Anda di halaman 1dari 14

f

I 1111 I

,,. IUJ IUII I-


I
' . .

- .-

.,�. ,t
·!�•,:'

,,
� • • t.
....,,,.
,\ �


' ...
•• J.
�J.
' . •
. .,

I
,

-
-◄

-
- -
-
-

....

UNIVERSITAS YAYA SAN INOONESIA � /


'"•·L •

C
�i
NASIONAL E R A K 111111 Kita&Bumi
JULI 2022
I�
PIONIR PERUBAHAM � -== �
Disusun oleh:
Fachruddin Mangunjaya
Sartika Nur Shalati
Mahawira Dillon
Claire Wordley

JULI 2022
Kurangnya aksi global terhadap perubahan iklim mengancam
kelangsungan ibadah haji ke Mekah yang telah berjalan
sejak 1.400 tahun lalu

Negara-negara maju memegang tanggung jawab terbe- Akan tetapi, melindungi ibadah haji tidak
sar atas pemanasan bumi secara historis serta memiliki po- mungkin dilakukan tanpa aksi internasion-
tensi maupun tanggung jawab terbesar untuk membatasi al yang lebih luas, termasuk sejumlah
pemanasan di masa mendatang, suatu hal yang saat ini negara mayoritas Muslim yang mengeluar-
belum dipenuhi oleh negara-negara maju tersebut; kan emisi tinggi pun perlu berkontribusi.

Ringkasan
Seiring aktivitas manusia yang menjadikan bumi makin panas, banyak aspek sakral dan penting dalam kehidupan manusia yang
kini terancam, termasuk ibadah haji ke Mekah. Tanah suci di Arab Saudi memang sudah panas sejak zaman dahulu. Kondisi panas
tersebut pun kadang menimbulkan korban jiwa di antara para jamaah haji, tetapi perubahan iklim akan menyebabkan ambang
batas suhu panas berbahaya terlampaui secara rutin, dan suhu di Mekah akan mencapai taraf yang luar biasa tinggi. Suhu eks-
trem akan menimbulkan ancaman yang jauh lebih besar terhadap kesehatan umat Muslim yang sedang beribadah haji, dan
dapat mengubah kualitas tradisi Ibadah Haji selamanya.

Naiknya suhu global yang diakibatkan oleh pembakaran batu bara, minyak, dan gas, serta deforestasi, sudah menjadikan ibadah
haji lebih berbahaya. Meskipun banyak bukti nyata atas risiko-risiko tersebut, trajektori emisi dunia saat ini justru menunjukkan
potensi terjadinya kenaikan suhu lebih lanjut yang lantas membuat keadaannya lebih berbahaya lagi. Kebanyakan dari kenaikan
suhu ini ditimbulkan oleh negara-negara yang secara historis merupakan sumber polusi karbon terbesar, dan pemanasan lebih
lanjut akan terus ditimbulkan oleh sumber-sumber polusi ini.

Upaya menghindari pemanasan tersebut - dan konsekuensinya bagi ibadah haji - akan bergantung pada pengurangan emisi di
seluruh dunia, termasuk dari sejumlah negara berpenghasilan menengah, yang berpotensi menjadi sumber polusi karbon terbe-
sar jika masih melanjutkan investasi yang berpotensi tinggi karbon. Beberapa negara mayoritas Muslim juga masuk dalam jajaran
negara tersebut sehingga. Meskipun saat ini negara-negara tersebut belum termasuk salah satu negara dengan emisi tertinggi,
mereka tetap perlu mengurangi emisinya jika ingin melindungi ibadah haji.

Meskipun sudah banyak prakarsa penting dari komunitas Muslim untuk mengatasi perubahan iklim, seperti Deklarasi Islam Men-
genai Perubahan Iklim Global (Islamic Declaration on Global Climate Change), banyak negara mayoritas Muslim - seperti halnya
negara-negara lain - masih berencana meneruskan dan bahkan meningkatkan penggunaan domestik bahan bakar fosil, serta
terus memproduksi dan mengekspor minyak, gas, dan batu bara. Tanpa adanya perubahan arah yang signifikan, pemanasan
yang diakibatkan oleh emisi tersebut, bersamaan dengan emisi dari negara-negara lain, akan mengancam kelangsungan ibadah
haji.

Berbagai negara mayoritas Muslim memang telah memperlihatkan kepemimpinan global. Meskipun merupakan negara
berkembang dan nyaris tidak menghasilkan emisi, Maladewa telah berikrar bahwa negaranya akan mencapai emisi nol bersih
pada 2030 apabila dunia memberikan bantuan keuangan. Sementara itu Maroko memiliki salah satu rencana iklim yang paling
ambisius di antara berbagai negara di dunia. Maroko termasuk salah satu dari sejumlah kecil negara yang rencana iklimnya kom-
patibel dengan target pemanasan global dalam Kesepakatan Paris, dan bahkan mengalahkan banyak negara yang lebih kaya
dalam ambisinya. Tindakan ambisius tersebut, apabila diteladani oleh cukup banyak negara lainnya, akan membantu melindungi
ibadah haji hingga beberapa generasi ke depan. Di sisi lain, kurangnya ambisi negara-negara lain akan membahayakan ibadah
haji dalam waktu beberapa dekade.

