Anda di halaman 1dari 31

Referrat

CARDIAC ARREST

Oleh :

Reval Zakyal Govind S.ked


(71 2018 064)

Pembimbing :
Dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An

BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2020
iii

HALAMAN PENGESAHAN

Referrat

Judul:
CARDIAC ARREST

Oleh:
Reval Zakyal Govind S.Ked (712018064)

Telah dilaksanakan pada bulan Maret 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Anestesiologi
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Maret 2020


Pembimbing

iii
dr. Mayang Indah Lestari
Sp.An.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referrat yang berjudul
“cardiac Arrest” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian Ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Mayang Indah Lestari Sp.An. selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di bagian Ilmu Anestesiologi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan,
serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus


ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Palembang, Maret 2020

iv
Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................26

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Cardiac Arrest atau henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas


jantung sehingga korban menjadi tidak responsif, tanpa pernapasan normal dan
tidak ada tanda-tanda sirkulasi. Jika tindakan ini tidak di lakukan tindakan
dengan cepat, akan menyebabkan kematian yang tiba-tiba (sudden death).
Henti jantung dibagi menjadi 2 yaitu shockable dan non shockable. Penyakit
jantung merupakan penyebab kematian terbesar nomor satu di dunia. Setiap
tahun lebih dari 400.000 orang Amerika meninggal karena kematian jantung
mendadak Pada orang dewasa, penyakit jantung yang paling sering ditemui
ialah penyakit jantung koroner dan gagal jantung. Dimana, pada tahun 2012
tercatat angka kematian dunia yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner
ialah berkisar 7,4 juta. Penyakit jantung koroner dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan listrik yang akhirnya menyebabkan Sudden Cardiac Arrest
(SCA). Kejadian henti jantung merupakan salah satu kondisi kegawat -
daruratan yang banyak terjadi di luar rumah sakit. Angka kematian akibat henti
jantung masih sangat tinggi baik di negara - negara maju maupun yang masih
berkembang Jika tindakan korektif tidak diambil dengan cepat, kondisi ini
berkembang menjadi kematian mendadak. Penyebab henti jantung bervariasi
berdasarkan populasi dan usia, paling sering terjadi pada mereka dengan
diagnosis penyakit jantung sebelumnya. Sebagian besar dari semua kematian
jantung mendadak dan biasanya tidak terduga, yang telah terbukti fatal di masa
lalu. Namun, bycander resusitasi kardiopulmoner (CPR) dan kemajuan dalam
layanan medis darurat (EMS) telah membuktikan intervensi yang
menyelamatkan jiwa..1,2
Berdasarkan data dari the American Heart Association (AHA),
sedikitnya terdapat 2 juta kematian akibat henti jantung di seluruh dunia. Di
Jepang, Singapura, Malaysia, dan juga negara - negara asia lainnya, angka

1
kematian akibat henti jantung menempati urutan 3 besar penyebab kematian
terbanyak. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan laporan kematian mendadak
akibat masalah henti jantung.2
Data yang sama juga menunjukkan bahwa frekuensi SCA akan meningkat
seiring dengan peningkatan penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke, yang
diperkirakan mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Sementara itu, dari
data PERKI pada tahun 2016 menemukan bahwa angka kejadian henti jantung
mendadak berkisar antara 300.000 - 350.000 insiden setiap tahunnya.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler.
Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium
kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki bentuk
jantung cenderung berkerucut tumpul. Ukuran jantung kira-kira panjang 12
cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons
atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan
pemiliknya. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa
periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571
liter darah.3
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah
dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas
processus xiphoideus, terlindungi oleh tulang rusuk. Pada tepi kanan
cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm
dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis
pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum tepi kiri
cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di
tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-
kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.3

3
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri
antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang
berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan
epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan
berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan
yang paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot jantung yang
berperan penting dalam memompa darah melalui pembuluh arteri. Lapisan
terakhir adalah lapisan endocardium.3
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium
dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan
serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Keempat rongga tersebut
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
dinding otot yang dikenal dengan istilah septum. Sesuai dengan etimologis,
jantung pada dunia medis memiliki istilah cardio yang berasal dari bahasa
latin cor.3

