Kearifan Lokal
Kearifan Lokal
Menurut definisi yang dikemukakan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia (2006),
dapat diartikan bahwa kearifan lokal didefinisikan sebuah pandangan hidup dan
sistem pengetahuan serta beragam strategi hidup yang dapat diwujudkan dalam
aktivitas yang dilaksanakan masyarakat lokal dalam mengatasi masalah-masalah
yang terkait untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut[1].
Menurut Said dalam Masruddin (2010) kearifan lokal adalah suatu pandangan hidup,
pengetahuan dan ilmu pengetahuan dan berbagai upaya kehidupan yang diwujudkan
dalam aktivitas yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat dalam mengatasi
berbagai persoalan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup mereka[1].
Menurut Marfai (2013) kearifan lokal merupakan suatu bentuk tata nilai, persepsi,
sikap, perilaku, dan respons suatu masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan
sistem kehidupan dengan alam dan lingkungan tempatnya secara arif. Local
wisdom sebagai suatu pengetahuan, pemahaman kolektif, dan kebijaksanaan yang
mempengaruhi penanggulangan suatu masalah kehidupan atau keputusan
penyelesaian [2].
Ciri-Ciri Kearifan Lokal
Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” menyatakan
bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya
yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya
menjadi bermacam-macam.Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan
lokal yang ada dalam masyarakat berupa nilai, norma, kepercayaan dan aturan-aturan
khusus[5].
Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek (Azan,
2013) yaitu[5]:
Tekstual
Bangunan atau Aristektual
Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni)
Kuliner
b. Tidak Berwujud (intangible)
Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara verbal dan seni suara berupa nyanyian,
pantun, cerita, serat nilai-nilai ajaran tradisional. Serat ini disampaikan secara verbal dari
generasi ke generasi.
Beberapa kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia antara lain sebagai
berikut[5].
1. Kearifan lokal dalam karya-karya masyarakat, misalnya pada seni tekstil di Indonesia.
Masyarakat Jawa memiliki batik yang menjadi ciri khas dan kebanggan Indonesia. Tidak
hanya motifnya yang indah, namun di balik motif tersebut tersimpan makna yang
mendalam. Motif-motifbatik tersebut berisi nasihat, harapan dan doa kepada Tuhan.
2. Kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam, kearifan lokal mengajarkan kita
untuk tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan. Tentunya hal ini bukan tanpa maksud,
melainkan agar keberlanjutan hidup dan diri kita sendiri terus terjaga.
3. Kearifan lokal dalam mitos masyarakat, mitos terhadap pohon-pohon keramat banyak
dijumpai di berbagai wilayah Indonesia. Disadari, mitos ini sangat membantu
keseimbangan alam. Pohon besar secara ilmiah memang menyimpan cadangan air tanah
dan penyedia oksigen. Begitu pun mitos terhadap hewan yang dianggap keramat turut
menyumbang pelestarian hewan dari kepunahan.
4. Kearifan lokal dalam bidang pertanian, nenekmoyang kita telah meninggalkan sitem
pertanianyang ramah lingkungan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan,
contohnyasistem pertanian Nyabuk Gunung di Jawa Tengah dan Mitracai di Jawa Barat.
5. Kearifan lokal dalam cerita budaya, petuah dan sastra, contohnya suku Melayu terkenal
dengan seni sastranya. Lewat seni sastra suku Melayu menggambarkan kearifan lokal
yang wajib dijunjung tinggi.
Awig-awig adalah sebuah aturan adat yang mana menjadi pedoman untuk dalam hal bertindak
serta bersikap.
Utamanya dalam hal berinteraksi dan mengolah sumber daya alam serta lingkungan. Yang ada
dan dimiliki oleh masyarakat di daerah Bali dan Lombok Barat tersebut.
Lantas ada yang bertanya Apa isi awig-awig ? Sekilas awig-awig adalah pada dasarnya memuat
suatu hak dan kewajiban setiap warga desa adat maupun pakraman.
