Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KOSMETOLOGI

“FORMULASI SEDIAAN DEODORAN DAN


ANTIPERSPIRAN”

Disusun oleh :
• Dinda Ameisyaputri - 201951067
• Antares dzakwan adam – 202051028
• Fadli Ramdhan - 202051054
• Mahlaeni Istifaroh - 202051087
• Tasya Lincah Anggraini - 202051161

JURUSAN FARMASI
INSTITUT SAINS TEKNOLOGI AL-KAMAL

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah individu ini dengan baik dan tanpa kendala apapun. Pada kesempatan ini,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
sekaligus memberi dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama para dosen
pengajar, kedua orang tua dan teman-teman seperjuangan.

Makalah ini berjudul "Formulasi Sediaan Deodoran dan Antiperspira n ".


Makalah ini disusun untuk mengungkapkan penelitian dan pengembangan dalam
bidang kosmetik dan farmasi yang bertujuan untuk menghasilkan sediaan deodoran
yang efektif dan berkualitas.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan wawasan yang berguna bagi
pembaca, terutama para peneliti, profesional kosmetik, dan pembuat keputusan
dalam industri kosmetik. Penulis meminta maaf jika dalam penyusunan makalah ini
terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi penyajian dalam
makalah ini.

1
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................... 3
PENDAHULUAN ....................................................... 3
Latar Belakang .......................................................... 3
Rumusan Masalah ..................................................... 4
Tujuan........................................................................ 4
BAB II.......................................................................... 5
PEMBAHASAN .......................................................... 5
Pendahuluan .............................................................. 5
Preformulasi .............................................................. 9
Formulasi ................................................................. 11
BAB III ...................................................................... 19
PENUTUP ................................................................. 19
J. Kesimpulan .......................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................ 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Meningkatnya penggunaan antiperspirant dan deodorant disebabkan
pergaulan modern, sehingga dirasa perlu untuk mengurangi atau
menghilangkan bau badan, yang disebabkan perubahan kimia keringat oleh
bakteri (Gros dan Keith, 2009).

Bau keringat yang menusuk disebabkan hasil peruraian

sekresi apokrin oleh bakteri dipermukaan kulit. Bau tidak enak itu dapat
dikurangi atau dicegah dengan pemeliharaan hygiene yang baik, misalnya
mandi secara teratur, sehingga pertumbuhan bakteri dihambat dan hasil
peruraian yang telah terjadi dapat hilang.
Kebersihan badan (personal hygene) adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik
dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Seseorang akan mempunya i
kepercayaan diri yang lebih tinggi bila badannya berbau harum dan
menyegarkan (Hasby, 2001).
Setiap hari badan dibersihkan dengan frekuensi tidak terbatas sesuai
kebutuhan. Kosmetika pembersihan dan perawatan badan sehari- hari
seperti; body shampoo/sabun, body lotion, body talk, serta deodoran
antiperspiran (lotion, spray, stick, talk dan lain-lain) (Anonim, 2014). Bahan
pembersih yang paling umum digunakan adalah air. Pembersih dengan air
atau bahan dasar air mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah air dapat melunakkan lapisan tanduk sehingga mudah
dibersihkan, tidak toksik, tidak menimbulkan efek samping, mudah didapat
dan murah harganya. Tetapi dari sudut kosmetik modern, air memilik i
kekurangan, tidak mempunyai daya pembasah yang kuat karena ditolak oleh
keratin dan sebum yang sedikit menyerap air, tidak dapat membersihka n
seluruh kotoran yang melekat pada kulit, tidak membersihkan jasad renik
pada permukaan kulit, bukan merupakan pembersih kulit yang baik dan

