaan
Harun Hadiwijono (Agama Hindu dan Buddha, hal. 41-42) menceritakan tentang asal
mula dunia dalam beberapa versi. Versi pertama menyebutkan, bahwa dunia diadakan oleh
dewa. Versi kedua menyebutkan, bawah pada mula pertama yang ada adalah air, dan karena
kekuatan waktu atau kekuatan napsu, maka dari air itu timbullah dunia. Versi ke tiga
menyebutkan, bahwa bahwa air tadi berasal berasal dari suasana yang gelap dan kacau. Air itu
ternyata mengandung di dalamnya benih yang pertama, yaitu telur dunia. Dari telur itulah lahir
Wisnakarman, anak sulung alam semesta pencipta dunia.
Pada zaman Brahmana, Brahman (Prajapati) dipandang sebagai pencipta dunia. Pada
zaman Upanisad disebutkan, bahwa dunia berasal dari Brahman. Namun penciptaan ini bukanlah
suatu pekerjaan, sebab segala sesuatu mengalir keluar dari Brahman.
12
Pada zaman Hindu setelah agama Buddha muncul, ajaran tentang penciptaan dipengaruhi
oleh falsafah Samkhya dan kitab-kitab agama (Tantra). Disebutkan, bawah sesuatumengalir
keluar dari Brahman. Karena itu baik itu alam semesta maupun manusia adalah adalah Brahman
sendri, yang penuh dengan tenaga ilahi. Dengan kata lain manusia adalah mikrokosmos yang
mengandung di dalamnya seluruh makrokosmos.

4. Kelepasan

Ajaran tentang kelepasan ini akan diuraikan sesuai dengan pembagian sejarah agama
Hindu sebagai mana yang telah dikemukakan pada bagian awal materi ini.
4.1 Zaman Weda Samhita
Yang menjadi perhatian dalam ajaran tentang kelepasan pada zaman Weda adalah
hubungan manusia dengan dewa-dewa. Hubungan itu didasarkan bukan karena paham-
paham seperti dosa, pengampunan, keselamatan dan hukum seperti dalam agama Kristen
dan Islam, melainkan karena manusia ingin bersahabat dengan dewa-dewa itu. Untuk itu
yang menjadi pusat pemujaan adalah korban, yang dipersembahkan kepada dewa-dewa
dengan maksud :
Untuk menggerakkan hati para dewa agar berkenan mengabulkan permohonan manusia.
Untuk mendapat kemurahan dewa-dewa agar manusia terhindar dari permusuhan dengan
roh-roh jahat.
Untuk memuja para leluhur.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pada zaman Weda Samhita, kelepasan manusia
dari yang jahat tergantung pada anugerah para dewa, sedangkan korban hanya sebagai alat
untuk mempengaruhi para dewa. Karena itu barang siapa hidup dengan baik dan
bersahabat dengan dewa-dewa, maka sesudah mati jiwanya akan masuk surga, tempat
menikmati suatu hidup yang penuh kegirangan bersama-sama dengan para dewa.
4.2. Zaman Brahmana
Pada zaman Brahmana, pandangan orang tentang kelepasan itu telah berubah. Penekanan
orang bukan lagi pada hubungan manusia dan dewa-dewa secara langsung, melainkan
hubungan manusia dengan korban. Korban adalah alat untuk memperoleh kekuatan atas
dunia dan akhirat. Barang siapa berhasil memperoleh daya itu ialah tuhan dunia. Karena itu
baik kebahagiaan maupun kecelakaan seseorang ditentukan oleh korban. Hanya dengan
melakukan upacara-upacara korban dengan baik maka seseorang akan mendapat

13
kebahagiaan kekal. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pada zaman Brahmana,
korban adalah satu-satunya jalan kelepasan bagi manusia.
4.3. Zaman Upanisad
Apabila pada zaman Brahmana, berkat dan kelepasan yang diberikan oleh para dewa
sangat bergantung pada korban, maka pada zaman Upanisad timbul pendapat baru, bahwa
berkat dan kelepasan itu bergantung pada tiap perbuatan (=karma). Sebab korban bukan
hanya terdiri dari persembahan-persembahan saja, melainkan tiap perbuatan adalah korban.
Perbuatan yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Sebaliknya, perbuatan yang jahat
akan menghasilkan buah yang jahat pula. Maksudnya, bahwa tiap-tiap perbuatan manusia
mempunyai akibatnya masing-masing atau hukum pembalasan.
Demikianlah segala sesuatu ditaklukkan oleh karma, baik dewa maupun manusia, binatang
dan tumbuh-tumbuhan. Seluruh totalitas hidup manusia kini dan yang akan datang
ditentukan oleh perbuatannya pada waktu lampau.
Ajaran tentang karma ini mengakibatkan munculnya ajaran tentang samsara, yaitu
lingkarang hidup kembali. Hukum ini berlaku baik pada manusia dan mahluk lainnya
maupun para dewa, semuanya berada dalam lingkaran itu, yakni : lahir, hidup, mati, lahir
kembali, hidup, mati demikian seterusnya. Karena itu lingkaran hidup kembali itu
dianggap sebagai samsara atau penderitaan. Penyebab samsara adalah karena manusia
dikuasai oleh keinginan-keinginannya, yang senantiasa menghasilkan perbuatan-
perbuatannya (Agama Hindu dan Buddha, hal. 22). Untuk itu barang siapa ingin
mendapatkan kelepasan tidak cukup hanya dengan perbuatan-perbuatan baik. Sebab
perbuatan-perbuatan baik bagaimanapun baiknya, masih menjadikan orang dilahirkan
kembali. Orang harus berusaha melepaskan diri dari segala perbuatan agar ia lepas dari
hukum karma. Satu-satunya jalan menuju pada kelepasan itu adalah melalui pengetahuan,
bahwa Atman (nafas) adalah Brahman (sebab adanya dunia). Selanjutnya Harun
Hadiwijono (Agama Hindu dan Buddha hal. 44 mengatakan, bahwa pengetahuan didapat
dari berguru serta memadukan pengetahuan itu di dalam hidup. Pengetahuan itu memberi
keyakinan, bahwa yang nyata hanyalah Brahman, sehingga segala sesuatu yang tampak
adalah maya. Sikap hidup ini adalah membebaskan atman dari segala aktivitas hidup.
Akhirnya jika orang mati, atmannya akan kembali kepada asalnya, yaitu bersatu dengan
Brahman.
4.4. Zaman Sesudah Zaman Buddha
Ajaran tentang kelepasan yang kemudian menguasai ajaran Hindu sesudah munculnya
agama Buddha terhadap kitab Bhagawadgita (Nyanyian Tuhan), yang ditulis kira-kira abad
14
3 SM atau abad 2 SM. Bhagawadgita ini disatukan dengan kitab Mahabarata dan menjadi
bagian dari Bhismaparwa. Intinya ialah menguraikan ajaran Krisna kepada Arjuna tentang
bhakti (penyerahan diri – Sari Filsafat India, hal. 47).
Disamping itu dalam perkembangan selanjutnya muncul, pula kitab-kitab agama yang
dihubungkan dengan mashab-mashab Siwa, Wisnu dan Sakti. Kitab-kitab agama ini juga disebut
kitab-kitab Tantra.
Di dalam Bhagawadgita disebutkan tiga macam jalan kelepasan, dimana ketiga-tiganya
sama nilainnya, yaitu :
Jalan kelepasan melalui pengetahuan (inana-marga), orang akan mendapat kelepasan jika ia tahu
bahwa atman (nafas) adalah Brahman;
Jalan kelepasan melalui karma atau perbuatan, amalan-amalan (karma-marga);
Jalan kelepasan melalui bakti atau penyerahan diri kepada Tuhan (bakti-marga).
Segala jalan itu dapat sampai kepada tujuannya, yaitu menjadi satu dengan Brahman. Setiap
orang yang telah mencapai kelepasan itu akan berada dalam persekutuan jiwa dengan Brahman,
yaitu manyaksikan, mengalami dan menghayati hidup ilahi. Hal ini dimungkinkan oleh keadaan
Brahman yang tak terpisah-pisah. Brahman adalah sat, cit dan ananda (sadcidananda) artinya
Brahman adalah kenyataan, kebenaran dan kebahagiaan. (Agama Hindu dan Buddha, hal. 29).
Bagi orang yang mencari kelepasan melalui pengetahuan (inana-marga) Tuhan
menyatakan diri sebagai terang yang kekal. Mashab yang menekankan jalan kelepasan ini adalah
mashab Siwa, meskipun bhakti juga mempengaruhi mashab ini. Yang mencari kelepasan melalui
amalan-amalan (karma-marga), Tuhan menyatakan diri sebagai keadilan yang kekal. Akhirnya
bagi siapa yang mencari kelepasan melalui penyerahan diri (bhakti-marga), Tuhan menyatakan
diri sebagai kasih yang kekal dan sebagai keindahan kesucian (Sari Filsafat India, hal. 50). Jalan
kelepasan melalui bhakti ini sangat ditekankan oleh mashab wisnu. Itulah sebabnya pada
umumnya mashab ini menghargai hidup, yang dianggapnya sebagai suci dan patur dinikmati.
Agama Buddha dan Hindu hal. 33-34).
Pada akhirnya, meskipun di dalam perkembangan selanjutnya ajaran ini menguasai
pemikiran agama Hindu dengan penekanannya pada masing-masing mashab, namun muncul lagi
jalan kelepasan baru, yaitu melalui mantera-mantera yang mengandung daya gaib di dalamnya.
Sebenarnya jalan kelepasan ini bukan baru sama sekali. Sebab sejak semula agama Hindu telah
dipengaruhi oleh magi, yakni usaha manusia untuk mempergunakan daya sakti yang ada pada
segala sesuatu (agama Hindu dan Buddha, hal. 44) mantera-mantera inilah yang sejak zaman
Tantra menguasai ajaran tentang kelepasan. Orang dapat mencapai kelepasan, jika ia tahu akan
sebda yang sakti atau magi itu.
15
B. AJARAN TENTANG KELEPASAN DALAM AGAMA BUDHA.

1. Pendiri Agama Buddha


Agama Buddha didirikan oleh Buddha Gaurama. Gaurama adalah nama keluarganya.
Namun kecilnya ialah Siddharta, artinya orang yang mencapai tujuan. Sedangkan Buddha adalah
suatu gelar kehormatan yang diberikan kepadanya. Buddha artinya “yang bangun”, maksudnya
orang yang telah bangun dari malam kesesatan dan sekarang ada di tengah-tengah cahaya
pemandangan yang benar. (A.G. Honig Jr., Ilmu Agama, )
Siddharta Gautama dilahirkan pada tahun 563 SM dan wafat pada tahun 483 SM. Ia
adalah putra raja Sudhodana dengan permaisuri yang bernama Maya, yang memerintah atas suku
Sakya dengan ibu kotanya Kapilawastu.

2. Munculnya Agama Buddha


Secara singkat diceritakan, bahwa kelahiran Buddha Gautama disertai dengan keajaiban-
keajaiban yang bermacam-macam, misalnya : kelahiran calon isterinya, calon muridnya, calon
pelayanannya, calon kendaraannya dan tumbuhnya pohon Budhi. Tujuh hari sesudah
kelahirannya ibunya meninggal dunia.
Sebagai seorang putra raja, hidup Siddhartha Gautama dilimpahi dengan kesenangan dan
kemewahan. Namun sidhartha tidak senang dan tidak bahagia dengan hidupnya seperti itu.
Ketika ia berjalan-jalan keluar istana bersama-sama dengan pengawalnya, Chanda, ia
melihat seorang yang sudah tua sekali (menurut cerita orang ini adalah brahma yang
menjelmakan diri). Pemandangan ini mengejutkan Siddhartha, dan atas keterangan Chanda, ia
tahu bahwa segala makhluk kelak akan menjadi tua seperti orang itu.
Pada kesempatan berikutnya, ia melihat orang yang kurus dan sakit. Ia mulai sadar,
bahwa sesungguhnya manusia itu tidak selalu sehat. Lebih-lebih ketika ia melihat rombongan
orang yang mengusung jenazah. Makin jelas baginya, bahwa semuanya akan berakhir. Akhirnya
pada perjalanan berikutnya, ia melihat seorang pertapa (pandita). Sejak itu Siddhartha
mengambil keputusan untuk meninggalkan segala kemewahan hidup di istana. Ia bahkan juga
meninggalkan isterinya dan anaknya, lalu mengikuti hidup seperti pertapa itu.
Semuanya itu terjadi sama seperti yang sudah diramalkan oleh seorang Brahmana
(pandita Asita) pada waktu kelahiran Siddhartha, bahwa putra raja itu kelak akan menjadi
Buddha, dimulai ketika ia melihat empat tanda : orang tua, orang sakit, orang mati dan pertapa.
Melihat kejadian itu Siddhartha mulai hidup mengembara untuk mencapai kelepasan.
Namun lama ia tidak mendapat apa yang dicarinya. Akhirnya ia termenung duduk di bahwa
16
pohon Bodhi di Bodh Gaya. Ia bermaksud untuk tidak meninggalkan pohon itu sebelum ia
mendapat pencerahan. Pada waktu itulah Siddhartha mendapat apa yang dicarinya. Menurut
cerita Siddhartha mendapat pencerahan yang sempurna itu selang malam yang berjalan sampai
dengan matahari terbit melalui tiga tahap, yaitu pertama ia mendapat pengetahuan akan hidupnya
yang terdahulu ia menjadi tahu dan akhirnya ia mendapatkan pengertian akan pangkal yang
bergantungan, yang menjadi awal segala kejahatan. Pencerahan itu diperolehnya dalam
kemenangannya melawan mara (yaitu iblis) dengan bala tentara yang hendak menghalangi
maksud Siddhartha itu. Ketika itu ia berumur 30 tahun.
Setelah peristiwa itu, meskipun mula-mula ragu-ragu, namun atas permintaan dewa
Brahmana, Buddha mulai mengajarkan apa yang sudah di dapatnya itu kepada manusia. (Band.
Harun Jadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, hal. 50-52).

3. Inti Ajaran Buddha


Inti ajaran (agama) Buddha disebut dharma, dirumuskan dalam empat aryasatyani atau
empat kebenaran yang mulia. Setelah mendapat pencerahan, Buddha Gautama mengajarkan
ajaran itu pertama kali di Benares, yang terdiri dari : (Band. Ilmu Agama, hal 193-194 dan
agama Hindu dan Buddha, hal. 55-56).
- Dukha artinya pendertaan. Hidup adalah penderitaan, seperti : lahir, Usia tua, sakit,
mati, gagal.
- Samudya artinya sebab. Adanya penderitaan itu disebabkan oleh kehausan akan
kelahiran kembali, kehausan akan hidup, kehausan akan kesenangan, kehausan akan
kekuasaan dan lain-lain.
- Nirodha artinya pemadaman. Pemadaman kesengsaraan terjadi dengan
menghapuskan keinginan secara sempurna, membiarkannya, membuangnya,
peyangkalan terhadapnya dan tidak memberi tempat kepadanya.
- Marga artinya jalan kelepasan, yang menuju kepada pemadaman penderitaan, yang
terdiri dari delapan tingkatan yakni : percaya yang benar, maksud yang benar, kata-
kata yang benar, perbuatan yang benar, hidup yang benar, usaha yang benar, ingatan
yang benar dan samadhi yang benar.
Dari keempat aryasayani itu, yang menjadi pokok yang paling utama ajaran Buddha
Gautama, ialah ajaran yang pertama, bahwa hidup adalah penderitaan. Penyebab utama
penderitaan adalah kehausan. Ada dua belas pokok penderitaan, yakni : menjadi tua dan mati
(jaramaranam), kelahiran (jati), hidup dan kebenaran hidup (bhawa), terikat oleh makanan dan
minuman (upadana) kehausan (tanha). Kontak atau sentuhan (sparsa), panca indera dan
17
sasarannya (sadayatana), roh dan benda atau batin dan lahir (namarupa), kesadaran (wijnana),
penafsiran atau penggambaran yang salah (sanskara) dan ketidatahuan (awidya).
Awidya terhadap alam inilah menyebabkan pandangan orang menjadi kurang jelas. Ada tiga ciri
awidya : alam semesta adalah fana, segala sesuatu akan berubah (anitya), alam penuh
penderitaan (dukha) dan dalam dunia tidak ada jiwa (anatman).

4. Jalan Kelepasan
Jalan kelepasan atau marga adalah bagian aryasatyani yang keempat, yang terdiri dari
delapan tingkatan, yakni percaya yang benar, maksud yang benar, kata-kata yang benar,
perbuatan yang benar, hidup yang benar, usaha yang benar, ingatan yang benar dan samadi yang
benar. Kedelapan tingkatan ini dapat dirangkum menjadi tingkatan (Agama Hindu dan Buddha,
hal. 60-62) yaitu :
Pertama : Sraddha atau iman yaitu percaya yang benar
Kedua : Sila, yang terdiri dari tingkat kedua hingga tingkat ketujuh
Ketiga : Samadhi, yaitu tingkat kedelapan
Tingkat pertama Sraddha atau percaya yang benar merupakan satu tahap permulaan
menuju kepada jalan kelepasan. Maksudnya ialah mempercayakan diri sepenuhnya kepada
Buddha sebagai guru yang sejati, yang membawa kepada kelepasan serta menguhungkan diri
dengan golongan rahib (sangha) yang menempuh jalan yang benar.
Tingkatan yang kedua adalah sila atau etika yang meliputi maksud yang bena;, kata-
kata yang benar; perbuatan yang benar; hidup yang benar; usaha yang benar ; dan ingatan
yang benar.
Tingkatan ini sangat diperlukan, sebab untuk mencapai kelepasan tidak cukup hanya dengan
pengetahuan atau percaya yang benar. Orang harus pula memiliki moral yang tinggi, yang dapat
melepaskannya dari napsu-napsu yang kasar. Setelah itu orang dapat masuk ke tingkat terakhir,
yaitu Samadhi. Ada dua hal yang dilakukan dalam samadhi, yaitu persiapan dan samadhi itu
sendiri. Samadhi itu sendiri terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
Pertama :
Melepaskan segala keinginan dan hawa napsu agar dapat memusatkan pikiran pada suatu sasaran
diluar dirinya sendiri. Padanya hanya ada rasa senang dan gembira.
Kedua :
Melepaskan rohnya dari segala pikiran pada benda yang ada di luar dirinya itu, agar menjadi satu
dengan benda itu. Dalam keadaan nilah tercapai damai batiniah.
Ketiga :
18
melepaskan diri dari segala emosi dan getaran jiwa, sehingga tercapai ketenangan dan
kebahagiaan yang lebih tinggi.
Keempat :
Sukha dan dukha lenyap semuanya, dan orang merasa hatinya disucikan.
Demikianlah orang sampai pada kelepasan, yaitu kelepasan dari penderitaan. Selanjutnya
ke delapan jalan yang diajarkan di dalam aryasatyani yang keempat itu dirangkumkan dalam
empat tingkat, dimana masing-masing tingkatan ditandai oleh pematahan ikatan-ikatan yang
mengikat orang kepada dunia.
Keempat tingkatan itu ialah :
Srotapana atau perbuatan
Pada tingkatan ini orang sampai kepada pengertian yang benar, mengakui kebenaran perintah
Buddha, walaupun ia belum lepas dari segala kenajisan. Karena itu hidupnya harus dilahirkan
kembali sampai tujuh kali sebagai manusia dan dewa.
Sakradagamin, yaitu tingkatan orang yang masih harus dilahirkan kembali sekali lagi.
Anagamin, yaitu tingkatan dimana orang tidak akan dilahirkan kembali, dan sudah mendapat
kelepasan di dalam hidup sekarang.
Arhat, yaitu tingkatan dimana orang sudah bebas dari segala keinginan untuk dilahirkan kembali
di dalam dunia yang berbentuk dan di dalam dunia yang tidak berbentuk. Pada tingkata inilah
orang mencapai nirwana.

5. Nirwana
Istilah populernya untuk menyebutkan kelepasan dalam agama Buddha adalah nirwana
(nibbana). Istilah lainnya yang juga dipakai untuk itu ialah Wimokso, Wimukti atau juga “akhir
penderitaan”. Secara etimologis, nirwana berarti pemadaman. Maksudnya ialah pemadaman
keinginan, api napsu, kebentian dan lain-lain, dan bukan pemadaman kepribadian (Agama Hindu
dan Buddha, hal. 62-63).
Di dalam kitab-kitab Buddhis, nirwana digambarkan sebagai keadaan bahagia, dimana
segala samskara (karma) ditindas secara sempurna, segala skandha (segi rohani dan jasmani)
dilarutkan, segala keinginan ditiadakan, juga ketidaktenangan hidup sudah berakhir, suatu
keadaan tanpa gangguan maut serta jauh lebih baik daripada segala keadaan di dunia. Pendek
kata nirwana itu digambarkan sebagai suatu keadaan yang berbeda sekali dengan keadaan di
dunia. Sebab dunia menurut ajaran Buddha selalu dibakar oleh api napsu, api kejahatan, api
khayalan, api kelahiran, umur tua, sakit, penderitaan dan lain sebagainya.

19
Menurut ajaran Buddha, nirwana dapat dibedakan dalam dua macam yaitu Upadhisesa
dan Anupadhisesa. Upadhisesa ialah tingkat kesempurnaan yang dicapai ketika orang masih
hidup dan Anupadhisesa ialah tingkat kesempurnaan yang dicapai sesudah mati.
Nirwana yang dicapai di dalam hidup ini (Upadhisesa) adalah ketika orang bebas dari
napsu kebencian dan khayalan, bebas dari samsar dan bebas dari kelahiran kembali. Seluruh
proses hidup akan berhenti. Maksudnya, bahwa ia telah berada di atas segala yang baik dan yang
jahat, bahkan hidupnya tidak melekat lagi kepada apa saja yang ada di dunia ini, sehingga ia
tidak akan disusahkan olehnya. Sedangkan nirwana yang dicapai sesudah mati (Anupadhisesa)
ialah suatu keadaan dimana wujud, perasaan, pengamatan, pembentukan mental dan kesadaran
atau segala sesuatu yang berhubungan dengan skandha telah berhenti. Oleh karen aitu
Anupadhisesa yaitu suatu keadaan dimana tiada tempat lagi bagi hal yang bersifat sementara atau
relatif. Dengan kata lain dapat disimpulkan, bahwa baik di dalam Upadhisesa maupun
Anupadhisesa segala sesuatu terhenti. Gerak hidup maupun perubahan terus-menerus itulah yang
terhenti, sehingga orang yang masuk ke dalam nirwana akan mendapat ketenangan untuk
selama-lamanya.

C. AJARAN TENTANG KEBAHAGIAAN KEKAL DALAM AGAMA ISLAM.


1. Apa itu Agama Islam
1.1. Arti Agama
Istilah lain yang juga dipergunakan untuk kata agama dalam Islam ialah “din”.
Dalam bahasa Arab kata ‘din’ mengandung arti menguasi, menundukkan, patuh, hutang,
balasan, kebiasaan. Bertolak dari arti kata ‘din’ itu, maka agama menurut pandangan Islam
adalah suatu yang menguasai diri seseorang, sehingga membuatnya tunduk dan patuh
kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agamanya itu. Selanjutnya pula agama
membawa kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan oleh seseorang, agar tidak menjadi
utang baginy. Karena itu barang siapa yang menjalankan kewajiban dan patuh kepada
Tuhan, ia akan memperoleh pahala (balasan baik) dari Tuhan. Sebaliknya barang siapa
yang tidak menjalankan kewahiban dan tidak patuh kepada Tuhan, ia akan mendapat
hukuman dari Tuhan (H. Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, hal. 9).

1.2. Arti Islam


Kata Islam berasal dari kata ‘aslama’, artinya kedamaian, penyerahan. Jadi artinya
menyerahkan diri kepada Tuhan. Orang yang menyerahkan diri itu disebut muslim. Kata
20
Islam ini juga dipergunakan sebagai nama agama yang diturunkan kepada Muhammad.
Bertolak dari pengertian tersebut, maka definisi agama Islam, ialah agama yang ajaran-
ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui nabi Muhammad. Bagi umat Islam,
Muhammad adalah nabi yang menerima wahyu dari Allah, dan juga rasul, yang
menyampaikan wahyu itu kepada manusia.
Sumber ajaran-ajaran Islam terdapat di dalam al-Qur’an dan Hadis. Hadis atau
tradisi Muhammad, yaitu perkataan, perbuatan dan tingkah laku Muhammad.

2. Kebahagiaan Kekal
Islam tidak mengenal ajaran tentang keselamatan seperti dalam Kristen atau ajaran
tentang kelepasan dalam agama Hindu dan Buddha, sebab Islam mempunyai konsepsi tentang
Tuhan dan manusia berbeda sekali dengan ajaran Kristen, Hindu dan Buddha. Untuk itu
dalam memenuhi permintaan Modul 2 ini tentan Soteriologi dalam agama-agama bukan
Kristen (Hindu, Buddha dan Islam) maka khusus untuk ajaran Islam diambil ajaran yang
sejajar dengan apa yang dimaksud. Dalam kaitan dengan hal itu maka yang menjadi topik
bahasan ialah Kebahagiaan Kekal (di dunia dan akhirat).
Tuhan menurut ajaran Islam adalah Maha Suci. Demikian pula manusia, ia diciptakan
tanpa dosa, dan memiliki fithra ( kemuliaan) Allah di dalam dirinya. Memang di dalam al-
Qur’an disurati juga manusia yang tergoda dan berbuat dosa, namun pada dasarnya manusia
itu tidak mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa. Bahkan tidak ada naluri dosa di
dalam diri manusia ketika lahir. Manusia itu bersih dari dosa sebagaimana asal mula
kejadiannya (tabularasa), yang membuat manusia berdosa adalah lingkungannya.
H. Nasution (Islam … hal.17) mengatakan, bahwa Allah yang Maha Suci itu
menginginkan pula manusia untuk tetap suci. Dan karena manusia berasal dari Tuhan dan
akan kembali kepada Tuhan maka hanya orang-orang suci saja yang dapat kembali ke sisi
Tuhan yang Maha suci, yaitu di surga. Sedangkan orang-orang yang tidak suci akan mendapat
tempat di neraka.
Bertolak dari pemahaman itu maka yang menjadi tujuan hidup umat Islam adalah
menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan, yakni dengan mematuhi segala perintah-perintah
dan larangan-larangannya, agar manusia tetap suci dan berbudi pekerti. Manusia serupa inilah
yang akan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia sekarang ini dan di akhirat kelak.
Jalan untuk menjadi suci dan tetap suci ialah melakukan ibadat seperti yang diajarkan
Islam, yaitu Salat, Zakat, puasa dan haji. Dengan melakukan ibadat, selain membersihkan dan

21
menyucikan diri juga orang dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat atau amoral
(Islam, …, hal.19).
Adapun perintah-perintah dan larangan-larangan yang dimaksud dinyatakan di dalam
syari’at Islam, yang disebut ilmu fiqh itu diuraikan di dalam kitab-kitab fiqh, yang isinya
dimulai dengan uraian tentang ibadat. Uraian ini didasarkan kepada lima rukun Islam
(artinya : tiang Islam) yaitu : Syahadah, Salat, Zakat, puasa dan haji.
Selanjutnya kitab-kitab fiqh mengatur soal kemasyarakatan. Islam berpendapat, bahwa
kebahagiaan di dunia dan akhirat juga bukan hanya ditentukan oleh hubungan baik antara
manusia dengan Tuhan, melainkan juga manusia dengan manusia. Karena itu hukum Islam
yang menguraikan tentang peraturan-peraturan mengenai hidup keluarga (perkawinan,
perceraian, harta warisan, dan lain-lain), perniagaan (jual-beli, pinjam-meminjam,
membungakan uang, dan lain-lain) hubungan orang Islam dan bukan Islam, hubungan orang
kaya dan orang miskin, haram-halal, dan lain sebagainya.
Berdasarkan syariat Islam tadi, dapat dikatakan bahwa agama Islam adalah agama yang
mengatur hidup manusia menurut perintah-perintah dan larangan-larangan. Karena itu agama
Islam dapat diidentifikasikan sebagai agama moralis. Syari’at Islam membagi tingkah laku
manusia dalam lima macam :
Fardu (wajib). Maksudnya, semua perkara yang harus dan wajib dilakukan oleh umat
Islam. Orang yang melakukan wajib itu mandapat pahala, dan orang yang melalaikannya akan
mendapat hukuman. Contoh : salat lima waktu, membayar zakat, puasa dan haji.
Sunnah atau mustahap, artinya segala perkara yang baik dipandang orang. Muslim yang
melakukannya akan mendapat pahala, dan yang tidak melakukannya tidak akan dihukum.
Contoh : Salat sunnah rawatip atau salat sunnah tetap, yaitu salat yang dilakukan sebelum dan
sesudah salat fardu lima waktu, salat tahajjud, yaitu salat sunnah yang dilakukan tengah
malam, salat at-tarawih, yang dilakukan pada bulan puasa.
Ja’iz atau mubah, yaitu perkara-perkara yang dihalalkan, tidak disuruh dan tidak pula
dilarang oleh syari’at. Yang melakukannya tidak mendapat pahala dan tidak melakukannya
tidak mendapat hukuman.
Makruh, yaitu perkara yang tidak diterima baik. Maksudnya segala sesuatu yang tidak
patut dilakukan.
Haram. Yaitu segala perkara yang dilarang. Yang melakukannya mendapat hukuman dan
yang melalaikannya mendapat pahala. Contoh haram makan daging babi.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai lima Rukun Islam :


22
a. Syahadah.
Syahadah adalah pengakuan iman umat Islam, bunyinya : “Ashadu Alla ilaha illallah, wa
asyhadu anna Muhammadar Rasulu’llah”, artinya : Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah dan aku bersaksi, bahwa Muhammad rasul Allah”.
Syahadah ini tidak dijelaskan di dalam ilmu fiqh, melainkan di dalam ilmu kalam (teologia
Islam), karena menyangkut soal iman. Sedangkan aspek ibadat mendapat penekanan
khusus sebab menyangkut kewajiban, yang harus diatur di dalam fiqh Islam. Ibadah selain
membawa kepada kesucian rohani juga memberi pendidikan moral kepada umat Islam
seperti dikatakan di dalam al-Qur’an, bahwa salat mencegah orang dari perbuatan keji, dan
mungkar (surat al-Ankabat ayat 45). Tentang zakat di katakan, bahwa zakat diambil dari
harta untuk membersihkan dan mensucikan mereka (surat at-Taubah ayat 103).
Selanjutnya mengenai puasa dikatakan, bahwa puasa adalah wajib agar kamu bertaqwa
(surat al-Baqarah ayat 183). Bertaqwa artinya menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan
melakukan perbuatan-perbuatan baik. Mengenai haji dijelaskan, bahwa sewaktu
mengerjakan haji orang tidak boleh mengeluarkan ucapan-ucapan tidak senonoh, tidak
boleh berbuat hal-hal tidak baik dan tidak boleh bertengkar (surat al-Baqarah ayat 147).

b. Shalat
Menurut ajaran Islam, salat dapat membawa manusia dekat dan selalu ingat
kepada Tuhan. Karena itu salat merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-
laki maupun perempuan.
Salat ialah sembahyang, yang dilakukan 5 kali sehari, yaitu : salat al-zuhur, kira-kira antara
pukul 12.15 sampai 15.00; salat al-‘asr, antara pukul 15.30 hingga 16.15, salat al-magrib,
antara pukul 18.15-19.00; salat al-‘isya, antara pukul 19.15 hingga 04.00 dan salat al-subb-
pukul 04.00 sampai 05.30. selain salat wajib ada juga salat sunnah (tidak diwajibkan).
Sebelum mengerjakan salat, setiap muslim wajib pula tahara atau berwudhu
(membersihkan tubuh dengan air).
Melakukan salat wajib dan salat sunnah menurut Hadis, selain merupakan anak kunci pintu
surga, juga dosa dapat diampuni. Karena itu orang yang rajin melakukan salat dianggap
sebagai orang saleh (santri), sebaliknya orang yang melalaikannya dan tidak mengerjakan
perintah agama lainnya disebut abangan.

23
c. Zakat.
Menurut ajaran Islam, orang wajib membayar zakat, yaitu mengeluarkan
sebagian dari harta untuk menolong fakir-miskin dan juga merupakan penyucian diri.
Maksud penyucian diri ialah untuk menjauhi kerakusan pada harta dan untuk menunjukkan
rasa persaudaraan, belas kasihan serta menolong yang berkekurangan.
Selain zakat yang dimaksud ada lagi zakat lain, yaitu zakat al-fitr (zakat fitrah) yaitu
pemberian yang dibagikan pada akhir bulan Ramadhan, sehabis bulan puasa. Ada juga
zakat sadakah, yaitu pemberian sukarela terutama dilakukan dalam bulan Ramadhan.

d. Puasa (saum)
Puasa ialah menahan diri dari makan dan minum sejak dari terbit sampai
terbenam matahari, yang dilakukan pada bulan kesembilan tahun Islam (bulan Ramadhan).
Menurut syari’at Islam, setiap muslim yang sudah akil baliq wajib berpuasa selama bulan
Ramadhan.
Menurut ajaran Islam, puasa merupakan penyucian diri atau roh, sebab dengan berpuasa
seseorang dapat menahan hawa nafsu makan, minum dan seks, di samping menahan diri
dari amarah, pertengkaran serta dapat menghapus segala dosa yang pernah dilakukan.
Bulan puasa dianggap sebagai bulan yang berpahala. Karena itu umat Islam berlomba-
lomba berbuat kebajikan (baik wajib maupun sunah) seperti bersalat dan mengeluarkan
zakat fitrah bagi muslim yang mampu.

e. Haji (haji).
Bagi muslim yang sudah akil baliq serta mampu, diwajibkan untuk menunaikan
ibadah haji sekurang-kurangnya sekali dalam hidupnya.
Naik haji ialah perjalanan ke Mekkah, yang dilakukan pada bulan Dhu-e-hjja (bulan
terakhir tahun Islam). Maksud ibadah haji ini ialah selain penyucian diri atau roh juga
untuk menciptakan rasa persaudaraan dengan sesama umat Islam dari segala bangsa.
Demikianlah menurut ajaran Islam, bahwa melakukan ibadat (salat, zakat, puasa dan haji)
orang dapat membersihkan dan menyucikan diri atau roh dan dapat pula menjauhkan diri
dari segala perbuatan jahat. Bahkan melalui ibadat, dosa yang telah dibuat oleh seseorang
dapat diampuni Tuhan. Dengan demikian seorang muslim akan menjadi dan tetap suci
adanya, sehingga ia layak untuk menikmati kebahagiaan kekal, baik di dunia sekarang ini
maupun di akhirat kelak.

24
BAB III
KESELAMATAN DALAM ALKITAB

A. Pemahaman Dasar Keselamatan dalam Perjanjian Lama


Untuk memahami keselamatan dalam Perjanjian Lama maka terlebih dahulu perlu
anda ketahui beberapa hal mendasar mengenai isi kitab-kitab Perjanjian Lama.
Pertama-tama, sebagaimana anda ketahui dari Alkitab bahwa ada 39 kitab-kitab
Perjanjian Lama. Untuk memberi nama pada kumpulan kitab-kitab ini, orang-orang Yahudi
memberinya sebutan “TENAK” yang berarti Thora (T) = Hukum (Kejadian sampai
Ulangan); Nabiim (N) = Nabi-nabi ( yang terdahulu: Yosua, Hakim-hakim, I.II Samuel, I.II
Raja-raja dan yang terkemudian : Yesaya, Yeremia, Yeheskiel – disebut nabi-nabi besar,
Hosea sampai Maleaki – disebut nabi-babi kecil); Kebubim (k) = Kitab-kitab/surat-surat
(Mazmur, Ayub, Amsal, Rut, Kidung Agung, Pengkhotbah, Ratapan, Ester, Daniel, Ezra,
Nehemia dan I.II Tawarikh).
Penamaan lain seperti yang dicatat J. Blommendaal, 1. Buku-buku sejarah (Kejadian-
Ester); 2. Buku-buku Pengajaran (Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung; 3.
Buku-buku Nabi-nabi (Yesaya – Maleakhi).
Penamaan-penamaan ini tidak mengekang atau membatasi keberadaan masing-masing kitab
dalam segala motif pemberitaannya. Demikian juga pembahagian dalam tiga kumpulan
besar tidak merupakan pembagian mutlak yang membatasi kesanggupannya sebagai satu
kesatuan kitab dengan inti berita yang satu. Berita yang dimaksud ialah “perbuatan-
perbuatan Allah di medan sejarah dalam rangka penyelamatan-Nya bagi manusia dan
dunia”.
Bukan saja Perjanjian Lama tetapi juga Perjanjian Baru menyimpan inti berita itu. Oleh
karena itu, keselamatan dalam Perjanjian Lama tak dapat tidak berada dalam kesatuan
dengan pemberitaan Perjanjian Baru. Namun tentu Perjanjian Lama sebagaimana pula
Perjanjian Baru hendak mengemukakan suatu manfaat dalam kedudukan dan peranan
masing-masing.
Selanjutnya, pada dasarnya Perjanjian Lama berisi berita keselamatan dalam nama
penekanan terhadap dipihak Allah sebagai sumber dan pelaksana. Jadi Allah adalah
pemrakarsa sehingga hanya berdasar rancangan-rancangan-Nya karya selamat menjadi
nyata. Pernyataan ini sekaligus mengemukakan suatu prinsip bahwa penyelamatan Allah
bukan hanya tertuju pada hal-hal yang sifatnya “melepaskan dari bahaya” melainkan

25
menunjuk suatu keberadaan Allah selaku “Penyelamat” dalam segala situasi. Penyelamatan-
Nya juga bersifat universal – umum, bukan monopoli suatu kelompok atau individu.
Untuk itu akan dibahas tiga unsur penting yang seyogianya menjiwai seluruh
pembicaraan tentang keselamatan.

Perjanjian
Perjanjian (bahasa Ibrani : berith) berarti persetujuan antara dua pihak untuk satu
tujuan. Tetapi di dalam hubungannya dengan iman kepercayaan Israel, Perjanjian itu
mempunyai arti tersendiri. Menurut Israel, pengambil inisiatif atau prakarsa adalah Tuhan
Allah. Allah sendirilah yang membentuk perjanjian-memberi janji. Unsur janji oleh Allah di
satu pihak dan pada pihak lain Israel penerimanya. Itulah ciri perjanjian Allah dan manusia
(umat Israel).
Dalam ikatan yang demikian Israel menaruh percaya dan taat pada Perjanjian Allah.
Ia harus memeliharanya dan tidak dapat hanya bermasa bodoh, pasif menunggu janji.
Konsekuensi dari padanya Israel terus-menerus diperhadapkan dengan jalan perjanjian yang
sekaligus menantangnya di jalan hidupnya.
Perjanjian itu pada dasarnya berisi dimensi-dimensi keselamatan yang sah. Menurut
janji-Nya maka Allah akan memberikan-Nya sekaligus menjadi hak manusia untuk
menerimanya. Tetapi tak boleh dilupakan bahwa janji itu akan ditepatinya menurut
perkenan-Nya dan bukan hanya karena sudah merupakan hak yang dapat saja dituntut
manusia. Perjanjian itu bermakna sebagai pengikat hubungan Allah dan manusia dari zaman
ke zaman. Itu merupakan jaminan bagi seluruh eksistensi manusia, sebab perjanjian itu
berisi kasih Allah yang abadi untuk menyelamatkan dan manusia menjadikannya sebagai
jalan untuk menyatakan imannya.
Demikian Perjanjian Lama mengemukakannya dalam beberapa cerita, dimana Allah
mengadakan perjanjian baik dengan:
- Nuh (Kej. 9:12-17),
- Abraham (Kej. 15:7-21; 17:4-14),
- diulangi diteguhkan lagi pada Ishak (Kej. 26:2-4,24)
- kepada Yakub (Kej. 28:3-4, 13-15;35:11-12)
- dan kepada Yusuf (Kej. 48:15-16).
- orang Israel di Sinai (Kel. 24 dan seterusnya) yang berpusat pada berita janji
dalam Kej. 12:1-2 : berisi janji tanah (tanah Kanaan) dan janji keturunan yang
besar.
26
Perjanjian sebagai hubungan khusus Allah dan manusia bermakna sebagai ikatan
bagi keseluruhan (kolektivitas) manusia, dan hanya dalam keseluruhan itulah dipahami
realisasinya pada tiap-tiap individu. Karena itu Abraham meletakkan suatu dasar bagi
pembangunan keseluruhan umat. Selanjutnya, dalam ikatan keseluruhan terkandung makna
kebersamaan – solidaritas antar sesama. Itulah sebabnya karya pernyelamatan Allah
menempatkan manusia sebagai alat dan pelaku kedua.
Perjanjian menyifatkan hukum-hukum yang diberikanNya sebagai “memelihara
umat”, sebab dalam hukum Taurat di junjung tinggi pengasihan dan berkat disamping
hukuman dan kutuk yang akan diuraikan pada unsur berikut.

