Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal Kronik
Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal Kronik
1.2 ETIOLOGI
Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
1. Infeksi Tubulointestinal : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati.
2. Penyakit Peradangan : Glomerulonefritis.
3. Penyakit Vaskular Hipertensif : Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis Arteria Renalis.
4. Gangguan Jaringan Ikat : Lupus Aritematosus Sistemik
Polioarteritis Nadosa
Sklerosis Sistemik Progresif.
5. Gangguan Kongenital & Herediter : Penyakit Ginjal Polikistik
Asidosis Tubulus Ginjal.
6. Penyakit Metabolik : Diabetes Melitus, Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis.
7. Nefropati Toksik : Penyalahgunaan analgesic
Nefropati Timah.
8. Nefropati obstruksi
Traktus urinarius bagian atas : batu, neoplasma, fibrosis, retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktus uretra, anomaly
congenital leher vesika urinaria dan uretra.
5 : 918)
1.3 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) di
duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesis nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi
dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bsa
diabsorpsi berakibat diuretik osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yangrusak bertambah banyak oligouri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun 15ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C.Long 1996
: 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normal diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh.
Semakin banyak timmbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Sunddarth, 2001 : 1448)
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik (Mary Baradero, 2008 :124-125)
1. Penurunan cadangan ginjal
Sekitar 40-70% nefron tidak bisa berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
BUN dan kreatinin serum masih normal
Pasien asimtomatik
2. Insufiensi ginjal
75-80% nefron tidak bisa berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
BUN dan kreatinin serum muulai meningkat
Anemia ringan dan azotemia ringan
Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
BUN dan kreatinin serum meningkat
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
Berat jenis urine
Poliuria dan nokturia
Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ESRD)
Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
BUN dan kreatinin tinggi
Anemia, azotemia dan asidosis metabolik
Berat jenis urine tetap 0,010
Oligouria
Gejala gagal ginjal
Menurut NKF DOQI, pembagian derajat gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
Stadium Deskripsi LFG
I Kerusakan ginjal disertai kerusakan LFG N/meninggi ≥ 90
II Kerusakan ginjal disertai LFG menurun 60-89
III Penurunan moderat LFG 35-59
IV Penurunan berat LFG 15-29
V Gagal ginjal <15/dialisis
1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit Tulang
(Smeltzer & Bare, 2004)
Dua jenis utama dialisis hemodialisis dan dialisis peritoneal, menghilangkan limbah
dan kelebihan air dari darah dengan cara yang berbeda. Hemodialisis menghiangkan limbah
dan air dengan sirkulasi darah di luar tubuh melalui filter eksternal disebut dialyzer, yang
berisi membrane semipermiabel. Darah mengalir dalam satu arah dan dialisat mengalir di
seberang. Aliran kontra saat ini darah dan dialisat memaksimalkan gradient konsentrasi zat
terlarut (misalnya kalium, fosfor dan urea) yang tidak diinginkan yang tingi dalam darah,
tetapi rendah atau tidak dalam larutan dialisis dan penggantian konstan dialisat memastikan
bahwa konsentrasi zat terlarut yang tidak diinginkan tetap rendah dalam sisi membrane.
Larutan dialisis memiliki kadar mineral seperti kalium dan kalsium yang mirip dengan
konsentrasi alami mereka dalam darah yang sehat. Untuk yang lain, terlarut bikarbonat,
tingkat dialisis solusi adalah ditetapkan pada tingkat sedikit lebih tinggi daripada di darah
normal, untuk mendorong difusi bikarbonat di dalam darah, untuk bertindak sebagai buffer
PH untuk menetralkan asidosis metabolik yang hadir pada pasien ini. (Pendse, 2008)
Pada dialisis peritoneal limbah dan air dikeluarkan dari darah dalam tubuh dengan
menggunakan membran peritoneal dan perioneum sebagai membrane semipermiabel alami.
