Orca
Orca
CARDIAC ARREST
Oleh :
Pembimbing :
Dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An
2020
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Referrat
Judul:
CARDIAC ARREST
Oleh:
Reval Zakyal Govind S.Ked (712018064)
Telah dilaksanakan pada bulan Maret 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Anestesiologi
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
iii
dr. Mayang Indah Lestari
Sp.An.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referrat yang berjudul
“cardiac Arrest” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian Ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Mayang Indah Lestari Sp.An. selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di bagian Ilmu Anestesiologi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan,
serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
iv
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................26
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
kematian akibat henti jantung menempati urutan 3 besar penyebab kematian
terbanyak. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan laporan kematian mendadak
akibat masalah henti jantung.2
Data yang sama juga menunjukkan bahwa frekuensi SCA akan meningkat
seiring dengan peningkatan penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke, yang
diperkirakan mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Sementara itu, dari
data PERKI pada tahun 2016 menemukan bahwa angka kejadian henti jantung
mendadak berkisar antara 300.000 - 350.000 insiden setiap tahunnya.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri
antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang
berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan
epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan
berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan
yang paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot jantung yang
berperan penting dalam memompa darah melalui pembuluh arteri. Lapisan
terakhir adalah lapisan endocardium.3
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium
dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan
serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Keempat rongga tersebut
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
dinding otot yang dikenal dengan istilah septum. Sesuai dengan etimologis,
jantung pada dunia medis memiliki istilah cardio yang berasal dari bahasa
latin cor.3
4
1. Pericardium
Perikardium merupakan semancam kantung dengan 2 lapisan
yang mengelilingi jantung. Lapisan serosa yang dalam (perikardium
viseralis) menempel ke bagian luar dinding jantung dipisahkan dari
pericard parietalis oleh lapisan tipis cairan pericardium.3
2. Katup Jantung
Ada 4 tipe katup jantung yang mengatur aliran darah dalam jantung,
yaitu:
Katup trikuspid: mengatur aliran darah antara atrium kanan dan
ventrikel kanan
Katup pulmonalis mengontrol aliran darah dari ventrikel kanan
ke arteri pulmonalis, yang membawa darah ke paru untuk
mengambil oksigen
Katup mitral membiarkan darah kaya oksigen dari paru yang
masuk ke atrium kiri untuk menuju ventrikel kiri
Katup aorta memberikan jalan bagi darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri ke aorta, arteri terbesar tubuh yang nantinya akan
5
dikirim ke seluruh tubuh Katup trikuspid dan katup mitral
dihubungkan oleh chorda tendinae ke papillary muscle. Hal ini
mencegah regurgutasi saat ventikel kontraksi.3
3. Sistem Konduksi
6
II. CARDIAC ARREST
a. Definisi Cardiac Arrest
Cardiac Arrest atau henti jantung adalah penghentian tiba-tiba
aktivitas jantung sehingga korban menjadi tidak responsif, tanpa pernapasan
normal dan tidak ada tanda-tanda sirkulasi. Jika tindakan ini tidak di
lakukan tindakan dengan cepat, akan menyebabkan kematian yang tiba-tiba
(sudden death).1
Sesuai dengan ritme jantungnya, henti jantung dibagi menjadi 2
yaitu shockable dan non shockable. Cardiac arrest shockable adalah
Ventrikel Fibrilasi atau Pulseless Ventrikular Takikardi sedangkan non
shockable adalah Pulseless Electrical Activity dan Asistol.1
7
Etiologi pada cardiac arrest
H’s T’s
Hypovolemia Tension Pneumothorak
Hypoxia Tamponade (Cardiac)
Hydrogen Toxins
Hypo-/Hyperkalemia Thrombosis (pulmonary)
Hypothermia Thrombosis (Coronary)
c. Diagnosa
Pada banyak pasien, terdapat gejala awal dapat mendahului henti
jantung. Namun, seringkali gejala-gejala ini tidak dikenali atau diabaikan
oleh individu tersebut. Banyak pasien yang selamat dari serangan jantung
mengalami amnesia, tidak memungkinkan untuk mengingat gejala sebelum
suatu kejadian. Data yang diperoleh dari mereka yang tidak menderita
amnesia, dari anggota keluarga dan / atau dari mereka yang menyaksikan
acara tersebut menunjukkan bahwa gejala yang paling umum adalah nyeri
dada. Secara tepat, ini mencerminkan presentasi iskemia koroner akut yang
paling umum.4
8
Seseorang yang ditemukan mengalami serangan jantung akan
menjadi tidak responsif, tanpa denyut nadi, dan tidak akan bernapas.
