Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

POST ORIF AKIBAT FRAKTUR CRURIS


07 Dec 2010 No Comments

HEROdes.SolutionPosted in Uncategorized

1.Latar Belakang

Insiden kecelakaan merupakan salah satu dari lima masalah kesehatan utama di negara-
negara maju, modern dan industri. Kelima masalah kesehatan utama tersebut adalah
kecelakaan, penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit degeneratif dan gangguan gangguan
jiwa.
(DepkesRI,2007)

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden
fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur
merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah
insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh
terhadap kejadian fraktur.(Depkes RI, 2007)

2.Konsep Dasar

ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan pembedahan
untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali
seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku
maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth, 2001:2357).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif Mansjoer, 2000:346).

Fraktur cruris adalah adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya,terjadi pada tulang tibia dan fibula. (Brunner & Suddarth, 2001).

3.Anatomi fisiologi

a.Tulang
Tulang adalah jaringan ikat yang bersifat kaku dan membentuk bagian terbesar kerangka,
serta merupakan jaringan penunjang tubuh utama. (Keith L. Moore, 2002:8)
Tulang berguna untuk :
a)Melindungi struktur vital
b)Menopang tubuh
c)Mendasari gerak secara mekanis
d)Membentuk sel darah (sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah,
beberapa limfosit, sel darah putih granulosit dsan trombosit)
e)Menimbun berbagai mineral (kalsium, fosfor dan magnesium)

b.Sendi
Sendi adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi
utama sendi adalah memberi pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh.

c.Otot
Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi dan dengan jalan
demikian maka gerakan terlaksana. Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama
untuk kontraksi dan menghasilkan pergerakan sebagain atau seluruh tubuh.

d.Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan fibrosa yang tebal yang merupakan akhir dari suatu otot
dan berfungsi mengikat suatu tulang.

e.Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrosa yang membungkus setiap otot
dan berkatian dengan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon, khususnya
pada pergelanan tangan dan tumit.

f.Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung di
bawah kulit sebagai fasia superfisial (sebagai pembungkus tebal) jaringan penyambung
fibrosa yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah.

g.Bursae
Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung, yang digunakan di atas bagian
yang bergerak.

4. Etiologi

a.Trauma direk (langsung), menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan /
trauma itu, misalnya trauma akibat kecelakaan
b.Trauma indirek (tidak langsung), menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat tterjadinya kekerasan, yang patah biasanya bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c.Patologis, disebabkan oleh adanya proses patologis misalnya tumor, infeksi dan
osteoporosis tulang karena disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang dan disebut
patah tulang patologis.
d.Kelelahan / stress, misalnya pada olahragawan mereka yang baru saja meningkatkan
kegiatan fisik misalnya pada calon tentara.

5. Manifestasi Klinis
a.Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
b.Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
c.Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi ototang melekat di atas dan
di bawah tempat fraktur.
d.Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e.Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

6. Penatalaksanaan
Prinsip dari penanganan patah tulang adalah :
a.Mengembalikan bentuk tulang seperti semula (Reposisi)
b.Mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi)
c.Mobilisasi berupa latihan-latihan seluruh sistem gerak untuk mengembalikan fungsi
anggota badan seperti sebelum patah.

7.Keuntungan perawatan fraktur dengan pemasangan ORIF (Operasi) antra lain :


(1)Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur
(2)Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
(3)Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai
(4)Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi
(5)Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta kekuatan otot
selama perawatan fraktur.

8. Kerugian yang potensial juga dapat terjadi antara lain :


(1)Setiap anastesi dan operasimempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat dari
tindakan tersebut.
(2)Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan gips
atau traksi.
(3)Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri
(4)Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang
sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi.

