978-602-74417-1-2
Editor :
Ns. Yuni Dwi Hastuti, S.Kep., M.Kep
Chandra Bagus Ropyanto, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kep.,MB
Suhartini, S.Kp.,MNS.,Ph.D
Diterbitkan oleh:
i
PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronik maupun mekanis, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
ii
SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN
Dr.Anggorowati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat
iii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, dimana kita dapat bersama-sama meluangkan waktu dan meringankan langkah
untuk hadir dalam acara Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan hari ini dengan tema
“Perawatan Berkelanjutan (Continuing of Care) pada Pasien dan Keluarga dalam
Area Keperawatan Dewasa”. Saya ingin mengucapkan selamat datang kepada Anda
sekalian para peserta Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan 5th Adult Nursing Practice:
Using Evidence in Care di Semarang, Jawa Tengah.
Sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, tuntutan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang berkualitas juga semakin meningkat. Perawat sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional yang terkini meliputi bio-psiko-sosio-spiritual. Perawat juga dituntut untuk
selalu berpikir kritis dalam mengambil keputusan perawatan klien, berdasarkan evidence
based practice atau bukti terbaik yang ditemukan. Dengan memberikan asuhan
keperawatan berbasis evidence diharapkan dapat menghasilkan perawatan klien yang
berkualitas, efektif, efisien, dan terstandar.
Saat ini, keperawatan di Indonesia masih terus meningkatkan kuantitas dan kualitas
aplikasi Evidence Based Nursing Practice dalam pemberian layanan asuhan
keperawatan. Aplikasi evidence based nursing ini sangat diperlukan salah satunya dalam
pemberian pelayanan perawatan yang berkelanjutan bagi pasien akut, kronis, kritis, dan
terminal. Perawatan berkelanjutan (continuing of care) mencakup satu sistem yang
memberikan pedoman dan alur perawatan kesehatan pasien secara komprehensif.
Perawatan berkelanjutan tersebut mencakup semua level dalam perawatan serta semua
aspek kehidupan pasien: fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Perawatan berkelanjutan
juga melibatkan manajemen rumah sakit dan pelayanan kesehatan komunitas yang
berkomitmen menyediakan pelayanan kesehatan tersebut.
iv
Untuk mendukung hal tersebut, maka Bagian Keperawatan Dewasa, Departemen Ilmu
Keperawatan FK UNDIP menyelenggarakan Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan ini
untuk mengetahui perkembangan terbaru mengenai aplikasi Evidence Based Nursing
Practice khususnya perawatan berkelanjutan (Continuing of Care) pada pasien dan
keluarga di area keperawatan dewasa, sehingga nantinya diharapkan dapat diterapkan
secara optimal dalam pelayanan keperawatan.
Akhir kata, jika ada kekurangan dalam penyelenggaraan seminar ini, kami mohon maaf.
Selamat mengikuti seminar dan rangkaian kegiatan pendukungnya. Semoga apa yang kita
lakukan hari ini bermanfaat untuk kemajuan keperawatan di masa depan. Amin.
v
SUSUNAN PANITIA
SEMINAR ILMIAH NASIONAL KEPERAWATAN
5th Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care
vi
SUSUNAN ACARA
Seminar Ilmiah Nasional Keperawatan
5 Adult Nursing Practice: Using Evidence in Care
th
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………...…………………………………… i
Kata Pengantar ……………………………………..…………………………………… iv
Susunan Panitia …………………………….…………………………………………… vi
Susunan Acara ………………………...………………………………………………… vii
Daftar Isi ………………...……………………………….……………………………… viii
Materi Pembicara
1. Perawatan Berkelanjutan pada Pasien Kronik&Terminal
Niken Safitri DK………............................................................................................... 1
Oral Presenter
1. Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker yang Mendapat Terapi Kemoterapi antara
Usia Muda Dibandingkan Usia Tua
Kasron, Agung Waluyo,Debie Dahlia………………………..………..…………….. 6
2. Modifikasi Pro Self Pain Control untuk Mengurangi Nyeri pada Pasien Kanker
Kolorektal
Khoirunnisa’ Munawaroh, Untung Sujianto, Mardiyono............................................. 13
3. Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol terhadap
Kejadian Plebitis
Sri Hananto Ponco Nugroho........................................................................................ 20
4. Program Pemberdayaan Keluarga dalam Melakukan Perawatan pada Pasien dengan
Kanker
Yuni Sufyanti Arief………………………………………………………………….. 25
5. Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara yang Menjalani
Kemoterapi : Literature Review
Gandes Ambarwati, Anggorowati, Chandra Bagus Ropyanto...................................... 30
6. Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan pada Pasien
Gout
Fakhrudin Nasrul Sani.................................................................................................. 36
7. Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien
di ruang Intensive Coronary Care Unit (ICCU)
Endiyono, Agus Santosa…………………………………………………………….. 45
8. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV Pasien HIV/AIDS:
Review Literatur
Utami Hidayati, Untung Sujianto, Henni Kusuma....................................................... 54
9. Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft terhadap
Stabilitas Hemodinamik di Ruang Intensive Care Unit; Pendekatan Evidence Based
Practice
Ahmad Asyrofi, Elly Nurachmah, Tuti Herawati......................................................... 59
10. Perbandingan Efektivitas Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Nebulizer
Menggunakan Oksigen terhadap Status Respirasi Pasien Asma
Agus Santosa, Endiyono.............................................................................................. 69
11. Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Senam Kaki Diabetik dengan
Bola Plastik terhadap Nilai Ankle Brachial Index (ABI) pada Pasien DM Tipe 2 di
Kelurahan Gisikdrono Semarang
Sri Puguh Kristiyawati, Dwi Fitriyanti, Bagus Ananta Tanujiarso, Gamaliel
Anggriya Dwi Putra…………………………………………………………………. 75
viii
12. Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
Nauvila Fitrotul Aini, Sari Sudarmiati……………………………………………….. 81
13. Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Tingkat Kemandirian Anak Retardasi
Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sukamaju Simpang Propau Kabupaten
Lampung Utara Tahun 2015
Rina Mariani................................................................................................................ 88
14. Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT Mempertahankan
Keseimbangan Tubuh pada Lansia
Stefanus Mendes Kiik, Junaiti Sahar, Henny Permatasari........................................... 94
15. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah pada Masyarakat
Dusun Wedomartani Sleman Yogyakarta
Siti Fadlilah………………………………………………………………………….. 102
Poster Presenter
1. Perawatan Daya Ingat Lansia Menggunakan Back Massage
Kushariyadi…………………………………………………….................................. 109
2. Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling pada Klien Lansia
Murtaqib, Kushariyadi………………………….......................................................... 115
3. Penggunaan ARV dengan Perubahan Kadar CD4 pada Pasien HIV/ AIDS
Nila Titis Asrining Tyas, Nanda Vera Nurmalia, Andreas Christian Wijaya………… 122
4. Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus: Literature
Review
Raudhotun Nisak, Suhartini, Niken Safitri D.K……………………………………… 127
5. Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap Kualitas Tidur
Pasien Pasca Operasi Laparatomi
Umi Fadilah, Mugi Hartoyo, Desak Parwati................................................................ 136
6. Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik terhadap Tekanan Darah
Intradialisis pada Pasien CKD Stage V yang Menjalani Hemodialisa
Nia Firdianty Dwiatmojo, Shofa Chasani, Henni Kusuma…........................................ 145
7. Literature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di Intensive Care Unit
Noor Fitriyani, Achmad Zulfa Juniarto, Reni Sulung Utami............................ 154
8. Hubungan KDRT dengan Perceraian
Fepi Susilawati, Almurhan........................................................................................... 158
9. Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
Iswati, Elsa Naviati..................................................................................................... 163
10. Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (HbA1c) dan Serum Lipid Profil
(CT,TG,HDL,LDL) pada DM T2 (GDP,GD2J)
Indranila KS.................................................................................................................. 169
11. Seorang wanita 21 tahun dengan Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik
Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease : Laporan Kasus
Indranila KS.................................................................................................................. 174
12. Hubungan Tingkat Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik (GGK)
Siti Aminah.................................................................................................................. 178
13. Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks Melakukan
Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Ni Ketut Alit Armini, Tiyas Kusumaningrum, Fatimah Zahra....................................... 184
14. Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif pada Area Keperawatan Dewasa ;
Literature Review
Santoso, Anggorowati, Rita Kartika Sari……………………………………………. 190
ix
15. Pengaruh Respon Relaksasi Benson terhadap Respon Fisiologis Pasien Stroke
Iskemik Akut
Dwi Mulianda, Dwi Pudjonarko, Henni Kusuma......................................................... 197
16. Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap
Pencegahan Luka Tekan pada Pasien Pasca Stroke; Review Literatur
Endang Supriyanti…………………………………………………………………… 203
17. Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy dan Kepatuhan Program
Pengobatan pada Pasien Hemodialisis
Pratiwi, Shofa Chasani, Mardiyono.............................................................................. 208
18. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
Ekstremitas Bawah
Sulistiyaningsih, Chandra Bagus Ropyanto…………………………………………. 211
19. Gambaran Self Care Pada Pasien Gagal Jantung
Nurul Widowati, Yuni Dwi Hastuti............................................................................. 218
20. Review literature Mental Model Perawat Dalam Penampilan Menjalankan Tugas
Dewi Ulfah, Suhartini……………………………………………………………….. 225
21. Review Literature Intervensi Musik Untuk Menurunkan Stress Pra Operasi
Diah Ayu Nuraini, Suhartini………………………………………………………… 229
x
Materi Pembicara
Abstrak
Kemoterapi merupakan salah satu intervensi pada penyakit kanker yang memiliki efek
samping mual. Usia mempengaruhi respon mual pada saat kemoterapi. Tujuan penelitian
untuk mengetahui perbandingan skor mual antara responden yang lebih muda dengan
yang lebih tua. Responden dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita
kanker yang sedang menjalani kemoterapi, menggunakan non-probability sampling
dengan metode consecutive sampling. Metode penelitian menggunakan deskriptive
analitic dengan time series design untuk pengukuran skor mual yang menggunakan Skala
Bieri pada 1 jam, 3 jam dan 6 jam setelah kemoterapi. Analisis statistik menggunakan uji
Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 30 responden memenuhi kriteria
penelitian. Pada kelompok usia kurang dari 45 tahun diketahui skor mual 1 jam pertama
3,67±0,65, 3 jam pertama 4,33±0,49, dan 6 jam pertama 5,00±1,05. Pada kelompok usia
lebih dari 45 tahun diketahui skor mual 1 jam pertama 4,17±0,86), 3 jam pertama
5,28±0,89, dan 6 jam pertama 6,33±1,23. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna skor mual 1 jam pertama setelah kemoterapi (p value = 0,136)
serta menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna skor mual 3 jam dan 6 jam pertama
setelah kemoterapi pada kelompok usia lebih muda dengan usia lebih tua. (p value =
0,004 dan 0,008). Terdapat perbedaan skor mual 3 dan 6 jam setelah kemoterapi pada
pasien kanker yang mendapat kemoterapi antara pasien yang berusia lebih muda dengan
usia yang lebih tua. Perlu evaluasi untuk penatalaksanaan mual pada responden yang lebih
tua saat kemoterapi seperti penggunaan aromaterapi, imajinasi terbimbing dan lainnya.
tidak berdistribusi normal, sehingga tertinggi 5, dan pada pada usia lebih tua
pengkategorian usia muda dan usia tua rata-rata skor mual 5,28 (SD= 0,89),
menggunakan median umur 45. dengan skor terendah 4 dan tertinggi 7,
Diketahui sebanyak 12 responden hasil analisis selanjutnya menunjukan
berusia kurang dari 45 tahun yang bahwa terdapat perbedaan yang
dikategorikan usia lebih muda dan 18 bermakna skor mual 3 jam pertama
responden berusia lebih dari atau sama setelah kemoterapi pada usia lebih muda
dengan 45 tahun yang dikategorikan usia dengan usia lebih tua (p value = 0,004).
lebih tua. Sementara rata-rata skor mual pada
pengukuran 6 jam pertama setelah
Karakteristik Responden kemoterapi pada pada usia lebih muda
Responden usia lebih muda sekitar 5,00 (SD= 1,05), dengan skor
menunjukan lebih dari separuhnya terendah 4 dan tertinggi 6, dan pada usia
perempuan (58,3%), seluruhnya tidak lebih tua rata-rata skor mual 6,33 (SD=
memiliki riwayat konsumsi alkohol, 1,23), dengan skor terendah 5 dan
lebih dari separuhnya dengan kecemasan tertinggi 8 yang ditunjukkan pada tabel
sedang (66,7%), lebih dari separuh 2. Hasil analisis selanjutnya menunjukan
dengan pemberian obat ke-5 kali bahwa terdapat perbedaan yang
(58,3%), hampi seluruhnya dengan obat bermakna skor mual 6 jam pertama
MEC (91,7%), dan hampir seluruhnya setelah kemoterapi pada usia muda
dengan riwayat merokok (83,3%). dengan usia lebih tua (p value = 0,008).
Sedangkan pada usia lebih tua, lebih dari
separuh responden perempuan (55,6%), Tabel 1 Karakteristik Responden
hampir seluruhnya tidak memiliki
Lebih Lebih
riwayat konsumsi alkohol (83,3%), No Variabel Muda Tua
separuhnya dengan kecemasan ringan (n=12) (n=18)
(50,0%), lebih dari separuhnya dengan 1 Jenis kelamin
pemberian obat ke-5 kali (61,1%), Laki-laki 5 (41,7) 8 (44,4)
hampir seluruhnya dengan obat MEC Perempuan 7 (58,3) 10 (55,6)
2 Riwayat Konsumsi
(55,6%), dan hampir seluruhnya tidak
Alkohol
ada riwayat merokok (88,9%) yang Mengkonsumsi 0 (0) 3 (16,7)
ditunjukkan pada tabel 1. Tidak 12 (100) 15 (83,3)
mengkonsumsi
Skor Mual 3 Tingkat kecemasan
Ringan 4 (33,3) 9 (50,0)
Rata-rata skor mual pada
Sedang 8 (66,7) 4 (22,2)
pengukuran 1 jam pertama setelah Berat 0 (0) 5 (27,8)
kemoterapi pada usia lebih muda sekitar 4 Pemberian obat ke-
3,67 (SD= 0,65), dengan skor terendah 3 <5 5 (41,7) 7 (38,9)
dan tertinggi 5, dan pada usia lebih ≥5 7 (58,3) 11 (61,1)
5 Obat
tuarata-rata skor mual 4,1 7 (SD= 0,86),
MEC 11 10 (55,6)
dengan skor terendah 3 dan tertinggi 6, (91,7)
hasil analisis selanjutnya menunjukan HEC 1 (8,3) 8 (44,4)
bahwa tidak terdapat perbedaan yang 6 Penggunaan Rokok
bermakna skor mual 1 jam pertama Merokok 2 (16,7) 2 (11,1)
Tidak Merokok 10 16 (88,9)
setelah kemoterapi pada usia lebih muda
(83,3)
dengan usia lebih tua (p value = 0,136). MEC: Moderately Emetogenic
Dan juga rata-rata rata-rata skor mual Chemotherapy
pada pengukuran 3 jam pertama setelah HEC: Highly Emetogenic Chemotherapy
kemoterapi pada usia lebih muda 4,33
(SD= 0,49), dengan skor terendah 4 dan
Tabel 2 Analisis Variabel Usia dan Skor kemoterapi terdapat perbedaan yang
Mual Responden signifikan masing-masing p value
Var Klpk N Med M± P
sebesar 0,004 dan 0,008. Berbeda
(min- SD value dengan penelitian Rhodes dan McDaniel
max) * (2001) menjelaskan bahwa pasien
Skor Lebih 1 4 (3-5) 3,67 ± 0,134 kemoterapi yang berusia lebih muda,
mual muda 2 0,65 biasanya yang masih dibawah 30 tahun
1
melaporkan lebih sering dan lebih tinggi
jam
Lebih tua 1 4 (3-6) 4,17 ± mengalami kondisi gejala mual yang
8 0,86 diakibatkan oleh kemoterapi, sementara
pada penelitian Fraunholz, Grau, Weiß,
Skor Lebih 1 4(4-5) 4,33 ± 0,004 dan Rödel (2011) menjelaskan bahwa
mual muda 2 0,49
pasien muda yang berusia kurang dari 40
3
jam tahun (p value = 0,0029) lebih sering dan
Lebih tua 1 5 (4-7) 5,28 ± lebih tinggi mengalami kondisi gejala
8 0,89 mual yang diakibatkan oleh kemoterapi,
penelitian Sekine et al (2013)
Skor Lebih 1 5 (4-6) 5,00 ± 0,
menjelaskan bahwa kejadian mual
mual muda 2 1,05 008
6 meningkat pada pasien yang memiliki faktor
jam risiko seperti usia pasien yang kurang dari
Lebih tua 1 6 (5-8) 6,33 ± 55 tahun. Sementara penelitian Dodd,
8 1,23 Onishi, dan Dibble (1996) menjelaskan
bahwa kejadian mual meningkat pada
Pembahasan pasien yang memiliki faktor risiko seperti
Dari hasil penelitian ini didapatkan usia pasien yang kurang dari 65 tahun.
bahwa umur responden yang paling Karakteristik pasien terutama usia yang
muda adalah 29 dan yang paling tua lebih muda lebih rentan terhadap mual
adalah 59 tahun. Rata-rata umur yang berhubungan dengan kemoterapi
responden secara keseluruhan adalah (Roscoe et al., 2010). Berdasarkan
45,0 ± 8,1 tahun. Hasil penelitian ini paparan terhadap penelitian diatas,
memiliki hasil rata-rata umur yang peneliti dapat menyimpulkan bahwa
hampir sama seperti penelitian penelitian rata-rata responden dalam penelitian
Lua, Salihah dan Mazlan (2015) tentang tersebut sama dengan rata-rata
penggunaan aromaterapi pada pasien responden dalam penelitian ini serta
kemoterapi menunjukan rata-rata umur sesuai dengan penelitian-penelitian
responden pada usia 47,3 ± 9,3 tahun. sebelumnya tentang hubungan usia
Sementara penelitian Khiewkhern, dengan respon mual yang menjelaskan
Promthet, Sukprasert, Eunhpinitpong bahwa usia yang kurang dari (30-65
dan Bradshaw (2013) tentang tahun) lebih beresiko mengalami mual
penggunaan aromaterapi dan pijat pada setelah kemoterapi.
pasien kemoterapi menunjukan rata-rata Hasil penelitian menunjukan pada
umur responden pada usia 59 ± 9 tahun lebih dari separuh responden baik
dimana mayoritas responden berkisar kategori lebih muda maupun lebih tua
antara 32-70 tahun. Hasil penelitian (58,3% dan 55,6%) adalah perempuan.
menunjukan tidak ada perbedaan skor Diketahui bahwa perempuan lebih sering
mual antara usia lebih muda maupun menunjukan gejala mual akibat kemoterapi
dengan usia yang lebih tua (p dibandingkan laki-laki. Secara teori
value=0,134) pada pengukuran 1 jam perempuan memiliki respon mual yang lebih
setelah kemoterapi, sedangkan pada dibandingkan laki-laki, hal ini menunjukan
pengukuran 3 jam dan 6 jam setelah bahwa wanita umumnya lebih sensitif
terhadap jenis obat apapun termasuk jenis
10 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker
11 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Skor Mual Pasien Kanker
12 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control
Abstrak
Nyeri kanker merupakan pengalaman tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
oleh karena kondisi kanker dan efek samping dari kemoterapi. Manajemen nyeri kanker
meliputi farmakologis dan nonfarmakologis. Kendala yang muncul pada manajemen
nyeri adalah kurangnya pengetahuan dan kemampuan pasien untuk mengenali dan
mengatasi nyeri secara mandiri. Modifikasi pro-self pain control merupakan manajemen
nyeri dengan menggabungkan pro self pain control (edukasi, analgetik dan monitoring
dengan buku harian nyeri) dan spiritual emotional freedom technique (SEFT). Tujuan
penelitian ini untuk mengevaluasi modifikasi pro-self pain control untuk menurunkan
nyeri pada pasien kanker kolorektal yang menjalani kemoterapi. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimental dengan desain randomised control trial. Pasien kanker
kolorektal siklus yang menjalani kemoterapi siklus 1-12 dengan skala nyeri ≥3 dilakukan
simpel randomisasi ke dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing
24 responden. Setelah 6 jam pemberian analgetik pasien diberikan edukasi manajemen
nyeri, SEFT dan setiap hari mengisi buku harian nyeri. Intervensi dilakukan 2 hari di
rumah sakit dan 7 hari di rumah. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
numeric rating scale (NRS). Analisis data yang digunakan yaitu uji t-test. Level nyeri pre
tes 4,71±1,27 pos tes 1,80±1,12 pada kelompok intervensi sedangkan pre tes 4,33±1,09
pos tes 3,33±1,16 pada kelompok kontrol. Modifikasi pro self pain control lebih efektif
menurunkan nyeri dengan p < 0,001. Kesimpulannya modifikasi pro self pain control
dapat menurunkan nyeri pada pasien kanker kolorektal yang menjalani kemoterapi siklus
1-12.
Kata kunci : nyeri, modifikasi pro self pain control, kanker kolorektal, kemoterapi
13 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control
14 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control
15 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control
16 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control
17 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control
Randomisasi
18 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Modifikasi Pro Self Pain Control
2 intervensi
kontrol
0
0 2 4 6 8 10
pos tes hari 1-9
Tabel 2. Pengaruh modifikasi pro self pain control pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol di Ruang Cenderawasih RSUP dr Kariadi Semarang (n=48)
kelompok intervensi (n=24) kelompok kontrol (n=24)
variabel
Mean SD Mean SD p Mean SD Mean SD p
pre tes 1 – pos tes 9 4,71 1,27 1,80 1,12 <0,001 4,33 1,09 3,33 1,16 <0,001
pre tes 1 – pos tes 1 4,71 1,27 4,42 1,06 0,010 4,33 1,09 4,29 1,08 0,330
pos tes 1 – pre tes 2 4,42 1,06 4,50 1,10 0,430 4,29 1,08 4,45 1,14 0,100
pre tes 2 – pos tes 2 4,50 1,10 3,75 1,07 <0,001 4,45 1,14 4,37 1,13 0,160
pos tes 2 – pre tes 3 3,75 1,07 4,38 1,06 <0,001 4,37 1,13 4,41 1,34 0,810
pre tes 3 – pos tes 3 4,38 1,06 3,46 1,10 <0,001 4,41 1,34 4,25 1,29 0,050
pos tes 3 – pre tes 4 3,46 1,10 4,00 0,93 <0,001 4,25 1,29 4,33 1,34 0,330
pre tes 4 – pos tes 4 4,00 0,93 3,25 1,07 <0,001 4,33 1,34 4,21 1,31 0,080
pos tes 4 – pre tes 5 3,25 1,07 3,71 1,12 <0,001 4,21 1,31 4,04 1,04 0,260
pre tes 5 – pos tes 5 3,71 1,12 2,75 1,26 <0,001 4,04 1,04 3,96 1,04 0,160
pos tes 5 - pre tes 6 2,75 1,26 3,58 1,10 <0,001 3,96 1,04 4,00 1,28 0,800
pre tes 6 – pos tes 6 3,58 1,10 2,63 1,14 <0,001 4,00 1,28 3,91 1,28 0,160
pos tes 6 – pre tes 7 2,63 1,14 3,12 0,99 <0,001 3,91 1,28 3,79 0,93 0,500
pre tes 7 – pos tes 7 3,12 0,99 2,17 1,13 <0,001 3,79 0,93 3,67 1,00 0,080
pos tes 7 – pre tes 8 2,17 1,13 3,04 0,86 <0,001 3,67 1,00 3,58 1,05 0,580
pre tes 8 – pos tes 8 3,04 0,86 2,04 1,12 <0,001 3,58 1,05 3,54 1,10 0,330
pos tes 8 – pre tes 9 2,04 1,16 3,00 0,93 <0,001 3,54 1,10 3,45 1,06 0,330
pre tes 9 – pos tes 9 3,00 0,93 1,80 1,12 <0,001 3,45 1,06 3,33 1,16 0,080
19 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol
Abstrak
Plebitis merupakan kompikasi utama dalam tindakan pemasangan infus. Salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya plebitis yaitu dengan menggunakan teknik aseptik. Pemakaian
aseptik povidon iodine diikuti alkohol diperkirakan lebih baik dibandingkan pemberian
alkohol saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan antiseptik
kombinasi povidon iodine dan alkohol terhadap kejadian plebitis. Desain penelitian
menggunakan pendekatan pra-eksperiment (static group comparison design). Metode
sampling mengunakan accidental sampling, dengan sampel sebanyak 30 responden.
Kelompok intervensi dengan penggunaan antiseptik kombinasi antiseptik povidon iodine
dan alkohol. Kelompok kontrol dengan penggunaan antiseptik alkohol sebanyak 15
responden. Data kejadian plebitis diukur menggunakan lembar observasi pada pasien
yang dirawat minimal 72 jam. Analisis data penelitian menggunakan uji Mann Whitney.
Kelompok intervensi tidak satupun responden (0%) mengalami plebitis, sedangkan pada
kelompok kontrol hampir setengah responden mengalami plebitis yaitu 26,7%. Hasil uji
statistik diperoleh hasil terdapat pengaruh penggunaan antiseptik kombinasi povidon
iodine dan alkohol terhadap terjadinya plebitis (p=0,035< α=0,05). Penggunaan antiseptik
kombinasi povidon iodine dan alkohol saat pemasangan infus efektif mengurangi
kejadian plebitis.
20 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol
21 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol
22 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol
berukuran besar jika digunakan pada ditemukan angka kejadian plebitis lebih
vena yang berlumen kecil dapat dari 5%, maka data harus dianalisis
mengiritasi bagian intima dari vena, kembali terhadap derajat plebitis dan
disamping itu fiksasi yang kurang tepat kemungkinan penyebab untuk
dapat menyebabkan inflamasi atau menyusun pengembangan rencana
plebitis. Faktor yang berkontribusi peningkatan kinerja perawat (Alexander
terhadap adanya plebitis bakterial salah et al, 2010).
satunya adalah teknik aseptik dressing Menurut Potter & Perry (2005)
yang tidak baik dari petugas medis. prosedur pelaksanaan pemasangan infus
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi pada saat melakukan pembersihan
angka plebitis mencakup, usia, jenis tempat insersi yaitu menggunakan
kelamin dan kondisi dasar (diabetes povidon iodiumdan alkohol dengan
mellitus, infeksi, luka bakar). Suatu gerakan sirkulasi dari tempat insersi ke
penyebab yang sering luput perhatian daerah luar. Alkohol merupakan zat
adalah adanya mikropartikel dalam yang paling efektif dan dapat diandalkan
larutan infus dan ini bisa dieliminasi untuk sterilisasi dan disinfeksi. Povidon
dengan penggunaan filter (Darmawan, iodium adalah zat yang bersifat
2008). bakterostatik non selektif. Dalam
Plebitis dapat dicegah preparatnya, povidon iodium dipakai
kejadiannya, seperti mencegah faktor- terlebih dahulu kemudian digunakan
faktor resiko yang berpotensi alkohol. Hal ini untuk mencegah adanya
meningkatkan infeksi pada vena. Seperti deskuamasi pada kulit. Pemakaian
mengencerkan obat-obatan yang dapat aseptik povidon iodium diikuti alkohol
mengiritasi, memplester hub kanula diperkirakan lebih baik dibandingkan
dengan aman untuk menghindari pemberian alkohol saja. Hasil ini
gerakan dan iritasi vena dan didukung oleh penelitian Kim et al
menggunakan teknik aseptik yang ketat (2013) yang membandingkan alkohol
pada pemasangan (Andreas, 2009). dan povidon bercampur alkohol yang
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat menghasilkan bahwa kombinasi alkohol
disimpulkan bahwa penggunaan dan povidon iodium lebih efektif dalam
kombinasi antiseptik povidon iodium penurunan jumlah koloni bakteri
dan alkohol dalam pemasangan infus dibandingkan penggunaan alkohol saja.
sejumlah 15 (100%) responden dan 0 Salah satu upaya untuk
(0%) responden diantaranya mengalami mencegah terjadinya plebitis yaitu
plebitis, dan penggunaan antiseptik dengan menggunakan teknik aseptik.
alkohol dalam pemasangan infus Hingga beberapa penelitian sebelumnya
sejumlah 15 (100%) responden dan 4 melakukan percobaan menggunakan
(26,7%) responden diantaranya antiseptik yang berbeda-beda untuk
mengalami plebitis. mencari antiseptik yang paling efektif
Angka kejadian infeksi dalam menjegah infeksi (Goudet et al,
nosokomial telah dijadikan salah satu 2013).
tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Kesimpulan
Berdasarkan Kepmenkes nomer 129 Penggunaan antiseptik
tahun 2008, standart kejadian infeksi kombinasi povidon iodine dan alkohol
nosokomial di rumah sakit sebesar < saat pemasangan infus efektif
1,5%. Infeksi nosokomial yang paling mengurangi kejadian plebitis. Hasil
sering terjadi di rumah sakit adalah penelitian ini memberikan masukan bagi
plebitis (Kepmenkes, 2008). Angka profesi keperawatan dalam
kejadian yang direkomendasikan oleh mengembangkan intervensi dan
INS yaitu 5% atau kurang. Jika antiseptik pada saat pemasangan infus.
