Anda di halaman 1dari 9

GANGGUAN TUMBUH KEMBANG AKIBAT PENYAKIT SALURAN CERNA

OLEH:
dr. Bismel Kasri Hanza

Pembimbing : Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp.A(K)

PROGRAM KESEHATAN ANAK PROGRAM SPESIALIS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2022
GANGGUAN TUMBUH KEMBANG AKIBAT PENYAKIT SALURAN CERNA

1. Definisi
Gagal tumbuh adalah terhenti atau melambatnya pertumbuhan dan perkembangan sec
ara signifikan. Ada tiga pengertian dalam bahasa Inggris yang bermanfaat untuk dipahami ter
kait dengan GT (failure to thrive): (1) wasting (diterjemahkan menjadi "kerempeng") mengac
u pada keadaan sewaktu, (2) stunting (diterjemahkan menjadi "kerdil") mengacu pada hasil a
khir, (3) catching up (diterjemahkan menjadi "kejar tumbuh") mengacu pada pencapaian upa
ya rehabilitasi.1

Istilah "kegagalan untuk berkembang" (FTT) sering digunakan untuk bayi dan anak-
anak dengan berat di bawah persentil ke-5 menurut jenis kelamin; dan usia; namun, tidak ada
konsensus objektif tentang definisinya. Definisi pendukung termasuk berat untuk panjang di
bawah persentil ke-5; indeks massa tubuh untuk usia di bawah persentil ke-5; atau penurunan
berkelanjutan dalam kecepatan pertumbuhan, di mana berat badan untuk usia atau berat
badan untuk panjang / tinggi badan berkurang dua persentil utama.2

Batasan operasional GT adalah nilai indikator tumbuh kembang yang dipakai berada
dalam persentil ketiga atau menurun lebih dari satu kuartil berturut-turut selama dua bulan pa
da anak usia kurang dari 6 bulan dan tiga bulan pada anak berusia 6 bulan keatas.

2. Epidemiologi

Gagal tumbuh dapat mempengaruhi pasien dari segala usia,paling sering terjadi pada
bayi dan anak-anak yang lebih muda. Tidak ada kecenderungan gender atau ras. Gagal
tumbuh dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang lebih rendah, tingkat pendidikan orang
tua yang lebih rendah, dan dengan peningkatan stresor psikososial lainnya di lingkungan
rumah.2

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 151 juta (22%) anak di bawah
lima tahun pada tahun 2017 terkena stunting. Lebih dari separuh anak dengan stunting berasal
dari Asia. Di Indonesia, prevalensi stunting pada tahun 2018 mencapai 30,8%, menurut
Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riset Kesehatan Dasar; Riskesdas) yang tergolong
tinggi oleh WHO.3

1
3. Etiologi
Gagal tumbuh sering multifaktorial dalam etiologi. Salah satu cara untuk
mengklasifikasikan penyebab potensial adalah dengan memikirkan tiga kategori besar
mengapa seorang pasien gagal menambah berat badan secara memadai. Kategori tersebut
meliputi2:

- penurunan asupan
- peningkatan output
- peningkatan permintaan kalori

 Berbagai kelainan pada organ dapat menimbulkan gagal tumbuh, termasuk kelainan
pada sistem gastrointestinal. Untuk memudahkan tindakan diagnostik, kelainan
gastrointestinal dapat dipilah menjadi1:

 Kelainan organik atau fungsional yang mengganggu fungsi motorik saluran pencernaa
n, yang mengakibatkan gangguan pasase makanan. Kelainan ini dapat terjadi pada se
mua tingkatan saluran pencernaan, mulai dari palato-gnato skhisis, striktura esofagus,
khalasia/akhalasia, refluks, pseudoobstruksi, penyakit Hirschsproeng, termasuk sindro
ma usus iritabel dan lain sebagainya.
 Kelainan organik/fungsional yang menimbulkan ganguan fungsi sekresi dan digesti. L
azimnya berupa kelainan kongenital atau berupa gangguan metabolisme bawaan lahir.
Misalnya akhlorhidria, gangguan glikosilasi kongenital, hipobetalipoproteinemia kong
enital, dan lain sebagainya.

2
 Inflamasi non-infektif dan infeksi spesifik saluran pencernaan. Termasuk penyakit Cr
ohn, penyakit inflamasi kolon, serta infeksi Helicobacter pylori.
 Lingkaran setan kompleks diare-MEP (malnutrisi energi protein)-infeksi.

