Makalah Sterilisasi Dan Depirogenasi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH STERILISASI dan DEPIROGENASI

(Tugas Mata Kuliah Teknologi Sediaan Steril)

DOSEN PENGAMPU :

apt. Nurfitriyani, S.Farm., M.Farm.

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1 :

1. Dian Eka Nurma Sari 201751075


2. Arum Dewi W 202051030
3. Jenny Muliawati 202051075
4. Nizar Mughni R 202051104
5. Tasya Lincah A 202051161

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL

JAKARTA

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas limpahan rahmat dan
karuani-Nya sehingga makalah yang berjudul “Sterilisasi dan Depirogenasi” dapat diselesaikan
dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Sediaan Steril.
Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembactentang materi Sterilisasi
dan Depirogenasi yang berkaitan dengan bidang farmasi.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada apt. Nurfitriyani, S.Farm., M.Farm. selaku dosen pengampu mata kuliah
Teknologi Sediaan Steril.

Demikian makalah ini kami buat, kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran dari pembaca agar bisa membuat makalah lebih
baik lagi pada kesempatan berikutnya.

Jakarta, 15 Juni 2023

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................. 4
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................. 6
2.1 Definisi Sterilisasi .............................................................................................................................. 6
2.2 Tujuan Sterilisasi .............................................................................................................................. 6
2.3 Definisi Depirogenasi ........................................................................................................................ 6
2.4 Tujuan Depirogenasi ........................................................................................................................ 6
2.5 Metode Meminimalkan kontaminasi .............................................................................................. 7
2.6 Metode Sterilisasi ............................................................................................................................. 7
2.7 Perhitungan D Value dan Z Value ................................................................................................ 10
2.8 Metode Depirogenasi ...................................................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sterilisasi adalah proses menghilangkan semua bentuk kehidupan dari suatu benda
atau zat, baik patogen maupun non patogen, vegetatif maupun nonvegetatif. Sediaan
termasuk sediaan steril, yang merupakan obat suntik bervolume kecil atau besar, cairan
irigasi untuk meredam luka atau lubang operasi, larutan dialisa, dan sediaan biologis,
seperti vaksin, antitoksin, toksoid, dan produk penambah darah. Sterilitas sangat penting
karena cairan tersebut langsung terhubung ke jaringan dan cairan tubuh lainnya, yang
memungkinkan infeksi (Ansel, 1989).

Sterilisasi berarti menghilangkan semua bentuk kehidupan dari suatu objek atau
material, baik patogen maupun nonpatogen, vegetatif maupun non vegetatif. Sediaan steril
didefinisikan sebagai sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba dari suatu objek atau
material. Ini dapat dicapai dengan menghancurkan secara fisik semua organisme hidup,
seperti menyaring atau membunuh organisme dengan panas, bahan kimia, atau metode
lainnya. Sterilisasi harus dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit, mencegah
pembusukan material oleh mikroorganisme, dan mencegah kompetisi nutrient dalam media
pertumbuhan. Hal ini memungkinkan kultur organisme tertentu berbiak untuk kebutuhan
sendiri atau untuk metabolitnya (Agoes, 2009).

Produk steril harus dibuat dengan persyaratan khusus, berbeda dengan sediaan
farmasi umumnya. Ini dibuat dengan tujuan menghilangkan atau memperkecil
kemungkinan kontaminasi mikroba, partikel partikulat, pirogen, dan produk interaksi
lainnya (Agoes, 2009). Sediaan injeksi adalah salah satu bentuk sediaan steril. Sediaan
injeksi adalah larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral, dengan cara menembus, atau merobek
jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, 2006).