JULI 2022
Menjalankan ibadah haji ke Mekah merupakan salah satu dari
Lima Rukun Islam yang menjadi impian banyak umat Muslim -
dan semua umat Muslim yang mampu menjalankannya harus
Pendahuluan melakukan ibadah haji setidaknya satu kali dalam hidupnya.
Meski demikian, perubahan iklim mengancam perjalanan sakral
ini. Walaupun Ibadah Haji telah menjadi hal yang sangat penting
dalam Islam selama 1.400 tahun, dalam beberapa dekade ke
depan, ibadah ini kemungkinan akan menjadi terlalu berbahaya
untuk dilakukan oleh kebanyakan orang.

Selama melaksanakan ibadah haji, para jamaah menghabiskan


sekitar 20-30 jam di luar ruangan dan sering kali sambil berjalan
dalam rombongan besar. Selama bulan-bulan musim panas
Arab Saudi yang terik, selalu ada jamaah haji yang terkena sen-
gatan panas (heat stroke), dan perubahan iklim akan membuat
panasnya jauh lebih berbahaya.

Udara lembap dari Laut Merah sering kali bertiup ke darat


hingga Mekah sehingga meningkatkan kelembapan di kota
yang sudah panas itu. Ketika tingkat kelembapannya tinggi, ker-
ingat akan menguap lebih lambat, sehingga orang-orang lebih
mudah mengalami kondisi kepanasan yang merusak kesehatan
dan bahkan mematikan.

Untuk menakar ancaman tersebut, perlu digunakan suhu “bola


basah (wet-bulb)” yang mengukur suhu sekaligus kelembapan
sehingga mencerminkan secara lebih akurat bagaimana panas
dapat memengaruhi manusia daripada mengukur suhu saja.
Angka bola basah (wet-bulb) sering kali lebih rendah dari pada
pengukuran suhu “bola kering (dry-bulb)” yang sering

kita lihat dalam laporan cuaca, tetapi hal ini tidak berarti suhu
bola basah tersebut aman. Suhu bola basah di sekitar 26-31°C
dapat menjadi sangat berbahaya bahkan untuk orang-orang
yang masih muda dan sehat (Vecellio, et al 2022). Suhu bola
basah 21°C bahkan pernah menimbulkan peristiwa sengatan
panas massal dan kematian

Suhu bola basah rata-rata di Mekah telah naik hampir 2°C antara
tahun 1984–2013 akibat perubahan iklim. Selama periode terse-
but, suhu bola basah 24,6°C atau lebih - yang diklasifikasikan
“berbahaya” oleh Layanan Cuaca Nasional Amerika Serikat – ter-
catat terjadi pada 58% dari tahun-tahun dalam periode tersebut.
Walaupun ambang batas “bahaya ekstrem” 29,1°C belum pernah
terekam dalam jangka waktu tersebut, beberapa peristiwa ke-
matian massal akibat berdesak-desakan selama ibadah haji
mungkin berkaitan dengan suhu bola basah yang tinggi.

Kondisi panas dapat menyebabkan orang lebih mudah kebin-


gungan. Pada 1990, sebanyak 1.426 jamaah haji meninggal
dalam kondisi berdesakan ketika suhu bola kering mencapai 41,7
°C dan suhu bola basah mencapai 25,1°C. Hal serupa terjadi pada
2015 saat lebih dari 2.000 jamaah haji meninggal ketika suhu
bola kering mencapai 48,3 °C dan suhu bola basah mencapai
27,3°C.

Orang-orang berusia lanjut sangat rentan sengatan panas dan


lebih berpeluang meninggal akibat kondisi panas ekstrem jika
dibandingkan dengan yang lebih muda. Hal ini menjadikan
jamaah haji terutama rentan terhadap suhu tinggi karena
banyak dari antara para jamaah merupakan orang-orang beru-
sia lanjut.

Tanggal ibadah haji pada kalender Gregorian selalu berubah


setiap tahun. Tahun ini, 2022, ibadah haji jatuh pada tanggal 7
sampai 12 Juli, bersamaan dengan awal musim panas di Arab
Saudi yang terik. Untuk tahun-tahun mendatang, bahaya dari
kondisi panas akan berkurang karena tanggalnya jatuh pada bu-
lan-bulan yang lebih sejuk. Akan tetapi, antara 2045–2053, dan
kemudian antara 2079–2086, ibadah haji akan jatuh selama
bulan Agustus sampai Oktober, bulan-bulan ketika suhu bola
basah mencapai puncaknya di Mekah.

JULI 2022
Bagaimana pemanasan lebih lanjut akan
memengaruhi ibadah haji

Pemodel iklim telah menganalisis bagaimana kenaikan suhu yang terus berlanjut akan memengaruhi ibadah haji, bergan-
tung pada emisi yang dihasilkan dunia. Dunia saat ini sudah lebih panas sekitar 1,2°C akibat aktivitas manusia, sebagian besar
dari penggunaan bahan bakar fosil, tetapi juga dari deforestasi dan praktik-praktik pertanian. Negara-negara yang telah
menandatangani Kesepakatan Paris - hampir semua negara di seluruh dunia - berikrar membatasi perubahan iklim hingga
“jauh di bawah” 2°C dengan tujuan mencapai 1,5°C. Namun, kebijakan dan tindakan berbagai negara saat ini masih akan mem-
bawa dunia ke arah pemanasan total sebesar sekitar 2,7°C - dan setiap desimal kenaikan dari suhu rata-ratanya akan menim-
bulkan ancaman yang makin besar bagi ibadah haji.