4
1. Pericardium
Perikardium merupakan semancam kantung dengan 2 lapisan
yang mengelilingi jantung. Lapisan serosa yang dalam (perikardium
viseralis) menempel ke bagian luar dinding jantung dipisahkan dari
pericard parietalis oleh lapisan tipis cairan pericardium.3

2. Katup Jantung
Ada 4 tipe katup jantung yang mengatur aliran darah dalam jantung,
yaitu:
 Katup trikuspid: mengatur aliran darah antara atrium kanan dan
ventrikel kanan
 Katup pulmonalis mengontrol aliran darah dari ventrikel kanan
ke arteri pulmonalis, yang membawa darah ke paru untuk
mengambil oksigen
 Katup mitral membiarkan darah kaya oksigen dari paru yang
masuk ke atrium kiri untuk menuju ventrikel kiri
 Katup aorta memberikan jalan bagi darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri ke aorta, arteri terbesar tubuh yang nantinya akan

5
dikirim ke seluruh tubuh Katup trikuspid dan katup mitral
dihubungkan oleh chorda tendinae ke papillary muscle. Hal ini
mencegah regurgutasi saat ventikel kontraksi.3

3. Sistem Konduksi

Impuls elektris dari otot jantung (myocardium) menyebabkan


jantung berkontraksi. Sinyal elektrik ini dimulai di nodus SA, lokasinya
pada puncak atrium kanan. Nodus SA sering disebut ‘pacu jantung
alami’. Katika impuls elektris dilepaskan dari pacu jantung alami,
antrium berkontraksi. Sinyal kemudian diteruskan ke nodus AV. Nodus
AV kemudian mengirimkan sinyal ke serat-serat otot ventrikel,
menyebabkan kontraksi ventrikel. Nodus SA mengirimkan impuls
elektrik dengan laju tertentu, tapi frekuensi detak jantung masih dapat
berubah tergantung pada kebutuhan fisik, stress atau faktor hormonal.3

6
II. CARDIAC ARREST
a. Definisi Cardiac Arrest
Cardiac Arrest atau henti jantung adalah penghentian tiba-tiba
aktivitas jantung sehingga korban menjadi tidak responsif, tanpa pernapasan
normal dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi. Jika tindakan ini tidak di
lakukan tindakan dengan cepat, akan menyebabkan kematian yang tiba-tiba
(sudden death).1
Sesuai dengan ritme jantungnya, henti jantung dibagi menjadi 2
yaitu shockable dan non shockable. Cardiac arrest shockable adalah
Ventrikel Fibrilasi atau Pulseless Ventrikular Takikardi sedangkan non
shockable adalah Pulseless Electrical Activity dan Asistol.1

b. Etiologi Cardiac Arrest


Henti jantung biasanya karena penyakit jantung struktural yang
mendasarinya. Tujuh puluh persen dari kasus henti jantung diduga
disebabkan oleh penyakit jantung koroner iskemik. Penyebab struktural
lainnya termasuk gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, kelainan
arteri koroner kongenital, displasia ventrikel kanan aritmogenik,
kardiomiopati obstruktif hipertrofik, dan tamponade jantung. Penyebab
jantung non-struktural termasuk sindrom Brugada, sindrom Wolf-Parkinson-
White dan sindrom QT bawaan panjang.4
Ada banyak etiologi non-jantung termasuk perdarahan intrakranial,
emboli paru, pneumotoraks, henti pernapasan primer, konsumsi racun
termasuk overdosis obat, kelainan elektrolit, infeksi parah (sepsis),
hipotermia, atau trauma.4

7
Etiologi pada cardiac arrest
H’s T’s
Hypovolemia Tension Pneumothorak
Hypoxia Tamponade (Cardiac)
Hydrogen Toxins
Hypo-/Hyperkalemia Thrombosis (pulmonary)
Hypothermia Thrombosis (Coronary)

Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang


mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah
sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti.
Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ
tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya
suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke
otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani
dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden
cardiac death).5

c. Diagnosa
Pada banyak pasien, terdapat gejala awal dapat mendahului henti
jantung. Namun, seringkali gejala-gejala ini tidak dikenali atau diabaikan
oleh individu tersebut. Banyak pasien yang selamat dari serangan jantung
mengalami amnesia, tidak memungkinkan untuk mengingat gejala sebelum
suatu kejadian. Data yang diperoleh dari mereka yang tidak menderita
amnesia, dari anggota keluarga dan / atau dari mereka yang menyaksikan
acara tersebut menunjukkan bahwa gejala yang paling umum adalah nyeri
dada. Secara tepat, ini mencerminkan presentasi iskemia koroner akut yang
paling umum.4

