Anda di halaman 1dari 7

KHUTBAH JUM'AT

MENSYUKURI NIKMAT KEMERDEKAAN

Khutbah 1
‫ َو َبي ََّن َل َنا َوَأرْ َشدَ َنا ْاَأل ْخاَل َق‬،ِ‫ْن َو ْا َلع ِقيْدَ ة‬
ِ ‫ َوَأ ْف َه َم َنا مِنْ ُعلُ ْو ِم ال ِّدي‬،ِ‫ان َو ْاِإلسْ اَل ِم َو ْااِل سْ ِتقْاَل ِل َأ ِو ْالحُرِّ َّية‬
ِ ‫اَ ْل َحمْ ُد هّلِل ِ الَّذِيْ َأ ْن َع َم َنا نِعْ َم َة ْاإِل ْي َم‬
‫ْال َك ِر ْي َم َة َو ْاَألعْ َما َل الصَّال َِح َة‬

‫ َوَأ ْش َه ُد َأنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه َشا ِف ُع ْاُأل َّم ِة َو َخ ْي ُر‬.ِ‫ال َي ْو ِم ْال ِق َيا َمة‬ َ ‫َأ ْش َه ُد َأنْ اَل ِإل َه ِإالَّ هللاُ َوحْ دَ هُ اَل َش ِري‬
ِ ‫ْك َل ُه َش َهادَ ًة ُت ْن ِج ْي َنا ِب َها مِنْ َأهْ َو‬
‫ْال َب ِر َّي ِة‬

‫ َأمَّا َبعْ ُد‬.ِ‫ت َو َيجْ َت ِنب ُْو َن ْا َلم ْن ِهيَّات‬


ِ ‫اركْ َع َلى م َُح َّم ٍد َو َع َلى آلِ ِه َوَأصْ َح ِاب ِه الَّ ِذي َْن َيعْ َملُ ْو َن الصَّال َِحا‬
ِ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َو َب‬
َ ‫اَللّ ُه َّم‬:

َ ‫ َياَأيُّها َ الَّ ِذي َْن َءا َم ُنوا ا َّتقُوا‬:‫ َف َقا َل هللاُ َت َعا َلى‬.‫اع ِت ِه َل َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِح ُْو َن‬
َّ‫هللا َح َّق ُت َقا ِت ِه َوالَ َتم ُْو ُتنَّ ِإال‬ ِ ‫هللا ! ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى‬
َ ‫هللا َو َط‬ ِ َ‫َف َيا عِ َباد‬
‫َوَأن ُت ْم مُّسْ لِم ُْو َن‬

Hadirin Jama’ah Jum’ah Yang Dirahmati Allah

Marilah pada siang hari ini kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita
kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-larangan-Nya. Dan hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah SWT atas
segala nikmat yang telah diberikan kepada kita semua dalam menjalani kehidupan
berbangsa dan bernegara ini.

Salah satu nikmat dan rahmat yang diberikan Allah kepada manusia adalah nikmat
Kemerdekaan. Hal ini merupakan nikmat yang tidak bisa diukur dengan harta benda.
Banyak orang bersedia mengorbankan apapun demi mendapatkan hak untuk merdeka.

Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan kontribusi para
ulama, dan para pahlawan muslim begitu besar dan menentukan dalam perjuangan
melawan penjajah, meraih kemerdekaan. Kontribusi mereka yang sangat bernilai di mata
bangsa ini harus dijadikan semangat mengukir prestasi.

Saatnya kita menjadikan momentum kemerdekaan ini untuk meneladani perjuangan para
ulama dan pahlawan negeri ini, meneruskan perjuangan mereka dan membawa
kemerdekaan ini menuju kemerdekaan yang totalitas dalam segala arti dan bentuknya.