23 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Penggunaan Antiseptik Kombinasi Povidon Iodine dan Alkohol
24 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker
Abstrak
Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dalam
tubuh manusia, sukar disembuhkan dan bersifat fatal. Pasien yang menderita kanker
selain menderita secara fisik juga menderita secara sosial, psikis bahkan spiritual.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perilaku keluarga dalam melakukan
perawatan pada anggota keluarga yang menderita kanker melalui program pemberdayaan
keluarga dengan menggunakan pendekatan model keperawatan Callgari. Metode
penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian quasy-experiment Pre post test
design. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anggota keluarga menderita
kanker di wilayah kerja Puskesmas Kalijudan Surabaya. Variabel dependent dalam
penelitian ini adalah perilaku keluarga dengan anggota keluarga menderita kanker dan
variabel independen dalam penelitian ini adalah program pemberdayaan keluarga pada
pasien dengan kanker. Hasil penelitian menunjukkan perubahan perilaku keluarga
dengan anggota keluarga menderita kanker dengan tingkat signifikansi p=0.001. Perilaku
yang meningkat ini didahului oleh persepsi positif keluarga yang didukung oleh data
persepsi keluarga bahwa keluarga dengan menderita kanker dapat beraktifitas optimal
dari yang sebelumnya jika tidak sering mengalami kekambuhan. Kesimpulan dalam
penelitian ini adalah pendekatan model intervensi keluarga Calgary meningkatkan
pengetahuan, sikap, tindakan perawatan pada keluarga dengan penderita kanker.
Program pemberdayaan keluarga dengan pendekatan model intervensi Calgary ini dapat
menjadi salah satu intervensi bagi pokja paliatif di puskesmas dalam mengoptimalkan
peran keluarga dalam emrawat anggota keluarganya yang menderita kanker.
25 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker
26 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker
27 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker
28 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Program Pemberdayaan Keluarga Pasien Kanker
29 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara
Abstrak
30 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara
31 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara
kelima mengidentifikasi bahwa terdapat dua macam strategi koping yang muncul
dua macam strategi koping yang dalam diri pasangan yaitu koping adaptif
digunakan oleh pasangan baik positif dan mal adaptif. Koping adaptif yang
dan negatif. bisa diberikan oleh pasangan antara lain
memberikan dukungan emosional dan
Pembahasan psikososial dalam rangka meningkatkan
Banyak pasien kanker payudara kualitas hidup, mendengarkan pasien,
yang mengalami gangguan secara fisik, mendampingi dalam pengobatan dan
sosial, emosional, adanya gangguan citra membantu memahami informasi yang
tubuh, cemas sampai depresi. Gangguan diterima, menjaga komunikasi terbuka
tersebut akan mempengaruhi hubungan satu sama lain. Koping mal adaptif
interpersonal dengan pasangan dan pasangan ditunjukkan ketika pasangan
tentunya akan berdampak jangka tidak tahu bagaimana memberikan
panjang pada kesehatan dan dukungan, kurangnya komunikasi
kesejahteraannya. Untuk menjaga dengan pasien, tidak mendampingi
kesehatan dan kesejahteraan pasien selama pasien pengobatan maupun
maka pasangan akan berusaha konsultasi medis. Untuk itu pasangan
memenuhi kebutuhan pasien agar perlu diberikan informasi terkait
tekanan emosional berkurang dan penyakit dan pengobatan, meluangkan
kualitas hubungan interpersonal tetap waktu bagi pasien untuk berkomunikasi
terjaga (Schmid-Buchi, 2010). dan mendampingi (Regan, 2015).
Perubahan citra tubuh akibat alopecia Kebutuhan informasi terkait
pada pasien kanker payudara yang penyakit dan pengobatan sangat efektif
menjalani kemoterapi semakin untuk mengelola dan mengendalikan
memperburuk kondisi psikologis emosi pasien dan pasangan. Bentuk
mereka. Bagi wanita rambut merupakan pemenuhan kebutuhan psikososial
pergaulan simbol identitas, kecantikan tersebut seperti adanya dukungan
dan feminitas. Sehingga diperlukan keluarga, komitmen bersama dan
adaptasi untuk menerima kondisi menjaga perasaan pasien (Schmid-
tersebut. Stigma sosial yang dialami Buchi, 2008). Agar kebutuhan
pasien seperti dihindari dalam pergaulan psikososial tetap terpenuhi maka
akan memperberat depresi yang dialami hubungan secara emosional dan seksual
(Al Omari, 2014). Perubahan yang dengan pasangan tetap terjaga,
muncul pada pasien kanker payudara komunikasi terbuka antara keluarga
menyebabkan tidak terpenuhinya (Schmid-Buchi, 2010). Peran tim
kebutuhan pasien antara lain dalam hal kesehatan sangat penting untuk
aktifitas fisik sehari-hari, informasi mempertahankan kesejahteraan dan
perawatan kesehatan, dukungan sosial meningkatkan kualitas hidup pasien,
dan kebutuhan psikologis serta seksual. seperti memberikan informasi terkait
Beberapa faktor yang terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien,
kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi melakukan komunikasi terapeutik dan
seperti konflik dalam hubungan memberikan dukungan psikososial.
interpersonal, tidak adanya dukungan
sosial. Hal ini akan mengakibatkan Kesimpulan
depresi lebih lama, kecemasan dan Kanker payudara merupakan
penurunan kualitas hidup (Schmid- gangguan payudara yang paling ditakuti.
Buchi, 2010). Salah satu dampak pasien kanker
Kondisi yang dialami pasien payudara yang menjalani kemoterapi
kanker payudara tersebut akan adalah terjadinya perubahan fisik, dan
berpengaruh terhadap pasangannya. Ada psikososial. Perubahan ini tentunya akan
32 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara
33 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara
34 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial Pasien Kanker Payudara
35 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
Abstrak
Gout merupakan kelainan metabolisme purin bawaan akibat penimbunan kristal asam
urat di sendi. Gejala penyakit gout diantaranya serangan nyeri sendi yang terjadi karena
adanya endapan kristal monosodium urat yang terkumpul di dalam sendi. Nyeri pada
pasien gout termasuk dalam klasifikasi nyeri kronis. Nyeri kronis merupakan yang
berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih. Nyeri yang berlangsung secara terus
menerus mengakibatkan penderita gout mengalami kecemasan. Intervensi hipnoterapi
dapat membantu mengurangi nyeri dan kecemasan yang dialami pasien gout. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian hipnoterapi terhadap skala nyeri
dan tingkat kecemasan pasien gout. Desain penelitian yang digunakan quasi eksperimen
dengan bentuk pretest – posttest with control group design. Sampel penelitian yaitu lansia
yang mengalami gout yang tinggal di Panti Wreda Dharma Bakti Kota Surakarta yang
berjumlah 44. Teknik pengambilan sampel yang digunakan total sampling, responden
dibagi menjadi 22 kelompok kontrol dan 22 kelompok eksperimen. Alat ukur skala nyeri
menggunakan kuesioner visual analogue scale (VAS) dan tingkat kecemasan
menggunakan analog anxiety scale (AAS). Kelompok perlakuan diberikan intervensi
hipnoterapi. Pengambilan data pada lansia yang terdiagnosa gout yang tinggal di Panti
Wreda Dharma Bakti Kota Surakarta. Analisis data yang digunakan adalah wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terdapat
perbedaan perubahan skala nyeri dan tingkat kecemasan. Hasil uji analisis skala nyeri dan
tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan nilai p 0,00 (p < 0,05), sedangkan hasil uji
analisis nilai skala nyeri dan tingkat kecemasan pada kelompok kontrol nilai p 0.40 (p >
0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu pemberian intervensi hipnoterapi efektif
untuk menurunkan skala nyeri dan tingkat kecemasan yang dialami pasien gout.
36 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
37 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
38 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
39 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
bisa merubah persepsi pasien terhadap nyeri (Brunner & Suddarth, 2002).
stimulus nyeri yang dirasakannya. Hipnoterapi dapat menstimulir otak
Intervensi comfort teknikal hipnoterapi untuk melepaskan neurotransmiter, zat
merupakan intervensi yang dibuat untuk kimia yang terdapat di otak yaitu
mempertahankan homeostasis dan encephalin dan endhorphin yang
mengontrol nyeri, tehnis tindakan ini berfungsi untuk meningkatkan mood
didesain untuk membantu sehingga dapat merubah penerimaan
mempertahankan atau mengembalikan individu terhadap sakit atau gejala fisik
fungsi fisik dan kenyamanan, serta lain yang dialaminya (Gunawan, 2007),
mencegah komplikasi (March & Dianne, (Nurindra, 2009). Hal ini didukung
2009). dengan pernyataan Lukman (2012),
Kondisi hipnosis atau trance bahwa kondisi tubuh yang rileks akan
memiliki karakteristik-karakteristik menghasilkan impuls yang dikirim
utama yaitu relaksasi fisik yang dalam, melalui serabut saraf aferen nosiseptor.
perhatian yang terpusat, peningkatan Serabut saraf nosiseptor mengakibatkan
kemampuan indera, pengendalian “pintu gerbang” tertutup sehingga
refleks dan aktivitas fisik, serta respon stimulus nyeri terhambat dan berkurang.
terhadap pengaruh setelah hypnosis Teori two gate control menyatakan
(Gunawan, 2007). Relaksasi akan bahwa terdapat satu “pintu gerbang” lagi
menimbulkan perpanjangan serabut otot di thalamus yang mengatur impuls nyeri
yang mengakibatkan menurunnya dari nervus trigeminus, dengan adanya
pengiriman impuls saraf ke otak, relaksasi, maka impuls nyeri dari nervus
menurunnya aktivitas otak, dan fungsi trigeminus akan dihambat dan
tubuh yang lain (Potter & Perry, 2005). mengakibatkan tertutupnya “pintu
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri gerbang” di thalamus. Tertutupnya
oleh teknik relaksasi terletak pada “pintu gerbang” di thalamus
fisiologi sistem saraf otonom yang mengakibatkan stimulasi yang menuju
merupakan bagian dari system syaraf korteks serebri terhambat sehingga
perifer yang mempertahankan intensitas nyeri berkurang untuk kedua
homeostasis lingkungan internal kalinya (Pinandita dkk, 2012).
individu. Pelepasan mediator kimia Gunawan (2007), menjelaskan saat
seperti bradikinin, prostaglandin dan seseorang terhipnosis, fungsi analitis
substansi p, akan merangsang syaraf logis pikiran direduksi sehingga
simpatis sehingga menyebabkan memungkinkan individu masuk ke
vasokonstriksi yang akhirnya dalam kondisi bawah sadar, dimana
meningkatkan tonus otot yang tersimpan beragam potensi internal yang
menimbulkan efek spasme otot sehingga disebut dengan critical area (filter
menekan pembuluh darah, mengurangi mental). Critical area menampung data
aliran darah dan meningkatkan sementara untuk kemudian diproses
kecepatan metabolisme otot yang berdasarkan analisa, logika,
menimbulkan pengiriman impuls nyeri pertimbangan etika, dan lain-lain.
dari medulla spinalis ke otak dan Critical area ini melundungi pikiran
dipresepsikan sebagai nyeri. bawah sadar dari ide, informasi, sugesti
Keadaan rileks dapat meningkatkan atau bentuk pikiran lain yang dapat
hormon endorfin yang berfungsi mengubah program pikiran yang telah
menghambat transmisi impuls nyeri tertanam dibawah sadar (Sovodka,
sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor 2010).
saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian Individu yang berada dalam kondisi
ke thalamus, serebri dan akhirnya sadar menjadi sulit untuk menerima
berdampak pada menurunnya persepsi informasi baru dikarenakan aktifnya
40 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
critical area. Saat gelombang otak turun Penurunan skala nyeri responden
dan tercipta kondisi relaksasi, critical dalam penelitian ini yang signifikan
area tersebut melemah dan sugesti yang terjadi setelah responden diberikan 3 kali
diberikan oleh terapis akan lebih mudah sesi hipnoterpi dimana skala nyeri
diterima dan terinternalisasi oleh klien. responden 4,86 (termasuk dalam nyeri
Critical area diperlemah dengan ringan). Penurunan intensitas skala nyeri
menggunakan induksi hipnosis yang pad sesi hipnoterapi ketiga dikarenakan
membawa klien pada kondisi relaks. responden sudah sugestif terhadap
Klien yang memasuki kondisi sangat sugesti terapi. Pasien dalam kondisi deep
relaks, critical area semakin menjadi trance akan lebih sugestif terhadap terapi
lemah sehingga terapis semakin mudah sugesti yang diberikan (Gay M, et al,
untuk berkomunkasi dengan alam bawah 2002). Hal ini sesuai dengan penelitian
sadar klien dengan memberikan sugesti- Gay M, et al (2002), bahwa pasien
sugesti terhadap klien (Sovodka, 2010). dengan nyeri osteoarthritis dalam
Hal ini sejalan dengan Gunawan (2007), pengobatan hipnosis menunjukkan
bahwa individu yang berada pada penurunan substansial dan signifikan
kondisi hypnotic trance lebih terbuka dalam intensitas nyeri setelah 4 kali sesi
terhadap sugesti dan dapat dinetralkan hipnoterapi.
dari berbagai rasa takut berlebih, trauma Gunawan (2007), menjelaskan saat
ataupun rasa sakit. seseorang terhipnosis, fungsi analitis
Peran perawat dalam mengatasi logis pikiran direduksi sehingga
nyeri dan kecemasan dari pemberian memungkinkan individu masuk ke
terapi medikasi penghilang nyeri dalam kondisi bawah sadar, dimana
merupakan salah satu upaya dalam tersimpan beragam potensi internal yang
pemberian asuhan keperawatan yang dapat dimanfaatkan untuk lebih
komprehensif. Manajemen meningkatkan kualitas hidup. Individu
penatalaksanaan nyeri adalah kerjasama yang berada pada kondisi hypnotic
seluruh tim pemberi layanan untuk trance lebih terbuka terhadap sugesti dan
kepentingan pasien. Perawat berperan dapat dinetralkan dari berbagai rasa takut
membantu memperoleh kontrol diri berlebih, trauma ataupun rasa sakit.
pasien untuk meminimalkan rasa takut Hipnoterapi sebagai terapi kecemasan
kemungkinan nyeri akan berulang membantu pasien untuk
kembali. menyeimbangkan fungsi kinerja otak
kanan dan otak kiri yang lebih stabil dan
Perbedaan skala nyeri dan tingkat seimbang (Campbell, 2003). Otak kanan
kecemasan pada kelompok perlakuan terhubung langsung dengan sistem
sebelum dan sesudah (pre dan post) syaraf otonom yang mengatur tekanan
melakukan hypnoterapi pada masing- darah, detak jantung, pernafasan, dan
masing sesi pencernaan (Gadzella, et al, 2001).
Skala nyeri pada kelompok Selftalk negatif atau pengaruh negatif
perlakuan post test sesi 1, 2, dan 3 lebih secara psikologis bisa dihilangkan
rendah dibandingkan saat pre test, dengan sugesti positif, sehingga segala
perbedaan tersebut ternyata bermakna keyakinan keliru tentang kecemasan bisa
dimana nilai p < 0.05. Tingkat diganti dengan keyakinan yang lebih
kecemasan pada kelompok perlakuan positif. Emosi atau stress lebih stabil,
post test sesi 1, 2, 3, dan 4 lebih rendah perasaan takut panik dan gelisah bisa
dibandingkan saat pre test, perbedaan dilenyapkan karena ada harmonisasi
tersebut ternyata bermakna dimana nilai antara pikiran tubuh dan jiwa. Faktor
p < 0.05. yang mempengaruhi respon terhadap
stress antara lain fungsi fisiologis,
41 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
42 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
43 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Hipnoterapi terhadap Skala Nyeri dan Tingkat Kecemasan
Tabel 3. Perbedaan skala nyeri dan tingkat kecemasan pada kelompok kontrol dan perlakuan
sebelum dan sesudah (pre dan post) melakukan hipnoterapi
Kelompok T1 (pre test) T2 (post test) Zobs Nilai P CI
Skala nyeri
Perlakuan 7,05 + 0,84 5,00 + 0,98 -4,060 0,000* 0,000 sd 0,127
Kontrol 6,68 + 0,78 6,36 + 1,05 -1,615 0,106** 0,000 sd 0,280
Tingkat kecemasan
Perlakuan 190,91 + 17,16 163,18 + 11,71 -4,055 0,000* 0,000 sd 0,127
Kontrol 187,27 + 15,49 183,64 + 14,32 -0,842 0,400** 0,204 sd 0,615
*P < 0.05 Signifikan hasil uji wilcoxon
** P > 0.05 Tidak signifikan hasil uji wilcoxon
Tabel 4 Perbedaan skala nyeri dan tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan sebelum dan
sesudah (pre dan post) melakukan hipnoterapi pada masing-masing sesi pasien gout
Sesi Rata-rata nyeri Zhitung P
Hypnoterapi Pre test Post test
Skala nyeri
Sesi 1 7,18 + 0,73 5,09 + 0,92 4,010 0,000
Sesi 2 6,77 + 0,61 5,09 + 0,75 3,380 0,001
Sesi 3 5,77 + 0,61 4,86 + 1,08 2,828 0,005
Sesi 4 5,14 + 0,71 5,00 + 0,97 0,676 0,499
Tingkat kecemasan
Sesi 1 190,91 +17,16 178,18 +16,80 3,697 0,000
Sesi 2 190,00 +12,34 175,91 +13,33 3,564 0,000
Sesi 3 178,64 +9,40 164,55 +10,57 3,536 0,000
Sesi 4 164,09 +9,08 155,91 + 6,66 3,307 0,001
Keterangan:
Sesi 1: intervensi hipnoterapi pertama tanggal 27 Oktober 2014
Sesi 2: intervensi hipnoterapi kedua tanggal 30 Oktober 2014
Sesi 3: intervensi hipnoterapi ketiga tanggal 3 November 2014
Sesi 4: intervensi hipnoterapi keempat tanggal 6 November 2014
44 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
Abstrak
Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis yang sering muncul pada penderita
penyakit cardiovaskuler terutama jika harus menjalani perawatan diruang Intensive
Coronary Care Unit (ICCU). Salah satu metode untuk menurunkan tingkat kecemasan
adalah dengan metode distraksi diantaranya dengan terapi murottal Al-Qur’an. Tujuan
penelitian mengetahui pengaruh terapi murottal Al-Qur’an terhadap penurunan tingkat
kecemasan. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi eksperiment, dengan pendekatan
Non-equivalent Control Group Design. Sample penelitian adalah pasien penderita
Cardiovaskuler yang dirawat diruang ICCU RSUD Margono Soekarjo Purwokerto
berjumlah 30 responden sesuai dengan jumlah minimal penelitian eksperimen, 15
responden sebagai kelompok eksperimen dan 15 responden lainnya sebagai kelompok
kontrol. Tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik consecutive sampling dimana
pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel yang memenuhi kriteria
penelitian sampai kurun waktu tertentu sampai jumlah sampel terpenuhi. Tehnik
pengambilan data dengan cara observasi dan wawancara dengan mengunakan
kuesioner Hamylton Rating Scale Of Anxiety (HRS-A). Terapi murottal ini dengan MP3
player disambungkan dengan headset dengan frekuensi 7-14 Hz. Berdasarkan hasil
analisis menggunakan uji statistik Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05),
diperoleh nilai p value 0,001 dengan demikian p value < α (0,001<0,05). Ada penurunan
tingkat kecemasan pada pasien yang diberikan terapi murottal. Dapat disimpulkan bahwa
terapi Murottal Al-Qur’an dengan frekuensi 7-14 hertz selama 15 menit berpengaruh
terhadap penurunan tingkat kecemasan Pasien yang dirawat diruang ICCU. Terapi
murottal bisa digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yan dirawat
di perawatan kritis.
Kata kunci : Kecemasan, Intensive Coronary Care Unit ( ICCU), Terapi Murottal Al-
Qur’an.
45 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
46 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
47 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
48 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
49 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
50 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
51 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
52 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Murottal Al-Quran terhadap Tingkat Kecemasan
53 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV
Abstrak
Salah satu kunci keberhasilan dalam proses pengobatan pada pasien HIV/ AIDS adalah
kepatuhan minum obat ARV. Namun pada kenyataannya, kepatuhan penderita HIV/
AIDS dalam menjalani pengobatan masih menjadi masalah serius dalam strategi
pengendalian infeksi HIV/ AIDS di Indonesia. Kepatuhan terapi ARV pada penderita
HIV/ AIDS diharapkan dapat ditingkatkan untuk meminimalisasi munculnya dampak
negatif. Dampak negatif dari ketidakpatuhan terapi ARV perlu diantisipasi sedini
mungkin salah satunya adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien HIV/ AIDS dalam meminum terapi ARV. Tujuan artikel ini
memberikan review tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum
obat ARV pada penderita HIV/ AIDS. Pencarian data dengan menggunakan search
engine google terhadap artikel jurnal dari tahun 2011 - 2015. Kata kunci yang digunakan
antara lain: adherence, kepatuhan, ARV, antiretroviral, faktor-faktor, HIV, dan AIDS.
Sejumlah 5 artikel yang di-review terdiri dari 4 penelitian crossectional study, 1 penelitian
crossectional mix method study. Kriteria inklusi yang digunakan adalah jurnal penelitian
yang membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat ARV
pada penderita HIV/ AIDS. Dari 5 jurnal yang di-review menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat ARV pada penderita HIV/AIDS
meliputi: penggunaan alkhohol, pengetahuan, jarak dengan pelayanan kesehatan, tingkat
pendidikan, stigma, jenis kelamin wanita, efek samping obat, diskriminasi, depresi.
Kesimpulannya penggunaan alkohol, jenis kelamin wanita, stigma masyarakat,
diskriminasi merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan
pengobatan HIV/AIDS. Untuk itu diperlukan konseling yang optimal dari pertugas
kesehatan untuk memberikan pengetahuan dan penerimaan ODHA terhadap sakitnya.
Kata kunci : adherence, kepatuhan, ARV, antiretroviral, faktor-faktor, HIV, dan AIDS
54 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV
55 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV
56 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV
57 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ARV
58 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
Abstrak
Positioning salah satu intervensi pasca Coronary Artery Bypass Graft (CABG) berguna
untuk pemulihan dan pencegahan komplikasi pasca bedah. Beberapa hasil studi
menjelaskan, lateral posisi berefek positif terhadap oksigenasi, respirasi mekanik,
hemodinamik, dan tidak ditemukan adverse events pada pasien terpasang ventilasi
mekanik di ICU. Fenomena pasien pasca CABG di ICU hanya diposisikan supine dalam
waktu yang lama. Praktik keperawatan terbaik berbasis bukti (evidence-based nursing
practice) berupa pemberian posisi lateral 30o setelah dua jam pasca CABG di ICU
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ambulasi dini dan menguji kestabilan
hemodinamik meliputi: HR, SBP, DBP, MAP, SpO2, CVP, RR, dan temperature.
Pasien/populasinya (Patient/Population) yaitu pasien pasca CABG, intervensinya
(Intervention) yaitu pemberian posisi lateral 300 dua jam pasca bedah, pembandingnya
(Comparation) yaitu posisi supine dan semi fowler, hasilnya (Outcome) yaitu kestabilan
hemodinamik. Peserta sejumlah 10 pasien pasca CABG (5 pasien diposisikan lateral 30o,
dan 5 pasien diposisikan supine). Pasien intervensi diposisikan lateral sejak 2 jam pasca
CABG selang-seling dengan posisi supine tiap 2 jam, dan diukur hemodinamiknya 5 kali.
Pasien pembanding diposisikan supine dan diukur hemodinamiknya 5 kali juga. Hasil
praktik menunjukkan posisi lateral dini 2 jam pasca CABG tidak menimbulkan
perburukan hemodinamik pasien, demikian pula kelompok pembanding menunjukkan
hemodinamik yang stabil pula. Pemberian posisi lateral mulai 2 jam pasca CABG dan
posisi supine disimpulkan tidak terjadi perbedaan hemodinamik yang signifikan (HR
p=0,870; SBP p=0,131; DBP p=0,136; MAP p=0,222; SpO2 p=0,13; CVP p=0,514; RR
p=0,456; temperature p=0,083 pada α=0,05). Pengaturan posisi pasca bedah CABG
merupakan intervensi ambulasi dini yang dapat mendukung proses penyembuhan dan
tidak berdampak perburukan hemodinamik. Intervensi ini sebaiknya diterapkan pada
pasien pasca CABG untuk memenuhi ambulasi dini.
59 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
tahun 2011, dan sebanyak 20.713 pasien tahapan kegiatan yang dilakukan segera
pada tahun 2012 (Rekam Medis, 2013). pada pasien pasca bedah dimulai dari
Coronary Artey Bypass Graft bangun, duduk sampai pasien turun dari
(CABG) merupakan intervensi tempat tidur dan mulai berjalan dengan
pembedahan jantung pada gangguan bantuan alat sesuai kondisi pasien (Perry
oklusi koroner untuk membuat pintasan & Potter, 2010; Perry et al., 2012).
vaskular koroner guna mensuplai darah Mobilisasi dini sangat penting pada
secara adekuat ke myocardial (Bonow, sistem kardiovaskuler karena dapat
Mann, Zipes, & Libby, 2012; mencegah terjadinya hipotensi
Finkelmeier, 2000; Woods, Froelicher, ortostatik, peningkatan beban kerja
Motzer, & Bridges, 2010). CABG jantung, dan pembentukan trombus.
merupakan tindakan bedah koroner Positioning merupakan salah
jantung yang memiliki efek di berbagai satu bentuk rehabilitasi jantung yang
sistem tubuh meliputi: risiko perdarahan, diperlukan pasien pasca bedah jantung
penurunan hemodinamik, artimia, yang memiliki efek positif terhadap
tamponade jantung, syock cardiogenik, status fisiologis pasien. Positioning
cardiac arrest (Bonow et al., 2012; pasca bedah jantung adalah salah satu
Finkelmeier, 2000; Woods et al., 2010). intervensi keperawatan dengan
Prioritas perawatan pasca menempatkan tubuh pasien atau bagian
Coronary Artey Bypass Graft adalah tubuh pasien untuk meningkatkan status
pemantauan, manajemen chest tube yang kesehatan fisiologis dan psikologis
tepat, dan manajemen respirasi. (Ackley, Swan, Tucker, & Ladwig,
Intervensi lainnya adalah pemantauan 2008; Bulechek, Butcher, &
tanda vital, kateter intravena, kateter Dochterman, 2008). Intervensi tersebut
arteri, selang dada, kateter urine, dan berguna untuk pemulihan dan
selang nasogastric, elektrocardiografi, pencegahan komplikasi pasca operasi
tekanan arteri, dan oksimetri untuk CABG (Todd, 2005). Peter J. Thomas,
menilai hemodinamik dan aritmia, serta Paratz, Lipman, and Stanton (2007),
melakukan rehabilitasi jantung (Ades et menjelaskan bahwa posisi lateral berefek
al., 2013; Finkelmeier, 2000; Todd, positif terhadap oksigenasi, respirasi
2005). Rehabilitasi jantung merupakan mekanik, hemodinamik, dan tidak
program yang bersifat individual, ditemukan adverse events pada pasien
lengkap dan terstruktur untuk yang menggunakan ventilasi mekanik di
mempertahankan, mengembalikan dan unit perawatan intensif.
meningkatkan kondisi fisik, medik, Fenomena di unit pelayanan
psikologi, sosial, emosional dan keperawatan intensif (ICU) pasien pasca
vokasional secara paripurna (Ades et al., CABG sering diposisikan supine semi
2013). Rehabilitasi Jantung fase I fowler pada awal perawatan pasca bedah
mempunyai konsep ambulasi dini yang sampai beberapa jam. Pasien pasca
bertujuan untuk memulihkan kondisi fi- CABG hanya diposisikan lateral saat
sik pasien, mencegah tirah baring lama, jadwal memandikan pasien yaitu pagi
menurunkan angka kesakitan dan dan sore hari, untuk kepentingan higiene
kematian, serta meningkatkan kualitas personal. Diasumsikan bahwa ambulasi
hidup (Ades et al., 2013). dengan posisi lateral pada kondisi pasca
Ambulasi merupakan bedah jantung akan mengakibatkan
kemampuan seseorang untuk bergerak perburukan status cardiac output yang
bebas bertujuan memenuhi kebutuhan merugikan pasien.
agar hidup sehat untuk kemandirian diri Tujuan praktik keperawatan
(Perry & Potter, 2010; Perry, Potter, & terbaik berbasis bukti dengan penerapan
Elkin, 2012). Ambulasi diri merupakan posisi lateral 30o dini dua jam pasca
60 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
61 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
perempuan pasca CABG semua tingkat pressure (CVP); respiratory rate (RR);
usia yang dirawat di ruang ICU; dan dan temperature (T).
menunjukkan hemodinamik stabil.