4. Patogenesis
Patogenesis kompleks diare-MEP-infeksi tercermin dalam konsep yang dikembangka
n kelompok kerja Lebenthal dimana kerusakan/atrofi mukosa usus dianggap merupakan titik
sentral dari lingkaran setan keadan patologis yang ditimbulkan diare yang mencakup malabso
rpsi, gangguan hormonal, infeksi berulang, tumbuh ganda, absorpsi protein asing yang meni
mbulkan reaksi alergi, dan gangguan regenerasi vili. Semuanya dapat bermuara pada semakin
beratnya MEP. Jika berlanjut dapat berakhir dalam bentuk GT.1

Malabs
orbsi
Nutrien
Infeksi Malnut
dan risi
tumbuh energi
ganda protein
Kerusakan
mukosa
usus
berlanjut

Gangg Insufisi
uan Absorb ensi
regener si hormon
asi vili protein enterik
asing

5. Manifestasi klinis
Anak kelihatan lebih "kecil" dari semestinya. Melalui pengukuran antropometrik dan
diplot pada grafik tumbuh kembang yang sesuai, anak yang kelihatan kecil ini dapat dipilah
menjadi MEP, pendek atau dismorfi. Temuan MEP mungkin disertai gejala terkait, misalnya:
edema, rambut jarang mudah dicabut, lemak subkutan menipis, distrofi otot, dan lain sebagai
nya. 1

Anak dapat kelihatan gelisah, iritabel dan banyak menangis, atau sebaliknya pasif dan
diam. Temuan ini lazimnya berkaitan dengan latar belakang psikososial ibu yang tercermin d
alam pola asuh serta pola interaksi ibu dan anak. Gejala penyebab organik bervariasi sesuai je

3
nisnya. Gejala yang terkait kelainan gastrointestinal dapat didentifikasi secara sistema tis mel
alui penelusuran gejala terkait yaitu makan/menelan, defekasi, muntah, diare, sakit perut dan l
ain sebagainya. 1

6. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting ketika menilai anak dengan gagal tu
mbuh. Seringkali, anak mungkin tidak menunjukkan gejala spesifik tetapi kemudian ditemuk
an memiliki pertumbuhan yang tidak memadai ketika mereka datang untuk kunjungan rutin k
e sarana kesehatan. Pasien lain mungkin memiliki tanda dan gejala yang lebih jelas terkait de
ngan kondisi dasarnya yang menyebabkan gagal tumbuh.2

Dalam anamnesis, penting untuk mencatat riwayat pemberian makan secara rinci term
asuk jenis makanan, jumlah, dan frekuensinya. Penolakan makan, preferensi tekstur, kesulita
n menelan, atau sering muntah harus dicatat. Jika bayi diberi susu formula, mengidentifikasi t
eknik pencampuran formula yang digunakan dapat membantu. 2 Takipnea, kelelahan, atau di
uresis dengan makanan mungkin juga penting jika ada. Selain itu, mendokumentasikan keluar
an urin, bau urin yang tidak biasa, dan frekuensi serta konsistensi tinja juga membantu. Tong
gak perkembangan harus dinilai dan setiap keterlambatan didokumentasikan. Riwayat medis
masa lalu dapat memberikan petunjuk tentang etiologi organik yang mendasarinya. Secara kh
usus, kelainan bawaan seperti penyakit jantung bawaan yang diketahui, kelainan esofagus, ke
lainan usus, kelainan endokrin, dan kelainan genetik sering dikaitkan dengan gagal tumbuh. 2

Riwayat medis keluarga termasuk riwayat prenatal dapat menjadi relevan, terutama ke
tika mempertimbangkan potensi penyebab organik yang mendasari. 2

Pemeriksaan fisik harus mencatat tingkat kenaikan atau penurunan berat badan dari k
unjungan terakhir serta persentil berat dan tinggi badan saat ini. Sangat penting untuk menilai
secara hati-hati setiap petunjuk untuk etiologi organik seperti disfungsi motorik oral, murmur
jantung, takipnea, pemeriksaan abdomen atau genitourinari (GU) abnormal, atau lesi kulit ya
ng menonjol. Seringkali, pemeriksaan hanya untuk berat badan yang buruk dan bayi yang ta
mpak kurus tanpa memberikan petunjuk spesifik tentang penyebab yang mendasarinya. 2

