Anda di halaman 1dari 175

PERANAN MASJID JAMIK KAUMAN DALAM ISLAMISASI DI

KABUPATEN SRAGEN, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial


Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidkan

Oleh:
Resultan Aqshal Hafizh Sukamto
NIM: 19406244002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022

1
2
3

ABSTRAK

Masjid Jami’ Kauman menjadi salah satu masjid tertua di Kabupaten


Sragen Jawa Tengah yang berperan besar dalam pengembangan pendidikan Islam.
Masjid Jamik Kauman merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Sragen
Jawa Tengah, yang dibangun oleh utusan Kraton Kasunanan Surakarta serta
mampu mampu menarik perhatian masyarakat dengan berbagai program dan
kegiatan yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan
Masjid Jamik Kauman dalam islamisasi di Kabupaten Sragen Jawa Tengah.
Metode penelitian ini pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik
pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan studi dokumen. Subyek
penelitian adalah jamaah Masjid Jamik Kauman Sragen. Pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive samplingyakni menggunakan kriteria sesuai
kebutuhan penelitian. Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan
Huberman yang terdiri dari kegiatan reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian ditemukan bahwa peranan Masjid Jami’ Kauman dalam
islamisasi terlihat dari fungsi yang dijalankannya. Pada fungsi keagamaan, Masjid
berperan sebagai tempat ibadah seperti sholat lima waktu dan kegiatan keagamaan
lainnya. Pada fungsi sosial, Masjid berperan sebagai sarana berkumpul warga.
Pada fungsi ekonomi, Masjid berperan sebagai perantara dalam menyebarkan
bantuan melalui koperasi LAZIS NU. Pada fungsi pendidikan, Masjid berperan
sebagai lembaga pendidikan nonformal. Pada fungsi dakwah, Masjid berperan
sebagai sarana berdakwah melalui pengadaan kegiatan pengajian akbar dan
ceramah rutin.

Kata Kunci: Peran Masjid, Islamisasi, Umat Muslim, Masjid Jami’ Kauman
Sragen
4

ABSTRACT

Jami' Kauman Mosque is one of the oldest mosques in Sragen Regency


which plays a major role in the development of Islamic education. The Jamik
Kauman Mosque is one of the oldest mosques in Sragen Regency, which was built
by the representatives of the Kraton Kasunanan Surakarta and is able to attract the
attention of the community with its various programs and activities. This study
aims to: describe the role of Jamik Kauman Mosque in Islamization in Sragen
Regency.
This research method is a descriptive qualitative approach with data
collection techniques in the form of interviews, observation, and document
studies. The research subjects were the congregation of the Jamik Kauman
Mosque in Sragen. Sampling using purposive sampling technique that is using
criteria according to research needs. Data analysis used Miles and Huberman's
interactive model which consisted of data reduction activities, data presentation,
and drawing conclusions.
The results of the study found that the role of the Jami' Kauman Mosque in
Islamization can be seen from the functions it performs. In terms of religious
functions, the mosque acts as a place of worship such as praying five times a day
and other religious activities. In social functions, the mosque acts as a means of
gathering residents. In the economic function, the mosque acts as an intermediary
in distributing aid through the LAZIS NU cooperative. In the educational
function, the mosque acts as a non-formal educational institution. In the da'wah
function, the mosque acts as a means of preaching through the holding of grand
recitation activities and regular lectures.

Keywords: The Role of Mosques, Islamization, Muslims, Jami' Kauman Mosque


Sragen
5

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya, penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik dengan judul Peranan
Masjid Jamik Kauman Dalam Islamisasi Di Kabupaten SragenJawa Tengah dan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi serta memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
Tak lupa pula kita kirimkan shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membawa ummatnya dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang.
Peneliti menyampaikan banyak terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
orang tua peneliti, Ibunda Sri Sumarni dan Ayahanda Joko Sukamto, beserta
keluarga besar peneliti yang telah mendukung jalannya penelitian ini, dimana
dengan berkat do’a tulusnya, kasih sayang, bekal pendidikan dan semangatnya,
serta saudaraku Yardan yang selalu memjadi penyemangat sehingga penelitian ini
dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Peneliti juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Drs.
Muhamad Nur Rokhman,M.Pd. dan (belum ditentukan) selaku Pembimbing I dan
Pembimbing II, atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak
memberikan bantuan dan bimbingan dalam penyusunan penelitian ini yaitu
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes.,AIFO selaku Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta
2. Bapak Dr. Suhadi Purwantara
3. , M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
4. Bapak Dr. Zulkarnain, M.P.d selaku ketua jurusan Pendidikan Sejarah
Universitas Negeri Yogyakarta.
5. Bapak Drs. Muhamad Nur Rokhman,M.Pd.selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan masukan dan saran bagi peneliti.
6. Diisi Sendiri karena tidak tau nama penasihat akademiknya
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Yogyakarta yang telah membantu peneliti sejak masuk dalam bangku
6

perkuliahan sampai selesainya skripsi ini dengan baik.


8. Ketua Takmir Masjid Jamik Kauman Sragen,dan seluruh jamaah masjid,
peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan yang
diberikan.
9. Seluruh keluarga besar Sukamto yang telah memberikan semangat, saran dan
bantuan, dalam penyusunan skripsi ini, yang mana peneliti tidak dapat
menyebutkan satu per satu.
10. Semua teman-teman Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
angkatan 2019, terutama jurusan pendidikan sejarah yang telah sama-sama
mengikuti bangku perkuliahan sejak dari awal sampai saat ini.
11. Sahabat – sahabat peneliti, terima kasih atas doa, cinta dan dukungan yang
diberikan selama ini.yang selalu ada untuk menemani di setiap kondisi suka
maupun duka dan selalu menyemangati dalam penyusunan skripsi ini.
12. Kelas B, selaku teman-teman peneliti di tempat kuliah. Terima kasih tetap
menjadi teman peneliti. Semoga jarak dan waktu tidak memutuskan tali
silaturahmi kita.
13. Terkhusus teman spesial peneliti Isna Dhiya’Ulhaq (Isna) terimasih yang
selalu ada mendengar keluh kesah dan selalu memberikan support peneliti.
14. Sahabat sekolah peneliti dan warga Desa Kauman, terima kasih banyak atas
do’a semangat, dukungan, dan suka cita sehingga peneliti tidak pernah
merasa sendiri.
15. Serta semua pihak yang telah membantu peneliti dalam seluruh proses selama
kuliah di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terima kasih atas segala bentuk
bantuannya.

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih, kiranya pembaca berkenan


memberikan saran konstruktif agar tulisan ini dapat semakin diperbaiki mutunya.

Sragen, 9 November 2022

Peneliti
7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................i
HALAMAN MOTTO ............................................................................................i
ABSTRAK ..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
DAFTARISI ..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................ii
DAFTARGAMBAR ..............................................................................................ii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................1


A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................7
C. Pembatasan Masalah .......................................................................7
D. Rumusan Masalah ...........................................................................7
E. Tujuan Penelitian .............................................................................8
F. Manfaat Penelitian ...........................................................................8

BAB II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ..................................17


A. Kajian Teori....................................................................................17
1. Masjid .....................................................................................17
2. Islamisasi ................................................................................33
3. Peran Masjid dalam Islamisasi ...............................................42
B. Penelitian yang Relevan.................................................................45
C. Kerangka Pikir................................................................................48

BAB III. METODE PENELITIAN...................................................................51


A. Lokasi Penelitian............................................................................51
B. Waktu Penelitian............................................................................51
C. Bentuk dan Strategi Penelitian.......................................................52
D. Sumber Data...................................................................................53
E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................53
F. Instrumen Penelitian ......................................................................58
G. Teknik Cuplikan/Sampling.............................................................60
H. Validitas Data.................................................................................64
I. Teknik Analisis...............................................................................66
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, bahkan umat Islam

Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Dengan komposisi penduduk yang

beragama Islam itu, harus disadari bahwa keberadaan pendidikan Islam tidak

bisa diremehkan meskipun masih terdapat beberapa kelemahan. Pendidikan

Islam di Indonesia merupakan warisan peradaban Islam dan sekaligus aset bagi

pembangunan pendidikan nasional.1 Sebagai warisan, pendidikan Islam

merupakan amanat sejarah untuk dipelihara dan dikembangkan oleh umat Islam

dari masa ke masa. Sedangkan sebagai aset, pendidikan Islam yang tersebar di

berbagai wilayah ini membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menata

dan mengelolanya, sesuai dengan sistem pendidikan nasional.