Kriteria ekslusinya adalah: pasien Hasil
tersebut saat intervensi menunjukkan Hasil pelaksanaan praktik
hemodinamik yang tidak stabil. Tempat keperawatan terbaik berbasis bukti yang
pelaksanaan praktik keperawatan berupa pengaturan posisi lateral 30o yang
berbasis bukti ini dilakukan di Ruang dikomparasikan dengan pengaturan
ICU RS Jantung dan Pembuluh Darah posisi supine dan semifowler pada
Harapan Kita Jakarta. Waktu sepuluh pasien (4 posisi lateral kiri, 1
pelaksanaan pada tanggal April s.d Mei posisi lateral kanan, dan 5 posisi supine)
2014. pasca CABG di unit perawatan intensif
Prosedur intervensi yang (ICU) seperti tersaji pada tabel 1.
dipraktikkan adalah mengatur posisi
lateral diawali dengan pengukuran Tabel 1 Deskripsi Pasien kelompok
hemodinamik pertama (P1) pada menit intervensi dan komparasi (n=10)
Kelompok Frekuensi Persen
ke-115 sejak masuk ICU, kemudian pada
Supine semifowler 5 50
menit ke-120 pasien diposisikan lateral Left lateral position 4 40
30o derajat selama dua jam. Pasien yang Right lateral position 1 10
telah diposisikan lateral setelah
berlangsung selama 30 menit kemudian Rerata umur pasien pasca CABG
dilakukan pengukuran hemodinamik yang diberikan posisi lateral adalah 53 ±
yang ke-2 (P2). Posisi lateral masih 12,45 tahun (n=5), sedangkan rerata
dilanjutkan sampai dengan dua jam, dan umur pasien pasca CABG yang
setelah dua jam dalam posisi lateral diberikan posisi supine semi fowler
kemudian dilakukan pengukuran adalah 54,80 ± 7,69 tahun (n=5). Rerata
hemodinamik yang ke-3 (P3). Pasien berat badan pasien pasca CABG yang
pasca CABG setelah dua jam diposisi diberikan posisi lateral adalah 67,40 ±
lateral, kemudian dilakukan perubahan 7,64 kg (n=5), sedangkan rerata berat
posisi supine kembali selama dua jam. badan pasien pasca CABG yang
Pengukuran hemodinamik ke-4 (P4) diberikan posisi lateral adalah 62,50 ±
dilakukan setelah 30 menit pasien berada 11,74 kg (n=5). Rerata tinggi badan
dalam posisi supine, dan dilanjutkan pasien pasca CABG yang diberikan
pengukuran ke-5 (P5) setelah pasien posisi lateral adalah 160,20 ± 6,50 cm
diposisikan supine selama dua jam. (n=5), sedangkan rerata tinggi badan
Pasien kelompok komparasi dengan pasien pasca CABG yang diberikan
posisi supine semifowler dilakukan posisi supine semifowler adalah 160,20
pengukuran hemodinamik pada menit ± 8,76 cm (n=5). Informasi
yang sama. selengkapnya terdapat pada tabel 2.
Alat dan bahan yang diperlukan Deskripsi diagnosa medis,
adalah bantal panjang yang mampu tindakan pembedahan, dan terapi medis
menyangga badan pasien selama pada pasien pasca CABG yang diberikan
diposisikan lateral dengan intervensi posisi lateral 30o dan posisi
o
mempertahankan sudut 30 . Parameter supine semi fowler adalah seluruh pasien
yang dimonitor adalah hemodinamik terdiagnosa coronary artery disease
meliputi: heart rate (HR); systolic blood (CAD) dengan variasi pada berbagai
pressure (SBP); diastolic blood pressure jumlah vessel disease, dan keseluruhan
(DBP); mean arterial pressure (MAP); dilakukan tindakan pembedahan
Saturasi oksigen; central venous coronary artery bypass graft (CABG)
dengan berbagai variasi jumlah graft.
62 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
63 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
64 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
65 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
66 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
Tabel 3 Deskripsi Diagnosa Medis dan Tindakan Bedah dan Jenis Terapi
Variabel kelompok Kategori frekuensi Persentase
Diagnosa Supine semifowler CAD 2VD EF 51% 1 20.0
medis CAD 3VD + LM EF 47% 1 20.0
CAD 3VD EF 38% 1 20.0
CAD 3VD EF 57% 1 20.0
CAD 3VD EF 79% 1 20.0
Lateral 30o CAD 2VD + LM EF 60% 1 20.0
CAD 3VD + LM EF 56% 1 20.0
CAD 3VD EF 60% 1 20.0
CAD 3VD EF 62% 1 20.0
CAD 3VD EF 72% + Aneurisma 1 20.0
Tindakan Supine semifowler CABG 2X 2 40.0
bedah CABG 3X 1 20.0
CABG 4X 2 40.0
Lateral 30o CABG 2X 2 40.0
CABG 3X 2 40.0
CABG 4X 1 20.0
Jenis Terapi Supine semifowler Inovad, Morphine, Dobutamin 1 20.0
Inovad, Morphine, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Coritrope 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Recofol 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Vascon 1 20.0
Lateral 30o Morphine 1 20.0
Morphine, Recofol, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Humulin 1 20.0
Nitrogliceryn, Morphine, Recofol 1 20.0
Hasil perbedaan nilai hemodinamik kelompok posisi supine semifowler dengan kelompok posisi lateral
dua jam pasca CABG adalah sebagai berikut.
67 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Intervensi Posisi Lateral 30° Dua Jam Pasca Coronary Artery Bypass Graft
Tabel 4 Perbedaan hemodinamik (heart rate, SBP, DBP, MAP) pasien pasca CABG
Supine
Variabel Lateral Mean 95% CI of
Pengukuran semifowler p
Diff Diff
Mean SD Mean SD
Heart Rate P1 96,80 18,1 75,20 8,9 21,6 0,8 - 42,2 0,044*
P2 96,80 17,8 74,60 8,7 22,2 1,7 – 42,7 0,037*
P3 95,60 13,5 82,20 7,1 13,4 -2,3 – 29,1 0,084
P4 96,20 17,1 81,20 8,6 15 -4,7 – 34,7 0,118
P5 88,40 22,4 80,80 8,2 7,6 -19,7 – 34,9 0,496
P mean 94,76 17,0 78,80 6,9 15,9 -2,9 – 34,8 0,870
SBP P1 130,40 32,2 134,00 23,3 -3,6 -44,6 – 37,4 0,845
P2 122,20 15,8 147,80 12,9 -25,6 -46,7 - -4,5 0,023*
P3 120,40 29,7 142,00 19,0 -21,6 -58 – 14,7 0,208
P4 125,60 26,9 137,00 19,8 -11,4 -45,8 -23 0,467
P5 119,80 18,9 145,00 11,6 -25,2 -48,1 - -2,3 0,035*
P mean 123,68 21,1 141,16 9,6 -17,5 -41,4 – 6,5 0,131
DBP P1 63,40 13,3 76,00 11,4 -12,6 -30,6 – 5,4 0,146
P2 62,20 12,0 77,00 3,8 -14,8 -27,8 - -1,8 0,031*
P3 62,80 17,7 74,60 10,9 -11,8 -33,2 – 9,6 0,240
P4 63,80 18,5 71,20 11,6 -7,4 -29,9 – 15,1 0,471
P5 59,60 14,1 73,40 5,9 -13,8 -29,5 -1,9 0,077
P mean 62,36 14,6 74,44 7,3 -12,1 -28,9 – 4,7 0,136
MAP P1 85,40 16,1 93,20 19,6 -7,8 -33,9 – 18,3 0,510
P2 81,60 14,2 101,40 9,0 -19,8 -37,2 - -2,4 0,030*
P3 83,40 23,5 94,20 18,9 -10,8 -42 – 20,4 0,447
P4 85,60 22,5 92,60 18,0 -7 -36,7 – 22,7 0,601
P5 77,60 15,2 94,00 10,1 -16,4 -35,2 – 2,4 0,079
P mean 82,72 17,5 95,08 11,3 -12,36 -33,9 -9,2 0,222
*bermakna pada α = 0,05
Tabel 5 Perbedaan hemodinamik (SPO2, CVP, MAP, temperature) pasien pasca CABG
Supine
Variabel Lateral Mean
Pengukuran semifowler 95% CI of Diff p
Diff
Mean SD Mean SD
SpO2 P1 100,00 0 99,20 1,1 0,8 -0,6 – 2,2 0,141
P2 99,80 0,4 99,20 1,1 0,6 -0,7 – 1,9 0,290
P3 100,00 0 99,60 0,9 0,4 -0,7 – 1,5 0,347
P4 100,00 0 99,20 1,1 0,8 -0,6 – 2,2 0,141
P5 100,00 0 99,40 0,9 0,6 -0,5 – 1,7 0,172
P mean 99,96 0 99,32 0,8 0,64 -0,4 – 1,7 0,13
CVP P1 8,00 3,0 9,20 2,6 -1,2 -5,4 – 3,0 0,524
P2 8,60 1,8 9,00 3,3 -0,4 -4,3 – 3,5 0,819
P3 9,40 1,9 9,20 2,6 0,2 -3,1 – 3,5 0,894
P4 8,80 2,2 9,20 3,3 -0,4 -4,4 – 3,6 0,825
P5 8,20 3,3 9,60 2,7 -1,4 -5,8 – 3,0 0,487
P mean 8,60 1,5 9,24 1,4 -0,64 -2,8 – 1,5 0,514
RR P1 13,00 2,6 16,40 4 -3,4 -8,3 – 1,5 0,150
P2 13,20 2,3 13,00 1,2 0,2 -2,5 – 2,9 0,867
P3 15,00 4,4 16,60 4,7 -1,6 -8,3 – 5,1 0,595
P4 15,00 2,6 16,80 5,4 -1,8 -7,9 – 4,3 0,517
P5 16,60 3,6 16,60 4,2 0 -5,7 – 5,7 1
P mean 14,56 1,5 15,88 3,4 -1,3 -5,2 – 2,6 0,456
Temperature P1 35,48 1,6 33,66 1 1,8 -0,1 – 3,8 0,064
P2 35,8 1,5 34,5 1,1 1,3 -0,6 – 3,2 0,153
P3 36,1 1,6 35,2 0,8 0,9 -1,0 -2,8 0,301
P4 36,2 1,6 35,4 0,9 0,8 -1,1 – 2,7 0,363
P5 37,3 0,4 35,9 0,6 1,3 0,6 – 2,1 0,003*
P mean 36,2 1,2 34,9 0,7 1,2 -0,2 – 2,7 0,083
*bermakna pada α = 0,05
68 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen
Abstrak
Nebulizer merupakan salah satu cara pemberian obat untuk pasien asma yang
menggunakan sebuah alat yang disebut jet nebu, namun pada kenyataanya masih banyak
ditemukan di Rumah Sakit, terapi nebulizer masih menggunakan oksigen sebagai
penganti alat jet nebu. Penelitian ini untuk menguji efektifitas nebulizer menggunakan jet
nebu terhadap status respirasi pasien asma (Pola napas, Respirasi Rate (RR), Suara napas,
Saturasi Oksigen (SpO2), Arus Puncak Ekspirasi (APE) dibanding nebulizer
menggunakan oksigen. Penelitian ini merupakan penelitian experimental dengan desain
pre-post test with control group, penelitian dilakukan secara triple blinding di RSUD dr.
R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan jumlah sampel sebanyak 60 responden
yang diambil secara Proportionate stratified random sampling. Data dianalisis
menggunakan uji independen t-tes untuk data dengan sekala interval-rasio dan chi-
squared untuk data dengan sekala nominal. Hasil Penelitian mmenunjukkan tidak ada
perbedaan pada variabel pola napas antara nebulizer menggunakan jet nebu dibandingkan
dengan nebulizer menggunakan oksigen (p>0,05), Nebulizer menggunakan jet nebu lebih
efektif dalam penurunan respirasi rate (RR) pasien asma dari pada nebulizer
menggunakan oksigen (p<0,05), Nebulizer menggunakan jet nebu lebih efektif dalam
perubahan suara napas pasien asma dari ronchi/wheezing menjadi vesikuler dibandingkan
nebulizer menggunakan oksigen (p<0,01), Tidak ada perbedaan peningkatan SpO2 antara
nebulizer menggunakan jet nebu dibandingkan dengan nebulizer menggunakan oksigen
(p>0,05), Nebulizer menggunakan jet nebu lebih efektif dalam peningkatan APE pasien
asma dari pada nebulizer menggunakan oksigen (p<0,01). Nebulizer menggunakan jet
nebu memberi efek positif terhadap RR, Perubahan pola napas dan peningkatan APE pada
pasien asma, namun tidak berefek secara signifikan pada pola napas dan peningkatan
SpO2 dibandingkan nebulizer menggunakan oksigen
69 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen
70 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen
71 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen
72 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen
Penelitian tentang aman tidaknya pasien menjadi tidak maksimal. Hal ini
oksigen yang digunakan sebagai terbukti pada hasil analisis yang
penghasil uap pada nebulizer pernah menunjukkan adanya perbedaan yang
dilakukan oleh Gunawardena dkk (1984) signifikan pada variabel APE dalam
dimana penelitian tersebut penelitian ini. Beberapa penelitian yang
menyimpulkan bahwa nebulizer dengan meneliti efek darinebulizer terhadap
oksigen sebagai penghasil uap akan nilai APE juga menunjukkan hasil yang
meningkatkan PCO2 dan RR pada sama Ramlal at al (2013), Khairsyah dkk
pasien asma walaupun tidak signifikan (2002).
serta menurunkan APE pasien asma, Oksigen merupakan salah satu
sedangkan pada pasien asma dengan terapi yang sering digunakan dalam
retensi CO2 akan menyebabkan narcosis menangani pasien asma, tetapi perlu di
CO2. akui bahwa oksigen juga memiliki resiko
Hasil penelitian sebelumnya dan manfaat. Oksigen dapat
mendukung bukti hasil penelitian ini meningkatkan saturasi oksigen yang
terutama pada variabel suara napas, hasil memadai dalam darah arteri, namun
analisis menunjukan sebelum dilakukan pemberian oksigen tekanan tinggi untuk
terapi nebulizer baik menggunakan jet pasien dengan asma kronis dapat
nebu maupun menggunakan oksigen menyebabkan dekompensasi gagal
semua responden memiliki suara napas napas tipe II (Lavery & Corris, 2012).
responden seluruhnya ronchi/whessing, Hasil analisis pada variabel SpO2 pada
namun setelah dilakukan terapi nebulizer penelitian ini menunjukkan tidak adanya
menggunakan jet nebu selurunya perbedaan yang signifikan, baik
menjadi vesikuler, sedangkan yang nebulizer menggunkan jet nebu ataupun
dilakukan nebulizer menggunkan nebulizer menggunakan oksigen sama-
menggunakan oksigen, suara napas sama dapat meningkatkan SpO2 pada
responden yang berubah menjadi pasien asma. Hasil penelitian ini
vesikuler berjumlah 20 orang. Terdapat menegaskan bahwa nebulizer
10 orang pasien yang setelah dilakukan menggunakan jet nebu juga dapat
nebulizer menggunkan oksigen masih meningkatkan SpO2 dalam arteri.
terdengar suara napas ronchi/whessing.
Suara napas ronchi menunjukkan Kesimpulan
masih adanya lendir di dalam saluran Tidak ada perbedaan pada
udara, ataupun bronkus masih belum variabel pola napas antara nebulizer
berdilatasi secara maksimal yang menggunakan jet nebu dibandingkan
menimbulkan bunyi whessing. Masih dengan nebulizer menggunakan oksigen
adanya lendir disaluran pernapasan (p>0,05). Nebulizer menggunakan jet
kemungkinan diakibatkan karena efek nebu lebih baik dalam penurunan
obat yang tidak maksimal dalam respirasi rate (RR) pasien asma dari pada
mengencerkan lendir sehingga tidak bisa nebulizer menggunakan oksigen
dikeluarkan oleh pasien, sedangkan (p<0,05). Nebulizer menggunakan jet
bunyi whessing dikarenakan obat yang nebu lebih baik dalam perubahan suara
tidak tepat sasaran yaitu hanya napas pasien asma dari ronchi/wheezing
menempel pada trakea dan oral, menjadi vesikuler dibandingkan
sehingga bronkus tidak maksimal dalam nebulizer menggunakan oksigen
berdilatasi. (p<0,01). Tidak ada perbedaan
Masih adanya sisa lender di peningkatan SpO2 antara nebulizer
saluran pernafasan dan ketidak menggunakan jet nebu dibandingkan
maksimalan bronkus dalam berdilatasi dengan nebulizer menggunakan oksigen
menyebabkan arus puncak ekspirasi (p>0,05). Nebulizer menggunakan jet
73 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perbandingan Keefektifan Nebulizer Menggunakan Jet Nebu dengan Oksigen
74 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik
1,2,3
Dosen Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
4
Mahasiswa Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
Abstrak
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung secara kronik
dimana terjadi kelebihan gula di dalam darah. DM dapat mengakibatkan gangguan
sirkulasi darah pada daerah kaki. Gangguan sirkulasi darah ini dapat dilihat dengan cara
melakukan pengukuran pada Ankle Brachial Index (ABI). Salah satu upaya untuk
mencegah gangguan sirkulasi darah pada kaki dapat dilakukan dengan cara senam kaki
diabetik. Senam kaki diabetik ini dapat dilakukan dengan menggunakan koran dan bola
plastik, dimana senam ini mampu meningkatkan sensitivitas kaki, membuat rileks dan
melancarkan peredaran darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
efektifitas senam kaki diabetik dengan koran dan senam kaki dengan bola plastik terhadap
nilai ABI pada pasien DM tipe 2 di Kelurahan Gisikdrono Semarang. Rancangan
penelitian ini menggunakan quasy experimental dengan desain penelitian two group pre
test and post test without control group design. Jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 38 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling.
Pemilihan sampel untuk kelompok senam kaki diabetik dengan koran dipilih berdasarkan
nomor urut ganjil, sedangkan pada kelompok senam kaki diabetik dengan bola plastik
dipilih berdasarkan nomor urut genap. Alat ukur nilai ABI dalam penelitian ini
menggunakan tensimeter dan doppler. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan uji Mann-Whitney Test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
perbedaan efektifitas senam kaki diabetik dengan koran dan senam kaki diabetik dengan
bola plastik terhadap nilai ABI pada pasien DM tipe 2 di Kelurahan Gisikdrono Semarang
dengan nilai p = 0,002 (p<0,05). Dilihat dari selisih nilai mean senam kaki dengan koran
lebih besar dari bola plastik yaitu 0,132 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa senam
kaki dengan koran lebih efektif dibandingkan dengan bola plastik dalam meningkatkan
nilai ABI pada pasien DM tipe 2. Rekomendasi hasil penelitian ini agar perawat dapat
menerapkan dan mengajarkan senam kaki diabetik dengan koran secara berkala untuk
memperlancar peredaran darah dan meningkatkan nilai ABI.
75 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik
76 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik
77 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik
Tabel 3
Perbedaan nilai ABI sebelum dan sesudah Pembahasan
diberikan Senam Kaki dengan Bola Plastik Berdasarkan hasil penelitian
dan Koran (n=38) didapatkan data bahwa sebelum
Variabel Sebelum Sesudah p dilakukan intervensi, nilai ABI berada
Mean ± SD Mean ± SD pada nilai tengah 0,8 pada kelompok
Senam 0,87 0,12 1,01 1,12 0,000
Kaki
senam kaki diabetik dengan bola plastik
Diabetik dan nilai tengah 0,9 kelompok senam
dengan kaki diabetik dengan koran. Gangguan
Koran pada vaskular perifer ini mengganggu
Senam 0,86 0,12 0,92 0,14 0,000 aliran darah pada bagian ektremitas
Kaki
terutama ekstremitas bawah dimana
Diabetik
dengan pada pasien dengan gangguan vaskular
Bola maka hasil pengukuran tekanan darah
Plastik berada dibawah rentang normal,
sehingga hasil pengukuran nilai ABI
Hasil uji Mann-Whitney Test berada dibawah rentang nilai normal.
menunjukkan adanya perbedaan yang Hasil penelitian setelah
signifikan antara senam kaki dengan dilakukan intervensi, nilai ABI berada
koran dan senam kaki dengan bola pada nilai tengah 0,9 pada kelompok
plastik terlihat dari nilai p = 0,002 (p < senam kaki diabetik dengan bola plastik
0,05). Senam kaki dengan koran lebih dan nilai tengah ABI 1,0 kelompok
efektif dibandingkan dengan senam kaki senam kaki diabetik dengan koran. Hal
dengan bola plastik dapat dilihat dari ini akan menstimulus meningkatnya
nilai mean, dimana nilai mean pada sensitivitas insulin serta meningkatkan
senam kaki dengan koran (0,132) lebih ambilan glukosa oleh otot, sehingga
besar dari senam kaki dengan bola tidak akan timbul gangguan pada
plastik (0,063) yang ditunjukkan pada vaskularisasi akibat peningkatan
tabel 4. osmolaritas darah. Hal tersebut akan
membuat aliran darah pada bagian
ektremitas akan menjadi lancar begitu
pula tekanan darah pasien, sehingga nilai
ABI pasien yang sudah dilakukan
intervensi akan meningkat (Rose, &
Richter, 2005).
78 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik
79 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Efektivitas Senam Kaki Diabetik dengan Koran dan Bola Plastik
80 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
Abstrak
Proses menyusui dapat mengakibatkan perubahan hormonal, fisik dan psikologis pada
ibu. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi kepuasan seksual pada ibu menyusui.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kepuasan seksual pada
ibu menyusui. Penelitian merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sampel yang
digunakan sejumlah 61 ibu menyusui di Kelurahan Mangunharjo Kota Semarang. Teknik
pengambilan sampel total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner The New Sexual Satisfaction Scale. Data dianalisa menggunakan distribusi
frekuensi dan prosentase. Hasil penelitian menunjukkan ibu menyusui berusia 26-30
tahun (63.9), usia bayi 3-6 bulan (27.9%), berpendidikan SMA (44.3%), profesi ibu
rumah tangga (65.6%), berpendapatan Rp. 1.685.000 – Rp. 3.000.000 (41%), tidak
memiliki riwayat penyakit kronis (95.1%), seluruh responden tidak memiliki penyakit
saat ini. Tingkat kepuasan seksual pada ibu menyusui adalah sedikit puas (16.4%), cukup
puas (41%), sangat puas (31.1%), dan luar biasa puas (11.5%). Penurunan kepuasan
seksual pada ibu menyusui disebabkan oleh penurunan libido, perubahan bentuk tubuh,
berkurangnya cairan vagina, keberadaan bayi di dalam kamar, kelelahan mengurus bayi,
serta kurangnya komunikasi tentang seksualitas dengan pasangan. Pasangan diharapkan
mengerti perubahan seksualitas yang terjadi pada masa menyusui, membantu istri
mengasuh bayi, serta meningkatkan komunikasi tentang seksualitas. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan metode kualitatif.
81 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
82 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
83 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
84 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
85 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
86 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kepuasan Seksual pada Ibu Menyusui
87 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental
Abstrak
Pola asuh yang dipilih orang tua dalam membimbing dan mendidik anak retardasi mental
berbeda dengan anak normal. Salah satu tujuan dari pola pengasuhan anak oleh orang tua
adalah untuk membuat anak menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan diri
sendiri. Pre survey yang dilakukan di SLBN Sukamaju pada bulan Februari 2015, dari 7
orang tua yang ditanya, 4 (57,14%) orang tua mengatakan anaknya mandi masih di bantu,
makan disuapi, berpakaian di bantu, bermain masih didampingi keluarga. Sedangkan 3
(42,86%) orang tua mengatakan anaknya sudah bisa mandi, makan, berpakaian, secara
mandiri dan saat bermain hanya di awasi saja. Peneliti ingin mengetahui apakah ada
hubungan antara pola asuh orang tua terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental
di SLB Negeri Sukamaju Simpang Propau Kotabumi Lampung Utara tahun 2015. Tujuan
penelitian ini adalah diketahui hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat
kemandirian anak retardasi mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sukamaju
Simpang Propau Kabupaten Lampung Utara tahun 2015. Desain penelitian ini adalah
analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian
adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak retardasi mental berjumlah 32 orang.
Sampel dan tehnik sampling adalah total populasi. Variabel penelitian terdiri dari variabel
independen yaitu pola asuh orang tua dan variabel dependent yaitu tingkat kemandirian
anak. Analisa data yaitu analisa univariat dan analisa bivariat melalui uji chi-square
dengan α = 0,05. Hasil penelitian diperoleh dari 32 responden, 7 (21,9%) responden
dengan pola asuh otoriter, dan anak yang mandiri pada anak retardasi mental berjumlah
12 (37,5%). Hasil bivariat didapatkan tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua
terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental dengan p value 0,683 (p > 0,05).
Saran bagi pihak sekolah SLB untuk membuat program Parenting School untuk dapat
mengoptimalkan pola asuh orang tua terhadap kemandirian anak retardasi mental.
Setiap orang tua mengharapkan normal, anak yang abnormal atau anak
anaknya tumbuh dan berkembang dengan berkebutuhan khusus (Smart,
dengan sempurna secara fisik maupun 2012).
mental/psikologis. Orang tua memegang Menurut WHO jumlah
peranan terbesar dalam membentuk penyandang cacat di suatu negara
kepribadian anak, termasuk didalamnya diperkirakan 10% dari jumlah penduduk
anak menjadi seorang mandiri, manja dan pada anak-anak diperkirakan
atau selalu bergantung dengan orang mencapai 0,5-2,5% khususnya di Swedia
lain. Disamping itu, orang tua diperkirakan 0,3% anak yang berusia 5-
mempunyai tanggung jawab yang sangat 16 tahun merupakan penyandang
besar dalam menanamkan kepribadian retardasi mental yang berat dan 0,4%
yang baik untuk anak, baik pada anak retardasi mental ringan (Agus I, 2011).
88 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental
Data Biro Pusat Statistik (BPS) retardasi mental di SLBN yaitu 32 orang
tahun 2010, dari 222 juta penduduk dari 43 orang siswa.
Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta Pre survey yang peneliti lakukan
jiwa adalah penyandang cacat, di SLBN Sukamaju pada bulan Februari
sedangkan populasi anak penderita 2015 terlihat beberapa anak yang masih
retardasi mental menempati angka didampingi orang tuanya di dalam kelas
paling besar yaitu 1-3%. Berdasarkan dengan alasan anaknya tidak mau
data Riskesdas 2013, prevalensi Tuna ditinggal, saat bermain anak tetap
Grahita (cacat mental) pada umur 24-59 didampingi. Dari 7 orang tua yang
bulan yaitu 0,14%. Berdasarkan peneliti tanya, terdapat 4 orang tua
Pendataan Program Perlindungan Sosial (57,14%) mengatakan anaknya mandi
(PPLS), jumlah anak retardasi mental masih di bantu, makan disuapi,
yaitu 30.460 anak dari 130.572 anak berpakaian di bantu, bermain masih
penyandang disabilitas (Riskesdas, didampingi keluarga. Sedangkan 3 orang
2013). tua (42,86%) mengatakan anaknya sudah
Anak yang retardasi mental bisa mandi, makan, berpakaian, secara
disembunyikan dari masyarakat karena mandiri dan saat bermain hanya di awasi
orang tua merasa malu mempunyai anak saja.
keterbelakangan mental. Di sisi lain, ada Berdasarkan masalah di atas,
pula orang tua memberikan perhatian maka peneliti melakukan penelitian
yang lebih pada anak retardasi mental. untuk mengetahui hubungan pola asuh
Semua kebutuhan anak dipenuhi orang tua terhadap tingkat kemandirian
sehingga anak tidak mandiri (Yuniara, anak retardasi mental di SLB Negeri
2009). Sukamaju Simpang Propau Lampung
Pola asuh yang dipilih orang tua Utara Tahun 2015.
dalam membimbing dan mendidik anak
retardasi mental yang berbeda dengan Metode
anak normal. Orang tua bertanggung Jenis dan desain penelitian yang
jawab dan membantu mengembangkan digunakan adalah analitik kuantitatif
perilaku adaptif sosial yaitu kemampuan dengan menggunakan pendekatan cross
untuk mandiri. Anak retardasi mental sectional. Populasi pada penelitian ini
dapat dilatih cara berpakaian, cara adalah seluruh orang tua yang
makan, pemeliharaan tubuh dan harus mempunyai anak retardasi mental
diberi kesempatan seperti anak-anak berjumlah 32 orang. Sampel pada
lainnya untuk bermain, tetapi tetap penelitian ini seluruh populasi anak
diawasi sehingga anak dapat mandiri. dengan retardasi mental yaitu 32 orang
Anak-anak tunagrahita juga dapat (total populasi) di SLB Negeri Sukamaju
melakukan hal-hal yang bisa dilakukan Simpang Propau, dengan kriteria anak
oleh anak-anak normal pada umumnya. yang mengalami retardasi mental,
Dengan demikian anak tidak hanya menjalani pendidikan di SLB dan
berdiam diri dan menunggu bantuan dari bersedia menjadi responden. Variabel
orang lain (Smart, 2012). penelitian ini ada dua yaitu variabel
Sekolah Luar Biasa Negeri independen yaitu pola asuh orang tua
(SLBN) Sukamaju Simpang Propau dan variabel dependen yaitu tingkat
Lampung Utara merupakan satu-satunya kemandirian anak. Penelitian ini
sekolah atau lembaga pendidikan yang dilakukan di SLB Negeri Sukamaju
mendidik anak dengan berkebutuhan Simpang Propau Kabupaten Lampung
khusus, termasuk anak dengan retardasi Utara. Data yang dikumpulkan adalah
mental. Jumlah anak yang menderita data primer dengan cara membagikan
kuesioner kepada orang tua yang
89 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental
Pada penelitian ini pola asuh mental. Semua kebutuhan anak dipenuhi
demokratis berjumlah 25 orang (78,1%). sehingga anak tidak mandiri (Yuniara,
Pola asuh demokratis adalah pola asuh 2009).
yang memprioritaskan kepentingan Anak-anak penyandang tunagrahita juga
anak, akan tetapi tidak ragu – ragu dapat bekerja dan dapat hidup mandiri.
mengendalikan mereka. Orang tua Mereka juga dapat melakukan hal-hal
dengan pola asuh ini bersikap rasional, yang bisa dilakukan oleh anak-anak
selalu mendasari tindakannya pada normal pada umumnya. Dengan
rasional atau pemikiran – pemikiran. demikian, anak-anak tidak hanya
Orang tua yang berwenang menerapakan berdiam diri dan menunggu bantuan dari
kontrol tegas atas perilaku anak, tetapi orang lain. Anak-anak berkebutuhan
juga menekankan kemandirian dan khusus tersebut juga dapat menjadi anak-
individualitas anak. anak yang mandiri dan bersaing dengan
Faktor pola asuh ini dipengaruhi dunia luar.
oleh pendidikan orang tua. Hasil Hal ini sependapat dengan teori,
penelitian ini terdapat tingkat hal-hal yang perlu diperhatikan untuk
pendidikan orang tua terbanyak adalah memandirikan anak-anak penyandang
pendidikan menengah yaitu 15 orang tunagrahita adalah dengan memberikan
(46,9%) dan pendidikan tinggi 5 orang kesempatan anak tersebut melakukan
(15,6%). Latar belakang pendidikan segala sesuatu (yang tidak berbahaya)
orang tua yang menengah dan lebih sendiri, anak diajarkan untuk dapat
tinggi dalam praktik asuhannya terlihat mandiri. Belajar dapat mengembangkan
lebih sering membaca artikel ataupun potensi yang ada dalam dirinya masing-
mengikuti perkembangan pengetahuan masing. Dengan demikian, anak-anak
mengenai perkembangan anak. Dalam tersebut juga juga dapat belajar cara
mengasuh anaknya mereka menjadi mempertahankan dirinya dari segala
lebih siap karena memiliki pemahaman kemungkinan-kemungkinan yang akan
yang lebih luas, sedangkan orang tua datang (Smart, 2012).
yang memiliki latar belakang pendidikan Faktor usia anak juga dapat
terbatas, memiliki pengetahuan dan mempengaruhi kemandirian anak.
pengertian yang terbatas mengenai Effendi (2006) menyatakan anak
kebutuhan dan perkembangan anak melewati tahap perkembangan dapat
sehingga kurang menunjukkan berjalan seiring dengan tingkat usianya.
pengertian dan cenderung akan Semakin bertambah usia anak, makin
memperlakukan anaknya dengan ketat tinggi tingkat kemandirian anak tersebut.
dan otoriter. Semiun (2006) menyatakan usia pada
anak retardasi mental dan anak normal
Tingkat Kemandirian Anak Retardasi tidak bisa disamakan tingkat
Mental kemandiriannya. Usia anak retardasi
Anak yang mandiri pada mental lebih ditekankan pada
penelitian anak retardasi mental, yaitu 12 perkembangan mentalnya, ketika anak
orang (37,5%). Tanggapan negatif retardasi mental berusia 6 tahun maka
masyarakat tentang anak retardasi usia mentalnya setara dengan
mental menimbulkan berbagai macam perkembangan anak usia 4 tahun.
reaksi orang tua yang memiliki anak Sehingga anak tidak dipaksakan belajar
retardasi mental, seperti: orang tua seperti anak seusianya.
mengucilkan anak atau tidak mengakui Bagi anak retardasi mental,
sebagai anak yang retardasi mental. Di sekurang-kurangnya diperlukan dua
sisi lain, ada pula orang tua memberikan bidang kemandirian yang harus dimiliki
perhatian yang lebih pada anak retardasi yaitu: keterampilan dasar dalam hal
91 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental
92 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental
93 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT
Abstrak
Gangguan keseimbangan tubuh merupakan salah masalah kesehatan yang sering dialami
oleh lansia. Masalah ini dapat mengakibatkan jatuh dan cedera bila tidak dicegah. Model
intervensi Cegah gangguan keseimbangan tubuh lansia (CEGAT lansia) merupakan
bentuk intervensi keperawatan komunitas yang dapat mempertahankan keseimbangan
tubuh lansia. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pelaksanaan model
intervensi keperawatan komunitas “cegat lansia” untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh dalam pelayanan keperawatan komunitas melalui integrasi teori dan model
community as partner dan konsekuensi fungsional pada kelompok lansia dengan
gangguan keseimbangan di Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Hasil
intervensi menunjukkan model intervensi cegat lansia berpengaruh signifikan dalam
meningkatkan keseimbangan tubuh (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,000)
dan keterampilan (p=0,000). Hasil ini memberi peluang bagi perawat kesehatan
komunitas dalam pengembangan intervensi promotif dan preventif. Model intervensi ini
aman, mudah, efektif dan murah bagi lansia di komunitas.
Alphert, 2013; Long, Jacson & Laubech, keatas, tidak mengalami gangguan
2013; Noohu, Dey & Hussain, 2014; kesadaran, bertempat tinggal di wilayah
Borges et al, 2015). RW 02 dan 05 Kelurahan Srengseng
Berbagai penelitian telah Sawah. Jumlah sampel sebanyak 46
mengidentifikasi gangguan lansia. Model intervensi cegat
keseimbangan tubuh merupakan dilaksanakan selama 8 bulan. Model
penyebab jatuh dan cedera pada lansia intervensi cegat terdiri dari 4 jenis
(Hirase, Inokuchi, Matsusaka & Okita, intervensi yaitu: 1) skrining
2015; Iatridou, 2014). Gangguan keseimbangan tubuh (CDC, 2014; Miller
keseimbangan dan gaya hidup yang tidak 2012) yang dilakukan pada awal bulan
aktif merupakan faktor risiko jatuh dan pertama dan akhir bulan kedelapan.
cedera (Joshua et al, 2014). Rubenstein Keseimbangan tubuh diukur
(2006) mengatakan keseimbangan tubuh menggunakan instrumen time up and go
berkontribusi 4-39% terhadap kejadian test (TUGT). 2) Pendidikan kesehatan
jatuh pada lansia. Jatuh merupakan tentang gangguan keseimbangan (media:
masalah terbesar yang diakibatkan oleh video, modul, leaflet) (CDC, 2008;
gangguan keseimbangan tubuh pada Miller 2012) dilakukan setiap bulan. 3)
lansia. Latihan cegat dilakukan 2 kali seminggu
Beberapa penelitian telah (sekali di rumah dan sekali di
dilakukan di wilayah DKI Jakarta untuk komunitas). Latihan cegat merupakan
mengatasi gangguan keseimbangan latihan yang dimodifikasi dari LKS
tubuh. Namun upaya yang dilakukan lansia (Kiik, Sahar dan Permatasari,
untuk meminimalkan risiko gangguan 2015) dan latihan Otago (CDC, 2015;
keseimbangan, jatuh dan cedera belum Liston et al, 2014) dan 4) Pembentukan
dilakukan secara maksimal. Perawat Posbindu dengan program unggulan
kesehatan komunitas mengembangkan Cegat sebagai wadah untuk melakukan
model intervensi yang dikenal dengan pemeriksaan, pengukuran dan
Cegah Gangguan Keseimbangan Tubuh pendidikan kesehatan. Pengetahuan,
(Cegat). Cegat ini merupakan model sikap dan keterampilan diukur dengan
intervensi yang dikembangkan dengan menggunakan instrumen yang
mengintegrasikan berbagai upaya untuk dikembangkan oleh peneliti berupa
mencegah gangguan keseimbangan. kuesioner. Masing-masing berjumlah 12
Tujuan penelitian ini untuk item pertanyaan. Instrumen tersebut
memberikan gambaraan pengaruh telah dilakukan uji keterbacaan. Uji yang
pelaksanaan model intervensi digunakan untuk mengetahui pengaruh
keperawatan komunitas “cegat lansia” model intervensi cegat terhadap
untuk mempertahankan keseimbangan pengetahuan, sikap dan keterampilan
tubuh dalam pelayanan keperawatan lansia adalah Wilcoxon sign rank test (2
komunitas melalui integrasi teori kelompok data berpasangan, distribusi
community as partner dan konsekuensi data tidak normal) sedangkan Paired t-
fungsional pada kelompok lansia test (2 kelompok data berpasangan,
dengan gangguan keseimbangan di distribusi data normal) digunakan untuk
Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta mengetahui pengaruh model intervensi
Selatan. cegat terhadap keseimbangan tubuh.
Metode
Metode penelitian yang Hasil
digunakan adalah one group pre-post Hasil penelitian menunjukkan
test design. Teknik sampling peningkatan pengetahuan responden dari
menggunakan purposive sampling. 58,15 menjadi 79,71. Analisis lebih
Kriteria inklusi: berumur 60 tahun lanjut pengetahuan meningkat secara
95 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT
96 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT
0,225 detik. Hal ini disebabkan karena dapat mengambil peran untuk melatih
beberapa peserta dari penelitian ini tidak lansia. Namun perawat kesehatan
disupervisi sehingga kualitas latihannya masyarakat juga sangat mungkin untuk
menurun. melatih. Upaya-upaya pencegahan
Penelitian lain yang mendukung hasil seperti latihan cegat lansia ini harusnya
intervensi latihan cegat yaitu Hirase, menjadi program Puskesmas untuk
Inokuchi, Matsusaka dan Okita (2015) mencegah gangguan keseimbangan
yang melakukan penelitian di Jepang tubuh pada lansia Indonesia yang
pada 45 lansia dengan rerata usia 83,1 semakin meningkat jumlahnya. Dengan
tahun. Hasil penelitiannya menunjukkan demikian semakin lama lansia mengikuti
bahwa latihan keseimbangan yang latihan cegat secara teratur maka
dilakukan seminggu sekali selama 6 keseimbangan tubuhnya semakin baik.
bulan dengan durasi 1 jam setiap sesi Jika keseimbangan tubuh semakin baik
secara signifikan meningkatkan maka risiko jatuh menurun. Perawat
keseimbangan tubuh (nilai p=0,009). perlu mengajarkan lansia tentang latihan.
Hasil analisis lebih jauh menunjukkan Latihan ini penting untuk meningkatkan
nilai TUGT menurun dari 15,9 menjadi keseimbangan, kekuatan otot,
13,9. Sedangkan pada kelompok kontrol fleksibilitas dalam memelihara fungsi
justru meningkat dari 14,3 menjadi 15,0. tubuh lansia.
Hasil penelitian berbeda ditunjukkan
oleh Nilsagård, Koch, Nilsson dan Kesimpulan
Forsberg (2014). Latihan keseimbangan Terjadi peningkatan keseimbangan
dilakukan pada 30 lansia di komunitas 2 tubuh lansia. Sebelum dilakukan
kali selama 7 minggu. Nilai TUGT intervensi, rerata nilai TUGT sebesar
sebelum perlakuan 12,69 dan 7 minggu 13,93 detik namun setelah dilakukan
kemudian menurun menjadi 11,93, intervensi nilai TUGT menjadi 12, 13
namun hasil tersebut tidak signifikan detik. Hal ini menunjukkan gangguan
(p=0,658). Justru rerata nilai TUGT keseimbangan tubuh lansia menurun.
yang diukur sesaat setelah latihan Latihan cegat lansia dapat menurunkan
menunjukkan hasil yang signifikan gangguan keseimbangan tubuh sehingga
(p=0,035; TUGT 11,43). Hasil tersebut mencegah jatuh pada lansia. Latihan
menunjukkan bahwa nilai TUGT cegat lansia dapat meningkatkan
sebaiknya diukur sesaat setelah latihan. kekuatan otot ekstremitas bawah,
Beberapa penelitian yang telah meningkatkan fleksibilitas, kecepatan
dijelaskan memberi bukti lebih kuat berjalan dan keseimbangan tubuh.
bahwa latihan cegat lansia dapat Peningkatan kemampuan kelompok
meningkatkan keseimbangan tubuh lansia yang mencakup pengetahuan,
sehingga mencegah jatuh pada lansia. sikap dan keterampilan dalam perawatan
Latihan cegat lansia dapat meningkatkan gangguan keseimbangan tubuh di
kekuatan otot ekstremitas bawah, Kelurahan Srengseng Sawah.
meningkatkan fleksibilitas, kecepatan Banyaknya informasi yang telah
berjalan dan keseimbangan tubuh. didapatkan, menjadikan lansia mau
Latihan cegat lansia yaitu LKS lansia berubah dan melakukan tindakan yang
berpotensi untuk dilakukan di komunitas telah diajarkan. Intervensi ini sangat
sedangkan latihan Otago berpotensi aman, mudah, efektif dan murah untuk
untuk dilakukan di rumah. Jika dilakukan di komunitas.
dilakukan di komunitas maupun di
rumah, peralatan yang dibutuhkan hanya Daftar Pustaka
sebuah kursi. Kader posbindu sebagai Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K.
perpanjangan tangan pihak Puskesmas D. (2014). Community & Public
97 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT
98 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT
Deering, K., Fieldhouse, J., & Ko, W. F. Y., Oliffe, J. L., Han, C. S.,
Parmenter, V. (2016). Recovery Garrett, B., Henwood, T., Tuckett,
versus risk? From managing risk to A.G. & Sohrevardi, A. (2016).
the co-production of safety and Canadian nurses’ perspectives on
opportunity. Mental Health and prostate cancer support groups.
Social Inclusion. Advance online Cancer Nursing. Advance online
publication. publication. doi:
http://dx.doi.org/10.1108/MHSI- 10.1097/NCC.0000000000000275
08-2015-0029 Korhan, E.A., Eyigor, C., Uyar, M.,
Dsouza, S. A., Rajashekar, B., Dsouza, Yont, G.H., Celik, S. & Khorshid,
H. S., & Kumar, K. B. (2014). L. (2014). The effects of music
Falls in Indian older adults: a therapy on pain in patients with
barrier to active ageing. Asian J neuropathic pain. Pain
Gerontol Geriatr. 9: 1-8. Management Nursing. Advance
Hirase, T., Inokuchi, S., Matsusaka, N., online publication.
& Okita, M. (2015). Effectiveness http://dx.doi.org/10.1016/j.pmn.2
of a balance-training program 012.10.006
provided by qualified care workers Later Life Training. (2015). Otago
for community-based older adults: strength and balance Home
A preliminary study. Geriatric exercise program.
Nursing. Advance online http://www.laterlifetraining.co.uk/
publication. Leung, P., Orrell, M., & Orgeta, V.
doi:10.1016/j.gerinurse.2015.02.0 (2014). Social support group
05 interventions in people with
Joshua, A.M. et al (2014). Effectiveness dementia and mild cognitive
of progressive ressistance strength impairment: a systematic review
training versus traditional balance of the literature. Int J Geriatr
exercise in improving balance Psychiatry. Advance online
among the elderly - a randomised publication. doi: 10.1002/gps.4166
controlled trial. Journal of Clinical Liston, M.B. et al (2014). Feasibility and
and Diagnostic Research. 2014 effect of supplementing a modified
March, Vol-8(3): 98-102 OTAGO intervention with
Khan, M. M. & Kobayashi, K. (2015). multisensory balance exercises in
Optimizing health promotion older people who fall: a pilot
among ethnocultural minority randomized controlled trial.
older adults (EMOA). Clinical Rehabilitation, Vol. 28(8)
International Journal of 784 –793. doi:
Migration, Health and Social 10.1177/0269215514521042
Care. Advance online publication. Long, L., Jackson, K. & Lauback, L.
http://dx.doi.org/10.1108/IJMHS (2013). A home-based exercise
C-12-2014-0047 program for the foot and ankle to
Kiik, S. M., Sahar, J., & Permatasari, H. improve balance, muscle
(2015). Pengaruh LKS Lansia performance and flexibility in
terhadap Keseimbangan Tubuh, community dwelling older adults:
Risiko Jatuh, Status Kesehatan dan a pilot study. International Journal
Kualitas Hidup Lansia di Kota of Physical Medicine &
Depok. (Tesis, Tidak Rehabilitation, 1, 1-6.
dipublikasikan). Depok: doi:10.4172/2329-9096.1000120
Universitas Indonesia Malini, M. H. (2015). Original research
impact of support group
99 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT
100 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Model Intervensi Keperawatan Komunitas CEGAT
101 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah
Abstrak
Kolesterol adalah prekursor hormon-hormon steroid dan asam lemak dan merupakan
unsur pokok yang penting di membran sel. Lemak menumpuk dalam tubuh diakibatkan
oleh asupan serat kurang, penggunaan minyak goreng yang salah, dan indeks massa
tubuh. Prevalensi nasional sebanyak 35,9% memiliki kolesterol abnormal, IMT obesitas
15,4% dan kurus 8,7%, dan kurang melakukan aktivitas fisik sebanyak 26,1%. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, asupan serat, indeks massa
tubuh, dan penggunaan minyak goreng dengan kadar kolesterol darah pada masyarakat
Dusun Wedomartani Sleman Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah warga di Dusun
Wedomartani Sleman Yogyakarta. Sampel berjumlah 90 responden diambil dengan
teknik stratified random sampling. Data diuji statistik dengan Chi Square. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar asupan serat kategori cukup yaitu sebanyak 38
responden (42,2%), Sebagian besar indeks masa tubuh responden kategori normal yaitu
50 orang (56,6%). Sebagian besar kebiasaan pemakaian minyak goreng kategori cukup
yaitu 52 orang (57,8%). Tidak ada hubungan antara usia dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0,496). Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0,923). Tidak ada hubungan antara asupan serat dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0.722). Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar kolesterol darah
(p-value 0.000). Ada hubungan penggunaan minyak goreng dengan kadar kolesterol
darah (p-value 0.000). Kesimpulannya tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, dan
asupan serat dengan kadar kolesterol darah. Ada hubungn antara indeks massa tubuh dan
penggunaan minyak goreng dengan kadar klesterol darah pada masyarakat Dusun
Wedomartani Sleman Yogyakarta. Masyarakat diharapkan melakukan gaya hidup sehat
sehingga dapat menjaga kadar kolesterol darah dalam kadar normal dan terhidar dati
komplikasi akibat hiperkolesterol.
Kata Kunci: Asupan Serat, Indeks Massa Tubuh, Minyak Goreng, Kadar Kolesterol
Darah
dalam batas normal. Kadar dalam darah kriteria inklusi dan eksklusi. Data usia,
tergantung dari diit terutama diit tinggi jenis kelamin, asupan serat, dan
minyak, penyerapan di usus serta penggunaan minyak goreng diukur
kemampuan liver memproduksi dan dengan kuesioner. Data tentang IMT
mengendalikannya (Soeharto, 2002). didapatkan dari pengukuran tinggi badan
Masyarakat sering menggunakan dan berat badan. Data tentang kadar
minyak berkali-kali untuk menggoreng. kolesterol didapatkan dari pengukuran
Perlakuan ini tidak sehat, karena asam darah tepi.
lemak bebas mengandung ikatan Hasil
rangkap yang dapat membentuk Sebagian besar responden
peroksida, keton dan aldehid (Winarni et berjenis kelamin perempuan yaitu
al, 2010). Menurut Oeij et al (2007), jika sebanyak 51 orang (56,7%). Sebagian
minyak dipanaskan berulang-ulang, besar kategori dewasa awal yaitu
maka proses destruksi minyak akan sebanyak 48 orang (53,3%) seperti
bertambah cepat, hal ini disebabkan tercantum pada tabel 1. Asupan serat
meningkatnya kadar peroksida pada sebagian besar responden dalam kategori
tahap pendinginan yang akan mengalami cukup yaitu sebanyak 38 orang (42,2%).
dekomposisi jika minyak tersebut Sebagian besar responden mempunyai
dipanaskan kembali. Penggunaan indeks massa tubuh normal yaitu
minyak berulang akan menyebabkan sebanyak 50 orang (56,6%). Penggunaan
peningkatan kadar asam lemak tidak minyak goreng sebagian besar
jenuh menjadi asam lemak jenuh. responden dalam kategori cukup, yaitu
Peningkatan lemak akan sebanyak 52 orang (57,8%). Kadar
meningkatkan massa tubuh seseorang kolesterol darah sebagian besar
yang diketahui dari index massa tubuh responden dalam kategori normal yaitu
(IMT) (Supariasa, 2001 cit Pastika, sebanyak 56 orang (62,2%) seperti
2012). Menurut Murray, Robert K et al tersaji pada table 1-5
(2012), obesitas memiliki faktor resiko
penyakit kardiovaskuler, diabetes Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik
mellitus tipe 2, hiperlipidemia, Responden Berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin
hiperglikemia, dan berbagai disfungsi
Karakteristik Persentase
endokrin. Nilawati et al, (2008), juga Frekuensi
Responden (%)
menyatakan bahwa kurang Jenis Kelamin
mengonsumsi sayuran dan buah-buahan Laki-laki 39 43,3
juga dapat mempengaruhi peningkatan Perempuan 51 56,7
kadar kolesterol. Menurut Bogda (2008), Jumlah 90 100,0
serat dapat menurunkan berat badan Usia
Dewasa Awal 48 53,3
serta menurunkan kadar kolesterol. Dewasa Tengah 18 20,0
Dewasa Akhir 24 26,7
Metode Jumlah 90 100,0
Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif korelational Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden
dengan rancangan cross sectional. Berdasarkan Asupan Serat
Pengambilan data dilakukan dilakukan Persentase
Asupan Serat Frekuensi
(%)
pada 22 Agustus sd 18 September 2015
Baik 19 21,1
di Dusun Wedomartani Sleman Cukup 38 42,2
Yogyakarta. Populasi penelitian Kurang 33 36,7
berjumlah 937 orang. Sampel penelitian Jumlah 90 100,0
sebanyak 90 responden diambil dengan
stratified random sampling sesuai
103 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah
104 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah
105 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah
106 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah
107 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Kolesterol Darah
108 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Poster Presenter
Abstrak
Masalah mengenai perubahan terkait usia pada proses penuaan dapat menurunkan daya
ingat pada lansia karena lansia yang semakin bertambah usia diharapkan daya ingat dapat
terpelihara dengan baik sehingga fungsi dan kualitas hidup lansia sebagai individu
kompleks dan unik dapat berfungsi dan sejahtera. Permasalahan lansia bahwa terdapat
penurunan daya ingat pada lansia seperti kesulitan dalam perhatian dan kalkulasi. Lansia
kurang lancar menghitung mundur mulai dari angka yang tertinggi ke angka yang
terendah, lansia juga kurang lancar mengeja mundur kata-kata. Lansia menyatakan
permasalahan mengenai penurunan daya ingat yang dialami dan dirasakan sudah sejak
lama. Sampai saat ini perawatan terhadap penurunan daya ingat pada lansia menggunakan
pijat punggung masih belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk
membandingkan kelompok lansia sebelum diberi intervensi dengan setelah diberi
intervensi back massage. Jenis penelitian eksperimen semu dengan rancangan one group
pre-post test treatment. Tehnik pengambilan sampel menggunakan simple random
sampling sebanyak 12 responden. Pengumpulan data menggunakan instrumen MMSE.
Hasil analisis Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai perhatian dan kalkulasi adalah p =
0,009 (p<0,05). Bahwa ada perbedaan perhatian dan kalkulasi lansia yang bermakna
antara sebelum dan setelah pemberian back massage. Rekomendasi bahwa lansia harus
membiasakan diri dalam menggunakan strategi latihan untuk memusatkan perhatian dan
kalkulasi.
Lansia secara fisiologis terjadi dari angka yang tertinggi ke angka yang
penurunan daya ingat yang bersifat terendah, lansia juga kurang lancar
ireversibel. Kondisi ini disebabkan oleh mengeja mundur kata-kata. Lansia
proses penuaan dan perubahan menyatakan permasalahan mengenai
degeneratif yang mungkin progresif penurunan daya ingat yang dialami dan
(Gething et al, 2004; Lovell, 2006). dirasakan sudah sejak lama.
Masalah mengenai perubahan terkait Insiden lansia di Amerika yang
usia pada proses penuaan dapat mengalami penurunan daya ingat
menurunkan daya ingat pada lansia berjumlah 47 lansia berusia 50-67 tahun
karena lansia yang semakin bertambah (Lesch, 2003). Insiden lansia di Italia
usia diharapkan fungsi daya ingat dapat yang mengalami penurunan daya ingat
terpelihara dengan baik sehingga fungsi terdapat 20 lansia berusia 60-70 tahun
dan kualitas hidup lansia sebagai (Cavallini et al, 2003). Insiden lansia di
individu kompleks dan unik dapat Netherlands yang mengalami penurunan
berfungsi dan sejahtera. Permasalahan daya ingat berjumlah 93 lansia dengan
pada lansia bahwa terdapat penurunan usia 65 tahun (Ekkers et al, 2011).
daya ingat pada lansia seperti kesulitan Insiden lansia di Norwaygia yang
dalam perhatian dan kalkulasi. Lansia mengalami penurunan daya ingat
kurang lancar menghitung mundur mulai terdapat 27% dengan diagnosis
109 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia
110 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia
111 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia
Tabel 3. Nilai pre-test dan post-test daya ingat pemahaman, dan pengenalan terhadap isi
(perhatian dan kalkulasi) materi. Seseorang menggunakan
Daya n Median Rerata p
pendekatan tertentu (strategi) untuk
ingat (Min- +-SD
Max) mengingat sesuatu dan belajar dalam hal
Sebelum 12 (2,00- 2,50+- 0,009 perhatian dan kalkulasi (Maas et al,
diberi 3,00) 0,52 2011; Ormrod, 2009).
back Atensi (perhatian) yaitu
massage memfokuskan kecepatan pemrosesan
Setelah 12 (2,00- 3,42+-
diberi 4,00) 0,67 mental pada stimuli tertentu. Sesuatu
back yang diperhatikan individu secara
massage mental dipindahkan ke memori kerja.
Memberikan perhatian berarti
Pembahasan mengarahkan pikiran pada sesuatu yang
Tabel 3 menunjukkan terdapat perlu dipelajari dan diingat, misalnya
perbedaan signifikan (p = 0,009) daya mengingat angka dan menghitung
ingat (perhatian dan kalkulasi) lansia mundur. Pada pemrosesan informasi,
yang bermakna antara sebelum dan memori melibatkan proses penyandian,
setelah pemberian back massage. penyimpanan, dan pemanggilan kembali
Pendapat peneliti bahwa kondisi ini (Ormrod, 2009; Wade et al, 2008).
kemungkinan disebabkan karena lansia
memperhatikan secara seksama saat Kesimpulan
menerima stimulus yang datangnya Pemberian intervensi keperawatan
secara mendadak dari luar misalnya back massage secara teratur dapat
berupa pertanyaan yang diajukan merawat daya ingat (perhatian dan
perawat dan harus dijawab dalam waktu kalkulasi) lansia. Lansia harus
singkat, sehingga respons lansia berupa membiasakan diri dalam menggunakan
strategi yang digunakan lebih efektif dan strategi latihan untuk memusatkan
konsentrasi, fokus untuk menjawab perhatian dan kalkulasi. Dari perspektif
pertanyaan tersebut. Faktor usia juga keperawatan, praktik keperawatan
memengaruhi tingkat konsentrasi lansia memberikan tantangan dan kesempatan
dimana lansia yang tinggal di panti bagi perawat dan care giver keluarga
sebagian besar termasuk kategori elderly secara bersama-sama memberikan terapi
(60-74 tahun) sebanyak 9 orang (25%). alternatif dengan menggunakan
Penelitian Calero et al (2007) teknologi untuk memberikan perawatan
bahwa pelatihan memori terhadap pasien secara lebih individual dan
perhatian dan kalkulasi pada lansia holistik.
dipengaruhi kecepatan pemrosesan dan
keefektifan strategi untuk meningkatkan Daftar Pustaka
lansia dalam belajar mengingat angka, Abraham, C., & Shanley, E. 1997.
urutan angka, dan menghitung mundur. Psikologi sosial untuk perawat.