Diagnosis Gagal tumbuh ditegakkan berdasarkan pengukuran antropometrik. Indikato


r utama yang dipakai adalah umur, berat dan panjang/tinggi. Dengan membandingkannya den
gan nilai standar (lazim dipakai data NCHS) diterjemahkan menjadi tiga indikator: berat untu
k umur, tinggi untuk umur dan berat untuk tinggi. Indikator berat untuk tinggi lebih mencerm

4
inkan keadaan patologis sewaktu, sehingga lebih lazim dipakai sebagai dasar diagnosis gagal
tumbuh.1

Indikator tinggi untuk umur dan berat untuk umur tetap bermanfaat untuk dianalisis u
ntuk lebih memahami proses gangguan pertumbuhan yang terjadi serta factor penyebabnya. P
emahaman akan lebih rinci jika dibantu dengan pengukuran lingkar kepala, tebal lemak subk
utan, serta proporsi bagian tubuh. 1

Diagnosis kelainan organik gastrointestinal dapat dikenal melalui penelusuran gejala


utama kelainan gastrointestinal seperti gangguan menelan, muntah, nyeri abdomen, diare sert
a konstipasi. Temuan gejala menjuruskan kita untuk memikirkan sampai di mana terjadi kelai
nan fungsi motorik, fungsi digesti dan/atau fungsi absorpsi. Kepastian diagnosis fungsional, s
erta kelainan struktur yang mendasarinya tentu harus didukung dengan pemeriksaan penunjan
g yang sesuai. 1

7. Terapi
Spektrum terapi GT sangat bervariasi sesuai perbedaan penyebab, keberadaan penyaki
t penyerta, spektrum keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung, deraj
at MEP, serta gannguan pola asuh dan interaksi ibu-anak. Tetapi secara umum rehabilitasi giz
i merupakan langkah awal terapi yang dapat dijadikan pintu masuk untuk melaksanakan pena
ggulangan secara menyeluruh. 1

Pola penanggulangan MEP yang dikembangkan Bagian IKA FKUI dapat dijadikan se
bagai acuan perencanaan rehabilitasi gizi, melalui pendekatan 4 tahap: fase penyelamatan, fas
e penyesuaian, fase pemulihan dan fase pembinaan. 1

Pada fase penyelamatan dilaksanakan resusitasi dan stabilisasi gangguan fungsi vital
misalnya mengatasi syok/dehidrasi berat serta menanggulangi komplikasi misalnya hipotermi
a atau hipoglikemia. 1

Pada fase penyesuaian, melalui pemberian makanan bertahap jumlah dan komposisiny
a, kita membiasakan kembali anak untuk makan dalam jumlah dan volume yang besar serta
memilih makanan secara selektif sesuai denngan kapasitas pencernaan anak. Pada fase penye
suaian kita juga harus memulai penanganan terfokus terhadap defisiensi mikronutrien serta m
engobati penyakit penyerta. Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmol
aritas rendah dan rendah laktosa (F75):

5
• Energi : 80 - 100 kcal/kgbb/hari

• Protein : 1-1,5 g/kgbb/hari

• Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi setelah formula dihabiskan. 1

Formula F-75 mengandung 75 kcal/100 ml dan 0,9 gram protein /100 ml cukup meme
nuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan menggunakan cangkir atau sendok.
1

Pada fase pemulihan kita memberikan makanan berimbang dengan prosentase kalori 1
20% - 200% dari perhitungan kebutuhan berdasarkan berat badan. Sasaran kita adalah mengu
payakan kejar tumbuh maksimal. Langkah penyelamatan dan penyesuaian lazimnya dilakuka
n di rumah sakit. Fase pemulihan dan pembinaan dilakukan melalui rawat jalan. Misalnya ba
gi keluarga mampu kita dapat menganjurkan pemakaian formula nutrisi lengkap dengan kalor
i 1 kkal/ml. Sebagai alternatif bagi yang kurang mampu kita dapat menerapkan konsep "mult
i-mixed" dari Cameron, di mana berdasarkan ketersediaan dan keterjangkauan bahan makana
n lokal, ibu diajarkan untuk menyusun menu berdasarkan kombinasi bahan yang ada, berdasa
rkan pengayaan bahan pokok (beras) dengan pilihan cerdik sumber protein lokal disertai pem
anfaatan minyak untuk meningkatkan kalori. Pada kondisi MEP berat, Formula yang dianjurk
an pada fase ini adalah F100 yang mengandung100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein/100ml. 1