Islamisasi merupakan suatu kegiatan yang penting dalam penyebaran Islam

di Nusantara,2 karena ketika ajaran Islam masuk Nusantara yang disebarkan oleh

Walisanga terdapat bukti-bukti sejarah masuknya Islam di Nusantara.

Penyebaran Islam di Nusantara yang dilakukan oleh para pendakwah terjadi

melalui beberapa proses yakni melalui jalur perdagangan, perkawinan,

pendidikan, kesenian, dan Islamisasi kultural. Dengan berbagai kultur yang

berbeda dalam Islamisasi menggunakan media dakwah. Mulanya penyebaran

1
Fahrina Yustiasari Liriwati, Armizi Armizi, & Muhammad Yani, “Manajemen
Kultur Lembaga Pendidikan Islam”. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 7(2),
2021, 747.
2
Faizal Amin, & Rifki Abror Ananda, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di
Asia Tenggara: Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara”. Analisis: Jurnal
Studi Keislaman, 18(2), 2018, 67.
9

Islam di tanah Jawa ini berawal dari wilayah pesisir yang kemudian bergerak ke

pedalaman. Tokoh yang merupakan sentral penyebaran Islam di Nusantara ialah

para ulama dan raja/sultan, sedangkan di tanah Jawa ulama penyebar Islam

tergabung dalam wadah Wali Songo.

Masjid sebagai bagian dari bukti penyebaran Islam, merupakan salah satu

sarana utama dan sebagai sarana pembinaan umat dalam membentuk

kepribadian umat Islam. Sejak awal lahirnya agama Islam dari buaian Nabi

Muhammad SAW, masjid yang dibangun atas asas ketaqwaan kepada Allah

SWT memiliki peran yang sangat penting dan berharga dalam membentuk

akhlak masyarakat muslim, baik dalam dimensi aqidah, syariah, muamalah,

bahkan siyasahnya. Masjid sebagai salah satu sarana pendidikan nonformal

mampu menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam yang sangat dibutuhkan untuk

setiap individu.

Bagai gayung bersambut, hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah

diterima dengan antusias oleh penduduk kota Madinah. Penduduk Madinah

melihat Nabi Muhammad SAW sebagai sosok Nabi sekaligus pemimpin yang

dihormati, juga atas keberhasilannya dalam memperjuangkan dan menegakkan

agama Islam.3 Dakwah yang awalnya dilaksanakan di rumah sahabat dan

pengikutnyapunsemakin besar maka beralihlah tempat dakwah ke masjid yang

dibangun oleh NabiSAW di Madinah yaitu Masjid Nabawi. Masjid dijadikan

sebagai pusat dakwah danmerupakan pusat kehidupan masyarakat sejak awal

didirikannya.

3
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cetakan Ketiga, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1999), h. 8-9.
10

Sejak masa hijrah Nabi Muhammad SAW di Madinah itulah,

masjidmenjadi pusat pendidikan atau lembaga pendidikan. Kemudian

pengembanganterbentuklah sebuah tempat sebagai pusat pendidikan yang baru

lagi yaitu dibagiansudut masjid yang dinamakan Suffah itulah tempat untuk

belajar bagi umat Islam waktuitu. Selain diajarkan ilmu agama, kaum Muslim di

Suffah juga diajarkan ilmu-ilmulain seperti ilmu sosial, kemasyarakatan, hukum,

pertahanan, keamanan, akhlak, budipekerti dan lain sebagainya.4

Selain Suffah, terdapat pula Khan sebagai tempat yang juga menjadi pusat

pendidikan Islam. Khan merupakan suatu tempat seperti surau atau

musholahatau masjid kecil namun tidak untuk sholat jum’at tetapi dijadikan

asrama bagi siswa-siswa yang berasal dari luar daerah yang bertujuan ingin

belajar di masjid.5 Khan juga berfungsi juga sebagai tempat belajar privat. Juga

salun merupakan tempat untukbelajar khusus tentang kesusastraan dan kesenian.

Menurut Harun Nasution, Khandijadikan tempat belajar yang muncul zaman

pemerintahan Dinasti Umayyah dan padazaman dinasti Abbasiyah berkembang

pesat dan megah juga Halaqoh. Halaqahmerupakan kegiatan pengajaran dengan

sistem duduk di lantai dengan melingkarigurunya dan dilaksanakan di rumah-

rumah atau di masjid.6 Model pengajaran halaqahini tidak mengenal umur,

4
M. Miftah Alfiani, Samiha Suweleh, Lilis K. Jannah, & Choirul Mahfud,
“Islamisasi Nusantara dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam”. FIKROTUNA, 9(1), 2019,
1122-1136.
5
Fauzan Suwito, et al., Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana,
2005), h. 214- 215.
6
Mastuhu, Dinamika Pendidikan Pondok Pesantren, (Jakarta: Inis, 1985), h. 88
11

jenjang pendidikan maupun sistem klasikal. Murid-murid hanyamendengarkan

penjelasan guru juga Majelis.

Pada awal abad pertama Islam, istilahmajlis sudah digunakan sebagai pusat

belajar. Dan dalam perkembangannya yaitu padamasa keemasan Islam, majlis

dimaknai dengan kegiatan pengkajian ilmu-ilmu agamaIslam, misalnya Majelis

Al Nabawi berarti majlis pengajaran yang dilakukan Nabi Muhammad

SAW,Majelis Al-Hadits merupakan forum untuk mengkaji ilmu-ilmu hadits,

majlis adab yaitu majlis untuk belajar sastra. Karakteristik majelis ini merupakan

forum untuk berdiskusi,perdebatan antara ulama fikih atau hukum Islam. 7 Lalu

ada pula Zawiyah, sebuah pusat pendidikan yang pada mulanya berada disudut

atau pojok bangunan masjid. Di tempat ini berlangsung proses pendidikan

antaraguru dan murid yang pada perkembangannya lembaga pendidikan ini

cenderungmelakukan kegiatan pendidikan yang mengarah pada faham-faham

sufi. Ribathmerupakan tempat yang digunakan orang-orang sufi untuk

melakukan kegiatankeagamaan dan meninggalkan hal-hal keduniaan. Kegiatan

para sufi ini hanya inginberkosentrasi pada kegiatan ibadah saja, disamping itu

mereka juga sangat perhatiandalam kegiatan keilmuan.8

Pada awal masuknya agama Islam di Nusantara sendiri sejalan dengan

berkembanganya hubungan dagang antara kawasan Nusantara dengan sejumlah

bangsa dari negara lain. Praktik-praktik keagamaan Islam kemudian menyebar di

sejumlah daerah yang berpusat di satu tempat yakni Masjid. Masjid kala itu

memiliki fungsi yang luas tidak hanya sebagai tempat beribadah namun juga
7
M. Miftah Alfiani, Samiha Suweleh, Lilis K. Jannah, & Choirul Mahfud, Op.cit.
8
Ibid.,
12

sebagai pusat penyelenggaraan keagamaan Islam, sehingga dianggap sebagai

pusat kebudayaan bagi umat Muslim di Indonesia. Keadaan lembaga Pendidikan

Islam di Indonesia terutama dalam bentuk masjid telah cukup tua karena

mengiringi keberadaan para penyebar Islam. Dalam babad tanah Jawi

diceritakan bahwa Wali Songo memfungsikan Masjid Agung Demak dan Masjid

Cirebon sebagai tempat penyelenggaraan musyawarah mengenai sosial-sosial

keagamaan (Juliandi, 2007).

Pada sejumlah daerah pedesaan, masjid selain berfungsi sebagai tempat

beribadah, juga berfungsi sebagai tempat belajar dan membaca Al- Qur’an bagi

anak-anak, memperingati hari besar Islam serta pengajian-pengajian keislaman.

Sedangkan di daerah perkotaan selain fungsi-fungsi tersebut, masjid juga

menjadi tempat pembinaan generasi muda Islam ceramah dan diskusi.

NabiMuhammad SAW telah memberikan pengetahuan dan petunjuk bahwa

masjid bisa dijadikan tempat belajar, mengadakan halaqah keilmuan. Berangkat

dari sinilah, masjid bepengaruh besar terhadap pendidikan kaum muslimin,

mulai dari yang kecil sampai yang besar, melalui didikan para ulama yang ikhlas

dan mampu memberikan tarbiyah Islamiyah.