Hukuman
Tema tentang hukuman mengambil tempat yang besar dalam Perjanjian Lama.
Karenanya kita perlu meninjaunya. Adanya hukuman memang menimbulkan persoalan :
tidakkan hukuman melemahkan kasih karunia Allah dalam ikatan perjanjian di atas (I)?
apabila mendengar berita seperti yang dikumandangkan Yesaya 24:1-23, bumi seluruhnya
akan dihanguskan – seluruh rakyat termasuk para Imam harus mengalaminya. Itulah tanah
Yehuda yang mengalami kehancuran karena pembuangan.
Nada hukuman di samping berkat seakan-akan berdiri sama kuat dan diperingatkan
kepada umat Israel (band. Im. 26:1-13 = berkat, 26 : 14-39 = kutuk).
Para utusan Tuhan terang-terangan memperhadapkan kematian sebagai kenyataan yang telah
ditentukan bagi yang tidak menerima kehidupan. Seperti yang disinggung pada pokok
perjanjian bahwa kematian atau kebinasaan dan kutuk adalah sisa negatif sebagai akibat dari
penolakan umat terhadap jalan menurut hukum-hukumNya (band. Ul. 28:15, I Sam. 15:23, I
Yoh. 1:5, Yak. 1:17).
Namun demikian seperti kesaksian Yeheskiel 18:23, 23:11 bahwa sebenarnya Tuhan
Allah tidak berkenan pada kematian orang fasik. Yang lebih disukai Tuhan Allah ialah
pertobatannya supaya ia hidup (band. I Tim. 2:4, II Pet. 3:9). Jadi Allah menghukum umat
yang tidak melakukan hukum-hukum-Nya dan tidak ingat akan perjanjian-Nya. Tetapi yang
bertobat akan diselamatkan. Dalam hal ini, penghukuman-Nya merupakan tindakan
penyadaran bagi umat atau cara memperkenalkan jalan-jalan Tuhan. Sebab dibalik hukuman
tersedia keselamatan. Maz. 5:5, Zak. 8:17, band. Juga I Yoh 2:16, I Yoh. 3:10, itulah yang
dialami umat Israel, yang mengalami penghukuman karena dosa-dosa mereka tetapi pada
akhirnya diselamatkan dan diberi pengampunan serta pembaruan hidup.

27
Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penyelamatan Allah tidak terlepas dari
upaya memberi kesadaran terus menerus akan hukum Tuhan sebagai petunjuk untuk segala
kehendak-Nya. Manakala kedapatan manusia tidak setia maka akan mempertahankan
perjanjian kekal itu dengan memberi hukuman bagi yang melanggar.
Penghukuman bukan untuk kemusnahan mutlak tetapi untuk menyadarkan. Dengan
kata lain hukuman bukanlah akhir dari tindakan Allah tetapi dalam “rahasia” Allah mereka
tetap dirangkul-Nya.

Pembebasan dan Penebusan


Penyelamatan Allah adalah tindakan pembebasan. Dengan kata lain penyelamatan
Allah bermakna melepaskan dan membebaskan manusia dari keadaan bahaya, ancaman atau
buruk. Dapat pula bermakna penebusan dalam mana melekat pemahaman Allah sebagai
pemilik yang harus mengambil kembali kepunyaan-Nya.
Memang penebusan mempunyai konotasi “ jual-beli” atau merupakan istilah dalam
tata niaga atau rumah gadai yaitu pada saat menebus entah barang atau seorang harus ada
bayaran atau harga tebusan.
Di Israel memang mengenal cara demikian. Makanya ada hukum penebusan salah
(Im. 7:1-10, 5:14-6:7, Bil. 5:5-10), penebusan rumah (Im. 25:29-34), Penebusan Tanah (Im.
25:23-28). Penebusan orang-orang miskin (Im. 25:35-55, Penebusan isteri (Ul. 25:5-10 band
Rut 2:20 dan seterusnya).
Pengalaman pembebasan dan penebusan dalam rangka penyelamatan Allah nampak
seterang-terangnya pada peristiwa pembebasan terhadap Israel di tengah perbudakan di
Mesir. Keluaran 14:30 berkata : “Pada hari ini Tuhan melepaskan Israel dari tangan orang
Mesir” sebagaimana orang tahanan Israel terbelenggu, terpenjara, diperbudak, mereka
hendak dimerdekakan atau dibebaskan.
Jadi pembebasan bertujuan untuk melepaskan Israel dari ikatan dan kungkungan
perbudakan. Lalu kelepasan itu sebenarnya mengacu pada tindakan mengembalikan keadaan
yang sebenarnya. Itulah keadaan sebagai umat milik Tuhan yang mengenal dan mendengar
pemiliknya. Itu juga gambaran yang terdapat pada perumpamaan Allah adalah Gembala
Domba. Terdapat di dalamnya keadaan aman damai dan sejahtera.
Makna pembebasan bukan berarti bebas sebebas-bebasnya tetapi pembebasan dalam
harkat sebagai hamba Allah semata-mata. Bebas berarti sadar akan dirinya sebagai umat
gembalaan Allah. Dengan demikian menempatkan diri di bawah ketetapan atau hukum-
hukum Tuhan.
28
Sudah tentu penyelamatan itu berlangsung dalam proses yang panjang sehingga tidak
merupakan akhir terpenuhinya suatu cita-cita. Malahan proses itulah yang mengukuhkan
fakta penyelamatan yang bukan sebagai sesuatu yang utopia saja.

B. Keselamatan Dalam Perjanjian Baru


Dengan pokok ini dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memperoleh pemahaman
tentang arti keselamatan menurut kesaksia Perjanjian Baru, dengan tujuan :
Mahasiswa mendapatkan pemahaman arti keselamatan menurut kesaksian Perjanjian Baru;
Mahasiswa mengerti arti keselamatan dalam rangka karya penebusan, pembenaran dan
pendamaian Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus;
Mahasiswa memperoleh pemahaman tentang implikasi etis dari arti keselamatan itu dalam
kehidupan gereja.

1. Pembahasan Umum tentang Keselamatan


Kata keselamatan (Yunani : Soteria) menunjuk pada pembebasan dalam arti
terhindar atau lepas dari suatu bahaya yang mengancam kehidupan. Dalam konteks
keagamaan, Allah menyelamatkan manusia dari berbagai macam kesulitan hidup. Allah
dipandang sebagai penyelamat (soter) dan pelindung, yang dapat mengusir kecelakaan atau
kesulitan yang mengacam manusia. Bagi orang-orang Gnostik, keselamatan merupakan
pengetahuan yang diberikan melalui wahyu Illahi yang membebaskan jiwa dari kuasa
kematian. Di dalam agama-agama misteri, pembebasan datang melalui pengalaman dalam
praktek kultus rahasia dimana ia memperoleh suatu kehidupan sesudah kematian.
Dalam lingkungan filsafat dan agama, kata itu dipakai untuk menunjuk pada
pemeliharaan Illahi dari segala sesuatu. Dapatlah disimpulkan sebagaimana yang dirumuskan
oleh A.M. Hunter, bahwa keselamatan secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan
dalam segala bentuknya, dari keutuhan tubuh sampai kepada ideal tertinggi, yakni
kesejahteraan rohani. Bagi orang Yahudi, keselamatan adalah pertama-tama pembebasan dari
dosa yang memisahkan dia dari Allah yang maha Kudus. Bagi seorang kafir, itu adalah
pelepasan dari segala “anak-anak umban dan anak-anak panah peruntungan yang kejam”, dari
nasib, dari ketakutan akan maut dan segala ketidak amanan yang tak terkatakan itu yang dari
padanya bergantung lamanya atau bahagian kehidupan kita orang-orang fana.
Dalam pemberitaan gereja mula-mula, Soteria dan sozo (kata-kata yang berarti
menyelamatkan mendapatkan perhatian yang sentral melalui aplikasi mereka kepada Kristus
sebagai dasar, isi dan tujuan dari injil. Keduanya dipakai untuk mengikhtiarkan ciri esensial
29
dari pada misinya. Ini secara jelas diungkapkan dalam buku Kisah Para Rasul. Dalam Kisah
4:12, Petrus berkata kepada pemimpin agama Yahudi “Dan keselamatan tidak ada di dalam
siapapun juga selain di dalam Dia, sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain, yang
diberitakan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”. Dalam Kisah 3:6,
keselamatan itu menunjuk pada “kesembuhan”. (band. Kisah 4:9,10). “Dan bagi kamulah
Allah membangkitkan HambaNya dan mengutusNya kepada kamu, supaya Ia memberkati
kamu dengan memimpin kamu masing-masing kembali dari segala kejahatanmu”. Di sini
keselamatan dihubungkan dengan keadaan diberkati dan hidup dalam kebaikan. Selanjutnya,
dalam Kisah 13:38, itu berarti pengampunan dosa (band. Kis 2:39, 10:43; 26:18). Jadi
keselamatan menunjuk pada suatu hubungan manusia yang baru dengan Allah. Keselamatan
itu diperoleh hanya karena iman di dalam Kristus (Kisah 16:31).
Rasul Paulus dan pengikut-pengikutnya menggunakan istilah sozo dan soteria secara
eksklusive untuk tindakan penyelamatan Allah. Berita tentang anugerah keselamatan itu
datang melalui kerygma. Injil memberitakan keselamatan itu (Efesus 1:13). Dalam Roma 1:16
dikatakan “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah
kekuaran Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi,
tetapi juga orang Yunani”. Maksud dari pemberitaan Paulus ialah untuk memproklamasikan
kabar keselamatan kepada sebanyak mungkin orang Yahudi maupun orang Yunani (Roma
1:15; 11:14; 1 Kor. 9:22; 10:33; 1 Tes. 2:16; band. Juga 1 Kor. 7:16). Orang-orang yang telah
diselamatkan melalui iman dipertentangkan dengan mereka yang dibinasakan (1 Kor 1:18; 2
Kor 2:15). Keselamatan merupakan suatu kenyataan kini (2 Kor. 6:2 “Sebab Allah berfirman :
“Pada waktu Aku berkenan, aku akan mendengarkan engkau’. Sesungguhnya, waktu ini
adalah waktu perkenanan itu : sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu”. Paulus
juga menekankan hubungan antara keselamatan kini dan yang akan datang (Roma 8:24 band.
1 Kor 5:5; 2 Kor 5:10). Sesuai dengan rencana Allah, seluruh Israel akan mendapat bagian
keselamatan yang akan datang sesudah jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah
masuk dalam persekutuan orang-orang percaya (Roma 11:25,26). Pada waktu itu, orang-
orang percaya akan bebas dari muka Allah (Roma 5:9; I Kor 3:15; 1 Kor 5:5).
Dalam surat-surat Pastoral, terdapat serangkaian pernyataan-pernyataan tentang
keselamatan :
Allah menghendaki keselamatan bagi semua. Ia menghendaki semua orang untuk datang pada
pengetahuan tentang kebenaran (1 Tim 2:4,6)
Yesus datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang berdosa (1 Tim 1:15).

30
Allah menyelamatkan kita bukan karena perbuatan-perbuatan kita, tetapi karena kasihnya
(titus 3:5)
Dalam 2 Tim 4:18 disebutkan tentang keselamatan yang akan datang.
Dalam surat 1 Petrus, kata soteria dipakai dalam hubungan dengan keselamatan akhir. Orang-
orang Kristen “bertumbuh” ke arah keselamatan ini melalui pemberitaan danpengajaran (2:2),
sehingga pada akhirnya mereka mencapai tujuan dari man mereka yaitu keselamatan jiwa.
Di dalam kitab Iberani, disebutkan bahwa Kristus adalah pioner, sumber dan
pengantara dari keselamatan itu (Iberani 2:10;5:9;7:25). Pada kedatanganNya yang pertama,
Yesus meletakkan dasar bagi tindakan penyelamatan Allah di masa depan melalui korban
penebusanNya. Sebagai orang yang hidup untuk selama-lamanya, ia dapat menyelamatkan
mereka yang datang kepada Allah melalui Dia (Iberani 7:25). Pada kedatanganNya yang
kedua kali Ia akan tampil sebagai penyempurna dari keselamatan (Iberani 9:28). Dalam semua
aspek, keselamatan merupakan tujuan daripada tindakan Allah kepada manusia. Keselamatan
yang dibawa oleh Yesus Kristus adalah sempurna dan berlaku selama-lamanya (Iberani 5:9).
Penulis surat Iberani mengemukakan juga bahwa karia keselamatan Allah di dalam Yesus
Kristus telah dimulai di dalam proklamasi Kristus (Iberani 1:1-2).
Dalam tulisan-tulisan Yohanes, keselamatan itu ditunjuk oleh ungkapan Yohanes dengan
“kehidupan kekal”. Dalam Yohanes 3:17 dan 12:47, Yesus berkata bahwa Ia datang bukan
untuk menghakimi tetapi untuk menyelamatkan dunia. Anak Allah adalah kebenaran itu,
karena itu Ia adalah pengantara dan keselamatan itu. Dalam Yohanes 11:12 dan 12:27, kata
keselamatan itu mempunyai arti umum yaitu dibebaskan dari kebutuhan fisik dan emosi.
Dalam ketiga injil Synoptik, soteria dihubungkan dengan kesembuhan dari penyakit
(Markus 10:52; Lukas 8:48; 17:19;18:42). Jadi keselamatan di sini menunjuk pada keadaan
sembuh, pembebasan dari kuasa jahat dan dari malapetaka dan dukacita. Di tempat lain dalam
Injil2 Synoptik, keselamatan itu digambarkan sebagai “selamat dari musuh dan dari tangan-
tangan orang-orang yang membenci kita (Lukas 1:71). Keselamatan dihubungkan dengan
pengampunan dosa-dosa (Luk 1:77; Mark. 1:14). Dengan kata lain keselamatan dipahami di
sini dalam arti hubungan khusus Allah dengan manusia dalam Kristus (Mat 1:21, “Ia akan
melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, Dialah yang akan
menyelamatkan umatNya dari dosa-dosa mereka”). Di dalam Injil2 Synoptik juga
digambarkan tentang keselamatan eskhatologis. Hal ini jelas misalnya dalam Markus 8:35
“karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi
barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya”
(band. Bagian pararel Mat. 16:25 dan Lukas 9:24).
31
Dalam Injil Lukas, keselamatan menjadi realitas kekinian melalui tindakan-tindakan
Yesus yang membawa pengampunan dosa-dosa. Hal ini jelas terungkap dalam Lukas 19:9,10
“Hari ini telah terjadi keselamatan pada rumah ini, karena orang ini pun anak Abram. Sebab
Anak manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (band. Juga Lukas
15:1-32).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal :
Keselamatan menunjuk pada kesembuhan dari penyakit
Keselamatan berarti bebas dari kuasa jahat
Keselamatan berarti bebas dari malapetaka
Keselamatan berarti bebas dari duka cita
Keselamatan berarti hidup dalam kebaikan
Keselamatan dihubungkan dengan keadaan diberkati
Keselamatan berarti “kehidupan yang kekal”
Keselamatan berarti “keselamatan jiwa”
Keselamatan berarti pengampunan dosa dan bebas dari murka Allah
Keselamatan berarti adanya hubungan baru manusia dengan Allah
Keselamatan adalah suatu realitas kini yang akan mencapai kesempurnaan di masa depan
Keselamatan itu merupakan karunia Allah bagi manusia. Jadi manusia mendapatkan
keselamatan itu bukan karena perbuatan-perbuatannya, tetapi karena kasih karunia
Allah. Karena itu manusia menyambut itu dengan iman
Yesus Kristus adalah sumber keselamatan itu; ia datang ke dalam dunia untuk
menyelamatkan orang-orang berdosa; ia juga adalah korban yang daripadanya manusia
diselamatkan
Keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus
Keselamatan itu ditawarkan kepada semua orang (universalisme)

Di bawah ini akan dibahas tiga istilah yang dipakai oleh Paulus dalam menjelaskan
tentang karya penyelamatan Allah di dalam Kristus: penebusan (apolutrosis), pembenaran
(dikaiosis) dan pendamaian (katallage).
Istilah penebusan (apolutrosis) adalah metafora dari pasar budak belian. Kata ini dipakai
untuk menggambarkan cara bagaimana Allah yang penuh kasih karunia itu melepaskan orang-
orang berdosa daripada dosa-dosa mereka. Kata penebusan itu sendiri (Bahasa Inggris :
“atonement”) hanya muncul dalam Roma 5:11 tapi ide bahwa kematian Kristus berhubungan

32
dengan masalah dosa manusia dan membawa manusia kepada persekutuan dengan Allah
merupakan ide sentral dalam Perjanjian Baru.
Dalam theologi Paulus, pokok tentang kematian Kristus memainkan peranan yang
sangat penting. Dalam 1 Kor 15:3 dikatakan “sebab yang sangat penting kusampaikan
kepadamu, yaitu apa yang kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa
kita, sesuai dengan kitab suci”. Sangat jelas terungkap di sini ide tentang penebusan itu;
bahwa Yesus telah mati untuk menebus dosa-dosa kita. Untuk menuju pada kematian Yesus,
rasul Paulus memakai ungkapan-ungkapan seperti : darahNya, salibNya atau penyalibanNya.

Beberapa hal yang hendak diungkapkan tentang kematian Kristus :


1. Bahwa kematian Kristus merupakan pernyataan puncak kasih Allah kepada
manusia.

Salib Kristus bukan hanya menunjuk pada kasih Kristus. Salib Kristus menunjuk
pula pada kasih Allah. Didalam 2 korintus 5:9 dikatakan “Allah di dalam Kristus
mendamaikan dunia dengan diriNya sendiri. Roma 5:8 “Akan tetapi Allah menunjukkan
kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati bagi kita, ketika kita masih berdosa”.
Perhatikan juga referensi-referensi berikut ini :
Roma 8:3, sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum taurat karena tak berdaya oleh
daging, telah dilakuka oleh Allah. Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam dalam
daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan
hukuman atas dosa di dalam daging”. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Yesus adalah sebagai
yang diutus oleh Allah untuk menerima hukuman yang seharusnya diterima oleh manusia.
Allah relakan anakNya sendiri mati. Jadi disini kasih Kristus diungkapkan.
Roma 8:32, “Ia yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi menyerahkanNya bagi kita
semua,…” kasih Allah di sini nyata dalam hal bahwa Ia rela menyerahkan AnakNya untuk
menderita bagi manusia. Salib adalah bukti kasih Allah kepada manusia. Dan penginisiatif
daripada pekerjaan penebusan itu adalah Allah sendiri. Dalam referensi-referensi berikut ini,
kita akan melihat bahwa Paulus tidak membedakan kasih Allah dan kasih Kristus :
Galatia 2:20, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup
oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku”.
2 Korintus 5:14, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami karena kami telah mengeri,
bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati”.
33
“Dan Kristus telah mati untuk semua orang…” (ayat 15). Ide yang sama terungkap juga
dalam Efesus 5:25,” … sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat…”
Dalam hubungan dengan pemahaman bahwa salib adalah bukti kasih Allah, maka
kita harus melihat juga bahwa penebusan itu dipahami dalam rangka murka Allah atas dosa.
Nas-nas di bawah ini mengungkapkan hal itu :
Roma 3:21 dan seterusnya
Roma 1:18, “Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman
manusia, yang menidas kebenaran dengan keadilan”.
Galatia 6:7, “…Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan”.

2. Kematian Kristus merupakan suatu pengorbanan


Dalam Roma 3:25, disana disebutkan bahwa Yesus telah ditentukan menjadi jalan
pendamaian. Menurut Efesus 5:2, Kristus menyerahkan diriNya sebagai persembahan dan
korban bagi kita. Dalam Roma 8:3, dikatakan bahwa Kristus yang diutus, dijatuhi hukuman
karena dosa. Dalam 1 Kor 5:7, Yesus digambarkan sebagai anak domba Paskah. Dalam
Roma 5:9, oleh darahNya, kita dibenarkan. (darah menunjuk pada korban sembelihan). Ide
yang sama terungkap dalam Efesus 1:7, “di dalam Dia, oleh darahNya, kita beroleh
penebusan. Dalam Kolose 1:20, disebutkan tentang segala sesuatu diperdamaikan dalam
diriNya oleh darah salib Yesus Kristus. Jadi salib Kristus atau kematian Kristus merupakan
bukti atau tanda dari suatu pengorbanan yaitu pengorbanan Yesus sendiri.

3. Kematian Kristus bukanlah semata-mata sebagai suatu peristiwa dalam


sejarah. Tetapi bahwa Kristus mati bagi kita (1 Tesalonika 5:9)
Roma 5:8 dengan jelas mengungkapkan makna kematian Kristus. Ia telah mati
untuk kita, ketika kita masih berdosa. Dengan menambah ungkapan “ketika kita masih
berdosa”, Paulus hendak menunjuk pada karya penebusan Kristus bagi kita orang-orang
berdosa.
Dalam Roma 8:32, dikatakan bahwa Allah Bapa tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi
yang menyerahkanNya bagi kita semua. Jadi Yesus diserahkan bagi kita, yang maksudnya
adalah bagi pengampunan dosa-dosa kita. Disini memang Paulus menekankan inisiatif Allah
sendiri.
Dalam Efesus 5:2, disebutkan bahwa Yesus sendiri menyerahkan diriNya untuk
kita sebagai persembahan dan korban yang haram bagi Allah. Dan kata penulis surat Efesus

34
itu merupakan tanda kasihNya kepada kita. Disini memang pengorbanan Kristus diberi
penekanan dan itu bermakna bagi penebusan dosa-dosa kita.
Dalam Galatia 3:13, lebih diperjelas lagi bahwa Kristus mati di kayu salib untuk menebus
kita. Yesus memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.
Dari uraian contoh-contoh bagi Alkitab di atas jelas bagi kita bahwa kematian Yesus
mempunyai tujuan, yaitu supaya manusia, kita selamat atau menerima pengampunan dosa.

4. Kristus mati untuk menggantikan kita yang berdosa


Sangat jelas dalam 2 korintus 5:21, bahwa Yesus mati menggantikan kita. Dengan
kat alain, Yesus mati bukan karena Ia berdosa. Tetapi karena dosa-dosa kita, Yesus mati. Jadi,
Yesus mati bukan saja untuk kita, tetapi karena atau menggantikan kita.
Dalam 2 Korintus 5:14-15, diungkapkan tentan gkebenaran bahwa kematian Kristus
merupakan kematian semua orang, artinya, secara implisit bahwa kematian kita, dosa-dosa
kita telah ditanggungkan pada Yesus. Ide yang sama juga diungkapkan dalam Galatia 2:20.
Penulis surat 1 Timotius menunjuk pula pada ide itu ketika ia menggunakan istilah “tebusan”.
(Kristus Yesus yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia – 1 Tim
2:6). Melalui kematian Kristus, orang-orang percaya menemukan bukan saja penebusan dosa
secara objektive, tetapi ia mendapatkan pembebasan dari kuasa dosa dan perbudakan hukum
taurat dan dominasi dunia.

5. Kematian Kristus, membawa perdamaian


Konsep ini kita temui terutama dala Roma 3:24-25. Disini Paulus memakai tiga
istilah yang menunjukkan pada kematian Kristus: dibenarkan, penebusan, dan pendamaian.
Ketiga kata ini menunjuk cara dimana Allah dalam kasihNya menyelamatkan orang-orang
berdosa dari dosa-dosa mereka. Bagian ini, memang akan dibahas secara khusus pada bagian
selanjutnya : tetapi, dapatlah disebutkan disini bahwa dosa-dosa manusia telah menimbulkan
murka Allah atas manusia (Roma 1:18; Roma 2:5; Roma 6:23; dan lain-lain). Dan bahwa
hukuman atas dosa-dosa itu ialah kematian. Tetapi kematian Kristus di atas bukit Golgota
telah menyelamatkan orang-orang berdosa dari murka Allah itu. Dengan kata lain, kematian
Kristus telah mendamaikan kita dengan Allah. Dalam 1 Tesalonika 5:9, dikatakan “karena
Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh
Yesus Kristus Tuhan kita”.

6. Kematian Kristus berarti kemenangan


35
Bagian-bagian Alkitab ini menunjukkan pada realita bahwa Kristus tidak mati
selama-lamanya. Ia bangkit. Dan kebangkitanNya merupakan bukti bahwa Ia telah
memenangkan kuasa maut atau kematian itu. Oleh karena itu segala perintah, kekuasaan dan
kekuatan ada dibawah kuasaNya. kebangkitanNya telah menjadikan Dia sebagai raja di atas
segala raja.

C. Pembenaran
Sama dengan istilah penebusan, istilah pembenaran dipakai oleh Paulus untuka
menggambarkan tentang bagaimana cara Allah yang penuh kasih itu menyelamatkan orang-
orang berdosa dari dosa-dosa mereka. Paulus menggunakan konsep ini terutama dalam rangka
polemiknya dengan orang-orang Yahudi. Karena itu, konsep ini selalu digunakannya dalam
pembahasan-pembahasan mengenai iman dan hukum taurat.

C.1. Latar belakang dari konsep pembenaran


Ajaran Paulus tentang pembenaran dapat dimengerti hanya dalam latar belakang
Perjanjian Lama. Kata kerja “membenarkan” (bahwa Inggris to justify) sebenarnya
diterjemahkan dari kata kerja Ibrani tsadaq. Istilah Yunani untuk “membenarkan” ialah
dikaioo. Kata benda dikaosune dapat diterjemahkan dengan kata “justification” = pembenaran
(Galatia 2:21) tetapi kata itu biasanya diterjemahkan dengan “righteousness” = kebenaran.
Kata sifat dikaios dapat diterjemahkan dengan baik “just” = adil atau “righteus” = benar.
Banyak sarjana Roma Katolik yang memahani kata kerja dikaioo dan kata benda dikaiosune
dalam hubungan dengan kualitas kebenaran secara ethis. Akan tetapi para sarjana
kontemporer lebih memahaminya dengan rangka “relationship” = hubungan Allah dengan
manusia daripada kualitas ethis.
Latar belakang doktrin Paulus adalah Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, kata
tsedeq = kebenaran atau tsadaqa = membenarkan, bukanlah pertama-tama suatu kualitas
ethik. Orang yang benar (tsaddig) adalah orang yang menyesuaikan diri dengan norma-norma
yang diberikan.
Kebenaran merupakan standard yang Allah memahami standard Illahi dan karena itu
ia berada dalam hubungan yang benar dengan Allah.
Ide kebenaran sering dimengerti dalam konteks peradilan. Seorang yang benar adalah ia yang
kepadanya hakim mengumumkan bahwa ia bebas dari kesalahan. Adalah merupakan
wewenang hakim untuk membebaskan yang tidak bersalah dan menghukum yang bersalah

36
(Ulangan 25:1; lihat juga 1 Raja-raja 8 : 32). Allah sering digambarkan sebagai hakim atas
manusia (Mazmur 9:4;33:5; Jeremia 11:20).
Dalam Yudaisme, kebenaran didefinisikan dalam arti kesesuaian dengan torah
(hukum-hukum Musa). Dengan kata lain, orang yang benar adalah orang yang hidup sesuai
dengan torah.

C.2. Pembenaran adalah eskhatologis


Salah satu dari fakta-fakta yang sangat penting untuk memahami pengajaran Paulus
ialah bahwa pembenaran itu merupakan dokterin. Dalam Yudaisme, kita mengetahui bahwa
manusia dihakimi sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka di hari penghakiman. Allah
adalah pemberi hukum yang benar dan hakim yang benar. Dalam penghakiman nanti, Allah
akan menentukan mana yang benar dan yang tidak. Hanya Allah yang telah meletakkan
norma bagi kelakuan manusia yang akan menentukan apakah seorang manusia telah
memenuhi norma itu dan karena itu adalah benar.
Makna eskatologis dari pembenaran itu dilihat dalam penggunaan yang beraneka dari
kata “dikaioo” = menjadi benar atau membenarkan. Perhatikan referensi-referensi berikut ini :
Roma 8:33,34, “Siapa yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang
membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus yang telah
mati? …”
Roma 2:13, “karena bukanlah orang yang mendengarkan hukum taurat yang benar di
hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum tauratlah yang akan dibenarkan”.
Roma 5:9, “Lebih-lebih karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan
diselamatkan dari murka Allah”.
Galatia 5:5, “Sebab oleh Roh dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita
harapkan“.
konsep eskhatologis daripada pembenaran itu, kita dapat lihat dalam ucapan Yesus : “Tetapi
aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus
dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapkanmu engkau
akan dibenarkan dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum”. (Matius 12:36,37).
Dalam pemahaman eskhatologis tentang pembenaran, sebagaimana dalam aspek
peradilannya, doktrin Paulus sesuai dengan pemikiran Yahudi kontemporer (pada waktu itu).
Akan tetapi, ada beberapa titik / pokok dimana pengajaran Paulus secara radikal berbeda dari
konsep Yahudi. Salah satu perbedaan esensial ialah menurut Paulus pembenaran eskhatologis
itu telah terjadi. Perhatikan contoh-contoh di bawah ini :
37
Roma 5:9, “Lebih-lebih karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya”.
Roma 5:1, “ Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera
dengan Allah oleh karena Tuhan kita Yesus Kristus”.
1 Kor 6:11, “… Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu
telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita”.

Dalam contoh-contoh ini, kata kerja yang dipakai, semuanya dalam bentuk kata kerja
aorist (waktu lampau). Melalui iman kepada Yesus Kristus, melalui darahNya, manusia telah
dibenarkan, dibebaskan dari kesalahan karena dosa-dosa, dan karena itu dibebaskan dari
hukuman. Jadi pembenaran, yang pertama-tama pembenasan pada penghakiman terakhir,
telah terjadi pada masa kini. Dengan kata lain, penghakiman di masa depan telah menjadi
pengalaman kini. Allah di dalam Kristus telah membebaskan orang percaya; karena itu ia
yakin akan pembebasan dari murka Allah (Roma 5:9), dan tidak lagi berada di bawah
penghukuman (Roma 8:1).

C.3. Dasar dan syarat Pembenaran


Pemikiran Yahudi sesuai dengan pemikiran Paulus dalam memandang pembenaran
sebagai tindakan penghakiman eskhatologis. Dalam penghakiman terakhir, Allah akan
membenarkan orang yang benar. Dasar dari pembenaran akhir ini dalam pemikiran Yahudi
akan berarti kesesuaian dengan hukum Allah. Kadang-kadang, penerimaan dan ketaatan pada
hukum taurat digambarkan dalam arti iman. Orang kafir akan dihukum karena mereka
merendahkan hukum itu dan tidak percaya kepada perintah-perintahNya.
Pada poin ini, doktrin pembenaran oleh Paulus berbeda secara radikal dari pemikiran
Yahudi. Konsep Yahudi menekankan pada hukum taurat sebagai syarat pembenaran. Konsep
Paulus tidak mempertimbangkan dosa-dosa seseorang berhadapan dengan kebenarannya.
Pembenaran itu adalah bagi orang yang melakukan hukum taurat. Karena tidak seorangpun
yang dapat memenuhi secara sempurna atau secara sempurna taat pada hukum taurat, maka
Paulus mengatakan dalam Roma 3:20, “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di
hadapan Allah oleh karena melakukan hukum taurat” dalam Roma 7:7 – 12, Paulus menulis:
“Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum taurat itu dosa? Sekali-kali
tidak! Sebaliknya justru oleh hukum taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak
tahu apa itu keinginan, kalau hukum taurat tidak mengatakan “jangan mengingini” … jadi
hukum taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik; dan itu
merupakan sarana dalam mana seseorang mengenal dosa. Dalam Galatia 2:16 dan 3:11,
38
Paulus dengan tegas mengatakan bahwa tidak mungkin orang dibenarkan karena
melakukan hukum taurat. Orang yang mengharapkan kebenaran oleh hukum taurat, menurut
Paulus berarti lepas dari Kristus (Gal 5:4). Dasar dari pembenaran bukanlah ketaatan kepada
hukum taurat, melainkan kematian Kristus. Kematian Kristus merupakan baik manifestasi
dari kasih Allah atas orang-orang berdosa tapi juga dasar dari pembenaran. Perhatikan Roma
5:9, “… karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya…” dasar penerimaan kita
bukanlah perbuatan-perbuatan kita, bukan juga karena iman kita, bukan juga pekerjaan
Kristus di dalam kita : Tetapi apa yang ia telah kerjakan bagi kita secara obyektif, yaitu
kematianNya. Jadi, sekiranya ada kebenaran bagi manusia karena melakukan hukum taurat,
maka sia-sialah kematian Kristus (Galatia 2:21).
Kematian Kristus sebagai dasar dari pembenaran, diuraikan secara rinci dalam Roma
3:21-26.
Jelas sekali dari ayat-ayat di atas bawah :
Manusia dibenarkan bukan karena melakukan hukum taurat
Dasar daripada pembenaran itu adalah penebusan dalam Kristus melalui kematianNya
Iman merupakan “syarat” penerimaan pembenaran itu.
Kebenaran Allah diuntukkan bagi semua orang yang percaya.

D. Pendamaian (Istilah Yunani “katallage”)


Sejajar dengan istilah-istilah penebusan, pembenaran, istilah pendamaian dipakai
untuk menggambarkan cara Allah yang penuh kasih itu menyelamatkan orang-orang berdosa
dari dosa-dosa mereka.
Dalam perjanjian Baru, kata kerja “katallosso” hanya dipakai dalam arti
memperdamaikan, atau dalam bentuk pasifnya didamaikan. Kata “katallasso” dipakai pada
satu pihak dalam rangka hubungan manusia dengan sesamanya atau hubungan seorang
dengan yang lain (1 Kor7:11). Pengertian ini sama dengan pengertian “diallasso” juga dipakai
dalam rangka hubungan manusia dengan sesamanya. Pada pihak lain, kata “katallasso” juga
dipakai dalam rangka hubungan manusia dengan Allah. Hal ini, dapat dibaca dalam :
Roma 5:10; 2 Kor 5:18-20; Kolose 1:20,22,
Dalam bentuk kata benda “katallage” dapat ditemukan dalam :
Roma 5:11; Roma 11:15; 2 Kor 5:18,19

D.1. Subyek pendamaian itu adalah Allah

39
Hal ini terutama terungkap dalam 2 Korintus 5:18-19. Allah yang mengambil
inisiatif untuk mendamaikan kita dengan diriNya, melalui Kristus. Jadi di sini, jelas bahwa
Allah bertindak. Berbeda denganpemikiran agama suku bahwa ilah atau dewa adalah obyek
daripada usaha pendamaian manusia. Dengan kata lain, manusia berusaha untuk
mempengaruhi Allah dengan korban-korban misalnya supaya ada pendamaian antara mereka
dengan dewa atau ilah mereka sehingga mereka akan mengalami kehidupan tenteram.
Pendamaian yang diciptakan oleh Allah, merupakan tindakan utuh dari Allah mendahuliu
semua tindakan manusia. Dalam Roma 5:10, Paulus mengungkapkannya dengan begitu jelas,
“ketika kita masih seteru, diperdamikan dengan Allah oleh kematian AnakNya…” jadi, bahwa
kita pada mulanya karena dosa-dosa kita menjadi seteru Allah. Dalam situasi ini, Allah sendiri
melalui Kristus mendamaikan kita dengan diriNya. Jesus mati, supaya kita didamaikan
kembali dengan Allah. Tindakan manusia, bahkan termasuk pertobatan dan pengakuan dosa
tidak dapat dipandang sebagai usaha manusia untuk mendatangkan perdamaian itu dengan
tindakan itu berusaha untuk mempengaruhi Allah supaya Ia berdamai dengan kita.
Sebaliknya, pengakuan dosa dan pertobatan merupakan reaksi kita manusia atas tindakan
Allah mendamaikan diriNya dengan kita. Atau dengan kata lain, pengakuan kita dan
pertobatan kita merupakan respons kita atas pendamaian itu. Dan lebih daripada itu, seperti
kata Paulus dalam Roma 5:11 “dan bukan itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh
Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu”

D.2. Pendamaian itu dihasilkan oleh pekerjaan Kristus


“Sebab jikalau kita, ketika masih seteru Allah dipermaikan dengan Allah oleh kematian
AnakNya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamikan, pasti akan diselamatkan oleh
hidupNya!”. (Roma 5:10). Pada bagian ini, Paulus menghubungkan pendamaian itu dengan
kematian dan kebangkitan Kristus. Pendamaian itu ada atau terjadi karena kematian dan
kebangkitan Kristus. Dalam hal ini, pendamaian dilihat sebagai suatu ungkapan mengenai
sutuasi baru yang terjadi antara Allah dengan manusia. Seperti ketika Paulus menggunakan
istilah dalam dunia pengadilan “dikaioo” = membenarkan dan dikaiostine = kebenaran atau
pembenaran, dengan ini Paulus memaksudkan bahwa kematian dan kebangkitan Kristus telah
menyebabkan situasi baru: dahulu adalah seteru Allah, sekarang menjadi sahabat Allah, orang
yang bersalah karena dosa-dosa, dibenarkan atau dianugerahkan kebenaran. Kenyataan bahwa
pendamian dapat disejajarkan dengan pembenaran ( bdgkn : Rm 5:9 ; Rm 5:10; 2 Kor 5:19
Rm 4:3-5), Kata pendamaian “katallage” mengungkapkan tentang transformasi atau

40
pembaharuan hubungan-hubungan antara Allah dan manusia yang telah “dihasilkan” oleh
Yesus Kristus, Adam yang baru (Roma 5:12 dan seterusnya).

