Anda di halaman 1dari 249

ISBN.

978-602-74417-1-2

SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN

“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada


Pasien dan Keluarga dalam Area Keperawatan Dewasa”

Semarang, 06 Mei 2017

Departemen Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Soedharto, S.H., Tembalang-Semarang
Telp. (024) 76480919, Fax. (024) 76486849
Website: www.keperawatan.undip.ac.id
PROSIDING
SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN
5th Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care

“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care)


pada Pasien dan Keluarga dalam Area Keperawatan Dewasa”

Editor :
Ns. Yuni Dwi Hastuti, S.Kep., M.Kep
Chandra Bagus Ropyanto, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.,MB
Suhartini, S.Kp.,MNS.,Ph.D

Semarang, 6 Mei 2017

Diterbitkan oleh:

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang, Semarang 50275
Telp. (024) 76480919 Fax. (024) 76486849

i
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN

5th Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care


“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan Keluarga dalam Area
Keperawatan Dewasa”

EDITOR: Yuni Dwi Hastuti, Chandra Bagus R, Suhartini,


LAYOUT EDITOR: Nur Laili Fithriana
DESAIN SAMPUL: Nur Laili Fithriana

DITERBITKAN OLEH DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FK UNDIP

JL. PROF H. SOEDHARTO SH

TEMBALANG, SEMARANG, JAWA TENGAH 50275

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronik maupun mekanis, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan


“5th Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care”
“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan Keluarga dalam Area
Keperawatan Dewasa”

Semarang: Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP, 2017

1 eksemplar, x, 231 halaman, 8.27” x 11.69”

ii
SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN

5th Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care


“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan Keluarga
dalam Area Keperawatan Dewasa”

Kami mengucapkan terima kasih kepada tim reviewer:

Dr. I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp.,M.Ng.,Ph.D

Chandra Bagus Ropyanto, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.MB

Ns.Muhammad Muin, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kom

Fitria Handayani, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB

Wahyu Hidayati, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB

Dr.Anggorowati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat

Dr. Meidiana Dwidiyanti, S.Kp.,M.Sc

Dr. Untung Sujianto, S.Kp.,M.Kes

Dr.Luky Dwiantoro, S.Kp.,M.Kep

Suhartini, S.Kp., MNS, Ph.D

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr., Wb.


Salam Sejahtera untuk kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, dimana kita dapat bersama-sama meluangkan waktu dan meringankan langkah
untuk hadir dalam acara Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan hari ini dengan tema
“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan Keluarga dalam
Area Keperawatan Dewasa”. Saya ingin mengucapkan selamat datang kepada Anda
sekalian para peserta Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 5th Adult Nursing Practice:
Using Evidence in Care di Semarang, Jawa Tengah.

Sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, tuntutan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang berkualitas juga semakin meningkat. Perawat sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional yang terkini meliputi bio-psiko-sosio-spiritual. Perawat juga dituntut untuk
selalu berpikir kritis dalam mengambil keputusan perawatan klien, berdasarkan evidence
based practice atau bukti terbaik yang ditemukan. Dengan memberikan asuhan
keperawatan berbasis evidence diharapkan dapat menghasilkan perawatan klien yang
berkualitas, efektif, efisien, dan terstandar.

Saat ini, keperawatan di Indonesia masih terus meningkatkan kuantitas dan kualitas
aplikasi Evidence Based Nursing Practice dalam pemberian layanan asuhan
keperawatan. Aplikasi evidence based nursing ini sangat diperlukan salah satunya dalam
pemberian pelayanan perawatan yang berkelanjutan bagi pasien akut, kronis, kritis, dan
terminal. Perawatan berkelanjutan (continuing of care) mencakup satu sistem yang
memberikan pedoman dan alur perawatan kesehatan pasien secara komprehensif.
Perawatan berkelanjutan tersebut mencakup semua level dalam perawatan serta semua
aspek kehidupan pasien: fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Perawatan berkelanjutan
juga melibatkan manajemen rumah sakit dan pelayanan kesehatan komunitas yang
berkomitmen menyediakan pelayanan kesehatan tersebut.

iv
Untuk mendukung hal tersebut, maka Bagian Keperawatan Dewasa, Departemen Ilmu
Keperawatan FK UNDIP menyelenggarakan Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan ini
untuk mengetahui perkembangan terbaru mengenai aplikasi Evidence Based Nursing
Practice khususnya perawatan berkelanjutan (Continuing of Care) pada pasien dan
keluarga di area keperawatan dewasa, sehingga nantinya diharapkan dapat diterapkan
secara optimal dalam pelayanan keperawatan.

Akhir kata, jika ada kekurangan dalam penyelenggaraan seminar ini, kami mohon maaf.
Selamat mengikuti seminar dan rangkaian kegiatan pendukungnya. Semoga apa yang kita
lakukan hari ini bermanfaat untuk kemajuan keperawatan di masa depan. Amin.

Wassalamualaikum ,Wr., Wb.

Semarang, 6 Mei 2017


Ketua Panitia,

Ns. Henni Kusuma, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIP. 19851208 201404 2 001

v
SUSUNAN PANITIA
SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN
5th Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care

“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan Keluarga


dalam Area Keperawatan Dewasa”

Ketua : Ns. Henni Kusuma, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB


Sekretaris : Ns. Susana Widyaningsih, S.Kep., MNS
Bendahara : Try Alim Nasrudin, SE
Sie Ilmiah : Ns. Yuni Dwi Hastuti, S.Kep., M.Kep
Chandra Bagus Ropiyanto, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.MB
Suhartini, S.Kp.,MNS.,Ph.D
Sie Acara : Ns. Dody Setyawan, S.Kep., M.Kep
Ns. Niken Safitri Dyan K, M.Si.Med
Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep.,M.Sc
Sie Pudekdok dan Danus : Ns. Ahmat Pujianto, S.Kep., M.Kep
Nur Laili Fithriana, S.Kep
Etty Nurul Afidah, S.Kep
Sie Konsumsi : Ns. Nana Rochana, S.Kep., MN
Sie Perlengkapan : Wakidjo
Hery Krisnanto

vi
SUSUNAN ACARA
Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan
5 Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care
th

“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan Keluarga


dalam Area Keperawatan Dewasa”
Semarang, 6 Mei 2017

Waktu Kegiatan Narasumber/PJ


07.00 – 08.00 Registrasi Panitia
08.00 – 09.00 Pembukaan, Laporan dan Sambutan Panitia
09.00 – 11.00 Plenary Session I
 Aspek Psikososial Pasien dan Prof.Budi Anna Keliat,
Keluarga dengan Penyakit S.Kp.,M.App.Sc
Kronik&Terminal dalam
Perawatan Berkelanjutan

 Pemberdayaan Keluarga dalam I Gede Putu Darma Suyasa,


Perawatan Berkelanjutan S.Kp.,M.Ng.,Ph.D

 Perawatan Berkelanjutan pada Suhartini, S.Kp.,MNS.,Ph.D


Pasien Akut dan Kritis
Moderator : Chandra Bagus R,
M.Kep.,Sp.Kep.MB
11.00 – 11.30 Sponshorship Presentation Tim Sponsor
11.30 – 12.30 Poster Presentation Poster Presenter
12.30 – 13.00 ISHOMA Panitia
13.00 – 14.00 Oral Presentation Oral Presenter
14.00 – 15.00 Plenary Session II
 Manajemen Perawatan Dr.Rita Kartika Sari, S.Kp.,M.Kes
Berkelanjutan di Rumah Sakit

 Perawatan Berkelanjutan pada Ns.Niken Safitri DK,


Pasien Kronik&Terminal S.Kep.,M.Si.Med

Moderator: Ns. Yuni Dwi Hastuti,


S.Kep.,M.Kep
15.00 – selesai Penutupan Panitia

vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………...…………………………………… i
Kata Pengantar ……………………………………..…………………………………… iv
Susunan Panitia …………………………….…………………………………………… vi
Susunan Acara ………………………...………………………………………………… vii
Daftar Isi ………………...……………………………….……………………………… viii
Materi Pembicara
1. Perawatan Berkelanjutan pada Pasien Kronik&Terminal
Niken Safitri DK………............................................................................................... 1
Oral Presenter
1. Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker yang Mendapat Terapi Kemoterapi antara
Usia Muda Dibandingkan Usia Tua
Kasron, Agung Waluyo,Debie Dahlia………………………..………..…………….. 6
2. Modifikasi Pro Self Pain Control untuk Mengurangi Nyeri pada Pasien Kanker
Kolorektal
Khoirunnisa’ Munawaroh, Untung Sujianto, Mardiyono............................................. 13
3. Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol terhadap
Kejadian Plebitis
Sri Hananto Ponco Nugroho........................................................................................ 20
4. Program Pemberdayaan Keluarga dalam Melakukan Perawatan pada Pasien dengan
Kanker
Yuni Sufyanti Arief………………………………………………………………….. 25
5. Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara yang Menjalani
Kemoterapi : Literature Review
Gandes Ambarwati, Anggorowati, Chandra Bagus Ropyanto...................................... 30
6. Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan pada Pasien
Gout
Fakhrudin Nasrul Sani.................................................................................................. 36
7. Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien
di ruang Intensive Coronary Care Unit (ICCU)
Endiyono, Agus Santosa…………………………………………………………….. 45
8. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV Pasien HIV/AIDS:
Review Literatur
Utami Hidayati, Untung Sujianto, Henni Kusuma....................................................... 54
9. Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft terhadap
Stabilitas Hemodinamik di Ruang Intensive Care Unit; Pendekatan Evidence Based
Practice
Ahmad Asyrofi, Elly Nurachmah, Tuti Herawati......................................................... 59
10. Perbandingan Efektivitas Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Nebulizer
Menggunakan Oksigen terhadap Status Respirasi Pasien Asma
Agus Santosa, Endiyono.............................................................................................. 69

11. Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Senam Kaki Diabetik dengan
Bola Plastik terhadap Nilai Ankle Brachial Index (ABI) pada Pasien DM Tipe 2 di
Kelurahan Gisikdrono Semarang
Sri Puguh Kristiyawati, Dwi Fitriyanti, Bagus Ananta Tanujiarso, Gamaliel
Anggriya Dwi Putra…………………………………………………………………. 75

viii
12. Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
Nauvila Fitrotul Aini, Sari Sudarmiati……………………………………………….. 81
13. Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Tingkat Kemandirian Anak Retardasi
Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sukamaju Simpang Propau Kabupaten
Lampung Utara Tahun 2015
Rina Mariani................................................................................................................ 88
14. Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT Mempertahankan
Keseimbangan Tubuh pada Lansia
Stefanus Mendes Kiik, Junaiti Sahar, Henny Permatasari........................................... 94
15. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah pada Masyarakat
Dusun Wedomartani Sleman Yogyakarta
Siti Fadlilah………………………………………………………………………….. 102
Poster Presenter
1. Perawatan Daya Ingat Lansia Menggunakan Back Massage
Kushariyadi…………………………………………………….................................. 109
2. Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling pada Klien Lansia
Murtaqib, Kushariyadi………………………….......................................................... 115
3. Penggunaan ARV dengan Perubahan Kadar CD4 pada Pasien HIV/ AIDS
Nila Titis Asrining Tyas, Nanda Vera Nurmalia, Andreas Christian Wijaya………… 122
4. Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus: Literature
Review
Raudhotun Nisak, Suhartini, Niken Safitri D.K……………………………………… 127
5. Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap Kualitas Tidur
Pasien Pasca Operasi Laparatomi
Umi Fadilah, Mugi Hartoyo, Desak Parwati................................................................ 136
6. Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik terhadap Tekanan Darah
Intradialisis pada Pasien CKD Stage V yang Menjalani Hemodialisa
Nia Firdianty Dwiatmojo, Shofa Chasani, Henni Kusuma…........................................ 145
7. Literature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di Intensive Care Unit
Noor Fitriyani, Achmad Zulfa Juniarto, Reni Sulung Utami............................ 154
8. Hubungan KDRT dengan Perceraian
Fepi Susilawati, Almurhan........................................................................................... 158
9. Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
Iswati, Elsa Naviati..................................................................................................... 163
10. Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (HbA1c) dan Serum Lipid Profil
(CT,TG,HDL,LDL) pada DM T2 (GDP,GD2J)
Indranila KS.................................................................................................................. 169
11. Seorang wanita 21 tahun dengan Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik
Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease : Laporan Kasus
Indranila KS.................................................................................................................. 174
12. Hubungan Tingkat Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik (GGK)
Siti Aminah.................................................................................................................. 178
13. Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks Melakukan
Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Ni Ketut Alit Armini, Tiyas Kusumaningrum, Fatimah Zahra....................................... 184
14. Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif pada Area Keperawatan Dewasa ;
Literature Review
Santoso, Anggorowati, Rita Kartika Sari……………………………………………. 190

ix
15. Pengaruh Respon Relaksasi Benson terhadap Respon Fisiologis Pasien Stroke
Iskemik Akut
Dwi Mulianda, Dwi Pudjonarko, Henni Kusuma......................................................... 197
16. Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap
Pencegahan Luka Tekan pada Pasien Pasca Stroke; Review Literatur
Endang Supriyanti…………………………………………………………………… 203
17. Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy dan Kepatuhan Program
Pengobatan pada Pasien Hemodialisis
Pratiwi, Shofa Chasani, Mardiyono.............................................................................. 208
18. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
Ekstremitas Bawah
Sulistiyaningsih, Chandra Bagus Ropyanto…………………………………………. 211
19. Gambaran Self Care Pada Pasien Gagal Jantung
Nurul Widowati, Yuni Dwi Hastuti............................................................................. 218
20. Review literature Mental Model Perawat Dalam Penampilan Menjalankan Tugas
Dewi Ulfah, Suhartini……………………………………………………………….. 225
21. Review Literature Intervensi Musik Untuk Menurunkan Stress Pra Operasi
Diah Ayu Nuraini, Suhartini………………………………………………………… 229

x
Materi Pembicara

SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN


5th Adult Nursing in Practice: Using Evidence in Care

“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan


Keluarga dalam Area Keperawatan Dewasa”
PERAWATAN BERKELANJUTAN
PADA PASIEN PENYAKIT KRONIK DAN TERMINAL

Niken Safitri Dyan Kusumaningrum

Beberapa dekade terakhir ini kapita (Direktoral Jenderal Pengendalian


kasus penyakit kronik dan terminal, Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, 2015). Selain itu, berdasarkan penelitian
penyakit paru kronik, penyakit ginjal, pada kurang lebih 800 rumah sakit di
dan diabetes melitus (DM)(Abegunde, Indonesia, didapatkan bahwa untuk
Mathers, Adam, Ortegon, & Strong, pengobatan dan perawatan serangan
2007) cenderung mengalami trend yang jantung menghabiskan biaya sekitar 300
semakin meningkat (Kementerian juta. Sedangkan rata-rata biaya treatment
Kesehatan Republik Indonesia, 2014). untuk pasien kanker per bulan mencapai
Data World Health Organization 120 juta. Pada penderita stroke, mulai
(WHO) menunjukkan estimasi proporsi diagnosis, perawatan, hingga pemulihan
penyakit kardiovaskuler sebesar 37% menelan biaya sekitar 250 juta.
menjadi penyebab kematian di Indonesia Kebijakan pelayanan kesehatan di
(World Health Organization, 2014). Indonesia terutama dalam menangani
Permasalahan dan kondisi ini ternyata penyakit kronik dan terminal masih
tidak hanya dialami di Indonesia, namun belum spesifik. Kebijakan yang ada
juga terjadi secara global (Direktoral belum semuanya mengarah pada
Jenderal Pengendalian Penyakit dan pelayanan kesehatan untuk pasien
Penyehatan Lingkungan, 2015). penyakit kronis dan terminal.
Pemicu berbagai penyakit kronik Penanganan masalah ini di Indonesia
dan terminal ini lebih banyak karena masih sebagai materi dan belum ada
perubahan perilaku maupun gaya hidup. aspek serta sistematika penanganan yang
Merokok, kurang aktivitas fisik, serta spesifik.
kurang konsumsi sayur dan buah, juga Perawatan penyakit kronik dan
obesitas sentral merupakan penyebab terminal memerlukan upaya
yang paling sering muncul (Badan berkesinambungan baik di tingkat klinik
Penelitian dan Pengembangan pratama, sekunder (rumah sakit umum),
Kesehatan, 2013). Dengan pola hidup dan tersier (rumah sakit khusus). Oleh
yang tidak sehat, maka penyakit yang karena itu, koordinasi dari semua pihak
terjadi sering berakhir pada banyaknya sangat penting dilakukan. Perawatan
komplikasi dan tidak jarang penyakit ini tidak bisa hanya ditangani
menyebabkan kematian. dalam satu profesi saja, tetapi harus
Penyakit kronis dan terminal, melibatkan multiprofesi dan
seperti kanker dan diabetes, berpotensi multidisiplin (Furtado & Miriam, 2013;
mengurangi produktivitas serta Horne, 2014; Wissel, Olver, &
pertumbuhan ekonomi. Tidak menutup Sunnerhagen, 2013). Sebuah penelitian
kemungkinan penyakit kronik yang lain. juga menyatakan bahwa terdapat profesi
Beban ekonomi di Indonesia pada tahun kesehatan (dokter) yang tidak
2012 – 2030, sesuai dengan studi World mendengarkan keluhan pasien
Economic Forum (WEF) tahun 2014, (Federman et al., 2001).
menunjukkan bahwa dari lima penyakit Berdasarkan uraian latar belakang
tidak menular (penyakit kardiovaskuler, tersebut maka usaha untuk mewujudkan
kanker, PPOK, diabetes, dan kejiwaan), dan mengembangkan praktik pelayanan
diprediksi menyebabkan kerugian perawatan berkelanjutan pada penyakit
sebesar US$4,47 triliun $17,863 per kronik dan terminal perlu dilakukan

1|Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 2017


secara optimal. Dengan berbagai tidak ditularkan dari orang ke orang
dampak yang dimunculkan oleh (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
penyakit kronik tersebut, maka usaha Namun demikian, terdapat pula jenis
untuk mengatasi permasalahan ini secara penyakit kronik yang termasuk dalam
komprehensif semakin dibutuhkan. penyakit menular, seperti AIDS (Martin,
Pelayanan yang diberikan hendaknya 2007). Diperkirakan pada 3 dasa warsa
tidak hanya terbatas pada aspek fisik, ke depan, jumlah penderita akan
namun juga harus melibatkan aspek yang mengalami peningkatan. Hal ini dapat
lain seperti psikologis, spiritual, terjadi karena peningkatan usia harapan
psikososial, bahkan emosional. hidup, perubahan life style, maupun
Untuk menyelesaikan perkembangan teknologi terutama dalam
permasalahan yang muncul akibat bidang kedokteran. Dalam penelitian
penyakit kronik, maka perlu lain, disebutkan bahwa faktor risiko
diintegrasikan keseluruhan sistem utama penyakit ini meliputi merokok,
maupun disiplin yang ada sehingga kelebihan berat badan dan obesitas,
senergitas dapat terbentuk. Kolaborasi kurangnya aktivitas fisik, kurang gizi
multidisiplin yang berkesinambungan dan diet yang memadai, serta adanya
harus dimulai agar menghasilkan penyakit awal yang tidak ditangani
kualitas asuhan kesehatan yang optimal. dengan baik.
Menurut Wristht Le (1987),
Penyakit Kronik dan Terminal penyakit kronik dan terminal
Di seluruh dunia, kenaikan mempunyai beberapa sifat di antaranya
prevalensi penyakit kronik maupun (1) Progresif, (2) Menetap, dan (3)
terminal menyebabkan dampak yang Kambuh. Hampir 80% penderita
signifikan terhadap pemberian penyakit ini mendatangi dokter untuk
pelayanan kesehatan dan pelayanan konsultasi terkait penyakit yang dialami.
sosial. Diperkirakan perawatan penderita Selain itu, di unit gawat darurat, sekitar
penyakit kronik memakan antara 70- 66% pasien datang kembali karena
80% dari seluruh pengeluaran perawatan kekambuhan penyakit yang terjadi
kesehatan (Lei, Yin, & Zhao, 2012). (Nolte & McKee, 2008). Di ruang rawat
Penyakit kronik dan terminal inap, 40% penderita mengalami
merupakan salah satu jenis peningkatan morbiditas yang pada
permasalahan kesehatan yang saat ini akhirnya meninggal pada perawatan.
perlu mendapatkan perhatian secara Dampak dan Respon Penyakit Kronik
serius. Dengan perubahan pola hidup Dampak yang dapat ditimbulkan dari
masyarakat, maka prevalensi penyakit penyakit kronik terhadap klien di
kronik dan terminal juga semakin antaranya adalah:
meningkat. Hal tersebut tentunya akan a. Dampak psikologis
mempengaruhi segala aspek kehidupan Dampak ini dimanifestasikan dalam
baik secara ekonomi, kesehatan, bahkan perubahan perilaku, seperti klien
kesejahteraan dan kenyamanan. menjadi pasif, tergantung, kekanak-
Penyakit kronik dan terminal kanakan, merasa tidak nyaman,
adalah suatu penyakit yang perjalanan bingung, dan merasa menderita.
penyakit berlangsung lama sampai b. Dampak somatik
bertahun-tahun, bertambah berat, Dampak somatik adalah dampak
menetap, dan sering kambuh (Martin, yang ditimbulkan oleh tubuh karena
2007). Biasanya sering diakhiri dengan keadaan penyakitnya. Keluhan
fase kematian. Sebagian besar penyakit somatik sesuai dengan keadaan
kronik ini dapat juga digolongkan penyakitnya. Dampak terhadap
menjadi penyakit tidak menular (PTM), gangguan seksual misalmya.

2|Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 2017


Merupakan akibat dari perubahan 1. Pelaksanaan deteksi dini penyakit
fungsi secara fisik (kerusakan organ) menular dan tidak menular.
dan perubahan secara psikologis 2. Penyelenggaraan imunisasi.
(persepsi klien terhadap fungsi 3. Penguatan surveilans epidemiologi
seksual). Selain itu, dampak somatik dan faktor risiko.
dapat berbentuk dampak gangguan
aktivitas. Dampak ini akan Continuum of Care pada Penyakit
mempengaruhi hubungan sosial Kronik fan Terminal
sehingga hubungan sosial dapat Continuum of care pada penyakit
terganggu baik secara total maupun kronik dan terminal bertujuan untuk
sebagian. mencegah memburuknya penyakit
kronik maupun terminal serta
Penyakit kronik dan keadaan mengefisienkan biaya perawatan
terminal juga dapat menimbulkan respon kesehatan. Hal ini sejalan dengan
Bio-Psiko-Sosial-Spritual, yang rencana pemerintah berdasarkan
biasanya meliputi respon kehilangan. implementasi konsep pembangunan
Kehilangan teresbut biasanya berupa berkelanjutan (SDGs) di sector
kehilangan kesehatan, kemandirian, kesehatan yaitu mengurangi angka
situasi, rasa nyaman, fungsi fisik, fungsi kematian akibat penyakit tidak menular.
mental, konsep diri, maupun kehilan Pengoptimalan continuum of care
peran dalam kelompok dan keluarga. merupakan strategi tindak lanjut dari
upaya implementasi rencana tersebut.
Continuum of Care Perawatan berkelanjutan
Continuum of Care adalah sebuah merupakan bentuk perawatan yang
konsep yang melibatkan sistem dalam dilakukan dari hulu hingga hilir, mulai
memandu dan mendampingi pasien di dari rumah sakit hingga kembali ke
pelayanan kesehatan dari waktu ke rumah. Demikian pula yang tertuang
waktu secara komprehensif dan dalam RPJP Nasional paruh ketiga 2015-
mencakup semua tingkat serta intensitas 2019 bahwa pelayanan penyakit kronik
perawatan (HIMSS - Healthcare mengutamakan upaya preventif dan
Information and Management Systems promotif dengan melakukan pendekatan
Society, 2014). Continuum of Care keluarga.
meliputi pemberian pelayanan kesehatan Sebuah penelitian tentang
dalam suatu periode waktu, dari lahir continuum of care model pada penyakit
sampai akhir kehidupan, dan bisa Parkinson menyatakan bahwa
merujuk ke tingkat pelayanan perawatan pendekatan kolaboratif untuk
yang terkait. penanganan Parkinson secara
Pendekatan continuum of care komprehensif meibatkan 3 tingkat
yang dilaksanakan di Indonesia di bawah perawatan yang diperlukan untuk
naungan Departemen Kesehatan melalui mengembangkan rujukan dan
peningkatan cakupan, mutu, dan pendukung yang lain sehingga
keberlangsungan upaya pencegahan perubahan yang terjadi dapat dimonitor
penyakit dan pelayanan kesehatan ibu, secara baik (Horne, 2014). Tingkat
bayi, balita, remaja, usia kerja, dan usia perawatan tersebut meliputi: (1) Primary
lanjut (Direktoral Jenderal Pengendalian medical care, yaitu neurologist, (2)
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Secondary care, yaitu berupa
2015). Keberlangsungan upaya Parkinson’s Wellbeing Program yang
pencegahan penyakit dilakukan oleh diberikan oleh Unit Rehabilitasi, dan (3)
Ditjen PP dan Pl melalui strategi: Tertiary care, yang berupa kelompok

3|Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 2017


khusus di komunitas dengan integrasi middle-income countries. The
fisioterapis maupun tim lain. Lancet, 370(9603), 1929–1938.
Selain itu, pada penelitian yang http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1
lain juga menyatakan bahwa 016/S0140-6736(07)61696-1
pemindahan pasien dari tempat Badan Penelitian dan Pengembangan
perawatan akut ke tempat rehabilitasi Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan
atau lingkungan perawatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI.
berkelanjutan masih menunjukkan Direktoral Jenderal Pengendalian
berbagai kendala terkait dengan kualitas Penyakit dan Penyehatan
rehabilitasi pasien stroke (Wissel et al., Lingkungan. (2015). Rencana Aksi
2013). Program Pengendalian Penyakit
Dan Penyehatan Lingkungan.
Federman, A. D., Cook, E. F., Phillips,
R. S., Puopolo, A. L., Haas, J. S.,
Brennan, T. A., & Burstin, H. R.
(2001). Intention to Discontinue
Care Among Primary Care Patients.
October, 16, 668–674.
Furtado, L. G., & Miriam, M. (2013).
Model of Care in Chronic Disease:
Gambar 1. Mapping post-stroke Inclusion of A Theory of Nursing.
continuum of care model (Wissel et Text Context Nursing, 22(4), 1197–
al., 2013) 1204.
HIMSS - Healthcare Information and
Perawatan berkelanjutan pada Management Systems Society.
kondisi terminal bertujuan untuk (2014). Continuum of Care
menciptakan kondisi/ lingkungan yang (Definition of). Ambulatory HIE
nyaman sesuai dengan keinginan klien. Toolkit, 1–2. Retrieved from
Perawatan yang dilaksanakan di sini http://www.himss.org/ResourceLib
dilaksanakan secara multidisiplin untuk rary/genResourceDetailPDF.aspx?I
meringankan penderitaan klien baik temNumber=30272
secara fisik, psikologis, sosial, maupun Horne, J. (2014). A continuum if care
spiritual. Konsep perawatan model for comprehensive chronic
berkelanjutan pada kondisi ini adalah disease management: The
mencoba untuk melihat kebutuhan Parkinson’s Wellbeing Program.
individu pasien dan keluarga dan International Journal of
mengidentifikasi tindakan apa yang Intergrated Care, 14(December),
dapat bemberikan dampak pada mereka. 1–2.
Perawatan dalam hal ini tidak membatasi Kementerian Kesehatan Republik
proses kuratif yang dilaksanakan, tapi Indonesia. (2014). PROFIL
lebih berfungsi untuk melengkapi KESEHATAN INDONESIA.
perawatan berkelanjutan klien dengan Kementerian Kesehatan RI. (2013).
manajemen gejala dan pemberian Riset Kesehatan Dasar
dukungan. (RISKESDAS) 2013.
Lei, X., Yin, N., & Zhao, Y. (2012).
Daftar Pustaka Socioeconomic status and chronic
Abegunde, D. O., Mathers, C. D., Adam, diseases: The case of hypertension
T., Ortegon, M., & Strong, K. in China. China Economic Review,
(2007). The burden and costs of 23(1), 105–121.
chronic diseases in low-income and http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1

4|Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 2017


016/j.chieco.2011.08.004
Martin, C. M. (2007). Chronic disease
and illness care: Adding principles
of family medicine to address
ongoing health system redesign.
Canadian Family Physician,
53(12), 2086–2091. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
articles/PMC2231531/
Nolte, E. E., & McKee, M. (2008).
Caring for people with chronic
conditions : a health system
perspective. European Observatory
on Health Systems and Policies
Series, XXI, 259 .
http://doi.org/ISBN 978 92 890
4294 9
Wissel, J., Olver, J., & Sunnerhagen, K.
S. (2013). Navigating the
Poststroke Continuum of Care.
Journal of Stroke and
Cerebrovascular Diseases, 22(1),
1–8.
http://doi.org/10.1016/j.jstrokecere
brovasdis.2011.05.021
World Health Organization. (2014).
Population Reference Bureau.
http://doi.org/10.2307/1972177

5|Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 2017


Oral Presenter

SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN


5th Adult Nursing in Practice: Using Evidence in Care

“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan


Keluarga dalam Area Keperawatan Dewasa”
Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker

PERBANDINGAN SKOR MUAL PASIEN KANKER YANG MENDAPAT


TERAPI KEMOTERAPI ANTARA USIA MUDA DIBANDINGKAN USIA TUA

Kasron1 (korespondensi : kasronrw@gmail.com),


Agung Waluyo2, Debie Dahlia3
1
Program Studi Keperawatan Stikes Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap
2,3
Program Magister Ilmu Keperawatan FIK Universitas Indonesia

Abstrak

Kemoterapi merupakan salah satu intervensi pada penyakit kanker yang memiliki efek
samping mual. Usia mempengaruhi respon mual pada saat kemoterapi. Tujuan penelitian
untuk mengetahui perbandingan skor mual antara responden yang lebih muda dengan
yang lebih tua. Responden dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita
kanker yang sedang menjalani kemoterapi, menggunakan non-probability sampling
dengan metode consecutive sampling. Metode penelitian menggunakan deskriptive
analitic dengan time series design untuk pengukuran skor mual yang menggunakan Skala
Bieri pada 1 jam, 3 jam dan 6 jam setelah kemoterapi. Analisis statistik menggunakan uji
Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 30 responden memenuhi kriteria
penelitian. Pada kelompok usia kurang dari 45 tahun diketahui skor mual 1 jam pertama
3,67±0,65, 3 jam pertama 4,33±0,49, dan 6 jam pertama 5,00±1,05. Pada kelompok usia
lebih dari 45 tahun diketahui skor mual 1 jam pertama 4,17±0,86), 3 jam pertama
5,28±0,89, dan 6 jam pertama 6,33±1,23. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna skor mual 1 jam pertama setelah kemoterapi (p value = 0,136)
serta menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna skor mual 3 jam dan 6 jam pertama
setelah kemoterapi pada kelompok usia lebih muda dengan usia lebih tua. (p value =
0,004 dan 0,008). Terdapat perbedaan skor mual 3 dan 6 jam setelah kemoterapi pada
pasien kanker yang mendapat kemoterapi antara pasien yang berusia lebih muda dengan
usia yang lebih tua. Perlu evaluasi untuk penatalaksanaan mual pada responden yang lebih
tua saat kemoterapi seperti penggunaan aromaterapi, imajinasi terbimbing dan lainnya.

Kata Kunci : kanker, kemoterapi, mual, usia

Kanker merupakan sekelompok reseptor neurotransmitter yang terletak


besar penyakit yang dapat di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ),
mempengaruhi setiap bagian dari tubuh saluran pencernaan dan Vomiting Centre
(WHO, 2015). Data Riskesdas (2013) (VC) di otak, hal ini memicu terjadinya
diketahui jumlah penderita kanker refleks mual dan muntah (Moradian &
penduduk Indonesia sebesar 1,4 persen Howell, 2015; Navari, 2013).
dari total jumlah penduduk, dengan Penelitian Rhodes dan McDaniel,
prevalensi kanker tertinggi berada pada (2001) menjelaskan bahwa 66–91%
Provinsi DI Yogyakarta, yaitu sebanyak pasien kemoterapi akan menunjukan
4,1 persen, disusul Jawa Tengah gejala mual dan muntah. Penelitian
sebanyak 2,1 persen dan Bali sebanyak Bloechl-Daum B,Deuson RR, Mavros P,
2,0 persen. Pengobatan umum untuk et al Dalam Warr, Chambers, Cusano,
kanker adalah kemoterapi baik sendiri Cuthbert, dan Mah, (2015) menjelaskan
atau kombinasi dengan pengobatan lain. angka kejadian mual pasien
Ketika obat kemoterapi memasuki tubuh kemoterapi sebanyak 60% dan muntah
pasien, obat kemoterapi mengaktifkan 36%. Penelitian Chan dan Ismail (2014),

6|Prosidi ng Se mi nar Il miah Nasio nal Keperaw atan 2017


Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker

bahwa dari 90 pasien kemoterapi, 75 kurang yang berhubungan dengan


(83,3%) mengalami mual dan 71 penurunan nafsu makan dan mual.
(78,9%) mengalami muntah. Penelitian Perawat dapat mengurangi gejala mual
Aslam dkk. (2014) dari 100 pasien dengan melakukan intervensi seperti
kemoterapi, efek samping yang paling teknik relaksasi nafas dalam dan
sering dilaporkan adalah kelemahan hipnosis (Richardson et al., 2007).
(95%), kelelahan (90%), mual (77%). Meskipun telah dilakukan penanganan
Dari beberapa penelitian tersebut dapat mual, kejadian mual dan muntah masih
diketahui bahwa mual dan muntah sering terjadi pada pasien yang
merupakan keluhan efek samping yang mendapatkan kemoterapi.
sering mengganggu pada pasien kanker
yang menjalani kemoterapi. Metode
Faktor-faktor seperti usia, jenis Penelitian ini merupakan
kelamin perempuan, riwayat morning penelitian kuantitatif dengan
sickness, status aktifitas, konsumsi menggunakan deskriptive analitic
alkohol, konsumsi rokok dan tingkat design dengan pendekat an time
kecemasan mempengaruhi kejadian series design untuk pengukuran skor
mual dan muntah pada pasien yang mual. Pada penelitian ini subjek
mendapatkan kemoterapi (Sekine, dilakukan pemeriksaan penilaian seri
Segawa, Kubota, & Saeki, 2013). Usia skor mual pada 1 jam, 3 jam dan 6 jam
mempengaruhi tingkat mual-muntah setelah kemoterapi.
dengan dimana pada usia yang semakin Populasi pada penelitian ini
meningkat akan mempengaruhi adalah semua pasien yang menderita
sensitivitas reseptor-reseptor dan lebih kanker yang sedang menjalani
banyak pengalaman dengan berbagai kemoterapi dan dirawat inap di ruang
penyakit. Demikian juga dengan perawatan umum Rumah Sakit Prof. Dr.
peningkatan usia akan semakin Margono Soekarjo Purwokerto di ruang
meningkatkan kadar kortisol tubuh, Bougenville. Teknik pengambilan
dimana kortisol akan mempengaruhi 5- sampel yang digunakan dalam penelitian
hydroxytryptamine (5-HT) dalam system ini adalah non-probability sampling
saraf pusat melalui shunting metabolism dengan metode consecutive sampling
triptofan dari 5-HT (Roscoe, Morrow, dengan cara memilih sesuai dengan
Hickok, Mustian, & Shelke, 2004). kriteria inklusi, yaitu: pasien berusia
Mual dan muntah dapat lebih dari 18 tahun, pasien kooperatif,
berdampak pada masalah klinis pada mampu membaca dan menulis, dalam
pengobatan kanker seperti mengganggu kondisi sadar, dapat berorientasi baik
fungsi sosial, fisik, emosional, serta (tempat, waktu dan orang), mendapatkan
berdampak negatif terhadap kepatuhan terapi obat kemoterapi jenis HEC atau
pengobatan dan juga mempengaruhi MEC, dan mendapatkan terapi
kualitas hidup pasien. Perawat berperan pengobatan anti mual ondansentron.
penting dalam mengidentifikasi dan
mengelola gejala mual dan muntah. Hasil
Mual adalah efek samping kemoterapi Penelitian dilakukan pada 30
yang sangat mengganggu dan terasa responden dengan rentang umur
menetap dirasakan pasien dibandingkan responden paling muda 29 tahun dan
muntah (Warr et al., 2015). Hasil paling tua 59 tahun, nilai tengah umur
penelitian Waluyo (2000) bahwa 80% pada 45 tahun, rata umur 45,0 tahun dan
masalah keperawatan yang muncul pada simpangan baku 8,1. Hasil analisis
pasien kemoterapi terbanyak adalah distribusi data umur dengan uji Shapiro-
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi Wilk menunjukan bahwa data umur

7|Prosidi ng Se mi nar Il miah Nasio nal Keperaw atan 2017


Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker

tidak berdistribusi normal, sehingga tertinggi 5, dan pada pada usia lebih tua
pengkategorian usia muda dan usia tua rata-rata skor mual 5,28 (SD= 0,89),
menggunakan median umur 45. dengan skor terendah 4 dan tertinggi 7,
Diketahui sebanyak 12 responden hasil analisis selanjutnya menunjukan
berusia kurang dari 45 tahun yang bahwa terdapat perbedaan yang
dikategorikan usia lebih muda dan 18 bermakna skor mual 3 jam pertama
responden berusia lebih dari atau sama setelah kemoterapi pada usia lebih muda
dengan 45 tahun yang dikategorikan usia dengan usia lebih tua (p value = 0,004).
lebih tua. Sementara rata-rata skor mual pada
pengukuran 6 jam pertama setelah
Karakteristik Responden kemoterapi pada pada usia lebih muda
Responden usia lebih muda sekitar 5,00 (SD= 1,05), dengan skor
menunjukan lebih dari separuhnya terendah 4 dan tertinggi 6, dan pada usia
perempuan (58,3%), seluruhnya tidak lebih tua rata-rata skor mual 6,33 (SD=
memiliki riwayat konsumsi alkohol, 1,23), dengan skor terendah 5 dan
lebih dari separuhnya dengan kecemasan tertinggi 8 yang ditunjukkan pada tabel
sedang (66,7%), lebih dari separuh 2. Hasil analisis selanjutnya menunjukan
dengan pemberian obat ke-5 kali bahwa terdapat perbedaan yang
(58,3%), hampi seluruhnya dengan obat bermakna skor mual 6 jam pertama
MEC (91,7%), dan hampir seluruhnya setelah kemoterapi pada usia muda
dengan riwayat merokok (83,3%). dengan usia lebih tua (p value = 0,008).
Sedangkan pada usia lebih tua, lebih dari
separuh responden perempuan (55,6%), Tabel 1 Karakteristik Responden
hampir seluruhnya tidak memiliki
Lebih Lebih
riwayat konsumsi alkohol (83,3%), No Variabel Muda Tua
separuhnya dengan kecemasan ringan (n=12) (n=18)
(50,0%), lebih dari separuhnya dengan 1 Jenis kelamin
pemberian obat ke-5 kali (61,1%), Laki-laki 5 (41,7) 8 (44,4)
hampir seluruhnya dengan obat MEC Perempuan 7 (58,3) 10 (55,6)
2 Riwayat Konsumsi
(55,6%), dan hampir seluruhnya tidak
Alkohol
ada riwayat merokok (88,9%) yang Mengkonsumsi 0 (0) 3 (16,7)
ditunjukkan pada tabel 1. Tidak 12 (100) 15 (83,3)
mengkonsumsi
Skor Mual 3 Tingkat kecemasan
Ringan 4 (33,3) 9 (50,0)
Rata-rata skor mual pada
Sedang 8 (66,7) 4 (22,2)
pengukuran 1 jam pertama setelah Berat 0 (0) 5 (27,8)
kemoterapi pada usia lebih muda sekitar 4 Pemberian obat ke-
3,67 (SD= 0,65), dengan skor terendah 3 <5 5 (41,7) 7 (38,9)
dan tertinggi 5, dan pada usia lebih ≥5 7 (58,3) 11 (61,1)
5 Obat
tuarata-rata skor mual 4,1 7 (SD= 0,86),
MEC 11 10 (55,6)
dengan skor terendah 3 dan tertinggi 6, (91,7)
hasil analisis selanjutnya menunjukan HEC 1 (8,3) 8 (44,4)
bahwa tidak terdapat perbedaan yang 6 Penggunaan Rokok
bermakna skor mual 1 jam pertama Merokok 2 (16,7) 2 (11,1)
Tidak Merokok 10 16 (88,9)
setelah kemoterapi pada usia lebih muda
(83,3)
dengan usia lebih tua (p value = 0,136). MEC: Moderately Emetogenic
Dan juga rata-rata rata-rata skor mual Chemotherapy
pada pengukuran 3 jam pertama setelah HEC: Highly Emetogenic Chemotherapy
kemoterapi pada usia lebih muda 4,33
(SD= 0,49), dengan skor terendah 4 dan

8|Prosidi ng Se mi nar Il miah Nasio nal Keperaw atan 2017


Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker

Tabel 2 Analisis Variabel Usia dan Skor kemoterapi terdapat perbedaan yang
Mual Responden signifikan masing-masing p value
Var Klpk N Med M± P
sebesar 0,004 dan 0,008. Berbeda
(min- SD value dengan penelitian Rhodes dan McDaniel
max) * (2001) menjelaskan bahwa pasien
Skor Lebih 1 4 (3-5) 3,67 ± 0,134 kemoterapi yang berusia lebih muda,
mual muda 2 0,65 biasanya yang masih dibawah 30 tahun
1
melaporkan lebih sering dan lebih tinggi
jam
Lebih tua 1 4 (3-6) 4,17 ± mengalami kondisi gejala mual yang
8 0,86 diakibatkan oleh kemoterapi, sementara
pada penelitian Fraunholz, Grau, Weiß,
Skor Lebih 1 4(4-5) 4,33 ± 0,004 dan Rödel (2011) menjelaskan bahwa
mual muda 2 0,49
pasien muda yang berusia kurang dari 40
3
jam tahun (p value = 0,0029) lebih sering dan
Lebih tua 1 5 (4-7) 5,28 ± lebih tinggi mengalami kondisi gejala
8 0,89 mual yang diakibatkan oleh kemoterapi,
penelitian Sekine et al (2013)
Skor Lebih 1 5 (4-6) 5,00 ± 0,
menjelaskan bahwa kejadian mual
mual muda 2 1,05 008
6 meningkat pada pasien yang memiliki faktor
jam risiko seperti usia pasien yang kurang dari
Lebih tua 1 6 (5-8) 6,33 ± 55 tahun. Sementara penelitian Dodd,
8 1,23 Onishi, dan Dibble (1996) menjelaskan
bahwa kejadian mual meningkat pada
Pembahasan pasien yang memiliki faktor risiko seperti
Dari hasil penelitian ini didapatkan usia pasien yang kurang dari 65 tahun.
bahwa umur responden yang paling Karakteristik pasien terutama usia yang
muda adalah 29 dan yang paling tua lebih muda lebih rentan terhadap mual
adalah 59 tahun. Rata-rata umur yang berhubungan dengan kemoterapi
responden secara keseluruhan adalah (Roscoe et al., 2010). Berdasarkan
45,0 ± 8,1 tahun. Hasil penelitian ini paparan terhadap penelitian diatas,
memiliki hasil rata-rata umur yang peneliti dapat menyimpulkan bahwa
hampir sama seperti penelitian penelitian rata-rata responden dalam penelitian
Lua, Salihah dan Mazlan (2015) tentang tersebut sama dengan rata-rata
penggunaan aromaterapi pada pasien responden dalam penelitian ini serta
kemoterapi menunjukan rata-rata umur sesuai dengan penelitian-penelitian
responden pada usia 47,3 ± 9,3 tahun. sebelumnya tentang hubungan usia
Sementara penelitian Khiewkhern, dengan respon mual yang menjelaskan
Promthet, Sukprasert, Eunhpinitpong bahwa usia yang kurang dari (30-65
dan Bradshaw (2013) tentang tahun) lebih beresiko mengalami mual
penggunaan aromaterapi dan pijat pada setelah kemoterapi.
pasien kemoterapi menunjukan rata-rata Hasil penelitian menunjukan pada
umur responden pada usia 59 ± 9 tahun lebih dari separuh responden baik
dimana mayoritas responden berkisar kategori lebih muda maupun lebih tua
antara 32-70 tahun. Hasil penelitian (58,3% dan 55,6%) adalah perempuan.
menunjukan tidak ada perbedaan skor Diketahui bahwa perempuan lebih sering
mual antara usia lebih muda maupun menunjukan gejala mual akibat kemoterapi
dengan usia yang lebih tua (p dibandingkan laki-laki. Secara teori
value=0,134) pada pengukuran 1 jam perempuan memiliki respon mual yang lebih
setelah kemoterapi, sedangkan pada dibandingkan laki-laki, hal ini menunjukan
pengukuran 3 jam dan 6 jam setelah bahwa wanita umumnya lebih sensitif
terhadap jenis obat apapun termasuk jenis

9|Prosidi ng Se mi nar Il miah Nasio nal Keperaw atan 2017


Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker

obat kemoterapi yang masuk ke tubuh daging minimal, konsumsi


dibandingkan pada laki-laki (Roscoe et al., menggunakan biji-bijian, penggunaan
2004). Sehingga pada kategori usia vaksinasi, dan pemeriksaan rutin
berapapun, jika lebih banyak responden (Anand, Sundaram, Jhurani,
perempuan maka akan menunjukan lebih Kunnumakkara, & Aggarwal, 2008).
banyak respon mual dibanding pada laki-
Kejadian kanker saat ini mayoritas
laki. Hasil penelitian menunjukan pada
adalah disebabkan akibat berat badan
kategori lebih tua terdapat responden
berlebihan ataupun obesitas (Pergola &
yang mengalami kecemasan berat
Silvertris, 2013).
sebanyak 27,8%. Penelitian Thompson,
Berdasarkan penelitian ini dapat
(2012) menjelaskan bahwa kondisi
diketahui bahwa terdapat perbedaan skor
cemas yang berlebihan dapat
mual 3 dan 6 jam setelah kemoterapi
meningkatkan kejadian mual muntah.
pada pasien kanker yang mendapat
Kondisi cemas meningkatkan kejadian
kemoterapi antara pasien yang berusia
mual dan muntah saat kemoterapi yaitu
lebih muda dengan usia yang lebih tua.
pada saat kondisi cemas tinggi akan
Sehingga perlu evaluasi untuk
meningkatkan pelepasan opiat endogen
penatalaksanaan mual pada responden
berupa neurotransmiter β-endorphin di
yang biasa memperoleh lebih banyak
CSF (Cerebro Spinal Fluid). Endorfin
penatalaksanaan mual akibat kemoterapi
merupakan neurotransmitter penting
serta dapat diaplikasikannya terapi
yang terletak di CTZ. Sehingga pasien
intervensi keperawatan mandiri seperti
yang menunjukkan tingkat tinggi
aromaterapi, imajinasi terbimbing dan
distress dan kecemasan akan berada pada
lainnya untuk menurunkan mual pada
risiko yang lebih besar untuk terjadinya
pasien kemoterapi.
mual dan muntah. Sehingga pada kategori
usia lebih tua menunjukan respon mual lebih
dibandingkan kategori usia lebih muda. Kesimpulan
Insiden kejadian menderita kanker Terdapat perbedaan skor mual 3
umumnya terjadi pada usia yang lebih dan 6 jam setelah kemoterapi pada
tua, di wilayah Eropa dan Amerika pasien kanker yang mendapat
diketahui lebih dari 60% dari total kemoterapi antara pasien berusia lebih
kejadian kanker terjadi pada populasi muda dengan usia lebih tua. Perlu
orang tua yang berusia lebih dari 65 dilakukan penatalaksanaan keperawatan
tahun (Aapro, Kohne, Cohen, & untuk mengurangi mual pada responden
Extermann, 2005). Studi memperkirakan kemoterapi yang berusia lebih tua yang
bahwa faktor genetik menyebabkan memiliki mual lebih tinggi saat
hanya 5-10% dari semua kanker pada kemoterapi seperti penggunaan
manusia, sedangkan sisanya 90-95% aromaterapi, imajinasi terbimbing dan
disebabkan oleh lingkungan dan gaya lainnya.
hidup. Faktor gaya hidup termasuk
diantaranya merokok, diet (makanan Daftar Pustaka
yang digoreng, daging merah), alkohol, Aapro, M. S., Kohne, C.-H., Cohen, H.
paparan sinar matahari, polusi J., & Extermann, M. (2005). Never
lingkungan, infeksi, stres, obesitas, dan too old? age should be a barrier to
kurangnya aktivitas fisik. Oleh karena enrollment in cancer clinical trials.
itu, pencegahan kanker perlu berhenti The Oncologist, 10, 198–204.
merokok, meningkatkan konsumsi buah- http://doi.org/10.1634/theoncologis
buahan dan sayuran, tidak t.12-12-1379
mengkonsumsi alkohol, pembatasan Anand, P., Sundaram, C., Jhurani, S.,
kalori, olahraga, menghindari paparan Kunnumakkara, A. B., &
langsung sinar matahari, konsumsi Aggarwal, B. B. (2008). Curcumin

10 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker

and cancer: An “old-age” disease immunity improvement in


with an “age-old” solution. Cancer colorectal cancer patients receiving
Letters, 267(1), 133–164. chemotherapy. Asian Pacific
http://doi.org/10.1016/j.canlet.200 Journal of Cancer Prevention,
8.03.025 14(6), 3903–3907.
Aslam, M. S., Naveed, S., Ahmed, A., http://doi.org/10.7314/APJCP.2013
Abbas, Z., Gull, I., & Athar, M. A. .14.6.3903
(2014). Side Effects of Lua, P. L., Salihah, N., & Mazlan, N.
Chemotherapy in Cancer Patients (2015). Effects of inhaled ginger
and Evaluation of Patients Opinion aromatherapy on chemotherapy-
about Starvation Based Differential induced nausea and vomiting and
Chemotherapy. Journal of Cancer health-related quality of life in
Therapy, 5(July), 817–822. women with breast cancer.
Badan Penelitian dan Pengembangan Complementary Therapies in
Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Medicine, 23(3), 396–404.
Dasar, 306. http://doi.org/10.1016/j.ctim.2015.
Chan, H. K., & Ismail, S. (2014). Side 03.009
effects of chemotherapy among Moradian, S., & Howell, D. (2015).
cancer patients in a Malaysian Prevention and management of
general hospital: Experiences, chemotherapy induced nausea and
perceptions and informational vomiting. International Journal of
needs from clinical pharmacists. Palliative Nursing, 21(5), 216–224.
Asian Pacific Journal of Cancer Navari, R. M. (2013). Management of
Prevention, 15(13), 5305–5309. Chemotherapy-Induced Nausea and
http://doi.org/10.7314/APJCP.2014 Vomiting Focus on Newer Agents
.15.13.5305 and New Uses for Older Agents.
Dodd, M., Onishi, K., & Dibble, S. Indiana University School of
(1996). Differences in nausea, Medicine, 73, 249–262.
vomiting and retching between http://doi.org/10.1007/s40265-013-
younger and older outpatients 0019-1
receiving cancer chemotherapy. Pergola, G. De, & Silvertris, F. (2013).
Cancer Nursing, 19, 155–161. Obesity as a Major Risk Factor for
Retrieved from Cancer. Journal of Obesity, 289(1),
http://journals.lww.com/cancernurs 106–135.
ingonline/Abstract/1996/06000/Dif http://doi.org/10.1177/1745691612
ferences_in_nausea,_vomiting,_an 462586
d_retching.1.aspx Rhodes, V., & McDaniel, R. (2001).
Fraunholz, I., Grau, K., Weiß, C., & Nausea, vomiting and retching:
Rödel, C. (2011). Patient- and Complex problem in palliative care.
Treatment-Related Risk Factors for A Cancer Journal for Clinicians,
Nausea and Emesis during 51(4), 232–248.
Concurrent Chemoradiotherapy. http://doi.org/10.3322/canjclin.51.
Strahlenther Onkology, (1), 1–7. 4.232
http://doi.org/10.1007/s00066-010- Richardson, J., Richardson, J., Smith, J.
2196-0 E., Mccall, G., Richardson, A.,
Khiewkhern, S., Promthet, S., Pilkington, K., & Kirsch, I. (2007).
Sukprasert, A., Eunhpinitpong, W., Hypnosis for nausea and vomiting
& Bradshaw, P. (2013). in cancer chemotherapy : a
Effectiveness of aromatherapy with systematic review of the research
light thai massage for cellular evidence.

11 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker

http://doi.org/10.1111/j.1365- Risk for Chemotherapy-Induced


2354.2006.00736.x Nausea and Vomiting. Oncology
Roscoe, J. a., Morrow, G. R., Colagiuri, Nursing, 16(3), 309–314.
B., Heckler, C. E., Pudlo, B. D., Waluyo, A. (2000). Analisis masalah
Colman, L., … Jacobs, A. (2010). keperawatan pada klien keganasan
Insight in the prediction of hematologi yang mendapatkan
chemotherapy-induced nausea. terapi medik kemoterapi. Jurnal
Supportive Care in Cancer, 18(7), Keperawatan Indonesia, 8(1), 1–7.
869–876. Warr, J. K., Chambers, C. R., Cusano, F.
http://doi.org/10.1007/s00520-009- L., Cuthbert, C. A., & Mah, M. S.
0723-2 (2015). Feasibility of using the
Roscoe, J. a., Morrow, G. R., Hickok, J. Multinational Association of
T., Mustian, K. M., & Shelke, A. R. Supportive Care in Cancer
(2004). Biobehavioral factors in Antiemesis Tool for assessment of
chemotherapy-induced nausea and chemotherapy-induced nausea and
vomiting. JNCCN Journal of the vomiting at the Tom Baker Cancer
National Comprehensive Cancer Centre. Joural of Oncology
Network, 2(5), 501–508. Pharmacy Practice, 21(5), 348–
Sekine, I., Segawa, Y., Kubota, K., & 357.
Saeki, T. (2013). Risk factors of http://doi.org/10.1177/1078155214
chemotherapy-induced nausea and 540317
vomiting : Index for personalized WHO. (2015). Cancer. Retrieved
antiemetic prophylaxis. Cancer February 3, 2015, from
Science, 104(6), 711–718. http://www.who.int/mediacentre/fa
http://doi.org/10.1111/cas.12146 ctsheets/fs297/en/
Thompson, N. (2012). Optimizing
Treatment Outcomes in Patients at

12 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control

MODIFIKASI PRO SELF PAIN CONTROL UNTUK MENGURANGI NYERI


PADA PASIEN KANKER KOLOREKTAL
Khoirunnisa’ Munawaroh1 (korespondensi : anieza17@gmail.com),
Untung Sujianto2, Mardiyono3
1
Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan
2
Dosen Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP
3
Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Abstrak

Nyeri kanker merupakan pengalaman tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
oleh karena kondisi kanker dan efek samping dari kemoterapi. Manajemen nyeri kanker
meliputi farmakologis dan nonfarmakologis. Kendala yang muncul pada manajemen
nyeri adalah kurangnya pengetahuan dan kemampuan pasien untuk mengenali dan
mengatasi nyeri secara mandiri. Modifikasi pro-self pain control merupakan manajemen
nyeri dengan menggabungkan pro self pain control (edukasi, analgetik dan monitoring
dengan buku harian nyeri) dan spiritual emotional freedom technique (SEFT). Tujuan
penelitian ini untuk mengevaluasi modifikasi pro-self pain control untuk menurunkan
nyeri pada pasien kanker kolorektal yang menjalani kemoterapi. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimental dengan desain randomised control trial. Pasien kanker
kolorektal siklus yang menjalani kemoterapi siklus 1-12 dengan skala nyeri ≥3 dilakukan
simpel randomisasi ke dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing
24 responden. Setelah 6 jam pemberian analgetik pasien diberikan edukasi manajemen
nyeri, SEFT dan setiap hari mengisi buku harian nyeri. Intervensi dilakukan 2 hari di
rumah sakit dan 7 hari di rumah. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
numeric rating scale (NRS). Analisis data yang digunakan yaitu uji t-test. Level nyeri pre
tes 4,71±1,27 pos tes 1,80±1,12 pada kelompok intervensi sedangkan pre tes 4,33±1,09
pos tes 3,33±1,16 pada kelompok kontrol. Modifikasi pro self pain control lebih efektif
menurunkan nyeri dengan p < 0,001. Kesimpulannya modifikasi pro self pain control
dapat menurunkan nyeri pada pasien kanker kolorektal yang menjalani kemoterapi siklus
1-12.

Kata kunci : nyeri, modifikasi pro self pain control, kanker kolorektal, kemoterapi

Kanker kolorektal merupakan adanya massa di area abdomen (Keslen,


penyakit yang disebabkan oleh 2008; American Cancer Society, 2016).
peningkatan dan pertumbuhan sel dalam Kemoterapi merupakan salah
tubuh secara tidak normal di lapisan usus satu penatalaksanaan kanker dengan
dan rektum . World Health Organization metode pemberian sitostatika untuk
(WHO) menyebutkan insidensi kaker menghambat dan membunuh sel-sel
meningkat dari 12,7 juta kasus per tahun dalam tubuh yang aktif membelah. Jenis
pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus obat kemoterapi untuk kanker kolorektal
di tahun 2012. Kasus kanker kolorektal antara lain, 5-flurourasil, leucovorin,
menduduki peringkat ke 3 di dunia oxaliplatin, capecitabine, avastin atau
(WHO, 2012). Tanda gejala yang kombinasi dari obat-obat tersebut. Obat
muncul pada kanker ini antara lain, nyeri kemoterapi tersebut memberikan efek
pada abdomen, perubahan pola eliminasi samping salah antara lain mual, diare,
fekal, adanya darah dalam feses, dan

13 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control

konstipasi, dan nyeri (National Beck, Dudley, & Barsevick, 2005;


Comprehensive Cancer Network, 2015). Oosterling et al., 2015).
Pada pasien kemoterapi nyeri Modifikasi pro self pain control
yang dirasakan tidak hanya disebabkan merupakan intervensi yang terdiri dari
oleh efek samping obat kemoterapi akan edukasi manajemen nyeri, penggunaan
tetapi juga akibat dari penekanan sel analgetik, Spiritual emotional freedom
kanker itu sendiri. Nyeri yang dirasakan technique (SEFT)setelah 6 jam
seperti nyeri tumpul hingga kolik (D. E. pemberian obat analgetik, serta
Beck et al., 2011). Menurut Lowery et monitoring menggunakan buku harian.
al. (2013) nyeri pada pasien kanker Modifikasi ini bertujuan untuk
kolorektal dirasakan di beberapa lokasi meminimalkan kenaikan dosis obat
antara lain, tungkai atau kaki (52.2%), analgetik yang didapatkan oleh pasien
punggung (30.4%), dengan menambahkan teknik SEFT.
pelvis/rektum/genitalia (17.4%), Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
lengan/tangan (17.4%), abdomen (13%), mengevaluasi modifikasi pro self pain
and leher (8.7%). Rentang rata-rata nyeri control untuk mengurangi nyeri pada
pasien pada rentang nyeri sedang hingga pasien kanker kolorektal yang menjalani
berat (Ovayolu, Ovayolu, & Aytaç, kemoterapi.
2014).
Penatalaksanaan nyeri pada Metode
pasien kanker terdiri dari farmakologis, Penelitian ini merupakan
non farmakologis maupun gabungan dari penelitian eksmerimen dengan
keduanya. Secara farmakologis WHO rancangan randomised control trial.
memberikan pedoman pemberian Penelitian ini direview oleh komite etik
analgetik sesuai dengan kategori nyeri kesehatan universitas diponegoro-RSUP
mulai dari non opiat hingga opiat kuat dr Kariadi Semarang. Penelitian
seperti morfin. Pemberian obat opiat dilaksanakan pada November 2016-
kuat secara terus menerus dapat Januari 2017 di Ruang Cenderawasih
menimbulkan efek ketergantungan. RSUP dr Kariadi Semarang. Sebelum
Beberapa intervensi memberikan efek mengikuti penelitian pasien
menurunkan nyeri antara lain, massage, menandatangi inform concent. Sampel
musik, akupuntur, spiritual emotional diambil dengan teknik simple random
freedom technique (SEFT), dan pro self sampling dengan jumlah 24 responden
pain control. (Hakam, Yetti, & Hariyati, pada masing-masing kelompok. Kriteria
2009; Li et al., 2011; Lian, Pan, Zhou, & inklusi antara lain; pasien kanker kolon
Zhang, 2014; Miaskowski et al., 2004; yang menjalani kemoterapi, stadium
Sturgeon et al., 2009) kanker 3-4, berusia 18-60 tahun, skala
Penatalaksanaan nyeri terdapat nyeri ≥3, dan mampu menulis Kriteria
beberapa kendala antara lain intervensi eksklusi pada penelitian ini pasien
hanya dapat dilakukan oleh tenaga mendapatkan tambahan terapi
kesehatan, pasien belum mampu radioterapi. Pengambilan data dilakukan
mendeteksi nyeri, dan pasien belum menggunakan instrumen numeric rating
mampu melakukan manajemen nyeri di scale. Analisis data yang digunakan
rumah secara mandiri (Jacobsen, yaitu paired t-test dan independent t-test.
Moldrup, Christrup, 2009). Akibat dari Prosedur penelitian yang digunakan oleh
kendala tersebut nyeri belum teratasi peneliti ditunjukkan pada gambar 1.
sehingga menimbulkan beberapa
dampak antara lain gangguan aktivitas,
gangguan tidur, cemas hingga distres
spiritual (Anaesth & Gehdoo, 2006; S.

14 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control

Hasil intervensi pro self pain control selama 6


Karakteristik responden minggu dan Koller selama 20 minggu
Sebanyak 48 responden mengikuti dapat meningkatkan pengetahuan
penelitian ini. Data karakteristik dengan p<0,001 akan tetapi belum dapat
responden disajikan pada tabel 1. Data menurunkan nyeri dengan
dari kelompok kontrol dan perlakuan p>0,05(Rustøen et al., 2012; Koller,
homogen ditunjukkan dengan levene test Miaskowski, Geest, Opitz, & Spichiger,
nilai p ≥ 0,05. 2013). Penambahan spiritual emotional
Nyeri freedom technique pada penelitian yang
Gambaran nyeri pada kelompok dilakukan peneliti secara statistik
intervensi dan kelompok kontrol tersaji signifikan dalam mengurangi nyeri.
pada grafik 1. Dari hari ke 1 sampai hari Hasil penelitian ini sama dengan
ke 9 nilai mean pada kelompok hasil penelitian dari Miaskowski et
intervensi turun dari 4,71 ± 1,27 menjadi al.(2004) intervensi pro self pain control
1,80 ± 1,12. Pada kelompok kontrol nilai selama 6 minggu dapat menurunkan
mean turun dari 4,33 ± 1,09 menjadi 3,33 nyeri dengan p<0,001. Effect size dari
±1,16. penelitian ini yaitu 0,8. Hakam
Tabel 2 menyajikan pengaruh menyatakan bahwa dari selisih mean
modifikasi pro self pain control terhadap setelah diberikan SEFT selama 5 hari
nyeri pada kelompok intervensi dan oleh peneliti, nyeri menurun pada
kelompok kontrol. Pada kedua kelompok kontrol yaitu 1,58 SD 0,23
kelompok menunjukkan p<0,001. Hasil dan kelompok intervensi 2,26 SD 0,92
analisis beda mean pada kelompok dengan p=0,047 (Hakam et al., 2009).
intervensi dan kelompok kontrol selama Effect size dari penelitian ini yaitu 1,01.
9 hari menunjukkan bahwa modifikasi Berdasarkan dua hasil penelitian tersebut
pro self pain control lebih efektif dari adanya modifikasi pro self pain control
intervensi standar rumah sakit dengan yaitu penggabungan antara pro self pain
nilai p<0,001. Hasil analisis tersaji pada control dan SEFT meningkatkan effect
tabel 3. size menjadi 1,9.
Modifikasi Pro-Self Pain Control
Pembahasan membantu pasien untuk mengatasi nyeri
Gambaran nyeri pada pasien secara mandiri baik di rumah sakit
kanker kolorektal mengalami penurunan maupun di rumah. Pasien diajarkan cara
baik pada kelompok intervensi dan mengenali nyeri dengan menggunakan
kelompok kontrol. Nilai mean pre tes numeric rating scale dan dicatat dalam
hari pertama pada kelompok intervensi buku harian nyeri sehingga pasien akan
berada pada kategori nyeri sedang (4-6). lebih mudah dalam mengkomunikasikan
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dengan dokter atau perawat terkait
Lowery (2013) nilai nyeri pada pasien dengan nyeri yang dirasakan. Komponen
kanker kolorektal yaitu antara 4-6. Nyeri edukasi meningkatkan pengetahuan
pada pasien kanker kolorektal dapat pasien akan manajemen nyeri (Adam,
disebabkan oleh beberapa hal antara lain Bond, & Murchie, 2015; Ling, Lui, &
kondisi kanker, luka pasca pembedahan So, 2011). Pada penelitian ini edukasi
dan atau akibat dari efek samping obat manajemen nyeri dengan obat maupun
kemoterapi.(Keslen, 2008) SEFT menggunakan booklet sehingga
Berdasarkan hasil analisis uji beda pasien dapat membacanya kembali
hasil penelitian yang dilakukan oleh ketika berada di rumah. Pemberian
peneliti berbeda dengan hasil penelitian SEFT yang dikombinasikan dengan obat
sebelumnya menggunakan pro self pain morphin memberikan pengaruh terhadap
control. Hasil penelitian dari Roeston penurunan nyeri. Tapping pada titik

15 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control

meridian melibatkan penetralan antara colorectal cancer staged? Last.


aksis hipotalamus-hipofisis- Retrieved from
adrenocortical yang mengarah ke http://www.cancer.org/cancer/colo
kelebihan produksi kortisol. Aktivasi nandrectumcancer/detailedguide/co
titik meridian mengaktifkan serabut lorectal-cancerstaged
saraf mielin yang merangsang Anaesth, I. J., & Gehdoo, R. P. (2006).
hipotalamus dan hipofisis kelenjar, yang CANCER PAIN
mengarah ke pelepasan β-endorfin dari MANAGEMENT.
hipotalamus ke dalam cairan tulang Beck, D. E., Wexner, S. D., Hull, T. L.,
belakang dan pituitari ke dalam aliran Roberts, P. L., Saclarides,
darah. Dengan demikian β-endorfin Theodore J. Senagore, Anthony J.
dapat meningkatkan analgesia fisiologis Stamos, M. J., & Steele, S. R.
dan homeostasis berbagai macam sistem (2011). The ASCRS Textbook of
termasuk sistem imun, sistem Colon and Rectal Surgery (second
kardiovaskular, sistem pernapasan dan edi). New York: Spinger.
perbaikan jaringan (Mehta, Dhapte, Beck, S., Dudley, W., & Barsevick, A.
Kadam, & Dhapte, 2016). (2005). Pain, sleep disturbance, and
Pengukuran nyeri pada penelitian fatigue in patients with cancer:
ini dilakukan setelah tindakan SEFT using a mediation model to test a
selesai. Lamanya efek kerja dari SEFT symptom cluster. Oncol Nurs
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Forum, 32, 542.
Sampel penelitian sebaiknya Hakam, M., Yetti, K., & Hariyati, T. S.
menggunakan proporsi yang sama (2009). Intervensi Spiritual
minimal 2 sampel setiap siklus Emotional Freedom Technique
kemoterapi agar nyeri dapat tergambar Untuk Mengurangi Rasa Nyeri
secara berimbang di setiap siklus. Pada Pasien kanker, 13(2), 91–95.
Jacobsen R, Moldrup C, Christrup L, S.
Kesimpulan P. (2009). Patient-related barriers to
Berdasarkan hasil penelitian yang cancer pain management: a
didapatkan dapat disimpulkan bahwa systematic exploratory review.
modifikasi pro self pain control dapat Scan Inavianjournal Caring
menurunkan nyeri pada pasien kanker Science, 23, 190–208.
kolorektal yang menjalani kemoterapi. Keslen, D. (2008). Principles and
Aplikasi modifikasi pro self pain control Practice of Gastrointestinal
dapat dilaksanakan sesuai dengan Oncology (second). philadelphia:
protokol. Lippincott William and Wilkins.
Koller, A., Miaskowski, C., Geest, S. De,
Daftar Pustaka Opitz, O., & Spichiger, E. (2013).
Adam, R., Bond, C., & Murchie, P. Results of a randomized controlled
(2015). Educational interventions pilot study of a self-management
for cancer pain. A systematic intervention for cancer pain.
review of systematic reviews with European Journal of Oncology
nested narrative review of Nursing, 17(3), 284–291.
randomized controlled trials. http://doi.org/10.1016/j.ejon.2012.
Patient Education and Counseling, 08.002
98(3), 269–282. Li, X.-M., Yan, H., Zhou, K.-N., Dang,
http://doi.org/10.1016/j.pec.2014.1 S.-N., Wang, D.-L., & Zhang, Y.-P.
1.003 (2011). Effects of music therapy on
American cancer society. (2016). pain among female breast cancer
Colorectal Cancer Guide: How is patients after radical mastectomy:

16 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control

results from a randomized National Comprehensive Cancer


controlled trial. Breast Cancer Network. (2015). NCCN Guideline
Research and Treatment, 128(2), Colon Cancer. Retrieved from
411–419. www.nccn.org/patient
http://doi.org/10.1007/s10549-011- Oosterling, A., te Boveldt, N., Verhagen,
1533-z C., van der Graaf, W., Van Ham,
Lian, W.-L., Pan, M., Zhou, D., & M., Van der Drift, M., … Engels, Y.
Zhang, Z. (2014). Effectiveness of (2015). Neuropathic Pain
acupuncture for palliative care in Components in Patients with
cancer patients: a systematic Cancer: Prevalence, Treatment, and
review. Chinese Journal of Interference with Daily Activities.
Integrative Medicine, 20(2), 136– The Official Journal Of World
147. http://doi.org/10.1007/s11655- Institute Of Pain, 16(4), 413–21.
013-1439-1 Ovayolu, Ö., Ovayolu, N., & Aytaç, S.
Ling, C., Lui, L. Y. Y., & So, W. K. W. (2014). Pain in cancer patients :
(2011). Do educational pain assessment by patients and
interventions improve cancer family caregivers and problems
patients’ quality of life and reduce experienced by caregivers. Support
pain intensity? Quantitative Care Cancer.
systematic review. Journal of http://doi.org/10.1007/s00520-014-
Advanced Nursing, 68(3), 511–520. 2540-5
http://doi.org/10.1111/j.1365- Rustøen, T., Valeberg, B. T., Kolstad, E.,
2648.2011.05841.x Wist, E., Paul, S., & Miaskowski,
Lowery, A. E., Starr, T., Dhingra, L. K., C. (2012). The Pro-Self Pain
Rogak, L., Hamrick-price, J. R., Control Program Improves Patients
Farberov, M., … Passik, S. D. ’ Knowledge of Cancer Pain
(2013). Frequency , Characteristics Management. Journal of Pain and
, and Correlates of Pain in a Pilot Symptom Management, 44(3), 321–
Study of Colorectal Cancer 330.
Survivors 1 – 10 Years Post- http://doi.org/10.1016/j.jpainsymm
Treatment. Pain Medicine, 14, an.2011.09.015
1673–1680. Sturgeon, M., Wetta-hall, R., Ph, D.,
Mehta, P., Dhapte, V., Kadam, S., & Hart, T., Ph, D. C., Good, M., &
Dhapte, V. (2016). Contemporary Dakhil, S. (2009). Effects of
acupressure therapy : Adroit cure Therapeutic Massage on the
for painless recovery of therapeutic Quality of Life Among Patients
ailments. Journal of Traditional with Breast Cancer During
Chinese Medical Sciences, 30, 1– Treatment, 15(4), 373–380.
13. WHO. (2012). Latest world cancer
http://doi.org/10.1016/j.jtcme.2016 statistics. Retrieved May 15, 2016,
.06.004 from www.iarc.fr/en/media-
Miaskowski, C., Dodd, M., West, C., centre/pr/2013/pdfs/pr223_E.pdf
Schumacher, K., Paul, S. M.,
Tripathy, D., & Koo, P. (2004).
Randomized Clinical Trial of the
Effectiveness of a Self-Care
Intervention to Improve Cancer
Pain Management. Journal of
Clinical Oncology, 22(9), 1713–
1720.

17 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control

Pengumpulan data dasar 6 jam setelah pemberian obat analgetik

Randomisasi

Kelompok intervensi= 24 Kelompok kontrol= 24

Modifikasi Pro Self Pain Control Standar rumah sakit


Intervensi di rumah sakit Intervensi di rumah sakit
Hari ke-1 1. Pengukuran skala nyeri Hari ke-1 1. Pengukuran skala nyeri
2. Edukasi manajemen nyeri oleh 2. relaksasi nafas dalam
peneliti 3. pengukuran skala nyeri
3. Mengajarkan spiritual emotional setelah nafas dalam
freedom technique 5 menit oleh
peneliti
4. Pengukuran skala nyeri setelah
SEFT selesai
Hari ke-2 1. pengukuran skala nyeri Hari ke-2 1. relaksasi nafas dalam
2. Review pengetahuan tentang 2. pengukuran skala nyeri
manajemen nyeri setelah nafas dalam
3. Pasien melakukan spiritual
emotional freedom technique
didampingi peneliti
4. Pengukuran skala nyeri setelah
SEFT selesai
Intervensi di rumah Intervensi di rumah
Hari 3-9 1. pasien mandiri melakukan hari 3-9 1. pasien melakukan nafas
modifikasi pro-self dalam
2. pasien mengisi buku harian nyeri 2. pasien mengisi buku
setiap hari harisan nyeri setiap
hari
Hari ke Pengumpulan buku harian nyeri pada Hari ke 10 Pengumpulan buku
10 saat kontrol harian nyeri pada saat
kontrol
Gambar 1. Prosedur Penelitian

Tabel 1. Data karakteristik responden di Ruang Cenderawasih


RSUP Dr. Kariadi Semarang (n=48)
Karakteristik Intervensi kontrol p
mean (SD) atau n(%) mean (SD) atau n(%)
usia
mean (SD) 47,62 (11,79) 49,58 (9,79) 0,246
18-45 8 (33,3) 6 (25,00)
46-60 16 (67,67) 18 (75,00)
jenis kelamin 0,422
laki-laki 12 (50,00) 14 (58,30)
perempuan 12 (50,00) 10 (47,70)
diagnosa 0,129
ca colon 11 (45,80) 11 (45,80)
ca rektum 9 (37,5) 11 (45,80)
ca colon metas hepar 0 (0,00) 2 (8,30)
ca recti metas hepar 2 (8,3) 0 (0,00)
ca colorectal 2 (8,3) 0 (0,00)

18 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control

Karakteristik Intervensi kontrol p


mean (SD) atau n(%) mean (SD) atau n(%)
siklus kemoterapi 1,000
siklus 1 5 (20,83) 5 (20,83)
siklus 2 2 (8,33) 2 (8,33)
siklus 3 2 (8,33) 2 (8,33)
siklus 4 1 (4,17) 1 (4,17)
siklus 5 2 (8,33) 2 (8,33)
siklus 6 2 (8,33) 2 (8,33)
siklus 7 2 (8,33) 2 (8,33)
siklus 8 2 (8,33) 2 (8,33)
siklus 9 1 (4,17) 1 (4,17)
siklus 10 1 (4,17) 1 (4,17)
siklus 11 2 (8,33) 2 (8,33)
siklus 12 2 (8,33) 2 (8,33)
Analgetik morphin 0,424
2x10 mg 20 (83,33) 21 (87,50)
2x15 mg 4 (16,67 3 (12,50)

Grafik 1. gambaran nyeri pos tes pada kelompok


6 intervensi dan kontrol
4
mean

2 intervensi
kontrol
0
0 2 4 6 8 10
pos tes hari 1-9

Tabel 2. Pengaruh modifikasi pro self pain control pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol di Ruang Cenderawasih RSUP dr Kariadi Semarang (n=48)
kelompok intervensi (n=24) kelompok kontrol (n=24)
variabel
Mean SD Mean SD p Mean SD Mean SD p
pre tes 1 – pos tes 9 4,71 1,27 1,80 1,12 <0,001 4,33 1,09 3,33 1,16 <0,001
pre tes 1 – pos tes 1 4,71 1,27 4,42 1,06 0,010 4,33 1,09 4,29 1,08 0,330
pos tes 1 – pre tes 2 4,42 1,06 4,50 1,10 0,430 4,29 1,08 4,45 1,14 0,100
pre tes 2 – pos tes 2 4,50 1,10 3,75 1,07 <0,001 4,45 1,14 4,37 1,13 0,160
pos tes 2 – pre tes 3 3,75 1,07 4,38 1,06 <0,001 4,37 1,13 4,41 1,34 0,810
pre tes 3 – pos tes 3 4,38 1,06 3,46 1,10 <0,001 4,41 1,34 4,25 1,29 0,050
pos tes 3 – pre tes 4 3,46 1,10 4,00 0,93 <0,001 4,25 1,29 4,33 1,34 0,330
pre tes 4 – pos tes 4 4,00 0,93 3,25 1,07 <0,001 4,33 1,34 4,21 1,31 0,080
pos tes 4 – pre tes 5 3,25 1,07 3,71 1,12 <0,001 4,21 1,31 4,04 1,04 0,260
pre tes 5 – pos tes 5 3,71 1,12 2,75 1,26 <0,001 4,04 1,04 3,96 1,04 0,160
pos tes 5 - pre tes 6 2,75 1,26 3,58 1,10 <0,001 3,96 1,04 4,00 1,28 0,800
pre tes 6 – pos tes 6 3,58 1,10 2,63 1,14 <0,001 4,00 1,28 3,91 1,28 0,160
pos tes 6 – pre tes 7 2,63 1,14 3,12 0,99 <0,001 3,91 1,28 3,79 0,93 0,500
pre tes 7 – pos tes 7 3,12 0,99 2,17 1,13 <0,001 3,79 0,93 3,67 1,00 0,080
pos tes 7 – pre tes 8 2,17 1,13 3,04 0,86 <0,001 3,67 1,00 3,58 1,05 0,580
pre tes 8 – pos tes 8 3,04 0,86 2,04 1,12 <0,001 3,58 1,05 3,54 1,10 0,330
pos tes 8 – pre tes 9 2,04 1,16 3,00 0,93 <0,001 3,54 1,10 3,45 1,06 0,330
pre tes 9 – pos tes 9 3,00 0,93 1,80 1,12 <0,001 3,45 1,06 3,33 1,16 0,080

19 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol

PENGARUH PENGGUNAAN ANTISEPTIK KOMBINASI POVIDON IODINE


DAN ALKOHOLTERHADAP KEJADIAN PLEBITIS

Sri Hananto Ponco Nugroho (Korespondensi : hanantoponco@yahoo.com)

STIKES Muhammadiyah Lamongan

Abstrak

Plebitis merupakan kompikasi utama dalam tindakan pemasangan infus. Salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya plebitis yaitu dengan menggunakan teknik aseptik. Pemakaian
aseptik povidon iodine diikuti alkohol diperkirakan lebih baik dibandingkan pemberian
alkohol saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan antiseptik
kombinasi povidon iodine dan alkohol terhadap kejadian plebitis. Desain penelitian
menggunakan pendekatan pra-eksperiment (static group comparison design). Metode
sampling mengunakan accidental sampling, dengan sampel sebanyak 30 responden.
Kelompok intervensi dengan penggunaan antiseptik kombinasi antiseptik povidon iodine
dan alkohol. Kelompok kontrol dengan penggunaan antiseptik alkohol sebanyak 15
responden. Data kejadian plebitis diukur menggunakan lembar observasi pada pasien
yang dirawat minimal 72 jam. Analisis data penelitian menggunakan uji Mann Whitney.
Kelompok intervensi tidak satupun responden (0%) mengalami plebitis, sedangkan pada
kelompok kontrol hampir setengah responden mengalami plebitis yaitu 26,7%. Hasil uji
statistik diperoleh hasil terdapat pengaruh penggunaan antiseptik kombinasi povidon
iodine dan alkohol terhadap terjadinya plebitis (p=0,035< α=0,05). Penggunaan antiseptik
kombinasi povidon iodine dan alkohol saat pemasangan infus efektif mengurangi
kejadian plebitis.

Kata kunci : Povidon Iodine, Alkohol, Plebitis

Salah satu penyebab tingginya tahun 2008, standart kejadian infeksi


angka kesakitan dan kematian di dunia nosokomial di rumah sakit sebesar <
adalah penakit infeksi. Infeksi 1,5%. Infeksi nosokomial yang paling
nosokomial merupakan salah satu jenis sering terjadi di rumah sakit adalah
infeksi yang berarti infeksi yang terjadi plebitis (Kepmenkes, 2008). Angka
di rumah sakit. Data WHO dalam kejadian yang direkomendasikan oleh
Wahyuningsih (2013) menyebutkan INS (Intravenous Nurses Society) yaitu
infeksi ini menyebabkan 1,4 juta 5% atau kurang (INS, 2002). Jika
kematian setiap hari di seluruh dunia. ditemukan angka kejadian plebitis lebih
Selain itu, WHO juga melakukan dari 5%, maka data harus dianalisis
penelitian yang menunjukkan bahwa kembali terhadap derajat plebitis dan
sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 kemungkinan penyebab untuk
negara yang berasal dari Eropa, Timur menyusun pengembangan rencana
Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik peningkatan kinerja perawat (Alexander
menunjukkan adanya infeksi et al, 2010).
nosokomial dan untuk Asia Tenggara Menurut Depkes RI (2008),
sebanyak 10% (WHO, 2007). jumlah kejadian infeksi nosokomial
Angka kejadian infeksi berupa plebitis di Indonesia berjumlah
nosokomial telah dijadikan salah satu 744 orang (17,11%). Hasil penelitian
tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. lain yang dilakukan di ruang rawat inap
Berdasarkan Kepmenkes nomer 129 penyakit dalam RSCM Jakarta

20 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol

ditemukan 11 (10%) kasus plebitis dari Hasil


109 pasien yang mendapatkan cairan Distribusi kejadian plebitis pada
intravena, kejadian rata-rata terjadi 2 kelompok intervensi yang diberi
hari setelah pemasangan, dan jenis perlakuan antiseptik kombinasi povidon
cairan yang digunakan adalah kombinasi iodine dan alcohol didapatkan bahwa
antara Ringer Laktat dan Dekstrosa 5% tidak satupun (0%) responden yang
(Iradiyanti & Kurnia, 2013). mengalami plebitis seperti yang
Salah satu upaya untuk disajikan pada tabel 1. Sedangan pada
mencegah terjadinya plebitis yaitu tabel 2 distribusi kejadian plebitis
dengan menggunakan teknik aseptik. kelompok kontrol yang diberikan
Sehingga beberapa penelitian antiseptik alkohol, hampir setengah
sebelumnya melakukan percobaan (26,7%) responden mengalami plebitis.
menggunakan antiseptik yang berbeda- Sesuai tabel 3 hasil uji statistik
beda untuk mencari antiseptik yang diperoleh hasil terdapat pengaruh
paling efektif dalam mencegah infeksi penggunaan antiseptik kombinasi
(Goudet et al, 2013). Menurut Potter & povidon iodine dan alkohol terhadap
Perry (2005) prosedur pelaksanaan terjadinya plebitis (p=0,035< α=0,05).
pemasangan infus pada saat melakukan
pembersihan tempat insersi yaitu Tabel 1 Kejadian Plebitis Pada Kelompok
menggunakan povidon iodium dan Intervensi
No Keadian Plebitis Frek %
alkohol dengan gerakan sirkulasi dari
tempat insersi ke daerah luar. Alkohol
merupakan zat yang paling efektif dan 1 Plebitis 0 0
dapat diandalkan untuk sterilisasi dan 2 Tidak Plebitis 15 100
disinfeksi. Povidon iodium adalah zat Jumlah 15 100
yang bersifat bakterostatik non selektif.
Dalam preparatnya, povidon iodium Tabel 2 Kejadian Plebitis Pada Kelompok
Kontrol
dipakai terlebih dahulu kemudian No Kejadian Plebitis Frek %
digunakan alkohol. Hal ini untuk 1 Plebitis 4 26,7
mencegah adanya deskuamasi pada 2 Tidak Plebitis 11 73,3
kulit. Pemakaian aseptik povidon iodium Jumlah 15 100
diikuti alkohol diperkirakan lebih baik
dibandingkan pemberian alkohol saja. Tabel 3 Tabulasi Silang Kejadian Plebitis
Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol
Metode No Klpk Kejadian Plebitis Jumlah
Desain penelitian menggunakan Plebitis Tidak
pendekatan pra-eksperiment (static Plebitis
group comparison design). Metode 1 Kontrol 4 11 15
(26,7%) (73,3%) (100%)
sampling mengunakan accidental
sampling, dengan sampel sebanyak 30 2 Inter 0 15 15
responden. Kelompok intervensi dengan vensi (0%) (100%) (100%)
penggunaan antiseptik kombinasi Jumlah 4 26 30
antiseptik povidon iodine dan alkohol. (13,3%) (86,7%) (100%)
Kelompok kontrol dengan penggunaan p=0,035< α=0,05
antiseptic alcohol sebanyak 15
responden. Data kejadian plebitis diukur
menggunakan lembar observasi pada
pasien yang dirawat minimal 72 jam.
Analisis data penelitian menggunakan
uji Mann Whitney.

21 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol

Pembahasan yang mengalami plebitis dan didapatkan


Berdasarkan tabel 1 pada bahwa sebagian besar (73,3%)
kelompok intervensi yang diberikan responden yang tidak mengalami
kombinasi antiseptik povidon iodium plebitis.
dan alkohol didapatkan bahwa tidak Alkohol merupakan zat yang
satupun (0%) responden yang memiliki aktivitas antimikroba spektrum
mengalami plebitis dan didapatkan luas dalam membunuh bakteri, virus, dan
bahwa seluruhnya (100%) responden jamur tetapi tidak bersifat sporisidal.
yang tidak mengalami plebitis. Mekanisme kerja alkohol dengan cara
Penggunaan povidon iodium mendenaturasi protein dengan jalan
sebagai antiseptik kulit merupakan salah dehidrasi dan juga melarutkan lemak.
satu pemanfaatan sifat antimikroba yang Kadar antiseptik alkohol yang paling
dimilikinya. Sebagai antiseptik kulit baik yaitu 70%-90%, dan yang biasa
sediaan iodium digunakan untuk dipakai sebagai antiseptik kulit yaitu
mendukung keadaan antiseptik yang yang mempunyai kandungan 70%,
dikehendaki. Sediaan tincture atau dengan kandungan 70% tersedia cukup
larutan iodium merupakan antiseptik molekul air yang akan mempercepat
yang ideal dan aman untuk keperluan proses penguapan juga mempercepat
desinfeksi kulit pada saat pemasangan proses penetrasi ke jaringan. Terdapat
infus. Alkohol merupakan zat yang tiga macam alkohol yang digunakan
memiliki aktifitas anti mikroba dengan sebagai antiseptik kulit yaitu etil
spektrum luas dalam membunuh bakteri, (etanol), normal-propil, dan isopropil.
virus dan jamur tetapi tidak bersifat Penggunaan alkohol 70% pada tangan
sporisidal, sehingga akan mempercepat dapat mengurangi jumlah bakteri sampai
penguapan juga mempercepat proses 99,7%. Oleh karena itu alkohol 70%
penetrasi ke jaringan. Iodiun povidon merupakan konsentrasi yang baik
merupakan ikatan iodine dengan sebagai antiseptik kulit (Ascenzi, 2002).
polyvinyl pyrolidone jauh lebih efektif Plebitis sering disebabkan oleh
untuk mencuci luka kotor dan terinfeksi. komplikasi pemasangan infus, banyak
Bersifat relatif lebih aman dan bekerja faktor yang mempengaruhi seseorang
cepat tetapi tidak dianjurkan untuk saat dipasang infus terhadap terjadinya
mencuci tangan sehari-hari karena plebitis seperti cairan infus yang ekstrim
menyebabkan iritasi pada kulit dengan PH larutan dekstrosa berkisar
(Sulistiyaningsih, 2010). antara 3-5, dimana keasaman diperlukan
Sedangkan hasil penelitian lain untuk mencegah pemekatan cairan
oleh Philips et al (2008) menyimpulkan dekstrosa selama proses sterilisasi
adanya pengaruh kejadian tindakan menggunakan autoklaf, jadi larutan yang
pemasangan infus dengan terjadinya mengandung glukosa, asam amino dan
plebitis pada pasien dimana tindakan lipid yang digunakan dalam nutrisi
pemasangan infus yang tidak parenteral bersifat lebih flebitogenik.
memperhatikan prinsip sterilitasnya. Osmolaritas cairan yang kurang dari 900
Kejadian plebitis dapat meningkat mOsm/L akan mengurangi resiko vena
karena tehnik pemasangan dengan meradang. Mikropartikel obat yang
tehnik aseptik yang buruk sehingga sempurna larut dalam cairan akan
bakteri dapat masuk dan menyebabkan mempermudah obat tersalurkan dan
terjadinya inflamasi mengurangi sumbatan pada vena
Berdasarkan tabel 2 pada (Darmawan, 2008).
kelompok kontrol yang diberikan Faktor mekanis seperti bahan,
antiseptik alkohol didapatkan bahwa ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi
hampir setengah (26,7%) responden serta agen infeksius. Kanul yang

22 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol

berukuran besar jika digunakan pada ditemukan angka kejadian plebitis lebih
vena yang berlumen kecil dapat dari 5%, maka data harus dianalisis
mengiritasi bagian intima dari vena, kembali terhadap derajat plebitis dan
disamping itu fiksasi yang kurang tepat kemungkinan penyebab untuk
dapat menyebabkan inflamasi atau menyusun pengembangan rencana
plebitis. Faktor yang berkontribusi peningkatan kinerja perawat (Alexander
terhadap adanya plebitis bakterial salah et al, 2010).
satunya adalah teknik aseptik dressing Menurut Potter & Perry (2005)
yang tidak baik dari petugas medis. prosedur pelaksanaan pemasangan infus
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi pada saat melakukan pembersihan
angka plebitis mencakup, usia, jenis tempat insersi yaitu menggunakan
kelamin dan kondisi dasar (diabetes povidon iodiumdan alkohol dengan
mellitus, infeksi, luka bakar). Suatu gerakan sirkulasi dari tempat insersi ke
penyebab yang sering luput perhatian daerah luar. Alkohol merupakan zat
adalah adanya mikropartikel dalam yang paling efektif dan dapat diandalkan
larutan infus dan ini bisa dieliminasi untuk sterilisasi dan disinfeksi. Povidon
dengan penggunaan filter (Darmawan, iodium adalah zat yang bersifat
2008). bakterostatik non selektif. Dalam
Plebitis dapat dicegah preparatnya, povidon iodium dipakai
kejadiannya, seperti mencegah faktor- terlebih dahulu kemudian digunakan
faktor resiko yang berpotensi alkohol. Hal ini untuk mencegah adanya
meningkatkan infeksi pada vena. Seperti deskuamasi pada kulit. Pemakaian
mengencerkan obat-obatan yang dapat aseptik povidon iodium diikuti alkohol
mengiritasi, memplester hub kanula diperkirakan lebih baik dibandingkan
dengan aman untuk menghindari pemberian alkohol saja. Hasil ini
gerakan dan iritasi vena dan didukung oleh penelitian Kim et al
menggunakan teknik aseptik yang ketat (2013) yang membandingkan alkohol
pada pemasangan (Andreas, 2009). dan povidon bercampur alkohol yang
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat menghasilkan bahwa kombinasi alkohol
disimpulkan bahwa penggunaan dan povidon iodium lebih efektif dalam
kombinasi antiseptik povidon iodium penurunan jumlah koloni bakteri
dan alkohol dalam pemasangan infus dibandingkan penggunaan alkohol saja.
sejumlah 15 (100%) responden dan 0 Salah satu upaya untuk
(0%) responden diantaranya mengalami mencegah terjadinya plebitis yaitu
plebitis, dan penggunaan antiseptik dengan menggunakan teknik aseptik.
alkohol dalam pemasangan infus Hingga beberapa penelitian sebelumnya
sejumlah 15 (100%) responden dan 4 melakukan percobaan menggunakan
(26,7%) responden diantaranya antiseptik yang berbeda-beda untuk
mengalami plebitis. mencari antiseptik yang paling efektif
Angka kejadian infeksi dalam menjegah infeksi (Goudet et al,
nosokomial telah dijadikan salah satu 2013).
tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Kesimpulan
Berdasarkan Kepmenkes nomer 129 Penggunaan antiseptik
tahun 2008, standart kejadian infeksi kombinasi povidon iodine dan alkohol
nosokomial di rumah sakit sebesar < saat pemasangan infus efektif
1,5%. Infeksi nosokomial yang paling mengurangi kejadian plebitis. Hasil
sering terjadi di rumah sakit adalah penelitian ini memberikan masukan bagi
plebitis (Kepmenkes, 2008). Angka profesi keperawatan dalam
kejadian yang direkomendasikan oleh mengembangkan intervensi dan
INS yaitu 5% atau kurang. Jika antiseptik pada saat pemasangan infus.

23 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol

Daftar Pustaka aplication order of 70%


Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L., isopropyl alcohol and 10%
Hankins, J., & Perruca, R. (2010). povidone iodine.
Infusion nursing society, infusion http://synapse.koreamed.org/sear
nursing: An evidence-based ch.php?where=aview&id=10.40
approach. Third edition. St. Louis: 97/kjae.2013.65.6.519&code=00
Dauders Elsevier. 11KJAE&vemode=FULL.
Andreas, S. (2009). Infeksi nosokomial Diakses pada 12 Januari 2016.
pada pemasangan infus, Sulistyaningsih. (2010). Uji kepekaan
http://www.seprisandreas.blogspo beberapa sediaan antiseptik
t.com. Diakses pada 25 Desember terhadap bakteri Staphylococus
2015. aureus dan Staphylococus
Ascenzi, J.M. (2002). Handbook of aureus resisten metisilin
disinfectants and antiseptics. (MRSA). Tesis. Universitas
Available at: http://books. google. Padjajaran. Bandung.
com/books. Diakses 30 Desember Wahyuningsih, M. (2013). 1,4 juta
2015. Orang Meninggal Tiap Hari
Darmawan. (2008). Kebutuhan Dasar Karena Tertular Infeksi di
Manusia. Jakarta : Salemba Rumah Sakit. Detik Health.
Medika. http://www.detik.com Diakses
Goudet, V., Timsit, J. F., Lucet, J. C., 25 Desember 2015
Lepape, A., Balayn, D., Seguin, WHO. (2007). Global Burden of Disease
S., et al. (2013). Comparison of in 2002. Geneva: WHO Global
four skin preparation strategies Infobase. Alih Bahasa Yenny
to prevent catheter-related Saraswati
infection in intensive care unit
(CLEAN trial): a studyprotocol
for a randomized controllred
trial. (Goudet, Ed.) TRIAL, 1-7.
INS. (2002). Setting the Standart for
Infusion Care.
http://www.ins1.org. Diakses 29
Desember 2015.
Iradiyanti, W., & Kurnia, E. (2013).
Pemberian Obat Melalui IV
terhadap Kejadian Plebitis Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit. STIKES RS Baptis Kediri.
Kepmenkes. (2008). Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit. Kementrian
Kesehatan. Jakarta.
Philips, Sands, Marek. (2008). Medical-
Surgical Nursing: Concept &
Clinical Practice. C.V. Mosby,
St Louis.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005).
Fundamental Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Kim, S. (2013). Comparison of
disinfective power according to

24 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker

PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA DALAM


MELAKUKAN PERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER
Yuni Sufyanti Arief (korespondensi : yuni_sa@fkp.unair.ac.id)

Dosen Divisi Keperawatan Anak


Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Abstrak

Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dalam
tubuh manusia, sukar disembuhkan dan bersifat fatal. Pasien yang menderita kanker
selain menderita secara fisik juga menderita secara sosial, psikis bahkan spiritual.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perilaku keluarga dalam melakukan
perawatan pada anggota keluarga yang menderita kanker melalui program pemberdayaan
keluarga dengan menggunakan pendekatan model keperawatan Callgari. Metode
penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian quasy-experiment Pre post test
design. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anggota keluarga menderita
kanker di wilayah kerja Puskesmas Kalijudan Surabaya. Variabel dependent dalam
penelitian ini adalah perilaku keluarga dengan anggota keluarga menderita kanker dan
variabel independen dalam penelitian ini adalah program pemberdayaan keluarga pada
pasien dengan kanker. Hasil penelitian menunjukkan perubahan perilaku keluarga
dengan anggota keluarga menderita kanker dengan tingkat signifikansi p=0.001. Perilaku
yang meningkat ini didahului oleh persepsi positif keluarga yang didukung oleh data
persepsi keluarga bahwa keluarga dengan menderita kanker dapat beraktifitas optimal
dari yang sebelumnya jika tidak sering mengalami kekambuhan. Kesimpulan dalam
penelitian ini adalah pendekatan model intervensi keluarga Calgary meningkatkan
pengetahuan, sikap, tindakan perawatan pada keluarga dengan penderita kanker.
Program pemberdayaan keluarga dengan pendekatan model intervensi Calgary ini dapat
menjadi salah satu intervensi bagi pokja paliatif di puskesmas dalam mengoptimalkan
peran keluarga dalam emrawat anggota keluarganya yang menderita kanker.