3
sukar mencapai lekuk dan pori kulit dan kurang efektif mencegah bau badan
(Wasitaatmadja, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007).
Menggunakan deodorant / anti-perspirant pada ketiak adalah
alternative yang sering digunakan. Dengan deodoran yang mengandung
antiseptik yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan anti-perspira nt
mengandung bahan yang dapat mengurangi keluarnya keringat. Tingga l,
untuk deodoran dan anti-perspirant ini, pilih produk yang cocok dan aman
untuk kulit. Deodorant, kosmetik yang dibuat untuk menghilangkan bau
badan, merupakan jawaban atas kebutuhan tersebut.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud deodoran dan anti-perspirant ?
2. Apa yang di maksud fisilofi keringat ?
3. Apa yang di maksud perbedaan deodorant dan anti-perspriant?
4. Apa yang di maksud mekanisme deodorant dan anti-perspriant?
5. Apa yang di maksud bahan penyusun deodorant dan anti-perspriant?
6. Bagaimana formulasi sediaan deodoran dan anti-perspiriant?
7. Bagaimana evaluasi deodoran dan anti-perspiriant?

Tujuan
Mahasiswa mengetahui, mengerti, preformulasi, formulasi, cara
pembuatan, evaluasi, dan mekanisme deodorant dan anti-perspriant

4
BAB II
PEMBAHASAN

Pendahuluan
Kosmetik paling tua yang dikenal sebagai pembersih badan dan
pengharum kulit adalah sabun. Deodoran dalam sabun mulai dipergunaka n
sejak tahun 1950, namun oleh karena efek sampingnya, penggunaa nnya
dibatasi. Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik
berupa kotoran yang larut dalam air maupun kotoran yang larut dalam lemak
(Wasitaatmadja, 1997).
Deodoran merupakan jawaban atas kebutuhan tersebut, karena dapat
mencegah dan menghilangkan bau badan dengan cara mengha mbat
dekomposisi atau penguraian keringat oleh bakteri (Young, 1972). Bau
badan biasanya berhubungan erat dengan peningkatan keluarnya keringat
(perspirasi) baik kelenjar keringat ekrin maupun apokrin, maka
antiperspiran yang menekan perspirasi kulit, dibutuhkan untuk melengkap i
kosmetik ini (Wasitaatmadja, 1997).
Bentuk sediaan deodoran antiperspiran dapat berupa bedak, cairan
atau losio, krim, stick, spray atau aerosol (Leon dan David, 1954).
Dermatitis akibat deodoran antiperspiran biasanya disebabkan oleh
senyawa-senyawa aluminium, antiseptik, dan zat pewangi. Iritasi ini dapat
berkurang jika penggunaan dikurangi, iritasi terjadi karena pH yang rendah,
kandungan klorida yang tinggi dan adanya pelarut alkohol dalam sediaan
(Swaile, dkk., 2011). Reaksi yang terjadi biasanya dalam bentuk reaksi
iritasi, bukan sensitisasi. Reaksi terjadi di ketiak dan bagian-bagian badan
lainnya dimana deodoran dikenakan. Penghentian pemakaian biasanya
meredakan reaksi dengan cepat (Tranggono dan Latifah, 2007).
Perbedaan antara antiperspiran dan deodoran; antiperspira n
diklasifikasikan sebagai kosmetik medisinal/obat karena mempengar uhi
fisiologi tubuh yaitu fungsi kelenjar keringat ekrin dan apokrin dengan
mengurangi laju pengeluaran keringat sedangkan deodoran membiarka n
pengeluaran keringat, tetapi mengurangi bau badan dengan mencegah

5
penguraian keringat oleh bakteri (efek antibakteri) dan menutupi bau
dengan parfum. Penggunaan deodoran bukan hanya pada ketiak saja, tetapi
bisa juga pada seluruh bagian tubuh. Deodoran tidak mengontro l
termoregulasi, sehingga deodoran digolongkan sebagai sediaan kosmetik
(Butler, 2000; Egbuobi, dkk., 2013). Sediaan deodoran bukanlah sediaan
antiperspiran tetapi sediaan antiperspiran secara otomatis adalah sediaan
deodoran juga. Hal ini karena sediaan antiperspiran dapat mengura ngi
populasi bakteri ketika pengeluaran keringat dihambat sehingga bau badan
berkurang.
Fisologi Keringat
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida.
Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L.
Jumlah pengeluaran keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya
periode terpapar pada lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam1,4.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini
dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat
diperlukan untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltras i
bebas di glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal
bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya
direabsorpsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus
koligentes (4%). Sekresi natrium di urine <1%. Aldosteron menstimulas i
tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium bersama air secara pasif dan
mensekresi kalium pada sistem renin-angiotensin-aldosteron untuk
mempertahankan elektroneutralitas.