Ibadah haji di tengah pemanasan global 1,5°C Ibadah haji di tengah pemanasan global 2°C

Bahkan jika dunia mampu menahan pemanasan global


sesuai target ambisius Kesepakatan Paris pada suhu 1,5°C,
Ibadah haji di tengah pemanasan global 2°C
risiko sengatan panas selama ibadah haji akan tetap naik lima
Jika dunia gagal memenuhi target Kesepakatan Paris untuk
kali lipat (Saeed, et al. 2021).
menjaga kenaikan suhu “jauh di bawah” 2°C dan suhu ra-
ta-rata global naik 2°C, risiko sengatan panas selama ibadah
Peluang terjadinya suhu yang melebihi ambang batas “ber-
haji akan naik sepuluh kali lipat (Saeed, et al. 2021).
bahaya” suhu bola basah 24,6°C akan lebih tinggi sepanjang
tahun. Sebagai contoh, peluang tersebut akan berlipat ganda
Peluang terlampauinya ambang batas “berbahaya” suhu
selama Mei dari 12% menjadi 24%, naik pada Juni dari 19%
bola basah 24,6°C akan naik tiga kali lipat selama Mei dari 12%
menjadi 32%, kemudian melonjak lagi pada Juli dari 35% men-
menjadi 36%, lebih dari dua kali lipat pada Juni dari 19 menja-
jadi 50%, pada Agustus dari 71% menjadi 77%, pada Septem-
di 45%, hampir berlipat ganda pada Juli dari 35% menjadi
ber dari 89% menjadi 93%, dan pada Oktober meningkat dari
61%, pada Agustus naik dari 71% menjadi 83%, pada Septem-
66% menjadi 77% (Saeed, et al. 2021).
ber naik dari 89% menjadi 96%, dan pada Oktober melam-
bung dari 66% menjadi 86%. Peluang terlampauinya batas
Para ilmuwan menganalisis peluang naiknya suhu ke tingkat
“bahaya” akan jauh lebih besar daripada apabila kenaikan
“bahaya ekstrem” suhu bola basah 29,1°C dengan kondisi iklim
suhunya hanya 1,5°C, sehingga ibadah haji di bulan-bulan
saat ini adalah sebesar 1% selama September - peluang terse-
yang tadinya “lebih aman” seperti Mei dan Juni, menjadi jauh
but akan naik ke angka 4% dengan kondisi pemanasan global
lebih berisiko, terutama bagi orang-orang berusia lanjut
1,5°C, maka artinya peluang tersebut dapat terjadi satu kali
(Saeed, et al. 2021).
dalam periode 25 tahun. Namun, peluang tercapainya
ambang batas “bahaya ekstrem” adalah 0% pada semua
Probabilitas suhu mencapai tingkat “bahaya ekstrem” suhu
bulan lain (Saeed, et al. 2021).
bola basah 29,1°C pada September akan melonjak dari 1%
menjadi 13% - dan untuk pertama kalinya, ada peluang
Dunia kemungkinan besar akan mencapai kenaikan suhu
bahwa ambang batas bahaya ekstrem tersebut dapat men-
1,5°C pada awal 2030-an - ketika anak-anak yang lahir tahun
jangkau Agustus dan Oktober juga (Saeed, et al. 2021).
ini akan berusia sekitar 8–13 tahun - terlepas dari seberapa
banyak emisi yang kini telah berhasil dikurangi.

JULI 2022
Ibadah haji di tengah
pemanasan global 2,7°C
Jika suhu rata-rata global naik ke sekitar 2,7°C, sebagian
besar ibadah haji, terlepas dari pelaksanaannya pada bulan
apa pun, akan melebihi tingkat “waspada ekstrem” suhu
bola basah 24,3°C (Kang, et al. 2019).

Jika suhunya terus naik menuju 2,7°C, kali berikutnya ibadah


haji berlangsung pada musim panas - antara 2045 sampai
2053 - ambang batas “bahaya” suhu bola basah 24,6°C akan
terlampaui sebanyak 81% dari tahun-tahun tersebut -
sebuah periode ketika anak-anak yang lahir tahun ini akan
berusia 23–31 tahun.

Pada 2079–2086, ketika ibadah haji akan diadakan pada


musim panas dan anak-anak yang lahir tahun ini akan beru-
sia 57–64 tahun, peluang untuk mencapai ambang batas
“berbahaya” akan sebesar 97% pada 2079–2086 - yang berar-
ti hal ini hampir pasti akan terjadi (Kang, et al. 2019).

Peluang tercapainya ambang batas “bahaya ekstrem” suhu


bola basah 29,1°C akan naik dari 0% sebelum 2005 menjadi
15% pada 2045–2053, dan 19% pada 2079–2086 (Kang, et al.
2019), apabila pemanasan terus terjadi sampai sekitar 2,7°C.

Kebijakan dan tindakan dunia saat ini membawa kita ke


arah kenaikan suhu sekitar 2,7°C pada 2100 ketika anak-anak
yang lahir tahun ini akan berusia 78 tahun.