Endotoksin atau pirogen adalah komponen utama dinding sel bakteri yang
menyebabkan reaksi fibril saat disuntikkan. Meskipun produk mungkin steril, kehadiran

4
bakteri di beberapa bagian proses pembuatan dapat segera diketahui karena teknologi
pendeteksian yang sensitif. Pirogen kuat melekat pada permukaan hidrofobik, seperti gelas,
meskipun biasanya larut dalam air. Setelah pemanasan bahan untuk membunuh sel bakteri
induk, mereka menahan aktivitas pirogeniknya. Oleh karena itu, proses depirogenasi
seluruh permukaan yang berhubungan dengan produk merupakan bagian penting dari
proses produksi.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi sterilisasi dan depirogenasi
2. Mengetahui tujuan dari sterilisasi dan depirogenasi
3. Mengetahui metode untuk meminimalkan kontaminasi
4. Mengetahu cara sterilisasi fisika, kimia dan gas
5. Mengetahui perhitungan dari D value dan Z value
6. Mengetahui metode depirogenasi

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sterilisasi


a. Menurut Robert Tugandi (2017)
Sterilitas adalah sifat atau karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan farmasetik yang
bebas dari mikroorganisme hidup karena metode, wadah, atau rute pemberiannya sampai
batas tertentu.

b. Menurut Ansel : 410


Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan terhadap sediaan farmasetik berarti
penghancuran sempurna seluruh mikroorganisme dan sporanya atau penghilangan
mikroorganisme dari sediaan.

c. Menurut Mikrobiologi Farmasi Dasar: 230


Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh atau memusnahkan semua
mikroorganisme atau jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan didalam suatu
medium tidak ada lagi mikroorganisme atau jasad renik yang dapat berkembang biak.

2.2 Tujuan Sterilisasi


Untuk menghancurkan semua mikroorganisme di dalam atau di atas permukaan suatu
benda atau sediaan dan menandakan bahwa alat untuk sediaan tersebut bebas dari resiko untuk
menyebabkan infeksi.

2.3 Definisi Depirogenasi


Proses untuk menghilangkan pirogen dari suatu larutan atau vial obat. Depirogenasi
adalah proses penonaktifan atau penghapusan zat pirogenik dari produk kesehatan yang dapat
disuntikkan seperti vaksin atau larutan intravena.

2.4 Tujuan Depirogenasi


Menghilangkan zat pirogen yang berada pada permukaan alat yang digunakan dalam
pembuatan obat. Depirogenisasi dilakukan juga pada wadah larutan parenteral.

6
2.5 Metode Meminimalkan kontaminasi
Ada beberapa cara untuk mengendalikan atau mengurangi kontaminan, diantaranya adalah
sebagai berikut :

a. Kebersihan dan Sanitasi. Kedua hal ini sangat penting untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme yang ada di suatu tempat. Kebersihan dan sanitasi berarti menciptakan
lingkungan yang tidak dapat memberikan nutrisi untuk pertumbuhan mikroba sekaligus
membunuh sebagian besar populasi mikroba.
b. Desinfeksi. Metode ini melibatkan penerapan bahan kimia (desinfektan) pada peralatan,
ruang kerja, lantai, dinding, atau benda lainnya untuk membunuh sel vegetatif mikrobial.
Desinfektan hanya membunuh sel vegetatif, tidak membunuh spora. Disinfektan diterapkan
pada meja yang akan digunakan terlebih dahulu untuk membunuh mikroorganisme yang
ada. Setelah meja disemprot dengan alkohol 70%, tissue dilapisi di atasnya. Tangan juga
disemprot dengan alkohol 70%, dan barulah menyalakan Bunsen.
c. Antiseptis. Penggunaan senyawa kimia yang memiliki sifat antiseptis pada tubuh untuk
melawan infeksi atau mencegah penyebaran mikroorganisme dengan menghancurkan atau
menghentikan aktivitas mikroba.
d. Sterilisasi. Menghancurkan semua jenis kehidupan untuk membuatnya steril.

2.6 Metode Sterilisasi


A. Menurut Scoville’s hal : 404
1. Sterilisasi Fisik
1) Pemanasan kering
a. Udara panas oven
Bahan yang karateristik fisiknya tidak dapat disterilkan dengan uap
destilasi dalam udara panas. Oven yang termasuk dalam bahan ini adalah
minyak lemak, paraffin, petrolatum cair, gliserin, propileglikol. Serbuk
steril seperti talk, kaolin dan ZnO, beberapa obat yang lain sebagai
tambahan sterilisasi panas kering adalah metode yang paling efektif untuk
alat-alat dan banyak alat-alat bedah ini harus di tekankan bahwa minyak
lemak, petrolatum, serbuk kering dan bahan yang sama tidak dapat di