Antiperspiran
Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
menekan produksi keringat, baik ekrin maupun apokrin (Gros dan Keith,
2009). Mekanisme antiperspiran dapat berupa (Wasitaatmadja, 1997):
1. Penyumbatan saluran keringat atau muara saluran keringat dengan cara:
a. Membentuk endapan protein keringat
b. Membentuk endapan keratin epidermis

6
c. Membentuk infiltrat dinding saluran keringat, Contoh: garam-
garam aluminium, seperti (Rahayu, dkk., 2009):
i. Aluminium kalium sulfat (tawas/alum)
ii. Aluminium klorohidrat
Aluminium klorohidrat adalah kelompok garam yang
mempunyai rumus umum AlnCl(3n- m)(OH)m, biasanya
digunakan dalam deodoran dan antiperspiran serta
flokulan pada permunian air. Aluminium klorohidrat
digunakan dalam antiperspiran dan pada terapi
hiperhidrosis.
iii. Aluminium klorida
Aluminium klorida adalah bahan kimia dengan rumus
kimia AlCl3. Aluminium klorida dikenal sebagai
astringen dan antiseptik.
iv. Aluminium zirconium tetrachlorohydrex; anhydrous
aluminium zirconium tetrachlorohydrex; aluminium
zirconium chloride hydroxide; aluminium zirconium
tetrachlorohydrate; aluminium zirconium chlorohydrate.
Deodoran
Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan
(Rahayu, dkk., 2009). Deodoran dapat juga diaplikasikan pada ketiak, kaki,
tangan dan seluruh tubuh biasanya dalam bentuk spray (Egbuobi, dkk.,
2013). Bahan aktif yang digunakan dalam deodoran dapat berupa:
(Wasitaatmadja, 1997, Butler, 2000).
1. Pewangi (parfum); untuk menutupi bau badan yang tidak disukai.
Dengan adanya pewangi maka deodoran dapat digolongkan dalam
kosmetik pewangi (perfumery).
2. Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada
tempat asal bau badan.
a. Antiseptik: pembunuh kuman apatogen atau patogen, misalnya
heksaklorofen, triklosan, triklokarbanilid, amonium kwartener,

7
ion exchange resin. Sirih merupakan antiseptik tradisional yang
banyak digunakan.
b. Antibiotik topikal: pembunuh segala kuman, misalnya neomisin,
aureomisin. Pemakaian antibiotik tidak dianjurkan karena dapat
menimbulkan resistensi dan sensitisasi.
c. Antienzim yang berperan dalam proses pembentukan bau,
misalnya asam malonat, metal chelating, klorofil. Dosis yang
diperlukan terlalu tinggi sehingga dapat menimbulkan efek
samping.
3. Eliminasi bau (odor eliminator); yang dapat mengikat, menyerap, atau
merusak struktur kimia bau menjadi struktur yang tidak bau, misalnya
seng risinoleat, sitronelik senesiona, ion exchange resin.

Mekanisme Kerja Sediaan Deodoran Antiperspiran


Pada umumnya sediaan deodoran antiperspiran menggunakan bahan
aktif aluminium klorohidrat Al2 (OH)5 Cl. Keringat mengandung air, ketika
aluminium klorohidrat bereaksi dengan air (keringat) terjadi reaksi
hidrolisis melepaskan ion Al3+ membentuk formasi aluminium hidrat
[Al(H2 O)6 ]3+. Suasana menjadi setimbang antara asam/basa karena
kehadiran air, reaksi yang terjadi dapat dilihat di bawah ini (Gros dan Keith,
2009):
[Al(H2O)6 ]3+(aq) + H2 O(l) [Al(H2 O)5 OH]2+(aq) + (H3 O)+(aq)
Adanya ion (H3 O)+ menyebabkan dua efek penting yaitu: (Gros dan
Keith, 2009)
1. pH area menjadi di bawah 7 (asam), bukan kondisi yang optimum untuk
pertumbuhan bakteri (bakteri lebih banyak pada kondisi basa).
2. Keringat mengandung protein, pada kondisi normal dapat larut dalam
air. Kehadiran ion (H3O)+ menyebabkan struktur protein berubah
(denaturasi), sehingga kelarutan berubah. Akibatnya, struktur protein
seperti srtuktur gel yang menutupi saluran keringat (Gros dan Keith,
2009; Swaile, dkk., 2011).