Pada fase pembinaan dilaksanaan langkah promotif dan preventif agar GT tidak munc
ul kembali. Telah dibuktikan, peningkatatn stimulasi fisik dan psiko sosial akan meningkatka
n keberhasilan upaya promotif secara keseluruhan. 1

8. Prognosis

Anak yang menderita gagal tumbuh laju pertumbuhannya akan menurun. Meskipun g
agal tumbuh dapat diatasi, tetapi jika gagal tumbuh berlangsung lama atau berat, track pertum
buhan anak dapat menetap pada jalur yang lebih rendah. Penurunan permanen track ini hanya
terjadi pada GT usia muda, di bawah usia 5 tahun. Untuk itu kita kita harus memberikan perh
atian khusus agar GT pada usia muda ini dapat dicegah atau ditanggulangi sedini dan seadeku
at mungkin. Jika track menetap pada jalur di bawah 3 persentil (mean-2SD) anak akan menja
di dewasa sebagai orang kerdil. Secara umum dapat dikatakan, jika terjadi penurunan track pe
rtumbuhan secara permanen, berarti proses penumbuh-kembangan potensi genetik menjadi p
otensi dewasa kurang berhasil.1

6
GT yang datang dengan kelainan fungsi vital apalagi kalau disertai gangguan pencern
aan yang berat dengan angka kematian kasus yang cukup tinggi, pada masa dahulu dapat men
capai 30% - 50%. Tetapi dengan acuan penanganan MEP berat yang dikembangkan WHO ya
ng juga telah diadopsi di Indonesia, dimana melalui pemahaman tentang gangguan keseimban
gan elektrolit, gangguan sistem kardivaskuler, serta berbagai dimensi defisiensi nutrien, telah
disusun langkah stabilisasi dan pemulihan yang sesuai sehingga angka kematian kasus dapat
ditekan mendekati 10%. GT yang telah mencapai fase pemulihan lazimnya angka kematian k
asusnya sangat rendah.1

9. Pencegahan
Di negara berkembang, sebagian besar gagal tumbuh muncul dalam bentuk kompleks
diare-MEP-infeksi, langkah pencegahannya sejalan dengan upaya pencegahan diare. Di samp
ing menekan kejadian diare, kita harus melaksanakan penanggulangan tepat guna agar diare ti
dak berlanjut dan dampak gizinya dapat ditekan menjadi seminimal mungkin.1

Identifikasi faktor risiko dan gejala dini deprivasi, pengacuhan anak dan penyimpanga
n interaksi ibu dan anak dilanjutkan dengan pembinaan yang tepat dapat menekan kejadian G
T non-organik. Meskipun penanggulangannya secara tuntas membutuhkan disiplin lain, perm
asalahan harus diidentifikasi oleh dokter anak.1

Langkah lain yang layak untuk dilaksanakan adalah mengidentifikasi penyakit organi
k termasuk kelainan gastrointestinal sedini mungkin, melakukan langkah korektif dan penang
gulangan lainnya seadekuat mungkin, disertai dengan bimbingan gizi dan pola asuh yang bai
k agar kemungkinan munculnya GT dapat ditekan menjadi seminimal mungkin.1

7
DAFTAR PUSTAKA
1. Ranuh, Reza IG.dkk. Buku Ajar Gastrohepatologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit Ikata
n Dokter Anak Indonesia. 2020.
2. Smith, Ashley E. Madhu Badireddy. Failure to Thrive. StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan
3. Wicaksono, Rizki Aryo,Karina Sugih Arto, Erna Mutiara,dkk. Risk factors of stunting
in Indonesian children aged 1 to 60 months. Paediatrica Indonesiana. 2021.
4. Franceschi1, Roberto, Caterina Rizzardi, Evelina Maines, Alice Liguori, Massimo Soff
iati and Gianluca Tornese. Failure to thrive in infant and toddlers: a practical flowchar
t-based approach in a hospital setting. Italian Journal of Pediatric.2021.

Anda mungkin juga menyukai