Penilaian cepat dari ujung kepala hingga ujung kaki akan membantu
memandu perawatan.4
Dengan korban yang di duga terdapat Cardiac Arrest, team leader
harus dapat mengetahui cardiac arrest tipe shockable atau non shockable
dengan memasang monitor. Apakah ritmenya tipe Ventricular Fibrilation,
Pulseless Ventricular Tachycardia, Asystole, atau Pulseless Electrical
Activity.1
Jantung dihidupi oleh aktivitas listriknya, aktivitas listrik jantung
terdapat 2 hal yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah
perubahan listrik sel jantung akibat pergeseran elektrolit pada membran sel
yang menstimulasi serat otot untuk berkontraksi dan repolarisasi adalah
pompa kimiawai yang mengembalikan kondisi listrik sel-sel jantung.
Listrik jantung mengalir dari pacemaker (sumber impuls), yang
normalnya adalah NSA, menyebar menuju cabang-cabang konduktor. Aliran
menyebar ke berbagai arah.
Depolarisasi dan repolarisasi ini dipicu oleh sumber listrik dan
dihantarkan oleh jalur konduksi. Dan yang terekam oleh ECG adalah
gambaran depolarisasi dan repolarisasi dari jantung. Nodus sinus
mencetuskan impuls secara spontan (peristiwa ini tidak terlihat pada EKG),
dan sebuah gelombang depolarisasi mulai menyebar ke seluruh miokard
atrium sama. Depolarisasi sel miokard atrium menyebabkan atrium
berkontraksi.
Selama depolarisasi dan kontraksi atrium, elektroda yang
ditempatkan pada permukaan tubuh merekam aktivitas listrik kecil yang
berlangsung sepersekian detik. Aktivitas listrik ini disebut gelombang P,
yang merupakan rekaman penyebaran depolarisasi melalui miokard atrium
mulai dari awai sampai akhir. Selama depolarisasi dan kontraksi atrium,
9
Karena nodus sinus terletak di atrium kanan, atrium kanan berdepolarisasi
dulu sebelum atrium kiri dan juga selesai lebih awal. Oleh karena itu, bagian
pertama gelombang P terutama menggambarkan depolarisasi atrium kanan
dan bagian kedua menggambarkan depolarisasi atrium kiri. elektroda yang
ditempatkan pada permukaan tubuh merekam aktivitas listrik kecil yang
berlangsung sepersekian detik. Aktivitas listrik ini disebut gelombang P,
yang merupakan rekaman penyebaran depolarisasi melalui miokard atrium
mulai dari awai sampai akhir. Perlambatan konduksi fisiologik ini Penting
agar atrium menyelesaikan kontraksinya sebelum ventrikel mulai
berkontraksi.
Setelah kira-kira sepersepuluh detik, gelombang depolarisasi lolos
dari nodus AV dan menjalar dengan cepat menuju kedua ventrikel melalui sel
penghantar listrik khusus. Berkas His keluar dari nodus AV dan segera
bercabang menjadi cabang berkas kanan dan kiri. Cabang berkas ksnan
membawa arus listrik menuju sisi kanan septum interventrikel hingga ke
apeks ventrikel kanan. Cabang berkas kanan dan cabang berkas kiri serta
fasikulanya berujung pada serat Purkinje yang sangat halus dan tidak
terhitung jumlahnya, menyerupai ranting-ranting kecil yang keluar dari
cabang pohon. Serabut-serabut ini menghantarkan listrik ke dalam
miokardium ventrikel. Bagian paling awal pada kompleks QRS
menggambarkan depolarisasi septum interventrikel oleh fasikula septum yang
berasal dari cabang berkas kiri. Ventrikel kanan dan kiri kemudian
berdepolarisasi.