9.Diagnosa keperawatan pada Post pemasangan ORIF


1)Nyeri (akut) berhubungan dengan prosedur pembedahan,pembengkakan dan immobilisasi.
Intervensi
(1) Kaji tingkat nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasik intensitas, perhatikan
petunjuk nyeri non verbal.
(2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
(3) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, traksi.
(4) Dorong menggunakan teknik manajemen, sterss, contoh relaksasi progresif, latihan nafas
dalam, imajinasi visual.
Kolaborasi.
(5) Berikan obat sesuai indikasi:analgetik

2)Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan pembengkakan,alat yang


mengikat,gangguan peredaran darah.
Intervensi
(a)Lakukan pengkajian neuromuskuler.minta pasien untuk melokalisasi nyeri.
(b)Dorong pasien untuk secara rutin untuk latihan ambulasi.
(c)Kaji adanya nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi.
(d)Awasi tanda vital.perhatikan tanda pucat, kulit dingin dan perubahan mental.

3)Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,pembengkakan, prosedur


bedah,immobilisasi.
Intervensi
(a)Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik.
(b)Instruksikan pasien untuk latihan rentang gerak pada ekstremitas.
(c)Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat.Instruksikan keamanan
dalam menggunakan alat mobilitas.
(d)Awasi TD saat beraktivitas.

4)Perubahan citra diri,harga diri atau kinerja peran berhubungan dengan dampak masalah
muskuloskeletal.
Intervensi
(a)Beri penguatan informasi pasca operasi termasuk kontrol nyeri dan rehabilitasi.
(b)Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
(c)Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dalam
pola/peran fungsi yang biasanya.
(d)Dorong partisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

5)Resiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur


pembedahan.
Intervensi
(a)Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
(b)Inspeksi luka,perhatikan karakteristik drainase.
(c)Awasi tanda-tanda vital.
(d)Kalaborasi Pemberian antibiotik.
Asuhan Keperawatan Pada pasien Post Orif Femur & Tibia

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Pada pasien Post Orif Femur & Tibia

1.   Pendahuluan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan oleh
rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur
terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang
lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal
Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat
yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)

Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama
calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.

2.   Epidemologi
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan
orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus
kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga
di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik
Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan
kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami
luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan
juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang,
tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini
meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan
sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur
ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut
fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur
terjadi pada batang femur 1/3 tengah. (http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)

3.   Landasan Teori


1.   Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang
berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

2.   Etiologi

1.      Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
kontraksi otot ekstrim.

2.      Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.

3.      Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :


1.   Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.

2.   Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3.   Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif
meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi
terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
(Mansjoer, 2000: 348)

Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).

Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)

Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

4.      Klasifikasi

         Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
         Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
         Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan
infeksi tulang

5.      Manifestasi Klinis

         Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
         Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
         Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
         Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
         Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.

6.   Pemeriksaan Penunjang


Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah

7.   Komplikasi
  Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
  Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
  Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
  Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
  Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
  Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
  Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
  Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
  Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
  Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.

8.   Penatalaksanaan
1.   Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi
pada patah tulang dapat terpenuhi.

   Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah.

   Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris
(gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan
pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

   Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local.
Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk
imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.

   Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.

2.   Penatalaksanaan pembedahan.


a.    Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b.   Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian
melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah

Tujuan:
         Imobilisasi sampai tahap remodeling
         Melihat secara langsung area fraktur
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )

Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:

1.   Sekrup kompresi antar fragmen

2.   Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah

3.   Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar

4.   Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia

5.   Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur

Indikasi ORIF :
1.      Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus
dan fraktur collum femur.
2.      Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
3.      Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur
Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
4.      Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur

c. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation).
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif
(hancur atau remuk
Indikasi OREF :

         Fraktur terbuka derajatI II


         Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
         Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
         Fraktur Kominutif
         Fraktur Pelvis

Asuhan Keperawatan

Pada pasien Post Orif Femur & Tibia

1.   Pengkajian

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa
takut  akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga,
dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang
dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau
tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses
dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya
kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur,
dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan
klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga
dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan
akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan
baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.

a. Pemeriksaan Fisik
1. Gambaran Umum
a. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.

      Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung pada
keadaan klien.
      Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur
biasanya akut.

      Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk.

b. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan proksimal serta
bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.

2. Keadaan Lokal.

1. Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :

         Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)

         Fistula

         Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi

         Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal)

         Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)

         Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)

2.      Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi).
         Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

         Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar
persendian.

         Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal)

         Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang.

3.      Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas,
kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat
adalah pergerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Kperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler


3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

4.      Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

3.   Intervensi Keperawatan


1.      Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

Intervensi Rasional

         Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri          Untuk menentukan tindakan
         Imobilisasi bagian yang sakit keperawatan yang tepat
         Tingikan dan dukung ekstremitas yang          Untuk mempertahankan posisi
terkena fungsional tulang
         Dorong menggunakan teknik manajemen         Untuk memperlancar arus balik vena
relaksasi          Agar klien rileks
         Berikan obat analgetik sesuai indikasi          Untuk mengurangi nyeri

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler


Intervensi Rasional

Ambulasi Meningkatkan dan membantu berjalan


untuk mempertahankan atau
memperbaiki fungsi tubuh
Mobilitas Sendi penggunaan pergerakan untuk mempertahankan atau
tubuh aktif memperbaiki fleksibilitas sendi

perubahan posisi memindahkan untuk memberikan kenyamanan,


pasienatau bagian tubuh menurunkan resiko kerusakan kulit
mendukung integritas kulit dan
meningkatkan penyembuhan.

3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

Intervensi Rasional

      Perawatan Tempat Insisi pembersihan      perawatan luka pencegahan dan
komplikasi luka dan peningkatan proses
penyembuhan luka
      pemantaun, dan peningkatan proses     meningkatan proses penyembuhan luka.
penyembuhan pada luka yang ditutup
dengan jahitan      untuk mempertahankan integritas
      pengawasan kulit pengumpulan dan membran mukosa dan kulit
analisis data pasien

4.      Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

Intervensi Rasional
        Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik      
dan lokal.
        Monitor kerentanan terhadap infeksi..
        Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
        Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
        Anjurkan untuk istirahat yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/

http://okditiar.wordpress.com/2010/06/29/laporan-pendahuluan-fraktur-orif/

http://copyaskep.co.cc/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur-terbuka-dan-tertutup/

http://ryan-groho.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html

http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/

http://www.skripsi-kti.co.cc/2011/01/asuhan-keperawatan-klien-fraktur.html

http://www.trinoval.web.id/2010/04/fraktur-antebrachii.html

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan


Pada pasien Post Orif Femur & Tibia

1.   Pendahuluan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan oleh
rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur
terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang
lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal
Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat
yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)

Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama
calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.

2.   Epidemologi
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan
orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus
kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga
di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik
Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan
kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami
luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan
juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang,
tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini
meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan
sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur
ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut
fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur
terjadi pada batang femur 1/3 tengah. (http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)

3.   Landasan Teori


1.   Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang
berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

2.   Etiologi

1.      Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
kontraksi otot ekstrim.

2.      Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.

3.      Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :


1.   Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.

2.   Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3.   Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif
meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi
terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
(Mansjoer, 2000: 348)

Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)

Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)

4.      Klasifikasi

         Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
         Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
         Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan
infeksi tulang

5.      Manifestasi Klinis

         Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
         Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
         Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
         Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
         Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.

6.   Pemeriksaan Penunjang


Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah

7.   Komplikasi
  Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
  Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
  Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
  Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
  Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
  Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
  Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
  Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
  Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
  Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.

8.   Penatalaksanaan
1.   Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi
pada patah tulang dapat terpenuhi.

   Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah.

   Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris
(gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan
pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

   Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local.
Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk
imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.

   Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.