D.3. Pendamaian merupakan anugerah Allah


Untuk pokok ini, kita akan melihat secara khusus 2 Korintus 5:18-20.
“Dan semuanya ini dari Allah yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita
dengan diriNya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami.
Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak
memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu
kepada kami.Jadi kami adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kami
dengan perantara kami; dalam nama Kristus kami meminta kepada kamu: berilah dirimu
didamaikan dengan Allah.Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatnya menjadi dosa
karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”
Beberapa hal yang dapat kita catat dari bagian alkitab diatas :
Inisiatif untuk mendamaikan itu adalah Allah sendiri, dengan perantaraan Yesus Kristus. Hal
ini sejajar dengan apa yang tertulis dalam Roma 3:25 “Kristus telah ditentukan Allah menjadi
jalan pendamaian karena iman dalam darahNya. Jadi pendamaian adalah pemberian Allah.
Allah tidak meperhitungkan pelanggaran manusia. Manusia menerima pendamaian itu, justru
ketika ia berdosa. Pendamaian merupakan wujud kasih Allah.
Kristus mati menggantikan kita, dan di dalam dan oleh Dia kita mendapatkan pendamaian itu.
Di dalam ayat 19, pendamaian itu dimengerti sebagai pembenaran. Hal ini jelas dengan
ungkapan “tidak memperhitungkan pelanggaran mereka”. Karena pelanggaran tidak
diperhitungkan lagi maka jalan kepada pendamaian itu terbuka bagi manusia.
Kita yang telah menerima pendamaian itu, dipanggil untuk menjadi utusan-utusan
Kristus atau sebagai yang dipercayakan untuk memberitakan pendamaian itu (ayat 20).
Anugerah pendamaian itu mempunyai nilai pengorbanan Kristus. “Dia yang tidak mengenal
dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”
(ayat 21); 2 Korintus 5:21 ini sangat penting dalam hubungan dengan pemahaman tentang
pendamaian itu.
Manusia telah berbuat dosa
Allah bertindak / berinisiatif untuk mendamaikan diriNya dengan manusia
Yesus yang tidak berdosa dibuatNya berdosa. Yesus mati sebagai orang yang berdosa
walaupun Ia tidak berdosa.
Dalam Yesus kita dibenarkan, sehingga terbuka jalan pendamaian itu.
41
D.4. Substansi atau wujud dari pendamaian itu ialah berakhirnya permusuhan
antara Allah dengan manusia.
Roma 5:10, “… ketika kita masih seteru, diperdamaikan dengan Allah…” jadi perdamaian
sebagai akhir dari perseteruan itu.
2 Kor 5:19, “… Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak
memperhitungkan pelanggaran”. Disini pendamaian dimengerti sebagai pengampunan.
Berdasarkan dua nas diatas, dapatlah disimpulkan bahwa pendamaian menunjuk
pada kenyataan dimana kita mempunyai damai atau berdamai dengan Allah. Dalam Roma 5:1
disebutkan bahwa hidup dalam damai dengan Allah merupakan akibat atau hasil dari
pembenaran itu. Dalam arti ini, pendamaian merupakan pra-kondisi/syarat yang harus
dipenuhi lebih dahulu untuk keselamatan kita (lihat Roma 5:10b dan merupakandasar untuk
suatu “ciptaan yang baru” (2 Korintus 5:17 “Siapa yang ada di dalam Kristus, Ia adalah
ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang”).
Pendamaian sebagai anugerah Allah harus diberitakan. Dalam 2 Kor 5: 20 jelas
bahwa Allah didalam Kristus telah mendamaikan diriNya dengan manusia dan telah
memberikan kepada rasul-rasul pelayanan pendamaian itu. Adalah merupakan suatu berita
bahwa pendamaian telah dilakukan. Adalah merupakan suatu proklamasi bawah Allah telah
melakukan sesuatu bagi manusia. Inilah kabar baik yang harus disampaikan dan meminta
respons dari manusia.

E. Kesimpulan Pembahasan
Ketiga istilah yang dipakai oleh Paulus yaitu : penebusan, pembenaran danpendamaian,
pada satu pihak menunjuk pada cara bagaimana Allah yang penuh kasih menyelamatkan orang-
orang berdosa dari dosa-dosa mereka. Pada pihak lain, ketiga istilah itu menunjuk pada muatan
dari keselamatan itu sendiri.
Keselamatan itu berarti penebusan dosa. Bahwa manusia dibebaskan dari dosa-dosa. Allah tidak
memperhitungkan pelanggaran-pelanggaran/dosa-dosanya. Ia dibenarkan, sehingga hukuman
tidak dijatuhkan kepadanya. Yesus mati menggantikan orang-orang berdosa. Keselamatan itu
juga menunjuk pada adanya pendamaian antara Allah dan manusia. Hubungan yang telah
dirusakkan oleh dosa dipulihkan kembali. Singkatnya, keselamatan itu tidak lain daripada
pengampunan dosa yang memungkinkan manusia boleh hidup kembali dalam relasinya dengan
Allah; atau dengan kata lain, keselamatan itu berarti pembebasan dari dosa-dosa.

42
Dasar keselamatan itu adalah perbuatan Allah di kayu salib. Allah berinisiatif untuk
menyelamatkan manusia. Dan Ia lakukan ini, sebagai tanda/bukti kasihNya kepada kita.
Keselamatan itu dikerjakan oleh Allah itu juga merupakan perwujudan daripada kasih Yesus
Kristus kepada kita. Kristus berkorban untuk kita.
Keselamatan itu diberikan/dianugerahkanNya kepada kita secara Cuma-Cuma. Manusia
tidak mempunyai “andil” sama sekali; artinya bahwa manusia mendapatkan keselamatan itu
bukan karena ia telah berbuat baik atau karena ia telah mengupayakannya, tetapi itu semata-mata
sebagai hadiah. Karena itu, manusia menerima atau memberi response atas hadiah itu dalam
iman. Salah satu bentuk respons manusia atas keselamatan itu ialah memberitahukan
keselamatan kepada dunia.
Dari pembahasan diatas kita boleh menarik suatu kesimpulan bahwa keselamatan itu
merupakan suatu kenyataan yang telah terjadi di masa lampau. Hal ini ialah uangkapan. Kristus
telah mati bagi kita.
Jadi kita telah diselamatkan di dalam dan melalui pengorbanan Yesus Kristus. Tetapi sudah
dijelaskan juga selanjutnya dalam bagian ini bahwa keselamatan itu harus menjadi pengalaman
manusia kini. Berbicara tentang keselamatan kini sebenarnya menunjuk pada apa yang
diungkapkan oleh Paulus dalam Roma 6:4 yaitu hidup baru di dalam Kristus. Paulus mengatakan
dalam Roma 6:4, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh
babtisan dalam kematian, supaya kita seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati
oleh kemuliaan Bapa, demikian juga akan hidup dalam hidup yang baru”. Dengan ini,
sebenarnya Paulus menunjuk pada suatu kehidupan yang dihayati dalam persekutuan dengan
Allah melalui Kristus, yaitu suatu kehidupan yang bebar dari kuasa dosa, suatu kehidupan yang
disemangati oleh damai sejahtera dengan Allah. Dalam Roma 6:6, Paulus berkata : “karena kita
tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibakan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya,
agar jangan kita menghambakan diri lagi pada dosa”. Hal yang sama Paulus ungkapkan damam
Galatia 5:1, “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena
itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan”. Jadi disini kita dapat
mengerti bahwa pada dasarnya hidup yang manusia nikmati dan hayati sekarangini haruslah
merupakan respons atas keselamatan yang telah dikerjakan oleh Allah di dalam Yesus Kristus.
Dengan kata lain, keselamatan itu merupakan kenyataan pengalaman kini.
Keselamatan kini atau hidup baru dalam Kristus itu diuraikan oleh Paulus dalam Galatia 5:22-26,
yang tidak lain daripada hidup dalam kebebasan yang ia uangkapkan dalam Galatia 5:13.
katakanlah bahwa hidup dalam keselamatan adalah menghayati hidup dalam Kristus atau hidup
dalam Roh, sebagai berikut :
43
- Kehidupan dalam kasih
- Kehidupan dalam damai sejahtera
- Kehidupan yang berkemurahan
- Kehidupan dalam kesabaran dan kesetiaan
- Kehidupan dalam penguasaan diri, artinya hidup yang selalu dikendalikan oleh Roh.
Jadi bukan hidup menurut keinginan sendiri.
- Hidup dalam pengampunan, dalam damai satu terhadap yang lain.
Apa yang mau dimaksudkan oleh Paulus dengan hidup baru dalam Kristus, tidak lain
daripada apa yang dimaksudkan oleh Yesus melalui penginjil dengan kerajaan Allah atau sorga.
Kerajaan Allah itu menunjuk pada suatu situasi dimana Allah memerintah selaku raja. Dan
pemerintah Allah selaku raja itu telah nyata di dalam dan melalui pelayanan Yesus : Ia memberi
makan, minum, Ia menyembuhkan orang sakit, Ia melayani orang-orang yang tertindas, orang-
orang yang menderita, menghibur orang-orang yang berdukacita, dan lain-lain. Pendeknya,
keselamatan itu menyangkut kehidupan sejahtera, material dan spiritual, keadilan dan kebenaran
dan kedamaian (Luk 4:18-19).
Keselamatan adalah juga suatu berkat masa depan. Paulus dengan jelas mengungkapkan
ini dalam surat-suratnya, antara lain :
- Filipi 1:23, “Aku didesak dari dua pihak : aku ingin pergi dan diam bersama-sama
dengan Kristus”.
- Kor 15:20,22, “Tetapi yang benar ialah bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara
orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang meninggal … demikian pula
semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
- 1 Tesalonika 4:17, “sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat
bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkara”.
Ketiga nas ini, menunjuk pada pengharapan akan keselamatan di masa depan yaitu “diam
bersama-sama dengan Kristus” atau kebangkitan untuk hidup bersama Kristus selama-lamanya.
Ketika para penginjil berbicara tentang kerajaan Allah, mereka berbicara juga tentang
kerajaan Allah sebagai suatu realitas masa depan: “Kerajaan Allah sudah dekat (Markus 1:14
Matius 4:17). Ungkapan “sudah dekat”, pada satu pihak menunjuk pada kenyataan kini (sudah
mulai) tapi juga menunjuk pada realitas masa depan (penyempurnaan dari apa yang sudah dan
sementara dialami pada masa kini).

44
BAB IV
KESELAMATAN DALAM YESUS KRISTUS

A. Keselamatan hanya dalam Yesus Kristus

Secara khusus kita akan membicarakan keselamatan hanya dalam Yesus Kristus.
Pemahaman ini tidak bisa terlepas dari pengakuan akan Allah yang telah sedang
menyelamatkan. Orang Kuno memahami dan mengalami ada sesuatu kuasa yang melebihi
dirinya. Bukti keberadaan kuasa itu terlihat dari fakta-fakta seperti berapa luasnya alam di
sekelilingnya, dari mana alam ini dan manusia berasal. Mengapa manusia harus mengakhiri
hidupnya dengan kematian. Jika demikian siapa yang tidak dapat mati? Pertanyaan-
pertanyaan beruntun ini dijawab oleh penulis Kejadian 1-11. Dia itu adalah Allah Tuhan
pencipta langit dan bumi. Tuhan itu jagalah yang dipercayai dan diimani dalam proses sejarah
berbangsa, beragama oleh orang Israel. Dia diimani oleh orang Israel hadir dalam setiap aspek
kehidupan orang Israel. Dalam bidan gagama (Imamat 2), ekonomi (Ulangan 15), politik
(Yes. 45, Maz.72) sejarah (Maz. 105) dan seterusnya. Tuhan yang menciptakan langit dan
bumi itulah yang juga selalu menuntun umat percaya dan membawa mereka kepada
keselamatan kekal kini dan disini.
Dalam kesaksian Perjanjian Baru, orang kristen mengakui bahwa Allah yang sama
seperti yang disaksikan dalam Perjanjian Lama telah menyatakan diri dalam diri Yesus
Kristus, untuk menyelamatkan umat manusia. Apa dan siapa Yesus Kristus apa yang telah
diperbuatnya, dan mengapa Dia disebut anak Allah, Tuhan, Juru Selamat umat manusia.
Itulah yang akan diuraikan dalam bab ini.
Jadi tujuan bab ini adalah agar mahasiswa dapat merumuskan pemahaman keselamata
hanya dalam Yesus Kristus, sedangkan tujuan instruksional khusus adalah mahasiswa dapat :
memahami keselamatan dalam Yesus Kristus sebagai penggenapan rencana Allah;
menjelaskan keselamatan dalam Yesus Kristus; mengetahui fakta secara khusus keselamatan
dalam Yesus Kristus.
Adapun pokok soteriologi dalam Yesus Kristus ini dituangkan atau dijabarkan dalam
beberapa sub bahasan yaitu :
- Yesus Kristus dan Kerajaan Allah
- Yesus Kristus adalah Firman yang menyelamatkan
- Yesus Kristus Juru Selamat

45
B. Yesus Kristus dan Kerajaan Allah
Mungkin kita bertanya mengapa dalam berbicara tentang Yesus Kristus dan
keselamatan di dalam Yesus Kristus kita harus berbicara tentang Kerajaan Allah?
Alasannya ada tiga yaitu :
Pertama.
Dengan berbicara tentang Kerajaan Allah dalam hubugannya dengan keselamatan dalam
Yesus Kristus kita memahami bahwa Yesus tidak dapat dipisahkan dari Allah dalam Alkitab
yaitu Allah yang telah bertindak dalam Perjanjian Lama dan Allah itulah Allah dari
Kerajaan Perjanjian Lama perlu dimengerti.
Kedua
Apabila kita meneliti ajaran Yesus maka ajaran pertama yang dilontarkan oleh Yesus adalah
Kerajaan Allah (Mat. 4:17, Markus 1:15; Luk 4:43).
Ketiga
Untuk mengerti siapa Yesus Kristus, tidak dapat terlepas dari pemahaman Kerajaan Allah.
Sebab Yesus tidak dapat mengklim diri-Nya sebagai Anak Allah, Juru selamat kalau tidak ada
pengesahan Allah dari Kerajaan Allah. Jadi keabsahan Yesus, Juru Selamat bukan berasal dari
diri-Nya tetapi dari Allah (theosentris). Perhatikan cerita Baptisan yesus dalam Mat. 3:13-17,
Markus 1:9-11 dan Lukas 3:21-22.

1. Konsep Kerajaan Allah dalam Perjanjian Lama


Apabila kita akan membuka Perjanjian Lama maka kita tidak akan menemukan uraian
tentang Kerajaan Allah secara eksplisit seperti yang ada dalam Perjanjian Baru. Tetapi
fenomena pengertian ini secara implisit sudah ada dalam Perjanjian Lama. (Lihat H. Baarlink,
H. Ridderbos, Pemberitaan Yesus menurut Injil Sinoptis, halaman 16).
Dalam Perjanjian Lama istilah dan pemahaman Kerajaan Allah tidak dapat terlepas dari
dua kondisi dalam sejarah Israel dua kondisi tersebut adalah kondisi theologis dan politis.
Yang dimaksud dengan kondisi theologis adalah bahwa orang Israel merasa dan
mengakui bahwa Tuhan adalah Pencipta (Kej. 1,2) dan Tuhan yang sama itu jugalah yang
selalu berserta dengan mereka. Tuhanlah yang membebaskan mereka dari tanah perhambaan
di Mesir (Keluaran 20:1-5). Jadi Tuhan yang menciptakan dan membebaskan itu tidak dapat
dipisahkan dari segala keberadaan mereka.
Yang dimaksud dengan kondisi politis adalah bahwa setiap ekspresi atau pengungkapan
theologis (iman kepada Tuhan) tidak dapat dilepaskan dari seluruh sistem dari mana
46
pengungkapan itu muncul. Jadi sistem politik Israel, misalnya sangat menentukan
pembahasan iman mereka. Di Israel, sistem politik yang berlaku adalah sistem kerajaan. Kita
membaca dalam I Samuel 8-9 bagaimana pada zaman nabi Samuel, oran Israel meminta
mengubah sistem politik yang dipilih oleh hakim-hakim menjadi yang dipilih oleh seorang
raja.
Dari pemahaman dua kondisi diatas (theologis dan politis) inilah kita kemudian
mengerti mengapa dan apa Kerajaan Allah dalam konteks Perjanjian Lama.
Orang Israel yang percaya kepada Allah mengatakan bahwa Allah adalah Raja (Maz. 10:16,
24:7-10; Yer. 10:7, Yes. 6:5). Mereka menyapa Allah secara metaforis. Metaforis (kata sifat
dari metafora) artinya suatu aplikasi dari suatu kata atau frase pada suatu objek atau konsep
yang bertujuan membuat perbandingan dengan objek atau konsep lain. Sebagai contoh, Tuhan
gunung batuku (Maz. 19:15; 28:1; 62:3,7). Maksudnya seperti gunung batu yang kokoh dan
kuat, tak lapuk di musim hujan dan panas, demikianlah Allah. (Band. Sallie Mc Fague,
Metaphorical Theology, Madels of God in Religious Language, SCM Press, N.Y.). Hal ini
juga cocok untuk pemahaman Allah adalah raja. Kekuasaan Allah ada seperti kekuasaan raja.
Keluarbiasaan kekuasaan Allah yang dibicarakan oleh orang percaya di Israel membuat
mereka menyapa Allah itu Raja. Raja itu bukan menunjuk kepada realitas yang kelihatan an
sich. Tetapi Raja adalah suatu bahasa yang menunjuk kepada realitas kemahakuasaan dari
Allah yang tidak kelihatan.
Ungkapan tentang penyapaan Allah adalah Raja nanti jelas di zaman Raja-raja tetapi
dengan sangat jelas diungkapkan sesudah zaman pembuangan. Semua penyapaan Allah
adalah Raja merupakan suatu penunjukan orang percaya kepada Tuhan yang adalah penguasa.
Seperti Raja diurapi, duduk di atas tahta, memerintah atas suatu daerah pemerintahan atau
kekuasaan begitu juga Allah digambarkan demikian. Dalam artian bahwa kehadiran Allah
yang dirasakan dan dipikirkan orang percaya dalam kehidupannya diekspresikan oleh orang
percaya, dalam hal ini pemazmur, nabi-nabi dengan nama atau ungkapan Raja. Mazmur 10:16
mengungkapkan bahwa Tuhan adalah Raja bagi orang-orang saleh. Kekuasaan-Nya sebagai
Raja dirasakan oleh orang-orang saleh. Dalam Mazmur 44:5 dikatakan bahwa Tuhan sebagai
Raja malah bukan hanya penguasa di Israel tetapi juga bagi seluruh dunia (Maz. 47:3). Justru
itu Allah adalah raja yang universalitis (Yer 10:7). Nabi Yesaya mengatakan bahwa Allah
adalah Raja yang kudus (Yesaya 6:5). Tuhan adalah Raja yang memberi hukum dan
penyelamat (Yeremia 33:22). Pada hakikatnya Allah adalah Raja di segala tempat dan waktu
(Yes. 9:5; 40:28).
Jadi kesimpulannya adalah bahwa :
47
Raja adalah sapaan yang dikenakan orang percaya terhadap Tuhan dan kekuasaan-Nya
Kapan dan dimana saja orang percaya merasakan kekuasaan Allah sebagai Raja. Kini dan di
sini dalam sejarah manusia di situlah sebenarnya Kerajaan Allah ada dan hadir.

2. Eskatologi dan Kerajaan Allah


Pada zaman monarkhi (kerajaan) Israel, pemahaman kerajaan Allah lebih beroritasi
pada masa kini dan disini dalam keberadaannya yang real, tetapi dalam periode selanjutnya
khususnya sementara dan sesudah pembuangan, zaman intertestamental (zaman antar
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, menurut perhitungan waktu dari tahun 587 SM hingga
zaman Perjanjian Baru), pemahaman kerajaan Allah dipengaruhi oleh apa yang disebut
eskatologi. Ajaran eskatologi ini berasal dari Persia. Persia adalah bangsa yang menjajah
bangsa Israel ketika mereka dibuang ke Babel. Bangsa Persia adalah bangsa penjajah sesudah
banga Babel.
Ajaran eskatologi tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut zoroastrianisme. Aliran
ini berasal dari Persia yang didirikan oleh zoroaster (zarathustra). Inti ajaran dari aliran ini
adalah :
Di dunia ini ada pertempuran antara kuasa jahat dan baik.
Mereka yang memilih yang baik akan memiliki hidup di dunia ini dan di akhirat
Sesudah mati, jiwa akan tetap hidup dan akan melewati jembatan chinvat (pemisah) di mana
yang benar akan melewati jembatan tersebut dengan mudah sedang yang jahat akan
berhadapan dengan suatu pisau dan dia akan jatuh ke dalam jurang penyiksaan.
Ajaran zoroastrianisme mempengaruhi ajaran-ajaran agama di Israel. Pemahaman iblis
sebagai musuh Allah, hidup sesudah mati, serentetan waktu duniawi, penghukuman dan
penebusan akhir zaman; semuanya ini rupanya adalah ajaran-ajaran agama di Israel yang
nanti ada di kemudian hari, dalam tulisan-tulisan yang ditulis di kemudia hari khususnya
sesudah pembuangan dan sangat kentara hampir di seluruh tulisan Perjanjian Baru.
Pemahaman Kerajaan Allah, setelah mendapat pengaruh persia, bergeser orientasinya
dari kini dan di sini menjadi ayang akan datang dan diseberang sana. Dualisme kekuasaan dan
waktu serta etika menjadi sangat kentara. Dalam zaman intertestamental, terdapat pemahaman
yang disebut eskatologi apokaliptik, Eskaton berarti akhir dan logos berarti pemahaman. Kata
Apokaliptik berasal dari kata Yunani apokaluptein yang berarti membuka tudung, tirai.
Maksudnya suatu usaha esoterik (rahasia) dalam membuka tabir realitas kehidupan dimasa
yang akan datang (sesudah mati). Jadi Eskatologi apokaliptis adalah suatu ajaran tentang akhir
zaman yang orientasinya pada masa sesudah mati. Apokaliptisisme biasanya menekankan dan
48
mengajarkan intervensi Allah dalam mengakhiri proses sejarah dan dengan intervensi itu
Allah memulaikan pemerintahan-Nya secara penuh. Ajaran ini sangat jelas terlihat dalam
kitab-kitab apokaliptik seperti dalam kitab Daniel Pasal 7, kitab-kitab yang disebut dengan
kitab apokrif : 12 Patriark, Enokh. Ajaran eskatologi apokaliptik lebih banyak memakai
simbol-simbol, memahami hidup kini secara pesimis dan mengutamakan moralistis dan
kehidupan yang akan datang.
Jadi setelah mendapat pengaruh ajaran agama Persia, maka pemahaman orang percaya
di Israel tentang kerajaan Allah tidak dapat terlepas lagi dengan eskatologi (ajaran tentang
akhir zaman). Sosiolog bernama Maz Weber yang berminat pada dogmatika dalam bukunya
yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, membagi dua macam
eskatologi yaitu eskatologi yang berorientasi pada masa kini di dunia ini atau disebutnya
dalam bahasa Inggris This-worldly eschatology. Eskatologi ini menekankan aspek presentis
dari Kerajaan Allah. Dan eskatologi yang kedua berorientasi pada masa yang akan datang
pada masa penghakiman terakhir, parousia atau dalam bahasa Inggris disebut otherworldly
eschatology. Eskatologi ini menekankan aspek futuris dari Kerajaan Allah. Biasanya
eskatologi ini disebut juga eskatologi apokaliptis. Biasanya eskatologi apokaliptis memakai
bahasa-bahasa simbolik. Contoh yang jelas terdapat dalam Daniel 7, dan Wahyu Yohanes.
Karena eskatologi banyak berhubungan dengan zoroastrianisme maka eskatologi juga
tidak bisa terlepas dari dualisme kekuasaan antara Tuhan dan Iblis. Dalam eskatologi biasanya
dijelaskan bagaimana Tuhan datang ke dunia untuk menyelamatkan dunia yang dikuasai oleh
iblis. Dengan datangnya Sang Penyelamat itu maka disitulah dan pada saat itulah Kerajaan
Allah mulai. Hal ini sangat jelas bila dihubungkan dengan istilah Anak Manusia dalam Daniel
7:13.
Salah satu ciri (karakteristik) ajaran eskatologis apokaliptik adalah penguasa yang ada
di dunia datang dari dua atas (surga). Setan yang kalah dalam bertempur dengan Allah
bersama-sama dengan malaekatnya dibuang kedalam dunia (Wahyu 12). Begitu juga
sebaliknya, penyelamatan Allah terhadap manusia yang percaya kepada-Nya, juga bermula
datang dari langit (surga). Kita memperhatikan bahwa penyelamatan seperti Anak Manusia
datang dari langit (Daniel 7).
Oscar Cullmann dalam bukunya The Christology of the Testament, halaman 150
mengatakan bahwa dalam dunia Yahudi, konsep Anak Manusia dimengerti sebagai :
Ia adalah makhluk surgawi sekarang tersembunyi tetapi akan muncul dari langit pada akhir
zaman, untuk menghakimi dan mendirikan bangsa umat orang kudus.

49
Ia adalah manusia surgawi yang ideal yang diidentifikasihan dengan manusia pada permulaan
zaman.
Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik, kita akan menemui bahwa Yesus sendiri banyak kali
menyebut Anak Manusia. Dan kerap kali Dia memakai istilah ini dalam menjawab akan
pertanyaan orang banyak tentang siapakah Dia (Lukas 5:24, Markus 2:28, Lukas 19:10,
Matius 16:27).
Dari uraian-uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa sesudah pembuangan (587 sbM)
konsep Kerajaan Allah telah dipengaruhi oleh ajaran agama Persia dalam hal ini yang disebut
eskatolgi. Pemahaman Kerajaan Allah telah bergeser orientasinya dari “kini dan disini”
menjadi “disana dan yang akan datang”. Terdapat dualisme kekuasaan antara Tuhan dan Iblis,
kepercayaan sesudah mati, dunia dikuasai oleh iblis tetapi Sang Penyelamat yang diutus Allah
dari sorga yang disebut/disapa Anak Manusia akan datang menyelamatkan manusia yang
percaya. Pemahaman Kerajaan Allah dan penyelamatan Allah dalam PL banyak berisi
nubuat-nubuat, janji-janji yang penggenapannya dalam PB menunjuk kepada Yesus Kristus.
Berikut ini kita meneliti siapakah Yesus dan apa isi ajaranNya tentang Kerajaan Allah.

3. Siapakah Yesus dan AjaranNya tentang Kerajaan Allah


Siapakah Yesus Kristus itu? Pertanyaan ini ramai dibicarakan di kalangan teolog liberal
dalam abad pencerahan (tahun 1700an – 1800an) hingga tahun 1960an. Siapakah Yesus yang
pernah hidup di dunia dan mengajar tentang kerajaan Allah.
Ada tiga aliran yang dominan yang menjelaskan tentang siapakah Yesus itu :
Aliran pertama dipengaruhi oleh ilmu sejarah (historisme). Mereka berupaya untuk
menjelaskan Yesus yang historis. Aliran kedua menekankan tentang pengakuan iman jemaat
mula-mula menentukan penafsiran (bahasa Jerman : Heilsgeschichte) tentang realitas Yesus :
oknum, ajaran dan peranNya. Aliran ketiga dipengaruhi oleh ajaran reformasi yang
menekankan bahwa Yesus dan perbuatanNya serta ajaran-ajaranNya merupakan hadiah Allah
bagi manusia berdosa. Termasuk dalam aliran ini adalah fungdamentalisme. Mereka
memandang keseluruhan isi Alkitab sebagai firman Allah yang diilhamkan oleh Allah (roh
Kudus) tanpa memperhatikan konteks historis dalam mana Alkitab itu ditulis.
Mereka memandang keseluruhan isi Alkitab sebagai firman Allah yang diilhamkan oleh
Allah (Roh Kudus) tanpa memperhatikan konteks historis bagaimana alkitab itu ditulis.
Mengenai aliran pertama mereka berusaha meneliti Yesus yang betul-betul hadir di
dunia, pernah tinggal di Israel dan bergaul dengan orang-orang sezamannya. Mereka meneliti
Yesus dari filsafat dan ilmu sejarah. Mereka memakai kategori-kategori ilmu sejarah untuk
50
mengetahui Yesus. Penjelasan pemahaman ini disebut Yesuologi (Band. C. Groenen, Sejarah
Dogma Kristologi, Kanisius, 1988, hal. 32). Atau ada istilah lain yang disebut penyelidikan
tentang Yesus yang historis. Ada beberapa ahli yang bergelut dalam bidang ini seperti Albert
Schweitzer dan; Marin Kahler.
Di kemudian hari banyak theolog meragukan usaha para sejarahwan yang meneliti
secara historis bidang theologia Perjanjian Baru. Mereka mengatakan bahwa adalah tidak
mungkin untuk menemukan secara objektif dari pertanggungjawaban ilmu sejarah akan Yesus
yang historis dalam Perjanjian Baru. Sebab alkitab bersifat trans-historis, ini disebabkan oleh :
Pertama : Ketika Yesus hidup di dunia, para pengikut Yesus sebelum peduli
untuk mentradisikan tulisan kata-kata asli Yesus.
Kedua : Jika keempat Injil yang memuat kesaksian kehidupan Yesus mengapa
banyak perbedaan ungkapan Yesus di dalam Injil-Injil itu sendiri. Rupanya
penulisan injil-injil itu dimotivasi oleh theologia penulis masing-masing dan untuk pendengar
atau jemaat di mana penulis itu hidup.
Proses kontekstualisasi kata-kata yesus ke dalam Jemaat dari penulis Injil dalam
keyakinan mereka merupakan suatu perbuatan iman; suatu ungkapan atau ekspresi pengakuan
iman (credo).
Bertolak dari pandangan diatas maka Injil-injil yang menyaksikan tentang perbuatan,
perkataan, kehidupan Yesus seperti yang ada di tangan kita sekarang ini adalah hasil
“rekayasa imani” penulis yang mereka percayai sebagai tindakan yang dituntun dan
dimampukan oleh kuasa Roh Kudus. Dari pandangan inilah maka usaha untuk mendapatkan
kata-kata asli (Original words) dari Yesus oleh theolog liberal (historisme) adalah suatu usaha
yang sia-sia. Disinilah aliran ini menemui stagnasi.
Aliran kedua yang menekankan pengakuan iman (credo) jemaat mula-mula menentukan
sejarah penafsiran (bahasa Jerman :Heillgeschichte) realitas Yesus : oknum, ajaran dan peran-
Nya. Aliran ini cukup dapat diterima. Artinya aliran ini mencoba memberi jalan keluar
terhadap stagnasi (jalan buntu) yang dihadapi oleh golongan historisisme. Ditinjau dari sudut
penalaran (reasoning) aliran ini dapat mempertanggunjawabkan secara ilmiah dan dapat
dipergunakan dalam dialog tingkat rasional dengan agama lain tentang perbedaan atau variasi-
variasi kesaksian tentang Yesus.
Aliran ketiga yaitu para ahli teologi (PB) yang menekankan aspek reformasi yaitu
bahwa yang historis itu betul-betul ada. Dia pernah hidup, mengajar, bertindak di dunia dan
kehadiran Yesus Kristus di dunia adalah hadiah Allah untuk orang yang berdosa. Aliran
ketiga ini (seperti juga aliran kedua) menentang golongan liberal seperti Adolf van Harnack
51
yang menulis buku, What is Chistianity dan Rudolf Bulltmann, yang menulis buku antara lain
Jesus Christ and Mythology yang mengatakan bahwa ajaran dan gaya hidup yang diajarkan
Yesus termasuk juga Kebangkitan Yesus hanyalah merupakan khayalan jemaat mula-mula
yang pernah diikuti oleh orang modern.
Sebelum kita meneliti apa Kerajaan Allah menurut Yesus perlu diperhatikan lebih
dahulu karya ilmiah yang telah pernah diteliti dalam hubungan dengan Kerajaan Allah
(eskatologi), seperti yang telah diuraikan secara singkat oleh Ulrich Beyer, garis-garis besar
Eskatologi dalam Perjanjian Baru, BPK Jakarta, th. 1980, hal 8-13. Menurut J. Weiss,
pemahaman Yesus berkisar pada perubahan zaman yang akan berlangsung dengan segera
sebagai hasil kegiatan Allah yang baru. Perubahan itu bukan bersifat evolutif tetapi
berlangsung secara tiba-tiba seperti yang disaksikan dalam apokaliptik Yahudi (Band. Markus
13), Albert Schweitzer, memahami pemahaman Kerajaan Allah (eksatologi Yesus) sebagai
apa yang disebutnya (Schweitzer) dengan ekatologi konsekuen, dan bersifat futuris. Menurut
pemahamannya, Yesus seperti juga orang-orang sezamanNya, menantikan kedatangan
Kerajaan Allah. Tetapi kedatangan itu sendiri tidak juga tergenapi. Ini memunculkan krisis
penundaan parousia. Karena itu seluruh pekabaran Yesus secara konsekuen bersifat
eksatologis maka secara konsekuen pula Yesus keliru pengharapannya dan sistem
pengajarannya tidak tepat. Yang dihargai oleh Yesus hanyalah penghargaan terhadap hidup
(reverence for life). Berikutnya C.H. Dodd, memahami eskatologi Yesus sebagai yang
disebutnya “realizen eschatology” (eskatologi yang telah dinyatakan). Dengan mengatakan
bahwa eskatologi (Kerajaan Allah) telah tiba / digenapi itu berarti bahwa eskatologi Yesus
adalah bersifat presentis. Kerajaan Allah, keselamatan kekal sudah terwujud kini dan disini.
Jemaat mengharapkan sampai akhir zaman sesudah kematian dan kebangkitan Yesus. Tetapi
harapan itu tidka kunjung tiba. Jemaat menyusun kembali eskatologi (Markus 13) tetapi
model tersebut tidak khas kristen karena berasal dari sumber apokaliptis Yahudi.
Terakhir Rudolf Bultmann yang memahami eskatologi Yesus dari dimensi filsafat
eksistensialisme. Menurut Dia sejarah manusia adalah sejarah eksistensi manusia. Jadi tulisan
dalam Alkitab bukanlah menjelaskan keberadaan iman dari Yesus dan jemaat purba tetapi
bagaimana situasi dan pergumulan eksistensial jemaat purba semata-mata.
Pandangan liberal dan berat sebelah seperti yang diuraikan di atas tidaklah objektif
sebab pemahaman-pemahaman di atas dibentuk dari pra anggapan filsafati dan tidak
memperhatikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang ditulis dan dibahasakan oleh
manusia yang percaya. Berikut ini kita dengan diri Yesus.

52
Bertobatlah kamu karena Kerajaan Surga sudah dekat (Matius 3:2) merupakan seruan
Yohanes Pembabtis untuk orang-orang di sekitarnya. Yohanes Pembabtis sebagai nabi
terakhir Perjanjian Lama mengabarkan bahwa pertobatan perlu sebelum Kerajaan Surga itu
hadir. Pertobatan berarti pembalikkan arah berpikir dan bertingkah-laku dari pikiran dan
tingkah laku yang dikuasai oleh iblis, dosa yang mengarah kepada jurang kebinasaan ke arah
berpikir dan bertingkah laku yan gdikuasai oleh Tuhan dan mengarah kepada keselamatan.
Mengenai pengertian pertobatan, G.C. van Niftrik dan B.J. Boland mengatakan”: Pertobatan
bukan hanya berarti sesal dan penyesalan atas dosa dalam tindak-tanduk yang kelihatan
melainkan seluruh sikap-sikap kita, hati kita, batin kita yang sedalam-dalamnya.” Itu terlihat
dari arti aslinya dalam bahasa Ibrani syub dan bahasa Yunani metanoia yang berarti berpaling
kepada Tuhan dan perubahan hati. Pengertian ini juga dapat dikenakan pada seruan Yohanes
Pembabtis dalam Matius 3:2 di atas.
Yohanes Pembabtis mempersiapkan kedatangan Kerajaan Surga dengan suatu seruan.
Kerajaan Surga itu menunjuk pada kehadiran Yesus Kristus. Nubuat-nubuat Perjanjian Lama
(PL) termasuk di sini Yohanes Pembabtis (sebagai nabi terakhir PL) menunjuk
penggenapannya pada kehadiran Yesus Kristus (Mat 1:6 dan Mikha 5:1, Matius 3:11,
Yohanes 3:30).
Penggenapan ini jelas dalam Markus 1:15 “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah
sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”. Mengomentari ayat ini, A.M. Hunter
mengatakan bahwa : “Kalau dimengerti dengan baik perkataan ini sangat mengejutkan. Itulah
suatu proklamasi bahwa manusia sekarang hidup dalam suatu saat yang sangat unik dalam
sejarah dan bahwa Allah sedang memulai suatu masa baru dalam sejarah pergaulan-Nya
dengan manusia”. Memperkenalkan Theologia Perjanjian Baru,
Dari ungkapan Markus 1:15 dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya Allah melalui
kehadiran Yesus telah datang, ada bersama manusia. Istilah Yunani untuk waktunya (telah
genap) adalah Kairos yang berarti waktu Tuhan (divine moment). Artinya Allah sendirilah
yang menentukan kedatangan-Nya di tengah manusia melalui Yesus. Berbeda dengan chronos
yang berarti waktu menurut perhitungan manusia.
Istilah kairos (waktu) sudah genap menunjuk bahwa apa yang dinubuatkan oleh Allah
melalui nabi-nabi dalam Perjanjian Lama (ump. Yes. 52:7; 40:9-10) digenapi dalam
kehadiran Yesus. Justru itulah kehadiran Yesus adalah hal yang luar biasa dan karena itu
maka kehadiran Yesus merupakan kehadiran Kerajaan Allah. Mengapa dalam dan melalui
Yesus? Siapakah Yesus dan apa keabsahan yang menyebabkan kehadiran Yesus menandakan
kegenapan janji Allah tentang datangnya Kerajaan Allah. Paling kurang ada dua hal:
53
Pertama, pembabtisan Yesus seperti yang diuraikan dalam Matius 3:13-17, Markus 1:9-
11, Lukas 3:21-22 dan Yohanes 1:32-34. G.E. Ladd dalam bukunya A Theology of New
Testament ,dalam mengomentari pembabtisan Yesus , mengatakan dua hal yaitu :
Pembabtisan Yesus adalah suatu pernyataan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan oleh
nabi-nabi dalam Perjanjian Lama. Kata masyah dalam bahasa Ibrani dan Christos dalam
bahasa Yunani berarti diurapi. Dalam Perjanjian Lama yang diurapi adalah Imam (Imamat
8:12), Nabi (Yes. 61:1) dan Raja (II Raja-raja 9:3 Yesaya 45:1. Baptisan dapat dilihat sebagai
suatu pengurapan Allah.
Setelah Yesus dibabtis ada reaksi Allah dari surga yang menunjukkan pada legitimasi dari
Allah sendiri bahwa Yesus bukan hanya Mesias tetapi juga Anak Allah.