7
sterilisasi dalam autoklaf. Salah satu elemen penting dalam sterilisasi
dengan menggunakan uap autoklaf.
Untuk sterilisasi panas kering, suhu yang biasa digunakan adalah 160
derajat Celcius, paling cepat satu jam, tetapi lebih baik dua jam. Suhu ini
digunakan khusus untuk mengeringkan minyak lemak atau cairan anhidrat
lainnya.
b. Penangas minyak dan lainnya
Dalam ampul bersegel, bahan kimia yang stabil dapat dibersihkan
dengan mencelepukanya dalam penangas yang berisi minyak mineral pada
suhu 162 derajat Celcius. Larutan jenuh panas dari natrium atau ammonia
klorida juga dapat digunakan untuk melakukan pasteurisasi, yang
merupakan metode untuk membersihkan instrumen bedah. Dikatakan
bahwa minyak bereaksi sebagai lubrikan, yang memungkinkan alat untuk
tetap tajam dan melihat zat penutup.
c. Pemijaran langsung
Pemijaran langsung melindungi filter bakteri, batang gelas, spatula
logam, dan filter bekerfield lainnya. Dalam situasi darurat, ampul dapat
dibersihkan dengan memindahkan bagian lehernya ke arah bawah lubang
kawat keranjang dan dipijarkan langsung.

2) Pemanasan Basah

Cara ini dapat dilakukan dengan pasteurisasi, perebusan, penggunaan


uap air panas, penggunaan uap panas bertekanan Panas basah/lembab dengan
uap jenuh bertekanan. Sangat efektif untuk sterilisasi karena menyediakan suhu
jauh di atas titik didih, cepat, daya tembus kuat dan kelembaban sangat tinggi
sehingga mempermudah koagulasi protein sel-sel mikroba yang menyebabkan
sel hancur. Suhu efektifnya adalah 121oC pada tekanan 5 kg/cm2 dengan waktu
standar 15 menit. Alat yang digunakan : pressure cooker, autoklaf (autoclave).
Beberapa teknik yang tergolong sterilisasi dengan suhu panas antara lain: i)
Pasteurisasi. Teknik ini merupakan teknik pembunuhan mikroba patogen
dengan suhu terkendali berdasarkan waktu kematian termal bagi tipe patogen

8
yang paling resisten untuk dibasmi. Dalam pasteurisasi yang terbunuh
hanyalah bakteri patogen dan bakteri penyebab kebusukan namun tidak pada
bakteri lainnya. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk susu, rum, anggur dan
makanan asam lainnya. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit. ii)
Tyndalisasi. Teknik ini dilakukan dengan pemanasan, biasanya untuk
sterilisasi makanan dan minuman kaleng. Tyndalisasi dapat membunuh sel
vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa merusak zat-zat yang terkandung di
dalam makanan dan minuman yang di. Suhu pemanasan adalah 65oC selama
30 menit dalam waktu tiga hari berturut-turut. iii) Pendidihan (boiling).
Teknikini dilakukan dengan pemanasan dengan cara merebus bahan yang akan
disterilkan pada suhu 100oC selama 10-15 menit. Teknik ini dapat membunuh
sel vegetatif bakteri yang patogen maupun non patogen. Namun spora dan
beberapa virus masih dapat hidup. Biasanya dilakukan pada alat-alat
kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dan lain-lain.

3) Cara Bukan Panas ( Lachman : 628 )


a. Sinar Ultra Violet
Sinar ultra violet biasanya digunakan untuk mengurangi kontaminasi
udara dan pemusnahan yang terjadi selama proses di lingkungan. Ketika
sinar ultra violet melewati bahan, energi bebas ke elektron orbital atom dan
mengubah ke area kereaktifannya.
b. Sterilisasi Secara Kimia
Sterilisasi gas adalah teknik untuk menghilangkan mikroorganisme
dengan menggunakan gas atau uap yang membunuh mikroorganisme dan
sporanya. Ini terjadi di permukaan, membunuh mikroorganisme yang
tertutup Kristal. Ini juga digunakan untuk membersihkan obat serbuk seperti
penicillin. Ini juga telah digunakan untuk membersihkan benang, plastik,
dan pipa. Etilen oksida juga digunakan untuk membersihkan peralatan
parenteral tertentu, seperti kertas, seni, dan lapisan tipis polietilen. Daerah
sempit di mana teknik aseptik dilakukan juga telah dibersihkan dengan
semprotan aerosol etilen oksida.