Kata Kunci : Family, Calgary, cancer

Kanker merupakan penyakit penanganan kanker hendaknya sedara


akibat pertumbuhan jaringan yang tidak terpadu dan holistik. Pasien yang
terkontrol dalam tubuh manusia, sukar menderita kanker selain menderita
disembuhkan dan bersifat fatal. Secara secara fisik juga menderita secara sosial,
global angka kejadian kanker sekitar 5- psikis bahkan spiritual. Oleh karena itu
20% dan sebagai penyebab kematian penanggulangan kanker secara terpadu
utama termasuk stroke dan penyakit dan holistik hendaknya melibatkan
jantung. Di Indonesia kanker merupakan seluruh komponen masyarakat, karena
penyebab kematian nomor tiga setelah kebutuhan pasien kanker sangat
penyakit jantung dan stroke. Kanker komplek, kebutuhan akan bebas nyeri,
menjadi masalah kesehatan secara global kebutuhan untuk diperhatikan, dan
karena angka kematiannya sangat tinggi, kebutuhan akan dukungan psikologis.
namun bila diketahui secara dini kanker Untuk membantu penderita kanker
dapat dicegah. Selain menyebabkan secara menyeluruh diperlukan upaya
penderitaan pada pasiennya, keluarga yang serius dan peran keluarga sangat
juga sangat menderita oleh karena itu penting artinya. Pemberdayaan keluarga

25 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker

adalah segala upaya bimbingan dan Hasil


pembinaan agar keluarga dapat hidup Hasil penelitian ini menunjukkan
sehat sejahtera, maju dan mandiri. bahwa program pemberdayaan keluarga
Melalui pemberdayaan keluarga dalam melakukan perawatan pada pasien
diharapkan keluarga dapat memenuhi kanker dapat meningkatkan
kebutuhan pasien dengan kanker pengetahuan, sikap, dan tindakan
sehingga diharapkan kebutuhan akan keluarga dalam merawat anggota
bebas nyeri, kebutuhan untuk keluarganya yang menderita kanker
diperhatikan, dan kebutuhan akan dengan tingkat signifikansi masing-
dukungan psikologis pada pasien masing 0.001. Hasil tersebut
dengan kanker dapat terpenuhi. Sebagai menunjukkan adanya peningkatan nilai
upaya dalam pemberdayaan keluarga pengetahuan, sikap, dan tindakan
diperlukan suatu uapaya peningkatan keluarga dalam merawat anggota
perilaku keluarga dalam melakukan keluarganya yang menderita kanker.
perawatan pada pasien dengan kanker itu Dalam hal activity daily living
sendiri. Model intervensi keluarga keluarga dalam merawat penderita
Calgary merupakan salah satu model kanker sebagian besar (90,9%) dengan
keperawatan keperawatan untuk membawa penderita berobat ke dokter/
mengintervensi pengetahuan, sikap dan puskesmas jika ada keluhan. Pemecahan
tindakan keluarga. Model keluarga masalah paling banyak ditentukan oleh
Calgary bersifat komprehensif dan kepala keluarga, sebanyak 8 orang
memadukan tiga area utama, seperti (72,7%). Merawat penderita kanker,
struktur, fungsi, dan perkembangan sebagian besar dengan membawa ke RS
keluarga (Wright dan Leahey, 1994). 10 orang (90,9%). Keyakinan keluarga
Dengan menggunakan model Calgary tentang kanker sebagian besar pada
tersebut diharapkan perawat dapat kelompok perlakuan mempunyai
menentukan area mana yang paling keyakinan bahwa penderita yang sakit
penting dan berfokus pada area tersebut. akan mempengaruhi anggota keluarga
lain (90,9 %).
Metode
Rancangan penelitian yang Pembahasan
digunakan adalah rancangan penelitian Pengetahuan merupakan hasil dari
quasy-experiment Pre post test design. penginderaan terhadap suatu objek.
Populasi penelitian ini adalah pasien Hersey& Blanchard, 1997 dalam Endah,
penderita kanker dengan keluarga di 2003 menyatakan bahwa dalam teori
wilayah kerja Puskesmas Kalijudan berubah perubahan yang paling mudah
Surabaya. Kriteria inklusi meliputi: 1) adalah pengetahuan. Pendekatan model
pasien yang terdiagnosis kanker selama intervensi keluarga Calgary
1-2 tahun , 2) Pasien dengan kanker memanfaatkan beberapa media dalam
merupakan keluarga inti dan 3) Tidak menyampaikan pesan manajemen
dalam kondisi kritis. Variabel dependent penderita kanker. Strategi yang
dalam penelitian ini adalah perilaku menekankan pada pengetahuan dan
keluarga dengan anggota keluarga pendalaman pengetahuan adalah strategi
menderita kanker dan variabel perubahan akademis yang memberikan
independen dalam penelitian ini adalah pengaruh primer. Pengkajian keluarga
program pemberdayaan keluarga pada Calgary, untuk intervensi kognitif
pasien dengan kanker. tujuannya adalah untuk memberikan
informasi, gagasan, motivasi dan saran
kepada keluarga sebagai target asuhan
keperawatan keluarga. Hasil penelitian

26 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker

menunjukkan perubahan pengetahuan suatu objek, kehidupan emosional atau


ini didahului oleh persepsi positif evaluasi emosional terhadap suatu objek
keluarga yang didukung oleh data dan kecenderungan untuk bertindak.
persepsi keluarga bahwa keluarga Pendekatan model intervensi keluarga
dengan menderita kanker dapat Calgary dalam perawatan keluarga
beraktifitas optimal dari yang dengan kanker diterapkan melalui
sebelumnya jika tidak sering mengalami beberapa tahap, yang pertama adalah
kekambuhan. Pengetahuan tentang engagement/ tahap awal, pada tahap ini
perawatan penderita kanker akan perawat harus dapat membina hubungan
membuat pasien dan keluarga mengerti saling percaya dengan keluarga untuk
sehingga termotivasi untuk berusaha dapat memperoleh data pengkajian yang
kuat mengatasi kekambuhan yang terjadi valid. Menurut Wright& Leahay (1994)
akibat kanker. Perubahan pengetahuan kepercayaan merupakan sub kategori
pada keluarga tergantung pada persepsi pengkajian yang merupakan sesuatu
keluarga terhadap masalah. yang mendasari ide, pendapat dan
Pengetahuan yang meningkat asumsi yang dimiliki individu dan
setelah dilakukan intervensi secara teori keluarga.
dapat dikaitkan dengan pendidikan. Sikap pada keluarga rata-rata
Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa mengalami peningkatan. Sikap dapat
semakin tinggi pendidikan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman pribadi
maka akan semakin mudah menerima seseorang, sikap mudah terbentuk
atau menyesuaikan dengan hal baru. apabila pengalaman pribadi melibatkan
Pendidikan mempengaruhi proses faktor emosi. Peningkatan sikap pada
belajar seseorang, maka seseorang kelompok perlakuan ini dapat terjadi
dengan pendidikan tinggi akan karena adanya interaksi yang kontinyu
cenderung lebih mudah memperoleh selama penelitian antara peneliti dengan
banyak informasi. Sebagian besar responden, terjadi ikatan emosi antara
pendidikan keluarga adalah SMA. keluarga dengan peneliti. Sikap ini dapat
Semakin banyak informasi yang juga dipengaruhi oleh motivasi dan
didapatkan semakin banyak reinforcement yang diberikan kepada
pengetahuan yang diperoleh. Pendidikan keluarga dalam mengaplikasikan
rendah bukan berarti mutlak perawatan pada penderita kanker.
berpengatahuan rendah, karena Gerungan (2002) menyatakan
pengetahuan tidak multak diperoleh dari bahwa salah satu faktor yang dapat
pendidikan formal saja, akan tetapi dapat mempengaruhi sikap adalah faktor
diperoleh dari pendidikan non formal, internal yang ada pada diri pribadi
salah satunya dengan melalui pendidikan individu sendiri yaitu selektivitas.
kesehatan, paparan informasi dari Selektivitas ini menyebabkan daya pilih
berbagai media. Pengalaman, usia, atau minat responden tidak serta merta
kepercayaan, persepsi individu juga menerima pengaruh yang datang dari
mempengaruhi pengetahuan seseorang. luar, tetapi akan ditimbang-timbang
Semakin tua umur seseorang, terlebih dahulu sesuai dengan minat atau
pengalamannya akan semakin banyak yang menarik perhatiannya atau tidak.
dan mempengaruhi daya tangkap dan Peneliti yang memberikan pendidikan
pola pikirnya. kesehatan tentang perawatan kanker
Sikap merupakan tanggapan yang merupakan intervensi Calgary pada
seseorang yang masih tertutup terhadap domain kognitif dapat dianggap sebagai
suatu stimulus atau objek. Komponen orang penting karena memiliki sesuatu
dari sikap terdiri dari kepercayaan yang bermanfaat bagi penderita kanker.
(keyakinan), ide dan konsep terhadap

27 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker

Pieter dan Lubis (2010) keluarga untuk bekerjasama dengan


menyatakan bahwa melalui belajar orang dokter yang merawat penderita kanker,
mampu mengubah perilaku dari perilaku dan keluarga dapat bekerjasama dengan
sebelumnya dan menampilkan tim kesehatan dalam memantau
kemampuannya sesuai dengan perkembangan kondisi penderita kanker.
kebutuhan. Intervensi Calgary dalam
domain kognitif merupakan salah satu Daftar Pustaka
enabling factor terbentuknya perilaku. Bomar, PJ (2004). Promoting health in
Pengetahuan dan sikap juga berperan families: Applying family
sebagai predisposing factor research and theory to nursing
(Notoatmodjo, 2003b). pengetahuan practice (3rd ed.). Philadelphia:
tentang perawatan kanker yang sudah Saunders.
baik akan memunculkan respon dalam Denham, S. (2003). Family health: A
diri responden berupa sikap yang positif. framework for nursing.
Sikap positif akan tercermin dalam Philadelphia: FA Davis.
perilaku individu dalam menerapkan Doane, GH, & Varcoe, C. (2005).
perawatan kanker. Family nursing as relational
Tindakan perawatan pada inquiry: Developing health-
keluarga yang menderita kanker yang promoting practice.
meningkat pada keluarga sejalan dengan Philadelphia: Lippincott
konsep cybernetics bahwa kemampuan Williams & Wilkins.
mengatur diri sendiri dalam proses Friedman, MM, Bowden, VR, & Jones,
keluarga melalui proses umpan balik. EG (2003). Family nursing:
Sistem intrapersonal terutama keluarga Research, theory and practice
yang dapat dilihat dari umpan balik yang (5th ed.).
terjadi akibat perilaku seseorang yang Green, L. and Judith M. O., (1999).
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh Community and Population
perilaku orang lain. Health. Mc Graw: Hill
Intervensi Calgary meningkatkan Companies, hal: 100
tindakan keluarga dalam perawatan Kaakinen, JR, Gedaly-Duff, V., Coehlo,
kanker. Pendidikan tentang perawatan DP, & Harmon Hanson, SM
kanker dalam intervensi keluarga (2010). Family health care
Calgary merupakan salah satu domain nursing: Theory, practice and
kognitif. Faktor yang menyebabkan research (4th ed.). Philadelphia:
perawatan yang buruk pada keluarga FA Davis
disebabkan oleh kurangnya informasi Mubarak, W. I., dkk, (2006). Ilmu
yang mereka miliki. Tindakan dalam Keperawan Komunitas 2.
perawatan kanker keluarga dapat juga Jakarta: Sagung Seto, hal: 259-
dipengaruhi oleh ketersediaan sarana 262
yang dimiliki oleh keluarga dan motivasi Newton, (2000). Family-Centered Care:
keluarga dalam menerapkan perawatan Current realities in Parent
pasien penderita kanker. Participation. Pediatric Nursing
Article.
Kesimpulan http://www.highbeam.com/.
Program pemberdayaan keluarga Tanggal 21 April 2010
dengan pendekatan model intervensi Notoatmodjo, (2003). Ilmu Kesehatan
Calgary meningkatkan pengetahuan, Masyarakat. Jakarta: Rineka
sikap, tindakan keluarga dalam merawat Cipta, hal 39-40
anggkta keluarganya dengan penderita
kanker. Perawat dapat memfasilitasi

28 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker

Notoatmodjo, (2005). Promosi


Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta, hal: 66-79
Notoatmodjo, (2007). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta, hal: 178-
179
Nursalam, (2008). Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika, hal: 97-98, 162
Setiadi, (2008). Konsep dan Proses
Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Graha Ilmu, hal 13,
20-23, 96-97
Wright LM and leahey M: (2007).
Nurses and family a guide to
family assaesement and
intervention, ed 2. Philadelphia.

29 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara

PEMENUHAN KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL PASIEN KANKER PAYUDARA


YANG MENJALANI KEMOTERAPI : LITERATURE REVIEW

Gandes Ambarwati1 (korespondensi : agandess@yahoo.com),


Anggorowati2, Chandra Bagus Ropyanto3
1
Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Universitas Diponegoro
2,3
Staf Pengajar Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP

Abstrak

Kebutuhan psikososial merupakan komponen utama dalam pengkajian keperawatan, dan


menjadi fokus penting dalam perawatan paliatif. Pemenuhan kebutuhan psikososial
pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi penting karena memiliki dampak
terhadap kualitas hidup pasien. Peran perawat sebagai pemberi asuhan adalah
memperhatikan pemenuhan kebutuhan psikososialnya secara holistik. Tujuan
dilakukannya review ini adalah untuk mensintesis bukti terkait pemenuhan kebutuhan
psikososial pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Penelusuran artikel
dilakukan menggunakan PubMed,Google Search dan Google Scholar, artikel dibatasi
terbitan tahun 2008-2016. Terdapat lima artikel yang dilakukan review. Artikel pertama
mengidentifikasi kebutuhan fisik dan sosial akibat pengobatan serta timbulnya gangguan
emosional yang menyertai. Artikel kedua bahwasannya pasien membutuhkan bantuan
dalam memenuhi kebutuhan psikososial, membutuhkan dukungan keluarga dan
informasi. Artikel ketiga ditemukan masalah-masalah psikososial yang muncul selama
pengobatan. Artikel keempat menunjukkan bahwa terjadinya perubahan lingkungan
sosial ketika pasien mengalami kanker payudara, keterbatasan dukungan emosional dan
psikologis dari tim kesehatan. Artikel kelima bahwa pasangan menggunakan dua strategi
koping baik positif dan negatif ketika pasangannya menderita kanker payudara,
kurangnya dukungan psikososial dari pasangan, adanya hambatan dalam menyediakan
perawatan psikososial. Selama menjalani kemoterapi pasien mengalami masalah-masalah
fisik dan psikososial antara lain nyeri, gangguan pencernaan, fatigue, kecemasan,
gangguan body image, dan konflik hubungan interpersonal. Sedangkan pada pasangan
akan menggunakan strategi positif dan negatif ketika mengetahui pasangannya menderita
kanker payudara. Untuk memenuhi kebutuhan psikososialnya pasien memerlukan
bantuan dan dukungan psikososial baik dari pasangan, keluarga maupun tim kesehatan.

Kata kunci: kebutuhan psikososial, kanker payudara, literature review

Kanker payudara merupakan (WHO, 2011). Kanker payudara menjadi


salah satu jenis kanker yang kejadiannya salah satu penyebab kematian utama di
bermula dari sel-sel di payudara yang dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat
tidak normal dan terus tumbuh berlipat terjadi pada usia kapan saja dan
ganda dan pada akhirnya membentuk menyerang wanita umur 40-50 tahun,
benjolan pada payudara. Pertumbuhan tapi saat ini sudah mulai ditemukan pada
sel yang terus menerus akan usia 18 tahun (ACS, 2011). Data WHO
menyebabkan tingkat keparahan yang menunjukkan bahwa 78% kanker
terus berlanjut pada payudara karena sel- payudara terjadi pada wanita usia 50
sel akan menyebar (metastasis) pada tahun ke atas, sedangkan 6% diantaranya
bagian tubuh lainnya sehingga kurang dari 40 tahun.
berpeluang menyebabkan kematian

30 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara

Di Indonesia angka kejadian artikel hasil penelitian dengan batasan


kanker adalah 1,4 dari 1.000 penduduk tahun terbit 2008-2016 yang dapat
atau sekitar 347.000 orang. Kasus kanker diakses fulltext dalam format pdf.
terbanyak pada wanita yaitu kanker Artikel yang memenuhi kriteria
payudara dan kanker leher rahim kemudian dilakukan ekstraksi data dan
(Riskesdas 2013). Usaha untuk sintesis. Ekstraksi data penelitian
menyembuhkan penyakit kanker dilakukan dengan membaca hasil
payudara adalah dengan melakukan penelitian kemudian mengambil intisari
pengobatan. Salah satu pengobatan yang dari penelitian. Intisari dari penelitian
dilakukan adalah kemoterapi. Pasien yang diambil adalah judul penelitian,
kanker payudara yang menjalani nama peneliti, tujuan penelitian, metode
kemoterapi akan mengalami masalah penelitian, dan hasil penelitian. Semua
psikososial. Sejumlah 55,3% pasien bagian tersebut dimasukkan dalam
akan mengalami distress tinggi seperti sebuah tabel agar mempermudah dalam
adanya perubahan fisik, depresi, membaca hasil ekstraksi.
penurunan citra tubuh, perubahan
emosional dan gangguan fungsi peran Hasil
dan sosial (Choi, et al. 2014). Kondisi ini Hasil pencarian artikel
akan mempengaruhi seseorang dalam didapatkan sejumlah 5 buah artikel
memenuhi kebutuhan psikososialnya. kemudian dianalisis. Daftar artikel yang
Fenomena inilah yang menjadi diekstraksi disajikan dalam tabel 1.
dasar untuk mengidentifikasi bagaimana Didapatkan 5 buah artikel yang
pemenuhan kebutuhan psikososial dianalisis menggunakan metode
pasien kanker payudara yang menjalani penelitian literature review, cross
kemoterapi. Upaya pencarian untuk sectional, dan kualitatif. Artikel pertama
menemukan evidence based yang tepat mengidentifikasi gangguan fisik, sosial
dalam pemenuhan kebutuhan dan emosional akibat pengobatan seperti
psikososial tersebut dilakukan melalui kelelahan, gejala menopause, perubahan
cara literature studi. Diharapkan citra tubuh, takut kekambuhan,
nantinya evidence yang ditemukan dapat kecemasan dan depresi. Artikel kedua
menjadi dasar dalam memberikan mengidentifikasi kebutuhan pasien
pelayanan kepada pasien kanker seperti kebutuhan dalam hal
payudara dalam memenuhi kebutuhan mendapatkan dukungan keluarga,
psikososialnya. Tujuan dari penelitian kebutuhan akan informasi tentang
dengan menggunakan pendekatan kebutuhan seksual dengan pasangan.
literature review ini adalah untuk Artikel ketiga ditemukan adanya
mengidentifikasi bagaimana pemenuhan masalah fisik dan psikologis selama
kebutuhan psiksosial pasien kanker dalam pengobatan fatique (87,7%),
payudara yang menjalani kemoterapi. badan terasa panas (71,5%), perubahan
penampilan (55,8%), kecemasan
Metode (24,12%), distress (56,2%) dan depresi
Metode penelitian menggunakan (12,1%). Gangguan body image,
metode penelusuran jurnal dengan kurangnya dukungan sosial dan adanya
sistem literature review dengan konflik dalam hubungan interpersonal.
menggunakan kata kunci pemenuhan Artikel keempat menunjukkan adanya
kebutuhan, kebutuhan psikososial, perubahan lingkungan sosial dengan
kanker payudara. Penelusuran artikel tidak terlibat lagi dalam rutinitas normal
dilakukan pada website PubMed, sehari-hari, terbatasnya dukungan
Google Search dan Google Scholar. emosional dan psikologis dari tim
Review jurnal dilakukan pada lima buah kesehatan selama rawat inap. Artikel

31 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara

kelima mengidentifikasi bahwa terdapat dua macam strategi koping yang muncul
dua macam strategi koping yang dalam diri pasangan yaitu koping adaptif
digunakan oleh pasangan baik positif dan mal adaptif. Koping adaptif yang
dan negatif. bisa diberikan oleh pasangan antara lain
memberikan dukungan emosional dan
Pembahasan psikososial dalam rangka meningkatkan
Banyak pasien kanker payudara kualitas hidup, mendengarkan pasien,
yang mengalami gangguan secara fisik, mendampingi dalam pengobatan dan
sosial, emosional, adanya gangguan citra membantu memahami informasi yang
tubuh, cemas sampai depresi. Gangguan diterima, menjaga komunikasi terbuka
tersebut akan mempengaruhi hubungan satu sama lain. Koping mal adaptif
interpersonal dengan pasangan dan pasangan ditunjukkan ketika pasangan
tentunya akan berdampak jangka tidak tahu bagaimana memberikan
panjang pada kesehatan dan dukungan, kurangnya komunikasi
kesejahteraannya. Untuk menjaga dengan pasien, tidak mendampingi
kesehatan dan kesejahteraan pasien selama pasien pengobatan maupun
maka pasangan akan berusaha konsultasi medis. Untuk itu pasangan
memenuhi kebutuhan pasien agar perlu diberikan informasi terkait
tekanan emosional berkurang dan penyakit dan pengobatan, meluangkan
kualitas hubungan interpersonal tetap waktu bagi pasien untuk berkomunikasi
terjaga (Schmid-Buchi, 2010). dan mendampingi (Regan, 2015).
Perubahan citra tubuh akibat alopecia Kebutuhan informasi terkait
pada pasien kanker payudara yang penyakit dan pengobatan sangat efektif
menjalani kemoterapi semakin untuk mengelola dan mengendalikan
memperburuk kondisi psikologis emosi pasien dan pasangan. Bentuk
mereka. Bagi wanita rambut merupakan pemenuhan kebutuhan psikososial
pergaulan simbol identitas, kecantikan tersebut seperti adanya dukungan
dan feminitas. Sehingga diperlukan keluarga, komitmen bersama dan
adaptasi untuk menerima kondisi menjaga perasaan pasien (Schmid-
tersebut. Stigma sosial yang dialami Buchi, 2008). Agar kebutuhan
pasien seperti dihindari dalam pergaulan psikososial tetap terpenuhi maka
akan memperberat depresi yang dialami hubungan secara emosional dan seksual
(Al Omari, 2014). Perubahan yang dengan pasangan tetap terjaga,
muncul pada pasien kanker payudara komunikasi terbuka antara keluarga
menyebabkan tidak terpenuhinya (Schmid-Buchi, 2010). Peran tim
kebutuhan pasien antara lain dalam hal kesehatan sangat penting untuk
aktifitas fisik sehari-hari, informasi mempertahankan kesejahteraan dan
perawatan kesehatan, dukungan sosial meningkatkan kualitas hidup pasien,
dan kebutuhan psikologis serta seksual. seperti memberikan informasi terkait
Beberapa faktor yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien,
kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi melakukan komunikasi terapeutik dan
seperti konflik dalam hubungan memberikan dukungan psikososial.
interpersonal, tidak adanya dukungan
sosial. Hal ini akan mengakibatkan Kesimpulan
depresi lebih lama, kecemasan dan Kanker payudara merupakan
penurunan kualitas hidup (Schmid- gangguan payudara yang paling ditakuti.
Buchi, 2010). Salah satu dampak pasien kanker
Kondisi yang dialami pasien payudara yang menjalani kemoterapi
kanker payudara tersebut akan adalah terjadinya perubahan fisik, dan
berpengaruh terhadap pasangannya. Ada psikososial. Perubahan ini tentunya akan

32 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara

mempengaruhi dalam pemenuhan Schmid-Buchi S, Halfens RJ, Dassen T,


kebutuhan pasien terutama psikososial. van den Borne B. (2008). A
Hasil dari literature review ini Review of Psychosocial Needs of
menunjukkan bahwa pasien Breast-Cancer Patients and Their
membutuhkan kehadiran pasangan Relatives. Journal of Clinical
maupun tim kesehatan dalam memenuhi Nursing, 17. 2895-2909.
kebutuhan psikososialnya. Bentuk Blackwell Publishing Ltd.
pemenuhan kebutuhan psikososial Schmid-Buchi S, Halfens RJ, Dassen T,
antara lain pemberian informasi terkait van den Borne B. (2010). Factor
penyakit dan pengobatan, dukungan Associated with Supportive Care
psikososial dari keluarga dan tim Needs of Patients Under
kesehatan, dukungan seksual pasangan, Treatment for Breast Cancer.
komunikasi terbuka antar keluarga. Journal of Clinical Nursing
Pemenuhan kebutuhan psikososial ini 20,1115-1124.
harus dilakukan agar kualitas hidup Schmid-Buchi S, Halfens RJ, Dassen T,
pasien meningkat. van den Borne B. (2011).
Psychosocial problems and
Daftar Pustaka needs of post treatment patients
Al Omari O, Wynaden D. (2014). The with breast-cancer and their
Psychosocial Experience of relatives. EJON Jul;15(3):260-6.
Adolescents with World Health Organizations.(2011).
Haematological Malignancies in Early detection of cancer world
Jordan: An Interpretive health organizations.
Phenomenological Analysis
Study.
American Cancer Society. (2011).
Breast Cancer Facts & Figures
2011-2012. Atlanta: American
Cancer Society. Inc.
Choi EK, Kim IR, Chang O, Kang D,
Nam SJ, Lee JE, Lee SK, Im YH,
Park YH, Yang JH, Cho J.
(2014). Impact of
Chemotherapy-induced alopecia
distress on body image,
psychosocial well being, and
depression in breast cancer
patients. Pycho-Oncology
23:1103-1110.
Regan T, Levesque JV, Lambert SD,
Kelly B. (2015). A Qualitative
Investigation of Health Care
Professsionals’, Patients’ and
Partners’ Views on Psychosocial
Issues and Related Interventions
for Couples Coping with Cancer.
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

33 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara

Tabel 1. Ekstraksi Data Penelitian


No Judul Tujuan Metode Hasil
1. A review of Mengidentifkasi Desain Kebutuhan yang diidentifikasi
psychosocial needs of kebutuhan penelitian yaitu : 1. Terkait gangguan fisik
breast-cancer patients psikososial pasien dengan studi dan sosial akibat pengobatan
and their relatives. kanker payudara dan literature seperti kelelahan, gejala
Schmid-Buchi et all, keluarga sebanyak 20 menopause, perubahan citra
2008. artikel dari tubuh. 2. Gangguan emosional
MEDLINE seperti takut kekambuhan,
dan CINHAL. kecemasan dan depresi.

2. Psychosocial Untuk menilai dan Desain Pasien membutuhkan bantuan


problems and needs of membandingkan : penelitian setelah pengobatan dalam
post treatment patients 1. Sudah terpenuhi dengan survey masalah psikologis dan seksual,
with breast-cancer and atau belum cross membutuhkan dukungan
their relatives. terpenuhinya seksional keluarga, membutuhkan
Schmid-Buchi et all, kebutuhan dengan informasi (edukasi) tentang
2011. psikososial subyek kebutuhan seksual dengan
pasien dan penelitian pasangan.
keluarga sebanyak 72
2. Masalah pasien pasien.
dan keluarga Dilakukan
terkait selama 1-22
kecemasan, bulan setelah
depresi dan pengobatan
ketakutan kanker.

3. Factors associated 1. Mendapatkan Desain 1. Pasien selama dalam


with supportive care informasi penelitian pengobatan mengalami
needs of patients under tentang dengan survey gejala psikologis seperti
treatment for breast kebutuhan cross- fatique (87,7%), badan
cancer. Schmid-Buchi perawatan sectional. terasa panas (71,5%),
et all, 2010. suportif Dengan perubahan penampilan
berhubungan jumlah 175 (55,8%)
dengan pasien dengan 2. Mayoritas pasien
kecemasan, diagnose mengalami kecemasan
depresi dan kanker (24,12%), distress (56,2%)
distres selama payudara baru dan depresi (12,1%).
pengobatan selama Terjadi gangguan body
2. Mengidentifikasi pengobatan . image, kurangnya
bagaimana Tempat 2 dukungan sosial dan adanya
hubungan klinik di konflik dalam hubungan
interpersonal Swiss. . interpersonal.
pasien Instrumen
dengan
Supportive
Care Needs
Survey,
Cancer and
Cancer
Treatment
related
Symtomp
Scale,
Hospital
Anxiety and
Depression
Scale,
Distress
thermometer

34 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara

No Judul Tujuan Metode Hasil


4. The Psychosocial Mengeksplorasi, Desain Didapatkan tiga tema : 1. Ketika
Experience of memahami, dan penelitian pasien diketahui menderita
Adolescents with menggambarkan kualitatif penyakit kanker darah maka
Haematological pengalaman dengan akan dipindahkan ke rumah
Malignancies in kehidupan remaja pendekatan sakit; 2. Perubahan lingkungan
Jordan: An Jordania yang fenomenologi. sosial dengan tidak terlibat lagi
Interpretive mengalami sakit Jumlah dalam rutinitas normal sehari-
Phenomenological kanker darah partisipan 40 hari; 3. Terbatasnya dukungan
Analysis Study. Al orang. emosional dan psikologis dari
Omari et all, 2014. tim kesehatan selama rawat
inap terkait dengan perawatan
kanker, efek samping
biopsikososial dari kemoterapi.

5. A Qualitative Mengeksplorasi Desain Ada tiga tema : 1. Strategi


Investigation of Health perspektif tenaga penelitian koping yang digunakan oleh
Care Professsionals’, kesehatan (dokter kualitatif pasangan baik positif dan
Patients’ and Partners’ onkologi, perawat, dengan negatif serta kurangnya
Views on psikoonkologi) dan wawancara keterlibatan dari tim kesehatan;
Psychosocial Issues pasangan pasien semi 2. Kurangnya dukungan
and Related dengan kanker dan terstruktur. psikososial dari pasangan; 3.
Interventions for fokus perawatan Jumlah Kurangnya respon tim
Couples Coping with psikososialnya partisipan 20 kesehatan terhadap kebutuhan
Cancer. Regan et all, orang dari emosional pasangan, terkait
2015. tenaga dengan hambatan dalam
kesehatan dan menyediakan perawatan
20 pasangan psikososial dan identifikasi
yang distress psikososial.
mengalami
kanker.
Sampel yang
digunakan
dengan
convenience
sample.

35 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

PENGARUH HIPNOTERAPI TERHADAP SKALA NYERI DAN TINGKAT


KECEMASAN PADA PASIEN GOUT

Fakhrudin Nasrul Sani (korespondensi : fakhrudin_ns@ymail.com)

STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Gout merupakan kelainan metabolisme purin bawaan akibat penimbunan kristal asam
urat di sendi. Gejala penyakit gout diantaranya serangan nyeri sendi yang terjadi karena
adanya endapan kristal monosodium urat yang terkumpul di dalam sendi. Nyeri pada
pasien gout termasuk dalam klasifikasi nyeri kronis. Nyeri kronis merupakan yang
berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih. Nyeri yang berlangsung secara terus
menerus mengakibatkan penderita gout mengalami kecemasan. Intervensi hipnoterapi
dapat membantu mengurangi nyeri dan kecemasan yang dialami pasien gout. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian hipnoterapi terhadap skala nyeri
dan tingkat kecemasan pasien gout. Desain penelitian yang digunakan quasi eksperimen
dengan bentuk pretest – posttest with control group design. Sampel penelitian yaitu lansia
yang mengalami gout yang tinggal di Panti Wreda Dharma Bakti Kota Surakarta yang
berjumlah 44. Teknik pengambilan sampel yang digunakan total sampling, responden
dibagi menjadi 22 kelompok kontrol dan 22 kelompok eksperimen. Alat ukur skala nyeri
menggunakan kuesioner visual analogue scale (VAS) dan tingkat kecemasan
menggunakan analog anxiety scale (AAS). Kelompok perlakuan diberikan intervensi
hipnoterapi. Pengambilan data pada lansia yang terdiagnosa gout yang tinggal di Panti
Wreda Dharma Bakti Kota Surakarta. Analisis data yang digunakan adalah wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terdapat
perbedaan perubahan skala nyeri dan tingkat kecemasan. Hasil uji analisis skala nyeri dan
tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan nilai p 0,00 (p < 0,05), sedangkan hasil uji
analisis nilai skala nyeri dan tingkat kecemasan pada kelompok kontrol nilai p 0.40 (p >
0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu pemberian intervensi hipnoterapi efektif
untuk menurunkan skala nyeri dan tingkat kecemasan yang dialami pasien gout.

Kata kunci: Gout, Nyeri, Kecemasan, Hipnoterapi.

Gout (pirai) merupakan kelainan menyebabkan timbulnya nyeri (Corwin,


metabolisme purin bawaan akibat 2009).
adanya penimbunan kristal asam urat di Nyeri pada pasien gout termasuk dalam
sendi (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). klasifikasi nyeri kronis. Nyeri kronis
Gejala penyakit gout diantaranya merupakan yang berlangsung terus
serangan nyeri sendi yang terjadi karena menerus selama 6 bulan atau lebih
adanya endapan kristal monosodium urat (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri
yang terkumpul di dalam sendi. Endapan kronis pada pasien gout dapat
kristal monosodium urat sebagai akibat mempengaruhi semua aspek kehidupan
dari tingginya kadar asam urat di dalam penderitanya yang dapat menimbulkan
darah. Kristal urat yang tertimbun pada distress, kegalauan emosi, dan
jaringan diluar sendi akan membentuk mengganggu fungsi fisik dan sosial
tofi atau tofus yaitu benjolan bening di (Potter & Perry, 2005).
bawah kulit yang berisi kristal urat yang

36 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

Nyeri yang berlangsung secara terus sugesti hypnosis untuk penyembuhan


menerus mengakibatkan penderita gout (hypno-therapeutic), dimana hipnoterapi
mengalami kecemasan (ansietas). Reaksi bisa memodifikasi perilaku, emosional,
fisiologis terhadap ansietas merupakan sikap dan berbagai macam kondisi,
reaksi yang pertama timbul pada sistem seperti kebiasaan buruk, kecemasan,
saraf otonom, meliputi peningkatan stress yang berhubungan dengan
frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran penyakit akut maupun kronis,
tekanan darah dan suhu, relaksasi otot manajemen rasa sakit dan nyeri, serta
polos pada kandung kemih dan usus, pengembangan kepribadian manusia
kulit dingin dan lembab. Respon (Hakim, 2010).
psikologis secara umum berhubungan Hipnoterapi dapat menstimulir otak
adanya ansietas menghadapi anestesi, untuk melepaskan neurotransmiter, zat
diagnosa penyakit yang belum pasti, kimia yang terdapat di otak yaitu
keganasan, nyeri, ketidaktahuan tentang encephalin dan endhorphin yang
prosedur operasi dan sebagainya (Long, berfungsi untuk meningkatkan mood
2000). sehingga dapat merubah penerimaan
Prevalensi penderita gout orang individu terhadap sakit atau gejala fisik
dewasa di Amerika Serikat pada tahun lain yang dialaminya (Gunawan, 2007),
2007-2008 adalah 3,9% (8,3 juta orang). (Nurindra, 2009). Hal ini sesuai dengan
Prevalensi penderita gout laki-laki penelitian Elkins et al (2007) hipnoterapi
adalah 5,9% (6,1 juta) dan prevalensi secara konsisten menghasilkan
penderita gout dikalangan perempuan penurunan yang signifikan dalam
adalah 2,0% (2,2 juta). Prevalensi mengurangi rasa sakit yang terkait
penyakit sendi berdasarkan diagnosis dengan berbagai masalah nyeri kronis.
atau gejala di Indonesia 24,7 %, Hipnoterapi lebih efektif dari pada
prevalensi tertinggi di Nusa Tenggara intervensi nonhypnotic untuk
Timur (33,1%), diikuti Jawa Barat menurunkan nyeri. Konsep teori
(32,1%), dan Bali (30%), sedangkan di keperawatan yang disampaikan oleh
Jawa Tengah 25,5 % (Riskesdas 2013). kolkaba menyatakan kenyamanan
Berdasarkan data hasil wawancara pada merupakan kebutuhan bagi setiap orang,
studi pendahuluan yang dilakukan di baik secara fisik, psikospiritual,
Panti Wreda Dharma Bakti Kota lingkungan dan sosiokultural, sehingga
Surakarta didapatkan lansia yang terbebas dari nyeri. Seseorang yang
menderita gout sejumlah 44 orang merasakan nyeri berarti tidak terpenuhi
dengan keluhan nyeri sendi dan sebagian kebutuhan rasa nyamannya, disinilah
mengalami kecemasan pada tingkat peran perawat untuk memenuhi
tegang. kebutuhan rasa nyamannya (March &
Penatalaksanaan pasien gout terbagi Dianne, 2009).
menjadi dua yaitu secara farmakologi Tujuan penelitian secara umum
dan nonfarmakologi. Penanganan secara untuk mengetahui pengaruh pemberian
farmakologi merupakan tindakan hipnoterapi terhadap skala nyeri dan
kolaborasi antara perawat dengan dokter, tingkat kecemasan pasien gout.
yang menekankan pada pemberian obat
yang mampu menghilangkan sensasi Metode
nyeri. Penatalaksanaan secara non Desain penelitian yang akan
farmakologi merupakan tindakan digunakan adalah quasi eksperimen
mandiri perawat untuk menghilangkan dengan bentuk pretest – posttest with
nyeri dan kecemasan salah satunya control group design. Teknik
dengan hipnoterapi. Hipnoterapi pengambilan sampel dengan cara total
merupakan suatu terapi menggunakan sampling yaitu cara pengambilan sampel

37 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

dengan mengambil seluruh anggota Hasil


populasi yaitu lansia yang mengalami Karakteristik responden pada
gout yang tinggal di Panti Wreda penelitian menggambarkan distribusi
Dharma Bakti Kota Surakarta. responden berdasarkan jenis kelamin,
Kelompok perlakuan dan kelompok usia, agama dan tingkat pendidikan.
kontrol diundi, sehingga terdapat 22 Analisis karakteristik responden pada
kelompok kontrol dan 22 kelompok kelompok perlakuan maupun kelompok
perlakuan. kontrol dapat dilihat pada tabel
Kriteria inklusi dalam penelitian karakteristik lansia di Panti Wredha
adalah bersedia menjadi responden Dharma Bhakti Kota Surakarta
penelitian dengan menandatangani berdasarkan jenis kelamin, umur dan
inform consent, mampu berkomunikasi tingkat pendidikan.
secara verbal, dan tidak diberi terapi Karakteristik responden berdasarkan
analgesik. Kriteria eksklusi dalam tabel 1 menunjukan sebagian besar jenis
penelitian adalah Responden tidak kelamin responden adalah laki-laki,
mengikuti proses penelitian secara sebagian besar responden berusia 55-74
menyeluruh dan mengalami gangguan tahun, sebagian besar responden
konsentrasi atau komunikasi selama sesi beragama islam, dan berpendidikan tidak
hipnoterapi sekolah, dan sebaran responden merata.
Variabel independen penelitian Hasil pemeriksaan tanda–tanda vital
adalah pengaruh pemberian hipnoterapi. responden berdasarkan tabel 2
Variabel dependen (terikat) penelitian menunjukan pada pemeriksaan tekanan
adalah skala nyeri dan tingkat darah berada pada nilai normal, pada
kecemasan. Instrumen untuk mengukur pemeriksaan nadi berada pada nilai
skala nyeri menggunakan kuesioner normal yaitu 84x/ menit – 98x/ menit,
visual analogue scale (VAS) dan dan pada pemeriksaan pernafasan berada
instrumen untuk mengukur tingkat pada nilai normal yaitu 20x/ menit – 26x/
kecemasan menggunakan kuesioner dari menit.
analog anxiety scale (AAS) yang Berdasarkan tabel 3 tentang
merupakan modifikasi dari Halminton perbedaan skala nyeri dan tingkat
Rating scale for anxiety. kecemasan pada kelompok kontrol dan
Pengambilan data pada kedua perlakuan sebelum dan sesudah (pre dan
kelompok sesuai dengan kriteria inklusi post) melakukan hipnoterapi, hasil uji
dan eksklusi pada lansia yang analisis skala nyeri dan tingkat
terdiagnosa gout yang tinggal di Panti kecemasan pada kelompok perlakuan
Wreda Dharma Bakti Kota Surakarta. nilai p < 0.05, sedangkan hasil uji
Uji statistik parametric-test dilakukan analisis nilai skala nyeri dan tingkat
untuk menguji perbedaan tingkat nyeri kecemasan pada kelompok kontrol nilai
dan tingkat kecemasan setelah perlakuan p > 0.05.
(post test), teknik uji yang digunakan Berdasarkan tabel 4 tentang
adalah Independent sample-test. Uji non perbedaan skala nyeri dan tingkat
parametric-test dilakukan untuk kecemasan pada kelompok perlakuan
menguji tingkat nyeri dan kecemasan sebelum dan sesudah (pre dan post)
sebelum dan sesudah perlakuan pada melakukan hipnoterapi pada masing-
kedua kelompok penelitian, teknik uji masing sesi, skala nyeri pada kelompok
yang digunakan adalah Wilxocon Rank perlakuan post test sesi 1, 2, dan 3 lebih
Test Seluruh analisis tersebut dilakukan rendah dibandingkan saat pre test,
dengan tingkat kemaknaan 95% perbedaan tersebut ternyata bermakna
(α=0,05). dimana nilai p < 0.05. Tingkat
kecemasan pada kelompok perlakuan

38 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

post test sesi 1, 2, 3, dan 4 lebih rendah hipnoterapi diharpkan responden


dibandingkan saat pre test, perbedaan mencapai kondisi yang tentram atau
tersebut ternyata bermakna dimana nilai kepuasan hati (transcedence) sehingga
p < 0.05. kebutuhan responden akan kenyamanan
terpenuhi.
PEMBAHASAN Hipnoterapi dilakukan setelah
Hasil uji analisis perbedaan skala responden mendapatkan penjelasan
nyeri dan tingkat kecemasan pada mengenai tujuan dan mekanisme
kelompok kontrol dan perlakuan penelitian dan mereka menyatakan
sebelum dan sesudah (pre dan post) bersedia menjadi partisipan dan yang
melakukan hypnoterapi akan mendapatkan serangkaian
Hasil penelitian ini menunjukkan intervensi hipnoterapi dan menyatakan
bahwa antara kelompok perlakuan dan mau bekerjasama. Hal ini sejalan dengan
kelompok kontrol terdapat perbedaan Nurindra (2009), yang menyatakan
perubahan skala nyeri dan tingkat bahwa untuk menerima hipnosis
kecemasan dimana hasil uji analisis seseorang harus memenuhi tiga syarat
skala nyeri dan tingkat kecemasan pada utama yaitu mau atau tidak menolak,
kelompok perlakuan nilai p < 0.05, memahami komunikasi, memiliki
sedangkan hasil uji analisis nilai skala kemampuan fokus. Hal ini dilakukan
nyeri dan tingkat kecemasan pada untuk mempermudah membuka pintu
kelompok kontrol nilai p > 0.05. gerbang alam bawah sadar seseorang
Hal ini sesuai dengan penelitian sehingga sugesti bisa diberikan.
Elkins et al (2007), Mark P. Jensen et Seseorang yang dalam kondisi
al (2010) dan Dillworth dan Jensen hipnosis akan cenderung lebih mudah
(2011), bahwa hypnotherapy efektif menerima saran atau sugesti atau hyper-
untuk menangani berbagai macam nyeri sugestion. Sugesti penyembuhan
kronis. Hasil penelitian ini diperkuat (hypno-therapeutic) dapat memodifikasi
dengan penelitian Bayu (2011), bahwa perilaku klien dari emosional, sikap,
hipnoterapi efektif menurunkan tingkat hingga berbagai macam kondisi, seperti
stres pada mahasiswa dan penelitian kebiasaan buruk, kecemasan, stres yang
penelitian Novrizal (2010), hipnoterapi berhubungan dengan penyakit akut
efektif untuk menurunkan derajat maupun kronis, manajemen rasa sakit
kecemasan dan gatal pada pasien dengan dan nyeri, serta pengembangan pribadi
liken simpleks kronik. manusia (Hakim, 2010).
Kolcaba menyatakan seseorang yang Responden diberikan sugesti tentang
mengalami nyeri berarti tidak terpenuhi sebuah mangkok yang berisi ramuan
kebutuhan rasa nyaman dari responden. ajaib untuk mengurangi nyeri dan tingkat
Tipe-tipe kenyamaman terbagi dalam kecemasan, saat responden merasakan
tiga tahap yaitu dorongan (relief), nyeri dan cemas, responden tinggal
ketenteraman (ease), dan kondisi yang menutup mata dan membayangkan
tentram atau kepuasan hati sebuah mangkok berisi ramuan ajaib,
(transcedence) (March & Dianne, 2009). kemudian ramuan tersebut diusapkan
Kondisi dimana seseorang yang pada tempat yang sakit. Responden juga
mengalami nyeri akan mencari diberikan sugesti bahwa ramuan tersebut
pertolongan dalam hal ini responden selalu ada dan tidak pernah habis,
mengalami nyeri gout (relief), untuk sehingga responden merasa aman karena
mencapai ketentraman tersebut merasa memiliki obat ajaib yang selalu
responden diberikan intervensi comfort tersedia.
teknikal hipnoterapi (ease), setelah Hal ini sesuai dengan pernyataan
diberikan intervensi comfort teknikal Hakim (2010), bahwa sugesti tertentu

39 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

bisa merubah persepsi pasien terhadap nyeri (Brunner & Suddarth, 2002).
stimulus nyeri yang dirasakannya. Hipnoterapi dapat menstimulir otak
Intervensi comfort teknikal hipnoterapi untuk melepaskan neurotransmiter, zat
merupakan intervensi yang dibuat untuk kimia yang terdapat di otak yaitu
mempertahankan homeostasis dan encephalin dan endhorphin yang
mengontrol nyeri, tehnis tindakan ini berfungsi untuk meningkatkan mood
didesain untuk membantu sehingga dapat merubah penerimaan
mempertahankan atau mengembalikan individu terhadap sakit atau gejala fisik
fungsi fisik dan kenyamanan, serta lain yang dialaminya (Gunawan, 2007),
mencegah komplikasi (March & Dianne, (Nurindra, 2009). Hal ini didukung
2009). dengan pernyataan Lukman (2012),
Kondisi hipnosis atau trance bahwa kondisi tubuh yang rileks akan
memiliki karakteristik-karakteristik menghasilkan impuls yang dikirim
utama yaitu relaksasi fisik yang dalam, melalui serabut saraf aferen nosiseptor.
perhatian yang terpusat, peningkatan Serabut saraf nosiseptor mengakibatkan
kemampuan indera, pengendalian “pintu gerbang” tertutup sehingga
refleks dan aktivitas fisik, serta respon stimulus nyeri terhambat dan berkurang.
terhadap pengaruh setelah hypnosis Teori two gate control menyatakan
(Gunawan, 2007). Relaksasi akan bahwa terdapat satu “pintu gerbang” lagi
menimbulkan perpanjangan serabut otot di thalamus yang mengatur impuls nyeri
yang mengakibatkan menurunnya dari nervus trigeminus, dengan adanya
pengiriman impuls saraf ke otak, relaksasi, maka impuls nyeri dari nervus
menurunnya aktivitas otak, dan fungsi trigeminus akan dihambat dan
tubuh yang lain (Potter & Perry, 2005). mengakibatkan tertutupnya “pintu
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri gerbang” di thalamus. Tertutupnya
oleh teknik relaksasi terletak pada “pintu gerbang” di thalamus
fisiologi sistem saraf otonom yang mengakibatkan stimulasi yang menuju
merupakan bagian dari system syaraf korteks serebri terhambat sehingga
perifer yang mempertahankan intensitas nyeri berkurang untuk kedua
homeostasis lingkungan internal kalinya (Pinandita dkk, 2012).
individu. Pelepasan mediator kimia Gunawan (2007), menjelaskan saat
seperti bradikinin, prostaglandin dan seseorang terhipnosis, fungsi analitis
substansi p, akan merangsang syaraf logis pikiran direduksi sehingga
simpatis sehingga menyebabkan memungkinkan individu masuk ke
vasokonstriksi yang akhirnya dalam kondisi bawah sadar, dimana
meningkatkan tonus otot yang tersimpan beragam potensi internal yang
menimbulkan efek spasme otot sehingga disebut dengan critical area (filter
menekan pembuluh darah, mengurangi mental). Critical area menampung data
aliran darah dan meningkatkan sementara untuk kemudian diproses
kecepatan metabolisme otot yang berdasarkan analisa, logika,
menimbulkan pengiriman impuls nyeri pertimbangan etika, dan lain-lain.
dari medulla spinalis ke otak dan Critical area ini melundungi pikiran
dipresepsikan sebagai nyeri. bawah sadar dari ide, informasi, sugesti
Keadaan rileks dapat meningkatkan atau bentuk pikiran lain yang dapat
hormon endorfin yang berfungsi mengubah program pikiran yang telah
menghambat transmisi impuls nyeri tertanam dibawah sadar (Sovodka,
sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor 2010).
saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian Individu yang berada dalam kondisi
ke thalamus, serebri dan akhirnya sadar menjadi sulit untuk menerima
berdampak pada menurunnya persepsi informasi baru dikarenakan aktifnya

40 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

critical area. Saat gelombang otak turun Penurunan skala nyeri responden
dan tercipta kondisi relaksasi, critical dalam penelitian ini yang signifikan
area tersebut melemah dan sugesti yang terjadi setelah responden diberikan 3 kali
diberikan oleh terapis akan lebih mudah sesi hipnoterpi dimana skala nyeri
diterima dan terinternalisasi oleh klien. responden 4,86 (termasuk dalam nyeri
Critical area diperlemah dengan ringan). Penurunan intensitas skala nyeri
menggunakan induksi hipnosis yang pad sesi hipnoterapi ketiga dikarenakan
membawa klien pada kondisi relaks. responden sudah sugestif terhadap
Klien yang memasuki kondisi sangat sugesti terapi. Pasien dalam kondisi deep
relaks, critical area semakin menjadi trance akan lebih sugestif terhadap terapi
lemah sehingga terapis semakin mudah sugesti yang diberikan (Gay M, et al,
untuk berkomunkasi dengan alam bawah 2002). Hal ini sesuai dengan penelitian
sadar klien dengan memberikan sugesti- Gay M, et al (2002), bahwa pasien
sugesti terhadap klien (Sovodka, 2010). dengan nyeri osteoarthritis dalam
Hal ini sejalan dengan Gunawan (2007), pengobatan hipnosis menunjukkan
bahwa individu yang berada pada penurunan substansial dan signifikan
kondisi hypnotic trance lebih terbuka dalam intensitas nyeri setelah 4 kali sesi
terhadap sugesti dan dapat dinetralkan hipnoterapi.
dari berbagai rasa takut berlebih, trauma Gunawan (2007), menjelaskan saat
ataupun rasa sakit. seseorang terhipnosis, fungsi analitis
Peran perawat dalam mengatasi logis pikiran direduksi sehingga
nyeri dan kecemasan dari pemberian memungkinkan individu masuk ke
terapi medikasi penghilang nyeri dalam kondisi bawah sadar, dimana
merupakan salah satu upaya dalam tersimpan beragam potensi internal yang
pemberian asuhan keperawatan yang dapat dimanfaatkan untuk lebih
komprehensif. Manajemen meningkatkan kualitas hidup. Individu
penatalaksanaan nyeri adalah kerjasama yang berada pada kondisi hypnotic
seluruh tim pemberi layanan untuk trance lebih terbuka terhadap sugesti dan
kepentingan pasien. Perawat berperan dapat dinetralkan dari berbagai rasa takut
membantu memperoleh kontrol diri berlebih, trauma ataupun rasa sakit.
pasien untuk meminimalkan rasa takut Hipnoterapi sebagai terapi kecemasan
kemungkinan nyeri akan berulang membantu pasien untuk
kembali. menyeimbangkan fungsi kinerja otak
kanan dan otak kiri yang lebih stabil dan
Perbedaan skala nyeri dan tingkat seimbang (Campbell, 2003). Otak kanan
kecemasan pada kelompok perlakuan terhubung langsung dengan sistem
sebelum dan sesudah (pre dan post) syaraf otonom yang mengatur tekanan
melakukan hypnoterapi pada masing- darah, detak jantung, pernafasan, dan
masing sesi pencernaan (Gadzella, et al, 2001).
Skala nyeri pada kelompok Selftalk negatif atau pengaruh negatif
perlakuan post test sesi 1, 2, dan 3 lebih secara psikologis bisa dihilangkan
rendah dibandingkan saat pre test, dengan sugesti positif, sehingga segala
perbedaan tersebut ternyata bermakna keyakinan keliru tentang kecemasan bisa
dimana nilai p < 0.05. Tingkat diganti dengan keyakinan yang lebih
kecemasan pada kelompok perlakuan positif. Emosi atau stress lebih stabil,
post test sesi 1, 2, 3, dan 4 lebih rendah perasaan takut panik dan gelisah bisa
dibandingkan saat pre test, perbedaan dilenyapkan karena ada harmonisasi
tersebut ternyata bermakna dimana nilai antara pikiran tubuh dan jiwa. Faktor
p < 0.05. yang mempengaruhi respon terhadap
stress antara lain fungsi fisiologis,

41 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

kepribadian, karakteristik perilaku, Berdasarkan hasil dan pembahasan


karakteristik stressor (intensitas, durasi, tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
cakupan, jumlah, dan sifat stressor) masalah nyeri dan kecemasan pada
(Fajarwati dkk, 2012). pasien pasca gout dapat diatasi.
Kolcaba menyatakan seseorang yang Tindakan intervensi nonfarmakologi
mengalami nyeri berarti tidak terpenuhi yang merupakan bagian dari intervensi
kebutuhan rasa nyaman dari responden, comfort teknikal dapat diberikan untuk
seseorang yang mengalami nyeri akan menurunkan intensitas nyeri dan
mencari pertolongan untuk memenuhi kecemasan. Pemberian terapi analgetik
kebutuhan rasa nyamannya (relief). merupakan prosedur standar yang dapat
Perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa menurunkan intensitas nyeri. Efek
nyaman responden, yaitu dengan samping dari pemberian analgetik dapat
menggali permasalahan yang dialami diminimalkan dengan pemberian terapi
oleh responden, sehingga responden nonfarmakologi. Intervensi comfort
merasa terbebas dari permasalahan teknikal dengan hipnoterapi dapat
setelah dilakukan hipnoterapi (ease). menurunkan skala nyeri dari nyeri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan sedang menjadi nyeri ringan dan dapat
untuk memperoleh kenyamanan, bangkit menurunkan tingkat kecemasan dari
dari situasi stres atau kecemasan. kecemasan sedang menjadi kecemasan
Kebutuhan disini termasuk kebutuhan ringan pada pasien gout.
fisik, psikospiritual, sosial, dan
kebutuhan lingkungan untuk Kesimpulan dan Saran
mendapatkannya secara nyata Berdasarkan hasil penelitian dapat
(transcendence) (March & Dianne, disimpulkan bahwa pemberian
2009). intervensi comfort teknikal dengan
Teknik hipnoterapi dengan kata lain hipnoterapi ada pengaruh yang
dapat membantu perawat dalam signifikan dalam menurunkan skala
memenuhi kebutuhan rasa nyaman nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri
pasien. Hal tersebut terbukti saat ringan dan dapat menurunkan tingkat
penelitian, skala nyeri yang dirasakan kecemasan dari kecemasan sedang
responden berkurang dari sedang menjadi kecemasan ringan dan
menjadi ringan setelah selesai sesi kecemasan pasien gout di Panti Wreda
hipnoterapi, responden juga merasa Dharma Bakti Kota Surakarta. Bagi
lebih lega dan lebih segar dan bugar. perawat atau petugas panti atau dapat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan hipnoterapi untuk
pemberian intervensi hipnoterapi mengurangi nyeri dan kecemasan yang
berpengaruh terhadap penurunan nyeri dialami pasien gout di klinik dan
dan kecemasan pasien gout. masyarakat dan untuk kasus nyeri
Hasil penelitian ini sesuai dengan lainnya
penelitian Gay et al (2002), dimana
hipnosis lebih efektif dalam mengurangi Daftar Pustaka
nyeri osteoarthritis dari pada relaksasi Campbell, D. 2003. Efek Mozart,
Jacobson. Penelitian Fajarwati, dkk Memanfaatkan Kekuatan Musik
(2012), menyimpulkan terdapat untuk Mempertaja Pikiran,
pengaruh yang signifikan pemberian Meningkatkan Kreativitas dan
hipnoterapi terhadap penurunan nyeri Menyehatkan Tubuh. Jakarta:
pada ibu intranatal kala I di RB. Gramedia Pustaka Utama.
Kharisma Husada Kartasura (p-value = Corwin, J. E. 2009. Buku Saku
0,000) Patofisiologi Corwin. Jakarta:
Aditya Media.

42 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

Brunner & Suddarth. 2002. Kahija, YF La. 2007. Hipnoterapi:


Keperawatan Medikal Bedah. Edisi Prinsip-Prinsip Dasar Praktik
3. Jakarta: EGC. Psikoterapi. Jakarta: Gramedia.
Dillworth, Tiara & Jensen, Mark P. Long, C, B. 2000. Medical and surgical
2011. The Role of Suggestions in nursing critical thingking in client
Hypnosis for Chronic Pain: A care. California: Addison wesley
Review of the Literature. Open Pain Nursing.
J. 2010; 3(1): 39–51. Lukman, 2012. Pengaruh Intervensi
Elkins G et al. 2007. Hypnotherapy for Dzikir Asmaul Husna Terhadap
the management of chronic pain. Int Tingkat Kecemsan Klien Sindrom
J Clin Exp Hypn. Jul 2007; 55(3): Koroner Akut Di RSUP Dr.
275–287. Mohammad Hoesin Palembang.
Fajarwati, Pipit Galih Tri & Ambarwati, Tesis Keperawtan Universitas
Winarsih Nur. 2012. Pengaruh Padjadjaran. Digilib.unpad.ac.id.
hypnotherapy terhadap penurunan March, Angela & Cormack, Dianne Mc.
nyeri pada ibu intranatal kala I di RB 2009. Modifying Kolcaba’s
Kharisma Husada Kartasura. Comfort Theory as an institution.
Digilib.ums.ac.id. Holistic Nursing Practice, 78.
Gadzella, B.M. et al. 2001. Novrizal, Romy. 2010. Efektifitas
Confirmatory Factor Analysis and Hypnotherapi dalam menurunkan
Internal Consistency of the Student derajat kecemasan dan gatal pada
Life-Stress Inventory. Journal of pasien Liken Simpleks Kronik di
Instructional Psychology;Jun2001, Poliklinik Kulit dan Kelamin
Vol. 28 Issue 2, p84. RSDM Surakarta. Digilib.uns.ac.id.
Gay M, et al. 2002. Differential Nurindra, Y. 2009. Panduan Self
effectiveness of psychological Hypnosis. Jakarta:
interventions for reducing www.hipnotis.net.
osteoarthritis pain: A comparison of Pinandita, Purwanti dan Utoyo. 2012.
Erikson hypnosis and Jacobson Pengaruh Teknik Relaksasi
relaxation. Eur J Pain. 2002;6(1):1- Genggam Jari Terhadap Penurunan
16. Intensitas Nyeri Pada Pasien Post
Gunawan, A.W. 2007. Hypnotherapy: Operasi Laparatomi. Jurnal Ilmiah
The art of subconcious restucturing. Kesehatan Keperawatan, 8(1) :32-
Jakarta: Gramedia. 43.
Hakim, A. 2010. Hipnoterapi : Cara Potter, P.a & Perry, G.A. 2005.
Tepat Mengatasi Stress, Fobis, Fundamental of nursing: consept.
Trauma dan Gangguan Mental Process and practice. Mosby year
Lainnya. Cet. I. Jakarta: Transmedia book.inc.Missouri.
Pustaka. Relaxation in Patients With Multiple
Hendriyanto, Bayu, Sriati, Aat, & Fitria, Sclerosis and Chronic Pain. Int J
Nita. 2011. Pengaruh hipnoterapi Clin Exp Hypn. Apr 2009; 57(2):
terhadap tingkat stres mahasiswa 198–221.
Fakultas ilmu keperawatan Sjamsuhidajat, R & Jong, Wim de. 2010.
universitas padjadjaran Angkatan Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
2011. Digilib.unpad.ac.id. EGC.
Jensen, Mark P et al. 2010. A Sovodka, P. 2010. Secret of
Comparison of Self-Hypnosis Hypnotherapy. Jogjakarta: Flash
Versus Progressive Muscle Books.

43 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan

Tabel 1. Karakteristik lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta


Item Kategorial Perlakuan Kontrol Total
F P-value
N % N % N %
Jenis kelamin Pria 14 63.6 3 13.6 17 61.4
Perempuan 8 27 38.6 0.92 0,764
36.4 19 86.4
Umur 55 – 74tahun 16 72.7 13 59.1 29 65.9
75– 84 tahun 5 22.7 9 40.9 14 31.8 0.316 0,577
>85 tahun 1 4.6 0 0 1 2.3
Agama Islam 22 100 18 81.8 40 90.9
4.667 0.037
Kristen 0 4 18.2 4 9.1
Pendidikan Tidak Sekolah 4 18.2 10 45.5 14 31.8
SD 12 54.5 10 45.5 22 50
2.082 0,156
SMP 3 13.6 2 9.1 5 11.4
SMA 3 13.6 0 0 1 6.8

Tabel 2. Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital pasien gout


Item Perlakuan Control
Min Max Mean ± SD Min Max Mean ± SD
Sistole 130 150 137,73+8,12 130 150 136.82 ±8.39
Diastolik 80 90 84.55 ±5.09 80 90 84.09 ±5.03
Nadi 84 98 90.18 ±5.38 84 94 91.64 ±5.71
Pernafasan 20 26 23.00 ±1.79 20 26 23.22 ±1.66
Asam urat 8 12,6 9,09 + 1,23 7 12,2 9,07 + 1,38

Tabel 3. Perbedaan skala nyeri dan tingkat kecemasan pada kelompok kontrol dan perlakuan
sebelum dan sesudah (pre dan post) melakukan hipnoterapi
Kelompok T1 (pre test) T2 (post test) Zobs Nilai P CI
Skala nyeri
Perlakuan 7,05 + 0,84 5,00 + 0,98 -4,060 0,000* 0,000 sd 0,127
Kontrol 6,68 + 0,78 6,36 + 1,05 -1,615 0,106** 0,000 sd 0,280
Tingkat kecemasan
Perlakuan 190,91 + 17,16 163,18 + 11,71 -4,055 0,000* 0,000 sd 0,127
Kontrol 187,27 + 15,49 183,64 + 14,32 -0,842 0,400** 0,204 sd 0,615
*P < 0.05 Signifikan hasil uji wilcoxon
** P > 0.05 Tidak signifikan hasil uji wilcoxon

Tabel 4 Perbedaan skala nyeri dan tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan sebelum dan
sesudah (pre dan post) melakukan hipnoterapi pada masing-masing sesi pasien gout
Sesi Rata-rata nyeri Zhitung P
Hypnoterapi Pre test Post test
Skala nyeri
Sesi 1 7,18 + 0,73 5,09 + 0,92 4,010 0,000
Sesi 2 6,77 + 0,61 5,09 + 0,75 3,380 0,001
Sesi 3 5,77 + 0,61 4,86 + 1,08 2,828 0,005
Sesi 4 5,14 + 0,71 5,00 + 0,97 0,676 0,499
Tingkat kecemasan
Sesi 1 190,91 +17,16 178,18 +16,80 3,697 0,000
Sesi 2 190,00 +12,34 175,91 +13,33 3,564 0,000
Sesi 3 178,64 +9,40 164,55 +10,57 3,536 0,000
Sesi 4 164,09 +9,08 155,91 + 6,66 3,307 0,001
Keterangan:
Sesi 1: intervensi hipnoterapi pertama tanggal 27 Oktober 2014
Sesi 2: intervensi hipnoterapi kedua tanggal 30 Oktober 2014
Sesi 3: intervensi hipnoterapi ketiga tanggal 3 November 2014
Sesi 4: intervensi hipnoterapi keempat tanggal 6 November 2014

44 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

PENGARUH TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN TERHADAP


PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN
DI RUANG INTENSIVE CORONARY CARE UNIT (ICCU)

Endiyono1 (korespondensi : endiyono@ump.ac.id), Agus Santosa2


1,2
Staf Pengajar Departemen Keperawatan Gawat Darurat, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Abstrak

Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis yang sering muncul pada penderita
penyakit cardiovaskuler terutama jika harus menjalani perawatan diruang Intensive
Coronary Care Unit (ICCU). Salah satu metode untuk menurunkan tingkat kecemasan
adalah dengan metode distraksi diantaranya dengan terapi murottal Al-Qur’an. Tujuan
penelitian mengetahui pengaruh terapi murottal Al-Qur’an terhadap penurunan tingkat
kecemasan. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi eksperiment, dengan pendekatan
Non-equivalent Control Group Design. Sample penelitian adalah pasien penderita
Cardiovaskuler yang dirawat diruang ICCU RSUD Margono Soekarjo Purwokerto
berjumlah 30 responden sesuai dengan jumlah minimal penelitian eksperimen, 15
responden sebagai kelompok eksperimen dan 15 responden lainnya sebagai kelompok
kontrol. Tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik consecutive sampling dimana
pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel yang memenuhi kriteria
penelitian sampai kurun waktu tertentu sampai jumlah sampel terpenuhi. Tehnik
pengambilan data dengan cara observasi dan wawancara dengan mengunakan
kuesioner Hamylton Rating Scale Of Anxiety (HRS-A). Terapi murottal ini dengan MP3
player disambungkan dengan headset dengan frekuensi 7-14 Hz. Berdasarkan hasil
analisis menggunakan uji statistik Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05),
diperoleh nilai p value 0,001 dengan demikian p value < α (0,001<0,05). Ada penurunan
tingkat kecemasan pada pasien yang diberikan terapi murottal. Dapat disimpulkan bahwa
terapi Murottal Al-Qur’an dengan frekuensi 7-14 hertz selama 15 menit berpengaruh
terhadap penurunan tingkat kecemasan Pasien yang dirawat diruang ICCU. Terapi
murottal bisa digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yan dirawat
di perawatan kritis.

Kata kunci : Kecemasan, Intensive Coronary Care Unit ( ICCU), Terapi Murottal Al-
Qur’an.

Kecemasan merupakan masalah tidak rasional dan menimbulkan


klasik yang sudah tidak asing lagi bagi ketakutan.
setiap individu. Kecemasan merupakan Penyakit cardiovaskuler
suatu reaksi yang normal bagi setiap merupakan masalah kesehatan masyarakat
individu, namun jika kecemasan yang di negara maju dan berkembang.Penyakit
dihadapi berlebihan dan individu ini dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu
tersebut tidak mampu meredam gangguan fungsi jantung, gangguan
kecemasan yang dialaminya, maka struktur jantung, infeksi dan non inflamasi,
kecemasan akan menjadikan seseorang serta gangguan system vascular (Brunner
&Suddarth, 2002).

45 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

Salah satu masalah psikologis mengembangkan konsep diri dengan


yang sering muncul pada pasien baik, sehingga pasien kooperatif
gangguan cardiovaskuler adalah terhadap tindakan perawatan. Berbagai
kecemasan, terlebih lagi jika harus kemungkinan buruk bisa saja terjadi
menjalani perawatan diruang ICCU, yang akan membahayakan bagi
ruang ICCU kelihatan sangat pasien,sehingga tidak heran jika sering
menakutkan bagi pasien karena kali pasien menunjukkan sikap yang
dikelilingi oleh alat-alat yang terlihat agak berlebihan dengan kecemasan yang
asing,seperti monitor yang dialami. Kecemasan yang dialami
mengeluarkan bunyi yang berulang- biasanya terkait dengan kondisi pasien
ulang. Dalam sebuah penelitian yang yang lemah serta nyeri dada yang
dilakukan di Pakistan oleh Imtiaz menyebabkan pasien gelisah (Effendy,
Ahmad Dogar menyimpulkan bahwa 2005).
penyakit cardiovaskuler merupakan Tindakan keperawatan untuk
penyebab utama gangguan kecemasan menangani masalah kecemasan pasien
(Borgeat & Suter, 1992 dalam dapat berupa tindakan mandiri oleh
Soesanto& Nurkholis 2008). perawat seperti tehnik relaksasi dan
Kondisi medis pada umumnya distraksi (Potter, 2005).Salah satu teknik
seperti gangguan jantung dapat distraksi yang digunakan untuk
menyebabkan timbulnya kecemasan, mengatasi kecemasan pada pasien
walaupun tanpa disertai oleh rasa kuatir adalah dengan murottal (mendengarkan
atau firasat/perasaan sesuatu yang bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an), karena
menakutkan akan terjadi (Tomb, 2004). tehnik distraksi merupakan tindakan
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian.
oleh Soesanto dan Nurkholis Terapi religi sebagai terapi
menyimpulkan bahwa penderita nonfarmakologis terus dikembangkan,
cardiovaskuler yang dirawat diruang salah satunya terapi murottal Al-Qur’an
ICCU secara umum menunjukkan yang dapat mempercepat proses
sebagian besar (76,9%)pasien penyembuhan. Terapi murottal Al-
mengalami kecemasan dengan tingkat Qur’an sebagai terapi nonfarmakologis
kecemasan bervariasi, baik ringan sebagai terapi kecemasan diharapkan
sampai berat namun lebih didominasi mampu menjadi alternative bagi profesi
pada kecemasan ringan (41,0%). keperawatan untuk berperan aktif dalam
Capernito dalam Kasmawati menjalankan tugas mandiri keperawatan
(2010:4) mengemukakan bahwa guna membantu proses penyembuhan
kecemasan yang mungkin dialami pasien pasien dari penyakitnya. Tujuan dari
dapat dilihat dengan adanya perubahan- penelitian ini adalah untuk mengetahui
perubahan fisik seperti: meningkatnya pengaruh terapi murottal Al-Qur’an
frekuensi nadi dan pernafasan,gerakan- terhadap penurunan tingkat kecemasan
gerakan tangan yang tidak terkontrol, pada pasien yang dirawat diruang ICCU
telapak tangan yang lembab, gelisah, RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo
mengajukan pertanyaan yang sama Purwokerto.
berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih. Metode
Kecemasan yang berlarut-larut Penelitian ini merupakan
dan tidak terkendali dapat mendorong penelitian Quasi eksperiment, dengan
terjadinya respon defensif sehingga pendekatan Non-equivalent Control
menghambat mekanisme koping yang Group Design. Sample penelitian
adaptif. Sebaliknya dengan kecemasan adalah pasien penderita Cardiovaskuler
yang terkendali, pasien dapat yang dirawat diruang ICCU RSUD

46 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

Margono Soekarjo Purwokerto dan 5 rsponden pada kelompok control


berjumlah 30 responden sesuai dengan dengan prosentase 33,3% seperti yang
jumlah minimal penelitian eksperimen, tersaji pada tabel 2.
15 responden sebagai kelompok
eksperimen dan 15 responden lainnya Tabel 2. Distribusi Jumlah Responden
sebagai kelompok kontrol. Tehnik Berdasarkan Usia
N Usia Kelompok Jml Persen
pengambilan sampel menggunakan o (Tahun) %
tehnik consecutive sampling dimana Eksp Cont
pengambilan sampel yang dilakukan 1 30-40 3 5 8 26,7%
dengan memilih sampel yang memenuhi 2 41-50 6 5 11 36,7%
kriteria penelitian sampai kurun waktu 3 51-60 5 5 10 33,3%
tertentu sampai jumlah sampel 4 > 60 1 0 1 3,3%
Total 30 100%
terpenuhi. Tehnik pengambilan data
dengan cara observasi dan wawancara
dengan mengunakan kuesioner Jenis penyakit cardiovaskuler
Hamylton Rating Scale Of Anxiety yang mendominasi pada kedua
(HRS-A). Terapi murottal ini dengan kelompok adalah ST element Elevation
MP3 player disambungkan dengan Miyocardial Infarction (STEMI) dan
headset dengan frekuensi 7-14 Hz. Congestif Heart Failure(CHF) dengan
rincian pada STEMI berjumlah 15
responden dengan prosentase sebesar
Hasil
50%, sedangkan pada CHF berjumlah 12
Karakteristik Responden
Responden yang terbanyak pada responden dengan prosentase sebesar
kedua kelompok adalah berjenis kelamin 36,7% seperti tersaji pada tabel 3.
perempuan berjumlah 19 responden,
Tabel 3. Distribusi Jumlah Responden
dengan rincian pada kelompok Berdasarkan Jenis Penyakit
eksperimen sebanyak 11 responden dan N Nama Klpk Jml Persen
pada kelompok control sebanyak 8 o penyakit Eksp Cont %
responden, dengan jumlah presentase 1 STEMI 7 8 15 50%
keselurahan sebesar 63,3% yang 2 CHF 6 6 12 36,7%
3 IHD 1 0 1 6,7%
ditunjukkan pada tabel 1.
4 ASD 0 1 1 3,3%
5 SVT 1 0 1 3,3%
Tabel 1. Distribusi Jumlah Responden Total 30 100%
Berdasarkan Jenis Kelamin
N Jenis Klpk Jml Persen
o Kelamin % Hasil penelitian menunjukkan
Eksp Cont bahwa sebelum diberikan perlakuan
1 Laki-laki 4 7 11 36,7% responden yang mengalami kecemasan
2 Perempuan 11 8 19 63,3% ringan berjumlah 4 responden, dan
Total 30 100
kecemasan sedang berjumlah 11
responden. Sedangkan sesudah
Distribusi responden diberikan perlakuan tingkat kecemasan
berdasarkan usia yang mendominasi responden mengalami perubahan yaitu
adalah usia 41-50 tahun yang berjumlah tidak ada kecemasan 10 responden, dan
11 responden,dengan rincian 6 kecemasan ringan 5 responden.
responden pada kelompok eksperimen Berdasarkan hasil penelitian yang
dan 5 responden pada kelompok control, dilakukan bahwa terjadi perubahan yang
dengan presentase keseluruhan sebesar signifikan terhadap tingkat kecemasan
36,7%. Dan usia 51-60 tahun berjumlah pada kelompok eksperimen sesudah
10 responden dengan rincian 5 diberikan terapi murottal Al-Qur’an
responden pada kelompok eksperimen yaitu dari 11 responden dengan

47 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

kecemasan sedang sebelum perlakuan tingkat kecemasan sedang seperti tersaji


menjadi 6 reponden dengan kecemasan pada tabel 5.
ringan dan 5 responden tidak ada
kecemasan. Sedangkan 4 responden Tabel 5. Distribusi jumlah berdasarkan
dengan kecemasan ringan sebelum tingkat kecemasan setelah dilakukan Preetest
dan Posttest pada kelompok kontrol.
perlakuan menjadi tidak ada kecemasan Tingkat Klpk Cont Jumlah Persen
sesuai dengan yang tersaji pada tabel 4. Kecemasan %

Tabel 4. Tingkat Kecemasan Pasien Yang Pree- Post-


Dirawat Diruang ICCU test test
Tingkat Klpk Eksp Jml Persen Tidak ada -
Kecemasan % Kecemasan
Sblm Sesudah Kecemasan 6 6 12 40,0%
Tidak ada - 10 10 33,3% Ringan
kecemasan Kecemasan 9 9 18 60,0%
Kecemasan 4 5 9 30,0% Sedang
Ringan Kecemasan - - -
Kecemasan 11 - 11 36,7% Berat
Sedang Panik - - -
Kecemasan - - - - Total 15 15 30 100%
Berat
Panik - - - -
Total 15 15 30 100% Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien
yang dirawat di Ruang ICCU Sebelum
Tingkat kecemasan pasien yang Diberikan Terapi Murottal Al-
dirawat di ruang ICCU RSUD Prof. Dr. Qur’an.
Margono Soekarjo berdasarkan tingkat Tingkat kecemasan pasien yang
kecemasan setelah dilakuan dirawat di ruang ICCU sebagian besar
Preetestdengan menggunakan kuesioner mengalami tingkat kecemasan yang
Hamylton Rating Scale Of Anxiety sama yaitu kategori kecemasan sedang
(HRS-A) pada kelompok control dibagi sebelum diberi perlakuan, sebelum
dalam beberapa kategori tingkat dilakukan penelitian lebih lanjut dan
kecemasan, pada hasil penelitian ini pemberian perlakuan berupa terapi
tingkat kecemasan responden lebih murottal Al-Qur’an dengan frekuensi 7-
banyak terdapat pada kategori tingkat 14 Herzt selama 15 menit pada
kecemasan sedang. Responden yang responden, peneliti melakukan penilaian
setelah dilakukan pree-test mengalami tentang tingkat kecemasan awal pada
kecemasan ringan berjumlah 6 responden kelompok yang diberikan
responden dan yang mengalami terapi murottal Al-Qur’an (eksperimen)
kecemasan sedang berjumlah 9 dan kelompok yang tidak diberikan
responden.Sedangkan Responden yang terapi murottal Al-Qur’an (control)
setelah dilakukan post-test mengalami dengan menggunakan kuesioner
kecemasan ringan berjumlah 6 Hamylton Rating Scale Of Anxiety
responden dan yang mengalami (HRS-A), kemudian dilakukan uji
kecemasan sedang berjumlah 9 statistik Mann-Whitney. Hasil analisis
responden. Tingkat kecemasan yang dari uji statistik Mann-Whitney pada saat
dialami pasien pada kelompok control sebelum terapi diperoleh nilai p value
baik sebelum dilakukan pretest pree- sebesar 0,297 dengan α=0,05. Karena
testmaupun setelah dilakukan post-test nilai p value>0,05, maka Ho diterima
tidak mengalami perubahan tingkat yang berarti tidak ada perbedaan tingkat
kecemasan, kecemasan pada kelompok kecemasan pasien yang dirawat di ruang
ini menetap yang didominasi oleh ICCU pada kelompok eksperimen dan
kelompok control sebelum mendapatkan

48 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

perlakuan, dengan kata lain kelompok Variabel N Mean Z test P


eksperimen dan kelompok control Value
Tingkat 15 13,87 -3,422 0,001
memiliki tingkat kecemasan yang sama
kecemasan pasien
sebelum dilakukan pemberian terapi sesudah diberikan
murottal Al-Qur’an seperti tersaji dalam terapi murottal
tabel 6. Al-Qur’an dengan
frekuensi 7-14
Tabel 6. Perbedaan Tingkat Kecemasan hertz selama 15
Pasien yang dirawat di Ruang ICCU Sebelum menit.
Diberikan Terapi Murottal Al-Qur’an.
Klpk N Mean Z test P Pembahasan
Value
Sebe Eksperi 15 17.17
Tingkat Kecemasan Pasien Yang
lum ment dirawat diruang ICCU pada
Perla Kelompok Eksperimen dan Kelompok
kuan
Control 15 13.83 -1,043 0,297
Control Sebelum Diberikan Terapi
Total 30 Murottal Al-Qur’an.
Hasil penelitian menunjukan
Pengaruh Pemberian Terapi Murottal bahwa pada awalnya tingkat kecemasan
Al-Qur’an Dengan Frekuensi 7-14 pasien penderita penyakit cardiovaskuler
Herzt Selama 15 Menit Terhadap yang menjalani perawatan di ruang
Penurunan Tingkat Kecemasan ICCU di RSUD Prof. Dr. Margono
Pasien yang Dirawat Diruang ICCU. Soekarjo tidak memiliki perbedaan
Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok
tingkat kecemasan pasien ICCU sebelum eksperimen dan kelompok control
dan sesudah pemberian terapi murottal dengan masing-masing tingkat
Al-Qur’an dengan frekuensi 7-14 hertz kecemasan yang dialami pasien,
selama 15 menit pada kelompok sebagian besar kecemasan yang dialami
eksperimen, maka digunakan uji statistik kedua kelompok adalah kategori
Wilcoxon. Uji statistik Wilcoxon kecemasan sedang.
digunakan untuk menguji dua sampel Data hasil penelitian yang
yang berhubungan, dimana terdapat diperoleh bahwa responden yang dirawat
tahap preetest dan posttest sebelum dan diruang ICCU RSUD Prof. Dr. Margono
sesudah perlakuan pada masing-masing Soekarjo mengalami kategori tingkat
kelompok dengan menggunakan kecemasan yang bervariasi. Responden
kuesioner Hamylton Rating Scale Of pada kelompok eksperiment sebelum
Anxiety (HRS-A). Tingkat kecemasan diberikan terapi murottal Al-Qur’an
pasien yang dirawat di ruang ICCU pada yang mengalami kecemasan ringan
masing-masing kelompok dengan berjumlah 4 responden, sedangkan
menggunakan uji Wilcoxon seperti responden yang mengalami kecemasan
tersaji pada tabel 7. sedang berjumlah 11 responden, maka
Tabel 7. Tingkat kecemasan pasien sebelum dapat disimpulkan sebagian besar
dan sesudah diberkan Terapi Murrotal Al- responden mengalami kecemasan
Quran sedang. Sedangkan pada kelompok
Variabel N Mean Z P
test Value
control distribusi responden berdasarkan
Tingkat 15 22,60 tingkat kecemasan. Sebagian besar
kecemasan pasien responden dalam kelompok ini
sebelum diberikan mengalami kecemasan sedang dengan
terapi murottal rincian responden yang mengalami
Al-Qur’an dengan
kecemasan ringan berjumlah 6
frekuensi 7-14
hertz selama 15 responden, dan responden yang
menit

49 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

mengalami kecemasan sedang berjumlah murottal Al-Qur’an dengan frekuensi 7-


9 responden. 14 Herzt selama 15 menit yaitu dari 11
Berdasarkan hasil analisis responden dengan kecemasan sedang
dengan menggunakan uji statistik Mann sebelum perlakuan menjadi 6 reponden
Whitney dimana diperoleh nilai p value dengan kecemasan ringan dan 5
sebesar 0,297dengan α=0,05. Karena responden tidak ada kecemasan.
nilai p value>0,05, yang berarti tidak ada Sedangkan 4 responden dengan
perbedaan tingkat kecemasan pasien kecemasan ringan sebelum perlakuan
cardiovaskuler yang menjalani menjadi tidak ada kecemasan setelah
perawatan di ruang ICCU di RSUD Prof. perlakuan.
Dr. Margono Soekarjo pada kelompok Berdasarkan hasil uji yang tertera
eksperiment dan kelompok control, pada tabel 4.8.didapatkan nilai p value
dengan kata lain kelompok eksperiment adalah 0,001 dengan demikian p value <
dan kelompok control memiliki tingkat α (0,001<0,05), maka Ho ditolak dan Ha
kecemasan yang sama sebelum diterima. Sehingga dapat disimpulkan
dilakukan pemberian terapi murottal Al- bahwa terdapat pengaruh terapi Murottal
Qur’an, hal ini merupakan syarat baik Al-Qur’an dengan frekuensi 7-14 Herzt
dilakukannya penelitian eksperimental. selama 15 menit terhadap penurunan
tingkat kecemasan.
Tingkat Kecemasan Pasien Yang Penelitian ini sejalan dengan
Dirawat Diruang ICCU Sesudah penelitian yang dilakukan oleh Faradisi
Diberikan Terapi Murottal Al-Qur’an (2012) bahwa terapi murottal Al-Qur’an
dengan Frekuensi 7-14 Herzt Selama mampu menurunkan tingkat kecemasan.
15 menit. Penelitian ini juga sejalan dengan
Hasil distribusi mengenai tingkat penelitian yang telah dilakukan oleh
kecemasan pasien yang dirawat diruang Ahmad al Khadi, direktur utama
ICCU RSUD Prof. Dr. Margono Islamic Medicine Institute for Education
Soekarjo sebelum mendapatkan terapi and Research di Florida, Amerika
murottal Al-Qur’an sebagian besar Serikat. Dalam konferensi tahunan ke
termasuk kategori kecemasan sedang XVII Ikatan Dokter Amerika, wilayah
dengan rincian responden yang missuori AS, Ahmad Al-Qadhi
mengalami kecemasan ringan berjumlah melakukan presentasi tentang hasil
4 responden, dan pasien yang mengalami penelitianya dengan tema pengaruh Al-
kecemasan sedang berjumlah 11 Quran pada manusia dalam perspektif
responden. Sedangkan hasil distribusi fisiologi dan psikologi. Hasil penelitian
mengenai tingkat kecemasan pasien tersebut menunjukan hasil positif
yang dirawat diruang ICCU RSUD Prof. bahwa mendengarkan ayat suci Al-
Dr. Margono Soekarjo sesudah Quran memiliki pengaruh yang
mendapatkan terapi murottal Al-Qur’an signifikan dalam menurunkan
sebagian besar mengalami penurunan ketegangan urat saraf reflektif sehingga
tingkat kecemasan dari tingkat mampu menghasilkan ketenangan dan
kecemasan yang dialami sebelum diberi hasil ini tercatat dan terukur secara
terapi murottal Al-Qur’an. Responden kuantitatif dan kualitatif oleh sebuah
yang mengalami kecemasan ringan alat berbasis komputer.
berjumlah 5 responden, dan responden Terapi murottal memberikan
yang tidak cemas berjumlah 10 dampak psikologis kearah positif, hal ini
responden. Hasil penelitian yang dikarenakan ketika murotal
dilakukan bahwa terjadi perubahan yang diperdengarkan dan sampai ke otak,
signifikan terhadap tingkat kecemasan maka murotal ini akan diterjemahkan
pada responden sesudah diberikan terapi oleh otak. Persepsi kita ditentukan oleh

50 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

semua yang telah terakumulasi, Quran, memberi harapan, menguatkan


keinginan, hasrat, kebutuhan dan pra kemauan, dan membekali kekuatan
anggapan (Oriordan, 2002). Dengan yang luar biasa sehingga memungkinkan
terapi murotal maka kualitas kesadaran manusia untuk dapat menghadapi segala
seseorang terhadap Tuhan akan permasalahan dan melaksanakan tugas
meningkat, baik orang tersebut tahu arti dengan baik (Bastaman, 1995).
Al Quran atau tidak. Kesadaran ini akan
menyebabkan totalitas kepasrahan Tingkat Kecemasan Pasien Yang
kepada Allah SWT, dalam keadaan ini dirawat diruang ICCU Pada
otak berada pada gelombang alpha, Kelompok Control setelah dilakukan
merupakan gelombang otak pada Posttest.
frekuensi 7-14HZ. Ini merupakan Hasil distribusi mengenai tingkat
keadaan energi otak yang optimal dan kecemasan pasien yang dirawat diruang
dapat menyingkirkan stres dan ICCU RSUD Prof. Dr. Margono
menurunkan kecemasan (MacGregor, Soekarjo saat dilakukan preEtest dengan
2001).Dalam keadaan tenang otak menggunakan kuoesioner
dapat berpikir dengan jernih dan dapat HamyltonRating Scale of Anxiety (HRS-
melakukan perenungan tentang adanya A) pada kelompok kontrol sebagian
Tuhan, akan terbentuk koping, atau besar termasuk kategori sedang. Pada
harapan positif pada pasien (Khrisna, tabel 4.7 dapat dilihat reponden yang
2001). mengalami tingkat kecemasan ringan
Heru (2008) dalam Siswantinah berjumlah 6 responden, dan responden
(2011:12) mengemukakan bahwa yang mengalami kecemasan sedang
lantunan Al-Qur’an secara fisik berjumlah 9 responden. Namun tingkat
mengandung unsur suara manusia, kecemasan pasien yang dirawat diruang
sedangkan suara manusia merupakan ICCU RSUD Prof. Dr. Margono
instrumen penyembuhan yang Soekarjo yang tidak diberikan terapi
menakjubkan dan alat yang paling murottal Al-Qur’an tidak mengalami
mudah dijangkau. Suara dapat penurunan tingkat kecemasan dari
menurunkan hormon-hormon stres, tingkat kecemasan yang dialami
mengaktifkan hormon endorfin alami, sebelumnya, hal ini dapat dilihat hasil
meningkatkan perasaan rileks, dan post-test yang dilakukan dengan
mengalihkan perhatian dari rasa takut, menggunakan kouesioner
cemas dan tegang, memperbaiki sistem HamyltonRating Scale of Anxiety (HRS-
kimia tubuh sehingga menurunkan A). pada tabel 4.6 dapat dilihat
tekanan darah serta memperlambat responden yang mengalami tingkat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, kecemasan ringan berjumlah 6
dan aktivitas gelombang otak. Laju responden, dan responden yang
pernafasan yang lebih dalam atau lebih mengalami kecemasan sedang berjumlah
lambat tersebut sangat baik 9 responden. Data diatas menunjukkan
menimbulkan ketenangan, kendali bahwa tidak ada perubahan
emosi, pemikiran yang lebih dalam dan (kenaikan/penurunan) tingkat
metabolisme yang lebih baik. kecemasan pada kelompok control
Membaca dan mendengarkan setalah dilakukan pretest dan posttest
bacaan ayat-ayat al-Quran akan dengan menggunakan HamyltonRating
memiliki dampak positif, tidak hanya Scale of Anxiety (HRS-A).
membebaskan manusia dari rasa Pada uji statistik Wilcoxon
kegelisahan dan kecemasan, bahkan dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
hubungan rohaniah antara manusia dan 0,05). Berdasarkan hasil uji ini,
Tuhannya selama proses membaca al- didapatkan nilai p value adalah

51 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

0,596dengan demikian p value >α ditolak. Dengan demikian dapat diambil


(0,596>0,05), maka Ho diterima dan Ha kesimpulan bahwa terapi murottal Al-
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan Qur’an dengan frekuensi 7-14 Herzt
bahwa pasien yang dirawat diruang selama 15 menit berpengaruh terhadap
ICCU dan tidak diberikan terapi murottal penurunan tingkat kecemasan.
Al-Qur,an tidak mengalami penurunan Sedangkan pada kelompok control
tingkat kecemasan. berdasarkan hasil uji dengan statistik
Wilcoxon didapat p value >α
Perbedan Tingkat Kecemasan Pasien (0,0,596>0,05), maka Ho diterima dan
Yang dirawat diruang ICCU sesudah Ha ditolak.Maka dapat disimpulkan
terapi murottal Al-Qur’an pada bahwa responden yang tidak diberi
kelompok eksperimen dan yang tidak perlakuan cenderung tidak mengalami
diberikan terapi murottal Al-Qur’an penurunan tingkat kecemasan dari
pada kelompok control. kecemasan yang sebelumnya.
Perbedaan pengaruh pemberian
terapimurottal Al-Qur’an terhadap Kesimpulan
tingkat kecemasan pada pasien yang Terapi Murottal Al-Qur’an dengan
dirawat diruang ICCU dapat dilihat dari frekuensi 7-14 hertz selama 15 menit
penilaian melalui Hamilton Rating Scale berpengaruh terhadap penurunan tingkat
of Anxiety (HRS-A) yang diujikan kecemasan Pasien yang dirawat diruang
sebelum dan sesudah pemberian terapi ICCU.
pada kedua kelompok.
Data distribusi responden Daftar Pustaka
berdasarkan tingkat kecemasan Brunner & Suddarth (2002).Buku Ajar
menunnjukkan perbedaan tingkat Keperawatan Medikal Bedah
kecemasan antara kelompok eksperimen (Edisi 8 ed). Jakarta: EGC.
yang diberikan terapi murottal Al- Bastaman, H.D. (1995). Integrasi
Qur’an dengan frekuensi 7-14 Herzt Psikologi dengan Islam.
selama 15 menit dengan kelompok Yogyakarta: Yayasan
control yang tidak diberikan terapi Insan Kamil dan Pustaka Pelajar.
(perlakuan). Pada tabel 4.5 Efendy, 2005.Kiat Sukses Menghadapi
Menunjukkan bahwa responden yang Operasi. Yogyakarta: Sahabat
diberikan perlakuan mengalami Setia.
penurunan tingkat kecemasan. Faradisi, F. (2012).Efektivitas Terapi
Sedangkan pada kelompok control Murotal dan Terapi Musik Klasik
responden tidak mengalami perubahan terhadap Penurunan Tingkat
tingkat kecemasan. Kecemasan Pasien Pra Operasi di
Berdasarkan hasil penelitian dan Pekalongan. Jurnal Ilmiah
uji statistik yang dilakukan dapat Kesehatan (JIK), 5(2).
diketahui bahwa Pada kelompok Kasmawati, F., & Hartono, Y.,
eksperimen dengan pemberian terapi (2010).Buku ajar keperawatan
murottal Al-Qur’an dengan frekuensi 7- jiwa. Jakarta: Salemba medica.
14 Herzt selama 15 menit tingkat Khrisna, A, (2001). Masnawi, Bersama
kecemasan pada responden mengalami Jalaluddin Rumi Menggapai
penurunan dari tingkat kecemasan yang Langit Biru Tak Berbingkai.
dialami sebelumnya. Hal tersebut dapat Jakarta: PT Gramedia Pustaka
dilihat berdasarkan hasil uji statistik Utama.
Wilcoxon dengan nilai p value 0,001 MacGregor, S, 2001. Piece of Mind
dengan a=0,05. Artinya p value< a=0,05 Menggunakan Kekuatan Pikiran
(0,001<0,05), maka Ha diterima Ho

52 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan

Bawah Sadar untuk Mencapai cardiovaskuler yang pertama kali


Tujuan.Jakarta: Gramedia. dirawat di ruang intensive
Oriordan, RNL. (2002). Seni coronary care unit RSU Tugurejo
Penyembuhan Alami Seni Semarang. Jurnal Keperawatan
Penyembuhan Menggunakan UNIMUS, 1(2).
Energi Jiwa penerjemah Siswantinah, (2011).Pengaruh Terapi
Aristyawati. Bekasi: Gugus Murottal terhadap Kecemasan
Press. Pasien Gagal Ginjal Kronik
Potter, P A., & Perry, A. G. (2005). yang Dilakukan Tindakan
Buku Aiar Fundamental Hemodialisa di RSUD Kraton
Keperawatan: Konsep, Proses, Kabupaten Pekalongan.
dan Praktik (edisi 4) Alih Universitas Muhammadiyah
Bahasa: Yasmin Asih. Jakarta: Semarang.( skripsi)
EGC. Tomb, D. A., (2004).Buku saku
Soesanto, E., & Nurkholis psikiatrik (edisi 6 ed.). Jakarta:
(2008).Hubungan komunikasi EGC.
terapeutik perawat dengan
kecemasan pasien gangguan

53 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT ARV


PASIEN HIV/AIDS: REVIEW LITERATUR

Utami Hidayati1 (korespondensi : hidayatiutami@gmail.com),


Untung Sujianto2, Henni Kusuma3
1
Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Universitas Diponegoro.
2,3
Staf Pengajar Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP

Abstrak

Salah satu kunci keberhasilan dalam proses pengobatan pada pasien HIV/ AIDS adalah
kepatuhan minum obat ARV. Namun pada kenyataannya, kepatuhan penderita HIV/
AIDS dalam menjalani pengobatan masih menjadi masalah serius dalam strategi
pengendalian infeksi HIV/ AIDS di Indonesia. Kepatuhan terapi ARV pada penderita
HIV/ AIDS diharapkan dapat ditingkatkan untuk meminimalisasi munculnya dampak
negatif. Dampak negatif dari ketidakpatuhan terapi ARV perlu diantisipasi sedini
mungkin salah satunya adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien HIV/ AIDS dalam meminum terapi ARV. Tujuan artikel ini
memberikan review tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum
obat ARV pada penderita HIV/ AIDS. Pencarian data dengan menggunakan search
engine google terhadap artikel jurnal dari tahun 2011 - 2015. Kata kunci yang digunakan
antara lain: adherence, kepatuhan, ARV, antiretroviral, faktor-faktor, HIV, dan AIDS.
Sejumlah 5 artikel yang di-review terdiri dari 4 penelitian crossectional study, 1 penelitian
crossectional mix method study. Kriteria inklusi yang digunakan adalah jurnal penelitian
yang membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat ARV
pada penderita HIV/ AIDS. Dari 5 jurnal yang di-review menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat ARV pada penderita HIV/AIDS
meliputi: penggunaan alkhohol, pengetahuan, jarak dengan pelayanan kesehatan, tingkat
pendidikan, stigma, jenis kelamin wanita, efek samping obat, diskriminasi, depresi.
Kesimpulannya penggunaan alkohol, jenis kelamin wanita, stigma masyarakat,
diskriminasi merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan
pengobatan HIV/AIDS. Untuk itu diperlukan konseling yang optimal dari pertugas
kesehatan untuk memberikan pengetahuan dan penerimaan ODHA terhadap sakitnya.