Beberapa masjid kini telah mengalami perkembangan yang pesat, seperti

halnya Masjid Jamik Kauman di Kabupaten Sragen Jawa Tengah merupakan

contoh masjid yang memiliki banyak peran dalam pengembangan pendidikan

Islam. Masjid Jamik Kauman merupakan salah satu masjid tua di Kabupaten

Sragen Jawa Tengah. Tokoh agama pada saat itu ialah KH. Zaenal Mustopo dan

kedua anaknya H. Muh Nur serta H. Faqih. Kedudukan Masjid Kauman


13

selanjutnya menjadi status kepemilikan atas nama Kyai H. Zaenal Mustopo, dan

Masjid ini telah diinventarisasi oleh Dinas Pariwisata Budaya dan Olahraga.

Masjid Jamik Kauman merupakan salah satu masjid tua di Kabupaten Sragen

Jawa Tengah dengan luas sekitar 144 m2 sejak awal pendiriannya dan terletak di

dukuh Kauman, Kelurahan Sragen Wetan.

Hal yang menarik dari masjid Jamik Kauman Sragen adalah masjid ini

dibangun oleh utusan Kraton Kasunanan Surakarta untuk sarana beribadah

masyarakat Kauman dengan arsitektut Hindu-Jawa. Masjid Jamik Kauman di

Kabupaten Sragen Jawa Tengah yang berada di pusat kota ini mampu menarik

perhatian masyarakat dengan berbagai program dan kegiatan yang dimiliki.

Beberapa diantaranya adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), kajian Ahad

pagi serta Madina (Madrasah Diniyah). Masjid ini sering dipakai untuk kegiatan

dzikir tahlil, serta pengajian malam saat Jumat dan Ahad pagi.

Pengelolaan yang belum maksimal dan fisik bangunan yang agak sempit

sehingga hanya masyarakat sekitar yang terbiasa melakukan shalat di masjid.

Lokasi masjid yang tidak terlihat dari jalan raya juga menyebabkan sedikit

musafir yang berkunjung di masjid. Masjid ini dikenal aktif dengan kegiatan

kajian pemuda, walaupun kecil namun kegiatan kajian aktif diadakan setiap hari

Sabtu malam. Tema dan pemateri berbeda untuk setiap kajian, terkadang ada

kajian kemuslimahan yang diisi oleh seorang ustadzah.

Antusiasme warga masyarakat semakin meningkat dengan program yang

diadakan di masjid. Hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk menghidupkan

kembali masjid yang sebelumnya hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja.
14

Meski begitu kegiatan yang dijalankan masih seputar pada program kajian

dengan cakupan acara yang relatif kecil, sedangkan program-program lain

seperti pengajian akbar, pembinaan dengan skala yang besar belum dilakukan.

Sehingga diperlukan manajemen kepengurusan masjid yang jelas untuk

mengoptimalkan fungsi dan peranan Masjid Jamik Kauman ini terhadap

pengembangan masyarakat Islam di Sragen. Diharapkan dari program-program

tersebut dapat memaksimalkan peran masjid yang ada di tengah kehidupan

masyarakat terutama dalam islamisasi di Kabupaten Sragen Jawa Tengah.

Berdasarkan pemaparan di atas terkait masjid sebagai salah satu sarana

islamisasi, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Masjid

Jamik Kauman sebagai Masjid Agung di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa

Tengah dan berperan dalam proses islamisasi di Sragen. Maka penelitian ini

diberi judul “Peranan Masjid Jamik Kauman Dalam Islamisasi di Kabupaten

Sragen, Jawa Tengah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan yang diangkat pada penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai

berikut:

1. Pengelolaan fisik bangunan yang agak sempit membuat sebagian besar

jamaah hanya dari masyarakat sekitar yang terbiasa melakukan shalat di

masjid.

2. Lokasi masjid yang tidak terlihat dari jalan raya juga menyebabkan sedikit

musafir yang berkunjung di masjid.


15

3. Kegiatan yang dijalankan Masjid Jami’ Kauman Sragen Jawa Tengah masih

seputar pada program kajian dengan cakupan acara yang relatif kecil.

4. Program-program seperti pengajian akbar, pembinaan dengan skala yang

besar belum dilakukan

5. Perlu adanya manajemen kepengurusan masjid yang jelas untuk

mengoptimalkan fungsi dan peranan Masjid Jami’ Kauman Sragen Jawa

Tengah.

6. Aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan di Masjid Jamik Kauman Jawa

Tengah.

7. Kegiatan keagamaan yang diadakan di Masjid Jamik Kauman Jawa Tengah.

8. Kegiatan keagamaan sosial bagi masyarakat sekitar Masjid Jamik Kauman

Jawa Tengah.

9. Kegiatan berkumpul atau musyawarah yang dilakukan masyarakat sekitar di

Masjid Jamik Kauman Jawa Tengah.

10. Aktivitas ekonomi yang dijalankan di Masjid Jamik Kauman.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada lokasi penelitian dilakukan yaitu di Masjid

Jamik Kauman yang berada di di dukuh Kauman, Kelurahan Sragen Wetan,

Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Batasan masalah dalam

penelitian ini berfokus pada peran Masjid Jamik Kauman dalam islamisasi di

Kabupaten Sragen Jawa Tengah melalui berbagai kegiatan yang diadakan

Masjid.
16

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Bagaimana peranan Masjid Jamik Kauman dalam

islamisasi di Kabupaten Sragen Jawa Tengah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk: Mendeskripsikan peranan Masjid Jamik Kauman dalam islamisasi

di Kabupaten Sragen Jawa Tengah.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan bagi penulis khususnya tentang usaha Masjid

Jamik Kauman dalam islamisasi di Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Serta

sebagai sumbangan bagi para mahasiswa sebagai refrensi khususnya

tentang proses Islamisasi yang dilakukan oleh Masjid di Kabupaten

Sleman.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan pembuatan

refrensi didalam melakukan penelitian lebih lanjut dibidang Pemberdayaan

Masyarakat Islam terutama dalam hal Islamisasi masyarakat.


BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Teori

1. Masjid

a. Pengertian Masjid

Secara bahasa, kata masjid adalah tempat yang dipakai untuk

bersujud. Kemudian maknanya meluas menjadi bangunan khusus

yang dijadikan orang-orang untuk tempat berkumpul menunaikan

shalat berjama’ah. Az-Zarkasyi berkata, “Manakala sujud adalah

perbuatan yang paling mulia dalam shalat, disebabkan kedekatan

hamba Allah kepada-Nya di dalam sujud, maka tempat melaksanakan

shalat diambil dari kata sujud (yakni masjad = tempat sujud). Mereka

tidak menyebutnya (tempat ruku’) atau yang lainnya. Kemudian

perkembangan berikutnya lafazh masjad berubah menjadi masjid,

yang secara istilah berarti bengunan khusus yang disediakan untuk

shalat lima waktu. Berbeda dengan tempat yang digunakan untuk

shalat ‘Id atau sejenisnya (seperti shalat Istisqa’) yang dinamakan

(mushallaa = lapangan terbuka yang digunakan untuk shalat ‘Id atau

sejenisnya). Hukum-hukum bagi masjid tidak dapat diterapkan pada

mushalla.9
9
Pungky M. Putra Perwira, “Kajian Multifungsi Kawasan Masjid Besar
Jatinom”, dalam Pungky M. Putra Perwira, Redesain Komplek Masjid Besar Jatinom
Dengan Pendekatan Infill Desain Untuk Fasilitas Pendukung Masjid, Skripsi,
(Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2018),

17
18

Kata “Masjid” berasal dari kata sajada-sujud yang berarti patuh,

taat, serta tunduk penuh hormat, takzim. Sujud dalam syariat yaitu

berlutut, meletakkan dahi kedua tangan ke tanah adalahn bentuk nyata

dari arti kata tersebut. Oleh karena itu bangunan yang dibuat khusus

untuk sholat disebut masjid yang artinya tempat untuk sujud.10

Masjid ialah rumah peribadatan kaum muslimin. Di situ mereka

mengerjakan shalat jama’ah dan shalat Jum’at, zikir, menyebut dan

mengingat Allah serta memohonkan do’a kepada-Nya.11 Di situ

mereka membaca, belajar dan mengajarkan kitab suci Al-Qur’an.