Ibadah haji di tengah pemanasan


global lebih dari 4°C
Jika pemanasan global melampaui 4°C, semua ibadah
haji, kapan pun waktu pelaksanaannya, akan melebihi
tingkat “waspada ekstrem” suhu bola basah 24,3°C
(Kang, et al. 2019).

Di dunia yang pemanasannya melampaui 4°C pada


akhir abad ini, peluang untuk mencapai ambang batas
“bahaya” suhu bola basah 24,6°C akan naik ke 88%
antara tahun 2045 sampai 2053 ketika ibadah haji akan
dilaksanakan lagi pada bulan-bulan musim panas dan
anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia 23–31
tahun. Peluang untuk mencapai ambang batas
“bahaya” akan mencapai 100% pada 2079–2086, ketika
ibadah haji akan diadakan pada musim panas dan
anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia 57-64
tahun. Peluang untuk mencapai ambang batas
“bahaya” di luar bulan-bulan musim panas juga akan
naik (Kang et al. 2019).

Peluang tercapainya ambang batas “bahaya ekstrem”


suhu bola basah 29,1°C akan naik menjadi 20% pada
2045–2053, dan 42% pada 2079–2086 (Kang, et al. 2019),
apabila pemanasan terus terjadi hingga melampaui
4°C.

Tanpa tindakan iklim apa pun dan pertumbuhan


ekonomi yang digerakkan oleh penggunaan bahan
bakar fosil, dunia dapat mencapai suhu sekitar 4,4°C
pada 2100 ketika anak-anak yang lahir tahun ini akan
berusia 78 tahun.
Tahun-tahun ketika suhu bola basah berbahaya mun-
gkin tercapai selama ibadah haji, menurut berbagai
skenario emisi yang berbeda. RCP4.5 serupa dengan
rencana emisi saat ini; RCP8.5 mewakili skenario jika
emisinya lebih tinggi daripada yang direncanakan saat
ini.

JULI 2022
A. Rcp 4.5 B. Rcp 8.5

Des Des
Nov Extreme Extreme Extreme Extreme Nov Extreme Extreme Extreme Extreme
Danger 0% Danger 1% Danger 15% Danger 19% Danger 0% Danger 1% Danger 15% Danger 19%
Okt Okt
Sep Danger 58% Danger 86% Danger 76% Danger 78% Sep Danger 58% Danger 86% Danger 76% Danger 78%

Aug Aug
Jul Jul
Jun Jun
Mei Mei
Apr Apr
Mar Mar
Feb Feb
Jan Jan

1980 2000 2022 2040 2060 2080 20100 1980 2000 2022 2040 2060 2080 20100

C. Rcp 4.5 D. Rcp 8.5

32 32
30 30
28 28
26 26
24 24
22 22
20 20
18 18
16 16
14 14
12 12

1980 2000 2022 2040 2060 2080 20100 1980 2000 2022 2040 2060 2080 20100

Suhu bola basah maksimum harian selama musim haji dan tanggal ibadah haji. (a) Tanggal ibadah haji dari 1976–2100 dengan
frekuensi kejadian antara Bahaya dan Bahaya Ekstrem (nilai warna oranye) dan melebihi bahaya ekstrem (nilai warna merah)
selama Agustus-September-Oktober di bawah skenario HIST dan Jalan Konsentrasi Representatif (RCP/Representative Con-
centration Pathway) 4.5 (kira-kira pemanasan 2,7°C pada 2100); (b) sama seperti (a) tetapi untuk RCP 8.5

(kira-kira pemanasan 4,4°C pada 2100); (c) sama seperti Gambar 2c, tetapi untuk HIST (biru) dan RCP 4.5 (hijau); dan (d) sama
seperti (c) tetapi untuk RCP 8.5. Warna-warna itu mewakili rentang model iklim global atmosfer-laut selama musim haji, se-
dangkan garis hitam putus-putus vertikal menunjukkan batas musim haji yang terjadi selama Agustus sampai Oktober. Dari
Kang, et al. 2019.

Makna rencana iklim nasional bagi ibadah haji


Lima negara yang paling bertanggung jawab atas perubahan iklim hingga saat ini adalah, secara berurutan, Amerika Serikat,
Tiongkok, Rusia, Brasil, dan Uni Eropa. Negara-negara tersebut – beserta negara kaya penghasil emisi tinggi lainnya - memiliki
tanggung jawab terbesar untuk melakukan dekarbonisasi paling cepat. Keadaannya sudah sangat mendesak, dan dua peng-
hasil emisi terbesar, Amerika Serikat dan Tiongkok, perlu meningkatkan ambisi iklimnya yang saat ini masing-masing
mendapat peringkat “tidak memadai” dan “sangat tidak memadai” oleh Climate Action Tracker. Tanpa aksi nyata yang lebih
cepat dari kedua negara tersebut dan negara penghasil emisi terbanyak lainnya, maka kemungkinan akan sangat sulit mence-
gah terjadinya pemanasan yang membuat ibadah haji makin berbahaya.

Akan tetapi, tindakan untuk membatasi emisi dari negara-negara terkaya dunia saja belum memadai. Tetap diperlukan aksi
global untuk membatasi pemanasan global, hal ini mencakup pemotongan emisi di negara-negara yang tidak termasuk
negara sumber polusi terbesar secara historis atau saat ini belum menjadi negara berpenghasilan tinggi.