Kata kunci : adherence, kepatuhan, ARV, antiretroviral, faktor-faktor, HIV, dan AIDS

Di Indonesia, kasus HIV/ AIDS mencapai 13.547 kasus yang merupakan


setiap tahunnya mengalami peningkatan. peringkat ke-4 provinsi dengan dengan
Jumlah kumulatif kasus infeksi HIV jumlah infeksi HIV tertinggi. Sedangkan
yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai untuk kasus AIDS, Provinsi Jawa
dengan Maret 2016 sebanyak 198.219 Tengah menempati peringkat ke-5
kasus, sedangkan jumlah kumulatif provinsi dengan jumlah AIDS terbayak
kasus AIDS yaitu sebanyak 78.292 kasus yaitu mencapai 5.049 kasus yang
dengan penyebaran di seluruh wilayah dilaporkan sampai dengan bulan Maret
dan dapat dikatakan tidak ada satu 2016. (Kemenkes RI, 2016)
provinsi pun yang terbebas dari HIV. Di Salah satu kunci keberhasilan
Provinsi Jawa Tengah sendiri jumlah dalam proses pengobatan pada pasien
kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan HIV/ AIDS adalah kepatuhan minum
sampai dengan bulan Maret 2016 terapi obat ARV. Namun pada

54 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV

kenyataannya, kepatuhan (adherence) terutama konseling yang dilakukan oleh


pasien yang terinfeksi HIV/ AIDS dalam petugas kesehatan terhadap pasien
menjalani pengobatan masih menjadi ODHA dan keluarganya.
masalah serius dalam strategi
pengendalian infeksi HIV/ AIDS di Metode
Indonesia. Pada pasien yang Penelusuran dilakukan dengan
memutuskan untuk mulai minum ARV, metode telaah literatur secara online
diperlukan adanya kesiapan fisik dan melalui database dari EBSCOHost,
mental untuk minum obat seumur Science Direct, HIV AIDS care,
hidupnya. Hal ini merupakan tantangan Googlesearch, artikel dibatasi terbitan
yang cukup berat karena akan timbul 2011 - 2015 dengan kriteria artikel yang
masalah kebosanan atau kejenuhan yang dipilih berdasarkan kata kunci, dapat
tentu dapat membuat diakses fulltext dengan desain cross
keputusasaan.(WHO, 2014) section, dengan metoda kuantitatif.
Berdasarkan data laporan situasi
perkembangan HIV & AIDS di Hasil
Indonesia dari Ditjen P2P Kementrian Penelitian oleh Sharada P. Wasti
Kesehatan RI tahun 2016 menyatakan et.al (2012) dengan metoda cross
bahwa sampai dengan Maret 2016 sectional mixed methods dilakukan pada
terdapat 209.876 orang yang masuk 330 pasien. In depth interviews
perawatan HIV. Dari 209.876 penderita dilakukan pada 3 area yaitu pasien,
HIV yang menjalani perawatan, petugas kesehatan dan tingkat pemberi
sebanyak 156.164 penderita (74,41%) kebijakan. Kepatuhan dikaji melalui
dinyatakan memenuhi syarat untuk laporan survey. Hasil yang didapat
terapi ARV. Dari 156.164 penderita adalah faktor paling besar yang
yang telah dinyatakan memenuhi syarat mempengaruhi kepatuhan adalah tidak
terapi ARV, sebanyak 127.128 penderita mau statusnya diketahui oleh orang lain
(81,41%) pernah menerima ARV dan (p= 0,014), penggunaan alkohol (p=<
dari 127.128 penderita yang pernah 0,001), jenis kelamin wanita (p=0,001),
menerima ARV didapatkan bahwa efek samping obat (p=0,015), waktu dan
sebanyak 26.901 penderita (21,16%) jarak ke institusi rumah sakit >1 jam (p=
mengalami lost follow up.(Kemenkes RI, 0,035). Sejalan dengan itu kurangnya
2016) pengetahuan dan persepsi negatif
Kepatuhan terapi ARV pada terhadap pengobatan juga signifikan
penderita HIV/ AIDS diharapkan dapat mempengaruhi kepatuhan.
ditingkatkan untuk meminimalisasi Wildra Martoni et.al (2013)
munculnya dampak negatif. Dampak melakukan penelitian sejenis dengan
negatif akibat dari ketidakpatuhan terapi design yang digunakan cross sectional.
ARV perlu diantisipasi sedini mungkin. Subyek penelitian sebanyak 55 orang
Salah satu cara antisipasi yang dapat yang diperoleh secara proportional
dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah random sampling. Data penelitian
dengan mengetahui faktor-faktor yang diperoleh melalui kuesioner dan
mempengaruhi kepatuhan pasien HIV/ wawancara langsung terhadap pasien.
AIDS dalam meminum terapi ARV. Hasil penelitian ini menunjukan ada 3
Review literatur ini bertujuan hal yang paling signifikan
untuk memberikan review tentang mempengaruhi kepatuhan minum obat
faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien HIV AIDS. Yang pertama faktor
kepatuhan minum obat ARV pada pengetahuan pasien (Wald = 6,833 ; OR
penderita HIV/ AIDS, sehingga dari data = 9,003; CI 95% = 1,733 – 46,770),
yang didapatkan dapat sebagai acuan diikuti faktor tingkat pendidikan (Wald

55 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV

= 4,369 ; OR = 6,732 ; CI 95% = 1,126 – terhadap kepatuhan terapi ARV. Terkait


40,238) dan depresi (Wald = 5,491 ; OR hasil yang menyatakan bahwa wanita
= 7,760; CI 95% = 1,398 – 43,069). kurang patuh terhadap terapi ART
Penelitian yang lain dilakukan merupakan temuan yang penting,
oleh Tefera Negash dan Valerie Ehlers dimana di negara Nepal didapatkan
(2013). Desain yang digunakan adalah bahwa terdapat perbedaan perlakuan
deskriptif kuantitatif dan cross sectional karena faktor sosial kultural dan faktor
study dengan sample sebanyak 355 ekonomi. Wanita Nepal diakui
orang. Dari penelitian ini bahwa hal mengalami sakit jika terlihat terbaring
yang mempengaruhi kepatuhan adalah ditempat tidur. Wanita lebih memilih
stigma (p= 0,003), diskriminasi (p= untuk menutupi status sakitnya.
0,007), depresi (p = 0,046) dan (Rintamaki et.al, 2006) Adanya rasa
penggunaan alkohol (p= 0,001). takut terhadap stigma dari masyarakat
Sandeep Rai et.al (2013) juga juga menjadi batasan terhadap
melakukan penelitian tentang kepatuhan kepatuhan terapi ART. (Mbonnu et. al,
terapi antiretroviral. Metoda yang 2009).
digunakan adalah cohort study, Suatu study meta analisa
dilakukan pada pasien sebanyak 239 menunjukan bahwa pasien yang minum
orang dan data dikompilasi dengan minuman beralkohol dapat mengurangi
catatan medik. Hasil yang didapat adalah kepatuhan terhadap terapi ARV.
bahwa kepatuhan sangat mempengaruhi (Hendershot et.al, 2009). Tingkat
kejadian infeksi oportunistik, tingkat interupsi kepatuhan akibat
kematian dan awal mulainya terapi mengkonsumsi alkohol lebih
dilakukan. dikarenakan pasien lupa meminum ARV
Sementara Theonest Rutayuga dibandingkan dengan bukan peminum
(2011) menyampaikan hasil penelitian alkohol.(Conen A et.al, 2013). Hal ini
tentang kepatuhan terapi antiretroviral. sesuai dengan dampak alkohol itu sendiri
Dilakukan pada 220 partisipan dengan diantaranya yaitu menyebabkan
design descriptif cross sectional study kerusakan syaraf.
dengan metoda kuantitatif. Hasil yang Tidak dapat dipungkiri bahwa
didapat diantaranya adalah pada analisa sampai saat ini stigma dan diskriminasi
regresi linier partisipan yang tidak punya telah menjadi hukuman sosial oleh
pasangan hidup lebih patuh masyarakat di berbagai belahan dunia
dibandingkan dengan partisipan yang terhadap penderita HIV AIDS. Bentuk
menikah (p<0,01). Pada analisa stigma dan diskriminasi berbagai
multivariat adanya depresi ringan secara macam, antara lain berupa tindakan
langsung berhubungan dengan pengasingan, penolakan, dan
ketidakpatuhan berkaitan dengan penghindaran atas orang yang terinfeksi
kunjungan ke klinik (p<0,05), konseling HIV. Tindakan diskriminasi dan
individu (p<0,05). Stigma yang rendah stigmanisasi membuat orang enggan
secara langsung berhubungan dengan untuk melakukan test HIV, enggan
keadekuatan kepatuhan terhadap terapi mengetahui hasil test, dan akhirnya tidak
ARV (p<0,01). berusaha untuk memperoleh perawatan
yang semestinya serta cenderung
Pembahasan menyembunyikan status penyakitnya.
Pada penelitian yang dilakukan Stigma dan diskriminasi
oleh Sharada P. Wasti et.al di Nepal terhadap ODHA merupakan tantangan
ditemukan bahwa penggunaan alkohol yang bila tidak teratasi, potensial untuk
dan pasien dengan jenis kelamin wanita menjadi penghambat upaya
mempunyai faktor yang paling besar penanggulangan HIV AIDS. Saat ini

56 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV

stigma dan diskriminasi masih terjadi and meta-analysis. J Acquir


akibat ketakutan yang berlebihan akan Immune Defic Syndr 53: 180-202
tertular penyakit ini. . Masalah lain yaitu Kemenkes RI. (2011). Pedoman nasional
penyakit ini dianggap sangat mematikan tatalaksana klinis infeksi HIV dan
dan belum ada obatnya serta anggapan terapi antiretroviral pada orang
bahwa penyakit tersebut ditularkan dewasa. Jakarta: Kemenkes RI.
hanya akibat dari perilaku menyimpang Kemenkes RI. (2016). Laporan
sehingga dianggap aib. perkembangan HIV AIDS di
Indonesia triwulan I tahun 2016.
Kesimpulan Diakses dari
Pengobatan ARV dapat menekan www.aidsindonesia.or.id pada
replikasi virus HIV sehingga virus HIV tanggal 22 Oktober 2016.
dapat berkurang sampai tidak dapat L.S, Rintamaki et.al (2006). Social
terdeteksi lagi. Apabila pengobatan Stigma Concerns and HIV
ARV dihentikan, dapat mengakibatkan Medication Adherence. AIDS
replikasi virus kembali terjadi dan dapat Patient Care.
menyebabkan resistensi terhadap obat Martoni, Wildra. (2013). Faktor-Faktor
ARV terdahulu. (Kemenkes RI, 2011). yang Mempengaruhi Kepatuhan
Pengobatan ARV ini dilakukan seumur Pasien HIV/AIDS di Poliklinik
hidup untuk menghambat replikasi virus Khusus Rawat Jalan Bagian
HIV dan menekan viral load oleh karena Penyakit Dalam RSUP dr. M.
itu kepatuhan terhadap pengobatan ARV Djamil Padang Periode Desember
sangat diperlukan bagi penderita HIV/ 2011 – Maret 2012. Jurnal Farmasi
AIDS. (Yayasan Spiritia, 2016). Andalas.
Dengan banyaknya faktor N.C, Mbonnu et.al (2009). Stigma of
penyebab ketidakpatuhan dalam People with HIV AIDS in Sub-
memenuhi terapi ARV bagi pasien HIV Saharan Africa: a literature review.
AIDS merupakan tantangan tersendiri J. Trop. Med.
bagi pemerintah umumnya dan petugas Negash, Tefera dan Ehlers, Valerie.
kesehatan pada khususnya dalam (2013). Personal Factors
memberikan asuhan keperawatan dan Influencing Patients Adherence to
konseling terhadap pasien HIV AIDS. ART in Addis Ababa, Ethiopia.
Pentingnya konseptualisasi kepatuhan Journal of the Association of
pengobatan termasuk awal keterlibatan Nurses in AIDS Care
dalam perawatan berkelanjutan. Oleh Rai, Sandeep et.al. (2013). Adherence to
karena itu diperlukan keterampilan Antiretroviral Therapy and Its
penyedia layanan dan keterlibatannya Effect on Survival of HIV-Infected
untuk mempertahankan pasien dalam Individuals in Jharkhand, India.
perawatan dan membantu pasien Plos One.
mencapai tingkat kepatuhan pengobatan. Rutayuga, Theonest. (2011). HIV
Related Stigma, Depressive
Daftar Pustaka Morbidity and Treatment
A, Connen et.al (2013). Association of Adherence in Patient on
Alcohol Consumption and HIV Antiretroviral Therapy Attending
Surrogate Markers in Participants The Mwanayamala Hospital.
of the Swiss HIV, Cohort Study. J Diakses dari http://hdl.handle.net
Acquir Defic Syndr, online edition pada tanggal 17 Desember 2016.
C, Hendershot, et.al (2009). Alcohol Use Wasti, Sharada P et.al. (2012). Factors
and Antiretroviral Therapy: review Influencing Adherence to

57 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV

Antiretriviral Treatment in Nepal:


A mixed-Methods Study. PlosOne.
WHO. (2014). Global health sector
strategy on HIV/AIDS 2011-2015.
Switzerland: WHO Press. Diakses
dari www.who.int pada tanggal 18
Oktober 2015.
Yayasan Spiritia. (2016). Resistansi
terhadap obat. 2014. Diakses dari
www.spiritia.or.id pada tanggal 22
Oktober 2016.

58 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

INTERVENSI POSISI LATERAL 30° DUA JAM PASCA CORONARY ARTERY


BYPASS GRAFT TERHADAP STABILITAS HEMODINAMIK
DI UNIT PERAWATAN INTENSIF;
PENDEKATAN EVIDENCE-BASED PRACTICE

Ahmad Asyrofi1 (korespondensi : ahasyrofi@yahoo.co.id),


Elly Nurachmah2, Tuti Herawati3
1
PS Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
2,3
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia

Abstrak

Positioning salah satu intervensi pasca Coronary Artery Bypass Graft (CABG) berguna
untuk pemulihan dan pencegahan komplikasi pasca bedah. Beberapa hasil studi
menjelaskan, lateral posisi berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik,
hemodinamik, dan tidak ditemukan adverse events pada pasien terpasang ventilasi
mekanik di ICU. Fenomena pasien pasca CABG di ICU hanya diposisikan supine dalam
waktu yang lama. Praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (evidence-based nursing
practice) berupa pemberian posisi lateral 30o setelah dua jam pasca CABG di ICU
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ambulasi dini dan menguji kestabilan
hemodinamik meliputi: HR, SBP, DBP, MAP, SpO2, CVP, RR, dan temperature.
Pasien/populasinya (Patient/Population) yaitu pasien pasca CABG, intervensinya
(Intervention) yaitu pemberian posisi lateral 300 dua jam pasca bedah, pembandingnya
(Comparation) yaitu posisi supine dan semi fowler, hasilnya (Outcome) yaitu kestabilan
hemodinamik. Peserta sejumlah 10 pasien pasca CABG (5 pasien diposisikan lateral 30o,
dan 5 pasien diposisikan supine). Pasien intervensi diposisikan lateral sejak 2 jam pasca
CABG selang-seling dengan posisi supine tiap 2 jam, dan diukur hemodinamiknya 5 kali.
Pasien pembanding diposisikan supine dan diukur hemodinamiknya 5 kali juga. Hasil
praktik menunjukkan posisi lateral dini 2 jam pasca CABG tidak menimbulkan
perburukan hemodinamik pasien, demikian pula kelompok pembanding menunjukkan
hemodinamik yang stabil pula. Pemberian posisi lateral mulai 2 jam pasca CABG dan
posisi supine disimpulkan tidak terjadi perbedaan hemodinamik yang signifikan (HR
p=0,870; SBP p=0,131; DBP p=0,136; MAP p=0,222; SpO2 p=0,13; CVP p=0,514; RR
p=0,456; temperature p=0,083 pada α=0,05). Pengaturan posisi pasca bedah CABG
merupakan intervensi ambulasi dini yang dapat mendukung proses penyembuhan dan
tidak berdampak perburukan hemodinamik. Intervensi ini sebaiknya diterapkan pada
pasien pasca CABG untuk memenuhi ambulasi dini.

Kata kunci: posisi lateral, supine, hemodinamik, pasca CABG

Ischemic heart disease menjadi dan menyebabkan kematian 23.163 pada


penyebab urutan pertama kematian tahun 2008 (Depkes, 2009). Angka
spesifik di dunia akibat penyakit kunjungan pasien Ischemic Heart
kardiovaskuler yaitu sebesar 7.254.000 Disease di Rumah Sakit Jantung dan
atau 12,8% (WHO, 2012). Penyakit Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta,
jantung menyebabkan kematian sebanyak 22.748 pasien pada tahun
sebanyak 21.830 orang pada tahun 2007, 2010, sebanyak 21.088 pasien pada

59 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

tahun 2011, dan sebanyak 20.713 pasien tahapan kegiatan yang dilakukan segera
pada tahun 2012 (Rekam Medis, 2013). pada pasien pasca bedah dimulai dari
Coronary Artey Bypass Graft bangun, duduk sampai pasien turun dari
(CABG) merupakan intervensi tempat tidur dan mulai berjalan dengan
pembedahan jantung pada gangguan bantuan alat sesuai kondisi pasien (Perry
oklusi koroner untuk membuat pintasan & Potter, 2010; Perry et al., 2012).
vaskular koroner guna mensuplai darah Mobilisasi dini sangat penting pada
secara adekuat ke myocardial (Bonow, sistem kardiovaskuler karena dapat
Mann, Zipes, & Libby, 2012; mencegah terjadinya hipotensi
Finkelmeier, 2000; Woods, Froelicher, ortostatik, peningkatan beban kerja
Motzer, & Bridges, 2010). CABG jantung, dan pembentukan trombus.
merupakan tindakan bedah koroner Positioning merupakan salah
jantung yang memiliki efek di berbagai satu bentuk rehabilitasi jantung yang
sistem tubuh meliputi: risiko perdarahan, diperlukan pasien pasca bedah jantung
penurunan hemodinamik, artimia, yang memiliki efek positif terhadap
tamponade jantung, syock cardiogenik, status fisiologis pasien. Positioning
cardiac arrest (Bonow et al., 2012; pasca bedah jantung adalah salah satu
Finkelmeier, 2000; Woods et al., 2010). intervensi keperawatan dengan
Prioritas perawatan pasca menempatkan tubuh pasien atau bagian
Coronary Artey Bypass Graft adalah tubuh pasien untuk meningkatkan status
pemantauan, manajemen chest tube yang kesehatan fisiologis dan psikologis
tepat, dan manajemen respirasi. (Ackley, Swan, Tucker, & Ladwig,
Intervensi lainnya adalah pemantauan 2008; Bulechek, Butcher, &
tanda vital, kateter intravena, kateter Dochterman, 2008). Intervensi tersebut
arteri, selang dada, kateter urine, dan berguna untuk pemulihan dan
selang nasogastric, elektrocardiografi, pencegahan komplikasi pasca operasi
tekanan arteri, dan oksimetri untuk CABG (Todd, 2005). Peter J. Thomas,
menilai hemodinamik dan aritmia, serta Paratz, Lipman, and Stanton (2007),
melakukan rehabilitasi jantung (Ades et menjelaskan bahwa posisi lateral berefek
al., 2013; Finkelmeier, 2000; Todd, positif terhadap oksigenasi, respirasi
2005). Rehabilitasi jantung merupakan mekanik, hemodinamik, dan tidak
program yang bersifat individual, ditemukan adverse events pada pasien
lengkap dan terstruktur untuk yang menggunakan ventilasi mekanik di
mempertahankan, mengembalikan dan unit perawatan intensif.
meningkatkan kondisi fisik, medik, Fenomena di unit pelayanan
psikologi, sosial, emosional dan keperawatan intensif (ICU) pasien pasca
vokasional secara paripurna (Ades et al., CABG sering diposisikan supine semi
2013). Rehabilitasi Jantung fase I fowler pada awal perawatan pasca bedah
mempunyai konsep ambulasi dini yang sampai beberapa jam. Pasien pasca
bertujuan untuk memulihkan kondisi fi- CABG hanya diposisikan lateral saat
sik pasien, mencegah tirah baring lama, jadwal memandikan pasien yaitu pagi
menurunkan angka kesakitan dan dan sore hari, untuk kepentingan higiene
kematian, serta meningkatkan kualitas personal. Diasumsikan bahwa ambulasi
hidup (Ades et al., 2013). dengan posisi lateral pada kondisi pasca
Ambulasi merupakan bedah jantung akan mengakibatkan
kemampuan seseorang untuk bergerak perburukan status cardiac output yang
bebas bertujuan memenuhi kebutuhan merugikan pasien.
agar hidup sehat untuk kemandirian diri Tujuan praktik keperawatan
(Perry & Potter, 2010; Perry, Potter, & terbaik berbasis bukti dengan penerapan
Elkin, 2012). Ambulasi diri merupakan posisi lateral 30o dini dua jam pasca

60 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

bedah CABG adalah: 1) untuk 5 menit sebelum intervensi lateral posisi


mengidentifikasi pengaruh posisi lateral pada ketiga grup yaitu grup A, B, dan C
30o dua jam pasca CABG terhadap kesemuanya tidak menunjukkan
stabilitas hemodinamik; 2) menerapkan perbedaan yang signifikan (homogen).
prinsip perawatan pasca pembedahan Efek intervensi ini bermanfaat
yaitu ambulasi dini untuk meningkatkan positif terhadap kebutuhan ambulasi dini
sirkulasi, meningkatkan fungsi respirasi, pasca bedah dan tidak mengakibatkan
mencegah komplikasi akibat berbaring perubahan hemodinamik menjadi buruk.
statis. Intervensi posisi lateral 30 derajat dua
jam pasca CABG ini tidak memerlukan
Metode banyak sumber daya sehingga dapat
Pertanyaan klinik dalam praktik dilakukan tanpa memberikan beban
keperawatan terbaik berbasis bukti ini berlebihan. Pengaturan posisi lateral
diformulasikan menggunakan juga merupakan salah satu intervensi
komponen PICO (Patient/Population, yang dapat dilakukan perawat sesuai
Intervention, Comparation, Outcome) dengan fungsi dan peran perawat.
(Melnyk & Fineout-Overholt, 2011). Tindakan ini akan memaksimalkan
Uraian komponen PICO tersebut sebagai peran perawat untuk memberikan asuhan
berikut: 1) Patient/Population (P) adalah keperawatan mandiri. Hal yang perlu
pasien pasca bedah CABG; 2) menjadi perhatian adalah perawat perlu
Intervention (I) adalah posisi lateral 30o meluangkan waktu lebih banyak
dua jam pasca CABG; 3) Comparation bersama pasien.
(C) adalah posisi baring yang biasa Kemaknaan studi dinilai dengan
diterapkan yaitu supine semifowler; 4) perhitungan Absolute Risk Reduction
Outcome (O) adalah hemodinamik. (ARR) dan Number Needed to Treat
Hasil studi sebagai landasan (NNT). ARR dihitung dengan
utama praktik keperawatan terbaik menghitung nilai kejadian dalam grup
berbasis bukti adalah: Early eksperimen dikurangi dengan nilai
o
pascaoperative 30 lateral positioning kejadian dalam grup kontrol. Hasil
after coronary artery surgery: influence perbedaan yang bermakna dalam
on cardiac output (de Laat et al., 2007; penelitian ini didapatkan pada
P. J. Thomas & Paratz, 2007; Peter J. pengukuran hemodinamik. Hasil
Thomas et al., 2007). Studi tersebut penelitian dari sejumlah 27 pasien
menggunakan desain clinical trial kelompok intervensi posisi lateral dua
menghasilkan bahwa, kedua pengukuran jam pasca CABG rerata cardiac index
lateral posisi setelah 30 menit dan 120 3,0, sedangkan pasien kelompok posisi
menit lateral posisi tidak ditemukan supine pasca CABG yang menunjukkan
perubahan yang signifikan (p=0,81- rerata cardiac index 2,8. Nilai ARR dari
0,99). Nilai baseline pada ketiga hasil tersebut dihitung seperti berikut ini:
kelompok yaitu Grup A (lateral posisi 2 ARR = 3,0-2,8, maka ARR = 0,2. Nilai
jam pasca operasi) Grup B (lateral posisi NNT dihitung dengan rumus NNT =
4 jam pasca operasi) dan Grup C (supine 1/ARR, sehingga NNT = 1/0,2, maka
posisi) yang terdiri dari karakteristik NNT = 5. Hasil perhitungan tersebut
pasien meliputi: umur; jenis kelamin; dibutuhkan 5 orang untuk membuktikan
indeks massa tubuh; dan karakteristik keberhasilan intervensi ini.
operasi yang meliputi: durasi operasi; Pasien yang dilibatkan dalam
dan aortis cross clamp, kesemuanya praktik penerapan intervensi lateral
tidak menunjukkan perbedaan yang posisi 30o dua jam pasca bedah, dengan
signifikan (homogen). Nilai baseline kriteria inklusi sebagai berikut: pasien
hemodinamik dan medikasi pasien pada berjenis kelamin laki-laki atau

61 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

perempuan pasca CABG semua tingkat pressure (CVP); respiratory rate (RR);
usia yang dirawat di ruang ICU; dan dan temperature (T).
menunjukkan hemodinamik stabil.
Kriteria ekslusinya adalah: pasien Hasil
tersebut saat intervensi menunjukkan Hasil pelaksanaan praktik
hemodinamik yang tidak stabil. Tempat keperawatan terbaik berbasis bukti yang
pelaksanaan praktik keperawatan berupa pengaturan posisi lateral 30o yang
berbasis bukti ini dilakukan di Ruang dikomparasikan dengan pengaturan
ICU RS Jantung dan Pembuluh Darah posisi supine dan semifowler pada
Harapan Kita Jakarta. Waktu sepuluh pasien (4 posisi lateral kiri, 1
pelaksanaan pada tanggal April s.d Mei posisi lateral kanan, dan 5 posisi supine)
2014. pasca CABG di unit perawatan intensif
Prosedur intervensi yang (ICU) seperti tersaji pada tabel 1.
dipraktikkan adalah mengatur posisi
lateral diawali dengan pengukuran Tabel 1 Deskripsi Pasien kelompok
hemodinamik pertama (P1) pada menit intervensi dan komparasi (n=10)
Kelompok Frekuensi Persen
ke-115 sejak masuk ICU, kemudian pada
Supine semifowler 5 50
menit ke-120 pasien diposisikan lateral Left lateral position 4 40
30o derajat selama dua jam. Pasien yang Right lateral position 1 10
telah diposisikan lateral setelah
berlangsung selama 30 menit kemudian Rerata umur pasien pasca CABG
dilakukan pengukuran hemodinamik yang diberikan posisi lateral adalah 53 ±
yang ke-2 (P2). Posisi lateral masih 12,45 tahun (n=5), sedangkan rerata
dilanjutkan sampai dengan dua jam, dan umur pasien pasca CABG yang
setelah dua jam dalam posisi lateral diberikan posisi supine semi fowler
kemudian dilakukan pengukuran adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata
hemodinamik yang ke-3 (P3). Pasien berat badan pasien pasca CABG yang
pasca CABG setelah dua jam diposisi diberikan posisi lateral adalah 67,40 ±
lateral, kemudian dilakukan perubahan 7,64 kg (n=5), sedangkan rerata berat
posisi supine kembali selama dua jam. badan pasien pasca CABG yang
Pengukuran hemodinamik ke-4 (P4) diberikan posisi lateral adalah 62,50 ±
dilakukan setelah 30 menit pasien berada 11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan
dalam posisi supine, dan dilanjutkan pasien pasca CABG yang diberikan
pengukuran ke-5 (P5) setelah pasien posisi lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm
diposisikan supine selama dua jam. (n=5), sedangkan rerata tinggi badan
Pasien kelompok komparasi dengan pasien pasca CABG yang diberikan
posisi supine semifowler dilakukan posisi supine semifowler adalah 160,20
pengukuran hemodinamik pada menit ± 8,76 cm (n=5). Informasi
yang sama. selengkapnya terdapat pada tabel 2.
Alat dan bahan yang diperlukan Deskripsi diagnosa medis,
adalah bantal panjang yang mampu tindakan pembedahan, dan terapi medis
menyangga badan pasien selama pada pasien pasca CABG yang diberikan
diposisikan lateral dengan intervensi posisi lateral 30o dan posisi
o
mempertahankan sudut 30 . Parameter supine semi fowler adalah seluruh pasien
yang dimonitor adalah hemodinamik terdiagnosa coronary artery disease
meliputi: heart rate (HR); systolic blood (CAD) dengan variasi pada berbagai
pressure (SBP); diastolic blood pressure jumlah vessel disease, dan keseluruhan
(DBP); mean arterial pressure (MAP); dilakukan tindakan pembedahan
Saturasi oksigen; central venous coronary artery bypass graft (CABG)
dengan berbagai variasi jumlah graft.

62 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

Sebagian besar pasien mendapat terapi Pembahasan


yang sama yaitu: morphine; Pelaksanaan EBNP posisi supine
Nitrogliceryn; Inovad; Dobutamin; semifowler dengan posisi lateral dua jam
Humulin. Informasi selengkapnya pasca CABG untuk melihat efek
terdapat pada tabel 3. hemodinamik yang meliputi: HR, SBP,
Nilai heart rate antara kelompok DBP, MAP, SpO2, CVP, RR,
posisi supine dan posisi lateral sebagian temperature. Penerapan posisi supine
besar pengukuran tidak ada perbedaan, dengan posisi lateral dua jam pasca
hanya pada HR pengukuran pertama CABG di ruang ICU menunjukkan hasil
(P1) dan HR P2 terdapat perbedaan. bahwa posisi lateral mulai 2 jam pasca
Nilai systolic blood pressure (SBP) CABG tidak menimbulkan perburukan
kelompok posisi supine dan posisi lateral hemodinamik pasien. Pemberian posisi
sebagian besar pengukuran tidak ada supine yang merupakan posisi yang
perbedaan, hanya pada SBP P2 dan SBP biasanya dilakukan pada pasien pasca
P5 terdapat perbedaan. Nilai diastolic CABG sebagai komparasi juga
blood pressure (DBP) sebagian besar menghasilkan parameter hemodinamik
pengukuran tidak ada perbedaan, hanya yang stabil pula. Pemberian posisi lateral
pada DBP P2 yang terdapat perbedaan. mulai dua jam pasca CABG dan posisi
Nilai mean arterial pressure (MAP) supine disimpulkan tidak terjadi
antara kelompok posisi supine dan posisi perbedaan hemodinamik yang
lateral pada seluruh pengukuran tidak signifikan.
ada perbedaan. Informasi selengkapnya Posisi lateral yang tepat pada
terdapat pada tabel 4. pasien pasca pembedahan sangat
Nilai saturasi oksigen (SpO2) diperlukan. Pengaturan posisi
kelompok posisi supine dan posisi lateral merupakan salah bentuk intervensi
pada seluruh pengukuran tidak ada keperawatan yang bertujuan untuk
perbedaan signifikan. Nilai central mendukung perfusi, kerja pernapasan,
venous pressure (CVP) kelompok posisi mencegah cedera jaringan, mendukung
supine dan posisi lateral pada seluruh kerja pencernaan, mendukung fungsi
pengukuran tidak ada perbedaan muskulo skeletal (Black & Hawks, 2009;
signifikan. Nilai resporatory rate (RR) Ignatavicius & Workman, 2012).
kelompok posisi supine dan posisi lateral Pengaturan posisi pasca bedah CABG
pada seluruh pengukuran tidak ada merupakan salah satu bentuk ambulasi
perbedaan signifikan. Nilai temperature dini yang dapat mendukung proses
antara kelompok posisi supine dan posisi penyembuhan dan tidak berdampak
lateral sebagian besar pengukuran tidak terhadap perburukan hemodinamik (de
ada perbedaan, hanya P5 yang terdapat Laat et al., 2007).
perbedaan signifikan. Informasi Parameter hemodinamik heart
selengkapnya dijelaskan tabel 5. rate (HR) pada pasien kelompok posisi
Dari penyajian tabel perbedaan supine dan posisi lateral menunjukkan
hemodinamik dapat disimpulkan bahwa rerata HR dalam rentang normal (supine
nilai hemodinamik yang meliputi heart 95/menit; dan lateral 79/menit).
rate; systolic blood pressure; diastolic Perubahan posisi baring pasca bedah
blood pressure; mean arterial pressure; CABG sebagian besar pengukuran tidak
central venous pressure; respiratory menunjukkan perbedaan yang signifikan
rate; dan temperature sebagian besar antara posisi supine dan lateral.
tidak menunjukkan perbedaan antara Pengukuran HR P1 dan P2 yang
posisi supine dan posisi lateral pada menunjukkan perbedaan signifikan.
pasien pasca CABG di unit perawatan Pengukuran HR P1 dilakukan pada
intensif. menit ke-115 sejak masuk ICU dan

63 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

kondisi pasien belum dilakukan kelompok sebagian besar tidak


manipulasi apapun. Pengukuran HR P2 menunjukkan perbedaan. Hanya pada
dilakukan pada menit ke-150 (posisi pengukuran MAP P2 terdapat perbedaan
lateral berlangsung selama 30 menit), signifikan antara kedua kelompok
meskipun berbeda secara statistik namun (S=82; L=101), namun nilai MAP
scara klinik HR keduanya masih berada tersebut secara klinis masih berada
dalam rentang normal (supine 97/menit dalam rentang normal. MAP juga dapat
dan lateral 75/menit). berfluktuasi seiring dengan fluktuasi
Perubahan posisi pada pasien SBP dan DBP yang diakibatkan stres
pasca CABG dapat menjadi faktor biologis yang dialami pasien pasca
pencetus nyeri. Gerakan jaringan dan bedah CABG (Hardin & Kaplow, 2009).
organ tubuh dapat menimbulkan Nilai saturasi oksigen (SpO2) pada lima
tegangan/tarikan pada area sternotomi pengukuran kedua kelompok tidak
dan luka pada area tungkai yang dapat menunjukkan perbedaan dan berada
menstimulasi nyeri. Nyeri pada pasien dalam kisaran normal (S=100, L=99,3).
pasca CABG merupakan stressor Nilai SpO2 juga dapat berfluktuasi
biologis yang tentu akan mempengaruhi seiring dengan fluktuasi kerja
fluktuasi parameter hemodinamik, pernapasan dan tekanan darah yang
diantaranya adalah HR (Darovic, 2002; diakibatkan stres biologis yang dialami
Hardin & Kaplow, 2009). Pemantauan pasien pasca bedah CABG (Hardin &
HR pada pasien pasca CABG merupakan Kaplow, 2009).
intervensi keperawatan yang vital. Nilai central venous pressure
Systolic blood pressure (SBP) (CVP) pada kedua kelompok tidak
pada kelima pengukuran sebagian besar menunjukkan perbedaan dan keduanya
tidak menunjukkan perbedaan signifikan berada dalam kisaran normal (S=8,6;
pada kedua kelompok. Perbedaan L=9,2). Tekanan vena sentral merupakan
ditemukan pada pengukuran SBP P2 dan indikator status preload (volume) yang
pengukuran SBP P5, namun nilai SBP akan mempengaruhi cardiac output
kedua kelompok tersebut secara klinis (Darovic, 2002; Hardin & Kaplow,
masih berada dalam rentang normal (P1 2009). Nilai CVP yang berada dalam
S=122, L=147; P2 S=120, L=145). kisaran normal menunjukkan status
Peningkatan SBP pasca bedah preload yang stabil dapat dipertahankan.
merupakan respon stres biologis akibat Nilai RR pada kedua kelompok tidak
kerusakan jaringan akibat manipulasi menunjukkan perbedaan yang
pembedahan (Darovic, 2002; Hardin & signifikan, dan keduanya berada dalam
Kaplow, 2009). Nilai diastolic blood kisaran normal (S=15; L=16).
pressure (DBP) pada lima pengukuran Respiratory rate merupakan indikator
kedua kelompok sebagian besar tidak fungsi pernapasan yang menunjukkan
menunjukkan perbedaan. Hanya pada ada dan tidaknya gangguan pernapasan.
pengukuran DBP P2 terdapat perbedaan Pasien pasca bedah jantung terpasang
signifikan antara kedua kelompok ventilasi mekanik untuk mendukung
(S=62; L=77), namun secara klinis nilai fungsi pernapasannya.
parameter DBP tersebut masih berada Nilai temperature pada kedua
dalam rentang normal. Tekanan darah kelompok tidak menunjukkan perbedaan
diastolik juga dapat berfluktuasi akibat yang signifikan, dan keduanya berada
stres biologis yang dialami pasien pasca dalam rentang normal (S36,1; L=35).
bedah CABG (Darovic, 2002; Hardin & Temperature merupakan indikator panas
Kaplow, 2009). hasil metabolisme tubuh yang didukung
Nilai mean arterial pressure oleh fungsi kardiorespirasi yang
(MAP) pada lima pengukuran kedua adekuat. Temperature yang normal

64 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

menunjukkan fungsi kardiorespirasi Heart Disease: A Textbook of


yang adekuat (Darovic, 2002; Hardin & Cardiovascular Medicine (Ninth
Kaplow, 2009). ed.). Philadelphia: Saunders
Elsevier.
Simpulan Bulechek, G. M., Butcher, H. K., &
Penerapan posisi lateral pada Dochterman, J. M. (2008).
pasien pasca CABG bermanfaat untuk Nursing Intervention
memenuhi kebutuhan ambulasi dini Classification (NIC) (fifth ed.).
pasca bedah. Pelaksanaan posisi lateral St. Louis, Missouri: Mosby Inc.;
pada pasien pasca CABG tidak terlalu Elsevier Inc.
menyulitkan dan tidak membutuhkan Darovic, G. O. (2002). Hemodynamic
peralatan yang sulit. Pemberian posisi Monitoring: Invasive and
lateral pasca CABG terbukti Noninvasive Clinical Application
menunjukkan nilai hemodinamik yang (Third ed.). Philadelphia: W.B.
berada dalam rentang normal dan tidak Saunders Company.
menunjukkan tanda-tanda penurunan de Laat, E., Schoonhoven, L.,
cardiac output. Ambulasi dini dengan Grypdonck, M., Verbeek, A., de
posisi lateral 30o dapat Graaf, R., Pickkers, P., & van
direkomendasikan pada pasien pasca Achterberg, T. (2007). Early
bedah CABG untuk mendukung proses postoperative 30° lateral
penyembuhan. positioning after coronary artery
surgery: influence on cardiac
Daftar Pustaka output. Journal Of Clinical
Nursing, 16(4), 654-661. doi:
Ackley, B. J., Swan, B. A., Tucker, S. J., 10.1111/j.1365-
& Ladwig, G. B. (2008). 2702.2006.01715.x
Evidence-Based Nursing Care Depkes, R. I. (2009). Profil Kesehatan
Guidelines Medical Surgical Indonesia 2008 (Hasnawati,
Interventions. St. Louis, Sugito, H. Purwanto & R.
Missouri: Mosby, Inc., an afiliate Ibrahim Eds.). Jakarta.
of Elsevier Inc. Finkelmeier, B. A. (2000).
Ades, P. A., Keteyian, S. J., Balady, G. Cardiothoracic Surgical Nursing
J., Houston-Miller, N., Kitzman, (second ed.). Philadelphia:
D. W., Mancini, D. M., & Rich, Lippincott Williams & Wilkins.
M. W. (2013). Cardiac Hardin, S. R., & Kaplow, R. (2009).
Rehabilitation Exercise and Self- Cardiac Surgery Essentials for
Care for Chronic Heart Failure. Critical Care Nursing. Sudbury,
JACC: Heart Failure, 1(6), 540- Massachusetts: Jones and
547. doi: Bartlett.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jchf.2 Ignatavicius, D. D., & Workman, L.
013.09.002 (2012). Medical-Surgical
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Nursing: Patient-Centered
Medical-Surgical Nursing Collaborative Care, Single
Clinical Mangement for Positive Volume. St. Louis, Missouri:
Outcomes (R. G. Carroll & S. A. Saunders, Elsevier.
Quallich Eds. Eighth ed. Vol. 1- Melnyk, B. M., & Fineout-Overholt, E.
2). St. Louis, Missouri: Saunders, (2011). Evidence-Based Practice
Elsevier Inc. in Nursing & Healthcare A
Bonow, R. O., Mann, D. L., Zipes, D. P., Guide to Best Practice (2nd ed.).
& Libby, P. (2012). Braunwald's Philadelphia: Wolters Kluwer

65 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

Health; Lippincott Williams &


Wilkins.
Perry, A. G., & Potter, P. A. (2010).
Clinical Nursing Skill &
Techniques (W. Ostendorf Ed.
7th ed.). St. Louis, Missouri:
Mosby Inc.; Elsevier Inc.
Perry, A. G., Potter, P. A., & Elkin, M.
K. (2012). Nursing Interventions
& Clinical Skills (W. Ostendorf
Ed. 5th ed.). St. Louis, Missouri:
Mosby Inc.; Elsevier Inc.
Rekam Medis, R. S. J. d. P. D. H. K.
(2013). Profil Kunjungan Pasien
Rumah Sakit Jantung &
Pembuluh Darah Harapan Kita.
Jakarta.
Thomas, P. J., & Paratz, J. D. (2007). Is
there evidence to support the use
of lateral positioning in intensive
care? A systematic review.
Anaesthesia and Intensive Care,
35(2), 239-255.
Thomas, P. J., Paratz, J. D., Lipman, J.,
& Stanton, W. R. (2007). Lateral
positioning of ventilated
intensive care patients: A study
of oxygenation, respiratory
mechanics, hemodynamics, and
adverse events. Heart & Lung:
The Journal of Acute and Critical
Care, 36(4), 277-286. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.hrtln
g.2006.10.008
Todd, B. A. (2005). Cardiothoracic
Surgical Nursing Secrets. St.
Louis, Missouri: Mosby Inc.;
Elsevier Inc.
WHO. (2012). World Health Statistics
2012. Geneva, Switzerland:
WHO Press.
Woods, S. L., Froelicher, E. S. S.,
Motzer, S. A. U., & Bridges, E. J.
(2010). Cardiac Nursing.
Philadelphia PA; Baltimore,
MD: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams &
Wilkins.

66 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

Tabel 2 Deskripsi Usia, Berat Badan, dan Tinggi Badan


Variabel Kelompok Mean SD Min Max 95% CI
Usia Supine semi fowler 53,00 12,45 41 68 37,5 – 68,5
Posisi lateral 54,80 7,69 46 66 45,3 – 64,4
Berat badan Supine semi fowler 67,40 7,64 58 75 58 – 76,9
Posisi lateral 62,50 11,74 50 77 47,9 - 77,1
Tinggi badan Supine semi fowler 160,20 6,50 152 170 152,1 – 168,3
Posisi lateral 162,20 8,76 151 170 151,1-173,1

Tabel 3 Deskripsi Diagnosa Medis dan Tindakan Bedah dan Jenis Terapi
Variabel kelompok Kategori frekuensi Persentase
Diagnosa Supine semifowler CAD 2VD EF 51% 1 20.0
medis CAD 3VD + LM EF 47% 1 20.0
CAD 3VD EF 38% 1 20.0
CAD 3VD EF 57% 1 20.0
CAD 3VD EF 79% 1 20.0
Lateral 30o CAD 2VD + LM EF 60% 1 20.0
CAD 3VD + LM EF 56% 1 20.0
CAD 3VD EF 60% 1 20.0
CAD 3VD EF 62% 1 20.0
CAD 3VD EF 72% + Aneurisma 1 20.0
Tindakan Supine semifowler CABG 2X 2 40.0
bedah CABG 3X 1 20.0
CABG 4X 2 40.0
Lateral 30o CABG 2X 2 40.0
CABG 3X 2 40.0
CABG 4X 1 20.0
Jenis Terapi Supine semifowler Inovad, Morphine, Dobutamin 1 20.0
Inovad, Morphine, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Coritrope 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Recofol 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Vascon 1 20.0
Lateral 30o Morphine 1 20.0
Morphine, Recofol, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Recofol 1 20.0

Hasil perbedaan nilai hemodinamik kelompok posisi supine semifowler dengan kelompok posisi lateral
dua jam pasca CABG adalah sebagai berikut.

67 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft

Tabel 4 Perbedaan hemodinamik (heart rate, SBP, DBP, MAP) pasien pasca CABG
Supine
Variabel Lateral Mean 95% CI of
Pengukuran semifowler p
Diff Diff
Mean SD Mean SD
Heart Rate P1 96,80 18,1 75,20 8,9 21,6 0,8 - 42,2 0,044*
P2 96,80 17,8 74,60 8,7 22,2 1,7 – 42,7 0,037*
P3 95,60 13,5 82,20 7,1 13,4 -2,3 – 29,1 0,084
P4 96,20 17,1 81,20 8,6 15 -4,7 – 34,7 0,118
P5 88,40 22,4 80,80 8,2 7,6 -19,7 – 34,9 0,496
P mean 94,76 17,0 78,80 6,9 15,9 -2,9 – 34,8 0,870
SBP P1 130,40 32,2 134,00 23,3 -3,6 -44,6 – 37,4 0,845
P2 122,20 15,8 147,80 12,9 -25,6 -46,7 - -4,5 0,023*
P3 120,40 29,7 142,00 19,0 -21,6 -58 – 14,7 0,208
P4 125,60 26,9 137,00 19,8 -11,4 -45,8 -23 0,467
P5 119,80 18,9 145,00 11,6 -25,2 -48,1 - -2,3 0,035*
P mean 123,68 21,1 141,16 9,6 -17,5 -41,4 – 6,5 0,131
DBP P1 63,40 13,3 76,00 11,4 -12,6 -30,6 – 5,4 0,146
P2 62,20 12,0 77,00 3,8 -14,8 -27,8 - -1,8 0,031*
P3 62,80 17,7 74,60 10,9 -11,8 -33,2 – 9,6 0,240
P4 63,80 18,5 71,20 11,6 -7,4 -29,9 – 15,1 0,471
P5 59,60 14,1 73,40 5,9 -13,8 -29,5 -1,9 0,077
P mean 62,36 14,6 74,44 7,3 -12,1 -28,9 – 4,7 0,136
MAP P1 85,40 16,1 93,20 19,6 -7,8 -33,9 – 18,3 0,510
P2 81,60 14,2 101,40 9,0 -19,8 -37,2 - -2,4 0,030*
P3 83,40 23,5 94,20 18,9 -10,8 -42 – 20,4 0,447
P4 85,60 22,5 92,60 18,0 -7 -36,7 – 22,7 0,601
P5 77,60 15,2 94,00 10,1 -16,4 -35,2 – 2,4 0,079
P mean 82,72 17,5 95,08 11,3 -12,36 -33,9 -9,2 0,222
*bermakna pada α = 0,05

Tabel 5 Perbedaan hemodinamik (SPO2, CVP, MAP, temperature) pasien pasca CABG
Supine
Variabel Lateral Mean
Pengukuran semifowler 95% CI of Diff p
Diff
Mean SD Mean SD
SpO2 P1 100,00 0 99,20 1,1 0,8 -0,6 – 2,2 0,141
P2 99,80 0,4 99,20 1,1 0,6 -0,7 – 1,9 0,290
P3 100,00 0 99,60 0,9 0,4 -0,7 – 1,5 0,347
P4 100,00 0 99,20 1,1 0,8 -0,6 – 2,2 0,141
P5 100,00 0 99,40 0,9 0,6 -0,5 – 1,7 0,172
P mean 99,96 0 99,32 0,8 0,64 -0,4 – 1,7 0,13
CVP P1 8,00 3,0 9,20 2,6 -1,2 -5,4 – 3,0 0,524
P2 8,60 1,8 9,00 3,3 -0,4 -4,3 – 3,5 0,819
P3 9,40 1,9 9,20 2,6 0,2 -3,1 – 3,5 0,894
P4 8,80 2,2 9,20 3,3 -0,4 -4,4 – 3,6 0,825
P5 8,20 3,3 9,60 2,7 -1,4 -5,8 – 3,0 0,487
P mean 8,60 1,5 9,24 1,4 -0,64 -2,8 – 1,5 0,514
RR P1 13,00 2,6 16,40 4 -3,4 -8,3 – 1,5 0,150
P2 13,20 2,3 13,00 1,2 0,2 -2,5 – 2,9 0,867
P3 15,00 4,4 16,60 4,7 -1,6 -8,3 – 5,1 0,595
P4 15,00 2,6 16,80 5,4 -1,8 -7,9 – 4,3 0,517
P5 16,60 3,6 16,60 4,2 0 -5,7 – 5,7 1
P mean 14,56 1,5 15,88 3,4 -1,3 -5,2 – 2,6 0,456
Temperature P1 35,48 1,6 33,66 1 1,8 -0,1 – 3,8 0,064
P2 35,8 1,5 34,5 1,1 1,3 -0,6 – 3,2 0,153
P3 36,1 1,6 35,2 0,8 0,9 -1,0 -2,8 0,301
P4 36,2 1,6 35,4 0,9 0,8 -1,1 – 2,7 0,363
P5 37,3 0,4 35,9 0,6 1,3 0,6 – 2,1 0,003*
P mean 36,2 1,2 34,9 0,7 1,2 -0,2 – 2,7 0,083
*bermakna pada α = 0,05

68 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS NEBULIZER MENGGUNAKAN JET NEBU


DENGAN NEBULIZER MENGGUNAKAN OKSIGEN TERHADAP STATUS
RESPIRASI PASIEN ASMA

Agus Santosa1 (korespondensi : agussantosa@ump.ac.id), Endiyono2


1
Departemen Keperawatan Medikal Bedah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto
2
Departemen Keperawatan Gawat Darurat, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Abstrak

Nebulizer merupakan salah satu cara pemberian obat untuk pasien asma yang
menggunakan sebuah alat yang disebut jet nebu, namun pada kenyataanya masih banyak
ditemukan di Rumah Sakit, terapi nebulizer masih menggunakan oksigen sebagai
penganti alat jet nebu. Penelitian ini untuk menguji efektifitas nebulizer menggunakan jet
nebu terhadap status respirasi pasien asma (Pola napas, Respirasi Rate (RR), Suara napas,
Saturasi Oksigen (SpO2), Arus Puncak Ekspirasi (APE) dibanding nebulizer
menggunakan oksigen. Penelitian ini merupakan penelitian experimental dengan desain
pre-post test with control group, penelitian dilakukan secara triple blinding di RSUD dr.
R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan jumlah sampel sebanyak 60 responden
yang diambil secara Proportionate stratified random sampling. Data dianalisis
menggunakan uji independen t-tes untuk data dengan sekala interval-rasio dan chi-
squared untuk data dengan sekala nominal. Hasil Penelitian mmenunjukkan tidak ada
perbedaan pada variabel pola napas antara nebulizer menggunakan jet nebu dibandingkan
dengan nebulizer menggunakan oksigen (p>0,05), Nebulizer menggunakan jet nebu lebih
efektif dalam penurunan respirasi rate (RR) pasien asma dari pada nebulizer
menggunakan oksigen (p<0,05), Nebulizer menggunakan jet nebu lebih efektif dalam
perubahan suara napas pasien asma dari ronchi/wheezing menjadi vesikuler dibandingkan
nebulizer menggunakan oksigen (p<0,01), Tidak ada perbedaan peningkatan SpO2 antara
nebulizer menggunakan jet nebu dibandingkan dengan nebulizer menggunakan oksigen
(p>0,05), Nebulizer menggunakan jet nebu lebih efektif dalam peningkatan APE pasien
asma dari pada nebulizer menggunakan oksigen (p<0,01). Nebulizer menggunakan jet
nebu memberi efek positif terhadap RR, Perubahan pola napas dan peningkatan APE pada
pasien asma, namun tidak berefek secara signifikan pada pola napas dan peningkatan
SpO2 dibandingkan nebulizer menggunakan oksigen

Kata Kunci : Nebulizer, Status Respirasi, Asma

Penyakit asma merupakan salah sepuluh penyebab kesakitan dan


satu masalah kesehatan seluruh dunia, kematian di Indonesia, penelitian yang
yang mempengaruhi kurang lebih 300 dilakukan Yunus dkk (2011) menemkan
juta jiwa. Angka kematian di dunia prevalensi asma pada tahun 2001
akibat asma sekarang diperkirakan prevalensi kumulatif 11.5% dan tahun
mencapai 250.000 orang per tahun 2008 12.2%.
(Ikawati, 2011). Kasus asma di dunia Penyakit asma menjadi salah satu
cukup besar, berdasarkan data World penyakit utama yang menyebabkan
Health Organization (WHO) pasien memerlukan perawatan, baik di
memperkirakan 100-150 juta penduduk rumah sakit maupun di rumah. Intervensi
dunia menderita asma (WHO, 2011). Di pada pasien asma bertujuan untuk
Indonesia, asma merupakan angka perbaikan gejala dengan mengurangi

69 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen

obstruksi jalan nafas salah satunya dilakukan di RSUD dr. R. Goeteng


adalah nebulizer. Nebulizer merupakan Taroenadibrata Purbalingga dari bulan
salah satu cara pemberian obat untuk Juli 2016 sampai bulan Febuari 2017
pasien asma yang menggunakan sebuah dengan jumlah sampel sebanyak 60
alat yang disebut jet nebu. Nebulizer responden yang diambil secara
diberikan untuk pasien dengan asma akut proportionale stratified random
berat di IGD dan ICU (Sabri, 2012). sampling. Variabel penelitian yang
Namun pada kenyataanya di diukur adalah pola napas, respirasi rate
Rumah Sakit, terutama Rumah Sakit di (RR), suara napas, saturasi oksigen
daerah masih menggunakan oksigen (SpO2) dan arus puncak ekspirasi
sebagai nebulizer untuk penganti alat jet (APE). Data dianalisis menggunakan uji
nebu. Berdasarkan survey di 4 (empat) independen t-tes untuk data dengan
Rumah Sakit di Kabupaten Banyumas sekala interval-rasio, sedangkan data
dan Kabupaten Purbalingga yaitu RSUD dengan sekala nominal menggunkan chi-
dr. Margono Soekarjo, di IGD RSUD squared dan fisher's exact test
Banyumas, di IGD RSUD Ajibarang dan
di IGD RSUD dr. R. Goetheng Hasil
Taroenadibrata Purbalingga, dalam Pada variabel pola napas, hasil
pemberian nebulizer masih banyak yang analisis menunjukan sebelum dilakukan
menggunakan oksigen sebagai penghasil terapi nebulizer baik menggunakan jet
uap, dengan ukuran 8 – 10 liter/menit. nebu maupun menggunakan oksigen
Secara prinsip nebulizer semua responden memiliki pola napas
menggunakan jet nebu ataupun cepan dan dangkal (Tachypne), namun
menggunakan oksigen adalah sama, obat setelah dilakukan terapi nebulizer baik
asma seperti ventolin, flexotid sebagai menggunakan jet nebu maupun
bronkodilator akan diubah menjadi uap menggunakan oksigen, pola nafas
dan dihirup oleh pasien asma dengan responden selurunya menjadi normal
tujuan untuk mengurangi sesak nafas (eupnea). Dapat disimpulkan Tidak ada
dengan mekanisme vasodilatasi bronkus, perbedaan pada variabel pola napas
namun dari kedua terapi tersebut sampai antara nebulizer menggunakan jet nebu
saat ini belum teruji keefektifannya, dibandingkan dengan nebulizer
apakah nebulizer dengan menggunkan menggunakan oksigen (p>0,05) (Tabel
jet nebu lebih efektif terhadap status 1).
respirasi pasien ataukah nebulizer
dengan menggunkan oksigen yang lebih Tabel 1 Perbedaan nebulizer menggunakan
efektif. Oleh karena itu penting bagi jet nebu dengan oksigen terhadap perubahan
pola napas
peneliti untuk melakukan penelitian Kelompok/V Pola Napas p
untuk mengetahui keefektifan kedua ariabel Cepat Normal
metode terapi tersebut (Tachy) (Eupnea)
Jet nebu Pre 30 0 1*
Metode Post 0 30
Penelitian ini merupakan
O2 Pre 30 0
penelitian experimental dengan desain Post 0 30
pre-post test with control group, * Fisher's Exact Test (constant)
penelitian dilakukan secara triple
blinding dimana peneliti responden Hasil analisis menunjukkan baik
maupun penganalisa data tidak nebulizer menggunkan jet nebu ataupun
mengetahui status responden apakah nebulizer menggunakan oksigen sama-
termasuk dalam kelompok intervensi sama dapat menurunkan respirasi rate,
atau non-intervensi. Penelitian ini namun nebulizer menggunakan jet nebu

70 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen

lebih bagus dalam menurunkan respirasi Tabel 3 Perbedaan nebulizer menggunakan


rate daripada nebulizer menggunkan jet nebu dengan nebulizer menggunakan
oksigen terhadap terhadap perubahan suara
oksigen, terbukti dari hasil analisis nafas
terdapat perbedaan yang signifikan Kelompok/V Suara Napas p
penurunan respirasi rate (RR) pasien ariabel Ronchi/ Vesik
asma yang dilakukan nebulizer whessin uler
menggunakan jet nebu dari pada g
nebulizer menggunakan oksigen Jet nebu Pre 30 0 0,001
Post 30 30 *
(p<0,05) (Tabel 2).
O2 Pre 30 0
Tabel 2 Perbedaan nebulizer menggunakan Post 20 10
jet nebu dengan oksigen terhadap penurunan * Fisher's Exact Test
respirasi rate (RR)
Kelompok Respirasi Rate Hasil analisis menunjukkan baik
Mean± Me t p nebulizer menggunkan jet nebu ataupun
SD an nebulizer menggunakan oksigen sama-
dif
Jet Pre 31±5.4 1.8 - 0,05
sama dapat meningkatkan SpO2 pada
nebu x/menit 1,597 * pasien asma. Dari hasil analisis
Post 22 ±2.3 menunjukkan tidak ada perbedaan yang
x/menit signifikan peningkatan SpO2 antara
O2 Pre 30±5.4 nebulizer dengan menggunakan jet nebu
x/menit
Post 23±1.2
dengan nebulizer menggunkan oksigen
x/menit pada pasien asma (p>0,05) (Tabel 4).
* independent t-test Hasil analisis juga menunjukkan
nebulizer menggunakan jet nebu lebih
Pada variabel suara nafas, hasil baik dalam peningkatan arus puncak
analisis menunjukan sebelum dilakukan ekspirasi (APE) pasien asma dari pada
terapi nebulizer baik menggunakan jet nebulizer menggunakan oksigen
nebu maupun menggunakan oksigen (p<0,01) (Tabel 5).
semua responden memiliki suara napas
responden seluruhnya ronchi/whessing, Tabel 4 Perbedaan nebulizer menggunakan
namun setelah dilakukan terapi nebulizer jet nebu dengan oksigen terhadap
menggunakan jet nebu selurunya peningkatan saturasi oksigen (SpO2)
menjadi vesikuler, sedangkan yang Kelompok SpO2
Mean± Mea t p
dilakukan nebulizer menggunkan
SD n dif
menggunakan oksigen, suara napas Jet Pre 93.8±2.3 0.4 - 0,196
responden yang berubah menjadi nebu % 1,308 *
vesikuler berjumlah 20 orang. Dapat Post 97.4 ±1.2
disimpulkan, ada perbedaan yang %
signifikan pada variabel suara napas
O2 Pre 93.8±4.1
antara nebulizer menggunakan jet nebu %
dibandingkan dengan nebulizer Post 97.8±1.5
menggunakan oksigen (p<0,01) (Tabel %
3). * independent t-test

71 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen

Tabel 5 Perbedaan nebulizer menggunakan Secara teoritis mekanisme kerja


jet nebu dengan oksigen terhadap jet nebu adalah mengubah cairan (obat)
peningkatan arus puncak ekspirasi (APE)
Kelom APE
menjadi aerosol, partikel aerosol yang
pok Mean± Mean t p dihasilkan jet nebu berukuran antara 2-5
SD dif μ, sehingga dapat langsung dihirup
Jet 233±33.7 96.6 13,462 0,000 penderita (Tanjung, 2005) dan
nebu L/menit * menempel pada trakeobronkial (Roche
O2 136±20.3 at all, 2013). Ukuran partikel yang
L/menit
* independent t-test dihasil kan oleh jet nebu sangat tepat
menuju ke organ target yaitu bronkus,
Pembahasan karena bila partikel yang dihasilkan >5 μ
Nebulizer merupakan suatu akan menempel pada orofaring dan bila
sistem pemberian obat dalam bentuk <1 μ akan keluar dari saluran napas
partikel aerosol melalui saluran napas bersama proses ekspirasi sehingga efek
dengan cara menghirup obat dengan teraputik obat tidak maksimal (Chrystin,
bantuan alat tertentu (Harris, 2006). Di 2005).
Rumah Sakit (RS) tempat penelitian ini, Teori yang menjelaskan bahwa
terapi nebulizer menggunakan bantuan oksigen digunakan sebagai alat nebulizer
tekanan dari tabung oksigen untuk tidak ditemukan dalam referensi,
mengubah obat cair menjadi aerosol sehingga tidak bisa menjelaskan berapa
yang biasa diberikan oleh dokter kepada micron partikel penguapan obat yang
pasien asma. Hasil penelitian ini dihasilkan dari bantuan oksigen. Besar
membuktikan nebulizer dengan kemungkinan partikel penguapan obat
menggunakan alat jet nebu lebih baik yang dihasilkan dari bantuan oksigen
dibandingkan dengan nebulizer ukuranya lebih dari 5 μ sehingga obat
menggunakan oksigen terhadap status hanya menempel pada trakea bahkan
respirasi pasien asma, yaitu dapat hanya pada oral atau mulut sehingga
menurunkan respirasi rate secara efek teraputik obat tidak maksimal.
signifikan, terjadi perubahan suara napas Asumsi lain yaitu dengan aliran
dari ronchi/wheezing ke vesikuler, dan udara yang kuat akibat tekanan oksigen,
adanya perbedaan yang signifikan akan membuat banyak partikel obat
terhadap nilai APE. keluar lewat lubang sungkup sehingga
Pada pasien asma terjadi proses hanya sedikit obat yang yang masuk
hipersensitivitas yang distimulasi oleh kedalam saluran nafas yang
agen fisik seperti suhu dingin, debu, menyebabkan efek teraputik obat tidak
serbuk tanaman dan lainya sehingga maksimal. Aliran udara yang kuat juga
menyebabkan sel mast di sepanjang akan menyebabkan tabrakan antara
bronki melepaskan bahan seperti oksigen dan CO2 di paru-paru, sehingga
histamin dan leukotrien yang menyebabkan banyak CO2 yang masih
menyebabkan terjadinya terperangkap didalam rongga paru.
bronkokonstriksi. Otot-otot polos dari Penelitian Austin dkk (2010)
bronki mengalami kejang dan jaringan menemukan pemakaian oksigen 100%
yang melapisi saluran udara mengalami atau oksigen aliran tinggi dapat
pembengkakan karena adanya menyebabkan hiperkapnia dan asidosis
peradangan dan pelepasan lendir ke pernapasan, sehingga meningkatkan
dalam saluran udara. Hal ini terjadinya kematian pada pasien asma
memperkecil diameter dari saluran udara yang dilakukan nebulizer di dalam
dan penyempitan ini menyebabkan ambulan
penderita harus berusaha sekuat tenaga
supaya dapat bernapas (Corwin, 2000).

72 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen

Penelitian tentang aman tidaknya pasien menjadi tidak maksimal. Hal ini
oksigen yang digunakan sebagai terbukti pada hasil analisis yang
penghasil uap pada nebulizer pernah menunjukkan adanya perbedaan yang
dilakukan oleh Gunawardena dkk (1984) signifikan pada variabel APE dalam
dimana penelitian tersebut penelitian ini. Beberapa penelitian yang
menyimpulkan bahwa nebulizer dengan meneliti efek darinebulizer terhadap
oksigen sebagai penghasil uap akan nilai APE juga menunjukkan hasil yang
meningkatkan PCO2 dan RR pada sama Ramlal at al (2013), Khairsyah dkk
pasien asma walaupun tidak signifikan (2002).
serta menurunkan APE pasien asma, Oksigen merupakan salah satu
sedangkan pada pasien asma dengan terapi yang sering digunakan dalam
retensi CO2 akan menyebabkan narcosis menangani pasien asma, tetapi perlu di
CO2. akui bahwa oksigen juga memiliki resiko
Hasil penelitian sebelumnya dan manfaat. Oksigen dapat
mendukung bukti hasil penelitian ini meningkatkan saturasi oksigen yang
terutama pada variabel suara napas, hasil memadai dalam darah arteri, namun
analisis menunjukan sebelum dilakukan pemberian oksigen tekanan tinggi untuk
terapi nebulizer baik menggunakan jet pasien dengan asma kronis dapat
nebu maupun menggunakan oksigen menyebabkan dekompensasi gagal
semua responden memiliki suara napas napas tipe II (Lavery & Corris, 2012).
responden seluruhnya ronchi/whessing, Hasil analisis pada variabel SpO2 pada
namun setelah dilakukan terapi nebulizer penelitian ini menunjukkan tidak adanya
menggunakan jet nebu selurunya perbedaan yang signifikan, baik
menjadi vesikuler, sedangkan yang nebulizer menggunkan jet nebu ataupun
dilakukan nebulizer menggunkan nebulizer menggunakan oksigen sama-
menggunakan oksigen, suara napas sama dapat meningkatkan SpO2 pada
responden yang berubah menjadi pasien asma. Hasil penelitian ini
vesikuler berjumlah 20 orang. Terdapat menegaskan bahwa nebulizer
10 orang pasien yang setelah dilakukan menggunakan jet nebu juga dapat
nebulizer menggunkan oksigen masih meningkatkan SpO2 dalam arteri.
terdengar suara napas ronchi/whessing.
Suara napas ronchi menunjukkan Kesimpulan
masih adanya lendir di dalam saluran Tidak ada perbedaan pada
udara, ataupun bronkus masih belum variabel pola napas antara nebulizer
berdilatasi secara maksimal yang menggunakan jet nebu dibandingkan
menimbulkan bunyi whessing. Masih dengan nebulizer menggunakan oksigen
adanya lendir disaluran pernapasan (p>0,05). Nebulizer menggunakan jet
kemungkinan diakibatkan karena efek nebu lebih baik dalam penurunan
obat yang tidak maksimal dalam respirasi rate (RR) pasien asma dari pada
mengencerkan lendir sehingga tidak bisa nebulizer menggunakan oksigen
dikeluarkan oleh pasien, sedangkan (p<0,05). Nebulizer menggunakan jet
bunyi whessing dikarenakan obat yang nebu lebih baik dalam perubahan suara
tidak tepat sasaran yaitu hanya napas pasien asma dari ronchi/wheezing
menempel pada trakea dan oral, menjadi vesikuler dibandingkan
sehingga bronkus tidak maksimal dalam nebulizer menggunakan oksigen
berdilatasi. (p<0,01). Tidak ada perbedaan
Masih adanya sisa lender di peningkatan SpO2 antara nebulizer
saluran pernafasan dan ketidak menggunakan jet nebu dibandingkan
maksimalan bronkus dalam berdilatasi dengan nebulizer menggunakan oksigen
menyebabkan arus puncak ekspirasi (p>0,05). Nebulizer menggunakan jet

73 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen

nebu lebih baik dalam peningkatan APE Roche N, Chrystyn H, Lavorini F,


pasien asma dari pada nebulizer Agusti A, Virchow J. C,
menggunakan oksigen (p<0,01) Dekhuijzen R, Price D. (2013).
Effectiveness Of Inhaler Devices
Daftar Pustaka In Adult Asthma And COPD.
Austin, A., Michael. (2010). Effect Of EMJ Respir. 2013;1:64-71.
High Flow Oxygen on Mortality Sabri, Y. (2012). Terapi Inhalasi.
in Chronic Obstructive Sumatra: USU
Pulmonary Disease Patients in Supriyadi (2014). Statistik Kesehatan.
Prehospital Setting: Randomised Jakarta:Salemba Medika
Controlled Trial. BMJ Tanjung, D. (2005). Asma Bronkhial.
2010;341:c5462 Journal of Clinical Monitoring
Gunawardena. K A, Patel. B, Campbell. and Computing. Volume IV No. 2
I A, Macdonald. J B, Smith A P. Januari 2015
(1984). Oxygen as a driving gas WHO. (2011). The Publich Health
for nebulisers: safe or Implications Of Asthma. Bulletin
dangerous?. British Medical Of The Publich Health Revier
Journal Volume 288 28 January WHO
1984 Yunus, F., Rasmin, M., Sutoyo, D.,
Harris, David. (2006). Nebulizer Wiyono, W.., Antariksa, B.,
Guidelines. United Bristol Fitriani, F. (2011). Prevalens
Health care: Directorate of Asma Pada Siswa Usia 13-14
Children’s Services. Tahun Dengan Menggunakan
Ikawati, Z. (2006). Farmakoterapi Kuesionor ISSAAC dan Uji
Sistem Pernafasan. Provokasi Bronkus di Jakarta
Yogyakarta:.Pustaka Adipura Selatan. Jurnal Respir Indo Vol.
Khairsyaf O, Chan Y, Taufik. (2002). 31, No. 2, April 2011
Perbandingan Efek Tarbutalin
Subkutan dengan Nebulisasi
pasa Asthma. Majalah
Kedokteran
Andalas No. 1. Vol.26. Januari –
Juni 2002
Lavery GG, Corris PA. (2012). Should
we be Giving High
Concentration Oxygen to all
Patients Treated in an
Ambulance?. J R Coll Physicians
Edinb 2012; 42:36–42
doi:10.4997/JRCPE.2012.109
Ramlal SK, Visser FJ, Hop
WC, Dekhuijzen PN, Heijdra
YF. (2013). The effect of
bronchodilators Administered
Via Aerochamber or a Nebulizer
on Inspiratory Lung Function
Parameters. Respir Med. 2013
Sep;107(9):1393-9. doi:
10.1016/j.rmed.2013.05.008.
Epub 2013 Jun 12.

74 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik

EFEKTIVITAS SENAM KAKI DIABETIK DENGAN


KORAN DAN SENAM KAKI DIABETIK DENGAN BOLA
PLASTIK TERHADAP NILAI ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) PADA
PASIEN DM TIPE 2 DI KELURAHAN GISIKDRONO SEMARANG

Sri Puguh Kristiyawati1 (korespondensi : puguhkristy@stikestelogorejo.ac.id),


Dwi Fitriyanti2, Bagus Ananta Tanujiarso3,
Gamaliel Anggriya Dwi Putra4

1,2,3
Dosen Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
4
Mahasiswa Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

Abstrak

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung secara kronik
dimana terjadi kelebihan gula di dalam darah. DM dapat mengakibatkan gangguan
sirkulasi darah pada daerah kaki. Gangguan sirkulasi darah ini dapat dilihat dengan cara
melakukan pengukuran pada Ankle Brachial Index (ABI). Salah satu upaya untuk
mencegah gangguan sirkulasi darah pada kaki dapat dilakukan dengan cara senam kaki
diabetik. Senam kaki diabetik ini dapat dilakukan dengan menggunakan koran dan bola
plastik, dimana senam ini mampu meningkatkan sensitivitas kaki, membuat rileks dan
melancarkan peredaran darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
efektifitas senam kaki diabetik dengan koran dan senam kaki dengan bola plastik terhadap
nilai ABI pada pasien DM tipe 2 di Kelurahan Gisikdrono Semarang. Rancangan
penelitian ini menggunakan quasy experimental dengan desain penelitian two group pre
test and post test without control group design. Jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 38 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling.
Pemilihan sampel untuk kelompok senam kaki diabetik dengan koran dipilih berdasarkan
nomor urut ganjil, sedangkan pada kelompok senam kaki diabetik dengan bola plastik
dipilih berdasarkan nomor urut genap. Alat ukur nilai ABI dalam penelitian ini
menggunakan tensimeter dan doppler. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan uji Mann-Whitney Test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
perbedaan efektifitas senam kaki diabetik dengan koran dan senam kaki diabetik dengan
bola plastik terhadap nilai ABI pada pasien DM tipe 2 di Kelurahan Gisikdrono Semarang
dengan nilai p = 0,002 (p<0,05). Dilihat dari selisih nilai mean senam kaki dengan koran
lebih besar dari bola plastik yaitu 0,132 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa senam
kaki dengan koran lebih efektif dibandingkan dengan bola plastik dalam meningkatkan
nilai ABI pada pasien DM tipe 2. Rekomendasi hasil penelitian ini agar perawat dapat
menerapkan dan mengajarkan senam kaki diabetik dengan koran secara berkala untuk
memperlancar peredaran darah dan meningkatkan nilai ABI.

Kata kunci: senam kaki diabetik, koran, bola plastik

75 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik

Diabetes mellitus (DM) ABI pada pasien DM tipe 2 di Kelurahan


merupakan penyakit metabolik yang Gisikdrono Semarang.
berlangsung secara kronik dimana
terjadi kelebihan gula di dalam darah Metode
(Misnadiarly, 2006). Jumlah pasien yang Desain penelitian yang
mengalami DM diperkirakan terus digunakan adalah Quasi Experiment
mengalami peningkatan. Data dari Design dengan rancangan penelitian two
International Diabetes Federation group pre test and post test without
(IDF), terdapat 382 juta orang hidup control group design. Pengambilan data
dengan diabetes di dunia pada tahun dalam penelitian ini dilakukan pada
2013. Angka pasien DM tipe 2 di Kota tanggal 30 Juli – 14 Agustus 2016 di
Semarang mengalami peningkatan dari wilayah RW XI dan XII Kelurahan
13.122 (0,83%) orang tahun 2013 Gisikdrono. Berdasarkan data pada
menjadi 15.464 (0,87%) orang tahun bulan Juli 2016, jumlah pasien DM tipe
2014 (DKK Semarang, 2014). 2 di wilayah RW XI dan XII Kelurahan
Upaya pencegahan gangguan Gisikdrono sebanyak 38 orang.
sirkulasi darah pada kaki dapat Kriteria inklusi pada penelitian
dilakukan melalui tiga hal yaitu ini antara lain: usia > 35 tahun, dapat
penyuluhan, pengobatan nyeri, dan duduk tegak dibangku dan GDS pasien >
perawatan kaki (Tandra, 2007). Salah 146 mg/dl. Kriteria eksklusi: pasien
satu tindakan yang harus dilakukan dengan komplikasi ulkus diabetik dan
dalam perawatan kaki untuk mencegah hemodinamik tidak stabil. Penelitian ini
terjadinya gangguan sirkulasi darah pada menggunakan teknik pengambilan
kaki secara dini dapat dilakukan dengan sampel total sampling. Jumlah sampel
latihan senam kaki diabetes (Soegondo, dalam penelitian ini adalah 38
Soewondo, & Subekti, 2013). responden. Kemudian dibagi menjadi 2
Berdasarkan data survei awal kelompok, masing-masing kelompok
yang dilakukan di RW XII Kelurahan sebanyak 19 responden.
Gisikdrono Kecamatan Semarang Barat Instrumen penelitian yang
pada bulan Oktober tahun 2015 digunakan antara lain: kuesioner
didapatkan data sebanyak 72 orang karakteristik responden, lembar
menderita DM tipe 2. Berdasarkan hasil observasi nilai ABI, SOP senam kaki
pembagian kuesioner awal didapatkan diabetik dengan koran, dan SOP senam
data 7,14% memiliki pengetahuan kaki diabetik dengan bola plastik. Alat
rendah tentang DM, 57,14% memiliki ukur nilai ABI menggunakan tensimeter
sikap yang negatif tentang DM dan dan doppler.
38,1% memiliki perilaku yang kurang Peneliti melakukan pengukuran
baik tentang DM. Berdasarkan latar nilai ABI pasien sebelum dilakukan
belakang diatas, penulis tertarik untuk senam kaki diabetik dengan koran dan
melakukan penelitian dengan judul senam kaki dengan bola plastik. Peneliti
“Efektifitas Senam Kaki Diabetik mengajarkan senam kaki diabetik
dengan Koran dan Senam Kaki Diabetik dengan koran dan senam kaki dengan
dengan Bola Plastik Terhadap nilai bola plastik pada masing-masing
Ankle Brakhial Index (ABI) pada Pasien kelompok dengan frekuensi 2 kali sehari
DM Tipe 2 di Kelurahan Gisikdrono (pagi dan sore hari) selama 14 hari.
Semarang”. Durasi untuk masing-masing latihan
Penelitian ini bertujuan untuk senam kaki kurang lebih 15 menit.
mengetahui perbedaan efektifitas senam Peneliti melakukan pengukuran dan
kaki diabetik dengan koran dan senam penncatatatan nilai ABI sesudah latihan
kaki dengan bola plastik terhadap nilai

76 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik

(post test) pada masing-masing Karakteristik f %


kelompok. d. 401-500 mg/dl 9 23,7
e. > 500 mg/dl 3 7,9
Uji statistik dalam penelitian ini
5. Lama Menderita DM
menggunakan Paired t-test untuk a. < 1 tahun 10 26,3
mengetahui perbedaan nilai ABI b. 1-3 tahun 11 29,0
sebelum dan sesudah dilakukannya c. > 3 tahun 17 44,7
intervensi, diilanjutkan uji Mann- 6. Penyakit Penyerta
Whitney Test untuk mengetahui a. Hipertensi 25 68,5
b. Asam Urat 6 15,8
perbedaan efektifitas antara dua c. Katarak 2 5,2
kelompok intervensi. d. Gastritis 3 7,9
e. Mioma 1 2,6
Hasil f. Batu Ginjal 1 2,6
Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukkan Nilai Ankle Brachial Index (ABI)
bahwa dari 38 responden sebagian besar Hasil penelitian menunjukkan
berjenis kelamin perempuan sebanyak bahwa pada kelompok senam kaki
31 responden (81,6%), sebagian besar diabetik dengan koran sebelum
responden berusia 55-65 tahun sebanyak dilakukan intervensi menunjukkan nilai
16 responden (42,1%), dan memiliki tengah ABI sebesar 0,9 dengan nilai ABI
tingkat pendidikan SD sebanyak 15 terendah sebesar 0,7 dan yang tertinggi
responden (39,5%). Sedangkan sebagian sebesar 1,1, sedangkan sesudah
besar responden memiliki kadar gula diberikan intervensi senam kaki diabetik
darah sewaktu sebesar 147-200 mg/dl dengan koran nilai tengah ABI menjadi
sebanyak 10 responden (26,3%) dengan 1,0 dengan nilai ABI terendah sebesar
lama sakit DM lebih dari 3 tahun 0,8 dan yang tertinggi sebesar 1,2. Pada
sebayak 17 responden (44,7) dan kelompok yang diberikan Senam Kaki
memiliki penyerta penyakit hipertensi diabetik dengan Bola Plastik sebelum
sebanyak 25 responden (65,8%) yang dilakukan intervensi menunjukkan nilai
ditunjukkan pada tabel 1. tengah ABI sebesar 0,8 dengan nilai ABI
terendah sebesar 0,7 dan yang tertinggi
Tabel 1 sebesar 1,1, sedangkan sesudah
Distribusi frekuensi berdasarkan diberikan intervensi senam kaki diabetik
karakteristik responden (n=38) dengan bola plastik nilai tengah ABI
Karakteristik f %
1. Jenis Kelamin
menjadi 0,9 dengan nilai ABI terendah
a. Laki-laki 7 18,4 sebesar 0,7 dan yang tertinggi sebesar
b. Perempuan 31 81,6 1,2 yang ditunjukkan pada tabel 2.
2. Usia
a. 36-45 tahun 5 13,2 Tabel 2
b. 46-55 tahun 11 28,9 Distribusi frekuensi berdasarkan nilai Ankle
c. 56-65 tahun 16 42,1 Brachial Index (ABI) sebelum dan sesudah
d. > 65 tahun 6 15,8 Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan
3. Tingkat Pendidikan Bola Plastik (n=38)
a. Tidak Tamat SD 9 23,7 Kelompok Kelompok
b. SD 15 39,5 Senam Kaki Senam Kaki
c. SMP 6 15,8 Diabetik Diabetik
d. SMA 6 15,8 Variabel dengan Koran dengan Bola
e. DIPLOMA 0 0 Plastik
f. SI 2 5,2 Med Min- Media Min-
g. S2 0 0 ian Max n Max
4. Gula Darah Sewaktu Nilai ABI 0,9 0,7-1,1 0,8 0,7-
a. 147-200 mg/dl 10 26,3 Sebelum 1,1
b. 201-300 mg/dl 9 23,7 Nilai ABI 1,0 0,8-1,2 0,9 0,7-
c. 301-400 mg/dl 7 18,4 Sesudah 1,2

77 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik

Hasil penelitian didapatkan hasil Tabel 4


signifikan dengan nilai p = 0,000 Perbedaan Efektifitas Senam Kaki Diabetik
dengan Koran dan Bola Plastik Terhadap
(p<0,05) yang menunjukkan bahwa ada nilai ABI (n=38)
perbedaan nilai ABI sebelum dan Kelompok n Nilai ABI p
sesudah diberikan senam kaki diabetik Mean ±
dengan koran. Sedangkan pada SD
kelompok senam kaki diabetik dengan Kelompok 19 0,132 ±
bola plastik juga mendapatkan nilai intervensi senam 0,0582
0,002
kaki diabetik
signifikansi dengan nilai p = 0,000 dengan koran
(p<0,05) yang menunjukkan bahwa ada Kelompok 19 0,063 ±
perbedaan nilai ABI sebelum dan intervensi senam 0,0597
sesudah diberikan senam kaki diabetik kaki diabetik
dengan bola plastik yang ditunjukkan dengan bola
plastik
pada tabel 3. Total 38

Tabel 3
Perbedaan nilai ABI sebelum dan sesudah Pembahasan
diberikan Senam Kaki dengan Bola Plastik Berdasarkan hasil penelitian
dan Koran (n=38) didapatkan data bahwa sebelum
Variabel Sebelum Sesudah p dilakukan intervensi, nilai ABI berada
Mean ± SD Mean ± SD pada nilai tengah 0,8 pada kelompok
Senam 0,87 0,12 1,01 1,12 0,000
Kaki
senam kaki diabetik dengan bola plastik
Diabetik dan nilai tengah 0,9 kelompok senam
dengan kaki diabetik dengan koran. Gangguan
Koran pada vaskular perifer ini mengganggu
Senam 0,86 0,12 0,92 0,14 0,000 aliran darah pada bagian ektremitas
Kaki
terutama ekstremitas bawah dimana
Diabetik
dengan pada pasien dengan gangguan vaskular
Bola maka hasil pengukuran tekanan darah
Plastik berada dibawah rentang normal,
sehingga hasil pengukuran nilai ABI
Hasil uji Mann-Whitney Test berada dibawah rentang nilai normal.
menunjukkan adanya perbedaan yang Hasil penelitian setelah
signifikan antara senam kaki dengan dilakukan intervensi, nilai ABI berada
koran dan senam kaki dengan bola pada nilai tengah 0,9 pada kelompok
plastik terlihat dari nilai p = 0,002 (p < senam kaki diabetik dengan bola plastik
0,05). Senam kaki dengan koran lebih dan nilai tengah ABI 1,0 kelompok
efektif dibandingkan dengan senam kaki senam kaki diabetik dengan koran. Hal
dengan bola plastik dapat dilihat dari ini akan menstimulus meningkatnya
nilai mean, dimana nilai mean pada sensitivitas insulin serta meningkatkan
senam kaki dengan koran (0,132) lebih ambilan glukosa oleh otot, sehingga
besar dari senam kaki dengan bola tidak akan timbul gangguan pada
plastik (0,063) yang ditunjukkan pada vaskularisasi akibat peningkatan
tabel 4. osmolaritas darah. Hal tersebut akan
membuat aliran darah pada bagian
ektremitas akan menjadi lancar begitu
pula tekanan darah pasien, sehingga nilai
ABI pasien yang sudah dilakukan
intervensi akan meningkat (Rose, &
Richter, 2005).

78 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik

Responden dalam penelitian ini 0,002 (p<0,05) maka Ho ditolak dan Ha


diberikan intervensi senam kaki diabetik diterima, artinya ada perbedaan
dengan koran dan senam kaki diabetik efektifitas senam kaki diabetik dengan
dengan bola plastik masing-masing koran dan senam kaki diabetik dengan
dengan frekuensi 2x sehari selama 14 bola plastik terhadap nilai ABI pada
hari berturut-turut dengan lama yaitu 15 pasien DM tipe 2 di Kelurahan
menit setiap kali latihan. Hal ini Gisikdrono Semarang. Dilihat dari
dimaksudkan untuk meningkatkan selisih nilai mean senam kaki dengan
sirkulasi darah perifer secara maksimal. koran lebih besar dari senam kaki
Hal tersebut didukung dengan penelitian dengan bola plastik yaitu 0,132 sehingga
yang dilakukan oleh Priyanto, Sahar dan dapat ditarik kesimpulan bahwa senam
Widyatuti (2012) menunjukkan bahwa kaki dengan koran lebih efektif
sensitivitas kaki dan kadar glukosa darah dibandingkan senam kaki dengan bola
pada lansia semakin membaik dengan plastik dalam meningkatkan nilai ABI
diberikannya intervensi senam kaki yang pada pasien DM tipe 2.
dilakukan selama 3 kali dalam seminggu Adapun saran yang bisa diajukan
ditunjukkan dengan nilai p = 0,000 adalah diharapkan agar perawat dapat
(p<0,05). menerapkan dan mengajarkan senam
Hasil penelitian ini menunjukkan kaki diabetik dengan koran secara
bahwa senam kaki dengan bola plastik berkala untuk memperlancar peredaran
memiliki selisih nilai mean 0,063 dengan darah dan meningkatkan nilai ABI. Bagi
standar deviasi 0,0597. Sedangkan peneliti selanjutnya, dapat melakukan
senam kaki dengan koran memiliki penelitian terkait efektifitas senam kaki
selisih nilai mean 0,132 dengan standar diabetik dengan koran dan senam kaki
deviasi 0,0582. Hasil uji statistik dengan diabetik dengan bola plastik yang
Mhann Whitney-test didapatkan nilai p = menggunakan bola plastik bergerigi
0,002 (p<0,05) maka Ho ditolak dan Ha lebih keras dan diameternya lebih kecil
diterima, artinya ada perbedaan serta dikembangkan dengan variabel lain
efektifitas senam kaki diabetik dengan seperti sensivitas kaki dengan
koran dan senam kaki diabetik dengan memperhatikan variabel perancu. Selain
bola plastik terhadap ankle brachial itu, perlunya pembentukan kelompok
index (ABI) pada pasien DM tipe 2 di pemerhati DM di wilayah Kelurahan
Kelurahan Gisikdrono Semarang. Gisikdrono Kecamatan Semarang Barat.
Dilihat dari selisih nilai mean senam
kaki dengan koran lebih besar dari Daftar Pustaka
senam kaki dengan bola plastik yaitu International Diabetes Federation.
0,132 dimana dapat ditarik kesimpulan (2013). IDF Diabetes Atlat.
bahwa senam kaki dengan koran lebih (online).
efektif dibandingkan senam kaki dengan http://www.idf.org/diabetesatlas
bola plastik dalam meningkatkan nilai &prev=/search%3Fq%3Ddata%
ABI pada pasien DM tipe 2. 2Bdiabetes%2B2012%26biw%3
D1366%26bih%3D596 diakses
Kesimpulan dan Saran tanggal 15 November 2014
Senam kaki dengan bola plastik Misnadiarly. (2006). Diabetes mellitus:
memiliki selisih nilai mean 0,063 dengan gangren, ulcer, infeksi, mengenal
standar deviasi 0,0597. Sedangkan gejala,menanggulangi, dan
senam kaki dengan koran memiliki mencegah komplikasi. Jakarta:
selisih nilai mean 0,132 dengan standar Pusaka Populer Obor
deviasi 0,0582. Hasil uji statistik dengan Priyanto, S., Sahar, J., & Widyatuti.
Mhann Whitney-test didapatkan nilai p = (2012). Pengaruh Senam Kaki

79 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik

Terhadap Sensitivitas Kaki dan panduan penatalaksanaan


Kadar Gula Darah Pada diabetes melitus bagi dokter dan
Agregat Lansia Diabetes edukator. Edisi II. Jakarta: FKUI
Melitus di Magelang. (online). Tandra, Hans. (2013). Life healty with
http//jurnal.unimus.ac.id/index.p diabetes: diabetes mengapa dan
df diakses pada 15 Desember bagaimana?. Yogyakarta: Rapha
2015 Publishing
Rose, A.J., & Richter, E.A. (2005). Widiyanti, K., Hudhariani, R.N., &
Skeletal Muscle Glukosa Uptake Yunani (2010). Pengaruh senam
During Exercise: How is it kaki terhadap nilai ABI (ankle
Regulated?. (online). brachial index) pada pasien DM
http://physiologyonline.physiolo di klinik penyakit dalam Rumah
gy.org/content/20/4/260.full.htm Sakit Umum Daerah (RSUD)
l #ref-list-1 diakses tanggal 20 Ambarawa. (online).
Sepetember 2016 http://stikesyahoedsmg.ac.id/jur
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, nal/%3Fp%3D104+&cd=1&hl=i
I. (2013). Penatalaksanaan d&ct=clnk&gl=id diakses
diabetes mellitus terpadu: tanggal 11 September 20

80 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui

GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN SEKSUAL PADA IBU MENYUSUI

Nauvilla Fitrotul Aini1,


Sari Sudarmiati2 (korespondensi : sarisudarmiati@gmail.com)
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNDIP
2
Staf Pengajar Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP

Abstrak

Proses menyusui dapat mengakibatkan perubahan hormonal, fisik dan psikologis pada
ibu. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi kepuasan seksual pada ibu menyusui.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kepuasan seksual pada
ibu menyusui. Penelitian merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sampel yang
digunakan sejumlah 61 ibu menyusui di Kelurahan Mangunharjo Kota Semarang. Teknik
pengambilan sampel total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner The New Sexual Satisfaction Scale. Data dianalisa menggunakan distribusi
frekuensi dan prosentase. Hasil penelitian menunjukkan ibu menyusui berusia 26-30
tahun (63.9), usia bayi 3-6 bulan (27.9%), berpendidikan SMA (44.3%), profesi ibu
rumah tangga (65.6%), berpendapatan Rp. 1.685.000 – Rp. 3.000.000 (41%), tidak
memiliki riwayat penyakit kronis (95.1%), seluruh responden tidak memiliki penyakit
saat ini. Tingkat kepuasan seksual pada ibu menyusui adalah sedikit puas (16.4%), cukup
puas (41%), sangat puas (31.1%), dan luar biasa puas (11.5%). Penurunan kepuasan
seksual pada ibu menyusui disebabkan oleh penurunan libido, perubahan bentuk tubuh,
berkurangnya cairan vagina, keberadaan bayi di dalam kamar, kelelahan mengurus bayi,
serta kurangnya komunikasi tentang seksualitas dengan pasangan. Pasangan diharapkan
mengerti perubahan seksualitas yang terjadi pada masa menyusui, membantu istri
mengasuh bayi, serta meningkatkan komunikasi tentang seksualitas. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan metode kualitatif.

Kata kunci : kepuasan seksual, ibu menyusui.