Setelah sel miokardium berdepolarisasi, mereka mengalami masa
refrakter singkat. Selama masa itu, mereka kebal terhadap rangsangan lebih
lanjut. Kemudian, mereka berepolarisasi, artinya memulihkan
elektronegativitas bagian dalamnya agar dapat dirangsang kembali. Seperti
juga gelombang depolarisasi, terdapat juga gelombang repolarisasi. Hal ini
10
juga terlihat pada EKG. Repolarisasi ventrikel menghasilkan gelombang
ketiga pada EKG, yaitu gelombang T.
11
Vektor adalah arah dan kekuatan rata-rata alliran impuls listrik
yang terjadi pada jantung. Aksis adalah sudut yang dibentuk oleh vektor
listrik terhadap garis horizontal dan dapat digunakan untuk membantu
menemukan kelainan yang terjadi pada jantung.
12
Contoh gambaran ECG pada henti jantung
d. Penatalaksanaan
Saat merawat pasien dalam serangan jantung, sedikit atau tidak
diperlukan pemeriksaan darah atau tes pencitraan. Jika seseorang dapat
memperoleh tes di tempat perawatan, tingkat kalium dan glukosa mungkin
bermanfaat. Ultrasound di tempat perawatan untuk mencari aktivitas jantung
juga dapat bermanfaat jika tidak mengganggu upaya resusitasi.4
Pasien dengan henti jantung membutuhkan penatalaksanaan dan
manajemen yang cepat. Apabila henti jantung dapat diidentifikasi lebih cepat
pada kondisi yang spesifik dan etiologi, terdapat kemungkinan terjadinya
ROSC (Return Of Spontaneous Circuation). Seorang pasien dalam serangan
jantung dirawat dalam berbagai tahap. Intervensi yang telah terbukti untuk
membalikkan serangan jantung termasuk CPR dini dan defibrilasi dini.
Langkah awal melibatkan identifikasi dan langkah-langkah dasar pendukung
kehidupan. Jika defibrilasi akses publik tersedia, itu harus diaktifkan dan
digunakan jika perlu. Selanjutnya, langkah-langkah pendukung kehidupan
lanjut digunakan, termasuk pemberian obat intravena atau intraoseus. Jika
13
kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) diperoleh, pasien akan menjalani
perawatan pasca resusitasi dengan manajemen jangka panjang berikutnya.1,4
Identifikasi korban henti jantung termasuk memastikan pasien tidak
responsif, tanpa denyut nadi sentral dan tidak bernapas secara normal.
Setelah seorang korban diidentifikasi, CPR langsung dan aktivasi sistem
tanggap darurat harus menjadi prioritas.4
Algoritma di bawah adalah algortima yang harus diketahui untuk
resusitasi henti jantung pada orang dewasa. Algortima tersebut dibagi
menjadi 2 jalur. Sesuai dengan irama korban yaitu shockable (VF/pulseless
VT) dan non shockable (Asystole / PEA).1
14
Irama Shockable menggunakan jalur sebelah kiri. Karena pasien
dengan henti jantung tiba-tiba dapat memiliki gambaran VF dalam waktu
yang sama. Tatalaksana yang cepat pada VF adalah salah satu hal terbaik
untuk memulihkan sirkulasi secara spontan. Tatalaksana Pulseless VT sama
dengan VF yaitu pemberian CPR hingga defibrilator tersedia. Pada sisi
15
sebelah kanan, tindakan yang di lakukan adalah pada pasien dengan non
shockable yaitu asistole dan PEA.1
16
pernapasan dan denyut nadi korban seiring pemeriksaan respon
pasien agar tidak menunda waktu dilakukannya RJP.
2) Resusitasi Jantung Paru dini
Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar
18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang
berkualitas adalah:
Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100
kali per menit dan maksimal 120 kali per menit. Pada
kecepatan lebih dari 120 kali / menit, kedalaman kompresi
akan berkurang seiring semakin cepatnya interval kompresi
dada.
Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci
(5 cm) dan kedalaman maksimal 2,4 inci (6 cm).