9
Sterilisasi dengan gas etilen oksida memiliki kelemahan: zat ini
mudah terbakar, bersifat mutageni, dan toksik, sehingga mungkin ada residu
setelah sterilisasi. Jika zat tidak tahan panas atau uap air, sterilisasi gas
adalah opsi terakhir.

2. Sterilisasi Cara Mekanik


Sterilisasi adalah prosedur mekanik yang digunakan untuk membersihkan
bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan atau tekanan tinggi. Metode ini
melibatkan penggunaan filter, atau saringan, untuk memastikan bahwa bahan
tersebut bersih. Filter bakteriologis dan filter udara adalah dua jenis filter yang
biasanya digunakan untuk membersihkan bahan yang tidak tahan terhadap
pemanasan, seperti serum, gula, antibiotika, antitoksin, trace element, enzim,
vitamin, hormon, atau media yang mengandung bahan-bahan tersebut. Untuk
sterilisasi, membran filter biasanya memiliki diameter pori 0,22 m.
Filter udara. Untuk mencegah mikroba pengkontaminan pada waktu
menuang media dan atau saat melakukan pekerjaan isolasi, inokulasi, dan tansfer
aseptik, digunakan penyaring udara berisikan partikel (High Efficiency Particulate
Air Filter atau HEPA) yang memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam
ruang tertutup dengan sistem aliran udara laminar (Laminar Air Flow). Pekerjaan
tersebut dilakukan dalam alat yang disebut Biosafety Cabinet atau Laminar Air
Flow (LAF) Cabinet.

2.7 Perhitungan D Value dan Z Value


A. Nilai D
Nilai D atau dikenal pula dengan isitilah decimal reduction time didefinisikan
sebagai waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk mengurangi 90% (sama dengan
nilai 1 log) mikroba yang masih hidup (Forsythe, 2010). Tingkat kematian mikroba karena
panas dapat dikuantifikasi dengan menghitung decimal reduction time atau nilai D. Nilai
D biasanya digunakan untuk membandingkan kecepatan inaktivasi termal mikroba pada
berbagai jenis produk makanan dan kondisi panas. Tipe mikroorganisme yang dipanaskan,
suhu makanan, dan jenis makanan yang dipanaskan membentuk nilai D spesifik (Nelson,

10
2010). Menurut Forsythe (2010), nilai D juga dipengaruhi oleh preparasai inokulum dan
kondisi enumerasi.
Kurva mikroba yang masih bertahan hidup dapat digunakan untuk menentukan
nilai D dengan menarik garis lurus dengan memplot data jumlah log sel yang masih hidup
terhadap waktu pemanasan (Nelson, 2010).

Gambar 1 Kurva jumlah mikroba yang masih bertahan yang digunakan untuk mengkitung nilai D mikroorganisme pada produk
pangan

Hubungan linear-log yang lebih akurat dapat dilihat dengan memplot jumlah
mikroba yang masih hidup untuk organisme terhadap waktu (sebagai log10 cfu/mL)
(Forsythe, 2010).

Tabel di bawah ini menunjukkan korelasi antara log kill dan persentase mikroba
yang mati pada kondisi panas yang konstan.

Tabel 1 Hubungan ni;ai D dengan inaktivasi mikroorganisme

Log Kill “D” Kill Persentase Mikroba yang Mati Tingkat Kematian
1 log 1D 90 10 kali lipat
2 log 2D 99 100 kali lipat
3 log 3D 99,9 1.000 kali lipat
4 log 4D 99,99 10.000 kali lipat
5 log 5D 99,999 100.000 kali lipat
10 log 10D 99,99999999 10 juta kali lipat
12 log 12D 99,9999999999 1 triliun kali lipat
Sumber: Nelson, 2010

11
Seringkali proses termal ditunjukkan denga istilah “D-kill”. Sebagai contoh, proses
12 D untuk spora Clostridium botulinum akan menghasilkan kematian 12 log siklus atau
satu triliun spora (Nelson, 2010).