Menyusui memberikan banyak Selain manfaat yang diberikan,


manfaat bagi ibu dan bayi. Bayi ternyata menyusui dapat mempengaruhi
mendapatkan asupan nutrisi terbaik, kepuasan seksual. Masalah seksual yang
meningkatkan bonding attachment dialami oleh ibu menyusui diantaranya
antara bayi dan ibu, serta meningkatkan berkurangnya cairan vagina yang
pertumbuhan dan kecerdasan (Jane, dipengaruhi oleh hormon prolaktin.
2006). Sebuah penelitian menyebutkan Hormon prolaktin dapat menyebabkan
bahwa anak-anak yang tidak diberi ASI pemanjangan suspensi hormon estrogen
eksklusif memiliki IQ 7-8 poin lebih sehingga cairan vagina berkurang. Kadar
rendah dibandingkan dengan yang prolaktin paling banyak ditemukan pada
mendapatkan asi eksklusif (Yuliarti dan ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan
Nurheti, 2010). Menyusui juga dapat (Sacher, 2004). Masalah lain yang
mengurangi risiko perdarahan dialami ibu adalah berkurangnya libido.
postpartum, mempercepat pemulihan Hal ini disebabkan kelelahan ibu dalam
ibu, mengurangi risiko kanker payudara, merawat bayinya, keberadaan bayi di
menghambat proses kesuburan, dan dalam kamar sehingga ibu tidak nyaman
tidak mengeluarkan biaya yang mahal berhubungan intim, ibu tidak percaya
(Sacher, 2004; Yuliastanti, 2013). diri dengan bentuk tubuhnya, serta

81 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui

payudara yang berkurang fungsinya New Satisfaction Scale yang


untuk foreplay (Bahiyatun, 2009). dimodifikasi. Telah dilakukan content
Sebuah studi menyebutkan perubahan validity dan construct validity kembali (r
seksualitas pada ibu menyusui hitung 0.395-0.791, α 5%). Alpha
disebabkan perubahan bentuk payudara cronbach 0.928. Data dianalisa
dan adanya ASI di dalam payudara menggunakan distribusi frekuensi dan
(LaMarre, Paterson, & Gorzalka, 2003). prosentase.
Carathers (2014) menyatakan bahwa Hasil
dari 17 partisipan, seluruhnya Karakteristik Responden
mengalami masalah seksualitas yang Responden paling banyak berusia 26-30
disebabkan tidak percaya diri dengan tahun sejumlah 39 orang (63.9%), usia
bentuk tubuhnya dan payudara yang bayi 3-6 bulan sejumlah 17 orang
merupakan daerah erogen berubah (27.9%), pekerjaan ibu rumah tangga
fungsi. sejumlah 40 orang (65.6%), tidak
Masalah pada kepuasan seksual memiliki riwayat penyakit kronis
dapat mempengaruhi keharmonisan sejumlah 58 orang (95.1%), tidak
pasangan suami istri. Apabila tidak menderita penyakit saat ini sejumlah 61
mendapatkan perhatian, dapat orang (100%) seperti tersaji pada tabel 1.
mengakibatkan perceraian. Penelitian
yang berjudul Comparison between Tabel 1.Distribusi Fekuensi Karakteristik
Maladaptive Shemas, Marital Conflicts, Responden
Karakteristik Frekuensi Persen
and Sexual Satisfaction in Nearly Responden (%)
Divorced, Divorced and Normal Usia Ibu (tahun)
Individuals mengatakan 50% sampel 21 – 25 5 8.2
yang diteliti mengalami perceraian 26 – 30 39 63.9
akibat ketidakpuasan hubungan seksual 31 – 35 12 19.7
(Manzary, Makvandi, & Khajevand, ≥ 36 5 8.2
2014). Usia bayi (bulan)
Studi pendahuluan yang 0–3 7 11.5
dilakukan di Keluharan Mangunharjo 3–6 17 27.9
Semarang menunjukkan, 3 dari 5 ibu 6–9 12 19.7
menyusui yang diwawancarai 9 – 12 10 16.4
12 – 18 10 16.4
menyatakan mengalami penurunan 18 – 24 5 8.2
kepuasan seksual disebabkan lelah
mengurus bayinya, tidak ada hasrat Pendidikan
melakukan hubungan seksual, serta SD 3 4.9
kurang puas dengan penurunan fungsi SMP 5 8.2
SMA 27 44.3
payudara sebagai pemanasan. Satu ibu
DII/DIII 15 24.6
mengatakan penurunan kepuasan DIV/S1 11 18.0
seksual disebabkan rasa nyeri saat
berhubungan seksual, satu ibu Pekerjaan
mengatakan tidak mengalami masalah. Ibu rumah tangga 40 65.6
Swasta 10 16.4
PNS 7 11.5
Metode BUMN 4 6.6
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kuantitatif. Teknik Penghasilan
pengambilan sampel adalah total sampel keluarga/bulan
pada 61 ibu menyusui di Kelurahan < Rp. 1.685.000 17 27.9
Rp. 1.685.000 – RP. 25 41.0
Mangunharjo, Semarang. Data diambil 3.000.000 19 31.1
dengan menggunakan kuesioner The >Rp. 3.000.0000

82 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui

Karakteristik Frek Persen(%) percaya diri sehingga mempengaruhi


Responden kepuasan seksual (Siegel, 2010 ; Regan,
Riwayat penyakit
2004). Egbuonu et all (2005) juga
kronis
Hipertensi 1 1.6 menyatakan hal yang serupa.
Jantung 2 3.3 Tingkat kepuasan seksual pada ibu
DM 0 0 menyusui dipengaruhi oleh usia bayi.
Tidak ada 58 95.1 Leeman dan Roger (2012), menyatakan
bahwa proses menyusui pada bayi
Riwayat penyakit
saat ini berusia kurang dari 6 bulan
Tidak ada 61 100.0 menyebabkan peningkatan hormon
penyakit/sehat prolaktin. Peningkatan prolaktin
mengakibatkan penurunan estrogen. Hal
Total Responden 61 100.0 ini berdampak terhadap pelumasan
vagina dan penurunan libido. Hal
Gambaran Kepuasan Seksual tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Sebagian besar tingkat kepuasan seksual yang menunjukkan 4 responden yang
responden adalah cukup puas sebanyak memiliki bayi berusia 3 – 6 bulan
25 orang (41%) seperti tersaji pada tabel memiliki tingkat kepuasan seksual
2. sedikit puas (40%).
Pendidikan dapat mempengaruhi
Tabel 2. kepuasan seksual. Abdoly (2013),
Distribusi Frekuensi Gambaran Tingkat
Kepuasan Seksual mengatakan bahwa tingkat kepuasan
Tingkat Frekuensi Prosentase seksual pada orang yang berpendidikan
Kepuasan (%) lebih tinggi dibandingkan pada yang
Seksual berpendidikan rendah. Pendidikan
Sama sekali 0 0 rendah dihubungkan dengan kurangnya
tidak puas 10 16.4
Sedikit puas 25 41.0
pengetahuan terhadap faktor yang dapat
Cukup puas 19 31.1 meningkatkan kepuasan seksual dan
Sangat puas 7 11.5 masalah ekonomi. Penelitian
Luar biasa puas menunjukkan bahwa ibu dengan
Total 61 100.0 pendidikan SMA memiliki tingkat
Responden
kepuasan seksual sedikit puas (50%),
sangat puas (42.1%), dan luar biasa puas
(28.6%). Pendidikan SMA merupakan
Pembahasan pendidikan menengah. Brien (2011)
Karakteristik Responden menyatakan ibu menyusui dengan
Usia mempengaruhi tingkat
pendidikan rendah dan menengah
kepuasan seksual (Santilla et all, 2008). kurang memiliki pengetahuan mengenai
Hasil penelitian menunjukkan 19 seksualitas dan mengalami pengalaman
responden (76%) yang berusia 26 – 30 seksual yang kurang menyenangkan.
tahun memiliki tingkat kepuasan seksual Wilding (2014) mengatakan bahwa
cukup puas sedangkan responden yang perempuan yang bekerja di luar rumah
berusia 31 – 35 tahun memiliki tingkat memiliki kepuasan seksual yang lebih
kepuasan seksual sedikit puas. Selain tinggi. Hal ini disebabkan wanita yang
disebabkan oleh faktor usia, penurunan memiliki kepuasan dalam pekerjaannya
kepuasan kepuasan seksual pada ibu akan merasakan kepuasan terhadap
menyusui juga dipengaruhi oleh bentuk perkawinannya sehingga akan
tubuh. Perubahan pada perut, pinggul, berdampak pada kepuasan seksual. Hasil
dan paha pada periode melahirkan dan
penelitian menunjukkan 7 responden
menyusui, mengakibatkan wanita tidak yang berprofesi sebagai ibu rumah

83 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui

tangga memiliki tingkat kepuasan menunjukkan seluruh ibu yang berada


seksual sedikit puas (70%). Tetapi pada kondisi sehat memiliki tingkat
ditemukan juga ibu rumah tangga kepuasan seksual sedikit puas (10
dengan kepuasan seksual sangat puas orang), cukup puas (25 orang), sangat
sebanyak 11 orang (57.9%), dan luar puas (19 orang), dan luar biasa puas (7
biasa puas sebanyak 4 orang (57.1%). orang). Selain kondisi kesehatan saat ini,
Dari hasil kuesioner, Ibu menyusui yang kepuasan seksual juga dipengaruhi oleh
memiliki tingkat kepuasan seksual faktor lain, seperti penghasilan, riwayat
sangat puas dan luar biasa puas penyakit kronis, pendidikan, usia bayi,
disebabkan tidak mengalami penurunan usia ibu, pekerjaan, perubahan tubuh,
libido dan merasa senang setelah hormonal, serta perubahan psikologis.
melakukan hubungan seksual.
Hasil penelitian menunjukkan ibu Gambaran Kepuasan Seksual pada
menyusui yang memiliki pendapatan Ibu Menyusui
rendah memiliki tingkat kepuasan Hasil penelitian menunjukkan
seksual sedikit puas (50%). Tetapi bahwa sebagian besar ibu menyusui
ditemukan juga ibu dengan pendapatan memiliki tingkat kepuasan seksual
rendah memiliki kepuasan seksual luar cukup puas (41%). Hasil dari kuesioner
biasa puas (57.1%). Malakoti (2013), menyatakan bahwa sebagian besar ibu
menyatakan bahwa ibu menyusui mengalami penurunan tingkat kepuasan
dengan penghasilan rendah dan seksual. Penurunan ini disebabkan oleh
menengah mengalami penurunan hasrat perubahan bentuk tubuh, penurunan
berhubungan seksual. Wardhani (2012) hasrat berhubungan seksual, tubuh
dan Smyth (2014) mengatakan bahwa belum sensitif seperti semula,
seseorang yang memiliki penghasilan berkurangnya cairan dan keelastisitasan
tinggi akan memiliki kepuasan vagina, keberadaan bayi di dalam kamar,
perkawinan yang lebih tinggi kelelahan mengurus bayi, dan kurangnya
dibandingkan dengan pasangan yang komunikasi mengenai seks dengan
memiliki penghasilan menengah dan pasangan.
rendah. Kepuasan dalam perkawinan Maryunani (2009) mengatakan
akan meningkatkan kepuasan hubungan bahwa penurunan hasrat berhubungan
seksual. seksual pada ibu menyusui diakibatkan
Lamont (2012) dan Verchuren oleh isapan bayi. Isapan ini merangsang
(2010) menyatakan seseorang yang otot polos payudara untuk berkontraksi
memiliki riwayat penyakit kronis dapat kemudian merangsang susunan saraf di
mengalami penurunan kepuasan seksual. sekitarnya dan meneruskan rangsangan
Hal tersebut disebabkan fisik yang tersebut ke otak. Otak akan
lemah, rasa tidak nyaman dalam memerintahkan kelenjar hipofisis
pengobatan, serta kurangnya minat posterior untuk mengeluarkan hormon
dalam melakukan hubungan seksual. pituitari yang merangsang pengeluaran
Hasil penelitian menunjukkan ibu yang hormon prolaktin, sehingga kadar
tidak memiliki riwayat penyakit kronis hormon estrogen dan progesteron yang
memiliki tingkat kepuasan seksual ada menjadi lebih rendah. Dampaknya
sangat puas dan luar biasa puas. terjadi penurunan hasrat berhubungan
Riwayat kesehatan saat ini dapat seksual pada ibu menyusui.
mempengaruhi kepuasan seksual. Nigel Sebanyak 19 ibu (31.1%) merasakan
(2013) menyatakan seseorang yang berkurangnya cairan vagina dan 31 ibu
sedang dalam kondisi tidak sehat akan (50.8%) merasakan sakit pada saat
mengalami ketidak puasan dalam melakukan hubungan seksual.
berhubungan seksual. Penelitian Penurunan cairan vagina disebabkan

84 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui

pengaruh hormon estrogen. Pada saat (39.3%) mengatakan tidak pernah


menyusui kadar hormon estrogen membicarakan apa yang dirasakan
menjadi sangat rendah. Kondisi ini setelah berhubungan seksual. Nicole
berbeda pada akhir masa kehamilan, (2008) menyatakan bahwa khurangnya
dimana estrogen masih sangat tinggi. komunikasi di tempat tidur dapat
Perubahan kadar estrogen secara tajam mengurangi kepuasan seksual secara
memberikan pengaruh pada dinding keseluruhan. Sebagian besar orang takut
uterus bagian dalam dan mengurangi mengkomunikasikan seksualnya karena
cairan dan elastisitas vagina (Pillitteri, masalah harga diri. Komunikasi secara
2013). verbal dengan pasangan dinilai terlalu
Sebanyak 24 ibu menyusui (39.3%) terbuka sehingga sebaiknya dilakukan
merasakan tubuh belum sensitif seperti komunikasi non verbal untuk
semula. Intensitas respon seksual mengungkapkan kepada pasangan
berkurang karena perubahan faal tubuh. bahwa seseorang benar-benar menikmati
Tubuh menjadi tidak atau belum sensitif hubungan seksual (Ririh, 2012).
seperti semula. Hal ini menyebabkan
penurunan hasrat seksual pada ibu Kesimpulan
menyusui (Pillitteri, 2013). Kesimpulan dari penelitian ini
Kelelahan mengurus bayi juga dapat adalah sebagian besar ibu menyusui
mempengaruhi kepuasan seksual. merasakan tingkat kepuasan seksual
Sebanyak 21 ibu (34.4%) mengatakan cukup puas. Penurunan kepuasan
merasa lelah mengurus bayi. Rasa lelah seksual pada ibu menyusui disebabkan
akibat mengurus bayi mengalahkan berbagai faktor baik fisik, psikologis,
minat untuk melakukan hubungan ataupun sebab lainnya seperti faktor
seksual. Carathers (2014) mengatakan komunikasi. Pasangan diharapkan
tenaga ibu menyusui sudah terkuras mampu berkomunikasi dengan baik
untuk rutinitas sehari-hari mengurus dan mengenai perubahan seksualitas yang
menyusui bayi sehingga pada malam terjadi pada ibu menyusui. Suami
hari ibu hanya membutuhkan istirahat diharapkan memahami perubahan
dan tidak berminat untuk melakukan kondisi pasangan pada masa menyusui.
hubungan seksual dengan pasangan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Faktor lain yang mempengaruhi dengan metode kualitatif.
kepuasan seksual adalah kehadiran bayi
di dalam kamar yang sama membuat ibu Daftar Pustaka
secara psikologis tidak nyaman Abdoly, Mehdi PL. (20130. The
berhubungan intim. Sebanyak 25 ibu relationship between sexual
(41.0%) mengatakan tidak puas apabila satisfaction and education levels
bayi tiba-tiba menangis saat in women. International Journal
berhubungan seksual. Kehadiran bayi Women’s Health Reproduction
juga dapat mengakibatkan suami merasa Science. 1(2):39–44. Retrieved
tersisih (Pillitteri, 2013). Bayi sangat from:
menyita perhatian dan waktu dari ibu. http://ijwhr.net/text.php?id=9
Sehingga diperlukan komunikasi Bahiyatun. (2009). Buku ajar asuhan
diantara pasangan untuk membicarakan kebidanan nifas normal. Jakarta:
hal-hal yang dirasakan. Suami EGC.
diharapkan lebih memahami perasaan Brien, K. A. (2011). In and out of the
istri dikarenakan harus berbagi perhatian bedroom : Sexual satisfaction in
kepada bayi (Reiss, 2008). the marital relationship. Journal
Komunikasi dapat mempengaruhi Integrated Social Science. 1
kepuasan seksual. Sebanyak 24 ibu (1),40–57.

85 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui

Carathers, Jadee. (2014). Breastfeeding nearly- divorced , divorced and


problematic maternal sexuality normal individuals. Journal
and the performance of gender. A Psychology Behaviour Study.
thesis submitted in partial 2(1):39–49.
fulfillment of the requirements for Maryunani, A. (2009). Asuhan pada ibu
the degree of master of arts in dalam masa nifas (postpartum).
sociology. Jakarta: Trans Info Media.
Egbuonu, C. C., Ezechukwu, J. O., Nicole, AA. (2008). Thesis: Sexual
Chukwuka and JII (2005). Breast- communication anxiety,
feeding, return of menses, sexual attachment, relationship
activity and contraceptive satisfaction, and sexual
practices among mothers in the satisfaction in Auburn. Auburn
first six months of lactation in University.
Onitsha, South Eastern Nigeria. Nigel, Field CM. (2013). Associations
Journal Obstetry Gynaecology. between health and sexual
25, 500–503. Retrieved from: lifestyle in Britain : findings from
http://informahealthcare.com/doi/ the third National Survey of
abs/10.1080/0144361050017125 Sexual Attitudes and Lifestyles
0 (Natsal-3). Med Res. 382,1830–
Jane, M. (2006). Menyusui: Cara mudah, 1844.
praktis, dan nyaman. Jakarta: Pillitteri, Adele. (2013). Maternal and
Arcan. child health nursing: Care of
LaMarre, A., Paterson, L., Gorzalka, B. childbearing and childrearing
(2003). Breastfeeding and family. 6thEd. Philadelphia:
postpartum maternal sexual Lippincont Williams and Wilkins.
functioning: A review. Canadian Regan. (2004). The handbook of
Journal of Human Sexuality. 151– sexuality in close relationships.
168. New Jersey: Lawrence Erlbaum.
Haryono, S. (2005). Anda dan sang bayi. Reiss, U. (2008). Menjadi ibu bahagia
Jakarta: Arcan. pasca persalinan. Yogyakarta:
Lamont, J. (2012). Female sexual health Luna Publisher.
consensus clinical guidelines. Ririh, N. (2012). Pentingnya komunikasi
Journal Obstetry Gynaecology. saat berhubungan intim. Diambil
34(8):769–75. Retrieved from: dari:
http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.c http://health.kompas.com/read/20
gi?T=JS&PAGE=reference&D=p 12/09/07/09582687/Pentingnya.K
rem&NEWS=N&AN=22947409 omunikasi.Saat.Berhubungan.Inti
Leeman and Roger. (2012). Clinical m.
expert series : Sex after childbirth. Sacher, RA. (2004). Tinjauan klinis hasil
Am Coll Obstetery Gynecology. pemeriksaan laboratorium.
119(3). Jakarta: EGC.
Malakoti, J., Zamanzadeh, V., Maleki, Santtila, P., Wager, I., Witting, K.,
A., Khalili, AF. (2013). Sexual Harlaar, N., Jern, P., Johansson,
function in breastfeeding women A., Sandnabba, NK. (2008).
in family health centers. Journal Discrepancies between sexual
Caring Science. 2(2):141–6. desire and sexual activity: Gender
Manzary, L., Makvandi, B., Khajevand, differences and associations with
A. (2014). Comparison between relationship satisfaction. Journal
maladaptive schemas ,marital Sex Marital. 34:29–42.
conflicts and sexual satisfaction in

86 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui

Siegel, I. (2010). Does body weight Jurnal Ilmiah Mhs Univ


dissatisfaction change with age? Surabaya. 1(1),1–10.
A cross sectional analysis of Wilding, JPH., Woo, V., Rohwedder, K.,
American women. New Sugg, J., Parikh, S.(2014).
Psychology. 7, 42–50 Comparison of sexual
Smyth, Zhiming Cheng R. (2014). Sex dysfunctions among employed
and happiness. Australia: Monash women and housewives
Univ Bussines Econ. attending’s to tabriz counseling
Verschuren, JE., Enzlin, P., Dijkstra, crescent center, Iran. Iran Journal
PU., Geertzen, JHB., Dekker, R. Health Science. 2(4),1–13.
(2010). Chronic disease and Yuliarti., Nurheti. (2010). Keajaiban
sexuality: a generic conceptual ASI, makanan terbaik untuk
framework. Journal Sex Res. kesehatan, kecerdasan, dan
47(2), 153–70. kelincahan si kecil. Yogayakarta:
Wardhani, NAK. (2012). Kontribusi Andi.
self-disclosure pada kepuasan Yuliastanti, T. (2013). Keberhasilan
perkawinan pria dewasa awal. bonding Attachment. Jurnal
Kebidanan, 5.

87 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAT


KEMANDIRIAN ANAK RETARDASI MENTAL
DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) NEGERI SUKAMAJU SIMPANG PROPAU
KABUPATEN LAMPUNG UTARA TAHUN 2015

Rina Mariani (korespondensi: rinadainang@gmail.com)

Program Studi Keperawatan Kotabumi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang

Abstrak

Pola asuh yang dipilih orang tua dalam membimbing dan mendidik anak retardasi mental
berbeda dengan anak normal. Salah satu tujuan dari pola pengasuhan anak oleh orang tua
adalah untuk membuat anak menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan diri
sendiri. Pre survey yang dilakukan di SLBN Sukamaju pada bulan Februari 2015, dari 7
orang tua yang ditanya, 4 (57,14%) orang tua mengatakan anaknya mandi masih di bantu,
makan disuapi, berpakaian di bantu, bermain masih didampingi keluarga. Sedangkan 3
(42,86%) orang tua mengatakan anaknya sudah bisa mandi, makan, berpakaian, secara
mandiri dan saat bermain hanya di awasi saja. Peneliti ingin mengetahui apakah ada
hubungan antara pola asuh orang tua terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental
di SLB Negeri Sukamaju Simpang Propau Kotabumi Lampung Utara tahun 2015. Tujuan
penelitian ini adalah diketahui hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat
kemandirian anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sukamaju
Simpang Propau Kabupaten Lampung Utara tahun 2015. Desain penelitian ini adalah
analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian
adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak retardasi mental berjumlah 32 orang.
Sampel dan tehnik sampling adalah total populasi. Variabel penelitian terdiri dari variabel
independen yaitu pola asuh orang tua dan variabel dependent yaitu tingkat kemandirian
anak. Analisa data yaitu analisa univariat dan analisa bivariat melalui uji chi-square
dengan α = 0,05. Hasil penelitian diperoleh dari 32 responden, 7 (21,9%) responden
dengan pola asuh otoriter, dan anak yang mandiri pada anak retardasi mental berjumlah
12 (37,5%). Hasil bivariat didapatkan tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua
terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental dengan p value 0,683 (p > 0,05).
Saran bagi pihak sekolah SLB untuk membuat program Parenting School untuk dapat
mengoptimalkan pola asuh orang tua terhadap kemandirian anak retardasi mental.

Kata Kunci : Pola asuh, kemandirian, anak retardasi mental

Setiap orang tua mengharapkan normal, anak yang abnormal atau anak
anaknya tumbuh dan berkembang dengan berkebutuhan khusus (Smart,
dengan sempurna secara fisik maupun 2012).
mental/psikologis. Orang tua memegang Menurut WHO jumlah
peranan terbesar dalam membentuk penyandang cacat di suatu negara
kepribadian anak, termasuk didalamnya diperkirakan 10% dari jumlah penduduk
anak menjadi seorang mandiri, manja dan pada anak-anak diperkirakan
atau selalu bergantung dengan orang mencapai 0,5-2,5% khususnya di Swedia
lain. Disamping itu, orang tua diperkirakan 0,3% anak yang berusia 5-
mempunyai tanggung jawab yang sangat 16 tahun merupakan penyandang
besar dalam menanamkan kepribadian retardasi mental yang berat dan 0,4%
yang baik untuk anak, baik pada anak retardasi mental ringan (Agus I, 2011).

88 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

Data Biro Pusat Statistik (BPS) retardasi mental di SLBN yaitu 32 orang
tahun 2010, dari 222 juta penduduk dari 43 orang siswa.
Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta Pre survey yang peneliti lakukan
jiwa adalah penyandang cacat, di SLBN Sukamaju pada bulan Februari
sedangkan populasi anak penderita 2015 terlihat beberapa anak yang masih
retardasi mental menempati angka didampingi orang tuanya di dalam kelas
paling besar yaitu 1-3%. Berdasarkan dengan alasan anaknya tidak mau
data Riskesdas 2013, prevalensi Tuna ditinggal, saat bermain anak tetap
Grahita (cacat mental) pada umur 24-59 didampingi. Dari 7 orang tua yang
bulan yaitu 0,14%. Berdasarkan peneliti tanya, terdapat 4 orang tua
Pendataan Program Perlindungan Sosial (57,14%) mengatakan anaknya mandi
(PPLS), jumlah anak retardasi mental masih di bantu, makan disuapi,
yaitu 30.460 anak dari 130.572 anak berpakaian di bantu, bermain masih
penyandang disabilitas (Riskesdas, didampingi keluarga. Sedangkan 3 orang
2013). tua (42,86%) mengatakan anaknya sudah
Anak yang retardasi mental bisa mandi, makan, berpakaian, secara
disembunyikan dari masyarakat karena mandiri dan saat bermain hanya di awasi
orang tua merasa malu mempunyai anak saja.
keterbelakangan mental. Di sisi lain, ada Berdasarkan masalah di atas,
pula orang tua memberikan perhatian maka peneliti melakukan penelitian
yang lebih pada anak retardasi mental. untuk mengetahui hubungan pola asuh
Semua kebutuhan anak dipenuhi orang tua terhadap tingkat kemandirian
sehingga anak tidak mandiri (Yuniara, anak retardasi mental di SLB Negeri
2009). Sukamaju Simpang Propau Lampung
Pola asuh yang dipilih orang tua Utara Tahun 2015.
dalam membimbing dan mendidik anak
retardasi mental yang berbeda dengan Metode
anak normal. Orang tua bertanggung Jenis dan desain penelitian yang
jawab dan membantu mengembangkan digunakan adalah analitik kuantitatif
perilaku adaptif sosial yaitu kemampuan dengan menggunakan pendekatan cross
untuk mandiri. Anak retardasi mental sectional. Populasi pada penelitian ini
dapat dilatih cara berpakaian, cara adalah seluruh orang tua yang
makan, pemeliharaan tubuh dan harus mempunyai anak retardasi mental
diberi kesempatan seperti anak-anak berjumlah 32 orang. Sampel pada
lainnya untuk bermain, tetapi tetap penelitian ini seluruh populasi anak
diawasi sehingga anak dapat mandiri. dengan retardasi mental yaitu 32 orang
Anak-anak tunagrahita juga dapat (total populasi) di SLB Negeri Sukamaju
melakukan hal-hal yang bisa dilakukan Simpang Propau, dengan kriteria anak
oleh anak-anak normal pada umumnya. yang mengalami retardasi mental,
Dengan demikian anak tidak hanya menjalani pendidikan di SLB dan
berdiam diri dan menunggu bantuan dari bersedia menjadi responden. Variabel
orang lain (Smart, 2012). penelitian ini ada dua yaitu variabel
Sekolah Luar Biasa Negeri independen yaitu pola asuh orang tua
(SLBN) Sukamaju Simpang Propau dan variabel dependen yaitu tingkat
Lampung Utara merupakan satu-satunya kemandirian anak. Penelitian ini
sekolah atau lembaga pendidikan yang dilakukan di SLB Negeri Sukamaju
mendidik anak dengan berkebutuhan Simpang Propau Kabupaten Lampung
khusus, termasuk anak dengan retardasi Utara. Data yang dikumpulkan adalah
mental. Jumlah anak yang menderita data primer dengan cara membagikan
kuesioner kepada orang tua yang

89 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

berisikan pernyataan tentang pola asuh Tabel 3


orang tua dan tingkat kemandirian anak Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap
Tingkat kemandirian Anak Retardasi Mental
retardasi mental. Data dianalisis Tingkat Kemandirian Total p
menggunakan analisis univariat dengan Katagori Mandiri valu
Tidak
menggunakan proporsi dan analisa Mandiri e
bivariat dengan uji chi-square dimana α
= 0,05 n % n % n %
Hasil Pola
asuh 2 28,6 5 71,4 7 100 0,683
Gambaran Karakteristik Responden Otoriter
Karakteristik responden terkait jenis Pola
kelamin anak, usia anak, pendidikan dan asuh
10 40,0 15 60,0 25 100
pekerjaan orang tua ditunjukkan pada Demokra
tabel 1 si
Total 12 37,5 20 62,5 32 100
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden PEMBAHASAN
Katagori Jml Persentase (%) Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak
Retardasi Mental
Jenis Kelamin anak Pola asuh orang tua dapat
Laki-laki 16 50,0 diartikan seluruh cara perlakuan orang
Perempuan 16 50,0
Usia Anak tua yang diterapkan pada anak. Banyak
Usia sekolah 21 65,6 ahli mengatakan pengasuhan anak
Usia Remaja 11 34,4 adalah bagian penting dan mendasar,
Pendidikan orang tua pendampingan orang tua diwujudkan
Pendidikan Dasar 12 37,5 melalui pendidikan cara-cara orang tua
Pendidikan Menengah 15 46,9
Pendidikan Tinggi 5 15,6 dalam mendidik anaknya. Interaksi anak
Pekerjaan orang tua dengan orang tua, dimana orang tua
PNS 5 15,6 cenderung menggunakan cara – cara
Wiraswasta 7 21,9 tertentu yang di anggap paling baik bagi
Tani 13 40,6 anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa
Ibu Rumah Tangga 7 21,9
perbedaan dalam pola asuh.
Pola asuh otoriter adalah pola
Gambaran responden berdasarkan
asuh yang cenderung menerapkan
variabel penelitaian ditunjukkan pada
standar yang mutlak harus dituruti,
tabel 2
biasanya dibarengi dengan ancaman-
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
ancaman. Apabila anak tidak mau
Berdasarkan Variabel Penelitian melakukan apa yang dikatakan oleh
Variabel n=32 Persentase orang tua, maka orang tua tidak segan
(%) menghukum anaknya. Karena orang tua
Pola asuh orang tua memaksakan kehendaknya tanpa
Otoriter 7 21,9
memikirkan keinginan anak. Pada
Demokratis 25 78,1
Tingkat kemandirian pengasuhan ini reaksi anak lebih
anak pendiam ketika bersama teman-
Mandiri 12 37,5 temannyapun anak lebih suka sendiri.
Tidak mandiri 20 62,5 Hal ini tidak sependapat dengan para
Hasil uji statistik analisis pakar psikologi yang bersepakat bahwa
bivariat, diperoleh hasil tidak ada pola asuh demokratis merupakan pola
hubungan antara pola asuh orang tua pengasuhan yang paling baik yang
terhadap tingkat kemandirian anak diberikan kepada anak, walaupun gaya
retardasi mental (p value 0,683), seperti pengasuhan orang tua berbeda-beda
pada tabel 3 (Maria, 2012).
90 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

Pada penelitian ini pola asuh mental. Semua kebutuhan anak dipenuhi
demokratis berjumlah 25 orang (78,1%). sehingga anak tidak mandiri (Yuniara,
Pola asuh demokratis adalah pola asuh 2009).
yang memprioritaskan kepentingan Anak-anak penyandang tunagrahita juga
anak, akan tetapi tidak ragu – ragu dapat bekerja dan dapat hidup mandiri.
mengendalikan mereka. Orang tua Mereka juga dapat melakukan hal-hal
dengan pola asuh ini bersikap rasional, yang bisa dilakukan oleh anak-anak
selalu mendasari tindakannya pada normal pada umumnya. Dengan
rasional atau pemikiran – pemikiran. demikian, anak-anak tidak hanya
Orang tua yang berwenang menerapakan berdiam diri dan menunggu bantuan dari
kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi orang lain. Anak-anak berkebutuhan
juga menekankan kemandirian dan khusus tersebut juga dapat menjadi anak-
individualitas anak. anak yang mandiri dan bersaing dengan
Faktor pola asuh ini dipengaruhi dunia luar.
oleh pendidikan orang tua. Hasil Hal ini sependapat dengan teori,
penelitian ini terdapat tingkat hal-hal yang perlu diperhatikan untuk
pendidikan orang tua terbanyak adalah memandirikan anak-anak penyandang
pendidikan menengah yaitu 15 orang tunagrahita adalah dengan memberikan
(46,9%) dan pendidikan tinggi 5 orang kesempatan anak tersebut melakukan
(15,6%). Latar belakang pendidikan segala sesuatu (yang tidak berbahaya)
orang tua yang menengah dan lebih sendiri, anak diajarkan untuk dapat
tinggi dalam praktik asuhannya terlihat mandiri. Belajar dapat mengembangkan
lebih sering membaca artikel ataupun potensi yang ada dalam dirinya masing-
mengikuti perkembangan pengetahuan masing. Dengan demikian, anak-anak
mengenai perkembangan anak. Dalam tersebut juga juga dapat belajar cara
mengasuh anaknya mereka menjadi mempertahankan dirinya dari segala
lebih siap karena memiliki pemahaman kemungkinan-kemungkinan yang akan
yang lebih luas, sedangkan orang tua datang (Smart, 2012).
yang memiliki latar belakang pendidikan Faktor usia anak juga dapat
terbatas, memiliki pengetahuan dan mempengaruhi kemandirian anak.
pengertian yang terbatas mengenai Effendi (2006) menyatakan anak
kebutuhan dan perkembangan anak melewati tahap perkembangan dapat
sehingga kurang menunjukkan berjalan seiring dengan tingkat usianya.
pengertian dan cenderung akan Semakin bertambah usia anak, makin
memperlakukan anaknya dengan ketat tinggi tingkat kemandirian anak tersebut.
dan otoriter. Semiun (2006) menyatakan usia pada
anak retardasi mental dan anak normal
Tingkat Kemandirian Anak Retardasi tidak bisa disamakan tingkat
Mental kemandiriannya. Usia anak retardasi
Anak yang mandiri pada mental lebih ditekankan pada
penelitian anak retardasi mental, yaitu 12 perkembangan mentalnya, ketika anak
orang (37,5%). Tanggapan negatif retardasi mental berusia 6 tahun maka
masyarakat tentang anak retardasi usia mentalnya setara dengan
mental menimbulkan berbagai macam perkembangan anak usia 4 tahun.
reaksi orang tua yang memiliki anak Sehingga anak tidak dipaksakan belajar
retardasi mental, seperti: orang tua seperti anak seusianya.
mengucilkan anak atau tidak mengakui Bagi anak retardasi mental,
sebagai anak yang retardasi mental. Di sekurang-kurangnya diperlukan dua
sisi lain, ada pula orang tua memberikan bidang kemandirian yang harus dimiliki
perhatian yang lebih pada anak retardasi yaitu: keterampilan dasar dalam hal

91 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

membaca, menulis dan keterampilan Pada penelitian ini pekerjaan


perilaku adaptif yaitu keterampilan orang tua yang terbanyak adalah tani
mengurus diri dalam kehidupan sehari- yaitu 13 orang (40,6%), dimana waktu
hari (personalliving skill), dan bekerja mereka dimulai dari pagi hingga
keterampilan menyesuaikan diri dengan sore hari sehingga pengawasan terhadap
lingkungan (social living skills) anak-anak, mereka serahkan kepada
(Apriyanto, 2012). nenek, kakek, paman atau bibi yang akan
Hasil penelitian terhadap 32 anak menjadi contoh dalam berperilaku.
retardasi mental, 21 anak (65,6%) berada Mereka akan membantu memenuhi
pada usia sekolah dan 11 anak (34,4%) kebutuhan anak retardasi mental
berada pada usia remaja yaitu usia 12-20 sehingga membuat anak tidak mandiri.
tahun. Membiasakan anak menerima bantuan
dari orang lain tanpa disadari akan
Hubungan Pola Asuh Orang Tua berdampak negatif bagi anak, anak
Terhadap Tingkat kemandirian Anak menjadi kurang mandiri dan mengalami
Retardasi Mental kesulitan dalam penyesuaian dirinya.
Hasil penelitian didapatkan tidak Sistim pendidikan di sekolah
ada hubungan antara pola asuh orang tua juga merupakan faktor yang
terhadap tingkat kemandirian anak berpengaruh terhadap kemandirian anak.
retardasi mental dengan p value 0,683. Proses pendidikan di sekolah yang tidak
Hal ini tidak sesuai bahwa salah satu mengembangkan demokrasi pendidikan
tujuan dari pola pengasuhan anak oleh cenderung menekan dan menghambat
orang tua adalah untuk membuat anak perkembangan kemandirian anak.
menjadi orang yang bermanfaat bagi Demikian juga, proses pendidikan yang
orang lain dan diri sendiri. Orang tua menekankan pentingnya pemberian
bertugas sebagai pengasuh, hukuman (punishment) juga dapat
pembimbing, pemelihara dan sebagai menghambat perkembangan
pendidik bagi anak-anaknya. Orang tua kemandirian anak.
dan pola asuh memiliki peran yang besar Selain itu lingkungan masyarakat juga
dalam menanamkan dasar kepribadian menentukan kemandirian anak retardasi
yang ikut menentukan corak dan mental. Lingkungan masyarakat yang
gambaran kepribadian seseorang setelah terlalu menekankan pentingnya struktur
dewasa kelak. (Widyarini, 2006). sosial, kurang aman serta kurang
Orang tua bertanggung jawab menghargai manifestasi potensi anak
dan membantu mengembangkan dalam kegiatan produktif dapat
perilaku adaptif sosial yaitu kemampuan menghambat kelancaran perkembangan
untuk mandiri. Perhatian dan kedekatan kemandirian anak.
orang tua sangat mempengaruhi Anak retardasi mental dapat
keberhasilan anak dalam mencapai apa dilatih cara berpakaian, cara makan,
yang diinginkan. Anak memerlukan pemeliharaan tubuh dan harus diberi
kasih sayang dan perlakuan yang adil kesempatan seperti anak-anak lainnya
dari orang tuanya. Memberikan kasih untuk bermain, tetapi tetap diawasi
sayang yang diberikan secara berlebihan sehingga anak dapat mandiri. Anak-anak
akan mengarah memanjakan anak, tunagrahita juga dapat melakukan hal-
bahkan dapat menghambat dan hal yang bisa dilakukan oleh anak-anak
mematikan perkembangan kepribadian normal pada umumnya. Dengan
anak. Akibatnya anak menjadi manja, demikian anak tidak hanya berdiam diri
kurang mandiri dan ketergantungan pada dan menunggu bantuan dari orang lain
orang lain. (Smart, 2012). Bagi anak-anak
berkebutuhan khusus yang memang sulit

92 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental

untuk belajar mandiri karena Nuraini Rahmawati Dian, dkk. 2014.


keterbatasan fisik dan psikis, pola Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan
pengasuhan dan peran orang tua serta Tingkat Kemandirian Anak Retardasi
keluarga seutuhnya diperlukan bagi Mental di SLB Negeri 01 Bantul
keberlangsungan hidup mereka Yogyakarta.
Hasil penelitian ini sesuai dengan http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t3474.
penelitian yang dilakukan oleh pdf. Diakses April 2015.
Rahmawati Dian Nurani, dkk dengan
judul “Hubungan pola asuh orang tua Riskesdas. 2013. Laporan Riskesdas
dengan tingkat kemandirian anak 2013.
retardasi mental sedang di SLB Negeri 1 http://portalgaruda.org/article.php,
Bantul Yogyakarta”, didapatkan hasil diakses 10 Juni 2015.
tidak ada hubungan antara pola asuh
orang tua dengan tingkat kemandirian Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 2.
anak retardasi mental sedang di SLB Yogyakarta: Kanasius
Negeri 1 Bantul Yogyakarta dengan p
value 0,825 (p > 0,05). Smart. Aqila. A. 2012. Anak Cacat
Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran &
Kesimpulan Terapi untuk Anak Berkebutuhan
Hasil penelitian menunjukkan Khusus. Yogyakarta: Katahati.
tidak ada hubungan antara pola asuh
orang tua terhadap tingkat kemandirian Soetjiningsih. 2000. Tumbuh Kembang
anak retardasi mental di SLB Sukamaju Anak. Jakarta: EGC
Simpang Propau Lampung Utara tahun
2015, dengan p value 0,683 (p > 0,05). Widyarini. N. 2006. Relasi Orang Tua
dan Anak. Jakarta: PT. Elex Media
Daftar Pustaka Komputindo.
Agus, N.I. 2011. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Yuniara. 2009. Penyesuaian Diri Orang
Direktorat Jendral Bina Gizi Dan KIA. Tua Yang Memiliki Anak Retardasi
(online).http://www.gizikia.depkes.go.i Mental. Surakarta: Fakultas Psikologi
d/archive/798. Diakses Mei 2015 Universitas Muhammadiyah.

Apriyanto, Nunung. 2012. Seluk-Beluk


Tunagrahita & Strategi Pembelajaran.
Yogyakarta: Javalitera.

Effendi, M. 2006. Pengantar


Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: Bumi Askara

Hastono Priyo Susanto. 2007. Analisis


Data kesehatan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia.
Maria, M. 2012. Psikologi Anak dan
Konselor Pola Asuh. POLA ASUH
Praktik atau Teori.
http://psikologanakku.blogspot.com.
Diakses tanggal 17 April 2015.

93 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT


Mempertahankan Keseimbangan Tubuh pada Lansia

Stefanus Mendes Kiik1 (korespondensi :stefanusmendeskiik@ymail.com),


Junaiti Sahar2, Henny Permatasari3
1
STIKes Maranatha Kupang
2,3
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

Abstrak

Gangguan keseimbangan tubuh merupakan salah masalah kesehatan yang sering dialami
oleh lansia. Masalah ini dapat mengakibatkan jatuh dan cedera bila tidak dicegah. Model
intervensi Cegah gangguan keseimbangan tubuh lansia (CEGAT lansia) merupakan
bentuk intervensi keperawatan komunitas yang dapat mempertahankan keseimbangan
tubuh lansia. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pelaksanaan model
intervensi keperawatan komunitas “cegat lansia” untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh dalam pelayanan keperawatan komunitas melalui integrasi teori dan model
community as partner dan konsekuensi fungsional pada kelompok lansia dengan
gangguan keseimbangan di Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Hasil
intervensi menunjukkan model intervensi cegat lansia berpengaruh signifikan dalam
meningkatkan keseimbangan tubuh (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,000)
dan keterampilan (p=0,000). Hasil ini memberi peluang bagi perawat kesehatan
komunitas dalam pengembangan intervensi promotif dan preventif. Model intervensi ini
aman, mudah, efektif dan murah bagi lansia di komunitas.

Kata Kunci: gangguan keseimbangan tubuh, lansiam CEGAT

Peningkatan populasi penduduk 80% terjadi di negara berkembang. Hasil


lansia di dunia terjadi sangat cepat. riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun
Tahun 2013, sekitar 759 juta penduduk 2013 menyebutkan penyebab cidera
dunia adalah lansia (WHO, 2013). Badan terbanyak pada masyarakat di Indonesia
Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan adalah akibat jatuh yaitu sebanyak
pada tahun 2016 jumlah penduduk usia 40,9%.
60 tahun ke atas sebesar 22.361.000 Penuaan merupakan suatu proses
(8,64%) (BPS, 2013). Jatuh dapat alamiah yang ditandai dengan terjadinya
mengakibatkan berbagai masalah. penurunan fungsi berbagai organ tubuh.
Masalah tersebut adalah cidera, patah Proses alamiah ini secara perlahan
tulang, masalah pengasuh, kerugian menyebabkan lansia berisiko mengalami
biaya bahkan kematian. Schonnop berbagai masalah kesehatan. Salah satu
(2013) mengatakan jatuh merupakan masalah kesehatan yang dialami oleh
penyebab 60% kunjungan rumah sakit lansia adalah gangguan keseimbangan
akibat cidera kepala. WHO (2012) tubuh. Keseimbangan tubuh dipengaruhi
melaporkan jatuh sebagai penyebab oleh interaksi yang kompleks dan
kematian terbesar kedua akibat cidera terkoordinasi antara komponen sensorik
yaitu sekitar 40%. Sekitar 420.000 orang (visual, vestibular dan input
meninggal akibat jatuh setiap tahunnya. proprioseptif) dan motorik atau respon
Individu berumur 65 tahun ke atas muskuloskeletal. Keduanya diatur
merupakan kelompok penyumbang melalui berbagai sistem saraf pusat atau
angka kejadian terbanyak. Lebih dari mekanisme pusat (Tideiksaar, 2010;
94 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

Alphert, 2013; Long, Jacson & Laubech, keatas, tidak mengalami gangguan
2013; Noohu, Dey & Hussain, 2014; kesadaran, bertempat tinggal di wilayah
Borges et al, 2015). RW 02 dan 05 Kelurahan Srengseng
Berbagai penelitian telah Sawah. Jumlah sampel sebanyak 46
mengidentifikasi gangguan lansia. Model intervensi cegat
keseimbangan tubuh merupakan dilaksanakan selama 8 bulan. Model
penyebab jatuh dan cedera pada lansia intervensi cegat terdiri dari 4 jenis
(Hirase, Inokuchi, Matsusaka & Okita, intervensi yaitu: 1) skrining
2015; Iatridou, 2014). Gangguan keseimbangan tubuh (CDC, 2014; Miller
keseimbangan dan gaya hidup yang tidak 2012) yang dilakukan pada awal bulan
aktif merupakan faktor risiko jatuh dan pertama dan akhir bulan kedelapan.
cedera (Joshua et al, 2014). Rubenstein Keseimbangan tubuh diukur
(2006) mengatakan keseimbangan tubuh menggunakan instrumen time up and go
berkontribusi 4-39% terhadap kejadian test (TUGT). 2) Pendidikan kesehatan
jatuh pada lansia. Jatuh merupakan tentang gangguan keseimbangan (media:
masalah terbesar yang diakibatkan oleh video, modul, leaflet) (CDC, 2008;
gangguan keseimbangan tubuh pada Miller 2012) dilakukan setiap bulan. 3)
lansia. Latihan cegat dilakukan 2 kali seminggu
Beberapa penelitian telah (sekali di rumah dan sekali di
dilakukan di wilayah DKI Jakarta untuk komunitas). Latihan cegat merupakan
mengatasi gangguan keseimbangan latihan yang dimodifikasi dari LKS
tubuh. Namun upaya yang dilakukan lansia (Kiik, Sahar dan Permatasari,
untuk meminimalkan risiko gangguan 2015) dan latihan Otago (CDC, 2015;
keseimbangan, jatuh dan cedera belum Liston et al, 2014) dan 4) Pembentukan
dilakukan secara maksimal. Perawat Posbindu dengan program unggulan
kesehatan komunitas mengembangkan Cegat sebagai wadah untuk melakukan
model intervensi yang dikenal dengan pemeriksaan, pengukuran dan
Cegah Gangguan Keseimbangan Tubuh pendidikan kesehatan. Pengetahuan,
(Cegat). Cegat ini merupakan model sikap dan keterampilan diukur dengan
intervensi yang dikembangkan dengan menggunakan instrumen yang
mengintegrasikan berbagai upaya untuk dikembangkan oleh peneliti berupa
mencegah gangguan keseimbangan. kuesioner. Masing-masing berjumlah 12
Tujuan penelitian ini untuk item pertanyaan. Instrumen tersebut
memberikan gambaraan pengaruh telah dilakukan uji keterbacaan. Uji yang
pelaksanaan model intervensi digunakan untuk mengetahui pengaruh
keperawatan komunitas “cegat lansia” model intervensi cegat terhadap
untuk mempertahankan keseimbangan pengetahuan, sikap dan keterampilan
tubuh dalam pelayanan keperawatan lansia adalah Wilcoxon sign rank test (2
komunitas melalui integrasi teori kelompok data berpasangan, distribusi
community as partner dan konsekuensi data tidak normal) sedangkan Paired t-
fungsional pada kelompok lansia test (2 kelompok data berpasangan,
dengan gangguan keseimbangan di distribusi data normal) digunakan untuk
Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta mengetahui pengaruh model intervensi
Selatan. cegat terhadap keseimbangan tubuh.
Metode
Metode penelitian yang Hasil
digunakan adalah one group pre-post Hasil penelitian menunjukkan
test design. Teknik sampling peningkatan pengetahuan responden dari
menggunakan purposive sampling. 58,15 menjadi 79,71. Analisis lebih
Kriteria inklusi: berumur 60 tahun lanjut pengetahuan meningkat secara

95 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

bermakna p=0,000. Sikap responden kesehatan telah terbukti meningkatkan


juga meningkat dari 56,42 menjadi pengetahuan, sikap dan keterampilan
77,66. Analisis lebih lanjut sikap lansia. Hasil penelitian Khan dan
meningkat secara bermakna p=0,000. Kobayashi (2015) membuktikan bahwa
Keterampilan responden meningkat dari pendidikan kesehatan dapat mengubah
53,07 menjadi 73,63. Analisis lebih perilaku lansia. Pendidikan kesehatan
lanjut keterampilan meningkat secara membantu lansia mengembangkan
bermakna p=0,000. Terjadi peningkatan keterampilan yang diperlukan sehingga
keseimbangan tubuh responden dengan mereka dapat memulai gaya hidup sehat.
gangguan keseimbangan tubuh yang Perawat harus menggunakan berbagai
ditandai dengan penurunan nilai TUGT strategi pengajaran yang sesuai dengan
dari 13,93 menjadi 12,13. Analisis lebih usia untuk meningkatkan pemahaman
lanjut keseimbangan tubuh menurun (Speros, 2009). Bagian pendidikan
secara bermakna p=0,000 seperti tersaji kesehatan pada model intervensi cegat
pada tabel 1. ini, perawat menggunakan berbagai
media seperti video, leaflet dan modul
Tabel 1 Pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga memudahkan lansia untuk
sebelum dan setelah intervensi pada kelompok memahami materi yang diberikan.
lansia
Pre tes Post tes
Keseimbangan tubuh meningkat yang
p-
Variabel menunjukkan bahawa risiko jatuh juga
Mean SD Mean SD value
Penge 58,15 12,48 79,71 6,72 0.000 mengalami penurunan pada kelompok
tahuan lansia di kelurahan Srengseng Sawah.
Sikap 56,42 8,06 77,66 8,05 0.000
Hal ini dibuktikan dengan peningkatan
Keteram 53,07 7,30 73,63 4,54 0.000
pilan keseimbangan tubuh pada kelompok
Keseim 13,93 1,88 12,13 1,67 0.000 lansia dengan gangguan keseimbangan
bangan tubuh (penurunan nilai TUGT sebesar
tubuh
Keterangan: SD: standar deviasi. Signifikan pada
1,8 detik). Selain peningkatan
nilai p⩽ 0.05. keseimbangan tubuh, kelompok lansia
juga secara mandiri melakukan “latihan
Pembahasan cegat” 2 kali setiap minggu. Peningkatan
Setelah intervensi keperawatan selama 8 keseimbangan tubuh melalui penurunan
bulan terjadi peningkatan perilaku sehat nilai TUGT tersebut membuktikan
yang dimanifestasikan oleh peningkatan bahwa cegat lansia merupakan salah satu
pengetahuan, sikap dan keterampilan. model intervensi keperawatatan yang
Peningkatan pengetahuan lebih tinggi efektif untuk mengatasi gangguan
dibandingkan dengan sikap dan keseimbangan sehingga mencegah jatuh.
keterampilan sedangkan sikap lebih Hasil ini didukung oleh penelitian Miko,
tinggi dibandingkan dengan Szerb, Szerb dan Poor (2016) di
keterampilan. Hongaria. Latihan keseimbangan selama
Hal ini menunjukkan bahwa model 12 bulan dengan durasi 3 kali seminggu
intervensi cegat lansia dapat selama 30 menit meningkatkan
meningkatkan perilaku sehat lansia. keseimbangan tubuh lansia (p=0,005;
Pendidikan kesehatan yang diberikan nilai TUGT dari 8,89 detik menjadi 6,74
kepada lansia dengan gangguan detik). Lansia yang menjadi responden
keseimbangan tubuh menggunakan sebanyak 100 orang yang berusia 65
berbagai media seperti leaflet, video dan tahun ke atas. Rata-rata penurunan
modul. CDC (2008) bahwa dalam TUGT sebesar 0,18 detik sebulan. Jika
program pencegahan jatuh, sangat dibandingkan dengan hasil latihan cegat
penting untuk memasukkan komponen maka latihan cegat jauh lebih baik
pendidikan kesehatan. Pendidikan karena rata-rata sebulannya mencapai

96 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

0,225 detik. Hal ini disebabkan karena dapat mengambil peran untuk melatih
beberapa peserta dari penelitian ini tidak lansia. Namun perawat kesehatan
disupervisi sehingga kualitas latihannya masyarakat juga sangat mungkin untuk
menurun. melatih. Upaya-upaya pencegahan
Penelitian lain yang mendukung hasil seperti latihan cegat lansia ini harusnya
intervensi latihan cegat yaitu Hirase, menjadi program Puskesmas untuk
Inokuchi, Matsusaka dan Okita (2015) mencegah gangguan keseimbangan
yang melakukan penelitian di Jepang tubuh pada lansia Indonesia yang
pada 45 lansia dengan rerata usia 83,1 semakin meningkat jumlahnya. Dengan
tahun. Hasil penelitiannya menunjukkan demikian semakin lama lansia mengikuti
bahwa latihan keseimbangan yang latihan cegat secara teratur maka
dilakukan seminggu sekali selama 6 keseimbangan tubuhnya semakin baik.
bulan dengan durasi 1 jam setiap sesi Jika keseimbangan tubuh semakin baik
secara signifikan meningkatkan maka risiko jatuh menurun. Perawat
keseimbangan tubuh (nilai p=0,009). perlu mengajarkan lansia tentang latihan.
Hasil analisis lebih jauh menunjukkan Latihan ini penting untuk meningkatkan
nilai TUGT menurun dari 15,9 menjadi keseimbangan, kekuatan otot,
13,9. Sedangkan pada kelompok kontrol fleksibilitas dalam memelihara fungsi
justru meningkat dari 14,3 menjadi 15,0. tubuh lansia.
Hasil penelitian berbeda ditunjukkan
oleh Nilsagård, Koch, Nilsson dan Kesimpulan
Forsberg (2014). Latihan keseimbangan Terjadi peningkatan keseimbangan
dilakukan pada 30 lansia di komunitas 2 tubuh lansia. Sebelum dilakukan
kali selama 7 minggu. Nilai TUGT intervensi, rerata nilai TUGT sebesar
sebelum perlakuan 12,69 dan 7 minggu 13,93 detik namun setelah dilakukan
kemudian menurun menjadi 11,93, intervensi nilai TUGT menjadi 12, 13
namun hasil tersebut tidak signifikan detik. Hal ini menunjukkan gangguan
(p=0,658). Justru rerata nilai TUGT keseimbangan tubuh lansia menurun.
yang diukur sesaat setelah latihan Latihan cegat lansia dapat menurunkan
menunjukkan hasil yang signifikan gangguan keseimbangan tubuh sehingga
(p=0,035; TUGT 11,43). Hasil tersebut mencegah jatuh pada lansia. Latihan
menunjukkan bahwa nilai TUGT cegat lansia dapat meningkatkan
sebaiknya diukur sesaat setelah latihan. kekuatan otot ekstremitas bawah,
Beberapa penelitian yang telah meningkatkan fleksibilitas, kecepatan
dijelaskan memberi bukti lebih kuat berjalan dan keseimbangan tubuh.
bahwa latihan cegat lansia dapat Peningkatan kemampuan kelompok
meningkatkan keseimbangan tubuh lansia yang mencakup pengetahuan,
sehingga mencegah jatuh pada lansia. sikap dan keterampilan dalam perawatan
Latihan cegat lansia dapat meningkatkan gangguan keseimbangan tubuh di
kekuatan otot ekstremitas bawah, Kelurahan Srengseng Sawah.
meningkatkan fleksibilitas, kecepatan Banyaknya informasi yang telah
berjalan dan keseimbangan tubuh. didapatkan, menjadikan lansia mau
Latihan cegat lansia yaitu LKS lansia berubah dan melakukan tindakan yang
berpotensi untuk dilakukan di komunitas telah diajarkan. Intervensi ini sangat
sedangkan latihan Otago berpotensi aman, mudah, efektif dan murah untuk
untuk dilakukan di rumah. Jika dilakukan di komunitas.
dilakukan di komunitas maupun di
rumah, peralatan yang dibutuhkan hanya Daftar Pustaka
sebuah kursi. Kader posbindu sebagai Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K.
perpanjangan tangan pihak Puskesmas D. (2014). Community & Public

97 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

Health Nursing Promoting The relation to workplace and clinical


Public’s Health (8th ed.). group supervision. Journal of
Philadelphia: Lippincott Williams Nursing Management. Advance
& Wilkins online publication. doi:
Alphert, P. T. (2013). Postural balance: 10.1111/jonm.12274
understanding this complex Borges, A. P. O., Carneiro, J. A. O., Zaia,
mechanism. Home Health Care J. E., Carneiro, A. A. O., &
Management & Practice, 25, 279– Takayanagui, O. M. 2015.
281. doi: Evaluation of postural balance in
10.1177/1084822313496790 mild cognitive impairment through
Amin, M., Ismail, W., Rasid, S. Z. A. & a three-dimensional
Selemani, D. A. (2014). The electromagnetic. Braz J
impact of human resource Otorhinolaryngol. Advance online
management practices on publication.
performance Evidence from a http://dx.doi.org/10.1016/j.bjorl.2
Public University. The TQM 015.08.023
Journal. Advance online Center for Disease Control and
publication. Prevention. (2008). Preventing
http://dx.doi.org/10.1108/TQM- Falls:How to Develop
10-2011-0062 Community-based Fall Prevention
Asmidawati, A., Hamid, T.A., Hussain, Programs for Older Adults.
R.M., & Hill, K. 2014). Home Atlanta: National Center for Injury
based exercise to improve turning Prevention and Control
and mobility performance among Center for Disease Control and
community dwelling older adults: Prevention. (2014). Falls Among
protocol for a randomized Older Adults: An Overview.
controlled trial. BMC Geriatrics, Diakses dari
14:100, doi:10.1186/1471-2318- http://www.cdc.gov/HomeandRec
14-100 reationalSafety/Falls/adultfalls.ht
Badan Penelitian dan Pengembangan ml.
Kesehatan Kementerian Center for Disease Control and
Kesehatan RI. (2013). Riset Prevention. (2014). The Timed Up
kesehatan dasar: Riskesdas 2013. and Go (TUG) Test. Diakses dari
Jakarta: Kemenkes RI http://www.cdc.gov/Injury/STEA
Badan Pusat Statistik (BPS). (2013). DI
Proyeksi Penduduk Indonesia Center for Disease Control and
Indonesia Population Projection Prevention. (2015). A CDC
2010-2035. Jakarta: Badan Pusat Compendium of effective fall
Statistik. Diakses dari Intervention. Atlanta: National
http://www.bappenas.go.id/files/5 Center for Injury Prevention and
413/9148/4109/Proyeksi_Pendudu Control
k_Indonesia_2010-2035.pdf Cole, L. C. & LoBiondo-Wood, G.
Binns, E. & Taylor, D. (2013). The effect (2014). Music as an adjuvant
of the Otago Exercise Programme therapy in control of pain and
on strength and balance in symptoms in hospitalized adults: a
community dwelling older systematic review. Pain
women. New Zealand Journal of Managment Nursing. Advance
Physiotherapy, 39(2) 63-68. online publication.
Blomberg, K. Et al. (2016). Work stress http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2
among newly graduated nurses in 012.08.010

98 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

Deering, K., Fieldhouse, J., & Ko, W. F. Y., Oliffe, J. L., Han, C. S.,
Parmenter, V. (2016). Recovery Garrett, B., Henwood, T., Tuckett,
versus risk? From managing risk to A.G. & Sohrevardi, A. (2016).
the co-production of safety and Canadian nurses’ perspectives on
opportunity. Mental Health and prostate cancer support groups.
Social Inclusion. Advance online Cancer Nursing. Advance online
publication. publication. doi:
http://dx.doi.org/10.1108/MHSI- 10.1097/NCC.0000000000000275
08-2015-0029 Korhan, E.A., Eyigor, C., Uyar, M.,
Dsouza, S. A., Rajashekar, B., Dsouza, Yont, G.H., Celik, S. & Khorshid,
H. S., & Kumar, K. B. (2014). L. (2014). The effects of music
Falls in Indian older adults: a therapy on pain in patients with
barrier to active ageing. Asian J neuropathic pain. Pain
Gerontol Geriatr. 9: 1-8. Management Nursing. Advance
Hirase, T., Inokuchi, S., Matsusaka, N., online publication.
& Okita, M. (2015). Effectiveness http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2
of a balance-training program 012.10.006
provided by qualified care workers Later Life Training. (2015). Otago
for community-based older adults: strength and balance Home
A preliminary study. Geriatric exercise program.
Nursing. Advance online http://www.laterlifetraining.co.uk/
publication. Leung, P., Orrell, M., & Orgeta, V.
doi:10.1016/j.gerinurse.2015.02.0 (2014). Social support group
05 interventions in people with
Joshua, A.M. et al (2014). Effectiveness dementia and mild cognitive
of progressive ressistance strength impairment: a systematic review
training versus traditional balance of the literature. Int J Geriatr
exercise in improving balance Psychiatry. Advance online
among the elderly - a randomised publication. doi: 10.1002/gps.4166
controlled trial. Journal of Clinical Liston, M.B. et al (2014). Feasibility and
and Diagnostic Research. 2014 effect of supplementing a modified
March, Vol-8(3): 98-102 OTAGO intervention with
Khan, M. M. & Kobayashi, K. (2015). multisensory balance exercises in
Optimizing health promotion older people who fall: a pilot
among ethnocultural minority randomized controlled trial.
older adults (EMOA). Clinical Rehabilitation, Vol. 28(8)
International Journal of 784 –793. doi:
Migration, Health and Social 10.1177/0269215514521042
Care. Advance online publication. Long, L., Jackson, K. & Lauback, L.
http://dx.doi.org/10.1108/IJMHS (2013). A home-based exercise
C-12-2014-0047 program for the foot and ankle to
Kiik, S. M., Sahar, J., & Permatasari, H. improve balance, muscle
(2015). Pengaruh LKS Lansia performance and flexibility in
terhadap Keseimbangan Tubuh, community dwelling older adults:
Risiko Jatuh, Status Kesehatan dan a pilot study. International Journal
Kualitas Hidup Lansia di Kota of Physical Medicine &
Depok. (Tesis, Tidak Rehabilitation, 1, 1-6.
dipublikasikan). Depok: doi:10.4172/2329-9096.1000120
Universitas Indonesia Malini, M. H. (2015). Original research
impact of support group

99 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

intervention on family system management: evaluation of an


strengths of rural caregivers of intervention. Pain Management
stroke patients in India. Aust. J. Nursing. Advance online
Rural Health. 23, 95–100. doi: publication.
10.1111/ajr.12126 http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2
Miller, C. A. (2012). Nursing for 012.12.006
wellness in older adult: theory and Severinsson, E., Johansson, I. &
practice (6th ed.). Philadelphia: Lindquist, I. (2014). Effects of
Lippincott Williams & Wilkins process-oriented group
Miko, I., Szerb, I., Szerb, A., & Poor, G. supervision – a comparison of
(2016). Effectiveness of balance three groups of student nurses.
training programme in reducing Journal of Nursing Management.
the frequency of falling in Advance online publication. doi:
established osteoporotic women: 10.1111/j.1365-
A randomized controlled trial. 2834.2012.01463.x
Clinical Rehabilitation. Doi: Speros, C. I. (2009). More than words:
10.1177/0269215516628616 promoting health literacy in older
Noohu, M. M., Dey, A. B., & Hussain, adults. OJIN: The Online Journal
M. E. (2014). Relevance of of Issues in Nursing. 14 (3). doi:
balance measurement tools and 10.3912/OJIN.Vol14No03Man05
balance training for fall prevention Stanhope, M. & Lancaster, J. (2016).
in older adults. Journal of Clinical Public health nursing population
Gerontology & Geriatrics. centered health care in the
Advance online publication. doi: community (9th ed.) Missouri:
10.1016/j.jcgg.2013.05.002 Elsevier
Ratnasari, M., Setyowati, & Kuntarti. Tideiksaar, R. (2010). Falling in old
(2012). Faktor-Faktor Manajemen age: its prevention and
Sumber Daya Manusia Yang management (4th ed.). New
Mempengaruhi Pelaksanaan York: Springer Publishing
Perkesmas di Puskesmas Wilayah Company Inc
Kotamadya Jakarta Barat Tahun WHO. (Oktober 2012). Falls. Diakses
2012. (Tesis, Tidak dari http://www.who.int.fall/en/
dipublikasikan). Depok: Wilson, M. (2014). Integrating the
Universitas Indonesia concept of pain interference into
Rubenstein, L. Z. (2006). Falls in older pain management. Pain
people: epidemiology, risk factors Managment Nursing. Advance
and strategies for prevention. Age online publication.
and Ageing. Advance online http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2
publication. 011.06.004
doi:10.1093/ageing/afl084 World Health Organization (WHO).
Schreiber, J. A. et al. (2014). Improving World health statistics 2013.
knowledge, assessment, and Geneva: WHO press; 2013
attitudes related to pain
10.1016/j.rmed.2013.05.008. Epub 2013 In Adult Asthma And COPD.
Jun 12. EMJ Respir. 2013;1:64-71.
Roche N, Chrystyn H, Lavorini F, Sabri, Y. (2012). Terapi Inhalasi.
Agusti A, Virchow J. C, Sumatra: USU
Dekhuijzen R, Price D. (2013). Supriyadi (2014). Statistik Kesehatan.
Effectiveness Of Inhaler Devices Jakarta:Salemba Medika

100 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT

Tanjung, D. (2005). Asma Bronkhial.


Journal of Clinical Monitoring
and Computing. Volume IV No.
2 Januari 2015
WHO. (2011). The Publich Health
Implications Of Asthma. Bulletin
Of The Publich Health Revier
WHO
Yunus, F., Rasmin, M., Sutoyo, D.,
Wiyono, W.., Antariksa, B.,
Fitriani, F. (2011). Prevalens
Asma Pada Siswa Usia 13-14
Tahun Dengan Menggunakan
Kuesionor ISSAAC dan Uji
Provokasi Bronkus di Jakarta
Selatan. Jurnal Respir Indo Vol.
31, No. 2, April 2011

101 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR


KOLESTEROL DARAH PADA MASYARAKAT DUSUN
WEDOMARTANI SLEMAN YOGYAKARTA
Siti Fadlilah
(korespondensi : siti_fadlilah10@yahoo.com/s.fadlilah10@gmail.com)

Staf Dosen Program Profesi Ners


Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta

Abstrak

Kolesterol adalah prekursor hormon-hormon steroid dan asam lemak dan merupakan
unsur pokok yang penting di membran sel. Lemak menumpuk dalam tubuh diakibatkan
oleh asupan serat kurang, penggunaan minyak goreng yang salah, dan indeks massa
tubuh. Prevalensi nasional sebanyak 35,9% memiliki kolesterol abnormal, IMT obesitas
15,4% dan kurus 8,7%, dan kurang melakukan aktivitas fisik sebanyak 26,1%. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, asupan serat, indeks massa
tubuh, dan penggunaan minyak goreng dengan kadar kolesterol darah pada masyarakat
Dusun Wedomartani Sleman Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah warga di Dusun
Wedomartani Sleman Yogyakarta. Sampel berjumlah 90 responden diambil dengan
teknik stratified random sampling. Data diuji statistik dengan Chi Square. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar asupan serat kategori cukup yaitu sebanyak 38
responden (42,2%), Sebagian besar indeks masa tubuh responden kategori normal yaitu
50 orang (56,6%). Sebagian besar kebiasaan pemakaian minyak goreng kategori cukup
yaitu 52 orang (57,8%). Tidak ada hubungan antara usia dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0,496). Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0,923). Tidak ada hubungan antara asupan serat dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0.722). Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0.000). Ada hubungan penggunaan minyak goreng dengan kadar kolesterol
darah (p-value 0.000). Kesimpulannya tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, dan
asupan serat dengan kadar kolesterol darah. Ada hubungn antara indeks massa tubuh dan
penggunaan minyak goreng dengan kadar klesterol darah pada masyarakat Dusun
Wedomartani Sleman Yogyakarta. Masyarakat diharapkan melakukan gaya hidup sehat
sehingga dapat menjaga kadar kolesterol darah dalam kadar normal dan terhidar dati
komplikasi akibat hiperkolesterol.

Kata Kunci: Asupan Serat, Indeks Massa Tubuh, Minyak Goreng, Kadar Kolesterol
Darah

Penyakit jantung koroner menjadi oleh Wilayah Afrika (22,6%). Menurut


penyebab kematian nomor satu di dunia American Heart Association,
disebabkan karena kelebihan kadar hiperkolesterolemia adalah salah satu
kolesterol dalam tubuh (Nadirawati, penyebab kematian terbesar di Amerika
2010). Berdasarkan WHO (2008), Serikat, menunjukkan angka insiden
prevalensi kolesterol tertinggi pertama sebesar 35,3% (864.480) orang dari
berada di Wilayah Eropa (54%), kedua 2.448.017 orang yang meninggal. Untuk
di Wilayah Amerika (48%), ke tiga mencegahnya perlu dijaga agar dua
adalah Asia Tenggara (29%), dan diikuti substansi tersebut dalam darah berada
102 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah

dalam batas normal. Kadar dalam darah kriteria inklusi dan eksklusi. Data usia,
tergantung dari diit terutama diit tinggi jenis kelamin, asupan serat, dan
minyak, penyerapan di usus serta penggunaan minyak goreng diukur
kemampuan liver memproduksi dan dengan kuesioner. Data tentang IMT
mengendalikannya (Soeharto, 2002). didapatkan dari pengukuran tinggi badan
Masyarakat sering menggunakan dan berat badan. Data tentang kadar
minyak berkali-kali untuk menggoreng. kolesterol didapatkan dari pengukuran
Perlakuan ini tidak sehat, karena asam darah tepi.
lemak bebas mengandung ikatan Hasil
rangkap yang dapat membentuk Sebagian besar responden
peroksida, keton dan aldehid (Winarni et berjenis kelamin perempuan yaitu
al, 2010). Menurut Oeij et al (2007), jika sebanyak 51 orang (56,7%). Sebagian
minyak dipanaskan berulang-ulang, besar kategori dewasa awal yaitu
maka proses destruksi minyak akan sebanyak 48 orang (53,3%) seperti
bertambah cepat, hal ini disebabkan tercantum pada tabel 1. Asupan serat
meningkatnya kadar peroksida pada sebagian besar responden dalam kategori
tahap pendinginan yang akan mengalami cukup yaitu sebanyak 38 orang (42,2%).
dekomposisi jika minyak tersebut Sebagian besar responden mempunyai
dipanaskan kembali. Penggunaan indeks massa tubuh normal yaitu
minyak berulang akan menyebabkan sebanyak 50 orang (56,6%). Penggunaan
peningkatan kadar asam lemak tidak minyak goreng sebagian besar
jenuh menjadi asam lemak jenuh. responden dalam kategori cukup, yaitu
Peningkatan lemak akan sebanyak 52 orang (57,8%). Kadar
meningkatkan massa tubuh seseorang kolesterol darah sebagian besar
yang diketahui dari index massa tubuh responden dalam kategori normal yaitu
(IMT) (Supariasa, 2001 cit Pastika, sebanyak 56 orang (62,2%) seperti
2012). Menurut Murray, Robert K et al tersaji pada table 1-5
(2012), obesitas memiliki faktor resiko
penyakit kardiovaskuler, diabetes Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik
mellitus tipe 2, hiperlipidemia, Responden Berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin
hiperglikemia, dan berbagai disfungsi
Karakteristik Persentase
endokrin. Nilawati et al, (2008), juga Frekuensi
Responden (%)
menyatakan bahwa kurang Jenis Kelamin
mengonsumsi sayuran dan buah-buahan Laki-laki 39 43,3
juga dapat mempengaruhi peningkatan Perempuan 51 56,7
kadar kolesterol. Menurut Bogda (2008), Jumlah 90 100,0
serat dapat menurunkan berat badan Usia
Dewasa Awal 48 53,3
serta menurunkan kadar kolesterol. Dewasa Tengah 18 20,0
Dewasa Akhir 24 26,7
Metode Jumlah 90 100,0
Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif korelational Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
dengan rancangan cross sectional. Berdasarkan Asupan Serat
Pengambilan data dilakukan dilakukan Persentase
Asupan Serat Frekuensi
(%)
pada 22 Agustus sd 18 September 2015
Baik 19 21,1
di Dusun Wedomartani Sleman Cukup 38 42,2
Yogyakarta. Populasi penelitian Kurang 33 36,7
berjumlah 937 orang. Sampel penelitian Jumlah 90 100,0
sebanyak 90 responden diambil dengan
stratified random sampling sesuai

103 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden darah pada masyarakat Dusun


Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Wedomartani Sleman Yogyakarta. Hasil
Persentase
IMT Frekuensi analisis asupan serat dengan kadar
(%)
Underweight 15 14,4 kolesterol darah diperoleh p value
Normal 50 56,6 sebesar 0,000, artinya ada hubungan
Overweight 23 25,6 yang signifikan antara asupan serat
Obese 4 4,4 dengan kadar kolesterol darah pada
Jumlah 90 100,0 masyarakat Dusun Wedomartani Sleman
Yogyakarta. Hasil tersebut tersaji pada
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden table 6.
Berdasarkan Penggunaan Minyak Goreng
Penggunaan Minyak Persentas Pembahasan
Frek Berdasarkan hasil penelitian
Goreng e (%)
Baik 28 31,1 diketahui bahwa sebagian besar
Cukup 52 57,8 responden memiliki asupan serat
Kurang 10 11,1 kategori cukup yaitu 38 responden
Jumlah 90 100,0 (42,2%), artinya sebagian besar
responden memiliki kebiasaan asupan
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden
serat yang tidak baik dan juga tidak
Berdasarkan Kadar Kolesterol Darah
Kadar Kolesterol Persentase buruk. Serat makanan menurut The
Frek American Association of Cereal
Darah (%)
Rendah 8 8,9 Chemist/AACC (2001), adalah
Normal 56 62,2 merupakan bagian yang dapat dimakan
Tinggi 26 28,9 dari tanaman atau karbohidrat analog
Jumlah 90 100,0 yang resisten terhadap pencernaan dan
absorpsi pada usus halus dengan
Hasil analisis usia dengan kadar fermentasi lengkap atau partial pada usus
kolesterol darah diperoleh p value besar. Serat makanan tersebut meliputi
sebesar 0,496, artinya tidak ada pati, polisakharida, oligosakharida,
hubungan yang signifikan antara usia lignin dan bagian tanaman lainnya.
dengan kadar kolesterol darah pada IMT sebagian besar dalam
masyarakat Dusun Wedomartani Sleman kategori normal yaitu sebanyak 50
Yogyakarta. Hasil analisis jenis kelamin responden (55,56%). Hasil ini dapat
dengan kadar kolesterol darah diperoleh diartikan bahwa responden tidak
p value sebesar 0,923, artinya tidak ada mengalami kelebihan berat badan
hubungan yang signifikan antara jenis ataupun kekurangan berat badan. IMT
kelamin dengan kadar kolesterol darah normal juga dapat diartikan
pada masyarakat Dusun Wedomartani terpenuhinya kebutuhan gizi sebagai
Sleman Yogyakarta. Hasil analisis indikator terhadap status gizi yang baik.
asupan serat dengan kadar kolesterol Terbentuknya IMT normal pada
darah diperoleh p value sebesar 0,722, reponden, dikarenakan kemampuan
artinya tidak ada hubungan yang masyarakat untuk mengatur pola makan
signifikan antara asupan serat dengan dan menyediakan makanan yang baik.
kadar kolesterol darah pada masyarakat Responden yang mempunyai IMT
Dusun Wedomartani Sleman overweight dan obese yaitu sebesar 23
Yogyakarta. (25,6%) dan 4 (4,4%). IMT overweight
Hasil analisis indeks massa tubuh atau obese merupakan kondisi yang
dengan kadar kolesterol darah diperoleh berbahaya bagi seseorang karena dapat
p value sebesar 0,000, artinya ada menjadi pemicu munculnya berbagai
hubungan yang signifikan antara indeks macam penyakit salah satunya
massa tubuh dengan kadar kolesterol hipertensi.

104 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah

Berdasarkan hasil penelitian kotoran, dalam hal ini kolesterol yang


diketahui sebagian besar responden menyertai aktivitas organ tubuh tersebut.
mempunyai kebiasaan penggunaan Hasil analisis jenis kelamin dengan
minyak goreng kategori cukup yaitu kadar kolesterol darah diperoleh p value
sebanyak 52 responden (57,8%). Hal ini sebesar 0,923, artinya tidak ada
menunjukkan sebagian besar responden hubungan yang signifikan antara jenis
memiliki kebiasaan yang tidak baik dan kelamin dengan kadar kolesterol darah
juga tidak buruk. Hasil penelitian pada masyarakat Dusun Wedomartani
mendukung penelitian yang dilakukan Sleman Yogyakarta. Hal tersebut
oleh Febri (2012), “Hubungan tingkat mendukung teori Bull dan Jonathan
pengetahuan ibu tentang bahaya lemak (2007), perempuan dan laki-laki
jenuh bagi tubuh dengan kebiasaan mempunyai peluang sama dalam
penggunaan minyak goreng” didapatkan peningkatan kadar kolesterol darah.
data sebagian besar responden Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil
mempunyai kebiasaan penggunaan penelitian Nilawati et al (2008), yang
minyak goreng kategori sedang yaitu 55 menyatakan bahwa jenis kelamin juga
responden (61,8%). merupakan faktor resiko alami yang
Hasil analisis usia dengan kadar dapat mempengaruhi kadar kolesterol
kolesterol darah diperoleh p value darah. Pada wanita sebelum masa
sebesar 0,496, artinya tidak ada menopause mempunyai kadar kolesterol
hubungan yang signifikan antara usia lebih rendah dengan pria pada usia yang
dengan kadar kolesterol darah pada sama. Namun setelah menopause kadar
masyarakat Dusun Wedomartani Sleman kolesterol LDL pada wanita cenderung
Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan meningkat.
sebagian besar responden penelitian ini Hasil analisis asupan serat dengan
berada pada tahap dewasa awal. Selain kadar kolesterol darah diperoleh p value
itu, beberapa variabel pengganggu yang sebesar 0,722, artinya tidak ada
tidak dikendalikan antara lain genetik, hubungan yang signifikan antara asupan
pendidikan, gaya hidup, sosial ekonomi, serat dengan kadar kolesterol darah pada
dan dukungan keluarga dapat masyarakat Dusun Wedomartani Sleman
mempengaruhi kadar kolesterol darah Yogyakarta. Hasil penelitian ini tidak
selain usia. mendukung penelitian oleh Nilawati et
Meskipun secara uji statistik al (2008), yang menjelaskan bahwa serat
menunjukkan tidak ada hubungan antara dari sayur-sayuran dan buah-buahan
usia dengan kadar kolesterol darah, merupakan sumber bahan makanan yang
tetapi dari hasil tabulasi silang aman bagi tubuh karena tidak memiliki
didapatkan persentase kadar kolesterol kandungan kolesterol.
darah yang tinggi semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian
Pada dewasa awal kategori kadar didapatkan data dari 50 responden yang
kolesterol tinggi 20,8%, dewasa tengah mempunyai IMT normal, sebagian besar
38,9%, dan dewasa akhir 37,5%. Hal mempunyai kadar kolesterol darah
tersebut mendukung teori Bull dan normal yaitu sebanyak 38 orang.
Jonathan (2007), setelah usia 45 tahun Sedangkan 23 responden yang
kadar kolesterol seseorang akan mempunyai overweight, sebagian besar
meningkat. Hal ini terjadi karena mempunyai kadar kolesterol darah tinggi
semakin tua, kemampuan mekanisme yaitu sebanyak 12 orang. Dari 4
kerja bagian-bagian organ tubuh responden yang mempunyai IMT obese,
seseorang juga akan semakin menurun. seluruhnya mempunyai kadar kolesterol
Semakin lama usia organ tubuh bekerja tinggi. Data statistik tersebut
maka semakin menumpuk pula kotoran- menunjukkan peningkatan IMT

105 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah

meningkatkan frekuensi peningkatan tidak ada hubungan usia dengan kadar


kadar kolesterol darah. Hasil analisis kolesterol darah dengan p-value 0.722,
IMT dengan kadar kolesterol darah tidak ada hubungan jenis kelamin
diperoleh p value sebesar 0,000, artinya dengan kadar kolesterol darah dengan p-
ada hubungan yang signifikan antara value 0.722, tidak ada hubungan asupan
indeks massa tubuh dengan kadar serat dengan kadar kolesterol darah
kolesterol darah pada masyarakat Dusun dengan p-value 0.722, ada hubungan
Wedomartani Sleman Yogyakarta. indeks massa tubuh dengan kadar
Sesuai dengan Harti (2014), kolesterol darah dengan p-value 0.000,
menyebutkan penderita kolesterol ada hubungan pemakaian minyak goreng
umumnya oleh orang gemuk apalagi dengan kadar kolesterol darah dengan p-
ditunjang dengan gaya hidup tidak sehat value 0.000.
dan genetik. Hasil penelitian ini tidak
mendukung penelitian yang dilakukan Daftar Pustaka
Alamsyah (2015), menyebutkan bahwa Alamsyah, A.A. 2015. hubungan indeks
tidak ada hubungan status gizi dengan massa tubuh dan aktivitas fisik
kadar kolesterol darah. dengan kadar kolesterol darah pada
Berdasarkan hasil penelitian usia dewasa tengah di Klinik
didapatkan data dari 28 responden yang Penyakit Dalam RSUD
mempunyai kebiasaan penggunaan Panembahan Senopati Bantul.
minyak goreng baik, sebagian besar Skripsi
mempunyai kadar kolesterol darah Bogda, McWright MD. (2008). Paduan
normal yaitu sebanyak 16 orang. Diabetes Melitus, Edisi Baru.
Sedangkan dari 10 responden yang Jakarta: PT Pustaka Karya.
mempunyai kebiasaan penggunaan Bull, E. & Jonathan M. (2005). Simple
minyak goreng kurang, sebagian besar Guide Kolesterol. Jakarta: Erlangga.
mempunyai kadar kolesterol darah tinggi Febri, G.F. 2012. Hubungan Tingkat
yaitu sebanyak 5 orang. Hasil analisis Pengetahuan tentang Lemak Jenuh
penggunaan minyak goreng dengan dengan Pemakaian Minyak Goreng
kadar kolesterol darah diperoleh p value pada Masyarakat Janti Sleman
sebesar 0,000, artinya ada hubungan Yogyakarta. Skripsi
yang signifikan antara asupan serat Harti, A.S. 2014. Biokimia Kesehatan.
dengan kadar kolesterol darah pada Yogyakarta : Nuha Medika
masyarakat Dusun Wedomartani Sleman Murray, R.K et al. (2000). Biokimia
Yogyakarta. Studi di tujuh negara Harper. Jakarta : EGC.
menunjukkan hubungan yang positif Nadirawati . (2010) . Skripsi .
antara masukan lemak jenuh dan insiden Pengetahuan Ibu Rumah Tangga
kardiovaskuler selama 10 tahun. Jika Tentang Kolesterol Dan
masukkan lemak jenuh di atas 10%, akan Penggunaan Minyak Jelantah Di
terlihat peningkatan kematian karena Desa Neglasari Kecamatan Bojong
penyakit kardiovaskuler (World Health Picung Cianjur . STIKES Ahmad
Organisation, 1990. Cit. Nurachmah, Yani.
2001). Nilawati; Krisnatuti; mahendra; Djing.
Kesimpulan (2008) Internet. Care Your Self
Sebagian besar asupan serat responden Kolesterol. Jakarta : Penebar plus.
kategori cukup yaitu 38 orang (42,2%), Nurachmah, E. (2001). Nutrisi dalam
indeks masa tubuh responden kategori Keperawatan. Jakarta: CV. Sagung
normal yaitu 50 orang (56,6%), Seto.
kebiasaan pemakaian minyak goreng Oeij et al. (2007). Internet. Gambaran
kategori cukup yaitu 52 orang (57,8%), Anatomi Mikroskopik Kadar

106 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah

Malondialdehida pada Hati Mencit Jakarta : PT Gramedia Pustaka


setelah pemberian Minyak Kelapa Utama.
Sawit Bekas Menggoreng. Volume Soeharto, I. (2002). Kolesterol dan
7. http://isjd.pdli.lipi.go.id/admin Lemak Jahat Kolesterol dan Lemak
/jurnal/71071425.pdf. 10 oktober Baik dan Proses Terjadinya
2011. Serangan Jantung dan Stroke.
Pastika Winna A. (2012).”Hubungan Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Indeks Massa Tubuh Dengan Supariasa, I.N.D; Bachtiar B & Ibnu
TekananDarah Fajar. (2002). Penilaian Status Gizi.
PadaPenderitaHipertensi Di Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Wilayah Kerja PuskesmasBangsri EGC.
IKabupaten Jepara". Skripsi, Supariasa, I Dewa Nyoman et al. 2012.
Sekolah Tinggi llmu Kesehatan Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
CendekiaUtama Kudus. WHO. 2008. Raised Cholesterol.
Soeharto, I. (2002). Serangan Jantung http://www.who.int/gho/ncd/risk
dan Stroke Hubungannya dengan _factor/cholesterol_text/en/.
Lemak & Kolesterol Edisi Kedua. Diakses 22 November 2014

107 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah

Tabel 6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol pada Masyarakat


Wedomartani Sleman Yogyakarta

Kadar Kolesterol Darah


Total p-
Variabel Bebas Tinggi
Rendah Normal value
f % f % f % F %
Usia
Dewasa Awal 5 10,4 33 68,8 10 20,8 48 100,0
0,496
Dewasa Tengah 1 5,6 10 55,6 7 38,9 18 100,0
Dewasa Akhir 2 8,3 13 54,2 9 37,5 24 100,0
Total 8 8,9 56 62,2 26 28,9 90 100,0
Jenis Kelamin
Perempuan 4 7,8 32 62,7 15 29,4 51 100,0 0,923
Laki-laki 4 10,3 24 61,5 11 28,2 39 100,0
Total 8 8,9 56 62,2 26 28,9 90 100,0
Asupan Serat
Baik 1 5,3 11 57,9 7 36,8 19 100,0
0,722
Cukup 3 7,9 23 60,5 12 31,6 38 100,0
Kurang 4 12,1 22 66,7 7 21,2 33 100,0
Total 8 8,9 56 62,2 26 28,9 90 100,0
IMT
Underweight 5 38,5 7 53,8 1 7,7 13 100,0
Normal 3 6,0 38 76,0 9 18,0 50 100,0 0,000
Overweight 0 0 11 47,8 12 52,2 23 100,0
Obese 0 0 0 0 4 100 4 100,0
Total 8 8,9 56 62,2 26 28,9 90 100,0
Penggunaan Minyak Goreng
Baik
4 14,3 16 57,1 8 28,6 28 100,0 0,000
Cukup 2 3,8 37 71,2 13 25,0 52 100,0
Kurang 2 20,0 3 30,0 5 50,0 10 100,0
Total 8 8,9 56 62,2 26 28,9 90 100,0

108 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Poster Presenter

SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN


5th Adult Nursing in Practice: Using Evidence in Care

“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan


Keluarga dalam Area Keperawatan Dewasa”
Perawatan Daya Ingat Lansia

PERAWATAN DAYA INGAT LANSIA MENGGUNAKAN BACK MASSAGE

Kushariyadi ( korespondensi : kushariadi@gmail.com atau


kushariyadi@unej.ac.id)

Akademisi pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Abstrak

Masalah mengenai perubahan terkait usia pada proses penuaan dapat menurunkan daya
ingat pada lansia karena lansia yang semakin bertambah usia diharapkan daya ingat dapat
terpelihara dengan baik sehingga fungsi dan kualitas hidup lansia sebagai individu
kompleks dan unik dapat berfungsi dan sejahtera. Permasalahan lansia bahwa terdapat
penurunan daya ingat pada lansia seperti kesulitan dalam perhatian dan kalkulasi. Lansia
kurang lancar menghitung mundur mulai dari angka yang tertinggi ke angka yang
terendah, lansia juga kurang lancar mengeja mundur kata-kata. Lansia menyatakan
permasalahan mengenai penurunan daya ingat yang dialami dan dirasakan sudah sejak
lama. Sampai saat ini perawatan terhadap penurunan daya ingat pada lansia menggunakan
pijat punggung masih belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk
membandingkan kelompok lansia sebelum diberi intervensi dengan setelah diberi
intervensi back massage. Jenis penelitian eksperimen semu dengan rancangan one group
pre-post test treatment. Tehnik pengambilan sampel menggunakan simple random
sampling sebanyak 12 responden. Pengumpulan data menggunakan instrumen MMSE.
Hasil analisis Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai perhatian dan kalkulasi adalah p =
0,009 (p<0,05). Bahwa ada perbedaan perhatian dan kalkulasi lansia yang bermakna
antara sebelum dan setelah pemberian back massage. Rekomendasi bahwa lansia harus
membiasakan diri dalam menggunakan strategi latihan untuk memusatkan perhatian dan
kalkulasi.

Kata kunci: back massage, daya ingat, lansia

Lansia secara fisiologis terjadi dari angka yang tertinggi ke angka yang
penurunan daya ingat yang bersifat terendah, lansia juga kurang lancar
ireversibel. Kondisi ini disebabkan oleh mengeja mundur kata-kata. Lansia
proses penuaan dan perubahan menyatakan permasalahan mengenai
degeneratif yang mungkin progresif penurunan daya ingat yang dialami dan
(Gething et al, 2004; Lovell, 2006). dirasakan sudah sejak lama.
Masalah mengenai perubahan terkait Insiden lansia di Amerika yang
usia pada proses penuaan dapat mengalami penurunan daya ingat
menurunkan daya ingat pada lansia berjumlah 47 lansia berusia 50-67 tahun
karena lansia yang semakin bertambah (Lesch, 2003). Insiden lansia di Italia
usia diharapkan fungsi daya ingat dapat yang mengalami penurunan daya ingat
terpelihara dengan baik sehingga fungsi terdapat 20 lansia berusia 60-70 tahun
dan kualitas hidup lansia sebagai (Cavallini et al, 2003). Insiden lansia di
individu kompleks dan unik dapat Netherlands yang mengalami penurunan
berfungsi dan sejahtera. Permasalahan daya ingat berjumlah 93 lansia dengan
pada lansia bahwa terdapat penurunan usia 65 tahun (Ekkers et al, 2011).
daya ingat pada lansia seperti kesulitan Insiden lansia di Norwaygia yang
dalam perhatian dan kalkulasi. Lansia mengalami penurunan daya ingat
kurang lancar menghitung mundur mulai terdapat 27% dengan diagnosis

109 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia

gangguan daya ingat subyektif dan memperburuk kemunduran fisik, terjadi


sebanyak 19 lansia berusia rerata 60,9 penurunan kualitas hidup dan
tahun (Braekhus et al, 2011). Insiden menghambat pemenuhan tugas-tugas
lansia di Hongkong yang mengalami perkembangan lansia (Stanley & Beare,
penurunan daya ingat daya berjumlah 20 2007).
lansia berusia 80 tahun (Lim, et al, Salah satu upaya yang dapat
2012). Penelitian pada anak sekolah dilakukan yaitu memberikan intervensi
dasar di Surabaya terdapat peningkatan keperawatan back massage untuk
daya ingat yang signifikan (Erviyanti, merawat daya ingat lansia. Back
2007). Insiden lansia di Panti Werdha massage merupakan tindakan
Mojopahit Mojokerto yang mengalami manipulasi yang sistematis pada jaringan
penurunan daya ingat sebanyak 30 lunak tubuh dengan sentuhan dan
sampel dengan usia antara 58-91 tahun tekanan berirama untuk memberi efek
(Kushariyadi, 2013). kesehatan (Sritoomma et al, 2013).
Penyebab penurunan daya ingat
lansia secara fisiologis antara lain karena Metode
terjadi proses penuaan dan perubahan Jenis penelitian termasuk dalam
degeneratif yang progresif dan bersifat eksperimen semu. Rancangan penelitian
ireversibel (Gething et al, 2004; Lovell, menggunakan one group pre-post test
2006). Hal ini dipengaruhi oleh treatment design bertujuan untuk
lingkungan, pengalaman hidup dan membandingkan kelompok lansia
faktor sosioemosional seperti perilaku, sebelum diberi intervensi dengan setelah
harapan, dan motivasi. Motivasi dapat diberi intervensi back massage. Tehnik
memengaruhi proses daya ingat pengambilan sampel penelitian
(Carstensen et al, 2006; Ormrod, 2009). menggunakan simple random sampling.
Kemampuan daya ingat juga Randomisasi menggunakan simple
dipengaruhi oleh kesehatan, emosi, random sampling untuk memilih sampel
kognitif, kepribadian, dan karakteristik lansia. Sampel penelitian meliputi lansia.
psikologi (Hofer et al, 2006; Kramer et Besar sampel penelitian sebanyak 12
al, 2006). Akibat dari penurunan daya responden. Karakteristik responden
ingat lansia jika tidak dilakukan tindakan meliputi: 1) usia 60-90 tahun; 2) dapat
akan terjadi penurunan daya ingat pada dilakukan pengukuran status daya ingat;
lansia (Abraham et al, 1997; Miller, 3) bisa berkomunikasi dengan lancar; 4)
2009). Hal ini sesuai dengan teori bersedia menjadi responden; 5) jenis
kemunduran yang menyatakan dengan kelamin laki-laki dan perempuan.
bertambahnya usia, daya ingat akan Penelitian dilakukan pada 2016.
mengalami penurunan. Perubahan Instrumen penelitian menggunakan
neuron dan sinaps otak sebagai MMSE. Instrumen ini berisi item
pembentukan daya ingat juga mengalami pertanyaan atau perintah mengenai
penurunan seiring bertambahnya usia perhatian dan kalkulasi. Instrumen ini
(Solso et al, 2008; Wade et al, 2008). diberikan sekitar 5-10 menit. Sedangkan
Akibat lainnya yaitu informasi yang instrumen variabel back massage
tidak cepat dipindahkan ke daya ingat dilakukan sekitar 10 menit setiap hari
jangka pendek akan menghilang selama 7 hari.
(Hartley, 2006; Solso et al, 2008; Wade Prosedur pengambilan data
et al, 2008). Dampak lain terjadi meliputi: 1) memberikan penjelasan
penurunan kemampuan beradaptasi kepada sejumlah lansia yang memenuhi
terhadap perubahan dan stres lingkungan kriteria tentang maksud dan tujuan
sehingga menyebabkan gangguan kegiatan; 2) menyiapkan lembar
psikososial, mencetuskan atau persetujuan (informed consent) yang

110 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia

disetujui oleh lansia untuk menjadi No Karakteristik Perlakuan


responden; 3) studi pendahuluan untuk Responden Frekuensi Prosentase
pengambilan data awal penelitian; 4) uji 2 Riwayat
pendidikan:
coba instrumen menggunakan instrumen SD 2 16,7
MMSE yang telah dimodifikasi untuk SMP 4 33,3
mengetahui validitas diuji dengan SMA 6 50,0
korelasi Pearson dan reliabilitas diuji PT 0 0
dengan Cronbach’s alpha; 5) penentuan (Perguruan
Tinggi)
besar sampel; 6) melakukan pre-test 3 Lama tinggal
pada hari ke-1 menggunakan instrumen di panti:
MMSE terhadap lansia untuk diukur 0-5 tahun 9 75,0
status daya ingat (perhatian dan 6-10 tahun 2 16,7
kalkulasi); 7) lansia diberikan intervensi >10 tahun 1 8,3
4 Usia:
keperawatan back massage setiap hari Elderly (60- 9 74,8
selama 7 hari dengan waktu sekitar 10 74 tahun)
menit; 8) melakukan post-test pada hari Old (75-90 3 25,0
terakhir menggunakan instrumen tahun)
MMSE terhadap lansia untuk diukur
status daya ingat (perhatian dan Uji Normalitas
kalkulasi); 9) hasil nilai pre-test dan Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil
post-test dicatat dan disimpan peneliti perhitungan menggunakan uji
untuk diolah dan dianalisis. Uji analisis Kolmogorov-Smirnov pada daya ingat
statistik untuk membandingkan hasil (perhatian dan kalkulasi) lansia sebelum
pre-test dan post-test menggunakan perlakuan adalah p = 0,001. Karena nilai
Wilcoxon sign rank test dengan tingkat p <0,05 maka disimpulkan data skor
kemaknaan p <0,05. daya ingat (perhatian dan kalkulasi)
lansia sebelum perlakuan mempunyai
Hasil sebaran tidak normal.
Karakteristik Responden
Tabel 2. Hasil uji normalitas daya ingat
Tabel 1 menunjukkan bahwa (perhatian dan kalkulasi)
sebagian besar responden berjenis Pre-test
kelamin perempuan sebanyak 7 orang Mea Med SD Mi Ma Nilai
(58,3%). Riwayat pendidikan responden n ian n x p
sebagian besar berpendidikan SMA Daya 2,50 2,50 0,52 2.0 3,0 0,001
sebanyak 6 orang (50%). Lama tinggal di ingat
panti responden sebagian besar selama
0-5 tahun sebanyak 9 orang (75%). Usia Nilai Daya Ingat
responden sebagian besar berkategori Tabel 3 menunjukkan bahwa
elderly (60-74 tahun) sebanyak 9 orang rerata sebelum perlakuan yaitu 2,50 dan
(25%). setelah perlakuan yaitu 3,42
menunjukkan daya ingat (perhatian dan
Tabel 1. Karakteristik Responden kalkulasi) yang dihasilkan adalah
Berdasarkan Jenis Kelamin, Riwayat meningkat. Hasil analisis menggunakan
Pendidikan, Lama Tinggal di Panti, dan Usia Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai
No Karakteristik Perlakuan
Responden Frekuensi Prosentase
signifikan p = 0,009 karena nilai p <0,05
1 Jenis maka disimpulkan ada perbedaan daya
kelamin: 5 41,7 ingat (perhatian dan kalkulasi) lansia
Laki-laki 7 58,3 yang bermakna antara sebelum dan
Perempuan setelah pemberian back massage.

111 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia

Tabel 3. Nilai pre-test dan post-test daya ingat pemahaman, dan pengenalan terhadap isi
(perhatian dan kalkulasi) materi. Seseorang menggunakan
Daya n Median Rerata p
pendekatan tertentu (strategi) untuk
ingat (Min- +-SD
Max) mengingat sesuatu dan belajar dalam hal
Sebelum 12 (2,00- 2,50+- 0,009 perhatian dan kalkulasi (Maas et al,
diberi 3,00) 0,52 2011; Ormrod, 2009).
back Atensi (perhatian) yaitu
massage memfokuskan kecepatan pemrosesan
Setelah 12 (2,00- 3,42+-
diberi 4,00) 0,67 mental pada stimuli tertentu. Sesuatu
back yang diperhatikan individu secara
massage mental dipindahkan ke memori kerja.
Memberikan perhatian berarti
Pembahasan mengarahkan pikiran pada sesuatu yang
Tabel 3 menunjukkan terdapat perlu dipelajari dan diingat, misalnya
perbedaan signifikan (p = 0,009) daya mengingat angka dan menghitung
ingat (perhatian dan kalkulasi) lansia mundur. Pada pemrosesan informasi,
yang bermakna antara sebelum dan memori melibatkan proses penyandian,
setelah pemberian back massage. penyimpanan, dan pemanggilan kembali
Pendapat peneliti bahwa kondisi ini (Ormrod, 2009; Wade et al, 2008).
kemungkinan disebabkan karena lansia
memperhatikan secara seksama saat Kesimpulan
menerima stimulus yang datangnya Pemberian intervensi keperawatan
secara mendadak dari luar misalnya back massage secara teratur dapat
berupa pertanyaan yang diajukan merawat daya ingat (perhatian dan
perawat dan harus dijawab dalam waktu kalkulasi) lansia. Lansia harus
singkat, sehingga respons lansia berupa membiasakan diri dalam menggunakan
strategi yang digunakan lebih efektif dan strategi latihan untuk memusatkan
konsentrasi, fokus untuk menjawab perhatian dan kalkulasi. Dari perspektif
pertanyaan tersebut. Faktor usia juga keperawatan, praktik keperawatan
memengaruhi tingkat konsentrasi lansia memberikan tantangan dan kesempatan
dimana lansia yang tinggal di panti bagi perawat dan care giver keluarga
sebagian besar termasuk kategori elderly secara bersama-sama memberikan terapi
(60-74 tahun) sebanyak 9 orang (25%). alternatif dengan menggunakan
Penelitian Calero et al (2007) teknologi untuk memberikan perawatan
bahwa pelatihan memori terhadap pasien secara lebih individual dan
perhatian dan kalkulasi pada lansia holistik.
dipengaruhi kecepatan pemrosesan dan
keefektifan strategi untuk meningkatkan Daftar Pustaka
lansia dalam belajar mengingat angka, Abraham, C., & Shanley, E. 1997.
urutan angka, dan menghitung mundur. Psikologi sosial untuk perawat.
Kecepatan pemrosesan dapat Jakarta: EGC.
mengkompensasi defisit akibat pengaruh Braekhus, A., Ulstein, I., Wyller, T.B.,
usia, pendidikan dan kemampuan verbal. Engedal, K., 2011. The Memory
Kemampuan seperti Clinic-outpatient assessment when
menyelesaikan masalah, proses berpikir, dementia is suspected. Tidsskr.
perhatian dan kalkulasi termasuk fungsi Nor. laegeforen. 131, 2254–2257.
berpikir yang lebih tinggi. Kemampuan www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2
pembelajaran, kecepatan pemrosesan 2085955. Diakses 7 Juli 2016.
dan keefektifan strategi seseorang Cartensen, L.L., Mikels, J.A., & Mather,
menjadi selektif karena motivasi, M. 2006. Aging and the

112 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia

Intersection of Cognition, reactions to ageing questionnaire:


Motivation, and Emotion. In J.E. assessing similarities across
Birren & K.W. Schaie (Eds.), several countries. Journal of
Handbook of the Psychology of gerontological nursing. 30(9), 47-
Aging (6th ed., pp. 343-362). San 54.
Diego: Academic Press. www.conceptwiki.org/.../Concept:
psychology.stanford.edu/~lifespan f2db3afe-7ebb-11df-9387-
/publications.htm. Diakses 2 Juli 001517. Diakses 4 Juli 2016.
2016. Hartley, A. 2006. Changing Role of the
Calero, M.D., & Navarro, E. 2007. Speed of Processing Construct in
Cognitive plasticity as a the Cognitive Psychology of
modulating variable on the effects Human Aging. In J.E. Birren &
of memory training in elderly K.W. Schaie (Eds.), Handbook of
persons. Archives of Clinical the Psychology of Aging (6th ed.,
Neuropsychology 22 (2007) 63– pp. 183-207). San Diego:
72. http:www.sciencedirect.com. Academic Press.
Diakses 8 Agustus 2016. https://tspace.library.utoronto.ca/..
Cavallini, E., Pagnin, A., Vecchi, T. ./Burton_Christine_M_201111_P
2003. Aging and Everyday h. Diakses 7 Juli 2016.
Memory: the Beneficial Effect of Hofer, S.M., & Sliwinski, M.J. 2006.
Memory Training. Arch. Gerontol. Design and Analysis of
Geriatr. 37 (2003) 241-257. Longitudinal Studies on Aging. In
<www.else J.E. Birren & K.W. Schaie (Eds.),
vier.com/locate/archger>. Handbook of the Psychology of
http:www.sciencedirect.com. Aging (6th ed., pp. 17-37). San
Diakses 4 Juli 2016. Diego: Academic Press.
Ekkers, W., Korrelboom, K., psycnet.apa.org/journals/
Huijbrechts, I., Smits, N., pag/26/4/778/. Diakses 2 Juli
Cuijpers, P., Gaag, M.V.D. 2011. 2016.
Competitive Memory Training for Kramer, A.F., Fabiani, M., & Colcombe,
treating depression and rumination S.J. 2006. Contributions of
in depressed older adults: A Cognitive Neuroscience to the
randomized controlled trial. Understanding of Behavior and
Behavior Research and Therapy Aging. In J.E. Birren & K.W.
49 (2011) 588-596. Elsevier. Schaie (Eds.), Handbook of the
http:www.sciencedirect.com. Psychology of Aging (6th ed., pp.
Diakses 4 Juli 2016. 17-37). San Diego: Academic
Erviyanti, A.D. 2007. Peningkatan daya Press. Diakses 7 Juli 2016
ingat dengan metode belajar Kushariyadi. 2013. Intervensi (stimulasi
hafalan system asosiasi: Penelitian memory) meningkatkan fungsi
true eksperimen dalam bidang kognitif lansia. Jurnal Ners (Ners
kesehatan mental sekolah di SDN J.) Vol. 8, No.2, Oktober. Program
Keputran 3 Surabaya. Tesis. Studi Ilmu Keperawatan FKp
Universitas Airlangga. Surabaya. Unair bekerja sama dengan PPNI
<http://ADLN.com/>. Propinsi Jawa Timur.
library@lib.unair.ac.id. Diakses 2 Lim, M.H.X., Liu, K.P.Y., Cheung,
Juli 2016. G.S.F., Kuo, M.C.C., Li, K.R., &
Gething, L., Fethney, J., McKee, K., Tong, C.Y. 2012. Effectiveness of
Persson, L.O., Goff, M., Church- a Multifaceted Cognitive Training
ward, M. 2004. Validation of the Programme for People with Mild

113 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia

Cognitive Impairment: A One- Wade, C., & Travis, C. 2008. Psikologi.