8
Penggunaan garam aluminium dianggap mempunyai efek
antibakteri karena menghasilkan pH asam dari proses penguraian oleh air.
Kulit dengan pH asam dianggap merupakan pertahanan alamiah terhadap
infeksi bakteri dan jamur. Sediaan antiperspiran harus berdasarkan reaksi
penguraian garam logam oleh air. Karena mempunyai efek mengha mbat
bakteri kulit (Ditjen POM, 1985). Efek deodoran garam aluminium terjadi
dengan dua cara, yaitu:
1. Aktivitas hambat bakteri yang disebabkan pH yang relatif rendah
2. Netralisasi bau dengan kombinasi kimia.
Antiperspiran yang mengandung garam aluminium mempunya i
aktivitas tidak langsung pada kelenjar keringat tetapi, dengan cara
memblokade pori dengan koagulasi protein oleh ion polivalen sehingga
mengurangi keluarnya keringat. Disamping itu antiperspiran dapat
menyebabkan reaksi inflamasi di sekitar lapisan pembuluh dan lubang
keringat, dan adanya kontraksi dapat mengurangi keluarnya keringat ke
permukaan kulit (Ditjen POM, 1985; Swaile, dkk., 2011).
Tawas bekerja dengan cara menetralisir bau yang timbul dari
pertemuan apokrin dengan kuman. Sehingga tawas dapat menghilangka n
bau badan dan menghambat perspirasi kulit (Anonim, 2010).

Preformulasi
Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat deodoran
antiperspiran bentuk batang (stick) dengan menggunkan tawas yaitu:
1. Tawas
Tawas berupa kristal atau pecahan-pecahan kristal, tidak berwarna,
atau dapat juga berupa serbuk. Tawas tidak berbau, rasa sedikit manis,
dan mempunyai sifat adstringen yang cukup kuat. Larutan tawas bersifat
asam jika diuji menggunakan lakmus. Tawas sangat mudah larut dalam
air mendidih dan mudah larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, dan
larut dalam gliserin (American Pharmaceutical Association, 1970).

9
Tawas adalah semacam batu putih agak bening yang bisa digunakan
untuk membeningkan air dan dapat digunakan untuk menghilangka n
bau badan khususnya di daerah ketiak. Tawas merupakan salah satu
bahan aktif dari antiperspiran, walaupun demikian awal tahun 2005
FDA (Food and Drug Administration) tidak lagi mengakuinya sebagai
pengurang keringat (Rahayu, dkk., 2009). Sediaan antiperspira n
dipasaran yang menggunakan tawas dalam bentuk sediaan serbuk
dengan konsentrasi tawas 20% (Anonim 2010).
2. Propilen glikol
Propilen glikol digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut dalam
jumlah 15-50%. Propilen glikol adalah pelarut yang lebih baik dari pada
gliserin dan dapat melarutkan berbagai macam bahan seperti
kortikosteroid, fenol, barbiturat, vitamin (A dan D), dan alkaloid (Rowe,
dkk., 2009).
3. Parfum
Parfum sebaiknya dipilih yang sederhana, lembut, dan
menyenangkan, dan banyak disukai dan dapat menutupi bau badan yang
mungkin kurang sedap untuk orang lain (Balsam dan Sagarin, 1972).

4. Asam stearat
Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih kekuningan (Wade
dan Weller, 1994). Asam stearat memiliki atom karbon C18 yang
merupakan asam lemak jenuh dan berperan dalam memberika n
konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997). Asam stearat
mempunyai titik lebur pada suhu 69,4 oC (Ketaren, 1986).