8
Seseorang yang ditemukan mengalami serangan jantung akan
menjadi tidak responsif, tanpa denyut nadi, dan tidak akan bernapas.
Penilaian cepat dari ujung kepala hingga ujung kaki akan membantu
memandu perawatan.4
Dengan korban yang di duga terdapat Cardiac Arrest, team leader
harus dapat mengetahui cardiac arrest tipe shockable atau non shockable
dengan memasang monitor. Apakah ritmenya tipe Ventricular Fibrilation,
Pulseless Ventricular Tachycardia, Asystole, atau Pulseless Electrical
Activity.1
Jantung dihidupi oleh aktivitas listriknya, aktivitas listrik jantung
terdapat 2 hal yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah
perubahan listrik sel jantung akibat pergeseran elektrolit pada membran sel
yang menstimulasi serat otot untuk berkontraksi dan repolarisasi adalah
pompa kimiawai yang mengembalikan kondisi listrik sel-sel jantung.
Listrik jantung mengalir dari pacemaker (sumber impuls), yang
normalnya adalah NSA, menyebar menuju cabang-cabang konduktor. Aliran
menyebar ke berbagai arah.
Depolarisasi dan repolarisasi ini dipicu oleh sumber listrik dan
dihantarkan oleh jalur konduksi. Dan yang terekam oleh ECG adalah
gambaran depolarisasi dan repolarisasi dari jantung. Nodus sinus
mencetuskan impuls secara spontan (peristiwa ini tidak terlihat pada EKG),
dan sebuah gelombang depolarisasi mulai menyebar ke seluruh miokard
atrium sama. Depolarisasi sel miokard atrium menyebabkan atrium
berkontraksi.
Selama depolarisasi dan kontraksi atrium, elektroda yang
ditempatkan pada permukaan tubuh merekam aktivitas listrik kecil yang
berlangsung sepersekian detik. Aktivitas listrik ini disebut gelombang P,
yang merupakan rekaman penyebaran depolarisasi melalui miokard atrium
mulai dari awai sampai akhir. Selama depolarisasi dan kontraksi atrium,

9
Karena nodus sinus terletak di atrium kanan, atrium kanan berdepolarisasi
dulu sebelum atrium kiri dan juga selesai lebih awal. Oleh karena itu, bagian
pertama gelombang P terutama menggambarkan depolarisasi atrium kanan
dan bagian kedua menggambarkan depolarisasi atrium kiri. elektroda yang
ditempatkan pada permukaan tubuh merekam aktivitas listrik kecil yang
berlangsung sepersekian detik. Aktivitas listrik ini disebut gelombang P,
yang merupakan rekaman penyebaran depolarisasi melalui miokard atrium
mulai dari awai sampai akhir. Perlambatan konduksi fisiologik ini Penting
agar atrium menyelesaikan kontraksinya sebelum ventrikel mulai
berkontraksi.
Setelah kira-kira sepersepuluh detik, gelombang depolarisasi lolos
dari nodus AV dan menjalar dengan cepat menuju kedua ventrikel melalui sel
penghantar listrik khusus. Berkas His keluar dari nodus AV dan segera
bercabang menjadi cabang berkas kanan dan kiri. Cabang berkas ksnan
membawa arus listrik menuju sisi kanan septum interventrikel hingga ke
apeks ventrikel kanan. Cabang berkas kanan dan cabang berkas kiri serta
fasikulanya berujung pada serat Purkinje yang sangat halus dan tidak
terhitung jumlahnya, menyerupai ranting-ranting kecil yang keluar dari
cabang pohon. Serabut-serabut ini menghantarkan listrik ke dalam
miokardium ventrikel. Bagian paling awal pada kompleks QRS
menggambarkan depolarisasi septum interventrikel oleh fasikula septum yang
berasal dari cabang berkas kiri. Ventrikel kanan dan kiri kemudian
berdepolarisasi.
Setelah sel miokardium berdepolarisasi, mereka mengalami masa
refrakter singkat. Selama masa itu, mereka kebal terhadap rangsangan lebih
lanjut. Kemudian, mereka berepolarisasi, artinya memulihkan
elektronegativitas bagian dalamnya agar dapat dirangsang kembali. Seperti
juga gelombang depolarisasi, terdapat juga gelombang repolarisasi. Hal ini

10
juga terlihat pada EKG. Repolarisasi ventrikel menghasilkan gelombang
ketiga pada EKG, yaitu gelombang T.