Group Pre- and Posttest Design. Jilid 2. Ed. 9. Jakarta: Penerbit
Hong Kong Journal of Erlangga.
Occupational Therapy (2012) 22,
3-8. http:www.sciencedirect.com.
Diakses 2 Juli 2016.
Lesch, M.F. 2003. Comprehension and
memory for warning symbols:
Age-related differences and
impact of training. Journal of
Safety Research 34 (2003) 495 –
505. http:www.sciencedirect.com.
Diakses 7 Juli 2016.
Lovell, M. 2006. Caring for the elderly:
changing perceptions and
attitudes. Journal of vascular
nursing. 24(1), 22-26.
www.sciencedirect.com/science/a
rticle/pii/ S1062030305001688.
Diakses 4 Juli 2016.
Maas, M.L., Komalasari, R., Lusyana,
A., Yuningsih, Y. 2011. Asuhan
keperawatan geriatric: diagnosis
NANDA, kriteria hasil NOC &
intervensi NIC. Jakarta: EGC.
Miller, C.A. 2009. Nursing for wellness
in older adults. 5th Edition ed.
Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Ormrod, J.E. 2009. Psikologi
pendidikan. Membantu siswa
tumbuh dan berkembang. Ed. 6.
Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin,
M.K. 2008. Psikologi kognitif. Ed.
8. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sritomma, N., Moyle, W., Cooke, M., &
O’Dwyer, S. (2013). The
Effectiveness of Swedish Massage
With Aromatic Ginger Oil In
Treating Chronic Low Back Pain
In Older Adults: A Randomized
Controlled Trial. Journal
Complementary Therapies In
Medicine. Vol.22: 26-33.
Stanley, M., & Beare, P.G. 2007. Buku
Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi
2. Jakarta: EGC.

114 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

TERAPI PIJAT PUNGGUNG UNTUK MENINGKATKAN RECALLING


PADA KLIEN LANSIA

Murtaqib1 (korespondensi : murtaqib999@yahoo.co.id), Kushariyadi 2


1,2
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Abstrak

Proses penuaan akan mengakibatkan perubahan penurunan pada berbagai sistem fungsi
tubuh. Seiring proses penuaan pada lansia dapat menyebabkan berbagai permasalahan
antara lain pada fungsi kognitif seperti recalling. Permasalahan yang sering terjadi pada
lansia yaitu lansia kesulitan untuk mengingat kembali terhadap kejadian yang dialami.
Misalnya lansia kesulitan mengingat kembali dengan aktivitas yang telah dikerjakan,
lansia kesulitan mengingat kembali tempat dan waktu, lansia juga kesulitan mengingat
kembali nama orang dan benda. Tujuan penelitian yaitu membandingkan recalling klien
lansia antara sebelum diberi intervensi dengan setelah diberi intervensi terapi pijat
punggung. Jenis penelitian eksperimen semu dengan rancangan one group pre-post test
treatment. Tehnik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling sebanyak
12 responden. Pengumpulan data menggunakan instrumen MMSE. Hasil analisis
Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai recalling adalah p = 0,009 (p<0,05). Bahwa ada
perbedaan recalling lansia yang bermakna antara sebelum dan setelah pemberian terapi
pijat punggung. Lansia tetap berupaya menguasai kemampuan untuk mengingat kembali
terhadap kejadian yang dialami, lansia berupaya mengingat kembali aktivitas yang telah
dikerjakan. Lansia berusaha belajar mengingat kembali tempat dan waktu, serta
mengingat kembali nama orang dan benda. Rekomendasi bahwa lansia harus
membiasakan diri melatih mengingat dalam hidup keseharian, sehingga memudahkan
lansia untuk mengingat kembali secara spontan.

Kata Kunci: lansia, recalling, terapi pijat punggung

Proses penuaan akan yang mengalami penurunan daya ingat


mengakibatkan perubahan penurunan terdapat 20 lansia berusia 60-70 tahun
pada berbagai sistem fungsi tubuh. (Cavallini et al, 2003). Insiden lansia di
Seiring proses penuaan pada lansia dapat Netherlands yang mengalami penurunan
menyebabkan berbagai permasalahan daya ingat berjumlah 93 lansia dengan
antara lain pada fungsi kognitif seperti usia 65 tahun (Ekkers et al, 2011).
recalling. Permasalahan yang sering Insiden lansia di Norwaygia yang
terjadi pada lansia yaitu lansia kesulitan mengalami penurunan daya ingat
untuk mengingat kembali terhadap terdapat 27% dengan diagnosis
kejadian yang dialami. Misalnya lansia gangguan daya ingat subyektif dan
kesulitan mengingat kembali dengan sebanyak 19 lansia berusia rerata 60,9
aktivitas yang telah dikerjakan, lansia tahun (Braekhus et al, 2011). Insiden
kesulitan mengingat kembali tempat dan lansia di Hongkong yang mengalami
waktu, lansia juga kesulitan mengingat penurunan daya ingat daya berjumlah 20
kembali nama orang dan benda. lansia berusia 80 tahun (Lim, et al,
Insiden lansia di Amerika yang 2012). Penelitian pada anak sekolah
mengalami penurunan daya ingat dasar di Surabaya terdapat peningkatan
berjumlah 47 lansia berusia 50-67 tahun daya ingat yang signifikan (Erviyanti,
(Lesch, 2003). Insiden lansia di Italia 2007). Insiden lansia di Panti Werdha

115 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

Mojopahit Mojokerto yang mengalami diharapkan dapat mengatasi


penurunan daya ingat sejumlah 30 permasalahan yang sering terjadi pada
sampel dengan usia antara 58-91 tahun lansia dalam hal kesulitan untuk
(Kushariyadi, 2013). mengingat kembali terhadap kejadian
Penyebab penurunan daya ingat yang dialami terutama mengingat
lansia secara fisiologis antara lain karena kembali aktivitas yang telah dikerjakan,
terjadi proses penuaan dan perubahan mengingat kembali tempat dan waktu,
degeneratif yang progresif dan bersifat serta mengingat kembali nama orang dan
ireversibel (Gething et al, 2004; Lovell, benda.
2006). Hal ini dipengaruhi oleh
lingkungan, pengalaman hidup dan Metode
faktor sosioemosional seperti perilaku, Jenis penelitian termasuk dalam
harapan, dan motivasi. Motivasi dapat eksperimen semu. Rancangan penelitian
memengaruhi proses daya ingat menggunakan one group pre-post test
(Carstensen et al, 2006; Ormrod, 2009). treatment design bertujuan untuk
Kemampuan daya ingat juga membandingkan kelompok lansia
dipengaruhi oleh kesehatan, emosi, sebelum diberi intervensi dengan setelah
kognitif, kepribadian, dan karakteristik diberi intervensi terapi pijat punggung.
psikologi (Hofer et al, 2006; Kramer et Tehnik pengambilan sampel penelitian
al, 2006). Akibat dari penurunan daya menggunakan simple random sampling.
ingat lansia jika tidak dilakukan tindakan Randomisasi menggunakan simple
akan terjadi penurunan daya ingat pada random sampling untuk memilih sampel
lansia (Abraham et al, 1997; Miller, lansia. Sampel penelitian meliputi lansia.
2009). Hal ini sesuai dengan teori Besar sampel penelitian sebanyak 12
kemunduran yang menyatakan dengan responden. Karakteristik responden
bertambahnya usia, daya ingat akan meliputi: 1) usia 60-90 tahun; 2) dapat
mengalami penurunan. Perubahan dilakukan pengukuran status daya ingat;
neuron dan sinaps otak sebagai 3) bisa berkomunikasi dengan lancar; 4)
pembentukan daya ingat juga mengalami bersedia menjadi responden; 5) jenis
penurunan seiring bertambahnya usia kelamin laki-laki dan perempuan.
(Solso et al, 2008; Wade et al, 2008). Penelitian dilakukan pada 2016.
Akibat lainnya yaitu informasi yang Instrumen penelitian menggunakan
tidak cepat dipindahkan ke daya ingat MMSE. Instrumen ini berisi pertanyaan
jangka pendek akan menghilang mengenai recalling yang diberikan
(Hartley, 2006; Solso et al, 2008; Wade sekitar 5-10 menit. Sedangkan instrumen
et al, 2008). Dampak lain terjadi terapi pijat punggung dilakukan sekitar
penurunan kemampuan beradaptasi 10 menit setiap hari selama 7 hari.
terhadap perubahan dan stres lingkungan Prosedur pengambilan data
sehingga menyebabkan gangguan meliputi: 1) memberikan penjelasan
psikososial, mencetuskan atau kepada sejumlah lansia yang memenuhi
memperburuk kemunduran fisik, terjadi kriteria tentang maksud dan tujuan
penurunan kualitas hidup dan kegiatan; 2) menyiapkan lembar
menghambat pemenuhan tugas-tugas persetujuan (informed consent) yang
perkembangan lansia (Stanley & Beare, disetujui oleh lansia untuk menjadi
2007). responden; 3) studi pendahuluan untuk
Salah satu upaya perawat untuk pengambilan data awal penelitian; 4) uji
meningkatkan recalling pada klien coba instrumen menggunakan instrumen
lansia yaitu dengan memberikan MMSE yang telah dimodifikasi untuk
intervensi keperawatan terapi pijat mengetahui validitas diuji dengan
punggung. Terapi pijat punggung korelasi Pearson dan reliabilitas diuji

116 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

dengan Cronbach’s alpha; 5) penentuan Karakteristik


N Perlakuan
besar sampel; 6) melakukan pre-test No Responden Frek Persentase
pada hari ke-1 menggunakan instrumen Usia:
4
4 Elderly (60-74 9 74,8
MMSE terhadap lansia untuk diukur tahun)
status daya ingat; 7) lansia diberikan Old (75-90 3 25,0
intervensi keperawatan terapi pijat tahun)
punggung setiap hari selama 7 hari
dengan waktu sekitar 10 menit; 8) Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil
melakukan post-test pada hari terakhir perhitungan menggunakan uji
menggunakan instrumen MMSE Kolmogorov-Smirnov pada recallig
terhadap lansia untuk diukur status daya lansia sebelum perlakuan yaitu p =
ingat; 9) hasil nilai pre-test dan post-test 0,001. Karena nilai p <0,05 maka
dicatat dan disimpan peneliti untuk disimpulkan data skor recalling lansia
diolah dan dianalisis. sebelum perlakuan mempunyai sebaran
Uji analisis statistik untuk tidak normal.
membandingkan hasil pre-test dan post-
test menggunakan Wilcoxon sign rank Tabel 2 Hasil uji normalitas recalling
test dengan tingkat kemaknaan p <0,05. Pre-test
Mean Me SD Min Ma Nilai
dian x p
Hasil Recalling 1,50 1,5 0,53 1,00 2,00 0,001
Tabel 1 menunjukkan bahwa 0
sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan sebanyak 7 orang Tabel 3 menunjukkan bahwa
(58,3%). Riwayat pekerjaan responden rerata sebelum perlakuan yaitu 1,50 dan
sebagian besar sebagai petani sebanyak setelah perlakuan yaitu 2,42
6 orang (50%). Status pernikahan menunjukkan recalling yang dihasilkan
reponden sebagian besar berstatus adalah meningkat. Hasil analisis
janda/duda sebanyak 11 orang (91,7%). menggunakan Wilcoxon sign rank test
Usia responden sebagian besar didapatkan nilai signifikan p = 0,009
berkategori elderly (60-74 tahun) karena nilai p <0,05 maka disimpulkan
sebanyak 9 orang (25%). ada perbedaan recalling lansia yang
bermakna antara sebelum dan setelah
Tabel 1 Karakteristik responden berdasarkan pemberian terapi pijat punggung.
jenis kelamin, riwayat pekerjaan, status
pernikahan, dan usia Tabel 3 Nilai pre-test dan post-test recalling
Karakteristik
N Perlakuan Recalling n Median Rerata p
No Responden Frek Persentase (Min- +-SD
1 Jenis kelamin: Max)
Laki-laki 5 41,7 Sebelum 12 (1,00- 1,50+- 0,009
Perempuan 7 58,3 diberi 2,00) 0,52
2 Riwayat terapi
pekerjaan: pijat
Tidak bekerja 1 8,3 punggung
Petani 6 50,0 Setelah 12 (2,00- 2,42+-
Wiraswasta 3 25,0 diberi 3,00) 0,51
Lain-lain 2 16,7 terapi
Status
3 pijat
3 pernikahan: punggung
Menikah 1 8,3
Janda/duda 11 91,7

117 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

Pembahasan memperoleh pengetahuan atau perilaku


Tabel 3 menunjukkan terdapat mengenai sesuatu, namun tidak
perbedaan signifikan (p = 0,009) menyadari cara memperoleh dan tidak
recalling lansia yang bermakna antara mampu menjelaskan dengan baik
sebelum dan setelah pemberian terapi bagaimana mempelajari pengetahuan
pijat punggung. Hal ini berarti tersebut (Ormrod, 2009; Wade et al,
pemberian terapi pijat punggung 2008).
berpengaruh terhadap recalling lansia. Memori implisit atau pengetahuan
Hal ini disebabkan karena lansia implisit merupakan informasi
menguasai kemampuan mengenal nama pengetahuan masa lalu mempengaruhi
benda dan menjadi suatu kebiasaan pikiran dan tindakan sekalipun tidak
dalam hidup keseharian sehingga berusaha mengingatnya secara sadar.
memudahkan lansia untuk Misalnya menggunakan pancingan
mengingatnya kembali secara spontan. (priming), individu diminta
Sesuai dengan memori atau mendengarkan lalu menguji apakah
pengetahuan prosedural merupakan informasi tersebut mempengaruhi
memori mengenai cara melaksanakan kinerja individu (Lumbantobing, 2012;
tindakan atau keterampilan. Memori Ormrod, 2009; Wade et al, 2008).
prosedural merupakan memori implisit, Faktor pendukung lain yaitu
karena begitu suatu kemampuan atau lingkungan yang menstimulasi dan
kebiasaan dikuasai oleh seseorang, kesehatan kardiovaskular berefek positif
kemampuan atau kebiasaan tersebut pada aspek fungsi kognitif (memori)
tidak lagi memerlukan pemrosesan lansia dalam registrasi dan mengingat
secara sadar. Individu belajar bagaimana kembali. Demontrasi efektif, kreatif dan
melakukan banyak hal. Individu dapat konstruktif lansia menunjukkan bahwa
melakukan hal tersebut dengan baik, kreativitas, produktivitas pada semua
dengan cara mengadaptasi perilakunya tingkatan usia berdampak positif pada
sendiri dengan kondisi yang berubah. kemampuan registrasi dan mengingat
Pengetahuan prosedural mencakup kembali. Kinerja efektif dan kreatif
informasi bagaimana memberikan dibutuhkan integritas seluruh sistem
respons di situasi berbeda (Ormrod, memori meliputi pengenalan, retensi,
2009; Wade et al., 2008). penyimpanan informasi, registrasi dan
Pemanggilan atau mengingat mengingat kembali informasi yang
kembali (retrieval) merupakan proses disimpan (Lumbantobing, 2012;
mengingat kembali informasi yang telah Smeltzer, 2001).
disimpan sebelumnya di memori. Hal ini terkait fungsi eksekutif
Individu mengingat kembali informasi yang lebih tinggi meliputi kemampuan
dengan cara implisit yaitu secara merencanakan, beradaptasi,
otomatis tidak disadari perkataan menyelesaikan masalah, digabung
meluncur terucap, berkaitan dengan dengan aspek perilaku sosial dan
keterampilan. Individu berlatih secara kepribadian misalnya inisiatif, kreatif,
efektif, kreatif dan konstruktif akan lebih konstruktif, produktif, motivasi dan
baik dalam kemampuan mengingat inhibisi (Ginsberg, 2008).
kembali informasi (kumpulan kata dan Sesuai model peplau yang bersifat
nama) yang dipelajari sehingga saat psikodinamis bahwa keperawatan
berbicara perkataan tersebut keluar sebagai proses interpersonal terapeutik
secara otomatis (Ginsberg, 2008; bertujuan mengembangkan personal ke
Ormrod, 2009; Walgito, 2004). arah pribadi dan kehidupan sosial yang
Pembelajaran implisit merupakan kreatif, konstruktif dan produktif.
proses pembelajaran terjadi saat individu Interaksi nonverbal sebagai sebuah

118 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

faktor, model utama komunikasi mampu dalam hal mengingat kembali


terapeutik sebagai interaksi verbal yaitu lansia mengikuti kegiatan secara
(Basford et al, 2006; Potter et al, 2009). aktif yang diadakan di UPT PSLU
Lansia dikonsepkan sebagai Kabupaten Jember meliputi senam pagi,
individu dinamis yang mempengaruhi bimbingan agama, pemeriksaan
dan dipengaruhi lingkungan serta orang kesehatan berkala, berkebun, lomba, dan
lain, mendapat dukungan sumber daya pendampingan.
dan faktor lingkungan. Lansia yang tidak
bergantung pada orang lain memiliki Kesimpulan
hubungan interpersonal yang Pemberian intervensi keperawatan
mempengaruhi kesehatan kebutuhannya terapi pijat punggung dapat
(Basford et al, 2006; Miller, 2009). meningkatkan recalling pada klien
Keperawatan adalah proses lansia. Lansia harus secara teratur,
terapeutik dan interpersonal efektif, kreatif, dan terus-menerus
berpartisipasi membentuk sistem asuhan melatih kemampuan untuk mengingat
kesehatan membantu individu kembali, agar lansia menjadi tetap
mengembangkan interaksi perawat- produktif. Hal ini sesuai tujuan
pasien. Keperawatan sebagai proses komunikasi terapeutik antara lain
terapi interpersonal merupakan alat memotivasi dan mengembangkan
pendidikan, kekuatan dalam pribadi pasien ke arah konstruktif dan
berkembang meningkatkan kepribadian adaptif.
kreatif, konstruktif, produktif, personal
dan komunitas (Alligood et al, 2006; Daftar Pustaka
Videbeck, 2011). Abraham, C., & Shanley, E. 1997.
Hal ini sesuai tujuan komunikasi Psikologi sosial untuk perawat.
terapeutik yaitu memotivasi dan Jakarta: EGC.
mengembangkan pribadi pasien kearah Alligood, M.R., & Tomey, A.M. 2006.
kreatif, konstruktif, produktif dan Nursing theorists and their work.
adaptif. Perawat juga mempromosikan 7th Ed. St. Louis Missouri: Mosby.
dan meningkatkan pengalaman individu Basford, L., & Slevin, D. 2006. Teori
mencapai keadaan sehat yaitu kehidupan dan Praktik Keperawatan:
kreatif, konstruktif dan produktif. Pendekatan Integral pada Asuhan
Perawat memberikan dukungan Pasien. Jakarta: EGC.
kesehatan dan bimbingan pada masalah Braekhus, A., Ulstein, I., Wyller, T.B.,
pasien sehingga pemecahan masalah Engedal, K., 2011. The Memory
mudah dilakukan (Basford et al, 2006; Clinic-outpatient assessment when
Videbeck, 2011). dementia is suspected. Tidsskr.
Tehnik komunikasi terapeutik Nor. laegeforen. 131, 2254–2257.
berfokus pada individu, perawat dan www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22
proses interaktif menghasilkan 085955. Diakses 7 Juli 2016.
hubungan perawat-pasien, merupakan Cartensen, L.L., Mikels, J.A., & Mather,
faktor pendukung lansia dalam M. 2006. Aging and the
mengingat kembali informasi dengan Intersection of Cognition,
cara mengungkapkan kembali yaitu Motivation, and Emotion. In J.E.
pasien mengulang apa yang diyakini Birren & K.W. Schaie (Eds.),
perawat mengenai pendapat yang Handbook of the Psychology of
diungkapkan (Parker et al, 2010; Aging (6th ed., pp. 343-362). San
Smeltzer, 2001). Diego: Academic Press.
Pendapat peneliti bahwa faktor psychology.stanford.edu/~lifespan
pendukung lain yang membuat lansia

119 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

/publications.htm. Diakses 2 Juli K.W. Schaie (Eds.), Handbook of


2016. the Psychology of Aging (6th ed.,
Cavallini, E., Pagnin, A., Vecchi, T. pp. 183-207). San Diego:
2003. Aging and Everyday Academic Press.
Memory: the Beneficial Effect of https://tspace.library.utoronto.ca/.
Memory Training. Arch. Gerontol. ../Burton_Christine_M_201111_P
Geriatr. 37 (2003) 241-257. h. Diakses 7 Juli 2016.
<www.else Hofer, S.M., & Sliwinski, M.J. 2006.
vier.com/locate/archger>. Design and Analysis of
http:www.sciencedirect.com. Longitudinal Studies on Aging. In
Diakses 4 Juli 2016. J.E. Birren & K.W. Schaie (Eds.),
Ekkers, W., Korrelboom, K., Handbook of the Psychology of
Huijbrechts, I., Smits, N., Aging (6th ed., pp. 17-37). San
Cuijpers, P., Gaag, M.V.D. 2011. Diego: Academic Press.
Competitive Memory Training for psycnet.apa.org/journals/
treating depression and rumination pag/26/4/778/. Diakses 2 Juli
in depressed older adults: A 2016.
randomized controlled trial. Kramer, A.F., Fabiani, M., & Colcombe,
Behavior Research and Therapy S.J. 2006. Contributions of
49 (2011) 588-596. Elsevier. Cognitive Neuroscience to the
http:www.sciencedirect.com. Understanding of Behavior and
Diakses 4 Juli 2016. Aging. In J.E. Birren & K.W.
Erviyanti, A.D. 2007. Peningkatan daya Schaie (Eds.), Handbook of the
ingat dengan metode belajar Psychology of Aging (6th ed., pp.
hafalan system asosiasi: Penelitian 17-37). San Diego: Academic
true eksperimen dalam bidang Press. Diakses 7 Juli 2016
kesehatan mental sekolah di SDN Kushariyadi. 2013. Intervensi (stimulasi
Keputran 3 Surabaya. Tesis. memory) meningkatkan fungsi
Universitas Airlangga. Surabaya. kognitif lansia. Jurnal Ners (Ners
<http://ADLN.com/>. J.) Vol. 8, No.2, Oktober. Program
library@lib.unair.ac.id. Diakses 2 Studi Ilmu Keperawatan FKp
Juli 2016. Unair bekerja sama dengan PPNI
Gething, L., Fethney, J., McKee, K., Propinsi Jawa Timur.
Persson, L.O., Goff, M., Church- Lesch, M.F. 2003. Comprehension and
ward, M. 2004. Validation of the memory for warning symbols:
reactions to ageing questionnaire: Age-related differences and
assessing similarities across impact of training. Journal of
several countries. Journal of Safety Research 34 (2003) 495 –
gerontological nursing. 30(9), 47- 505. http:www.sciencedirect.com.
54. Diakses 7 Juli 2016.
www.conceptwiki.org/.../Concept: Lim, M.H.X., Liu, K.P.Y., Cheung,
f2db3afe-7ebb-11df-9387-001517. G.S.F., Kuo, M.C.C., Li, K.R., &
Diakses 4 Juli 2016. Tong, C.Y. 2012. Effectiveness of
Ginsberg, L. 2008. Lecture notes: a Multifaceted Cognitive Training
Neurology. Jakarta: Penerbit Programme for People with Mild
Erlangga. Cognitive Impairment: A One-
Hartley, A. 2006. Changing Role of the Group Pre- and Posttest Design.
Speed of Processing Construct in Hong Kong Journal of
the Cognitive Psychology of Occupational Therapy (2012) 22,
Human Aging. In J.E. Birren &

120 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

3-8. http:www.sciencedirect.com.
Diakses 2 Juli 2016.
Lovell, M. 2006. Caring for the elderly:
changing perceptions and
attitudes. Journal of vascular
nursing. 24(1), 22-26.
www.sciencedirect.com/science/ar
ticle/pii/ S1062030305001688.
Diakses 4 Juli 2016.
Lumbantobing, S.M. 2012. Neurologi
klinik pemeriksaan fisik dan
mental. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Miller, C.A. 2009. Nursing for wellness
in older adults. 5th Edition ed.
Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Ormrod, J.E. 2009. Psikologi
pendidikan. Membantu siswa
tumbuh dan berkembang. Ed. 6.
Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Parker, M.E. & Smith, M.C. 2010.
Nursing Theories & Nursing
Practice. 3rd. Ed. Philadelphia:
Davis Company.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2009.
Fundamental keperawatan. Ed.7.
Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku ajar
keperawatan medical bedah
Brunner & Suddarth. Ed.8.
Jakarta: EGC.
Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin,
M.K. 2008. Psikologi kognitif. Ed.
8. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Stanley, M., & Beare, P.G. 2007. Buku
Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi
2. Jakarta: EGC
Videbeck, S.L. 2011. Psychiatric-mental
health nursing. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Wade, C., & Travis, C. 2008. Psikologi.
Jilid 2. Ed. 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Walgito, B. 2004. Pengantar psikologi
umum. Ed.4. Yogyakarta: Penerbit
Andi.

121 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling

PENGGUNAAN ARV DENGAN PERUBAHAN KADAR CD4


PADA PASIEN HIV/ AIDS

Nila Titis Asrining Tyas1 (korespondensi : nilatitisasriningt@gmail.com),


Nanda Vera Nurmalia2, Andreas Christian Wijaya3
1
Dosen tetap Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKes St. Elisabeth Semarang
2
Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKes St. Elisabeth Semarang
3
Dosen tidak tetap Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKes St. Elisabeth Semarang

Abstrak

HIV adalah virus yang menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia khususnya sel
CD4 dan AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat virus HIV.
Antiretroviral (ARV) adalah obat yang digunakan untuk retrovirus seperti HIV untuk
memulihkan sistem imun dan meningkatkan kualitas hidup. Pemeriksaan CD4 adalah
salah satu cara yang digunakan untuk melihat keberhasilan terapi ARV. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui korelasi lama penggunaan ARV dengan laju perubahan
kadar CD4 pada pasien HIV/AIDS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)
Wilayah Semarang.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan kohort retrospektif. Sampel penelitian berjumlah 48 orang yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dari
data sekunder dilihat dari hasil rekam medis lama penggunaan ARV dan laju
perubahan kadar CD4. Data dianalisis dengan uji normalitas Saphiro Wilk dilanjutkan
uji statistik Spearman Rho untuk mengetahui korelasi lama penggunaan ARV
dengan laju perubahan kadar CD4. Uji Spearman Rho terdapat korelasi bermakna
dengan arah positif antara lama penggunaan ARV dengan laju perubahan kadar CD4
dengan r= 0,657 p<0,001. Ada korelasi positif dengan kekuatan kuat antara lama
penggunaan ARV dengan laju perubahan kadar CD4.
Kata kunci: HIV/ AIDS, lama penggunaan ARV, laju perubahan kadar CD4

Penyakit infeksi Human Penderita HIV/ AIDS di


Immunodeficiency Virus (HIV) dan Indonesia yang masih menerima ARV
Acquired Immune Deficiency Syndrome sampai bulan September 2014 terdapat
(AIDS) hingga kini masih menjadi 45.631 orang. Kasus baru HIV
masalah kesehatan global dengan mengalami kenaikan dari tahun 2012
tingginya angka kematian. Berdasarkan yaitu 1.110 penderita menjadi 2.867
United National Programme and AIDS penderita dan kasus AIDS mengalami
(UNAIDS), jumlah penderita HIV di peningkatan dari tahun 2013 sebesar
seluruh dunia pada akhir tahun 2014 524 penderita menjadi 740 penderita di
sebanyak 36.900.000 dan sekitar tahun 2014 (Kemenkes RI, 2015).
1.200.000 orang meninggal karena Penemuan infeksi baru HIV di Jawa
penyakit terkait dengan AIDS. Orang Tengah tertinggi berada di Kota
yang hidup dengan HIV sampai bulan Semarang yaitu 68 dari 573 kasus dan
Juni 2015 terdapat 15.800.000 penderita penemuan baru AIDS sebesar 19 dari
yang mengakses antiretroviral (ARV) 428 kasus (Dinkes Semarang, 2015).
(WHO, 2015).

122 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
ARV adalah obat yang menanggulangi berbagai masalah
dipergunakan untuk retrovirus seperti kesehatan paru. BKPM juga melayani
HIV. Tujuan pemberian ARV untuk klinik Voluntary Counseling Testing
menghambat aktivitas virus, (VCT) dan Care Support Treatment
mengurangi terjadinya infeksi (CST) untuk pasien HIV/ AIDS. Pasien
oportunistik, memperbaiki kualitas juga mendapatkan terapi ARV dan
hidup, menurunkan morbiditas dan monitoring kadar CD4 setiap 6 bulan
mortalitas karena infeksi HIV dan sekali. Jumlah pasien HIV/ AIDS yang
mempertahankan sistem imun yaitu mendapatkan terapi ARV sebanyak 200
dengan melihat dari hasil hitung CD4 orang. Hasil studi pendahuluan yang
(Nursalam, 2011). Terapi ARV dimulai telah dilakukan didapatkan dari 7
lebih awal untuk semua pasien dewasa pasien yang menggunakan ARV
dengan jumlah CD4 ≤ 500 sel/mm 3 terdapat 5 orang pasien mengalami
pada pasien dengan gejala di stadium 3 peningkatan CD4 dan 2 orang
dan stadium 4, tetapi pasien tanpa gejala mengalami penurunan CD4. Pasien rata-
rata mendapat 2 macam ARV yaitu
dengan jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm 3 duviral (lamivudine dan zidovudine)
lebih diprioritaskan. Pasien dengan ko- dan neviral (nevirapine). Pasien yang
infeksi TB dan ko-infeksi hepatitis B mendapat 3 macam ARV adalah pasien
harus diberikan ARV terlepas dari dengan anemia, resistensi obat, dan
jumlah CD4-nya (Kemenkes RI, 2011). pasien yang mempunyai efek samping
Terapi ARV dapat meningkatkan terhadap obat. Pasien yang berobat di
kadar CD4 dengan peningkatan setelah BKPM berasal dari Kota Semarang dan
pemberian ARV antara 50-100 sekitarnya. Setiap bulan pasien
3
sel/mm /tahun (Kemenkes RI, 2011). diwajibkan mengambil obat ARV
Penurunan kadar CD4 juga dapat terjadi untuk pengobatan di BKPM.
setelah pemberian ARV. Penurunan Berdasarkan latar belakang tersebut,
CD4 disebabkan karena kegagalan maka peneliti melakukan penelitian
terapi ARV. Kegagalan terapi ARV menganai ARV dan kadar CD4 di
bisa disebabkan karena resistensi virus, BKPM Wilayah Semarang.
interaksi antar obat, malabsorbsi obat
dan ketidakpatuhan terhadap terapi Metode
(Nursalam, 2011). Penelitian ini merupakan jenis
Penelitian sebelumnya oleh penelitian kuantitatif dengan deskriptif
Hendrik pada tahun 2013 dengan judul analitik. Penelitian ini menggunakan
“Terapi ARV Meningkatkan Kadar IL- pendekatan kohort retrospektif yaitu
17 (interleukin 17) Serum pada Pasien pendekatan waktu secara longitudinal,
HIV” dengan menggunakan desain pengambilan data variabel dependent
survey pre dan post test mendapatkan dilakukan terlebih dahulu, kemudian
hasil kadar IL-17 serum pada penderita baru diukur variabel independent.
HIV setelah 3 bulan mendapat terapi Variabel dependent penelitian ini adalah
ARV lebih tinggi dibandingkan sebelum laju perubahan CD4 diukur dengan
mendapat terapi ARV dengan tingkat menghitung rata-rata selisih kadar CD4
signifikan p value= 0,005 (Jurnal dari awal pemeriksaan sampai
Kedokteran Brawijaya, 2013). pemeriksaan terakhir. Variabel
Balai Kesehatan Paru independent yaitu lama penggunaan
Masyarakat (BKPM) Wilayah ARV dihitung dengan menghitung
Semarang merupakan salah satu jumlah bulan dari awal penggunaan
lembaga yang memberikan pelayanan ARV sampai penggunaan ARV pada
kepada masyarakat dalam pemeriksaan CD4 terakhir.

123 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hasil Tabel 3. Korelasi lama penggunaan ARV
Pengambilan data ini dengan perubahan CD4 di BKPM Wilayah
Semarang pada Bulan Agustus 2016
dilakukan di Balai Kesehatan Paru
Perubahan CD4
Masyarakat (BKPM) Wilayah
Lama r 0,657
Semarang yang dilakukan pada tanggal
penggunaan p 0,000
13 Agustus dan 25-26 Agustus 2016.
ARV n 48
Responden penelitian ini berjumlah 48
Uji korelasi Spearman Rho
orang, data yang diambil dari penelitian
adalah data sekunder yang didapat dari Hasil analisa uji korelasi
catatan rekam medis responden. Data Spearman Rho menyatakan bahwa
yang diambil berupa data observasi terdapat korelasi yang bermakna antara
lama penggunaan ARV dan hasil lama penggunaan ARV dengan laju
pemeriksaan CD4. perubahan kadar CD4 dengan nilai
signifikasi p<0,05 dan nilai korelasi
Tabel 1. Distribusi lama penggunaan ARV
pada Bulan Agustus 2016 (n=48) Spearman Rho sebesar 0,657 yang
Karakteristik M SD Med M 95%M CI for menunjukkan terdapat korelasi positif
e Min M Mean
a . a
dengan kekuatan yang kuat antar
n x. variabel. Berdasarkan hasil di atas maka
L U
2 1 2 1 6 2
dapat2
disimpulkan bahwa korelasi lama
Lama 4 0,502 4 2 0 0,95 7,05 penggunaan ARV dengan laju
penggunaan perubahan kadar CD4 pada pasien HIV/
ARV (bulan)
AIDS di BKPM Wilayah Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian Pembahasan
pada 48 responden didapatkan hasil Berdasarkan hasil penelitian di
rerata lama penggunaan ARV 24 (12- atas maka dapat disimpulkan bahwa
60) bulan dengan simpang baku korelasi lama penggunaan ARV dengan
10,502. Penggunaan ARV paling laju perubahan kadar CD4 pada pasien
singkat adalah 12 bulan (1 tahun) HIV/ AIDS di BKPM Wilayah
dan penggunaan ARV terlama pada Semarang.
responden adalah 60 bulan (5 tahun). Virus HIV akan merusak
limfosit T, karena pada limfosit T
Tabel 2. Distribusi laju perubahan kadar terdapat reseptor limfosit T CD4 yaitu
CD4 pada Bulan Agustus 2016 (n=48) reseptor melekatnya virus HIV ke
Karakter Mean S Med M Ma 95% CI
istik D in x. permukaan limfosit T. Penurunan
for Mean
. jumlah limfosit T CD4 ini
L U
Laju 5 2 1
menyebabkan6
terjadinya
perubah 5,56 2,07 54,5 9 14 49,67 immunodefisiensi
1,449 secara progresif
an kadar
CD4
sehingga membuka kemungkinan
Berdasarkan hasil penelitian terjadinya infeksi oportunistik (Jurnal
pada 48 responden didapatkan rerata Kedoktrean Brawijaya, 2013). Terapi
laju perubahan kadar CD4 responden ARV dapat menekan replikasi virus
adalah 54,5 (29-114) dengan nilai HIV, dimana obat bekerja dengan
simpang baku 2,07. Laju perubahan mengurangi viral load sampai
serendah-rendahnya sehingga mampu
kadar CD4 paling rendah 29 sel/mm 3
mengurangi kematian akibat AIDS.
dan laju perubahan tertinggi adalah 114
Tujuan pemberian ARV adalah
sel/ mm3. Laju perubahan CD4
menurunkan morbiditas dan mortalitas
cenderung naik.
pada pasien HIV/ AIDS, memperbaiki
dan meningkatkan kualitas hidup
penderita seoptimal mungkin,

124 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
mempertahankan dan mengembalikan Kesimpulan
status imun ke fungsi normal, menekan Median lama penggunaan ARV
replikasi virus serendah dan selama adalah 24 (12-60) bulan. Median laju
mungkin sehingga kadar HIV dalam perubahan kadar CD4 adalah 45,5 (29-
plasma <50 kopi/ml (Nasronudin, 114) sel/ mm3. Terdapat korelasi yang
2007). bermakna antara lama penggunaan
Terapi ARV dapat menurunkan ARV dengan laju perubahan kadar CD4
viral load dengan bekerja secara pada pasien HIV/ AIDS dengan arah
berbeda-beda pada siklus hidup HIV korelasi positif, p-value <0,05 dan nilai
untuk mencegah replikasi virus. Terapi r= 0,657 yang menunjukkan korelasi
ARV menghambat proses perubahan yang kuat antar variabel.
RNA virus menjadi DNA dengan cara
mengikat reverse transcriptase
sehingga tidak berfungsi atau dengan Daftar Pustaka
menghalangi kerja enzim protease yang WHO. Global AIDS Response
berfungsi memotong DNA yang Progress Reporting 2015
dibentuk oleh virus dengan ukuran yang [homepage on the
benar umtuk memproduksi virus baru. Internet]. 2015 [cited 2016 Feb 21].
Hal ini akan mengurangi kadar CD4 Available from: www.who.int
yang dirusak oleh virus HIV yang Kementerian Kesehatan Republik
menyebabkan peningkatan kadar CD4 Indonesia. Profil Kesehatan
sehingga sistem imun dapat Indonesia Tahun 2014
dipertahankan dan dikembalikan ke [homepage on the Internet]. 2015
fungsi normalnya (Nursalam, 2011). [cited 2016 Jan 30]. Available
from: http://www.kemkes.go.id
Stadium klinis sendiri secara tidak Kementerian Kesehatan Republik
langsung dapat mempengaruhi kadar Indonesia. Situasi dan Analisis
CD4. Stadium klinis ini berhubungan HIV AIDS [homepage on the
dengan viral load dan infeksi Internet]. c2014 [update 2014
oportunistik yang terdapat pada pasien. Des; cited 2016 Feb 2].
Stadium klinis 3 akan mempunyai viral Available from
load yang lebih tinggi daripada stadium http://www.depkes.go.id
klinis 2. Produksi virus dalam jumlah Dinkes Semarang. Profil Kesehatan
yang lebih besar mengakibatkan Kota Semarang Tahun 2014
kemampuan dan sistem imun penderita [homepage on the Internet].
menurun yang menyebab kerusakan sel c2015 [update 2015 Jun 9; cited
CD4 sehingga sel CD4 menjadi cepat 2016 Feb 23]. Available from:
habis (immunosupresi). Penurunan https://drive.google.com/file/d/0
sistem imun pada penderita HIV/ AIDS B-yoD-
dapat menyebabkan terjadinya infeksi _DDYqgRWpLUlNrWm8tRXc/view
oportunistik. Stadium klinis 3 Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar
mempunyai infeksi oportunistik yang EM, Mayon-White T. Lecture
lebih banyak daripada stadium 2. Hal ini Notes: Penyakit Infeksi. 6th ed.
menyebabkan semakin menurunnya Jakarta: Erlangga; 2008
sistem imun yang akan mempengaruhi Nursalam, Ninuk DK. Asuhan
jumlah sel CD4 pada penderita (Astari, Keperawatan pada Pasien
2009). Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Salemba Medika; 2011

125 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Kemenkes RI. Pedoman Nasional http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/
Tatalaksana Klinis Infeksi HIV article/view/377/352
dan Terapi Nasronudin. HIV dan AIDS
Antiretroviral Pada Orang Dewasa Pendekatan Biologi Molekuler,
[serial on the internet]. 2011 Klinis, dan
[cited 2016 Sosial. Surabaya: Airlangga Unversity
Feb 18]; 7-9. Available from
Press; 2007
spiritia.or.id/dokumen/pedoman-
art2011.pdf Astari L, Sawitri, Safitri YE, Hinda D.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. Terapi Viral load pada infeksi HIV.
ARV Meningkatkan Kadar IL-17 Berkala
Serum pada Pasien HIV [serial Ilmu Kesehatan Kulit dan
on the internet]. 2013 [cited 2016 Kelamin. 2009; 21(1):31-8
Feb 25]; 27(4). Available from:

126 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

ILLNESS BELIEF DAN ILLNESS REPRESENTATION PADA PASIEN


DIABETES MELLITUS: LITERATURE REVIEW

Raudhotun Nisak1 (korespondensi : nisak.arif@gmail.com),


Suhartini2,Niken Safitri D.K3
1
Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
2,3
Dosen Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro

Abstrak

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang membutuhkan
strategi dalam pengelolaan penyakitnya. Selama sakit, adanya pengalaman dan
pengetahuan yang didapatkan pasien dapat membentuk illness belief dan illness
representation. Adanya pemahaman tentang illness belief dan illness representation,
dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan penyakit DM.
Literature review ini bertujuan untuk mengidentifikasi illness belief dan illness
representation pasien DM dan pengaruh yang ditimbulkan pada pasien dan keluarga
berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan dalam literature
review yaitu dengan menelaah hasil-hasil penelitian sebelumnya pada artikel yang telah
terpublikasi. Penelusuran artikel dilakukan melalui PubMed, EBSCO dan Science
Direct dengan menggunakan kata kunci illness beliefs AND Diabetes Mellitus, illness
beliefs model, illness representation AND Diabetes Mellitus. Sebanyak 15 artikel telah
diekstraksi berdasarkan kriteria inklusi: artikel dengan jenis penelitian kualitatif dan
kuantitatif, berbahasa Inggris, serta dipublikasikan secara online pada terbitan Januari
2010 – Desember 2016. Berdasarkan hasil telaah pada artikel menunjukkan bahwa
illness belief dan illness representation memiliki makna yang berbeda-beda bagi pasien.
Illnes belief dan illness representation berpengaruh terhadap psikologis dan
penyesuaian diri yang dilakukan oleh pasien. Adanya pengaruh kondisi pasien terhadap
illness belief dan illness representation keluarga, dibutuhkan peran perawat dalam
membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi. Illness belief dan illness
representation yang dimiliki oleh pasien DM dapat berbeda-beda dan berpengaruh pada
kehidupan pasien. Optimalisai peran perawat terkait illness belief dan illness
representation sangat diperlukan dalam membantu menentukan tindakan terhadap
pasien dan keluarga dalam mengelola penyakit.

Kata Kunci : Illness belief, illness representation, diabetes mellitus

Diabetes Mellitus (DM) penyakit DM sehingga dapat


merupakan penyakit yang ditandai oleh mengurangi maupun mencegah
adanya peningkatan kadar gula darah komplikasi yang terjadi (American
dalam tubuh (hiperglikemia). Berbagai Diabetes Association, 2016; World
komplikasi yang muncul akibat Health Organization, 2016).
kegagalan dalam mengontrol gula Pasien DM sebagai individu
darah, dapat menjadi sumber dengan penyakit kronis mengalami
penderitaan tersendiri bagi pasien banyak perubahan secara fisik,
maupun keluarganya. Oleh sebab itu, psikologis, sosial, dan spiritual.
dibutuhkan strategi untuk mengelola Berbagai pengalaman, pengetahuan, dan

127 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

hasil interaksi dengan orang lain selama diidentifikasi berdasarkan kriteria


sakit, dapat membentuk keyakinan inklusi sehingga mendapatkan sebanyak
terhadap penyakit (illness belief) 15 artikel. (Tabel 1)
(Årestedt, Benzein, & Persson, 2015), Makna Illness Belief dan Illness
serta representasi penyakit berdasarkan Representation
pemahaman pasien (illness Hasil penelitian menunjukkan
representation) (Skinner et al., 2011). bahwa illness belief dan illness
Illness belief dan illness representation representation berbeda-beda antara satu
ini, selanjutnya akan mempengaruhi pasien dengan pasien lainnya. Penelitian
perilaku serta strategi yang yang dipilih tentang illness belief oleh Hjelm &
dalam merespon penyakitnya (Årestedt Mufunda (2010), (Mufunda et al (2012)
et al., 2015; Simpson, Lekwuwa, & dan Hjelm & Bard (2013) menjelaskan
Crawford, 2013; Skinner et al., 2011). bahwa pasien meyakini jika DM
Adanya pemahaman pasien tentang merupakan penyakit seumur hidup,
illness belief dan illness representation disebabkan oleh faktor individu (pola
dapat menjadi salah satu kunci makan yang salah, obesitas, kurang
keberhasilan dalam pengelolaannya olahraga, gangguan pada pankreas,
penyakit DM. dampak obat-obatan tertentu), sosial
Berdasarkan uraian tersebut, maka (stress akibat pekerjaan atau masalah
reviewer ingin mengidentifikasi dengan orang lain), keturunan dan
bagaimana illness belief dan illness takdir. Pasien juga meyakini jika DM
representation pada pasien diabetes menyebabkan sejumlah konsekuensi
mellitus dan pengaruh yang gangguan pada tubuh (pandangan
ditimbulkannya dalam kehidupan kabur, gagal jantung, stroke) sehingga
pasien. membuat pasien menderita seperti akan
Metode meninggal dunia.
Literatur review ini dilakukan Lima dari delapan penelitian tentang
dengan menelaah hasil-hasil penelitian illness representation menunjukkan
sebelumya pada artikel yang telah adanya hasil yang bervariasi pada
terpublikasi. Penelusuran artikel masing-masing dimensinya. Sedangkan
dilakukan melalui : Pubmed, EBSCO, tiga penelitian lainnya, tidak
dan Science Direct dengan memperlihatkan nilai masing-masing
menggunakan kata kunci illness beliefs dimensi, namun secara langsung
AND Diabetes Mellitus, illness belief mengkorelasikan terhadap outcome
models, illness representation AND yang diukur. Dibawah ini adalah nilai
Diabetes Mellitus. Artikel yang tertinggi dalam dimensi illness
ditelusuri berdasarkan kriteria inklusi: representation dalam artikel yang
artikel berbahasa Inggris, artikel dengan ditemukan:
jenis penelitian kualitatif dan
kuantitatif, serta dipublikasikan secara Tabel 2 Nilai Tertinggi dalam Dimensi Illness
online. Penelusuran literatur dibatasi Representation
pada terbitan bulan Januari 2010 – Author Mean Tertinggi Dimensi
Desember 2016 yang dapat diakses Gaston et al 9.3(5-14) identity
(2012)
fulltext dalam format pdf. Nsereko et 5.67(4.19) identity
al (2013)
Hasil van Esch 4.00(0.74) timeline-
Karakteristik Studi (2014) acute/chronic
Berdasarkan hasil penelusuran, Sultan et al 4.16,(0.79) timeline-
(2011) acute/chronic
telah didapatkan sejumlah 90 artikel. McGrady et 23.67(4.12) control
Artikel-artikel tersebut, selanjutnya al (2014)

128 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

Psychological Impact stress atas kondisi yang dialami anak


Enam penelitian menunjukkan mereka.
bahwa illness belief dan illness
representation berkorelasi dengan Self Adjustment (Penyesuain Diri)
faktor psikologis pasien. Faktor Adanya illness belief dan illness
psikologis tersebut diantaranya depresi, representation yang terbentuk selama
persepsi pasien akan ancaman penyakit pasien sakit, mempengaruhi penyesuain
DM pada keluarga (perceptions of diri pasien. Tiga penelitian
diabetes threat in relatives) dan menunjukkan adanya keyakinan pasien
ansietas. bahwa DM merupakan penyakit seumur
hidup dan memiliki konsekuensi
Tabel 3 Nilai Tertinggi Korelasi Illness gangguan pada tubuh. Hal ini
Representation terhadap psichological impact
Author Outcome Dimensi Nilai Korelasi
menyebabkan meningkatnya perilaku
Nsereko et Depresi timeline: r=-0.27 p<0.01 self care pasien, seperti memonitor
al (2013) cyclic kadar gula darah, latihan teratur,
van Esch et perceptions timeline: B(SE)=0.38(1.2)
al (2014) of diabetes cyclic OR-=1.48, p<.01
perawatan kaki, mengurangi asupan
threat in karbohidrat dan meningkatkan asupan
relatives sayur dan buah (K Hjelm & Bard, 2013;
Dimitraki & Ansietas consequences r=0.43 p<0.001
Karademas
Katarina Hjelm & Mufunda, 2010;
(2014) Mufunda et al., 2012).
Adanya korelasi illness representation
Penelitian tentang pengaruh terhadap penyesuain diri pasien
illness belief oleh Mc Sharry et al diperlihatkan dalam penelitian di bawah
(2013), menunjukkan bahwa 11 dari ini :
total 17 pasien, mengakui jika penyakit
Tabel 4 Nilai Tertinggi Korelasi Illness
DM berkaitan dengan depresi yang Representation terhadap penyesuain diri
mereka alami. Keterkaitan tersebut pasien
diantaranya depresi memicu terjadi DM, Author Outcome Dimensi Nilai
DM menyebabkan pasien menjadi Korelasi
depresi atau meningkatkan keparahan Nsereko self care personal β=0.204
et al behaviour control p=0.031
penyakit. Sehingga depresi harus
(2013)
mendapatkan penanganan sebab adanya Abubak self all p=0.003,
depresi sering menyebabkan pasien ari et al manajeme p≤0.01
tidak melakukan self management (2016) nt
dengan benar. Sultan self care: cronicity β=0.285
et al dietary ∆R=0.08
Pengaruh keyakinan (belief)
(2011) 1,
yang tidak sesuai dengan faktor p<0.05)
psikologis juga telah ditunjukkan pada Gaston self consequen B = 2.8,
hasil penelitian Wacharasin (2010) et al managam ces– R2 =
bahwa keluarga cenderung memiliki (2012) ent impact 0.25,
t(55) =-
keyakinan negatif sehingga keluarga
2.23, P <
mengalami stress, timbulnya perasaan 0.05]
rendah diri akibat stigmatisasi bahkan
menolak status anggota keluarga Dampak Penyakit Pasien terhadap
(ODHA). Begitupula Wacharasin et al Ilness Belief dan Illness
(2015) yang menemukan kurangnya Representation Keluarga
keyakinan dan pemahaman keluarga Sebanyak 4 penelitian menunjukkan
akan perawatan anak dengan bahwa kondisi sakit pada salah satu
Thalasemia menyebabkan keluarga anggota keluarga berpengaruh terhadap
keyakinan dan representasi yang

129 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

dimiliki oleh anggota keluarga lain. Hal peran perawat sebagai seorang educator,
ini disebabkan karena keluarga penting bagi pasien. Adanya intervensi
merupakan orang terdekat pasien yang tersebut telah memberikan hasil
menjadi rujukan pertama atas kondisi menurunnya gejala depresi yang
yang dialami (Katarina Hjelm & dirasakan oleh pasien pada minggu ke
Mufunda, 2010; Mufunda et al., 2012; empat. Sedangkan penelitian
K Hjelm & Bard, 2013). Oleh karena Wacharasin (2010) dan Wacharasin et
itu, sejumlah pengaruh pada keluarga al (2015) menunjukkan bahwa perawat
akan ditimbulkan akibat kondisi sakit merupakan fasilitator antara pasien dan
salah satu anggota keluarga mereka. keluarga. Perawat memfasilitasi dalam
Pengaruh ini ditunjukkan dalam hasil membangun keyakinan keluarga
penelitian Sato et al (2015) bahwa terhadap anggota keluarga yang sakit
adanya anggota keluarga yang sakit sehingga dapat meningkatkan
menyebabkan keluarga harus menerima, keyakinan dan kemampuan dalam
memahami penyakit dan merawat anggota keluarganya.
pengelolaannya serta kemungkinan
akan kematian (belief about illness and Pembahasan
death). Meskipun kondisi diyakini dapat Hasil review tentang illness belief
telah membatasi hubungan keluarga dan illness representation menunjukkan
dengan lingkungan (belief about bahwa keyakinan dan representasi
relationship), namun hal ini juga terhadap penyakit dimaknai secara
diyakini dapat memperkuat dukungan berbeda oleh pasien. Perbedaan ini
antar anggota keluarga (belief with disebabkan karena adanya pengalaman
family members). dan pengetahuan yang didapatkan
Penelitian Wacharasin (2010) pasien, serta hasil interaksi dengan
dan Wacharasin et al (2015) orang lain selama proses adaptasi
menjelaskan bahwa keyakinan positif terhadap perubahan yang terjadi selama
yang dimiliki oleh keluarga terhadap sakit (Årestedt et al., 2015; Skinner et
sakit yang dialami pasien (setelah al., 2011). Oleh karena itu, pemahaman
diberikan intervensi), telah memberikan dan keyakinan yang kuat pada dimensi
dampak positif terhadap pada anggota tertentu akan memberikan nilai tinggi
keluarga. Dampak tersebut diantaranya pada hasil pengukurannya.
meningkatnya keyakinan positif Illness belief dan illness
keluarga dalam memberikan perawatan representation ditemukan memiliki
anggota keluarga meningkatkan pengaruh negatif terhadap psikologis
interaksi keluarga, meningkatnya pasien. Meskipun tidak semua item
komunikasi, serta pengakuan akan dimensi (illness representation)
kekuatan keluarga dalam merawat menunjukkan pengaruh signifikan pada
pasien dan perawatan. dampak psikologis, namun adanya
korelasi telah menunjukkan adanya
Peran Perawat dalam Ilness Belief pengaruh pada kedua hal tersebut.
dan Illness Representation. Pengaruh ini, sebagaimana yang
Bentuk intervensi yang telah dijelaskan oleh Moldovan (2009) dan
dilakukan oleh 3 peneliti, menunjukkan Edgar & Skinner (2003) yaitu berkaitan
bahwa diuraikan diatas, bahwa perawat dengan adanya keyakinan pasien yang
memiliki peran dalam illness belief dan tidak sesuai atau irrasional dan illness
illness representation pasien dan representation yang rendah. Hal ini
keluarga. Program pendidikan tentang menyebabkan pasien merasa tidak
self management yang dilakukan oleh mampu untuk mengendalikan penyakit
Skinner et al (2011) memperperlihatkan

130 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

sehingga perilaku positif pasien dalam keluarga untuk mengelola penyakit.


mengelola penyakit juga menurun. Hasil review telah menjelaskan bahwa
Bentuk penyesuaian yang peran perawat dapat sebagai educator
ditemukan dalam review ini, juga dan fasilitator. Perawat sebagai educator
menjelaskan bagaimana pengaruh dengan memberikan pemahaman, baik
illness belief dan illness representation kepada pasien maupun keluarga
pada pasien. Adanya keyakinan dan sehingga mempengaruhi proses kognitif
representasi yang tinggi terhadap mereka dalam membentuk keyakinan
penyakit, memberikan motivasi kepada dan representasi penyakitnya.
pasien untuk melakukan perilaku positif Keyakinan dan representasi ini,
sebagai bentuk penyesuaian diri pada selanjutnya akan menentukan respon
kondisi mereka. Hal ini sebagaimana dan perilaku mereka dalam menghadapi
yang dijelaskan oleh Leventhal (1984) permasalahan yang ada (Årestedt et al.,
dalam konsep Common Sense Self 2015; Skinner et al., 2011). Hubungan
Regulatory Model of Representation. antara pasien, keluarga dan perawat
Model ini menggambarkan pemahaman juga dijelaskan oleh Wright & Bell
pasien terhadap penyakit dan perilaku dalam konsep Illness Belief Model
kesehatannya (Petrie, Jago, & Devcich, (IBM). Ketiganya saling berkaitan dan
2007). Adanya kemampuan pasien memiliki porsi yang sama dalam
dalam memahami illness representation, membentuk belief dan perilaku dalam
diharapkan dapat memberikan motivasi mengelola penyakit (Årestedt et al.,
bagi dirinya sendiri sehingga mampu 2015).
berperilaku positif dalam mengelola Hasil literature review ini dapat
penyakitnya dan membangun kembali menggambarkan dengan jelas
kesehatannya. bagaimana illness belief dan illness
Kondisi sakit yang dialami oleh representation sangat diperlukan bagi
pasien tidak hanya berpengaruh pada pasien dan keluarga dalam proses
diri pasien saja, namun juga manajemen penyakitnya. Review ini
keluarganya. Sebagaimana yang juga melibatkan studi sumber daya
ditemukan dalam review, bahwa keluarga dalam merawat pasien DM.
penyakit DM yang dialami pasien Meski demikian, review ini juga
memberikan pengaruh terhadap illness memiliki keterbatasan, seperti
belief dan illness representation minimnya jumlah studi yang direview
keluarga. Adanya penyesuaian yang serta sebagian besar penelitian yang
harus dilakukan pasien, seperti membuktikan pengaruh illness belief
mengatur pola makan, olahraga, dan dan illness representation terhadap
minum obat, mengharuskan keluarga sejumlah outcome berupa penelitian
membuat pola hidup baru dalam dengan design cross-sectional.
kegiatan sehari-hari yang disesuaikan Penelitian cross-sectional dapat
dengan kebutuhan anggota keluarga membuktikan pengaruh antar variabel,
yang sakit. Adanya keyakinan yang namun tidak cukup kuat dibandingkan
dimiliki oleh anggota keluarga terhadap metode RCT.
pasien dan penyakitnya dapat Adapun implikasi penting dalam
mempengaruhi kemampuan keluarga praktek keperawatan muncul dari
dalam melakukan pemeliharaan literature review ini. Illness belief dan
kesehatan pasien (Årestedt et al., 2015). illness representation menjadi
Keterkaitan illness belief dan komponen penting dalam praktek
illness representation dengan sejumlah keperawatan sebab dapat membantu
faktor diatas, dibutuhkan peran perawat pasien dalam menentukan tindakan
dalam memfasilitasi pasien dan yang tepat bagi kesehatan mereka. Oleh

131 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

karena itu, berdasarkan hasil review ini, Årestedt, L., Benzein, E., & Persson, C.
maka diperlukan riset-riset lebih lanjut (2015). Families living with
untuk mendalami lebih lanjut bentuk chronic illness: beliefs about
illness belief dan illness representation illness, family, and health care.
yang secara unik mempengaruhi kondisi Journal of Family Nursing, 21(2),
pasien, keluarga dan perawat yang 206–231.
berada dalam sistem pelayanan https://doi.org/10.1177/107484071
kesehatan. 5576794
Dimitraki, G., & Karademas, E. C.
Kesimpulan (2014). The Association of Type 2
Literature review ini Diabetes Patient and Spouse
menunjukkan pentingnya illness belief Illness Representations with Their
dan illness representation bagi pasien Well-Being: A Dyadic Approach.
DM. Illness belief dan illness International Journal of
representation yang dimiliki pasien juga Behavioral Medicine, 21(2), 230–
memperlihatkan adanya pengaruh 239.
terhadap faktor psikologis pasien dan https://doi.org/10.1007/s12529-
penyesuaian diri pasien dalam 013-9296-z
menghadapi penyakitnya. Kondisi sakit Edgar, K. A., & Skinner, T. C. (2003).
yang dialami pasien dapat Illness representations and coping
mempengaruhi illness belief dan illness as predictors of emotional well-
representation keluarga sehingga being in adolescents with type 1
dibutuhkan peran perawat dalam diabetes. J Pediatr Psychol, 28(7),
menyelesaikan masalah kesehatan yang 485–493.
ada. Perawat dapat membantu pasien https://doi.org/10.1093/jpepsy/jsg0
dalam mengoptimalkan intervensi 39
terkait illness belief dan illness Gaston, A. M., Cottrell, D. J., & Fullen,
representation sehingga dapat T. (2012). An Examination of How
membantu pasien dan keluarga dalam Adolescent-Caregiver Dyad Illness
menentukan tindakan yang tepat bagi Representations relate to
diri mereka sendiri. Adolescents’ Reported Diabetes
Self-Management. Child: Care,
Daftar Pustaka Health and Development, 38(4),
Abubakari, A.-R., Cousins, R., Thomas, 513–519.
C., Sharma, D., & Naderali, E. K. https://doi.org/10.1111/j.1365-
(2016). Sociodemographic and 2214.2011.01269.x
Clinical Predictors of Self- Hjelm, K., & Bard, K. (2013). Beliefs
Management among People with about health and illness in latin-
Poorly Controlled Type 1 and american migrants with diabetes
Type 2 Diabetes: The Role of living in sweden. Open Nursing
Illness Perceptions and Self- Journal, 7(1), 57–65.
Efficacy. Journal of Diabetes https://doi.org/10.2174/187443460
Research, 2016, 6708164. 1307010057
https://doi.org/10.1155/2016/6708 Hjelm, K., & Mufunda, E. (2010).
164 Zimbabwean diabetics’ beliefs
American Diabetes Association. (2016). about health and illness: an
Standards of Medical Care in interview study. BMC
Diabetes - 2016. Diabetes Care, International Health and Human
39(1). Rights, 10, 7.
https://doi.org/10.2337/dc14-S014 https://doi.org/10.1186/1472-

132 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

698X-10-7 Perilaku Perawatan Diri dengan


Mc Sharry, J., Bishop, F. L., Moss- Kualitas Hidup Penderita Diabetes
Morris, R., Kendrick, T., J., M. S., Melitus Tipe 2 di Poliklinik
F.L., B., … T., K. (2013). “The Khusus Penyakit Dalam RSUP.
chicken and egg thing”: cognitive DR. M/ Djamil Padang. Fakultas
representations and self- Keperawatan Universitas Andalas
management of multimorbidity in Padang, 51, 2015–2016.
people with diabetes and Rantung, J., Yetti, K., & Herawati, T.
depression. Psychology and (2015). Hubungan self-care dengan
Health, 28(1), 103–119. kualitas hidup pasien diabetes
https://doi.org/10.1080/08870446.2 melitus (DM) di Persatuan
012.716438 Diabetes Indonesia (Persadia)
Moldovan, R. (2009). An analysis of the cabang Cimahi. Jurnal Skolastik
impact of irrational beliefs and Keperawatan, 1(1), 38–51.
illness representation in predicting Sato, N., Araki, A., Ito, R., & Ishigaki,
distress in cancer and type II K. (2015). Exploring the beliefs of
diabetes patients. Cognition, Brain, Japanese mothers caring for a child
Behavior: An Interdisciplinary with disabilities. Journal of Family
Journal, 13(2), 179–193. Retrieved Nursing, 21(2), 232–260.
from https://doi.org/10.1177/107484071
http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cg 5586551
i?T=JS&PAGE=reference&D=psy Sicree, B. R., Shaw, J., & Zimmet, P.
c6&NEWS=N&AN=2009-24911- (2012). The Global Burden
005 Diabetes and Impaired Glucose
Mufunda, E., Albin, B., & Hjelm, K. Tolerance. IDF Diabetes Atlas, 1–
(2012). Differences in Health and 105.
Illness Beliefs in Zimbabwean https://doi.org/10.1097/01.hjr.0000
Men and Women with Diabetes. 368191.86614.5a
The Open Nursing Journal, 6, Simpson, J., Lekwuwa, G., & Crawford,
117–125. T. (2013). Illness beliefs and
https://doi.org/10.2174/187443460 psychological outcome in people
1206010117 with Parkinson’s disease. Chronic
Nsereko, E., Bavuma, C., Tuyizere, M., Illness, 9(2), 165–76.
Ufashingabire, C., Jmv, R., & https://doi.org/10.1177/174239531
Yamuragiye, A. (2013). Illness 3478219
Perceptions and Depression in Skinner, T. C., Carey, M. E., Cradock,
Relation to Self-care Behaviour S., Dallosso, H. M., Daly, H.,
among Type 2 diabetes Patients in Davies, M. J., … Oliver, L. (2011).
a Referral Hospital in Kigali- Comparison of Illness
Rwanda. Rwanda J. Health Sci., Representations dimensions and
2(1), 1–9. Illness Representation Clusters in
Petrie, K., Jago, L. a, & Devcich, D. a. Predicting Outcomes in The First
(2007). The role of illness Year following Diagnosis of Type
perceptions in patients with 2 Diabetes: Results from the
medical conditions. Current DESMOND trial. Psychology &
Opinion in Psychiatry, 20(2), 163– Health, 26(3), 321–35.
167. https://doi.org/10.1080/088704409
https://doi.org/10.1097/YCO.0b01 03411039
3e328014a871 Sultan, S., Attali, C., Gilberg, S.,
Rahayu, N. S. (2016). Hubungan Zenasni, F., & Hartemann, A.

133 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus

(2011). Physicians’ Understanding


of Patients’ Personal
Representations of Their Diabetes:
Accuracy and Association with
Self-Care. Psychology & Health,
26 Suppl 1(April 2013), 101–17.
https://doi.org/10.1080/088704410
03703226
van Esch, S. C., Nijkamp, M. D.,
Cornel, M. C., & Snoek, F. J.
(2014). Illness representations of
type 2 diabetes patients are
associated with perceptions of
diabetes threat in relatives. Journal
of Health Psychology, 19(3), 358–
368.
https://doi.org/10.1177/135910531
2470853
Wacharasin, C. (2010). Families
suffering with HIV/AIDS: what
family nursing interventions are
useful to promote healing? Journal
of Family Nursing, 16(3), 302–
321.
https://doi.org/10.1177/107484071
0376774
Wacharasin, C., Phaktoop, M., &
Sananreangsak, S. (2015).
Examining The Usefulness of a
Family Empowerment Program
Guided by The Illness Beliefs
Model for Families Caring for A
Child with Thalassemia. J Fam
Nurs, 21(2), 295–321.
https://doi.org/10.1177/107484071
5585000
World Health Organization. (2016).
Global Report on Diabetes. ISBN,
39, 88. https://doi.org/ISBN 978 92
4 156525 7

134 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation

Tabel 1. Karakteristik Studi

Author Design Jumlah sampel Intervensi Pengukuran IR/IB dan Outcome

Hjelm, K & Mufunda, Exploratory study 21 pasien -  Semi-structure interview


E, (2010)
Mufunda et al (2012) Exploratory study 21 pasien -  Semi-structure interview
Hjelm & Bard (2013) Exploratory study 9 pasien -  Focus group interview
Sato et al (2015) Qualitative study 8 ibu dengan anak disabilitas -  Semi-structure interview
Wacharacin (2010) Qualitative study 16 keluarga dengan pasien Family  Semi-structure interview
HIV/AIDS Caregiving
Model
Wacharacin at al (2015) Qualitative study 25 keluarga dengan anak Family  Semi-structure interview
penderita Thalasemia Empowerment
Program
Nsereko et al (2013) Cross-sectional 86 pasien DM tipe 2 -  IR : IPQ-R (Revised-Illness Perception Questionnaire)
study  Outcome : Depresion Scale (CES-D20), Summary of Diabetes Self-Care
Activities (SDSCA)
Abubakari et al (2015) Cross-sectional 123 pasien DM tipe 1 dan 2 -  IR : Brief IPQ-R (Brief Illness Perception Questionnaire)
study  Outcome : Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
Van Esh et al (2013) Cross-sectional 546 pasien DM tipe 2 -  IR : IPQ-R (Revised-Illness Perception Questionnaire)
study  Outcome : Perceptions of diabetes threat in relatives (kuesioner yang
dikembangkan peneliti berdasarkan CSM framework)
Mc Sharry et al (2013) Qualitative study 17 pasien DM  Semi-structure interview

Sultan et al (2011) Cross-sectional 78 pasien DM tipe 2 dan 14 -  IR :Brief IPQ-R (Brief Illness Perception Questionnaire)
study dokter  Outcome : Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
Gaston et al (2011) Cross-sectional 55 caregive/keluarga pasien -  IR : DIRQ (Diabetes Illness Representation Questionnaire)
study DM  Outcome : Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
Mc Grady et al (2014) Prospective, 95 pasien DM tipe 1 -  IR : DIRQ (Diabetes Illness Representation Questionnaire) – dimensi treatment
Observational effectiveness (control-prevent) dan consequences (Perceived impact-threath)
study  Outcome : self adherence inventory (SCI)
Dimitraki et al (2014) Cross-sectional 84 pasien DM tipe 2  IR : IPQ-R (Revised-Illness Perception Questionnaire)
study  Outcome : Psychologycal wellbeing (The Hospital Anciety and Depression
Scale)
Skinner et al (2013) RCT 564 pasien Self management  IR : IPQ-R (Revised-Illness Perception Questionnaire)
education  Outcome : metabolic control : BMI, HBA1C, kolestero, TD, depresi
programme
Keterangan : IR : Illness Representation, IB : Illness Belief

135 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

PENGARUH TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR)


TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN PASCA OPERASI LAPARATOMI

Umi Fadilah1, Mugi Hartoyo2 (korespondensi:hartoyo.mugi@yahoo.com),


Desak Parwati3
1
Praktisi Keperawatan
2,3
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

Abstrak

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan untuk perbaikan
dan pembaharuan sel ephithelia dan apabila kebutuhan tidur tidak terpenuhi memiliki
dampak buruk antara lain individu menjadi letih, lelah, iritabel, kemampuan
pengendalian emosi menjadi buruk dan depresi. Progressive Muscle Relaxation
merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk mengatasi gangguan tidur,
mengontrol stres dan kecemasan, meringankan insomnia, serta mengurangi nyeri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara responden
kelompok yang diberikan intervensi Progressive Muscle Relaxation (PMR) dan
kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimental dengan
teknik pengambilan sampel secara Purposive Sampling. Responden terdiri dari 17 laki-
laki dan 13 perempuan, berusia 19 – 65 tahun, tidak sedang mendapat obat-obatan yang
membuat kondisi tidak sadar, dan yang telah menjalani operasi laparatomi di RSUD dr.
Loekmono Hadi Kabupaten Kudus. Responden dibagi menjadi kelompok perlakuan dan
kontrol. Kualitas tidur responden diukur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index
(PSQI) sebelum dan setelah intervensi Progressive Muscle Relaxationi. Pada kelompok
kontrol tidak dilakukan intervensi sebelum dan setelah dilakukan pengukuran kualitas
tidur. Peneliti telah mendapatkan ijin penggunaan PSQI dari ePROVIDE yang
diteruskan kepada pemilik hak cipta, Dr. Bussye, Universitas Pittsburgh. PSQI memiliki
konsistensi internal dan koefisien reliabilitas (Cronbach’s Alpha) 0,83 untuk setiap unit
komponen. Hasil penelitian menunjukkan nilai median kualitas tidur responden sebelum
dilakukan PMR adalah 9 dengan nilai minimum 4 dan nilai maksimum 14 dan setelah
terapi memiliki nilai median 5 dengan rentang nilai paling rendah 3 dan paling tinggi 9.
Hasil penelitian juga menunjukkan ada pengaruh PMR terhadap kualitas tidur
(p=0.001), dan terdapat perbedaan kualitas tidur pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (p=0.010). Progressive Muscle Relaxation (PMR) berpengaruh
terhadap kualitas tidur pada pasien pasca operasi laparatomi. Terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR) dapat dijadikan salah satu intervensi mandiri perawat untuk
meningkatkan kualitas tidur pasien pasca operasi laparatomi.

Kata kunci : Progressive Muscle Relaxation (PMR), PSQI, Pasca Laparatomi

WHO dalam Rahman (2015) Emergency Laparotomy Audit (NELA)


memperkirakan setiap tahun ada 230 (2016) terdapat peningkatan jumlah
juta pembedahan utama yang dilakukan pasien dibandingkan pada tahun 2015
di seluruh dunia. Laparatomi dari 21.000 menjadi 23.000.
merupakan salah satu metode Berdasarkan laporan Depertemen
pembedahan yang memiliki prevalensi Kesehatan RI (2011) pembedahan
cukup tinggi, menurut National menempati urutan ke 10 dari 50 pola

136 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

penyakit di rumah sakit se-Indonesia, tertarik untuk melakukan penelitian dan


dengan presentase 15,7% dan 45% nya merumuskan pertanyaan penelitian:
berupa tindakan laparatomi. Terdapat “Bagaimanakah pengaruh Progressive
beberapa masalah yang muncul paska Muscle Relaxation atau relaksasi otot
pembedahan diantaranya luka akan progresif terhadap kualitas tidur pasien
mengalami stress selama masa pasca operasi laparatomi?”
penyembuhan akibat dari nutrisi yang
tidak adekuat, gangguan sirkulasi, Metode
perubahan metabolisme, perubahan Jenis penelitian ini menggunakan
aktivitas sehari-hari, dan menyebabkan quasi-eksperimental design dengan
nyeri (Craven dkk, 2013). Setiap desain penelitian Pretest-Posttest
penyakit yang menimbulkan nyeri dapat Control Group Design. Populasi dari
menghambat kemampuan pasien untuk penelitian ini adalah pasien pasca
menjadi aktif dan terlibat dalam laparatomi RSUD dr. Lukmono Hadi
perawatan diri, hal ini menyebabkan Kudus berusia 19 tahun dan ≤ 65 tahun
komplikasi seperti kelelahan fisik yang dirawat pada 11 Januari sampai 22
emosional, imobilitas, dan dapat Februari 2017. Teknik sampling yang
menyebabkan gangguan tidur (Potter & digunakan pada penelitian ini adalah
Perry, 2011). purpossive sample untuk mendapatkan
Studi pendahuluan yang sample sesuai kriteria spesifik yang
dilakukan pada 14 Desember 2016 di diinginkan peneliti dengan jumlah 30
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus pada responden.
bulan Januari – November 2016 tercatat Analisa univariat digunakan untuk
472 pasien yang menjalani operasi menggambarkan secara deskriptif
laparatomi, dan hasil wawancara variabel penelitian, data kategorik
diruangan Bougenville dari empat seperti jenis kelamin, pendidikan,
pasien post laparatomi tiga pasien pekerjaan, dan kualitas tidur baik dan
mengatakan kesulitan tidur atau kurang buruk. Sementara itu analisa data
tidur, dan satu diantaranya tidak bivariat digunakan untuk mengetahui
mengalami gangguan tidur. Ganguan kualitas tidur sebelum dan setelah
tidur pada pasien pasca operasi perlakuan pada tiap kelompok, sebelum
laparatomi dapat berdampak pada melakukan analisis bivariat sebelumnya
regenerasi sel yang sangat diperlukan dilakukan uji normalitas data terlebih
untuk proses penyembuhan (Kozier, dahulu, karena jumlah sampel kurang
2010). Tindakan mandiri yang dapat kurang dari 50 uji normalitas yang
dilakukan perawat untuk mengatasi dilakukan dengan Saphiro-Wilk.
gangguan tidur pasien adalah dengan Berdasarkan uji normalitas data
menggunakan teknik relaksasi. kelompok perlakuan diperoleh p value
Progressive Muscle Relaxation 0.007 (<0.05) dan data kelompok
merupakan teknik relaksasi yang efektif kontrol p value 0.001 (<0.05), sehingga
digunakan untuk mengontrol stres dan data kelompok perlakuan dan kontrol
kecemasan, meringankan insomnia, berdistribusi tidak normal, kemudian
serta mengurangi nyeri (Everyday data ditransformasi namun karena nilai
Health, 2010). yang terlalu kecil data menjadi tidak
Penelitian yang dilakukan Sun terbaca sehingga dianalisis
dkk. ( 2013) menunjukkan lansia yang menggunakan uji alternatif Wilcoxon.
melakukan latihan relaksasi mandiri Sedangkan skor PSQI sebelum dan
mengalami peningkatan kualitas tidur sesudah pada kelompok kontrol dan
dan fungsi kognitif. Berdasarkan kelompok intervensi dianalisis
fenomena latar belakang di atas peneliti menggunakan Mann-Whitney.

137 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Hasil pengukuran pertama responden yang


Karakteristik Responden memiliki kualitas kualitas tidur baik
Usia responden yang paling sebanyak 10 orang (66.7 %) dan pada
banyak adalah rentang usia 46-55 tahun pengukuran selanjutnya kualitas tidur
sebanyak 9 orang (30,0%), jenis buruk responden mengalami
kelamin paling banyak adalah laki-laki peningkatan sebanyak 8 orang (53.3 %)
sebanyak 17 orang (56.7 %), dan seperti tersaji pada tabel 2.
tingkat pendidikan responden paling
banyak adalah SD sebanyak 17 orang Tabel 2 Distribusi frekuensi responden
(56.7 %), serta pekerjaan terbanyak menurut kuliatas tidur pasien pasca
laparatomi
bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 11
Baik Buruk
orang (36.7 %) seperti tersaji pada tabel Variabel
1. n % n %
Perlakuan Pre 4 26.7 11 73.3
Tabel 1 Distribusi frekuensi responden Pos 12 80.0 3 20.0
menurut usia, jenis kelamin, pendidikan dan Kontrol Pre 10 66.7 5 33.3
pekerjaan pasien pasca laparatomi
Pos 7 46.7 8 53.3
Karakteristik Frekuensi Presentase
Usia
Kualitas Tidur Kelompok Intervensi
17-25 4 13.3 Hasil uji statistik Wilcoxon
26-35 6 20.0 diperoleh nilai p sebesar 0.001 (<0.05),
36-45 3 10.0 sehingga disimpulkan ada pengaruh
46-55 9 30.0 Progressive Muscle Relaxation (PMR)
56-65 8 26.7 terhadap kualitas tidur pada pasien
Jenis Kelamin pasca laparatomi di RSUD dr.
Laki-laki 17 56.7 Loekmono Hadi Kudus seperti tersaji
Perempuan 13 43.3 pada tabel 3.
Pendidikan
Tabel 3 Kualitas tidur responden sebelum
Dasar 17 56.7 dan sesudah dilakukan Progressive Muscle
Menengah 11 36.7 Relaxation (PMR)
PT 2 6.7 Nilai
Kelompok Skor Kualitas Tidur
P
Pekerjaan Perlakuan
Median Min Maks
IRT 3 10.0
Pre 9 4 14 0.00
Wiraswasta 11 36.7
Pos 5 3 9 1
Tidak Bekerja 4 13.3
Petani 9 30.0
PNS
Kualitas Tidur Kelompok Kontrol
3 10.0
Hasil uji statistik wilcoxon
diperoleh nilai p sebesar 0.256 (>0.05).
Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah Disimpulkan tidak ada pengaruh
Perlakuan kualitas tidur Pre Post Test pada pasien
Sebelum diberikan perlakuan pasca laparatomi di RSUD dr.
Progressive Muscle Relaxation (PMR) Loekmono Hadi Kudus seperti tersaji
kualitas tidur pada kelompok perlakuan pada tabel 4.
memiliki kualitas tidur yang buruk
sebanyak 11 orang (73.3 %) dan setelah
diberikan perlakuan Progressive Muscle
Relaxation (PMR) kualitas tidur baik
meningkat menjadi 12 orang (80.0%).
Sedangkan pada kelompok kontrol pada

138 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Tabel 4 Kualitas tidur responden Pre Test dan didukung oleh studi Unsal menunjukan
Post Test kualitas tidur pada pasien yang dirawat
Kelompok Skor Kualitas Tidur Nilai P dirumah sakit memiliki skor PSQI
Perlakuan Median Min Maks tinggi atau kualitas tidur buruk, hasil
Pre 4 3 7 analisis menunjukkan beberapa faktor
0.256
Pos 6 3 7 yang sering mengganggu kualitas tidur
responden antara lain penyakit,
Kualitas Tidur Kelompok Kontrol gangguan lingkungan tempat tidur, obat
dan Kelompok Intervensi pada malam hari, dan cemas. Selain itu,
Z hitung uji beda mean dua kualitas tidur juga dipengaruhi nyeri,
kelompok adalah -2.583 dengan nilai kesulitan bernafas, masalah setelah
significancy p=0,010 (<0.05), sehingga operasi seperti takut dan khawatir
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan jahitan, suara langkah kaki, suara
bermakna antara kualitas tidur pasien petugas kesehatan, televisi, bahkan
pasca laparatomi kelompok perlakuan suara pintu yang terbuka. Faktor
dengan kualitas tidur pasien pasca lingkungan dan faktor internal individu
laparatomi kelompok perlakuan seperti merupakan faktor yang paling besar
tertera pada tabel 5 yang dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Fakta tersebut didukung
Tabel 5 Hasil uji statistik perbedaan kualitas dengan teori Gabor, et al. (2003) dalam
tidur pada responden kelompok kontrol dan Robby dkk (2015) bahwa kebanyakan
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah hasil penelitian yang dipublikasikan
diberikan Progressive Muscle Relaxation
(PMR)
menyimpulkan bahwa faktor
Mean Nilai lingkungan (kebisingan dan rutinitas
Kelompok Z kerja) merupakan predisposisi, pemicu
rank P
Perlakuan 19.63 dari gangguan tidur pasien yang dirawat
-2.583 0,01 dirumah sakit, sedangkan pada pasien
Kontrol 11.37
pasca operasi, gangguan tidur
Pembahasan disebabkan karena posisi yang tidak
Penelitian Sulidah (2016) tentang nyaman di tempat tidur akibat luka
pengaruh latihan relaksasi otot progresif operasi, nyeri, dan obat yang
terhadap kualitas tidur lansia berdampak pada kualitas tidur.
menunjukkan kualitas tidur responden Berdasarkan hasil penelitian
pada kelompok perlakuan mengalami diatas menunjukkan bahwa Progressive
peningkatan kualitas tidur baik dan Muscle Relaxation (PMR) memiliki
penurunan skor rata-rata PSQI setelah dampak yang baik terhadap kualitas
latihan relaksasi otot progresif. tidur, karena tidur merupakan suatu
Penelitian Unsal (2012) tentang proses fisiologis yang juga memiliki
evaluasi kualitas tidur dan kelelahan manfaat lainnya antara lain untuk proses
pasien di rumah sakit yang penyembuhan luka yang lama, dimana
menunjukkan kualitas tidur dan fungsi dari tidur adalah untuk regenerasi
kelelahan pada pasien yang dirawat sel–sel tubuh yang rusak menjadi baru
dirumah sakit lebih buruk dibandingkan (Kozier, 2010). Selain itu kualitas tidur
dengan indivudu yang sehat dan yang baik diperlukan untuk
kualitas tidur yang buruk dapat meningkatkan kesehatan dan
meningkatkan kelelahan, perasaan memulihkan kondisi dari sakit
negatif dan disorientasi. Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Pada kelompok kontrol terdapat atau terapi relaksasi otot progresif yang
tiga responden yang mengalami merupakan jenis terapi yang berfokus
penurunan kualitas tidur. Hal ini pada kontraksi/mengencangkan otot dan

139 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

mengistirahatkan kelompok otot Progressive Muscle Relaxation


tertentu secara berurutan (Healthline, (PMR) dapat dilakukan pada individu
2014). Latihan relaksasi dapat sehat maupun sakit karena PMR
digunakan untuk memasuki kondisi merupakan upaya pencegahan untuk
tidur karena dengan mengendurkan otot membantu tubuh agar kembali segar
secara sengaja akan membentuk suasana dan beregenerasi setiap hari.
tenang dan santai. Suasana ini Berdasarkan analisis dapat
diperlukan untuk gelombang alpha yaitu diartikan bahwa ada perbedaan
suatu keadaan yang diperlukan bermakna antara kualitas tidur pasien
seseorang untuk memasuki fase tidur pasca laparatomi kelompok perlakuan
awal (Everyday Health, 2010). dengan kualitas tidur pasien pasca
Hasil penelitian menunjukkan laparatomi kelompok perlakuan, hal ini
bahwa ada pengaruh Progressive sesuai dengan hasil penelitian Haris
Muscle Relaxation (PMR) terhadap (2011) yang menunjukkan ada pengaruh
kualitas tidur pada pasien pasca teknik relaksasi progresif terhadap
laparatomi di RSUD dr. Loekmono pemenuhan kebutuhan istirahat-tidur
Hadi Kudus. Penelitian ini sesuai klien diruangan VIP-B RSUD Bima
dengan penelitian Rahman (2014) dengan nilai t hitung > t-tabel
tentang pengaruh terapi relaksasi otot (11.481>1.729) dan p value = 0.000
progresif terhadap kualitas tidur pada (<0.05). Berkurangnya pengaruh
lansia di Panti Sosial Tresna Wredha anastesi dapat menyebabkan rangsangan
Unit Abiyoso Pakem Sleman nyeri yang disebabkan oleh luka insisi,
Yogyakarta yang menunjukkan ada nyeri tersebut termasuk kedalam nyeri
pengaruh terapi relaksasi otot progresif akut yang biasanya dimulai dengan
terhadap kualitas tidur pada lansia dan cepat, intensitas beragam (ringan
didapatkan nilai z sebesar -2.816 sampai berat) dan singkat, selain itu
dengan nilai signifikasi (p) 0.005 nyeri juga menjadi peringatan bagi
(p<0.05). tubuh adanya kerusakan jaringan dan
Progressive Muscle Relaxation juga sinyal tubuh untuk perlindungan
(PMR) merupakan jenis terapi yang (Potter & Perry, 2011). Selain itu,
berfokus pada lingkungan yang tidak mendukung juga
kontraksi/mengencangkan otot dan dapat menyebabkan seseorang kesulitan
mengistirahatkan kelompok otot untuk tidur dan cemas, kondisi tersebut
tertentu secara berurutan (Healtline, dapat meningkatkan kadar norepinefrin
2014), jika seseorang mampu dalam darah melalui stimulasi dari
beristirahat melalui cara yang tepat, sistem saraf simpatik, perubahan kadar
maka pikiran ataupun mental orang kimia ini mengakibatkan fase tidur
tersebut akan ikut relaksasi dan dalam dan fase REM berkurang dan
sesorang akan tertidur hanya jika telah lebih sering terbangun (Kozier, 2010).
merasa nyaman dan rileks (Potter & Kualitas tidur merupakan fenomena
Perry, 2011). Smith (2005) dalam yang sangat kompleks yang melibatkan
Sulidah (2016) menjelaskan kondisi berbagai domain, antara lain, penilaian
rileks yang dihasilkan karena terhadap lama waktu tidur, gangguan
Progressive Muscle Relaxation (PMR) tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur
dapat memberikan pemijatan halus pada pada siang hari, efisiensi tidur, kualitas
kelenjar yang ada ditubuh, menurunkan tidur, penggunaan obat tidur.
kadar kortisol dalam darah, mengatur Menurut Yang et al. (2012) dalam
pengeluaran hormon sehingga memberi Sulidah (2016) gangguan pemenuhan
keseimbangan emosi dan ketenangan kualitas tidur atau kualitas tidur yang
pikiran. buruk diduga disebabkan karena adanya

140 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

peningkatan aktivitas Reticullar kesimpulan bahwa terdapat perbedaan


Activating System (RAS), dopamine dan bermakna antara kualitas tidur
noreprineprine atau disebabkan responden kelompok perlakuan dengan
penurunan aktivitas sistem batang otak. responden kelompok kontrol.
Progressive Muscle Relaxation (PMR)
mempengaruhi kualitas tidur yang
didasarkan pada aktifitas sistem saraf Daftar Pustaka
otonom parasimpatis nuclei rafe yang Apriyani H. (2012). Faktor-Faktor Yang
terletak diseparuh bagian bawah pons Berhubungan Dengan Gangguan
dan di medulla yang bereaksi Pemenuhan Kebutuhan Tidur
menyebabkan penurunan metabolisme Pasien Post Operasi Di RSD HM
tubuh, denyut nadi, tekanan darah, Ryacudu Kotabumi. Jurnal
frekuensi pernapasan dan peningkatan Keperawatan; III(1).
serotonin (Demiralp, 2010), sehingga Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus.
kebutuhan oksigen oleh tubuh terpenuhi [Online].; 2015 [cited 2017 Maret
dan aliran darah menjadi lancar, sistem 14. Available from:
saraf bekerja dengan baik dan otot https://kuduskab.bps.go.id/linkTa
tubuh akan rileks. Perasaan rileks akan belStatis/view/id/100.
direspon tubuh dengan diteruskan ke Berman A, Snyder S, & Frandsen G.
hipotalamus untuk menghasilkan (2010). Kozier & Erb's
Corticotropin Releasing Factor (CRF) Fundamental of Nursing :
yang menstimulasi kelenjar pituitary Concepts, Process, and Practice.
untuk meningkatkan produksi beberapa 7th ed. Jakarta: EGC.
hormone, seperti β-Endorphin, Buysse D, Reynolds III CF, Monk TH,
Enkefalin dan Serotonin sehingga Berman SR, & Kupfer DJ. (1988).
menimbulkan perasaan nyaman dan University of Pittsburgh.
tenang (Ramdhani, 2008, dalam [Online].; [cited 2016 oktober 10.
Fitrisya, 2012). Available from:
Berdasarkan hasil penelitian http://www.psychiatry.pitt.edu/no
diatas menunjukkan bahwa PMR de/8240.
memiliki dampak yang baik terhadap Conrad A, & Roth WT. (2007). Muscle
kualitas tidur, karen tidur merupakan relaxation therapy for anxiety
suatu proses fisiologis yang juga disorders:It works but how?
memiliki manfaat lainnya antara lain Journal of Anxiety
untuk proses penyembuhan luka yang Disorders;(21): p. 243-264.
lama, dimana fungsi dari tidur adalah Cooke H. (2015). CAM-CANCER
untuk regenerasi sel–sel tubuh yang (Complementary and Alternative
rusak menjadi baru (Kozier, 2010). Medicine For Cancer). [Online].;
[cited 2016 Desember 9.
Kesimpulan Available from: http://www.cam-
Hasil penelitian yang dilakukan cancer.org/The-Summaries/Mind-
pada pasien pasca laparatomi di RSUD body-interventions/Progressive-
dr. Loekmono Hadi Kudus dapat Muscle-Relaxation.
diambil kesimpulan bahwa terdapat Craven, RF, Hirnle, CJ, & Henshaw,
pengaruh bermakna antara Progressive CM. (2013). Fundamental of
Muscle Relaxation (PMR) terhadap Nursing : Human Health and
kualitas tidur kelompok perlakuan Function. 7th ed. Philadelphia:
dengan p value 0.001 (<0.05). Hasil uji Wolters Kluwer Health/Lippincott
Mann-Whitney menunjukkan nilai Williams & Wilkins.
p=0.010 (<0.05), sehingga dapat ditarik

141 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Dariah ED, & Okatiranti. (2015). Abdomen Terhadap


Hubungan Kecemasan dengan Penyembuhan Luka Dan Fungsi
Kualitas Tidur Lansia di Posbindu Pernafasan. Ners Jurnal
Anyelir Kecamatan Cisarua Keperawatan. 7(2).
Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Hanifa A. (2016). Hubungan Kualitas
Ilmu Keperawatan; 3(2). Tidur dan Fungsi Kognitif pada
Dayapog ˘ lu N, & Tan M. (2012). Usia Lanjut di Panti Sosial
Evaluation of the Effect of Margaguna Jakarta Selatan.
Progressive Relaxation Exercises Skripsi. Jakarta: Universitas Islam
on Fatigue and Sleep Quality in Negri Hidayatullah, Program
Patients with Multiple Sclerosis. Studi Ilmu Keperawatan.
The Journal Of Alternative And Haris AB, & Muhatar. (2011). Pengaruh
Complementary Medicine; Tehnik Relaksasi Progresif
18(10): p. 983–987. Terhadap Pemenuhan Kebutuhan
Delaney L. (2016). The role of sleep in Istirahat – Tidur Klien Di
patient recovery. Clinical Update; Ruangan VIP-B Rumah Sakit
23(7). Umum Daerah Bima. Jurnal
Ditya W, Zahari A, & Afriwardi. Kesehatan Prima. 5(1).
(2016). Hubungan Mobilisasi Dini Hartatik. (2014). Pengaruh Terapi
dengan Proses Penyembuhan Spiritual Emotional Freedom
Luka pada Pasien Pasca Technique (SEFT) terhadap
Laparatomi di Bangsal Bedah Pria Penurunan Intensitas Nyeri pada
dan Wanita RSUP Dr. M. Djamil Pasien Post Operasi Bedah Mayor
Padang. Jurnal Kesehatan di RSUD dr. R. Soeprapto Cepu.
Andalas; 5(3). KTI. Semarang: Politekkes
Es N. (2013). Pengaruh Spiritual Semarang, Program Studi DIV
Emotional Freedom Technique Keperawatan; 2014.
terhadap Pemenuhan Kualitas Johansson A. (2012). Sleep-Wake-
Tidur pada Pasien Post Operasi di Activity and Health-Related
Ruang Wijaya Kusuma RSUD dr. Quality of Life in Patietns with
R. Soeprapto Cepu. KTI. Coronary Artery Disease. Medical
Semarang: Politekkes Semarang, Dissertations. Kärnsjukhuset,
Program Studi DIV Keperawatan. Sweden: Linköping University,
Faridah VN. (2014). Penanganan Department of Cardiology; Report
Gangguan Kebutuhan Tidur Pada No.: 978-91-7393-029-1.
Pasien Post Operasi Laparotomi Knutson KL, & Hulley SB. (2009).
Dengan Pemberian Aromaterapi Association Between Sleep and
Lavender. SURYA. II(XVIII). Blood Pressure The CARDIA
Fitria CM, & Ambarwati RD. (2015). Sleep Study. American Medical
Efektivitas Teknik Relaksasi Asociation. 169(11).
Progresif terhadap Intensitas Magrifah I. (2016). Hubungan Kualitas
Nyeri Pasca Operasi Laparatomi. Tidur Dengan Tekanan Darah
Jurnal Keperawatan GSH; 4(2). Pada Mahasiswi Program Studi
Fitrisyia R, & Ismayadi. (2012). S1 Fisioterapi Angkatan 2013
Relaksasi Otot Progresif dengan Dan 2014 Di Universitas
Pemenuhan Kebutuhan Tidur Hasanuddin. Skripsi. Makassar:
Lansia. Jurnal Keperawatan Universitas Hasanudin, Program
Klinis; 1(1). studi Fisioterapi.
Gusti RP. (2011). Pengaruh Mobilisasi Marcellin L. (2010). Everyday Health.
Dini Pasien Pasca Operasi [Online]. [cited 2016 Oktober 10.