5. Asam laktat
Asam laktat merupakan asam organik. Ditambahkan dalam sediaan
antiperspiran stik untuk menekan ionisasi logam aluminium sehingga
garam aluminium mudah bercampur dengan sabun (Ditjen POM, 1985).

10
6. Natrium hidroksida (NaOH)
NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat
korosif serta mudah menghancurkan jaringan lunak. NaOH berbentuk
butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Wade dan
Weller, 1994). Ion Na+ bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun
(Fessenden dan Fessenden, 1994).

Formulasi
Formulasi 1 : TAWAS DAN DAUN MINT (WASINT) SEBAGAI
BAHAN ALAMI PEMBUATAN DEODORANT SPRAY
Formulasi

Cara pembuatan :
1. Menimbang 2 ml ekstrak daun mint
2. tambahkan 50 ml tawas yang sudah dilarutkan
3. dimasukkan 1 ml menthol yang sudah di larutkan

11
4. kemudian di tambahkan 3 ml gliserin
5. lalu di aduk hingga homogeny
6. masukkan hasil adukan ke dalam kemasan atau botol.

Evaluasi
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan alat
indera manusia sebagai alat ukur terhadap penilaian suatu produk.
Pengamatan ini digunakan untuk mendeskripsikan warna, aroma dan
tekstur terhadap sediaan yang dihasilkan. Pada uji ini diperoleh warna
hijau kekuningan, memiliki aroma yang khas daun mint, dan memiliki
tekstur yang lembut.

2. Uji homogenitas
dilakukan dengan cara menyemprotkan sejumlah tertentu sediaan pada
sekeping kaca transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak boleh terlihat adanya butiran butiran kasar yang
tidak tercampur merata. Pada uji tidak memperlihatkan adanya
partikel-partikel kasar pada permukaan kaca arloji yang menunjukkan
penelitian ini terdispersi dengan baik.

3. Uji Iritasi
Uji Iritasi dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat
menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Uji ini dilakukan dengan
cara menyemprotkan sediaan deodorant-antiperspiran pada kulit
ketiak, didiamkan selama kurang lebih 10 menit. Pada Uji ini
dilakukan pada orang yang mempunyai kulit yang sentif dan yang
mempunyai kulit normal. Diperoleh bahwa pada kulit sensitive tidak
terdapat iritasi, hal ini disebabkan oleh kadar alcohol yang minim.

Formulasi 2 : Sediaan Deodoran dalam Bentuk Krim Menggunakan


Kombinasi Aluminium Sulfat dan Minyak Kayu Cendana

12
Formulasi

formula A
• minyak nilam 2,5 g
• asam stearat 0,25 g
• α-tocoferol 0,0125 g
• cetyl alkohol 0,75 g
• TEA 0,75 ,
• metil paraben 0,025 g
• propil paraben 0,025 g
• gliserin 1,25 g
• dan aquadest 19, 44 mL.

Formula B
• minyak nilam 2,5 g
• asam stearat 0,75 g
• α-tocoferol 0,0125 g
• cetyl alkohol 0,75 g
• TEA 0,75 g
• metil paraben 0,025 g
• propil paraben 0,025 g
• gliserin 1,25 g
• dan aquadest 18, 69 mL.

formula C
minyak nilam 2,5 g
asam stearat 1,25 g
α- tocoferol 0,0125 g
cetyl alkohol 0,75 g

13
TEA 0,75 ,
metil paraben 0,025 g
propil paraben 0,025 ,
gliserin 1,25 g, dan aquadest 18,44 mL.

Cara pembuatan :
Dipanaskan fase air (metil paraben, gliserin, dan TEA) dan fase minyak
(cetyl akohol, propil paraben, asam strearat, dan minyak atsiri nilam) pada
wadah terpisah, panaskan di atas hot plate pada suhu mencapai 70o C,
tuangkan fase air dan fase minyak secara bersamaan dalam lumpang lalu

gerus secara cepat. Ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit digerus


kembali hingga bahan tercampur secara keseluruhan. Kemudian ditambahkan
α-tocoferol sebanyak 3 tetes sambil digerus hingga homogen. Dimasukkan
ke dalam wadah yang sesuai, dan diberi etiket.