Interval PR meliputi gelombang P dan garis lurus yang


menghubungkannya dengan kompleks QRS. Oleh karena itu, ia mengukur
waktu mulai dari awal depolarisasi atrium hingga awal depolarisasi ventrikel.
Segmen PR adalah garis lurus yang berjalan mulai dari akhir
gelombang P hingga awal kompleks QRS. Oleh karena itu, ia mengukur
waktu mulai dari akhir depolarisasi atrium hingga awal depolarisasi ventrikel.
Segmen T adalah garis lurus yang menghubungkan akhir kompleks
QRS dengan awal gelombang T. Ia mengukur waktu mulai dari akhir
depolarisasi ventrikel hingga awal repolarisasi ventrikel
Interval T meliputi kompleks QRS segmen ST dan gelombang T.
oleh karena itu, ia mengukur waktu mulai dari awal depolarisasi ventrikel
sampai akhir repolarisasi ventrikel.
Istilah interval QRS digunakan untuk menggambarkan durasi
kompleks QRS saja tanpa segmen penghubung apapun. sudah jelas bahwa ia
mengukur durasi depolarisasi ventrikel.

11
Vektor adalah arah dan kekuatan rata-rata alliran impuls listrik
yang terjadi pada jantung. Aksis adalah sudut yang dibentuk oleh vektor
listrik terhadap garis horizontal dan dapat digunakan untuk membantu
menemukan kelainan yang terjadi pada jantung.

12
Contoh gambaran ECG pada henti jantung

d. Penatalaksanaan
Saat merawat pasien dalam serangan jantung, sedikit atau tidak
diperlukan pemeriksaan darah atau tes pencitraan. Jika seseorang dapat
memperoleh tes di tempat perawatan, tingkat kalium dan glukosa mungkin
bermanfaat. Ultrasound di tempat perawatan untuk mencari aktivitas jantung
juga dapat bermanfaat jika tidak mengganggu upaya resusitasi.4
Pasien dengan henti jantung membutuhkan penatalaksanaan dan
manajemen yang cepat. Apabila henti jantung dapat diidentifikasi lebih cepat
pada kondisi yang spesifik dan etiologi, terdapat kemungkinan terjadinya
ROSC (Return Of Spontaneous Circuation). Seorang pasien dalam serangan
jantung dirawat dalam berbagai tahap. Intervensi yang telah terbukti untuk
membalikkan serangan jantung termasuk CPR dini dan defibrilasi dini.
Langkah awal melibatkan identifikasi dan langkah-langkah dasar pendukung
kehidupan. Jika defibrilasi akses publik tersedia, itu harus diaktifkan dan
digunakan jika perlu. Selanjutnya, langkah-langkah pendukung kehidupan
lanjut digunakan, termasuk pemberian obat intravena atau intraoseus. Jika

13
kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) diperoleh, pasien akan menjalani
perawatan pasca resusitasi dengan manajemen jangka panjang berikutnya.1,4
Identifikasi korban henti jantung termasuk memastikan pasien tidak
responsif, tanpa denyut nadi sentral dan tidak bernapas secara normal.
Setelah seorang korban diidentifikasi, CPR langsung dan aktivasi sistem
tanggap darurat harus menjadi prioritas.4
Algoritma di bawah adalah algortima yang harus diketahui untuk
resusitasi henti jantung pada orang dewasa. Algortima tersebut dibagi
menjadi 2 jalur. Sesuai dengan irama korban yaitu shockable (VF/pulseless
VT) dan non shockable (Asystole / PEA).1

14
Irama Shockable menggunakan jalur sebelah kiri. Karena pasien
dengan henti jantung tiba-tiba dapat memiliki gambaran VF dalam waktu
yang sama. Tatalaksana yang cepat pada VF adalah salah satu hal terbaik
untuk memulihkan sirkulasi secara spontan. Tatalaksana Pulseless VT sama
dengan VF yaitu pemberian CPR hingga defibrilator tersedia. Pada sisi