70 tahun yang lalu bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, ini semua


merupakan nikmat serta berkah dari Allah SWT, yang harus disyukuri. Sebagaimana
ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi; “Atas berkat
Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Jadi jelas, bahwa kemerdekaan yang hingga saat ini kita rasakan dan beberapa hari yang
lalu kita peringati, adalah berkat Rahmat Allah

Kemerdekaan adalah nikmat yang sangat besar yang diberikan Allah kepada Negara kita.
Karena dengan adanya kemerdekaan, kita masih bisa menghirup udara segar sampai saat
ini. Andaikan belum merdeka, entah apakah kita masih hidup atau sudah mati terkena
lemparan granat atau tembakan para penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa
beribadah dengan tenang dengan khusyuk tanpa rasa khawatir akan adanya bombardir
pesawat penjajah. Dengan kemerdekaan pula kita bisa bercengkerama dengan keluarga,
dengan istri ataupun anak-anak kita. Sungguh, kemerdekaan adalah nikmat yang luar biasa
yang diberikan Allah kepada Negara kita. Ini Bukan pemberian Belanda atau pun Jepang.

Hadirin jamaah jum’ah rahimakumullah

Kemerdekaan Indonesia telah berumur 70 tahun, tentu ini bukan umur yang muda dalam
bentangan sejarah. Tetapi patut disayangkan, kemerdekaan yang diraih dari penjajahan
Belanda selama 350 tahun ditambah 3,5 tahun oleh Jepang dahulu, Kini masih sebatas baru
dikenang, belum sepenuhnya disyukuri oleh mayoritas anak bangsa.

70 tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata manusia.
Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati
kemerdekaan bukan sekadar perayaan seremonial saja, juga bukan sekadar semarak
warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekadar aneka lomba yang kurang
mendidik.

Ilustrasi berdoa di hari Jumat.* /Pixabay


Kita bisa lihat, banyak masyarakat, khususnya kaum muda yang memaknai kemerdekaan
hanya sebatas penciptaan suasana ramai, meriah, dan gebyar dengan hura-hura dan
foya-foya. Sebaliknya, semangat juang yang terkandung di dalamnya nyaris terlupakan.

Oleh karena itu, kita harus tetap mengawasi dan juga mengisi kemerdekaan ini dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang telah Allah syari’atkan dan perjuangan dalam
mengisi kemerdekaan belum pernah berhenti. Karena kita telah keluar dari penjajah satu,
kita akan menghadapi penjajah yang lain. Bung Karno pernah mengatakan “Perjuanganku
lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan
bangsamu sendiri.”

Hari kemerdekaan Indonesia ke-70 menarik untuk kita renungkan. Sebuah kemerdekaan
tidak mungkin diraih tanpa adanya kemenangan, kemenangan mustahil didapat tanpa
adanya perjuangan, perjuangan tidak akan berarti tanpa adanya kebersamaan dan
persaudaraan, persaudaraan tidak mungkin tercapai tanpa ketulusan, dan ketulusan tidak
akan berfaedah tanpa didasari ilmu. Allah SWT berfirman:

‫ِين ٰ َج َه ُدو ْا فِي َنا َل َن ْه ِد َي َّنهُم ُس ُب َل َنا َوِإنَّ ٱهَّلل َ َل َم َع ٱلمـُحْ سِ ِني َْن‬
َ ‫َوٱلَّذ‬

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 70)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah


Kemerdekaan Indonesia yang begitu susah payah diraih, ternyata sering dimaknai sebatas
romantisme sejarah semata. Karena hari ini kita lihat dan rasakan, 70 tahun hanyalah
peralihan dari satu penjajahan kepada berbagai penjajahan lainnya.

Betapa tidak, dahulu para pahlawan kita hanyalah menghadapi penjajahan militer. Tetapi
sekarang, bangsa Indonesia menghadapi multi penjajahan, dari penjajahan ekonomi,
budaya, moral, sampai pemikiran.

Bahkan bentuk penjajahan seperti ini lebih besar bahayanya daripada penjajahan militer,
karena bahaya yang ditimbulkan jauh lebih komplek dan berdaya rusak tinggi. Bukan fisik
yang dirusak, tetapi pola pikir. Itulah yang dinamakan ghazwul fikri (perang pemikiran).