2.   Penatalaksanaan pembedahan.


a.    Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b.   Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian
melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah

Tujuan:
         Imobilisasi sampai tahap remodeling
         Melihat secara langsung area fraktur
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )

Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:

1.   Sekrup kompresi antar fragmen

2.   Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah

3.   Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar

4.   Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia

5.   Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur

Indikasi ORIF :
1.      Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus
dan fraktur collum femur.
2.      Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
3.      Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur
Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
4.      Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur

c. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation).
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif
(hancur atau remuk

Indikasi OREF :

         Fraktur terbuka derajatI II


         Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
         Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
         Fraktur Kominutif
         Fraktur Pelvis

Asuhan Keperawatan

Pada pasien Post Orif Femur & Tibia

1.   Pengkajian

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa
takut  akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga,
dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang
dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau
tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses
dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya
kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur,
dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan
klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga
dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan
akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan
baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.

a. Pemeriksaan Fisik
1. Gambaran Umum
a. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.

      Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung pada
keadaan klien.

      Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur
biasanya akut.

      Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk.

b. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan proksimal serta
bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.
2. Keadaan Lokal.

1. Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :

         Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)

         Fistula

         Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi

         Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal)

         Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)

         Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)

2.      Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi).
         Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

         Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar
persendian.

         Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal)

         Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang.

3.      Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas,
kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat
adalah pergerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Kperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler


3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4.      Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

3.   Intervensi Keperawatan


1.      Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

Intervensi Rasional

         Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri          Untuk menentukan tindakan
         Imobilisasi bagian yang sakit keperawatan yang tepat
         Tingikan dan dukung ekstremitas yang          Untuk mempertahankan posisi
terkena fungsional tulang
         Dorong menggunakan teknik manajemen         Untuk memperlancar arus balik vena
relaksasi          Agar klien rileks
         Berikan obat analgetik sesuai indikasi          Untuk mengurangi nyeri

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler

Intervensi Rasional

Ambulasi Meningkatkan dan membantu berjalan


untuk mempertahankan atau
memperbaiki fungsi tubuh
Mobilitas Sendi penggunaan pergerakan untuk mempertahankan atau
tubuh aktif
perubahan posisi memindahkan memperbaiki fleksibilitas sendi
pasienatau bagian tubuh
untuk memberikan kenyamanan,
menurunkan resiko kerusakan kulit
mendukung integritas kulit dan
meningkatkan penyembuhan.

3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

Intervensi Rasional

      Perawatan Tempat Insisi pembersihan      perawatan luka pencegahan dan
komplikasi luka dan peningkatan proses
penyembuhan luka
      pemantaun, dan peningkatan proses     meningkatan proses penyembuhan luka.
penyembuhan pada luka yang ditutup
dengan jahitan      untuk mempertahankan integritas
      pengawasan kulit pengumpulan dan membran mukosa dan kulit
analisis data pasien

4.      Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

Intervensi Rasional

        Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik      


dan lokal.
        Monitor kerentanan terhadap infeksi..
        Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
        Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
        Anjurkan untuk istirahat yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/

http://okditiar.wordpress.com/2010/06/29/laporan-pendahuluan-fraktur-orif/

http://copyaskep.co.cc/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur-terbuka-dan-tertutup/

http://ryan-groho.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html

http://copyaskep.wordpress.com/2010/11/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur/

http://www.skripsi-kti.co.cc/2011/01/asuhan-keperawatan-klien-fraktur.html

http://www.trinoval.web.id/2010/04/fraktur-antebrachii.html

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan

Pada pasien Post Orif Femur & Tibia

1.   Pendahuluan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan oleh
rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur
terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang
lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal
Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat
yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)

Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama
calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.

2.   Epidemologi
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan
orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus
kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga
di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik
Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan
kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami
luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan
juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang,
tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini
meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum,
fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam,
biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa
mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan
sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur
ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut
fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur
terjadi pada batang femur 1/3 tengah. (http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)

3.   Landasan Teori


1.   Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang
berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
2.   Etiologi

1.      Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
kontraksi otot ekstrim.