Yang mana apabila itu dilanggar akan ada reaksi dari masyarakat yang bersangkutan. Dimana
yang dalam pelaksanaannya sudah tentu akan dilaksanakan oleh para prajuru desa adat.
ad
Karena dialah yang diberikan kewenangan sebagai pengatur kesimbangan kehidupan masyarakat
desa tersebut.
Dimana tradisi ini sudah dilakukan terus secara turun menurun oleh masyarakat Luragung.
Disinilah sebagai upaya untuk terus melestarikan kebudayaan (Sunda/Jawa Barat).
Tidak hanya itu, budaya Cingcowong juga menunjukkan bagaimana suatu permintaan itu kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Agar pemanenan padi cepat selesai, sehingga setelah panen selesai akan diadakannya perayaan
sebagai suatu bentuk rasa syukur, atas panen padi yang sukses tersebut.
Tradisi ini juga menjadi bagian penting dalam merekatkan setiap masyarakat dengan cara
bergotong royong menanam dan memanen padi bersama-sama.
Dalam melestarikan hutan adat disana. Dimana ada peraturan yang dilakukan yaitu tidak boleh
menebang pohon di hutan yang ada di wilayah Hutan Larangan Adat tersebut.
Kearifan lokal di Riau ini jika melanggarnya maka akan ada sanksi, seperti dikenakan dena
beras 100 kg atau pun berupa uang sebanyak Rp. 6 juta.
Dimana disini ada banyak kearifan lokal yang menjadikan desa ini punya keunikan dan
kekhasnya sendiri.
Dimana tradisi kearifan lokal ini dilakukan oleh Suku Nias. Yang mana warga Nias menyebut
budaya Lompat Batu, dengan bahasa daerah dikenal sebagai Fahombo.
Tradisi ini hanya dilakukan oleh seorang laki laki Suku Nias saja. Dilansir Sosiologi.info dari
laman Kemensos.go.id menjelaskan bahwa tradisi kearifan lokal.
Lompat batu ini biasanya dilakukan oleh para pemuda dengan cara melompati tumpukkan batu
yang tingginya sekitar 2 meter.
Dimana itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa pemuda itu sudah pantas dianggap sebagai
orang dewasa secara fisik.
Berupaya menangkap Nyale atau cacing laut warna warni di Pantai Selatan Lombok.
Dimana kearifan lokal tahunan ini diselenggarakan pada setiap tanggal 20 bulam ke 10 yang
berdasarkan penanggalan masyarakat Sasak.
Warga Lombok percaya bahwa Nyale adalah merupakan jelmaan Putri Mandalika yang mana
seorang putri berparas cantik yang berkaitan erat dengan legenda Lombok Tengah.
8. Mekare-kare di Bali
Warga Pulau Dewata memang begitu banyak mempunyai keunikan budaya pada masyarakat
setempat. Nah salah satunya yaitu Mekare-kare.
Tradisi kearifan lokal ini dilakukan oleh para laki-laki di Desa Tenganan Pegringsingan. Dimana
tradisi Mekare-kare adalah sebuah persembahan bagi Dewa Indra.
Dimana dalam tradisi ini, laki-laki di desa tersebut akan melakukan pertunjukan perang dengan
menggunakan daun pandan yang penuh dengan duri.
Itulah senjata yang digunakan untuk berperang, serta perisai rotan untuk menangkis serangan
dari lawannya.
Setelah melakukan tradisi ritual itu, semua peserta laki-laki yaitu kearifan lokal Mekare-kare
akan duduk.
Dan menyatap hidangan makanan secara bersama-sama sambil mengobati luka sisa berperang
tersebut.
ad
Dimana tradisi atau ritual ini dilakukan dengan cara mengeluarkan jasad anggota keluarga dari
pemakaman. Lalu jasad tersebut, dibersihkan kemudian diganti pakaiannya.