Dalam masalah ekonomi, sampai hari ini kita belum bisa melepaskan krisis dan
ketergantungan kepada utang luar negeri. Bidang budaya, identitas keislaman dan
ketimuran bangsa Indonesia terlebur dengan budaya Barat.

Ilustrasi berdoa di hari Jumat.* /Pixabay


Dalam bidang moral, mulai anak TK sampai mahasiswa, masyarakat sampai pejabat, tidak
jarang kita saksikan pemandangan biasa dari tradisi tawuran korupsi, pornografi, pornoaksi,
bahkan bangga menjadi lesbi, waria, dan wanita tuna susila. Maka benarlah apa yang
disabdakan Rasulullah SAW:

‫اِصْ ِبر ُْوا َفِإ َّن ُه اَل َيْأتِيْ َع َل ْي ُك ْم َز َمانٌ ِإاَّل الَّذِيْ َبعْ دَ هُ َشرٌّ ِم ْن ُه َح َّتى َت َل َّق ْوا َر َّب ُك ْم‬

“Bersabarlah kalian, maka sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian sebuah zaman,
kecuali zaman tersebut lebih rusak dari sebelumnya, sampai kalian menemui Tuhan
kalian.”(HR. Bukhari).

Baca Juga: Audi A5 Sportback Konsumsi Bahan Bakarnya Irit, Penasaran?[PR]

Dalam memaknai kemerdekaan ini, marilah kita memposisikan diri sebagai hamba Allah
yang taat dan beradab, bersuka ria tanpa harus lupa dari semangat kemerdekaan hakiki.
Oleh karena itu, sejatinya seorang muslim seharusnya mensyukuri nikmat kemerdekaan
bukan sekadar mengenang kemerdekaan.

Kemerdekaan adalah kenikmatan dari Allah. Setiap nikmat itu menjadi pembuka atau
penutup pintu nikmat lainnya. Kita sering menginginkan nikmat, padahal rahasia yang bisa
mengundang nikmat adalah syukur atas nikmat yang ada. Kalau sekadar mengenang,
hanya membuat kita terlena dengan romantisme sejarah, sedang bersyukur merupakan
gairah pengundang kenikmatan yang lebih besar.

‫لئن شكرتم ألزيدنكم‬

“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (kenikmatan tersebut) kepada kalian.”
(Ibrahim: 7)
Maka menjadi pilihan bagi kita, apakah kita akan mengikuti zaman dengan warna
kemaksiatan dan menjadi budak zaman? Atau justru mewarnai zaman dengan warna
keshalihan dan menjadi manusia merdeka yang terbebas dari nafsu dunia, yang hanya
menghambakan kepada Allah Taala? Itulah sejatinya tugas manusia sebagai khalifah di
muka bumi ini, untuk mewarisi bumi dan memakmurkannya dengan aturan dan celupan
Allah

‫صبغة هللا ومن أحسن من هللا صبغة ونحن له عابدون‬

“Celupan (agama) Allah. Siapa yang lebih baik celupannya daripada Allah? Dan
kepada–Nya kami menyembah.” (Al-Baqarah: 138)

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk
kemerdekaan dari penjajahan. Ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi
kemerdekaan ini:

Pertama, iqamatus shalah (mendirikan shalat)

Mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlaq mulia.

Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas
yang tinggi. Kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan
ketaatan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT..

‫صاَل َة َت ْن َهى َع ِن ْال َفحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‬


َّ ‫ِإنَّ ال‬

”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (Al Ankabut: 45)

Kedua, itauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial

Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah rohani dan akhirat saja, namun juga sangat
memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan
anjuran di banyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan
perintah berzakat.

Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya adalah dalam rangka membersihkan harta kita dari yang tidak halal atau yang
masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri
seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia. Zakat juga
sebagai symbol sosial kepedulian seseorang kepada sesama.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum

Jabatan dan kekuasaan mendorong seseorang untuk menyimpang dan menyalahgunakan


jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, Firaun misalkan yang berupaya untuk
melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol
dari masyarakatnya.

Tingkatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama. Yaitu dengan
pendekatan kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang. Dengan lisan atau nasihat bagi
siapa pun yang bisa mampu memberikan nasihat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka
dengan pengingkaran dalam hati. Inilah selemah-lemah iman seseorang.

Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah
saw, ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang
wanita bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan,
”Ketahuilah, penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya
mencuri, maka tidak ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil,
seketika itu hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah
putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Seseorang
sama di mata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.

Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah semata

Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah
shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat.
Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka
selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada kehendak Allah SWT. Karena Dia-lah
yang akan mengatur urusan seluruh manusia. Dan Allah SWT pasti menepati janji–Nya,
yaitu akan menolong orang yang mengikuti kehendak–Nya. Allah SWT berfirman:

‫هللا ُيحِبُّ ْال ُم َت َو ِّكلِي َْن‬ َ ‫مْر َفِإ َذا َع َز‬‫َأل‬


َ َّ‫مْت َف َت َو َّك ْل َع َلى هِللا ِإن‬ ِ ‫اورْ ُه ْم فِي ْا‬
ِ ‫َو َش‬

”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada–Nya.” (Ali Imran: 15)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan serta ingin
mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi
kemerdekaan dan kebebasan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti dari ideologi
yang benar yaitu “Tahrirul ‘Ibad Min ‘Ibaadatil ‘Ibaad ilaa ‘Ibaadati Rabbil ‘Ibad “,
membebaskan manusia dari penghambaan, belenggu, dari ketergantungan kepada sesama
manusia menuju penghambaan dan pengabdian yang totalitas kepada Tuhan sang pencipta
makhluk sealam jagad ini.

Kesyukuran yang tertinggi bagi kita bukan hanya bangsa ini telah meraih kemerdekaan,
tetapi kesyukuran kita selaku umat Islam adalah bahwa kita tidak sekadar menjadi penonton
di dalam mengisi kemerdekaan ini, tapi semampu mungkin menjadi pemain dan ikut ambil
bagian sesuai dengan bidangnya masing-masing.
‫‪Sesuai dengan segmentasi masing-masing untuk menjadi orang-orang yang bisa‬‬
‫‪menorehkan tinta emas dan menuliskan sejarah kegemilangan bangsa ini di masa yang‬‬
‫‪akan datang, sehingga kita akan dikenang sebagai sebuah kebaikan yang Insya Allah jika‬‬
‫‪itu diteruskan oleh generasi yang akan datang, maka kita akan meraih pahala yang tidak‬‬
‫‪putus-putus meskipun kita sudah menghadap Allah kelak.‬‬

‫‪Dengan semangat kemerdekaan, marilah kita menyukuri kemerdekaan ini dengan‬‬


‫‪mempertahankan keutuhan jati diri dan bangsa ini dengan nilai-nilai akhlaq yang luhur dan‬‬
‫‪nilai-nilai Islam yang tinggi, hanya dengan itu, kita bisa meraih kejayaan di masa yang akan‬‬
‫‪datang. Mudah-mudahan Allah SWT berkenan meneruskan sejarah bangsa ini sehingga‬‬
‫‪bangsa ini akan menjadi sebuah “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafuur“ sebuah negara‬‬
‫‪dan bangsa yang meraih maghfirah Allah SWT dalam waktu yang bersamaan juga meraih‬‬
‫‪kesejahteraan dan kedamaian selama-lamanya.‬‬

‫الذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‪َ .‬أقُ ْو ُل َق ْولِيْ َه َذا َوَأسْ َت ْغ ِف ُر َ‬