15
sebelah kanan, tindakan yang di lakukan adalah pada pasien dengan non
shockable yaitu asistole dan PEA.1

1) Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat


Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak
responsive maka petugas kesehatan harus mengamankan tempat
kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak
dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak
bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon
dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus
memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan
reaksi. Akan lebih baik bila penolong juga memeriksa

16
pernapasan dan denyut nadi korban seiring pemeriksaan respon
pasien agar tidak menunda waktu dilakukannya RJP.
2) Resusitasi Jantung Paru dini
Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar
18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang
berkualitas adalah:
 Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100
kali per menit dan maksimal 120 kali per menit. Pada
kecepatan lebih dari 120 kali / menit, kedalaman kompresi
akan berkurang seiring semakin cepatnya interval kompresi
dada.
 Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci
(5 cm) dan kedalaman maksimal 2,4 inci (6 cm).
Pembatasan kedalaman kompresi maksimal diperuntukkan
mengurangi potensi cedera akibat kedalaman kompresi yang
berlebihan. Pada pasien bayi minimal sepertiga dari
diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4
cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak
dalam masa pubertas (remaja), kedalam kompresi dilakukan
seperti pada pasien dewasa.
 Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah
bawah sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di
bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di
tempat tidur.
 Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi.
Selama melakukan siklus kompresi dada, penolong harus
membolej\hkan rekoil dada penuh dinding dada setelah
setiap kompresi; dan untuk melakukan hal tersebut penolong

17
tidak boleh bertumpu di atas dada pasien setelah setiap
kompresi.
 Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong
harus berupaya meminimalkan frekuensi dan durasi
gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan jumlah
kompresi yang dilakukan per menit.
 Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang
belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt – chin
lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
 Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi
sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik
diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk
memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
 Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa
endotrakeal, Combitube, atau saluran udar masker laring),
penolong perlu memberikan 1 napas buatan setiap 6 detik
(10 napas buatan per menit) untuk pasien dewasa, anak-
anak, dan bayi sambil tetap melakukan kompresi dada
berkelanjutan
 Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada
bergantian setiap 2 menit.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun
membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan
kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan
memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2.

18
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis
datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus
terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan
lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi
otomatis atau pemasangan advance airway.1

3) Alat defibrilasi otomatis


 AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia.
Bila AED belum tiba, lakukan kompresi dada dan ventilasi
dengan rasio 30 : 2. Defibrilasi / shock diberikan bila ada
indikasi / instruksi setelah pemasangan AED. Pergunakan
program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme
tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan
terapi shock sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2
menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak
dapat diterapi shock lanjutkan RJP selama 2 menit dan
periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut
hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support)
datang, atau korban mulai bergerak.1

19
a. Cardiac Arrest : VF / Pulseless VT Case
Pada algortima tersebut, dilakukannya tindakan sesuai dengan BLS
(Basic Life Support) yaitu pengaktifan respon emergensi, Melakukan CPR,
Melakukan manual defibrilator, dan pemberian shock pertama.1
Tim ACLS datang dan melakukan intervensi dan tindakan yang
dibutuhkan. Ketua tim melakukan tindakan sesuai algoritma pada sisi kiri.
Anggota tim harus melakukan CPR hingga defibrilator datang dan siap
diberikan kepada pasien. Ketua tim bertanggung jawab untuk melakukan
intervensi gangguan minimal pada CPR.
Lakukan CPR saat defibrillator sedang charging. Interval antara
kompresi terakhir dan kejutan listrik bisa meningkatkan keselamatan pasien.
Lakukan kejutan listrik saat kompresor mengangkat tangan dan berkata
“clear” yang menandakan tidak berkontak dengan pasien. Berikan kejutan
listrik sesuai dengan dosis energoi yang akan dikeluarkan. Monopasik atau
bipasik. Apabila monopasik, berikan kejutan dengan enegri 360-J. apabila
bipasik berikan dosis energi dengan range tertentu. Apabila tidak mengetahui
dosis kejutannya, berikan dosis maksimal untuk pertama kali. Setelah
dilakukan kejut listrik, langsung lakukan CPR dan kompresi dada pada
pasien selama 2 menit.1
Pemberian defibrilator tidak memulai ulang jantung namun
mengejutkan jantung dan menghentikan segala aktivitas listrik pada jantung.
Jantung masih dapat berjalan terus dan timbulnya pacemaker normal
menyatakan bahwa pasien ROSC. Pada satu menit pertama setelah dilakukan
defibrilation, ritme spontan biasanya lambat dan tidak menimbulkan denyut
yang adekuat atau tidak terdapat perfusi yang adekuat. Pasien membutuhkan
CPR (dimulai dengan kompresi dada) beberapa menit hingga fungsi jantung
kembali adekuat. Itulah mengapa pentingnya melakukan CPR kualitas tinggi
yang diawali dengan kompresi dada setelah shock pertama.1