Limbah dan memindahkan kelebihan air dari darah, melintasi membran peritoneal dan ke
dalam larutan dialisis khusus, yang disebut dialisat, di rongga perut yang memiliki komposisi
mirip dengan cairan darah. Hemodialisis berlangsung 2-4 jam, ssedang dialisis peritoneal
berlangsung selama 36 jam (Mary Baradero, 2008)
Kateter vena femoralis dan subklavia sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila
diperlukan akses vaskular sementara, atau bila teknik akses vaskular lain tidak dapat
berfungsi sementara waktu pada penderita dialisis kronik. (Price, 2005)
Terrdapat dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter shaldon adalah kateter berlumen
tunggal yang mmerlukan akses kedua. Jika digunakan dua kateter shaldon, maka dapat
dipasang secara bilateral. Tipe kateter yang lebih baru memiliki lumen ganda, satu lumen
untuk mengeluarkan darah menuju alat dialisis dan satu lagi untuk mengembalikan darah ke
tubuh penderita. Komplikasi yang terjadi pada kateter vena femorallis adalah laserasi arteria
femoralis, perdarahan, trombosis, emboli, hematoma, dan infeksi. (Price, 2005)
Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai karena pemasangannya mudah dan
komplikasinya lebih sedikit dibandingkan kateter vena femoralis. Kateter vena subklavia
dapat digunakan sampai 4 minggu, tetapi kateter vena femoralis biasanya dibuang setelah
pemakaiann 1-2 hari setelah pemasangan. Komplikasi yabngg disebabkan oleh katerisasi
vena subklavia serupa dengan yang terdapat pada toraks, robeknya arteria subklavia,
perdarahan, thrombosis, embolus, hematoma, dan infeksi. (Price, 2005)
3.5.2 Akses Vaskular Internal (permanen)
Fistula AV diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia (1962) sebagai respon terhadap
banyaknya komplikasi yang ditimbulkan pirau Av. Fistula AV dibuat melalui anatomosis
arteri secara langsung ke vena.(biasanya arteria radialis dan vena sefalika pergelangan
tangan) pada lengan yang tidak dominan. Hubungan dengan sistem dialisis dibuat dengan
menempatkan satu jarum distal (garis arteri) dan sebuah jarum lain diproksimal (garis vena)
pada ven ayangg sudah diarterialisasi tersebut. Umur rata-rata fistula AV adalah 4 tahun dan
komplikasinya lebih sedikit dibandingkan denga pirau AV. Masalah yang paling utama
adalah rasa nyeri pada pungsi vena, terbentuknya aneurisma, thrombosis, kesulitan hemotasis
pascadialisis, dan iskemia pada tangan (steal syndrome). (Price, 2005)
Pada beberapa kasus, pembuatan fistula pada pembuluh darah pasien sendiri tidak
dimungkinkan akibat adanya penyakit, kerusakan akibat prosedur sebelumnya, atau ukuran
kecil. Pada keadaan demikian, maka suatu tandur AV dapat dianastomosiskan antara sebuah
arteri dan vena, dimana tandur ini bekerja sebagai saluran bagi aliran darah dan tempat
penusukan selama dialisis. Tandur akan membuat tonjolan dibawah kulit dan nampaknya
seperti vena yang menonjol. Tandur AV adalah sebuah tabung prustetik yang dibuat dari
bahan biologis atau bahan sintetik. Komplikasi tandur AV akan sama dengan fistula AV yaitu
thrombosis, infeksi, aneurisma, dan iskemia tangan yang disebabkan oleh pirau darah melalui
prostesis dan jauh dari sirkulasi distal (steal syndrome). (Price, 2005)
3.6 JENIS
Ada tiga jenis hemodialisis :
a.) Hemodialisis konvensional.
Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu, selama sekitar 3-4 jam untuk setiap
perlakuan dimana darah pasien diambil, keluar melalui tabung dengan kecepatan 200-400
ml/menit. Tabung terhubung ke jarum dimasukkan ke dalam fistula dialisis atau cangkok.
Darah kemudiann dipompa kembali ke dalam aliran darah pasien melalui tabung lain. Skema
prosedur tekanan darah pasien dimonitor, dan jika itu menjadi rendah atau pasien
mengembangkan tanda-tanda lain dari volume darah seperti mual, petugas dialisis dapat
mengelola cairan ekstra melalui mesin. Selama perawatan seluruh volume darah pasien
(sekitar 5000cc) bersirkulasi melalui mesin setiap 15 menit.
b.) Hemodialisis harian.
Hemodialisis harian biasanya digunakan oleh pasien yang melakukan pencucian darah sendiri
di rumah. Hal ini lebih lembut ttetapi meembutuhkan akses lenih sering. Hemodialisis harian
biasanya dilakukan selama 2 jam, enam hari seminggu.
c.) Hemodialisis nokturnal.
Prosedur dialisis ini mirip dengan hemodialisis konvnsional, kecuali dilakukan enam malan
dalam seminggu dan 6-10 jam per sesi saat tidur. (TOH, 2008)
3.7 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan :
Tingkat kematian rendah.
Lebih mengantrol tekanan darah dank ram perut.
Kurang pembatasan diet.
Toleransi yang lebih baik, dan sedikit komplikasi.
Kekurangan :
Membutuhkan pasokan yang lebih seperti kualitas air yang tinggi dan listrik.
Membutuhkan teknologi yang handal seperti mesin dialisis.
Prosedur rumit dan membutuhkan pengasuh memiliki pengetahuan yang lebih.
Membutuhkan waktu untuk menyiapkan dan membesihkan mesin dialisis dan beban mesin.
