I
•
•• •
":
•••
.
·�.·..·,.:
I
•
-.•,.,.,....
. (
•• �
••••
10\
.Ce,
.
:_ • •
...
�- ,..,,, ,...
••••
�
;.' ••••
le
.., .. -,-
•
. .,••
•
,
• •
-.c•
·- • ••
•• •
SubTropik
-
Antara tahun 2004-2010
....-_ beban Dengue
,,�- DUNIA ada
, ' di ASIA PASIFIK
Virus Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan di wilayah perkotaan dan
pinggiran kota di dunia ini. Untuk Indonesia dengan iklim tropis yang sangat cocok untuk
pertumbuhan hewan ataupun tumbuhan serta baik bagi tempat berkembangnya beragam
penyakit, terutama penyakit yang dibawa oleh vektor, yakni organisme penyebar agen patogen dari
inang ke inang, seperti nyamuk yang banyak menularkan penyakit. Demam Berdarah Dengue (DBD)
atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
nyamuk spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus (DBD, 1999) sebagai vektor primer, serta Aedes
polynesiensis,Aedes scutellaris serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder. Biasanya jug a terjadi
penularan trans seksual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan (WHO, 2009)
serta penularan trans ova rial dari induk nyamuk ke keturunannya (Josi dan Sharma, 2001 ).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebarannya semakin luas,
penyakit DBD merupakan penyakit menular yang pada umumnya menyerang pada usia anak-anak
umur kurang dari 15 tahun danjuga bisa menyerang pad a orang dewasa (Widoyono, 2005).
Menurut data WHO, Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia antara tahun
2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar
diantara 30 negara wilayah endemis.
Gambar 1 menunjukan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan
jumlah kasus 68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak
204.171 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 (tiga) provinsi di Pulau Jawa,
Kasus INDDNESIA= 68.407 Kasus
12000
,..,s,""'
10000
8000
. ._#.. _#'
6000 <f,,c.
,P,-<f,
4000
2000
0
�
er C)
t:;
"
i � � iii" ;:;
a; ','
0
120
105
100 92
80
60 54
40
30 29
20
0 0 0 0
0 .... ...,
� .... �
::. o er ::, ..., :,:: ::. ID <( -
ID w ::, er er
<(
z <(
<( <( <( ::,
w <(
ID <( o .... ....
Cl.
5 ::, ID
"'
ii:
"
� �
w
� � ::
-
er ID
<( w :i Cl. ::. er :i <(
0 <(
"' Cl. ID
<( ::. <fl
"' 0
<(
"' ID ::,
::,
Cl.
<(
Cl.
Pada tahun 2017 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 68.407 kasus dengan jumlah kasus
meninggal sebanyak 493 orang dan IR 26, 12 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 2016
dengan kasus sebanyak 204.171 serta IR 78,85 per 100.000 penduduk terjadi penurunan kasus pada
tahun 2017. Dari grafik di bawah selama kurun waktu 10 tahun terakhir mulai tahun 2008 cenderung
tinggi sampai tahun 2010 kemudian mengalami penurunan drastik di tahun 2011 sebesar 27,67 per
100.000 penduduk yang dilanjutkan dengan tren kecenderungan meningkat sampai tahun 2016
sebesar 78,85 per 100.000 penduduk namun kembali mengalami penurunan drastik pada tahun
2017 dengan angka kesakitan atau Incidence Rate 26, 12 per 100.000 penduduk. Berikut tren angka
kesakitan DBD selama kurun waktu 2008-2017.
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2018
Gambar 3. lnciden Rate (IR} DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2008-2017
Tahun 2017 terdapat 30 provinsi dengan angka kesakitan kurang dari 49 per 100.000 pendudukyang
mengalami peningkatan jumlahnya jika dibandingkan tahun 2016 terdapat 10 provinsi dengan
angka kesakitan kurang dari 49 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan angka kesakitan DBD
tertinggi yaitu Bali sebesar 105,95 per 100.000 penduduk selanjutnya Kalimantan Timur sebesar
62,57 per 100.000 penduduk dan angka kesakitan Kalimantan Ba rat sebesar 52,61 per 100.000
penduduk. Angka kesakitan pada Provinsi Bali menurun hampir lima kali lipat dibandingkan tahun
2016 yaitu 515,90 per 100.000 penduduk menjadi 105,95 per 100.000 penduduk pada tahun 2017.