142 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Available from: Yogyakarta. Disertasi.


http://www.everydayhealth.com/sl Yogyakarta: Stikes Aisyiyah,
eep/insomnia/tips/guide-to- Program Studi Ilmu Keperawatan.
relaxation.aspx. Rahman MN, & Widiastuti Y. (2014).
Mollayeva T, Thurairajah P, Burton K, Pengaruh Terapi Musik untuk
Mollayeva S, Shapiro CM, & Mengurangi Intensitas Nyeri saat
Colantonio A. (2016). Sleep Perawatan Luka Post Op
Medicine Reviews. [Online].; Laparatomi Hari ke 2 di RSUD
2016 [cited 2016 Oktober 10. dr. Moewardi. PROFESI. 11.
Available from: http://www.smrv- Resti IB. (2014). Teknik Relaksasi Otot
journal.com/article/S1087- Progresif Untuk Mengurangi Stres
0792(15)00021-0/abstract. Pada Penderita Asma. Jurnal
NELA. (2016). The Second Patient Ilmiah Psikologi Terapan. Vol.
Report of the National Emergency 02(1).
Laparotomy Audit (NELA) Robby A, Chaidir DI, & Rahayu U.
December 2014 to November (2015). Kualitas Tidur Pasien
2015. [Online].; 2016 [cited 2016 Preoperasi di Ruang Rawat Inap.
November 25. Available from: Jurnal Kesehatan Komunitas
http://www.nela.org.uk/. Indonesia. 11(2).
Nursalam. (2008). Konsep dan Rustianawati Y, Karyati S, & Himawan
Penerapan Metodologi Penelitian R. (2013). Efektivitas Ambulasi
Ilmu Keperawatan. 1st ed. Dini terhadap Penurunan
Jakarta: Salemba Medika. Intensitas Nyeri pada Pasien Post
Pletcher P. (2014). Healthline. Operasi Laparatomi di RSUD
[Online].; [cited 2016 Oktober 10. Kudus. JIKK. 4(2).
Available from: Safitri W, & Agustin WR. (2015).
http://www.healthline.com/health/ Pengaruh Relaksasi Progresif
what-is-jacobson-relaxation- terhadap Penurunan Tingkat
technique#4. Insomnia pada Lansia di Panti
Potter PA, Perry AG, Stockert P, & Hall Wreda Dharma Bakti Kasih
A. (2011). Basic Nursing. 7th ed. Surakarta. Jurnal KesMaDaSka.
Meyers T, editor. Missouri: 6(1).
Elsiever. Safrudin A, Asrin , & Purwatiningsih,
Psychologytools. (2016). Psychology A. (2009). Hubungan Kualitas
Tools. [Online]. [cited 2016 Tidur Dengan Lama Hari Dirawat
Desember 8. Available from: Pasien Gastritis di RSU
http://psychology.tools/progressiv Kebumen. Jurnal Ilmiah
e-muscle-relaxation.html. Kesehatan Keperawatan. 5(2).
Rahman A. (2015). Hubungan Antara Sahanantya AR, Armiyati A, & Arif S.
Nyeri dan Kecemasan dengan (2015). Pengaruh Terapi Musik
Kualitas Tidur Pada Pasien Post Klasik Mozart Terhadap Kualitas
laparatomi di Irna Ruang Bedah Tidur Pada Pasien Stroke Di
RSUP DR. M. Djamil Padang. Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum
Skripsi. Padang: Universitas Semarang. Jurnal Ilmu
Andalas, Fakultas Keperawatan. Keperawatan dan Kebidanan
Rahman A. (2015). Pengaruh Terapi (JIKK).
Relaksasi Otot Progresif terhadap Sandy FP, Roni Y, & Utami NW.
Kualitas Tidur pada Lansia di (2015). Infeksi Luka Operasi
Panti Sosial Tresna Werdha Unit (ILO) pada Pasien Post Operasi
Abiyoso Pakem Sleman

143 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Laparatomi. Jurnal Keperawatan Tobing DL. (2012). Pengaruh


Terapan. 1(1). Progressive Muscle Relaxation
Sastroasmoro S, & Ismail S. (2011). dan Logoterapi terhadap
Dasar Dasar Metodologi Perubahan Ansietas, Depresi,
Penelitian Klinis Jakarta: Sagung Kemampuan Relaksasi dan
Seto. Kemampuan Memaknai Hidup
Soewondo S. (2012). [Audio Stres, Klien Kanker di RS Dharmais
Manajemen Stres, dan Relaksasi Jakarta. Tesis. Jakarta:
Progresif]. Universitas Indonesia, Pasca
Sulidah , Yamin A, & Susanti RD. sarjana fakultas ilmu
(2016). Pengaruh Latihan keperawatan.
Relaksasi Otot Progresif terhadap Ünsal A, Demir G. (2012). Evaluatıon
Kualitas Tidur Lansia. Jurnal of Sleep Quality and Fatigue in
Keperawatan Padjadjaran. 4(1). Hospitalized Patients.
Sun J, Kang J, Wang P, Zeng H. (2013). International Journal of Caring
Self-relaxation training can Sciences. 5(3).
improve sleep quality and Urden L, Stacy K, Lough M. (2012).
cognitive functions in the older: a Prioritis in Critical Care Nursing.
one-year randomised controlled 6th ed. Myers T, editor. Misouri:
trial. Journal of Clinical Noursing. Elsiever.
22: p. 1270–1280. Xu Q, Song Y, Hollenbeck A, Blair A,
Taylor D., &Roane B. (2010). Schatzkin A, Chen H. (2010). Day
Treatment of Insomnia in Adults Napping and Short Night Sleeping
and Children: A Practice-Friendly Are Associated With Higher Risk
Review of Research. Journal Of of Diabetes in Older Adults.
Clinical Psychology: In Session. Diabetes Care; 33(1).
p. 1139.

144 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

PENGARUH INTRADIALYTIC EXERCISE DAN TERAPI MUSIK KLASIK


TERHADAP TEKANAN DARAH INTRADIALISIS
PADA PASIEN CKD STAGE V YANG MENJALANI HEMODIALISA

Nia Firdianty Dwiatmojo1 (korespondensi : niazinta86@gmail.com),


Shofa Chasani2,Henni Kusuma3
1
Mahasiswa Magister Keperawatan Departemen Keperawatan, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
2,3
Dosen Program Studi Magister Keperawatan Departemen Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Abstrak

Hemodialisa merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang umum dilakukan dan
menjadi pilihan bagi banyak penderita CKD stage V. Selama proses hemodialisa sering
muncul komplikasi, hipertensi intradialisis merupakan komplikasi yang sering terjadi
dan tidak cukup terkontrol. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat
peran hipertensi intradialisis terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien
CKD yang menjalani hemodialisa rutin, sehingga dibutuhkan suatu penanganan untuk
mengontrol tekanan darah intradialisis. Intradialytic exercise dan terapi musik klasik
merupakan intervensi pilihan dan aman dilakukan untuk mengontrol tekanan darah
intradialisis. Tujuan penelitian mengevaluasi pengaruh intradialytic exercise dan terapi
musik klasik terhadap tekanan darah intradialsis pada pasien yang menjalani
hemodialisa. Penelusuran hasil penelitian tentang intradialytic exercise dan terapi musik
klasik yang bersumber dari electronic data base yang telah dipublikasikan sampai tahun
2016. Tujuh penelitian intradialytic exercise menunjukkan hasil adanya penurunan
tekanan darah sistolik, peningkatan dialysis efficacy, dan peningkatan kualitas hidup.
Sedangkan dua penelitian terapi musik klasik menunjukkan hasil adanya penurunan
tekanan darah sistolik, dan penurunan kecemasan. Hipertensi intradialisis dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa
rutin. Terdapat dua intervensi pilihan dan aman dalam pengendalian hipertensi
intradialisis yaitu intradialytic exercise dan terapi musik klasik. Penggabungan
intervensi ini aplikatif dan efektif untuk menurunkan tekanan darah, dan merupakan
intervensi yang mudah dan murah untuk dilakukan.

Kata Kunci : intradialytic exercise, terapi musik klasik, hipertensi intradialisis,


hemodialisa, CKD

Hipertensi Intradialisis (HID) Zhang, & Reisin, 2003). Berbagai hasil


merupakan masalah utama dan tidak penelitian menyimpulkan bahwa
cukup terkontrol pada pasien terdapat peran hipertensi intradialisis
hemodialisa (HD), 70% pasien HD terhadap peningkatan morbiditas dan
mengalami hipertensi intradialisis mortalitas pasien yang menjalani
(Armiyati, 2012). HID berpotensi hemodialisis rutin (Gallen &
mencetuskan sakit kepala, Nephrology, 2008).
meningkatkan ketidaknyamanan dan Ketika terjadi HID saat proses
meningkatkan resiko penyakit hemodialisis, penanganan yang sering
cardiovaskuler (Morse, Dang, Thakur, dilakukan adalah dengan menurunkan

145 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

Quick of Blood (QB) dan pemberian menurunkan tekanan darah (Carvalho,


obat farmakologis seperti obat-obatan 2016).
diuretika atau pemberian beta bloker.
Penanganan ini menimbulkan efek Metode
samping yaitu penurunan adekuasi HD, Metode penelitian ini yaitu
menjadikan tubuh tidak stabil/fit, sistematis review yang bersumber dari
kelemahan otot, kejang-kejang dan obat electronic data base melalui Ebsco,
ini mampu menghambat kerja Pubmed, Google Scholar, dan Science
noradrenalin dan adrenalin yang Direct. dengan kriteria inklusi:
mengakibatkan keadaan pasien penelitian Randomized Controlled
memburuk dan menurunkan derajat Trial, telah dipublikasikan sampai 2016,
kesehatan pasien (Ayu & Astuti, 2010; full text, dan memiliki kelompok
Girija & Radha, 2013). kontrol. Menggunakan kata kunci:
Pentalaksanaan nonfarmakologis intradialytic exercise, terapi musik
yang telah terbukti dan bermanfaat klasik, hipertensi intradialisis,
dalam pengendalian hipertensi hemodialisa, dan CKD. Penulis
intradialisis yaitu intradialytic exercise menemukan sebanyak tujuh publikasi
dan teknik relaksasi seperti terapi jurnal terkait intradialytic, dan dua
musik. Penatalaksanaan non publikasi jurnal terkait terapi musik
farmakologis ini dapat membuat tubuh klasik.
menjadi lebih stabil/fit, lebih berenergi
dan membuat tidur menjadi lebih baik, Hasil
sehingga dapat mengurangi kebutuhan Intradialytic Exercise
penggunaan obat antihipertensi Penelitian yang dilakukan
(Carvalho, 2016; Sheng et al., 2014). Headley pada tahun 2008 yang
Intradialytic exercise dan terapi dilakukan pada 24 subjek yang
musik klasik dapat meningkatkan mendapatkan terapi obat antihipertensi.
pengontrolan tekanan darah pada pasien Didapatkan hasil adanya penurunan
yang mengalami hipertensi, dan tekanan darah sistolik dan diastolik
menurunkan resiko kematian akibat pada kelompok intervensi (p < 0.05).
penyakit ganguan kardiovaskuler Dalam satu sesi aerobic exercise dapat
(Johansen, 2007). Dari perspektif menurunkan tekanan darah secara
fisiologi, pasien HD yang diberikan signifikan terutama tekanan darah
intradilytic exercise akan mengalami sistolik yang terjadi setelah 5–22 jam
kondisi dimana cairan dalam tubuh post exercise, dengan penurunan
dapat dikeluarkan lebih banyak yang sebanyak 15 mmHg untuk tekanan
mengakibatkan sebagian besar dari urea darah sistolik dan 4 mmHg untuk
dan racun keluar dari jaringan ke tekanan darah diastolik. (Headley et al.,
kompartemen vaskular untuk dihapus 2008)
berikutnya ke mesin dialyser (Ouzouni, Di tahun 2009 penelitian
Kouidi, Sioulis, Grekas, & Deligiannis, didapatkan hasil terjadi perubahan yang
2009). Sedangkan Musik dapat signifikan dengan nilai p < 0.05 pada
menurunkan stimulus system syaraf Physical Component Scale of the SF-
simpatis yang diikuti dengan penurunan 36. Dimana pada Physical Component
aktivitas adrenalin dan ketegangan Scale terlihat indikator tekanan darah
neuromuskuler, dan dapat menstimulasi didapatkan hasil adanya penurunan pada
tubuh untuk memproduksi molekul kelompok intervensi sedangkan pada
nitric oxide (NO) yang bekerja pada kelompok kontrol terjadi peningkatan.
tonus pembuluh darah yang dapat (Ouzouni et al., 2009)

146 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

Tiga penelitian yang dilakukan Terapi Musik Klasik


pada tahun 2010, menunjukkan hasil Penelitian yang dilakukan oleh
bahwa tidak ada pengaruh secara Bekiroglu didapatkan hasil terjadi
langsung intradialytic exercise pada penurunan tekanan darah sistolik 13
kelompok kontrol maupun kelompok mmHg pada kelompok intervensi dan
intervensi terhadap tekanan darah (Chen 6,50 mmHg pada kelompok kontrol.
et al., 2010; Koh, Fassett, Sharman, (Bekiro, Ovayolu, Ergün, & Hasan,
Coombes, & Williams, 2010; Wilund, 2013), dan penelitian yang dilakukan
Tomayko, Wu, Chung, & Vallurupalli, oleh Kirthana didapatkan hasil musik
2010). dapat menurunkan tingkat stress (p ≤
Penelitian pada tahun 2013 yang 0.001), menurunkan biomarker
dilakukan oleh Mohseni diperoleh hasil hipertensi yaitu PRA (P = 0.046),
bahwa dialysis efficacy dapat noradrenaline (P = 0.049) and dopamine
meningkat pada akhir bulan pertama, (P = 0.002), dan tekanan darah sistolik
dan terus meningkat selama kelompok 3,2 mmHg dengan p = 0.015
intervensi mengikuti program (Ubrangala et al., 2015). Sehingga dapat
intradialytic exercise (P < 0.05). ditarik kesimpulan bahwa dapat
Sedangkan penelitian yang dilakukan menurunkan tekanan darah.
Giannika didapatkan hasil bahwa
exercise dan penggunaan dopamin Pembahasan
(ropinirole 0.25 mg/d) signifikan Berdasarkan telaah literatur
mengurangi Restless Legs Syndrome (p menyatakan bahwa dari perspektif
= 0.001) dan exercise dapat fisiologi pada pasien HD yang diberikan
meningkatkan kualitas hidup (p < 0.05). intradilytic exercise akan mengalami
(Giannaki et al., 2013; Mohseni, Zeydi, kondisi dimana cairan dalam tubuh
Ilali, Adib-hajbaghery, & Makhlough, dapat dikeluarkan lebih banyak selain
2013) dari tarikan mesin HD melalui
Sistematik review menunjukkan pernafasan dan penguapan kulit.
bahwa dari tujuh penelitian diatas yaitu Intradialytic exercise mengakibatkan
dua jurnal mengatakan ada pengaruh melebarnya luas permukaan kapiler di
intradialytic exercise terhadap otot, pembuluh darah menjadi melebar
penurunan tekanan darah, tiga jurnal sehingga dapat menarik cairan dari
mengatakan ada pengaruh secara tidak ekstravaskuler dengan dibantu otot-otot
langsung terhadap penurunan tekanan yang berkontraksi dan meningkatkan
darah, dan dua jurnal mengatakan ada aliran darah otot yang mengakibatkan
pengaruh intradialytic exercise terhadap sebagian besar dari urea dan racun
dialysis efficacy dan kualitas hidup, keluar dari jaringan ke kompartemen
dimana dialysis efficacy dan kualitas vaskular untuk dihapus berikutnya ke
hidup tersebut dapat diukur dengan mesin dialyser (Sheng et al., 2014).
indikator menurunnya hearth rate, Intradialytic exercise merupakan latihan
respiratory rate dan tekanan darah. yang dilakukan pada saat menjalani
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu hemodialisis, merupakan pilihan yang
intradialytic exercise dapat menurunkan aplikatif dan layak dilakukan pada
tekanan darah intradialisis, dan efektif pasien HD, pasien berada dalam
dilakukan pada 1-2 jam pertama pengawasan dokter dan perawat karena
pertama hemodialisis minimal dilakukan saat proses HD, dan dapat
dilakukan selama 30 menit tiga kali dilakukan saat HD berlangsung
perminggu selama 8 minggu. sehingga tidak membutuhkan tambahan
waktu untuk melakukannya di saat yang
sama. Intradialytic exercise dapat

147 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

menurunkan tekanan darah intradialisis, pengendalian terjadinya hipertensi


dan efektif dilakukan pada 1-2 jam intradialisis.
pertama pertama hemodialisis minimal
dilakukan selama 30 menit tiga kali Kesimpulan
perminggu selama 8 minggu. Hipertensi intradialisis
Musik memiliki kekuatan untuk merupakan komplikasi hemodialisa
mengobati penyakit dan meningkatkan yang sering terjadi dan tidak cukup
kemampuan pikiran seseorang. Hal ini terkontrol. Hipertensi intradialisis
disebabkan musik memiliki beberapa memiliki peran dalam meningkatkan
kelebihan, yaitu karena musik bersifat morbiditas dan mortalitas pada pasien
nyaman, menenangkan, membuat rileks, CKD yang menjalani hemodialisa rutin.
berstruktur, dan universal. Musik dapat Berdasarkan telaah dari beberapa hasil
menurunkan stimulus system syaraf publikasi yang telah dilakukan
simpatis yang diikuti dengan penurunan dinyatakan bahwa intradialytic exercise
aktivitas adrenalin dan ketegangan dan terapi musik klasik merupakan
neuromuskuler. Penurunan aktivitas intervensi pilihan yang aplikatif dan
tersebut dapat diukur dengan indikator aman dalam penurunan tekanan darah
menurunnya hearth rate, respiratory rate intradialisis, karena pasien berada
dan tekanan darah. Musik ternyata dalam pengawasan dokter dan perawat,
mampu mengaktivasi system limbik mudah dan murah untuk dilakukan.
yang berhubungan dengan emosi, saat
system limbik teraktivasi maka individu Daftar Pustaka
tersebut menjadi rileks. Selain itu pula Armiyati, Y. (2012). Hipotensi dan
alunan musik juga dapat menstimulasi hipertensi intradialisis pada
tubuh untuk memproduksi molekul pasien Chronic Kidney Disease (
nitric oxide (NO). Molekul ini bekerja CKD ) saat menjalani
pada tonus pembuluh darah yang dapat hemodialisis. Seminar Hasil-
menurunkan tekanan darah. (Carvalho, Hasil Penelitian-LPPM
2016) UNIMUS, (ISBN: 978-
Musik yang direkomendasikan sebagai 602018809-0-6), 126–35.
intervensi adalah musik yang mengalir Retrieved from
tanpa lirik dengan 60-80 beats per http://jurnal.unimus.ac.id
minute yang terdiri dari tones yang Ayu, I. G., & Astuti, P. Hubungan
rendah dengan strings, dan dengan antara QB dengan adekuasi
minimal brass percussions. Tingkat hemodialisis pada pasien yang
volume yang direkomendasikan adalah menjalani terapi hemodialisis
60 decibels (dB). (Carvalho, 2016) (2010).
Intradialytic exercise dan terapi musik Bekiro, T., Ovayolu, N., Ergün, Y., &
klasik merupakan intervensi pilihan Hasan, C. (2013). Effect of
yang aplikatif dan aman dalam Turkish classical music on blood
penurunan tekanan darah intradialisis, pressure : A randomized
karena pasien berada dalam pengawasan controlled trial in hypertensive
dokter dan perawat, mudah dan murah elderly patients.
untuk dilakukan. (Carvalho, 2016; https://doi.org/10.1016/j.ctim.20
Sheng et al., 2014). Kedua intervensi 13.03.005
yaitu intradialytic exercise dan terapi Carvalho, V. O. (2016). Effect of music
musik klasik ini telah terbukti mampu therapy on blood pressure of
menurunkan tekanan darah intradialisis, individuals with hypertension: A
sehingga dengan penggabungan systematic review and Meta-
intervensi ini dapat digunakan untuk analysis. International Journal of

148 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

Cardiology. Johansen, K. L. (2007). Disease of the


https://doi.org/10.1016/j.ijcard.2 Month Exercise in the End-
016.03.197 Stage Renal Disease Population,
Chen, J. L. T., Godfrey, S., Ng, T. T., (Figure 2), 1845–1854.
Moorthi, R., Liangos, O., https://doi.org/10.1681/ASN.200
Ruthazer, R., … Castaneda- 7010009
sceppa, C. (2010). Original Koh, K. P., Fassett, R. G., Sharman, J.
Article Effect of intra-dialytic , E., Coombes, J. S., & Williams,
low-intensity strength training A. D. (2010). Effect of
on functional capacity in adult Intradialytic Versus Home-
haemodialysis patients : a Based Aerobic Exercise
randomized pilot trial, 1–8. Training on Physical Function
https://doi.org/10.1093/ndt/gfp7 and Vascular Parameters in
39 Hemodialysis Patients : YAJKD,
Gallen, O. S., & Nephrology, B. (2008). 55(1), 88–99.
40 th Annual Meeting Swiss https://doi.org/10.1053/j.ajkd.20
Society of Nephrology Société 09.09.025
Suisse de Néphrologie Società Mohseni, R., Zeydi, A. E., Ilali, E.,
Svizzera di Nefrologia. Adib-hajbaghery, M., &
Giannaki, C. D., Sakkas, G. K., Makhlough, A. (2013). The
Karatzaferi, C., Hadjigeorgiou, Effect of Intradialytic Aerobic
G. M., Lavdas, E., Kyriakides, Exercise on Dialysis Efficacy in
T., … Stefanidis, I. (2013). Hemodialysis Patients: A
Effect of exercise training and Randomized Controlled Trial,
dopamine agonists in patients 28(5), 345–349.
with uremic restless legs Morse, S. A., Dang, A., Thakur, V.,
syndrome : a six-month Zhang, R., & Reisin, E. (2003).
randomized , partially double- Hypertension in chronic dialysis
blind , placebo-controlled patients: pathophysiology,
comparative study. monitoring, and treatment. The
Girija, K., & Radha, R. (2013). American Journal of the
Beneficial Effect of Physical Medical Sciences, 325(4), 194–
Activity in Hemodialysis 201.
Patients. Universal Journal of https://doi.org/10.1097/0000044
Engineering Science, 1(2), 40– 1-200304000-00005
44. Ouzouni, S., Kouidi, E., Sioulis, A.,
https://doi.org/10.13189/ujes.20 Grekas, D., & Deligiannis, A.
13.010204 (2009). Effects of intradialytic
Headley, S. A., Germain, M. J., Milch, exercise training on health-
C. M., Buchholz, M. P., related quality of life indices in
Coughlin, M. A. N. N., & haemodialysis patients.
Pescatello, L. S. (2008). https://doi.org/10.1177/0269215
Immediate blood pressure- 508096760
lowering effects of aerobic Sheng, K., Zhang, P., Chen, L., Cheng,
exercise among patients with J., Wu, C., & Chen, J. (2014).
chronic kidney disease, 601– Intradialytic exercise in
606. hemodialysis patients: A
https://doi.org/10.1111/j.1440- systematic review and meta-
1797.2008.01030.x analysis. American Journal of
Nephrology, 40(5), 478–90.

149 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

https://doi.org/10.1159/0003687 Therapies in Clinical Practice.


22 https://doi.org/10.1016/j.ctcp.20
Ubrangala, K., Goturu, J., Muradi, V., 15.05.004
Avinash, P., Kunnavil, R., & Wilund, K. R., Tomayko, E. J., Wu, P.,
Doreswamy, V. (2015). Chung, H. R., & Vallurupalli, S.
Complementary Therapies in (2010). Intradialytic exercise
Clinical Practice Combination of training reduces oxidative stress
music with lifestyle modi fi and epicardial fat : a pilot study,
cation versus lifestyle modi fi 353–360.
cation alone on blood pressure https://doi.org/10.1093/ndt/gfq1
reduction e A randomized 06
controlled trial. Complementary

150 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

Tabel 1. Ringkasan Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik dalam Literatur
Penulis dan Negara Judul penelitian Desain Subjek Intervensi Hasil penelitian
tahun penelitian
Headly, et. al, USA Immediate blood RCT 24 subjek Pasien diminta berjalan selama 40 menit Didapatkan hasil adanya penurunan
2008 pressure-lowering dengan VO2peak 50-60 %, kemudian di tekanan darah sistolik dan diastolik
effects of aerobic hari yang lain dengan waktu yang sama pada kelompok intervensi (p < 0.05).
exercise among pasien diminta duduk dengan tenang. Dalam satu sesi aerobic exercise
patients with Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap dapat menurunkan tekanan darah
chronic kidney 10 menit selama 60 menit. secara signifikan terutama tekanan
disease darah sistolik yang terjadi setelah 5–
22 jam post exercise, dengan
penurunan sebanyak 15 mmHg untuk
tekanan darah sistolik dan 4 mmHg
untuk tekanan darah diastolik.
Ouzouni, et. al, Greece Effects of RCT 35 pasien Prosedur intervensi dilakukan selama 10 Physical Component Scale of the SF-
2009 intradialytic bulan oleh kelompok kontrol dan kelompok 36 terjadi perubahan yang signifikan
exercise training on intervensi setiap 3 kali seminggu selama 60- dengan nilai p < 0.05. Dimana salah
health-related 90 menit dalam 2 jam pertama prosedur satu diantaranya yaitu pada tekanan
quality of life hemodialisis. Perubahan aktivitas jantung di darah, terjadi penurunan tekanan
indices in monitor secara terus menerus selama darah pada kelompk intervensi,
haemodialysis latihan. Tekanan darah juga diukur setiap 15 sedangkan pada kelompok kontrol
patients menit. Intradialytic exercise terdiri dari 30 terjadi peningkatan tekanan darah
menit (5 menit pemanasan, 20 menit
cycling, 15 menit pendinginan) cycling dan
, 30 menit peregangan
Wilund, et. al, USA Intradialytic Pilot study 17 pasien Intevensi dengan metode cycling diatas Tidak ada pengaruh secara langsung
2010 exercise training tempat tidur 3 kali seminggu selama 4 intradialytic exercise pada kelompok
reduces oxidative bulan, cycling dilakukan selama 5-10 menit kontrol maupun kelompok intervensi
stress and tergantung toleransi pasien sampai pasien terhadap tekanan darah, sedangkan
epicardial fat dapat melakukan latihan selama 45 menit untuk kadar serum thiobarbituric acid
tiap sesi. Seluruh sesi di awasi oleh peneliti reactive substances a marker of
dengan memperhatikan respon pasien yaitu oxidative stress secara signifikan
tekanan darah dan nadi mengalami penurunan (p < 0.05).

151 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

Penulis dan Negara Judul penelitian Desain Subjek Intervensi Hasil penelitian
tahun penelitian
Koh, et. al, Australia Effect of Randomized 70 pasien Pasien hemodialisa yang berasal dari 3 renal Hasil yang didapatkan yaitu tidak ada
2010 Intradialytic Versus Pilot Study unit, dilakukan 3 kali seminggu selama 6 perbedaan yang signifikan antara
Home-Based bulan. intradialytic exercise dengan intradialytic exercise dan home based
Aerobic Exercise menggunakan cycle ergometers yang exercise (p = 0.6). Pada penelitian ini
Training on dilakukan pada 2 jam pertama intradialisis, juga terlihat tekanan darah
Physical Function pada 2 minggu pertama selama 15 menit, mengalami penurunan secara tidak
and Vascular dan meningkat selama 30 menit sampai langsung
Parameters in minggu ke 12, dan selanjutnya meningkat
Hemodialysis menjadi 45 menit sampai minggu ke 24.
Patients Sedangkan home based exercise dilakukan
dengan 6-minute walk distance selama 15
menit kemudian meningkat menjadi 45
menit sampai minggu ke 24
Chen, et. al, USA Effect of intra- Randomized 50 pasien Exercise (latihan kekuatan dan peregangan) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
2010 dialytic, low- pilot trial dilakukan 2 kali seminggu, dengan total 48 kelompok exercise memiliki
intensity strength kali latihan peningkatan secara signifikan pada
training on Physical Performance yang diukur
functional capacity dengan menggunakan Physical
in adult Performance Battery score (SPPB),
haemodialysis dengan nilai p = 0.03.
patients
Mohseni, et. al, Iran The Effect of Randomized 50 pasien Aerobic exercise dilakukan selama 15 menit Dialysis efficacy dapat meningkat
2013 Intradialytic Controlled perhari, tiga kali seminggu selama 2 bulan pada akhir bulan pertama, dan terus
Aerobic Exercise on Trial meningkat selama kelompok
Dialysis Efficacy in intervensi mengikuti program
Hemodialysis intradialytic exercise (P < 0.05).
Patients
Giannaki, et. Greece Effect of exercise A six-month 32 sampel Exercise dilakukan sebanyak 3 kali 16 orang kelompok exercise, 8 orang
al, 2013 training and randomized seminggu selama proses HD berlangsung diberikan ropinirole 0.25 mg/d, dan 8
dopamine agonists , partially selama 6 bulan dengan metode cycling orang placebo. Hasil penelitian
double- menunjukkan bahwa exercise dan
in patients with blind , dengan intensitas 60-65% dari kapasitas penggunaan dopamin (ropinirole 0.25
uremic restless legs placebo- maksimal latihan pasien mg/d) signifikan mengurangi Restless
syndrome controlled Legs Syndrome (p = 0.001) dan
comparative exercise dapat meningkatkan kualitas
study hidup (p < 0.05)

152 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik

Penulis dan Negara Judul penelitian Desain Subjek Intervensi Hasil penelitian
tahun penelitian
Bekiroglu, et. Turkey Effect of Turkish RCT 60 sampel Mendengarkan musik klasik turki selama 25 Didapatkan ahsil tidak signifikan
al, 2013 classical music on menit dan 5 menit waktu untuk istirahat, 7 terhadap penurunan telanan darah (p
blood pressure: A kali seminggu selama 28 hari. = 0.839), dimana terjadi penurunan
randomized tekanan darah sistolik 13 mmHg pada
controlled trial in kelompok intervensi dan 6,50 mmHg
hypertensive elderly pada kelompok kontrol
patients
Kirthana, et. al, India Combination of RCT 100 Masing-masing kelompok diberi modifiaksi Musik dapat menurunkan tingkat
2015 music with lifestyle sampel gaya hidup, tetapi satu kelompok diberi stress (p ≤ 0.001), menurunkan
modi fi cation tambahan intervensi mendengarkan musik biomarker hipertensi yaitu PRA (P =
versus lifestyle modi (raga bhimpalas) 10-30 menit selama 3 0.046), noradrenaline (P = 0.049) and
fi cation alone on bulan. dopamine (P = 0.002), dan tekanan
blood pressure darah sistolik 3,2 mmHg dengan p =
reduction 0.015

153 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU

LITERATURE REVIEW: KUALITAS HIDUP KELUARGA PASIEN


DI INTENSIVE CARE UNIT

Noor Fitriyani1 (korespondensi : pipitnizam87@gmail.com),


Achmad Zulfa Juniarto2, Reni Sulung Utami3
1
Mahasiswa Magister Keperawatan Departemen Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
2
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
3
Dosen Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Abstrak

Perawat Intensive Care Unit (ICU) memiliki kedekatan, keterlibatan, dan tanggung
jawab penting dalam memahami kebutuhan keluarga pasien. Keluarga berperan penting
dalam memberikan dukungan, memiliki ikatan emosional, dan kedekatan bagi pasien.
Kondisi kesehatan pasien di ICU memberikan dampak pada keluarga sendiri baik secara
psikis, fisik, sosial, dan lingkungan. Perubahan pada aspek tersebut akan berdampak
pada kualitas hidup keluarga. Kesejahteraan keluarga akan berdampak pada anggota
keluarga dan panjang rawat inap. Penerapan koping yang positif oleh keluarga akan
mempengaruhi hasil perawatan bagi pasien lebih baik. Dampak lain pada pasien,
yakni mengalami peningkatan stressor sebagai akibat gangguan psikologis yang terjadi
pada keluarga. Keluarga dengan penurunan kualitas hidup akan berdampak pada
kehidupannya, sehingga penting untuk diperhatikan. Tujuan studi literatur ini bertujuan
untuk menyajikan hasil penelitian mengenai bagaimana kualitas hidup keluarga pasien
di ICU yang telah dilakukan sebelumnya dan memeriksa hasil publikasi yang berakitan
dengan kualitas hidup keluarga pasien di ICU. Metode yang digunakan dalam studi
literatur ini adalah telaah hasil penelitian tentang kualitas hidup keluarga pasien di
ICU yang telah dipublikasikan sampai Januari 2017 pada sumber elektronik. Kata kunci
“ Family, Quality of Life, Critical Care, Intensive Care Unit” digunakan sebagai kata
kunci pada pencarian literatur. Kriteria inklusi meliputi artikel berbahasa Indonesia dan
berbahasa Inggris, tipe penelitian review, deskriptif observasional, observasional
multisenter, kualitatif fenomenologi. Hasil telaah diketahui bahwa kualitas hidup
keluarga pasien di ICU, lebih dari separuh (57.1%) keluarga pasien kritis memiliki
kualitas hidup kurang baik dan kesehatan mental keluarga pasien di ICU terganggu.
Berdasarkan hasil searching menggunakan kata kunci, diperoleh 2 artikel yang
memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam telaah. Hampir sebagian besar kualitas
hidup keluarga pasien di ICU kurang baik utamanya kesehatan mental terganggu. Fokus
perawatan di ICU tidak hanya pada pasien, namun juga keluarga.

Kata Kunci : keluarga, kualitas hidup, perawatan kritis, Intensive Care Unit (ICU)

154 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU

Perawat Intensive Care Unit elektronik melalui Ebsco, Sage,


(ICU) memiliki kedekatan, keterlibatan, Pubmed, Google Scholar, dan Science
dan tanggung jawab penting dalam Direct. Kriteria inklusi dalam literatur
memahami kebutuhan keluarga pasien review ini meliputi artikel berbahasa
(Bandari, 2015). Keluarga berperan Indonesia dan berbahasa Inggris, tipe
penting dalam memberikan dukungan, penelitian review, deskriptif
memiliki ikatan emosional, dan observasional, observasional
kedekatan bagi pasien (Nies, M.A. & multisenter, kualitatif fenomenologi.
Mc. Ewen, 2007). Persepsi bagi Kata kunci “Family, Quality of Life,
keluarga mengenai perawatan ruangan Critical Care, Intensive Care Unit”
intensif menimbulkan sumber stress digunakan sebagai kata kunci pada
akibat berbagai macam prosedur, pencarian literatur.
peralatan, suasana lingkungan, kondisi
pasien kritis lain yang lebih dahulu Hasil
dirawat dan mendekati kematian Pada penelitian (Nurcahya LM,
(Mithya Lewis-Newby, J. Randall 2015), yakni penelitian kuantitatif
Curtis, Diane P. Martin, 2011). dengan pendekatan deskriptif untuk
Dampak muncul pada keluarga mengetahui gambaran kualitas hidup
pasien di ICU baik secara fisik, sosial, keluarga pasien kritis. Subjek penelitian
dan lingkungan yang selanjutnya yakni pasien kritis, merupakan kondisi
berpengaruh pada kualitas hidup pasien dengan ketidakstabilan fisiologis
keluarga (Nielsen, Back, & Shannon, atau mengalami disfungsi pada satu atau
2012). Kualitas hidup keluarga lebih disfungsi sistem tubuh,
merupakan kepuasan subjektif keluarga mengancam jiwa dalam waktu beberapa
dan memiliki kesempatan untuk menit atau jam, serta belum tentu
melakukan hal penting dalam mengalami periode akhir kehidupan.
kehidupannya (Samuel, Rillotta, & Penelitian dilakukan pada keluarga
Brown, 2012; Wisawatapnimit P, 2009). pasien kritis dengan lama rawat inap
Keluarga dengan penurunan kualitas lebih dari 48 jam. Instrumen yang
hidup akan berdampak pada digunakan pada penelitian tersebut
kehidupannya (Friedman, 1997). yakni kuesioner Caregiver Oncology
Kesejahteraan keluarga akan Quality of Life (CarGoQoL). Hasil
berdampak pada anggota keluarga dan penelitian menunjukkan bahwa lebih
panjang rawat inap (Nakken, 2015). dari separuh responden memiliki
Penerapan koping yang positif oleh kualitas hidup yang kurang baik
keluarga akan mempengaruhi hasil (57.1%). Keluarga pasien yang
perawatan bagi pasien lebih baik, serta mendapatkan bantuan dan didukung
peningkatan stressor sebagai akibat oleh anggota keluarga akan berdampak
gangguan psikologis (Rasmun, 2004; baik pada dukungan sosialnya,
Susanti, 2015). Hal tersebut menjadikan sedangkan kesejahteraan psikologis
pentingnya perhatian terhadap kualitas merupakan aspek yang memiliki
hidup keluarga pasien di ICU. kualitas hidup keluarga paling rendah
atau kurang baik dibandingkan aspek
Metode lainnya.
Penelusuran ini dilakukan dengan Penelitian tentang kualitas hidup
metode review literature, yakni telaah keluarga terkait kesehatan keluarga
hasil penelitian tentang kualitas hidup pasien di Intensive Care oleh (Virginie
keluarga pasien di ICU yang telah Lemiale, Nancy Kentish-Barnes,
dipublikasikan sampai Januari 2017. Marine Chaize Azoulay, 2010), yakni
Penelusuran dilakukan pada sumber munculnya efek kesehatan yang

155 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU

merugikan dalam keluarga selama dan 2015). Hal lain yang tejadi, adanya
setelah tinggal di ICU. Aspek yang gangguan pada kehidupan keluarga
mengalami gangguan substansial, yakni akan muncul akibat tanggung jawab
peran emosional, fungsi sosial, vitalitas, yang berat dan berpeluang mengurangi
dan kesehatan mental dengan persentase kemampuan aktivitas lainnya, hubungan
terbesar. Faktor - faktor independen sosial dalam keluarga, serta beban
terkait dengan skor mental yang buruk, lainnya (Moghaddasian, Dizaji, &
adalah pasien masuk dalam kondisi Mahmoudi, 2013).
syok maupun dalam pelaksanaan
keputusan akhir hidup, faktor demografi Kesimpulan
keluarga (usia yang lebih tua, jenis Persepsi bagi keluarga mengenai
kelamin perempuan, anak dari pasien, perawatan ruangan intensif
berpenghasilan rendah), penyakit menimbulkan sumber stress akibat
kronis, dan obat-obatan psikotropika. berbagai macam prosedur, peralatan,
suasana lingkungan, kondisi pasien
Pembahasan kritis lain yang lebih dahulu dirawat dan
Kualitas hidup keluarga pasien mendekati kematian. Dampak muncul
kritis akan mengalami penurunan sejak pada keluarga pasien di ICU baik secara
pasien masuk ruang ICU (Virginie fisik, sosial, dan lingkungan yang
Lemiale, Nancy Kentish-Barnes, selanjutnya berpengaruh pada kualitas
Marine Chaize Azoulay, 2010). hidup keluarga. Hampir sebagian besar
Perubahan penurunan kualitas hidup kualitas hidup keluarga pasien di ICU
keluarga akan mampu dilihat setelah 2 kurang baik utamanya kesehatan mental
hari menjalani rawat inap(Mithya terganggu
Lewis-Newby, J. Randall Curtis, Diane
P. Martin, 2011). Keluarga pasien ICU Daftar Pustaka
mempersepsikan kualitas hidupnya Bandari, R. (2015). Information and
dalam kategori yang kurang baik support needs of adult family
dengan hasil analisis dimensi dukungan members of patients in intensive
sosial merupakan dimensi kualitas care units : an Iranian perspective.
hidup yang paling baik jika https://doi.org/10.1177/17449871
dibandingakan dengan dimensi kualitas 15591868
hidup lainnnya, serta dimensi kesehatan Friedman, M. I. (1997). Improving the
psikologis merupakan dimensi kualitas Quality of Life. London: British.
hidup yang paling rendah atau buruk Jacob, B. M., Horton, C., Rance-ashley,
(Nurcahya LM, 2015). S., Field, T., Patterson, R.,
Keluarga pasien dengan masalah Johnson, C., … Frobos, C. (2016).
kesehatan psikologis yang buruk akan Needs of Patients Family
berakibat pada pengambilan keputusan Members in an Intensive Care
yang diambil, sehingga berdampak pada Unit with Continuous Visitation.
pasien (Jacob et al., 2016). Families and Critical Care, 25(2),
Kesejahteraan keluarga akan 118–125.
berdampak pada anggota keluarga dan Mithya Lewis-Newby, J. Randall
panjang rawat inap (Nakken, 2015). Curtis, Diane P. Martin, and R.
Penerapan koping yang positif oleh A. E. (2011). Measuring Family
keluarga akan mempengaruhi hasil Satisfaction with Care and Quality
perawatan bagi pasien lebih baik dan of Dying in the Intensive Care
peningkatan stressor sebagai akibat Unit :, 14(12), 1284–1290.
gangguan psikologis yang terjadi pada https://doi.org/10.1089/jpm.2011.
keluarga (Rasmun, 2004; Susanti, 0138

156 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU

Moghaddasian, S., Dizaji, S. L., & Medicine, Vol. 13, N, 1131–1137.


Mahmoudi, M. (2013). Nurses Wisawatapnimit P. (2009). Assessment
Empathy and Family Needs in the of family quality of life among
Intensive Care Units, 2(3326), families with a member who has
197–201. cancer. Faculty of the Graduate
https://doi.org/10.5681/jcs.2013.0 School of Vanderbilt University
24
Nakken, et.al (2015). Family caregiving
during 1-year follow-up in
individuals with advanced chronic
organ failure.
https://doi.org/10.1111/scs.12204
Nielsen, E. L., Back, A. L., & Shannon,
S. E. (2012). Identifying Elements
of ICU Care That, (November),
1185–1192.
https://doi.org/10.1378/chest.11-
3277
Nies, M.A. & Mc. Ewen, M. (2007).
Community Health Nursing:
Promoting the Health of
Population (Fourth ed). St. Louis:
Saunders Elseiver.
Nurcahya LM. (2015). Gambaran
kualitas hidup keluarga pasien
kritis di ICU RSUD Tugurejo
Semarang. Diponegoro. http://
journal.undip.ac.id/index.php
Rasmun. (2004). Stres, koping, adaptasi
teori dan pohon masalah
keperawatan. Jakarta: Sagung
Seto.
Samuel, P. S., Rillotta, F., & Brown, I.
(2012). Review: The development
of family quality of life concepts
and measures. Journal of
Intellectual Disability Research,
56(1), 1–16.
https://doi.org/10.1111/j.1365-
2788.2011.01486.x
Susanti, R. (2015). Menurunkan tingkat
kecemasan: bentuk dukungan
keluarga untuk pasien ICU.
Surabaya: UNAIR.
Virginie Lemiale, Nancy Kentish-
Barnes, Marine Chaize Azoulay,
and F. P. (2010). Health-Related
Quality of Life in Family
Members of Intensive Care Unit
Patients. Journal of Palliative

157 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian

HUBUNGAN KDRT DENGAN PERCERAIAN


Fepi Susilawati1 (korespondensi : fepisusilawati05@gmail.com),
Almurhan2
1
Prodi Keperawatan Kotabumi Poltekkes Tanjungkarang
2
Jurusan Keperawatan Tanjungkarang Poltekkes Tanjungkarang

Abstrak

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang melibatkan peran perawat dalam pencegahan terhadap dampak yang
ditimbulkan. Ada 50-60 % pasangan melaporkan tindak kekerasan fisik yang dilakukan
oleh pasangannya pada saat tertentu selama perkawinan (Friedman, 1998). Sebanyak 34
% istri dengan pasrah menerima perlakuan kekerasan sisanya melakukan gugatan
perceraian. KDRT yang dialami dalam suatu rumah tangga sering dianggap tabu,
cenderung ditutupi sehingga kesulitan untuk mendeteksinya, teutama KDRT dalam
bentuk verbal, apabila stressor tidak dapat dikendalikan muncullah ide untuk perceraian
(Soeroso. 2012, Karim, 1999). Berfokus pada masalah, penelitian dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui hubungan KDRT dengan perceraian. Metode penelitian
survey, kuantitatif analitik dengan sampling adalah total populasi berjumlah 282 kasus
yaitu seluruh pasangan suami istri (pasutri) yang proses perceraiannya telah diputus
oleh pengadilan agama pada bulan Januari hingga Agustus 2015. Instrumen data adalah
lembar observasi (cek lis) pada data skunder yang tercatat di sistim imformasi
administrasi perkara pengadilan agama (SIADPA) Kotabumi Lampung Utara. Olah data
menggunakan derajad kepercayaan (α) 95 %. Hasil penelitian KDRT ada 36 % dengan
perceraian gugat 78 % ( 221 kasus), ada hubungan yang sangat bermakna antara KDRT
dengan perceraian p value 0,000<0,05. OR 4 artinya kecenderungan 4 x lebih beresiko
terjadi perceraian gugat pada kasus KDRT. Saran pada perawat komunitas untuk
melakukan pendampingan pada pasutri saat dan setelah perceraian dengan kegiatan
home care, membina sikaf dan prilaku serta kemitraan lintas program dan sektoral.

Kata Kunci : KDRT, Perceraian, Pasutri

Kondisi menjelang perceraian peringkat tertinggi seAsia facific, secara


selalu diawali dengan adanya konflik historis angka perceraian memang
sebagai stressor. Stressor bisa berfluktuatif, namun mempunyai
bersumber darimana saja seperti KDRT kecenderungan untuk selalu meningkat
karena terganggunya pemenuhan yang terjadi karena ada pertentangan
kebutuhan dasar manusia (KDM), kepentingan yang sulit untuk
keuangan, tekanan keluarga diikuti diselesaikan, dinegosiasi dan
dengan kegagalan adaptasi karena dikonfromi. (Karim, 1999. Republika,
frekwensi, intensitas, waktu atau 2014).
lamanya stressor, diperberat oleh KDRT merupakan salah satu
kontak dengan lingkungan sosial masalah kesehatan masyarakat,
maupun yang lainnya dengan merupakan konflik dalam rumah
kemerosotan nilai-nilai keluarga dan tangga, 50-60 % pasangan melaporkan
faktor gaya hidup perkawinan adanya tindak kekerasan fisik yang
(Friedman, 1998). Berbagai penyebab dilakukan oleh pasangannya pada saat
perceraian mencatatkan Indonesia pada tertentu selama perkawinan (Friedman,

158 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian

1998), 34 % istri menerima perlakuan Agama, merujuk pada definisi


kekerasan dan sisanya melakukan operasional penelitian.
gugatan perceraian (Soeroso, 2012. Data yang dikumpulkan
Karim, 1999). berpedoman pada definisi operasional
KDRT sempat dipandang tabu dalam tenggat waktu tertentu,
dan privacy area, tetapi kini tidak lagi, selanjutnya akan diolah dan dianalisis
kejelasan sudah hatus diperoleh di dunia menggunakan software computer
transparasi saat ini. KDRT harus menggunakan uji proporsi (frekwensi)
diselesaikan berdasarkan hukum, dan korelasi dengan uji chi-square.
penyelesaian didalam pengadilan
negeri secara pidana dan pengadilan Hasil Penelitian
agama pada perceraian. Pengadilan Dari 282 kasus perceraian, kasus
merupakan lembaga hukum yang diberi perceraian dengan sebab KDRT kurang
kewenangan dalam penanganannya, dari sebagian, hanya 36 % seperti tersaji
perceraian akan menjadi sah dan pada tabel 1.
mengikat bagi pasutri bila diputuskan
oleh pengadilan (Hanani, 2012). Tabel 1 Distribusi Frekwensi KDRT
Merumuskan masalah KDRT Jumlah Prosentase
No
penelitian “adakah hubungan KDRT
Tidak
1 Ada 181 64,2
dengan perceraian, dengan tujuan untuk Ya2 Ada 101 35,8
mengetahui berhubungan antara KDRT JUMLAH 282 100
dengan perceraian, sehingga akan
bermanfaat pada bidang ilmu Terbanyak perceraian adalah
keperawatan yaitu mengupayakan perceraian dengan perceraian gugatan
tindakan preventif dalam yaitu 78 % dari 282 kasus seperti tersaji
mengantisipasi dampak perceraian. pada tabel 2

Metode Tabel 2 Distribusi Frekwensi Perceraian


Metode penelitian adalah survey, No Perceraian Jumlah Prosentase
desain kuantitatif analitik menggunakan 1 Cerai talak 61 21,6
2 Cerai 221 78,4
pendekatan deskriftif korelasional atau Gugat
cross sectional. Populasi adalah semua JUMLAH 282 100
pasutri (pasangan suami istri) yang
perkara perceraian telah diputus oleh Perceraian dengan KDRT
Pengadilan Agama berjumlah 282 menduduki peringkat terbesar,
pasutri, dengan demikian tehnik Semakin banyak KDRT, maka
sampling yang digunakan adalah total perceraian semakin tinggi. Hasil uji
populasi (total sampling). Penelitian statistic dengan α 95 %
dengan dua variable ini menyatakan menunjukkan ada hubungan yang
bahwa KDRT adalah variable sangat bermakna antara KDRT
independent dan Perceraian adalah dengan perceraian dengan p value
variabel dependent. 0,000 (P<0,05). KDRT 4 kali
Untuk memudahkan pengumpulan akan mengakibatkan terjadinya
data yang digunakan adalah instrument perceraian (OR = 4).
berupa lembar observasi dengan
melakukan cek lis pada data yang
terkumpul dari catatan registrasi
pengadilan agama yang bernama
SIADPA yaitu sistem imformasi
administrasi perkara Pengadilan

159 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian

dasar manusia (KDM) baik itu berupa


gangguan pemenuhan pada level
Tabel 3 Hubungan KDRT dengan Perceraian dasar/fisik (Bio-fisiologis) karena faktor
Perceraian P R keuangan seperti makan, minum
KDRT Cerai Cerai Gugat Value Cl 95
Talak % (Hegner, 2003) bahkan ketidak jujuran
N % N % suami tentang keuangan keluarga
Tidak 51 28,2 130 71,8 0,000 4 sertapemenuhan kebutuhan psikologis
Ada (1,7-7,4)
dan sex, seperti kecemburuan istri
Ya Ada 10 9,9 91 90,1
Jml 61 38,1 221 78,4 karena perselingkuhan atau pernikahan
siri suami. Perilaku kekerasan suami
Pembahasan sangat sulit untuk dirubah, dimana
Perceraian selalu diawali oleh suami menempatkan dirinya lebih tinggi
konflik yaitu adanya berbagai stressor dari istrinya , adanya legalitas surat
yang ada dalam rumah tangga. Stressor nikah menjadikan suami merasa
umumnya bersifat kronis sudah mempunyai hak mutlak terhadap istri
berlangsung lama, intensitas prilaku untuk berlaku semaunya, sehingga
dalam, frekuensi kejadian sering stressor kian mengancam harga diri
berulang dan mengancam. Stresor terus sebagai wanita, menekan peran yang
mendesak dari waktu ke waktu sehingga seharusnya ada dalam rumah tangga
berakhir dengan ketidakberdayaan, sebagai istri, orang yang harus
kelelahan yang akan direspon dalam disayangi, dihormati dan dilindungi.
bentuk tindakan yaitu keputusan final Lain istri lain juga suami, fihak suami
“mengakhiri pernikahan. walaupun membutuhkan pengakuan akan status
sudah diupayakan dengan tehnik diri sesuai dengan peran dalam rumah
adaptasi melalui komunikasi dan tangga contohnya peran ayah, ketika
musyawarah. peran ini menjadi kabur karena
KDRT yang mengakibatkan pekerjaan atau berpenghasilan sehingga
perceraian, terjadi pada status peran dalam rumah tangga digantikan
pendidikan dasar 53 % , pendidikan oleh istri untuk memenuhi kebutuhan
menengah 32 %, pendidikan tinggi 15 anak dan rumah tangga, suami merasa
%. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, tidak berharga, sedikit saja ada
buruh dan tani serta TKW ( 87,7 %) stimulant maka timbullah KDRT.
dengan lama pernikahan antara 5 Pada sisi lain dari KDRT ada
sampai 10 tahun (62 %). Pertama kali keteguhan hati seorang istri. Istri
kejadian KDRT dimulai dengan mampu bertahan dalam waktu yang
perselisihan ringan berupa umpatan, lama hingga puluhan tahun (62 %).
cacian makian, kemudian diteruskan Sepanjang perjalanan waktu
dengan ancaman secara verbal sebenarnya istri sudah berkorban untuk
kemudian disusul tindakan fisik baik beradaptasi dengan prilaku kekerasan
langsung maupun tidak langsung yang dilandasi permasalahan multiple
menggunakan benda tajam seperti factor lainnya. Umumnya istri akan
pisau, kunci kendaraan, benda tumpul melakukan hal-hal yang terbaik dalam
lainnya dengan melemparkan alat-alat hidupnya untuk bertahan dalam
rumah tangga, menggunakan kekuatan kehidupan sesuai dengan kenyataan
tangan atau kaki hingga berakhir yang dialaminya. Istri mengorbankan
dengan tindakan pada tubuh yang dirinya hanya untuk mempertahankan
mengakibatkan lebam, ruam bahkan nilai-nilai dalam rumah tangga agar
perlukaan. dapat mewujudkan hukum tradisional
Sumber stressor pada fihak istri dalam perkawinan sesuai asumsi
adalah gangguan pemenuhan kebutuhan masyarakat bahwa perkawinannya

160 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian

adalah perkawinan dengan keluarga kerja apa aja jadi yang penting bisa
bahagia, terutama mempertimbangkan hidup dan senang hati” demikian
keberadaan anak-anak dengan harapan ungkap seorang istri yang baru selesai
akan ada perubahan prilaku suami. proses perceraiannya di pengadilan
Kondisi ini sesuai dengan pernyataan agama yang berhasil peneliti temui.
dalam buku Soeroso (2012) bahwa 18 Dalam bukunya Kartono (1998)
% istri memilih bercerai kalau mengatakan bahwa wanita sanggup
mendapatkan kekerasan dari suami dan menyerahkan dirinya secara total pada
34 % istri menerima tindak kekerasan pasangannya karena dalam
suami, istri tabah menghadapinya kehidupannya ia sangat menikmati
sebagai bagian dari kehidupannya dan masalah rumah tangga, tetapi ketika
ini menunjukkan sikaf bekti terhadap perkawinan semakin terasa sulit karena
suami. berubahnya ideal dalam suatu rumah
Dalam tahunan bertahan, tangga, pasangan tidak seperti harapan,
permasalahan menjadi kian kompleks, kebutuhan keluarga tidak terpenuhi,
istri merasakan pengorbanannya sia- tindak kekerasan ditemui kapan saja,
sia, peranggai suami tidaklah berubah terjadilah perubahan konsep peran
atau selalu melihat ketidaksepadanan dalam pola hidup (Suryani & Widyasih,
yang dialaminya disepanjang usia 2008 dan Mansur, 2012) menguatkan
perkawinan antara kenyataan dan tekad untuk perceraian walaupun akan
harapan, mengakibatkan istri tidak membawa dampak pada seluruh
dapat bertahan dalam tekanan yang keluarga (Friedman, 1998).
terus berlangsung dalam waktu lama Ada hubungan yang sangat
hingga berada pada satu titik kesulitan bermakna antara KDRT dengan
dan kesusahan, sebagai refleksinya perceraian dengan hasil p value<0,05 =
kondisi psikologis istri akan menjadi 0,000<0,05 . Perceraian yang dilakukan
resisten bahkan kelelahan. istri karena penyebabnya sudah
Stress menyebabkan keadaan kompleks, multidimensional, dengan
keseimbangan (homeostasis) istri tindakan yang sering kali dilakukan dan
menjadi berbahaya, walaupun pada menetap (tidak berubah) yang kapan
awalnya istri berusaha untuk mencari saja bisa terjadi dan mengancam
solusi dan berupaya untuk memperoleh keselamatan sewaktu-waktu. Gejala
kesesuaian (adaptif). Ketidakberhasilan KDRT mulai dilakukan pada awal
istri mencapai penyesuaian pernikahan hingga menjadi akhir
membuatnya mengalami kejenuhan dan klimaks menjelang gugatan perceraian
sumber-sumber koping adaptif dalam dilakukan, sehingga perceraian
diri menjadi habis sehingga muncul merupakan tindakan yang sangat wajar
krisis dan resistensi terhadap dilakukan sebagai refleksi dari istri
perkawinan dengan mengajukan untuk menjaga keamanan dan
perceraian (78 %). keselamatan diri. Rasa tidak berdaya
Transparansi teknologi yang menimbulkan reaksi perlawanan,
mengubah pandangan bahwa KDRT perceraian adalah bentuk tindakan yang
bukanlagi tabu atau privacy area diambil oleh istri untuk mengubah
dengan dukungan faktor kesamaan etos situasi dari kesewenang-wenangan yang
kerja, mudah mencari pekerjaan, dilakukan suami. Nilai lain yang
adanya kesamaan gender, dan dihasilkan dari penelitian ini adalah OR
pembelaan hak asasi manusia turut = 4 menunjukkan bahwa 4 kali lebih
menguatkan tekad bagi istri untuk beresiko akan terjadi perceraian pada
bercerai. “ Kita bisa hidup mandiri kasus dengan KDRT.
tanpa ketergantungan dengan suami,

161 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian

Suryani, Eko & Widyasih, Hesty


(2008). Psikologi Ibu dan anak.
Kesimpulan Jogjakarta: EGC
Ada hubungan yang sangat Soeroso, Hadiati, Moerti (2012).
bermakna antara KDRT dengan Kekerasan Dalam Rumah
perceraian (0,000<0,05), namun peran Tangga, Dalam Persfektif Yuridis-
perawat komunitas sebagai menunjang Viktimologis, Cetakan ketiga.
semua kehidupan keluarga, termasuk Jakarta: Sinar Grafika
keluarga dengan perceraian belum
terlihat. Pendampingan yang dilakukan Republika, Nasional (2014). Angka
oleh perawat pada keluarga dengan Perceraian di Indonesia
perceraian belum ada, pendampingan Meningkat dari tahun ke Tahun.
yang terlihat adalah pendampingan Co.id/berita/Nas/umum/14/11/14,
hukum selain pendampingan sebagai Diakses 20 Januari 2015.
support system oleh keluarga.

Daftar Pustaka
Friedman, M Marilyn (1998).
Keperawatan Keluarga, Teori dan
Praktek, Edisi 3. Jakarta: EGC
Hanani, Hanif (2012). “Beberapa
Pengertian tantang Cerai Talak
dan Cerai Gugat dan
Prosedurnya” , Sumber dari
Pedoman Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) Badan Kesejahteraan
Masjid (BKM) Pusat,
Jakarta:1992/1993.www. hanif
Hanani.com, Diakses 24 maret
2015
Hegner, R Barbara & Cadwell Ester
(2003). Assisten Keperawatan
Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 6. Jakarta:
EGC
Karim, Erna (1999). “Pendekatan
Perceraian dari Perspektif
Sosiologi” didalam Ihromi (Ed).
Bunga Rampai Sosiologi
Keluarga.Jakarta: Yayasan Obor
Kartono, Kartini (1998). Psychologi
Wanita, Gadis Remaja dan
Wanita Dewasa, Jilid 1. Bandung:
Alumni

Mansur, Herawati (2012). Psikologi Ibu


dan Anak untuk Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika

162 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU SAAT BALITA DIARE

Iswati¹, Elsa Naviati² (korespondensi : elsanaviatizainal@gmail.com)

¹,²Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Abstrak

Kecemasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah penyakit. Diare
pada balita adalah penyakit yang sering terjadi dan berisiko terjadi dehidrasi berat yang
dapat menyebabkan kematian bila tidak cepat ditangani. Tingkat kecemasan dapat
meningkat seiring dengan keparahan suatu penyakit. Ibu yang cemas berat tidak akan
mampu merawat balitanya yang sakit dengan baik sehingga mengganggu manajemen
terapeutik atau keberlangsungan perawatan yang akan diberikan. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu saat balita diare di Puskesmas wilayah
Kecamatan Semarang Timur. Selain itu tingkat kecemasan ibu berdasarkan karakteristik
ibu, seperti usia, pendidikan, pekerjaan dan karakteristik balita (usia, jenis kelamin dan
lama hari sakit) juga diteliti. Tingkat kecemasan ibu diukur dengan Zung Self-Rating
Anxiety Scale. Jenis penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel
106. Sebanyak 74,5% responden mengalami kecemasan ringan, 20,8% mengalami
kecemasan sedang dan 4,7% mengalami kecamasan berat. Cemas berat ditunjukkan
oleh ibu yang memiliki balita dengan jenis kelamin perempuan dan tingkat kecemasan
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah hari sakit. Berdasarkan hasil penelitian
ini, disarankan ibu dapat memberitahukan perasaan cemasnya kepada orang lain seperti
keluarga, teman, perawat maupun petugas kesehatan lainnya sehingga dapat diberikan
dukungan emosional, dukungan sosial dan manajemen koping yang efektif agar
kecemasan ibu menjadi adaptif. Selain itu, petugas kesehatan hendaknya peka terhadap
ibu yang menunjukkan kecemasan dan segera memberikan pertolongan agar tidak
menganggu keberlangsungan perawatan anak.

Kata Kunci: Kecemasan Ibu, Balita, Diare

Diare merupakan salah satu mencapai 9.043 penderita. Balita diare


penyakit pada balita dengan tingkat yang diperiksakan di Puskesmas se-
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Kecamatan Semarang Timur pada bulan
Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Diare Juli 2015 sampai Desember 2015
masih menjadi penyebab utama sebanyak 393 penderita. Sedangkan
kematian pada bayi usia 29 hari- 11 pada bulan Januari 2016 sampai Juni
bulan (17,4%) dan anak usia 1-4 tahun 2016 balita yang menderita diare
(13,3%) (Balitbangkes, 2011). Hasil sebanyak 448 penderita. Ini
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa angka kejadian
menunjukkan periode prevalensi diare diare pada balita yang masih cukup
adalah sebanyak 3,5% (Balitbangkes, tinggi.
2014). Dinas Kesehatan Kota Semarang Angka kematian balita karena
pada tahun 2016 menyebutkan bahwa penyakit diare yang semakin meningkat,
jumlah balita diare yang diperiksakan di akan meningkatkan pula kecemasan
seluruh Puskesmas di Kota Semarang orang tua khususnya ibu (Videbeck,

163 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare

2006). Respon cemas dalam sebanyak 79 responden (74,5%) seperti


menghadapi suatu permasalahan tersaji pada tabel 1
kesehatan akan memberi dampak yang
kurang baik pada anak maupun pada ibu Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentase
sendiri karena perilaku cemas Tingkat Kecemasan Responden
Tingkat Frekuensi Presentase
mengakibatkan perhatian ibu berkurang Kecemasan (f) (%)
dalam merawat anak. Cemas yang ibu Cemas Ringan 79 74,5
rasakan bisa disebabkan karena lamanya
Cemas Sedang 22 20,8
anak sakit, keparahan penyakit dan lain-
lain. Hal tersebut akan mempengaruhi Cemas Berat 5 4,7
kondisi fisik dan psikologis ibu. Ibu Total 106 100,0
merasa lelah karena kurang tidur,
kurang berkonsentrasi dalam merawat Hasil penelitian tentang tingkat
anak, dan menjadi mudah marah dan kecemasan ibu berdasarkan usia,
kurang koordinasi dengan keluarga pendidikan, pekerjaan, usia balita, jenis
sehingga akan menghambat proses kelamin balita dan lama hari sakit
penyembuhan anak (Behrman, 2009). disajikan pada tabel 2
Proses penyembuhan anak dapat
berlangsung lebih cepat dengan Pembahasan
meminimalkan kecemasan dan Hasil penelitian menunjukkan
ketakutan yang dialami oleh ibu. bahwa bahwa responden yang berusia
(Videbeck, 2006). dewasa madya (41-60 tahun) lebih
banyak mengalami cemas ringan
Metode daripada usia dewasa muda (18-40
Metode penelitian ini adalah tahun). Hal tersebut sesuai dengan
kuantitatif deskriptif yang dilakukan di Hawari (2008) bahwa kematangan usia
Puskesmas wilayah Kecamatan berpengaruh terhadap seseororang
Semarang Timur pada bulan Desember. dalam menyikapi situasi atau kondisi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu kecemasan yang dialami.
yang balitanya sedang sakit diare. Berdasarkan hasil penelitian
Teknik pengambilan sampel diketahui bahwa responden usia dewasa
menggunakan purposive sampling yang muda lebih banyak mengalami cemas
memenuhi kriteria inklusi penelitian. sedang daripada usia dewasa madya.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah Hal ini sesuai dengan teori Kaplan,
106 orang Responden dikelompokkan Sadock & Grebb (2010) yang
sesuai usia, pendidikan dan pekerjaan. menjelaskan bahwa semakin dewasa
Balita dikelompokkan sesuai usia, jenis usia maka kecemasan semakin
kelamin dan lama hari sakit. berkurang karena telah memiliki
Kecemasan Ibu diukur dengan pengalaman dalam merawat anak yang
menggunakan kuesioner dari Zung Self- sedang sakit. Seiring dengan
Rating Anxiety Scale. Peneliti mengukur bertambahnya usia semakin banyak
kecemasan Ibu dengan cara ibu mengisi pula pengalaman yang didapatkan
kuesioner yang diberikan peneliti. Ibu sehingga semakin bertambah pula
yang mengalami kecemasan panik pengetahuan yang dimiliki. Banyaknya
masuk dalam kriteria eksklusi. pengetahuan yang dimiliki akan
menjadikan seseorang lebih siap dalam
Hasil menghadapi suatu permasalahan
Hasil penelitian menunjukkan (Notoadmodjo, 2012).
bahwa bahwa sebagian besar responden Gangguan kecemasan dapat
mengalami kecemasan ringan yaitu terjadi pada semua usia, namun lebih

164 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare

sering pada usia dewasa karena mereka yang status pendidikannya


banyaknya masalah yang dihadapi tinggi (Kaplan, Sadock & Grebb, 2010).
(Hawari, 2008). Berdasarkan hasil Responden yang mengalami
penelitian ini diketahui bahwa usia cemas berat mayoritas terjadi pada ibu
dewasa madya lebih banyak mengalami yang bekerja dagang/ wiraswasta.
cemas berat daripada usia dewasa awal. Pekerjaan merupakan salah satu faktor
Hal ini sesuai dengan teori Stuart & yang membuat ibu menjadi cemas.
Sundeen (2009) bahwa usia tua lebih Kecemasan dapat muncul karena
rentan mengalami kecemasan konflik peran. Ibu yang memiliki peran
dibandingkan usia muda. ganda, bekerja mencari nafkah,
Responden penelitian ini mengurus rumah tangga dan harus
mayoritas berpendidikan tamat SMA merawat anak yang sakit akan
dan mengalami cemas ringan. Begitu menimbulkan kecemasan karena tidak
pula dengan responden yang mampu melakukan peran dengan baik.
berpendidikan Diploma juga mengalami Berbagai kegiatan tersebut
cemas ringan. Hal tersebut didukung meningkatkan aktifitas ibu dan
oleh Notoadmodjo (2012) yang menimbulkan kelelahan yang pada
mengatakan bahwa seseorang dengan akhirnya akan menstimulus kecemasan
tingkat pendidikan tinggi akan lebih (Stuart & Sundeen, 2009). Sedikit
rasional dalam menghadapi masalah berbeda dengan penjelasan sebelumnya,
sehingga akan menurunkan tingkat Mariyam (2008) memaparkan bahwa
kecemasan. Peneliti beranggapan bahwa dengan memiliki pekerjaan tetap, maka
ibu dengan pendidikan yang tinggi akan kecemasan ibu akan berkurang. Senada
mampu mengatasi kecemasan dengan dengan hasil penelitian tersebut, Dirwan
menggunakan koping yang efektif dan & Wahyuni (2014) menyebutkan bahwa
konstruktif daripada seseorang dengan pekerjaan yang lebih mapan dapat
pendidikan rendah. Bertentangan menurunkan tingkat kecemasan.
dengan hal tersebut, penelitian oleh Berdasarkan penelitian ini
Gass dan Curiel (2011) yang diketahui bahwa mayoritas responden
menjelaskan bahwa tingkat pendidikan mempunyai balita usia toddler dan
berhubungan dengan tingkat sebagian besar diantaranya mengalami
kecemasan. Semakin tinggi tingkat cemas ringan. Hal ini sesuai dengan
pendidikan semakin tinggi pula tingkat teori yang dijelaskan Susan & Margaret
kecemasan. Ibu dengan tingkat (2006) bahwa usia toddler paling
pendidikan yang tinggi secara tidak bersifat egosentrik sehingga respon
langsung ingin mengetahui lebih cemas menjadi berkurang. Anak yang
banyak tentang penyakit yang diderita merasakan kecemasan pada tingkat
balitanya, dengan demikian, semakin ringan akan membuat ibu merasakan
banyaknya informasi yang diperoleh tingkat kecemasan yang juga ringan.
dari dokter dan perawat maka akan Hal tersebut sesuai dengan penelitian
semakin meningkat pula kecemasan Sari & Sulisna (2012) yang menjelaskan
yang dialaminya. bahwa kecemasan ibu berhubungan
Responden yang mengalami dengan kecemasan anak. Tetapi, hal ini
cemas berat dominan terjadi pada tidak sesuai dengan Teori
tingkat pendidikan SMP. Tingkat Perkembangan Psikososial Erikson
pendidikan seseorang sangat bahwa usia toddler paling imajinatif dan
mempengaruhi kecemasan. Status berlebihan dalam menginterpretasi
pendidikan yang rendah pada seseorang respon cemas (Hockenberry & Wilson,
akan menyebabkan orang tersebut 2009).
mengalami stres dibanding dengan

165 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare

Data yang dihasilkan dalam Sedangkan pada balita yang dirawat di


penelitian ini menunjukkan bahwa ibu Rumah Sakit, tingkat kecemasan orang
yang mempunyai balita perempuan tua semakin menurun seiring
lebih banyak mengalami cemas berat. bertambahnya jumlah hari sakit.
Hal tersebut terjadi karena anak
perempuan lebih sensitif dan lebih Kesimpulan
banyak mendapatkan stressor sehingga Mayoritas responden mengalami
akan membuat anak menjadi cemas. cemas ringan saat balitanya sakit diare.
Anak yang cemas akan membuat ibu Sebagian besar responden adalah ibu
menjadi cemas atau sebaliknya berusia 18-40 tahun. Pendidikan
(Behrman, 2009). Kecemasan ibu dan terbanyak adalah SMA dan pekerjaan
anak terjadi tidak hanya karena faktor mayoritas keseluruhn responden adalah
genetik tetapi karena faktor lingkungan, ibu rumah tangga. Responden yang
yaitu perilaku cemas ibu. Ibu yang mempunyai balita laki-laki sebagian
cemas akan mengirim pesan ke anak besar diantaranya mengalami cemas
bahwa lingkungan tidak aman dan anak ringan. Sedangkan responden yang
tidak bisa mengatasi lingkungan yang mempunyai balita perempuan sebagian
tidak aman tersebut secara mandiri besar mengalami cemas berat. Tingkat
(Tamsuri, Lenawati & Puspitasari, kecemasan semakin meningkat seiring
2008). Transmisi cemas dari ibu ke dengan lamanya hari sakit balita.
anak terjadi melalui model kognisi
cemas yang negatif (maternal anxiety Daftar Pustaka
dan maternal negativity). Kecemasan Badan Penelitian dan Pengembangan
yang ditransmisikan ibu ke anak akan Kesehatan Kementrian Kesehatan
membuat kecemasan anak semakin RI. (2011). Kajian masalah
parah dan memperburuk proses kesehatan . Jakarta: Balitbangkes
penyembuhan (Monica, Beth & Rachel, Kemenkes RI.
2011). Badan Penelitian dan Pengembangan
Berdasarkan hasil penelitian Kesehatan Kementrian Kesehatan
didapatkan mayoritas responden yang RI. (2014). Laporan riset
balitanya diare 1-2 hari mengalami kesehatan dasar 2013. Jakarta:
cemas ringan dan sebagian besar Balitbangkes Kemenkes RI.
responden yang balitanya diare 3-4 hari Behrman, A. (2009). Buku ajar praktek
mengalami cemas berat. Data tersebut keperawatan klinik Kozier & Erb
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan (Meyliya, Penerjemah). Jakarta:
bertambah seiring dengan EGC.
bertambahnya hari sakit. Hasil Dinas Kesehatan Kota Semarang.
penelitian tersebut berbanding terbalik (2016). Profil kesehatan kota
dengan tingkat kecemasan orang tua Semarang tahun 2015. Semarang:
yang anaknya menjalani hospitalisasi. Dinas Kesehatan Kota Semarang.
Tiedeman (1997) menjelaskan dalam Dirwan, B., Wahyuni, S. (2014).
penelitiannya bahwa pada orang tua Penyebab kecemasan orang tua
yang anaknya menjalani hospitalisasi, pada anak yang menderita demam
tingkat kecemasan orang tua mengalami berdarah. Jurnal Keperawatan
penurunan yang signifikan dari awal Anak PPNI, 1(2):56-62.
masuk rumah sakit hingga pulang. Gass, C. S., Curiel, E. R. (2011). Test
Sehingga dapat disimpulkan bahwa anxiety in relation to measures of
tingkat kecemasan orang balitanya sakit cognitive and intellectual
dan dirawat sendiri akan meningkat functioning. Archives of Clinical
seiring bertambahnya jumlah hari sakit.

166 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare

of Neuropsychology, (26):394- Tamsuri. A., Lenawati. H. &


404. Puspitasari. H. (2008). Faktor-
Hawari, D. (2008). Stress, cemas dan faktor yang mempengaruhi
depresi. Jakarta: FK UI. kecemasan ibu saat menghadapi
Hockenberry, M.J., Wilson, D. (2009). hospitalisasi pada anak di ruang
Wong’s essentials of pediatrc anak RSUD Pare Kediri tahun
nursing. 8th ed. St. Louis: Mosby 2008.
Inc. http://ejournal.umm.ac.id/index.p
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., Grebb, J. hp/keperawatan/article/viewFile/4
A. (2010). Sinopsis psikiatri jilid 04/406. Diunduh pada tanggal 10
2 (Widjaja Kusuma, Penerjemah). November 2016.
Jakarta: Binarupa Aksara. Tiedeman, E. M., (1997). Anxiety
Kementrian Kesehatan RI. (2011). responses of parents during and
Situasi diare di Indonesia. Buletin after the hospitalization of their 5-
jendela data dan informasi 11 year old children. Journal of
kesehatan, volume II triwulan II. Pediatric Nursing, (12):110-119.
Jakarta: Kementrian Kesehatan
Indonesia. Videbeck, S. L. (2006). Psychiatric
Mariyam., Kurniawan, A. (2008). mental health nursing.
Faktor-faktor yang berhubungan Philadelphia: Lippincott Williams
dengan tingkat kecemasan orang & Wilkins.
tua terkait hospitalisasi anak usia
toddler di RSUD RAA Soewondo
Pati. Jurnal Keperawatan Anak
PPNI, 1(2):38-56.
Monica, M. N., Beth, A. K., Rachel, L.
G. (2011). Parental psychological
control and childhood anxiety: the
mediating role of perceived lack
of control. Jurnal Child Family
Study,21(4), 637–645.
Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan
dan perilaku kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sari F. S., Sulisna, M. (2012).
Hubungan kecemasan ibu dengan
kecemasan anak saat hospitalisasi
anak. Jurnal Nursing Studies,
1(1);51-59.
Stuart, G. W., Sundeen, J. (2009).
Principles and practice of
psychiatric nursing. St Louis:
Mosby.
Susan, M. B., Margaret, L., (2006).
Toussaint B. family issues in child
anxiety: attachment, family
functioning, parental rearing and
beliefs. Clinical Psychology
Review 26, 834-856.

167 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kecemasan Responden Berdasarkan Data
Demografi Responden
Tingkat Kecemasan
Data Kriteria Ringan Seda Ber Total
Demografi ng at
n % n % n % n %
Usia 18-40 tahun 64 74,4 20 23,3 2 2,3 86
41-60 tahun 15 75 2 10 3 15 20
Tidak tamat SD 2 66,7 1 33,3 0 0 3
Tamat SD 17 77,3 5 22,7 0 0 22
Pendidikan Tamat SMP 14 73,7 2 10,5 3 15,8 19
Tamat SMA 45 73,8 14 23 2 3,3 61
Diploma 3 1 100 0 0 0 0 1
Ibu rumah tangga 58 73,4 18 22,8 3 3,8 79
Buruh 9 100 0 0 0 0 9
Pekerjaan Dagang/wiraswast 6 85,7 0 0 1 14,3 7
a
Pegawai swasta 6 54,5 4 36,4 1 9,1 11
0-1 tahun 17 65,4 9 34,6 0 0 26
Usia Balita 1-3 tahun 42 84 5 10 3 6 50
3-5 tahun 20 66,7 8 26,7 2 6,7 30
Jenis Laki-Laki 44 75,9 12 20,7 2 3,4 58
Kelamin Balita Perempuan 35 72,9 10 20,8 3 6,3 48
Lama Hari 1-2 hari 58 85,3 8 11,8 2 2,9 68
Sakit 3-4 hari 19 63,3 8 26,7 3 10 30
Balita 5-6 hari 2 25 6 75 0 0 8

168 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)

HUBUNGAN ANTARA HAEMOGLOBIN TERGLIKASI (HbA1c) dan SERUM


LIPID PROFIL (CT, TG, HDL, LDL) pada DM T2 (GDP, GD2J)

Indranila KS (korespondensi: nila_fkundip@yahoo.com)

Departemen Patologi Klinik Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro

Abstrak

Penderita dengan diabetes mellitus tipe2 (DMT2) memiliki prevalensi yang meningkat
pada dyslipidemia, dan menyebabkan risiko terkena penyakit kardio vaskuler.Penelitian
ini bertujuan unuk mengevaluasi hubungan Glycated hemoglobin (HbA1c) dan
dislipidemia dengan parameter profil lipid (CT, TG, HDL,LDL) pada diabetes mellitus
tipe2 (DMT2). Desain penelitian belah lintang penderita diabetes mellitus (DM) di Klinik
Prolanis periode Februari-April 2017. Darah vena diambil dan di periksa HbA1c, gula
darah Puasa (GDP), dan Gula Darah 2 J (GD2J), profil lipid serum ( CT, TG,HDL, LDL).
Analisis data menggunakan perangkat statistic analisis SPSS statistical package versi
13.0. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman dan uji regresi. Semua nilai di
ekspresikan sebagai mean ± standard deviasi. Hasil dikatakan bermakna bila p <0.05.
Korelasi yang diamati antara gula darah puasa dan HbA1c adalah (p=0,062; r=0,643).
HbA1c dengan gula darah 2 jam setelah makan (G2J) adalah (p=0,095; r=0,589). HbA1c
dan Cholesterol Total (CT) adalah p=0,126; r= -0,549. HbA1c dan TG (p=0,030; r=-
0,717, HbA1c dengan HDL adalah p, 807; r=0,095. HbA1c dan LDL dengan p=0,577
dan r -0,234. HbA1c sebagai glycemik kontrol berkorelasi dengan lipid profil seperti CT,
TG, HDL, dan LDL serta memiliki hubungan secara tidak langsung dengan kadar HDL
dan kadar kolesterol melalui hubungannya dengan kadar trigliserida melalui korelasi yang
bermakna antara kadar trigliserida dengan kadar kadar HDL dan kadar total kolesterol.
Kata kunci: diabetes mellitus tipe2, dislipidemi, HbA1c, profil lipid.

Diabetes mellitus adalah Diabetes tipe 2 sering menunjukkan


penyakit metabolik yang ditandai profil lipid aterogenik, yang sangat
dengan hiperglikemia akibat gangguan meningkatkan risiko CVD, deteksi dini
sekresi insulin, kerja insulin, atau dan menormalkan sirkulasi lipid telah
keduanya. Diabetes menyebabkan terbukti mengurangi komplikasi
sekitar 5% dari kematian global setiap kardiovaskular dan mortality.2)
tahun. Diabetes berhubungan dengan Hemoglobin terglikasi (HbA1c)
hiperglikemia, yang pada jangka panjang adalah penanda rutin digunakan untuk
menimbulkan kerusakan, disfungsi, dan kontrol glikemik jangka panjang,
kegagalan berbagai organ, terutama indikator untuk tingkat glukosa darah
mata, ginjal, saraf, jantung, dan rata-rata. HbA1c memprediksi risiko
pembuluh darah. 50% dari penderita untuk pengembangan komplikasi
diabetes meninggal akibat penyakit diabetes pada diabetes patients.
kardiovaskular, terutama penyakit Dislipidemia sebagai faktor risiko klasik
jantung dan stroke.1) pada CVD, demikian pula HbA1c tinggi
Diabetes disertai dengan kini telah dianggap sebagai faktor risiko
dislipidemia seringkali merupakan independen untuk CVD pada subjek
penyebab kematian kardiovaskular. diabetes.3)

169 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)

Tujuan dari penelitian ini adalah Hasil


untuk mengetahui korelasi hubungan Nilai rata-rata HbA1c sedikit
antara kontrol glikemik Hemoglobin lebih tinggi pada wanita dibandingkan
terglikasi (HbA1c) terhadap profil lipid dengan pasien laki-laki tapi
dan serum gula darah pada pasien perbedaannya tidak signifikan dengan p
diabetes mellitus tipe2. =0,953 (table 1).

Metode Tabel 1. Perbedaan Hba1c Berdasarkan


Penderita DMT2, laki-laki dan Jenis Kelamin
perempuan yang mengunjungi klinik Jenis kelamin HbA1c P
Laki-laki 8,98 ± 2,57
Prolanis di Semarang pada bulan 0,953‡
Perempuan 9,1 ± 3,39
Februari sampai April 2017 dilibatkan Keterangan : ‡ Uji t
dalam penelitian ini. Sampel darah vena
dikumpulkan dari penderita setelah Nilai rata-rata pada Gula darah
setidaknya 8 jam puasa. Serum ini puasa adalah 198,5± 105, 18 dan nilai
kemudian digunakan untuk menganalisis gula darah 2 jam setelah makan adalah
glukosa puasa darah, gula darah 2 Jam 257,7± 121, 91 . Di antara lipid profil
setelah makan, profil lipid (kolesterol CT dengan nilai rata-rata 203,5 ± 73,60
total, Trigliserida, HDL, dan LDL) , TG 293,1± 231,07, HDL 58,7± 7,18
dengan menggunakan alat analisis dan LDL =119,44± 31,05. Nilai HbA1c
automatik, sedangkan LDL dihitung 9, 04 ± 2, 87 (table 2).
dengan rumus Friedwald dan
Frederickson. HbA1c diperiksa dengan Tabel 2. Data Pemeriksaan Gula Darah
menggunakan Ion kromatografi Median
Variabel Mean ± SD
pertukaran. Dilakukan pada (Range)
laboratorium Klinik swasta terakreditasi. GDP 198,5 ± 163,5
105,18 (90 – 417)
Untuk tingkat referensi lipid G2J 257,7 ± 265
serum, dirujuk dari National Cholesterol 121,91 (108 – 479)
Education Program (NCEP) Adult Cholesterol 203,5 ± 236
Treatment Panel III (ATP III) , total 73,60 24 – 267)
hiperkolesterolemia didefinisikan Trigliserida 293,1 ± 208
231,07 (117 – 876)
sebagai CT> 200mg / dl, LDL tinggi> HDL 58,7 ± 7,18 60
100mg / dl, hipertrigliseridemia> 150mg (47 – 72)
/ dl dan HDL rendah ketika nilai <40 mg LDL 119,44 ± 117
/ dl.4) Diabetes didefinisikan sebagai per 31,05 (62 – 157)
American Diabetes Association (ADA) HbA1c 9,04 ± 2,87 8,5
(5,5 – 14,3)
kriteria. Nilai HbA1c dengan rentang
nilai (≤ 7.0% dan > 7.0%).5)
Semua nilai-nilai yang Korelasi yang diamati antara
dinyatakan sebagai mean ± standard gula darah puasa dan HbA1c adalah
deviasi. Hasil dianggap signifikan ketika (p=0,062;r=0,643). HbA1c dengan gula
p <0,05. Data dievaluasi oleh SPSS darah 2 jam setelah makan (G2J) adalah
statistik paket versi 13.0. uji korelasi (p=0,095;r=0,589) . HbA1c dan
Pearson ‘s dilakukan untuk memeriksa Cholesterol Total (CT) adalah p=0,126;
berbagai tes korelasi, uji independen t- r= -0,549. HbA1c dan TG (p=0,030; r=-
test (2 ekor), uji regresi linier. 0,717, HbA1c dengan HDL adalah p,
807; r=0,095. HbA1c dan LDL dengan
p=0,577 dan r -0,234 (tabel 3).

171 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)

Tabel 3. Hubungan Variabel-variabel Gambar 1. Korelasi antara HbA1c, Gula


Terhadap HbA1c Darah Puasa, Gula Darah 2 Jam Setelah
HbA1c Makan, dan Profil Lipid dalam Grafik
Variabel Ket. Scatter.
P R
Umur 0,574§ 0,21 Tidak
signifikan
GDP 0,062§ 0,64 Tidak
signifikan
G2J 0,095§ 0,58 Tidak
signifikan
Cholesterol 0,126§ -0,54 Tidak
total signifikan
Trigliserida 0,030*¶ -0,71 Signifikan,
negatif,
kuat
HDL 0,807§ 0,09 Tidak
signifikan
LDL 0,577§ -0,23 Tidak
signifikan
Grafik Scatter 1.A Grafik Scatter 1.B
Keterangan : * Signifikan; § Korelasi Spearman’s; Umur terhadap GDP dan HbA1c
¶ Korelasi Pearson Hba1c

Dari uji multivariat dengan


menggunakan regresi linier berganda
didapatkan pada model 4 terdapat
variabel trigliserida dengan nilai p =
0,059, karena p > 0,05 maka disimpulkan
trigliserida bukan variabel yang dominan
berpengaruh terhadap HbA1c (tabel 5 di
lampiran).

Tabel 5. Uji Regresi Linier Berganda Grafik Scatter 1.C. Grafik Scatter
G2J terhadap 1.D. Cholesterol
HbA1c Total terhadap
HbA1c

Korelasi antara HbA1c, gula darah,


parameter profil lipid diperlihatkan pada Grafik Scatter 1.E. Grafik Scatter1.F.
Trigliserida HDL terhadap
grafik scatter (Gambar 1). terhadap HbA1c HbA1c

172 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)

berbagai studi sebelumnya.8) Kami juga


mengamati korelasi antara HbA1c dan
CT, LDL, TG, dan HDL. Dalam
berbagai penelitian, tingkat HbA1c
adalah menunjukkan korelasi positif
dengan CT, LDL, TG pada pasien
diabetes.9) Penelitian kami juga
menunjukkan korelasi yang tidak
signifikan antara HbA1c dan glukosa ;
HbA1c dan LDL.
Grafik Scatter 1. G Diabetes Control and
LDL terhadap Complication Trial (DCCT)
HbA1c mengemukakan HbA1c sebagai
standartd emas kontrol glikemik.
Diskusi Tingkat nilai HbA1c ≤ 7,0% dikatakan
Dalam penelitian ini, kami telah tepat untuk mengurangi risiko
mengevaluasi pola parameter profil lipid komplikasi kardiovaskular.10) Pada
pada penderita diabetes dan korelasi penelitian ini pasien diabetes dengan
HbA1c. Tingkat korelasi HbA1c dengan nilai HbA1c meningkat lebih tinggi pada
glukosa tidak signifikan. Demikian juga wanita daripada pria. Meskipun tidak
korelasi HbA1c dengan Cholesterol total ada hubungan yang signifikan dalam
(CT) dan HDL tidak signifikan. HbA1c LDL dengan kontrol glikemik,
dengan LDL berkorelasi tidak perubahan dalam parameter lipid CT,
signifikan. Korelasi HbA1c dengan dan HDL secara statistik tidak
Trigliserida berkorelasi negatif kuat. signifikan.Keparahan meningkatnya
Insulin mempengaruhi produksi dislipidemia pada pasien dengan nilai
apolipoprotein hati. Ini mengatur HbA1c yang lebih tinggi.Faktor risiko
aktivitas enzimatik dari lipoprotein independen dari CVD, pasien diabetes
lipase (LPL) dan transportasi ester dengan HbA1c tinggi dan dislipidemia
kolesterol protein. Faktor-faktor ini dapat dianggap sebagai kelompok
mungkin penyebab dislipidemia pada berisiko sangat tinggi untuk CVD.
diabetes mellitus. Kekurangan insulin Meningkatnya kontrol glikemik secara
mengurangi aktivitas lipase hepatik dan substansial dapat mengurangi risiko
produksi biologis aktif LPL pada DM.6) kejadian kardiovaskular pada diabetes.
Gangguan utama dalam Diperkirakan bahwa mengurangi tingkat
metabolisme lipid adalah HbA1c 0,2% bisa menurunkan angka
hipertrigliseridemia dalam penelitian kematian sebanyak 10%. (11).
kami ini adalah adanya korelasi
signifikan antara HbA1c dengan Kesimpulan
trigliserid . Temuan ini sama dengan Korelasi yang signifikan
penelitian sebelumnya dimana penderita antara HbA1c dan berbagai parameter
diabetes memiliki peningkatan LDL dan beredar lipid dengan Trigliserid negatif
TG. Temuan lain yang mirip dengan kuat. Dari hemoglobin terglikasi
penelitian kami adalah korelasi antara mengindikasikan HbA1c dapat
HbA1c dengan HDL meskipun hasil digunakan sebagai biomarker potensial
temuan berbeda dengan penelitian kami untuk memprediksi dislipidemia pada
ini, mereka melaporkan HDL yang lebih pasien diabetes type2 terutama
rendah. 7) Sebuah korelasi yang sangat Trigliserid. Selain itu, kontrol glikemik
signifikan antara HbA1c dan glukosa dapat mendiagnosis lebih awal melalui
dalam penelitian ini mirip dengan deteksi HbA1c, yang murah dan mudah.

173 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)

HbA1c sebagai glycemic control of Diabetes Mellitus. Diabetes Care


berkorelasi dengan lipid profile seperti 2010;33:s62-s69.;37:3
CT, TG, HDL, dan LDL serta memiliki 6. Goldberg IJ. Lipoprotein lipase and
hubungan secara tidak langsung dengan lipolysis: central roles in lipoprotein
kadar HDL dan kadar kolesterol melalui metabolism and atherogenesis. J
hubungannya dengan kadar trigliserida. Lipid Res 1996; 37:693-707.
7. Regmi P, Gyawali P, Shrestha R,
Sigdel M, Mehta KD, Majhi S.
Daftar Pustaka Pattern of Dyslipidemia in type 2
1. Mahato RV, Gyawali P, Raut PP et Diabetic Subjects in Eastern Nepal.
al. Association between glycaemic JNAMLS 2009; 10:11-13.
control and serum lipid profile in 8. Rosediani M, Azidah AK, Mafauzy
type 2 diabetic patients: Glycated M. Correlation between fasting
haemoglobin as a dual biomarker. plasma glucose, post prandial
Biomedical Research 2011; glucose and glycated haemoglobin
22(3):375-380. and fructosamine. Med J Malaysia
2. Huffner Sm, Lehto S, Ronnemaa T, 2006; 61:67-71.
Pyorala K, Laakso M. Mortality from 9. Peters AL. Clinical relevance of non-
coronary heart disease in subjects HDL cholesterol in patients with
with type 2 diabetes and in diabetes. Clinical Diabetes 2008;
nondiabetic subjects with and 26:3-7.
without prior myocardial infarction. 10. Rohlfing CL, Wiedmeyer HM, Little
N Engl J Med 1988; 388:229-234. RR, England JD, Tennill A,
3. Marshall SM and Barth JH. Goldstein DE. Defining the
Standardization of HbA1c relationship between plasma glucose
measurements-a consensus and HbA1c: analysis of glucose
statement. Diabetic medicine 2000; profiles and HbA1c in the Diabetes
17:5-176. Control and Complications trial.
4. Executive Summary of the Third Diabetes Care 2002; 25:275-278.
Report on the National Cholesterol 11. Khaw T, Warcham N, Luben R,
Education Program (NCEP) Expert Bingham S, Oakes S, Welch A, et al.
Panel on Detection, Evaluation, and Glycated Haemoglobin, diabetes,
treatment of High Blood Cholesterol and mortality in men in Norfolk
in Adults (Adult Treatment Panel cohort of European Prospective
III). JAMA 2001; 285:2486-2497. Investigation of Cancer and
5. American Diabetes Association Nutrition (EPIC-Norfolk). Br Med J
(ADA). Diagnosis and Classification 2001; 322:15-18.