Pembatasan kedalaman kompresi maksimal diperuntukkan
mengurangi potensi cedera akibat kedalaman kompresi yang
berlebihan. Pada pasien bayi minimal sepertiga dari
diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4
cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak
dalam masa pubertas (remaja), kedalam kompresi dilakukan
seperti pada pasien dewasa.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah
bawah sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di
bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di
tempat tidur.
Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi.
Selama melakukan siklus kompresi dada, penolong harus
membolej\hkan rekoil dada penuh dinding dada setelah
setiap kompresi; dan untuk melakukan hal tersebut penolong
17
tidak boleh bertumpu di atas dada pasien setelah setiap
kompresi.
Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong
harus berupaya meminimalkan frekuensi dan durasi
gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan jumlah
kompresi yang dilakukan per menit.
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang
belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt – chin
lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi
sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik
diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk
memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa
endotrakeal, Combitube, atau saluran udar masker laring),
penolong perlu memberikan 1 napas buatan setiap 6 detik
(10 napas buatan per menit) untuk pasien dewasa, anak-
anak, dan bayi sambil tetap melakukan kompresi dada
berkelanjutan
Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada
bergantian setiap 2 menit.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun
membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan
kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan
memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2.
18
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis
datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus
terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan
lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi
otomatis atau pemasangan advance airway.1
19
a. Cardiac Arrest : VF / Pulseless VT Case
Pada algortima tersebut, dilakukannya tindakan sesuai dengan BLS
(Basic Life Support) yaitu pengaktifan respon emergensi, Melakukan CPR,
Melakukan manual defibrilator, dan pemberian shock pertama.1
Tim ACLS datang dan melakukan intervensi dan tindakan yang
dibutuhkan. Ketua tim melakukan tindakan sesuai algoritma pada sisi kiri.
Anggota tim harus melakukan CPR hingga defibrilator datang dan siap
diberikan kepada pasien. Ketua tim bertanggung jawab untuk melakukan
intervensi gangguan minimal pada CPR.
Lakukan CPR saat defibrillator sedang charging. Interval antara
kompresi terakhir dan kejutan listrik bisa meningkatkan keselamatan pasien.
Lakukan kejutan listrik saat kompresor mengangkat tangan dan berkata
“clear” yang menandakan tidak berkontak dengan pasien. Berikan kejutan
listrik sesuai dengan dosis energoi yang akan dikeluarkan. Monopasik atau
bipasik. Apabila monopasik, berikan kejutan dengan enegri 360-J. apabila
bipasik berikan dosis energi dengan range tertentu. Apabila tidak mengetahui
dosis kejutannya, berikan dosis maksimal untuk pertama kali. Setelah
dilakukan kejut listrik, langsung lakukan CPR dan kompresi dada pada
pasien selama 2 menit.1
Pemberian defibrilator tidak memulai ulang jantung namun
mengejutkan jantung dan menghentikan segala aktivitas listrik pada jantung.
Jantung masih dapat berjalan terus dan timbulnya pacemaker normal
menyatakan bahwa pasien ROSC. Pada satu menit pertama setelah dilakukan
defibrilation, ritme spontan biasanya lambat dan tidak menimbulkan denyut
yang adekuat atau tidak terdapat perfusi yang adekuat. Pasien membutuhkan
CPR (dimulai dengan kompresi dada) beberapa menit hingga fungsi jantung
kembali adekuat. Itulah mengapa pentingnya melakukan CPR kualitas tinggi
yang diawali dengan kompresi dada setelah shock pertama.1
20
,jarak waktu collapse hingga dilakukannya defibrilatrion adalah
determinan yang sangat penting untuk menilai keselamatan dari korban.
Semakin cepat waktunya, semakin tinggi tingkat keselamatan pada korban.