Evaluasi :
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah minyak atsiri nilam
karena minyak nilam ini mengandung patchouli alcohol yang dapat
digunakan sebagai antiseptik dan deodorizer. Minyak atsiri nilam yang
digunakan pada formulasi deodorant lotion dari minyak atsiri nilam yaitu
10%, yang terbukti sebagai antibakteri yang dapat menghambat bakteri
staphylococcus penyebab bau badan.
Uji organoleptik
Pada proses pembuatan sediaan deodorant lotion, selain minyak atsiri
nilam sebagai zat aktif juga dibutuhkan zat-zat tambahan berupa asam stearat
sebagai basis pada deodorant lotion, α-tokoferol sebagai antioksidan dan
vitamin E, cetyl alcohol sebagai emulgator fase minyak, TEA sebagai
emulgator fase air, gliserin sebagai humektan, metil paraben sebagai
pengawet fase air, propil paraben sebagai pengawet fase minyak, dan
aquadest sebagai pelarut.

14
stabil dalam pembuatan deodorant lotion dan krim karena membantu
mengikat dan mengentalkan sediaan sehingga lembut digunakan serta
memiliki waktu simpan lebih lama. Hasil pengamatan warna sediaan,
didapatkan hasil dari minggu pertama hingga minggu keempat bahwa
formula A, B, dan C dengan konsentrasi 1%, 3%, dan 5% tidak mengalami
perubahan warna selama penyimpanan yaitu putih kekuning-kuningan, warna
kekuning-kuningan diperoleh dari warna minyak atsiri nilam, hal ini
menunjukkan kestabilan sediaan selama waktu penyimpanan. Sedangkan hasil
pengamatan aroma sediaan yang dilakukan pada formula A, B, dan C
dengan konsentrasi 1%, 3%, dan 5% dari minggu pertama hingga minggu
keempat aroma yang dihasilkan dari seluruh sediaan yaitu aroma khas
minyak atsiri nilam, hal ini menunjukkan tidak terjadi perubahan aroma atau
bau selama penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian dari minggu pertama
hingga minggu keempat, hasil uji organoleptik sediaan deodorant lotion
menunjukkan tekstur, warna, dan aroma sediaan stabil selama waktu
penyimpanan

Uji homogenitas
pada sediaan deodorant lotion dari minyak atsiri nilam bertujuan untuk
mengetahui apakah sediaan yang dibuat tidak mengandung partikel-partikel
kasar. Adapun prosedur uji homogenitas sediaan diletakkan di atas kaca arloji,

15
lalu diraba dan diperhatikan secara seksama apakah terdapat partikelpartikel
kasar atau tidak. Apabila terdapat partikel-partikel kasar pada sediaan, berarti
sediaan tersebut tidak homogen.
Berdasarkan hasil pemeriksaan homogenitas sediaan deodorant lotion pada
konsentrasi 1%, 3%, dan 5% yang dilakukan dari minggu pertama hingga
minggu keempat menunjukkan bahwa seluruh sediaan deodorant lotion yang
dibuat tidak memperlihatkan adanya partikel-partikel kasar pada permukaan
kaca arloji yang menunjukkan sediaan yang dihasilkan pada penelitian
ini terdispersi dengan baik dan membentuk massa lotion yang baik.

Uji ph
Parameter yang diamati pada proses pengujian pH sediaan dilakukan
setelah deodorant lotion dibuat dengan konsentrasi basis asam stearat dengan
variasi konsentrasi 1%, 3%, dan 5%, menggunakan pH universal dengan cara
sampel sediaan deodorant lotion ditimbang sebanyak 1 gram dimasukkan ke
dalam gelas kimia kemudian dilarutkan dengan aquadest, setelah itu
dimasukkan kertas pH ke dalam gelas kimia yang berisi sampel uji, dan
diamati nilai yang terjadi pada kertas pH, dimana pH deodorant lotion
disesuaikan dengan pH fisiologi kulit normal manusia yaitu 4,5-6,5.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai pH pada formula A, B dan