Setiap waktu mereka melaksanakan shalat jama’ah (sembahyang

berkaum-kaum) dan setiap hari Jum’at mengadakan shalat Jum’at

dengan jama’ah yang lebih ramai. Masjid bagi umat Islam merupakan

kebutuhan mutlak yang harus ada dan sejak awal sejarahnya masjid

merupakan pusat segala kegiatan masyarakat Islam. Pada masa Nabi

Muhammad SAW hijrah ke Madinah salah satu sarana yang dibangun

adalah masjid. Sehingga masjid menjadi point of development.12

Sementara Sidi Gazalba menguraikan tentang masjid; dilihat

dari segi harfiah masjid memanglah tepat sembahyang. Perkataan

masjid berasal dari bahasa Arab. Kata pokoknya sujadan, fi’il


10
M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2017), h. 459.

Fakhri Akfal, Peran Bank Syariah Terhadap Pemberdayaan Badan


11

Kemakmuran Masjid (Studi Kasus: Masjid-Masjid Di Kec. Lubuk Pakam, Skripsi,


(Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2017).
12
Rifyal Zuhdi Gultom, Annisa Qadarusman Tini, “Pembangunan Infrastruktur
dalam Islam: Tinjauan Ekonomi dan Sosial”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(2), 2020,
203-211.
19

madinya sajada (ia sudah sujud) fi’il sajada diberi awalan ma,

sehingga terjadilah isim makan. Isim makan ini menyebabkan

perubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjida. Jadi ejaan aslinya

adalah masjid (dengan a). Pengambil alih kata masjid oleh bahasa

Indonesia umumnya membawa proses perubahan bunyi a menjadi e,

sehingga terjadilah bunyi mesjid. Perubahan bunyi dari ma menjadi

me, disebabkan tanggapan awalan me dalam bahasa Indonesia. Bahwa

hal ini salah, sudah tentu kesalahan umum seperti ini dalam

indonesianisasi kata-kata asing sudah biasa. Dalam ilmu bahasa sudah

menjadi kaidah kalau suatu penyimpangan atau kesalahan dilakukan

secara umum ia dianggap benar. Menjadilah ia kekecualian.13

Di berbagai tempat di mana Islam tumbuh, masjid telah menjadi

sebuah kenyataan yang penting dalam syiar Islam. Masjid telah

dijadikannya sebagai sarana penambahan budaya Islam sehingga

dalam pengertian ini terjadilah pertemuan dua unsur dasar Islam yang

terpateri oleh ajaran Islam dan kebudayaan lama yang telah dimiliki

masyarakat setempat. Di sini terjadilah asimilasi yang merupakan

keterpaduan antara kecerdasan kekuatan watak yang disertai spirit

Islam yang kemudian memunculkan kebudayaan baru kreatif, yang

menandakan kemajuan pemikiran dan peradabannya.

Peranan masjid dewasa ini dalam kebutuhannya sebagai sarana

aktivitas keagamaan khususnya di Indonesia makin nyata kadar

13
S. Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan, (Jakarta: Pustaka Antara,
2016), h. 73.
20

kompleksitasnya. Hal itu karena umat Islam dituntut untuk semakin

cerdas dalam menyikapi seluruh persoalan yang ada pada era

globalisasi yang dalam kenyataannya mengakibatkan umat Islam

mengalami tantangan atas kualitas keimanan dan kecerdasannya.

Maka tidak dapat disangkal jika diberbagai masjid yang ada saat ini

dilengkapi dengan sarana pendukung seperti perpustakaan dan lain

sebagainya.

b. Macam-macam Masjid

Diantara masjid-masjid yang telah didirikan dari masa Nabi

Muhammad SAW hingga saat ini, meliputi:14

1) Masjid Aqsa

Masjid Aqsa merupakan masjid di Yerussalem yang menjadi

kiblat pertama umat Islam dan tempat Nabi Muhammad SAW

melakukan mi’raj setelah terlebih dahulu melakukan isra’. Masjid

Aqsa disebut juga dengan nama Baitul Muqaddas.

2) Masjid Haram

Masjid Haram merupakan masjid suci di Makkah sebagai tempat

melakukan tawaf sekeliling ka’bah atau dinamakan dengan Baitul

haram.

3) Masjid Jami’

Masjid jami’ merupakan masjid utama yang digunakan untuk

shalat beramai-ramai pada hari Jum’at dan hari-hari besar Islam.

14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2015).
21

Di Indonesia sudah banyak didirikan masjid jami’ di masing-

masing daerah baik perkotaan maupun pedesaan.

4) Masjid Agung

Masjid Agung merupakan masjid besar dengan bangunan megah

dan luas, serta dapat menampung ratusan jamaah.

Umat Islam pada zaman Usmani menampilkan tiga bentuk

masjid, yakni tipe masjid lapangan, masjid madrasah, dan masjid

kubah. Hal yang baru dalam rangka perkembangan arsitektur Islam

gaya Usmaniyah ini ialah munculnya perencanaan bangunan oleh

seorang arsitek yang pernah belajar di Yunani, yaitu Sinan, yang telah

menghasilkan karya-karya dalam berbagai bentuk bangunan. Pada

umumnya ada tiga gaya masjid yang ditampilkan, yakni tipe masjid

lapangan, Masjid Madrasah dan Masjid Kubah.15

c. Fungsi Masjid

Fungsi pokok dari Masjid adalah tempat beribadah bagi umat

Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, masjid mempunyai fungsi

tambahan antara lain sebagai tempat pendidikan umat, tempat

berkumpul umat sebagai syiar lambang kebesaran Islam dan lambang

persatuan umat. Masjid sebagai tempat pendidikan agama dan akhlaq,

telah dimulai pada masa Nabi Muhammad SAW yang membangun

tempat asrama bagi sahabat yang tidak berkeluarga dan tinggal disana

yang senantiasa berada di samping Nabi, belajar, dan dari merekalah

15
Abdul Rochym, Mesjid dalam Karya Aristektur Nasional Indonesia, (Bandung:
Angkasa, 1995), h. 123.
22

yang banyak menerima hadits seperti Abu Hurairah, Annas ibnul

Malik, dan lain-lain. Kebiasaan ini masih berlaku sampai sekarang

dimana ceramah agama senantiasa dilakukan di dalam masjid atau

langgar. Masjid-masjid besar di Indonesia melakukan fungsi ini,

seperti Masjid Istiqlal, Masjid Al-Azhar di Jakarta, Masjid Syuhada di

Yogyakarta, dan lain-lain. 16

Fungsi Masjid selanjutnya adalah sebagai tempat berkumpul,

ini merubah suatu hikmah dari shalat berjamaah, dimana umat Islam 5

kali sehari bertemu di dalam sholat berjamaah dan setelah shalat sudah

menjadi lazim untuk bersalam-salaman, yamg menjadikan semakin

akrab hubungan umat Islam satu dengan yang lain. Adanya shalat

jum’at sekali dalam seminggu merupakan pertemuan yang lebih luas

lagi. Dimana melalui khatib dapat didengar nasihat-nasihat informasi

mengenai umat dengan dalil dan nash al-Qur’an dan hadits, sehingga

umat selalu mendapat tuntunan agama terhadap peri kehidupan yang

dihadapi masing-masing. Dua kali setahun yaitu shalat Idul Fitri dan

Idul Adha umat Islam bertemu lagi dalam menyelengarakan shalat

Ied. Dalam pertemuan Shalat Ied ini, jumlah umat lebih banyak lagi

banyak wanita yang berhalangan sholat pun dianjurkan mendengar

khotbah. Dilihat dari sudut ukhuwah hal ini sangat dalam

hikmahnya.17

16
A. Bakhtiar, “Eskatologi: Perspektif Agama dan Filsafat”, Refleksi, 1(3).

17
Ibid.,
23

Masjid sebagai syiar kebesaran agama Islam, mudah dimengerti

karena setiap desa atau dusun diharuskan mendirikan masjid,

menandakan betapa dalam perasaan syiar agama itu bagi umat Islam

sendiri. Suatu masjid yang didirikan di masyarakat bukan Islam

seperti Bali, atau di Eropa, maka akan terasa betapa agungnya Islam

itu jika kita melihat masjid yang berdiri di tengah umat yang bukan

Islam itu.18 Masjid sebagai lambang persatuan umat Islam. Mudah

dimengerti dengan adanya masjid tersebut, masjid merupakan

perwujudan dari hasrat dan karya umat Islam sekitarnya. Karena

pembuatan masjid bukan hanya sekedar dibangun hanya untuk

menjadi masjid saja, atau karena disebabkan perbedaan furu’ saja,

tetapi harus berdasarkan kebutuhan umat akan perlunya tambahan

masjid. M. Quraishh Shihab mencatat, bahwa dalam sepanjang sejarah

perjalanannya, masjid yang pertama kali (didirikan Nabi) tidak kurang

dari sepuluh fungsi yang diembannya yaitu sebagai berikut:19

1) Tempat ibadah (shalat dan dzikir)

2) Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial dan

budaya)

3) Tempat pendidikan

4) Tempat santunan sosial

5) Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya


18
Ibid.,

Eman Suherman, Manajemen Masjid: Kiat Sukses Meningkatkan Kualitas SDM


19

Melalui Optimalisasi Kegiatan Umat Berbasis Pendidikan Berkualitas Unggul,


(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 12
24

6) Tempat pengobatan para korban perang

7) Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa

8) Aula tempat menerima tamu

9) Tempat menawan tahanan

10) Pusat penerangan dan pembelaan agama

Dari sepuluh fungsi tersebut, tampaknya ada tiga fungsi dan

peran yang realtif cukup mendasar, yaitu: sebagai tempat ibadah,

menjadi media konsultasi dan komunikasi, serta berkiprah dalam

proses pendidikan. Kemudian bila dilakukan penyaringan lagi 3 fungsi

dan peran tersebut barang kali fungsi dan peran masjid sebagai

lembaga pendidikan akan terasa realtif lebih membumi dalam

memenuhi kebutuhan jamaah maupun umat atau masyarakat pada

umumnya. Logis memang, untuk mampu beribadah dengan tepat

diperlukan ilmunya yang bisa diperoleh melalui pendidikan.20

Sisdiknas di Indonesia mengamanatkan ada 3 tatanan

pendidikan, yaitu pendidikan formal, nonformal dan informal.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tersebut, Bab I pasal I point 11, 12,

13, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar jalur

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan

berjenjang. Pendidikan nonformal terdapat dalam Bab VI pasal 26 UU

Sisdiknas tersebut diantaranya pada ayat (4) mengenai satuan

pendidikan nonformal merupakan “focus of interest” (pusat perhatian)

untuk melaksanakan pendidikan di lingkungan Masjid.


20
Ibid.,
25

Antara satuan pendidikan nonformal yang disebutkan, ternyata

terdapat Majlis Ta’lim di dalamnya. Satuan pendidikan ini

sesungguhnya sudah sangat akrab di lingkungan Masjid. Karenanya

sebagai pengembangan kegiatan pendidikan di lingkungan Masjid,

selain majlis ta’lim sebaiknya dilaksanakan pula satuan pendidikan

nonformal lainnya yang keberdaannya disesuaikan dengan kebutuhan.

d. Peranan Masjid

“Peranan” berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi

bagian atau memegang pimpinan yang terutama.21 Peranan yang

berarti seperangkat alat yang diharapkan oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat. Pengertian kata “orang” disini

meliputi “orang” dalam pengertian manusia, dan lembaga, badan

hukum. Peranan menurut Soejono Soekamto, sebagai berikut:

“Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan

individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan

meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan”.22

Menurut Biddle dan Thomas, peranan adalah serangkaian

rumusan yang membatasi prilaku-prilaku yang diharapkan dari

pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu


21
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985),
h. 735
22
Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h.238
26

dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian,

memberi sanksi dan lain-lain. Kalau peran ibu digabungkan dengan

peran ayah maka menjadi peran orang tua dan menjadi lebihluas

sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih

beraneka ragam.23

Sebagai Baitullah, Masjid adalah tempat turunya rahmad Allah

SWT dan malaikat Allah, karena itu, masjid dalam pandangan Islam

merupakan tempat yang paling baik di muka bumi. Di masjid kaum

muslimin menemukan ketenangan hidup dan kesucian jiwa. Dalam

bidang keagamaan, masjid berfungsi sebagai tempat melakukan shalat

yang dalam hadist disebutkan sebagai tiang agama, baik fardhu

maupun sunah. Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa yang ke masjid atau pulang dari masjid, maka

allah menyediakan untuknya jamuan dalam surga setiap pergi

dan pulang” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad bin Hambali)

Jika dikaitkan dengan bumi ini, masjid bukan hanya sekedar

tempat sujud dan sarana penyucian, disini kata masjid juga tidak lagi

hanya berarti bangunan tempat sholat, kata masjid masjid disini berarti

juga tempat melaksanakan segala aktivitas masnusia yang

mencerminkan kepatuhan kepada Allah SWT. Masjid juga berfungsi

sosial, di masjid juga berlangsung proses pendidikan, terutama

23
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 200), cet. V. h. 224-225
27

pendidikan keagamaan, pengajian dan kegiatan-kegiatan sosial

lainnya.24

Masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam

bentuk bangunan maupun fungsi dan perannya. Hampir dapat

dipastikan, dimana komunitas Islam berada, disitu ada masjid.

Memang, umat Islam tidak bisa terlepas dengan masjid. Masjid telah

menjadi sarana berkumpul, menuntut ilmu, bertukar pengalaman,

pusat dakwah dan lain sebagainya, disamping menjadi tempat

beribadah. Pada masa sekarang, masjid semakin perlu untuk

difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta

ditangani dengan organisasi dan manajemen yang baik. Tegasnya,

perlu tindakan reaktualisasi fungsi dan peran masjid dengan memberi

warna dan nafas modern.25

Penulis akan menyampaikan beberapa peran Masjid. Bahwa

peran Masjid antara lain, yaitu:26

1) Ibadah (hablumminallah)

Kata ibadah menunjukan pada dua hal yakni ta’abud

(pengabdian) dan muta’abbad (media pengabdian). Pengabdian di

sini didefinisikan sebagai mengabdikan diri kepada Allah dengan

melaksanakan segala perintahNya dan meninggalkan segala

laranganNya sebagai tanda cinta makhlukNya pada sang pencipta.

24
Robiatul Auliyah, “Studi Fenomenologi Peranan Manajemen Masjid AtTaqwa Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Bangkalan”, Jurnal Studi Manajemen, Vol. 8, No. 1, 2014.
25
Siswanto, Organisasi Remaja Masjid, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 26
26
Syahruddin Hanafie, Mimbar Masjid: Pedoman Untuk Para Khatib Dan
Pengurus Masjid, (Jakarta: Haji Masagung, 1988), h. 348.
28

Sedangkan media pengabdian sendiri merupakan alat atau

perantara yang digunakan untuk mengabdi. Media tersebut seperti

berdzikir, shalat, berdoa dan lain sebagainya sebagaimana yang

telah ditentukan oleh Allah Swt.27

Secara umum ibadah memiliki arti segala sesuatu yang

dilakukan sebagai bentuk patuh terhadap penciptanya dalam usaha

mendekatkan diri padaNya. Sedangkan menurut bahasa, ibadah

berasal dari kata ta’abbud berarti menundukan dan mematuhi.

Menurut jumhur ulama, ibadah didefinisikan sebagai nama yang

mencangkup segala sesuatu yang di sukai dan diridhai Allah, baik

berupa perkataan maupun perbuatan, baik secara diam-diam atau

terang-terangan.28 Sehingga dapat disimpulkan bahwa ibadah

merupakan segala sesuatu yang dilakukan tidak hanya sebatas

perilaku, namun perkataan yang dilandasi dari hati yang Ikhlas

sebagai wujud penghambaan seseorang terhadap Tuhannya. Salah

satu bentuk ibadah yaitu Shalat. Shalat dapat dilakukan secara

sendiri (munfarid) dan berjamaah di masjid.