(Daugirdas, 2007)
3.8 INDIKASI
Keputusan untuk memulai dialisis atau hemofiltration pada pasien dengan gagal ginjal
tergantung beberapa factor. Ini dapat dibagi menjadi indikasi akut atau kronis.
Indikasi untuk dialisis pada pada pasien dengan cidera ginjal akut adalah:
1. Asidosis metabolik, dalam situasi dimana koreksi dengan natrium bikarbonat tidak praktis
atau dapat mengakibatkan overload cairan.
2. Kelainan elektrolit seperti hiperkalemia.
3. Overload cairan tidak diharapkan untuk merespon pengobatan dengan diuretic.
4. Komplikasi uremia, seperti perikarditis, ensefalopati atau perdarahan gastrointestinal.
5. Keracunan, yaitu keracunan akut dengan zat dialyzable.
Indikasi untuk pasien dengan gagal ginjal kronis:
1. Gejala gagal ginjal.
2. Rendah LFG sering dianjrrkan untuk dimulai pada LFG kurang dari 10-15 mls/min/1,73 m 2.
Pada penderita diabetes dialisis dimulai sebelumnya.
3. Kesulitan dalam medis mengendalikan overload cairan kalium serum dan atau fosfor saat
LFG rendah. (Irwin, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Long, B.C. 2001. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit edisi:6. Jakarta : EGC.
Reeves, C.S, Roux, G, lockhart. 2001. Medical- surgical Nursing. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, S dan Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sundarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar ilmu Penyalit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Dialisis. Bandung : PPI FK UNPAD
Keperawatan Medikal Bedah III
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap
(Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada
kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat
lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
B. ANATOMI
C. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik
(amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus
ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik.
• Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25%
dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar
kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia
dan poliuri.
• Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari
normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan
kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-
814)
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas
baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada
tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada
lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot,
kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu
menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa
pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan
gangguan elektrolit
G. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali
tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan
kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan
kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi
sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis
dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress
(infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)
H. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder:
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui
alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat,
keletihan.
J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam
batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan
BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
( Smaltzer, 2001:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat lagi
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo).
Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan ingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai.
(Suparman, 349)
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa metabolik dan kelebihan air dari
darah yang disebabkan oleh hilangnya sejumlah nefron fungsional yang bersifat irreversibel.
Setiap manusia memiliki saluran kemih yang terdiri dari ginjal yang terus menerus
menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa
urine keluar tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak dibagian
belakang abdomen atas, di belakang peritonium, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar
dari trauma langsung disebelah posterior dilindungi oleh iga, dianterior dilindungi oleh
Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi Ginjal
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 10 gram.
Perbedaan panjang dari kutub kekutub kedua ginjal (dibandingkan dengan pasangannya)
Ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12 inci (25 hingga 30 cm),
terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya ureter adalah menyalurkan
kevesika urinaria.
Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak
dibelakan simpisis pubis vesika urinaria mempunyai 2 muara: dua dari ureter dan satu
menuju uretra. Dua fungsi vesika urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine sebelum
meninggalkan tubuh dan berfungsi mendorong urine keluar tubuh (dibantu oleh uretra).
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria
Didalam nefron terjadi pembentukan urine yang terdiri dari 3 tahap yaitu, filtrasi glomerulus,
22 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya,
pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) didingding
pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal
mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara
histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecilserta arteriol yang paling nyata
pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
b. Glomerulonefritis
dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price, 2005.
924)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam
membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling dini
sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal
akibat penekanan.semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal, sehingga
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri
dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui infeksi hematogen.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada
individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30% hingga
40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk.
Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada
diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan
1) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan hiperfentilasi
ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor
yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan,
2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane basalis
kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks mesangial.
4. Fatofisiologi
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein
normalnya diekresikan kedalam urine tertimbun dalam darah. Terjadi uremia yang
mepengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala
akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrate
rate (GFR) mngakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.
Hal ini menimbulkan gangguan metabolism protein dalam usus yang mengakibatkan
anoreksia, nausea, maupun vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai keotak mempengaruhi fungsi kerja,
mengakibatkan gangguan pada syaraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum
Pada penyakit ginjal tahap akhir urine tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan
secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan
tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat terjadi sesak nafas,
akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Hal ini menimbulkan resiko
kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin
menurunnya fungsi renal terjadi asidosi metabolic akibat ginjal mengekresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan eritropoetin yang mengekibatkan terjadinya anemia.
Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat
serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parat hormone dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang medasari, ekresi protein dalam urine dan
Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi pasien yang mendasari dan usia
pasien.