Sejumlah negara mayoritas Muslim termasuk di antara negara-negara yang perlu mengurangi emisinya. Laporan ini mempela-
jari konsekuensi emisi karbon dari negara-negara tersebut karena berbagai negara mayoritas Muslim ini punya kepentingan
dalam hal efek emisi karbon terhadap ibadah haji. Konsekuensi tersebut dipelajari dengan mengamati pemanasan yang akan
timbul jika negara-negara lain mengikuti rencana emisi yang sama seperti negara mayoritas Muslim tersebut. Hal ini bukan be-
rarti bahwa hanya negara-negara itu saja yang akan bertanggung jawab atas kerusakan akibat perubahan iklim, dan dampak
terbesar untuk mengurangi pemanasan akan berasal dari negara yang memproduksi emisi terbesar. Namun, tanpa aksi inter-
nasional secara luas, termasuk dari negara-negara besar dengan penduduk mayoritas Muslim, tidak akan mungkin untuk me-
lindungi ibadah haji.

JULI 2022
Tabel ringkasan

Konsekuensi bagi ibadah haji selanjutnya


Negara Tingkat pemanasan
di abad ini jika negara lainnya juga
terkait emisi
mengikuti tingkat ambisi ini

Saudi Arabia Lebih dari 4°C Setiap ibadah haji pada musim panas akan mencapai
United Arab Emirates ambang batas “bahaya”, dan ada peluang 42% untuk
Iran mencapai ambang batas “bahaya ekstrem” setiap
Türkiye ibadah haji berlangsung pada musim panas. Setiap
Bangladesh ibadah haji, kapan pun waktu pelaksanaannya, akan
mencapai ambang batas “waspada ekstrem”.

97% dari ibadah haji pada musim panas akan mencapai


Egypt Sampai dengan 3°C
ambang batas “bahaya”, dan 19% mencapai ambang
Indonesia
batas “bahaya ekstrem”. Sebagian besar ibadah haji,
Kazakhstan
kapan pun waktu pelaksanaannya, akan mencapai
ambang batas “waspada ekstrem”.

Setiap bulan akan mengalami kenaikan risiko panas


Morocco Sekitar 1,5°C berbahaya bila dibandingkan dengan saat ini. Risiko
tercapainya panas yang “amat sangat berbahaya” akan
terbatas sebesar 4% pada September, dan 0% pada bu-
lan-bulan yang lain.

Dengan dukungan internasional yang Setiap bulan akan mengalami kenaikan risiko panas
The Maldives
memadai, sekitar 1,5°C berbahaya bila dibandingkan dengan saat ini. Risiko
tercapainya panas yang “amat sangat berbahaya” akan
terbatas sebesar 4% pada September, dan 0% pada bu-
lan-bulan yang lain.

Negara mayoritas Muslim dengan


emisi tertinggi yang analisisnya tersedia

Walaupun setiap negara punya andil dalam perubahan iklim,


beberapa negara punya andil lebih besar secara historis atau
saat ini punya andil lebih banyak. Selain itu, kondisi ekonomi
yang berbeda-beda berarti masing-masing negara memiliki
kapasitas yang berbeda-beda untuk mengurangi emisi saat ini.
Hal ini tecermin dalam kata-kata yang dipakai dalam Kesepaka-
tan Paris, yaitu bahwa negara-negara memiliki “tanggung jawab
yang sama, tetapi dapat dibedakan dan menurut kemampuan-
nya masing-masing, dengan memperhatikan kondisi nasionaln-
ya yang berbeda-beda,” dalam hal mengatasi perubahan iklim.

Pada bagian ini, “porsi emisi yang wajar” didasarkan pada lapo-
ran Climate Action Tracker untuk setiap negara, yang berfokus
pada target 2030 masing-masing negara. Hal ini selanjutnya di-
dasarkan pada serangkaian perkiraan kewajaran dari literatur
ilmiah yang mencakup serangkaian aspek kewajaran, termasuk
tanggung jawab, kemampuan, dan kesetaraan secara historis.
Oleh sebab itu, negara kaya yang sudah menghasilkan banyak
emisi secara historis dan terus menjadi negara sumber polusi
berat akan diharapkan untuk memotong emisinya lebih cepat
daripada negara yang lebih miskin dengan angka emisi historis
dan emisi terkini yang rendah.

JULI 2022
Saudi Arabia
Arab Saudi menghasilkan emisi 625 juta ton karbon dioksida
pada 2020 (Our World in Data). Pada 2021, Arab Saudi memper-
barui ikrar Kesepakatan Parisnya dan mengumumkan target
emisi nol bersih untuk emisi domestiknya pada 2060. Namun,
baru sedikit perincian yang diberikan mengenai target ini (Cli-
mate Action Tracker). Rencana 2030 Arab Saudi akan memper-
bolehkan emisi meningkat 23–57% pada 2030, padahal emisinya
perlu diturunkan 51% dalam jangka waktu ini agar kompatibel
dengan upaya menjaga pemanasan global di bawah 1,5°C (Cli-
mate Analytics).