C memiliki nilai pH yang normal yaitu 6 hal ini menunjukkan nilai pH yang
masih memenuhi standar, sehingga formula yang dihasilkan memiliki pH yang
stabil terhadap kulit. Pengukuran pH dalam penelitian ini bertujuan untuk
melihat pH sediaan yang berpengaruh terhadap sifat iritasi kulit. Idealnya, pH
sediaan topikal adalah sesuai dengan pH kulit, yaitu 4,5-6,5. Jika pH sediaan

16
di atas pH kulit menyebabkan kulit kering dan bersisik, dan jika pH sediaan di
bawah pH kulit dapat menyebabkan iritasi kulit seperti kemerahan.

Uji iritasi
dilakukan dengan cara mengoleskan deodeorant lotion pada kulit normal
panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat
menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Suatu sediaan umumnya tidak
menimbulkan iritasi apabila setelah sediaan dipoleskan pada bagian lengan bawah
panelis sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari, tidak menunjukkan adanya eritema
atau edema pada kulit. Pada pengujian iritasi formula A, B, dan C dengan
konsentrasi 1%, 3%, dan 5% dilakukan dengan cara mempoleskan sediaan uji
pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis yang bersedia setiap
formula dengan luas (2,5×2,5 cm) dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari
berturut-turut.
Hasil pengujian menyatakan bahwa sediaan formula A, B, dan C dengan
konsentrasi 1%, 3%, dan 5% tidak mengiritasi yang ditandai dengan tidak adanya
edema dan eritema pada kulit panelis. Eritema yaitu warna merah pada kulit yang
disebabkan oleh pembesaran pembuluh darah, sedangkan edema yaitu
pembengkakan yang disebabkan oleh kelebihan cairan dalam jaringan tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh


kesimpulan yaitu minyak atsiri nilam dapat diformulasikan menjadi sediaan
deodorant lotion menggunakan asam stearat sebagai basis dan Berdasarkan

17
pengujian organoleptik, homogenitas, pH, dan iritasi pada formulasi
deodorant lotion minyak atsiri nilam menunjukkan bahwa sediaan deodorant
lotion memenuhi syarat evaluasi sediaan fisik dimana konsentrasi yang
optimal yaitu asam stearat dengan konsentrasi 5%.

18
BAB III
PENUTUP

J. Kesimpulan
• Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap
keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan
• Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menekan
produksi keringat, baik ekrin maupun apokrin
• Perbedaan antara antiperspiran dan deodoran; antiperspira n
diklasifikasikan sebagai kosmetik medisinal/obat karena mempengar uhi
fisiologi tubuh yaitu fungsi kelenjar keringat ekrin dan apokrin dengan
mengurangi laju pengeluaran keringat sedangkan deodoran membiarka n
pengeluaran keringat, tetapi mengurangi bau badan dengan mencegah
penguraian keringat oleh bakteri (efek antibakteri) dan menutupi bau
dengan parfum.
• Pada formulasi Hasil Uji Organoleptik sediaan deodoran-antipersp ira n
tipe spray diperoleh memiliki warna hijau kekuningan, memiliki aroma
yang khas daun mint, dan memiliki tekstur yang lembut, tidak
memperlihatkan adanya partikelpartikel kasar pada permukaan kaca
arloji yang menunjukkan sediaan yang dihasilkan pada penelitian ini
terdispersi dengan baik. Hasil Uji Iritasi, diperoleh bahwa pada kulit
sensitive tidak terdapat iritasi, hal ini disebabkan oleh kadar alcohol yang
minim.
• Pada formulasi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat diperoleh kesimpulan yaitu minyak atsiri nilam dapat
diformulasikan menjadi sediaan deodorant lotion menggunakan asam
stearat sebagai basis dan Berdasarkan pengujian organoleptik,
homogenitas, pH, dan iritasi pada formulasi deodorant lotion minyak
atsiri nilam menunjukkan bahwa sediaan deodorant lotion memenuhi
syarat evaluasi sediaan fisik dimana konsentrasi yang
optimal yaitu asam stearat dengan konsentrasi 5%.