Fungsi dan peran Masjid yang pertama dan utama adalah

sebagai tempat shalat.29 Shalat memiliki makna “menghubungkan”,

yaitu menghubungkan diri dengan Allah dan oleh karenanya shalat

tidak hanya berarti menyembah saja. Ghazalba berpendapat bahwa


27
Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Ensiklopedi Islam Kaffah, terj. Najib Junaidi
dan Izzudin Karimi (Surabaya: Pustaka Yassir, 2013), h. 73.
28
H. E Hassan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi & fiqh Kontemporer ( Jakarta: Raja
Granfindo Persada, 2008), h. 3-5.
29
Moh. E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 47
29

shalat adalah hubungan yang teratur antara muslim dengan

tuhannya (Allah).30 Menurut pembahasan pada penelitian Nur

Habubah dan Afrida, Ibadah shalat ini boleh dilakukan dimana

saja, karena seluruh bumi ini adalah masjid (tempat sujud), dengan

ketentuan tempat tersebut haruslah suci dan bersih, akan tetapi

masjid sebagai bangunan khusus rumah ibadah tetap sangat

diperlukan31. Karena, masjid tidak hanya sebagai tempat kegiatan

ritual sosial saja, tetapi juga merupakan salah satu simbol terjelas

dari eksistensi Islam. Beberapa kegiatan Ibadah yang biasanya

dilakukan masyarakat di Masjid meliputi (Marzulinda, 2021)32 :

a. Sholat Wajib 5 Waktu

Sholat wajib lima waktu atau bisa disebut sholat fardhu

merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan oleh umat

muslim dengan syarat tertentu mulai dari takbir dan

diakhiri dengan salam. Sholat fardhu biasanya dilakukan

di Masjid dengan berjamaah. Berikut merupakan Sholat

fardu33 berjamaah dilakukan dimasjid :

1. Shalat Subuh

30
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka
Antara, 1971), h. 148
31
Nuraini Habibah dan Afrida Zulfiyani, “ Pembatasan Kegiatan Keagamaan Di
Masjid Dan Pembukaan Pasar Di Era Pandemi Perspektif Mashlahat Mursalah”, Jurnal
As Syar’e Jurnal Syari'ah & Hukum, Vol. 1, No. 1, 2022
32
Marzulinda, “FAKTOR KURANGNYA PEMANFAATAN MASJID” (Studi
Kasus Masjid Darussalam Di Desa Jembatan Dua Kecamatan Kaur Selatan Kabupaten
Kaur)”, Skripsi. Bengkulu : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) BENGKULU.
33
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/6705/3/BAB%20II.pdf
30

Dimulai sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbitnya

matahari. Fajar dalam istilah bahasa arab bukanlah

matahari. Sehingga ketika disebutkan terbit fajar,

bukanlah terbitnya matahari.

2. Shalat Dzuhur

Dimulai sejak matahari tepat berada di atas kepala

namun sudah mulai agak condong ke arah barat.

Istilah yang sering digunakan dalam terjemahan

bahasa Indonesia adalah tergelincirnya matahari.

3. Shalat Ashar

Waktu shalat Ashar dimulai tepat ketika waktu

shalat Zhuhur sudah habis, yaitu semenjak panjang

bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya

dengan panjang benda itu sendiri. Dan selesainya

waktu shalat Ashar ketika matahari tenggelam di

ufuk barat.

4. Shalat Maghrib

Dimulai sejak terbenamnya matahari dan hal ini

sudah menjadi ijma` (kesepakatan) para ulama.

Yaitu sejak hilangnya semua bulatan matahari di

telan bumi. Dan berakhir hingga hilangnya syafaq

(mega merah).

5. Shalat Isya’
31

Dimulai sejak berakhirnya waktu maghrib sepanjang

malam hingga dini hari tatkala fajar shadiq terbit.

Dasarnya adalah ketetapan dari nash yang

menyebutkan bahwa setiap waktu shalat itu

memanjang dari berakhirnya waktu shalat

sebelumnya hingga masuknya waktu shalat

berikutnya, kecuali shalat shubuh.

Shalat diwajibkan dengan dalil yang qath`i dari Al-

Quran, As- Sunnah dan Ijma’ umat Islam sepanjang

zaman. Tidak ada yang menolak kewajiban shalat

kecuali orang-orang kafir atau zindiq. Sebab semua dalil

yang ada menunjukkan kewajiban shalat secara mutlak

untuk semua orang yang mengaku beragama Islam yang

sudah akil baligh. Bahkan anak kecil sekalipun

diperintahkan untuk melakukan shalat ketika berusia 7

tahun. Dan boleh dipukul bila masih tidak mau shalat

usia 10 tahun, meski belum baligh34.

b. Sholat Taraweh

Shalat tarawih juga di kenal dengan qiyamu

Ramadhan35, yang disebut qiyam Ramadhan adalah

menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan dengan


34
https://library.sdwahdah.sch.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
OTgxZGZjOWMxYjMxOTA2ODRkYTNhYzNkYjg4ZWVhZGQ2N2FmMmMxMQ==.pdf
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih
35

Ibadah Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, …, hl. 325


32

shalat dan merupakan shalat sunnah yang kerjakan pada

bulan Ramadhan saja, serta hal ini pun dapat diperoleh

dengan melakukan amal ketaatan yang lain secara

mutlak. Dinamakan Tarawih karena orang yang

melaksanakan shalat sunah dimalam bulan Ramadhan

beristirahat sejenak diantara dua kali salam atau setiap

empat rakaat. Sebab dengan duduk tersebut, mereka

beristirahat karena lamanya melakukan Qiyam

Ramadhan. Bahkan, dikatakan bahwa mereka bertumpu

pada tongkat karena lamanya berdiri. Dari situ

kemudian, setiap empat rakaat (dengan 2 salam) disebut

Tarwihah, dan semuanya disebut Tarawih. Shalat

Tarawih termasuk salah satu ibadah yang utama dan

efektif guna mendekatkan diri kepada Allah36. Hukum

dari shalat ini adalah sunnat mua’akkad yang mana

boleh dikerjakan secara berjamaah maupun dikerjakan

sendiri.37 Akan tetapi masyarakat khususnya umat

muslim mayoritas melaksanakan secara berjamaah di

Masjid sekitar rumah karena masyarakat percaya bahwa

dikerjakan berjamaah dimasjid akan mendapatkan

36
Hasan Ibn Ahmad al-Kaf, al-Taqrirat al-Sadidah Fi Masail al-Mufidah, vol. 1
(Dar al- Ulum: Surabaya 2004) h. 287
37
M. Samsuri, Penuntun Shalat Lengkap dengan Kumpulan Do’a-Do’a,
(Surabaya: Apollo), hlm. 63
33

pahala berlipat ganda dan lebih tertib serta rapi karena

mengikuti bacaan dan gerakan imam di masjid.

c. Sholat Jumat

Shalat Jum’at merupakan salah satu kewajiban setiap

muslim yang dilaksanakan pada hari Jum’at diwaktu

zuhur, shalat Jum’at merupakan kewajiban tersendiri

(independen), bukan sebagai pengganti shalat zuhur,

hanya saja jika seseorang tertinggal shalat Jum’at maka

dia wajib melaksanakan shalat zuhur empat rakaat.38

Kata “Jum’at” di dalam Al Qur’an disebut dengan al-Jumu’ah

dan merupakan nama dari salah satu surah di Al Qur’an.

Dinamakan dengan shalat Jum’at, karena banyak orang-

orang berkumpul untuk melakukannya atau karena Adam

dan Hawa bertemu/berkumpul di mudzdalifah pada hari

Jum’at dan karena itu pulalah Mudzdalifah disebut dengan

jam’an39. Shalat Jum’at fardhu’ ain bagi setiap muslim

yang mukallaf, laki laki, merdeka, sehat dan bukan

musafir.40 Barang siapa yang meninggalkan shalat Jum’at

disebabkan karena menganggap ringan atas kefardhuannya,

maka hatinya dicap kenifakan (kamunafikan) oleh Allah SWT.

Sholat jumat ini dilaksanakan setiap minggu di hari

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam jilid 5 (jakarta: ichtiar baru van
38

hoeve, 1999), hl. 1579


39
Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari, Fath Al-Mu’in, (Surabaya: Al-HaramainJaya, 2006), h. 40.
40
Moh Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Karya Toha Putra, 1978),
hl. 175 .
34

jumat secara berjamaah di masjid. Pelaksanaan Shalat

Jum’at ini sama dengan Shalat fardu lainnya kecuali tentang

beberapa hal; salah satu di antaranya ialah bahwa shalat itu

harus didahului dengan dua Khutbah41.

d. Sholat Idul Fitri

Shalat hari raya Fitri dilaksanakan pada setiap tanggal 1

Syawal, seusai umat muslim menunaikan ibadah puasa

Ramahdan sebulan penuh pada setiap tahun.42 Shalat

Idul fitri ini dilakukan secara berjamaah dan sebelum

shalat, umat muslim akan mengumandangkan takbir

terlebih dulu. Shalat Idul fitri ini biasanya dilakukan di

lapangan atau masjid sebanyak dua rakaat, namun

masyarakat cenderung melakukan shalat idul fitri di

masjid sekitar rumah. Para ahli ilmu berbeda pendapat

tentang hukum shalat id. Ada tiga pendapat, seperti :

- Pendapat Pertama:

Hukumnya adalah fardhu a’in (wajib bagi setiap

muslim). Ini adalah pendapatAbu Hanifah, Ahmad

dan salah satu pendapat asy-Syafi’i serta satu

riwayat dari Ahmad43.