174 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus

Seorang wanita 21 tahun dengan Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik


Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus

Indranila KS (korespondensi: nila_fkundip@yahoo.com)

Departemen Patologi Klinik FK Undip, RS Dr. Kariadi Semarang

Abstrak

Seorang wanita usia 21 tahun, datang ke RS.dr. Kariadi dengan keluhan lemas yang
semakin memberat. Demam (+) 3 hari, tidak terlalu tinggi, batuk (+), sesak napas (+),
mual (+), nafsu makan (+), tampak pucat (+). Nyeri sendi (+), rambut rontok (+), kulit
merah bila terkena sinar matahari (+), bengkak pada lengan dan tungkai sekitar 1 bulan
terakhir.Sering berdebar-debar (+), mata bertambah belok (+), keringat banyak (+), lebih
suka hawa dingin (+).BAB lancar, warna kuning kecoklatan, setiap hari 2-3 x BAB.
Tujuh tahun lalu pernah didiagnosis tiroid, tapi tidak pernah berobat. T= 110/80 mmHg,
N 120x/men, regular. TB= 150cm, RR=22x/men, t=37,7 ⁰ C (axila), BB:45 kg. Mata:
konjungtiva palpebral pucat +/+, sclera ikterik -/-, exopthalmus (+). Nafas cuping hidung
+/+, epistaksis-/-. Kelenjar gondok membesar asimetris, ikut bergerak saat penderita
menelan, ukuran 6x5x1 cm. Pemeriksaan laboratorium: Hb2,3 gr/dl, Ht 6,8 %, eritrosit
0,59x 106 /µL , MCV 115,3 fl, MCH 39 pg, MCHC 33,8g/dL, Leukosit 13,3 x 103 /µL,
trombosit 436x 103 /µL RDW 36,3 %, Retikulosit 34,5 %.Hitung Jenis
1/0/0/71/22/4/mielosit 2 , Eritrosit berinti 6/100 lekosit. Bilirubin total 1,78mg/dL,
Bilirubin Direk 0,64 mg/dL. Aglutinasi warm dan cold negatif. Coomb test ditemukan
DCT +4 dan ICT inkompatibel. ANA dan DS DNA positif. Kriteria ACR adalah 6 dari
11. Status tiroid TSH < 0, 05 dan FT4 24,76. Kesimpulan: Anemia hemolitik,
Hemoglobin 2,3 g/dL disertai peningkatan Bilirubin total dan bilirubin Indirek. AIHA
ditandai aglutinasi warm and cold negative, tetapi Coomb test ditemukan DCT +4 dan
ICT inkompatibel. Diperkirakan kemungkinan penyakit autoimun (LES) ditandai dengan
ANA test dan DS DNA keduanya positif, Kriteria ACR pasien ini adalah 6 dari 11
kriteria. Status hipertiroid ditandai dengan TSH<0,05 dan FT4 24,76.
Kata kunci : LES, AIHA, Grave’s Diseases.
Lupus eritematosus sistemik Sekitar 90% LES diderita oleh wanita,
(LES) merupakan penyakit autoimun dan paling sering diderita saat usia subur.
dengan inflamasi sistemik kronik yang Orang kulit hitam dan wanita Hispanic,
diikuti dengan eksaserbasi dan remisi Asian dan asli Amerika lebih beresiko
yang melibatkan berbagai organ dengan mengalami LES dibandingkan orang
manifestasi klinis bervariasi dari yang kulit putih. Penyebabnya belum
ringan sampai berat dengan karakteristik diketahui dengan pasti dan biasanya
adanya autoantibodui terhadap antigen terdapat faktor pencetus. Faktor genetic
intraseluler dari inti sel (dsDNA dan ss menjadi predisposisi terjadinya LES.
DNA), histon dan extractable nuclear Adanya autoantibodi dan defisiensi
antigen (ENA). Pada keadaan awal, komplemen (C1q, C2, C4)
sering kali sukar dikenali sebagai LES meningkatkan resiko terjadinya LES.
Karena manifestasiya sering tidak terjadi Paparan sinar matahari, faktor hormonal,
bersamaan. Prevalensi dan insidensi serta infeksi menjadi trigger muncul dan
LES dipengaruhi oleh usia, jenis kambuhnya penyakit LES.1)
kelamin, etnis, wilayah, kriteria Autoimun hemolitik anemia
diagnostic, dan metode pemastian. (AIHA) adalah suatu anemia hemolitik

174 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus

yang timbul karena terbentuknya kuat, dimana 15% penderita mempunyai


autoantibodi terhadap eritrosit sendiri hubungan keluarga yang erat dengan
sehingga menimbulkan destruksi penderita penyakit yang sama. Sekitar
hemolysis dari eritrosit. AIHA juga 50% dari keluarga penderita penyakit
dapat dikatakan adalah suatu keadaan Graves ditemukan autoantibodi tiroid
anemia yang disebabkan umur eritrosit dalam darahnya. 5)
memendek akibat peningkatan
kecepatan destruksi eritrosit atau Hasil
destruksi eritrosit lebih tinggi daripada Seorang wanita 21 tahun datang
produksi eritrosit di sumsum tulang. Bila dengan keluhan lemas yang sudah
tingkat kerusakan lebih cepat dari dirasakan selama 2 minggu. Lemas
kapasitas sumsum tulang untuk dirasakan terus-menerus, membuat
memproduksi 120 hari, setiap hari terjadi pasien lebih banyak berbaring di tempat
kerusakan sel eritrosit 1 % dari jumlah tidur. Lemas dirasakan memberat bila
eritrosit yang ada dan diikuti oleh pasien beraktifitas. Demam (+) 3 hari,
pembentukan oleh sumsum tulang.2) tidak terlalu tinggi, batuk (+), Sesak(+),
Angka kejadian tahunan AIHA mual (+), nafsu makan baik (+), tampak
dilaporkan mencapai 1/100.000 orang pucat (+), nyeri sendi (+), rambut rontok
pada populasi secara umum. Frekuensi (+), kulit memerah bila terkena sinar
AIHA merupakan 5% dari seluruh angka matahari (+), bengkak-bengkak pada
kejadian anemia. Secara umum angka lengan dan tungkai sekitar 1 bulan
mortalitas rendah tetapi pada penderita terakhir. Sering berdebar-debar (+), mata
usia tua atau penderita dengan kelainan bertambah belok (+) sejak SMP, keringat
kardiovaskuler risiko kematian banyak (+), lebih suka hawa dingin (+).
meningkat. AIHA dapat terjadi pada pria BAK lancar, BAB 2-3 kali sehari,
maupun wanita, tanpa memandang usia. konsistensi normal. Pasien sempat
Gejala AIHA timbul pada usia dibawa ke RS Purwodadi dikatakan sakit
pertengahan atau lebih tua, berbeda tiroid kemudian dirujuk ke RS Ketileng.
dengan anemia hemolitik yang Di RS Ketileng pasien dirawat selama 3
disebaban oleh herediter pada anak atau hari, dikatakan sakit anemia, dan tiroid
usia lebih muda. Gambaran klinisnya mendapatkan obat dan akan ditranfusi
dikelompokkan berdasarkan atas tetapi tidak cocok, kemudian dirujuk ke
autoantibodi spesifik yang dimilikinya RSDK. Tujuh tahun yang lalu pasien
atau reaksi warm and cold antibody yang pernah didiagnosis sakit tiroid, tetapi
terjadi.3) pasien tidak pernah berobat. Riwayat
Penyakit Graves (goiter difusa tranfusi darah sebelumnya tidak ada.
toksika ) merupakan penyebab tersering Riwayat keluarga bapak pernah
hipertiroidisme, dan adalah suatu menderita tiroid.
penyakit autoimun yang ditandai adanya
autoantibodi yang memiliki kerja mirip Pemeriksaan fisik
Tiroid stimulating hormone (TSH) pada Pasien didapatkan keadaan
kelenjar tiroid. Penderita penyakit umum lemas, takikardi, febris. Pada
Graves memiliki gejala khas mata ditemukan konjungtiva palpebral
hipertiroidisme dengan gejala tambahan pucat +/+, exophtalmus (+).Ditemukan
khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid, nafas cuping hidung minimal. Pada leher
ophtalmopati (Eksofthalmus/mata yang terlihat kelenjar gondok membesar
menonjol), dan kadang-kadang asimetris, ikut bergerak saat penderita
dermopati.4) Penyebabnya belum menelan, pada palpasi teraba kelenjar
diketahui dengan pasti, penyakit ini gondok membesar ukuran 6x5x1 cm,
mempunyai predisposisi genetic yang kesan difus, konsistensi kenyal, nyeri

175 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus

tekan (-), nodul(-), dan pada auskultasi didapatkan adanya edema piting pada
terdengan bising tiroid. Pemeriksaan lengan dan tungkai, dan didapatkan
ekstremitas ditemukan nyeri sendi adanya hipoalbuminemia dengan
ekstremitas inferior dan edem. proteinuria dan hematuria, pada pasien
dengan LES perlu dipikirkan adnya
Pemeriksaan laboratorium nefritis lupus.
Hasil pemeriksaan laboratorium Meskipun pada pasien ini hanya
ditemukan anemia hemolitik. Anemia ditemukan sedikit peningkatan dari
hemolitik ditandai dengan anemia gravis ureum (45 mg/dl) dan kadar kreatinin
dengan hemoglobin 2,3 g/dl, disertai masih normal, namum masih
peningkatan bilirubin total yang memungkinkan telah terjadinya proses
didominasi dengan bilirubin indirek. nefritis lupus. Pathogenesis nefritis
Pada pemeriksaan selama perawatan lupus terutama diakibatkan oleh deposit
didapatkan adanya pemeriksaan kompleks imun yang bertumpuk pada
aglutinasi warm (-) dan cold aglutinasi (- mesangium dan rongga subendotelial.
), namun pada pemeriksaan Coomb test Pasien LES sebaiknya diperiksa
ditemukan DCT +4 dan ICT secara rutin untuk mendeteksi nefritis
inkompatibel. Respons sumsum tulang lupus. Pemeriksaan yang dilakukan
terhadap anemia masih baik, terlihat dari antara lain berupa pemeriksaan urinalisis
peningkatan retikulosit 34,5 % dan (untuk mencari hematuria dan silinder
dikonfirmasi dengan adanya polikromasi seluler), perkiraa ekskresi protein,
dan eritrosit muda pada gambaran darah kreatinin serum dan e GFR. Peningkatan
tepi. titer anti dsDNA disertai penurunan
kadar komplemen C3 dan C4
Diskusi berhubungan dengan penyakit lupus
Ditemukannya anemia hemolitik perlu aktif. Biopsy ginjal dapat dilakukan
dipikirkan adanya kemungkinan untuk menentukan tingkat keparahan
penyakit autoimun seperti LES. Maka penyakit, dan menentukan terapi yang
dilakukan penilaian kriteria LES pada akan diberikan.
pasien dengan menggunakan kriteria Selain itu derajat nefritis lupus dapat
ACR tahun 1997. Pasien dilakukan digunakan kriteria WHO.
pemeriksaan ANA tes dan anti DS DNA Pada pemeriksaan pasien ini
yang keduanya positif, sehingga didapatkan struma diffusa dengan skor
penilaian kriterian ACR untuk pasien ini indeks Wayne pasien adalah 23 dan
adalah 6 dari 11 kriteria. Untuk menilai indeks New Castle 53 yang
derajat aktifitas LES dapat digunakan menunjukkan struma hipertiroid,
berbagai skor antara lain LESDAI, dilanjutkan dengan pemeriksaan TSHs
MEX-LESDAI , SELENA-LESDAI, <0,05 dan FT4 24,76. Pada USG daerah
SLAM , dan BILAG.Pada pasien ini leher menunjukkan peningkatan
digunakan skor MEX-LESDAI utnuk vaskularisasi peri maupun intralobar
menilai aktifitasnya. yang mendukung gambaran penyakit
Pada pasien ini pada awalnya Grave. Gejala hipertiroid juga terlihat
memiliki skor MEX-LESDAI mencapai dari pemeriksaan EKG dengan
13 yang diperoleh dari gangguan ginjal ditemukannya sinus takikardi.
(proteinuria, hematuria), hemolysis, Pemeriksaan dilanjutkan dengan
arthritis dan gangguan mukokutan antibody antitiroid untuk mendukung
berupa allopesia abnormal. Pasien penyakit tiroid autoimun. Ada tiga
mengeluhkan adanya bengkak pada autoantigen utama yang terllibat dalam
lengan dan tungkai sekitar 1 bulan penyakit tiroid autoimun yaitu,
sebelum masuk RS. Dari pemeriksaan tiroperoksidase (TPO), tiroglobulin

176 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus

(Tg), dan reseptor TSH. Pada pasien ini 2. Shelat SG. Hemolytic anemias:
dilakukan pemeriksaan yang hasil anti immune and non-immune mediated
TPO positif sehingga mendukung hemolytic anemias, RBC membrane
diagnosis penyakit Graves. defect, and hereditary disorder due to
Pada pasien LES dengan RBC enzyme defects. In: Diagnostic
penyakit Graves, keduanya dapat berdiri pediatric Hematopatology.
sendiri atau LES dapat diinduksi oleh Cambridge University press, NY
obat-obatan dari penyakit Graves. Pada 2011:75-79.
pasien ini tidak ditemukan penggunaan 3. Hoffman R et al. Autoimmun
obat anti tiroid sebelumnya, sehingga Hemolytic Anemia. In: Hematology;
kemungkinan penyakit Graves dan LES Basic Principe SLE and Practice.
pada pasien ini berdiri sendiri. Elsevier Philadelphia 2005:693-704.
4. Nayak B, Hodak SO.
Simpulan Hyperthyroidism. Endocrinal Metab
Berdasarkan hasil anamnesis, Clin N Am, 2007; 36:617-656.
pemeriksaan fisik, pemeriksaan 5. Suastika K. Manifestasi klinik
laboratorium dan penunjang, maka pada penyakit Graves. Dalam symposium
penderita ini ditegakkan diagnosis lupus nasional V penyakit kelenjar tiroid
Badan Penerbit Undip 2009:51-64.
eritematosus sistemik (LES) dengan
autoimun hemolitik anemia dan penyakit
Graves. Hasil studi kasus ini
menyarankan pentingnya dilakukan
pemeriksaan sel LE untuk menunjang
diagnosis LES, Pemeriksaan C3 dan C4
untuk membantu diagnosis nefritis
lupus. Pemeriksaan TSH per bulan dan
fT4 per 2 minggu selanjutnya per satu
bulan untuk evaluasi pengobatan dan
monitoring status tiroid. Pemeriksaan
urin rutin untuk melihat proteinuria dan
sedimenuria tiap 1 bulan sebagai
evaluasi nefritis lupus. Pemeriksaan
ureum dan kreatinin setiap 3 bulan untuk
evaluasi fungsi ginjal. Pemeriksaan anti
dsDNA setiap 6 bulan untuk monitoring
LES. Pemeriksaan darah rutin setiap 3
bulan untuk monitoring penyakit dan
efek terapi.

Daftar Pustaka
1. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI,
Setiyohadi B. Lupus Eritematosus
Sistemik. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Penyakit Dalam.
Jilid 2. Ed 4. Jakarta. Pusat
penerbitan departemen Ilmu
Penyakit Dalam fakultas Kedokteran
UI 2006: hal 1224-31.

177 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )

HUBUNGAN TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP


PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

Siti Aminah (korespondensi: sitiaminah.maulana@gmail.com)

Staf Dosen Akper Muhammadiyah Kendal

Abstrak

Spiritualitas memiliki peran dalam menentukan kualitas hidup seseorang. Spiritualitas


dapat memfasilitasi perilaku hidup yang sehat dan positif serta mempersatukan cara
pandang untuk menangani situasi yang sulit dan tidak diharapkan yang sering terjadi pada
pasien gagal ginjal kronis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
spiritualitas dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis (GGK) di suatu rumah
sakit di Kendal. Penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasi deskriptif. Populasi
penelitian adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisa. Sampel berjumlah 42
responden yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data diuji statistik dengan
Pearson Product-Moment Correlation (Pearson-r). Spiritual Index of Well-Being
(SIWB) digunakan untuk mengukur tingkat spiritualitas sedangkan untuk mengukur
kualitas hidup digunakan The Kidney Disease Quality of Life (KDQOLTM-36). Sebagian
besar responden memiliki tingkat spiritualitas kategori sedang (52,4%). Sebagian besar
responden memiliki kualitas hidup rata-rata (69 %). Ada hubungan antara tingkat
spiritualitas dengan kualitas hidup pasien GGK dengan r-value = 0,574 dan p-value 0,000
(p-value < 0,05). Tingkat spiritualitas berhubungan positif dengan kualitas hidup pada
pasien gagal ginjal kronik (GGK) yang sedang menjalani hemodialisa. Pasien GGK
diharapkan dapat menggunakan spiritualitas sebagai mekanisme koping untuk membantu
diri mereka memahami, menerima, dan menyesuaikan diri dengan perubahan hidup
akibat penyakit yang diderita.

Kata kunci: Spiritualitas, Kualitas Hidup, Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Prevalensi penyakit gagal ginjal kematian di dunia pada tahun 2012


kronik (GGK) meningkat jauh lebih (WHO, 2014).
cepat daripada pertumbuhan penduduk Sejak tahun 1960, terapi
dibanyak negara di dunia (American hemodialisa (HD) menjadi terapi yang
Society of Nephrology/ASN, 2013). paling sering dipakai oleh pasien GGK
Menurut Kementerian Kesehatan (Brackney, 1970 cit Charuwanno, 2005).
Republik Indonesia tahun 2014, Terapi ini membantu penderita GGK
Indonesia masuk kedalam sepuluh besar untuk bertahan hidup dengan cara
negara dengan kasus GGK tertinggi di menggantikan fungsi ginjal, tanpa terapi
Asia, dengan jumlah kasus mencapai ini pasien GGK akan mati. Sebagai
504.248, dengan demikian dapat akibat dari hidup dengan hemodialisa,
diartikan bahwa dari satu juta penduduk pasien menjumpai masalah-masalah
Indonesia ada 400 orang yang menderita yang kompleks yang ditimbulkan dari
gagal ginjal kronik. Badan terapi dan penyakit yang dihadapi.
OrganisasiKesehatan Dunia (WHO) Dengan kata lain, terapi hemodialisa
menyebutkan bahwa gagal ginjal kronik memiliki dampak yang signifikan
bertanggung jawab terhadap 1,5% terhadap berbagai aspek dalam

178 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )

kehidupan seseorang, termasuk kualitas (Pearson-r) digunakan untuk


hidupnya (Charuwanno, 2005). mengetahui hubungan tingkat
Spiritual berperan dalam kualitas spiritualitas dengan kualitas hidup
hidup individu yang mengalami penyakit responden.
yang mengancam nyawa seperti gagal Hasil
ginjal kronis (Gall, 2005). Tingkat Responden termasuk dalam
spiritual yang lebih tinggi mungking kategori dewasa tengah (tabel 1) yaitu 23
dapat memfasilitasi kesehatan dan orang (54,8%).
perilaku sosial menjadi lebih positif, dan
membantu menyatukan cara pandang Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden
untuk dapat menangani situasi yang sulit Berdasarkan Usia
Usia f %
dan tidak diharapkan (Yi, 2006 cit
Peirano, 2010). Spiritual mungkin dapat Dewasa awal 19 45.20
membantu pasien merasakan dan (19-40 tahun)
mengekspresikan penyakit mereka
Dewasa tengah 23 54.80
dengan cara yang baru, pasien merasa (41 – 65tahun)
“disembuhkan” tetapi tidak “sembuh”
(Lieberson, 1999). Mengetahui Total 42 100.0
hubungan tingkat spiritualitas dengan
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis Tingkat spiritualitas (tabel 2)
diperlukan untuk menyelidiki peran responden yaitu 22 orang (52,4%) masuk
spiritualitas dalam penyesuaian dengan dalam kategori sedang. Dua puluh
kehilangan fungsi ginjal dan menjaga sembilan orang (69 %) memiliki kualitas
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. hidup rata-rata. Responden dengan usia
dewasa awal memiliki tingkat
Metode spiritualitas yang lebih tinggi.
Jenis penelitian ini adalah
Tabel 2.
penelitian kuantitatif dengan pendekatan Tingkat Spiritualitas dan Kualitas Hidup
korelasi deskriptif. Tempat penelitian Tingkat f %
adalah di ruang Hemodialisa RSUD dr. spiritualitas
Soewondho Kendal. Sampel penelitian Rendah 4 9,5
berjumlah 42 responden yang diambil Sedang 22 52,4
Tinggi 11 26,2
dengan teknik purposive sampling sesuai Sangat tinggi 5 11,9
kriteria inklusi dan eksklusi. Data usia Total 42 100
dan jenis kelamin diambil dengan Kualitas Hidup f %
kuesioner. Data tingkat spiritualitas Dibawah rata-rata 7 16,7
diukur dengan kuesioner Spiritual Index Rata-rata 29 69,0
Diatas rata-rata 6 14,3
of Well-Being (SIWB), sedangkan data
total 42 100
kualitas hidup diukur dengan kuesioner
The Kidney Disease Quality of Life
Responden dewasa tengah
(KDQOLTM-36). Distribusi frekuensi
memiliki kualitas hidup dibawah rata-
digunakan untuk mengetahui
rata lebih banyak bila dibandingkan
pengelompokan data responden
dengan responden dewasa awal dalam
berdasarkan usia, jenis kelamin dan
domain komponen fisik (17,39% vs
kualitas hidup berdasarkan tingkatan
15,79%), mental (17,39% vs 10,53%).
usia. Weighted-mean formula digunakan
Dampak yang ditimbulkan dari GGK
untuk mengukur tingkat spiritualitas
pada kehidupan sehari-hari (17,39% vs
responden berdasarkan tinngkatan usia.
5,26%). Responden dewasa awal
Pearson Product-Moment Correlation
179 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )

memiliki kualitas hidup dibawah rata-


rata lebih banyak dalam domain beban Kualitas hidup
yang ditimbulkan akibat GGK (26,31% Sebagian besar responden yaitu
vs 8,70%) dan domain tanda dan gejala sebanyak 29 orang (69%) memiliki
(26,32% vs 13,04%, tabel 3) kualitas hidup kategori rata-rata, artinya
adalah sebagian besar responden
Tabel 3 memiliki kualitas hidup yang tidak baik
Distribusi Frekwensi Domain Kualitas Hidup
berdasarkan Usia
juga tidak buruk. Kualitas hidup meliputi
pemahaman terhadap kondisi fisik dan
mental dan hubungan antar keduanya,
termasuk kondisi kesehatan, status
fungsional, dukungan sosial, dan status
sosio-ekonomi (Oksuz & Malhan,
2006).

Tingkat spiritualitas berdasarkan


usia
Hasil analisis tingkat
spiritualitas dengan usia didapatkan
bahwa responden usia dewasa awal
memiliki tingkat spiritualitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan responden
dewasa tengah (weighted_mean = 3,55
vs 3,22). Hal ini dikarenakan responden
dewasa tengah menghadapi lebih banyak
Hasil analisis tingkat spiritualitas dengan
stressor daripada responden dewasa
kualitas hidup diperoleh diperoleh r-
awal. Responden dewasa tengah
value sebesar +0,574 dengan p-value
memiliki tanggung jawab untuk mencari
0,000 (p-value < 0,05) artinya ada
nafkah dan menjalankan keluarga,
hubungan yang positif dan signifikan
sedangkan responden dewasa awal
antara tingkat spiritualitas dengan
hanya bertanggung jawab untuk dirinya
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis
sendiri. Perasaan ini menjadi penghalang
Diskusi bagi responden dewasa tengah untuk
Tingkat spiritualitas sepenuhmya pasrah pada Tuhan.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sebagian besar Domain kualitas hidup berdasarkan
responden memiliki tingkat spiritualitas usia
kategori sedang yaitu 22 orang (52,4%), Menurut Hays, Kallich, Mapes,
artinya sebagian besar responden Coons, Amin, dan Carter (2002),
memiliki tingkat spiritualitas yang tidak kualitas hidup memiliki lima domain,
rendah dan juga tidak tinggi. yaitu: 1) Komponen fisik; 2) Komponen
Spiritualitas menurut Peirano (2010) mental; 3) Beban yang ditimbulkan
adalah “pengalaman dan ekspresi dari akibat penyakit; 4) Komponen tanda dan
jiwa dalam proses yg unik dan dinamis gejala; dan 5) Dampak dari penyakit
yang mencerminkan keyakinan pada dalam kehidupan sehari-hari.
Tuhan, keterhubungan dengan diri
sendiri, orang lain, alam, atau Tuhan; Komponen fisik.
dan penggabungan dari pikiran, tubuh, Dari penelitian didapatkan hasil
dan jiwa”. bahwa responden dewasa tengah
180 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )

memiliki kualitas hidup yang lebih menjadi beban bagi keluarga, dimana
rendah pada domain komponen fisik seharusnya usia dewasa muda
dibandingkan dengan responden dewasa merupakan masa tersehat dalam hidup
awal (17,39% vs 15,79%). Hal tersebut dan secara umum dalam kondisi
dikarenakan responden dewasa tengah kesehatan yang baik.
memiliki status kesehatan yang lebih
rendah akibat proses degeneratif dan Tanda dan gejala penyakit.
penyakit degeneratif yang dimiliki, Hasil penelitian menunjukkan
ditambah dengan penyakit GGK yang bahwa responden dewasa awal memiliki
diderita menyebabkan responden kualitas hidup yang lebih rendah pada
dewasa tengah memiliki kualitas hidup domain tanda dan gejala penyakit bila
yang lebih rendah pada domain dibandingkan dengan responden dewasa
komponen fisik. Hal ini sejalan dengan tengah (26,32% vs 13,04%). Hal ini
apa yang dikemukakan oleh disebabkan karena tanda dan gejala
Ozminskowski, White, Hassol, dan penyakit lebih dirasakan oleh responden
Murphy (1997), usia merupakan faktor dewasa awal karena mereka belum
penentu yang signifikan pada pasien pernah merasakan hal ini sebelumnya,
GGK, dimana pasien yang lebih tua serta mereka memiliki harapan yang
mengindikasikan status kesehatan yang lebih terhadap dirinya karena mereka
lebih rendah. masih muda. Responden dewasa tengah
telah beradaptasi dengan penurunan
Komponen mental. fungsi tubuh akibat proses degeneratif,
Hasil penelitian menunjukkan sehingga tanda dan gejala akibat GGK
responden dewasa tengah memiliki sudah tidak terlalu dirasakan oleh
kualitas hidup yang lebih rendah pada mereka dan mereka sudah menemukan
domain komponen mental dibandingkan cara untuk beradaptasi dengan tanda dan
responden dewasa awal (17,39 vs gejala tersebut.
10,53%). Hal tersebut dikarenakan
responden dewasa tengah memiliki Dampak yang ditimbulkan akibat
stressor yang lebih banyak dibandingkan penyakit.
responden dewasa awal. Hasil Hasil penelitian menunjukkan
penenlitian ini sejalan dengan apa yang bahwa responden dewasa tengah
disampaikan oleh Anees (2014), yang memiliki kualitas hidup yang lebih
menyatakan bahwa usia memiliki rendah dalam domain dampak yang
korelasi yang negatif dengan ditimbulkan akibat penyakit
kesejahteraan emosi dan kesehatan dibandingkan dengan responden dewasa
mental pasien GGK, artinya semakin tua awal (17,39% vs 5,26%). Hal ini
pasien, semakin rendah kesejahteraan disebabkan karena GGK telah
emosi dan kesehatan mentalnya. menghalangi responden dewasa tengah
dalam memenuhi tanggung jawabnya.
Beban yang ditimbulkan akibat penyakit. Menurut Erikson & Erikson (1998),
Tidak seperti domain diatas, dewasa tengah merupakan masa dimana
responden dewasa awal memiliki seseorang memegang lebih banyak
kualitas hidup yang lebih rendah kendali dan tanggung jawab.
dibandingkan responden dewasa tengah
pada domain ini (26,31% vs 8,70%). Hal Tingkat spiritualitas dengan kualitas
ini disebabkan karena rasa frustasi akibat hidup
menderita penyakit yang tidak dapat Hasil analisis tingkat spiritualitas
disembuhkan diusia muda dan perasaan dengan kualitas hidup diperoleh r-value
181 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )

sebesar +0,574 dan p-value sebesar Daftar Pustaka


0,000, artinya ada hubungan yang positif American society of Nephrology
dan signifikan antara tingkat spiritualitas (ASN). (2013). ESRD rate
dengan kualitas hidup pada pasien GGK worldwide is growing faster than
di RSUD dr. H. Soewondho kendal. population. Nephrology News &
Hubungan yang positif antara tingkat Issues. Retrieved from:
spiritualitas dengan kualitas hidup http://www.nephrologynews.com/
berarti semakin tinggi tingkat spiritual articles/109853-esrd-rates-
seseorang, semakin baik kualitas worldwide-is-growing-faster-
hidupnya, sebaliknya, semakin rendah than-population
tingkat spiritual seseorang, semakin Anees, M., Malik, M.R., Abbasi, T.,
buruk kualitas hidupmya. Hal ini sesuai Nasir, Z., Hussain, Y., Ibrahim,
dengan apa yang disampaikan oleh M. (2014). Demographic factors
Peirano (2010), spiritualitas dapat affecting quality of life of
membantu seseorang dalam hemodialysis patients. Pak J Med
meningkatkan koping dan menyesuaikan Sci, 30(5): 1123-1127. DOI:
diri dengan penyakit. http://dx.doi.org/10.12669/pjms.
305.5239
Simpulan Charuwanno, R. (2005). The meaning of
Sebagian besar responden quality of life among Thai end
memiliki tingkat spiritualitas kategori stage renal disease patients on
sedang yaitu 22 orang (52,4%) dan maintenance hemodialysis.
sebagian besar responden memiliki Retrieved from Proquest
kualitas hidup rata-rata yaitu 29 orang information and learning
(69%). Responden usia dewasa awal company. UMI Number: 3169846
memiliki tingkat spiritualitas yang lebih Daaleman, T.P., Frey, B.B. (2004). The
tinggi dibandingkan responden dewasa spirituality index of well-being:
tengah (weighted-mean 3,55 vs 3,22). A new instrument for health-
Sebagian besar responden dewasa related quality of life research.
tengah memiliki kualitas hidup dibawah Annals of Family Medicine, Vol.
rata-rata lebih banyak daripada 2(5): 499-503. DOI:
responden dewasa awal pada domain 10.1370/afm.89.
komponen fisik (17,39% vs 15,79%), Erikson, E. H., & Erikson, J. M. (1998).
komponen mental (17,39% vs 10,53%), The life cycle completed
dan dampak yang ditimbulkan akibat (Extended version). New York:
penyakit (17,39% vs 5,26%). Sebagian W. W. Norton & Company, Inc
besar responden dewasa awal memiliki Gall, T.L., Charbonneau, C., Clarke,
kualitas hidup dibawah rata-rata lebih N.H., Grant, K., Joseph, A., &
banyak daripada responden dewasa Shouldice, L. (2005).
tengah pada domain beban akibat Understanding the nature and role
penyakit (26,31% vs 8,70%) dan domain of spirituality in relation to coping
tanda dan gejala penyakit (26,32% vs and health: A conceptual
13,04%). Ada hubungan yang positif dan framework. Canadian
signifikan antara tingkat spiritualitas Psychology, 46(2), 88-104.
dengan kualitas hidup dengan r-value Retrieved from the ProQuest
+0,574 dan p-value 0,000. database
Hays, R.D., et. al. (1997). Kidney
Disease Quality of Life Short
Form (KDQOL-SF™), Version
182 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )

1.3: A Manual for Use and 19(1): 121-144. Retrieved from:


Scoring. Santa Monica, CA: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pm
RAND, P-7994. c/articles/PMC4194492/
Lieberson, A. D. (1999). Treatment of Peirano, A. H. (2010). Spirituality and
pain and suffering in the terminal quality of life among individuals
ill. Retrieved from: with limb amputation. Proquest
http://www.preciouslegacy.com/ information and learning
chap17.html company. UMI Number:
Oksuz, E., Malhan, S. (2006). 3470392
Compendium of Health Related World Health Organization (WHO).
Quality of Life. Ankara: Baskent (2014). Global health estimates
University Publication. 2014 summary tables: Death by
Ozminkowski, R.J., White, A.J., Hassoi, cause, age and sex, by WHO
A., Murphy, M. (1997). General Region, 2000-2012. Retrieved
health of end stage renal disease from:
program beneficiaries. Health http://www.who.int/healthinfo/glo
care financing review. Vol. bal_burden_disease/en

183 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks

MOTIVASI WANITA USIA PRODUKTIF YANG BERISIKO


KANKER SERVIKS MELAKUKAN PEMERIKSAAN
INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA)

Ni Ketut Alit Armini1 (korespondensi : nk.alita@fkp.unair.ac.id),


Tiyas Kusumaningrum2, Fatimah Zahra3
1,2,3
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

Abstrak

Pemeriksaan IVA merupakaan langkah awal untuk mendeteksi adanya kanker


serviks pada wanita usia produktif. Perilaku pemeriksaan IVA dipengaruhi salah satunya
oleh motivasi. Motivasi merupakan dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu.
Penelitian ini bertujuan menjelaskan hubungan antara motivasi wanita dengan perilaku
pemeriksaan IVA. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif analitik dengan
populasi semua wanita yang berdomisili di wilayah Kelurahan Manyar Sabrangan
Surabaya. Total sampel penelitian berjumlah 100 responden yang sesuai dengan kriteria
inklusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Variabel
independen penelitian ini yaitu motivasi wanita dan variabel dependen yaitu perilaku
pemeriksaan IVA. Uji statistik yang digunakan yaitu Spearman Rho dengan nilai
signifikan α < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas motivasi responden dalam
kategori cukup, sebagian besar perilaku wanita melakukan pemeriksaan IVA kurang. Ada
hubungan antara motivasi wanita melakukan pemeriksaan IVA (p= 0,000) dengan
koefisien korelasi kuat (r= 0.558). Motivasi yang kuat akan mendorong wanita melakukan
pemeriksaan IVA. Petugas dan kader kesehatan diharapkan lebih berperan aktif
mempromosikan upaya mencegah kanker serviks dengan memberikan penyuluhan dan
memfasilitasi wanita usia produktif dalam pemeriksaan IVA.

Kata kunci : motivasi, wanita, pemeriksaan, inspeksi visual asetat

Angka kematian karena kanker dibagi menjadi motivasi intrinsik dan


serviks masih tinggi. Kanker serviks ekstrinsik, keduanya akan menentukan
menduduki urutan pertama kanker yang pilihannya dan mendorongnya
paling sering menyerang perempuan di melakukan deteksi dini (Fieldman,
Indonesia (Depkes,2015). Kanker 2012). Metode deteksi dini dengan
serviks dengan pertumbuhan yang menggunakan pap smear sulit dilakukan
lambat bila diabaikan sampai lama dan di Indonesia hal ini karena kurangnya
tidak terobati akan menyebabkan pasien sumber daya manusia sebagai pelaku
datang dengan stadium lanjut, namun skrinning, khususnya tenaga ahli
kanker yang tumbuh dengan cepat bila patologi serta biaya yang mahal.
dikenali sejak dini akan mendapatkan Pemerintah mengembangkan
hasil pengobatan yang lebih baik metode Inspeksi Visual Asam Asetat
(Rasjidi, 2010). Perilaku deteksi dini (IVA) yang mampu dilaksanakan, cost
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu effective dan memungkinkan dilakukan
pengetahuan, kecerdasan, persepsi, di Indonesia. IVA merupakan skrinning
emosi dan motivasi (Notoatmojo,2012). yang tergolong sederhana dengan
Motivasi akan mempengaruhi arah dan keakuratan 90% untuk mendeteksi
tingkah laku wanita untuk melakukan kanker serviks menggunakan asam
deteksi dini. Menurut Herzberg motivasi asetat 3-5% (Aziz, 2006). Pemeriksaan

184 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks

IVA memiliki beberapa manfaat jika Oktober 2015 hanya 2% yang berinisiatif
dibandingkan dengan uji yang sudah ada, melakukan pemeriksaan IVA sendiri dan
yaitu efektif, lebih mudah, murah, 8% yang kontrol IUD namun hanya 1%
peralatan yang dibutuhkan lebih yang bersedia melakukan IVA.
sederhana, hasilnya segera diperoleh Wawancara dengan 10 wanita ada
sehingga tidak memerlukan kunjungan beberapa faktor yang mempengaruhi
ulang, cakupan lebih luas, dan pada untuk melakukan deteksi dini kanker
tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga serviks dengan IVA keengganan periksa
skriner untuk memeriksa sediaan karena malu, ragu terhadap pentingnya
sitologi. Informasi hasil dapat diberikan pemeriksaan, takut terhadap kenyataan
langsung. Agrawal (2014) menyebutkan hasil pemeriksaan, takut merasa sakit
sensitifitas IVA dan Pap smear adalah ketika dilakukan pemeriksaan, suami
92% dan 84% dan spesifikasinya atau keluarga tidak pernah memberikan
berturut-turut adalah 64,3% dan 57%. dukungan untuk dilakukan IVA.
Kanker serviks adalah penyakit kanker Masih tingginya insiden kanker
terbanyak kedua di seluruh dunia yang serviks di Indonesia disebabkan karena
mencapai 15% dari seluruh kanker pada kesadaran wanita yang sudah melakukan
wanita. Menurut WHO (2011) satu hubungan seksual dalam melakukan
orang wanita meninggal setiap dua menit deteksi dini masih rendah (kurang dari
akibat kanker serviks dan diperkirakan 5%). Penyebab primer kanker serviks
angka kematiannya mencapai 270.000 adalah infeksi kronik serviks oleh satu
setiap tahunnya. Dibeberapa negara atau lebih virus HPV (Human Papiloma
bahkan menjadi penyebab terbanyak Virus) tipe onkogenik yang beresiko
pada wanita dengan kontribusi 20%- menyebabkan kanker leher rahim,
30%. Di negara berkembang keganasan ditularkan melalui hubungan seksual
pada serviks merupakan penyebab (seksual transmited disease). Wanita
kematian wanita karena kanker biasanya terinfeksi virus ini saat usia
terbanyak sedangkan di negara maju belasan tahun sampai tigapuluhan
menjadi penyebab kematian nomor dua. walaupun kanker sendiri baru akan
Setiap tahun di seluruh dunia terdapat muncul 10-20 tahun sesudahnya
600.000 kanker serviks invasif baru dan (Depkes, 2015)
300.000 kematian (Aziz, 2006). Sebelum terjadinya kanker
Riskesdas (2015), prevalensi kanker di didahului oleh perubahan yang disebut
Indonesia pada tahun 2013 yaitu kanker lesi prakanker atau Neoplasia Intrepitel
serviks 0,8 % dengan estimasi sebanyak Serviks (NIS), biasanya memakan waktu
98.692 penduduk dan Jawa Timur beberapa tahun sebelum berkembang
menempati urutan terbanyak pertama menjadi kanker. Terdapat kesempatan
yaitu 1,1 % dengan estimasi 21.313 untuk mendeteksi dini bila ada
penduduk Jawa Timur dengan kanker perubahan pada sel serviks dengan
serviks. Studi pendahuluan yang menggunakan pemeriksaan IVA serta
dilakukan di Puskesmas Mulyorejo menanganinya dengan tepat sebelum
Surabaya pada bulan September 2015 menjadi kanker serviks (Andrijino,
jumlah pasien yang telah melakukan 2009). Angka kematian yang tinggi pada
deteksi dini kanker serviks dengan stadium lanjut dengan relatif survival
metode Inspeksi Visual Asam Asetat pada wanita dengan lesi previnvasif
(IVA) ada 47 orang dengan 3 orang adalah hampir 100%. Relatif 1 dan 5
(6,4%) yang positif kanker serviks dan years survival adalah masing-masing
44 orang (93%) positif terdapat lesi 88% dan 73%. Apabila terdeteksi pada
sekunder dan di rujuk untuk dilakukan stadium awal, kanker invasif merupakan
cryotherapy. Pada bulan Agustus-

185 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks

kanker yang paling berhasil diterapi Puskesmas Mulyorejo Surabaya. Besar


(Rasjidi, 2010). sampel sebanyak 100 orang.
Di Indonesia faktor yang Pengambilan sampel dengan kriteria
mempengaruhi minat wanita melakukan inklusi yakni 1) Sudah menikah 2)
pemeriksaan adalah faktor pendidikan, Berusia 20-50 tahun 3) Melahirkan ≥ 2
pengetahuan, dukungan keluarga, malu anak 4) Mampu membaca dan menulis
diperiksa, keraguan akan pentingnya 5) Orientasi baik terhadap waktu, tempat
pemeriksaan dan motivasi yang rendah dan orang, serta kriteria ekslusi 1)
(Febri, 2010). Motivasi yang rendah Wanita yang positif kanker serviks.
akan menurunkan dorongan seseorang Pengumpulan data sesuai
untuk melakukan skrinning deteksi dini protokol penelitian yang telah lolos kaji
sehingga angka kematian akibat kanker etik pada KEPK Fakultas Kedokteran
serviks dan cancer survivorship semakin Universitas Airlangga No.
meningkat serta pengobatan yang 338/EC/KEPK/FKUA/2015.
berdampak buruk akibat terapi kanker, Pengambilan sampel dilakukan
mulai dari masalah umum sampai yang dengan non probability sampling
spesifik pada stadium lanjut (Rozi, purposive sampling. Variabel
2012). Pemerintah berusaha untuk independen dalam penelitian ini adalah
menekan angka kematian kanker serviks motivasi wanita dan Variabel dependen
dengan skrinning deteksi dini sehingga dalam penelitian ini adalah pemeriksaan
angka kematian akibat kanker serviks IVA. Instrumen yang digunakan dalam
dan cancer survivorship untuk pengumpulan data berbentuk kuisoner.
menemukan lesi prakanker, salah Kuesioner terdiri dari data demografi,
satunya adalah dengan program see & motivasi dan perilaku pemeriksaan IVA.
treat. Program ini terdiri dari melihat Analisa data pada penelitian ini
dengan menggunakan IVA. Wanita menggunakan Spearman Rho dengan
melakukan deteksi dini dengan nilai signifikan α< 0,05.
menggunakan IVA kemudian jika pasien
positif terdapat lesi pra kanker akan Hasil
diobati dengan cryotherapy. Hal ini Karakteristik Demografi Responden
bertujuan untuk meningkatkan Responden paling banyak
pengetahuan dan kesadaran wanita berusia 26-30 tahun sebanyak 29 orang
tentang kanker serviks (Rasjidi, 2010). (29%) dan sebanyak 15 orang (15%)
Motivasi akan mendorong wanita berusia 20-25 tahun. Pekerjaan yang
untuk berusaha meningkatkan kualitas paling banyak adalah ibu rumah tangga
hidupnya (Herzberg,1966). Peningkatan sebanyak 89 orang (89%). Pendidikan
motivasi wanita perlu sebagai upaya terakhir ibu lebih dari setengahnya
pencegahan kanker serviks dan perlunya adalah lulusan SMA dengan jumlah 87
sumber informasi yang memadai orang (87%).
sehingga cakupan pemeriksaan Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA) dapat 89 92
44 43 23
meningkat dan angka kejadian kanker 6 5 4 4
serviks dapat menurun.
IRT
20-30
31-40
41-50

Swasta

PT
Menengah
Buruh

Dasar

Metode
Jenis penelitian deskriptif
analitik pengumpulan secara cross
Umur Pekerjaan Pendidikan
sectional. Populasi dalam penelitian ini
wanita yang terdapat di wilayah Gambar 1.
Kelurahan Manyar Sabrangan Karakteristik Demografi Responden (N=100)

186 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks

Faktor Resiko Kanker Serviks perilaku pemeriksaan IVA. Nilai


Hasil penelitian menjelaskan Correlation Coefficient menunjukkan r =
jumlah anak yang dimiliki sebanyak 77 0,558 berarti variabel tersebut memiliki
orang (77%) memiliki anak ≥ 2 anak dan hubungan yang sangat kuat dan
sebanyak 2 orang (2%) memiliki anak menunjukkan arah yang positif artinya
lebih dari 5. Riwayat keluarga dengan semakin kuat motivasi responden, maka
kanker serviks sebanyak 6 orang (6%). akan semakin mendorong untuk
Riwayat keluarga/responden yang melakukan pemeriksaan IVA.
merokok 78 orang (78%) (Gambar 2).
Diskusi
Sebanyak 75 responden (75%) dari
100 responden mempunyai motivasi
cukup, responden dengan motivasi
lemah sebanyak 17 (17%) dan sebanyak
8 responden mempunyai motivasi yang
kuat. Responden yang memiliki motivasi
lemah memberi penilaian kurang pada
hubungan interpersonal, lingkungan dan
kebijakan puskesmas dalam melakukan
pemeriksaan IVA. Motivasi karena
Gambar 2. penghargaan, tanggung jawab dan
Faktor Risiko Kanker Serviks (N=100) kesempatan menjadi pertimbangan
responden dalam pemeriksaan IVA. Ada
Hasil penelitian menunjukkan 8% 17 responden yang memiliki motivasi
responden memiliki motivasi kuat, 17% lemah, dua orang berpendidikan SD dan
memiliki motivasi lemah dan 75% SMP, sedangkan 15 orang
memiliki motivasi cukup (Tabel 1). berpendidikan SMA. Hampir seluruh
responden menjawab “tidak setuju” pada
Tabel 1. Hubungan Motivasi dengan domain pertanyaan tentang hubungan
Pemeriksaan IVA Pada Wanita Usia personal, lingkungan dan kebijakan
Produktif (N=100)
puskesmas. Motivasi lebih kuat adalah
Pemeriksaan IVA Total
motivasi yang berasal dari dalam diri
Motivasi Tidak Ya individu yaitu motivasi intrinsik
f f ∑ sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
Lemah 17 0 17 motivasi yang dipengaruhi oleh
Cukup 72 3 75 lingkungan luar (Nursalam,2015).
Kuat 0 8 8 Kondisi ini menunjukkan bahwa
∑ 89 11 100
Uji Statistik Spearman Rho p=0.000
motivasi responden melakukan
r=0.558 pemeriksaan IVA untuk mengetahui
risiko kanker serviks secara dini dan
Tabel 1 menunjukkan 89% mengantisipasi kanker serviks.
responden belum pernah melakukan Sebagian kecil wanita telah
pemeriksaan IVA dan 11% pernah melakukan pemeriksaan IVA dan
melakukan melakukan pemeriksaan mayoritas 89 orang tidak melakukan
IVA. Hasil analisis statistik uji korelasi pemeriksaan IVA. Ada 6 orang
Spearman Rho didapatkan nilai p= 0,000 responden dengan riwayat anggota
dan r= 0,558. Nilai p = 0,000 memiliki keluarga yang menderita kanker serviks,
arti bahwa H1 diterima, ada hubungan belum melakukan test IVA. Jumlah anak
yang bermakna antara motivasi dengan yang banyak sebagai salah satu risiko

187 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks

kanker servik pada 2 orang responden memiliki motivasi yang cukup. Motivasi
(anak >5) juga belum melakukan test ketiga responden pada motivasi intrinsik
IVA. Diantara 22 orang responden yang beragam 2 dari 3 responden
sebagai perokok pasif karena pasangan memiliki motivasi intrinsik yang kuat
dan anggota keluarga lain yang serumah namun pada motivasi ekstrinsiknya
merokok hanya 4 orang yang melakukan memiliki motivasi yang cukup dan
IVA. Responden yang melakukan lemah. Motivasi intrinsik memotivasi
pemeriksaan IVA dengan rentang waktu seseorang untuk berusaha mencapai
antara 1 tahun sekali dan 2 tahun sekali. tujuan deteksi awal kanker serviks
Responden yang melakukan IVA dengan melakukan pemeriksaan IVA
sebagian besar di usia 31-40 tahun dan 2 namun hubungan interpersonal,
responden pada usia 41-35 tahun. lingkungan dan kebijakan puskesmas
Stadium prakanker dapat ditemukan sebagai faktor ekstrinsik akan
pertama kali pada usia 20 tahunan, usia mendukung pengambilan keputusan
ditemukan kanker serviks pada wanita wanita melakukan pemeriksaan IVA.
antara umur 30-60 tahun, dengan insiden
terbanyak pada umur 40-50 tahun Simpulan
(Rasjidi, 2010). Motivasi wanita usia subur
Hasil uji statistik Spearman Rho yang berisiko kanker serviks dalam
didapatkan adanya hubungan motivasi melakukan pemeriksaan IVA sebagian
wanita dengan pemeriksaan IVA, besar dalam kategori cukup.
dengan hubungan sangat kuat. Sebagian besar wanita usia subur yang
Hubungan antar variabel ini berisiko kanker serviks tidak
menunjukkan semakin kuat motivasi melakukan pemeriksaan IVA. Motivasi
wanita maka perilaku pemeriksaan IVA yang lemah akan menghambat wanita
semakin positif. Mayoritas 75 orang melakukan pemeriksaan IVA,
responden yang memiliki motivasi sedangkan motivasi kuat akan
cukup hanya 3 orang yang melakukan meningkatkan pemeriksaan IVA.
pemeriksaan IVA. Responden yang
melakukan IVA tersebut berpendidikan Daftar Pustaka
terakhir SMA, bekerja sebagai ibu rumah Andrijono. 2009. HPV, Jurnal Farmasi
tangga, dan responden yang memiliki & Kedokteran Ethical Digest.
pendidikan Sarjana dan bekerja di Jakarta: Etika Media Utama,
swasta. Rata-rata usia responden tersebut Argawal N. 2014 Detection of
yaitu 31-40 tahun dikarenakan usia Circulating Tumor DNA in Early-
produktif. Responden yang memiliki and Late-Stage Human
motivasi kuat sebanyak 8% dan Malignancies. USA. Science
melakukan pemeriksaan IVA sebagian Translational Medicini.
besar adalah ibu rumah tangga dengan Arikunto, Suharsimi 2006, Prosedur
pendidikan SMA. Pekerjaan sebagai ibu Penelitian Suatu Pendekatan
rumah tangga memiliki banyak waktu Praktik. Rineka Cipta, Jakarta.
dalam mencari informasi dibanding ibu Azwar, Saifuddin 2008. Penyusunan
bekerja yang menghabiskan banyak Skala Psikologi. Pustaka Pelajar,
waktu diluar rumah walaupun Yogyakarta.
pendidikan ibu yang sebagian besar Dea, Ayu Kustantia 2012. Pengaruh
tamatan SMA. Pendidikan, pekerjaan Motivasi dan Pengetahuan
dan usia responden tidak dapat menjadi tentang Kanker Serviks dan pap
tolak ukur meningkatkan motif dan Smear terhadap Keteraturan
minat wanita untuk menjalankan Pemeriksaan Pap Smear, Skripsi,
pemeriksaan IVA, padahal responden Universitas Airlangga, Surabaya

188 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks

Kementrian Kesehatan RI. (2015). rural south India. Internatinal


Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Society for Preventive Oncoloy.
Pusat data dan Informasi Elsevier.
Ezechi et al 2014, Predictors Of default Sunaryo 2004. Psikologi Untuk
from follow-up care in a cervical Keperawatan. Jakarta: EGC
cancer screening program using World Health Organization. (2011).
direct visual inspection in south- Cancer Control Knowledge into
western Nigeria. BMC Health Action World Health Organization
Services Reserch Guide for Effective Programs:
Feldman, Robert S 2012, Pengantar Diagnosis and Treatment.
Psikologi. Jakarta: Salemba Retrieved from:
Humanika http://www.who.int/cancer/modul
Hidayat, Aziz Alimul. 2010. Metode es/FINALModule_4.pdf
penelitian Kebidanan dan Teknik
Penelitian. Surabaya : Salemba
Medika
McCormick, Colleen dan Robert L.
Giuntoli. 2011. Panduan Untuk
Penderita Kanker Serviks. Alih
bahasa Yuan Acitra. Jakarta: PT
Indeks.
Notoatmodjo, S. (2005). Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo 2012. Promosi
Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
edisi revisi, PT. Rineka Cipta,
Jakarta.
Notoatmojo,Soekidjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan dan Teknik
Analisis. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam 2013. Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan Edisi 3,
Salemba Medika, Jakarta.
Rasjidi, Imam 2008. Manual Prakanker
Serviks, Jakarta: CV. Sagung Seto
Rasjidi, Imam 2010. Epidemiologi
Kanker Serviks Pada Wanita,
Jakarta: CV. Sagung Seto
Rozi. M. (2012). Kiat Mudah Mengatasi
Kanker Serviks. Yogyakarta:
Aulia Publishing
Robbins, S.P 2008. Organization
Behavior: Concept-Contraversies
Application, New Jersey:
Englewood Cliffs: Prentice-Hall,
Inc
Sangkaranarayanan, Rengaswamy MD
et al 2003, Determinants of
participation of women in cervical
cancer visual screening trial in

189 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif

SUPERVISI KEPALA RUANG MODEL REFLEKTIF


PADA AREA KEPERAWATAN DEWASA; LITERATUR REVIEW

Santoso1 (korespondensi : santhaydar@gmail.com),


Anggorowati2,Rita Kartika Sari3
1
Mahasiswa Magister Keperawatan Konsentrasi Manajemen dan Kepemimpinan
2
Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
3
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Abstrak

Supervisi dari atasan merupakan aspek utama dalam unjuk kerja perawat yang akan
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Keberhasilan pelaksanaan supervisi bergantung
dari hubungan supervisor dengan perawat. Supervisi model reflektif merupakan model
supervisi dengan mengutamakan hubungan sejajar, dukungan dan kolaboratif.
Menggambarkan supervisi kepala ruang model reflektif pada area keperawatan dewasa.
Penelusuran hasil penelitian tentang supervisi model reflektif pada keperawatan dewasa
yang bersumber dari electronic data base yang telah dipublikasikan sampai tahun 2016.
Enam penelitian supervisi klinis model reflektif menunjukkan hasil bahwa supervisi
klinis model reflektif mampu menunjukkan peningkatan kinerja perawat pelaksana dalam
memberikan asuhan keperawatan dewasa. Supervisi model reflektif tidak bersifat
pengawasan saja tetapi juga lebih berperan sebagai mentor sehingga mampu
meningkatkan keterampilan perawat pelaksana. Supervisi model refleksi dapat
meningkatkan praktik refleksi yang mengharuskan perawat belajar dari refleksi, merevisi
pandangan konseptual secara tepat dan bertindak secara berbeda untuk yang akan datang
dan dengan hasil yang maksimal. Penggunaaan model reflektif untuk supervisi klinis pada
keperawatan profesional. Hal ini dilakukan seiring dengan pemenuhan kebutuhan
perawatan pasien yang semakin meningkat akan praktik keperawatan profesional dan
sesuai dengan kebijakan organisasi serta prosedur yang berlaku

Kata kunci: Supervisi, Model Reflektif, Keperawatan Dewasa

Pelayanan keperawatan KKR, 2015). Perawat di Indonesia


memegang peranan penting dalam jumlahnya paling banyak bila
mewujudkan pelayanan kesehatan yang dibandingkan dengan tenaga kesehatan
paripurna di rumah sakit. Rumah sakit lainnya, yaitu 50-60% di rumah sakit dan
dalam mewujudkan pelayanan yang memiliki jam kerja 24 jam melalui
paripurna memerlukan sumber daya penugasan shift sehingga perannya
manusia profesional (Ilyas, 2000) salah menjadi penentu dalam meningkatkan
satunya adalah sumber daya mutu pelayanan kesehatan (PPSDM,
keperawatan. Sumber daya keperawatan 2016).
sebagai sumber daya profesional dan Unjuk kerja yang dilakukan
berjumlah paling besar di pelayanan perawat dalam pelaksanaan kinerja
kesehatan tentunya menjadi salah satu keperawatan guna memberikan kualitas
alasan tersebut. pelayanan yang baik tidak terlepas dari
Kemenkes RI menyebutkan adanya pengawasan atau supervisi dari
bahwa jumlah perawat di Indonesia atasan. Supervisi termasuk dalam
mencapai 237.181 perawat (Indonesia actuating dalam fungsi manajemen.
190 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif

Fungsi manajemen secara umum terdiri dukungan dan kolaboratif antara


dari planing, organizing, actuating dan supervisor (Lynch, L., Hancox, K.,
controling. Supratman dan Sudaryanto Happel, B., & Parker, 2008).
A. tahun 2008 menyatakan bahwa fakta Supervisi model reflektif
menunjukkan pelaksanaan supervisi dilakukan dengan cara mengarahkan
keperawatan di berbagai rumah sakit dengan ilmiah dari peristiwa, situasi,
belum optimal dan perawat pada kondisi dan tindakan yang terjadi di
sebagian besar rumah sakit di Indonesia klinis (Lynch, L., Hancox, K., Happel,
tidak mampu memerankan fungsi B., & Parker, 2008). Supervisi reflektif
manajemen dengan baik. Menurut bertujuan agar perawat dapat
penelitian Mularso menemukan bahwa memberikan suatu input untuk
kegiatan supervisi lebih banyak pada meningkatkan pelayanan keperawatan
kegiatan “pengawasan” bukan pada kearah yang lebih baik. Beberapa
kegiatan bimbingan, observasi dan penelitian menyatakan supervisi model
menilai. Supervisi yang diterapkan reflektif ini dapat mempengaruhi
dengan tepat akan menyebabkan perilaku keselamatan pasien, mampu
perasaan puas pada perawat dikarenakan mempengaruhi tingkat stres perawat
merasa diterima, dihargai, dan dilibatkan dengan berbagi pengalaman klinis dan
sehingga akan muncul komitmen pada mendorong untuk mengembangkan
organisasi untuk senantiasa kemampuan dan perbaikan lebih lanjut,
meningkatkan pelayanan keperawatan dan mampu mempengaruhi kesehatan
(Mularso, 2006). mental tenaga kesehatan. Melalui
American Nurses Association supervisi yang bersifat reflektif,
(2016), mendefinisikan supervisi adalah diharapkan Kepala ruang sebagai Low
proses aktif dalam kegiatan Manajer dapat melaksanakan supervisi
mengarahkan, membimbing dan sebagai salah satu fungsi dalam
mempengaruhi kinerja perawat dalam manajemen agar dapat meningkatkan
melaksanakan tugasnya. Keliat pelayanan yang bermutu pada setiap
mengemukakan bahwa supervisi tidak perawat terhadap pasien khususnya pada
diartikan sebagai pemeriksaan atau area keperawatan dewasa (Yulita, Y,
mencari kesalahan saja, tetapi lebih 2013); (Scott Brunero dan Jane Stein-
menekankan kepada pengawasan Parbury, 2004); (Monica Taylor and
partisipatif, mendahulukan penghargaan Carole A. Harrison, 2010).
terhadap pencapaian hasil positif dan
memberikan jalan keluar terhadap hal Metode
yang masih belum dapat dilakukan. Penelusuran ini dilakukan
Perawat tidak sekedar merasa dinilai dengan metode review literatur yang
akan tetapi dibimbing untuk melakukan bersumber dari electronic data base
pekerjaannya secara benar (Kelliat, Dkk, melalui Ebsco, Pubmed, Google
2006). Scholar, dan Science Direct. dengan
Model supervisi diantaranya kriteria inklusi: penelitian Randomized
adalah model psikoanalitik, model Controlled Trial, telah dipublikasikan
psycodinamik sistem, model kadushin, sampai 2016, full text, Menggunakan
model proctor, model peplau dan model kata kunci: supervision, reflective model,
reflektif. Dari beberapa model tersebut, adult nursing, surgical nursing. Penulis
supervisi model reflektif dapat menemukan sebanyak enam publikasi
memaksimalkan kekuatan dalam jurnal terkait supervisi, dan tiga
lingkungan kerja melalui konsep publikasi jurnal terkait reflective model.
hubungan yang sejajar dan bersifat
191 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif

Hasil kepribadiannya yang bersifat unik


Keperawatan dewasa sehingga akan dihasilkan pemahaman
Keperawatan Medikal Bedah dan kesadaran dalam diri perawat, yang
adalah pelayanan profesional yang akan berdampak pada pengembangan
berdasarkan pada ilmu keperawatan kemampuan praktik
medikal bedah dan teknik keperawatan
medikal bedah berbentuk pelayanan Bio- Pelaksanaan supervisi model reflektif
psiko-sosio-spiritual, peran utama pada area keperawatan dewasa
perawat adalah memeberikan asuhan Pelaksanaan supervisi
keperawatan kepada manusia (sebagai Penelitian yang dilakukan
objek utama pengkajian filsafat ilmu Kilminster, Cottrell, Grant, & Jolly,
keperawatan: ontologis) (Nursalam, 2007 melalui studi pustaka menemukan
2008) bahwa supervisi berarti melakukan
pengawasan yang efektif dan harus
Supervisi Klinis mampu mewujudkan (1) Pengawasan
Supervisi merupakan kegiatan langsung dengan peserta pelatihan dan
merencanakan, membimbing, mengajar, supervisor yang bekerja sama dan saling
mengobservasi, mendorong, memperhatikan secara positif
memperbaiki, mempercayai, dan mempengaruhi hasil pasien dan
mengevaluasi secara kesinambungan pengembangan peserta pelatihan; (2)
anggota, serta sesuai dengan umpan balik yang konstruktif sangat
kemampuan dan keterbatasan yang penting dan harus sering dilakukan; (3)
dimiliki anggota (Kron, T., & Gray, A, Pengawasan harus terstruktur dan harus
1987) Supervisi merupakan proses ada rapat berkala berkala. Isi rapat
dukungan formal dan pembelajaran pengawasan harus disepakati dan tujuan
profesional untuk mengembangkan pembelajaran ditetapkan pada awal
pengetahuan dan kompetensi staf, hubungan pengawas. Kontrak
bertanggung jawab terhadap pekerjaan pengawasan dapat menjadi alat yang
dan meningkatkan perlindungan berguna dan harus mencakup rincian
keselamatan konsumen terhadap mengenai frekuensi, durasi dan isi
pelayanan kesehatan di lingkungan pengawasan; Penilaian dan penilaian;
klinis yang kompleks (Royal College of Tujuan pembelajaran dan persyaratan
Nursing, 2007). khusus; (4) pengawasan harus mencakup
Menurut Keliat dan Akemat, manajemen klinis; pengajaran dan
supervisi dapat menjadi alat pembinaan penelitian; manajemen dan administrasi;
dan tidak menjadi alat yang menakutkan perawatan pastoral; kemampuan
bagi staf, sehingga pada pelaksanaanya interpesonal; pengembangan pribadi;
perlu disusun jadwal pelaksanaan dan refleksi; (5) Kualitas hubungan
standar kinerja masing-masing (Keliat pengawasan sangat mempengaruhi
BA, Akemat, 2012). Supervisor yang efektifitas pengawasan. Aspek-aspek
baik memimpin dan mengarahkan staf ke spesifik mencakup kontinuitas dari
arah pencapaian tujuan organisasi. waktu ke waktu dalam hubungan
pengawasan, bahwa supervisi
Supervisi model reflektif mengendalikan produk pengawasan (ada
Model supervisi ini menekankan beberapa saran bahwa pengawasan
upaya memberi dukungan pada perawat hanya efektif bila memang demikian)
dengan meningkatkan kemampuannya dan bahwa ada beberapa refleksi oleh
memahami praktik dan hal yang kedua peserta. Hubungan tersebut
mempengaruhinya termasuk pengaruh sebagian dipengaruhi oleh komitmen
192 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif

atasan terhadap pengajaran serta juga 2014 tentang alat supervisi untuk
sikap dan komitmen atasan dan peserta meningkatkan praktik relfeksi
pelatihan; (6) Pelatihan untuk supervisor menemukan bahwa alat supervisi
perlu mencakup beberapa hal berikut: memiliki potensi untuk mengubah
memahami pengajaran; penilaian; pembelajaran di dalam setting lapangan.
Keterampilan konseling; penilaian; Artikel ini mempromosikan hubungan
Umpan balik; kepercayaan antara pembelajar dan
Penelitian yang dilakukan oleh supervisor lapangan. Pendalaman
Nuttgens & Chang, 2013 menemukan kepercayaan dan hubungan ini pada
bahwa pada artikelnya memberikan gilirannya mengarah pada jenis
pengertian tentang tekanan moral dan lingkungan yang mendukung yang
menggambarkan prekursor serta memungkinkan pembelajar untuk secara
efeknya. Hasil tinjauan dari penelitian bebas dan aman mengeksplorasi
terbatas tentang tekanan moral dalam pembelajaran baru dalam pengalaman
pelatihan praktisi kesehatan mental dan praktikum. keterlibatan dalam praktik
pengawasan klinis, kemudian dapat reflektif kritis dengan profesional yang
dijelaskan beberapa faktor yang lebih berpengalaman menyelesaikan
diidentifikasi berhubungan atau keraguan diri dan meminimalkan
mempengaruhi tekanan moral adalah kecemasan pembelajar.
adanya supervisi atau konselor. Penelitian yang dilakukan oleh
Penelitian yang dilakukan oleh Stinchfield, Hill, & Kleist, 2007 tentang
Löfmark, Morberg, Öhlund, & Ilicki, reflective models triadic supervision
2009 terkait dengan pelaksanaan (RMTS). Penelitian diperlukan untuk
supervisi. Penelitian ini menggunakan mengeksplorasi pengalaman potensial
pendekatan fenomenologis partisipatif di para supervisi dan supervisor di dalam
mana empat peneliti dan sembilan belas RMTS dan untuk memeriksa potensi
mentor pembimbing bekerja sama dalam manfaat dari model pengawasan
proses penelitian yang dilakukan dalam semacam itu. Penelitian ini
empat tahap yang berbeda. Metode menggunakan metode kualitatif tentang
pengumpulan data yang digunakan pengalaman pembelajar dalam
adalah wawancara. Hasilnya merupakan berpartisipasi dalam RMTS. Sangat
esensi utama yang berjudul ''Perjuangan penting bagi pendidik konselor dan
kekuasaan dan kontrol peningkatan pembelajar konseling bahwa penelitian
kualitas profesional '' yang dibangun di tentang RMTS dilakukan, karena proses
atas empat tema: '' Merupakan kekuatan pengawasan ini masih muncul di
yang memotivasi '', 'Perasaan tanggung lapangan. Studi perbandingan antara
jawab' ',' Perasaan frustrasi '' dan '' bentuk pengawasan individual
Keinginan untuk perubahan ''. tradisional dan format pengawasan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah triadik yang muncul dapat menjelaskan
bahwa komunikasi, informasi dan perkembangan keterampilan
kontak antara profesional perlu konseptualisasi kasus dan
diperkuat untuk terus mengawasi pengembangan keterampilan.
kekuatan pendorong pendorong dan Penelitian yang dilakukan oleh
memberi dukungan kepada pelaksana Geller & Foley, 2009 yang meneliti
lapangan. tentang Model Relasional dan Reflektif
untuk Pengawasan Klinis. Hasil
Supervisi model reflektif penelitian menemukan bahwa dalam
Penelitian yang dilakukan oleh praktik relasional dan reflektif, ada
Jensen-Hart, Shuttleworth, & Davis, banyak kesempatan untuk
193 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif

mengeksplorasi lebih lanjut. Pertama, dan Eropa, kegiatan supervisi klinik


atasan pada saat memulai rapat keperawatan di rumah sakit dilakukan
pengawasan dengan beberapa komentar dengan sangat sistematis. Peran dan
terbuka tentang pengamatan petugas kedudukan perawat supervisor begitu
supervisi terhadap sesi klinis. Pengawas penting. Peran supervisor dapat
harus memperlambat seluruh proses dan menentukan apakah pelayanan
timbul kekhawatiran sendiri tentang keperawatan (nursing care delivery)
pekerjaan itu. Kedua, materi yang mencapai standar mutu atau tidak.
sedang dieksplorasi harus mencakup Supervisi dalam perawatan akan
deskripsi rinci dan bernuansa dari memberikan dampak positif untuk
keadaan afektif dan emosional klien (dan kualitas pelayanan berupa diskusi klinis,
pendamping) selama intervensi dukungan emosional dan pengembangan
sebelumnya. Misalnya, supervisor profesional antara supervisor dengan
mungkin bertanya-tanya (dengan suara perawat yang disupervisi untuk
keras) tentang beberapa perilaku klien mengekplorasi kemampuan perawat
(mis., "Dia benar-benar tidak aktif"). yang disupervisi, pengembangan
Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi keterampilan, memberikan dukungan
apa yang memicu perilaku negatif klien untuk menghadapi stress yang dialami
dan apa yang klien coba komunikasikan. perawat yang disupervisi (Sirola-
Jika perilaku ini lebih dipahami, maka Karvinen & Hyrkäs, 2008).
yang disupervisi bisa menyesuaikan diri Model supervisi reflektif
dengan perasaan klien dan merupakan kegiatan ilmiah yang dapat
mempraktikkan pernyataan emosional memberikan dampak positif pada
selama sesi berikutnya. Ketiga, perawat pelaksana. Sesuai dengan
supervisor mungkin juga menyelidiki pernyataan bahwa menggunakan model
reaksi perlawanan supervise terhadap supervisi untuk memahami proses dan
klien selama sesi berlangsung. Keempat, fenomena untuk pelayanan yang lebih
isu kontrol dan otoritas mungkin muncul baik (Bernard & Goodyear, 2009).
saat dialog berlangsung. Masalah ini Pelaksanan supervisi relfektif
mungkin menyiratkan beberapa merupakan supervisi yang ilmiah dari
perasaan tak terucap tentang hubungan peristiwa, situasi, kondisi dan tindakan
supervisor dengan yang disupervisi yang terjadi di tempat kerja. Ada alasan-
alasan penting dari penggunaan yaitu
Pembahasan antara lain karena merupakan kunci
Penelitian tentang supervisi keterampilan dari perawat, untuk
klinis model reflektif memberikan mengevaluasi asuhan keperawatan yang
kesempatan kepada supervisi untuk diberikan, reflektif masih dapat
memberikan pengawasa kepada perawat didefinisikan sebagai proses ilmiah dari
pelaksana, namun tidak hanya suatu peristiwa, situasi dan kejadian di
pengawasan saja tetapi lebih tempat pekerjaan, rentang model
menerapkan edukasi sehingga membuat suprevisi refleksi ini masih digunakan
perawat pelaksana mampu perawat pada praktik klinis serta dapat
meningkatkan keterampilan baik dari digunakan secara individu dan kelompok
segik hard skill atau kompetensi maupun (Oelofsen, 2012).
soft skill termasuk kemampuan Model reflektif diharapkan dapat
berkomunikasi dengan klien. meningkatkan rasa tanggung jawab,
Supervisi klinis sangat penting kemampuan memahami orang lain
dalam praktik pelayanan keperawatan. dengan baik, dan mengenali keterbatasan
Di beberapa negara maju terutama US untuk mencapai pengembangan praktik
194 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif

keperawatan (Rowland & sophie, J., Berita Ilmu Keperawatan, ISSN


2006). Benner, et al mengemukakan 1979-2679. Vol I No. 4,
bahwa model reflektif ini masih tetap Desember 2008 193-196.
relevan sampai saat ini. Karena pada Mularso. (2006). Supervisi Keperawatan
dasarnya merupakan dukungan bagi staf di RS Dr. A. Aziz Singkawang:
untuk lebih memahami praktik dan hal Studi Kasus, Tesis: Prog. S2
tersebut sangat mempengaruhi pribadi MMR UGM.
dan perilaku dari staf tersebut dengan ANA. (2016). Joint Statement on
adanya peningkatan pengetahuan Delegation American Nurses
tersebut. Association (ANA) and the
National Council of State Boards
Kesimpulan of Nursing (NCSBN).
Supervisi model refleksi dapat https://www.ncsbn.org/Delegati
meningkatkan praktik refleksi yang on_joint_statement_NCSBN-
mengharuskan perawat belajar dari ANA.pdf. diakses pada tanggal
refleksi, merevisi pandangan konseptual 17 Desember 2016.
secara tepat dan bertindak secara Kelliat, Dkk. (2006). Modul model
berbeda untuk yang akan datang dan praktek keperawatan profesional
dengan hasil yang maksimal. jiwa. Jakarta: Fakultas
Penggunaaan model reflektif untuk Keperawatan UI dan WHO
supervisi klinis pada keperawatan Indonesia.
profesional. Hal ini dilakukan seiring Lynch, L., Hancox, K., Happel, B., &
dengan pemenuhan kebutuhan Parker. (2008). Clinical
perawatan pasien yang semakin supervision for nurse. United
meningkat akan praktik keperawatan kingdom; Willey-Blackwell.
profesional dan sesuai dengan kebijakan Yulita, Y., (2013). Pengaruh supervisi
organisasi serta prosedur yang berlaku. model reflektif interaktif
terhadap perilaku keselamatan
Daftar Pustaka perawat pada bahaya agen
Ilyas, Y. (2000). Perencanaan SDM biologik di RSUD Propinsi
rumah sakit, teori metoda dan Kepulauan Riau Tanjung Uban.
formula. Jakarta: Pusat Kajian Tesis. FIK. UI. Jakarta.
Ekonomi Fakultas Kesehatan Scott Brunero dan Jane Stein-Parbury.
Masyarakat Universitas (2004). The effectiveness of
Indonesia. clinical supervision in nursing:
Indonesia KKR. Profil Kesehatan an evidenced based literature
Indonesia Tahun 2014 [Internet]. review.
(2015). Available from: Monica Taylor and Carole A. Harrison.
http://www.kemkes.go.id (2010). Introducing clinical
PPSDM. (2016). Perawat Indonesia supervision across Western
Mendominasi Tenaga Kesehatan Australian public mental health
Indonesia. services.
http://www.depkes.go.id/article/ Kron, T., & Gray, A. (1987). The
view/1505/perawat- Management of patient care :
mendominasi-tenaga- Putting leadership skill to work.
kesehatan.html. diakses pada Philadelphia: W.B. saunders
tanggal 17 Desember 2016 Company.
Supratman & Sudaryanto, (2008). A. Royal College of Nursing. (2007).
Supervisi Keperawatan Klinik, Clinical supervision in the
195 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif

workplace: guidance for https://doi.org/10.1080/0142159


occupational health nurses. 0701210907
London: The Royal College of Löfmark, A., Morberg, Å., Öhlund, L.
Nursing. S., & Ilicki, J. (2009).
Keliat BA, Akemat. (2012). Model Supervising mentors’ lived
praktik keperawatan professional experience on supervision in
jiwa. EGC, Jakarta. teaching, nursing and social care
Rowland & sophie, J. (2006). An education. A participation-
overview of reflective practice. oriented phenomenological
Proquest Nursing & Allied study. Higher Education, 57(1),
Health Source pg 23. 107–123.
Bernard, J. M., & Goodyear, R. K. https://doi.org/10.1007/s10734-
(2009). Fundamentals of clinical 008-9135-3
supervision. Merrill/Pearson. Nuttgens, S., & Chang, J. (2013). Moral
Geller, E., & Foley, G. M. (2009). distress within the supervisory
Broadening the “ports of entry” relationship: Implications for
for speech-language pathologist: practice and research. Counselor
A relational and reflective model Education and Supervision,
for clinical supervision. 52(4), 284–296.
American Journal of Speech- https://doi.org/10.1002/j.1556-
Language Pathology, 6978.2013.00043.x
18(February 2009), 22–41. Oelofsen, N. (2012). Developing
https://doi.org/10.1044/1058- reflective practice : a guide for
0360(2008/07-0053) students and practitioners of
Jensen-Hart, S., Shuttleworth, G., & health and social care. Lantern.
Davis, J. L. (2014). Dialogue Sirola-Karvinen, P., & Hyrkäs, K.
Journals: A Supervision Tool to (2008). Administrative clinical
Enhance Reflective Practice and supervision as evaluated by the
Faith Integration. Social Work & first-line managers in one health
Christianity, 41(4), 355–372. care organization district.
Retrieved from Journal of Nursing Management,
http://search.ebscohost.com/logi 16(5), 588–600.
n.aspx?direct=true&AuthType=i https://doi.org/10.1111/j.1365-
p,shib&db=a9h&AN=99622275 2834.2008.00903.x
&site=eds- Stinchfield, T. A., Hill, N. R., & Kleist,
live&custid=ns003811 D. M. (2007). The reflective
Kilminster, S., Cottrell, D., Grant, J., & model of triadic supervision:
Jolly, B. (2007). AMEE Guide Defining an emerging modality.
No. 27: Effective educational and Counselor Education and
clinical supervision. Medical Supervision, 46(1), 172–183.
Teacher, 29(1), 2–19. https://doi.org/10.1002/j.1556-
6978.2007.tb00023.x

196 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson

PENGARUH RESPON RELAKSASI BENSON


TERHADAP RESPON FISIOLOGIS PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

Dwi Mulianda1 (korespondensi : dwi.mulianda@gmail.com),


Dwi Pudjonarko2, Henni Kusuma3
1
Dosen Akper Kesdam IV/ Diponegoro Semarang
2
Dosen Fakultas Kedokteran UNDIP
3
Dosen Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP

Abstrak

Perubahan respon fisiologis yang terjadi pada pasien cardiovaskular karena pengaruh
respon relaksasi Benson diasumsikan dapat mempengaruhi perubahan respon fisiologis
pasien cerebrovaskular stroke iskemik akut. Tujuan telaah pustaka ini untuk mengkritisi
hasil penelitian efektifitas respon relaksasi benson terhadap respon fisiologis. Metode
penelitian ini adalah literature review dengan menelusuri database Science direct,
Medline, Google Scholar, dan Proquest dengan menggunakan kata kunci pencarian
respon relaksasi, Benson, respon fisiologis, cardiovaskular dari tahun 2000-2016. Hasil
literature review terhadap 5 penelitian menunjukkan adanya persamaan teori yang
digunakan yaitu teori benson. Intervensi yang digunakan kelima penelitian ini adalah
respon relaksasi, dua diantaranya disertai pendidikan kesehatan, serta 1 penelitian yang
disertai terapi analgetik. Metode penelitian yang digunakan mulai dari quasi eksperimen
hingga RCT. Respon relaksasi Benson menunjukkan perbaikan gejala fisik pada 2
penelitian, 2 hasil penelitian yang menunjukkan perbaikan gejala mental, dan 2 hasil
penelitian yang menunjukkan peurunan respon fisiologis. Respon relaksasi Benson juga
dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan spiritual. Hal ini dibuktikan dalam 1 hasil
penelitian yang menunjukkan meningkatnya kesejahteraan spiritual. Literature review
ini membuktikan relaksasi Benson dapat menurunkan respon fisiologis sehingga respon
relaksasi Benson dapat dijadikan prosedur tetap perawatan pasien stroke iskemik akut.
Selain itu respon relaksasi Benson dapat memperbaiki gejala fisik, mental, dan
meningkatkan kesejahteraan spiritual. Penelitian selanjutnya pada pasien stroke iskemik
akut adalah menyelidiki semua keuntungan potensial dari respon relaksasi Benson pada
pasien stroke iskemik akut.

Kata kunci: respon relaksasi Benson, respon fisiologis, stroke iskemik

Proyeksi pasien stroke saat ini (RIKESDA, 2010). Prevalensi stroke


rata-rata dalam 40 detik seseorang meningkat menjadi 12,1 per 1000
memiliki sebuah pengalaman stroke dan penduduk pada tahun 2013 (RIKESDA,
bertambah menjadi 4 juta penderita 2013). Selain itu diperkirakan 500.000
stroke pada tahun 2030 di Amerika penduduk terkena stroke setiap
Serikat (Mozaffarian D, et al 2013). tahunnya, sekitar 2,5% atau 125.000
Stroke merupakan penyebab kematian meninggal, dan sisanya cacat ringan
utama di Indonesia sebanyak 15,4%, hamper setiap hari. Pernyataan tersebut
disusul tuberculosis (7,5%), hipertensi dapat disimpulkan minimal rata-rata 3
(6,8%), dan cedera (6,5%). Prevalensi hari sekali ada seorang penduduk
stroke di Indonesia ditemukan sebesar Indonesia, baik tua maupun muda
8,3 per 1000 penduduk pada tahun 2010 meninggal dunia karena stroke

197 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson

(PDPERSI, 2010). Stroke terdiri dari Respon relaksasi Benson


dua kategori, yaitu stroke iskemik dan menunjukkan bahwa banyak perubahan
hemoragik. Prevalensi stroke iskemik fisiologis yang terkait dengan perubahan
lebih besar sekitar 80%. pusat kendali biokimia. Respon
Penelitian respon relaksasi Benson fisiologis adalah respon tubuh yang
hingga saat ini belum ada sehingga muncul saat terjadi stres sebagai adaptasi
subyek yang dianggap mendekati adalah terhadap kondisi tubuh, lingkungan dan
pasien cardiovaskular. Perubahan respon penyakit. Perubahan hasil akhir respon
fisiologis yang terjadi pada pasien fisiologis yang efektif seperti tekanan
cardiovaskular karena pengaruh respon darah, glukosa darah, temperatur
relaksasi Benson dapat mempengaruhi berdampak pada penyembuhan stroke
perubahan respon fisiologis pasien karena dapat memperpendek durasi
cerebrovaskular stroke iskemik akut. iskemik, mencegah stroke ulang, dan
Pasien stroke akan mengalami mencegah perburukan komplikasi
gangguan neurologis yang dapat pasca stroke (Zhang, 2012). Perubahan
beresiko tinggi menimbulkan berbagai beberapa respon fisiologis ini
macam komplikasi. Resiko komplikasi merupakan parameter outcome stroke.
pasien stroke dapat terjadi setelah Oleh karena itu, penulis ingin
iskemik akan mengeluarkan sitokin mengkritisi kembali bukti mengenai
untuk merekrut sel-sel inflamasi. Pada efektifitas respon relaksasi benson
tahap ini inflamasi terjadi dan dapat terhadap respon fisiologis.
berujung pada peningkatan radikal
bebas, edema, apoptosis, dan kecurigaan Metode
adanya autoimun, yang pada akhirnya Metode penelitian ini adalah
memperluas kerusakan jaringan literature review Untuk meminimalkan
sehingga memperburuk outcome pasien. resiko bias, semua metode yang
Pencegahan terhadap perburukan dikembangkan Literature review
outcome pasien stroke perlu dilakukan digolongkan sesuai dengan kriteria
terapi. Intervensi yang diduga dapat inklusi:
memperbaiki outcome pasien stroke 1. Menggunakan penelitian
salah satunya berupa relaksasi. Relaksasi eksperimen
merupakan intervensi keperawatan yang 2. Menggunakan sampel pasien
telah diperkenalkan sebagai pengobatan dewasa dengan penyakit
metode komplementer dan terapi obat kardiovaskuler
alternatif dalam banyak studi (Elali, 3. Intervensi yang dilakukan
2012). Respon relaksasi Benson adalah menggunakan respon relaksasi
praktek dengan pendekatan pikiran/ Benson
tubuh yang stabil untuk mengelola stres 4. Hasil yang diukur perubahan respon
dan telah ditemukan bermanfaat pada fisiologis.
berbagai populasi. Keuntungan dari Sedangkan kriteria eklusi dari penelitian
Respon relaksasi Benson selain ini adalah penelitian yang bukan
mendapatkan manfaat dari relaksasi juga eksperimen, tidak mendeskripsikan
mendapatkan manfaat dari penggunaan sampel yang diharapkan, dan intervensi
keyakinan seperti menambah keimanan yang tidak sesuai harapan peneliti.
dan kemungkinan akan mendapatkan
pengalaman transendensi dengan Hasil
metode biaya efektif tidak memerlukan Penelusuran artikel penelitian
peralatan khusus dan mudah diterapkan menggunakan Science direct, Medline,
oleh pasien (Heshmatifar, et al 2015; H. Google Scholar, dan Proquest dengan
Dusek & Benson, 2009). menggunakan kata kunci pencarian

198 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson

respon relaksasi, Benson, respon keperawatan komplementer yang aman


fisiologis, cardiovaskular tahun 2000- diimplementasikan kepada pasien stroke
2016. Artikel yang ditemukan dari iskemik akut karena tidak membutuhkan
masing-masing pencarian kemudian alat dan tidak menimbulkan efek
dilakukan pembacaan secara cermat samping.
untuk melihat artikel mana yang
memenuhi kriteria inklusi dalam Simpulan
penelitian ini untuk dijadikan literatur Literature review ini membuktikan
dalam penulisan literature review. efektivitas respon relaksasi Benson
Semua penelitian yang telah sesuai dapat menurunkan respon fisiologis
dengan kriteria kemudian dilakukan sehingga respon relaksasi Benson dapat
analisa dan sintesa melalui ekstraksi data dijadikan prosedur tetap perawatan
dan dinilai kualitasnya (Tabel 1). pasien stroke iskemik akut. Selain itu
respon relaksasi Benson dapat
Pembahasan memperbaiki gejala fisik, mental, dan
Respon relaksasi Benson dapat meningkatkan kesejahteraan spiritual.
memperbaiki gejala fisik, mental dan Oleh karena intervensi ini sangat aman
penurunan respon fisiologis karena karena tidak menimbulkan efek samping
Respon relaksasi Benson mengubah yang berbahaya, maka diperlukan studi
jalur kegiatan Hipotalamus Hipofisis lebih lanjut untuk menyelidiki semua
Adrenal (HPA) dan Sympatho Adreno keuntungan potensial dari respon
Meduler (SAM). Kedua jalur utama relaksasi Benson pada pasien stroke
diaktifkan oleh hipotalamus yang iskemik akut.
mensekresi Corticotrophin Releasing
Hormon (CRH) menyebabkan kelenjar Daftar Pustaka
pituitary melepaskan Adreno Go AS, Mozaffarian D, Roger VL,
Cortikotropik Hormon (ACTH). Aksi Benjamin EJ, Berry JD, Borden
cepat dari jalur SAM menyebabkan WB, Bravata DM, Dai S, Ford ES
ACTH menurun kemudian aktivitas and Fox CS. Heart disease and
sistem saraf simpatis menurun stroke statistics. 2013 update:a
menyebabkan adrenal medula report from the American
menurunkan katekolamin epinefrin dan HeartAssociation. Circulation
norepinefrin sehingga terjadi penurunan 2013; 127: e6.
tekanan darah, irama jantung, Riset Kesehatan Dasar Laporan
pernafasan, dan konsumsi oksigen. Aksi nasional rikesdas.
lambat jalur HPA menyebabkan ACTH http://www.litbang.depkes.go.id
merangsang adrenal korteks untuk diakses tanggal 4 Januari 2010.
menurunkan kortisol. Secara signifikan Riset Kesehatan Dasar. Laporan
kadar kortisol serum lebih rendah nasional rikesdas. Badan
mengikuti periode dari meditasi (Dusek Penelitiandan Pengembangan
& Benson, 2009). KesehatanKementrian
Berdasarkan bukti yang ditemukan Kesehatan Republik
dalam literature review ini maka dapat Indonesia.2013.
diasumsikan bahwa relaksasi respon PDPERSI. Stroke, penyebab utama
Benson dapat diimplementasikan kecacatan fisik. http://pdpersi.co.id.
terhadap pasien stroke iskemik akut Diakses tanggal 4 Januari 2010.
untuk mencegah komplikasi dengan Elali ES, Mahdavi A, Jannati Y, Yazdani
memperbaiki outcome stroke melalui J, Setareh J.Effect of benson
perbaikan respon fisiologis. Relaksasi relaxation response on stress among
respon Benson merupakan intervensi in hemodialysis patients.J

199 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson

MazandaranUniv Med Sci.In


Persian.2012;22(91):61-8.
Heshmatifar, H. Sadeghi, A. Mahdavi,
M.R. Shegarf Nakhaie, M.H.
Rakhshani. The effect of benson
relaxation technique on depression
in patients undergoing
hemodialysis. J Babol Univ Med Sci
Vol 17, Issu 8; Aug 2015. P:34-40
Jeffery A. Dusek, and Herbert Benson.
Mind body medicine: a model of the
comparative clinical impact of the
acute stress and relaxation
responses.Minnesota Medicine.
May 2009.
Qing Zhang, Yang Xie, Pengjie Ye, and
Chaoyi Pang. Acute ischemic stroke
prediction from physiological time
series patterns. 2012.
Tri Sunaryo, Sitilestari. Pengaruh
relaksasi benson terhadap
penurunan nilai nyeri dada kiri pada
pasien acute myocardial infarcdi RS
Dr Moewardi Surakarta.
Kementerian Kesehatan Politeknik
Kesehatan Surakarta Jurusan
Keperawatan.2014.
Maasumeh Kaviani, Niloofar Bahoosh,
Sara Azima, Nasrin Asadi,
Farkhondeh Sharif, Mehrab Sayadi.
The effect of relaxation on blood
sugar and blood pressure changes
of women with gestational diabetes:
a randomized control trial. Iranian
journal of diabetes and obesity,
volume 6, number 1, spring 2014.
Sukarmin, Rizka Himawan; Relaksasi
Benson untuk menurunkan tekanan
darah pasien hipertensi di Rumah
Sakit Daerah Kudus; 2015.

200 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson

Tabel 1. Hasil Analisis Literatur Pengaruh Respon Relaksasi Benson


No Peneliti, dan Judul penelitian Metode Subjek Periode waktu Hasil
Tahun Penelitian
1 Bei-Hung Chang, Relaxation response Penelitian Lima puluh tujuh Waktu penelitian 15 Setengah dari 20 responden kelompok
Debra Jones, Ann for veterans affairs menggunakan desain veteran dengan minggu. wawancara RR mengalami perbaikan fisik, dan 13
Hendricks, Ulrike patients with Randomized Trial gagal jantung yang direkam, mengalami perubahan emosional.
Boehmer, Joseph congestive heart qualitatif study. kongestif ditranskrip, dan 5 dari 16 responden kelompok
S. Locastro, Mara failure: results Responden dianalisis , 90 menit pendidikan jantung mengalami
Slawsky; 2004. from a qualitative diwawancarai tentang setiap sesi. Praktik RR perbaikan fisik, dan 8 perbaikan
study within a clinical pengalaman mereka dan 15-20 menit, 2 kali emosional. Sedangkan tidak satupun dari
trial; perubahan setelah sehari. kelompok perawatan biasa mengalami
berpartisipasi dalam uji perbaikan.
coba pelatihan: Respon
relaksasi Benson (RR),
pendidikan jantung, dan
perawatan biasa.
2. Bei-Hung Chang, Relaxation response Penelitian Jumlah responden Waktu penelitian 13 Di antara 845 peserta tersebut, 641
Aggie Casey, and spirituality: menggunakan desain 845. minggu, untuk praktik memiliki data lengkap. peningkatan
Jeffery A. Dusek, pathways to improve eksperiment. Data RR 45 menit/ minggu waktu latihan RR dikaitkan dengan
Herbert Benson; psychological berupa pengukuran pre ditingkatkan menjadi 75 peningkatan kesejahteraan spiritual (β =
2010 outcomes in cardiac dan post intervesi menit/ minggu. 0,08, P = 0,01 ); dan peningkatan
rehabilitation terhadap outcome kesejahteraan rohani terkait dengan
psikologis, peningkatan outcome psikologis ( β = -
kesejahteraan spiritual, 0,14 -0,22 , P=.0001)
waktu respon relaksasi.
3. Tri Sunaryo, Siti Pengaruh relaksasi Desain penelitian quasi Jumlah sampel Waktu penelitian 2 hari. Hasil penelitian menunjukkan Terapi
Lestari; 2014 benson terhadap eksperimental dengan dalam penelitian RR dilakukan selama kombinasi Analgetik dan Relaksasi
penurunan nilai nyeri pre test and post test ini adalah 17 15 menit/ hari. Benson berpengaruh terhadap penurunan
dada kiri pada pasien desain kontrol group. orang untuk nilai nyeri pada pasien Acute Myocardial
acute myocardial kelompok Infarc (P = 0,00), dibandingkan dengan
infark. intervensi dan 16 kelompok responden yang hanya
orang untuk mendapatkan terapian algetik (P=0,004).
kelompok kontrol.

201 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson

No Peneliti, dan Judul penelitian Metode Subjek Periode waktu Hasil


Tahun Penelitian
4. Maasumeh The Effect of Desain penelitian RCT . Jumlah sampel 58 Terdiri dari 2 Menurut hasil, rata-rata gula darah puasa
Kaviani, Niloofar Relaxation on Blood pasien dengan kelompok: kelompok adalah 94,79 dan 103 mg / dl dalam
Bahoosh, Sara Sugar and Blood diabetes intervensi menerima kelompok intervensi dan kontrol, masing-
Azima, Nasrin Pressure Changes of gestational yang intervensi pendidikan masing (P <0,001). Selain itu, rata-rata
Asadi, Farkhondeh Women with dirujuk ke rumah reguler termasuk latihan gula darah 2 jam postprandial 107 mg / dl
Sharif, Mehrab Gestational Diabetes: sakit. relaksasi Benson dalam pada kelompok intervensi dan 118 mg /
Sayadi; 2014 a Randomized Control bentuk lima sesi 45 dl dalam kelompok kontrol (P <0,001).
Trial menit, 3 minggu. Selain itu, rata-rata Tekanan darah
Gula darah puasa, 2 jam sistolik adalah 120 dan 127 mg / dl dalam
gula darah postprandial, intervensi dan kelompok kontrol, masing-
tekanan darah sistolik masing (P = 0,006).
dan diastolik diukur
pada kedua kelompok
sebelum, setelah dan
satu bulan setelah
5. Sukarmin, Rizka Relaksasi Benson Desain penelitian quasi Jumlah sampel Waktu penelitian 5 hari, Hasil penelitian menunjukkan adanya
Himawan; 2015 untuk menurunkan eksperimental dengan dalam penelitian RR dilakukan selama 5 pengaruh yang
tekanan darah pasien pre test and post test ini adalah 15 menit/ hari. signifikan relaksasi benson terhadap
hipertensi di Rumah design kontrol group. orang untuk tekanan darah sistolik dan diastolik pada
Sakit Daerah Kudus kelompok kelompok intervensi (p: 0,027
intervensi dan 15 untuk sistolik dan 0,041 untuk diastolik).
orang untuk Sedangakn pada kelompok kontrol tidak
kelompok kontrol. terdapat perbedaan
signifikan tekanan darah sistolik dan
diastolik (p: 0,69 untuk sistolik dan
p:0126 untuk diastolik). Penelitian
juga menunjukkan adanya perbedaan
rata-rata tekanan darah sistolik dan
diastolik yang tidak signifikan
antara kelompok intervensi dengan
kelompok kontrol (p: 0,511 untuk
tekanan sistolik dan p: 0,426 untuk
diastolik)

202 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan

Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO)
Terhadap Pencegahan Luka Tekan pada Pasien Pasca Stroke;
Review Literatur

Endang Supriyanti (korespondensi : lithafikha@gmail.com)

Staf Pengajar AKPER Widya Husada Semarang

Abstrak

Gangguan mobilisasi pada pasien stroke akan menyebabkan mekanisme tekanan konstan
terutama pada area tulang yang menonjol (bony prominence) dan akan berlanjut pada luka
tekan. Virgin coconut oil (VCO) dan extra virgin olive oil (EVOO) adalah salah satu
pilihan intervensi perawatan kulit secara topikal, karena kandungan asam lemak pada
EVOO dan VCO. Penelaahan ini dilakuakan dengan metode review literatur dari 10
artikel publikasi pada google scholar, EBSCO host, Science Direct dengan kata kunci
yang dipilih dan dapat diakses fulltext dengan desain quasi eksperimental. EVOO terbukti
dapat mencegah terjadinya luka tekan khususnya pada pasien dengan immobilisasi.
EVOO juga mengandung zat-zat yang efektif sebagai antioksidan, antiinflamasi dan
antimikroba yang efektif untuk mempercepat penyembuhan luka tekan dan mencegah
kerusakan kulit penderita kusta serta mencegah terjadinya ruam popok. VCO juga baik
untuk mencegah terjadinya luka tekan, mempercepat penyembuhan luka tekan grade I
dan II serta mempercepat penyembuhan dermatitis atopik pada anak, akan tetapi tidak
mampu menghambat kandidiasis secara invitro.