Inilah yang juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin datang ke Tana Toraja.
Dimana jasad itu dibalut dengan rangkaian pakaianan atau busaya yang begitu lengkap, mulai
dari memakai jas untuk jasad pria, gaun bagi jasad wanita.
Kearifan lokal warga Sulawesi Selatan ini dilaksanakan setiap tiga tahun sekali.
Makna dari tradisi ini mempunya arti penting dalam menjaga hubungan kepada sesama anggota
keluarga, serta dengan anggota keluarga yang sudah terlebih dahulu meninggal dunia tersebut.
Pasola adalah merupakan sebuah tradisi yang mana dilakukan setahun sekali oleh warga di
Kampung Kodi, Kampung Lamboya, Kampung Wanokaka, Kampung Garoa di wilayah Sumba
Barat.
Dimana tradisi yang menjadi kearifan lokal di Nusa Tenggara Timur (NTB) ini berupa adu
ketangkasan menunggangi kuda dan lembing.
Ini adalah merupakan puncak acara dari Pesta Adat Nyale, yang mana dilakukan untuk
memohon restu terhadap Dewa dan Nenek Moyang menjelang musim panen tiba disana.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan tradisi itu, dua Ksatria Sumba yang akan menumpangi kuda dan
menyerang satu sama lainnya. Dengan menggunakan tongkat kayu.
Dimana darah yang jatuh pada arena Pasola dianggap mampu membuat tanah mereka menjadi
subur yang sehingga akan menghasilkan panen berlimpah ruah.
ad
Salah satunya yaitu tradisi Grebeg Syawal. Apa itu Grebeg Syawal ?
Nah Grebeg Syawal ini dilangsungkan setiap 1 Syawal yang mana merupakan bentuk wujud
syukur Sultan atas hadirnya Hari Raya Idul Fitri.
Dimana setelah sebulan lamanya menunaikan ibadah puasa di Bulan Suci Ramadhan.
Perayaannya berlangsung dengan cara mengarak Gunungan Kakung, dan Gunungan Putri yang
mana tersusun dari mulai sayuran, dan hasil hasil panen bumi lainnya.
Selanjutnya, Gunungan itu memiliki makna dan simbol yaitu sebagai simbol sedekah Sultan
kepada rakyatnya.
Acara Grebeg Syawal memang sebagai kearifan lokal yang unik, serta dapat membangun rasa
kebersamaan di dalam masyarakat.
Karena warga nantinya dapat mengambil Gunungan yang dipercayai sebagai pembawa berkah,
kesejahteraan bagi yang memperolehnya.
Namun, jangan salah Suku Baduy tidak selamanya menutup diri dari dunia luar. warga Baduy
sendiri keluar dari desa dan mereka berjalan kaki yang sampai dengan jarak 100 kilometer.
Itu dilakukan untuk memberikan hasil panen kepada Ibu Gede dan Bapak Gede yang mana
bertempat di Kota Serang.
Apa sih maksud dari Ibu dan Bapak Gede itu ? Nah itulah maksud untuk Bupati Lebak dan
Gubernur Banten.
Tradisi yang menjadi kearifan lokal itulah yang disebut dengan Seba dilaksanakan oleh Suku
Baduy dalam rangka bertujuan untuk menjaga persaudaraan.
ad
Serta sebagai wujud untuk mengungkapkan rasa syukur kepada pemerintah setempat layaknya
sebuah upeti yang diberikan kepada kerajaan atau rajanya.
Dimana perayaan Cap Go Meh di daerah ini yang berlangsung sangat meriah dengan adanya
kehadiran Tatung.
Keberadaan Tatung dengan jumlah yang besar ini adalah merupakan fenomena budaya khas saat
perayaan Cap Go Meh.
Pesta kebudayaan pawai Tatung mempunyai sisi unik dengan ritual dan religi yang memang
cukup kental dengan kearifan lokalnya tersebut.