Kecepatan pemrosesan dapat Jakarta: EGC.
mengkompensasi defisit akibat pengaruh Braekhus, A., Ulstein, I., Wyller, T.B.,
usia, pendidikan dan kemampuan verbal. Engedal, K., 2011. The Memory
Kemampuan seperti Clinic-outpatient assessment when
menyelesaikan masalah, proses berpikir, dementia is suspected. Tidsskr.
perhatian dan kalkulasi termasuk fungsi Nor. laegeforen. 131, 2254–2257.
berpikir yang lebih tinggi. Kemampuan www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2
pembelajaran, kecepatan pemrosesan 2085955. Diakses 7 Juli 2016.
dan keefektifan strategi seseorang Cartensen, L.L., Mikels, J.A., & Mather,
menjadi selektif karena motivasi, M. 2006. Aging and the
112 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia
113 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Perawatan Daya Ingat Lansia
114 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
Abstrak
Proses penuaan akan mengakibatkan perubahan penurunan pada berbagai sistem fungsi
tubuh. Seiring proses penuaan pada lansia dapat menyebabkan berbagai permasalahan
antara lain pada fungsi kognitif seperti recalling. Permasalahan yang sering terjadi pada
lansia yaitu lansia kesulitan untuk mengingat kembali terhadap kejadian yang dialami.
Misalnya lansia kesulitan mengingat kembali dengan aktivitas yang telah dikerjakan,
lansia kesulitan mengingat kembali tempat dan waktu, lansia juga kesulitan mengingat
kembali nama orang dan benda. Tujuan penelitian yaitu membandingkan recalling klien
lansia antara sebelum diberi intervensi dengan setelah diberi intervensi terapi pijat
punggung. Jenis penelitian eksperimen semu dengan rancangan one group pre-post test
treatment. Tehnik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling sebanyak
12 responden. Pengumpulan data menggunakan instrumen MMSE. Hasil analisis
Wilcoxon sign rank test didapatkan nilai recalling adalah p = 0,009 (p<0,05). Bahwa ada
perbedaan recalling lansia yang bermakna antara sebelum dan setelah pemberian terapi
pijat punggung. Lansia tetap berupaya menguasai kemampuan untuk mengingat kembali
terhadap kejadian yang dialami, lansia berupaya mengingat kembali aktivitas yang telah
dikerjakan. Lansia berusaha belajar mengingat kembali tempat dan waktu, serta
mengingat kembali nama orang dan benda. Rekomendasi bahwa lansia harus
membiasakan diri melatih mengingat dalam hidup keseharian, sehingga memudahkan
lansia untuk mengingat kembali secara spontan.
115 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
116 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
117 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
118 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
119 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
120 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
3-8. http:www.sciencedirect.com.
Diakses 2 Juli 2016.
Lovell, M. 2006. Caring for the elderly:
changing perceptions and
attitudes. Journal of vascular
nursing. 24(1), 22-26.
www.sciencedirect.com/science/ar
ticle/pii/ S1062030305001688.
Diakses 4 Juli 2016.
Lumbantobing, S.M. 2012. Neurologi
klinik pemeriksaan fisik dan
mental. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Miller, C.A. 2009. Nursing for wellness
in older adults. 5th Edition ed.
Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Ormrod, J.E. 2009. Psikologi
pendidikan. Membantu siswa
tumbuh dan berkembang. Ed. 6.
Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Parker, M.E. & Smith, M.C. 2010.
Nursing Theories & Nursing
Practice. 3rd. Ed. Philadelphia:
Davis Company.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2009.
Fundamental keperawatan. Ed.7.
Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku ajar
keperawatan medical bedah
Brunner & Suddarth. Ed.8.
Jakarta: EGC.
Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin,
M.K. 2008. Psikologi kognitif. Ed.
8. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Stanley, M., & Beare, P.G. 2007. Buku
Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi
2. Jakarta: EGC
Videbeck, S.L. 2011. Psychiatric-mental
health nursing. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Wade, C., & Travis, C. 2008. Psikologi.
Jilid 2. Ed. 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Walgito, B. 2004. Pengantar psikologi
umum. Ed.4. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
121 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Terapi Pijat Punggung untuk Meningkatkan Recalling
Abstrak
HIV adalah virus yang menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia khususnya sel
CD4 dan AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat virus HIV.
Antiretroviral (ARV) adalah obat yang digunakan untuk retrovirus seperti HIV untuk
memulihkan sistem imun dan meningkatkan kualitas hidup. Pemeriksaan CD4 adalah
salah satu cara yang digunakan untuk melihat keberhasilan terapi ARV. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui korelasi lama penggunaan ARV dengan laju perubahan
kadar CD4 pada pasien HIV/AIDS di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)
Wilayah Semarang.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan
rancangan kohort retrospektif. Sampel penelitian berjumlah 48 orang yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi dengan teknik consecutive sampling. Data diperoleh dari
data sekunder dilihat dari hasil rekam medis lama penggunaan ARV dan laju
perubahan kadar CD4. Data dianalisis dengan uji normalitas Saphiro Wilk dilanjutkan
uji statistik Spearman Rho untuk mengetahui korelasi lama penggunaan ARV
dengan laju perubahan kadar CD4. Uji Spearman Rho terdapat korelasi bermakna
dengan arah positif antara lama penggunaan ARV dengan laju perubahan kadar CD4
dengan r= 0,657 p<0,001. Ada korelasi positif dengan kekuatan kuat antara lama
penggunaan ARV dengan laju perubahan kadar CD4.
Kata kunci: HIV/ AIDS, lama penggunaan ARV, laju perubahan kadar CD4
122 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
ARV adalah obat yang menanggulangi berbagai masalah
dipergunakan untuk retrovirus seperti kesehatan paru. BKPM juga melayani
HIV. Tujuan pemberian ARV untuk klinik Voluntary Counseling Testing
menghambat aktivitas virus, (VCT) dan Care Support Treatment
mengurangi terjadinya infeksi (CST) untuk pasien HIV/ AIDS. Pasien
oportunistik, memperbaiki kualitas juga mendapatkan terapi ARV dan
hidup, menurunkan morbiditas dan monitoring kadar CD4 setiap 6 bulan
mortalitas karena infeksi HIV dan sekali. Jumlah pasien HIV/ AIDS yang
mempertahankan sistem imun yaitu mendapatkan terapi ARV sebanyak 200
dengan melihat dari hasil hitung CD4 orang. Hasil studi pendahuluan yang
(Nursalam, 2011). Terapi ARV dimulai telah dilakukan didapatkan dari 7
lebih awal untuk semua pasien dewasa pasien yang menggunakan ARV
dengan jumlah CD4 ≤ 500 sel/mm 3 terdapat 5 orang pasien mengalami
pada pasien dengan gejala di stadium 3 peningkatan CD4 dan 2 orang
dan stadium 4, tetapi pasien tanpa gejala mengalami penurunan CD4. Pasien rata-
rata mendapat 2 macam ARV yaitu
dengan jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm 3 duviral (lamivudine dan zidovudine)
lebih diprioritaskan. Pasien dengan ko- dan neviral (nevirapine). Pasien yang
infeksi TB dan ko-infeksi hepatitis B mendapat 3 macam ARV adalah pasien
harus diberikan ARV terlepas dari dengan anemia, resistensi obat, dan
jumlah CD4-nya (Kemenkes RI, 2011). pasien yang mempunyai efek samping
Terapi ARV dapat meningkatkan terhadap obat. Pasien yang berobat di
kadar CD4 dengan peningkatan setelah BKPM berasal dari Kota Semarang dan
pemberian ARV antara 50-100 sekitarnya. Setiap bulan pasien
3
sel/mm /tahun (Kemenkes RI, 2011). diwajibkan mengambil obat ARV
Penurunan kadar CD4 juga dapat terjadi untuk pengobatan di BKPM.
setelah pemberian ARV. Penurunan Berdasarkan latar belakang tersebut,
CD4 disebabkan karena kegagalan maka peneliti melakukan penelitian
terapi ARV. Kegagalan terapi ARV menganai ARV dan kadar CD4 di
bisa disebabkan karena resistensi virus, BKPM Wilayah Semarang.
interaksi antar obat, malabsorbsi obat
dan ketidakpatuhan terhadap terapi Metode
(Nursalam, 2011). Penelitian ini merupakan jenis
Penelitian sebelumnya oleh penelitian kuantitatif dengan deskriptif
Hendrik pada tahun 2013 dengan judul analitik. Penelitian ini menggunakan
“Terapi ARV Meningkatkan Kadar IL- pendekatan kohort retrospektif yaitu
17 (interleukin 17) Serum pada Pasien pendekatan waktu secara longitudinal,
HIV” dengan menggunakan desain pengambilan data variabel dependent
survey pre dan post test mendapatkan dilakukan terlebih dahulu, kemudian
hasil kadar IL-17 serum pada penderita baru diukur variabel independent.
HIV setelah 3 bulan mendapat terapi Variabel dependent penelitian ini adalah
ARV lebih tinggi dibandingkan sebelum laju perubahan CD4 diukur dengan
mendapat terapi ARV dengan tingkat menghitung rata-rata selisih kadar CD4
signifikan p value= 0,005 (Jurnal dari awal pemeriksaan sampai
Kedokteran Brawijaya, 2013). pemeriksaan terakhir. Variabel
Balai Kesehatan Paru independent yaitu lama penggunaan
Masyarakat (BKPM) Wilayah ARV dihitung dengan menghitung
Semarang merupakan salah satu jumlah bulan dari awal penggunaan
lembaga yang memberikan pelayanan ARV sampai penggunaan ARV pada
kepada masyarakat dalam pemeriksaan CD4 terakhir.
123 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hasil Tabel 3. Korelasi lama penggunaan ARV
Pengambilan data ini dengan perubahan CD4 di BKPM Wilayah
Semarang pada Bulan Agustus 2016
dilakukan di Balai Kesehatan Paru
Perubahan CD4
Masyarakat (BKPM) Wilayah
Lama r 0,657
Semarang yang dilakukan pada tanggal
penggunaan p 0,000
13 Agustus dan 25-26 Agustus 2016.
ARV n 48
Responden penelitian ini berjumlah 48
Uji korelasi Spearman Rho
orang, data yang diambil dari penelitian
adalah data sekunder yang didapat dari Hasil analisa uji korelasi
catatan rekam medis responden. Data Spearman Rho menyatakan bahwa
yang diambil berupa data observasi terdapat korelasi yang bermakna antara
lama penggunaan ARV dan hasil lama penggunaan ARV dengan laju
pemeriksaan CD4. perubahan kadar CD4 dengan nilai
signifikasi p<0,05 dan nilai korelasi
Tabel 1. Distribusi lama penggunaan ARV
pada Bulan Agustus 2016 (n=48) Spearman Rho sebesar 0,657 yang
Karakteristik M SD Med M 95%M CI for menunjukkan terdapat korelasi positif
e Min M Mean
a . a
dengan kekuatan yang kuat antar
n x. variabel. Berdasarkan hasil di atas maka
L U
2 1 2 1 6 2
dapat2
disimpulkan bahwa korelasi lama
Lama 4 0,502 4 2 0 0,95 7,05 penggunaan ARV dengan laju
penggunaan perubahan kadar CD4 pada pasien HIV/
ARV (bulan)
AIDS di BKPM Wilayah Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian Pembahasan
pada 48 responden didapatkan hasil Berdasarkan hasil penelitian di
rerata lama penggunaan ARV 24 (12- atas maka dapat disimpulkan bahwa
60) bulan dengan simpang baku korelasi lama penggunaan ARV dengan
10,502. Penggunaan ARV paling laju perubahan kadar CD4 pada pasien
singkat adalah 12 bulan (1 tahun) HIV/ AIDS di BKPM Wilayah
dan penggunaan ARV terlama pada Semarang.
responden adalah 60 bulan (5 tahun). Virus HIV akan merusak
limfosit T, karena pada limfosit T
Tabel 2. Distribusi laju perubahan kadar terdapat reseptor limfosit T CD4 yaitu
CD4 pada Bulan Agustus 2016 (n=48) reseptor melekatnya virus HIV ke
Karakter Mean S Med M Ma 95% CI
istik D in x. permukaan limfosit T. Penurunan
for Mean
. jumlah limfosit T CD4 ini
L U
Laju 5 2 1
menyebabkan6
terjadinya
perubah 5,56 2,07 54,5 9 14 49,67 immunodefisiensi
1,449 secara progresif
an kadar
CD4
sehingga membuka kemungkinan
Berdasarkan hasil penelitian terjadinya infeksi oportunistik (Jurnal
pada 48 responden didapatkan rerata Kedoktrean Brawijaya, 2013). Terapi
laju perubahan kadar CD4 responden ARV dapat menekan replikasi virus
adalah 54,5 (29-114) dengan nilai HIV, dimana obat bekerja dengan
simpang baku 2,07. Laju perubahan mengurangi viral load sampai
serendah-rendahnya sehingga mampu
kadar CD4 paling rendah 29 sel/mm 3
mengurangi kematian akibat AIDS.
dan laju perubahan tertinggi adalah 114
Tujuan pemberian ARV adalah
sel/ mm3. Laju perubahan CD4
menurunkan morbiditas dan mortalitas
cenderung naik.
pada pasien HIV/ AIDS, memperbaiki
dan meningkatkan kualitas hidup
penderita seoptimal mungkin,
124 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
mempertahankan dan mengembalikan Kesimpulan
status imun ke fungsi normal, menekan Median lama penggunaan ARV
replikasi virus serendah dan selama adalah 24 (12-60) bulan. Median laju
mungkin sehingga kadar HIV dalam perubahan kadar CD4 adalah 45,5 (29-
plasma <50 kopi/ml (Nasronudin, 114) sel/ mm3. Terdapat korelasi yang
2007). bermakna antara lama penggunaan
Terapi ARV dapat menurunkan ARV dengan laju perubahan kadar CD4
viral load dengan bekerja secara pada pasien HIV/ AIDS dengan arah
berbeda-beda pada siklus hidup HIV korelasi positif, p-value <0,05 dan nilai
untuk mencegah replikasi virus. Terapi r= 0,657 yang menunjukkan korelasi
ARV menghambat proses perubahan yang kuat antar variabel.
RNA virus menjadi DNA dengan cara
mengikat reverse transcriptase
sehingga tidak berfungsi atau dengan Daftar Pustaka
menghalangi kerja enzim protease yang WHO. Global AIDS Response
berfungsi memotong DNA yang Progress Reporting 2015
dibentuk oleh virus dengan ukuran yang [homepage on the
benar umtuk memproduksi virus baru. Internet]. 2015 [cited 2016 Feb 21].
Hal ini akan mengurangi kadar CD4 Available from: www.who.int
yang dirusak oleh virus HIV yang Kementerian Kesehatan Republik
menyebabkan peningkatan kadar CD4 Indonesia. Profil Kesehatan
sehingga sistem imun dapat Indonesia Tahun 2014
dipertahankan dan dikembalikan ke [homepage on the Internet]. 2015
fungsi normalnya (Nursalam, 2011). [cited 2016 Jan 30]. Available
from: http://www.kemkes.go.id
Stadium klinis sendiri secara tidak Kementerian Kesehatan Republik
langsung dapat mempengaruhi kadar Indonesia. Situasi dan Analisis
CD4. Stadium klinis ini berhubungan HIV AIDS [homepage on the
dengan viral load dan infeksi Internet]. c2014 [update 2014
oportunistik yang terdapat pada pasien. Des; cited 2016 Feb 2].
Stadium klinis 3 akan mempunyai viral Available from
load yang lebih tinggi daripada stadium http://www.depkes.go.id
klinis 2. Produksi virus dalam jumlah Dinkes Semarang. Profil Kesehatan
yang lebih besar mengakibatkan Kota Semarang Tahun 2014
kemampuan dan sistem imun penderita [homepage on the Internet].
menurun yang menyebab kerusakan sel c2015 [update 2015 Jun 9; cited
CD4 sehingga sel CD4 menjadi cepat 2016 Feb 23]. Available from:
habis (immunosupresi). Penurunan https://drive.google.com/file/d/0
sistem imun pada penderita HIV/ AIDS B-yoD-
dapat menyebabkan terjadinya infeksi _DDYqgRWpLUlNrWm8tRXc/view
oportunistik. Stadium klinis 3 Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar
mempunyai infeksi oportunistik yang EM, Mayon-White T. Lecture
lebih banyak daripada stadium 2. Hal ini Notes: Penyakit Infeksi. 6th ed.
menyebabkan semakin menurunnya Jakarta: Erlangga; 2008
sistem imun yang akan mempengaruhi Nursalam, Ninuk DK. Asuhan
jumlah sel CD4 pada penderita (Astari, Keperawatan pada Pasien
2009). Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Salemba Medika; 2011
125 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Kemenkes RI. Pedoman Nasional http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/
Tatalaksana Klinis Infeksi HIV article/view/377/352
dan Terapi Nasronudin. HIV dan AIDS
Antiretroviral Pada Orang Dewasa Pendekatan Biologi Molekuler,
[serial on the internet]. 2011 Klinis, dan
[cited 2016 Sosial. Surabaya: Airlangga Unversity
Feb 18]; 7-9. Available from
Press; 2007
spiritia.or.id/dokumen/pedoman-
art2011.pdf Astari L, Sawitri, Safitri YE, Hinda D.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. Terapi Viral load pada infeksi HIV.
ARV Meningkatkan Kadar IL-17 Berkala
Serum pada Pasien HIV [serial Ilmu Kesehatan Kulit dan
on the internet]. 2013 [cited 2016 Kelamin. 2009; 21(1):31-8
Feb 25]; 27(4). Available from:
126 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
Abstrak
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang membutuhkan
strategi dalam pengelolaan penyakitnya. Selama sakit, adanya pengalaman dan
pengetahuan yang didapatkan pasien dapat membentuk illness belief dan illness
representation. Adanya pemahaman tentang illness belief dan illness representation,
dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan penyakit DM.
Literature review ini bertujuan untuk mengidentifikasi illness belief dan illness
representation pasien DM dan pengaruh yang ditimbulkan pada pasien dan keluarga
berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Metode yang digunakan dalam literature
review yaitu dengan menelaah hasil-hasil penelitian sebelumnya pada artikel yang telah
terpublikasi. Penelusuran artikel dilakukan melalui PubMed, EBSCO dan Science
Direct dengan menggunakan kata kunci illness beliefs AND Diabetes Mellitus, illness
beliefs model, illness representation AND Diabetes Mellitus. Sebanyak 15 artikel telah
diekstraksi berdasarkan kriteria inklusi: artikel dengan jenis penelitian kualitatif dan
kuantitatif, berbahasa Inggris, serta dipublikasikan secara online pada terbitan Januari
2010 – Desember 2016. Berdasarkan hasil telaah pada artikel menunjukkan bahwa
illness belief dan illness representation memiliki makna yang berbeda-beda bagi pasien.
Illnes belief dan illness representation berpengaruh terhadap psikologis dan
penyesuaian diri yang dilakukan oleh pasien. Adanya pengaruh kondisi pasien terhadap
illness belief dan illness representation keluarga, dibutuhkan peran perawat dalam
membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi. Illness belief dan illness
representation yang dimiliki oleh pasien DM dapat berbeda-beda dan berpengaruh pada
kehidupan pasien. Optimalisai peran perawat terkait illness belief dan illness
representation sangat diperlukan dalam membantu menentukan tindakan terhadap
pasien dan keluarga dalam mengelola penyakit.
127 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
128 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
129 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
dimiliki oleh anggota keluarga lain. Hal peran perawat sebagai seorang educator,
ini disebabkan karena keluarga penting bagi pasien. Adanya intervensi
merupakan orang terdekat pasien yang tersebut telah memberikan hasil
menjadi rujukan pertama atas kondisi menurunnya gejala depresi yang
yang dialami (Katarina Hjelm & dirasakan oleh pasien pada minggu ke
Mufunda, 2010; Mufunda et al., 2012; empat. Sedangkan penelitian
K Hjelm & Bard, 2013). Oleh karena Wacharasin (2010) dan Wacharasin et
itu, sejumlah pengaruh pada keluarga al (2015) menunjukkan bahwa perawat
akan ditimbulkan akibat kondisi sakit merupakan fasilitator antara pasien dan
salah satu anggota keluarga mereka. keluarga. Perawat memfasilitasi dalam
Pengaruh ini ditunjukkan dalam hasil membangun keyakinan keluarga
penelitian Sato et al (2015) bahwa terhadap anggota keluarga yang sakit
adanya anggota keluarga yang sakit sehingga dapat meningkatkan
menyebabkan keluarga harus menerima, keyakinan dan kemampuan dalam
memahami penyakit dan merawat anggota keluarganya.
pengelolaannya serta kemungkinan
akan kematian (belief about illness and Pembahasan
death). Meskipun kondisi diyakini dapat Hasil review tentang illness belief
telah membatasi hubungan keluarga dan illness representation menunjukkan
dengan lingkungan (belief about bahwa keyakinan dan representasi
relationship), namun hal ini juga terhadap penyakit dimaknai secara
diyakini dapat memperkuat dukungan berbeda oleh pasien. Perbedaan ini
antar anggota keluarga (belief with disebabkan karena adanya pengalaman
family members). dan pengetahuan yang didapatkan
Penelitian Wacharasin (2010) pasien, serta hasil interaksi dengan
dan Wacharasin et al (2015) orang lain selama proses adaptasi
menjelaskan bahwa keyakinan positif terhadap perubahan yang terjadi selama
yang dimiliki oleh keluarga terhadap sakit (Årestedt et al., 2015; Skinner et
sakit yang dialami pasien (setelah al., 2011). Oleh karena itu, pemahaman
diberikan intervensi), telah memberikan dan keyakinan yang kuat pada dimensi
dampak positif terhadap pada anggota tertentu akan memberikan nilai tinggi
keluarga. Dampak tersebut diantaranya pada hasil pengukurannya.
meningkatnya keyakinan positif Illness belief dan illness
keluarga dalam memberikan perawatan representation ditemukan memiliki
anggota keluarga meningkatkan pengaruh negatif terhadap psikologis
interaksi keluarga, meningkatnya pasien. Meskipun tidak semua item
komunikasi, serta pengakuan akan dimensi (illness representation)
kekuatan keluarga dalam merawat menunjukkan pengaruh signifikan pada
pasien dan perawatan. dampak psikologis, namun adanya
korelasi telah menunjukkan adanya
Peran Perawat dalam Ilness Belief pengaruh pada kedua hal tersebut.
dan Illness Representation. Pengaruh ini, sebagaimana yang
Bentuk intervensi yang telah dijelaskan oleh Moldovan (2009) dan
dilakukan oleh 3 peneliti, menunjukkan Edgar & Skinner (2003) yaitu berkaitan
bahwa diuraikan diatas, bahwa perawat dengan adanya keyakinan pasien yang
memiliki peran dalam illness belief dan tidak sesuai atau irrasional dan illness
illness representation pasien dan representation yang rendah. Hal ini
keluarga. Program pendidikan tentang menyebabkan pasien merasa tidak
self management yang dilakukan oleh mampu untuk mengendalikan penyakit
Skinner et al (2011) memperperlihatkan
130 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
131 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
karena itu, berdasarkan hasil review ini, Årestedt, L., Benzein, E., & Persson, C.
maka diperlukan riset-riset lebih lanjut (2015). Families living with
untuk mendalami lebih lanjut bentuk chronic illness: beliefs about
illness belief dan illness representation illness, family, and health care.
yang secara unik mempengaruhi kondisi Journal of Family Nursing, 21(2),
pasien, keluarga dan perawat yang 206–231.
berada dalam sistem pelayanan https://doi.org/10.1177/107484071
kesehatan. 5576794
Dimitraki, G., & Karademas, E. C.
Kesimpulan (2014). The Association of Type 2
Literature review ini Diabetes Patient and Spouse
menunjukkan pentingnya illness belief Illness Representations with Their
dan illness representation bagi pasien Well-Being: A Dyadic Approach.
DM. Illness belief dan illness International Journal of
representation yang dimiliki pasien juga Behavioral Medicine, 21(2), 230–
memperlihatkan adanya pengaruh 239.
terhadap faktor psikologis pasien dan https://doi.org/10.1007/s12529-
penyesuaian diri pasien dalam 013-9296-z
menghadapi penyakitnya. Kondisi sakit Edgar, K. A., & Skinner, T. C. (2003).
yang dialami pasien dapat Illness representations and coping
mempengaruhi illness belief dan illness as predictors of emotional well-
representation keluarga sehingga being in adolescents with type 1
dibutuhkan peran perawat dalam diabetes. J Pediatr Psychol, 28(7),
menyelesaikan masalah kesehatan yang 485–493.
ada. Perawat dapat membantu pasien https://doi.org/10.1093/jpepsy/jsg0
dalam mengoptimalkan intervensi 39
terkait illness belief dan illness Gaston, A. M., Cottrell, D. J., & Fullen,
representation sehingga dapat T. (2012). An Examination of How
membantu pasien dan keluarga dalam Adolescent-Caregiver Dyad Illness
menentukan tindakan yang tepat bagi Representations relate to
diri mereka sendiri. Adolescents’ Reported Diabetes
Self-Management. Child: Care,
Daftar Pustaka Health and Development, 38(4),
Abubakari, A.-R., Cousins, R., Thomas, 513–519.
C., Sharma, D., & Naderali, E. K. https://doi.org/10.1111/j.1365-
(2016). Sociodemographic and 2214.2011.01269.x
Clinical Predictors of Self- Hjelm, K., & Bard, K. (2013). Beliefs
Management among People with about health and illness in latin-
Poorly Controlled Type 1 and american migrants with diabetes
Type 2 Diabetes: The Role of living in sweden. Open Nursing
Illness Perceptions and Self- Journal, 7(1), 57–65.
Efficacy. Journal of Diabetes https://doi.org/10.2174/187443460
Research, 2016, 6708164. 1307010057
https://doi.org/10.1155/2016/6708 Hjelm, K., & Mufunda, E. (2010).
164 Zimbabwean diabetics’ beliefs
American Diabetes Association. (2016). about health and illness: an
Standards of Medical Care in interview study. BMC
Diabetes - 2016. Diabetes Care, International Health and Human
39(1). Rights, 10, 7.
https://doi.org/10.2337/dc14-S014 https://doi.org/10.1186/1472-
132 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
133 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation pada Pasien Diabetes Mellitus
134 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Illness Belief dan Illness Representation
Sultan et al (2011) Cross-sectional 78 pasien DM tipe 2 dan 14 - IR :Brief IPQ-R (Brief Illness Perception Questionnaire)
study dokter Outcome : Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
Gaston et al (2011) Cross-sectional 55 caregive/keluarga pasien - IR : DIRQ (Diabetes Illness Representation Questionnaire)
study DM Outcome : Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)
Mc Grady et al (2014) Prospective, 95 pasien DM tipe 1 - IR : DIRQ (Diabetes Illness Representation Questionnaire) – dimensi treatment
Observational effectiveness (control-prevent) dan consequences (Perceived impact-threath)
study Outcome : self adherence inventory (SCI)
Dimitraki et al (2014) Cross-sectional 84 pasien DM tipe 2 IR : IPQ-R (Revised-Illness Perception Questionnaire)
study Outcome : Psychologycal wellbeing (The Hospital Anciety and Depression
Scale)
Skinner et al (2013) RCT 564 pasien Self management IR : IPQ-R (Revised-Illness Perception Questionnaire)
education Outcome : metabolic control : BMI, HBA1C, kolestero, TD, depresi
programme
Keterangan : IR : Illness Representation, IB : Illness Belief
135 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Abstrak
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan untuk perbaikan
dan pembaharuan sel ephithelia dan apabila kebutuhan tidur tidak terpenuhi memiliki
dampak buruk antara lain individu menjadi letih, lelah, iritabel, kemampuan
pengendalian emosi menjadi buruk dan depresi. Progressive Muscle Relaxation
merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk mengatasi gangguan tidur,
mengontrol stres dan kecemasan, meringankan insomnia, serta mengurangi nyeri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara responden
kelompok yang diberikan intervensi Progressive Muscle Relaxation (PMR) dan
kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimental dengan
teknik pengambilan sampel secara Purposive Sampling. Responden terdiri dari 17 laki-
laki dan 13 perempuan, berusia 19 – 65 tahun, tidak sedang mendapat obat-obatan yang
membuat kondisi tidak sadar, dan yang telah menjalani operasi laparatomi di RSUD dr.