Kedua, keabsahan itu lebih dipertegas lagi dalam peristiwa percobaan di padang gurun
(Matius 4:1-11; Markus 1:12-13; Lukas 4:1-13). Yesus ke padang gurun bukan atas
kehendak-Nya tetapi atas kehendak Allah dalam Roh (ayat 1). Cerita ini menggambarkan
bahwa iblis itu exist (ada). Tiga model pencobaan disini adalah : Pertama, permintaan iblis
meminta Yesus mengubah batu menjadi roti; kedua, menyuruh Yesus menjatuhkan diri dari
bubung yang tinggi dan ketiga iblis menyuruh Yesus untuk menyembahnya dan jika Yesus
berbuat demikian maka dunia akan diberikan kepada-Nya. Cobaan pertama ditolak Yesys
dengan berkata : Sebab manusia bukan hanya hidup dari roti tetapi dari firman Allah yang
menyelamatkan. Yesus dapat saja membuat perintah setan. Tetapi, selain perintah iblis
menyesatkan, demonstrasi kekuatan Yesus harus seizin Bapa (Band. H. Ridderbos, H.
Baarlink, Pemberitaan Yesus menurut Injil-injil sinopsis, halaman 34). Cobaan kedua dan
ketiga ditolak oleh Yesus karena Tuhan adalah satu-satunya Allah pencipta langit dan bumi
(Kej. 1:1, Kel. 20:1-5). Berita dari perikop percobaan di padang gurun ini adalah bahwa
dengan menangnya Yesus atas iblis berarti iblis telah diberi kuasa oleh Allah untuk menjadi
anak-Nya. Dan istilah “anak Allah” dalam theologia Perjanjian Baru, menurut hasi
penelitian Oscar Cullmann, menunjuk pada keunikan historis dan kualitatif dari hubungan
Yesus dengan Bapa. (Christology of the New Testament) hal. 275). Gelar Anak Allah
menunjuk juga pada ketaatan Yesus kepada Bapa khususnya hingga pada penderitaan-Nya
(Markus 15:39; 16:16-28). Selain Allah juga yang mengatakan Yesus adalah Anak Allah
(Matius 3:17; 17:5), iblis pun beserta orang-orang yang dikuasai oleh setan memanggil
Yesus dengan nama Anak Allah (Matius 4:3; Mark. 3:11; 5:7). Itu berarti bahwa kuasa yang
ada pada Yesus diberikan langsung oleh Allah dan karena itu iblis pun mengakuinya.

54
Dari dua argumen diatas dapatlah dikatakan bahwa Yesus beserta kehadiran-Nya di
tengah kehidupan manusia adalah suatu hal yang luar biasa yang datang dari Allah dan karena
itu melalui Dialah, Allah mulai menghadirkan kerajaan surga atau Kerajaan Allah. Baik
kerajaan surga maupun kerajaan Allah adalah identik. Hanya Injil Matius yang menonjol
memakai istilah Kerajaan Surga dan bukan Kerajaan Allah sebab ada masalah dogmatis. Bagi
orang Israel atau Yahudi, (banyak ahli mengatakan bahwa penulis Injil Matius dan jemaat
atau pembaca Injil ini berasal dari latar belakang Yahudi), nama Allah adalah kudus dan tidak
boleh disebut dengan sembarangan (Band. Kel. 20:7).
Dengan absahnya Yesus sebagai Anak Allah yang diutus oleh Allah itu berarti, menurut
Ulrich Bayer, :
“Allam mulai berkuasa, Allah mulai melaksanakan pemerintahan-Nya atas segala bangsa.
Pemerintahan itu akan membawa keadilan, keselamatan dan perlindungan bagi mereka
sekalian yang miskin dan sakit, yang hina dina, yang ditindas, janda-janda dan yatim piatu.
Kerajaan Allah sudah dekat berarti Allah sudah dekat. Allah datang untuk melepaskan kaum-
Nya yang menderita … kalau Allah datang, maka manusia tidak dapat tinggal tetap dalam
dosanya yang memisahkannya dari Allah. Manusia harus bertobat baru dapat menerima
keselamatan yang sudah dekat”.

Apakah tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk (indikator) Kerajaan Allah menurut Yesus? Yang
dimaksud dengan menurut Yesus disini adalah apa yang Ia pikirkan, katakan dan perbuat.
Paling kurang ada lima indikator yang kita temui dalam kesaksian Injil-Injil.
Setan dapat dikalahkan. Lukas 11:20 mengatakan : Tetapi jika Aku mengusir setan dengan
kuasa Allah maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu”. Dan realisasi kata-
kata Yesus ini ditunjuk oleh perikop lain umpamanya Matius 8:28 dan seterusnya dimana
Yesus menyembuhkan orang yang dirasuk setan di Gadara.
Iblis mengakui kehebatan Yesus sebagai Anak Allah.
Mujizat sebagai pratanda. Orang buta dapat melihat, orang lumpuh dapat berjalan, orang sakit
disembuhkan, orang tuli dapat mendengar, orang mati dibangkitkan, semua ini menunjukkan
suatu pembebasan yang real dari Allah melalui diri dan pelayanan Yesus (Matius 11:5, Lukas
4:18-21).
Kerajaan Allah diberitakan kepada semua orang . Injil Kerajaan Allah bukan hanya untuk orang
elit dalam masyarakat tetapi juga kepada orang miskin, terbuang, tersisih (bahasa Ibrani am-
hearets). Pengampunan dosa. Yesus tidak seperti Yohanes Pembabtis yang hanya
menyampaikan pengampunan dosa. Yesus sendirilah yang dapat mengampuni dosa.
Dalam menafsirkan Markus 2:5 M.H. Bolkestein mengatakan :

55
“Suatu segi yang sangat penting dari Kerajaan Allah menjadi kenyataan. Anugerah Kerajaan
Allah ialah pengampunan. Malah kerajaan Allah itu adalah pengampunan. Pengampunan dosa
merupakan peristiwa eskatologi terbesar dan menurut ajaran Yahudi pengampunan itu adalah
hak istimewa Allah (Kel. 34:6; Yes 43:25; 48:11). Yesus tidak menyangkal hal itu. Tetapi
justru yang kuasa mutlak serta hak istimewa Allah itu, yang kini menjadi kenyataan. Karya
Allah terlaksana dalam Mesias dan Allah berkarya dalam Mesias”. (Kerajaan Allah dijelaskan
dengan pengajaran perumpamaan (dalam bahasa Inggris : parable). Perumpamaan adalah
suatu cerita alegoris yang pendek yang dirancang dan dimaksudkan untuk memberi pelajaran
kebenaran atau moral. Perumpamaan juga berarti suatu pernyataan atau komentar yang
mempergunakan analogi atau perbandingan yang secara tak langsung dipakai untuk
menjelaskan arti yang akan disampaikan.
Perumpamaan adalah suatu cara mengkomunikasikan arti Kerajaan Allah secara merakyat
karena ciri khasnya yang sederhana. Hal penabur, biji sesawi dan ragi (Matius 13:1-23;31-35)
merupakan contoh tentang Kerajaan Allah yang datang dalam diri Yesus. Tiga contoh
perumpamaan ini dipakai oleh Yesus dalam menjelaskan tentang Kerajaan Allah. Dimana
daya tumbuh, daya kembang Kerajaan Allah tidak dapat dibendung oleh siapa saja. Dan
perkembangan ini ada dalam diri dan kehadiran Yesus. Kerajaan Allah bukanlah suatu utopia
ciptaan manusia atau suatu evolusi yaitu perkembangan sedikit demi sedikit dari Kerajaan
Allah di dunia ini seperti yang dipahami oleh social Gospel. Lukas 4:21 mengatakan “pada
hari ini genaplah ini sewaktu kami mendengarnya”.
Kerajaan Allah ada di antara kamu (Lukas 17:21) menunjuk bahwa Kerajaan Allah ada dalam
diri dan pelayanan Yesus. Bandingkan juga Markus 9:1;10:29, Matius 19:29 dimana kata Aku
sinonim dengan Kerajaan Surga.
Origenes mengatakan Yesus adalah outobasileia artinya penjelmaan Kerajaan di dalam diri-
Nya sendiri.
Biarpun Yesus sendiri dengan keyakinan-Nya mengatakan bahwa kehadiran-Nya di
dunia tetapi dalam ajaran-ajaran-Nya selanjutnya khususnya menjelang kematian-Nya, Dia
mengatakan dan mengajarkan akan “parousia” yaitu hari kedatangan-Nya yang kedua kali
setelah Dia duduk bersama disebelah kanan Allah (Matius 10:23, Markus 9:1, Lukas 17:20-
24; 18:1-8; Matius 25:1-13;24:42-51, Markus 13). Kehidupan Yesus di dunia masih
merupakan penggenapan sementara sedangkan “parousia” atau kedatangan Yesus yang kedua
kali adalah penggenapan kekal di mana Kerajaan Allah ditegaskan secara sempurna. Dan
karena yang memberitakan hal tentang parousia ini adalah Yesus yang telah ditunjuk
langsung, yang telah mati dan bangkit maka seluruh perumpamaan Yesus tentang Parousia itu
56
bukanlah suatu hal yang spekulatif tetapi merupakan suatu kepastian. Tentang kapan
kedatangan-Nya hanyalah Bapa di Surga yang tahu (Markus 13:32, Matius 24:36). Jadi kalau
demikian eksistensi gereja disepanjang zaman berada pada keselamatan Kerajaan Allah yang
telah diajarkan dan diimani oleh dan di dalam Yesus Kristus serta penantian penggenapan
secara penuh pada parousia Yesus.

C. Yesus Kristus adalah Firman yang Menyelamatkan


Dalam pokok ini akan dibicarakan tentang bagaimana Yesus sebagai Firman yang
menyelamatkan. Pokok-pokok utama pembahasan bagian kedua dari modul ini adalah
berhubungan dengan terminologi teknis dari “Firman”. Uraian kemudian diikuti dengan
beberapa gelar kristologi yang merupakan kesaksian penulis Alkitab dan ungkapan pengakuan
iman.
Tujuan uraian ini adalah agar mahasiswa dapat memperoleh penjelasan tentang
bagaimana perumusan penulis Alkitab dan juga jemaat purba serta gereja di sepanjang masa
dalam memahami Yesus Kristus sebagai Firman yang menyelamatkan.
Oleh karena kunci untuk mengerti Yesus Kristus, Firman yang menyelamatkan itu
bertumpu pada peristiwa paskah maka pokok ini akan mendahului uraian bagian ini.

1. Paskah sebagai Inti Credo.


Yesus adalah seorang Yahudi. Sebagai seorang warga yahudi, Dia taat pada hukum-
hukum kenegaraan seperti membayar pajak (Mat. 22:21) dan hukum-hukum keagamaan (Mat.
3:15;5:17) yang berlaku di Israel pada zamanNya. Sewaktu Dia berada di dunia (tahun 0-33M
atau menurut perhitungan ahli sejarah tahun 4 SM – 28 M). masa mudanya dihabiskan
bersama Yusuf si tukang kayu dan ibuNya Maria. Pada umur 30 tahun, Dia secara terang-
terangan melayani masyarakat. Mengapa? Sebab umur 30 adalah tanda kedewasaan menurut
tradisi Yahudi. Yesus lebih banyak bergaul dan melayani orang-orang tersisih yang disebut
dalam bahasa Ibrani am ha arets (Luk. 14:7-14). Dia juga mengajar banyak orang (Mat. 5-7),
membuat mujizat (Mat. 8-9), berdiskusi dengan kelompok elit seperti dalam Matius 23, Lukas
18:18-27. Perilaku dan kehebatan Yesus menimbulkan iri hati para penguasa yang membawa
Dia pada hukuman penyalibab dan kematian (Lukas 22-23).
Tetapi maut tidak dapat menahan Dia sebab karena kuasa Allah, Yesus dibangkitkan
(Yoh. 10:1-10 dan lain-lain kesaksian yang berbicara tentang fakta kebangkitan).

57
“Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam
hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan
diselamatkan”. (Roma 10:9)
Injil Yohanes 20:24-29 dimana Thomas seorang murid yang skeptis mencucurkan jarinya
kedalam lobang tangan Yesus yang telah bangkit itu.
Jadi kebangkitan Yesus itu adalah betul-betul ada dalam ruang dan waktu, dalam
sejarah dan dirasakan oleh murid-murid Yesus. Karena kebangkitan adalah fakta historis.
Itulah yang menciptakan iman dan iman inilah yang menciptakan Gereja dengan bantuan Roh
Kudus. Justru itu percaya kepada kebangkitan secara tak terelakan merupakan fakta historis.
Tanpa ini tak ada Gereja. Jadi bukan pemahaman “Iman atas tanggapan murid-murid” yang
menciptakan kebangkitan: yaitu kebangkitan yang merupakan ilusi dan khayalan murid-murid
seperti yang diungkapkan oleh theolog liberal seperti Adolf von Harnack dan Rudolf
Bultmann tetapi peristiwa kebangkitan itu sendiri adalah prakarsa dari Allah. Tindakan dan
prakarsa Allah itulah yang ada dalam kebangkitan Yesus, dan daktor inilah yang ada
dibelakang cerita Injil-Injil tentang kebangkitan Yesus.
Fakta kebangkitan inilah yang menciptakan iman para murid dan gereja purba.
Sehingga benarlah yang dikatakan oleh Paulus bahwa kebangkitan Yesus adalah prakarsa
Allah dan karena itu iman jemaat bukanlah usaha manusia tetapi konsekuensi dari perbuatan
Allah dalam kebangkitan Yesus dan pekerjaan Roh Kudus (Roma 10:9; 3-5).
Bertolak dari betapa fundamentalnya Paskah dalam eksistensi Gereja mendorong
mereka (jemaat mula-mula) membahasakan dan bersaksi tentang Yesus sebagai firman Allah
yang menyelamatkan.
Berikut ini kita melihat siapakah Yesus dalam bahasa iman orang percaya. Perlu
diperhatikan bahwa pembahasan jemaat mula-mula tentang realitas Yesus tidak bisa terlepas
dari konteks budaya, agama (dalam hal ini konteks PL dan Helenisme) dimana penulis dan
jemaat itu hidup dan berada.

2. Credo Yesus Kristus Firman Yang Menyelamatkan


Berbicara tentang Yesus Kristus Firman yang menyelamatkan secara langsung menunjuk
kepada apa yang disebut :kristologi”. Kristologi berarti pemahaman tentang Kristus. Dalam
dogmatika, selama berabad-abad khususnya di zaman Bapa-bapa Gereja (Agustinus, Yustinus
Athanasius dll), perdebatan berkisar pada siapakah Yesus Kristus. Oleh karena itu benarlah
yang dikatakan oleh C. Groenen bahwa apa yang dipandang oleh banyak orang bahwa

58
perdebatan Bapa-Bapa Gereja berhubungan dengan Trinitas sebenarnya intisarinya ada pada
persoalan kristologi (Lihat : Sejarah Dogma Kristologi)
Namun dalam penelitian-penelitian terakhir maka kristologi bukan hanya membicarakan
tentang hakekat Yesus melulu, tetapi juga fungsi Yesus yang adalah Juru selamat. Jadi
berbicara tentang Kristologi bukan hanya membicarakan substansialitas (kehakekatan) tetapi
juga fungsionalitas (peranan) Yesus. Atau dalam peristilahan lain Kristologis bukan hanya
dimengerti sebagai kristologi. Yang substansalistis tetapi juga kristologi yang seteriologis.
Malah memperhatikan hasil penelitian Oscar Cullmann, kesaksian Perjanjian Baru hampir
tidak pernah pertama dan terutama secara eksklusif.
“Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sia
juga kepercayaan kamu : (I Kor. 15:14).
Dua ayat tadi merupakan contoh atau bukti bagi para ahli theologia Perjanjian Baru dan
Dogmatika untuk menuntun pada kesimpulan bahwa intisari iman Kristen atau gereja berasal
dan bertumpu pada fakta paskah.
Menurut G.E. Ladd (halaman 319), kebangkitan Yesus adalah suatu fakta. Ada lima
alasannya :
Yesus betul-betul mati. Sebab kebangkitan disebut kebangkitan kalau seseorang itu betul-
betul mati. Pernyataan ini mau menentang pendapat yang mengatakan bahwa jika Yesus itu
Anak Allah maka Dia tidak dapat mati dan kematianNya adalah sesuatu yang semu. Pendapat
ini ada dalam tradisi ajaran orang Islam terutama dalam kesaksian Al Quran Sura 4:156,157.
Penjelasan ini ada dalam J. Verkuyl, Fragmenta Apologetika, BPK Jakarta, tahun 1966,
halaman 150.
Harapan murid-murid hilang setelah Yesus wafat
Kekecewaan murid-murid diubah secara mengejutkan dengan kebangkitan Yesus
Kubur kosong adalah bukti kebangkitan itu. Markus 16 menjelaskan wanita-wanita
menemukan kubur Yesus telah kosong. Begitu juga kesaksian Matius 28, Lukas 24 dan
Yohanes 20-21.
Fakta kebangkitan memunculkan iman Jemaat mula-mula atau murid-murid yang dapat
dilihat antara lain dalam enam peristiwa penampakan Yesus yang bangkit kepada : Petrus,
Ke-12 murid, ke-500 saudara, Yakobus, semua rasul dan Paulus sendiri.

Kebangkitan Yesus adalah hal yang prinsipil bagi kemunculan Gereja. Benar yang dikatakan
A.M. Hunter :

59
“… bahwa bukti utama untuk kebangkitan itu ialah adanya Gereja Kristen. Bagaimana
pengikut-pengikut yang ketakutan, pengikut-pengikut seorang Rabi yang disalibkan dapat
menjadi inti suatu Gereja yang militan, suatu gereja yang telah bertahan selama 19 abad?
Perjanjian Baru menghasilkan perubahan yang mengherankan ini pada murid Yesus kepada
keyakinan mereka, bahwa Allah sudah membangkitkan Guru mereka dari antara orang mati
dan bahwa mereka sudah melihat Dia hidup dan sudah berbicara dengan Dia”.
(Memperkenalkan Theologia Perjanjian Baru, Halaman 64)

Dalam bukunya yang lain A.M. Hunter mengatakan bahwa kebangkitan Yesus adalah suatu
pengalaman yang dialami oleh murid-muridNya (Yesus, Tuhan dan Juru Selamat) BPK
Jakarta, 1987, halaman 93). Senada dengan pendapat diatas, Ladd mengatakan : “Mereka
(murid-murid) percaya bahwa kehadiranNya bukanlah sesuatu yang spiritual, non-material,
“hantu”, tetapi suatu realitas jasmaniah yang objektif. (G.E. Ladd, halaman 320). Hal ini
memang ditunjuk oleh kesaksian membicarakan tentang hakikat dan tabiat Kristus. Tetapi
pertama-tama tulisan Perjanjian Baru membicarakan apa fungsi Yesus Kristus? Sambil
membicarakan fungsi Yesus maka kesaksian-kesaksian tersebut sekaligus berbicara hakikat
dan fungsi Yesus Kristus (Oscar Cullmann, The Chirstology of the New Testament, halaman
3-4).
Uraian kita lebih cenderung membicarakan kristologi seperti yang diuraikan oleh Oscar
Cullmann daripada yang didiskusikan oleh Bapa-bapa Gereja. Alasan pertama, ahli-ahli
theologia Perjanjian Baru lebih banyak mendengar kesaksian Alkitab daripada
memperhatikan ulasan Bapa-bapa Gereja yang didalamnya telah terdapat pengaruh Helenisme
(Filsafat Yunani). Berpihak kepada ahli-ahli theologia Perjanjian Baru berarti konsistensi
dengan “sola scriptura” daripada reformator.
Alasan kedua, pemahaman Cullmann dapat mewakili hasil-hasil penelitian kontemporer ahli-
ahli Perjanjian Baru. Dan hasil penelitian mereka dapat dianggap sebagai sumber dogmatik
yang otentik. Selanjutnya bagaimana kristologis Perjanjian Baru (yang sekarang dapat kita
jadikan dasar kristologi Gereja yang benar dan sah) itu ditulis? Pertanyaan ini perlu dijawab
dan diketahui dengan tujuan memahami mekanisme penulisan kristologi dalam Perjanjian
Baru. Ini juga perlu untuk diketahui tentang bagaimana gereja purba mengalami, membuat
dan menyakini credo kristologi Yesus Firman yang menyelamatkan.
Dalam uraian sebelumnya dijelaskan bahwa Paskah adalah peristiwa illahi yang sangat
fundamental dalam pendirian Gereja. Itu berarti bahwa tanpa Paskah Kristus, Gereja tidak
ada. Paskah adalah landasan iman yang melahirkan Gereja.
60
Dalam konteks inilah kita mengerti Kristologi Perjanjian Baru. Artinya bahwa kristologi
Perjanjian Baru dan juga kristologi dalam dogmatika Gereja tidak akan ada tanpa Paskah.
Kristologi dalam dogmatik Gereja tumbuh karena benih Paskah. Dan kristologi adalah salah
satu ungkapan yang paling penting dari gereja purba dan gereja di sepanjang zaman. Tanpa
Paskah tidak mungkin ada gereja dan tidak mungkin ada Perjanjian Baru dan tidak mungkin
ada kristologi (Band. A.M. Hunter, Yesus, Tuhan dan Juru Selamat, halaman 89-90). Hal ini
penting dalam kita mengerti prinsip-prinsip kristologi dalam iman kristen.
Berdasarkan pemahaman di atas dapatlah dikatakan bahwa kristologi adalah suatu
pembahasaan iman jemaat mula-mula tentang siapakah Yesus Kristus. Yang dimaksud
dengan pembahasan iman disini adalah menunjuk kepada bagaimana penulisan-penulisan
Perjanjian Baru, dengan ilham Roh Kudus, membahasakan dan menulis tentang siapakah
Yesus Kristus ke dalam suatu tulisan yang kita kenal sekarang Alkitab Perjanjian Baru
merupakan suatu objek bahasa iman gereja purba yang menjadi landasan dan cermin untuk
kehidupan gereja di sepanjang zaman.
Yesus, Firman yang menyelamatkan merupakan salah satu gelar pembahasan penulis
Perjanjian Baru tentang siapakah Yesus itu. Ada banyak gelar-gelar Yesus dalam Alkitab
Perjanjian Baru. Oscar Cullmann membuat klasifikasi gelar-gelar Yesus dalam empat bagian
yaitu :
- Gelar-gelar kristologis yang menunjuk pada karya Yesus di dunia yaitu : nabi, hamba
Allah yang menderita, Imam Besar.
- Gelar-gelar kristologis yang menunjuk pada karya Yesus di masa kini yaitu : Tuhan
dan Juru Selamat.
- Gelar-gelar kristologi yang menunjuk pada pra-eksistensi Yesus yaitu Firman dan
Anak Allah.
Berdasarkan klasifikasi Oscar Cullman di atas maka pokok pembicaraan kita : Yesus sebagai
Firman yang menyelamatkan berhubungan dengan bagian ketiga dan keempat. Biarpun
demikian, pengertian kita haruslah komprehensif. Artinya gelar yang menjadi pokok
pembicaraan kita harus dihubungkan dengan seluruh gelar-gelar di atas seperti yang tertera
dalam klasifikasi tersebut. Sebab ada juga ahli lain yang menjelaskan gelar-gelar kristologis
dari sudut dan dalam bentuk lain seperti Donal Guthrie. Dia menulis gelar-gelar kristologis
seperti Yesus sebagai manusia sejati, Yesus sebagai manusia tak berdosa, Anak Daud,
Hamba, Anak Manusia, Tuhan, Anak Allah, Nabi, Guru, Logos, Allah (Lihat Theologi
Perjanjian Baru I).

61
Jika kita meneliti lebih dalam maka ada banyak variasi gelar-gelar kristologis di seluruh
tulisan Perjanjian Baru. Tetapi keanekaragaman itu menunjuk kepada satu realisasi yaitu
Yesus Kristus Juru Selamat yang merupakan utusan Allah dan Dia itu dialami oleh Jemaat
purba sebagai inti credo. Jadi variasi gelar kristologis merupakan variasi pembahasan iman
yang ditentukan oleh variasi tradisi atau budaya di mana jemaat purba itu hidup.
Tentu ada yang mencoba mendekati realitas iman Yesus Kristus dari gelar Mesias atau
Kristus. Kita sekarang bisa mendekati realitas Yesus Kristus Juru Selamat itu dari gelar
Firman (bahasa Yunani :Logos). Dan ini harus dilihat, dimengerti dan dipahami oleh Jemaat
Perjanjian Baru dan sekaligus pintu masuk pada pemahaman Yesus Juru Selamat yang tetap
sama sejak kemarin, hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibrani 13:8).
Yesus adalah Firman (Logos)
“Pada mulanya adalah Firman : Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan
tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan”
Yohanes 1:1-3
Baik konsep Perjanjian Lama maupun Helenisme menjadi latar belakang
pembahasan iman dari tiga di atas. Firman dalam bahasa Yunani Logos dan bahasa Ibrani
dabar.
Pengertian Debar Yahwe dalam kesaksian Perjanjian Lama merupakan perluasan kepribadian
sekaligus merupakan keberadaan substantif dari Allah (Band. Kel. 3:15; 4:2). Debar bukan
hanya berarti kata, ucapan tetapi juga mempunyai arti kekuatan dan perbuatan. Kejadian 1:3
mengatakan : “Berfirmanlah Allah: jadilah Terang maka Terang itu jadi”. Itu berarti bahwa
firman Tuhan bukan hanya berarti ucapan belaka tetapi di dalamnya ada ada kekuatan dan
perbuatan dari Allah. Jadi Kej. 1:3 dan juga Maz. 33:6, 107:15, Yes 55:10 mengungkapkan
pernyataan diri Allah untuk bertindak dan mencipta. Hanya saja firman dalam Perjanjian
Lama barulah perluasan kepribadian Allah. Artinya firman selalu diikuti dengan kata genetif
milik Allah. Firman adalah perluasan sekaligus wakil dari Tuhan untuk menghadirkan diri dan
kekuasaanNya.
Dalam tradisi Helenisme, istilah Logos bukanlah sesuatu yang asing. Menurut Herekleitas,
Logos adalah apa yang ada di balik perubahan terus-menerus dan dialah yang menertibkan
dunia (cosmos). Bagi Stoa, Logos adalah suatu abstraksi yang pada mulanya bersifat tak
berpribadi dan immaterial. Plato menyebutnya dunia ide.
Untuk menanggapi pemahaman Perjanjian Lama dan Helenisme maka penulis injil Yohanes
menjelaskan kesaksian iman, suatu pengakuan imannya tentang Yesus Kristus sebagai
62
Firman. Konsepsi Perjanjian Lama dan Helenisme dijadikan modelnya untuk menjelaskan
iman penulis tentang Yesus sebagai Logos atau Dabar. Tetapi Injil Yohanes membedakan
Firman (Yesus) itu dengan konsep dalam Perjanjian Lama. Yesus bukan lagi disebutnya
Firman (dari) Tuhan. Jadi kata genetif atau milik dihilangkan. Yesus disapa langsung Firman.
Apa maksudnya? Bagi credo Yohanes, Yesus bukan lagi bagian dari Allah tetapi Yesus
adalah Allah. Mengapa? Karena Dia telah mati dan bangkit, kematian dan kebangkitanNya
adalah untuk menyelamatkan orang yang percaya (Yohanes 3:16). Justru itu Yesus adalah
Firman atau Logos. Logos identik dengan Allah (theos).
Yesus yang adalah Firman atau Logos berbeda dengan konsep Logos dalam pemahaman
Helenisme. Dalam Helenisme, logos adalah sesuatu yang melulu abstrak, tidak kelihatan.
Sedang menurut kesaksian Injil Yohanes logos, yaitu Yesus, konkret, kelihatan dan ada dalam
sejarah.
“Firman itu telah menjadi daging dan diam di antaranya kita dan kita telah melihat
kemuliaanNya yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa,
penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:14).
Yesus adalah Firman yang telah menjadi daging (sarx). Ini menjelaskan Yesus yang adalah
Allah telah menginkarnasi diri (menjelma) dalam manusia (band. Matius 1:18,20). Tetapi
sebaliknya pula dapat kita katakan bahwa manusia yang bernama Yesus itu sebenarnya
menurut kesaksian Yohanes 1:14 adalah Allah.
Pemahaman bahwa Allah menginkarnasi diriNya dalam diri Yesus yang biasa disebut
Kristologi logossarx. Sedangkan pengakuan bahwa manusia Yesus itu adalah Allah disebut
kristologi adopsionis. Kedua kristologi itu pada hakikatnya sama. Karena keduanya berasal
dari fakta Paskah.
Yesus adalah logos, Firman, Tuhan karena dia dikandung dari Roh Kudus atau Tuhan (Lukas
1:13-35). Yesus yang sama itu juga dibabtis oleh Yohanes Pembabtis seperti yang disaksikan
dalam Matius 3:13-17. dan menurut uraian sebelumnya dalam modul 5 ini dijelaskan bahwa
babtisan Yesus adalah tanda pengurapan Allah atas Yesus. Sehingga di sinilah bukti Yesus
disebut Mesias. Dalam Perjanjian Lama, orang yang diurapi adalah Imam, Nabi dan Raja.
Perhatikan tulisan Johanes Calvin, Institution dan buku Dogmatika Masa Kini, Bab 22
karangan G.C. van Niftrik, dan B.J. Boland.
Karena Yesus mati dan bangkit dari antara orang mati maka Dia disapa Tuhan dan Allah
(Yohanes 20:28). Pengertian Yohanes 1:14 dapat juga menunjuk pada kesaksian Filipi 2:5-11
bahwa Yesus sebenarnya Allah yang telah mengosongkan diriNya dan menjadi serupa dengan
manusia. Tetapi pengosongan diriNya adalah wujud ketaatan Yesus kepada Allah. Dan karena
63
itu Allah meninggikan Dia dan mengaruniakan nama di atas segala nama supaya oran gakan
mengaku Yesus adalah Tuhan, Allah. Dia menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia
berdosa (Yohanes 3:16). Tidak ada Anak Allah yang lain selain Yesus. Dan maksud Anak
Allah disini adalah hubungan yang dekat Yesus dan Allah danprakarsa hubungan disini bukan
dari manusia Yesus tetapi dari Allah sendiri.
Dari keyakinan inilah Injil Yohanes menyaksikan Yesus adalah Juru Selamat dari Allah.
Allah menjadi manusia untuk menunjukkan bahwa manusia itu berdosa dan perlu
diselamatkan oleh Allah. Dan ini bisa terjadi hanya dalam diri Yesus.
Keselamatan hanya ada dalam diri Yesus dan iman orang percaya kepada Yesus. Hal ini jelas
terlihat dalam tujuh perkara “Aku adalah” (Dalam bahasa Yunani : Ego Eimi).
- Aku adalah terang dunia (8:12)
- Aku adalah jalan, kebenaran dan hidup (14:6)
- Aku adalah Gembala yang baik (10:11)
- Aku adalah pintu (10:7)
- Aku adalah pokok anggur yang benar (15:1)
- Aku adalah kebangkitan dan hidup (11:25)
- Aku adalah roti hidup (6:35)

Untuk jelasnya pemahaman Ego Eimi ini mari kita lihat Yohanes 6:25-59 (sebagai contoh).
Dalam cerita ini dijelaskan bahwa Yesus telah memberi orang banyak makan dan telah
mengenyangkan mereka. Karena orang banyak itu terus mengikuti Yesus, maka Yesus
memakai kesempatan untuk mengajar mereka tentang siapa Dia. Yesus mengatakan bahwa
mereka mengikuti Dia supaya mereka terus dikenyangkan oleh Yesus. Tetapi Yesus berkata,
menurut cerita Injil ini, bahwa Dia adalah Roti yang turun dari surga. Yesus sendiri (dalam
bahasa Metaforis) adalah Roti Surga itu sendiri. Ayat 35 mengatakan
“Akulah roti hidup, barang siapa datang kepadaKu ia tidak akan lapar lagi dan barang siapa
percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi”.
Teman bicara (orang banyak) sekaligus pembaca Injil ini yang datang dan percaya pada Yesus
akan hidup kekal (dalam bahasa perikop ini identik pada “tidak lapar dan haus lagi”) sekarang
ini. Siapa yang memakan dagingKu dan meminum darahKu (ayat 53:55) berarti siapa yang
percaya dan memiliki Kristus, maka dia diselamatkan.
Jadi sebenarnya roti itu adalah bahasa metaforis untuk menunjukkan pada eksistensi Yesus
yang bertindak sebagai subjek pembicaraan. Dan mereka yang mengaku, datang dan memiliki
Yesus Kristus, akan atau maka dia diselamatkan (ayat 35,36,53-58). Itulah sasaran tulisan ini.
64
Jadi Ego Eimi adalah suatu teknik penulis Injil mengkomunikasikan imannya. Ini
diungkapkannya dalam dua hal yaitu :
Kesaksian iman tentang Yesus Kristus itu dituliskannya dalam bentuk laporan (sama seperti
dalam Injil-Injil sinoptis) tentang kehidupan Yesus yang historis. Di sini laporan tentang
Yesus, kehidupan dan ajaranNya adalah dianggap firman (dari) Allah. Artinya kesaksian itu
berbentuk tulisan yang ditulis dengan keyakinan iman dengan bantuan Roh Kudus (Yohanes
20:31).
Ego Eimi sebagai sesuatu yang unik dalam sastra Injil Yohanes. Yesus, dalam gaya sastra
Injil Yohanes ini, berada langsung dengan pendengar danpendengar atau pembaca seolah-olah
berada langsung dengan Yesus. Yesus adalah firman atau logos adalah subjek yang
berhadapan langsung dengan pembaca ketika membaca Injil ini. Dan kata-kata Yesus
langsung menantang dan meminta keputusan sekarang ini dan di sini. Hal ini kentara sekali
apabila pembaca membaca langsung dalam teks asli bahasa Yunani, kebanyakan kata
memakai present continuous tense.

Keselamatan atau hidup kekal ada dalam Yesus Kristus dan siapa yang membaca Injil dan
percaya maka Yesus yang adalah Tuhan yang hidup kini akan menyelamatkan dia sekarang
ini juga. Jadi Yesus sebagai logos adalah objek artinya ada dalam bentuk tulisan Injil. Yesus
sebagai Logos artinya Dia ada (exist) dan menjadi subjek kini untuk menyelamatkan
pembaca.
Implikasi dari pemahaman di atas adalah : makin rajik seseorang yang percaya memperoleh
pengetahuan keselamatan dalam Yesus Kristus. Pada saat yang sama dengan membaca
firman, Yesus Kristus, sebagai Logos makin dapat kesempatan untuk berfirman kepada
pembaca atau orang yang percaya. Jadi membaca firman di sini adalah suatu model
pendidikan iman kristen tentang Yesus Firman Juru Selamat umat manusia yang berdosa.

D. Yesus Kristus Juru Selamat


Uraian dalam bagian ini tidak bisa terlepas dari uraian-uraian sebelumnya yaitu tentang
Yesus yang historis yang mengajarkan Kerajaan dan hubungannya dengan diriNya, Yesus
yang telah mati dan bangkit yang merupakan Firman yang menyelamatkan.
Bagian ini mau menegaskan bahwa Yesus yang pernah hidup di dunia, yang telah mati
dan kemudian bangkit dari antara orang mati, Dia adalah utusan Allah, Dia adalah Allah,
selamat umat manusia yang berdosa.
65
Juru selamat dalam bahasa Yunani adalah soter. Istilah ini sepadan dengan Yesua dalam
bahasa Ibrani. Soter berarti kesembuhan, pemulihan, penebusan, keselamatan, kemakmuran.
Yesus berarti nafas, keselamatan. Kedua istilah ini menunjuk pada tindakan atau hasil
pembebasan atau pemeliharaan dari bahaya, penyakit. Pembebasan disini mencakupaspek
fisik, moral dan spiritual.
Yesus adalah identik secara terminologis dengan Juru Selamat. Sebab Yesus berarti
Penyelamat. (lihat : J.D Douglas, The New Bable Dictionary, halaman 620, 660).
Bila kita mengatakan Yesus adalah Kristus berarti kita mengatakan Yesus adalah juru selamat
yang diurapi. Pengurapan adalah suatu tanda bahwa seseorang telah dipilih oleh Allah dan
diberi kuasa untuk menyatakan kehendak Allah. Seperti yang dijelaskan sebelumnya peristiwa
pengurapan dalam Perjanjian Lama dikenakan kepada Imam, kenabian dan ke-raja-an Yesus.
Dan trifungsi serta trijabatan Yesus dilihat oleh orang yang percaya secara unik.
Keunikan keimanan Yesus secara jelas dan gamblang diuraikan oleh Surat Ibrani. Yesus
lebih tinggi daripada Musa (3:1-6); lebih tinggi daripada Harun (7:11-28); seperti Melkisedek
yang tidak berbapa dan beribu, tidak berawal atau berakhir, Anak Allah (7:2). Yesus adalah
Imam Besar yang unik, yaitu Yesus tidak memberi persembahan korban tetapi diriNyalah
korban itu. Yesus adalah korban, berarti Dia mengganti manusia berdosa untuk diselamatkan
(Yesaya 53:4-5). Dia adalah pengantara yang benar dari Allah dengan manusia (Ibr. 5,8,10).
Jadi keimanan Yesus unik dan bersifat soteriologis theologis.
Keunikan kenabian Yesus juga bersifat kristologis dan seteriologis. Ketika Yesus
mengutip tugas-tugas kenabian dalam Yesaya 61:1-2, Yesus langsung mengatakan bahwa
tugas kenabian itu telah ada dalam diriNya (Lukas 4:21). Dalam bahasa Paulus, Yesus adalah
keadilan, kemerdekaan dan kebenaran Allah (Roma 5,10 Galatia 5). Istilah teknisnya dalam
bahasa Yunani “Dikaiosune”.
Keunikan ke-raja-an Yesus haruslah dilihat juga secara kristologis-soteriologis. Yesus
sebagai Raja haruslah dimengerti dari pemahaman Yesus sebagai Mesias dan hamba yang
menderita. Dua gelar ganda inilah yang menyatu membentuk konsep pemahaman Yesus yang
adalah Raja. Banyak orang termasuk murid-murid Yesus melihat Yesus sebagai Raja yang
idektik dengan Mesias politik seperti yang ada dalam Markus 8:27-33. Dan karena itu murid-
murid menolak kematian Yesus. (kendati dalam kematian dan tentunya juga kebangkitan
Yesus itu terdapat nilai soteriologis dan kristologis). Pemahaman paradoksal itu terlihat dalam
tulisan yang terpangpang di salib Yesus; “Yesus orang Nazaret raja orang Yahudi”. Bagi
orang Yahudi ini adalah suatu ucapan sinis, tetapi dari segi iman Kristen, tulisan ini
menjelaskan bahwa ke-raja-an Yesus harus ditempuh lewat penderitaan, lewat kematian
66
(Band. Kesaksian Filipi 2:5-11). Maksud utama kedatangan Yesus kedunia bukan pertama-
tama untuk menjadi penguasa dunia tetapi untuk menyelamatkan manusia yang berdosa. Dan
ketika dia sukses melaksanakan tugas atau misi tersebut dia diangkat oleh Allah menjadi
penguasa langit dan bumi (Matius 28:18).
Dari uraian diatas dapatlah dikatakan bahwa tiga jabatan Kristus itu harus dimengerti
dari tiga fungsi Yesus yang berfokus pada penyelamatan manusia berdosa
Jika kehidupan Yesus berakhir pada maut maka Yesus hanyalah manusia biasa. Yesus
hanyalah pahlawan moral, pahlawan untuk rakyat jelata. Kematian Yesus tidak bernilai dan
tidak berguna dalam arti soteriologis theologis. Tetapi karena Allah Bapa membangkitkan
Yesus maka seluruh kehidupan Yesus mempunyai arti Illahi; mempunyai arti keselamatan
Allah dan juga kematian Yesus mendapat arti keselamatan yaitu penebusan dosa. Justru dalam
konteks inilah jemaat purba dan juga gereja disepanjang masa melihat kematian Yesus
berguna dan mempunyai arti soteriologis. Jadi Paskahlah yang memberikan nilai soteriologis
pada kematian Yesus dan memberi nilai Kristologis pada diri dan eksistensi Yesus. Dapatlah
dikatakan bahwa Yesus yang mati dan bangkit itulah kunci untuk mengerti kejuru –
keselamatan Yesus. Disinilah juga perbedaan prinsipil kesaksian perjanjian lama dan
perjanjian baru tentang juru selamat (Yesaya 41:21; 43:11; 60:16) tetapi Allah itu jauh dari
umat Allah. Dalam perjanjian baru, juruselamat telah menjadi manusia (Lukas 2:11). Yesus
dilantik atau diurapi oleh Allah sendiri untuk menjadi juruselamat. dan juru selamat menjadi
sesuatu yang dekat dan kelihatan.
Berhubung dengan kemesiasan Yesus (Raja, Imam dan Nabi), G.C. van Niftrik dan B.J.
Boland yang berupa membahasakan dari tradisi reformasi mengatakan :
“Kepercayaan Kristen ialah kepercayaan kepada Yesus Kristus, artinya hubungan pribadi
antara kita denga Dia. Hubungan itu berarti bahwa kita memandang kepada Kristus. 1)
sebagai nabi, yang di dalamNya Firman Allah datang kepada kita, sehingga di dalam Dia
telah diaktan kepada kita segala-galanya yang harus kita ketahui untuk dapat hidup dan untuk
dapat mati; 2) sebagai Imam yang satu kali untuk selama-lamanya telah mempersembahkan
diriNya, sehingga segala sesuatu telah dijadikan baik dan akan dijadikanNya baik; 3) sebagai
Raja, yang mempunyai kuasa pemerintahandan mau melaksanakan kuasa pemerintahan itu
juga di dalam hidup kita”
Jadi pengakuan,Yesus sebagai Juru Selamat adalah mengetahui, memahami dan mengimani
bahwa eksistensi Yesus adalah sesuatu yang unik, istimewa, eksklusif dan luas biasa yang
datang dari Allah untuk menyelamatkan manusia berdosa.