Dan mencerminkan dari pembauran kepercayaan Taoisme Kuno dengan Animisme lokal yang
memang hanya ada di Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat.
Dimana sebelum jenazah seseorang dibawa ke kuburan atau tempat pemakaman umum.
Biasanya para sanak keluarga terdekat melakukan tradisi Brobosan tersebut.
Yang mana tradisi upacara itu dipercayai agar keluarga yang ditinggalkan dapat melupakan
kesedihan maupun menjadi suatu bentuk untuk penghormatan terakhir kepada mendiang.
Dimana tradisi berpantun yang ada di Sumatera Barat awalnya Batombe yaitu tradisi yang
biasanya dilakukan ketika membangun rumah gadang.
Yang pada intinya tradisi ini yakni ingin melakukan dan menghibur orang yang sedang bekerja
agar dapat bersemangat.
ad
Tidak hanya berpantun, Batombe juga mengharuskan para pemainnya untuk dapat menari juga.
16. Bakar Tongkang di Provinsi Riau
Kamu pernah mendengar atau menyaksikkan langsung Bakar Tongkang ? Nah tradisi unik Etnis
Tionghoa yang ada di daerah Bagansiapi-api, Provinsi Riau.
Tradisi kearifan lokal ini selalu mengadakan ritual bakar tongkang yang dilaksanakan setiap
bulan Juli.
Dimana menurut kepercayaan, ritual ini sudah dilaksanakan oleh leluhur Etnis Tionghoa sejak
dulu. Dengan tujuan yaitu bertekad untuk tidak kembali ke tempat asal.
Mempunyai makna yaitu upacara peringatan Dewa Laut Ki Ong Ya dan Tai Su Ong yang mana
digambarkan sebagai Dewa Dua Sisi.
Tradisi ini sudah ada sejak dulu. Yang mana sebagai penanda bulan puasa telah tiba atau datang.
Arak arak warak ngendok adalah salah satu yang menjadi ciri khas dari tradisi tersebut.
Warak ngendok adalah bintang rekaan yang mana bertubuh Kambing, dengan berkepala Naga
serta mempunyai kulit sisik emas.
Tradisi Tabuik yang mana dilakukan oleh warga di Pantai Barat, Sumatera Barat. Acaranya
diselenggarakan secara turun temurun.
Dimana upacara Tabuik ini dilangsungkan setiap hari Asyura yang mana jatuh pada tanggal 10
Muharram.
ad
Upacara ini akan menjadi simbol serta bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa
hormat umat Islam di Pariaman terhadap Cucu Nabi Muhammad SAW.
Dimana Suku Minahasa memposisikan jenazah duduk sambil memeluk kakinya, bukan dalam
posisi tidur.
Tradisi pemakaman ini menurut kepercayaan melambangkan keadaan suci dan membawa suatu
kebaikan.
Tidak hanya harus dalam posisi duduk, arah posisi mayat harus menghadap ke arah utara. Hal
itu dikarenakan cerita yang sudah turun temurun dari Nenek Moyang Suku Minahasa.
Yang mana intinya para pemuda harus mengluarkan kekuatannya agar dapat dan bisa mengikuti
tradisi Adu Betis.
Dimana tradisi ini merupakan wujud syukur masyarakat atas musim panen bagi petani. Dimana
tradisi ini salah satunya ada di Dusun Paroto, Desa Sanaeko, Barebbo, Bone, Sulawesi Selatan.
Selanjutnya, ritual ini yang mana mengharuskan beberapa laki laku berdandan menjadi kerbau
serta berkorban untuk membajak sawah kebo keboan.
Yang diarak mengelilingi desa kemudian disertai dengan karnaval kesenian masyarakat. Tujuan
dari ritual Kebo-keboan ini untuk meminta hujan turun ketika musim kemarau.