‫هللا لِيْ َو َل ُك ْم‬ ‫ت َو ِّ‬ ‫ك هللاُ لِيْ َو َل ُك ْم فِي ْالقُرْ ِ‬
‫آن ْال َعظِ ي ِْم‪َ ،‬و َن َف َعنِيْ َوِإيَّا ُك ْم ِب َما ِف ْي ِه م َِن ْاآل َيا ِ‬ ‫ار َ‬
‫َب َ‬
‫َول ِْلمُسْ لِ ِمي َْن فاسْ تغ ِفر ُْوهُ ِإن ُه ه َُو ال َغف ْو ُر الرَّ ِح ْي ُم‬
‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬

‫‪Khutbah Kedua‬‬

‫لح َياةُ ال ُّد ْن َيا ِإاَّل َم َتا ُع ْال ُغر ُْو ِر}‪َ ،‬نحْ َم ُدهُ ُسب َْحا َن ُه‬ ‫{و َما ْا َ‬‫هلل ْال َع ِزي ِْز ْا َلغفُ ْو ِر‪ ،‬اَلَّذِيْ َج َع َل فِي ْاِإلسْ اَل ِم ْال َح ِنيْفِ ْالهُدَ ى َوال ُّن ْو ِر‪ ،‬اَلَّذِيْ َقا َل َ‬ ‫اَ ْل َحمْ ُد ِ‬
‫اَل‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫اَّل‬ ‫َ‬ ‫َأ‬
‫ار َم َقرّ ‪َ ،‬و ش َه ُد نْ ال ِإل َه ِإ هللاُ َخل َق ال َخ ِ‬
‫ِئق‬ ‫ْ‬ ‫َأ‬ ‫ْس ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َأ‬
‫وعلِ َم نَّ ال ُّدن َيا لي َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫َو َت َعا َلى َحمْدَ َمنْ َنظ َر َفاعْ َت َب َر‪َ ،‬و َكفَّ َع ِن ال َم َس ِ‬
‫ت ِبدَ ِ‬ ‫اوي ِء َوازدَ َج َر‪َ ،‬‬
‫ت َو ْال َف َنا ِء‪،‬‬ ‫ت‪َ ،‬وَأ ْش َه ُد َأنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ‪َ ،‬أ َم َر ِب َت ْذ ِكي ِْر ْال َم ْو ِ‬ ‫اق الَ َيفُ ْو ُ‬
‫ت َوه َُو َحيٌّ اَل َيم ُْو ُ‬ ‫ار َو َح َّددَ َها‪َ ،‬وه َُو َب ٍ‬ ‫َوَأحْ َكا َم َها‪َ ،‬و َقد ََّر اَأْلعْ َم َ‬
‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأْل‬ ‫َأ‬ ‫َّ‬ ‫َأل‬ ‫‪َ :‬وااْل ِسْ تِعْ دَ ا ِد لِ َي ْو ِم ْال َبعْ ِ‬
‫ار جْ َم ِعي َْن‪ .‬مَّا َبعْ ُد‬ ‫صلَّى هللاُ َع َلى م َُح َّم ٍد َخا ِت ُم ْا ْن ِب َيا ِء َو ْالـمُرْ َسلِي َْن َو َع َلى آلِ ِه الطي ِِّبي َْن َو صْ َح ِاب ِه ا ْخ َي ِ‬ ‫جزا ِء‪َ .‬‬ ‫ث َو ْا َل َ‬

‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َوقُولُوا َق ْوال َسدِي ًدا * يُصْ لِحْ َل ُك ْم َأعْ َما َل ُك ْم َو َي ْغفِرْ َل ُك ْم ُذ ُنو َب ُك ْم َو َمنْ يُطِ ِع هَّللا َ َو َرسُو َل ُه َف َق ْد َف َ‬
‫از َف ْو ًزا َعظِ يمًا‬ ‫َياَأ ُّي َها الَّذ َ‬