67
Ada banyak sekali ayat-ayat Alkitab yang menjelaskan keunikan kejuru-selamatan Yesus.
Sebagai contoh :
Kisah 4:12: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di
bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehNya
kita dapat diselamatkan”.
Ayat ini seirama dengan Yohanes 3:16; Roma 5, Filipi 2:11 dalam mana Yesus sebagai Juru
Selamat adalah unik, eksklusif dan istimewa.
Yesus adalah Juru Selamat yang datang dari Allah. Dan Dia juga adalah Allah. Dalam
bagian sebelumnya, dijelaskan bahwa Yesus adalah Logos. Yesus adalah Allah. Yesus berasal
dari atas, dari Allah yang telah menjelma menjadi manusia (Yohanes 1:1-3, 14). Dan Paskah
Kristus menunjukkan Dia adalah betul-betul Tuhan. Yesus datang untuk menyadarkan
manusia bahwa manusia berdosa dan perlu diselamatkan. Manusia tidak dapat
menyelamatkan dirinya. Keselamatan manusia berdosa haruslah berasal dari luar dirnya.
Keselamatan manusia haruslah berasal dari Allah. Dan keselamatan itu ada dalam diri Yesus
Kristus yang telah menjadi Juru Selamat karena perbuatan Allah. Dan keselamatan itu ada
dalam diri Yesus Kristus yang telah menjadi Juru Selamat karena perbuatan Allah. Yesus
Kristus adalah Allah dan Juru Selamat manusia. Inilah prinsip seterologi gereja-gereja
reformatoris. Berbeda dengan prinsip soteriologis gereja Roma Katolik yang mengandalkan
kekuatan antara lain akal seperti yang disampaikan oleh theolog dan filsuf bernama Thomas
Aquinas untuk mendapatkan keselamatan.
Ada tiga hal yang perlu diketahui untuk mengerti dan menghayati keselamatan dalam
Yesus Kristus.
Keselamatan adalah sesuatu yang dimiliki. Bahwa melalui iman, Roh Kudus memberi pada
orang percaya suatu status yang baru dalam Kristus di mana dia telah dibenarkan, didamaikan
dan dibersihkan atau disucikan oleh Yesus Kristus (Yohanes 13:10) Di mana dia telah pindah
dari kematian kepada kehidupan kekal. Dia dapat disebut anak Allah karena Kristus (Roma
8:16). Juga mereka telah memiliki Kristus telah hidup baru (II Kor. 5:17, Roma 6:1-14).
Berusaha secara progresif. Maksudnya di sini hidup orang yang telah diselamatkan oleh
Kristus perlu berjuang menghadirkan kehendak Kristus. Ia harus memberitahukan salib
sebagai kekuatan Allah (I Kor. 1:18), tetap mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar
(Filipi 2:12) melawan semua tindakan berhala, nafsu duniawi dan hidup dalam kasih (I Kor.
13). Keselamatan dalam arti penuh nanti direalisasikan di masa yang akan datang (I Tes. 5:9;
2 Tes. 2:13; 2 Tim. 2:10; Ibr. 1:14; I Pet. 1:5)

68
BAB V
ETIKA SOSIAL

A. PENDAHULUAN
Bagian ini akan membahas etika social, dengan kata lain mempelajari masalah-masalah
kemasyarakatan dari perspektif etika Kristen. Dalam mempelajari moral masyarakat, apakah
baik atau salah, benar atau jahat dengan presuposisi-presuposisi iman Kristen. Dalam materi ini
akan kita bahas tiga sub pokok bahasan yaitu:
- Aspek-aspek etika sosial
- Berbagai sikap negative dan pasif
- Gereja dan permasalahan social
Pembahasan ketiga subpokok bahasan ini sangat penting mengingat gereja dihadapkan dengan
masalah-masalah sosial yang pelik dan pluralistis. Gereja dipanggil Tuhannya, yaitu Yesus
Kristus untuk membawa dan memberitakan berita suka cita dalam situasi dan kondisi zamannya.
Inilah yang menantang etika untuk menjawab permasalahan kemasyarakatan yang tumbuh di
sekelilingnya. Orang-orang Kristen hidup dalam seluruh aspek kehidupan, entah dunia ekonomi,
politik, kedokteran bahkan keagamaan. Bagaimanakah sikap orang Kristen terhadap aspek-aspek
kehidupannya. Perubahan zaman yang begitu cepat dalam seluruh aspek kehidupan manusia,
seringkali tidak siap diantisipasi oleh orang Kristen. Disinilah pentingnya kita mempelajari etika
social.
Materi aspek-aspek etika social kita akan mempelajari pengertian etika social dan
lingkupstudinya. Di sini kita akan mempelajari juga perbedaan antara etika individual dengan
etika social, untuk mendapat klarifikasi dan determinasi kompetensi studinya.
Materi berbagai sikap negative dan pasif akan kita soroti sikap Gereja atau orang Kristen
terhadap masalah-masalah social seperti ketidakadilan social, kemiskinan, ketertinggalan
budaya, kelaparan, penyakit dan sebagainya. Dalam materi ini kita akan melihat mengapa Gereja
cenderung menjauhi diri dari masalah-masalah social, bahkan cenderung bersikap negatif dan
pasif dalam keterlibatannya untuk memerangi permasalahan-permasalahan social khususnya (-
istilah tren sekarang penyakit masyarakat) . Sikap negative dan pasif ini menyatakan penolakan
gereja: menyatakan Injil Yesus Kristus pada semua orang. Yaitu pembebasan bagi mereka yang
dibelenggu dosa, kemiskinan, keserakahan, eksploitas, penyakit dan kuasa-kuasa kematian.
Materi gereja dan permasalahan social akan menyoroti kenyataan-kenyataan konkret
yang dihadapi gereja pada masa kini. Permasalahan social yang dihadapi gereja menyangkut

69
aspek-aspek kehidupan manusia, dalam bidang ekonomi dan perdagangan, politik dan ideology,
kedokteran dan teknologi, juga dalam bidang kebudayaan. Gereja disadarkan atas kenyataan-
kenyataan disekitarnya, sebagai pernyataan yang harus dijawab.
Anda diharapkan dapat memahami dasar-dasar dan prinsip-prinsip Alkitabiah bagi etika Kristen
kemasyarakatan (social), dengan titik tolak antropologi Kristen. Tujuan yang sangat umum ini
akan dijabarkan dalam beberapa tujuan khusus, yaitu anda dapat:
- Merumuskan pentingnya etika social (kemasyarakatan).
- Menganalisis factor-faktor yang menyebabkan gereja memiliki sikap negative dan
pasif terhadap masalah-masalah kemasyarakatan.
- Memberikan contoh-contoh sikap negative dan pasif gereja terhadap masalah-
masalah kemasyarakatan
- Mengevaluasi program-program social gereja
- Menyusun strategi pelayanan social yang baru bagi gereja.

B. ASPEK-ASPEK ETIKA SOSIAL


1. Etika Kristen
Etika Kristen adalah salah satu etika dari berbagai macam etika, tidak satu-satunya.
Bahkan etika Kristen lebih muda dari etika Hinduisme, etika Aristoteles, etika Konfusius. Etika
Kristen mempunyai fungsi dan misi yang khusus di dalam kehidupan manusia. Yaitu memberi
penuntun dan petunjuk tentang bagaimanakah manusia, baik secara pribadi maupun kelompok,
mangambil keputusan tentang apa yang seharusnya dilakukan di tengah situasi konkret.
Pada hakikatnya etika Kristen, ialah suatu system etika yang dibangun di atas suatu
system dogma. Namun demikian etika Kristen bukanlah pertama-tama mengutip ayat-ayat
Alkitab atau pokok-pokok dogma untuk dijadikan bahan untuk memvonis. Bahkan secara
metodik etika Kristen tidak dimulai dari ayat-ayat Alkitab dan dogma gereja. Etika Kristen justru
mulai dari konteks dan permasalahan yang actual yang dihadapi manusia tanpa berprasangka.
Setelah mengenal situasi dan permasalahan yang konkret dan actual, barulah kita bicara tentang
dimensi Kristen di dalam etika Kristen.
Jadi yang membedakan etika Kristen dengan etika lainnya, ialah iman Kristiani yang dijadikan
asumsi dasar di dalam melakukan penilaian etis. Kasih menjadi prinsip di dalam etika Kristen
bukan karena etika dikutip dari Alkitab. Ia menjadi prinsip dalam etika Kristen oleh karena ia
merupakan prinsip yang dapat diterima secara universal, prinsip yang pada hakikatnya dapat
diterima secara rasional dan diterima oleh semua orang yang berakal sehat. Kekhasan inilah yang
disebut sebagai dimensi iman. Kalau begitu, etika Kristen bukanlah suatu etika yang hanya untuk
70
orang Kristen. Ia menjadi benar dilakukan oleh orang-orang Kristen karena diilhami oleh
asumsi-asumsi dasar iman Kristen tetapi untuk semua orang. Disinilah letak dimensi universal-
objektif etika Kristen. (Untuk lebih jelas mengerti pengertian dasar etika, baik sekali jika anda
membaca karya Eka Dharmaputera, Etika Sederhana untuk semua, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, th….)

2. Etika Sosial.
Para etisi memiliki pandangan yang berbeda mengenai klasifikasi etika. Ada yang
mengklasifikasi etika menjadi dua bagian, yaitu etika bagian umum dan etika bagian khusus.
Etika bagian umum membahas pokok-pokok secara umum dengan menggunakan dasar-dasar
permulaan atau titik pangkal etika dogmatis, ajaran-ajaran tentang norma-norma, sumber-sumber
kehidupan Kristen dan berbagai segi kehidupan Kristen. Sedangkan etika bagian khusus
membahas pokok-pokok etis dinyatakan dalam bermacam-macam hubungan dengan manusia di
lapangan hidup.
Ada juga yang membagi menjadi dua bagian, yaitu etika individual dan etika social.
Klasifikasi seperti ini, memang ada yang kontra dengan mengemukakan alasan bahwa manusia
selalu hidup menurut cara yang tertentu dalam suatu hubungan segitiga di mana terdapat
koeksistensi ataupun proeksistensi antara Allah dengan manusia dan sesama manusia. Oleh
sebab itu etika individual dalam arti seperti ini tidak ada. Namun saya tetap memakai klasifikasi
etika individual dan social, dalam pengertian untuk membedakan perbedaannya. Jasi klasifikasi
individual dan social hanya untuk menyatakan perbedaan sasaran pemikiran etisnya.
Etika individual dapat disebut etika mikro, karena ruang lingkupnya kecil. Dampak
tindakan etis hanya mengenai aku-engkau maka menjadi individual. Individualnya tidak
ditentukan dari relasi aku-engkau, melainkan sasaran pemikiran etisnya. Misal seorang teman,
yang senangnya bermain judi, meminjam uang kepada saya. Saya, sekalipun memiliki uang
banyak, tetapi tidak mau memberi dengan alas an pengertian itu tidak menolong. Dampak sikap
etis saya hanya mengena pada peminjam saja, dan bukan masyarakat luas. Sedangkan etika
social dapat kita ambil contoh sebagai berikut, yaitu apa yang harus gereja lakukan terhadap
Pencemaran Lingkungan Hidup, Limbah Produksi, Penghapusan becak dan sebagainya. Dampak
sarana pemikiran etis, bukan hanya aku-engkau, tetapi seluruh system. Yaitu kita akan
berhadapan dengan undang-undang, pemerintah, masyarakat, pengusaha dan alam itu sendiri.
Oleh sebab itulah, ia disebut etika social.
Marilah kita lihat di bawah ini ciri-ciri sasaran pemikiran etis etika individual dan etika
social,
71
Etika Individual:
Sasaran pemikiran dan tindakan etis hanya mengena pada individu tertentu
Sifat hubungan dapat dipahami dan terbatas sebagai hubungan aku-engkau yang sifatnya
individual dan tidak kolektif atau kelompok.
Pemikiran dan tindakan etis yang dilakukan berada dalam kompetensi secara pribadi.

Etika Sosial:
Sasaran dan pemikiran serta tindakan etisnya kena-mengena secara kolektif atau manusia dalam
keterkaitannya dengan sesamanya.
Hubungan tidak lagi individual, aku-engkau, tetapi secara social
Karena ada pranata-pranata social, maka etika social lebih terarah kepada struktur-struktur social
atau lembaga-lembaga yang bersangkutan.
Dengan melihat ciri-ciri etika social dan individual, kita dapat mengklasifikasi setiap
permasalahan etis ke dalamnya, dengan mempertimbangkan karakteristiknya. Jadi definisi etika
social secara singkat adalah suatu pemikiran dan tindakan etis yang baik atau jahat, benar atau
salah bagi manusia sebagai kehidupan kolektif atau social.
Etika adalah suatu ilmu yang meneliti secara sistematis kenyataan hidup moral
masyarakat dari perspektif baik dan jahat, benar dan salah. Etika social dapat didefinisikan juga
sebagai suatu studi kritis tentang moralitas masyarakat. Oleh sebab itu, etika merupakan suatu
analisis sistematik mengenai hakikat kehidupan moral manusia.
Tugas etika ialah, di satu pihak etika menaruh minat pada pilihan-pilihan moral praktis
yang dibuat menusia; di pihak lain mempelajari prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan ideal.
Dimanakah dasar pijakan etika? Studi etika meletakkan asumsi bahwa manusia bebas atau
merdeka dan bertanggung jawab (freedom and responsible). Dalam kebebasan itu manusia punya
pilihan, termasuk juga pilihan untuk menjadi orang yang tidak baik.
Apakah kebebasan moral itu? Yaitu kapasitas penentuan diri, dalam arti manusia
merdeka untuk memilih akhir, tujuan dan nilai-nilai yang akan ia cari dan bebas untuk menerima
atau menolak tuntutan-tuntutan tugas. Etika dan ilmu social keduanya mempelajari dan berminat
dengan analisis tingkah laku manusia (social:empiris sedangkah etika: empiris dan ideal). Kedua
ilmu ini peduli dengan penyelidikan dan analisis berbagai macam aspek tingkah laku manusia.
Disamping itu etika dapat kita artikan sebagai displin normative, dalam pengertian bahwa etika
berkaitan dengan pernyataan seperti tujuan apa yang harus manusia kejar dan motivasi apa yang
harus ada.

72
Karena berbicara tentang moral suatu kehidupan kelompok social, maka kita harus
mengerti apakah moral itu baik atau jahat, benar dan salah dengan metode etika. Menurut para
ahli, ada empat langkah metode etika untuk melihat kenyataan moral suatu kelompok social,
yaitu:
Empiris deskriptif.
Langkah pertama ini, kita memastikan suatu fakta moral yang ada di dalam masyarakat.
Misalkan saja kita mengetahui bentuk-bentuk bunuh diri, yaitu hara kiri di Jepang, membakar
diri di Korea atau Birma, mejadi syuhada di kalangan Semitis, dan sebagainya. Kemudian kita
melukiskan bagaimana bentuk fakta moral tersebut (hara kiri, bakar diri, mogok makan, syahid,
dan sebagainya). Fakta-fakta moral yang ada di suatu kelompok social yang satu dibandingkan
dengan yang lainnya. Sebab motif-motif dari fakta-fakta moral itu berbeda-beda.
Fenomenologis.
Pada langkah yang kedua ini kita memperhatikan dengan seksama unsur-unsur apa saja yang
terkandung dalam kesadaran moral masyarakat itu. Misalkan saja unsur budaya, agama, politis,
psikologis, ekonomi. Misalkan saja bunuh diri sebagai syuhada lebih didominasi dengan unsur
psikologis-religius, dari pada soal ekonomi; hara kiri di Jepang lebih dominan unsure cultural
yang diwarisi dari tradisi samurai sebagai tanda ksatria; bakar diri di Korea dan Myanmar
(dahulu Burma) lebih terlihat unsur politis-sosial, karena tuntutan-tuntutan kepada pemerintah
yang ditolak.
Normatif.
Pada langkah ini kita mempertanyakan atau mempersoalkan, apakah suatu norma moral yang
diterima umum atau dalam masyarakat tertentu memang tepat atau justru harus ditolak. Apakah
kita menerima hara kiri ala Jepang atau menolaknya? Apakah kita lebih dapat menerima mati
syahid atau menolaknya? Etika normative mempunyai tugas untuk melakukan penyelidikan ini.
Metaetika.
Pada tahap ini kita mengadakan analisis bahasa moral. Fungsinya adalah mencegah kekaburan
atau kekeliruan dalam penyelidikan fenomenologis dan normative. Bunuh diri hara kiri, syahid,
mogok makan, bakar diri tentu memiliki kualitas moral yang berbeda. Supaya tugas metaetika
mendapatkan pengertian yang benar, maka ia mempersoalkan arti yang paling tepat dari istilah-
istilah moral dan mengatur pertanyaan moral menurut macamnya serta mempersoalkan
bagaimana suatu pernyataan moral itu dapat dibenarkan.
Fungsi etika sosial menilai apa yang sah dan palsu; apa yang sah dan benar. Tujuan etika social,
ialah meningkatkan komitmen social (social commitment), kepribadian atau kepedulian social
(social concern) dan keterlibatan social (social engagement). Etika social membicarakan juga
73
system politik, system nilai-nilai masyarakat, system hukum, system ekonomi di suatu Negara
tertentu untuk mendapatkan penilaian yang objektif, yaitu menciptakan kehidupan social yang
manusiawi.
Etika tidak mempelajari proses produksi, pertumbuhan ekonomi, distribusi dan konsumsi
dan sebagainya, sebab ini adalah tugas ilmu ekonomi, tugas etika ialah menyelidiki fungsi-fungsi
alat produksi: kerja, modal, tanah dan alat-alat teknis yang diperlukan untuk menghasilkan
barang-barang atau jasa. Etika juga selain menilai, memberikan nilai-nilai ideal yang harus
dicapai manusia dalam aspek ekonomi.
Etika tidak mempelajari sejarah ideologi, perkembangan ideologi dan ilmu politik, sebab ini
tugasnya ilmu social-politik. Tugas etika ialah, bagaimana implikasi dari system ideologi dan
politik itu bagi kehidupan manusia dan dunia ini? Jika etika menilai bahwa system politik-
odeologi tertentu hanya menimbulkan kekacauan atau merampas harkat manusia, maka ia patut
ditolak. Etika juga menawarkan motif-motif etis untuk system politik-ideologi yang membawa
kesejahteraan bersama secara ideal.
Akhirnya dasar dari etika teologis tentang kemasyarakatan, ialah hubungan antara Allah dengan
manusia, manusia dengan sesama dan manusia dengan alam lingkungannya. Apakah semua
aspek kehidupan manusia sudah mewujudkan relasi tersebut? Di sinilah letak sesuatu yang ideal,
yang bukan sekedar apa adanya, tetapi yang harus diwujudkan atau dicapai dalam seluruh
kemasyarakatan. Misalkan saja dalam industri-sosial-politik, social-budaya, social-religius. Etika
social menilai apakah dalam bidang-bidang kehidupan itu, nilai-nilai kehidupan hak asasi
manusia, relasi sesama manusia, kebebasan dijaga dan diperjuangkan atau sebaiknya
dihancurkan?
Untuk melatih anda mendalami masalah-masalah kemasyarakatan dan mengetahui relasi
atau kaitan etika social, coba anda buat latihan !
1. Buatlah suatu studi etika social untuk menilai fakta-fakta moral yang ada di suatu
kelompok social tertentu dengan metode empiris-deskriptif; fenomenologis; normative
dan metaetika, misalnya kasus bunuh diri (hara kiri, syahid/jihad, mogok makan, baker
diri, gantung diri): juga kasus lainnya yang anda kenal.
2. Buatlah suatu analisis singkat, yaitu mengenai peranan etika dalam dunia bisnis atau
perdagangan, kedokteran,lingkungan, kebudayaan, politik-ideologi. Sejauh mana etika
menyatakan fungsinya dalam aspek-aspek kehidupan manusia?

Rangkuman

74
Etika Kristen adalah salah satu etika dari berbagai macam etika, bukan satu-satunya,
fungsi etika Kristen, ialah memberi penuntun dan petunjuk tentang bagaimanakah manusia, baik
secara pribadi maupun kelompok, mengambil keputusan tentang apa yang seharusnya dilakukan
di tengah situasi konkret.
Etika dapat diklasifikasi menjadi dua bagian, yaitu etika individual dan etika social. Etika
individual dapat disebut etika mikro, karena ruang lingkupnya kecil. Dampak tindakan etis hanya
mengena aku-engkau, maka menjadi individual. Sedangkan etika social dampak pemikiran dan
tindakan etisnya, tidak hanya menyangkut aku-engkau, tetapi menyangkut seluruh system. Oleh
sebab itu disebut makro.
Ciri-ciri etika individual, ialah:
Sasaran pemikiran dan tindakan etis hanya mengena pada individu tertentu
Sifat hubungan dapat dipahami dan terbatas sebagai hubungan aku-engkau yang sifatnya
individual dan tidak kolektif atau kelompok
Pemikiran dan tind+akan etis yang dilakukan berada dalam kompetensi secara pribadi.
Ciri-ciri etika sosial, ialah:
Sasaran dan pemikiran serta tindakan etisnya kena-mengena secara kolektif atau manusia dalam
keterkaitannya dengan sesamanya.
Hubungan tidak lagi individual, aku-engkau, tetapi secara social
Karena ada pranata-pranata social, maka etika social lebih terarah kepada struktur-struktur social
atau lembaga-lembaga yang bersangkutan.
Etika social menyoroti fungsi, tujuan, realitas aspek-aspek kehidupan manusia dan menawarkan
nilai-nilai etis yang ideal. Dasar dari etika teologis tentang kemasyarakatan (social) ialah
hubungan antara Allah dengan manusia, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam
lingkungannya.

C. BERBAGAI SIKAP NEGATIF DAN PASIF

Dalam bagian ini akan dibahas berbagai sikap negatif dan pasif orang Kristen atau gereja
terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Begitu juga factor-faktor yang menyebabkan
partisipasi Kristen terhadap masalah-masalah kemasyarakatan sangat kurang.
Catatan sejarah mengungkapkan bahwa pra 1914 merupakan zaman idealisme borjuis yang
bersifat optimistis. Agama dan teologia Kristen hampir menguasai dataran Eropa dan melakukan
ekspansi ke seluruh dunia (Injil dan pedang). Inilah yang menyebabkan mereka optimis.
75
Kekristenan dianggap sebagai satu-satunya alternatif untuk memecahkan seluruh permasalahan
social.
Pandangan ini segera hancur ketika terjadi Perang Dunia I (1914), yang menyebabkan banyak
korban. Justru Perang Dunia I terjadi di Negara-negara yang Kristen. Banyak indikasi yang
memperlihatkan kebiadaban manusia dan bangsa-bangsa maju. Akhirnya timbul keragu-raguan
terhadap kekristenan (Christendom). Apakah tepat kalau kita melihat cara dan isi ajaran dan
teologia Kristen yang terkenal dalam kenyataan seperti itu? Maka, jauh sebelum Perang Dunia I
pun sudah banyak kritik terhadap kekristenan orang-orang kulit putih, yang merasa superior.
Karl Mark melakukan kritik dan otokritik terhadap kekristenan. Mark sebenarnya meragukan
teologia dan fungsi gereja Jerman yang membiarkan ketidakadilan merajalela, dan gereja
bersikap pasif dalam menghadapi realitas sosialnya.
Sesungguhnya Komunisme-Marxisme lahir di Jerman, tetapi pandangan Marx dipolitisasi
dan diideologisasi oleh Lenin untuk menghantam kekuatan gereja Orthodox Rusia pada masa
Kaisar Tsar. Gereja dan Kerajaan mengalami kekalahan, dan berdirilah Negara Komunisme-
Marxisme untuk melawan cita-cita agama tentang dunia yang damai. Komunisme-Marxisme ini
menciptakan dunia yang damai tanpa campur tangan Tuhan.
Akibat ketidakadilan social, politik dan ekonomi di Negara-negara Kristen Eropa, maka
Komunisme-Marxisme ingin mendirikan ‘utopia sekuler’, yaitu ‘Kerajaan Allah’ dapat
diwujudkan tanpa campur tangan Tuhan, dan damai sejahtera dapat dilihat serta diukur di dunia
ini. Caranya, yaitu dengan perjuangan kelas social. Perbedaan kelas social hanya menyebabkan
pertentangan dan ketidakadilan di semua aspek kehidupan. Oleh sebab itu cita-cita Marksisme-
Komunisme ialah masyarakat atau dunia tanpa kelas. Sebagai alat untuk mencapai masyarakat
adil, sejahtera tanpa kelas, maka kaum buruh (proletariat) adalah jawaban yang tepat, progresif
dan yang paling menderita.
Marx menganggap bahwa fungsi agama seperti opium, yaitu membius masyarakat dari
realitas-realitas sosialnya, yaitu kemiskinan, ketidakadilan social, penderitaan. Marx kecewa,
bahwa semua fungsionaris politis, medis, cultural dan religius sudah dibeli oleh kaum borjuis,
kelas penguasa, kelas atas. Mereka berbicara, dan hidup untuk kepentingan kelas yang
menguntungkan mereka dan bukan untuk rakyat. Disinilah Marx menjadi antipati dengan agama
dan selalu curiga dengan segala yang berbau religius.
Di samping kritik dari Marx, justru realitas social yang materialistis dan tidak peduli lagi
dengan kehidupan-kehidupan tradisional melahirkan puritanisme (gerakan yang mengutamakan
kesalehan). Paham yang memisahkan gereja dan dunia, serta mengharapkan menjadi puritan. Di
sini dikatakan juga menjadi suatu faham yang moralistis. Menjauhi kehidupan politik maupun
76
social-ekonomi dan militer, serta lebih memusatkan perhatian pada pembangunan moral
individu. Penekanan –ada kesalehan pribadi, kerajaan surga yang trasendental, apatis terhadap
kebijakan-kebijakan social, politik dan lainnya adalah indikasi identifikasi gerakan ini.
Pada abad ini juga lahirlah reaksi terhadap cara berteologia Barat. Suatu teologi yang
mengandalkan fungsi filsafat yang rasionalistis, dianggap sudah tidak dapat atau mampu
menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Gerakan teologia ini dikategorikan sebagai teologia
revolusi atau teologia politis. Pendekatan ini menekankan hubungan antara teologia dengan
persoalan-persoalan masyarakat dan dunia masa kini.
Teologia atau ajaran gereja tidak hanya mengejar mutu teologia saja, tetapi merupakan
bagian penting dalam kehidupan, misi dan komunitas anggota gereja. Teologia seolah-olah turun
tahta spekulasi atau pemikiran filosofis-rasionalistis dan mulai melibatkan diri secara baru dan
lebih konkret dengan persoalan-persoalan dunia dan masyarakat. Gerakan ini lebih menekankan
fungsi social dalam berteologia dari pada fungsi filsafat. Untuk menganalisis masalah-masalah
atau isu kemasyarakatan yang muncul digunakan pisau analisis marksisme (missal Teologia
Pembebasan, atau Teologia Orang Negro/Black Theology and Black Power).
Tujuan tunggal dalam berteologia ini adalah perubahan system dan struktur masyarakat yang
tidak adil. Memang ada pro dan kontra untuk menciptakan masyarakat yang baru, yaitu:
- Perubahan social dan struktur masyarakat dilakukan tanpa kekerasan (non-violance).
- Perubahan social dan strukturnya harus dilakukan melalui kekerasan (violence).
Suatu masyarakat yang manusiawi dan adil tidak kunjung dapat dicapai tanpa suatu
proses revolusioner yang merombak struktur yang lama dan menghasilkan struktur
masyarakat yang baru.
Menurut paham yang kedua, atau aliran-aliran teologia politik revolusioner, revolusi
bukan hanya membebaskan manusia, melainkan juga melepaskan kekuatan-kekuatan yang
merusak. Revolusi menghancurkan kekuatan-kekuatan yang destruktif dan dehumanisasi. Shaull
mengatakan ‘hanya Marxisme yang dianggap orang dapat menolong. Namun apabila Marxisme
sudah merebut kekuasaan, ia pula menghindarkan suatu pemecahan yang adil dan kreatif atas
persoalan-persoalan masyarakat manusiawi’.
Alkitab mengatakan bahwa alam dan masyarakat diatur dan dipimpin oleh Allah untuk
kepentingan manusia. Dalam Alkitab, Messias adalah tokoh revolusioner. Memang orang
Kristen tidak sendiri menyelenggarakan proses revolusi itu, tetapi orang Kristen tahu bahwa
tujuan dan maksud revolusi itu, yaitu memanusiawikan persekutuan kita. Orang Kristen tahu
bahwa tujuan dan maksud revolusi itu hanya dapat dirumuskan sebagai kerajaan Allah yang
mendatang. Teologia yang baru, pasti melahirkan etika yang baru juga.
77
Bagi teologi revolusioner dan politik, tidak ada sikap netral. Kalau gereja bersikap netral,
berarti ia berpihak pada orang yang sedang melakukan ketidakadilan. Oleh sebab itu gereja harus
berpihak pada orang-orang yang tertindas, lemah, tidak memiliki kekuasaan dan sebagainya.
Kunci bagi teologia revolusioner dan politik adalah ‘creative power’, yaitu kekuasaan yang
bekerja untuk kebaikan orang miskin dan pembebasan bagi mereka dari penindasan (pembebasan
politis). Teologia revolusioner dan politik bukanlah teologia yang baru, melainkan berteologia
dengan kaca mata atau perspektif yang baru. Berteologia bukan dengan bahasa-bahasa yang
tidak dimengerti kini dan disini, melainkan menyangkut realitas manusia.

Ada beberapa factor bagi gereja pada khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya
bersikap negative dan pasif dalam keterlibatan social, yaitu:

1.1.Faktor Teologis
Pandangan Kristen tentang gereja beraneka warna. Di pihak satu mengatakan, bahwa gereja
adalah persekutuan orang-orang suci, yang telah ditebus Allah. Oleh sebab itu, persekutuan ini
harus menjaga dirinya suppaya jangan tercemar lagi dengan persoalan-persoalan dunia. Itulah
sebabnya, mengapa mereka lebih memperhatikan kehidupan iman individual daripada mengatasi
masalah-masalah sosialnya. Kehidupan religius, persekutuan Doa dan aktivitas-aktivitas gerejani
lainnya dianggap paling utama dan satu-satunya pilihan dalam hidupnya. Pantaslah mereka tidak
peduli dengan realitas socialnya, seperti memerangi kemiskinan, memerangi keterbelakangan
dan kebodohan, penderitaan masyarakatnya.
Di pihak lain gereja adalah persekutuan orang-orang yang dikuduskan oleh Allah dalam Yesus
Kristus, tetapi diutus kembali ke dunia untuk berkarya. Karya gereja adalah perwujudan atas
jawaban gereja mengenai panggilan keselamatan. Allah tidak menghendaki penderitaan,
penyakit, kemiskinan dan kematian; oleh sebab itu Yesus memerangi semua itu dalam hidup-
Nya. Gereja harus berlaku sama seperti Yesus dan bukan menjauhkan diri dari kehidupan dunia.
Kita harus membedakan istilah suci dan kudus. Suci adalah tanpa noda atau dosa setitik saja.
Misal kertas putih yang polos dan tidak ada noda tinta setitik saja. Ada noda tinta sedikit, sudah
tidak suci. Kalau manusia disebut manusia suci, artinya ia tanpa dosa. Padahal tidak ada manusia
yang tanpa dosa. Jadi tidak ada manusia yang suci.
Kudus bukan berarti suci. Kudus berasal dari bahasa Ibrani yaitu qadesy, yang artinya lain dari
yang lain. Gambarannya seperti gabah di tengah-tengah beras. Gabah itu kudus, artinya lain dari
yang lain ia mudah diketahui. Gereja adalah kudus, artinya ia persekutuan yang lain dari yang
lain. Tidak serakah, tidak duniawi, tidak saling membunuh dan membenci dan sebaginya. Karena
78
ia dipanggil Allah untuk lain dari persekutuan lain. Menjadi lain bukan berarti menjauhi diri dari
kehidupan di dunia, melainkan cara hidupnya tidak bolah sama dengan persekutuan yang tidak
mengenal kasih Allah, penebusan Allah, pengampunan dosa dan sebagainya.
Harus diakui, ada kecenderungan gereja justru menarik diri dari kehidupan di dunia dan menjadi
persekutuan yang eksklusif. Pengertian suci dan kudus menjadikan gereja terjebak ke dalam
kesombongan rohani. Ia menjadi superior dan melihat kelompok lain seolah-olah tidak hidup
dalam kebenaran. Bahkan sering kali gereja gagal melihat dirinya sendiri. Ia seringkali hidup
lebih buruk dari persekutuan lainnya.
Apa bahayanya jika gereja berada dan hidup di dunia dengan introvert (memperhatikan dirinya
sendiri)?
Ia terlalu sibuk dengan persoalan-persoalan kecil atau internal gereja, sehingga melupakan
persoalan yang seharusnya siperangi, yaitu kemiskinan, kebodohan, keserakahan, kematian,
penyakit, pencemaran (limbah) dan sebagainya. Ia harus membantu dunia untuk menemukan
Allah, dan bukan terlalu repot dengan dirinya sendiri.
Gereja lupa persoalan-persoalan sebenarnya yang ada di dunia. Ia dipanggil oleh
Yesus Kristus bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Ia diselamatkan bukan untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk menyelamatkan orang lain dan dunia. Ia diberkati bukan untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk menjadi berkat orang lain. Gereja yang introvert atau eksklusif
lupa, bahwa ia harus menerangi hidup manusia di bidang politik, social, budaya maupun
ekonomi dan kedokteran,lingkungan dan sebagainya.
Gereja adalah persekutuan yang diutus. Yaitu persekutuan yang menuju pada
penggenapan Kerajaan Allah, dan bukan badan yang statis. Gereja harus mendatangkan shalom
kepada dunia sampai pada kesudahan atau datangnya Kerajaan Allah. Mengapa dunia begitu
penting bagi gereja dan Kristus? Setidak-tidaknya kita dapat temukan tiga alas an, yaitu:
Kristus mendamaikan dunia dengan diri-Nya (II Kor. 5:19). Dalam Kristuslah dunia
diperdamaikan dengan Allah. Dunia yang memberontak dan tidak mengenal Allah, kini
diperdamaikan supaya mengenal Allah. Perdamaian itu dengan jalan mengorbankan diri-Nya
supaya dunia mengenal nilai-nilai surgawi yang Yesus berikan kepadanya.
Dunia adalah ladang dimana anak-anak Kerajaan Allah ditaburkan (Matius 13:38). Taburan
benih itu tidak di langit atau di angkasa atau di surga, tetapi di dunia ini. Gereja hidup di dunia
dan harus bertumbuh di dunia; tetapi bukan untuk dunia ia hidup melainkan untuk Allah. Pada
akhirnya gereja membawa dunia kepada Allah.

79
Dunia adalah tempat di mana kita dapat memproklamasikan Kerajaan Allah. Injil harus
diberitakan di dunia bukan di surga. Injil Allah ialah memerangi keserakahan, kebencian,
permusuhan, kecongkakan, kematian, dan sebagainya di dunia bukan di surga.
Hubungan gereja dengan dunia adalah hubungan antitetis. Artinya, ialah gereja berada
di dalam dunia, tetapi ia bukan dari dunia. Ia hidup karena Yesus menghendakinya. Ia mendapat
roh bukan dari roh dunia tetapi dari roh Yesus sendiri. Ini jangan disalahtafsirkan sebagai sesuatu
yang magis, melainkan manusia Kristen mendapat nilai-nilai hidup dari Allah. Yaitu keadilan,
kasih, kedamaian dan kehidupan. Gereja harus hidup dengan roh yang baru ini, buka roh yang
berasal dari dunia. Roh dari dunia adalah roh kematian, percabulan, keserakahan, kemunafikan,
penindasan dan pemberontakan kepada Allah.
Dengan pengertian ini, maka kita mengerti bahwa Gereja diselamatkan bukan dalam arti
murni eskatologis (akhir dari zaman) atau murni futuristis. Gereja diselamatkan, tetapi ia masih
di dalam dunia, jadi masih bercampur dengan kejahatan, ketidakadilan, penderitaan, peperangan
dan kematian. Jangan salah sangka, penyelamatan itu tidak berarti seolah-olah kita telah hidup
disurga; sehingga kita kecewa bila menentukan kejahatan dalam gereja. Ini tidak mengurangi arti
keselamatan. Kekinian keselamatan berarti membawa konsekuensi-konsekuensi penting yang
harus dilakukan gereja dalam pelayanan dan penyaksian Injil bagi seluruh umat manusia.
Manusia Kristen jangan berhenti pada puas diri karena diselamatkan, melainkan harus
menyaksikan keselamatan itu kepada orang-orang di sekitarnya.
Kristus tidak menarik orang-orang yang dipilih-Nya (para murid) dari dunia, tetapi justru
mengutusnya ke dalam dunia (Kis. 1:6-11). Dalam periskop tersebut, jelas bahwa para murid
ingin pergi bersama Yesus meninggalkan dunia. Namun Yesus menolak, sebab Yesus mengutus
mereka untuk bersaksi tentang kasih dan pekerjaan-Nya sampai Kedatangan-Nya yang ke dua
kali. Gereja akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atasnya. Apa artinya? Menurut
teologia Lukas, dunia ini di bagi tiga zaman, yaitu:
Zaman kejayaan Daud, musuh-musuh Israel dikalahkan
Zaman kejayaan Yesus, kuasa jahat dihancurkan
Zaman kejayaan gereja karena menerima Roh Kudus
Zaman Yesus adalah zaman keemasan karena kuasa dosa dikalahkan. Kuasa kematian
dikalahkan dengan kebaikan-Nya. Ia memerangi kelaparan, penderitaan, keserakahan dan ini
menandakan bahwa ia tidak menghendaki semua itu terjadi pada manusia. Pekerjaan Yesus
adalah tindakan antisipasi Kerajaan Allah yang akan digenapi.
Zaman keemasan ini tidak berakhir dengan terangkatnya Yesus ke Surga, melainkan dilanjutkan
oleh gereja. Mengapa gereja mampu? Sebab Roh kudus, Roh Allah sendiri turun ke atasnya. Kini
80
adalah zaman yang ke tiga itu. Jadi gereja bukannya harus menarik diri dari dunia, melainkan
mendatangkan dan mempertahankan zaman keemasan yang telah dan sedang diwujudkan oleh
Yesus sampai akhir zaman.

