Anda di halaman 1dari 11

Makalah

Pelajaran agama islam

Fajar mohamad ikbal


Nim:2222010559
Kelas: administrasi publik pagi A
Sekolah tinggi ilmu administrasi
Bagasasi bandung
1. Agama

Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan

kepada Tuhan (atau sejenisnya) serta tata kaidah yang berhubungan dengan adat istiadat,

dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan,

pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh adat istiadat daerah setempat. Pada zaman

sejarah adat menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama. Sementara agama

susah untuk didefinisikan, sebuah model standar dari agama, digunakan dalam

perkuliahan religious studies, diajukan oleh Clifford Geertz, yang dengan sederhana

menyebutnya sebagai sebuah "sistem kultural Sebuah kritikan untuk model Geertz

oleh Talal Asad mengategorikan agama sebagai "sebuah kategori antropologikal Banyak

agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan

makna, tujuan hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka

tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum adat,

atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di

dunia.

Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan,

mendefinisikan tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat

suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau

pemujaan terhadap tuhan, dewa atau dewi,

pengorbanan, festival, pesta, trans, inisiasi, cara

penguburan, pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, atau aspek lain dari kebudayaan

manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.


Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem

kepercayaan, atau kadang-kadang mengatur tugas. Namun, menurut ahli sosiologi Émile

Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi karena merupakan "sesuatu yang nyata

sosial" Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu

yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah

jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi

diri sebagai beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan

penurunan 9% pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, perempuan lebih religius

daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-

prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama

mereka mengikuti cara tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.

Menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) agama adalah pengatur (sistem)

yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan keyakinan serta pengabdian kepada Sang

Pencipta Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia

dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa

Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "Cara Hidup".Kata lain untuk menyatakan konsep

ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-

ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat

dirinya kepada Tuhan.

• Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam

bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan

Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan"


(kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti "ketekunan").Max

Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan

India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini

dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut

sebagai "hukum".

Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi

mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak

memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata

Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh

Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui

kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa

antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian

menjadi sumber independen dari kekuasaan. Tidak ada kata yang setara dan tepat dari

"agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara

identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah "halakha",

kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum",yang memandu praktik keagamaan dan

keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari. Penggunaan istilah-istilah lain, seperti

ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata.

A. Definisi agama

Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan menyeluruh.

Definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan

kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu.

Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia.
Untuk itu, terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama, perlu dicari titik

persamaannya dan titik perbedaannya.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan

keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya.

Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber

yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri.

Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-

Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-

lain.

Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan

dengan cara menghambakan diri, yaitu menerima segala kepastian yang menimpa diri dan

sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan; dan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum,

dan lain-lain yang diyakini berasal dari Tuhan.

Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam

pengertian agama terdapat tiga unsur, yaitu manusia, penghambaan, dan Tuhan. Maka

suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat

disebut agama.

Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup, yakni bahwa

seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana

kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan

oleh aturan/tata cara agama.


B. Definisi menurut beberapa ahli

• Di Indonesia, istilah agama digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui

resmi oleh negara, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budhisme,

dan Khonghuchu. Sedangkan semua sistem keyakinan yang tidak atau belum

diakui secara resmi disebut “religi”

• Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan

manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan

manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan

lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan

yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau

masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang

dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para penganutnya, agama

berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi

manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena

itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada

dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong

serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk

tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.

C. Jenis agama

Beberapa ahli mengklasifikasikan agama baik sebagai agama universal yang mencari

penerimaan di seluruh dunia dan secara aktif mencari anggota baru, atau agama etnis yang

diidentifikasi dengan kelompok etnis tertentu dan tidak mencari orang baru untuk bertobat
pada agamanya. Yang lain-lain menolak perbedaan, menunjukkan bahwa semua praktik

agama, apa pun asal filosofis mereka, adalah etnis karena mereka berasal dari suatu budaya

tertentu. Pada abad ke-19 dan ke-20, praktik akademik perbandingan agama membagi

keyakinan agama ke dalam kategori yang didefinisikan secara filosofis disebut "agama-