‫آل‬‫اركْ َع َلى م َُح َّم ٍد وَّ َع َلى ِ‬ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َو َب ِ‬ ‫ُصلُّ ْو َن َع َلى ال َّن ِبيِّ ‪َ ،‬يا َأيُّها َ الَّ ِذي َْن َءا َم ُن ْوا َ‬
‫صلُّ ْوا َع َل ْي ِه َو َسلِّم ُْوا َتسْ لِ ْيمًا‪ .‬اَللّ ُه َّم َ‬ ‫هللا َو َمالَِئ َك َت ُه ي َ‬
‫ِإنَّ َ‬
‫ِّك اَجْ َم ِعي َْن َو َع ِن ال َّت ِاب ِعي َْن َو َت ِابعِى‬
‫ب َن ِبي َ‬ ‫اِئر َأصْ َحا ِ‬ ‫س‬‫َ‬ ‫نْ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫و‬ ‫َ‬ ‫ِيٍّ‬ ‫ل‬‫ع‬‫َ‬ ‫و‬
‫َ‬ ‫ان‬
‫َ‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫ض اَللّ ُه َّم َع ِن ْال ُخ َل َفا ِءالرَّ اشِ ِدي َْن َس ّي ِد َنا اَ ِبى َب ْك ٍر َو ُع َم َر َوع ْ‬
‫ُث‬ ‫َ‬ ‫ارْ‬ ‫و‬‫َ‬ ‫م َُح َّم ٍد‬
‫ِ‬
‫ِلى َي ْو ِم ال ِّدي ِ‬
‫ْن‬ ‫ال َّت ِاب ِعي َْن َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم ِبإحْ َس ٍ‬
‫ان ا َ‬

‫ت‬ ‫ت ْاَألحْ َيا ِء ِم ْن ُه ْم َو ْاَأل َ‬


‫مْوا ِ‬ ‫ت َو ْالمُْؤ ِم ِني َْن َو ْالمُْؤ ِم َنا ِ‬
‫اغفِرْ ل ِْلمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما ِ‬
‫اَللَّ ُه َّم ْ‬

‫مْع َنا َه َذا َجمْ عًا َمرْ ح ُْومًا‪َ ،‬واجْ َع ْل َت َفرُّ َق َنا مِنْ َبعْ ِد ِه َت َفرُّ ًقا َمعْ ص ُْومًا‬
‫اللَّ ُه َّم اجْ َع ْل َج َ‬

‫الع َف َ‬
‫اف َوال ِغ َنى‬ ‫اللَّ ُه َّم ِإ َّنا َنسْ َألُ َ‬
‫ك ْالهُدَ ى َوال ُّت َقى َو َ‬

‫صالِحً ا َزا ِكيًا‪َ ،‬وعِ ْلمًا َنا ِفعًا َرا ِفعًا‪َ ،‬وِإ ْي َما ًنا َراسِ ًخا َث ِاب ًتا‪،‬‬ ‫ك َأنْ َترْ ُز َق ُكالًّ ِم َّنا ل َِسا ًنا َ‬
‫صا ِد ًقا َذاكِرً ا‪َ ،‬و َق ْلبًا َخاشِ عًا ُم ِن ْيبًا‪َ ،‬و َع َمالً َ‬ ‫اللَّ ُه َّم ِإ َّنا َنسْ َألُ َ‬
‫صا ِد ًقا َخالِصًا‪َ ،‬و ِر ْز ًقا َحالَالً َط ِّيبًا َواسِ عًا‪َ ،‬يا َذا ْال َجالَ ِل َواِإل ْك َر ِام‬ ‫َو َي ِق ْي ًنا َ‬

‫ِك‬ ‫ب ال َّسالَ َم َواَأل َ‬


‫مْن لِعِباد َ‬ ‫ِين‪َ ،‬و ْ‬
‫اك ُت ِ‬ ‫اكسِ رْ َش ْو َك َة َّ‬
‫الظالِم َ‬ ‫صفُ ْو َف ُه ْم‪َ ،‬وَأجْ مِعْ َكلِ َم َت ُه ْم َع َلى َ‬
‫الح ِّق‪َ ،‬و ْ‬ ‫اللَّ ُه َّم َأعِ َّز اِإلسْ الَ َم َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن‪َ ،‬و َوحِّ ِد اللَّ ُه َّم ُ‬
‫‪َ.‬أجْ َمع َ‬
‫ِين‬