Sikap negatif dan pasif gereja terhadap masalah-masalah kemasyarakatan dan


kemanusiaan disebabkan juga beberapa isu teologis yang tradisional, yaitu:

Dunia
Orang Kristen ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh pandangan Dualisme. Dualisme adalah
suatu paham yang memisahkan antara tubuh dan roh, dunia dengan akhirat, material dan
spiritual. Tubuh dan dunia atau materi dianggap najis dan lebih rendah nilainya dalam kehidupan
menusia; sedangkan roh dan akhirat lebih mulia dan kekal. Masalah makanan, seks, politik,
social, ekonomi dan sebagainya yang menyangkut kebutuhan jasmani dianggap masalah
duniawi. Sebaiknya, berdoa, ke gereja, membaca kitab suci diangap masalah surgawi.
Teologia Kristen menjelaskan bahwa Allah adalah Pencipta dan Tuhan atas seluruh dunia. Dia
menciptakan baik roh, jiwa dan tubuh manusia maupun benda-benda. Benda material adalah baik
karena diciptakan Tuhan. Manusia tidak dapat menentang kenikmatan jasmani seolah-olah
kesenangan duniawi/jasmani tidak diperbolehkan. Manusia dipanggil untuk melihat hal jasmani
sebagai karunia Tuhan. Ia menikmati makanan, minuman dan kesenangan material dalam
kerangka ucapan syukur kepada Tuhan.
Dunia tidaklah buruk, sebab Allah menciptakannya bagi manusia baik adanya. Namun dunia
yang kita kenal adalah dunia yang memberontak kepada Allah. Jadi, apa yang dimaksud bahwa
gereja bukan berasal dari dunia? Gereja hidup dari roh dan nilai-nilai yang berbeda dengan
dunia. Dibawah ini kita klasifikasi nilai-nilai duniawi dan surgawi.
Nilai-nilai duniawi: keserakahan, kemunafikan, ketidakadilan, kejahatan, eksploitasi,
penindasan, peperangan, permusuhan, penyakit, penderitaan, dan kematian
Nilai-nilai surgawi: keadilan, kebaikan, belas kasih, perhatian, penghiburan, dan kehidupan
Apakah seks, makam, minum, mencari uang adalah duniawi dan jasmani? Tentu jawabannya,
bisa jasmani dan duniawi, tetapi juga bisa rohani dan surgawi. Mengapa? Duniawi atau surgawi
tidak terletak pada seks, makanan, minuman, mencari uang itu, melainkan nilai-nilai yang
menghidupinya. Missal, seks menjadi duniawi bila digunakan dalam pelacuran, perzinahan,
eksploitasi seks dan menggunakan seks bukan dalam kerangka prokreasi (fungsi negeratif). Ia
menjadi surgawi, nila digunakan dalam kerangka tanggung jawab, ucapan syukur dan sebagai
tindakan prokreasi (fungsi generatif). Bukankah Yesus lahir melalui seorang perempuan, Maria.
81
Ia menangis, ia haus dan lapar, ia sedih, ia berpakaian, ia berbicara. Nah semuanya juga ada di
dalam dunia.
Dunia adalah medan Allah menyatakan kasih dan pekerjaan-Nya, di dalam Yesus Kristus
dengan nilai-nilai surgawi atau memerangi kuasa-kuasa destruktif (merusak). Gereja harus hidup
dengan nilai-nilai surgawi atau ilahi untuk memerangi kuasa-kuasa destruktif tersebut. Ada
beberapa catatan mengenai dosa dunia, yaitu:
Kejahatan dunia hanya individual saja, tetapi juga social (struktur). Struktur yang serakah
menciptakan manusia yang serakah juga. Dosa bukan hanya realitas pribadi/individual, tetapi
juga realitas social. Dunia diperbudak oleh ketidakadilan, keserahan, matrealisme, dan
sebagainya yang merusak harkat manusia dan lingkungan hidupnya. Oleh sebab itu, kejahatan
tidak hanya dilawan dengan doa, tetapi dengan perbuatan social, sekonomi dan politik.
Walaupun dunia itu memusuhi Tuhan dan ada kerajaan di dalamnya, tetapi dunia dikasihi Tuhan
(Yoh 3:16). Dunia adalah tempat Allah bekerja mengasihi dunia. Di dalam dunia, ia memerangi
keserakahan, ketidakadilan kejahatan dan kematian.

Tubuh

Tubuh manusia dianggap lebih hina dari pada rohnya. Oleh sebab itu, kalau kita berbicara
masalah seks, kesehatan, tuntutan kenaikan gaji, kesejahteraan social dan sebagaimana sering
dituduh terlalu duniawi. Alkitab menolak pandangan tersebut. Pandangan ini terlalu dualistis,
yang memisahkan tubuh dan roh. Alkitab tidak mengajarkan pemisahan tubuh, jiwa dan roh,
tetapi membedakannya. Membedakan secara dasariah berbeda dengan pemisahan. Menurut
Alkitab, tubuh manusia diciptakan oleh Allah dan dihormatinya. Tubuh harus dipersembahkan
kepada Allah. Kehidupan bagi orang Kristen yang dituntut Allah, bukan kehidupan pertama dan
menjauhkan diri dari semua kenikmatan manusiawi. Kehidupan yang dikehendaki Tuhan adalah
kehidupan manusia yang makan, minum, kawin , melahirkan, menyanyi, berdoa untuk
kemuliaan Allah. Yesus hadir melalui cara-cara manusiawi-jasmani: dilahirkan, disusui, makan,
minum, berbicara , menangis.
Kita dapat mengambil contoh, bahwa tubuh sangat penting dan apa yang kita anggap dunia
sangat mempengaruhi hidup manusia secara total. Misalnya, apakah orang yang busung lapar
dapat mendengarkan khotbah dengan baik? Apakah orang yang sedang murus dapat
mendengarkan dan menikmati lawak? Apakah orang yang sakit gigi dapat menyanyi dan
memuliakan nama Tuhan dengan baik? Di sinilah, kita mengetahui bahwa tubuh/jasmani tidak
dapat dipisahkan dengan roh/spiritual.
82
Bila gereja bersikap negatif dan pasif terhadap masalah-masalah kemasyarakatan, ia tidak
mengerti arti penciptaan dan inkarnasi Allah di dalam Yesus Kristus. Gereja tidak bisa hanya
memelihara kehidupan rohani saja, dan membiarkan masyarakat hidup dalam kelaparan,
kemiskinan, penyakit, penderitaan, peperangan, kebencian, eksploitasi seksual dan sebagainya.
Gereja harus turut aktif dan positif memerangi semua kuasa yang merusak kemanusiaan manusia
dan merusak hakikat penciptaan.

Keselamatan

Keselamatan yang dikerjakan Yesus bukan hanya dalam bentuk keselamatan jiwa dan
rohani;tetapi keselamatan total. Apa artinya keselamatan total itu? Yaitu yang diselamatkan,
bukan hanya roh atau tubuh manusia saja, tetapi semuanya, manusia itu sendiri. Tubuh, jiwa dan
roh yang diselamatkan oleh Allah. Itulah sebabnya, dalam Pengakuan Iman Rasuli, kita
mengakui adanya kebangkitan daging.
Allah menyelamatkan manusia dari dosa (Mat.1:21; Luk. 1:77). Ia menyelamatkan kita dari
penghukuman (Yoh. 3:17;12:47). Ia menyelamatkan manusia dari kebinasaan (I Kor. 1:18) dan
maut (Yoh.5:20;Luk 6:19). Keselamatan tersebut dapat dialamisekarang dalam hubungan yang
baru dengan Tuhan I Kor 15:2) dan baru disempurnakan pada waktu Yesus kembali (Mat.
10:22;Mar.13:13. keselamatan bukan hanya dalam batasan rohani saja, tetapi segenap aspek
kehidupan.
Keluaran atau pembebasan bangsa Israel dari Mesir hanyalah suatu paradigma, atau contoh
sejarah. Tindakan pengeluaran ini akan dilakukan Allah terus-menerus sampai kerajaannya
dating. Allah mengeluarkan umatnya dari penderitaan, penindasan, penyakit bukan hanya kepada
Israel, tetapi sampai saat ini kepada kita semua.
Bagaimakah sikap Yesus terhadap masalah-masalah social ekonomi dan politik? Gereja
seringkali hanya memahami pekerjaan Yesus dalam batas-batasan rohani saja. Ia penyelamat
jiwa-jiwa dan tersesat da sebagainya. Namun apakah Yesus dan misi Yesus semata-mata hanya
rohani saja tanpa hubungan dengan masalah material (social-ekonomi maupun politik)?
Dalam hidup-Nya, Yesus banyak bergaul dengan orang miskin dan lemah dan
memberikan pengharapan, bahwa ia datang untuk membebaskan mereka dari penindasan (Luk
4:18 – Roh Tuhan ada pada-Ku untuk…). Yesus mengkritik orang-orang kaya yang hidup
mewah, sementara orang-orang miskin menderita. Ia mengutuk orang-orang parisi yang
mengingat beban berat, lalu meletakkan di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau
menyentuhnya (Mat.23 :4).
83
Pertentangan ini memperlihatkan kepada kita, bahwa Yesus tidak menyerah secara pasif
kepada ketidakadilan dan kejahatan dalam masyarakat. Yesus menentang
penyalahgunaankekuasaan. Ia disalibkan karena pertentangan itu. Seandainya Yesus hanya
membicarakan hal-hal rohani yang tidak berhubungan dengan dunia ini, pemimpin-pemimpin
masyarakat tidak takut kepada Dia. Karena Yesus mengancam kedudukan, merongrong wibawa
mereka, maka ia dibunuh.
Yesus menentang kekerasan, ketidakadilan, kejahatan, keserakahan pemerintah yang
memerintah dengan tangan besi atau bengis dengan jalan menderita (via dolorosa). Pertentangan
Yesus bukan hanya kepada pemimpin Roma dan Jahudi saja, tetap juga cara pemerintahan yang
lazim didunia ini, yaitu bahwa pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan
besi.(Mat. 10 :42-440. Ia mengabdikan diriNya untuk mendatangkan kedamaian, keadilan. Ia
tidak mau berkompromi dengan kejahatan, Ia menentang orang-orang nyang menyalahgunakan
kedudukan, dan yang tidak peduli mengenai nasib orang lain.
Pembaharuan yang Yesus lakukan adalahn utuh (komprehensif), yaitu struktur budaya,
hati manusia. kedua unsur ini penting dalam pembaruan manusia.Yesus menuntut panggilan dan
kesetian total manusia kepada Allah.

Faktor sosial- budaya.


Selain faktor religius yang menyebabkan orang Kristen passif dan negative terhadap
permasalahan sosial, adalah faktos sosial-budaya. Dari factor sosial budaya ini dapat dicatat
beberapa hal, yaitu:
1. Nilai-nilai budaya kita terlalu berorientasi vertical.
2. Kelemahan mental orang-orang Indonesia.
3. Pluralistis dalam bidang agama,suku dan bahasa serta adat istiadat sehingga tidak memiliki
antropologi orang Indonesia.
4. Trauma psikologis sebagai bangsa yang pernah dijajah dan takut dijajah lagi.
5. Aspek politis yang membuat slogan-slogan kosong bagi rakyat dll.

D. GEREJA DAN PERMASALAHAN SOSIAL


Pada bagian ini akan kita pelajari gereja dan permasalahn social yang dihadapinya. Kita
menghadapi kemajuan zaman yang begitu dahsyat, sedangkan gereja lebih sering bersikap
reaksioner daripada antisipasif (tindakan-tindakan pendahuluan) menghadapi problem sosialnya.
Hukum-hukum gereja belum siap menampung permasalahan etis yang muncul pada abad
84
informasi ini. Oleh sebab itu, baiklah kita mencoba melihat ke belakang, beberapa hal kegagalan
gereja mengantisipasi permasalahan etis yang muncul.
Periode 1914 merupakan zaman idealisme borjuis yang bersifat optimistis. Teologia Kristen
hampir menguasai daratan Eropa dan melakukan expansi ke seluruh dunia (corpus Christianum).
Eropa bahkan dunia ingin dijadikan wilayah kekeristenan.
Ironisnya perang dunia justru terjadi di Negara-negara Kristen. Peradaban Barat menghadapi
kritik yang mendalam, akibat kehancuran perang dunia yang dilakukan Negara-negara Kristen.
Theologia Barat mulai tergugat, karena menhasilkan manusia-manusia biadab yang
menghancurkan harkat kemanusiaan. Kebenaran yang dianggap kebenaran tertinggi selama
berabad-abad seakan hancur secara tiba-tiba. Timbullah keraguan terhadap kekeristenan Eropa
(Christendom). Akibat kehancuran pegangan yang kuat tersebut, lahirlah theologia sekuler.
Theologia ini lebih bersifat keduniaan, berkaitan dengan masalah-masalah kemasyarakatan, dan
tidak hanya berbicara masalah-masalah trasendental.
Akibatnya ada beberapa keritik dan otokritik terhadap kekeristenan Barat, dari pihak filsafat
maupun psikoanalisis dan teologi itu sendiri. Kita ambil beberapa contoh antara lain :

1. Soren Kierkegard. Ia adalah tokoh eksistensialisme. Menurut dia setiap orang secara pribadi
eksistensial harus memilih Kristus, dan tidak bisa diambil atau diwakili oleh orang lain
atau lembaga gereja sekalipun.
2. Sigmun Freud, seorang tokoh psikoanalisis, mengatakan bahwa agama adalah akibat
neurosis yang dialami manusia pada waktu mudanya. Agama adalah suatu proyeksi
ketakutan dan ketergantungan manusia yang dimulai sejak kecil. Manusia membutuhkan
sesuatu yang transcendental, yaitu Tuhan, untuk memproyeksikan ketergantungan dan
kelemahannya.
3. F. Nietshe, tokoh filsafat vitalisme (latin : hidup), mengkeritik mental budak orang Kristen
yang terlalu menekankan kerendahan hati, belas kasih dan sebagainya. Oleh sebab itu ia
menhajarkan kehendak untuk berkuasa (the will to power) dalam setiap individu. Tujuan
manusia bukan untuk menjadi budak, tetapi superman, manusia yang super yang tidak
memiliki mental budak, seperti orang Kristen.
4. Karl Marx seorang filsuf meragukan teologia dan fungsi gereja, khususnya di Jerman dan
kecewa terhadap kekristenan Jerman. Banyak buruh-buruh miskin akibat revolusi ti9dak
diperhatikan oleh gereja. Gereja tidak perduli terhadap realitasnya, seperti kemiskinan dan
eksploitasi tenaga manusia di bawah umur. Secara historis seharusnya Marksisme lahir di
Jerman, namun pandangan Marx diideologisasi oleh Lenin untuk menghantam kekuatan
85
anarkhis Kristen Rusia di bawah kekaisaran Tsar. Ideologi Marxsisme-Leninisme ini
kemudian diorganisasi oleh Stalin untuk menjadi ideologi dunia. Tujuan Marxisme-
Leninisme dan Stalinisme adalah untuk mewujudkan “utopia skuler” (kedamaian/ surga
yang dapat dipuji di dunia atau sejarah manusia). Ukuran dari surga itu, ialah material
kebutuhan dasar manusia yang dimilikinya. Agama hanya menjanjikan kebahagiaan,
kebaikan dan kesejahteraan yang tidak pernah terwujud. Marx mengkeritik agama sebagai
opium. Artinya ialah bahwa fungsi agama seperti opium yang membius manusia melupakan
realitas hidupnya. Di sinilah marx kecewa terhadap gereja fungsionaris religius maupun
cultural yang tidak membuka kesadaran masyarakat mengenai real;itasnya. Marx jadi
antipati terhadap agama dan selalu curiga dengan segala sesuatu yang berbau religius.
Menghadapi kritik yang begitu tajam, terutama dari dunia filsafat dan ilmu social, gereja
mengadakan koreksi. Koreksi yang paling menentukan adalah mengubah pendekatan theologia.
Dalam bertheologia pada abad XX ini, Marxisme dipakai sebagai “pisau” analisis. Oleh sebab itu
muncullah reaksi terhadap reaksi Barat yang memakai fungsi filsafat sebagai sesuatu yang utama
dalam theologia. Ciri yang terdapat daloam berteologia abad ini, ialah menghubungkan teologia
dengan persoalan-persoalan masyarakat dan dunia masa kini secara konkret. Teologia turun dari
tahta spekulasidan pemikiran dan melibatkan diri dengan persoalan konkret masyarakat, seperti
kemiskinan, ketidak adilan, kebodohan, peperangan dan sebagainya. Kecenderungan berteologia
seperti ini mengambil berbagai bentuk, seperti Black Theology an Black Power (teologia orang-
orang negro di Amerika untuk memerangi perbudakan); Liberation Theology ( di Amerika Latin,
Peru, untuk melawan penindasan); Minjung Theology (Korea Selatan, yaitu theologia rakyat),
dan sebagainya. Oleh sebab itu terjadilah Internasonalisasi ilmu teologia. Teologia tidak hanya
dikuasai oleh teolog-teolog Eropa , terutama Jerman dan Roma tetapi sudah dilakukan juga oleh
teolog-teolog Asia, Amerika Latin dan Afrika yang memiliki konteks social berbeda.
Situasi social, ekonomi dan cultural yang bebrbeda antara Eropa dengan Negara-negara
berkembang, menyebabkan warna teologianya pun bebrbeda. Negara-negara berkembang
mengalami atau menghadapi masalah-masalah kemiskinan, kurang makan, kebodohan dan
keterbelakangan teknologi serta cultural lainnya. Kondisi ini menyebabkan gereja harus
mengubah orientasi teologinya dan peduli dengan masalah-masalah social, ekonomi dan cultural
yang dihadapinya. Inilah alasan mengapa theologia metode filsafat tidak mampu menjawab
konteks Negara-negara dunia ketiga. Oleh sebab itu gereja-gereja di Negara-negara sedang
berkembang lebih memakai pendekatan ilmu-ilmu social sebagai pisau berteologia.
Kebangkitan teologia ini dikategorikan sebagai teologia revolusi atau teologia politik.
Kini berteologi tidak hanya menyangkut dan berbicara surga dan keadaan di seberang, melainkan
86
dunia kini dan segala realitasnya. Berbicara realitasnya berarti gereja harus juga berbicara
system politik dan struktur social yang menyebabkan realitas tersebut. Itulah sebabnya teologia
dunia ketiga dapat dikategorikan teologia politik. Teologia membenarkan adanya revolusi dan
aksi-aksi politik demi mencapai kebahagiaan rakyat bersama. Teologia tidak hanya dapat
mengejar mutu teologis saja, sehingga pokok teologinya tidak relevan dengan realitas kehidupan.
Pendekatan teologi tersebut tidak mernekankan fungsi filsafat, melainkan menekankan
fungsi social. Untuk menganalisis isu-isu social, ekonomi, politik dan religius digunakan pisau
analisis Marx. Gereja tidak berarti menjadi maxistis, melainkan memakai sumbangan-
sumbangan filsafat social Marx untuk berteologia. Tujuan tunggal ara berteologia seperti ini
adalah perubahan system dan struktur masyarakat yang tidak adil dan menindas. Teologia harus
membantu masyarakat membebaskan diri dari kelaparan, kemiskinan, kebodohan dan bentuk
ketertinggalan lainnya.
Untuk mencapai tujuan ini, maka ada dua pandangan tentang perubahan masyarakat dan semua
system kehidupannya, yaitu :
Non-violance (tanpa kekerasan), yaitu pandangan yang mengatakan bahwa perubahan system
dan struktur politik dan social dapat dilakukan tanpa kekarasan. Sebab kekerasan hanya
menimbulkan kehancuran dan kematian, bahkan balas dendam orang-orang yang berkuasa.
Pandangan ini menolak sikap yang membenarkan kekerasan sebagai alat untuk mencapai
perubahan system social dan politik.
Violance (dengan kekerasan), yaitu pandangan mengatakan bahwa suatu masyarakat yang
manusdiawi dan adil tidak kunjung dapat dicapai tanpa suatu proses revolusioner yang
merombak struktur-struktur yang lama dan menghasilkan struktur-struktur masyarakat yang
baru. Revolusi bukan hanya membebaskan manusia melainkan juga melepaskan kekuatan-
kekuatan yang merusak. Ini bukan berarti setiap perubahan harus dengan kekerasan, melainkan
apabila kekerasan dibutuhkan, maka ia harus digunakan.
Menurut Shaull, ahnya Marxisme yang dianggap orang dapat menolong masyarakat
membebaskan diri dari praktek penindasan dan kemiskinan. Namun apabila Marxisme sudah
merebut kekuasaan, ia menghindarkan suatu pemecahan yang adil dan kreatif atas persoalan-
persoalan masyarakat manusiawi.
Kelompok ini setelah berkuasa lebih bersifat otoriter dalam memerintah rakyat, dan membunuh
kehidupan demokratis.
Di dalam Alkitab kita menemui pemikiran, bahwa alam dan masyarakat diatur dan dipimpin oleh
Allah untuk kepentingan manusia. Dalam Alkitab, Messias adalah tokoh revolusioner , yang
tidak mengandalkan kekuatan politik dan alat-alatnya, melainkan kekuatan moral dan visi hidup
87
manusia. Revolusi dalam arti mengubah orientasi hidup manusia, sebab inilah yang menentukan
manusia itu, apakah setia kepada Tuhan atau tidak.
Memang orang Keristen tidak sendiri dalam menjalankan proses revolusi itu, tetapi orang
Kristen harus memeliahara tujuan dan maksud dari revolusi itu., yaitu memanusiakan
persekutuan manusia, dan menghancurkan segala kekuatan-kekuatan manusia yang merusak.
Orang Kristen tahu, tujuan dan maksud revolusi itu hanya dapat merumuskan sebagai kerajaan
Allah yang mendatang. Revolusi adalah tindakan konstruktif Kristiani untuk mencapai
masyarakat yang berbeda secara kualitatif, sejauh ini ditempatkan di bawah kritik kasih Yesus
dan kerajaan Allah.
Teologi dengan pendekatan ilmu sesial tersebut, mempunyai konskwensi etisnya.; Perjuangan
dengan kekerasan , tidak hanya dilihat sebagai kegiatan yang brutal melainkan harus dilihat dari
perspektif rekreasi (penciptaan ulang). Allah menghendaki adanya atau terciptanya negeri yang
damai dan jauh dari kekuasaan jahat, oleh sebab itu kematian dan perjuangan ini harus dilihat
sebagai tindakan antisipasi gereja.
Menurut teologia revolusi atau politik, tidak ada sikap netral. Netral berarti berpihak pada yang
kuat dan membiarkan yang lemah dieksploitasi dan ditindas. Teologia ini mengambil contoh
bahwa Yesus sendiri berpihak kepada yang lemah, karena mereka tidak memiliki apa-apa lagi.
Kekuatan dan kekuasaan tidak mereka miliki; jaminan social dan makanan tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya oleh sebab itu Yesus berpihak pada mereka untuk mengangkat
mereka dari penindasan menuju masyarakat yang manusiawi. Berbicara pembebasan manusia
dari kemiskinan dan penindasan, berarti berbicara soal pembebasan politis.
Teologi revolusi dan politik bukanlah teologia yang baru, melainkan cara berteologia yang
menggunakan ‘kaca mata’ atau perspektif yang baru. Yaitu melihat persoalan-persoalan konkret
dari kepentingan rakyat banyak, orang-orang miskin, orang-orang tertindas, orang-orang yang
kehilangan hak. Jadi, membaca realitas social kita dari perspektif masyarakat yang lemah ini
menguatkan visi gereja untuk mengerti identitas dirinya. Sebab di dalam Alkitab, Allah, nyata-
nyata berpihak kepada Israel dan bukan Firaun. Apa artinya ini ?
Bukan karena ia Israel sehiangga Allah memilih mereka, tetapi karena ia bangsa, sekelompok
manusia, yang sedang tertindas dan tidak memiliki hak-hak hidup serta tanah untuk hidup layak;
oleh sebab itu Allah membebaskan mereka. Zaman nabi-nabi et5is sebenarnya sudah kita kenal
suatu theologia politik praktis. Amos &:10, misalnya, menyatakan bahwa Amos dituduh
melakukan persekongkolan atau subversi kepada raja. Istilah yang dipakai ialah “qasyar”, yaitu
utnuk menunjuk nabi yang melawan dan membentuk persekongkolan melawan raja.

88
Nabi-nabi mengkeritik cara hidup raja-raja yang menyebabkan rakyat banyak yang menderita.
Raja-raja hanya memakai ritus-ritus religius sebagai alat untuk memuaskan hidupnya dan
melegitimasi setiap kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Fungsi nabiyang mencari keuntungan
untuk rakyat dan bangsa inilah yang menjadi perspektif di dalam teologia politik atau abat XX.
Ada tiga cara berteologia yang bisa gereja pakai yaitu :
Teologi dasar. Dalam teologia dasar, kita mempelajari perkembangan dalam kehidupan gereja.
Dalam teologia ini kita mempelajari system dogma, gereja, hokum maupun ritus dalam gereja.
Teologi fragmentaris. Dalam teologia fragmentaris, kita mempelajari masalah-masalah khusus.
Teologia analitik. Dalam teologia ini kita mempelajari dan mengembangkan hasil-hasil
penelitian tentang perubahan-perubahan dalam kehidupan gereja dan masyarakat. Disinilah
teologia melakukan interdisipliner. Teologia memanfaatkan hasil penemuan ilmu lain, seperti
sosiologi, psikologi, biologi maupun politik itu sendiri.
Teologi abad XX meletakkan hubungan baru antara agama dan masyarakat. Artinya teologia
membicarakan juga isu-isu yang terjadi di dalam masyarakatnya. Baik itu isu keadilan social,
kemiskinan, pengangguran, eksploitasi tenaga manusia, pelacuran dan sebagainya. Agama dan
masyarakat bukanlah dua dunia yang terpisah, yang tidak saling kait-mengkait, tetapi sebaliknya,
mereka adalah integral. Agama bukan tepat pelarian, melainkan cara bagaimana manusia
menjawab panggilan Tuhan untuk menciptakan masyarakat yang Allah kehendaki.
Alkitab adalah proklamasi di tengah-tengah kenyataan social, politik dan seluruh aspek hidup
mausia lainnya. Yesus tidak bekerja di ruang yang hampa udara dan khayal, melainkan di dunia
manusia yang nyata. Berbicara tentang Allah berbicara tentang kerajaan Allah yang akan dating.
Oleh sebab itu semuanya adalah istilah-istillah politis. Politik itu baik, selama manusia
menggunakan dalam arti sebenarnya, yaitu untuk mengatur kehidupan manusia. Bahkan bukan
sekedar mengatur, melainkan menjaga dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Cirikhas teologia abad XX lainnya adalah terjadinya dekolonisasi teologi. Apa artinya ? Yaitu
menghilangkan unsure unsure kolonialisme dalam berteologia. Teologia Barat tidak lagi menjadi
sesuatu yang absolute bagi masyarakat dunia ketiga, melainkan perlu dipertanyakan, apakah
teologia itu dapat menjawab tantangan actual. Gereja-gereja di Asia, Afrika maupun Amerika
Latin memutuhkan teologia yang kontekstual, yang menjawab masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat Negara tersebut, missal kemiskinan, ketidak adilan dan sebagainya.
Apa bahayanya kalau gereja berada dan hidup di dunia dengan introvert? Dapat kita catat, bahwa
gereja akan mengalami dua hal, yaitu :
Gereja terlalu sibuk dengan persoalan-persoalan kecil yang terjadi dalam kehidupan internal
gereja. Misal soal-soal perbedaan tradisi dengan gereja lainnya, soal pencurian domba-domba
89
(baca : warga gereja) oleh gereja lainnya, soal administrasi gereja dan sebagainya. Ia terlalu
sibuk dengan soal-soal yang tidak pernah kunjung selesai.
Karena gereja terlalu sibuk dengan soal-soal kecil gereja, maka ia melupakan persoalan-
persoalan utama atau sebenarnya yang menjadi tugas gereja. Yaitu memerangi kemiskinan,
penderitaan, keserakahan, kematian dan segala kuasa-kuasa lain yang merusak hidup manusia.
Persoalan-persoalan yang benar-benar harus dihadapi atau diperangi oleh gereja justru diabaikan.
Yesus, Tuhan gereja, memanggil gerejaNya supaya mempu memerangi semua kuasa-kuasa yang
merusak hidup manusia tersebut.

Mengapa dunia penting bagi Yesus dan Gerejanya ?


Dunia dan sejarahnya menjadi penting bagi Kristus dan GerejaNya , sebab setidak-tidaknya ada
enam hal yang dapat kita catat yaitu :
Kristus telah mendamaikan dunia dengan diriNya (II Kor 5:19). Pekerjaan pendamaian yang
Yesus lakukan adalah mendamaikan dunia dengan manusia yang berdosa dan itu terjadi di dalam
dunia , di mana manusia diciptakan.
Dunia adalah ladang di mana anak-anak Kerajaan Allah ditaburkan. Anak-anak Kerajaan Allah
(gereja) adalah benih yang ditaburkan Allah, bukan di surga melainkan di dunia (Mat. 13 :38).
Dunia adalah ruang untuk proklamasi Injil Kerajaan Allah (Mat 24:14). Injil harus
diproklamasikan atau diberitakan di dunia ini, dan bukan di sorga. Di surga tidak ada lagi
kemiskinan, penderitaan, keserakahan, kematiuan, oleh sebab itu Injil tidak perlu diberitakan di
sana. Justru di dunia inilah Injil harus diberitakan, sebab dunia harus mendengar berita kesukaan
tersebut.
Sejarah bukan proses yang akan datang dan terjadi luar manusia, melainkan kita secara aktif ikut
serta dan turut bertindak di dalam sejarah itu. Penciptaan yang Allah lakukan memulai sejarah
manusia. Tanpa penciptaan tidak akan ada sejarah. Jadi sejarah adalah bagian dari penciptaan
Allah, dan itu adalah baik adanya. Jadi kita tidak perlu membenci sejarah kita. Inilah waktu, di
mana kita bolah bekerja untuk memperindah dan mempertanggungjawabkan rencana penciptaan
itu.
Dunia dan sejarah harus kita lihat dari perspektif reaksi (penciptaan ulang). Gereja terus-menerus
membangun dunia dan kehidupan yang berbeda secara kualitatif. Artinya manusia dipanggil
untuk mengambil bagian menciptakan dunia yang Allah ciptakan ini menuju kepada
kesempurnaan. Penciptaan memang sudah dimulai Allah, tetapi belum berakhir. Manusia
dipanggil terus-menerus menciptakan kembali menuju kepada kesempurnaan.

90
Reinkarnasi Allah di dalam Yesus Kristus adalah bukti, bahwa tubuh (kehidupan dunia) adalah
penting. Allah tidak membenci tubuh manusia atau alam materi, melainkan ia menciptakan tubuh
manusia itu juga. Oleh sebab itu segala penyakit, kelaparan, kemiskinan, keserakahan, kematian
yang merusak hidup manusia harus diperangi oleh gereja. Mengapa? Sebab Tuhan tidak
menghendakinya.

Apa yang dimaksud bahwa gereja diselamatkan bukan dalam arti futuris murni ?
Sering kita beranggapan, bahwa keselamatan manusia berarti manusia sudah menerima
keselamatan itu seperti halnya dalam surga, sehingga mau bercampur lagi dengan dunia.
Pandangan ini sangat keliru. Sebab keselamatan yang diterima gereja bukan dalam arti futuris
murni, seolah-olah ia tidak berdosa lagi dan tidak bisa jatuh dalam dosa, atau singkatnya sudah
suci sekali. Ada empat hal yang dapat menjelaskan, arti bahwa gereja diselamatkan bukan dalam
futuris murni, yaitu :
Gereja belum berada di surga, melainkan di utus kedalam dunia. Oleh sebab itu gereja masih
harus melawan praktek-praktek kejahatan, ketidak adilan, eksploitasi dan kuasa-kuasa yang
merusak harkat hidup manusia. (bdk. Rm 12: 2)
Kakinian keselamatan membuat konskuensi-konskuensi penting yang harus dilakukan gereja
dalam pelayanan, peribadahan dan penyaksian. Kekinian dengan pengharapan pemenuhan
membuat gereja bekerja dengan tidak sia-sia, bahwa Yesus akan menyempurnakan pekerjaan
kita sekarang.
Gereja terus-menerus bergerak menuju pemenuhan, yaitu penggenapan Kerajaan Allah, bukan
suatu badan statis. Gereja harus hidup seperti musafir, yang bergerak mencari daerah baru.
Gereja harus memahami, bahwa pembebasan yang dilakukan Tuhan Allah atas umat Israel dan
Yesus Kristus atas umat manusia adalah sebagai pradigma (contoh sejarah). Pembebasan itu
akan terus berlangsung, bahwa tangan pembebasan Allah tidak akan berhenti membebaskan
manusia dari belenggu penderitaan, penindasan dan perbudakan atas kuasa jahat. Dalam
pembebasan yang dilakukan terus-menerus tersebut, gereja adalah alat Tuhan untuk menyatakan
pekerjaan Allah tersebut.
Dari uraian materi tersebut di atas, cobalah kita membuat sesuatu penelitian dengan
memperhatikan latihan di bawah ini :
Cobalah anda meneliti pandangan-pandangan yang hidup di jemaat anda, mengenai dunia, tubuh
dan kehidupan kini. Bagaimana gereja dapat memiliki pandangan seperti itu ?

91
Apa konskuensi praktis bagi jemaat yang memiliki pandangan-pandangan tersebut ? Sejauh
mana gereja merasa bertanggung jawab mendatangkan kedamaian, kebaikan, kehidupan yang
Allah kehendaki secara praktis?
Menurut anda, sebaiknya gereja harus bagaimana untuk menyatakan bahwa hidupnya adalah
pemberian Allah, dan sebagai alat untuk memproklamasikan Injil di tempat hidupnya masing-
masing?
Berikan juga beberapa hal yang dihadapi gereja, mengenai kesulitan-kesulitan yang nyata yang
dihadapi gereja mewujudkan Injil Kerajaan Allah!

92
BAB VI
MERENCANAKAN KELUARGA

A. PERENCANAAN KELUARGA

Apa yang dimaksud dengan keluarga? Bagaimana keluarga yang baik menurut agama
Kristen?

Sudut pandang Alkitabiah memberikan gambaran yang komprehenship tentang hakekat


pembentukan manusia sejak dari awal kejadiannya sebagai cikal bakal terbentuknya sebuah
keluarga, di mana pada akhirnya elemen keluarga inilah yang dijadikan dan atau ditatapkan
sebagai objek sekaligus subjek pembangunan di Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan
Program Keluarga Berencana Nasional.

Gambaran konprehensip penciptaan manusia seperti maksud di atas, dapat ditemukan


dalam perjanjian lama, khususnya pada beberapa ayat kitab Kejadian yang dikutip sebagai
berikut : (Kej. 1:26-28) Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di
udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di
bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati
mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak,
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di
udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Pokok pertama yang dapat disimak dari perikop ini adalah manusia diciptakan sebagai
makhluk yang bertanggungjawab. Hidup manusia berlangsung dalam hubungan yang penuh
tanggungjawab kepada Tuhan, sesamanya, dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Hidup
manusia, kapan dan di mana pun selalu bergerak ke arah tanggungjawab ini. Jadi manusia tidak
bisa bebas dari tanggungjawab. Justru dengan berusaha hidup dalam tanggung jawab manusia
menunjukkan kualitas hidupnya sebagai makhluk Tuhan. Binatang tidak memiliki
tanggungjawab.
Pokok ke dua, manusia diciptakan dalam perbedaan eksistensi (laki-laki dan
perempuan) namun mereka setara (sederajat). Nilai dasar manusia tidak terletak pada
perbedaan eksistensi, tapi pada kedudukannya sebagai Gambar Allah. Laki-laki dan perempuan
93
sama-sama gambar Allah karena itu mereka sederajat. Upaya untuk membuat hubungan laki-
laki dan perempuan tidak sederajat adalah pelecehan Gambar Allah. Upaya ini dapat
ditemukan dalam beberapa tradisi yang diciptakan oleh manusia atau dalam kehidupan politik.
Di sini, biasanya perempuan dinomor duakan; dan Ini adalah tantangan. Dalam keadaan seperti
itu Injil harus menjadi 'terang' yang dapat mengoreksi sekaligus mengubah. Lalu bagaimana
memaknai perbedaan eksistensi laki-laki dan perempuan? Perbedaan itu ada untuk
menghidupkan kesetaraan manusia. Dengan perbedaan itu manusia dapat saling mengisi, saling
menopang, saling membantu dan saling mengoreksi. Allah tidak menciptakan salah satunya
sebagai manusia super, melainkan satu sama lain diciptakan dalam saling ketergantungannya.

Pada sisi yang lain, makna yang terkandung dari bunyi ayat-ayat kitab Kejadian
tersebut dapat memberi gambaran bahwa pada hakekatnya manusia adalah merupakan citra
Allah (imago Dei et smilitudo Dei) yang diciptakan sempurna karena memiliki jiwa, roh, akal
budi dan kerohanian; di mana unsur-unsur kesempurnaan yang disertakan Allah pada saat awal
pembentukan manusia tersebut sekaligus merupakan pemilikan sifat-sifat keilahian.

Pemaknaan seperti dimaksud dalam kaitannya dengan implementasi pelaksanaan


program pembentukan keluarga bahagia, sejahtera dan bertanggungjawab, maka manusia
haruslah dapat ditempatkan dan atau diposisikan dalam hakekat citranya sebagai "gambar dan
rupa Allah".

Pada sisi yang lain, pandangan Alkitab juga menyiratkan makna kesempurnaan manusia
(laki-laki) ciptaan Tuhan apabila berada dalam kebersamaan dengan manusia lain (perempuan)
dalam mengisi kehidupan selanjutnya. Makna tersebut terkandung dalam perjanjian Lama pada
beberapa kitab seperti dikutip berikut ini : (Kej : 2 : 18) TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik,
kalau manusia itu seorang diri sajo. Aku akon menjadikan penolong baginya, yang sepadon
dengan dia."; (Kej. 2 :20) Monusia itu memberi noma kepada segala ternak, kepada burung-
burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai
penolong yang sepadan dengan dia; (Kej. 2 : 21). Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu
tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu
menutup tempat itu dengan daging; (Maz.: 127 : 1). Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan
TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan
TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. (Maz. 127 : 2) Sia-sialah
kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh
dengan susah payah--sebab la memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur;

94
(Maz. 127 : 3) Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan
buah kandungan adalah suatu upah.(Maz. 127:4) Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,
demikianlah anak-anak pada masa muda; dan (Maz 127 : 5) Berbahagialah orang yang telah
membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. la tidak akan mendapat malu, apabila
ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.

Kedua kitab baik Kejadian maupun Pemazmur Salomo menginspirasikan makna bahwa
pada hakekatnya manusia dinasihati agar tidak hanya hidup seorang diri, karena baginya telah
disiapkan dalam penciptaan Allah, seorang penolong yang sepadan dengannya, dan oleh karena
itu maka manusia (laki-laki dan perempuan) dapat menyatukan diri dalam perkawinan sebagai
lembaga yang ditetapkan Allah. Ayat-ayat tersebut di atas juga memberikan makna bahwa
Allah menasihati agar dalam lembaga yang ditetapkan Allah tersebut, ke dua manusia haruslah
tetap terikat dalam perkawinan yang sah dimaksud dan tidak dikehendaki terjadinya
perceraian, apalagi poligami.