Nilai D untuk mikroorganisme pathogen dan pembusuk sangat bervariasi. Untuk


bakteri, bakteri pembentuk spora paling resiten terhadap panas, diikuti oleh sel bakteri
gram positif kemudian sel bakteri gram negatif. Untuk fungi, fungi dengan askospora
paling resisten terhadap panas dibandingkan denga kapang dan khamir (Nelson, 2010).

Saat hendak merancang suatu proses termal untuk proses termal sangat penting
untuk memahami jenis organisme dengan formulasi pangan mana yang paling resisten
terhadap panas, nilai D untuk organisme pada jenis pangan tertentu dan tingkat kematian
yang dibutuhkan untuk mencapai produk pangan yang steril. Hal tersebut adalah esensi
dari target proses termal.

B. Nilai Z

Nilai Z didefinisikan sebagai peningkatan suhu yang dibutuhkan untuk


meningkatkan kecepatan kematian sepuluh kali lipat atau dengan kata lain menurunkan
nilai D sepuluh kali lipat (Forsthe, 2010). Sedangkan menurut Troy (2006), nilai Z disebut
sebagai koefisien kematian mikroba dan biasanya berkisar antara 6 dan 13 untuk sterilisasi
uap pada suhu 100 hingga 130 derajat Celcius; namun, dengan data eksperimental yang
lebih akurat, nilai Z sering dianggap sama dengan 10.
Nilai Z digunakan untuk menghitung ekivalen proses termal dengan menggunakan
kombinasi suhu dan waktu yang berbeda. Nilai Z ditentukan dengan menggunakan timbal-
balik negatif slope dari kurva waktu kematian karena panas yang di plot sebagai log nilai
D pada suhu proses yang berbeda (Nelson, 2010).

12
Gambar 2 Kurva waktu kematian termal untuk menentukan nilai Z

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan nilai Z


adalah perubahan dalam ̊C (atau ̊F) pada suhu proses yang dibutuhkan agar terjadi
perubahan nilai D sepuluh kali lipat. Sebagai contoh, jika diasumsikan nilai Z adalah 10 ̊C
dan nilai D dari spora Bacillus stearothermophilus pada suhu 121 ̊C adala 330 detik maka
jika suhu pemanasan dinaikan 10 ̊C yakni menjadi 131 ̊C maka nilai D akan menurun
sebanyak sepulu kali lipat yakni menjadi 33 detik. Hal yang sama juga berlaku jika suhu
pemanasan diturunkan 10 ̊C yakni menjadi 111 ̊C maka nilai D akan naik menjadi 3300
detik (Nelson, 2010).

2.8 Metode Depirogenasi


Pirogen terbagi menjadi dua kelas. Pirogen eksogen, yang menimbulkan suhu tinggi pada
manusia dan hewan ketika diinjeksikan karena terdapat di luar tubuh. Pirogen eksogen
termasuk mikroba, mikrofungi, dan virus. Pirogen non mikrobial juga termasuk beberapa obat
steroid, fraksi plasma, dan bahan tambahan suntik muramil dipeptida. Pirogen endogen dibuat
di dalam sel inang sebagai tanggapan terhadap pirogen eksogen yang berbeda. Ini adalah
mediator utama dari demam, yang dibahas di sini.

Inaktifasi dan penghilangan endotoksin adalah dua metode depirogenasi. Untuk inaktivasi,
molekul lipopolisakarida dapat didetoksifikasi dengan menggunakan sejumlah bahan kimia
yang memecah ikatan kimia yang labil atau memblokir sisi yang diinginkan dari aktivitas

13
pirogenik. Selain itu, molekul dapat dihancurkan secara keseluruhan dengan metode
pembakaran.

A. Depirogenasi dengan Inaktivasi Endotoksin

a) Hidrolisis asam basa

Depirogenasi menggunakan hidrolisis asam dan alkali mengurangi atau


menghilangkan aktivitas bakteri lipopolisakarida dengan deaktifasi lipid. Hidrolisis
asam bereaksi pada ikatan asam keton yang labil untuk untuk memisahkan lipid dari
molekul LPS (Lipopolisakarida) utama. Karena KDO (asam 3-deoxy-D-manno-
octulosonic) yang terlepas dan menyerang inti polisakarida yang bertindak sebagai
cairan pembawa untuk lipid bagian dari molekul, lipid bebas tidak larut dalam sistem
berair dan aktivitas pirogennya dikurangi atau dielimenasi. Hidrolisis asam dapat
bertindak pada fraksi lipid, mengubah bentuk dari molekul dan mengikat sisi
fungsional dengan cara yaitu menggunakan HCl 0,05 N selama 30 menit pada 1000 C
atau menggunakan asam asetat glasial 1,0% selama 2-3 jam pada 1000 C.