Provinsi Kalimantan Timur juga mengalami penurunan dari 305,95 per 100.000 penduduk menjadi
62,57 per 100.000 penduduk pada tahun 2017. Sedangkan Provinsi Kalimantan Barat mengalami
peningkatan dari 12,09 per 100.000 penduduk pada 2016 menjadi 52,61 per 100.000 penduduk pada
tahun 2017. Sebagian besar provinsi lainnya juga mengalami penurunan angka kesakitan. Hal ini
disebabkan oleh program pencegahan penyakit DBD telah berjalan cukup efektif melalui kegiatan
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Ada 4 provinsi pada tahun 2017 yang tidak memenuhi target IR DBD <
49 per 100.000 pendudukyaitu Aceh, Kalimantan Timur, Kalimantan Ba rat dan Bali.
Sulawesi Utara
---- 2123
,6,6
01
Sulawesi Tengah
Riau
----- 2288,1
,926
Nusa Tenggara Barat
------ 3301,,8319
Sulawesi Tenggara
Bengkulu 31,95
DKI Jakarta 32,29
Kalimantan Tengah
Lampung ------ 3335,7,048
Sumatera Utara
550
500 ·- 463
qso -� 417 412
.....
..... -� ..... --.
37
. «)()
...... 433
- ....... 'i:S:S
�
::,;- 350
�
�
T
300 -......
.
.J:.
E::, 250
0
200
150
100
50
2010 2011
2012 2013
2014 2015
2016 2017
lndikator yang digunakan dalam upaya pengendalian penyakit DBD salah satunya yaitu Angka
Bebas Jentik (ABJ). ABJ secara nasional pada tahun 2017 belum mencapai target program yang
sebesar � 95%.
ABJ pada tahun 2017 mengalami penurunan, yaitu sebesar 46,7% menurun cukup jauh
dibandingkan tahun 2016 sebesar 67,6% sehingga belum memenuhi target program. ABJ
merupakan output yang diharapkan dari kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Untuk itu perlu
optimalisasi kegiatan tersebut dari seluruh kabupaten/kota, optimalisasi dana DAK untuk
pemenuhan kebutuhan logistik yang mendukung pengendalian DBD, serta monitoring dan
pembinaan kepada dinas kesehatan provinsi dalam manajemen sistem pelaporan.
Angka Kematian atau CFR akibat DBD lebih dari 1% dikategorikan tinggi. Walaupun secara umum
CFR tahun 2017 menurun dibandingkan tahun sebelumnya, terdapat 10 provinsi yang memiliki CFR
tinggi dimana 3 provinsi dengan CFR tertinggi adalah Gorontalo (2, 18%), Sulawesi Utara (1,55%) dan
Sulawesi Tenggara (1,47%). Pada provinsi-provinsi dengan CFR tinggi masih diperlukan upaya
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan pengetahuan masyarakat untuk segera
memeriksakan diri ke sarana kesehatan jika ada gejala DBD sehingga tidak terlambat ditangani dan
bahkan menyebabkan kematian.
.1
Gorontalo
Sulawesi Utara
P•p
G
nmor)
Indonesia 0,72
I II I I II •· . II
a
» Menutup rapat tempat penampungan air, ini juga dilakukan agar tempat-tempat
tersebut tidak bisa dijadikan nyamuk untuk bertelurdan berkembang biak;
» Menguburdan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air.
2. Mengganti air yang ada pada vas bunga atau tempat minum di sarang burung, setidaknya
dilakukan seminggu sekali.
3. Membersihkan saluran air yang tergenang, baik di atap rumah maupun di selokan jika
tersumbat oleh sampah ataupun dedaunan, karena setiap genangan air bisa dimanfaatkan
oleh nyamuk untuk berkembang biak.
PSN DBD dilakukan dengan cara 3M-Plus, Plus yang dimaksud yaitu:
1. Memelihara ikan cu pang, pemakan jentik nyamuk.
2. Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat penampungan air, setidaknya 2 bulan
sekali. Takaran pemberian bubuk abate yaitu 1 gram abate/ 10 liter air. Tidak hanya abate, kita
juga bisa menambahkan zat lainnya yaitu altosoid pada tempat penampungan air dengan
takara 2,5 gram/ 100 liter air. Abate dan altosoid bisa didapatkan di puskesmas, apotik atau toko
bahan kimia.
3. Menggunakan obat nyamuk, baikobat nyamuk bakar, semprot atau elektrik.
4. Menggunakan krim pencegah gigitan nyamuk.
5. Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang jendela/ventilasi untuk mengurangi akses
masuknyamukkedalam rumah.
6. Tidak membiasakan atau menghindari menggantung pakaian baik pakaian baru atau bekas di
dalam rumah yang bias menjadi tempat istirahat nyamuk.
7. Sangat dianjurkan untuk memasang kelambu di tempattidur.
········································································································:�
TIM REDAKSI
Penanggung Jawab : Didik Budijanto Penyunting : Nuning Kurniasih Desainer Grafis/Layouter : Hira Habibi
Redaktur : Rudy Kurniawan Penulis : Yoeyoen A lndrayani
Tri Wahyudi
*········································································································