20
,jarak waktu collapse hingga dilakukannya defibrilatrion adalah
determinan yang sangat penting untuk menilai keselamatan dari korban.
Semakin cepat waktunya, semakin tinggi tingkat keselamatan pada korban.
Pada VF, CPR dapat menyalurkan sedikit darah ke jantung dan otak namun
tidak bisa memperbaiki irama jantung. Lebih awal diberikan kejut listrik,
lebih tinggi tingkat keberhasilan pasien. Pada kondisi VF.1
Setiap menit yang berlalu antara kejadian tidak sadar hingga
pemberia defibrilator menurunkan kesempatan untuk selamat kira-kira 7%
hingga 10% per menit apabila tidak dilakukan CPR dan apabila dilakukan
CPR, kira-kira 3%-4% per menit.1
Untuk meningkatkan keselamatan dalam penggunaan defibrilator,
selalu memberitahu bahwa akan dilakukan kejutan listrik. Katakan dengan
jelas sebelum ingin melakukan kejutan listrik.
“Clear. Shocking”
 Memeriksa kembali untuk memastikan tidak ada yang berkontak
dengan pasien dan peralatan
 Lakukan pemeriksaan visual untuk memastikan ulang bahwa
tidak ada yang menyentuh pasien
 Memastikan oksigen tidak mengalir ke dada pasien.
Saat melakukan kejut listrik, operator harus melihat wajah pasien,
bukan melihat ke mesin. Hal tersebut berguna untuk memastikan
petugas CPR dan yang lainnya tidak menyentuh pasien.

Setelah itu dilakukan pengulangan CPR yang dimulai dengan


kompresi dada, tidak perlu melakukan pemeriksaan ritme jantung atau
pemeriksaan nadi kecuali adanya respon dan ROSC serta lakukan
pemasangan Akses IV/IO. Pemeriksaan ritme dilakukan setelah 2 menit
setelah dilakukan CPR. Pemeriksaan dari ritme tidak boleh lebih dari 10
detik. Apabila ritme diketahui dan nadi teraba, lakukan penatalaksanaan post

21
cardiac arrest. Apabila ritmenya non shockable dan tidak teraba nadi,
lakukan jalur asistole / PEA pada Cardiac Arrest Algoritma. Apabila
ritmenya shockable, berikan 1 kejutan listrik dan lanjutkan CPR hingga 2
menit setelah diberikan kejutan listrik.1
Setelah jalur IV/IO telah dipasang, berikan epinephrine selama CPR
setelah kejutan ke dua. Epinephrine 1 mg /IV atau IO. Diulang selama 3
hingga 5 menit.1
Ephineprine digunakan selama resusitasi untuk vasokonstriksi
pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran darah ke otak dan arteri
koroner dengan cara meningkatkan MAP dan aortic pressure.1
Setelah itu lakukan pengecheckan ulang dan mengikuti jalur
algoritma. Apabila hasil dari pemeriksaan ritme, didapatkan shockable,
dilanjutkan dengan langkah nomor 8. berikan 1 kejutan listrik, CPR ulang
hingga 2 menit. Berikan obat antiaritmia seperti amiodaron dan lidokain.1
Amiodaron 300mg IV/IO di injeksikan, lalu dapat diberikan
tambahan 150mg IV/IO. Amiodaron adalah antiaritmmia kelas III yaitu
memblok kanal sodium pada pacemaker yang cepat. Lidokain dapat juga
diberikan apabila amiodaron tidak tersedia yaitu 1.5mg/Kg IV/IO pada dosis
pertama dan 0,5 hingga 0,75 mg/Kg IV/IO dengan interval 5 hingga 10
menit. Dengan dosis maksimum 3mg/kg. Lidokain menekan konduksi
otomatis pada jaringan di jantung dan memblokade permeabilitas dari
membran saraf untuk menghambat ion sodium.1
Rute masuk obat sangat penting dalam cardiac arrest. Jalur yang
bisa diberikan adalah rute intravena, intraosseus dan endotracheal.