b) Oksidasi

Meskipun dari aksi H2 O2 tidak diketahui, proses peroksidasi dari asam lemak
hadir dalam bagian lipid dari LPS disarankan. Setelah dilakukan percobaan perlakuan
yang paling efektif adalah pendidihan pada 0,1% H2 O2 selama 2 jam. Pada perlakuan
ini, larutan akhir juga bebas peroxide.Ketika 3% H2 O2 ditambahkan kebagian yang
sama dari medium pertumbuhan sel yang kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama
24 jam dan didialisis, kemampuan endotoxin dengan H2 O2 tergantung dari waktu,
pada pH dan konsentrasi. Penggunaan sedikit 2,7% H2 O2 pada 65o C selama 1 jam,
telah diteliti bahwa kira-kira 90% penghancuran dapat dicapai selama 1 jam.

c) Alkilasi

Sesuai penelitian dapat digunakan asetat anhidrat dan suksinat anhidrat.


Mekanisme reduksi ini diperkirakan menjadi asetilasi dan suksinilasi. Selain yang
terdapat penggunaan phthalic anhidrat, bahan pengalkilasi yang kuat menyebabkan
10000 kali pereduksian dari pirogenitas dan 1000 penurunan letalitas pada tikus.

14
Alkilasi diperkirakan terjadi melalui bahan nukleofilik berikatan glukosamine dari lipid
dan atau ethanaloamine yang terdapat dalam inti. Etilen oksida (EtO) juga bahan
pengalkil yang kuat dimana sterilisasi EtO siklik menggunakan 12% EtO dengan 88%
freon, 50% kelembaban relatif (RM) dan 9,5 psig selama 0,5 jam.

d) Perlakuan dengan pemanasan kering

Aplikasi dari pemanasan kering diantar melalui konveksi, konduksi atau radiasi
(infra red) oven telah menjadi metode yang dipilih untuk depirogenase dari bahan yang
tahan panas, seperti gelas, peralatan besi, dan peralatan dari bahan kimia yang stabil
panas, lilin dan minyak. Cara ini dilakukan tidak kurang dari 250o Cselama tidak
kurang dari 30 menit dimana mekanisme inaktifasi dari endotoxin adalah
pembakaran.\\Perlakuan dengan pemanasan uap

Penelitian sebelumnya telah mempelajari termostabilitas endotoxin yang


menyimpulkan bahwa penyediaan uap panas dalam autoklaf konvensional tidak efektif
untuk depirogenasi. Bagaimanapun, autoclaf dengan waktu yang lebih lama (180
menit) baik mengurangi tekanan endotoksin lebih kurang dari limit LAL (Lymulus
amobolyte Lycate) yang terdeteksi 0,01 mg/ml. Nouh sky et al juga menemukan bahwa
perlakuan dengan karbon aktif lebih efektif dalam mengurangi endotoksin saat larutan
yang mengandung endotoxin dan karbon dari autoklaf.

e) Radiasi ionisasi

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa radiasi ionisasi dengan Co60


digunakan untuk mengurangi toksisitas dari bakteri endotoxin. Kemampuan endotoxin
untuk menginaktifasikan sistem komplemen juga dipengaruhi, dan sifat imun
bertambah dan kemampuan untuk menstimulasi peresistensi nonspesifik juga ditahan.
Osake et all , meneliti sifat fisika dan biologi radisasi ionisasi Co60. Perubahan fisika
dan biologis dilaporkan tergantung pada dosis yang berangsur-angsur hilang dari
komponen polisakarida (sisi rantai O dan sisi R) yang telah diteliti, sebuah uji aktivitas
menyarankan bahwa dekstruksi lipid berhubungan dengan dosis. Reaksitifitas LAL dan
pirogenitas dari endotoxin, dihancurkan dengan meningkatkan dosis radiasi.
Bagaimanapun, karena peningkatan dosis ini kemungkinan perubahan kimia yang tidak