Kedua, tubuhnya dihiasi oleh titi atau tato. Ketiga, giginya yang runcing.
Tradisi untuk melakukan peruncingan gigi ini dimana diyakini akan menambah kecantikan
perempuan tersebut.
Potong jari ialah tradisi untuk menunjukkan kesedihan karena ditinggal oleh anggota keluarga.
Dimana bagi Suku Dani, jari itu memiliki arti yang lebih dalam.
Dimana disimbolkan sebagai bentuk kerukunan, kebersatuan, dan kekuatan yang ada dalam diri
manusia maupun sebuah keluarga.
Upacaranya Tiwah yang biasa dilakukan oleh Suku Dayak dimana untuk pengantaran tulang
orang yang sudah meninggal ke sebuah rumah yang mana disebut dengan Sandung.
Tujaun dari ritual itu yaitu untuk meluruskan perjalanan arwah dalam menuju Lewu Tatau atau
Surga. Tidak hanya itu tradisi kearifan lokal ini juga memiliki tujuan ritual unik.
Yaitu bertujuan untuk melepaskan kesialan bagi keluarga yang sudah ditinggalkan tersebut.
Dimana kelestarian lingkungan ini terwujud dari suatu kuatnya keyakinan yaitu tentang tata nilai
tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak.
Bau Nyale adalah tradisi unik warga Nusa Tenggara Barat, khususnya
Lombok. Kearifan lokal ini dilaksanakan tiap tanggal 20 bulan ke 10,
berdasarkan penanggalan masyarakat Sasak. Nantinya mereka akan
bersama-sama menangkap Nyale atau cacing laut warna warni di Pantai
Selatan Lombok.
3. Bakar Tongkang dari Provinsi Riau
Bakar Tongkang dilakukan setiap Bulan Juli, dengan tujuan untuk
menghormati Dewa Laut Ki Ong Ya dan Tai Su Ong. Upacara ini sudah
dilakukan turun temurun oleh leluhur Etnis Tionghoa. Ada yang pernah
menyaksikan langsung?
4. Batombe dari Sumatera Barat
Batombe ini merupakan tradisi berpantun yang ada di Sumatera Barat.
Biasanya Batombe ini dilakukan ketika ada orang yang sedang membangun
rumah gadang. Tujuannya untuk menghibur orang yang bekerja, supaya lebih
semangat.
5. Bebie dari Muara Enim, Sumatera Selatan
Bebie adalah sebuah tradisi menanam dan memanen padi secara
bersamaan. Ini dilakukan agar proses panen bisa cepat selesai. Nah nantinya
kalo proses panen sudah selesai, akan diadakan syukuran gitu.
6. Brobosan dari Jawa
Brobosan adalah suatu upacara yang dilakukan saat ada kematian, sebagai
penghormatan terakhir. Jadi sebelum jenazah seseorang dibawa ke
pemakaman, nantinya pihak keluarga dan kerabat bisa melakukan berobosan
atau berjalan di bawah peti mati yang sudah dipanggul.
7. Cingcowong dari Jawa Barat
Jawa Barat punya kearifan lokal bernama Cingcowong. Ini adalah upacara
adat yang biasanya dilakukan untuk meminta turunnya hujan. Cingcowong
sudah dilakukan turun temurun oleh masyarakat Luragung.
8. Dugderan dari Semarang
Dugderan adalah festival yang menjadi tanda bahwa bulan puasa sudah tiba.
Nantinya akan ada arak-arakan yang menjadi ciri khas tradisi tersebut. Nama
dugeran sendiri diambil dari suara letusan gitu Ma.
9. Grebeg Syawal di Yogyakarta
Grebeg Syawal dilaksanakan tiap 1 Syawal, sebagai bentuk syukur atas Hari
Raya Idul Fitri. Dalam tradisi ini, nantinya akan ada pengarakan Gunungan
Kakung dan Gunungan Putri yang berisi sayur-sayuran dan hasil panen bumi
lainnya.