19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010). Hiperdrosis. Diunduh dari : http://www.doktersehat.com/2007/-
18/13/seputar-keringat-dan-bau-badan-secara-medis.
American Pharmaceutical Association. (1970). The National Formulary Thirteenth
Edition. Washington Press: Washington Dc. Hal. 29-30.
Balsam, M.S., dan Sagarin, E. (1972). Cosmetic Science and Technology Volume I.
Edisi Kedua. London: John Wiley and Sons. Hal. 63-80.
Butler, H. (ed.). (2000). Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edn.
Britain: Kluwer Academic Publishers. Hal. 69-100.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 81.
Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 83, 85, 106-132.
Egbuobi, R. C., Ojiegbe, G. C., Dike-ndudim, J. N., dan Enwun, P. C. (2013).
Antibacterial Activities of different brands of deodorants marketed in
owerrri, imo state, Nigeria. African Journal of clinical and
experimental microbiologi 14 (1): 14-16.
Eiri board of Consultants & Engineers. (2000). Handbook of Synthetic & Herbal
Cosmetic. New Delhi: Engineers India Research Institute. Hal. 88.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. (1994). Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Hal. 98.
Gros, L., dan Keith H. (2009). Chemistry Changes Everything-Deodorant and
Antiperspirant. Chemsitry Changes Everything-CITiEs. www.cities-
eu.org/sites/.../057_Deodorant_antiperspirant.pdf.
Hasby, E. (2001). Keringat dan Bau Badan. www.kompas.com. Diakses : 4
November 2015.
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press: Jakarta.
Leon, A. G., dan David L. (1954). Handbook of Cosmetic Materials-The
Properties, Uses and Toxic and Dermatologic Actions. Interscie nce
Publishes Inc.: New York.
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Elsevier: Amsterdam.

20
Navarre, M. G. (1975). The Chemistry and Manufacture of Cosmetic. Second
Edition. Volume III. Florida: The Continental Press. Hal. 211-213.
Poucher, W. A. (1978). Perfumes Cosmetics and Soap. Volume III. Florida: The
Continental Press. Hal. 11-25.
Rahayu, S., Sherley, dan Indrawati S. (2009). Deodoran-antiperspirant. Naturakos
IV(12). BPOM RI (online ).
http://perpustakaan.pom.go.id/koleksilainnya/buletinnaturakos/0309.
Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, E.Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi Keenam. London: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association. Hal. 75, 442, 742.
Soeratri, W., Rosita N., dan Himawati E.R. (2004). Pengaruh jenis humektan
terhadap pelepasan asam sitrat dari basis gel secara in vitro.
http://www.wikipedia.org.
Swaile, D. F., Elstun L. T., and Benzing K. W. (2011). Clinical Studies Of sweat
rate reduction by an over-the-counter soft-solid antiperspirant and
comparison with a prescription antiperspirant product in male panelists.
British Journal of Dermatology. British Association of Dermatologis t.
166(1): 22-26.
Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi Ketiga. Salemba Medika: Jakarta.
Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 49, 188.
Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press.
Hal. 3-5, 144-147.
Wade, A., and Weller P. J. (1994). Handbook of Pharmaceutical Expient. 2nd
Edition. The Pharmaceutical Press: London.
Young, A. (1974). Practical Cosmetic Sciense. Mills dan Boon Limited: London.
Hal. 69.
Evryaningsih, Abd Razak ."Formulasi Sediaan Deodorant Lotion Dari Minyak
Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin Benth)".Jurnal Fenomena Kesehatan, Vol.02
No.01 Mei 2019. 188-196
Dennisa Reyka Trivena Sinaga, Debora Silvia, Novita Sari, Yusria Kurnia, Sinta
Debora Sianipar, Try Wahyu Purnomo."Pemanfaatan Tawas Daun Mint (Wasint)

21
Sebagai Bahan Alami Pembuatan Deodorant Spray (Produk PKM-K Tim FIP
Unimed). ESJ (Elementary School Jurnal), Vol. 11 No.3 Desember 2021

22

Anda mungkin juga menyukai