Arab Saudi merupakan salah satu pengekspor bahan bakar fosil


terbesar di dunia dan berencana meningkatkan produksi min-
yaknya dalam dekade ini (Climate Action Tracker). Ikrar Kesepa-
katan Paris dari Arab Saudi berisi “klausul keluar” jika kebijakan
iklim internasional berpengaruh negatif terhadap ekspor bahan
bakar fosilnya. Meskipun perusahaan minyak negara Arab Saudi
telah berkomitmen mencapai emisi nol bersih dalam operasinya
pada 2050, patut diingat bahwa sebagian besar emisi minyak
dan gas berasal dari pembakarannya, bukan dari ekstraksi dan
pemprosesannya (Climate Action Tracker).

Rencana Arab Saudi menghasilkan lebih dari “porsi emisinya


yang wajar”. Jika semua negara mengikuti pendekatan tersebut,
dunia akan bertambah panas lebih dari 4°C (Climate Action
Tracker). Setiap ibadah haji pada musim panas akan mencapai
ambang batas “bahaya”, dan ada peluang 42% untuk mencapai
ambang batas “bahaya ekstrem” pada setiap ibadah haji musim
panas, pada saat anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia
akhir 50-an dan awal 60-an. Setiap ibadah haji, kapan pun waktu
pelaksanaannya, akan mencapai ambang batas “waspada eks-
trem”.

Uni Emirat Arab


Uni Emirat Arab menghasilkan emisi 150 juta ton karbon dioksi-
da pada 2020 (Our World in Data). Uni Emirat Arab mengumum-
kan pada 2021 bahwa negaranya akan mencapai emisi nol
bersih pada 2050, tetapi belum menyebutkan strategi apa pun
untuk mencapai hal ini (Climate Action Tracker). Sebagai bagian
dari Strategi Energi 2050-nya, Uni Emirat Arab berencana
meningkatkan jumlah batu bara yang dibakar, hal yang tidak se-
laras dengan target emisi nol bersihnya (Climate Action Tracker).

Uni Emirat Arab berencana meningkatkan emisi sekitar 13% di


atas tingkat 2013 pada 2030, padahal emisinya perlu diturunkan
36–49% dalam jangka waktu ini agar kompatibel dengan upaya
menjaga pemanasan global di bawah 1,5°C (Climate Analytics).
Uni Emirat Arab belakangan ini juga telah membangun pem-
bangkit listrik batu bara yang baru. Padahal, untuk membatasi
pemanasan di 1,5°C, batu bara harus dihapuskan dari pasokan
listrik Timur Tengah pada 2034 (Climate Action Tracker).

jika didasarkan pada rencana 2030-nya, rencana Uni Emirat Arab


akan menghasilkan lebih dari “porsi emisinya yang wajar”. Jika
semua negara mengikuti pendekatan tersebut, dunia akan ber-
tambah panas lebih dari 4°C (Climate Action Tracker). Setiap
ibadah haji pada musim panas akan mencapai ambang batas
“bahaya”, dan ada peluang 42% untuk mencapai ambang batas
“bahaya ekstrem” pada setiap ibadah haji musim panas, pada
saat anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia akhir 50-an dan
awal 60-an. Setiap ibadah haji, kapan pun waktu pelaksanaann-
ya, akan mencapai ambang batas “waspada ekstrem”.

JULI 2022
Iran

Iran menghasilkan emisi 745 juta ton karbon dioksida pada 2020 (Our World in Data). Iran merupakan salah satu dari sedikit negara
yang belum meratifikasi Kesepakatan Paris dan berencana untuk memperbolehkan emisi meningkat hingga 410% pada 2030 jika
dibandingkan dengan tingkat 1990 (Climate Action Tracker). Agar Iran dapat mencapai emisi nol bersih pada 2050, tidak boleh ada
investasi baru untuk ladang minyak dan gas setelah 2021 (Climate Action Tracker).

Rencana Iran menghasilkan lebih dari “porsi emisinya yang wajar”. Jika semua negara mengikuti pendekatan tersebut, dunia akan
bertambah panas lebih dari 4°C (Climate Action Tracker). Setiap ibadah haji pada musim panas akan mencapai ambang batas
“bahaya”, dan ada peluang 42% untuk mencapai ambang batas “bahaya ekstrem” setiap ibadah haji pada musim panas, pada saat
anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia akhir 50-an dan awal 60-an. Setiap ibadah haji, kapan pun waktu pelaksanaannya, akan
mencapai ambang batas “waspada ekstrem”.

Turkey

Turki menghasilkan emisi 393 juta ton karbon dioksida pada 2020 (Our World in Data). Turki meratifikasi Kesepakatan Paris pada
2021, tetapi rencana iklimnya akan memperbolehkan emisi untuk berlipat ganda jika dibandingkan dengan tingkat saat ini (Cli-
mate Action Tracker). Turki telah menetapkan target emisi nol bersih pada 2053, tetapi belum menetapkan rencana yang kredi-
bel mengenai cara untuk mencapai target tersebut (Climate Action Tracker). Emisi Turki perlu turun 41% di bawah tingkat 2015
agar konsisten dengan batas pemanasan 1,5°C dalam Kesepakatan Paris (Climate Analytics).