15
diketahui dari larutan parenteral dari obat dimana penggunaan radiasi ionisasi untuk
bahan ini tidak disukai.

f) Polimiksin B

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa antibiotik kationik polimiksin B


(PMP) dapat menghambat aktivitas biologis dari LPSS-Morison dimana Jacob
menyatakan mekanisme inaktivasi endotoxin sebagai ikatan stokiometri PMB pada
bagian lipidnya dari LPS. Bagaimanapun, penghilangan endotoxin dari larutan
berdasarkan karakteristik ikatan PMBnya belakangan ini dilakukan untuk 15 sekuecz,
yang memasang PMB pada kolom afinitas sepharose dan terbukti dosis berkurang dari
1-10 g/ml beberapa endotoxin dari gom larutan”colomns” ini menahan kapasitas ikatan
paling tidak 18 bulan dan dapat diregenerasikan dengan mengelusi endotoxin melalui
absorpsi kembali dari “colomns” dengan 1% Na deoksikolat.

g) LAL (Limolus Amobucyte Lysate)

Mekanisme kerja tidak pasti. Ricklas memperkirakan bahwa LAL dapat


menghilangkan endotoxin dari concanqualin dan erythropuletisin dengan cara
mengabsorbsi yang didukung oleh penelitian Nachum et all yang memperkenalkan
bahwa mekanisme depirogenasi atau inaktifasi oleh aksi enzimatik LAL. Nachum
menemukan bahwa fraksi enzim inaktivasi LAF dapat dihitung dengan memanaskan
LAL sampai 600 selama dua puluh menit, kemudian disentrifugasi pada 5000xg selama
enam menit pada suhu 500 C UI. Supernatan yang mengandung faktor inaktifasi
berhasil menginaktifasi 80% dari beberapa endotoxin yang diuji pada 500 mg/ml, dan
diperlakukan selama tiga puluh menit pada suhu 370 C.

B. Depirogenasi Dengan Menyingkirkan Endotoksin

a) Pembilasan

Metode yang paling mudah dan tua untuk menghilangkan endotoxin dari
permukaan padatan adalah pembilasan dengan pelarut nonpirogenik, biasanya API
(Aqua pro injeksi) nonsteril. Tingkat rendah dari kontaminasi endotoxin permulaan

16
dapat secara efektif dihilangkan dengan alat-alat gelas, komponen alat dan penutup,
sebagai contoh dengan suatu prosedur pencucian yang tepat.

b) Destilasi

Destilasi adalah metode paling tua yang dikenal untuk menghilangkan pirogen
secara efektif dari air. Mekanisme penghilangan endotoxin ini relatif sederhana. Air
dialirkan melalui 2 fase dari cairan ke uap dan dari uap ke cairan. Selama fase I,
pendidihan air dalam penyuling menyebabkan air menguap dan uap air dipercepat.
Karena LPS merupakan suatu molekul yang besar sehingga mempercepat penguapan
uap air yang menghasilkan lembab. Molekul LPS ini tertinggal dalam tetesan air yang
dibawa oleh uap jatuh karena pengaruh gravitasi dari berat molekulnya. Dimana
diketahui bahwa air destilasi murni dikumpul dan disimpan dalam wadah steril
depirogenasi adalah nonpirogenik.

c) Ultrafiltrasi

Membaran ultrafiltrasi berdasarkan pada berat molekul yang dibatasi dan diaktivasi
sebagai membaran depirogenasi berdasarkan aksinya sebagai ukuran lapisan membran.
Oleh karena itu, endotoxin yang melebihi batas ekslusif Berat molekul dari membran
akan tertahan pada permukaan membran.Ukuran LPS 10000-20000. Oleh karena itu,
penggunaan ultrafiltrasi ini sangat efektif tetapi molekul yang bukan agregat masih
sering ditemukan dalam larutan berair.Normalnya ukuran agregat LPS dari range
300.000- 1 juta .Oleh karena itu, pirogen dapat dihilangkan dengan ultrafiltrasi dengan
baik, yang digunakan pada BM dalam jumlah yang rendah sampai BM yang sedang
dari obat dan larutan.