Loekmono Hadi Kabupaten Kudus. Responden dibagi menjadi kelompok perlakuan dan
kontrol. Kualitas tidur responden diukur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index
(PSQI) sebelum dan setelah intervensi Progressive Muscle Relaxationi. Pada kelompok
kontrol tidak dilakukan intervensi sebelum dan setelah dilakukan pengukuran kualitas
tidur. Peneliti telah mendapatkan ijin penggunaan PSQI dari ePROVIDE yang
diteruskan kepada pemilik hak cipta, Dr. Bussye, Universitas Pittsburgh. PSQI memiliki
konsistensi internal dan koefisien reliabilitas (Cronbach’s Alpha) 0,83 untuk setiap unit
komponen. Hasil penelitian menunjukkan nilai median kualitas tidur responden sebelum
dilakukan PMR adalah 9 dengan nilai minimum 4 dan nilai maksimum 14 dan setelah
terapi memiliki nilai median 5 dengan rentang nilai paling rendah 3 dan paling tinggi 9.
Hasil penelitian juga menunjukkan ada pengaruh PMR terhadap kualitas tidur
(p=0.001), dan terdapat perbedaan kualitas tidur pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (p=0.010). Progressive Muscle Relaxation (PMR) berpengaruh
terhadap kualitas tidur pada pasien pasca operasi laparatomi. Terapi Progressive Muscle
Relaxation (PMR) dapat dijadikan salah satu intervensi mandiri perawat untuk
meningkatkan kualitas tidur pasien pasca operasi laparatomi.
136 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
137 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
138 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Tabel 4 Kualitas tidur responden Pre Test dan didukung oleh studi Unsal menunjukan
Post Test kualitas tidur pada pasien yang dirawat
Kelompok Skor Kualitas Tidur Nilai P dirumah sakit memiliki skor PSQI
Perlakuan Median Min Maks tinggi atau kualitas tidur buruk, hasil
Pre 4 3 7 analisis menunjukkan beberapa faktor
0.256
Pos 6 3 7 yang sering mengganggu kualitas tidur
responden antara lain penyakit,
Kualitas Tidur Kelompok Kontrol gangguan lingkungan tempat tidur, obat
dan Kelompok Intervensi pada malam hari, dan cemas. Selain itu,
Z hitung uji beda mean dua kualitas tidur juga dipengaruhi nyeri,
kelompok adalah -2.583 dengan nilai kesulitan bernafas, masalah setelah
significancy p=0,010 (<0.05), sehingga operasi seperti takut dan khawatir
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan jahitan, suara langkah kaki, suara
bermakna antara kualitas tidur pasien petugas kesehatan, televisi, bahkan
pasca laparatomi kelompok perlakuan suara pintu yang terbuka. Faktor
dengan kualitas tidur pasien pasca lingkungan dan faktor internal individu
laparatomi kelompok perlakuan seperti merupakan faktor yang paling besar
tertera pada tabel 5 yang dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Fakta tersebut didukung
Tabel 5 Hasil uji statistik perbedaan kualitas dengan teori Gabor, et al. (2003) dalam
tidur pada responden kelompok kontrol dan Robby dkk (2015) bahwa kebanyakan
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah hasil penelitian yang dipublikasikan
diberikan Progressive Muscle Relaxation
(PMR)
menyimpulkan bahwa faktor
Mean Nilai lingkungan (kebisingan dan rutinitas
Kelompok Z kerja) merupakan predisposisi, pemicu
rank P
Perlakuan 19.63 dari gangguan tidur pasien yang dirawat
-2.583 0,01 dirumah sakit, sedangkan pada pasien
Kontrol 11.37
pasca operasi, gangguan tidur
Pembahasan disebabkan karena posisi yang tidak
Penelitian Sulidah (2016) tentang nyaman di tempat tidur akibat luka
pengaruh latihan relaksasi otot progresif operasi, nyeri, dan obat yang
terhadap kualitas tidur lansia berdampak pada kualitas tidur.
menunjukkan kualitas tidur responden Berdasarkan hasil penelitian
pada kelompok perlakuan mengalami diatas menunjukkan bahwa Progressive
peningkatan kualitas tidur baik dan Muscle Relaxation (PMR) memiliki
penurunan skor rata-rata PSQI setelah dampak yang baik terhadap kualitas
latihan relaksasi otot progresif. tidur, karena tidur merupakan suatu
Penelitian Unsal (2012) tentang proses fisiologis yang juga memiliki
evaluasi kualitas tidur dan kelelahan manfaat lainnya antara lain untuk proses
pasien di rumah sakit yang penyembuhan luka yang lama, dimana
menunjukkan kualitas tidur dan fungsi dari tidur adalah untuk regenerasi
kelelahan pada pasien yang dirawat sel–sel tubuh yang rusak menjadi baru
dirumah sakit lebih buruk dibandingkan (Kozier, 2010). Selain itu kualitas tidur
dengan indivudu yang sehat dan yang baik diperlukan untuk
kualitas tidur yang buruk dapat meningkatkan kesehatan dan
meningkatkan kelelahan, perasaan memulihkan kondisi dari sakit
negatif dan disorientasi. Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Pada kelompok kontrol terdapat atau terapi relaksasi otot progresif yang
tiga responden yang mengalami merupakan jenis terapi yang berfokus
penurunan kualitas tidur. Hal ini pada kontraksi/mengencangkan otot dan
139 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
140 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
141 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
142 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
143 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
144 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
Abstrak
Hemodialisa merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang umum dilakukan dan
menjadi pilihan bagi banyak penderita CKD stage V. Selama proses hemodialisa sering
muncul komplikasi, hipertensi intradialisis merupakan komplikasi yang sering terjadi
dan tidak cukup terkontrol. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat
peran hipertensi intradialisis terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien
CKD yang menjalani hemodialisa rutin, sehingga dibutuhkan suatu penanganan untuk
mengontrol tekanan darah intradialisis. Intradialytic exercise dan terapi musik klasik
merupakan intervensi pilihan dan aman dilakukan untuk mengontrol tekanan darah
intradialisis. Tujuan penelitian mengevaluasi pengaruh intradialytic exercise dan terapi
musik klasik terhadap tekanan darah intradialsis pada pasien yang menjalani
hemodialisa. Penelusuran hasil penelitian tentang intradialytic exercise dan terapi musik
klasik yang bersumber dari electronic data base yang telah dipublikasikan sampai tahun
2016. Tujuh penelitian intradialytic exercise menunjukkan hasil adanya penurunan
tekanan darah sistolik, peningkatan dialysis efficacy, dan peningkatan kualitas hidup.
Sedangkan dua penelitian terapi musik klasik menunjukkan hasil adanya penurunan
tekanan darah sistolik, dan penurunan kecemasan. Hipertensi intradialisis dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa
rutin. Terdapat dua intervensi pilihan dan aman dalam pengendalian hipertensi
intradialisis yaitu intradialytic exercise dan terapi musik klasik. Penggabungan
intervensi ini aplikatif dan efektif untuk menurunkan tekanan darah, dan merupakan
intervensi yang mudah dan murah untuk dilakukan.
145 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
146 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
147 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
148 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
149 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
150 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
Tabel 1. Ringkasan Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik dalam Literatur
Penulis dan Negara Judul penelitian Desain Subjek Intervensi Hasil penelitian
tahun penelitian
Headly, et. al, USA Immediate blood RCT 24 subjek Pasien diminta berjalan selama 40 menit Didapatkan hasil adanya penurunan
2008 pressure-lowering dengan VO2peak 50-60 %, kemudian di tekanan darah sistolik dan diastolik
effects of aerobic hari yang lain dengan waktu yang sama pada kelompok intervensi (p < 0.05).
exercise among pasien diminta duduk dengan tenang. Dalam satu sesi aerobic exercise
patients with Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap dapat menurunkan tekanan darah
chronic kidney 10 menit selama 60 menit. secara signifikan terutama tekanan
disease darah sistolik yang terjadi setelah 5–
22 jam post exercise, dengan
penurunan sebanyak 15 mmHg untuk
tekanan darah sistolik dan 4 mmHg
untuk tekanan darah diastolik.
Ouzouni, et. al, Greece Effects of RCT 35 pasien Prosedur intervensi dilakukan selama 10 Physical Component Scale of the SF-
2009 intradialytic bulan oleh kelompok kontrol dan kelompok 36 terjadi perubahan yang signifikan
exercise training on intervensi setiap 3 kali seminggu selama 60- dengan nilai p < 0.05. Dimana salah
health-related 90 menit dalam 2 jam pertama prosedur satu diantaranya yaitu pada tekanan
quality of life hemodialisis. Perubahan aktivitas jantung di darah, terjadi penurunan tekanan
indices in monitor secara terus menerus selama darah pada kelompk intervensi,
haemodialysis latihan. Tekanan darah juga diukur setiap 15 sedangkan pada kelompok kontrol
patients menit. Intradialytic exercise terdiri dari 30 terjadi peningkatan tekanan darah
menit (5 menit pemanasan, 20 menit
cycling, 15 menit pendinginan) cycling dan
, 30 menit peregangan
Wilund, et. al, USA Intradialytic Pilot study 17 pasien Intevensi dengan metode cycling diatas Tidak ada pengaruh secara langsung
2010 exercise training tempat tidur 3 kali seminggu selama 4 intradialytic exercise pada kelompok
reduces oxidative bulan, cycling dilakukan selama 5-10 menit kontrol maupun kelompok intervensi
stress and tergantung toleransi pasien sampai pasien terhadap tekanan darah, sedangkan
epicardial fat dapat melakukan latihan selama 45 menit untuk kadar serum thiobarbituric acid
tiap sesi. Seluruh sesi di awasi oleh peneliti reactive substances a marker of
dengan memperhatikan respon pasien yaitu oxidative stress secara signifikan
tekanan darah dan nadi mengalami penurunan (p < 0.05).
151 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
Penulis dan Negara Judul penelitian Desain Subjek Intervensi Hasil penelitian
tahun penelitian
Koh, et. al, Australia Effect of Randomized 70 pasien Pasien hemodialisa yang berasal dari 3 renal Hasil yang didapatkan yaitu tidak ada
2010 Intradialytic Versus Pilot Study unit, dilakukan 3 kali seminggu selama 6 perbedaan yang signifikan antara
Home-Based bulan. intradialytic exercise dengan intradialytic exercise dan home based
Aerobic Exercise menggunakan cycle ergometers yang exercise (p = 0.6). Pada penelitian ini
Training on dilakukan pada 2 jam pertama intradialisis, juga terlihat tekanan darah
Physical Function pada 2 minggu pertama selama 15 menit, mengalami penurunan secara tidak
and Vascular dan meningkat selama 30 menit sampai langsung
Parameters in minggu ke 12, dan selanjutnya meningkat
Hemodialysis menjadi 45 menit sampai minggu ke 24.
Patients Sedangkan home based exercise dilakukan
dengan 6-minute walk distance selama 15
menit kemudian meningkat menjadi 45
menit sampai minggu ke 24
Chen, et. al, USA Effect of intra- Randomized 50 pasien Exercise (latihan kekuatan dan peregangan) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
2010 dialytic, low- pilot trial dilakukan 2 kali seminggu, dengan total 48 kelompok exercise memiliki
intensity strength kali latihan peningkatan secara signifikan pada
training on Physical Performance yang diukur
functional capacity dengan menggunakan Physical
in adult Performance Battery score (SPPB),
haemodialysis dengan nilai p = 0.03.
patients
Mohseni, et. al, Iran The Effect of Randomized 50 pasien Aerobic exercise dilakukan selama 15 menit Dialysis efficacy dapat meningkat
2013 Intradialytic Controlled perhari, tiga kali seminggu selama 2 bulan pada akhir bulan pertama, dan terus
Aerobic Exercise on Trial meningkat selama kelompok
Dialysis Efficacy in intervensi mengikuti program
Hemodialysis intradialytic exercise (P < 0.05).
Patients
Giannaki, et. Greece Effect of exercise A six-month 32 sampel Exercise dilakukan sebanyak 3 kali 16 orang kelompok exercise, 8 orang
al, 2013 training and randomized seminggu selama proses HD berlangsung diberikan ropinirole 0.25 mg/d, dan 8
dopamine agonists , partially selama 6 bulan dengan metode cycling orang placebo. Hasil penelitian
double- menunjukkan bahwa exercise dan
in patients with blind , dengan intensitas 60-65% dari kapasitas penggunaan dopamin (ropinirole 0.25
uremic restless legs placebo- maksimal latihan pasien mg/d) signifikan mengurangi Restless
syndrome controlled Legs Syndrome (p = 0.001) dan
comparative exercise dapat meningkatkan kualitas
study hidup (p < 0.05)
152 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Intradialytic Exercise dan Terapi Musik Klasik
Penulis dan Negara Judul penelitian Desain Subjek Intervensi Hasil penelitian
tahun penelitian
Bekiroglu, et. Turkey Effect of Turkish RCT 60 sampel Mendengarkan musik klasik turki selama 25 Didapatkan ahsil tidak signifikan
al, 2013 classical music on menit dan 5 menit waktu untuk istirahat, 7 terhadap penurunan telanan darah (p
blood pressure: A kali seminggu selama 28 hari. = 0.839), dimana terjadi penurunan
randomized tekanan darah sistolik 13 mmHg pada
controlled trial in kelompok intervensi dan 6,50 mmHg
hypertensive elderly pada kelompok kontrol
patients
Kirthana, et. al, India Combination of RCT 100 Masing-masing kelompok diberi modifiaksi Musik dapat menurunkan tingkat
2015 music with lifestyle sampel gaya hidup, tetapi satu kelompok diberi stress (p ≤ 0.001), menurunkan
modi fi cation tambahan intervensi mendengarkan musik biomarker hipertensi yaitu PRA (P =
versus lifestyle modi (raga bhimpalas) 10-30 menit selama 3 0.046), noradrenaline (P = 0.049) and
fi cation alone on bulan. dopamine (P = 0.002), dan tekanan
blood pressure darah sistolik 3,2 mmHg dengan p =
reduction 0.015
153 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU
Abstrak
Perawat Intensive Care Unit (ICU) memiliki kedekatan, keterlibatan, dan tanggung
jawab penting dalam memahami kebutuhan keluarga pasien. Keluarga berperan penting
dalam memberikan dukungan, memiliki ikatan emosional, dan kedekatan bagi pasien.
Kondisi kesehatan pasien di ICU memberikan dampak pada keluarga sendiri baik secara
psikis, fisik, sosial, dan lingkungan. Perubahan pada aspek tersebut akan berdampak
pada kualitas hidup keluarga. Kesejahteraan keluarga akan berdampak pada anggota
keluarga dan panjang rawat inap. Penerapan koping yang positif oleh keluarga akan
mempengaruhi hasil perawatan bagi pasien lebih baik. Dampak lain pada pasien,
yakni mengalami peningkatan stressor sebagai akibat gangguan psikologis yang terjadi
pada keluarga. Keluarga dengan penurunan kualitas hidup akan berdampak pada
kehidupannya, sehingga penting untuk diperhatikan. Tujuan studi literatur ini bertujuan
untuk menyajikan hasil penelitian mengenai bagaimana kualitas hidup keluarga pasien
di ICU yang telah dilakukan sebelumnya dan memeriksa hasil publikasi yang berakitan
dengan kualitas hidup keluarga pasien di ICU. Metode yang digunakan dalam studi
literatur ini adalah telaah hasil penelitian tentang kualitas hidup keluarga pasien di
ICU yang telah dipublikasikan sampai Januari 2017 pada sumber elektronik. Kata kunci
“ Family, Quality of Life, Critical Care, Intensive Care Unit” digunakan sebagai kata
kunci pada pencarian literatur. Kriteria inklusi meliputi artikel berbahasa Indonesia dan
berbahasa Inggris, tipe penelitian review, deskriptif observasional, observasional
multisenter, kualitatif fenomenologi. Hasil telaah diketahui bahwa kualitas hidup
keluarga pasien di ICU, lebih dari separuh (57.1%) keluarga pasien kritis memiliki
kualitas hidup kurang baik dan kesehatan mental keluarga pasien di ICU terganggu.
Berdasarkan hasil searching menggunakan kata kunci, diperoleh 2 artikel yang
memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam telaah. Hampir sebagian besar kualitas
hidup keluarga pasien di ICU kurang baik utamanya kesehatan mental terganggu. Fokus
perawatan di ICU tidak hanya pada pasien, namun juga keluarga.
Kata Kunci : keluarga, kualitas hidup, perawatan kritis, Intensive Care Unit (ICU)
154 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU
155 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU
merugikan dalam keluarga selama dan 2015). Hal lain yang tejadi, adanya
setelah tinggal di ICU. Aspek yang gangguan pada kehidupan keluarga
mengalami gangguan substansial, yakni akan muncul akibat tanggung jawab
peran emosional, fungsi sosial, vitalitas, yang berat dan berpeluang mengurangi
dan kesehatan mental dengan persentase kemampuan aktivitas lainnya, hubungan
terbesar. Faktor - faktor independen sosial dalam keluarga, serta beban
terkait dengan skor mental yang buruk, lainnya (Moghaddasian, Dizaji, &
adalah pasien masuk dalam kondisi Mahmoudi, 2013).
syok maupun dalam pelaksanaan
keputusan akhir hidup, faktor demografi Kesimpulan
keluarga (usia yang lebih tua, jenis Persepsi bagi keluarga mengenai
kelamin perempuan, anak dari pasien, perawatan ruangan intensif
berpenghasilan rendah), penyakit menimbulkan sumber stress akibat
kronis, dan obat-obatan psikotropika. berbagai macam prosedur, peralatan,
suasana lingkungan, kondisi pasien
Pembahasan kritis lain yang lebih dahulu dirawat dan
Kualitas hidup keluarga pasien mendekati kematian. Dampak muncul
kritis akan mengalami penurunan sejak pada keluarga pasien di ICU baik secara
pasien masuk ruang ICU (Virginie fisik, sosial, dan lingkungan yang
Lemiale, Nancy Kentish-Barnes, selanjutnya berpengaruh pada kualitas
Marine Chaize Azoulay, 2010). hidup keluarga. Hampir sebagian besar
Perubahan penurunan kualitas hidup kualitas hidup keluarga pasien di ICU
keluarga akan mampu dilihat setelah 2 kurang baik utamanya kesehatan mental
hari menjalani rawat inap(Mithya terganggu
Lewis-Newby, J. Randall Curtis, Diane
P. Martin, 2011). Keluarga pasien ICU Daftar Pustaka
mempersepsikan kualitas hidupnya Bandari, R. (2015). Information and
dalam kategori yang kurang baik support needs of adult family
dengan hasil analisis dimensi dukungan members of patients in intensive
sosial merupakan dimensi kualitas care units : an Iranian perspective.
hidup yang paling baik jika https://doi.org/10.1177/17449871
dibandingakan dengan dimensi kualitas 15591868
hidup lainnnya, serta dimensi kesehatan Friedman, M. I. (1997). Improving the
psikologis merupakan dimensi kualitas Quality of Life. London: British.
hidup yang paling rendah atau buruk Jacob, B. M., Horton, C., Rance-ashley,
(Nurcahya LM, 2015). S., Field, T., Patterson, R.,
Keluarga pasien dengan masalah Johnson, C., … Frobos, C. (2016).
kesehatan psikologis yang buruk akan Needs of Patients Family
berakibat pada pengambilan keputusan Members in an Intensive Care
yang diambil, sehingga berdampak pada Unit with Continuous Visitation.
pasien (Jacob et al., 2016). Families and Critical Care, 25(2),
Kesejahteraan keluarga akan 118–125.
berdampak pada anggota keluarga dan Mithya Lewis-Newby, J. Randall
panjang rawat inap (Nakken, 2015). Curtis, Diane P. Martin, and R.
Penerapan koping yang positif oleh A. E. (2011). Measuring Family
keluarga akan mempengaruhi hasil Satisfaction with Care and Quality
perawatan bagi pasien lebih baik dan of Dying in the Intensive Care
peningkatan stressor sebagai akibat Unit :, 14(12), 1284–1290.
gangguan psikologis yang terjadi pada https://doi.org/10.1089/jpm.2011.
keluarga (Rasmun, 2004; Susanti, 0138
156 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Literrature Review : Kualitas Hidup Keluarga Pasien di ICU
157 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian
Abstrak
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang melibatkan peran perawat dalam pencegahan terhadap dampak yang
ditimbulkan. Ada 50-60 % pasangan melaporkan tindak kekerasan fisik yang dilakukan
oleh pasangannya pada saat tertentu selama perkawinan (Friedman, 1998). Sebanyak 34
% istri dengan pasrah menerima perlakuan kekerasan sisanya melakukan gugatan
perceraian. KDRT yang dialami dalam suatu rumah tangga sering dianggap tabu,
cenderung ditutupi sehingga kesulitan untuk mendeteksinya, teutama KDRT dalam
bentuk verbal, apabila stressor tidak dapat dikendalikan muncullah ide untuk perceraian
(Soeroso. 2012, Karim, 1999). Berfokus pada masalah, penelitian dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui hubungan KDRT dengan perceraian. Metode penelitian
survey, kuantitatif analitik dengan sampling adalah total populasi berjumlah 282 kasus
yaitu seluruh pasangan suami istri (pasutri) yang proses perceraiannya telah diputus
oleh pengadilan agama pada bulan Januari hingga Agustus 2015. Instrumen data adalah
lembar observasi (cek lis) pada data skunder yang tercatat di sistim imformasi
administrasi perkara pengadilan agama (SIADPA) Kotabumi Lampung Utara. Olah data
menggunakan derajad kepercayaan (α) 95 %. Hasil penelitian KDRT ada 36 % dengan
perceraian gugat 78 % ( 221 kasus), ada hubungan yang sangat bermakna antara KDRT
dengan perceraian p value 0,000<0,05. OR 4 artinya kecenderungan 4 x lebih beresiko
terjadi perceraian gugat pada kasus KDRT. Saran pada perawat komunitas untuk
melakukan pendampingan pada pasutri saat dan setelah perceraian dengan kegiatan
home care, membina sikaf dan prilaku serta kemitraan lintas program dan sektoral.
158 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian
159 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian
160 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian
adalah perkawinan dengan keluarga kerja apa aja jadi yang penting bisa
bahagia, terutama mempertimbangkan hidup dan senang hati” demikian
keberadaan anak-anak dengan harapan ungkap seorang istri yang baru selesai
akan ada perubahan prilaku suami. proses perceraiannya di pengadilan
Kondisi ini sesuai dengan pernyataan agama yang berhasil peneliti temui.
dalam buku Soeroso (2012) bahwa 18 Dalam bukunya Kartono (1998)
% istri memilih bercerai kalau mengatakan bahwa wanita sanggup
mendapatkan kekerasan dari suami dan menyerahkan dirinya secara total pada
34 % istri menerima tindak kekerasan pasangannya karena dalam
suami, istri tabah menghadapinya kehidupannya ia sangat menikmati
sebagai bagian dari kehidupannya dan masalah rumah tangga, tetapi ketika
ini menunjukkan sikaf bekti terhadap perkawinan semakin terasa sulit karena
suami. berubahnya ideal dalam suatu rumah
Dalam tahunan bertahan, tangga, pasangan tidak seperti harapan,
permasalahan menjadi kian kompleks, kebutuhan keluarga tidak terpenuhi,
istri merasakan pengorbanannya sia- tindak kekerasan ditemui kapan saja,
sia, peranggai suami tidaklah berubah terjadilah perubahan konsep peran
atau selalu melihat ketidaksepadanan dalam pola hidup (Suryani & Widyasih,
yang dialaminya disepanjang usia 2008 dan Mansur, 2012) menguatkan
perkawinan antara kenyataan dan tekad untuk perceraian walaupun akan
harapan, mengakibatkan istri tidak membawa dampak pada seluruh
dapat bertahan dalam tekanan yang keluarga (Friedman, 1998).
terus berlangsung dalam waktu lama Ada hubungan yang sangat
hingga berada pada satu titik kesulitan bermakna antara KDRT dengan
dan kesusahan, sebagai refleksinya perceraian dengan hasil p value<0,05 =
kondisi psikologis istri akan menjadi 0,000<0,05 . Perceraian yang dilakukan
resisten bahkan kelelahan. istri karena penyebabnya sudah
Stress menyebabkan keadaan kompleks, multidimensional, dengan
keseimbangan (homeostasis) istri tindakan yang sering kali dilakukan dan
menjadi berbahaya, walaupun pada menetap (tidak berubah) yang kapan
awalnya istri berusaha untuk mencari saja bisa terjadi dan mengancam
solusi dan berupaya untuk memperoleh keselamatan sewaktu-waktu. Gejala
kesesuaian (adaptif). Ketidakberhasilan KDRT mulai dilakukan pada awal
istri mencapai penyesuaian pernikahan hingga menjadi akhir
membuatnya mengalami kejenuhan dan klimaks menjelang gugatan perceraian
sumber-sumber koping adaptif dalam dilakukan, sehingga perceraian
diri menjadi habis sehingga muncul merupakan tindakan yang sangat wajar
krisis dan resistensi terhadap dilakukan sebagai refleksi dari istri
perkawinan dengan mengajukan untuk menjaga keamanan dan
perceraian (78 %). keselamatan diri. Rasa tidak berdaya
Transparansi teknologi yang menimbulkan reaksi perlawanan,
mengubah pandangan bahwa KDRT perceraian adalah bentuk tindakan yang
bukanlagi tabu atau privacy area diambil oleh istri untuk mengubah
dengan dukungan faktor kesamaan etos situasi dari kesewenang-wenangan yang
kerja, mudah mencari pekerjaan, dilakukan suami. Nilai lain yang
adanya kesamaan gender, dan dihasilkan dari penelitian ini adalah OR
pembelaan hak asasi manusia turut = 4 menunjukkan bahwa 4 kali lebih
menguatkan tekad bagi istri untuk beresiko akan terjadi perceraian pada
bercerai. “ Kita bisa hidup mandiri kasus dengan KDRT.
tanpa ketergantungan dengan suami,
161 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan KDRT dan Perceraian
Daftar Pustaka
Friedman, M Marilyn (1998).
Keperawatan Keluarga, Teori dan
Praktek, Edisi 3. Jakarta: EGC
Hanani, Hanif (2012). “Beberapa
Pengertian tantang Cerai Talak
dan Cerai Gugat dan
Prosedurnya” , Sumber dari
Pedoman Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) Badan Kesejahteraan
Masjid (BKM) Pusat,
Jakarta:1992/1993.www. hanif
Hanani.com, Diakses 24 maret
2015
Hegner, R Barbara & Cadwell Ester
(2003). Assisten Keperawatan
Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 6. Jakarta:
EGC
Karim, Erna (1999). “Pendekatan
Perceraian dari Perspektif
Sosiologi” didalam Ihromi (Ed).
Bunga Rampai Sosiologi
Keluarga.Jakarta: Yayasan Obor
Kartono, Kartini (1998). Psychologi
Wanita, Gadis Remaja dan
Wanita Dewasa, Jilid 1. Bandung:
Alumni
162 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
Abstrak
Kecemasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah penyakit. Diare
pada balita adalah penyakit yang sering terjadi dan berisiko terjadi dehidrasi berat yang
dapat menyebabkan kematian bila tidak cepat ditangani. Tingkat kecemasan dapat
meningkat seiring dengan keparahan suatu penyakit. Ibu yang cemas berat tidak akan
mampu merawat balitanya yang sakit dengan baik sehingga mengganggu manajemen
terapeutik atau keberlangsungan perawatan yang akan diberikan. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu saat balita diare di Puskesmas wilayah
Kecamatan Semarang Timur. Selain itu tingkat kecemasan ibu berdasarkan karakteristik
ibu, seperti usia, pendidikan, pekerjaan dan karakteristik balita (usia, jenis kelamin dan
lama hari sakit) juga diteliti. Tingkat kecemasan ibu diukur dengan Zung Self-Rating
Anxiety Scale. Jenis penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional dan menggunakan kuesioner sebagai instrumen.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel
106. Sebanyak 74,5% responden mengalami kecemasan ringan, 20,8% mengalami
kecemasan sedang dan 4,7% mengalami kecamasan berat. Cemas berat ditunjukkan
oleh ibu yang memiliki balita dengan jenis kelamin perempuan dan tingkat kecemasan
meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah hari sakit. Berdasarkan hasil penelitian
ini, disarankan ibu dapat memberitahukan perasaan cemasnya kepada orang lain seperti
keluarga, teman, perawat maupun petugas kesehatan lainnya sehingga dapat diberikan
dukungan emosional, dukungan sosial dan manajemen koping yang efektif agar
kecemasan ibu menjadi adaptif. Selain itu, petugas kesehatan hendaknya peka terhadap
ibu yang menunjukkan kecemasan dan segera memberikan pertolongan agar tidak
menganggu keberlangsungan perawatan anak.