agama dunia". Namun, beberapa sarjana baru-baru ini telah menyatakan bahwa tidak

semua jenis agama yang harus dipisahkan oleh filosofi yang saling eksklusif, dan

selanjutnya bahwa kegunaan menganggap praktik ke filsafat tertentu, atau bahkan

menyebut praktik keagamaan tertentu, ketimbang budaya, politik, atau sosial di alam, yang

terbatas. Keadaan saat studi psikologis tentang sifat religiusitas menunjukkan bahwa lebih

baik untuk merujuk kepada agama sebagai sebagian besar fenomena invarian yang harus

dibedakan dari norma-norma budaya (yaitu "agama").

Beberapa akademisi mempelajari subjek telah membagi agama menjadi tiga kategori:

• agama-agama dunia, sebuah istilah yang mengacu pada yang transkultural, agama
internasional;
• agama pribumi, yang mengacu pada yang lebih kecil, budaya-tertentu atau
kelompok agama-negara tertentu, dan
• gerakan-gerakan keagamaan baru, yang mengacu pada agama baru ini

dikembangkan.

D. Kerja sama antaraagama

Karena agama tetap diakui dalam pemikiran Barat sebagai dorongan universal,

banyak praktisi agama bertujuan untuk bersatu dalam dialog antaragama, kerja sama, dan

perdamaian agama. Dialog utama yang pertama adalah Parlemen Agama-agama Dunia

pada 1893 Chicago World Fair, yang tetap penting bahkan saat ini baik dalam menegaskan

"nilai-nilai universal" dan pengakuan keanekaragaman praktik antar budaya yang berbeda.

Abad ke-20 terutama telah bermanfaat dalam penggunaan dialog antar agama sebagai cara
untuk memecahkan konflik etnis, politik, atau bahkan agama, dengan rekonsiliasi Kristen-

Yahudi mewakili reverse lengkap dalam sikap banyak komunitas Yesus terhadap orang

Yahudi.

Inisiatif antaragama terbaru termasuk "A Common Word", diluncurkan pada tahun

2007 dan difokuskan pada membawa para pemimpin Muslim dan Kristen bersama-sama

bersatu yang "C1 World Dialogue" yang "Common Ground" inisiatif antara Islam dan

Buddhismedan PBB disponsori "World Interfaith Harmony Week".

E. Cara beragama

Berdasarkan cara beragamanya:

1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara

beragama nenek moyang, leluhur, atau orang-orang dari angkatan sebelumnya.

Pemeluk cara agama tradisional pada umumnya kuat dalam beragama, sulit

menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan, dan tidak berminat

bertukar agama.

2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di

lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara

beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada

umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika

berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya.

Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain
agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan

tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan tampak dalam lingkungan

masyarakatnya.

3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu

mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan

pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang

beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.

4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati

(perasaan) di bawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan

menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah).

Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu

agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari

Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan,

mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.

F. Unsur unsur

Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:

• Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan

lagi
• Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.

• Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan-Nya, dan

hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama

• Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami

oleh penganut-penganut secara pribadi.

• Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama

G. Fungsi

• Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok

• Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan, makhlukh hidup, dan serta

hubungan manusia dengan manusia.

• Merupakan tuntunan tentang prinsip benar atau salah

• Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan

• Pedoman perasaan keyakinan

• Pedoman dalam membentuk nilai-nilai kehidupan

• Pengungkapan estetika (keindahan)

• Pedoman rekreasi dan hiburan

• Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

2. Agama di Indonesia

Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu:

agama Islam, Kristen (Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha , dan Khonghucu.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan


agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman

Wahid mencabut larangan tersebut. Ada juga penganut

agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk

sedikit.

Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang

No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam

penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian

besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh

dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan

membantu perkembangan agama-agama tersebut.

Tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak

resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat

Keputusan) Menteri Dalam Negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada

KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. SK tersebut kemudian dianulir pada

masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29

Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.

Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan

keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.

Anda mungkin juga menyukai