B. FUNGSI KELUARGA

Apa fungsi keluarga?


Keluarga sebagai Sarana.

Keagungan dan keluhuran keluarga kawin bukan terletak pada statusnya sebagai
lembaga perkawinan. Tetapi statusnya dinyatakan dalam bentuk kehadiran Allah di dalam
lembaga perkawinan itu, maka keagungan dan keluhurannya terletak pada kehadirannya
sebagai sarana. Sarana kemuliaan Allah dinyatakan dalam keluarga. Sehingga ada asumsi letak
kebahagiaan sebuah rumah tangga bukan terletak pada dunia materi, melainkan terletak pada
ketaatan insan keluarga terhadap perintah Allah, di sanalah letak kebahagiaan dan
kesejahteraan itu (Mazmur 123).

Pertama, sebagai sarana, ia menjadi alat dalam mencapai sesuatu menurut rencana Allah.
Pernikahan adalah sarana melalui mana relasi antar manusia diberikan kemungkinan untuk
memperoleh bentuk dan isi yang seluhur-luhurnya. Ketiak Al Kitab menjelaskan apakah
perkawinan itu, maka

dipakailah dua kalimat pengungkapannya: - (1) "...... maka ke duanya menjadi sedaging.....
(Kejadian 2: 24): - (2) "... ke duanya telanjang... " ( Kejadian 2 : 25 ). Di sanalah relasi antar

95
manusia memperoleh bentuk seerat-eratnya. Tidak lagi dua, tetapi ke duanya adalah sedaging.
Tidak ada lagi aku dan engkau, tetapi yang ada ialah: kita. Manusia melihat kepentingannya
dalam rangka kepentingan orang lain.

Kesatuan itu juga memberi makna saling memberi dan menerima. Bagaimana kita memberikan
dan membukakan seluruh hidup kita secara lengkap dan utuh kepada orang lain. Dalam Epesus
6: 22-23 dikatakan bahwa kasih Kristus adalah dasar hubungan suami istri yang dilambangkan
pada relasi Kristus dengan umatnya.

Kedua, sebagai sarana kreasi, ia memperoleh mandat untuk berkembang biak, berketurunan
dan memenuhi bumi ciptaan Allah (Kejadian 1: 28). Dalam konteks ini yang dimaksud adalah
sebuah perkawinan bukan hanya untuk pengikat mereka berdua, tetapi ia memiliki tugas
khusus menjadi sarana penerus yang kreatif. Penerus dalam arti pembentuk generasi-generasi
penerus. Intinya adalah ia bertanggungjawab terhadap penerus baik dalam arti kuantitatif dan
kualitatif.

Perintah Allah untuk berkembang biak dan berketurunan mengandung makna dengannya
manusia dimampukan untuk melangsungkan tugasnya sebagai manusia menaklukan,
memerintah dan menguasai alam ini. Jadi bukan hanya pertambahan jumlah, melainkan
kemampuan untuk hidup lebih sejahtera.

Ketiga, sebagai sarana di mana manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai manusia yaitu
dalam hubungan dengan alam sekitarnya. Melalui perkawinan (keluarga), manusia tidak hanya
bertanggungjawab mengenai diri dan keturunannya, tetapi juga terhadap sekitarnya. la
berkewajiban menggarap setiap kemungkinan yang ada di sekitarnya. Dalam konteks ini, dunia
sekitar meliputi alam dan dunia manusia dari berbagai iman/keyakinan/agama. Tujuan
garapannya adalah untuk kesejahteraan dirinya dan semuanya.

Bagaimana proses kelangsungan hubungan suami isteri?


Pernikahan (Keluarga): Hubungan Suami Istri dan anak-Anak

Efesus5: 22-6:4

Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri
sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelematkan tubuh karena itu

96
sebagai jemaat tunduk kepada Kristus, demikian juga lah isteri kepada suami dalam segala
sesuatu.. Hai suami, kasih lah isteri mu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan dirinya baginya untuk mengkuduskannya, sesudah ia mensucikannya dengan
memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian ia menempatkan jemaat di
hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerutatau yang serupa itu, tetapi supaya
jemaat kudus dan tidak tercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak
pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti
Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuhnya. Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga ke duanya itu
menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan
jemaat.

Bagaimana pun juga, bagi kamu masing-masing berlaku kasihilah isterimu seperti dirimu
sendiri dan isteri hendaklah hormati suaminya. Hai anak-anak, taatilah orangtuamu di dalam
Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayah dan ibumu-ini adalah suatu perintah yang
penting, seperti nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.
Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah
mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Lebih jauh dari makna diatas, sekali orang mengikat diri dalam perkawinan maka seumur
hidup pun mereka terikat janji menjadi suami-isteri. Isi janji nikah: "Aku mengasihinya baik
dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit dalam kekurangan maupun
kelimpahan .... sampai kematian memisahkannya". la dijodohkan Allah sehingga ia janganlah
diceraikan oleh manusia. Oleh sebab itu kesejahteraan keluraga dapat ditempuh melalui rasa
hormat dan saling mengasihi satu sama lain. Jadi tidak diukur secara materi, melainkan dalam
ketaatan kepada Tuhan. Dan Manusia yang secara sadar mengikat diri dalam perkawinan,
harus secara sadar pula menerima kemungkinan menjadi ayah dan ibu. Dan kehadiran anak
dalam keluarga hanya dimungkinkan karena ada pernikahan, sehingga kelahiran anak itu harus
diikuti rasa tanggungjawab membesarkannya dan membimbingnya dalam takut akan Tuhan.
Bertanggungjawab berarti menyediakan segala sesuatu sebaik-baiknya: pendidikannya,
ekonominya, pembinaan lingkungam dan merasakan kasih sayang orangtua dan sebagainya.

Dari sudut pandang sosiologis, apa fungsi keluarga?


Perkawinan (keluarga): Sebagai Anggota Masyarakat dan Bertanggungjawab

97
Manusia adalah mahluk yang berkewajiban untuk memelihara dirinya. Salah satunya adalah
terlampau besar jumlah anak tanpa usaha serius untuk membatasinya, ia bisa menjadi beban
bagi masyarakat. Misalnya hidup konsumtif terlalu besar dan tak terkontrol sehingga tidak
dapat dipertanggungjawabkan kebutuhan jasmani-rohaninya. Jadi keluarga sejahtera itu
termasuk di dalamnya merasakan bahwa ia adalah sebagai anggota masyarakat yang tidak
boleh menjadi beban bagi masyarakat lainnya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan apa yang
disebut keluarga berencana. la harus memiliki perencanaan yang baik untuk kesejahteraan
keluarga secara utuh, lahir-batin.

Dalam menata sebuah keluarga sejahtera, selain ia sebagai anggota masyarakat ia juga harus
menjadi keluarga yang bertanggungjawab. Pertambahan jumlah anak-anak yang dilahirkan
cukup mempunyai pengaruh dalam hai memungkinkan manusia untuk menyelenggarakan
tanggungjawab, sebagi suami isteri, sebagai ayah ibu, sebagai anggota masyarakat. Artinya ia
bersangkutpaut dengan keberhasilan perkawinan itu sendiri.

C. PERKAWINAN

1. TUJUAN PERKAWINAN

Apa pengertian perkawinan?


Dalam pasal 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan dipahami sebagai ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumahtangga) yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Apa tujuan perkawinan?

Pertama, untuk menyatakan kesetiaan dan kesediaan untuk bertolong-tolongan dalam


menanggung beban (Galatia 6:2). Juga, untuk mempraktekkan dan merasakan keindahan
hubungan dalam Kristus. Masing-masing pasangan harus menjalankan cara hidup yang tulus:
isteri harus menghormati suaminya, dan suami harus mengasihi isterinya sama seperti
mengasihi dirinya sendiri (lihat peranan masing-masing dalam 1 Korintus 7:4 dan Efesus 5:22-
23). Dalam peranannya ini masing-masing memainkan jenis-jenis cinta secara lengkap: eros,
philia, storge yang dilandasi oleh cinta agape (cinta berdasarkan kasih Tuhan).

Ke dua, untuk melahirkan keturunan (panggilan prbkreasi). Anak dilahirkan melalui jalur

98
perkawinan. Tuhan ingin keteraturan dan ketertiban dalam sejarah anak-anak manusia. Anak
adalah karunia Tuhan, karena itu harus dididik dengan benar dan dibimbing dalam pergaulan
yang sehat.

Ke tiga, pernikahan menjadi ajang re-kreasi (= mencipta ulang, membangun kembali) di mana
pembaharuan terjadi terus-menerus. Masing-masing pihak harus memikirkan bagaimana
menciptakan suasana yang sejuk dan penuh kegembiraan.

Apa yang menjadi landasan perkawinan dalam agama Kristen?

Perkawinan terjadi karena ada perbedaan eksistensi itu, sekaligus juga sebagai wujud paling
dalam dari kesetaraan manusia. Perkawinan harus ditopang oleh perasaan setara. Dalam
Alkitab perempuan memang disebut sebagai penolong (Kej. 2:18) tetapi tidak berarti dia lebih
rendah dari laki-laki. Kata penolong berasal dari kata Ibrani ezer. Arti kata ini jauh lebih luas
dari sekedar sebagai penolong dalam pengertian bahasa Indonesia. Kata ezer bermakna juga
sebagai 'penyelamat'. Perempuan hadir menyelamatkan laki-laki dari kesendiriannya.

Tampaklah bahwa laki-laki tidak hanya membutuhkan perempuan tapi juga bergantung
kepadanya. Lebih jauh dapat dikatakan, laki-laki disebut laki-laki karena ada perempuan dan
demikian sebaliknya, perempuan disebut perempuan karena ada laki-laki. Di sinilah dapat
dilihat betapa Tuhan itu Mahakuasa dan adil dalam menciptakan manusia, baik laki-laki
maupun perempuan.

Bagaimana azas perkawinan dalam agama Kristen?

Pemaknaan perkawinan Kristen harus ditinjau juga dari Kejadian 2:24 (ini kemudian dikutip
oleh Tuhan Yesus dalam Matius 19:24). Ayat ini memuat tiga makna perkawinan yang
berlangsung dalam proses: meninggalkan, bersatu dan menjadi satu daging.

• Meninggalkan ayah dan ibu, artinya perkawinan merupakan pembentukan unit


keluarga baru. Tadinya manusia masih merupakan bagian dari keluarga orangtua, kini
hidup dalam keluarga yang baru. Hal ini harus terjadi untuk menunjukkan
kemandirian pasangan yang kawin, namun tidak berarti 'putus hubungan' dengan
orangtua. Proses meninggalkan adalah proses terbuka dan direstui oleh masing-masing
keluarga orangtua.

99
• Bersatu dengan artinya hidup bersama-sama. Dari kata Ibraninya jelas bahwa
kebersamaan mi amat kuat. Bagaikan dua helai kertas yang direkatkan satu sama lain
dengan lem yang kuat. Jika kita berusaha melepaskan salah satu helai, maka itu akan
merobek atau menghancurkan ke duanya. 'Lem' yang kuat dalam hubungan
pernikahan adalah kasih, yang menjadi dasar dari segala aspek kepribadian:
intelektual, emosional dll.

• Menjadi satu daging artinya, mengalami kesatuan yang paling intim secara rohaniah
dan jasmaniah. Di dalamnya pasangan saling memberi, bukan hanya tubuhnya, tetapi
juga pikirannya, sukacitanya, pergumulannya, penderitaannya, ketakutannya,
kegagalannya dan keberhasilannya. Perkawinan dikehendaki oleh Tuhan dan karena
itu bersifat kudus, makanya diikat dalam suatu perjanjian khusus di hadapan Allah dan
jemaat.

Seluruh proses dalam ayat di atas mengarahkan pasangan kepada persekutuan yang mencakup
seluruh aspek kehidupan (sampai mati), bersifat ekslusif (untuk seorang laki-laki/suami atau
seorang perempuan/ isteri, tidak untuk orang 'ke tiga') dan bersifat tetap (apa yang telah
dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia, Matius 19:6).

Bagaimana sahnya perkawinan dalam agama Kristen?


Dalam perkawinan harus ada usaha ke dua pihak untuk saling mengasihi, saling mengampuni
dan saling melayani. Ini dapat terwujud bila mengandalkan pertolongan Tuhan. Tanpa Tuhan
sulit rasanya untuk mewujudkan nilai pernikahan yang sebenarnya. Segala kebaikan selalu
datang dari Tuhan!

Pernikahan tanpa Tuhan berarti hidup tanpa kasih yang sesungguhnya. Cinta dengan mudah
saja beralih menjadi saling mencurigai, menuduh dan berusaha membenarkan diri sendiri.
Namun dalam kasih Tuhan. manusia dituntun untuk saling merendahkan hati.

Menurut Allah menikah itu baik. Dan "baik" menurut Allah, berati kudus dan sempurna. Alah
berkata: "Tidak baiklah manusia itu seorang diri saja" (Kejadian 1:18). Tidak baik karena pada
dirinya seseorang itu membutuhkan apa-apa dari luar dirinya. Apa yang dibutuhkan supaya
dirinya lengkap dan sempurna. Karena itulah Allah tidak hanya menciptakan seorang laki-laki
dan seorang wanita, tetapi juga seorang isteri untuk seorang suami. Dan itulah perkawinan
yaitu ketika yang terjadi bukanlah hanya dua orang yang berlainan jenis, tetapi bahwa yang
berlainan itu kini menjadi "sedaging", bukan hanya ada laki-laki dan perempuan, tetapi juga da
100
perkawinan di mana ke duanya adalah kesatuan (Kejadian 2: 24). Kesatuan itu adalah gambar
Allah sendiri (Kejadian 1: 27). Melalui perkawinan itulah manusia memenuhi fungsinya
sebagai gambar Allah.

2. PERSIAPAN PERKAWINAN

Apa persiapan dini yang harus dilakukan oleh colon ke dua belah pihak sebelum memutuskan
untuk melangsungkan pernikahan?
Untuk menuju jenjang perkawinan, maka terdapat beberapa aspek yang harus dipersiapkan
bagi calon pengantin, meliputi : aspek fisik biologis, aspek mental spiritual, dan aspek sosial
ekonomi. Selain itu, masing-masing calon harus saling melakukan pemantauan, untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan yang ada, sehingga kalaupun ada kekurangan dari pihak
lainnya yang tidak dapat ditolerir (mengundang kerawanan dan resiko tinggi apabila
dipaksakan untuk kawin), masih dapat dilakukan langkah mundur atau putus hubungan.

Apa saja yang termasuk aspek fisik/biologis dalam mempersiapkan perkawinan?


Aspek Fisik/biologis yang harus dipersiapkan antara lain :
Usia yang ideal untuk berumahtangga adalah antara 20-25 tahun bagi perempuan, dan usia 25-
30 tahun bagi laki-laki;

Mengetahui kesehatan status calon pasangan, untuk pemeriksaan kesehatan dan konsultasi pra
nikah sangat dianjurkan bagi pasangan yang hendak berkeluarga;

Hindari perkawinan antar keluarga yang terlalu dekat, karena akan berakibat cacat pada anak;

Masalah kecantikan/ketampanan sifatnya relative, yang penting adalah tidak ada cacat yang
dapat menimbulkan distasbilitas (ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan
berkeluarga)

Apa saja yang termasuk aspek mental spiritual dalam mempersiapkan perkawinan?

Keyakinan pada agama

Sebaiknya suami isteri mempunyai keyakinan yang sama, artinya sama-sama beragama
Kristen. Setelah ke dua-duanya beragama Kristen, Dalam perkawinan harus ada usaha ke
dua pihak untuk saling mengasihi, saling mengampuni dan saling melayani.

Ini dapat terwujud bila mengandalkan pertolongan Tuhan. Tanpa Tuhan sulit rasanya untuk

101
mewujudkan nilai perkawinan yang sebenarnya. Segala kebaikan selalu datang dari Tuhan!
Perkawinan tanpa Tuhan berarti hidup tanpa kasih yang sesungguhnya. Cinta dengan mudah
saja beralih menjadi saling mencurigai, menuduh dan berusaha membenarkan diri sendiri.
Namun dalam kasih Tuhan manusia dituntun untuk saling merendahkan hati.

Etika/moral

Etika/moral menjadi pertimbangan yang sangat penting, karena menyangkut ketentraman


semua pihak, bukan hanya dalam lingkungan keluarga tetapi juga dalam lingkungan
masyarakat. Dalam komunitas apapun, kalau semuanya mengedepankan moral, toleransi yang
tinggi, maka kelangsungan komunikasi sosial akan terjamin dengan baik. Sebagai umat
Kristen, landasan moral yang harus dipegang teguh dan ditaati adalah saling mengasihi, saling
mengampuni dan saling melayani.

Kematangan emosional

Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang. Seseorang yang belum dewasa akan selalu
menuntut perhatian yang lebih, manja, mudah tersinggung, keras kepala, maunya menang
sendiri dan lain sebagainya. Sebaliknya seorang yang sudah matang emosionalnya akan
bersikap sabar, bijaksana dan penuh pengendalian diri apabila ada kemelut dalam keluarga,
sehingga permasalahan-permasalahan dapat di atasi dengan baik.

Tanggungjawab

Hal ini merupakan bagian dari kepribadian laki-laki yang dipupuk sejak kecil. Tanggungjawab
ini diwujudkan dalam bentuk peran laki-laki sebagai tulang punggung keluarga dan kepala
keluarga.

3. KESEHATAN CALON PENGANTIN

Apa yang sebaiknya dilakukan pada pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin?
Pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan bagi calon pengantin adalah :
Penyakit genetik, misalnya; thalasemia, buta warna, hemofilia, dan lain-Iain. Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk memberikan pemahaman pada calon pengantin bahwa penyakit
bawaan/genetik sangat beresiko menurun pada anak.

102
Penyakit tertentu yang diturunkan, misalnya kecenderungan diabetes mellitus (kencing manis),
hipertensi ( darah tinggi), kelainan jantung dan sebagainya. Sebagai contoh apabila seorang ibu
memiliki kadar gula darah tinggi, maka harus mengontrol gula darahnya, karena dapat
meningkatkan resiko cacat pada janin.
Selain itu dapat terjadi komplikasi pada kehamilan, seperti preeklampsia, stroke, janin
besar, gangguan pertumbuhan pada janin, proses kelahiran yang sulit, juga janin meninggal
dalam kandungan.
Penyakit infeksi, misalnya; penyakit menular seksual (PMS), hepatitis B, dan HIVS/AIDS.
Vaksinasi, hai ini dilakukan untuk kekebalan terhadap virus rubella. Infeksi rubella pada
kehamilan dapat menimbulkan kelainan pada janin seperti kepala kecil, tuli, kelainan jantung
bahkan kematian.
Suntik Tetanus Toxoid (TT). Pemberian vaksin ini merupakan program pemerintah, dengan
tujuan untuk meningkatkan kekebalan terhadap tetanus. Kuman Clostridium tetani terdapat di
usus hewan sehingga penularan terjadi karena kontak daerah luka dengan kotoran hewan yang
mengandung kuman tersebut. Penyakit ini dapat menyerang bayi baru lahir (tetanus
neonatorum), melalui pemotongan dan perawatan talipusar yang salah dan dapat berdampak
kematian.

Mengapa konseling dan pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan oleh pasangan calon
pengantin?

Konseling dan pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin perlu dilakukan dengan harapan
bisa mengubah perilaku calon pengantin yang memiliki kebiasaan yang tidak baik, misalnya;
merokok, minum akohol, memakai narkoba. Seringkali calon suami yang perokok tidak
memahami bahwa asap rokok sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.

Selain itu, pasangan dianggap siap apabila calon pasangan ada yang bermasalah dan tahu apa
yang harus dilakukan agar tidak melahirkan anak yang sakit atau cacat setelah kawin.

Mengapa persiapan dini dalam perkainan harus dilakukan ?

Di zaman yang modern seperti sekarang ini semakin sulit bagi sepasang suami isteri untuk
membina keluarga yang harmonis, karena aspek-aspek yang mempengaruhi sebuah keluarga
semakin lama semakin banyak, sehingga aspek-aspek yang harus dinilai dalam persiapan dini
sebuah perkawinan menjadi standar awal yang harus dipenuhi, karena perkawinan bukanlah
spekulasi untuk mencari kebahagiaan, perhitungan dan pertimbangan yang teliti dan hati-hati

103
mutlak dilakukan. Kenyataan sangat berbeda dengan fiksi romantis yang dikemas dalam
sebuah karya sastra. Hanya dengan kekuatan cinta saja belum cukup, karena kebutuhan dan
permasalahan di dalam rumahtangga sangat komplek, yang tidak bisa diselesaikan hanya
dengan atas nama cinta.

Tidak jarang perkawinan yang diharapkan akan menjadi surga dalam kehidupan ini, ternyata
berubah menjadi neraka yang mengerikan. Karena itu perkawinan harus dipersiapkan dengan
sebaik-baiknya agar keluarga yang terbentuk adalah keluarga yang harmonis, bukan keluarga
yang berantakan.
Apa kondisi yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki dalam mempersiapkan perkawinan?
• Bagi seorang laki-laki yang ingin menjadi suami, sebaiknya telah memenuhi kondisi
sebagai berikut:
• Mempunyai identitas sebagai laki-laki;
• Dapat memberikan kasih sayang kepada seorang wanita;
• Dapat mempercayai calon isterinya;
• Mempunyai integritas kepribadian yang matang;
• Mempunyai mentaMan fisik yang sehat;
• Mempunyai mata pencaharian yang benar;
• Bersedia membagi kebahagiaan dengan calon isteri;
• Siap menjadi ayah yang bertanggungjawab.

Apa kondisi yang harus dipenuhi oleh seorang wanita dalam mempersiapkan perkawinan?
Bagi seorang wanita yang ingin menjadi suami, sebaiknya telah memenuhi kondisi sebagai
berikut:
• Mempunyai identitas sebagai wanita;
• Dapat memberikan kasih sayang kepada seorang pria;
• Dapat mempercayai calon suaminya;
• Mempunyai integritas kepribadian yang matang;
• Mempunyai mental dan fisik yang sehat;
• Bersedia mengabdikan diri kepada calon suami;
• Bersedia menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan suami;
• Siap menjadi ibu yang bijaksana.

104
BAB VII
BIOTEKNOLOGI PENGERTIAN DAN OBJEK
STUDINYA

A. Pendahuluan.

Berbicara tentang bayi tabung, bank sperma, ganti kelamin adalah juga berbicara tentang
bioteknologi. Namun itu, baru sebagian kecil saja; sebab masih banyak lagi yang berkaitan
dengan masalah bioteknologi seperti rekayasa genetika, pencangkokan organ tubuh,deteksi pra
kelahiran, dan sebagainya.

Dalam bagian ini tidak akan dibahas masalah-masalah bayi tabung, bank sperma, ganti kelamin,
rekayasa genetika, dan sebagainya, secara teknis media, melainkan dari sudut etis -teologis.
Yang penting bagi kita adalah kesiapan sikap hidup kita menghadapi kemajuan-kemajuan
teknologi, termasuk di dunia medis. Karena inilah yang paling sering menimbulkan konflik iman
dalam hidup kita, dan goyahnya pegangan hidup tradisional. Membahas dari segi etisnya pun
sebenarnya terlalu luas, dan kuliah ini tidak mungkin memuat secara keseluruhan. Oleh sebab itu
dianjurkan Anda membaca buku-buku yang berkaitan/yang membahas masalah bioteknologi dan
bioetika.

Abad XX ditandai dengan perkembangan bioteknologi yang sangat mengagumkan. Abad


atau revolusi industri hanya menghasilkan teknologisasi di dunia industri. Oleh sebab itu siapa
yang memiliki teknologi, ia akan menguasai dunia. Dan kita tahu, bahwa Dunia Barat adalah
pemenangnya. Namun abad XX, teknologi merasuk ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia,
termasuk dunia medis. Semakin rumah sakit memiliki teknologi yang lengkap, semakin rumah
sakit itu diserbu pasien. Ini logis saja, sebab manusia ingin hidup dan tidak ingin mati.
Berapapun ia mengeluarkan uang, yang penting ia dapat dilayani secara memuaskan.
Bioteknologi pada awalnya dikenal/diterapkan dalam pertanian dan peternakan, yaitu
untuk menghasilkan suatu bibit unggul. Teknologisasi di dunia pertanian dan peternakaan
sebenarnya bentuk ketidakpuasan manusia terhadap sesuatu yang alamiah saja, termasuk jenis-
jenis bibit dan hewan. Inilah kodrat manusia, bahwa ia diciptakan segambar dengan Allah,
sehingga manusia ingin menciptakan jenis-jenis bibit yang baru menguntungkan manusia dan

105
dapat dikonsumsikan oleh penduduk dunia yang semakin membengkak. Maka teknologisasi
tidak dapat ditolak. dilakukanlah inseminasi buatan.
B. Inseminasi Buatan

Inseminasi artinya pertemuan sperma dengan sel telur tidak terjadi secara alamiah
(persetubuhan) melainkan melalui buatan. Inseminasi berarti memisahkan tindakan
prokreasi (reproduksi) dari kesatuan cinta, Seolah - olah hadirnya anak tidak tergantung
dari tindakan prokreasi dan kesatuan cinta pasangan nikah itu.
Pembuahan buatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:

1. Inseminasi dari pasangan suami isteri itu sendiri.


Inseminasi ini dapat disebut inseminasi buatan oleh suami, yang disebabkan
beberapa hal, misalnya:

a. suami mungkin mandul, sehingga tidak mampu berperan dalam hubungan


alamiah (seksual).
b. jumlah sperma yang tidak banyak, sehingga tidak dapat membuahi sel telur secara
alamiah.
c. sebagai tindakan pencegahan, yaitu suami mungkin merencanakan untuk vasektomi
dan masih mampu dan mau memiliki anak lagi, maka untuk tindakan pencegahan
sperma laki-laki dibekukan dan dititipkan pada bank sperma.
d. laki-laki tersebut impoten, sehingga tidak mampu menyemburkan sel sperma ke
dalam vagina isterinya.

2. Di samping inseminasi dari pasangan suami isteri itu sendiri, maka inseminasi juga
dapat dilakukan dengan bantuan seorang donor. Biasanya si isteri meminta ke bank
sperma, di mana rahasia donor di jaga ketat. Inseminasi buatan oleh donor (artifisial
insemination by donor) dapat terjadi, apabila:

a. Suami mungkin membawa penyakit genetis yang tidak ingin diturunkan pada anaknya
atau suami mandul karena penyakit atau kecelakaan.
b. Isteri tidak mampu menghasilkan sel telur yang sempurna, isteri yang mandul menerima
sel telur yang sudah masak dari donor tidak dikenal. Telur itu ditempelkan pada salah
satu tuba fallopiannya, dan sel telur itu akan dibuahi oleh suaminya melalui
106
persetubuhan biasa.
Ada juga kasus inseminasi yang tidak termasuk pada klasifikasi di atas. Ini sering
terjadi pada tentarayang akan berperang. Untuk tindakan prokreasi masih dapat
dilakukan sekalipun mereka sudah mati, yaitu dengan cara menitipkan spermanya pada
bank untuk dibekukan. Apabila tentara itu mati, dan sang isteri ingin punya anak dari
suaminya itu, maka hai ini mungkin saja. Inseminasi ini disebut inseminasi "post
mortem" (dengan sperma beku dari suami yang telah meninggal dunia). Namun praktek
ini mendapat kritik pedas, karena inseminasi "post mortem" berarti menolak realitas
kematian. Juga dianggap tidak manusiawi, sebab kita tahu, bahwa anak yang lahir akan
menjadi anak yatim.

C. Fertilisasi “in vitro” (bayi tabung)

Fertilisasi ini dilakukan apabila sel sperma dan sel telur karena sesuatu sebab tidak dapat
bertemu, atau karena rahim ibu tidak mampu menghidupi janin. Pembuahan itu dilakukan di
tabung. (baca; laboratoriun). Oleh sebab itu bayi yang dihasilkan disebut bayi tabung/bayi
laboratorium,. sebab tidak dihasilkan melalui hubungan seksual alamiah. Jika pembuahan itu
sudah terjadi, maka embrio itu dikembalikan ke rahim ibu (bila rahimnya baik) atau mencari
kontrak (bila rahim isteri cacat) untuk membesarkan embrio tersebut menjadi bayi.

Manusia kini menciptakan suatu teknologi untuk reproduksi buatan bagi pasangan yang
secara alamiah tidak dapat menghasilkan keturunan. Fertilisasi ini vitro (tabung) dapat dan biasa
digunakan bagi pasangan yang mengalami hal-hal sebagai berikut:
1. Isteri mempunyai cacat pada tuba fallopiannya, sehingga tidak terjadi pertemuan sperma
dengan sel telur
2. Isteri takut menghadapi kehamilan atau tidak mau terganggu kariernya. Oleh karena itu ia
dioperasi untuk diambil sel telurnya, dibuahi ditabung (laboratorium) dan ditempelkan
pada ibu pengganti (substitute mother) atau rahim kontrak (womb leasing)
3. Isteri tidak dapat menghasilkan sel telur, tetapi rahimnya baik. Sel telur diambil dari sel
telur donor kemudian setelah dibuahi ditempel kembali ke rahim isterinya.

D. Bank Sperma

107
Bank bukan saja tempat menyimpang uang. tetapi dengan kemajuan teknologi kini ada
bank sperma. Bahkan bank sperma di Amerika sudah tumbuh menjamur. Bank sperma tidak bisa
dipisahkan dengan berkembangnya teknologi inseminasi buatan dan fertilisasi in vitro. Sebab,
sukses tidaknya inseminasi buatan dan fertilisasi ini vitro juga bergantung pada bank sperma
ialah menyediakan sperma donor atau menyimpang benih dan penyimpanan benih. Tugas bank
sperma ialah menyediakan sperma donor atau menyimpang sperma seseorang yang akan
digunakan pada waktu mendatang.

Di bank ini sperma di simpang dalam keadaan beku, sehingga tetap hidup. Ada beberapa
motif yang melatar belakangi diadakannya bank sperma, misalnya bagi pria mandul, maka si
isteri dapat meminta sperma donor. Di samping itu bank sperma dipakai juga untuk kepentingan
militer. Prajurit-prajurit berperang biasanya mereka menitipkan spermanya pada bank sperma,
dan apabila ia tewas dalam peperangan si isteri dapat meminta benih sperma yang dititipkan di
bank itu. Ini yang telah disinggung di bagian muka, dengan sebutan inseminasi "post mortem" .
Persoalan etis akan dibahas pada bagian kedua dari modul ini

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa alasan diadakan bank sperma, yaitu:
1. Bank dapat mengumpulkan sperma dari gen-gen selektif terbaik/unggul dan manusia yang
memintanya bisa memilih
2. Prajurit-prajurit yang maju ke medan perang menitipkan spermanya, sehingga apabila ia
mati atau terkena radiasi atau cacat pada alat reproduksinya, ia masih dimungkinkan punya
anak.
3. Sebagai tindakan preventif bagi laki-laki, apabila suatu saat terkena penyakit genetis yang
dapat menular pada anaknya atau mendapat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cacat
alat reproduksinya.
4. Bagi wanita wanita lesbian, mereka dapat memiliki keturunan tanpa harus kawin secara
heteroseksual yang menyiksa jiwanya. Yaitu meminta bibit sperma selektif dari bank
tersebut.
5. Sebagai tindakan preventif bagi suami isteri yang melakukan vasektomi, Apabila di
kemudiaan hari ingin punya anak lagi dapat terjadi; atau apabila anaknya ada yang
meninggal dan ia ingin punya anak lagi.

E. Deteksi Prakelahiran

108
Teknologi maju di bidang kedokteran juga menghasilkan adanya detekssi prakelahiran.
Deteksi prakelahiran yaitu mendeteksi embrio dalam kandaungan atau diognosa prakelahiran.
Ada beberapa alasan mengapa diagnosa prakelahiran dilakukan:
1. Apabila embrio itu diketahui akan menjadi bayi yang cacat atau idiot, maka bayi itu tidak
perlu menderita menjadi makhluk hidup di dunia, tetapi dapat digugurkan sedini
mungkin.
2. Bila suatu pasangan menghendaki anak laki-laki atau perempuan, maka deteksi
prakelahiran sangat membantu pasangan tersebut meneruskan kandungannya atau
menggugurkannya. Apabila melalui deteksi prakelahiran embrio ini berjenis kelamin
laki-laki padahal mereka mengharapkan perempuan, maka embrio itu dapat digugurkan.

Meskipun pada umumnya, hasil diagnosa menenteramkan hati pasangan nikah karena
tidak ada kelainan embrional yang sedang dikandung, namun kadangkala hasil diagnosa tersebut
menggelisahkan pasangan nikah yang bersangkutan karena adanya kelainan dari tuntutan
pasangan terhadap embrio yang dikandung

Tujuan deteksi pfakelahiran adalah untuk memberikan informasi yang tepat tentang
keadaan bayi yang akan dilahirkan. Masalah yang muncul berkaitan dengan diagnosis
prakelahiran ini adalah kemungkinan absortus akibat informasi yang dihasilkan dari diagnosis
prakelahiran. Dalam situasi norma, ibu akan merasa aman mengandung, apabila sudah
mengetahui sebelumnya bahwa tidak terjadinya kelainan embrional, atau infeksi akibat penyakit
dan sebagainyaa.

F. Ibu pengganti (substitute mother) dan rahim kontrak (womb leasing)

Bioteknologi menyebabkan masalah psiko-sosio-kultural juga. Seorang isteri yang


rahimnya invalid (cacat) dan tidak mungkin dapat mengandung sekalipun dapat menghasilkan
sel telur dengan sempurna! d dengan teknologi modern dimungkinkan dapat mempunyai anak
dari pasangannya atau dari donor Bagaimana caranya? Yaitu dengan jalan mencari ibu
pengganti atau rahim kontrak.

Seorang laki laki/suami tidak perlu melakukan tindakan serong dengan perempuan lain,
apabila isteri mengalami hai seperti diatas. Kalau ia melakukan coitus secara alamiah, tentu
tidak akan bisa karena rahim isterinya cacat. Oleh sebab itu ia cukup mencari ibu pengganti atau

109
rahim kontrak untuk embrio dari pasangan suami isteri yang sah. Setelah sel telur dari isteri dan
sperma dipertemukan dalam tabung (vitro), maka embrio itu dititipkan di rahim ibu pengganti
atau rahim kontrak
Di Perancis ada perkumpulan yang disebut "les cigognes" (para bangau) yang
dipersiapkan untuk mengandungkan seorang anak demi kepentingan pasangan lain atau juga
demi kepentingan ekonomi Sering kali, wanita -wanita dalam perkumpulan bangau itu memilih
cara yang mereka suka. Ada diantara mereka melakukan dengan inseminasi buatan tetapi juga
bisa dengan persetubuhan, apabila wanita itu tertarik kepada laki- laki ganteng yang tidak ingin
kawin, tetapi ingin punya keturunan.

Rahim kontrak atau ibu pengganti selain mempunyai motif menolong pasangan yang
tidak mampu mengandung sendiri, ada motif lain, seperti motif ekonomi,. Mereka bisa
memperoleh uang yang banyak hanya dengan menyewakan rahim. Bagi wanita wanita karier
atau wanita yang takut hamil atau wanita yang mempunyai kondisi tubuh sangat membahayakan
apabila mengandung, maka adanya rahim kontrak sangat menolong.

Adanya rahim kontrak atau ibu pengganti memungkinkan juga adanya kesempatan yang
lebih luas pada perilaku homoseksual yang kronis, sebab seorang homoseksual dapat saja
mempunyai anak tanpa ia harus menikah secara heteroseksual, Kaum homoseksual kronis
memiliki kesempatan memiliki keturunan tanpa hamil menyiksa diri dan jiwanya hidup dalam
perkawinan secara heteroseksual.

G. Transplantasi organ/pencangkokan

Pencangkokan organ tubuh bukan lagi hai yang luar biasa. Usaha pertama Dr. Bernard
untuk mencangkokan jantung yang asing atas diri pasien pada RS Grote Chuur di Cape Town
Afrika Selatan 1970 sangat berarti. Perkembangan bio- medis memungkikan ribuan orang ingin
menjadi resipien cangkok jantung. Akibatnya ribuan orang yang mengidap sakit jantung atau
kelainan atau kerusakan jantung menantikan donor jantung. Akibatnya mencuatkan untuk
membuat jantung buatan Pencangkokan dengan jantung buatan akhirnya terjadi di Salt Lake
City, 1982, dan resipien hanya bisa bertahan hidup sesaat saja.
Begitu juga dengan pencangkokan organ tubuh lainnya dapat dilakukan, misalnya
pencangkokan ginjal, mata, sumsum tulang belakang. Memang transplantasi organ tubuh
manusia ini menolong penderita ginjal, kanker, darah , buta, dan sebagainya. Bagi penderita

110
ginjal yang hidupnya hanya bergantung pada cuci darah, maka cangkok ginjal dapat
menyelamatkan hidupnya. Pencangkokan adalah pengobatan untuk pengganti organ tubuh yang
rusak
Dalam proses menyeluruh pencangkokan itu memang banyak masalah yang muncul.
Misalnya saja hak hidup donor. Organ tubuh yang akan dicangkokkan harus diambil dari seorang
yang akan dinyatakan mati, terutama pencankokan jantung. Hak donor hidup untuk memberikan
organ tubuhnya; dalam kasus mengambil organ tubuh ada persetujuan mengenai penentuan
waktu kematian dan tentu kebutuhan mengenai perhatian istimewa atas konsekuensi psikologis
hubungan organik yang ada diantara donor dan reseptor. Merupakan bukti yang nyata, bahwa
kebutuhan organ tubuh untuk dicangkokan, bersamaan waktunya dengan kematian orang lain.

H. Ganti kelamin

Dengan kemajuan teknologi dibidang medis, maka bedah/ganti kelamin bukanlah suatu
hai yang mustahil. Seorang laki-laki bisa menjadi perempuan melalui operasi bedah kelamin dan
ia bisa mempunyai anak, Namun anak yang diperoleh itu bukan karena ia telah menitipkan
sperma di bank sperma. Setelah ganti kelamin, ia tetap tidak bisa hamil, namun sperma yang ia
titipkan di bank sperma, dapat dicarikan donor sel telur dan mencari ibu penggatni (substitute
mother) atau rahim kontrak (womb leasing). Jadi bioteknologi memungkinkan seseorang
mempunyai keturunan tanpa harus melakukan pernikahan konvensional
Ganti kelamin, secara sosio-psikologis menolong wadam (wanita adam/banci) untuk
tidak perlu menyiksa diri menjadi laki laki tulen. Sifat kepercayaannya bisa disempurnakan lagi
dengan jalan operasi bedah kelamin. Ia bisa menikah dengan laki laki, dan ia sendiri bisa
memiliki keturunan tanpa harus melahirkan

I. Rekayasa Genetika.

Rekayasa genetika dilahirkan oleh penemuan Criko dan Watson atas struktur DNA pada
tahun 1953. Rekayasa genetika sering disebut juga teori cloning (mencangkokan gen pada gen
yang kita inginkan) Istilah rekayasa genetika atau manipulasi genetika mencakup seluruh
rangkaian metode, yang memungkinkan untuk mengambil gen-gen atau sekelompok gen dari
sebuah sel dan mencangkokkan gen-gen itu pada sel lain di mana gen-gen itu mengikat diri

111
mereka dengan gen-gen yang sudah ada dan bersama-sama menanggung reaksi biokimia
penerima.
Rekayasa genetika adalah usaha mewujudkan cita-cita untuk membentuk generasi
mendatang yang tidak asal ada secara alami, dan hanya menunggu takdir dari Tuhan, melainkan
manusia ingin secara aktif juga menentukan menciptakan manusia yang super (superman), yang
tahan penyakit, intelektualitas nya tinggi, dan menjadi makhluk yang sangat spesifik-selektif.
Memang cita-cita manusia untuk menghasilkan keturunan yang sempurna, yang tidak sekedar
menghabiskan makanan tetapi tidak menjadi makhluk super, melainkan menjadi makhluk yang
tidak menghabiskan cadangan makanan tetapi menjadi makhluk super.
Inilah sebagian dari objek studio bioteknologi, terutama di bidang medis. Sebenarnya,
masih banyak lagi yang dapat kita pelajari, misalnya saja manipulasi tingkah laku untuk tujuan-
tujuan politik militer dan sebagainya. Manusia bisa dijadikan seperti binatang dengan
memanipulasi otak bagian belakang. Namun ini pun terlalu teknis medis untuk kita bicarakan di
ruang yang terbatas ini.