163 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
164 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
165 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
166 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
167 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Saat Balita Diare
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kecemasan Responden Berdasarkan Data
Demografi Responden
Tingkat Kecemasan
Data Kriteria Ringan Seda Ber Total
Demografi ng at
n % n % n % n %
Usia 18-40 tahun 64 74,4 20 23,3 2 2,3 86
41-60 tahun 15 75 2 10 3 15 20
Tidak tamat SD 2 66,7 1 33,3 0 0 3
Tamat SD 17 77,3 5 22,7 0 0 22
Pendidikan Tamat SMP 14 73,7 2 10,5 3 15,8 19
Tamat SMA 45 73,8 14 23 2 3,3 61
Diploma 3 1 100 0 0 0 0 1
Ibu rumah tangga 58 73,4 18 22,8 3 3,8 79
Buruh 9 100 0 0 0 0 9
Pekerjaan Dagang/wiraswast 6 85,7 0 0 1 14,3 7
a
Pegawai swasta 6 54,5 4 36,4 1 9,1 11
0-1 tahun 17 65,4 9 34,6 0 0 26
Usia Balita 1-3 tahun 42 84 5 10 3 6 50
3-5 tahun 20 66,7 8 26,7 2 6,7 30
Jenis Laki-Laki 44 75,9 12 20,7 2 3,4 58
Kelamin Balita Perempuan 35 72,9 10 20,8 3 6,3 48
Lama Hari 1-2 hari 58 85,3 8 11,8 2 2,9 68
Sakit 3-4 hari 19 63,3 8 26,7 3 10 30
Balita 5-6 hari 2 25 6 75 0 0 8
168 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)
Abstrak
Penderita dengan diabetes mellitus tipe2 (DMT2) memiliki prevalensi yang meningkat
pada dyslipidemia, dan menyebabkan risiko terkena penyakit kardio vaskuler.Penelitian
ini bertujuan unuk mengevaluasi hubungan Glycated hemoglobin (HbA1c) dan
dislipidemia dengan parameter profil lipid (CT, TG, HDL,LDL) pada diabetes mellitus
tipe2 (DMT2). Desain penelitian belah lintang penderita diabetes mellitus (DM) di Klinik
Prolanis periode Februari-April 2017. Darah vena diambil dan di periksa HbA1c, gula
darah Puasa (GDP), dan Gula Darah 2 J (GD2J), profil lipid serum ( CT, TG,HDL, LDL).
Analisis data menggunakan perangkat statistic analisis SPSS statistical package versi
13.0. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman dan uji regresi. Semua nilai di
ekspresikan sebagai mean ± standard deviasi. Hasil dikatakan bermakna bila p <0.05.
Korelasi yang diamati antara gula darah puasa dan HbA1c adalah (p=0,062; r=0,643).
HbA1c dengan gula darah 2 jam setelah makan (G2J) adalah (p=0,095; r=0,589). HbA1c
dan Cholesterol Total (CT) adalah p=0,126; r= -0,549. HbA1c dan TG (p=0,030; r=-
0,717, HbA1c dengan HDL adalah p, 807; r=0,095. HbA1c dan LDL dengan p=0,577
dan r -0,234. HbA1c sebagai glycemik kontrol berkorelasi dengan lipid profil seperti CT,
TG, HDL, dan LDL serta memiliki hubungan secara tidak langsung dengan kadar HDL
dan kadar kolesterol melalui hubungannya dengan kadar trigliserida melalui korelasi yang
bermakna antara kadar trigliserida dengan kadar kadar HDL dan kadar total kolesterol.
Kata kunci: diabetes mellitus tipe2, dislipidemi, HbA1c, profil lipid.
169 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)
171 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)
Tabel 5. Uji Regresi Linier Berganda Grafik Scatter 1.C. Grafik Scatter
G2J terhadap 1.D. Cholesterol
HbA1c Total terhadap
HbA1c
172 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)
173 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan antara Haemoglobin Terglikasi (Hba1c) Dan Serum Lipid Profil (Ct, Tg, Hdl, Ldl)
174 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus
Abstrak
Seorang wanita usia 21 tahun, datang ke RS.dr. Kariadi dengan keluhan lemas yang
semakin memberat. Demam (+) 3 hari, tidak terlalu tinggi, batuk (+), sesak napas (+),
mual (+), nafsu makan (+), tampak pucat (+). Nyeri sendi (+), rambut rontok (+), kulit
merah bila terkena sinar matahari (+), bengkak pada lengan dan tungkai sekitar 1 bulan
terakhir.Sering berdebar-debar (+), mata bertambah belok (+), keringat banyak (+), lebih
suka hawa dingin (+).BAB lancar, warna kuning kecoklatan, setiap hari 2-3 x BAB.
Tujuh tahun lalu pernah didiagnosis tiroid, tapi tidak pernah berobat. T= 110/80 mmHg,
N 120x/men, regular. TB= 150cm, RR=22x/men, t=37,7 ⁰ C (axila), BB:45 kg. Mata:
konjungtiva palpebral pucat +/+, sclera ikterik -/-, exopthalmus (+). Nafas cuping hidung
+/+, epistaksis-/-. Kelenjar gondok membesar asimetris, ikut bergerak saat penderita
menelan, ukuran 6x5x1 cm. Pemeriksaan laboratorium: Hb2,3 gr/dl, Ht 6,8 %, eritrosit
0,59x 106 /µL , MCV 115,3 fl, MCH 39 pg, MCHC 33,8g/dL, Leukosit 13,3 x 103 /µL,
trombosit 436x 103 /µL RDW 36,3 %, Retikulosit 34,5 %.Hitung Jenis
1/0/0/71/22/4/mielosit 2 , Eritrosit berinti 6/100 lekosit. Bilirubin total 1,78mg/dL,
Bilirubin Direk 0,64 mg/dL. Aglutinasi warm dan cold negatif. Coomb test ditemukan
DCT +4 dan ICT inkompatibel. ANA dan DS DNA positif. Kriteria ACR adalah 6 dari
11. Status tiroid TSH < 0, 05 dan FT4 24,76. Kesimpulan: Anemia hemolitik,
Hemoglobin 2,3 g/dL disertai peningkatan Bilirubin total dan bilirubin Indirek. AIHA
ditandai aglutinasi warm and cold negative, tetapi Coomb test ditemukan DCT +4 dan
ICT inkompatibel. Diperkirakan kemungkinan penyakit autoimun (LES) ditandai dengan
ANA test dan DS DNA keduanya positif, Kriteria ACR pasien ini adalah 6 dari 11
kriteria. Status hipertiroid ditandai dengan TSH<0,05 dan FT4 24,76.
Kata kunci : LES, AIHA, Grave’s Diseases.
Lupus eritematosus sistemik Sekitar 90% LES diderita oleh wanita,
(LES) merupakan penyakit autoimun dan paling sering diderita saat usia subur.
dengan inflamasi sistemik kronik yang Orang kulit hitam dan wanita Hispanic,
diikuti dengan eksaserbasi dan remisi Asian dan asli Amerika lebih beresiko
yang melibatkan berbagai organ dengan mengalami LES dibandingkan orang
manifestasi klinis bervariasi dari yang kulit putih. Penyebabnya belum
ringan sampai berat dengan karakteristik diketahui dengan pasti dan biasanya
adanya autoantibodui terhadap antigen terdapat faktor pencetus. Faktor genetic
intraseluler dari inti sel (dsDNA dan ss menjadi predisposisi terjadinya LES.
DNA), histon dan extractable nuclear Adanya autoantibodi dan defisiensi
antigen (ENA). Pada keadaan awal, komplemen (C1q, C2, C4)
sering kali sukar dikenali sebagai LES meningkatkan resiko terjadinya LES.
Karena manifestasiya sering tidak terjadi Paparan sinar matahari, faktor hormonal,
bersamaan. Prevalensi dan insidensi serta infeksi menjadi trigger muncul dan
LES dipengaruhi oleh usia, jenis kambuhnya penyakit LES.1)
kelamin, etnis, wilayah, kriteria Autoimun hemolitik anemia
diagnostic, dan metode pemastian. (AIHA) adalah suatu anemia hemolitik
174 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus
175 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus
tekan (-), nodul(-), dan pada auskultasi didapatkan adanya edema piting pada
terdengan bising tiroid. Pemeriksaan lengan dan tungkai, dan didapatkan
ekstremitas ditemukan nyeri sendi adanya hipoalbuminemia dengan
ekstremitas inferior dan edem. proteinuria dan hematuria, pada pasien
dengan LES perlu dipikirkan adnya
Pemeriksaan laboratorium nefritis lupus.
Hasil pemeriksaan laboratorium Meskipun pada pasien ini hanya
ditemukan anemia hemolitik. Anemia ditemukan sedikit peningkatan dari
hemolitik ditandai dengan anemia gravis ureum (45 mg/dl) dan kadar kreatinin
dengan hemoglobin 2,3 g/dl, disertai masih normal, namum masih
peningkatan bilirubin total yang memungkinkan telah terjadinya proses
didominasi dengan bilirubin indirek. nefritis lupus. Pathogenesis nefritis
Pada pemeriksaan selama perawatan lupus terutama diakibatkan oleh deposit
didapatkan adanya pemeriksaan kompleks imun yang bertumpuk pada
aglutinasi warm (-) dan cold aglutinasi (- mesangium dan rongga subendotelial.
), namun pada pemeriksaan Coomb test Pasien LES sebaiknya diperiksa
ditemukan DCT +4 dan ICT secara rutin untuk mendeteksi nefritis
inkompatibel. Respons sumsum tulang lupus. Pemeriksaan yang dilakukan
terhadap anemia masih baik, terlihat dari antara lain berupa pemeriksaan urinalisis
peningkatan retikulosit 34,5 % dan (untuk mencari hematuria dan silinder
dikonfirmasi dengan adanya polikromasi seluler), perkiraa ekskresi protein,
dan eritrosit muda pada gambaran darah kreatinin serum dan e GFR. Peningkatan
tepi. titer anti dsDNA disertai penurunan
kadar komplemen C3 dan C4
Diskusi berhubungan dengan penyakit lupus
Ditemukannya anemia hemolitik perlu aktif. Biopsy ginjal dapat dilakukan
dipikirkan adanya kemungkinan untuk menentukan tingkat keparahan
penyakit autoimun seperti LES. Maka penyakit, dan menentukan terapi yang
dilakukan penilaian kriteria LES pada akan diberikan.
pasien dengan menggunakan kriteria Selain itu derajat nefritis lupus dapat
ACR tahun 1997. Pasien dilakukan digunakan kriteria WHO.
pemeriksaan ANA tes dan anti DS DNA Pada pemeriksaan pasien ini
yang keduanya positif, sehingga didapatkan struma diffusa dengan skor
penilaian kriterian ACR untuk pasien ini indeks Wayne pasien adalah 23 dan
adalah 6 dari 11 kriteria. Untuk menilai indeks New Castle 53 yang
derajat aktifitas LES dapat digunakan menunjukkan struma hipertiroid,
berbagai skor antara lain LESDAI, dilanjutkan dengan pemeriksaan TSHs
MEX-LESDAI , SELENA-LESDAI, <0,05 dan FT4 24,76. Pada USG daerah
SLAM , dan BILAG.Pada pasien ini leher menunjukkan peningkatan
digunakan skor MEX-LESDAI utnuk vaskularisasi peri maupun intralobar
menilai aktifitasnya. yang mendukung gambaran penyakit
Pada pasien ini pada awalnya Grave. Gejala hipertiroid juga terlihat
memiliki skor MEX-LESDAI mencapai dari pemeriksaan EKG dengan
13 yang diperoleh dari gangguan ginjal ditemukannya sinus takikardi.
(proteinuria, hematuria), hemolysis, Pemeriksaan dilanjutkan dengan
arthritis dan gangguan mukokutan antibody antitiroid untuk mendukung
berupa allopesia abnormal. Pasien penyakit tiroid autoimun. Ada tiga
mengeluhkan adanya bengkak pada autoantigen utama yang terllibat dalam
lengan dan tungkai sekitar 1 bulan penyakit tiroid autoimun yaitu,
sebelum masuk RS. Dari pemeriksaan tiroperoksidase (TPO), tiroglobulin
176 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Lupus Eritematosus (LES), Autoimun Hemolitik Anemia (AIHA), dan Grave’s Disease: Laporan Kasus
(Tg), dan reseptor TSH. Pada pasien ini 2. Shelat SG. Hemolytic anemias:
dilakukan pemeriksaan yang hasil anti immune and non-immune mediated
TPO positif sehingga mendukung hemolytic anemias, RBC membrane
diagnosis penyakit Graves. defect, and hereditary disorder due to
Pada pasien LES dengan RBC enzyme defects. In: Diagnostic
penyakit Graves, keduanya dapat berdiri pediatric Hematopatology.
sendiri atau LES dapat diinduksi oleh Cambridge University press, NY
obat-obatan dari penyakit Graves. Pada 2011:75-79.
pasien ini tidak ditemukan penggunaan 3. Hoffman R et al. Autoimmun
obat anti tiroid sebelumnya, sehingga Hemolytic Anemia. In: Hematology;
kemungkinan penyakit Graves dan LES Basic Principe SLE and Practice.
pada pasien ini berdiri sendiri. Elsevier Philadelphia 2005:693-704.
4. Nayak B, Hodak SO.
Simpulan Hyperthyroidism. Endocrinal Metab
Berdasarkan hasil anamnesis, Clin N Am, 2007; 36:617-656.
pemeriksaan fisik, pemeriksaan 5. Suastika K. Manifestasi klinik
laboratorium dan penunjang, maka pada penyakit Graves. Dalam symposium
penderita ini ditegakkan diagnosis lupus nasional V penyakit kelenjar tiroid
Badan Penerbit Undip 2009:51-64.
eritematosus sistemik (LES) dengan
autoimun hemolitik anemia dan penyakit
Graves. Hasil studi kasus ini
menyarankan pentingnya dilakukan
pemeriksaan sel LE untuk menunjang
diagnosis LES, Pemeriksaan C3 dan C4
untuk membantu diagnosis nefritis
lupus. Pemeriksaan TSH per bulan dan
fT4 per 2 minggu selanjutnya per satu
bulan untuk evaluasi pengobatan dan
monitoring status tiroid. Pemeriksaan
urin rutin untuk melihat proteinuria dan
sedimenuria tiap 1 bulan sebagai
evaluasi nefritis lupus. Pemeriksaan
ureum dan kreatinin setiap 3 bulan untuk
evaluasi fungsi ginjal. Pemeriksaan anti
dsDNA setiap 6 bulan untuk monitoring
LES. Pemeriksaan darah rutin setiap 3
bulan untuk monitoring penyakit dan
efek terapi.
Daftar Pustaka
1. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI,
Setiyohadi B. Lupus Eritematosus
Sistemik. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Penyakit Dalam.
Jilid 2. Ed 4. Jakarta. Pusat
penerbitan departemen Ilmu
Penyakit Dalam fakultas Kedokteran
UI 2006: hal 1224-31.
177 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )
Abstrak
178 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )
memiliki kualitas hidup yang lebih menjadi beban bagi keluarga, dimana
rendah pada domain komponen fisik seharusnya usia dewasa muda
dibandingkan dengan responden dewasa merupakan masa tersehat dalam hidup
awal (17,39% vs 15,79%). Hal tersebut dan secara umum dalam kondisi
dikarenakan responden dewasa tengah kesehatan yang baik.
memiliki status kesehatan yang lebih
rendah akibat proses degeneratif dan Tanda dan gejala penyakit.
penyakit degeneratif yang dimiliki, Hasil penelitian menunjukkan
ditambah dengan penyakit GGK yang bahwa responden dewasa awal memiliki
diderita menyebabkan responden kualitas hidup yang lebih rendah pada
dewasa tengah memiliki kualitas hidup domain tanda dan gejala penyakit bila
yang lebih rendah pada domain dibandingkan dengan responden dewasa
komponen fisik. Hal ini sejalan dengan tengah (26,32% vs 13,04%). Hal ini
apa yang dikemukakan oleh disebabkan karena tanda dan gejala
Ozminskowski, White, Hassol, dan penyakit lebih dirasakan oleh responden
Murphy (1997), usia merupakan faktor dewasa awal karena mereka belum
penentu yang signifikan pada pasien pernah merasakan hal ini sebelumnya,
GGK, dimana pasien yang lebih tua serta mereka memiliki harapan yang
mengindikasikan status kesehatan yang lebih terhadap dirinya karena mereka
lebih rendah. masih muda. Responden dewasa tengah
telah beradaptasi dengan penurunan
Komponen mental. fungsi tubuh akibat proses degeneratif,
Hasil penelitian menunjukkan sehingga tanda dan gejala akibat GGK
responden dewasa tengah memiliki sudah tidak terlalu dirasakan oleh
kualitas hidup yang lebih rendah pada mereka dan mereka sudah menemukan
domain komponen mental dibandingkan cara untuk beradaptasi dengan tanda dan
responden dewasa awal (17,39 vs gejala tersebut.
10,53%). Hal tersebut dikarenakan
responden dewasa tengah memiliki Dampak yang ditimbulkan akibat
stressor yang lebih banyak dibandingkan penyakit.
responden dewasa awal. Hasil Hasil penelitian menunjukkan
penenlitian ini sejalan dengan apa yang bahwa responden dewasa tengah
disampaikan oleh Anees (2014), yang memiliki kualitas hidup yang lebih
menyatakan bahwa usia memiliki rendah dalam domain dampak yang
korelasi yang negatif dengan ditimbulkan akibat penyakit
kesejahteraan emosi dan kesehatan dibandingkan dengan responden dewasa
mental pasien GGK, artinya semakin tua awal (17,39% vs 5,26%). Hal ini
pasien, semakin rendah kesejahteraan disebabkan karena GGK telah
emosi dan kesehatan mentalnya. menghalangi responden dewasa tengah
dalam memenuhi tanggung jawabnya.
Beban yang ditimbulkan akibat penyakit. Menurut Erikson & Erikson (1998),
Tidak seperti domain diatas, dewasa tengah merupakan masa dimana
responden dewasa awal memiliki seseorang memegang lebih banyak
kualitas hidup yang lebih rendah kendali dan tanggung jawab.
dibandingkan responden dewasa tengah
pada domain ini (26,31% vs 8,70%). Hal Tingkat spiritualitas dengan kualitas
ini disebabkan karena rasa frustasi akibat hidup
menderita penyakit yang tidak dapat Hasil analisis tingkat spiritualitas
disembuhkan diusia muda dan perasaan dengan kualitas hidup diperoleh r-value
181 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Hubungan Tingkat Spiritualitas Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK )
183 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks
Abstrak
184 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks
IVA memiliki beberapa manfaat jika Oktober 2015 hanya 2% yang berinisiatif
dibandingkan dengan uji yang sudah ada, melakukan pemeriksaan IVA sendiri dan
yaitu efektif, lebih mudah, murah, 8% yang kontrol IUD namun hanya 1%
peralatan yang dibutuhkan lebih yang bersedia melakukan IVA.
sederhana, hasilnya segera diperoleh Wawancara dengan 10 wanita ada
sehingga tidak memerlukan kunjungan beberapa faktor yang mempengaruhi
ulang, cakupan lebih luas, dan pada untuk melakukan deteksi dini kanker
tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga serviks dengan IVA keengganan periksa
skriner untuk memeriksa sediaan karena malu, ragu terhadap pentingnya
sitologi. Informasi hasil dapat diberikan pemeriksaan, takut terhadap kenyataan
langsung. Agrawal (2014) menyebutkan hasil pemeriksaan, takut merasa sakit
sensitifitas IVA dan Pap smear adalah ketika dilakukan pemeriksaan, suami
92% dan 84% dan spesifikasinya atau keluarga tidak pernah memberikan
berturut-turut adalah 64,3% dan 57%. dukungan untuk dilakukan IVA.
Kanker serviks adalah penyakit kanker Masih tingginya insiden kanker
terbanyak kedua di seluruh dunia yang serviks di Indonesia disebabkan karena
mencapai 15% dari seluruh kanker pada kesadaran wanita yang sudah melakukan
wanita. Menurut WHO (2011) satu hubungan seksual dalam melakukan
orang wanita meninggal setiap dua menit deteksi dini masih rendah (kurang dari
akibat kanker serviks dan diperkirakan 5%). Penyebab primer kanker serviks
angka kematiannya mencapai 270.000 adalah infeksi kronik serviks oleh satu
setiap tahunnya. Dibeberapa negara atau lebih virus HPV (Human Papiloma
bahkan menjadi penyebab terbanyak Virus) tipe onkogenik yang beresiko
pada wanita dengan kontribusi 20%- menyebabkan kanker leher rahim,
30%. Di negara berkembang keganasan ditularkan melalui hubungan seksual
pada serviks merupakan penyebab (seksual transmited disease). Wanita
kematian wanita karena kanker biasanya terinfeksi virus ini saat usia
terbanyak sedangkan di negara maju belasan tahun sampai tigapuluhan
menjadi penyebab kematian nomor dua. walaupun kanker sendiri baru akan
Setiap tahun di seluruh dunia terdapat muncul 10-20 tahun sesudahnya
600.000 kanker serviks invasif baru dan (Depkes, 2015)
300.000 kematian (Aziz, 2006). Sebelum terjadinya kanker
Riskesdas (2015), prevalensi kanker di didahului oleh perubahan yang disebut
Indonesia pada tahun 2013 yaitu kanker lesi prakanker atau Neoplasia Intrepitel
serviks 0,8 % dengan estimasi sebanyak Serviks (NIS), biasanya memakan waktu
98.692 penduduk dan Jawa Timur beberapa tahun sebelum berkembang
menempati urutan terbanyak pertama menjadi kanker. Terdapat kesempatan
yaitu 1,1 % dengan estimasi 21.313 untuk mendeteksi dini bila ada
penduduk Jawa Timur dengan kanker perubahan pada sel serviks dengan
serviks. Studi pendahuluan yang menggunakan pemeriksaan IVA serta
dilakukan di Puskesmas Mulyorejo menanganinya dengan tepat sebelum
Surabaya pada bulan September 2015 menjadi kanker serviks (Andrijino,
jumlah pasien yang telah melakukan 2009). Angka kematian yang tinggi pada
deteksi dini kanker serviks dengan stadium lanjut dengan relatif survival
metode Inspeksi Visual Asam Asetat pada wanita dengan lesi previnvasif
(IVA) ada 47 orang dengan 3 orang adalah hampir 100%. Relatif 1 dan 5
(6,4%) yang positif kanker serviks dan years survival adalah masing-masing
44 orang (93%) positif terdapat lesi 88% dan 73%. Apabila terdeteksi pada
sekunder dan di rujuk untuk dilakukan stadium awal, kanker invasif merupakan
cryotherapy. Pada bulan Agustus-
185 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks
Swasta
PT
Menengah
Buruh
Dasar
Metode
Jenis penelitian deskriptif
analitik pengumpulan secara cross
Umur Pekerjaan Pendidikan
sectional. Populasi dalam penelitian ini
wanita yang terdapat di wilayah Gambar 1.
Kelurahan Manyar Sabrangan Karakteristik Demografi Responden (N=100)
186 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks
187 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks
kanker servik pada 2 orang responden memiliki motivasi yang cukup. Motivasi
(anak >5) juga belum melakukan test ketiga responden pada motivasi intrinsik
IVA. Diantara 22 orang responden yang beragam 2 dari 3 responden
sebagai perokok pasif karena pasangan memiliki motivasi intrinsik yang kuat
dan anggota keluarga lain yang serumah namun pada motivasi ekstrinsiknya
merokok hanya 4 orang yang melakukan memiliki motivasi yang cukup dan
IVA. Responden yang melakukan lemah. Motivasi intrinsik memotivasi
pemeriksaan IVA dengan rentang waktu seseorang untuk berusaha mencapai
antara 1 tahun sekali dan 2 tahun sekali. tujuan deteksi awal kanker serviks
Responden yang melakukan IVA dengan melakukan pemeriksaan IVA
sebagian besar di usia 31-40 tahun dan 2 namun hubungan interpersonal,
responden pada usia 41-35 tahun. lingkungan dan kebijakan puskesmas
Stadium prakanker dapat ditemukan sebagai faktor ekstrinsik akan
pertama kali pada usia 20 tahunan, usia mendukung pengambilan keputusan
ditemukan kanker serviks pada wanita wanita melakukan pemeriksaan IVA.
antara umur 30-60 tahun, dengan insiden
terbanyak pada umur 40-50 tahun Simpulan
(Rasjidi, 2010). Motivasi wanita usia subur
Hasil uji statistik Spearman Rho yang berisiko kanker serviks dalam
didapatkan adanya hubungan motivasi melakukan pemeriksaan IVA sebagian
wanita dengan pemeriksaan IVA, besar dalam kategori cukup.
dengan hubungan sangat kuat. Sebagian besar wanita usia subur yang
Hubungan antar variabel ini berisiko kanker serviks tidak
menunjukkan semakin kuat motivasi melakukan pemeriksaan IVA. Motivasi
wanita maka perilaku pemeriksaan IVA yang lemah akan menghambat wanita
semakin positif. Mayoritas 75 orang melakukan pemeriksaan IVA,
responden yang memiliki motivasi sedangkan motivasi kuat akan
cukup hanya 3 orang yang melakukan meningkatkan pemeriksaan IVA.
pemeriksaan IVA. Responden yang
melakukan IVA tersebut berpendidikan Daftar Pustaka
terakhir SMA, bekerja sebagai ibu rumah Andrijono. 2009. HPV, Jurnal Farmasi
tangga, dan responden yang memiliki & Kedokteran Ethical Digest.
pendidikan Sarjana dan bekerja di Jakarta: Etika Media Utama,
swasta. Rata-rata usia responden tersebut Argawal N. 2014 Detection of
yaitu 31-40 tahun dikarenakan usia Circulating Tumor DNA in Early-
produktif. Responden yang memiliki and Late-Stage Human
motivasi kuat sebanyak 8% dan Malignancies. USA. Science
melakukan pemeriksaan IVA sebagian Translational Medicini.
besar adalah ibu rumah tangga dengan Arikunto, Suharsimi 2006, Prosedur
pendidikan SMA. Pekerjaan sebagai ibu Penelitian Suatu Pendekatan
rumah tangga memiliki banyak waktu Praktik. Rineka Cipta, Jakarta.
dalam mencari informasi dibanding ibu Azwar, Saifuddin 2008. Penyusunan
bekerja yang menghabiskan banyak Skala Psikologi. Pustaka Pelajar,
waktu diluar rumah walaupun Yogyakarta.
pendidikan ibu yang sebagian besar Dea, Ayu Kustantia 2012. Pengaruh
tamatan SMA. Pendidikan, pekerjaan Motivasi dan Pengetahuan
dan usia responden tidak dapat menjadi tentang Kanker Serviks dan pap
tolak ukur meningkatkan motif dan Smear terhadap Keteraturan
minat wanita untuk menjalankan Pemeriksaan Pap Smear, Skripsi,
pemeriksaan IVA, padahal responden Universitas Airlangga, Surabaya
188 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Motivasi Wanita Usia Produktif yang Berisiko Kanker Serviks
189 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif
Abstrak
Supervisi dari atasan merupakan aspek utama dalam unjuk kerja perawat yang akan
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Keberhasilan pelaksanaan supervisi bergantung
dari hubungan supervisor dengan perawat. Supervisi model reflektif merupakan model
supervisi dengan mengutamakan hubungan sejajar, dukungan dan kolaboratif.
Menggambarkan supervisi kepala ruang model reflektif pada area keperawatan dewasa.
Penelusuran hasil penelitian tentang supervisi model reflektif pada keperawatan dewasa
yang bersumber dari electronic data base yang telah dipublikasikan sampai tahun 2016.