Kata kunci : EVOO, VCO, luka tekan, stroke

Stroke merupakan gangguan akan menimbulkan destruksi dan


serebrovaskular utama di Amerika perubahan irreversibel dari jaringan
Serikat dan di dunia. Stroke menjadi sehingga terbentuklah luka tekan
penyebab kematian ketiga setelah (pressure ulcer) (Handayani, 2011).
penyakit jantung dan kanker, dan International NPUAP-EPUAP
menjadi penyebab sekitar 150.000 (2014) mendefinisikan luka tekan
kematian setiap tahunnya (Black and (preassure ulcer) adalah luka lokal pada
Hawk, 2014). Hasil studi, 90% penderita kulit dan/atau jaringan di bawahnya yang
stroke yang mengalami paralisis biasanyalebih sering terjadi pada bagian
didapatkan mengalami gangguan permukaan tulang yang menonjol,
mobilisasi. Gangguan mobilisasi akan sebagai akibat daritekananatau
menyebabkan mekanisme tekanan kombinasi antara tekanan dan gesekan.
konstan yang cukup lama dari luar Intervensi keperawatan utama dalam
(tekanan eksternal) terutama pada area pencegahan luka tekan yaitu perawatan
tulang yang menonjol (bony kulit yang meliputi perawatan hygiene
prominence). Tekanan tersebut lebih dan pemberian topikal, pencegahan
tinggi dari tekanan intrakapiler arterial mekanik dan dukungan permukaan yang
dan tekanan kapiler vena sehingga meliputi penggunaan tempat tidur,
merusak aliran darah lokal jaringan pemberian posisi dan kasur terapeutik
lunak. Akibatnya jaringan mengalami dan yang terakhir adalah edukasi
iskemi dan hipoksia dan jika tekanan (Smeltzer, 2008).
tersebut menetap selama 2 jam atau lebih

203 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan

EVOO adalah salah satu minyak artikel publikasi pada EBSCO Science
tumbuhan yang diperas dari buah pohon Direct dengan kata kunci yang dipilih
zaitun (Olea europeae L). Minyak zaitun dan dapat diakses fulltext dengan desain
dikenal sebagai salah satu minyak quasi eksperimental. Hasil penelusuran
tersehat khususnya extra virgin yang didapatkan 17 artikel dan yang
mengandung 74,4 % - 77.5 % asam oleat memenuhi kriteria adalah 10 artikel.
(Oleic acid), palmitic acid 11.5%- 12.1%
dan linoleic acid 8.9% - 9.4% (Hysi dan Hasil
Kongoli, 2015). Kandungan asam lemak Penelitian yang dilakukan
baik pada EVOO dapat memelihara Yolanda et.al (2012) menunjukkan
kelembapan, kelenturan, serta kehalusan bahwa minyak zaitun efektif untuk
kulit. Selain itu EVOO juga mampu mencegah terjadinya ulkus dekubitus.
meredakan demam dan menjaga Penelitian tersebut dilakukan pada 30
kesehatan kulit (Orey, 2007). responden menggunakan metode
VCO adalah minyak kelapa quasieksperimen dengan pendekatan pre
murni yang diproses tanpa pemanasan, dan post test only non equivalent control
bahan kimiawi, pewarna, ataupun group. Kelompok intervensi diberikan
pengawet, sehingga menghasilkan minyak zaitun 20 ml secara topikal pada
minyak dengan karakteristik: tidak 15 titik risiko selama 7 hari dan pada hari
mengandung gula, tidak mengandung kedelapan dilakukan post test. Hasil uji
minyak trans, rasa dan aroma khas statistik diperoleh nilai p (0,017) < α
kelapa dan sangat stabil sehingga dapat (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
disimpan sampai lima tahun tanpa rusak ada perbedaan yang signifikan antara
(Khomsan, 2009). VCO mengandung skor ulkus dekubitus setelah pemberian
asam lemak jenuh berantai pendek dan minyak zaitun pada kelompok
sedang. Asam lemak yang paling eksperimen dan kelompok kontrol.
dominan adalah asam laurat (50,33%). Penelitian serupa juga dilakukan
Kandungan lain berupa asam kaproat oleh Perez et.al (2015) dengan desain
(14,23%), asam kaprat (10,25%), asam Non-inferiority, triple-blind, parallel,
miristat (12,91%) dan asam palmitat multicentre, randomised clinical trial
(4,92%). Asam lemak tersebut tidak menunjukkan bahwa penggunaan EVOO
dapat disintesis menjadi kolesterol, tidak topikal tidak kalah dengan penggunaan
ditimbun dalam tubuh, serta mudah Hyperoxigenated Fatty Acid (HOFA)
dicerna dan dibakar. Kandungan asam untuk mencegah terjadinya luka tekan
lemak baik pada VCO dapat memelihara pada pasien immobilisasi sedangkan
kelembapan, kelenturan, serta kehalusan penelitian ekperimental yang dilakukan
kulit (Wirakusumah, 2007). oleh Gunes et,al (2015) menunjukkan
Telaah literatur ini bertujuan bahwa EVOO topikal memiliki efek
untuk menyajikan hasil penelitian perlindungan pada jaringan kavernosus
mengenai penggunaan EVOO dan VCO penis pada tikus sebagai antioksidan,
topikal pada kulit yang telah dilakukan menjinakkan radikal bebas, anti-
sebelumnya, sehingga didapatkan inflamasi, dan efek antimikroba.
metode yang tepat tentang penggunaan Penelitian lain tentang
EVOO dan VCO sebagai pelembab kulit penggunaan EVOO topikal juga
untuk mencegah luka tekan pada pasien dilakukan oleh Fajriyah et.al (2015)
pasca stroke dengan hasil bahwa 93,3% penderita
kusta tidak mengalami kerusakan kulit
Metode setelah pemberian minyak zaitun.
Penelaahan ini dilakuakan Penelitian Jelita et.al (2014) dengan hasil
dengan metode review literatur dari ada pengaruh pemberian minyak zaitun

204 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan

(olive oil) terhadap derajat ruam popok dengan VCO memberikan


pada anak diare pengguna diapers usia 0- perkembangan luka yang cukup
36 bulan. signifikan, dengan hasil luka tampak
Penelitian yang dilakukan oleh kering, warna kecoklatan, eritema
Handayani et.al (2011) dengan desain tampak samar dan jaringan luka menutup
quasi eksperimen post test only yang tanpa adanya tanda-tanda infeksi.
dilakukan pada 33 responden dengan Penelitian lain yang dilakukan
pemberian intervensi yaitu miring kiri oleh Evangelista et.al (2014)
kanan 30 derajat tiap dua jam, mandi 2 menyatakan bahwa aplikasi VCO
kali sehari dan VCO dengan pijat ringan topikal pada anak dengan atopik
berupa efflurage 4 – 5 menit di daerah dermatitis sedang mampu menurunkan
skapula, sacrum, dan tumit sedangkan skor atopik dermatitis lebih tinggi
kelompok kontrol mendapat perawatan dibandingkan dengan minyak mineral.
pencegahan standar saja yaitu miring kiri Sedangkan hasil penelitian Dewi dan
kanan 30 derajat tiap dua jam, mandi dua Aryadi () menyatakan bahwa VCO tidak
kali sehari. Hasil penelitian dapat menghambat pertumbuhan
menunjukkan bahwa terdapat Candida albicans secara invitro.
perbedaan kejadian luka tekan pada
responden yang dirawat menggunakan Pembahasan
VCO dengan pijat dibandingkan dengan EVOO yang diberikan secara
responden yang dirawat tanpa VCO (p= topikal setiap hari pada area tulang yang
0,033; α= 0,05; OR= 0,733; 95% CI menonjol baik dengan massase atupun
0,540 – 0,995) setelah dikontrol oleh tidak terbukti efektif untuk mencegah
variabel Indeks Massa Tubuh (IMT). terjadinya luka tekan khususnya pada
Penelitian lain yang dilakukan pasien dengan immobilisasi. EVOO
oleh Wicaksana et.al (2014) topikal juga tidak kalah dengan
menunjukkan bahwa ada perbedaan penggunaan Hyperoxigenated Fatty
efektifitas pemberian massage Acid (HOFA) untuk mencegah
menggunakan Virgin Coconut Oil terjadinya luka tekan pada pasien
(VCO) dalam pencegahan kerusakan immobilisasi. Kandungan asam oleat
integritas kulit (dekubitus) pada pasien (Oleic acid), palmitic acid dan linoleic
stroke dibandingan dengan yang tidak acid dapat memelihara kelembapan,
diberikan massage menggunakan Virgin kelenturan, serta kehalusan kulit dan
Coconut Oil (VCO) dalam pencegahan menjaga kesehatan kulit. Selain itu
kerusakan integritas kulit (dekubitus) EVOO juga mengandung zat-zat yang
pada pasien stroke. Sedangkan penelitian efektif sebagai antioksidan,
yang dilakukan Mubarak et.al (2016) antiinflamasi dan antimikroba sehingga
menunjukkan bahwa terapi topikal VCO minyak zaitun juga efektif untuk
dan alih baring 30 derajat sama-sama mempercepat penyembuhan luka tekan.
efektif untuk menurunkan resiko VCO yang diberikan secara
dekubitus. topikal setiap hari baik dengan massase
Penelitian serupa yang dilakukan ataupun tidak pada area tulang yang
oleh Fatonah et.al (2013) menunjukkan menonjol terbukti efektif untuk
bahwa Ada perbedaan yang signifikan mencegah terjadinya luka tekan,
terhadap penurunan skor bates jensen menurunkan faktor risiko kejadian luka
pada pasien yang dirawat dengan VCO tekan serta mempercepat penyembuhan
dibandingkan dengan minyak kelapa luka tekan grade I dan II. Kandungan
biasa (p-v =0,000). Penelitian lain yang asam lemak jenuh berantai pendek dan
dilakukan oleh Dewandono (2014) sedang pada VCO yaitu asam laurat,
menunjukkan bahwa terapi massage asam kaproat, asam kaprat, asam miristat

205 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan

dan asam palmitat dapat memelihara Penerjemah dr. Joko Mulyanto, Msc
kelembapan, kelenturan, serta kehalusan dkk. Edisi 8. Singapura : Elseiver.
kulit (Wirakusumah, 2007). Dewandono, Irawan Derajat. (2014).
Pasien pasca stroke yang Pemanfaatan VCO (virgin coconut
mengalami gangguan mobilisasi sangat oil) dengan teknik massage dalam
berisiko terjadi luka tekan karena penyembuhan luka dekubitus
gangguan mobilisasi akan derajat II pada lansia
mengakibatkan tekanan yang menetap Dewi, Sri Sinto dan Aryadi, Tulus.
pada kulit terutama pada area tulang (2010). Efektifitas Virgin Coconut
yang menonjol. Akibatnya akan Oil ( VCO ) Terhadap Kandidiasis
mengganngu aliran darah ke kapiler Secara Invitro. Prosiding Seminar
sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke Nasional UNIMUS
jaringan akan berkurang yang berakibat Evangelista, Mara T P. (2014).The effect
terjadinya iskemia dan kerusakan of topical virgin coconut oil on
jaringan lokal1. Salah satu intervensi SCORAD index, transepidermal
keperawatan yang dapat diberikan water loss, and skin capacitance in
adalah perawatan kulit dengan cara mild to moderate pediatric atopic
hygiene yang baik dan pemberian dermatitis: a randomized, double-
pelembab kulit secara topikal blind, clinical trial. International
menggunakan EVOO maupun VCO. Journal of Dermatology 2014, 53,
Keduanya sangat mudah meresap ke 100–108
kulit dan mencegah kehilangan air pada Fajriyah, Nuniek Nizmah et.al. (2015).
kulit sehingga kulit akan terjaga Efektivitas Minyak Zaitun untuk
kelembabanya. Pencegahan Kerusakan Kulit pada
Pasien Kusta. Jurnal Ilmiah
Simpulan Kesehatan (JIK), Vol VII, No 1
Berdasarkan ulasan diatas dapat Fatonah, Siti et.al. (2013). Efektifitas
disimpulkan bahwa EVOO dan VCO Penggunaan Virgin Coconut Oil
yang diberikan secara topikal setiap hari (VCO) Secara Topikal Untuk
pada area tulang yang menonjol efektif Mengatasi Luka Tekan
untuk mencegah terjadinya luka tekan (Dekubitus) Grade I Dan II. Jurnal
pada pasien pasca stroke karena Kesehatan, Volume IV, Nomor 1,
keduanya mengandung asam lemak yang hlm 264-270
baik yaitu asam oleat (Oleic acid), Gunes, Mustafa et.al. (2015). Beneficial
palmitic acid, linoleic acid, asam laurat, influence of topical extra virgin
asam kaproat, asam kaprat, asam miristat olive oil application on
dan asam palmitat yang dapat anexperimental model of penile
memelihara kelembapan, kelenturan, fracture in rats. Toxicology and
kehalusan dan kesehatan kulit. Dengan Industrial Health 2015, Vol. 31(8)
demikian, intervensi ini dapat 704–711
diaplikasikan oleh tenaga kesehatan baik Handayani, Ririn S et.al. (2011).
di pelayanan kesehatan maupun di Pencegahan Luka Tekan Melalui
rumah. Pijat Menggunakan Virgin
Coconut Oil (VCO). Jurnal
Daftar Pustaka Keperawatan Indonesia, Vol 14 (3)
Black, Joyce M dan Hawks, Jane 141-148.
Hokanson. (2014). Keperawatan Hysi, Elona dan Kongoli, Renata.
Medikal Bedah Manajemen Klinis (2015). Characterization of Extra
Untuk Hasil Yang Diharapkan. Virgin Olive Oil from Kalinjot.

206 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan

Albanian j. agric. sci. 2015; 14 Kabupaten Pekalongan Tahun


(2):182-185 2014
Jelita, Maretha Vega et.al. (2014). Wirakusumah, Emma S. (2007). Cantik
Pengaruh Pemberian Minyak dan awet muda dengan buah, sayur
Zaitun (Olive Oil) Terhadap dan herbal. Jakarta: Niaga
Derajat Ruam Popok Pada Anak Swadaya
Diare Pengguna Diapers Usia 0-36 Yolanda, Oktari et.al. (2013). Efektifitas
Bulan Di RSUD Ungaran Minyak Zaitun terhadap Pressure
Semarang. Jurnal Ilmu Ulcers pada Pasien dengan Tirah
Keperawatan dan Kebidanan Baring Lama
(JIKK).
National Pressure Ulcer Advisory Panel,
European Pressure Ulcer Advisory
Panel and Pan Pacific Pressure
Injury Alliance. (2014). Prevention
and Treatment of Pressure Ulcers:
Quick Reference Guide. Second
edition. Perth, Australia:
Cambridge
Media National Pressure Ulcer Advisory
Panel, European Pressure Ulcer
Advisory Panel and Pan Pacific
Pressure Injury Alliance. (2014).
Prevention and Treatment of
Pressure Ulcers: Quick Reference
Guide. Second edition. Perth,
Australia: Cambridge Media
Orey, Cal. (2007). Khasiat minyak zaitun
resep umur panjang ala
mediterania. Jakarta: Hikmah
Perez, Inmaculada L et.al. (2015)
Topical Olive Oil Is Not Inferior to
Hyperoxygenated Fatty Acids to
Prevent Pressure Ulcers in High-
Risk Immobilised Patients in
Home Care. Results of a
Multicentre Randomised Triple-
Blind Controlled
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L.
& Cheever, K.H. (2008) Brunner &
Suddarth’s Textbook of medical-
surgical nursing. 11th Edition.
Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins
Wicaksana, Indra A. (2014). Efektifitas
Penggunaan Minyak Kelapa
Terhadap Pencegahan Kerusakan
Integritas Kulit (Dekubitus) pada
Pasien Stroke di RSUD Kraton

207 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy

PENGARUH SELF-EFFICACY TRAINING TERHADAP SELF-EFFICACY DAN


KEPATUHAN PROGRAM PENGOBATAN PADA PASIEN HEMODIALISIS

Pratiwi1 (korespondensi : pratiwiaraviana@gmail.com),


Shofa Chasani2, Mardiyono3
1
Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Diponegoro, Semarang,
Staf Pengajar di Universitas Alma Ata, Yogyakarta
2
Dosen Program Studi Magister Keperawatan Departemen Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
3
Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang

Abstrak

Salah satu masalah yang dialami pada pasien dengan hemodialisis adalah ketidakpatuhan
pasien terhadap regimen terapeutik. Ketidakpatuhan pasien ini menjadi masalah yang
penting karena berhubungan dengan tidak terkontrolnya kondisi tbuh yang berimbas pada
penurunan survival rate pasien hemodialisa. Tujuan review ini ingin mencari berbagai
gambaran self efficacy training yang dapat meningkatkan self efficacy dan kepatuhan
pasien dalam menjalani program pengobatan hemodialisis.
Systematic review ini dilakukan dengan menelusuri artikel publikasi di Google search,
MEDLINE (EBSCO), PUBMED, serta Science direct dengan kata kunci yang dipilih.
Penelusuran dibatasi terbitan 2003-2017 desain RCT yang dilakukan pada pasien
hemodialisis. Perlakuan berupa self-efficacy training dan education dalam meningkatkan
kepatuhan sebagai primary outcome, dan tingkat self-efficacy, kepatuhan cairan, indikator
klinis, dan kualitas hidup sebagai secondary outcomes. Artikel yang sesuai kemudian
dianalisis menggunakan critical appraisal tool yang sesuai untuk hasil penelitian RCT
dan quasy experiment untuk menilai kualitas penelitian. Data diekstraksi dari artikel lalu
dikelompokkan untuk dibahas dan disimpulkan.
Berdasarkan 307.815 artikel hingga terpilih lima artikel penelitian yang dilakukan review,
maka self efficacy training dapat meningkatkan self-efficacy dan kepatuhan pasien
dengan hemodialysis sekaligus sangat direkomendasikan untuk dapat dilaksanakan di
tatanan layanan kesehatan dengan hemodialisis.

Kata kunci : hemodialysis patient, self-efficacy training, self-efficacy, adherence


Penyakit ginjal kronik (PGK) sebanyak 27 %, glomerulopati primer
merupakan sebuah proses patofisiologis memberi proporsi sebesar 10 % dan
pada ginjal yang memiliki banyak diikuti Nefropati Obstruktif, pielonefritis
etiologi dan menimbulkan adanya kronik, nefropati obstruktif dan
penurunan fungsi ginjal secara progresif penyebab lain masing-masing sebesar 7
dan lambat (Suwitra, 2015). Penyakit ini %. Sedangkan sisanya dikarenakan
menjadi masalah yang tiada akhir karena karena nefropati asam urat, SLE, dan
semakin lama semakin meningkat yang tidak diketahui (Registry, 2014).
insidensinya. Urutan penyebab PGK dari Penanganan pada penyakit ginjal kronik
data tahun 2014 di Indonesia masih sama ini beragam, mulai dari penggunaan
dengan tahun sebelumnya yaitu penyakit obat, hemodialisis, peritoneal dialisis,
ginjal hipertensi meningkat menjadi 37 hingga transplantasi ginjal (Registry,
% diikuti oleh nefropati diabetika 2014). Peluang bertahan hidup (survival
208 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy

rate) satu bulan pasien yang dilakukan program hemodialisis (0 % - 32,3%),


hemodialisis adalah 87,3%, sedangkan ketidakpatuhan dalam program
survival rate 1 tahun adalah 46,7%. pengobatan (1,2 % - 81 %),
Angka ini semakin menurun seiring ketidakpatuhan terhadap restriksi cairan
bertambahnya lama menjalani (3,4 % - 74%) dan ketidakpatuhan
hemodialisa berlangsung (Registry, mengikuti program diet (1,2 – 82,4 %)
2014). Dengan demikian, maka semakin (Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, &
lama pasien menjalani hemodialisa, Kopple, 2011). Ketidakpatuhan yang
maka survival pasien ini akan semakin meningkat, maka akan berefek pada
menurun. Survival pasien hemodialisa survival pasien hemodialisa (Ailey &
sering dikaitkan dengan tingkat Oss, 2000). Hasil sebuah studi
mortalitas pasien dimana jika survival menyebutkan bahwa ketidakpatuhan
pasien meningkat, maka angka memiliki kaitan dengan peningkatan
mortalitas akan menurun. Mengingat risiko kematian dan beresiko mengalami
bahwa sifat penyakit ginjal ini perawatan rawat inap (Aran et al., 2003).
merupakan penyakit yang kronis atau Sebuah intervensi sangat
lama, maka kemampuan pasien dalam diperlukan untuk meningkatkan
merawat dirinya sendiri sangatlah kepatuhan pasien hemodialisa dengan
diperlukan demi peningkatan survival cara meningkatkan pengetahuannya
rate pasien dibandingkan dengan angka melalui edukasi, memotivasi pasiennya
survival rate pasien hemodialisa pada untuk lebih patuh, dan lebih memberikan
umumnya. perhatian kepada pasien dengan sering
Namun, pada kenyataanya, memonitor kepatuhannya. Bentuk
kebanyakan pasien dengan penyakit program ini dapat dilakukan dengan self
ginjal kronis juga cenderung pasrah efficacy training (training efikasi diri).
dengan keadaan sakitnya, tanpa Efikasi diri (self efficacy) adalah
mempertimbangkan tindakan perawatan keyakinan seseorang akan keberhasilan
untuk mengontrol penyakitnya. Pasrah dalam melakukan perawatan diri untuk
yang dialami pasien akan mencapai hasil yang diinginkan.
mengakibatkan pasien menjadi Seseorang dengan peningkatan persepsi
bergantung dengan tindakan hemodilisa dalam aktivitas perawatan diri akan lebih
yang dilakukan rutin setiap minggunya mudah berpartisipasi dalam aktivitas
dengan harapan pasti masalah yang perawatan diri sehingga akan
dihadapi akan terselesaikan dengan meningkatkan kepatuhan terhadap
hemodialisa dan pengobatan dari dokter. regimen terapeutik (Retno &
Akhirnya pasien tidak mematuhi Sulistyaningsih, 2012). Efikasi diri juga
regimen terapeutik yang seharusnya didefinisikan sebagai keyakinan yang
dilakukan selama sakit. Ketidakpatuhan menentukan bagaimana seseorang
pada regimen terapeutik selalu terjadi berfikir, memotivasi dirinya dan
dalam semua hal perawatan pasien bagaimana akhirnya memutuskan untuk
hemodialisa (Mistiaen, 2001). melakukan sebuah perilaku untuk
Ketidakpatuhan tetap sebagai salah satu mencapai tujuan yang diinginkan (Albert
yang paling menantang dalam tugas Bandura, 1977). Efikasi diri membantu
perawatan kesehatan pasien dengan seseorang untuk menentukan pilihan dan
kondisi kronis, termasuk pasien mempunyai komitmen dalam
hemodialisis (Kugler, Maeding, & mempertahankan tindakan yang
Russell, 2011). Angka ketidakpatuhan dipilihnya.
pada program pengobatan hemodialisa Selama ini belum ada sistematic
menunjukkan ketidakpatuhan mengikuti review yang membahas tentang self-
207 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy

efficacy training untuk meningkatkan efficacy dan kepatuhan pada program


kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan pasien hemodialisa.
program pengobatan hemodialisis. Sedangkan tujuan sekunder (secondary
Penelitian ini bertujuan untuk mereview outcomes) meliputi untuk mengetahui
self-efficacy training yang telah efektifitas self-efficacy training terhadap
dilakukan dalam penelitian sebelumnya peningkatan self-care, indikator klinis,
untuk meningkatkan kepatuhan yang kualitas hidup dan indikator
berkaitan dengan kepatuhan dalam laboratorium.
pengaturan minum. Hasil dalam Systematic review ini dilakukan
penelitian ini diharapkan dapat melalui penelusuran artikel publikasi di
dimanfaatkan sebagai pedoman Google search, MEDLINE (EBSCO),
pelaksanaan self-efficacy training di PUBMED, serta Science direct dengan
layanan kesehatan unit hemodialisa kata kunci yang dipilih. Penelusuran
sehingga dapat memberikan kontribusi dibatasi terbitan 2003-2017 yang dapat
secara langsung pada pasien diakses fulltext dalam format pdf dengan
hemodialisa. desain RCT yang dilakukan pada pasien
Metode hemodialisis. Perlakuan berupa self-
Penulisan ini menggunakan efficacy training dan education dalam
desain systematic review. Pemilihan meningkatkan kepatuhan dan tingkat
desain pada penelitian ini dengan self-efficacy sebagai primary outcome,
Randomised Control Trial (RCT) dan dan self-care, indikator klinis, indikator
Quasi-Eksperimental. Tipe Partisipant laboratorium dan kualitas hidup sebagai
memfokuskan pada hasil-hasil penelitian secondary outcomes. Artikel yang sesuai
yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kemudian dianalisis menggunakan
kronis baik laki-laki maupun perempuan critical appraisal tool yang sesuai untuk
yang menjalani hemodialisa rutin lebih hasil penelitian RCT untuk menilai
dari 1 tahun dengan usia >18 tahun. kualitas penelitian. Data diekstraksi dari
Sedangkan kriteria eksklusi adalah artikel lalu dikelompokkan untuk
penderita dengan penyakit penyerta yang dibahas dan disimpulkan (Tabel 1).
berhubungan dengan jantung dan Artikel yang dipilih adalah hasil
pembuluh darah seperti, menderita penelitian yang berupa RCT dan Quasi-
hipertensi, adanya aritmiamiokard experimental yang dilakukan pada
infark, pembedahan jantung, unstable pasien hemodialisis. Alat ukur yang
angina, penyakit respirasi akut, dll. dikembangkan oleh Critical Appraisal
Selain itu pasien tidak mengalami Skills Programme (CASP) untuk menilai
gangguan jiwa dan tidak melangalami kualitas penelitian. Data-data dari hasil
kegawatan saat dilakukan hemodialisa. temuan yang sudah dianalisis
Intervensi utama yang akan menggunakan Critical Appraisal Tool
ditelaah dalam Systematic Review ini kemudian diekstraksi dan disintesis
adalah self-efficacy training sebagai untuk mencapai tujuan. Cara melakukan
salah satu intervensi non medis penilaian dengan menganalisis satu per
(intervensi mandiri keperawatan) dalam satu item pertanyaan pada tool dan
meningkatkan self-efficacy kepatuhan mengisi data “yes”, “not tell”, dan “no”
pada program pengobatan hemodialisa. berdasarkan informasi yang didapat pada
Outcome yang diukur dalam systematic setiap artikel penelitian yang dilakukan
review ini meliputi tujuan primer sendiri oleh penyusun review. Hasil
(Primary outcome) yaitu untuk penilaian menggunakan Critical
mengetahui efektifitas self-efficacy Appraisal Tool pada penelitian RCT,
training terhadap peningkatan self- dari 5 penelitian yang ditemukan,
208 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy

terdapat 4 penelitian berkualitas baik dan edukasi, penggalian pengalaman pasien


1 penelitian berkualitas sedang. Hasil yang terdahulu atau yang didapat dari
penilaian tidak mempengaruhi teman sesama penderita gagal ginjal,
penggunaan literature, karena ke lima pemberian motivasi (persuasi secara
literature tetap digunakan dalam review verbal) untuk selalu mentaati program
ini. pengobatan yang harus dilakukan, dan
Hasil management stress. Seluruh proses self-
Karakteristik studi efficacy training berpedoman pada teori
Hasil penilaian menggunakan self-efficacy Bandura (Albert Bandura,
Critical Appraisal Tool pada penelitian 1977). Materi edukasi yang diberikan
RCT dan quasy experiment, dari 5 artikel meliputi anatomi ginjal, fisiologi ginjal,
penelitian yang ditemukan, terdapat 4 penyakit ginjal, etiologi gagal ginjal,
penelitian berkualitas baik dan 1 pathofisiologi gagal ginjal, manajemen
penelitian berkualitas sedang. Penelitian gagal ginjal, dan kepatuhan pada
menggunakan design RCT yaitu manajemen hemodialisa (Aliasgharpour
(Moattari, Ebrahimi, Sharifi, & et al., 2012). Metode pemberian edukasi
Rouzbeh, 2012), (Modanloo, juga bermacam-macam, diantaranya
Dehghankar, Zolfaghari, & Ghiyasvand, adalah dengan perkuliahan
2015), (Rahimi, Gharib, Beyramijam, & (Aliasgharpour et al., 2012), metode
Naseri, 2014) dan (Tsay, 2003) dan 1 pemberian pean (sms) (Modanloo et al.,
penelitian menggunakan quasi 2015), metode diskusi kelompok
experiment (Aliasgharpour, Shomali, (Moattari et al., 2012). Lama pemberian
Moghaddam, & Faghihzadeh, 2012). self-efficacy training juga beragam
Variabel self efficacy diukur dengan mulai dari periode 4 minggu, 6 minggu,
strategies used by people to promote hingga 1 tahun baru dilakukan follow-up
health questionnaire (SUPPH) yang peningkatan kepatuhannya.
terdiri dari 29 pertanyaan, Variabel
kepatuhan terhadap cairan diukur Pembahasan
dengan penimbangan berat badan dan Secara keseluruhan, berdasarkan
dihitung IDWG (Intradialytic Weight 307.815 artikel yang muncul hingga
Gain). terpilih lima artikel penelitian yang
Variabel self care diukur dengan self- dilakukan review, pemberian self-
efficacy assessment questionnaire (15 efficacy training dapat meningkatkan
pertanyaan) meliputi: perawatan fistula, kepatuhan pasien dengan hemodialisis
mobilisasi, berpakaian, personal terlebih lagi adalah kepatuhan pasien
hygiene. Variabel kualitas hidup diukur terhadap restriksi cairan. Menurut
dengan instrumen kualitas hidup. (Aliasgharpour et al., 2012) pemberian
Variabel indikator klinis diukur melalui self efficacy training merupakan bagian
tekanan darah (sistolik dan diastolik) dan dari terapi perilaku yang dapat
laboratorium diukur dengan pengukuran mempengaruhi adanya perubahan
laboratorium (Hb, hematokrit, Na+, K+, perilaku seseorang. Salah satu
Cr, BUN, P, Ca+). komponen dalam self-efficacy adalah
komponen kognitif dimana hal ini juga
Intervensi sesuai dengan teori perilaku yang
Pemberian intervensi self-efficacy diterapkan dalam penelitian-penelitian
dilakukan dengan self-efficacy training yang direview. Edukasi merupakan salah
tergambar jelas pada intervensi yang satu cara untuk mempengaruhi fungsi
dilakukan oleh (Aliasgharpour et al., kognitif pasien dalam hubungannya
2012). Intervensi terdiri dari pemberian
209 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy

dengan perubahan perilakunya (Tsay, ini dapat meningkatkan kualitas hidup


2003). pasien hemodialisa dan dapat
Menurut kelima penelitian yag memperpanjang survival pasien.
telah direview, pemberian edukasi secara
mandiri dan kelompok (Moattari et al.,
2012) mampu mendapatkan efect size
yang lebih tinggi dibandingkan dengan Daftar Pustaka
yang lainnya yaitu bernilai 1. Self Ailey, B. J. H., & Oss, S. B. M. (2000).
efficacy program pada penelitian Compliance behaviour in patients
(Moattari et al., 2012) dilakukan selama undergoing haemodialysis : a
6 minggu dengan memberikan 12 kali review of the literature.
pertemuan secara keseluruhan. Setiap http://doi.org/10.1080/1354850002
pertemuannya dilakukan selama 30-60 0002217
menit dengan cara face to face. Albert Bandura. (1977). Self efficacy:
Kekuatan dalam review ini Toward a Unifying Theory of a
adalah penyusun telah menelusuri lebih Behavioral Change. Psychological
dari 1 database, yaitu Google search, Review, 84(2), 191–215.
MEDLINE (EBSCO), PUBMED, Aliasgharpour, M., Shomali, M.,
PROQUEST serta Science direct dengan Moghaddam, M. Z., &
harapan dapat menelusuri banyak artikel Faghihzadeh, S. (2012). Effect of a
penelitian yang didapat. Akan tetapi Self-efficacy Promotion Training
banyak kelemahan yang ada di review Programme on the Body Weight
ini diantaranya adalah keterbatasan Changes in Patients Undergoing
peneliti untuk menulusuri artikel yang Haemodialysis. Journal of Renal
berbahasa Indonesia baik secara Care, 20(20), 1–7.
elektronik maupun cetak, selain itu, Aran, R. A. S., Resham, J. E. L. B. R.,
keterbatasan pemahaman bahasa yang Ayner, H. U. G. H. C. R., Oodkin,
dimiliki menyebabkan ada beberapa D. A. A. G., Ukuhara, F., Oung, E.
artikel yang tidak dianalisis dengan R. I. C. W. Y., … Ort, F. R. K. P.
sengaja karena tidak memahami bahasa (2003). Nonadherence in
yang dituliskan dalam artikel. Selain itu hemodialysis : Associations with
juga keterbatasan peneliti dalam mortality , hospitalization , and
mengakses artikel yang berbayar. practice patterns in the DOPPS, 64,
Karena pada kenyataannya, artikel yang 254–262.
berbayar sangat tinggi kualitasnya dan http://doi.org/10.1046/j.1523-
sangat sesuai dengan pertanyaan 1755.2003.00064.x
penelitian pada systematic review ini. Kim, Y., Evangelista, L. S., Phillips, L.
R., Pavlish, C., & Kopple, J. D.
Kesimpulan (2011). The End-Stage Renal
Self-effiacy training dapat Disease Adherence Questionnaire
diaplikasikan oleh perawat sebagai (ESRDAQ): Testing The
tindakan mandiri keperawatan. tindakan Psychometric Properties in Patients
ini mampu meningkatkan kepatuhan Receiving In-Center Hemodialysis,
pasien dalam menjalani program 37(4), 377–393.
pengobatan hemodialisis. Selain itu, Kugler, C., Maeding, I., & Russell, C. L.
tindakan ini dapat meningkatkan kondisi (2011). Non-adherence in patients
klinis dan laboratorium pasien selama on chronic hemodialysis : an
menjalani hemodialisa. Peningkatan international comparison study,
kondisi klinis dan laboratorium pasien 24(13), 366–375.
210 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy

http://doi.org/10.5301/JN.2010.582 Rahimi, F., Gharib, A., Beyramijam, M.,


3 & Naseri, O. (2014). Effect of self-
Mistiaen, P. (2001). Thirsty Interdialytic care education on self efficacy in
Weight Gain and Thirst- patients undergoing hemodialysis.
Interventions in Hemodialysis Life Science Journal, 11(13), 136–
Patients: A Literature Review, 140.
28(6). Registry, I. R. (2014). 7 th Report Of
Moattari, M., Ebrahimi, M., Sharifi, N., Indonesian Renal Registry 2014.
& Rouzbeh, J. (2012). The effect of Retno, D., & Sulistyaningsih. (2012).
empowerment on the self-efficacy , Efektivitas Training Efikasi Diri
quality of life and clinical and Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
laboratory indicators of patients dalam Meningkatkan Kepatuhan
treated with hemodialysis : a Terhadap Intake Cairan. Majalah
randomized controlled trial. Health Ilmiah Sultan Agung, L, 23–36.
and Quality of Life Outcomes, 1– Suwitra, K. (2015). Buku Ajar Ilmu
11. Penyakit Dalam (6th ed.). Jakarta:
Modanloo, S., Dehghankar, L., Interna Publishing.
Zolfaghari, M., & Ghiyasvand, A. Tsay, S. (2003). Self-efficacy training
M. (2015). The Effects of Training for patients with end-stage renal
and Follow-up via Text Messaging disease. Journal of Advanced
on Weight Control in Hemodialysis Nursing, 43 (4)(Issues and
Patients. Journal of Applied innovations in nursing practice),
Environmental and Biological 370–375.
Sciences, 5(6), 287–292.

211 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIEN PASCA OPEN REDUCTION


INTERNAL FIXATION (ORIF) EKSTREMITAS BAWAH

Sulistiyaningsih1,
Chandra Bagus Ropyanto2 (korespondensi : chandra.ropyanto@gmail.com)
1
Mahasiswa Departemen Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
2
Dosen Departemen Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Abstrak
Individu yang menjalani ORIF sering kali mengalami masalah baik pada fisik, psikologis,
hubungan sosial maupun hubungan dengan lingkungannya. Masalah tersebut nantinya
dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kualitas hidup yang buruk dapat menyebabkan
tingkat isolasi sosial yang tinggi dan distress emosional, yang juga berhubungan dengan
rendahnya fungsi fisik dan adanya ketidakmampuan secara fisik. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien pasca ORIF ekstremitas bawah di Poli
Orthopedi RS Orthopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta. Desain penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan survei yang menggunakan kuesioner untuk mengukur
kualitas hidup. Teknik sampling yang digunakan yaitu consecutive sampling dengan
jumlah responden sebanyak 40 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
hidup pasien pasca ORIF ekstremitas bawah yang berada dalam kategori baik sebanyak
52,5%. Kualitas hidup pasien berdasarkan dimensinya yang berada dalam kategori baik
yaitu sebesar 52,5% pada dimensi fisik, 65% pada dimensi psikologis, 75% pada dimensi
lingkungan dan 52,5% pada dimensi lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kualitas hidup pasien pasca ORIF berada dalam
kategori baik. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi profesi
keperawatan untuk lebih memperhatikan kualitas hidup pasien pasca ORIF utamanya
dalam beberapa aspek pada dimensi fisik untuk menunjang proses keperawatan yang
lebih baik.

Kata kunci: Kualitas Hidup, ORIF, Fraktur Ekstremitas Bawah

Penanganan fraktur pada mobilisasi dengam segera. Namun,


ekstremitas dapat dilakukan dengan dalam proses rehabilitasi pasien pasca
berbagai cara, baik itu secara konservatif fraktur juga akan menimbulkan
dan operasi. Cara penanganan fraktur permasalahan (Makmuri & Ridwan,
dilakukan sesuai dengan tingkat 2007). Permasalahan yang dialami
keparahan fraktur dan sikap mental pasien pasca fraktur diantaranya yaitu
pasien (Makmuri & Ridwan,2007). keterbatasan dalam melaksanakan
Open Reduction and Internal Fixation aktivitas sehari- hari yang dapat
(ORIF) di indikasikan untuk fraktur menyebabkan pasien kehilangan
dengan tidak terjadi keselarasan setelah kemandiriannya di dalam kehidupannya.
reduksi tertutup dan imobilisasi, Permasalahan pada pasien pasca
ketidakselarasan ekstremitas bawah, dan fraktur tersebut akan menyebabkan
ketidakcocokan artikular (Weinstein & permasalahan pada kualitas hidupnya.
Joseph,2005). Kualitas hidup sendiri merupakan
Tindakan ORIF pada pasien pasca persepsi individu mengenai posisi
fraktur akan menciptakan reposisi serta individu dalam hidup dalam konteks
fiksasi yang sempurna sehingga pada budaya dan sistem nilai dimana individu
pasien pasca ORIF dapat melakukan hidup dan hubungannya dengan tujuan,

211 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF

harapan, standar yang ditetapkan, dan Ridwan, 2007). Hamdani menyebutkan


perhatian seseorang (Fitriana & Tri, bahwa 7 dari 31 pasien pasca ORIF
2012). Semakin rendah kualitas hidup ekstremitas bawah mengalami gambaran
seseorang berhubungan dengan tingkat diri yang negatif (Hamdani, 2016).
isolasi sosial yang tinggi dan distress Dimensi hubungan sosial
emosional, yang juga berhubungan menyangkup relasi personal, dukungan
dengan rendahnya fungsi fisik dan sosial, aktivitas seksual (Fitriana & Tri,
adanya ketidakmampuan secara fisik. 2012). Pada pasien yang menjalani ORIF
Hal tersebut menyebabkan mungkin akan mengalami permasalahan
dibutuhkannya perawatan kesehatan dan pada interaksi sosial dengan masyarakat
sosial yang lebih tinggi.(Pradana,2013). sekitar. Penelitian Prasetyo tahun 2014
Kualitas hidup mencangkup 4 dimensi menunjukan 4 dari 7 orang partisipan
yaitu dimensi kesehatan fisik, dimensi yang memiliki ketidakefektifan
kesejahteraan psikologis, dimensi performa peran akibat kehilangan peran
hubungan sosial dan dimensi hubungan dalam keluarga, pekerjaan, dan
dengan lingkungan (Fitriana & Tri, masyarakat setelah menjalani
2012) pembedahan ortopedi. Selain itu,
Dimensi fisik pada kualitas hidup hambatan interaksi sosial disampaikan
pasien meliputi aktivitas sehari- hari, oleh semua partisipan yaitu sebanyak 7
ketergantungan pada obat- obatan, orang (Prasetyo, 2014).
energy dan kelelahan, mobilitas, sakit Dimensi hubungan dengan
dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat lingkungan hidup pada kualitas hidup
serta kapasitas kerja (Fitriana & Tri, seseorang meliputi sumber finansial,
2012). Pada pasien pasca ORIF sering kebebasan keamanan dan keselamatan
kali mengalami perubahan pada ukuran, fisik dan keamanan, lingkungan rumah,
bentuk dan fungsi tubuh yang dapat sumber keuangan, kesehatan dan
merubah sistem tubuh, keterbatasan kepedulian sosial, peluang untuk
gerak, kegiatan, dan penampilan yang memperoleh keterampilan dan informasi
nantinya juga dapat mengganggu baru, keikutsertaan dan peluang untuk
aktivitas sehari- hari (Makmuri & berekreasi, aktivitas dilingkungan,
Ridwan, 2007). Nyeri juga menjadi transportasi. (Fitriana & Tri, 2012)
masalah pada pasien yang menjalani Pasien pasca ORIF sering kali tidak
ORIF (Syaiful & Sigit, 2014). Selain itu, dapat menjalani rekreasi, tidak mampu
pasien pasca ORIF juga dapat bekerja dengan baik, berolahraga, dan
mengalami kelelahan sistem belajar dengan baik. Hal tersebut
musculoskeletal yang dapat diakibatkan karena kecemasan serta
mengakibatkan penurunan kapasitas stress akan perubahan pada tubuhnya.
fisik dalam pemenuhan aktivitas dan (Makmuri & Ridwan, 2007).
latihan (ADL) (Ropyanto, 2013). Berdasarkan uraian tersebut,
Dimensi psikologis meliputi maka perlu dilakukan penelitian terkait
perasaan negatif, perasaan positif, kualitas hidup pada pasien pasca ORIF.
spiritual, cara berfikir, belajar, memori Tujuan umum dari penelitian ini adalah
dan konsentrasi (Fitriana & Tri, 2012). mendeskripsikan gambaran kualitas
Masalah kesejahteraan psikologis yang hidup pada pasien pasca ORIF
sering kali dialami oleh pasien pasca ekstremitas bawah.
ORIF diantaranya adalah perubahan
gambaran diri, identitas diri, ideal diri, Metode
dan harga diri serta stress karena Jenis rancangan dalam penelitian
kecemasan akan mengalami perubahan ini adalah penelitian kuantitatif dengan
gaya hidup yang permanen (Makmuri & desain penelitian kuantitatif deskriptif.

212 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF

Populasi dalam penelitian ini adalah No Karakteristik Frekuensi Presentase(%)


(f)
pasien pasca Open Reduction Internal 3 Status
Fixation (ORIF) yang melakukan pendidikan
medical check up di Poli Orthopedi. Tidak tamat 0 0
SD 5 12,5
Teknik sampling yang digunakan SMP 6 15,0
consecutive sampling dengan jumlah SMA 23 57,5
sampel 40 responden yang memenuhi Diploma/ 6 15,0
Sarjana
kriteria inklusi dan kriteria. Instrument 4 Status
yang digunakan dalam penelitian ini pernikahan
yaitu kuesioner WHO- QOL yang menikah 19 47,5
belum 21 52,5
digunakan untuk mengukur kualitas menikah
hidup pada pasien pasca ORIF yang duda/ janda 0 0
menjalani rawat jalan. Uji validitas dan 5 Status
reabilitas telah di lakukan pada pekerjaan
PNS 4 10,0
kuesioner ini, dan didapatkan nilai TNI/ Polri 2 5,0
korelasi validitas berkisar 0,556- 0,961 Wiraswasta 12 30,0
dan nilai Cronbach’s Alpha 0,94. Pedagang 0 0
Petani 4 10,0
Analisa data dalam penelitian ini Buruh 1 2,5
menggunakan analisis univariat. Lainnya 10 25
Tidak bekerja 7 17,5
6 Lama pasca
Hasil Penelitian ORIF
Karakteristik Responden <2 bulan 18 45,0
2-3 bulan 9 22,5
Tabel 1 menunjukkan bahwa 3-4 bulan 3 7,5
mayoritas responden berjenis kelamin >5 bulan 10 25,0
laki- laki yaitu sebanyak 32 responden 7 Jenis fraktur
(80%). Berdasarkan usianya, responden Femur 21 52,5
Tibia fibula 19 47,5
yang berada dalam kategori dewasa awal
memiliki jumlah tertinggi yaitu
sebanyak 27 responden (67,5%). Kualitas hidup
Sebagian besar responden berpendidikan Tabel 2 menunjukkan bahwa
terakhir SMA sebanyak 23 responden kualitas hidup pasien pasca ORIF
(57,5%) dan belum menikah sebanyak ekstremitas bawah sebagian besar berada
21 responden (52,5%). Responden yang dalam kategori baik sebanyak 21
bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 12 responden (52,5%).
responden (30%). Responden yang
melakukan pembedahan ORIF kurang Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup
Responden
dari 2 bulan sebanyak 18 responden
Kualitas hidup Frekuensi Presentase(%)
(45%). Sebagian besar responden (f)
dengan jenis fraktur femur sebanyak 21 Baik 21 52,5
responden (52,5%). Buruk 19 47,5
Total 40 100
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Kualitas Hidup Berdasarkan
No Karakteristik Frekuensi Presentase(%)
(f) Dimensinya
1 Jenis kelamin Tabel 3 menunjukkan kualitas
Laki- laki 32 80 hidup pasien pasca ORIF ekstremitas
Perempuan 8 20
2 Usia bawah berdasarkan dimensi fisik
18-40 tahun 27 67,5 sebagian besar berada dalam kategori
41-60 tahun 13 32,5 baik sebanyak 21 responden (52,5%).
Kualitas hidup pasien pasca ORIF

213 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF

ekstremitas bawah berdasarkan dimensi Kualitas hidup terbagi menjadi 4


psikologis dan dimensi sosial tertinggi dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis,
berada dalam kategori baik sebanyak 26 sosial dan lingkungan. Berdasarkan
responden (65%) dan 30 responden dimensi fisik, kapasitas kerja dan
(75%). Kualitas hidup pasien pasca kemampuan melakukan aktivitas sehari-
ORIF ekstremitas bawah berdasarkan hari merupakan masalah yang paling
dimensi lingkungan sebagian besar sering dialami oleh pasien pasca ORIF.
berada dalam kategori baik sebanyak 21 Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
responden (52,5%). Nunggraheni yang menyebutkan bahwa
pasien pasca fraktur memiliki masalah
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup dalam bekerja dan aktivitas
Responden
kesehariannya (Nunggraheni,2009).
No Kualitas hidup Frekue (%)
nsi (f) Permasalahan yang tejadi saat bekerja
1 Dimensi fisik dan aktivitas fisik merupakan akibat
Baik 21 52,5 keterbatasan fisik, emosi dan kelelahan
Buruk 19 47,5 (Pradana,2013). Permasalahan dalam
2 Dimensi psikologis kapasitas kerja pada pasien fraktur
Baik 26 65
Buruk 14 35 tersebut juga disebabkan oleh lamanya
3 Dimensi sosial proses rehabilitas atau penyembuhan
Baik 30 75 pada pasien fraktur (Maysaroh, 2015).
Buruk 10 25 Nyeri juga cukup berkonstribusi
4 Dimensi lingkungan terhadap aktivitas pada pasien pasca
Baik 21 52,5
Buruk 19 47,5 bedah. Selain itu juga di akibatkan
adanya gangguan mobilisasi pada pasien
Pembahasan pasca ORIF. Menurut hasil penelitian
Kualitas hidup merupakan Maysaroh menyebutkan bahwa individu
persepsi individu mengenai posisi yang mengalami fraktur ekstremitas
individu dalam hidup dalam konteks bawah memiliki gangguan mobilisasi
budaya dan sistem nilai dimana individu yang lebih besar di bandingkan dengan
hidup dan hubungannya dengan tujuan, individu yang mengalami fraktur pada
harapan, standar yang ditetapkan, dan ekstremitas atas (Maysaroh, 2015).
perhatian seseorang (Makmuri Dimensi psikologis kualitas hidup
&Ridwan,2007). Hasil penelitian yang masih banyak mengalami masalah
menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu masih banyaknya individu yang
responden memiliki kualitas hidup yang kurang mampu berkonsentrasi dengan
baik yaitu sebanyak 52,5%. Hal tersebut baik. Konsentrasi yang buruk akan
menunjukkan bahwa masih banyak membuat seseorang sulit mencapai suatu
responden yang memiliki kualitas hidup keberhasilan dalam bekerja (Julianto,
yang kurang baik. Kualitas hidup yang 2014). Kesulitan dalam berkonsentrasi
kurang baik dapat menimbulkan tersebut dapat diakibatkan karena
berbagai dampak. Kualitas hidup yang adanya ketegangan atau kecemasan
kurang baik dapat menyebabkan (Julianto, 2014). Kecemasan pada pasien
masalah pada fisik berupa pasca ORIF dapat disebakan oleh gejala-
ketidakmampuan fungsi fisik. Masalah gejala yang muncul setelah
psikologis yang muncul akibat kualitas dilakukannya pembedahan diantaranya
yang kurang baik yaitu distress yaitu nyeri dan gangguan mobilisasi
emosional. Tingginya isolasi sosial juga serta menurunnya kemandirian dan
merupakan masalah yang dapat muncul otonomi dalam melakukan aktivitas
akibat kualitas hidup yang kurang baik sehari- hari (Maysaroh, 2014). Namun,
(Pradana,2013). pada aspek psikologis ditemukan cukup

214 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF

banyak responden yang mengatakan keterampilan dan informasi baru,


tidak pernah memiliki perasaan negatif keikutsertaan dan peluang untuk
seperti cemas, putus asa dan depresi. berekreasi, aktivitas dilingkungan,
Rendahnya angka yang menunjukkan transportasi (WHO,2005). Lingkungan
bahwa responden mengalami perasaan yang baik dan sehat dapat meningkatkan
negatif seperti cemas, depresi dan putus kualitas hidup individu (Kosim, 2015).
asa juga dapat diakibatkan oleh Hal ini didukung oleh Soemarwoto
rendahnya tingkat nyeri dan tingginya menyebutkan bahwa kualitas hidup yang
dukungan sosial. Hasil penelitian baik hanyalah mungkin dalam kualitas
Syahputra menjelaskan bahwa terdapat lingkungan yang baik dan serasi
hubungan yang bermakna antara nyeri (Siahaan, 2004). Kesempatan untuk
dan tingkat kecemasan pada pasien pasca melakukan rekreasi merupakan faktor
fraktur (Syahputra, 2013). yang paling berpengaruh tingginya
Dimensi sosial dari kualitas hidup angka responden yang memiliki kualitas
dipengaruhi oleh hubungan personal hidup kurang baik. Berdasarkan hasil
individu, aktivitas sosial dan hubungan penelitian menunjukkan bahwa
sosialnya. Aktivitas seksual merupakan kesempatan untuk melakukan rekreasi
faktor yang menyebabkan masih memiliki nilai terendah dari semua
banyaknya responden yang memiliki pernyataan terkait kualitas hidup dari
kualitas hidup kurang baik. Aktivitas dimensi lingkungan. Rekreasi tidak
seksual sendiri merupakan bagian dapat di lakukan karena berbagai
integral yang tidak dapat dipisahkan dari dampak akibat tindakan pembedahan
kehidupan manusia. Pasien pasca ORIF ORIF. Makmuri menyatakan, pasien
dapat mengalami masalah aktivitas pasca ORIF sering kali tidak dapat
seksual kemungkinan diakibatkan menjalani rekreasi. Hal tersebut
adanya masalah pada fisik dan diakibatkan karena kecemasan serta
psikologisnya. Individu sering kali stress akan perubahan pada tubuhnya
mengalami ketidakmampuan melakukan (Makmuri & Ridwan,2007).
aktivitas seksual yang dapat disebabkan
oleh malfungsi pada organ tubuh Kesimpulan dan Saran
maupun kelemahan. Gangguan pada Gambaran kualitas hidup pasien
fisik juga memungkinkan individu pasca ORIF ekstremitas bawah di Poli
mengalami gangguan pada aktivitas Orthopedi RS Orthopedi Prof Dr R
seksualnya (Ridwan,2013). Hal tersebut Soeharso sebagian besar berada dalam
sesuai dengan pernyataan Djeno yang kategori baik. Kualitas hidup pasien
mengungkapkan bahwa pada pasien berdasarkan dimensi- dimensi nya
yang mengalami masalah fisik dan sebagian besar berada dalam kategori
psikologis yang terganggu dapat baik.
mempengaruhi aktivitas seksual Saran bagi perawat yaitu
individu (Djeno,2005). Aktivitas seksual hendaknya perawat lebih
yang baik, dapat meningkatkan memperhatikan kualitas hidup pasien
keharmonisan dalam suatu keluarga pasca ORIF sehingga dapat membantu
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). meningkatkan kualitas hidup pasien
Dimensi lingkungan pada kualitas untuk menunjang proses keperawatan
hidup di pengaruhi oleh sumber yang lebih baik, utamanya yaitu pada
finansial, kebebasan keamanan dan beberapa aspek dimensi fisik seperti
keselamatan fisik dan keamanan, mengajarkan terapi aktivitas dan
lingkungan rumah, sumber keuangan, management nyeri.
kesehatan dan kepedulian sosial,
peluang untuk memperoleh

215 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF

Daftar Pustaka Nugraheni, D.H., Widyawati, &


Djeno, S. (2005). Perubahan Perilaku Christantie, E. (2009). Kualitas
Seksual pada Pria Pasca Stroke. Hidup Pasien Post Fraktur Pasca
Tesis Universitas Diponegoro Gempa di Kecamatan Jetis Bantul
Fitriana, N.A. & Tri, K.A. (2012). Yogyakarta. JIK.Vol 4 (1): 1-11
Kualitas Hidup pada Penderita Pradana, I.P.W., Siluh, N.A.N., &
Kanker Serviks yang Menjalani Wayan, S. (2013). Hubungan
Pengobatan Radioterapi. Jurnal Kualitas Hidup dengan Kebutuhan
Psikologi Klinis dan Kesehatan Perawatan Paliatif Pada Pasien
Mental. Vol 1 No 2: 123- 129 Kanker di RSUP Sanglah
Hamdani, R.N. (2016). Hubungan Denpasar. Universitas Udayana
Gambaran Diri dengan Prasetyo, B. (2014). Kesiapan
Perawatan Diri pada Pasien Peningkatan Koping Pasien
Pasca Operasi Fraktur Fraktur dengan Perubahan Harga
Ekstremitas dengan Open Diri dan Performa Peran di RSO
Reduction Internal Fixation Prof Dr R Soeharso Surakarta.
(ORIF) di Bangsal Melati RSUD Majapahit Hospital. Vol 6 No 2:
Panembahan Senopati Bantul. 20-28
Diakses di www.journal Ridwan, W. (2013). Persepsi Penderita
respati.ac.id pada tanggal 3 Stroke yang Mengalami Kecacatan
Oktober 2016 Terhadap Aktivitas Seksual.
Julianto, V. (2014). Pengaruh Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan.
Mendengarkan Murrotal Al Quran Vol 3: 180-184
Terhadap Kemampuan Ropyanto, C.B., Sitorus, R., & Eryando,
Berkonsentrasi. Jurnal Ilmiah T. (2013). Analisis Faktor- Faktor
Psikologi. Vol 1 no 2: 120-129 yang Berhubungan dengan Status
Kosim, N. (2015). Faktor yang Fungsional Pasca Open Reduction
Mempengaruhi Kualitas Hidup Internal Fixation (ORIF) Fraktur
Penduduk di Desa Sentul Ekstremitas. Jurnal Keperawatan
Kecamatan Sumbersuko Medikal Bedah. Vol 1 No 2: 81-90
Kabupaten Lumajang. Universitas Siahaan, N.H.T. (2004). Hukum
Jember. Diakses di Lingkungan dan Ekonomi
www.respiratory.unej.ac.id pada Pembangunan. Jakarta: Erlangga
tanggal 16 Oktober 2016 Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (2005).
Makmuri, H. & Ridwan, K. (2007). The Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
Correlation Between Education EGC
Levels Toward Anxiety Levels of Syahputra, H. (2013). Hubungan
Fracture Femur Pre Operated Tingkat Nyeri dengan Tingkat
Patient At Prof. Dr. Margono Kecemasan pada Pasien Fraktur
Soekarjo Hospital of Purwokerto. Tulang Panjang di RSUD Arifin
Jurnal Ilmiah Kesehatan Achmad Pekanbaru. Universitas
Keperawatan. Vol 3 No 2: 108- Riau
115 Syaiful, Y. & Sigit, H.R. (2014).
Maysaroh, S.G., Urip, R., & Siti, Y.R. Efektifitas Relaksasi Nafas Dalam
(2015). Tingkat Kecemasan Pasien dan Distraksi Baca Menurunkan
Post Operasi yang Mengalami Nyeri Pasca Operasi Pasien
Fraktur Ekstremitas. Jurnal Fraktur Femur. Jurnal of Ners
Keperawatan Padjajaran. Vol 3 Community. Vol 5 No 2:101- 108
No 2: 77-87 Weinstein, S.L. & Joseph, A.B. (2005).
Turek’s Orthopaedics: Principles

216 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF

and Their Application, 6th Edition. http://depts.washington.edu/seaqo


Philadelphia : Lippinscott l/docs/WHOQOL_Info.pdf
Williams & Wilkins (Accessed 16 March 2016).
World Health Organization. (2005).
Introducing The WHOQOL
Instrument. WHO. Available
from:

217 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung

GAMBARAN SELF CARE PADA PASIEN GAGAL JANTUNG

Nurul Widowati1 (korespondensi : nurohanisunoko@gmail.com),


Yuni Dwi Hastuti2 (korespondensi : yuni.dh@fk.undip.ac.id)
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro
2
Staf Pengajar Departemen Ilmu Keperawatan,Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro

Abstrak

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. Salah satu masalah yang dihadapi oleh pasien gagal jantung
adalah kemungkinan terjadinya rehospitalisasi. Self care menjadi salah satu intervensi
keperawatan yang dapat mencegah rehospitalisasi pada pasien gagal jantung. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self care pada pasien gagal jantung di
Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
survey menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini
dilakukan di Poliklinik Jantung dan Poliklinik Penyakit Dalam pada 111 pasien gagal
jantung. Data diambil menggunakan kuesioner Self Care Heart Failure Index (SCHFI)
dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
mayoritas responden adalah perempuan (51,35 %), berusia 46-65 tahun (65,77 %),
memiliki tingkat pendidikan SMA (34,23 %), dan memiliki riwayat rehospitalisasi
sebanyak 1-5 kali (89,19 %). Semua responden memiliki penyakit penyerta SKA.
Sementara itu, 42,34 % responden telah didiagnosa gagal jantung selama 2-6 tahun, 43,24
% responden berada di kelas II NYHA dan lebih dari setengah responden memiliki
perilaku self care yang baik (52,25 %). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan
sebagian besar responden memiliki perilaku self care yang baik. Berdasarkan hasil
penelitian ini, petugas kesehatan direkomendasikan untuk saling berkolaborasi aktif
bersama pasien gagal jantung dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan
mendukung pelaksanaan self care.
Kata kunci : Gagal jantung, Self care, SCHFI
Gagal jantung merupakan Prevalensi penderita penyakit gagal
masalah kesehatan utama di negara maju jantung di Jawa Tengah berdasarkan
maupun negara berkembang. Penyakit diagnosis dokter sebesar 0,18%. Jawa
ini menjadi penyebab nomor satu Tengah merupakan provinsi dengan
kematian di dunia setiap tahunnya. estimasi jumlah penderita penyakit gagal
Menurut Center of Disease Control, jantung terbanyak ketiga di Indonesia
pada tahun 2013 di Amerika ada sekitar (Pusat Data dan Informasi Kementerian
5,1 juta orang menderita gagal jantung. Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Sekitar 50% dari penderita gagal jantung Salah satu masalah yang dihadapi oleh
meninggal setelah terdiagnosis selama 5 pasien gagal jantung adalah
tahun (Department of Health and Human kemungkinan rehospitalisasi. Pada tahun
Service USA, 2013). Sedangkan di 2011, di Amerika ada sekitar 3,3 juta
Indonesia, data Riskesdas 2013 orang dewasa mengalami rehospitalisasi
menyebutkan prevalensi penderita kurang dari satu bulan setelah
penyakit gagal jantung berdasarkan discharging dan penyebab terbanyak
diagnosis dokter sebesar 0,13%. rehospitalisasi ini adalah gagal jantung

218 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung

kongestif (Hines, 2011). Di Indonesia, Berdasarkan hasil studi


kejadian rehospitalisasi pasien gagal pendahuluan di RSUD dr. Moewardi
jantung di beberapa rumah sakit daerah Surakarta prevalensi pasien gagal
Yogyakarta didapatkan prevalensi jantung yang rawat jalan di Poliklinik
pasien gagal jantung kongestif yang selama tahun pada tahun 2015 sebesar
menjalani rehospitalisasi dalam satu 1587 orang, dan pada tahun 2016 hingga
tahun sebesar 52.21%, sementara yang bulan Maret terhitung sebesar 421 orang.
direhospitalisasi lebih dari satu kali Berdasarkan wawancara dengan perawat
dalam satu tahun sebesar 44.79% (Majid, saat studi pendahuluan didapatkan data
2010). bahwa kebanyakan pasien gagal jantung
Salah satu intervensi adalah pasien yang telah lama
keperawatan yang efektif untuk didiagnosa gagal jantung dan memiliki
menurunkan angka rehospitalisasi pasien riwayat rehospitalisasi. Hasil studi
gagal jantung adalah dengan self care. pendahuluan dan literatur yang
Self care menurut grand theory Orem didapatkan menunjukkan tingginya
adalah suatu yang dipelajari, kegiatan angka rehospitalisasi pada pasien gagal
yang bertujuan membantu diri untuk jantung sehingga peneliti merasa perlu
mengelola kehidupan yang diinginkan, meneliti gambaran self care pada pasien
kesehatan, perkembangan, dan gagal jantung di Instalasi Rawat Jalan
kesejahteraan. Tujuan teori ini adalah RSUD dr. Moewardi Surakarta.
untuk membantu klien merawat dirinya
sendiri (Potter dan Perry, 2010). Metode
Sedangkan self care pada pasien gagal Desain penelitian ini adalah
jantung didefinisikan sebagai proses kuantitatif observasional dengan metode
pembuatan keputusan secara natural deskriptif survey. Teknik pengambilan
yang berdampak pada kegiatan sampel yang digunakan adalah
mempertahankan stabilitas fisiologis, purposive sampling. Responden
memfasilitasi persepsi gejala, dan berjumlah 111 orang dengan kriteria
memanajemen secara langsung gejala inklusi telah didiagnosa gagal jantung
tersebut. Self care pada pasien gagal minimal satu bulan yang lalu, bersedia
jantung terbagi menjadi tiga dimensi menjadi responden dan kooperatif.
yaitu, self care maintenance, self care Kriteria eksklusinya adalah pasien gagal
management, dan self care confidence jantung dengan gangguan kognitif.
(Riegel, 2009). Sampel diambil di Poliklinik Jantung
Intervensi self care terbukti dan Poliklinik Penyakit Dalam pada
berhubungan dengan kejadian tanggal 28 Juli 2016 - 5 Agustus 2016.
rehospitalisasi pasien gagal jantung. Instrumen penelitian menggunakan
Efek intervensi self care pada pasien kuesioner demografi (usia, jenis
gagal jantung mampu menurunkan kelamin, tingkat pendidikan, frekuensi
penyebab rehospitalisasi karena gagal rehospitalisasi, penyakit penyerta,
jantung sebesar 95% (Jovicic, 2006). klasifikasi NYHA, dan lama menderita
Selain itu, pada meta analisis pengaruh gagal jantung) dan kuesioner Self Care
intervensi self management pada pasien Heart Failure Index (SCHFI) berjumlah
gagal jantung juga menghasilkan 20 item pertanyaan dengan skala Likert.
kesimpulan intervensi self management Analisa data menggunakan analisa
menurunkan resiko rawat inap karena univariat.
gagal jantung dan menimbulkan sedikit
peningkatan pada kualitas hidup sebesar
95% (Jonkman, 2016).

219 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung

Hasil mendukung perilaku self care pasien


Hasil penelitian tentang Self (Riegel, 2009).
Care responden berdasarkan Menurut Riegel, pasien gagal
karakteristik responden tersaji pada tabel jantung laki-laki memiliki self care lebih
1 dimana Self Care kategori baik baik daripada perempuan. Perbedaan ini
sebagian besar dimiliki oleh responden dipengaruhi oleh perbedaan keyakinan
dengan usia 46-65 tahun, berjenis perawatan diri, suasana hati dan
kelamin perempuan,berpendidikan dukungan sosial (Riegel, 2010). Selain
SMA, memilkiki riwayat SKA, dan itu, menurut penelitian Seongkum, jenis
memiliki klasifikasi gagal jantung kelamin laki-laki memiliki kemapuan
NYHA II. kontrol dan pengetahuan yang baik jika
Tabel 2 menunjukkan bahwa dihubungkan dengan self care, di sisi
rata-rata responden memiliki riwayat lain, self care confidence perempuan
rehospitalisasi 3 kali, paling banyak lebih baik namun status fungsionalnya
sebanyak 20 kali. Sementara lama lebih buruk jika dihubungkan dengan
menderita gagal jantung rata-rata adalah self care (Seongkum, 2008). Kedua hasil
5 bulan dan paling lama adalah 23 bulan. tersebut tidak sesuai dengan hasil
Self care pada pasien gagal jantung lebih penelitian ini karena mayoritas pasien
dari separuh dalam kategori baik yaitu gagal jantung perempuan memiliki self
sebesar 52,24% sepeerti tersaji pada care secara keseluruhan yang lebih baik
table 3 daripada pasien laki-laki.
Tingkat pendidikan yang
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Self Care pada semakin tinggi mampu mendukung
Pasien Gagal Jantung perilaku self care lebih baik karena dapat
Kategori Perilaku F (%)
menghindari miskonsepsi ketika
Self care baik 58 (52,24 %)
Self care kurang 53 (47,75 %) diberikan pendidikan kesehatan oleh
Total 111 (100 %) paramedis. Namun keterbatasan self care
akan tampak ketika pasien mengalami
Pembahasan hilang ingatan atau pelupa meskipun
Karakteristik Responden telah memiliki tingkat pendidikan yang
Berdasarkan hasil penelitian Liu tinggi (Siabani, 2013).
tahun 2014 menyebutkan pasien gagal . Berdasarkan hasil penelitian ini
jantung yang lebih tua memiliki self care penyakit penyerta yang menghambat
yang kurang dibanding usia muda (Liu, praktik self care secara nyata adalah
2014). Hasil penelitian ini tidak sejalan DM, CKD, dan stroke. DM dan CKD
karena sebagian besar responden berusia menghambat pasien memenuhi instruksi
dewasa menengah hingga akhir memiliki diet garam natrium dan diet cairan.
self care yang baik. Faktor yang Sedangkan pada stroke pasien
mempengaruhi perbedaan ini salah mengalami kesulitan melakukan
satunya merupakan dukungan keluarga aktivitas latihan fisik kardio karena
karena sebagian besar responden dalam keterbatasan neuromuscular, namun
rentang usia dewasa akhir ini datang beruntungnya pasien gagal jantung
memeriksakan diri didampingi oleh dengan penyakit penyerta stroke ini
keluarga, sehingga dinilai hubungan dibantu care giver dalam aktivitasnya.
sosial dengan keluarga termasuk baik. Menurut Riegel, DM dan CKD membuat
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pasien gagal jantung dengan komorbid
yang dilakukan oleh Riegel pada tahun kebingungan menentukan sumber
2009 yang menyatakan bahwa dukungan kekambuhan dari ginjal atau jantungnya
keluarga menjadi faktor yang yang kembali bermasalah dan

220 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung

kebingungan terkait dietnya (Riegel, orang (66,67%) diantaranya memiliki


2010). self care yang baik.
. Berdasarkan hasil penelitian ini, Pasien lama gagal jantung di
tingkat keparahan gagal jantung RSUD dr. Moewardi telah mendapatkan
berdasarkan klasifikasi NYHA pendidikan kesehatan dan penjelasan
dihubungkan dengan status fungsional dari dokter saat kontrol rutin. Selain itu,
pasien. Pada kelas rendah responden terdapat dokter residen yang
masih dapat memenuhi kebutuhan memberikan pendidikan kesehatan di
perawatan dirinya secara mandiri dan Poliklinik. Dukungan edukasi dan
dengan kesdaran yang baik. Mereka pengalaman menderita gagal jantung
memiliki penerimaan perubahan menurut Riegel membuat pasien gagal
kesehatan yang baik. Menurut Scotto, jantung akan merubah kebiasaan dan
penerimaan pasien gagal jantung pola hidupnya. Self care telah menjadi
tehadap penyakitnya dan mulai kebiasaan bagi mereka sehingga praktik
beradaptasi dengan pola hidup yang baru self care mereka menjadi baik (Riegel,
mendukung terciptanya kepatuhan 2010).
perilaku self care (Scotto, 2005).
Frekuensi rehospitalisasi Self care pada pasien gagal jantung
disajikan menggunakan data numerik Tabel 3 menunjukkan bahwa
dan perhitungan tendensi sentral sebagian besar responden memiliki skor
sehingga tidak memiliki pengkategorian self care pada pasien gagal jantung yang
tertentu dan tidak dapat di baik sebanyak 58 orang (52,25%). Self
crosstabulating dengan variabel self care dapat dipengaruhi oleh beberapa
care. Kekambuhan yang dialami faktor yang meliputi faktor pendukung
responden adalah serangan akut berupa dan faktor penghambat. Faktor
sesak nafas karena belum terbiasa pendukung berupa tingkat pendidikan
dengan batasan aktivitasnya. Mereka yang tinggi, pengetahuan tentang
membutuhkan bantuan O2 segera untuk kesehatan, dukungan sosial keluarga,
memperbaiki kegawatan respirasi yang jenis kelamin laki-laki, berpengalaman
terjadi. Dalam self care untuk gagal menjadi penderita gagal jantung,
jantung juga terdapat item kepatuhan spiritualitas yang baik, dan adanya
melakukan aktivitas/olahraga minimal asuransi kesehatan. Sedangkan faktor
30 menit yang mendukung pasien penghambat self care antara lain usia
menghindari resiko rehospitalisasi. lansia, gangguan tidur, tidak mampu
Menurut Widagdo, frekuensi menerima perubahan kondisi kesehatan
rehospitalisasi berhubungan dengan dan depresi, komorbid, tidak adanya atau
kecukupan aktivitas dan istirahat. Jika jauhnya fasilitas kesehatan yang
aktivitas dan istirahat kurang dapat memadai (Siabani, 2013 dan Riegel,
menyebabkan pasien gagal jantung 2009). Self care yang tepat dapat
beresiko lebih tinggi mengalami rawat mencegah tingginya angka hospitalisasi
inap ulang (Widagdo, 2010). dan mortalitas pasien gagal jantung.
Lama menderita gagal jantung Selain itu, self care yang tepat juga
disajikan menggunakan data numerik menghindari rehospitalisasi dan
dan perhitungan tendensi sentral penurunan kualitas hidup pada pasien
sehingga tidak memiliki pengkategorian gagal jantung (Levy, 2002).
tertentu dan tidak dapat di
crosstabulating dengan variabel self Kesimpulan dan Saran
care. Tabel 2 menunjukkan bahwa Self care pada pasien gagal
mayoritas responden telah 2 tahun jantung di Instalasi Rawat Jalan RSUD
menderita gagal jantung, sebanyak 10 dr. Moewardi Surakarta berada pada

221 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung

kategori baik. Terdapat dua hal yang Jovicic, A., Leduc, M.H., Jayna, M.H.,
perlu ditingkatkan yaitu peran petugas dan Straus, S.E. (2006). Effects of
kesehatan dan media edukasi di rumah Self-Management Intervention nn
sakit. Diharapkan petugas kesehatan Health Outcomes of Patients with
seperti dokter, perawat, ahli gizi, dan Heart Failure : A Systematic Review
apoteker lebih aktif berkolaborasi of Randomize Controlled Trials.
mendukung peningkatan pengetahuan BMC Cardiovascular Disorders 2,
dan keyakinan dalam pelaksanaan self November 2006, Vol. 6, No. 43 : 1-
care pada pasien gagal jantung melalui 8. Online :
konsultasi dan pendidikan kesehatan. http://www.biomedcentral.com/147
Selain itu, sebaiknya pihak rumah sakit 1-2261/6/43. Diakses pada : 23
lebih banyak memberikan media edukasi Maret 2016
di rumah sakit untuk mendukung Levy D., Kenchaiah, S., Larson, M.G.,
perubahan perilaku pasien menjadi Benjamin, E.J., Kupka, M.J., Ho,
berkomitmen mempraktikan perilaku K.K.L.,… Vasan, R.S. (2002). Long
self care pada pasien gagal jantung. Term Trends in The Incidence of
and Survival with Heart Failure. The
Daftar Pustaka new england journal of medicine
Department of Health and Human October, 31 2002, Vol. 347, No. 18 :
Service USA. (2013). CDC Heart 1397-1402. Online :
Failure Fact Sheet. United States of http://www.nejm.org/doi/full/10.10
America. Online : 56/NEJMoa020265. Diakses pada :
http://www.cdc.gov/dhdsp/data_stat 23 Maret 2016
istics/fact_sheet/docs/fs_heart_failu Liu, M.H., Wang, C.H., Huang, Y.Y.,
re.pdf. Diakses pada : 13 Januari Cherng, W.J., dan Wang, K.W.
2016 (2014). A Correlational Study of
Hines, A.L., Barret, M.L., Jiang, H.J., Illness Knowledge, Self-Care
dan Steiner, C.A. (2011). Statistical Behaviors, and Quality of Life in
Brief : Conditions with The Largest Elderly Patients with Heart Failure.
Number of Adult Hospital The Journals of Nursing Research
Readmissions by Payer 2011. (JNR) 2014 June, Vol. 22 No. 2 :
Agency for Healthcare Research 136-145. Online :
And Quality Of United States http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm
Project April 2014. Online : ed/24821421. Diakses pada : 18
http://www.hcup.us.ahrq.gov/rep[or Maret 2016
ts/statbriefs/sb172-Condition- Maajid, A. (2010). Tesis : Analisa
Readmissions-Payer.jsp. Diakses Faktor-faktor yang Berhubungan
pada : 13 Januari 2016 dengan Kejadian Rawat Inap Ulang
Jonkman, N.H., Westland, H., Pasien Gagal Jantung Kongestif di
Groenwold, R.H.H., Agren, S., Rumah Sakit Yogyakarta. Program
Atienza, F., Blue, L., … Hoes, A.W. Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan
(2016). Do Self-Management Universitas Indonesia : Depok.
Intervention Work In Patients with Online :
Heart Failure?. Circulation AHA http://www.lib.ui.ac.id/file?=digital
Journals 12, February 2016, No. /20281141-TAbdulMajid.pdf.
133. 1189-1198. Online : Diakses pada : 13 Januari 2016
http://circ.ahajournals.org/content/1 Potter, J.K,. dan Perry, S.N. (2010).
33/12/1189.fulltext. Diakses pada : Fundamental Keperawatan Buku 1
23 Maret 2016 Ed. 7. Salemba Medika : Jakarta.

222 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung

Pusat Data dan Informasi Kementerian xperience_of_Adherence_for_Patie


Kesehatan Republik Indonesia. nts.6.aspx. Diakses pada : 10
(2013) Situasi Kesehatan Jantung : Agustus 2016
Jakarta. Online : Seongkum, H., Moser, D.K., Lennie,
http://www.depkes.go.id/downlad.p T.A., Riegel, B., dan Chung, M.L.
hp?file=download/pusdatin/infodati (2008). Gender Differences in and
n/infodatin-jantung.pdf. Diakses Factors Related to Self Care
pada : 14 Januari 2016 Behaviors : A Cross Sectional,
Riegel, B., Dickson, V.V., Kuhn, L., Correlational Study of Patients with
Page, K., dan Worrall, C.L. (2010). Heart Failure. Journal of Nursing
Gender-Specific Barriers and Studies, December 2008, vol 45 (12)
Facilitators to Heart Failure Self- : 1807-1815. Online :
Care : A Mixed Methods Study. http://www.journalofnursingstudies
International Journal of Nursing .com/article/S0020-7489(08)00120-
Study 2010 July, Vol. 47 No. 7 : 888- X/abstract. Diakses pada : 10
895. Online di : Agustus 2016
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm Siabani, S., Leeder, S.R., dan Davidson,
ed/20079902. Diakses pada : 18 P.M. (2013). Barriers and
Maret 2016 Facilitators to Self Care in Chronic
Riegel, B., Lee, C.S., Dickson, V.V., dan Heart Failure : A Meta-Synthesis of
Carlson, B. (2009). An Update on Qualitative Studies. Open Journal
The Self-Care of Heart Failure Springer Plus 2013, 2 : 320 : 1-14.
Index. Journal Cardiovasc Nurs Online :
2009 ; Vol 24 No. 6 : 485-497. http://www.springerplus.com/conte
Online : nt/2/1/320. Diakses pada : 18 Maret
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a 2016
rticles/PMC2877913/ . Diakses Widagdo, F., Karim, D., dan
pada : 11 Maret 2016 Novayellinda R. (2015). Faktor-
Riegel, B., Moser, D.K., Anker, S.D., Faktor yang Berhubungan dengan
Appel, L.J., Dunbar, S.B., Grady, Kejadian Rawat Inap Ulang di
K.L., … Whellan, D.J. (2009). State Rumah Sakit pada Pasien CHF.
of The Science - Promoting Self- Jurnal Online Mahasiswa - Bidang
Care iIn Persons with Heart Failure Ilmu Keperawatan Universitas Riau
: A Scientific Statement from The 2015, Vol. 2, No. 1 (2015) : 580-589.
American Heart Association. Online :
American Heart Association http://jom.unri.ac.id/index.php/JO
Journals 2009 September, 120 : MPSIK/search/advancedResults.
1141-163. Online : Diakses pada : 13 Januari 2016
http://www.circ.ahajournals.org/co
ntent/120/12/1141.full.pdf . Diakses
pada : 16 Maret 2016
Scotto, C.J. (2005). The Lived
Experience of Adherence for
Patients with Heart Failure. Journal
Cardiopulm Rehabilitation 2005 25
(3) : 158–163. Online :
http://journals.lww.com/jcrjournal/
Abstract/2005/05000/The_Lived_E

223 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Self care pada Pasien Gagal Jantung Berdasarkan Karakteristik
Responden

Karakteristik responden Kategori Self care Total


Baik Kurang n (%)
Usia 19-35 tahun 1 (33,34 %) 2 (66,67 %) 3 (100 %)
36-45 tahun 7 (50 %) 7 (50 %) 14 (100 %)
46-65 tahun 42 (57,53 %) 31 (42,47 %) 73 (100 %)
> 65 tahun 8 (38,09 %) 13 (61,90 %) 21 (100 %)

Jenis kelamin Laki-laki 28 (51,85 %) 26 (48,15 %) 54 (100 %)


Perempuan 30 (52,63 %) 27 (47,37 %) 57 (100 %)
Tingkat
pendidikan SD 14 (46,67 %) 16 (53,33 %) 30 (100 %)
SMP 9 (47,37 %) 10 (52,63 %) 19 (100 %)
SMA 22 (57,89 %) 16 (42,11 %) 38 (100 %)
Akademi/PT 13 (54,17 %) 11 (45,83 %) 24 (100 %)
Penyakit CKD 4 (44,44 %) 5 (55,56 %) 9 (100 %)
penyerta DM 12 (54,55 %) 10 (45,45 %) 22 (100 %)
Stroke 2 (25 %) 6 (75 %) 8 (100 %)
PJB 2 (50 %) 2 (50 %) 4 (100 %)
Hipertensi 30 (42,25 %) 41 (57,75 %) 71 (100 %)
SKA 58 (52,25 %) 53 (47,75 %) 111 (100 %)

Klasifikasi NYHA I 16 (43,24 %) 21 (56,76 %) 37 (100 %)


gagal jantung NYHA II 25 (52,08 %) 23 (47,92 %) 48 (100 %)
NYHA III 16 (64 %) 9 (36 %) 25 (100 %)
NYHA IV 1 (100 %) 0 (0 %) 1 (100 %)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Karakteristik Mean Median Max. F (%) Min. F (%) Modus F (%)
responden
Frekuensi 3,12 2 20 1 1 38 1 38
rehospitalisasi (0,90%) (34,23%) (34,23%)
(kali)

Lama 4,91 3 23 * 1 1 ** 3 2* 15
menderita (0,90%) (2,70%) (13,51%)
gagal jantung

224 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas

REVIEW LITERATUR MENTAL MODEL PERAWAT DALAM


PENAMPILAN MENJALANKAN TUGAS

Dewi Ulfah1 (korespondensi : dewiulfahofficial@gmail.com),


Suhartini2
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNDIP
2
Staf Pengajar Bagian Keperawatan Kritis Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP

Abstrak
Mental model adalah suatu kebiasaan seseorang melakukan dan menerima suatu hal yang
diinternalisasikan kedalam batin sehingga membentuk watak atau karakter. Mental model
dapat mempengaruhi penampilan seseorang dalam menjalankan tugas. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui konsep mental model perawat yang dapat ditampilkan dalam
melaksakan tugas. Metode penelitian ini literatur review dengan menganalisis konsep
mental model berdasarkan hasil penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Sumber literatur
yang digunakan adalah database publikasi yang dimuat PubMEd, Science direct dan dari
buku terkait. Didapatkan 9 pustaka yang kemudian dilakukan review literature. Hasil
studi menunjukkan diskusi tentang mental model jarang dikemukakan dalam lingkup
penyediaan layanan keperawatan. Mental model mempengaruhi performa perawat dalam
menjalankan tugas. Mental model dan penampilan perawat menjalankan tugas
berbanding lurus. Dari literatur didapatkan bahwa mental model dapat membantu
individu untuk menjalankan tugas perawat dan juga berkolaborasi dengan tim untuk
menampilkan kemampuannya yang di pengaruhi oleh sikap, pengetahuan, perilaku dan
interaksi lingkungan. Konsep mental model perlu dipelajari lebih lanjut untuk
mendapatkan pemahaman yang baik untuk diterapkan dalam pelayanan keperawatan.
Oleh karena itu, studi tentang mental model dalam penampilan menjalankan tugas
perawat akan dilakukan penelitian.

Kata kunci : Mental model, kerjasama tim, keselamatan pasien


Mental model adalah cara mendeskripsikan, menjelaskan, dan
seseorang memahami suatu hal yang memperkirakan kejadian yang terjadi di
terjadi dalam situasi, terhadap diri lingkungannya (Haig, Sutton, &
sendiri. Mental model telah dibahas pada Whittington, 2006; Mccomb & Simpson,
beberapa artikel dalam disiplin ilmu lain. 2014).
Ilmu keperawatan pada khususnya masih Beberapa artikel yang didapatkan
jarang membahas mental model. meliputi penelitian kuantitatif (Weller,
(Mohammed & Dumville, 2001). Mental Boyd, & Cumin, 2014; Westli et al.,
model dikaitkan dengan performa dan 2010), kualitatif (Hysong, Best, Pugh, &
kerja tim (Mccomb & Simpson, 2014; Moore, 2005; Spooner, Keenan, & Card,
Westli, Johnsen, Eid, Rasten, & 1997), studi kasus (Azzarello & Wood,
Brattebø, 2010). Mental model 2006), dan literature review (Burtscher
diperlukan untuk kolaborasi dan bekerja & Manser, 2012; Cannon-Bowers, Salas,
secara efektif sebagai anggota tim. & Converse, 1993; Mccomb & Simpson,
Komunikasi terselenggara karena 2014; Salas, Wilson, Murphy, King, &
adanya mental model yang baik dari Salisbury, 2008). Kerja tim meliputi
masing-masing individu, mental model koordinasi, komunikasi dan kooperasi
juga membantu seseorang untuk penting bagi perawat untuk

225 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas

menampilkan intervensi dan membahas tentang mental model pada


berkolaborasi dengan tenaga lain untuk mahasiswa keperawatan.
memberikan perawatan yang optimal
dan mempertahankan keselamatan Mental model mempengaruhi
pasien (Burtscher & Manser, 2012; Salas komunikasi tim
et al., 2008). Kesehatan pasien bergantung
Artikel ini akan memuat mental pada pelayanan yang diberikan oleh tim
model perawat dalam penampilan penyedia layanan kesehatan, khususnya
menjalankan tugas. Selain itu juga interaksi antar profesi yang terlibat,
dibahas mengenai mental model dalam contohnya perawat, dokter, dan
area keperawatan, serta kolaborasi nutrisionis (Burtscher & Manser, 2012).
tenaga kesehatan yang dapat Kemampuan tim dapat mencerminkan
meningkatkan keselamatan pasien. terhadap tinggi rendahnya performa
pemberi layanan (Westli et al., 2010)
Metode yang dapat diperoleh dari intergrasi
Pencarian data dilakukan pada kerangka kerja tim yang dilakukan
database PubMed dan Science direct. dalam bentuk komunikasi, koordinasi
Pencarian artikel utuh dengan dan kooperasi (Salas et al., 2008).
menggunakan kata kunci “nursing and Mental model dibentuk oleh individu
mental model” yang termuat dalam yang menggunakan struktur
abstrak, keywords, dan seluruh lingkup pengetahuan yang dapat memberikan
artikel tahun 1990-2016. fungsi kolaboratif dengan lingkungan
kerja.
Hasil
Pemilihan data Komunikasi tim dan pelayanan
Ditemukan 9479 artikel dari pasien
pencarian pada database dipilih menurut Komunikasi yang baik antar
kata kunci “nursing mental model” anggota tim dapat membentuk mental
dengan pencarian artikel utuh di seluruh model yang baik antar anggota dan untuk
bidang artikel yaitu judul, abstrak, mengurangi kejadian tidak diinginkan
keywords, dan isi. Hasil tersebut dipilih atau kejadian sentinel (Haig et al., 2006).
sesuai kriteria inklusi yaitu mengikut Mental model terkait dengan performa
sertakan seluruh model penelitian, yang melalui proses tim yang menjembatani
memiliki bahasan tentang mental model proses tersebut (Burtscher & Manser,
perawat maupun tenaga kesehatan. 2012). Performa contohnya peningkatan
Pemilihan artikel difokuskan pada kualitas pelayanan seperti penggunaan
artikel yang membahas mengenai mental evidence based practice yang tepat,
model dan manfaatnya dalam memberikan pelayanan terbaik,
penyediaan layanan kesehatan. Beberapa konsistensi perawatan (Hysong et al.,
judul yang membahan tentang “mental” 2005), koordinasi, penggunaan otorisasi
atau “model” tidak masuk kriteria (kewenangan), pertukaran informasi,
inklusi. Diperoleh 11 data artikel, dari kemampuan dan kebiasaan pendukung
data yang di dapat tersebut yang meliputi yang dapat digunakan untuk mengukur
area praktek keperawatan diperoleh 9 kemampuan seorang perawat dalam
sumber, kemudian diolah menurut menjalankan tugas (Westli et al., 2010).
kesesuaian kategori pencarian. Peningkatan pelayanan pasien dapat
Pembahasan diluar area praktek diukur dari penjaminan keselamatan
kesehatan dan keperawatan tidak pasien, keselamatan pasien dapat
digunakan, misalnya artikel yang dintunjang dengan meningkatkan
pemahaman mengenai situasi, rencana

226 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas

perawatan, peran dan tugas seseorang Background, Action, Recommendation)


dalam melakukan intervensi (Weller et (Haig et al., 2006). Dalam melakukan
al., 2014). komunikasi juga mungkin terjadi
kesalahan. Kesalahan harus dihindari
Pembahasan untuk menjaga keselamatan pasien,
Karakteristik situasional seperti kesalahan dapat terjadi karena
tipe tim dan dan jenis pekerjaan yang pendidikan, psikologi dan faktor
dilakukan mempengaruhi mental model organisasi (Weller et al., 2014).
dalam kerja tim (Burtscher & Manser, Mental model dibentuk dari
2012). Mental model seorang perawat sikap, perilaku, pengetahuan, dan
harus diketahui. Perlunya seorang lingkungan perawat dapat membantuk
perawat mengetahui mental modelnya meningkatkan dinamika tim dengan
adalah untuk menghindari kesalahan meningkatkan respon terhadap kejadian
pekerjaan (Spooner et al., 1997) dan melakukan tindakan (Hysong et al.,
meskipun perawat harus 2005; Mccomb & Simpson, 2014)
mengkoordinasikan pekerjaannya
dengan dokter misalnya, perawat harus Kesimpulan
bekerja sama berkoordinasi memastikan Mental Model yang dimiliki oleh
bahwa tindakan yang dilakukan tepat seorang perawat dapat membantu
dan memastikan keselamatan pasien, perawat menjalakan tugas dan
serta meningkatkan komunikasi berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
(Mccomb & Simpson, 2014). Sebuah tim lain. Kolaborasi dapat meningkakan
yang efektif dapat menjamin efektivitas keselamatan pasien dengan
tindakan yang diberikan. Sebuah tim menggunakan komunikasi yang efektif
yang efektif meliputi komponen yaitu untuk menjapai tujuan perawatan, dan
adanya kepemimpinan tim, adanya meminimalkan kesalahan tindakan.
monitoring performa, adanya kebiasaan Mental model merupakan bahasan yang
yang selalu dilakukan, adaptabilitas dan masih jarang diperbincangkan, oleh
orientasi tim, komunikasi dan mental karena itu perlu penelitian lebih lanjut
model (Weller et al., 2014). utamanya dalam bidang keperawatan
Mental model yaitu interpretasi untuk mengembangkan teori.
seseorang terhadap suatu masalah yang
dihadapi, respon seorang terhadap
sesuatu yang kemudian diinternalkan Daftar Pustaka
kedalam diri (Azzarello & Wood, 2006;
Mccomb & Simpson, 2014) untuk Azzarello, J., & Wood, D. E. (2006).
mengetahui mental model seorang Assessing Dynamic Mental
perawat dapat diajukan pertanyaan Models. Nurse Educator, 31(1),
seperti “apa situasi yang sedang Anda 10–14. doi:10.1097/00006223-
hadapi?” “mengapa Anda menghadapi 200601000-00004
situasi tersebut?” “Bagaimana anda Burtscher, M. J., & Manser, T. (2012).
menyikapi situasi tersebut?” yang dapat Team mental models and their
dilakukan melalui komunikasi dengan potential to improve teamwork and
perawat, komunikasi tersebut untuk safety: A review and implications
mengetahui informasi yang bisa di for future research in healthcare.
dapatkan ketika berinteraksi (Azzarello Safety Science, 50(5), 1344–1354.
& Wood, 2006; Salas et al., 2008). doi:10.1016/j.ssci.2011.12.033
Komunikasi juga bisa dilakukan Cannon-Bowers, J. A., Salas, E., &
interprofesi seperti menggunakan Converse, S. A. (1993). Shared
komunikasi SBAR (Subject, mental models in expert team

227 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas

decision making. In N. J. Castellan cooperating when lives depend on


(Ed.), Individual and Group it: Tips for teamwork. Joint
Decision Making: Current Issues Commission Journal on Quality
(pp. 221–246). New Jersey:
and Patient Safety, 34(6), 333–
Lawrence erlbaum associates
Publishers. 341.
Haig, K. M., Sutton, S., & Whittington, doi:http://dx.doi.org/10.1016/S155
J. (2006). SBAR: a shared mental 3-7250(08)34042-2
model for improving
communication between clinicians. Spooner, S. H., Keenan, R., & Card, M.
Quality and Patient Safety, 32(3), (1997). Determining if shared
167–75. doi:10.1016/S1553- leadership is being practiced:
7250(06)32022-3 Evaluation methodology. Nurse
Hysong, S. J., Best, R. G., Pugh, J. A., & Admin Q, 22(1), 47–56.
Moore, F. I. (2005). Not of one
mind: Mental models of clinical Weller, J., Boyd, M., & Cumin, D.
practice guidelines in the veterans (2014). Teams, tribes and patient
health administration. Health
safety: overcoming barriers to
Services Research, 40(3), 829–847.
doi:10.1111/j.1475- effective teamwork in healthcare.
6773.2005.00387.x Postgraduate Medical Journal,
Mccomb, S., & Simpson, V. (2014). The 90(1061), 149–154.
concept of shared mental models in doi:10.1136/postgradmedj-2012-
healthcare collaboration. Journal of 131168
Advanced Nursing, 70(7), 1479–
1488. doi:10.1111/jan.12307 Westli, H. K., Johnsen, B. H., Eid, J.,
Mohammed, S., & Dumville, B. C. Rasten, I., & Brattebø, G. (2010).
(2001). Team Mental Models in a
Teamwork skills, shared mental
Team Knowledge Framework:
Expanding Theory and models, and performance in
Measurement across Disciplinary simulated trauma teams: an
Boundaries. Source Journal of independent group design.
Organizational Behavior Journal Scandinavian Journal of Trauma,
of Organizational Behavior J. Resuscitation and Emergency
Organiz. Behav, 22(22), 89–106. Medicine, 18(1), 47.
doi:10.1002/job.86
doi:10.1186/1757-7241-18-47
Salas, E., Wilson, K. A., Murphy, C. E.,
King, H., & Salisbury, M. (2008).
Communicating, coordinating, and

228 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literature Intervensi Musik untuk Menurunkan Stress Pra Operasi

REVIEW LITERATUR INTERVENSI MUSIK UNTUK MENURUNKAN


STRESS PRA OPERASI

Diah Ayu Nuraini1 (korespondensi : diahayunrni@gmail.com),


Suhartini2
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNDIP
2
Staf Pengajar Bagian Keperawatan Kritis Departemen Ilmu Keperawatan FK UNDIP

Abstrak
Fase Pra Operasi merupakan fase sebelum dilakukannya operasi, dimulai dari keputusan
tindakan operasi dibuat dan diakhiri dengan pemindahan pasien ke ruang operasi, hal ini
dapat menyebabkan stress. Kini telah dikembangkan intervensi untuk mengatasi stress,
salah satunya intervensi musik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
intervensi musik dapat menurunkan stress pra operasi. Metode literature review ini
dengan menganalisis kualitatif dan kuantitatif. Metode pencarian literature dengan
menggunakan database Science Direct, Nurse Media Journal of Nursing dan Google
Scholar, terdapat 14 pustaka yang kemudian dilakukan review literature. Berdasarkan
hasil literature didapatkan bahwa musik mampu mempengaruhi ketegangan atau kondisi
rileks karena dapat merangsang pengeluaran endorphin dan serotonin sehingga bisa
membuat lebih rileks pada tubuh yang mengalami stress. Intervensi musik merupakan
tekhnik yang mudah dilakukan, terjangkau, dan berdampak positif dalam mempengaruhi
kondisi rileks pada diri seseorang. Intervensi musik membuktikan dapat memberikan
dampak yang baik secara fisik maupun psikologis terhadap pasien pra operasi, namun
perlu penelitian lebih lanjut apakah musik memberikan efek terhadap stress pra operasi.

Kata kunci: Music, Praoperative, Stress

Fase Pra Operasi merupakan fase bertanggung jawab mengontrol tekanan


sebelum dilakukannya operasi, dimulai darah, denyut jantung dan fungsi otal
dari keputusan tindakan operasi dibuat yang mengontrol perasaan dan
dan diakhiri dengan pemindahan pasien emosi.(Campbell, 2002). Intervensi
ke ruang operasi, hal ini dapat musik dengan menurunkan stress perlu
menyebabkan stress.(Suzzane & Brenda, memperhatikan tempo yang diberikan
2002) Kini telah dikembangkan dibawah kecepatan jantung yaitu <80
intervensi untuk mengatasi stress, salah ketukan/ menit (Chlan, 2009)
satunya intervensi musik. (Snyder &
Lindquist, 2002). Intervensi musik Metode
merupakan suatu proses yang dapat Literature Review dengan
mempengaruhi kondisi seseorang baik menganalisis kualitatif dan kuantitatif.
fisik maupun mental. (Natalina, 2013). Metode pencarian literature dengan
Intervensi musik memiliki manfaat menggunakan database Science Direct,
memberikan relaksasi, kesehatan jiwa Nurse Media Journal of Nursing dan
(Djohan, 2006). Musik mempu Google Scholar, terdapat 14 pustaka
memberikan rasa tenang, mengendalikan yang kemudian dilakukan review
emosi dan menyembuhkan gangguan literature.
psikologis, serta dapat mengurangi rasa
sakit karena musik bekerja pada saraf
otonom yaitu pada bagian saraf yang
229 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literature Intervensi Musik untuk Menurunkan Stress Pra Operasi

Hasil stress, salah satunya adalah intervensi


Pemilihan data musik. Musik dapat menghasilkan
Pemilihan artikel berfokus respon relaksasi. Pada saat musik di
terhadap artikel yang menulis membahas mainkan akan menghasilkan stimulus
mengenai intervensi musik dan dampak yang dikirim dari serabut sensori
positif pada pasien stress yang akan asendens ke neuron – neuron dalam
menjalani operasi. . Diperoleh 14 data Reticular Activating System (RAS).
artikel terkait dampak positif musik pada Stimulus kemudian di transmisikan ke
pasien pra operasi. . nuclei spesifik dari thalamus melalui
area-area korteks serebral, sistem limbik
Intervensi Musik berdampak positif dan korpus kolosum dan melalui area-
Intervensi musik merupakan keahlian area sistem saraf otonom dan sistem
menggunakan musik oleh pemberi neuroendokrin. Sistem saraf otonom
intervensi untuk meningkatkan, berisi saraf simpatik dan parasimpatik.
mempertahankan dan mengembalikan Musik dapat memberikan rangsangan
kesehatan fisik dan kesehatan mental. pada saraf simpatik dan parasimpatik
(Djohan, 2006) Intervensi musik untuk menghasilkan respon
merupakan Intervensi musik terbukti relaksasi.(Snyder & Lindquist, 2002)
bermanfaat dalam proses penyembuhan
karena dapat menurunkan rasa nyeri dan Kesimpulan
dapat menjadikan perasaan menjadi Pra operasi dimulai ketika keputusan
rileks. Musik dapat menimbulkan untuk menjalani operasi dibuat dan
rangsangan pelepasan hormone berakhir ketika pasien dipindahkan ke
endofrin, pelepasan endorphin tersebut meja operasi. Tindakan operasi
memberikan suatu pengalihan perhatian merupakan ancaman aktual maupun
dari rasa sakit maupun stress. (Campbell, potensial pada integritas seseorang yang
2002) dapat membangkitkan stress. Intervensi
musik membuktikan dapat memberikan
Pembahasan dampak yang baik secara fisik maupun
Pra operasi merupakan fase psikologis terhadap pasien pra operasi,
ketika pasien diputuskan untuk namun perlu penelitian lebih lanjut
melakukan operasi oleh dokter dan apakah musik memberikan efek terhadap
berakhir ketika pasien dipindahkan ke stress pra operasi.
meja operasi. Tindakan operasi
merupakan ancaman baik potensial Daftar Pustaka
maupun aktual pada integritas
seseorang, sehingga dapat Bolla, I. (2008). Gambaran Tingkat
membangkitkan tingkat stress fisiologis Stres Pada Klien Pra Bedah Mayor
maupun psikologis. (Suzzane & Brenda, di Ruang Rawat Inap Medikal
2002). Kondisi stress dapat Bedah Gedung D Lantai 3 Rumah
mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh Sakit Umum Cibabat Cimahi.
yang ditandai dengan adanya Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A.
peningkatan nadi dan respirasi, Yani 20, 20–29.
pergeseran tekanan darah dan suhu. Campbell, D. (2002). Memanfaatkan
Kondisi ini dapat membahayakan Kekuatan Musik Untuk
keadaan pasien sehingga operasi dapat Mempertajam Pikiran,
ditunda. (Bolla, 2008). Dalam bidang Meningkatkan Kreativitas dan
keperawatan, telah dikembangkan Menyehatkan Tubuh. Jakarta: PT.
beberapa intervensi untuk mengatasi Gramedia Pustaka Utama.
230 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literature Intervensi Musik untuk Menurunkan Stress Pra Operasi

Chlan, L. (2009). A Review of the Complementary Alternative


Evidence for Music Intervention to Therapies In Nursing (4th ed.).
Manage Anxiety in Critically Ill New York: Springer Publishing
Patients Receiving Mechanical Company.
Ventilatory Support. Archives of Suzzane, S., & Brenda, B. (2002). Buku
Psychiatric Nursing, 177–179. Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Djohan. (2006). Terapi Musik Teori dan (8th ed.). Jakarta: EGC.
Aplikasi (1st ed.). Yogyakarta:
Galangpres.
Fidayanti, N., Savitri, W., & Subiyanto,
P. (2014). Terapi Musik Efektif
Dalam Menurunkan Kecemasan
Pasien Pre Operasi. Media Ilmu
Kesehatan, 3.
Jokomono. (n.d.). Intervensi Musik
Gamelan Untuk Mengurangi Nyeri
dan Kecemasan pada Pasien Fase
Akut di Unit Gawat Darurat
Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus, 9–14.
Natalina. (2013). Terapi Musik Bidang
Keperawatan. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Snyder, & Lindquist. (2002).
1

231 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jln. Prof.Soedharto, S.H, Tembalang -Semarang
Telp. 024-76480919 Fax. 024-76486849
Website : www.keperawatan.undip.ac.id

Anda mungkin juga menyukai