PERMASALAHAN
BIOETIKA PENGERTIAN DAN OBJEK STUDINYA

Perkembangan bioteknologi yang pesat memunculkan berbagai problematis dan etika


tradisional tidak memadai lagi untuk menjawab. Maka tumbuhlah berbagai usaha untuk
mengembangkan apa yang sekarang disebut bioetika.
Istilah bioetika digunakan pertama kali oleh seorang ahli kanker Amerika, Van
Rensselaer Pol ter, 1971 dalam bukunya Bridge to the future. Pengarang menekankan
tanggungjawab para ahli biotik dalam menjamin hidup di bumi dan dalam menciptakan syarat-
syarat untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Tahun 1975, Frances Abel, dari Institute
Bioetika, Barcelon (Spanyol) memberi definisi sebagai berikut:
Bioetika adalah suatu studi interdispliner tentang problem problem yang ditimbulkan oleh
perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, baik pada skala mikro maupun pada
skala makro, lagipula tentang dampaknya atas masyarakat luas serta sistem nilainya, kini
dan di masa mendatang.
Jelaslah bagi orang, sebagai ilmu interdisipliner, kedokteran tidak dapat hidup untuk dan
dalam dirinya sendiri, tetapi juga berinteraksi dengan sistem ilmu lainnya.

112
Untuk melihat kaitannya tersebut, marilah kita ambil beberapa contoh antara lain:

1. Berkaitan dengan ilmu hukum, apakah hukum sudah membuat Undang-undang yang
mengatur masalah-masalah etis yang baru? Apakah ada Undang-undang yang mengatur
tentang pencangkokan jantung manusia dengan jantung babbon? Berapa babbon yang boleh
dibunuh untuk diambil jantungnya?
Apakah sudah ada undang-undang mengenai rahim kontrak atau ibu pengganti? Bagaimana
status hukum bagi anak yang dilahirkan oleh ibu pengganti atau rahim kontrak? Contoh
contoh lain, dimana hukum belum mengaturnya masih banyak lagi.

2. Berkaitan etika, yaitu apakah nilai-nilai etis tradisional bisa menjawab masalah masalah etis
yang baru? Contoh, apa bisa disebut berzinah memakai sperma donor, sekalipun tanpa
bersetubuh dengan laki-laki yang bukan suaminya? Apakah boleh disebut berzinah memakai
sperma donor sekalipun pasangan itu sama-sama bahagia?
Apakah berdosa menitipkan sperma di bank sperma, dan kalau mungkin diberikan kepada
pihak yang membutuhkan? Sejauh manakah reproduksi pada manusia berbeda dengan
hewan secara etis? Apakah jahat menggugurkan kandungan, apabila melalui deteksi
prakelahiran diketahui ada kelainan embrional, atau anak yang akan dilahirkan idiot?
Apakah ini tindakan manusiawi, melarang anak cacatan lahir atau asumsi kita ia akan
menderita? Apa tidak sebaliknya ini suatu tindakan biadab, karena kita hanya mencintai atau
mendewa-dewakan kesempurnaan dan menolak orang cacat? Jelaslah ilmu kedokteran
bukan untuk dirinya sendiri.

3. Yang berkaitan dengan ilmu ekonomi, juga dapat kita catat di sini, misal apakah masalah
bioteknologi benar-benar bermotifkan pengembangan ilmu dan teknologi saja? Apakah
masalah bioteknologi boleh dipakai demi kepentingan atau keuntungan ekonomi/profit bagi
pihak pembuat atau pemberi jasa? apakah etis jika mendirikan bank sperma , menyewakan
rahim hanya untuk mencari keuntungan keuntungan ekonomi?
Disinilah kita berhadapan dengan ilmu lainnya, yang tentu saja tidak dapat kita abaikan. Ini
belum kita bicarakan mengenai ekses kultural dan sosialnya yang terjadi pada masyarakat
kita. Oleh sebab itu etis, ekonomis, sosial atau kultural yang muncul?

Motif Yang Melahirkan Bioetika

Bioetika lahir karena dorongan untuk menjawab masalah-masalah etis yang muncul
akibat perkembangan ilmu pengetahuan khususnya biologi dan kedokteran. ilmu pengetahuan

113
dan teknologi merupakan salah satu prestasi yang terbesar yang dihasilkan manusia sepanjang
sejarah.

Penemuan atau prestasi manusia ini bersifat ambigu, dua sisi. Dipihak lain penemuan
atau medis menjawab atau memecahkan problem -problem hidup manusia. Dipihak lain
penemuan atau prestasi itu menimbulkan problem-problem baru. Manusia berhasil menemukan
cara bagi pasangan yang tidak dapat memiliki keturunan hanya melalui hubungan seksual alami,
namun bersamaan dengan itu ada ekses lain yang muncul. Manusia membangun bank sperma
untuk tindakan-tindakan preventif, bagi mereka yang vasektomi atau siap-siap bila suatu saat
mengalami cacat pada alat reproduksinya. Namun, ini pun menimbulkan ekses yaitu meluaskan
kaum lesbian untuk tetap hidup sebagaimana ia ada, dan meminta sperma dari bank tersebut.

Kemajuan-kemajuan teknologi membutuhkan eksperimen-eksperimen. Namun, apakah


batasan-batasan etis untuk eksperimen semacam itu? Sampai di mana hak hak manusia yang
terlibat dalam eksperimen semacam itu? Sampai di mana hak-hak manusia yang terlibat dalam
eksperimen tersebut harus dilindungi ? Apakah dokter-dokter yang melakukan eksperimen kebal
dari hukum? Marilah kita lihat beberapa contoh di bawah ini, antara lain:
1. Dr. A. Ammann dari University of California mencangkokkan kelenjar thymus dari fetus
manusia ke tubuh dua orang anak-anak. Kedua donor manusia itu dibunuh.
2. Dr. R. Goodlin dari Stanford University of California mengiris dan membuka kerangka
tulang rusuk dari fetus manusia yang masih hidup (fetus : bayi yang baru dilahirkan)
untuk mengamati gerakan jantungnya. Ginjal ginjal bayi yang digugurkan tersebut
dipakai untuk studi kelaian ginjal di Dalhouse University Donor dibunuh.
3. Dr. Laphom dan Marksbery melaporkan, bahwa mereka mengambil otak fetus manusia
dan membiarkannya hidup selama lima bulan di tempat tertentu. Donornya dibunuh.
4. Dr. Peter Adam dalam percobaannya di university of Helsinki,, Finlandia memakai bayi-
bayi yang berumur 12-20 minggu yang dilahirkan dalam keadaan sehat dan masih hidup
melalui histerotami. Kemudian kepala mereka dipotong dan ditempatkan pada suatu
mesin yang memompakan beberapaa zat kimia melalui sirkulasi otak dari kepala-kepala
yang terpotong itu
5. Bayi umur 6 bulan yang digugurkan diambil pelirnya untuk dicangkokan pada seorang
laki laki Lebanon berumur 28 tahun yang tidak mampu melakukan kegiatan seksualnya
secara aktif. Operasi itu berhasil, namun bayi itu mati.

114
Bioetika memang bukan suatu ilmu yang baru, tapi usaha untuk melibatkan perbagai ilmu
dalam merefleksikan problem-problem baru. Bioetika membuka dialog antara berbagai disiplin,
karena problem-problem yang dihadapi menyangkut kita semua.
Bioetika mempunyai tujuan yang luas sekali, yaitu mau melibatkan semua golongan dan
aliran pemikiran yang terdapat dalam masyarakat. Bioetika tidak terikat dengan satu agama
tertentu. Namun, ia juga mengakui peranan penting agama dalam membentuk pandangan-
pandangan etis. Agama tentu harus menjadi sumber utama untuk menghasilkan pertimbangan
dan re-valuasi nilai-nilai. Agama apabila hanya mempertahankan ajaran- ajaran
tradisionalnya, sebab ajaran -ajaran itu hidup pada konteks sendiri, pasti akan ditinggalkan
banyak orang. Usaha re- evaluasi nilai-nilai memang sangat diperlukan. Sejauh manakah
batasan sesuatu tindakan dapat disebut berzinah? Sejauh manakah definisi kematian? Sejauh
manakah definisi membunuh? Semua ini dilakukan bukan sekedar memberi landasan etis
theologis bagi eksperimen -eksperimen medis, juga bukan usaha menolaknya, melainkan untuk
memberi visi dan inspirasi, sehingga eksperimen itu tepat mengenai arah dan hormat atas harkat
manusia. Begitu juga memberi perlindungan atas hak hidup objek eksperimen, dan memberi
pagar atas kebebasan para ilmuwan yang seringkali sulit terkontrol.
Marilah kita melihat permasalahan etis yang berkaitan dengan bioteknologi, yaitu:

A. Pertanyaan pertanyaan etis di sekitar Inseminasi Buatan


Di bagian pertama kita telah sedikit mempelajari masalah inseminasi buatan. Pada
bagian ini kita hanya akan membahas permasalahan etis yang muncul, yaitu:
1. Inseminasi berarti memisahkan tindakan prokreasi (reproduksi) dari kesatuan cinta,
Seolah - olah hadirnya anak tidak tergantung dari tindakan prokreasi dan kesatuan cinta
pasangan nikah itu. Apakah persetubuhan hanya satu satunya norma untuk mendapatkan
anak? Sejauh mana inseminasi buatan berarti juga kebebasan pasangan lesbian yang
terkontrol?
2. Apakah dibenarkan tindakan masturbasi untuk memperoleh sperma. Jika boleh, batasan
batasannya sehingga seseorang dapat melakukan tanpa perasaan takut berdosa?
3. Inseminasi buatan memberi kesempatan bagi kaum homoseksual dan lesbian untuk
mempunyai anak tanpa pernikahan secara heteroseksual. Sejauh manakah norma-norma
masyarakat melegitimasi adanya homoseksual dan lesbianisme? Seandainya semua
proses inseminasi buat mudah diperoleh, apa dampak bagi kehidupaan homoseksual dan
lesbian serta masyarakat heteroseksual?
4. Dengan inseminasi buatan, si isteri bisa mendapat sperma dari donor, atau sebaliknya
115
suami dapat sel telur donor. Sekalipun kedua pihak telah menyetujui untuk menerima
sperma atau sel telur donor, sejauh manakah tindakan itu dapat disebut perzinahan atau
bukan perzinahan?
Melihat pertanyaan pertanyaan ini secara sepintas, jelaslah etika konvensional dan
etika trandisional belum mampu menjawab permasalahan tersebut. Oleh sebab itu bioetika
mempelajari masalah ini, bukan semata-mata mendasarkan dirinya pada dogma atau ajaran
yang sempit, tetapi terbuka atas hasil studi ilmu lainnya, seperti hukum, psikologi maupun
sosiologi. Tentu jawaban bukan sekedar hitam atau putih, tetapi melihat kasus-kasus etisnya,
untuk memberi legitimasi, sejauhmana inseminasi buatan diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan.

B. Pertanyaan-pertanyaan etis di sekitar fertilisasi in vitro

Fertilisasi in vitro atau bayi tabung memecahkan masalah atas pasangan yang tidak
dapat mendapatkan keturunan karena berbagai sebab. Namun perlu juga dipertanyakan
beberapa pertanyaan etis di sekitar fertilisasi in vitro, yaitu:
1. Apakah pembuahan eksternal diperkenankan dari perspektif theologis tentang hakikat
pernikahan dan menjadi satu daging? Apakah fertilisasi ini vitro sekali untuk
mendapatkan anak sudah dapat dikatakan memenuhi hakikat pernikahan, dan bagaimana
selama ini relasi seksual yang pasangan itu lakukan? Apakah agama sudah
mempunyai dogma tentang pembuahan eksternal yang diperbolehkan dan yang tidak
diperbolehkan?
2. Pertanyaan kedua ialah, bagaimana dengan telur-telur yang telah dibuahi dibiarkan mati
atau mubazir? Apakah embrio itu belum dianggap makhluk hidup? Siapa yang
menentukan embrio mana yang harus mati dan yang harus hidup, Tuhan atau manusia?
Kalau embrio yang satu diizinkan untuk hidup dan yang lain dibuang, apa kriterianya,
dan apakah orang tua embrio tersebut berhak memilihnya?
3. Penyewaan rahim (womb leasing) juga ada karena teknik fertilisasi in vitro ada.
Sejauhmana dibenarkan penyewaan rahim untuk berbagai motif mendapatkan anak, entak
karenaa rahim isteri cacat, entah karena menolak hubungan secara heteroseksual atau
tujuan tujuan ekonomis? Dengan penyewaan rahim, ibu yang mengandung embrio itu
sudah memandang anak yang dikandung sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain. Ibu
tersebut memutuskan hubungan batin dengan anak yang yaitu dengan kontrak, bahwa

116
bayi itu bukan anaknya, dan setelah melahirkan ibu harus pisah.
4. Masalah etis lain yang muncul ialah, anak seakan-akan sebuah objek dan bukan sebagai
individu yang mempunyai hak hidup dan keamanan atas dirinya. Mati hidupnya embrio,
tidak ditentukan dari seleksi alam melainkan dari manusia yang menangani embrio itu.
Dalam hubungan seksual yang alami, sel sperma yang kuat atau yang berhasil membuahi
sel telur pertama kalilah berhak hidup. Namun dalam fertilisasi in vitro, hai ini ditentukan
oleh dokter.
Jelaslah, di sisi satu fertilisasi in vitro sangat menolong bagi wanita yang cacat pada
tuba fallopiannya atau rahimnya tidak mampu membesarkan embrio. Pasangan yang secara
alami dinyatakan tidak dapat menghasilkan keturunan, dengan fertilisasi in vitro menjadi
mungkin untuk memiliki anak. Di sisi lain memang menimbulkan masalah etis yang rumit,
misalkan saja wanita dapat menyangkali kodratnya untuk melahirkan atau takut terganggu
kariernya. Sekalipun ia sendiri tidak melahirkan, namun ia bisa punya anak dari bibit dia dan
suaminya, melalui rahim kontrak.

C. Pertanyaan-pertanyaan etis di sekitar Bank Sperma

Sekalipun tujuan awal pendirian bank sperma ialah untuk menolong pasangan-
pasangan yang ingin mendapatkan gen selektif, karena berbagai sebab pasangan itu tidak
dapat memiliki anak; namun dikemudian hari berkembang menjadi usaha-usaha preventif.
Isteri mungkin saja mendapatkan keturunan dari suaminya yang sudah bertahun-tahun
(inseminasi port mortem), tidak perlu dengan pasangan yang masih hidup yang penting ialah
adakah bibit sperma suami di bank atau tidak. Oleh sebab itu muncul beberapa pertanyaan
etis di sekitar bank sperma, antara lain:
1. Apakah manusiawi seseorang yang akan hadir, padahal jelas ia sudah tidak mempunyai
bapak? Kita mungkin tidak meragukan cinta isteri pada suaminya, namun apakah
manusiawi melahirkan anak yang sudah jelas menjadi yatim? Inseminasi post mortem
juga menyangkut soal status hukum anak itu, apakah anak itu diakui oleh undang-
undang?
2. Seorang lesbian akan dapat mempunyai anak selektif tanpa harus meninggalkan
pasangan seksualnya atau harus menikah bila ia ingin punya anak.Lalu, bagaimana
status hukum anak yang dilahirkan dengan inseminasi buatan ini dan meminta sperma
donor dari bank? Dengan adanya bank sperma, apakah tekhologi masyarakat yang
memuja lesbianisme atau homoseksualisme dapat di atasi.

117
3. Sejauhmanakah undang-undang dapat mencegah praktek-praktek jual beli jasa atau
komersialisasi sperma? Bagaimana undang- undang dapat mengantisipasi praktek-
praktek ekstra marital atau perdagangan bayi? Apakah undang- undang sudah siap
dengan komersialisasi rahim untuk menjadi mesin produksi anak dan dijadikan barang
dagangan yang menguntungkan?

Dapat kita catat, bahwa prestasi manusia menerapkan teknologi di bidang kehidupan,
menyelesaikan masalah-masalah urgen yaitu memberi keturunan bagi pasangan yang secara
alami tidak mungkin memperolehnya. Namun, dengan adanya bank-bank sperma,
kepentingaan-kepentingan militer seringkali mengabaikan hak hidup dan kebahagiaan orang
hilang. Sebelum ada bank sperma, prajurit yang baru menjalankan pernikahan, diberi
dispensasi untuk tidak maju ke medan perang. Kini, persoalan itu seolah olah dapat diatasi,
karena sperma prajurit itu sudah dititipkan di bank-bank sperma. Kita lihat kasus perang Irak
dan Amerika Serikat tahun 1991, bahwa seluruh tentara Amerika menitipkan spermanya di
bank, sebagai tindakan preventif. Jika mereka mati atau cacad alat produksinya, karena
terkena radiasi atau senjata^maka ia masih memiliki kesempatan untuk mendapat keturunan.
Dilema dilema etis ini yang harus di jawab oleh agama. Oleh sebab itu agama harus
mengadakan re-evaluasi ajaran ajarannya, menyangkut eksistensi dan jasa -jasa serta fungsi
bank sperma.

D. Deteksi atau diagnosa prakelahiran

Deteksi pra kelahiran memang memberi informasi mengenai embrio yang dikandung
sang ibu. Namun, kenyataanya informasi itu tidak sekedar informasi, melainkan memaksa
ibu mau tidak mau kepada pilihan etis. Jika melalui deteksi pra kelahiran, diketahui adanya
cacad embrional atau terjadi inveksi karena penyakit, apakah sang ibu akan merasa tenang
selama kehamilan? Hal ini memaksa sang ibu pada pilihan, apakah ia harus melanjutkan
hidup janinnya atau menggugurkannya? Di sinilah etis yang muncul. Baiklah kita catat
beberapa pertanyaan etis yang muncul di sekitar deteksi pra kelahiran?

1. Informasi prakelahiran bukan hanya menyenangkan tetapi juga dapat menggelisahkan.


Bila melalui deteksi prakelahiran diperoleh kejelasan bahwa embrio itu dalam keadaan
baik, sehat dan tidak ada kelainan, tentulah sang ibu merasa tenang mengandung dan
menantikan kelahiran sang bayi. Namun, bagaimana kalau diperoleh kejelasan, bahwa

118
ada kelainan embrional atau terkena inveksi yang menyebabkan anak cacad bila
diteruskan sampai kelahiran?

Informasi prakelahiran yang menggelisahkan, cenderung membimbing ibu atau orang


tua calon bayi itu untuk mengugurkan kandungan. Apakah orang tua akan senang bila
melalui deteksi prakelahiran, diketahui anak yang akan lahir akan imbisi/idiot?
Tindakan pengguguran sangat dimungkinkan dengan adanya deteksi prakelahiran.

2. Apakah dibenarkan menggugurkan calon bayi secara terencana setelah mendengar


informasi melalui deteksi prakelahiran? Pengguguran itu bukan karena alasan medis,
bahwa kelahiran akan membahayakan ibu, tetapi karena anak yang diharapkan lahir
tidak sesuai dengan sclera orang tua;baik itu cacad embrional, imbisil atau jenis kelamin
anak tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Suatu keluarga yang sudah mempunyai
anak empat, tetapi semuanya perempuan, tentulah mengharapkan anak laki-laki. Pada
kehamilannya yang kelima, ternyata melalui deteksi prakelahiran anak itu perempuan
lagi, yang sebenarnya tidak diharapkan orang tua. Apakah dibenarkan digugurkan,
sebelum anak itu mengenai dunia? Harus kita akui secara etis, bahwa deteksi
prakelahiran menolong kita mengambil keputusan etis, misalnya kita harus
menggugurkan calon bayi yang tidak sempurna, dari pada ia menderita seumur
hidupnya dan menanggung malu,bukankan lebih baik digugurkan? Lebih berdosa mana,
membiarkan anak cacat kronis lahir di dunia, padahal kita tahu sebelumnya atau
membiarkan ia lahir dengan segala konsekuensi logisnya?

3. Kalau melalui diteksi prakelahiran mendorong kita melakukan pengguguran karena


embrio mengalami kelainan atau cacad; apakah manusia yang harus lahir harus selalu
manusia sempurna saja? Bagaimana mengenai kehendak Allah, supaya kemulian Allah
dinyatakan melalui orang buta? Apakah deteksi prakelahiran dapat menguatkan
pemujaan atau pendewaan pada kesempurnaan manusia? Sejauh mana anak-anak cacat
memiliki hak hidup? Sejauhmana diagnosa prakelahiran dapat mencegah pelanggaran
hak hidup anak-anak dalam kandungan? Sejauhmana dokter melalui diagnosa
prakelahiran dapat menjaga hak hidup anak yang akan dilahirkan?

4. Permasalahan etis keempat yang muncul, ialah bagaimana dengan fakta, bahwa ada
orang-orang penderita cacad kronis dari kecil yang hidup bahagia bersama keluarganya?

119
Apakah pemujaan atau pendewaan kepada kesempurnaan manusia mampu
menerangkan fakta ini? Apakah Tuhan hanya mencintai orang-orang yang sempurna
saja dan membenci mereka yang cacat? Apakah anak cacat yang akan lahir itu, lahir
atas kehendaknya sendiri, Kalau tidak, mengapa harus dibunuh oleh orang tuanya yang
menghendaki ia lahir?

5. Masalah etis kelima yang muncul,ialah apakah deteksi prakelahiran justru dapat
memperkokoh prinsip cinta kasih perkawinan yang tanpa syarat atau justru sebaliknya?
Apakah cinta-kasih pasangan itu dengan anaknya hanya terjadi, bila si anak memenuhi
syarat tertentu, misalnya saja sempurna dan tidak cacad?

E. Pertanyaan-pertanyaan etis di sekitar rahim kontrak (womb leasing) dan ibu pengganti
(substitute mother)

Dengan berbagai alasan atau sebab rahim kontrak dan ibu pengganti menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan etis yang harus dijawab. Kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan
etis, misalnya:

1. Keibuan pengganti mengimplikasikan kehamilan, hubungan hormonal dan psikologis


yang intensif dengan embrio selama sembilan bulan lebih daripada sekedar simbiosis
rahim yang tidak dapat disepelekan begitu saja. Relasi psikologis dan hormonal ini
sangat bermakna bagi kehidupan calon bayi itu. Jadinya seorang anak tidak cukup
pembuahan sel telur isteri oleh sel sperma suami, tetapi meliputi keseluruhan dengan
sistem hidup yang kompleks. Telah kita sebut di atas bahwa kehamilan, hubungan
hormonal dan psikologis yang intensif jauh lebih bermakna dan membentuk diri sang
bayi itu. Apakah etis bagi perempuan yang sebenarnya dapat mengandung, tetapi karena
takut sakit, demi karier atau kelainan seksual menyerahkan embrionya ke rahim
kontrak?

2. Sejauhmana motif sebagai ibu pengganti/rahim kontrak itu murni (keluhuran hati) dan
tidak sekedar mencari kenikmatan fisik saja atau kepentingan ekonomis? Memang ada
perempuan yang dengan tulus hati bersedia rahimnya dikontrak demi pasangan yang
tidak bisa membesarkan embrionya di rahimnya sendiri. Bagaimana dengan
"perkumpulan bangau" (perkumpulan wanita di Peralncis) menyediakan dirinya dibuahi
oleh laki- laki yang punya anak tanpa nikah, asalkan wanita itu senang atau si laki laki
sanggup membayarnya? Apakah penyediaan rahim kontrak atau ibu pengganti seperti

120
ini etis? Sejauhmana dosa atau pengertian zinah di mengerti oleh mereka? Bagaimana
dampak bagi kehidupan lembaga pernikahan, sebagai lembaga sosial? Mengapa ada
kecenderungan manusia takut hidup bersama dalam perkawinan? Apakah ada undang-
undang yang mengatur mengenai boleh tidaknya seseorang mengontrakkan rahimnya
atau sebaliknya menyewa rahim orang?

3. Dalam proses kehamilan, sang calon bayi mempunyai hubungan hormonal dan
psikologis secara intensif dengan perempuan yang mengandungkannya. Dalam proses
rahim kontrak atau ibu pengganti, sang ibu pengganti sebelumnya telah memutuskan
untuk mematahkan rantai yang menghubungkan ia dengan anak yang ia kandung. Hal
ini dilakukan bukan dengan relasi batin atau cinta kasih dengan embrio yang
dikandungnya, melainkan relasi kontrak. Anak yang dikandung itu menjadi alat bagi
sang ibu untuk mencapai tujuan -tujuan tertentu (entah ekonomi, kenikmatan atau
kepuasan diri) dan bukan untuk sang anak itu sendiri. Kalau dalam proses kehamilaan
itu sang ibu pengganti sudah memutuskan rasa cinta kasihnya, bagaimanakah
pertumbuhan kejiwaan anak itu?

4. Apakah manusiawi bila sang ibu pengganti/rahim kontrak itu mengandung anak yang
anonim, tanpa nama, tanpa wajah, tanpa kata-kata yang harus dibisikkan kepadanya di
dalam perut? Anak yang dinanti- nantikan kelahirannya oleh pasangan suami -isteri,
tentu tidak anonim, tetapi orang tuanya telah membisikkan nama padanya laki- laki atau
perempuan. Ia juga bukannya calon bayi yang kesepian dalam kandungan, tetapi penuh
bisikan cinta kasih dan belaian tangan orang tua. Apakah etis, manusia hanya
dikondisikan sebagai alat produksi dan benda produksi (anak)? Keibuan pengganti
mereduksi kehamilan sampai pada fungsi produksi belaka, fabrikasi dan menghilangkan
nilai simbolik apapun yang ada dalam kehamilan itu. Bioetika sebagai cabang dari
sistem ilmu etika tentu tidak buta, menolak adanya rahim kontrak, tetapi juga tidak acuh
dengan adanya rahim kontrak. Bioetika mempersoalkan sejauhmana anak yang
dikandung itu dimengerti sebagai persona (pribadi) dan bukan sekedar objek produksi (a
thing). Apakah etis ibu pengganti yang mengandung, sekalipun embrio bukan berasal
dari dirinya, tidak berhak memberi nama dan cinta kasih, karena adanya perjanjian
kontrak?

5. Persoalan etis lain yang muncul ialah, bagaimana bila ibu pengganti/pemilik rahim
kontrak yang mengandung anak itu tidak mau menyerahkan anaknya kepada pasangan

121
yang mengontraknya? Bisa juga sebaliknya, bagaimana nasib anak itu, bila pasangan
yang mengontrak rahim itu, mengubah pikirannya dan tidak mau menerima anak itu?
Apakah etis membiarkan anak hidup dalam kondisi seperti itu?

6. Adanya rahim kontrak dan ibu pengganti juga menimbulkan masalah etis, yaitu apakah
tidak memberi kesempatan pada perilaku homoseksual yang kronis, sebab seseorang
homoseksual dapat saja mempunyai anak tanpa harus menikah secara heteroseksual?

F. Masalah- masalah etis di sekitar transplantasi organ tubuh

Pengcangkokan organ tubuh memang kabar yang memggembirakan, sebab dapat


menyelamatkan orang yang menderita kelainan atau penyakit organ tubuh yang kronis. Di
sisi lain juga menimbulkan permasalahan etis, misanya bagaimana kita harus menyebut
orang yang memakai organ tubuh orang lain tetap sebagai pribadi yang sama seperti
sebelumnya? Orang yang menerima transplantasi jantung dari babbon (kera besar), apakah
masih dapat disebut manusia, sekalipun kita tahu ia mati? Oleh sebab itu marilah kita
pelajari pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul di sekitar transplantasi organ tubuh
manusia yaitu:
1. Yang pertama menyangkut hak donor hidup untuk memberikan organ tubuhnya. Dalam
kasus mengambil organ tubuh ada persetujuan mengenai penentuan waktu kematian dan
tentu kebutuhan mengenai perhatian istimewa atas konsekuensi psikologis hubungan
organik yang ada antara donor dan reseptor. Merupakan bukti yang nyata bahwa
kebutuhan organ tubuh untuk dicangkokkan bersamaan waktunya dengan kematian
orang lain. Organ tubuh yang akan dicangkokkan tidak bisa berasal dari orang yang
matinya sudah lama. Apakah etis menentukan kematian donor, sekalipun dengan
pertimbangan medis yang matang, dan menentukan reseptor berhak menerima organ
tubuh itu? Bagaimana hubungan psikologis antara donor dan reseptor, ketika donor
memang disiapkan untuk mati dan reseptor disiapkan untuk menerima kehidupan baru?
2. Masalah etis yang kedua, berkaitan dengan penentuan kematian dan donor, ialah apa
definisi kematian? Siapa yang berhak menentukan, kapan seseorang dianggap mati?
Memang secara tradisional, kematian didefinisikan sebagai berhentinya pernafasan dan
denyut jantung spontan secara permanen. Namun di dunia kedokteran, definisi ini
berkembang. Kita diperkenalkan dengan apa yang disebut dengan kematian klinis
(clinical death), kematian otak (brain death), kematian biologis (biological death) dan
kematian sel (cellular death). Para ahli medis memberikan tiga kriteria untuk

122
menentukan kapan kematian itu terjadi, yaitu:

a. Kriteria tes otak.


Bila EEG (monitor untuk meneliti aktivitas otak) adalah datar, ini menyatakan
bahwa grafik menunjukkan tidak adanya gelombang pemikiran. Alat ini dipakai
sebagai indikator yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa pasien itu sudah
meninggal.

b. Dengan memakai EEG dan tes lainnya.


Bila tidak ada reaksi atau tanggapan, tidak ada gerakan atau pernafasan, tidak ada
gerak refleks dan EEG nya datar. Orang ini dinyatakan meninggal bila tes yang
sama diulang setelah 24 jam dan menunjukkan hasil sama.

c. Kriteria tradisional
Kematian tidak ditentukan hanya dengan hilangnya fungsi otak, tetapi hilangnya
fungsi keseluruhan dari semua anggota tubuh dan sistem.
3. Apakah manusiawi, manusia yang dengan keterbatasan dan kelemahannya
dipertahankan hidup dengan kecanggihan teknologis, hanya karena ia bisa
membayarnya? Kalau si pasien memang tipis kemungkinan untuk hidup lama, apakah
manusiawi dipertahankan hidupnya dengan jalan cangkok organ tubuh, padahal si
pasien tidak tahan menderita lebih lanjut?
4. Apakah manusia yang menerima cangkok jantung babbon (simpanze) atau menerima
donor darah sapi, dapat tetap dipahami sebagai manusia yang utuh? Bagaimana etika
mampu menjawab permasalahan ini, sebab dunia militer telah maju lebih pesat dengan
membuat donor darah dari sapi dalam penyediaan darah pada peperangan? Apakah
manusia yang menerima donor darah dari sapi dapat dikatakan sebagai manusia sejati?
Memang dalam perang membutuhkan persediaan darah yang banyak. Kebutuhan inilah
yang menjadi ide ditemukannya darah untuk dipakai/diberikan kepada manusia.

G. Masalah- masalah etis di sekitar ganti kelamin

Kita harus mengakui, bahwa masyarakat masih sinis kepada mereka yang disebut
wadam atau banci. Oleh sebab itu, seringkali seorang wadam malu mengakui hakikat
dirinya. Operasi ganti kelamin adalah cara mengatasi rasa minder yang ada pada diri seorang

123
wadam. Marilah kita lihat beberapa persoalan etis yang muncul di sekitar operasi ganti
kelamin, yaitu:
1. Apakah manusiawi seseorang yang mengalami kelainan kromosom dan hormon (faktor
x) harus mengingkari hakikat dirinya dan menjadi orang lain dengan jalan operasi ganti
kelamin?
2. Apakah jenis kelamin manusia hanya laki-laki dan perempuan? Bagaimana dengan jenis
kelamin wadam yang belum diketahui pada zaman Alkitab? Kalau kita ambil satu
analogi, mungkin dunia lebah, semut atau laba-laba memberi gambaran kepada kita,
bahwa ada makhluk hidup berjenis kelamin banci (netral). Apakah etis orang yang
berjenis kelamin netral yang harus operasi atau persepsi masyarakat yang harus diubah?

124
REFERENSI

___________; Alkitab, Jakarta :LAI. 2008


Abineno, J.L,Ch., Melayani dan beribadah dalam dunia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, tanpa
tahun;
Abineno, J.L,Ch.,Pokok-Pokok Penting dalam Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988
Brownlee Malcolm., Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1989;
Bertens.K .Dr.,Bioetika . Jakarta; Gramedia, 1990);
Bone, Bioteknologi dan Bioetika.Yogyakarta; Kanisius, 1988)
Daniel Rumondor., MTh; Jangan Membunuh.Yogyakarta; Andi Offset, 1988.
D. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 19.
__________,Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jl.I.Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 2008
G.C. van Niftrik dan B.J. Boland dalam Dogmatika Masa Kini, BPK, Jakarta tahun 1978.
Hadiwijono Harun .Agama Hindu dan Buddha. Jakarta, BPK Gunung Mulia,
Honig A.G. Jr., Ilmu Agama,Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1987.
Nasution H., Islam ditinjau dari berbagai aspeknya,Jakarta. UI-Press,1985
H. Baarlink, H. Ridderbos, Pemberitaan Yesus menurut Injil 2 Sinoptis
Hadiwijono Harun., Sari Filsafat India, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1988
Hunter A.M., Yesus, Tuhan dan Juru Selamat.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976.
Soebrandi H dan Harsojo, Pengantar Sejarah dan ajaran-ajaran Islam. Jakarta Bina Cipta 1983.
Verkuyl J., Etika Kristen dan Kebudayaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979.
Verkuyl J., Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
__________;Kerajaan yang Terselubung, ulasan atas Injil Markus BPK GM 1991
Soedarmo, R,.Ikhtisar Dogmatika. Jakarta : BPK. Gunung Mulia,2000
…………….., Etika Kesehatan. Jakarta : BPK. Gunung Mulia. 2000

125
UNTUK KALANGAN SENDIRI

PEDOMAN MATA KULIAH


PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN UNTUK PERGURUAN
TINGGI

D
I
K
T
A
T

OLEH
DRS. R. BOANG MANALU,M. Th

126
Daftar isi

Daftar Isi Hal

Kata Pengantar …………………………………………………………………….. ii


Daftar isi …………………………………………………………………………… iv

BAB. I AGAMA ……………………………………………………………… 1

A. Pendahuluan ………………………………………………………… 1
B. Latar Belakang ……………………………………………………… 2
C. Pengertian Agama ………………………………………………………… 3
D. Definisi Agama ………………………………………………………… 4
E. Agama-Agama Suku ……………………………………………… 5
F. Ciri-Ciri Umum Agama ..…………………………………………….. 6
G. Agama Berdasarkan Car …………………………………………………. 7
H. Agama di Indonesia ………………………………………………… 8
I. Agama-Agama di Dunia ………………………………………………… 9

BAB II KESELAMATAN MENURUT AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTEN 10

A. Ajaran Tentang Kelepasan Dalam Agama Hindu …………………….. 11


B. Ajaran Tentang Kelepasan dalam Agama Budha ……………………… 14
C. Ajaran Tentang Kebahagiaan Dalam Agama Islam .,,,,,………………… 20

BAB III KESELAMATAN DALAM ALKITAB ,.………………….. 21

A. Pemahaman Dasar Keselamatan dalam Perjanjian Lama …………….. 25


B. Pemahaman Dasar Keselamatanm dalam Perjanjian Baru ……………. 28
C. Pembenaran .,…..………………………………………………………… 36
D. Pendamaian (Istilah Yunani “katallage”) ………………………………… 39
E. Kesimpulan Pembahasan … …………………………………………… 42

127
BAB IV KESELAMATAN DALAM YESUS KRISTUS …………………. 46

A. Keselamatan hanya dalam Yesus Kristus ……………………………. 47


B. Yesus Kristus dan Kerajaan Allah ……………………………………… 49
C. Yesus Kristus adalah Firman yang Menyelamatkan …………………….. 56
D. Yesus Kristus Juru Selamat ………………………………………….. 65

BAB V ETIKA SOSIAL ……………………………………………………… 68

A. Pendahuluan ………………………………………………………………… 68
B. Apek-Aspek Etika Sosial ………………………………………………. 70
C. Berbagai Sikap Negatif dan Passif ……………………………………. 75
D. Gereja dan Permasalah Sosial … ………………………………… 84

BAB VI MERENCANAKAN KELUARGA ……………………………… 93

A. Perencanaan Keluarga ….……………………………………..……… 93


B. Fungsi Keluarga .....…..…………………………………………….. .. 95
C. Perkawinan . ………………………………………………………… 98
1. Tujuan Perkawinan …………………………………………………. 98
2. Persiapan Perkawinan …………………………………………. 101
3. Kesehatan Calon Pengantin ………………………………….. 102

BAB VII. BIOTEKNOLONGI PENGERTIAN DAN OBJEK STUDYNYA …. 103

A. Pendahuluan …...…………………………………………………….. 104


B. Inseminasi Buatan ….………………………………………………. 105
C. Fertilisasi in Vitro ( Bayi Tabung) ……………………………………. 106
D. Bank Sperma ………………………………………………………….. . 107
E. Deteksi Pra Kelahiran ………………………………………………… 108
F. Ibu Pengganti ( Substitute Mother) dan Rahim Kontrak ( Womb Leasing) .. 109
G. Tranpalantasi Organ ( Pencangkokan ………………………………… 110
I. Ganti KelamiN ………………………………………………………… 111
J. Rekayasa Genetika ……………………………………………………… 111
128
MASALAH BIOTEKNOLOGI , PENGERTIAN DAN OBJEK STUDYNYA.. 115

A. Pertanyaan pertanyaan etis di sekitar Inseminasi Buatan ……………….115

B. Pertanyaan-pertanyaan etis di sekitar fertilisasi in vitro ……………… 116

C. Pertanyaan-pertanyaan etis di sekitar Bank Sperma …………………….. 117

D. Deteksi atau diagnosa prakelahiran ……………………………………. 118

E. Pertanyaan-pertanyaan etis di sekitar rahim kontrak (womb leasing)

dan ibu pengganti (substitute mother) ………………………….. 120

F. Masalah- masalah etis di sekitar transplantasi organ tubuh ……………… 122

G. Masalah- masalah etis di sekitar ganti kelamin …………………… 123

Daftar Refrensi ……………………………………………………………. 128

129

Anda mungkin juga menyukai