Enam penelitian supervisi klinis model reflektif menunjukkan hasil bahwa supervisi
klinis model reflektif mampu menunjukkan peningkatan kinerja perawat pelaksana dalam
memberikan asuhan keperawatan dewasa. Supervisi model reflektif tidak bersifat
pengawasan saja tetapi juga lebih berperan sebagai mentor sehingga mampu
meningkatkan keterampilan perawat pelaksana. Supervisi model refleksi dapat
meningkatkan praktik refleksi yang mengharuskan perawat belajar dari refleksi, merevisi
pandangan konseptual secara tepat dan bertindak secara berbeda untuk yang akan datang
dan dengan hasil yang maksimal. Penggunaaan model reflektif untuk supervisi klinis pada
keperawatan profesional. Hal ini dilakukan seiring dengan pemenuhan kebutuhan
perawatan pasien yang semakin meningkat akan praktik keperawatan profesional dan
sesuai dengan kebijakan organisasi serta prosedur yang berlaku
atasan terhadap pengajaran serta juga 2014 tentang alat supervisi untuk
sikap dan komitmen atasan dan peserta meningkatkan praktik relfeksi
pelatihan; (6) Pelatihan untuk supervisor menemukan bahwa alat supervisi
perlu mencakup beberapa hal berikut: memiliki potensi untuk mengubah
memahami pengajaran; penilaian; pembelajaran di dalam setting lapangan.
Keterampilan konseling; penilaian; Artikel ini mempromosikan hubungan
Umpan balik; kepercayaan antara pembelajar dan
Penelitian yang dilakukan oleh supervisor lapangan. Pendalaman
Nuttgens & Chang, 2013 menemukan kepercayaan dan hubungan ini pada
bahwa pada artikelnya memberikan gilirannya mengarah pada jenis
pengertian tentang tekanan moral dan lingkungan yang mendukung yang
menggambarkan prekursor serta memungkinkan pembelajar untuk secara
efeknya. Hasil tinjauan dari penelitian bebas dan aman mengeksplorasi
terbatas tentang tekanan moral dalam pembelajaran baru dalam pengalaman
pelatihan praktisi kesehatan mental dan praktikum. keterlibatan dalam praktik
pengawasan klinis, kemudian dapat reflektif kritis dengan profesional yang
dijelaskan beberapa faktor yang lebih berpengalaman menyelesaikan
diidentifikasi berhubungan atau keraguan diri dan meminimalkan
mempengaruhi tekanan moral adalah kecemasan pembelajar.
adanya supervisi atau konselor. Penelitian yang dilakukan oleh
Penelitian yang dilakukan oleh Stinchfield, Hill, & Kleist, 2007 tentang
Löfmark, Morberg, Öhlund, & Ilicki, reflective models triadic supervision
2009 terkait dengan pelaksanaan (RMTS). Penelitian diperlukan untuk
supervisi. Penelitian ini menggunakan mengeksplorasi pengalaman potensial
pendekatan fenomenologis partisipatif di para supervisi dan supervisor di dalam
mana empat peneliti dan sembilan belas RMTS dan untuk memeriksa potensi
mentor pembimbing bekerja sama dalam manfaat dari model pengawasan
proses penelitian yang dilakukan dalam semacam itu. Penelitian ini
empat tahap yang berbeda. Metode menggunakan metode kualitatif tentang
pengumpulan data yang digunakan pengalaman pembelajar dalam
adalah wawancara. Hasilnya merupakan berpartisipasi dalam RMTS. Sangat
esensi utama yang berjudul ''Perjuangan penting bagi pendidik konselor dan
kekuasaan dan kontrol peningkatan pembelajar konseling bahwa penelitian
kualitas profesional '' yang dibangun di tentang RMTS dilakukan, karena proses
atas empat tema: '' Merupakan kekuatan pengawasan ini masih muncul di
yang memotivasi '', 'Perasaan tanggung lapangan. Studi perbandingan antara
jawab' ',' Perasaan frustrasi '' dan '' bentuk pengawasan individual
Keinginan untuk perubahan ''. tradisional dan format pengawasan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah triadik yang muncul dapat menjelaskan
bahwa komunikasi, informasi dan perkembangan keterampilan
kontak antara profesional perlu konseptualisasi kasus dan
diperkuat untuk terus mengawasi pengembangan keterampilan.
kekuatan pendorong pendorong dan Penelitian yang dilakukan oleh
memberi dukungan kepada pelaksana Geller & Foley, 2009 yang meneliti
lapangan. tentang Model Relasional dan Reflektif
untuk Pengawasan Klinis. Hasil
Supervisi model reflektif penelitian menemukan bahwa dalam
Penelitian yang dilakukan oleh praktik relasional dan reflektif, ada
Jensen-Hart, Shuttleworth, & Davis, banyak kesempatan untuk
193 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif
196 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson
Abstrak
Perubahan respon fisiologis yang terjadi pada pasien cardiovaskular karena pengaruh
respon relaksasi Benson diasumsikan dapat mempengaruhi perubahan respon fisiologis
pasien cerebrovaskular stroke iskemik akut. Tujuan telaah pustaka ini untuk mengkritisi
hasil penelitian efektifitas respon relaksasi benson terhadap respon fisiologis. Metode
penelitian ini adalah literature review dengan menelusuri database Science direct,
Medline, Google Scholar, dan Proquest dengan menggunakan kata kunci pencarian
respon relaksasi, Benson, respon fisiologis, cardiovaskular dari tahun 2000-2016. Hasil
literature review terhadap 5 penelitian menunjukkan adanya persamaan teori yang
digunakan yaitu teori benson. Intervensi yang digunakan kelima penelitian ini adalah
respon relaksasi, dua diantaranya disertai pendidikan kesehatan, serta 1 penelitian yang
disertai terapi analgetik. Metode penelitian yang digunakan mulai dari quasi eksperimen
hingga RCT. Respon relaksasi Benson menunjukkan perbaikan gejala fisik pada 2
penelitian, 2 hasil penelitian yang menunjukkan perbaikan gejala mental, dan 2 hasil
penelitian yang menunjukkan peurunan respon fisiologis. Respon relaksasi Benson juga
dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan spiritual. Hal ini dibuktikan dalam 1 hasil
penelitian yang menunjukkan meningkatnya kesejahteraan spiritual. Literature review
ini membuktikan relaksasi Benson dapat menurunkan respon fisiologis sehingga respon
relaksasi Benson dapat dijadikan prosedur tetap perawatan pasien stroke iskemik akut.
Selain itu respon relaksasi Benson dapat memperbaiki gejala fisik, mental, dan
meningkatkan kesejahteraan spiritual. Penelitian selanjutnya pada pasien stroke iskemik
akut adalah menyelidiki semua keuntungan potensial dari respon relaksasi Benson pada
pasien stroke iskemik akut.
197 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson
198 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson
199 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson
200 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson
201 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Pengaruh Respon Relaksasi Benson
202 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO)
Terhadap Pencegahan Luka Tekan pada Pasien Pasca Stroke;
Review Literatur
Abstrak
Gangguan mobilisasi pada pasien stroke akan menyebabkan mekanisme tekanan konstan
terutama pada area tulang yang menonjol (bony prominence) dan akan berlanjut pada luka
tekan. Virgin coconut oil (VCO) dan extra virgin olive oil (EVOO) adalah salah satu
pilihan intervensi perawatan kulit secara topikal, karena kandungan asam lemak pada
EVOO dan VCO. Penelaahan ini dilakuakan dengan metode review literatur dari 10
artikel publikasi pada google scholar, EBSCO host, Science Direct dengan kata kunci
yang dipilih dan dapat diakses fulltext dengan desain quasi eksperimental. EVOO terbukti
dapat mencegah terjadinya luka tekan khususnya pada pasien dengan immobilisasi.
EVOO juga mengandung zat-zat yang efektif sebagai antioksidan, antiinflamasi dan
antimikroba yang efektif untuk mempercepat penyembuhan luka tekan dan mencegah
kerusakan kulit penderita kusta serta mencegah terjadinya ruam popok. VCO juga baik
untuk mencegah terjadinya luka tekan, mempercepat penyembuhan luka tekan grade I
dan II serta mempercepat penyembuhan dermatitis atopik pada anak, akan tetapi tidak
mampu menghambat kandidiasis secara invitro.
203 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan
EVOO adalah salah satu minyak artikel publikasi pada EBSCO Science
tumbuhan yang diperas dari buah pohon Direct dengan kata kunci yang dipilih
zaitun (Olea europeae L). Minyak zaitun dan dapat diakses fulltext dengan desain
dikenal sebagai salah satu minyak quasi eksperimental. Hasil penelusuran
tersehat khususnya extra virgin yang didapatkan 17 artikel dan yang
mengandung 74,4 % - 77.5 % asam oleat memenuhi kriteria adalah 10 artikel.
(Oleic acid), palmitic acid 11.5%- 12.1%
dan linoleic acid 8.9% - 9.4% (Hysi dan Hasil
Kongoli, 2015). Kandungan asam lemak Penelitian yang dilakukan
baik pada EVOO dapat memelihara Yolanda et.al (2012) menunjukkan
kelembapan, kelenturan, serta kehalusan bahwa minyak zaitun efektif untuk
kulit. Selain itu EVOO juga mampu mencegah terjadinya ulkus dekubitus.
meredakan demam dan menjaga Penelitian tersebut dilakukan pada 30
kesehatan kulit (Orey, 2007). responden menggunakan metode
VCO adalah minyak kelapa quasieksperimen dengan pendekatan pre
murni yang diproses tanpa pemanasan, dan post test only non equivalent control
bahan kimiawi, pewarna, ataupun group. Kelompok intervensi diberikan
pengawet, sehingga menghasilkan minyak zaitun 20 ml secara topikal pada
minyak dengan karakteristik: tidak 15 titik risiko selama 7 hari dan pada hari
mengandung gula, tidak mengandung kedelapan dilakukan post test. Hasil uji
minyak trans, rasa dan aroma khas statistik diperoleh nilai p (0,017) < α
kelapa dan sangat stabil sehingga dapat (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
disimpan sampai lima tahun tanpa rusak ada perbedaan yang signifikan antara
(Khomsan, 2009). VCO mengandung skor ulkus dekubitus setelah pemberian
asam lemak jenuh berantai pendek dan minyak zaitun pada kelompok
sedang. Asam lemak yang paling eksperimen dan kelompok kontrol.
dominan adalah asam laurat (50,33%). Penelitian serupa juga dilakukan
Kandungan lain berupa asam kaproat oleh Perez et.al (2015) dengan desain
(14,23%), asam kaprat (10,25%), asam Non-inferiority, triple-blind, parallel,
miristat (12,91%) dan asam palmitat multicentre, randomised clinical trial
(4,92%). Asam lemak tersebut tidak menunjukkan bahwa penggunaan EVOO
dapat disintesis menjadi kolesterol, tidak topikal tidak kalah dengan penggunaan
ditimbun dalam tubuh, serta mudah Hyperoxigenated Fatty Acid (HOFA)
dicerna dan dibakar. Kandungan asam untuk mencegah terjadinya luka tekan
lemak baik pada VCO dapat memelihara pada pasien immobilisasi sedangkan
kelembapan, kelenturan, serta kehalusan penelitian ekperimental yang dilakukan
kulit (Wirakusumah, 2007). oleh Gunes et,al (2015) menunjukkan
Telaah literatur ini bertujuan bahwa EVOO topikal memiliki efek
untuk menyajikan hasil penelitian perlindungan pada jaringan kavernosus
mengenai penggunaan EVOO dan VCO penis pada tikus sebagai antioksidan,
topikal pada kulit yang telah dilakukan menjinakkan radikal bebas, anti-
sebelumnya, sehingga didapatkan inflamasi, dan efek antimikroba.
metode yang tepat tentang penggunaan Penelitian lain tentang
EVOO dan VCO sebagai pelembab kulit penggunaan EVOO topikal juga
untuk mencegah luka tekan pada pasien dilakukan oleh Fajriyah et.al (2015)
pasca stroke dengan hasil bahwa 93,3% penderita
kusta tidak mengalami kerusakan kulit
Metode setelah pemberian minyak zaitun.
Penelaahan ini dilakuakan Penelitian Jelita et.al (2014) dengan hasil
dengan metode review literatur dari ada pengaruh pemberian minyak zaitun
204 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan
205 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan
dan asam palmitat dapat memelihara Penerjemah dr. Joko Mulyanto, Msc
kelembapan, kelenturan, serta kehalusan dkk. Edisi 8. Singapura : Elseiver.
kulit (Wirakusumah, 2007). Dewandono, Irawan Derajat. (2014).
Pasien pasca stroke yang Pemanfaatan VCO (virgin coconut
mengalami gangguan mobilisasi sangat oil) dengan teknik massage dalam
berisiko terjadi luka tekan karena penyembuhan luka dekubitus
gangguan mobilisasi akan derajat II pada lansia
mengakibatkan tekanan yang menetap Dewi, Sri Sinto dan Aryadi, Tulus.
pada kulit terutama pada area tulang (2010). Efektifitas Virgin Coconut
yang menonjol. Akibatnya akan Oil ( VCO ) Terhadap Kandidiasis
mengganngu aliran darah ke kapiler Secara Invitro. Prosiding Seminar
sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke Nasional UNIMUS
jaringan akan berkurang yang berakibat Evangelista, Mara T P. (2014).The effect
terjadinya iskemia dan kerusakan of topical virgin coconut oil on
jaringan lokal1. Salah satu intervensi SCORAD index, transepidermal
keperawatan yang dapat diberikan water loss, and skin capacitance in
adalah perawatan kulit dengan cara mild to moderate pediatric atopic
hygiene yang baik dan pemberian dermatitis: a randomized, double-
pelembab kulit secara topikal blind, clinical trial. International
menggunakan EVOO maupun VCO. Journal of Dermatology 2014, 53,
Keduanya sangat mudah meresap ke 100–108
kulit dan mencegah kehilangan air pada Fajriyah, Nuniek Nizmah et.al. (2015).
kulit sehingga kulit akan terjaga Efektivitas Minyak Zaitun untuk
kelembabanya. Pencegahan Kerusakan Kulit pada
Pasien Kusta. Jurnal Ilmiah
Simpulan Kesehatan (JIK), Vol VII, No 1
Berdasarkan ulasan diatas dapat Fatonah, Siti et.al. (2013). Efektifitas
disimpulkan bahwa EVOO dan VCO Penggunaan Virgin Coconut Oil
yang diberikan secara topikal setiap hari (VCO) Secara Topikal Untuk
pada area tulang yang menonjol efektif Mengatasi Luka Tekan
untuk mencegah terjadinya luka tekan (Dekubitus) Grade I Dan II. Jurnal
pada pasien pasca stroke karena Kesehatan, Volume IV, Nomor 1,
keduanya mengandung asam lemak yang hlm 264-270
baik yaitu asam oleat (Oleic acid), Gunes, Mustafa et.al. (2015). Beneficial
palmitic acid, linoleic acid, asam laurat, influence of topical extra virgin
asam kaproat, asam kaprat, asam miristat olive oil application on
dan asam palmitat yang dapat anexperimental model of penile
memelihara kelembapan, kelenturan, fracture in rats. Toxicology and
kehalusan dan kesehatan kulit. Dengan Industrial Health 2015, Vol. 31(8)
demikian, intervensi ini dapat 704–711
diaplikasikan oleh tenaga kesehatan baik Handayani, Ririn S et.al. (2011).
di pelayanan kesehatan maupun di Pencegahan Luka Tekan Melalui
rumah. Pijat Menggunakan Virgin
Coconut Oil (VCO). Jurnal
Daftar Pustaka Keperawatan Indonesia, Vol 14 (3)
Black, Joyce M dan Hawks, Jane 141-148.
Hokanson. (2014). Keperawatan Hysi, Elona dan Kongoli, Renata.
Medikal Bedah Manajemen Klinis (2015). Characterization of Extra
Untuk Hasil Yang Diharapkan. Virgin Olive Oil from Kalinjot.
206 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Extra Virgin Olive Oil (EVOO) dan Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Pencegahan Luka Tekan
207 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n
Pengaruh Self-Efficacy Training terhadap Self-Efficacy
Abstrak
Salah satu masalah yang dialami pada pasien dengan hemodialisis adalah ketidakpatuhan
pasien terhadap regimen terapeutik. Ketidakpatuhan pasien ini menjadi masalah yang
penting karena berhubungan dengan tidak terkontrolnya kondisi tbuh yang berimbas pada
penurunan survival rate pasien hemodialisa. Tujuan review ini ingin mencari berbagai
gambaran self efficacy training yang dapat meningkatkan self efficacy dan kepatuhan
pasien dalam menjalani program pengobatan hemodialisis.
Systematic review ini dilakukan dengan menelusuri artikel publikasi di Google search,
MEDLINE (EBSCO), PUBMED, serta Science direct dengan kata kunci yang dipilih.
Penelusuran dibatasi terbitan 2003-2017 desain RCT yang dilakukan pada pasien
hemodialisis. Perlakuan berupa self-efficacy training dan education dalam meningkatkan
kepatuhan sebagai primary outcome, dan tingkat self-efficacy, kepatuhan cairan, indikator
klinis, dan kualitas hidup sebagai secondary outcomes. Artikel yang sesuai kemudian
dianalisis menggunakan critical appraisal tool yang sesuai untuk hasil penelitian RCT
dan quasy experiment untuk menilai kualitas penelitian. Data diekstraksi dari artikel lalu
dikelompokkan untuk dibahas dan disimpulkan.
Berdasarkan 307.815 artikel hingga terpilih lima artikel penelitian yang dilakukan review,
maka self efficacy training dapat meningkatkan self-efficacy dan kepatuhan pasien
dengan hemodialysis sekaligus sangat direkomendasikan untuk dapat dilaksanakan di
tatanan layanan kesehatan dengan hemodialisis.
211 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF
Sulistiyaningsih1,
Chandra Bagus Ropyanto2 (korespondensi : chandra.ropyanto@gmail.com)
1
Mahasiswa Departemen Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
2
Dosen Departemen Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Abstrak
Individu yang menjalani ORIF sering kali mengalami masalah baik pada fisik, psikologis,
hubungan sosial maupun hubungan dengan lingkungannya. Masalah tersebut nantinya
dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kualitas hidup yang buruk dapat menyebabkan
tingkat isolasi sosial yang tinggi dan distress emosional, yang juga berhubungan dengan
rendahnya fungsi fisik dan adanya ketidakmampuan secara fisik. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien pasca ORIF ekstremitas bawah di Poli
Orthopedi RS Orthopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta. Desain penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan survei yang menggunakan kuesioner untuk mengukur
kualitas hidup. Teknik sampling yang digunakan yaitu consecutive sampling dengan
jumlah responden sebanyak 40 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
hidup pasien pasca ORIF ekstremitas bawah yang berada dalam kategori baik sebanyak
52,5%. Kualitas hidup pasien berdasarkan dimensinya yang berada dalam kategori baik
yaitu sebesar 52,5% pada dimensi fisik, 65% pada dimensi psikologis, 75% pada dimensi
lingkungan dan 52,5% pada dimensi lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kualitas hidup pasien pasca ORIF berada dalam
kategori baik. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi profesi
keperawatan untuk lebih memperhatikan kualitas hidup pasien pasca ORIF utamanya
dalam beberapa aspek pada dimensi fisik untuk menunjang proses keperawatan yang
lebih baik.
211 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF
212 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF
213 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF
214 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF
215 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF
216 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Kualitas Hidup Pasien Pasca ORIF
217 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung
Abstrak
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. Salah satu masalah yang dihadapi oleh pasien gagal jantung
adalah kemungkinan terjadinya rehospitalisasi. Self care menjadi salah satu intervensi
keperawatan yang dapat mencegah rehospitalisasi pada pasien gagal jantung. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self care pada pasien gagal jantung di
Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
survey menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini
dilakukan di Poliklinik Jantung dan Poliklinik Penyakit Dalam pada 111 pasien gagal
jantung. Data diambil menggunakan kuesioner Self Care Heart Failure Index (SCHFI)
dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
mayoritas responden adalah perempuan (51,35 %), berusia 46-65 tahun (65,77 %),
memiliki tingkat pendidikan SMA (34,23 %), dan memiliki riwayat rehospitalisasi
sebanyak 1-5 kali (89,19 %). Semua responden memiliki penyakit penyerta SKA.
Sementara itu, 42,34 % responden telah didiagnosa gagal jantung selama 2-6 tahun, 43,24
% responden berada di kelas II NYHA dan lebih dari setengah responden memiliki
perilaku self care yang baik (52,25 %). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan
sebagian besar responden memiliki perilaku self care yang baik. Berdasarkan hasil
penelitian ini, petugas kesehatan direkomendasikan untuk saling berkolaborasi aktif
bersama pasien gagal jantung dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan
mendukung pelaksanaan self care.
Kata kunci : Gagal jantung, Self care, SCHFI
Gagal jantung merupakan Prevalensi penderita penyakit gagal
masalah kesehatan utama di negara maju jantung di Jawa Tengah berdasarkan
maupun negara berkembang. Penyakit diagnosis dokter sebesar 0,18%. Jawa
ini menjadi penyebab nomor satu Tengah merupakan provinsi dengan
kematian di dunia setiap tahunnya. estimasi jumlah penderita penyakit gagal
Menurut Center of Disease Control, jantung terbanyak ketiga di Indonesia
pada tahun 2013 di Amerika ada sekitar (Pusat Data dan Informasi Kementerian
5,1 juta orang menderita gagal jantung. Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Sekitar 50% dari penderita gagal jantung Salah satu masalah yang dihadapi oleh
meninggal setelah terdiagnosis selama 5 pasien gagal jantung adalah
tahun (Department of Health and Human kemungkinan rehospitalisasi. Pada tahun
Service USA, 2013). Sedangkan di 2011, di Amerika ada sekitar 3,3 juta
Indonesia, data Riskesdas 2013 orang dewasa mengalami rehospitalisasi
menyebutkan prevalensi penderita kurang dari satu bulan setelah
penyakit gagal jantung berdasarkan discharging dan penyebab terbanyak
diagnosis dokter sebesar 0,13%. rehospitalisasi ini adalah gagal jantung
218 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung
219 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung
220 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung
221 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung
kategori baik. Terdapat dua hal yang Jovicic, A., Leduc, M.H., Jayna, M.H.,
perlu ditingkatkan yaitu peran petugas dan Straus, S.E. (2006). Effects of
kesehatan dan media edukasi di rumah Self-Management Intervention nn
sakit. Diharapkan petugas kesehatan Health Outcomes of Patients with
seperti dokter, perawat, ahli gizi, dan Heart Failure : A Systematic Review
apoteker lebih aktif berkolaborasi of Randomize Controlled Trials.
mendukung peningkatan pengetahuan BMC Cardiovascular Disorders 2,
dan keyakinan dalam pelaksanaan self November 2006, Vol. 6, No. 43 : 1-
care pada pasien gagal jantung melalui 8. Online :
konsultasi dan pendidikan kesehatan. http://www.biomedcentral.com/147
Selain itu, sebaiknya pihak rumah sakit 1-2261/6/43. Diakses pada : 23
lebih banyak memberikan media edukasi Maret 2016
di rumah sakit untuk mendukung Levy D., Kenchaiah, S., Larson, M.G.,
perubahan perilaku pasien menjadi Benjamin, E.J., Kupka, M.J., Ho,
berkomitmen mempraktikan perilaku K.K.L.,… Vasan, R.S. (2002). Long
self care pada pasien gagal jantung. Term Trends in The Incidence of
and Survival with Heart Failure. The
Daftar Pustaka new england journal of medicine
Department of Health and Human October, 31 2002, Vol. 347, No. 18 :
Service USA. (2013). CDC Heart 1397-1402. Online :
Failure Fact Sheet. United States of http://www.nejm.org/doi/full/10.10
America. Online : 56/NEJMoa020265. Diakses pada :
http://www.cdc.gov/dhdsp/data_stat 23 Maret 2016
istics/fact_sheet/docs/fs_heart_failu Liu, M.H., Wang, C.H., Huang, Y.Y.,
re.pdf. Diakses pada : 13 Januari Cherng, W.J., dan Wang, K.W.
2016 (2014). A Correlational Study of
Hines, A.L., Barret, M.L., Jiang, H.J., Illness Knowledge, Self-Care
dan Steiner, C.A. (2011). Statistical Behaviors, and Quality of Life in
Brief : Conditions with The Largest Elderly Patients with Heart Failure.
Number of Adult Hospital The Journals of Nursing Research
Readmissions by Payer 2011. (JNR) 2014 June, Vol. 22 No. 2 :
Agency for Healthcare Research 136-145. Online :
And Quality Of United States http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm
Project April 2014. Online : ed/24821421. Diakses pada : 18
http://www.hcup.us.ahrq.gov/rep[or Maret 2016
ts/statbriefs/sb172-Condition- Maajid, A. (2010). Tesis : Analisa
Readmissions-Payer.jsp. Diakses Faktor-faktor yang Berhubungan
pada : 13 Januari 2016 dengan Kejadian Rawat Inap Ulang
Jonkman, N.H., Westland, H., Pasien Gagal Jantung Kongestif di
Groenwold, R.H.H., Agren, S., Rumah Sakit Yogyakarta. Program
Atienza, F., Blue, L., … Hoes, A.W. Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan
(2016). Do Self-Management Universitas Indonesia : Depok.
Intervention Work In Patients with Online :
Heart Failure?. Circulation AHA http://www.lib.ui.ac.id/file?=digital
Journals 12, February 2016, No. /20281141-TAbdulMajid.pdf.
133. 1189-1198. Online : Diakses pada : 13 Januari 2016
http://circ.ahajournals.org/content/1 Potter, J.K,. dan Perry, S.N. (2010).
33/12/1189.fulltext. Diakses pada : Fundamental Keperawatan Buku 1
23 Maret 2016 Ed. 7. Salemba Medika : Jakarta.
222 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung
223 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Gambaran Self Care pada Pasien Gagal Jantung
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Self care pada Pasien Gagal Jantung Berdasarkan Karakteristik
Responden
Lama 4,91 3 23 * 1 1 ** 3 2* 15
menderita (0,90%) (2,70%) (13,51%)
gagal jantung
224 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas
Abstrak
Mental model adalah suatu kebiasaan seseorang melakukan dan menerima suatu hal yang
diinternalisasikan kedalam batin sehingga membentuk watak atau karakter. Mental model
dapat mempengaruhi penampilan seseorang dalam menjalankan tugas. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui konsep mental model perawat yang dapat ditampilkan dalam
melaksakan tugas. Metode penelitian ini literatur review dengan menganalisis konsep
mental model berdasarkan hasil penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Sumber literatur
yang digunakan adalah database publikasi yang dimuat PubMEd, Science direct dan dari
buku terkait. Didapatkan 9 pustaka yang kemudian dilakukan review literature. Hasil
studi menunjukkan diskusi tentang mental model jarang dikemukakan dalam lingkup
penyediaan layanan keperawatan. Mental model mempengaruhi performa perawat dalam
menjalankan tugas. Mental model dan penampilan perawat menjalankan tugas
berbanding lurus. Dari literatur didapatkan bahwa mental model dapat membantu
individu untuk menjalankan tugas perawat dan juga berkolaborasi dengan tim untuk
menampilkan kemampuannya yang di pengaruhi oleh sikap, pengetahuan, perilaku dan
interaksi lingkungan. Konsep mental model perlu dipelajari lebih lanjut untuk
mendapatkan pemahaman yang baik untuk diterapkan dalam pelayanan keperawatan.
Oleh karena itu, studi tentang mental model dalam penampilan menjalankan tugas
perawat akan dilakukan penelitian.
225 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas
226 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas
227 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literatur Mental Model Perawat dalam Penampilan Menjalankan Tugas
228 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
Review Literature Intervensi Musik untuk Menurunkan Stress Pra Operasi
Abstrak
Fase Pra Operasi merupakan fase sebelum dilakukannya operasi, dimulai dari keputusan
tindakan operasi dibuat dan diakhiri dengan pemindahan pasien ke ruang operasi, hal ini
dapat menyebabkan stress. Kini telah dikembangkan intervensi untuk mengatasi stress,
salah satunya intervensi musik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
intervensi musik dapat menurunkan stress pra operasi. Metode literature review ini
dengan menganalisis kualitatif dan kuantitatif. Metode pencarian literature dengan
menggunakan database Science Direct, Nurse Media Journal of Nursing dan Google
Scholar, terdapat 14 pustaka yang kemudian dilakukan review literature. Berdasarkan
hasil literature didapatkan bahwa musik mampu mempengaruhi ketegangan atau kondisi
rileks karena dapat merangsang pengeluaran endorphin dan serotonin sehingga bisa
membuat lebih rileks pada tubuh yang mengalami stress. Intervensi musik merupakan
tekhnik yang mudah dilakukan, terjangkau, dan berdampak positif dalam mempengaruhi
kondisi rileks pada diri seseorang. Intervensi musik membuktikan dapat memberikan
dampak yang baik secara fisik maupun psikologis terhadap pasien pra operasi, namun
perlu penelitian lebih lanjut apakah musik memberikan efek terhadap stress pra operasi.
231 | P r o s i d i n g S e m i n a r I l m i a h N a s i o n a l K e p e r a w a t a n 2 0 1 7
DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jln. Prof.Soedharto, S.H, Tembalang -Semarang
Telp. 024-76480919 Fax. 024-76486849
Website : www.keperawatan.undip.ac.id