‫اللَّ ُه َّم َر َّب َنا احْ َف ْظ َأ ْو َطا َن َنا َوَأعِ َّز س ُْل َطا َن َنا َوَأي ِّْدهُ ِب ْال َح ِّق َوَأي ِّْد ِب ِه ْال َح َّق َيا َربَّ َ‬
‫العا َل ِمي َْن‬

‫َأل‬ ‫ك ْالم ِْد َرار‪َ ،‬واجْ َع ْل َنا م َِن َّ‬


‫ار‬ ‫ار‪ْ ،‬المُسْ َت ْغف ِِري َْن َل َ‬
‫ك ِب ْال َعشِ يِّ َوا سْ َح ِ‬ ‫الذاك ِِري َْن َل َ‬
‫ك في ال َلي ِْل َوال َّن َه ِ‬ ‫ِ‬ ‫اللَّ ُه َّم َر َّب َنا اسْ ِق َنا مِنْ َفيْضِ َ‬

‫ار َنا َو ُزر ُْوعِ َنا و ُك ِّل َأ َ‬


‫رزا ِق َنا َيا َذا ْال َجالَ ِل‬ ‫اركْ َل َنا في ِث َم ِ‬ ‫ت اَألرْ ِ‬
‫ض‪َ ،‬و َب ِ‬ ‫ت ال َّس َماء َوَأ ْخ ِرجْ َل َنا مِنْ َخي َْرا ِ‬
‫اللَّ ُه َّم َأ ْن ِز ْل َع َل ْي َنا مِنْ َب َر َكا ِ‬
‫َ‪.‬واِإل ْك َر ِام‬
‫الوهَّابُ‬
‫ت َ‬ ‫ك َأ ْن َ‬ ‫‪َ .‬ر َّب َنا ال ُت ِز ْغ قُلُ ْو َب َنا َبعْ دَ ِإ ْذ َهدَ ْي َت َنا‪َ ،‬و َهبْ َل َنا مِنْ َل ُد ْن َ‬
‫ك َرحْ َم ًة‪ِ ،‬إ َّن َ‬

‫َر َّب َنا َظ َلمْ َنا َأ ْنفُ َس َنا َوِإنْ َل ْم َت ْغفِرْ َل َنا َو َترْ َحمْ َنا َل َن ُك ْو َننَّ م َِن َ‬
‫الخاسِ ِري َْن‬

‫‪َ .‬ر َّب َنا آ ِت َنا في ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفي اآلخ َِر ِة َح َس َن ًة َو ِق َنا َع َذ َ‬
‫اب ال َّن ِ‬
‫ار‬

‫ِظ ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن‪َ ،‬ف ْاذ ُكرُوا َ‬


‫هللا‬ ‫بغي َيع ُ‬ ‫ْ‬
‫ان َوِإ ْي َتا ِء ذِى ْالقُرْ َبى َو َي ْن َهى َع ِن ْال َفحْ َشا ِء َوال ُم ْن َك ِر َو ْا َل ْ ِ‬ ‫هللا َيْأ ُم ُر ِباْ َلع ْد ِل َو ْاِإلحْ َس َ‬
‫هللا ! ِإنَّ َ‬
‫عِ َبادَ ِ‬
‫َأ‬ ‫‪َ .‬ي ْذ ُكرْ ُك ْم‪َ ,‬وا ْش ُكر ُْوا َع َلى ن َِع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم َو َلذ ِْك ُر ِ‬
‫هللا ْك َب ُر‬
‫َأ ِق ْيمُوا ال َّ‬
‫صاَل َة‬

Anda mungkin juga menyukai