b. Cardiac Arrest : Pulseless Activity Case (PEA)


PEA tergabung dengan beberapa group ritme jantung yang
terorganisiratau semi-terorganisir namun nadi tidak teraba yaitu ritme
idioventrikular, ventrikular escape rhytms, sinus rhytms dan lain -lain.

22
Seluruh ritme yang dapat terorganisir, bahkan irama sinus, dengan nadi yang
tidak teraba dikatakan PEA.1
Alur dari PEA, lakukan CPR kualitas tinggi pada korban, lakukan
pemeriksaan nadi dan ritme dalam waktu 10 detik. Pasangkan monitor pada
korban, pasangkan jalur IV/IO akses setelah pemasangan oksigen pada
pasien. Setelah itu periksa ulang nadi pasien selama 10 detik dan lakukan
CPR. Berikan epinephrine setelah jalur IV atau IO telah diberikan,
ephinephrine diberikan 1 mgIV/IO, diulang 3 - 5 menit. Periksa ulang irama
jantung.1

c. Cardiac Arrest : Asystole Case


Asistole adalah henti jantung yang diasosiasikan dengan tidak
adanya tanda-tanda aktivitas listrik (terdapat garis lurus pada gambaran
ECG). sering mewakili dari irama yang terakhir. Fungsi jantung tidak ada
lagi sehingga listrik dan fungsi dari jantung berhenti dan korban dinyatakan
meninggal.1

CPR dihentikan di lingkungan rumah sakit dengan berbagai faktor


yaitu :
1. Waktu antara hilang kesadaran dengan CPR
2. Waktu antara hilang kesadaran dengan defribilasi pertama
3. Penyakit komorbid
4. Status pre-arrest
5. Irama awal
6. Respon terhadap resusitasi
7. ETCO2 kurang dari 10 setelah 20 menit CPR

CPR diluar rumah sakit dapat dihentikan apabila terjadi beberapa


kondisi sebagai berikut :

23
1. ROCS
2. Transfer pasien kepada tenaga ahli yang lebih profesional
3. Adanya tanda-tanda kematian yang irreversible
4. Pelaku CRP kelelahan atau dapat menyebabkan bahaya pada
diri sendiri atau lingkungan sekitar
5. Adanya tanda DNAR.

24
BAB III
KESIMPULAN

1. Cardiac Arrest atau henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas


jantung sehingga korban menjadi tidak responsif, tanpa pernapasan normal
dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi. Jika tindakan ini tidak di lakukan
tindakan dengan cepat, akan menyebabkan kematian yang tiba-tiba (sudden
death).
2. Sesuai dengan ritme jantungnya, henti jantung dibagi menjadi 2 yaitu
shockable dan non shockable. Cardiac arrest shockable adalah Ventrikel
Fibrilasi atau Pulseless Ventrikular Takikardi sedangkan non shockable
adalah Pulseless Electrical Activity dan Asistol.
3. Tatalaksana pada cardiac arrest menggunakan Adult Cardiac Arrest
Algorithm.

25
Daftar Pustaka

1. American Heart Association (2016). Advanced Cardiovaskular Life Support :


Provider Manual. United States America : Orora Visual.

2. American Heart Association (2014). About Cardiac Arrest. Available at


http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/About-
CardiacArrest_UCM_307905_Article.jsp Cited in 12 March 2020.

3. Snell RS (2006). Anatomi jantung dalam Buku ajar anatomi klinik. Jakarta :
EGC.

4. Patel K & Hipskind JE. (2020). Cardiac Arrest. Available at


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534866/#_NBK534866_pubdet_
Cited in 12 March 2020

5. Ali A Sovari. (2014). Sudden Cardiac Death. Available at


https://emedicine.medscape.com/article/151907-overview. cited in 12 March
2020

26

Anda mungkin juga menyukai