d) Osmosis bolak-balik

Membran osmosis bolak-balik terdiri dari selulosa asetat atau bahan poliamida
dengan ukuran pori yang sesuai untuk mengeluarkan ion. Seperti membran
semipermeabel yang disebut membran osmosis bolak-balik, bila membran dapat
menahan sejumlah besar garam dibawah kondisi filtrasi bertekanan karena ukuran

17
membran normalnya 10 Ao maka endotoksin dapat disingkirkan karena pori-pori
membran terlalu kecil untuk dapat dilalui oleh pirogen.

e) Karbon aktif

Depirogenase larutan berdasarkan adsorpsi fisika endotoksin oleh charcoat,


khusunya arang teraktivasi, dimaa ditumbuhkan pada larutan.,kemudian larutan ini
diaduk dan akhirnya karbon disingkirkan dengan cara filtrasi atau
pengendapan.Walaupun arang dapat digunakan dalam range pH yang luas, tapi
penggunaannya untuk larutan dengan konsentrasi yang rendah dan bahan obat dibatasi
karena penyerapan bahan obat oleh arang dapat terjadi.

f) Daya tarik elektrostatis termasuk media modifikasi-muatan.

Filtrasi dengan menggunakan asbestos yang mengandung serat telah lama


digunakan. Mekanisme aksinya adalah berdasarkan sifat elektrokimia dan mekanik,
sebab pada pH diatas 2, agregat endotoxin bermuatan negatif dan bereaksi sebagai
anion. Dengan demikian akan dihilangkan dan adsorbsi pada muatan kation adsorben
seperti asbes yang mempunyai muatan positif pada permukaan pada pH dibawah 8,3.
Cara kerjanya secara mekanik yaitu dengan menahan agregat endotoxin pada
permukaan lapisan filter.

g) Daya tarik hidrofobik pada media hidrofobik

Polimer alifatik seperti polipropilen, polietilen, polifinilidane fluanda dan


politetrafluoro etilen mempunyai afinitas yang unik untuk mengikat endotoxin.
Mekanisme elektrostatis tidak dijelaskan mengapa endotoxin dapat diadsorpsi oleh
polimer ini. Kelompok hidrofilik yang berionisasi mampu berinteraksi dengan
endotoxin anionik. Oleh karena itu, gugus umum nonpolar pada polimer ini
memberikan permukaan membran suatu kualitas hidrofobik dan memperkuat seluruh
endotoxin yang mempunyai rantai polisakarida hidrofilik dan inti hidrofobik lipid.
Interaksi hidrofobik antar membran polimer dan bagian inti lipid mungkin bertanggung
jawab terhadap adsorpsi LPS.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba baik patogen maupun
non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material. Sterilisasi adalah
menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen maupun non patogen, vegetatif,
maupun nonvegetatif, dari suatu objek atau material sedangkan depirogenasi adalah
membuang atau mendestruksi pirogen (khusunya endotoksin) dari suatu bahan.
Metode sterilisasi ada secara fisik (pemijaran, pemanasan kering, pemanasan basah dan
radiasi), mekanik (filtrasi) dan kimia (etilenglikol). Sedangkan untuk metode depirogenasi
dibagi menjadi dua yaitu inaktivasi endotoksin dan menyingkirkan endotoksin.
Nilai D atau dikenal pula dengan isitilah decimal reduction time didefinisikan sebagai
waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk mengurangi 90% (sama dengan nilai 1 log)
mikroba yang masih hidup sedangkan nilai Z didefinisikan sebagai peningkatan suhu yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan kematian sepuluh kali lipat atau dengan kata lain
menurunkan nilai D sepuluh kali lipat.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://repository.usm.ac.id/files/journalmhs/C.431.15.0105-20200908100635.pdf

Tungadi, Robert. (2017). Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Anggota IKAPI.

https://www.academia.edu/33614663/Laporan_Praktikum_Satuan_Operasi_Proses_Termal_docx

Bhatt, etc. (2021). Depyrogenation using plasma: A novel approach for endotoxin deactivation
using a dielectric barrier discharge at atmospheric pressured,
DOI:10.1002/PPAP.20210089
Ansari, MD.I.A and A.K.Datta. (2003). An Overview of Sterilization Methods for Packaging
Materials Used in Aseptic Packaging System, Trans IChemE, Vol 81, Part C.

20

Anda mungkin juga menyukai