Tanda dan gejala pada penderita gagal ginjal kronik:
a. Kardiovaskuler
Edema periorbital
b. Dermatologi
Pruritus
Ekimosis
c. Pulmoner
Krekels
Nafas dangkal
Pernafasan kussmaul
d. Gastrointestinal
Disorientasi
Kejang
Perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal
Kram otot
Fraktur tulang
Foot drop
g. Reproduktif
Amenore
Atrofi testekuler
6. Klasifikasi
Menurut Elizabet J Corwi, klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR
a. penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron –
nefron yang tersisa rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka
terima.
c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Maka semakin banyak
d. Penyakit gionjal stadium akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Diseluruh ginjal ditemukan jaringan
Dampak yang terjadi pada gagal ginjal kronik terhadap sistem tubuh lainnya.
Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik
(amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus
sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul
stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir
dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat
c. Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat
penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal
Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi.
Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering
disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni.
Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler
terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena
kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi
pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin
angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat
kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial.
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal
Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi
glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal, kelebihan cairan. Pleuritis mungkin
Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal ditungkai bawah dan selalu
menggerakan kakinya. Burning feet syndrom yaitu rasa kesemutan dan seperti terbakar,
terutama ditelapak kaki. Ensefalopati metabolik yaitu lemah dan tak bisa tidur, gangguan
konsentrasi tremor. Miopati yaitu kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot
ekstremitas proksimal.
(http://laporanpendahuluan.blogspot.com/2010/03/laporan-pendahuluan-gagal-ginjal-
kronis.html)
a. Urine
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak,
partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB,
mioglobin.
Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio
Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus bila
b. Darah
BUN / Kreatin :
Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir
SDM :
Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
GDA pH :
Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal
untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat
Natrium Serum :
Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal (menunjukan status dilusi
hipernatremia).
Kalium :
Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau
pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium
Magnesium/Fosfa:Meningkat
Kalsium :Menurun
Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas Serum :
KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi
(batu)
Piolegram Retrograd :
Sistouretrogram Berkemih :
Ultrasono Ginjal :
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan
bagian atas.
Biopsi Ginjal :
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histoligis.
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif.
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis
selama mungkin.
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema
betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic
100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara
pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral.
Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi
dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung
tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah
hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik
hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat
ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya
terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida
(300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan
alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis
biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif
1) Dialisis
a) Dialisis
Dialisis terdiri atas 2 mekanisme yaitu Ultrafiltrasi dan Difusi. Ultrafiltrasi yaitu mengalirkan
cairan dari darah dengan tekanan osmotik dan hidrostatik sehingga mencapai derajat yang
diinginkan. Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari tekanan tinggi ketekanan rendah.
b) Hemodialisa
Hemodialisa yaitu suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui
suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa
dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip
dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa
(1) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
(2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan
(3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
(4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain
(a) Difusi
(b) Osmosis
(c) Ultrafiltrasi
Transpalasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita giagal ginjal kronik.
Transpalansi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadave manusia keresipien yang
(http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-hemodialisa-
transpalasi ginjal.html)
Menurut Potter dan Perry proses keperawatan merupakan suatu pendekatan dalam
keperawatan. Proses keperawatan tersebut meliputi lima tahap, yaitu: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan (identifikasi yang diharapkan), pelaksanaa/implementasi dan
evalusi.
1. Pengkajian
b. Sirkulasi
d. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
e. Makanan/Cairan
f. Neurosensori
Distraksi, gelisah
h. Pernafasan
i. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis,
j. Seksualitas
(Doengoes, 2000)
2. Diagnosa
a. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder
b. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
c. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase
diuretik)
d. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis, dan ebutuhan pengobatan
3. Perencanaan
a. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder
Kriteria Hasil :
2) BB stabil
Intervensi :
b) Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL
f) Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
g) Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (skala +1 sampai +4)
b. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal.
Intervensi :
3) Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia
4) Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasi
c. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase
diuretik)
Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output, turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV dalam batas normal, elektrolit
Intervensi :
1) Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat
3) Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasi
d. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit
Kriteria Hasil :
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler
b) Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan
berdiri
d) Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam
e) Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental
Tujuan:
Intervensi:
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis, dan ebutuhan pengobatan
Tujuan:
Intervensi:
1) Kaji ulang proses penyakit, prognosis, dan factor pencetus bila diketahui
2) Jelaskan tingkat fungsi ginjal setelah episode akut berlalu
3) Diskusikan dyalisis ginjal atau transpalantasi bila ini merupakan bagian yang mungkin
4. Implementasi
menvcapai tujuan yang spesifik (Nursalam,2001:63). Tahap ini dilaksanakan setelah rencana
tindakan perawatan. Perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan asih
dibutuhkan dan sesuai rencana tindakan yang disusun dan ditunjukan kepada perawat untuk
5. Evaluasi
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose
Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Hal ini dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdsarkan respon klien