Rencana Turki menghasilkan lebih dari “porsi emisinya yang wajar”. Jika semua negara meniru pendekatan tersebut, dunia akan
bertambah panas lebih dari 4°C (Climate Action Tracker). Setiap ibadah haji pada musim panas akan mencapai ambang batas
“bahaya”, dan ada peluang 42% untuk mencapai ambang batas “bahaya ekstrem” setiap ibadah haji pada musim panas, pada
saat anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia akhir 50-an dan awal 60-an. Setiap ibadah haji, kapan pun waktu pelaksanaann-
ya, akan mencapai ambang batas “waspada ekstrem”.

JULI 2022
Mesir

Mesir menghasilkan emisi 213 juta ton karbon dioksida pada 2020 (Our World in Data). Mesir mengonsumsi lebih dari sepertiga gas
fosil di Afrika dan merupakan produsen gas terbesar kedua di benua itu (Climate Action Tracker). Mesir sedang berinvestasi besar ke
dalam produksi minyak dan gas yang baru, dan tidak memiliki target emisi nol bersih (Climate Action Tracker). Emisi Mesir perlu
turun 22% di bawah tingkat 2015 agar konsisten dengan batas pemanasan 1,5°C dalam Kesepakatan Paris (Climate Analytics).

Rencana Mesir menghasilkan lebih dari “porsi emisinya yang wajar”. Jika semua negara meniru pendekatan tersebut, dunia akan ber-
tambah panas hingga 3°C (Climate Action Tracker). 97% dari ibadah haji pada musim panas akan mencapai ambang batas “bahaya”,
dan 19% mencapai ambang batas “bahaya ekstrem” pada saat anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia akhir 50-an dan awal
60-an. Sebagian besar ibadah haji, kapan pun waktu pelaksanaannya, akan mencapai ambang batas “waspada ekstrem”.

Indonesia

Indonesia menghasilkan emisi 589,5 juta ton karbon dioksida


pada 2020 (Our World in Data). Untuk mencapai target 1,5°C
sesuai Kesepakatan Paris, Indonesia harus menurunkan emisin-
ya hingga sekitar 47% pada 2030. Sayangnya, Indonesia justru
berencana untuk memperbolehkan emisi naik 98–116% dalam
jangka waktu tersebut (Climate Analytics).

Indonesia sangat bergantung pada bahan bakar fosil, terutama


batu bara. Kapasitas batu bara direncanakan untuk mengambil
porsi 64% dari pembangkitan listrik pada 2030. Padahal, untuk
mencapai target 1,5°C sesuai Kesepakatan Paris, kapasitas baru
bara perlu dibatasi maksimum 10% saja pada 2030 (Climate
Action Tracker). Ditambah lagi, pembukaan hutan gambut juga
berkontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca Indonesia
(Climate Action Tracker).

Rencana Indonesia menghasilkan lebih dari “porsi emisinya


yang wajar”. Jika semua negara mengikuti pendekatan tersebut,
dunia akan bertambah panas hingga 3°C (Climate Action Track-
er). 97% dari ibadah haji pada musim panas akan mencapai
ambang batas “bahaya”, dan 19% mencapai ambang batas
“bahaya ekstrem” pada saat anak-anak yang lahir tahun ini akan
berusia akhir 50-an dan awal 60-an. Sebagian besar ibadah haji,
kapan pun waktu pelaksanaannya, akan mencapai ambang
batas “waspada ekstrem”.

JULI 2022
Kazakhstan

Kazakhstan menghasilkan emisi 291 juta ton karbon dioksida


pada 2020 (Our World in Data). Kebijakan iklim Kazakhstan dan
target 2030-nya memperbolehkan kenaikan emisi jika diband-
ingkan dengan emisi saat ini. Kazakhstan tampaknya tidak akan
mampu mencapai target energi terbarukan 3% pada 2020, 10%
pada 2030, dan 50% pada 2050. Negara ini juga sedang mening-
katkan ekspor minyak dan gasnya sebagai respons terhadap
pandemi (Climate Action Tracker).

Rencana Kazakhstan menghasilkan lebih dari “porsi emisinya


yang wajar”. Jika semua negara mengikuti pendekatan tersebut,
dunia akan bertambah panas hingga 3°C (Climate Action Track-
er). 97% dari ibadah haji pada musim panas akan mencapai
ambang batas “bahaya”, dan 19% mencapai ambang batas
“bahaya ekstrem” pada saat anak-anak yang lahir tahun ini akan
berusia akhir 50-an dan awal 60-an. Sebagian besar ibadah haji,
kapan pun waktu pelaksanaannya, akan mencapai ambang
batas “waspada ekstrem”.

Bangladesh

Bangladesh menghasilkan emisi 93 juta ton karbon dioksida


pada 2020 (Our World in Data). Bangladesh berencana mening-
katkan emisinya saat ini hingga sekitar 166% pada 2030, padahal
emisinya perlu dikurangi 37% pada 2030 agar berada pada jalur
yang kompatibel dengan pemanasan dunia hanya sampai 1,5°C
(Climate Analytics). Rencana pemotongan emisi Bangladesh
hanya sebatas 6,73%, di bawah tingkat yang akan mengarahkan
dunia lebih panas 4,4°C atau 15% di bawah tingkat tersebut jika
komunitas internasional menawarkan dukungan keuangan (Cli-
mate Analytics). Angka ini masih jauh di bawah tingkat yang
diperlukan bahkan hanya untuk menjaga pemanasan di bawah
3°C.