Pada VF, CPR dapat menyalurkan sedikit darah ke jantung dan otak namun
tidak bisa memperbaiki irama jantung. Lebih awal diberikan kejut listrik,
lebih tinggi tingkat keberhasilan pasien. Pada kondisi VF.1
Setiap menit yang berlalu antara kejadian tidak sadar hingga
pemberia defibrilator menurunkan kesempatan untuk selamat kira-kira 7%
hingga 10% per menit apabila tidak dilakukan CPR dan apabila dilakukan
CPR, kira-kira 3%-4% per menit.1
Untuk meningkatkan keselamatan dalam penggunaan defibrilator,
selalu memberitahu bahwa akan dilakukan kejutan listrik. Katakan dengan
jelas sebelum ingin melakukan kejutan listrik.
“Clear. Shocking”
Memeriksa kembali untuk memastikan tidak ada yang berkontak
dengan pasien dan peralatan
Lakukan pemeriksaan visual untuk memastikan ulang bahwa
tidak ada yang menyentuh pasien
Memastikan oksigen tidak mengalir ke dada pasien.
Saat melakukan kejut listrik, operator harus melihat wajah pasien,
bukan melihat ke mesin. Hal tersebut berguna untuk memastikan
petugas CPR dan yang lainnya tidak menyentuh pasien.
21
cardiac arrest. Apabila ritmenya non shockable dan tidak teraba nadi,
lakukan jalur asistole / PEA pada Cardiac Arrest Algoritma. Apabila
ritmenya shockable, berikan 1 kejutan listrik dan lanjutkan CPR hingga 2
menit setelah diberikan kejutan listrik.1
Setelah jalur IV/IO telah dipasang, berikan epinephrine selama CPR
setelah kejutan ke dua. Epinephrine 1 mg /IV atau IO. Diulang selama 3
hingga 5 menit.1
Ephineprine digunakan selama resusitasi untuk vasokonstriksi
pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran darah ke otak dan arteri
koroner dengan cara meningkatkan MAP dan aortic pressure.1
Setelah itu lakukan pengecheckan ulang dan mengikuti jalur
algoritma. Apabila hasil dari pemeriksaan ritme, didapatkan shockable,
dilanjutkan dengan langkah nomor 8. berikan 1 kejutan listrik, CPR ulang
hingga 2 menit. Berikan obat antiaritmia seperti amiodaron dan lidokain.1
Amiodaron 300mg IV/IO di injeksikan, lalu dapat diberikan
tambahan 150mg IV/IO. Amiodaron adalah antiaritmmia kelas III yaitu
memblok kanal sodium pada pacemaker yang cepat. Lidokain dapat juga
diberikan apabila amiodaron tidak tersedia yaitu 1.5mg/Kg IV/IO pada dosis
pertama dan 0,5 hingga 0,75 mg/Kg IV/IO dengan interval 5 hingga 10
menit. Dengan dosis maksimum 3mg/kg. Lidokain menekan konduksi
otomatis pada jaringan di jantung dan memblokade permeabilitas dari
membran saraf untuk menghambat ion sodium.1
Rute masuk obat sangat penting dalam cardiac arrest. Jalur yang
bisa diberikan adalah rute intravena, intraosseus dan endotracheal.
22
Seluruh ritme yang dapat terorganisir, bahkan irama sinus, dengan nadi yang
tidak teraba dikatakan PEA.1
Alur dari PEA, lakukan CPR kualitas tinggi pada korban, lakukan
pemeriksaan nadi dan ritme dalam waktu 10 detik. Pasangkan monitor pada
korban, pasangkan jalur IV/IO akses setelah pemasangan oksigen pada
pasien. Setelah itu periksa ulang nadi pasien selama 10 detik dan lakukan
CPR. Berikan epinephrine setelah jalur IV atau IO telah diberikan,
ephinephrine diberikan 1 mgIV/IO, diulang 3 - 5 menit. Periksa ulang irama
jantung.1
23
1. ROCS
2. Transfer pasien kepada tenaga ahli yang lebih profesional
3. Adanya tanda-tanda kematian yang irreversible
4. Pelaku CRP kelelahan atau dapat menyebabkan bahaya pada
diri sendiri atau lingkungan sekitar
5. Adanya tanda DNAR.
24
BAB III
KESIMPULAN
25
Daftar Pustaka
3. Snell RS (2006). Anatomi jantung dalam Buku ajar anatomi klinik. Jakarta :
EGC.
26