2.      Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.

3.      Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :


1.   Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.

2.   Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3.   Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif
meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi
terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
(Mansjoer, 2000: 348)

Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang
agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan
luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).

Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi. (Price, 1995: 1192)

Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
4.      Klasifikasi

         Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
         Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from
within (dari dalam), atau from without (dari luar).
         Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan
infeksi tulang

5.      Manifestasi Klinis

         Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
         Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
         Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
         Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
         Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.

6.   Pemeriksaan Penunjang


Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah

7.   Komplikasi
  Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
  Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
  Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
  Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
  Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
  Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
  Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
  Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
  Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
  Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.
8.   Penatalaksanaan
1.   Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi
pada patah tulang dapat terpenuhi.

   Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah.

   Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris
(gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan
pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

   Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local.
Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk
imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.

   Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.

2.   Penatalaksanaan pembedahan.


a.    Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b.   Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian
melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah

Tujuan:
         Imobilisasi sampai tahap remodeling
         Melihat secara langsung area fraktur
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )

Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:

1.   Sekrup kompresi antar fragmen

2.   Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah

3.   Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar


4.   Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia

5.   Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur

Indikasi ORIF :
1.      Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus
dan fraktur collum femur.
2.      Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
3.      Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur
Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
4.      Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur

c. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation).
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif
(hancur atau remuk

Indikasi OREF :

         Fraktur terbuka derajatI II


         Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
         Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
         Fraktur Kominutif
         Fraktur Pelvis
Asuhan Keperawatan

Pada pasien Post Orif Femur & Tibia

1.   Pengkajian

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa
takut  akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga,
dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang
dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau
tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses
dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya
kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur,
dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan
klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga
dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan
akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan
baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.

a. Pemeriksaan Fisik
1. Gambaran Umum
a. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.

      Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung pada
keadaan klien.

      Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur
biasanya akut.

      Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk.

b. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan proksimal serta
bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.

2. Keadaan Lokal.

1. Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :

         Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)

         Fistula

         Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi


         Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal)

         Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)

         Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)

2.      Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi).
         Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

         Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar
persendian.

         Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal)

         Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang.

3.      Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas,
kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat
adalah pergerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Kperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler


3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

4.      Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
3.   Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

Intervensi Rasional

         Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri          Untuk menentukan tindakan
         Imobilisasi bagian yang sakit keperawatan yang tepat
         Tingikan dan dukung ekstremitas yang          Untuk mempertahankan posisi
terkena fungsional tulang
         Dorong menggunakan teknik manajemen         Untuk memperlancar arus balik vena
relaksasi          Agar klien rileks
         Berikan obat analgetik sesuai indikasi          Untuk mengurangi nyeri

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler

Intervensi Rasional

Ambulasi Meningkatkan dan membantu berjalan


untuk mempertahankan atau
memperbaiki fungsi tubuh
Mobilitas Sendi penggunaan pergerakan untuk mempertahankan atau
tubuh aktif memperbaiki fleksibilitas sendi

perubahan posisi memindahkan untuk memberikan kenyamanan,


pasienatau bagian tubuh menurunkan resiko kerusakan kulit
mendukung integritas kulit dan
meningkatkan penyembuhan.
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

Intervensi Rasional

      Perawatan Tempat Insisi pembersihan      perawatan luka pencegahan dan
komplikasi luka dan peningkatan proses
penyembuhan luka
      pemantaun, dan peningkatan proses     meningkatan proses penyembuhan luka.
penyembuhan pada luka yang ditutup
dengan jahitan      untuk mempertahankan integritas
      pengawasan kulit pengumpulan dan membran mukosa dan kulit
analisis data pasien

4.      Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

Intervensi Rasional

        Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik      


dan lokal.
        Monitor kerentanan terhadap infeksi..
        Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
        Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
        Anjurkan untuk istirahat yang cukup.

Anda mungkin juga menyukai