Jika setiap negara meniru pendekatan Bangladesh, dunia akan


bertambah panas sekitar 4°C*. Setiap ibadah haji pada musim
panas akan mencapai ambang batas “bahaya”, dan ada peluang
42% untuk mencapai ambang batas “bahaya ekstrem” setiap
ibadah haji pada musim panas, pada saat anak-anak yang lahir
tahun ini akan berusia akhir 50-an dan awal 60-an. Setiap ibadah
haji, kapan pun waktu pelaksanaannya, akan mencapai ambang
batas “waspada ekstrem”.

*N.B. - berdasarkan ekstrapolasi data dari laporan jalur 1,5°C oleh


Climate Analytics untuk Bangladesh karena analisis porsi emisi
yang wajar (Fair Share) untuk Bangladesh belum rampung

JULI 2022
Negara mayoritas Muslim dengan rencana iklim
yang paling ambisius

Morocco

Maroko menghasilkan emisi 65 juta ton karbon dioksida pada 2020 (Our World in Data). Maroko saat ini sangat bergantung pada
batu bara, tetapi sedang berinvestasi untuk beralih ke energi terbarukan. Pemerintah Maroko berupaya memproduksi 52% listri-
knya dari sumber terbarukan pada 2030, naik dari 34% pada 2018 (Climate Action Tracker). Kebanyakan listrik ini berasal dari angin
dan surya, dengan banyak proyek baru yang sudah berjalan, dan dari bendungan hidroelektrik (Climate Action Tracker).

Maroko sedang berinvestasi pada angkutan umum massal dan saat ini sedang memperluas jalur trem di Rabat dan Casablanca,
dengan rencana untuk diperluas lagi ke Marrakech, Fez, Tangier, dan Agadir. Maroko adalah negara Afrika pertama yang memu-
lai pengerjaan jalur kereta kecepatan tinggi, yang akan menghubungkan Rabat ke Tangier dan Casablanca (Climate Action
Tracker). Maroko juga berencana meningkatkan penanaman pohon buah dan kacang-kacangan untuk sekuestrasi karbon (Cli-
mate Action Tracker).

Maroko berencana menggunakan “porsi emisinya yang wajar”. Jika semua negara mengikuti pendekatan tersebut, pemanasan
global akan dapat dibatasi pada 1,5°C (Climate Action Tracker). Setiap bulan akan mengalami kenaikan risiko panas berbahaya
bila dibandingkan dengan saat ini. Risiko tercapainya panas yang “amat sangat berbahaya” akan terbatas sebesar 4% pada Sep-
tember, dan 0% pada bulan-bulan yang lain.

Maladewa

Maladewa menghasilkan emisi 1,8 juta ton karbon dioksida pada 2020 (Our
World in Data). Maladewa berencana mengurangi emisi 26% dibandingkan
dengan skenario kasus terburuk tanpa upaya iklim - tetapi, jika menerima
dukungan keuangan internasional yang memadai, Maladewa ingin menca-
pai emisi gas rumah kaca nol bersih pada 2030 (UNFCCC).

Jika semua negara berupaya mencapai emisi nol bersih pada 2030, pemana-
san global akan dibatasi pada 1,5°C atau lebih rendah lagi*. Setiap bulan akan
mengalami kenaikan risiko panas berbahaya bila dibandingkan dengan saat
ini. Risiko tercapainya panas yang “amat sangat berbahaya” akan terbatas se-
besar 4% pada September, dan 0% pada bulan-bulan yang lain.

*N.B. - berdasarkan ekstrapolasi data dari laporan jalur 1,5°C oleh Climate An-
alytics untuk semua negara karena analisis porsi emisi yang wajar (Fair
Share) untuk Maladewa belum rampung

JULI 2022
Referensi
Climate Action Tracker
https://climateactiontracker.org/

Climate Analytics
https://1p5ndc-pathways.climateanalytics.org/

Our World in Data


https://ourworldindata.org/co2-emissions

UNFCCC
https: //unfccc.int/sites/default/files/NDC/2022-06/Mal-
dives%20Nationally%20Determined%20Contribution%20202
0.pdf

Saeed, F., Schleussner, C. F., & Almazroui, M. (2021). From Paris


to Makkah: heat stress risks for Muslim pilgrims at 1.5° C and
2° C. Environmental Research Letters, 16(2), 024037.
h t t p s : / / i o p s c i e n c e . i o p . o r g / a r t i -
cle/10.1088/1748-9326/abd067/pdf

Vecellio, D. J., Wolf, S. T., Cottle, R. M., & Kenney, W. L. (2022).


Evaluating the 35° C wet-bulb temperature adaptability
threshold for young, healthy subjects (PSU HEAT Project).
Journal of Applied Physiology, 132(2), 340–345.
https://journals.physiology.org/doi/abs/10.1152/japplphysi-
ol.00738.2021

Kang, S., Pal, J. S., & Eltahir, E. A. (2019). Future heat stress
during Muslim pilgrimage (Hajj) projected to exceed “ex-
treme danger” levels. Geophysical Research Letters, 46(16),
10094–10100.
https: //dspace.mit .edu/bitstream/han-
dle/1721.1/125786/Kang_et_al-2019-Geophysical_Research_Let
ters.pdf?sequence=2&isAllowed=y

JULI 2022

Anda mungkin juga menyukai