10. Lompat Batu dari Nias
Lompat Batu jadi salah satu kearifan lokal yang mendunia, asalnya dari Nias,
Sumatera Utara. Ini dilakukan oleh masyarakat Suku Nias, khususnya laki-
laki, dengan cara melompati tumpukan batu yang tingginya kurang lebih 2
meter.
11. Malam Satu Suro dari Surakarta
Malam Satu Suro adalah tradisi masyarakat Solo, Jawa Tengah. Dalam
tradisi ini akan dilakukan penjamasan pusakan, kirab suro, pawai obor, tapa
bisu, serta sedekah laut. Biasanya dilakukan pada malam pergantian tahun
baru Islam.
12. Ma’nene dari Toraja, Sulawesi Selatan
Ma’nene dilakukan tiga tahun sekali. Ini adalah sebuah tradisi mengeluarkan
jasad keluarga yang sudah dimakamkan, untuk dibersihkan dan diganti
pakaiannya. Kearifan lokal yang satu ini banyak menarik hati para
wisatawan lho!
13. Mekare-kare dari Bali
Mekare-kare dilakukan oleh laki-laki di Desa Tenganan Pegringsingan,
dengan cara melakukan pertunjukkan perang dengan daun pandan yang
penuh duri. Ini merupakan bentuk kegiatan untuk menyembah Dewa Indra.
14. Pasola dari NTT
20 Contoh Kearifan Lokal yang Ada di Indonesia selanjutnya ada Pasola
dari NTT, tepatnya di Kampung Kodi, Lamboya, Wanokaka, dan Garoa. Ini
merupakan adu ketangkasan menunggangi kuda dan lembing. Jika ada
darah yang jatuh pada arena Pasola, ini dianggap bisa membuat tanah
mereka jadi subur.
15. Seba dari Banten
Banten punya kearifan lokal bernama Seba. Seba dilakukan oleh masyarakat
Suku Baduy dengan berjalan kaki menuju kota pada pukul 4 pagi, untuk
bertemu pejabat pemerintah daerah dan menyerahkan hasil bumi mereka.
16. Tatung dari Singkawang
Tatung adalah kearifan lokal yang ada di Kota Singkawang menjelang Cap
Go Meh. Ini dilakukan dengan mengadakan pesta kebudayaan pawai Tatung.
Dimana di dalamnya ada sisi unik dengan sisi ritual dan religi yang kuat.
17. Tabuik dari Sumatera Barat
Tabuik adalah upacara yang dilakukan setiap tanggal 10 Muharam oleh
masyarakat di Pantai Barat, Sumatera Barat. Tradisi ini dilakukan untuk
memperingati hari kematian Husein bin Ali, cucu dari Nabi Muhammad SAW,
dalam Perang Karbala.
18. Tradisi Pemakaman Suku Minahasa, Sulawesi Utara
Ini adalah ritual pemakaman yang unik dari Suku Minahasa. Dimana meraka
akan memposisikan jenazah duduk sambil memeluk kakinya, bukan pada
posisi tidur. Ini dipercaya sebagai lambang keadaan suci seseorang, yang
bisa membawa kebaikan.
19. Ogoh-ogoh dari Bali
Selanjutnya ada kearifan lokal yaitu ogoh-ogoh dari Bali. Biasanya ogoh-ogoh
ditampilkan jerang perayaan Nyepi. Ogoh-Ogoh merupakan karya seni
patung yang berasal dari kebudayaan Bali. Ogoh-ogoh sendiri
menggambarkan Bhuta Kala, yaitu mahluk alam bawah dalam kepercayaah
Hindu.
20. Wayang Kulit dari Jawa
Wayang kulit adalah salah satu contoh kearifan lokal dari kebudayaan Jawa.
Wayang kulit dimainkan dengan iringan gamelan dan baisanya akan
dilantunkan syair-syair dalam bahasa jawa.