- Pendapat Kedua

41
http://repository.uinsu.ac.id/4929/4/BAB%20II.pdf
Abdul Manan bin H. Muhammad Sabari, Rahasia Shalat Sunnat, (Bandung:
42

Pustaka Hidayah, 2006), cet ke-2, hl. 105.


43
Syaikh Abu Malik Kamal Bin as-Sayyid Salim, Ensiklopedi Shalat, (Solo; Cordova Mediatama,
2009), cet ke-2, h, 733-735.
35

Shalat id fardhu kifayah yaitu jika telah dikerjakan

oleh sebagian kaum muslimin maka gugur

kewajibannya bagi yang lain. Ini adalah madzhab

Hanbali dan sebagian pengikut asy-Syafi’i.

- Sesungguhnya shalat id sunnah muakaddan bukan

wajib. Ini adalah madzhab Malik, asy-Syafi’i dan

kebanyakan sahabat mereka.

e. Sholat Idul Adha

Sama halnya dengan sholat idul fitri, Shalat hari

raya Adha ini beda hanya dilaksanakan pada setiap

tanggal 10 Dzulhijjah di setiap tahun. Shalat 'Ied yang

ini bukan karena selesainya puasa, namun karena pada

hari itu para jamaah haji selesai melakukan wukuf di

Arafah. Jadi umat Islam memiliki dua hari raya dan dua

kali shalat 'Ied dalam satu tahun, yaitu shalat hari raya

idul-fithri dan idul-adha. Shalat Idul adha ini biasanya

dilakukan di lapangan atau masjid sebanyak dua rakaat,

namun masyarakat cenderung melakukan shalat idul

adha di masjid sekitar rumah.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

ibadah merupakan segala sesuatu yang dilakukan tidak hanya

sebatas perilaku, namun perkataan yang dilandasi dari hati yang

Ikhlas sebagai wujud penghambaan seseorang terhadap Tuhannya.


36

Salah satu bentuk ibadah yaitu Shalat. Shalat dapat dilakukan

secara sendiri (munfarid) dan berjamaah di masjid. Selain itu juga

terdapat indikator dari peran Masjid sebagai tempat ibadah yakni:

a) Aktivitas ibadah jamaah, meliputi sholat lima waktu fardu, hari

raya, teraweh, dan sebagainya44.

b) Kegiatan keagamaan, seperti pengajian, dakwah islamiyah,

kajian dan sebagainya45.

2) Sosial Kemasyarakatan (Hablumminannas)

Menurut Daryanto, sosial merupakan sesuatu yang

menyangkut aspek hidup masyarakat.46 Seiring dengan kemajuan

zaman dan perubahan-perubahan yang sangat cepatnya, maka hal

ini mempengaruhi suasana dan kondisi masyarakat muslim.

Termasuk perubahan dalam mengembangkan fungsi dan peranan

masjid yang ada di lingkungan kita. Salah satu fungsi dan peran

masjid yang masih penting untuk tetap dipertahankan hingga kini

adalah dalam bidang sosial kemasyarakatan. Berikut paparan

terkait fungsi dan peran dalam bidang sosial kemasyarakatan antara

lain :

a. Kegiatan berkumpul waga di dalam Masjid maupun

lingkungan luar Masjid.

44
Marzulinda, “FAKTOR KURANGNYA PEMANFAATAN MASJID” (Studi Kasus
Masjid Darussalam Di Desa Jembatan Dua Kecamatan Kaur Selatan Kabupaten Kaur)”,
Skripsi. Bengkulu : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) BENGKULU.
45
https://sultra.kemenag.go.id/files/sultra/file/file/Tulisan/zeam1328534716.pdf
Tiara Aprilita, Pengaruh Media Sosial Terhadap Keputusan Berkunjung
46

Wisatawan Nusantara Ke Kota Palembang, Skripsi, (Palembang: Politeknik Negeri


Sriwijaya, 2019), h. 9.
37

Kegiatan berkumpul adalah suatu bentuk perilaku

sekelompok manusia di dalam suatu lingkungan.

Berkumpul identik dengan perilaku sosial. Sosialitas

menurut Weismann (1981)47 diartikan sebagai suatu

tingkat kemampuan manusia dalam melakukan

hubungan sosial pada suatu setting48. Dalam hal ini

masjid biasanya digunakan warga dalam berkumpul

organisasi keagamaan seperti IPNU, Remaja Masjid

dsb. Selain itu juga masjid dapat digunakan untuk akad

nikah, banyak masjid yang dipilih oleh pasangan

melaksanakan akad nikah karena masjid merupakan

salah satu tempat yang dijaga kesuciannya.

b. Kegiatan musyawarah dan rapat Bersama

Kegiatan Musyawarah adalah kegiatan suatu

perundingan tentang suatu urusan yang baik untuk

mendapatkan buah pikiran dengan maksud mencari

yang terbaik guna memperoleh kemaslahatan bersama49.

Peran dan fungsi masjid yang selanjutnya yaitu tempat

musyawarah, dimana masjid difungsikan sebagai ruang

47
Weisman, G. D. 1981. ‘Modelling Environtment Behavior System. A Brief Note’. Journal of Man-
Environment Relations 1 (2): 32–41.
48
http://transukma.uniba-bpn.ac.id/index.php/transukma/article/download/
26/9/43#:~:text=Kegiatan%20berkumpul%20adalah%20suatu%20bentuk%20perilaku
%20sekelompok%20manusia%20di%20dalam,hubungan%20sosial%20pada%20suatu%20setting.
49
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/download/1509/1452/
38

terbuka untuk membahas berbagai persoalan kehidupan

sehari-hari.

c. Penyampaian informasi kepada warga

Menyampaikan informasi ialah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang untuk memberikan wawasan

yang dimilikinya dan dirasa penting bagi kepada orang

lain. Dalam menyampaikan informasi seseorang tidak

hanya menulis tetapi dapat melakukan usaha lain untuk

menyampaikan informasi tersebut secara mudah. Seperti

zaman sekarang yang memiliki teknologi yang maju

seseorang dapat memberikan informasi dengan beragam

cara50. Selain itu masjid juga difungsikan sebagai

tempat mengumumkan hal-hal yang penting berkaitan

dengan peristiwa-peristiwa sosial kemasyarakatan

sekitar.51 Karena pada dasarnya masjid yang didirikan

secara bersama dan untuk kepunyaan serta kepentingan

bersama. Sekalipun masjid tersebut didirikan secara

individu, tetapi masjid tersebut tetaplah difungsikan

untuk tujuan bersama. Hal ini dapat diamati dari

pengaruh shalat berjama’ah. Orang-orang duduk,

50
https://eprints.umm.ac.id/41670/2/BAB%20I.pdf
51
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, ....., h. 127.
39

berdiri, dan sujud dalam shaf (barisan) yang rapi

bersama-sama dipimpin oleh seorang imam.52

Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, maka dapat

disimpulkan indikator dari peran Masjid dalam bidang sosial

kemasyarakatan yakni:

a) Kegiatan berkumpul waga di dalam Masjid maupun

lingkungan luar Masjid

b) Kegiatan musyawarah dan rapat bersama

c) Penyampaian informasi kepada warga

3) Ekonomi

Menurut Chapra, ekonomi Islam adalah sebuah

pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia

melalui alokasi dan distribusi sumber daya dengan mengacu pada

pengajaran Islam.53 Berawal dari keyakinan bahwa masjid adalah

merupakan pembentuk peradaban masyarakat Islam yang

didasarkan atas prinsip keutamaan dan tauhid, masjid menjadi

sarana yang dapat melaksanakan dari apa yang menjadi kebutuhan

masyarakat sekitarnya, minimal untuk masjid itu sendiri agar

menjadi otonom dan tidak selalu mengharapkan sumbangan dari

52
Syahruddin Hanafie, Mimbar Masjid, Pedoman untuk Para Khatib dan
Pengurus Masjid, (Jakarta: Haji Masagung, 1988), h. 349.
53
Mustafa, Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta:
kencana, 2006), h. 16.
40

para jama’ahnya.54 Berikut ini beberapa peran dan fungsi masjid

dalam bidang ekonomi:

a. Aktivitas warga terkait ekonomi yang dijalankan di Masjid

Menurut Anton M. Mulyono aktivitas artinya (kegiatan atau

aktivitas) . jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-

kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan

suatu aktivitas. Sriyono juga berpendapat aktivitas adalah

segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau

rohani55. Dalam hal ini masjid dapat berperan sebagai aktivitas

ekonomi melalui pendirian lembaga keuangan ultra mikro

syariah yang dapat memberikan akses modal bagi pedagang

kecil yang tidak dapat mengakses modal di bank syariah karena

dinilai tidak bankable. Sehingga dengan demikian kehadiran

masjid dapat menjadi media untuk memberdayakan ekonomi

umat yang menjadi jemaah masjid, sehingga keberdaannya

sangat dirasakan dan dbutuhkan oleh masyarakat sekitar

masjid.

b. Ketersediaan Koperasi atau lembaga keuangan syariah

Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan

dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama.

Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip

54
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, ....., h. 185.
55
https://digilib.iainkendari.ac.id/117/3/BAB%20II.pdf
41

gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan56.

Selanjutnya terdapat koperasi dan Badan Usaha Masjid untuk

menyejahterakan umkm sekitar masjid meningkatkan

perekonomian masyarakat sekitar Masjid tersebut. Hal ini

hamper sama dengan point a.

c. Ketersediaan lembaga pengelolaan zakat

Zakat berasal dari bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik,

berkah, tumbuh, dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di

dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah,

membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai

kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5). Sementara menurut

Peraturan Menteri Agama No. 52 Tahun 2014, Zakat adalah

harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan

usaha yang dimiliki oleh orang Islam untuk diberikan kepada

yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam 57.

Manajemen zakat adalah suatu pola

perencanaan,pengelolaan,pendistribuan,dan pengawasan dana

zakat agar agar lebih terstruktur dan tersalurkan secara merata

dan memenuhi kemaslahatan Ummat,dengan adanya

manajemen zakat maka dari itu masjid membentuk badan amal

zakat untuk menampung sumbangan dari ummat untuk ummat.

56
https://koperasi.bappenas.go.id/portal/portal/index7f12.html?page=koperasiindonesia
57
https://baznas.go.id/zakat
42

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

indikator dari peran Masjid dalam bidang ekonomi yakni:

a) Aktivitas warga terkait ekonomi yang dijalankan di Masjid

b) Ketersediaan Koperasi atau lembaga keuangan syariah

c) Ketersediaan lembaga pengelolaan zakat

4) Pendidikan

Pendidkan menurut Marlina Gazali yang dikutip dari

Kihajar Dewantoro adalah,”daya upaya untuk memajukan

pertumbuhan budi pekerti, karakter, pikiran, dan tubuh anak didik,

untuk menjalakan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya58.

Pendidikan dapat juga diartikan sebagai upaya untuk

memanusiakan manusia, melalui pendidikan ini dapat tumbuh dan

berkembang secara wajar dan sempurna sehingga dapat

melaksankan tugas-tugasnya sebagai khalifah Allah SWT.59

Sebagaimana yang telah banyak dicatat oleh kaum sejarawan

bahwa Nabi Muhammad SAW, telah melakukan keberhasilan

dakwahnya ke seluruh penjuru dunia. Salah satu faktor

keberhasilan dakwah tersebut tidak lain karena mengoptimalkan

masjid, salah satunya adalah bidang pendidikan.60

58
Marlina gazli, M, PdI, Dasar - Dasar Pendidikan, Stain Kendari, 30 maret 2008, h. 2
Jauhar Muchtar Heri, Fikih Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja
59

Rosdakarya, 2005), h. 1.

Iswati, Metode Dakwah Pondok Pesantren Syaikh Jamilurrahman As-Salafy


60

Yogyakarta, (Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2012), h. 18.


43

Masjid sebagai tempat pendidikan nonformal, juga

berfungsi membina manusia menjadi insan beriman, bertakwa,

berilmu, beramal shaleh, berakhlak dan menjadi warga yang baik

serta bertanggung jawab. Untuk meningkatkan fungsi masjid

dibidang pendidikan ini memerlukan waktu yang lama, sebab

pendidikan adalah proses yang berlanjut dan berulang-ulang.61

Karena fungsi pendidikan mempunyai peranan yang penting untuk

meningkatkan kualitas jama’ah dan menyiapkan generasi muda

untuk meneruskan serta mengembangkan ajaran Islam, maka

masjid sebagai media pendidikan massa terhadap jama’ahnya perlu

dipelihara dan ditingkatkan.

Masjid menyediakan fasilitas kegiatan TPA untuk anak

maupun orang tua yang ingin belajar Al quraan lebih mendalam

setiap hari selasa dan kamis. Masjid memiliki peran penting

sebagai tempat pendidikan dapat dipastikan mampu memberikan

alternatif untuk menciptakan generasi-generasi shaleh, masjid yang

penuh dengan kegiatan pengkajian keilmuan akan memainkan

peran sebagai fasilitator pendidikan baik secara langsung ataupun

tidak. Selain untuk memperdalam ilmu agama, secara tidak

langsung masjid memberikan pendidian yang bersifat sosial dan

moral karena mengajarkan perilaku demokratis dan egaliter karena

61
Fachmi Farhan, Nurwadjah, & A. Suhartini, “Masjid Sebagai Basis Pendidikan
Non Formal”, Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam & Pendidikan, Volume 14, Nomor 1
(2022), h. 47.
44

didalam masjid tidak ada perbedaan siapa yang lebih mulia dari

yang lain.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

indikator dari peran Masjid dalam bidang pendidikan yakni:

a) Keberadaan TPA/TPQ

TPQ ( Taman Pendidikana al Qur’an) adalah merupakan salah

satu lembaga non formal yang membina anak didiknya dengan

membaca al Qur’an an/mengkaji serta mendalami materi TPQ

yang tujuannya yaitu membentuk sikap kepercayaan diri santri

berakhlak mulia sesuai tutunan al Qur’an dan hadis62. Dalam

hal ini masjid dapat berguna bagi anak atau orang tua yang

akan belajar Al-Quran lebih mendalam

b) Adanya kegiatan kajian, diskusi dan seminar

Kajian, diskusi, dan seminar tidak hanya dilakukan di gedung

akan tetapi dapat dilakukan di masjid baik kajian kagamaan,

ekonomi, ataupun sosial.

5) Dakwah

Masjid dan kegiatan dakwah merupaka dua faktor yang erat

sekali hubungannya satu sama lain, saling isi mengisi diantara

keduanya seperti Gedung dengan barangnya. 63


Dakwah adalah

mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar

sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan


62
http://digilib.iainkendari.ac.id/469/3/BAB%20II.pdf
A. Syamsuri Siddik, Masjid Sebagai Pusat Kegiatan Dakwah Islamiyah, Kertas
63

Kerja dalam Loka Karya Imaroh Masjid Se-Jabar, 1976 Bandung


45

kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.64 Lingkup pelaksanaan

dakwah meliputi seluruh kegiatan untuk mendorong seseorang berbuat

kebajikan dan menjauhkan diri dari berbagai kejahatan, baik dengan

lisan dan tulisan, lewat rekaman kaset, maupun dengan contoh

perbuatan dan akhlak yang mulia65. Masjid merupakan pusat dakwah

yang selalu menyelenggarakan kegiatan-kegiatan rutin seperti

pengajian, ceramah-ceramah agama, dan kuliah subuh.66 Kegiatan

semacam ini bagi para jama’ah dianggap sangat penting karena

forum inilah mereka mengadakan internalisasi tentang nilai-nilai

dan norma-norma agama yang sangat berguna untuk pedoman

hidup ditengah-tengah masyarakat secara luas atau ungkapan lain

bahwa melalui pengajian, sebenarnya masjid telah menjalankan

fungsi sosial.

Dengan Demikian masjid yang didirikan di dalam suatu

lokasi tertentu harus berperan sebagai tempat kegiatan dakwah

Islamiyah, dakwah ini pada dasarnya meliputi berbagai aspek

kehidupan termasuk masalah sosial, budaya,Pendidikan dsb. Oleh

karena itu dakwah dipandang penting sebagai suatu kegiatan untuk

mingkatkan syiar islam dan kehidupan beragama di masyarakat.

Fachmi Farhan, Nurwadjah, & A. Suhartini, “Masjid Sebagai Basis Pendidikan


64

Non Formal”, ...., h. 48


65
http://repository.iainpare.ac.id/1165/1/Pengantar%20Ilmu%20Dakwah.pdf
Pachad & Sobirin, “Peranan Perencanaan Bagi Pengembangan Masjid Raya
66

Nurul Hidayah Kebayoran Lama Jakarta Selatan”, Salam: Jurnal Sosial dan Budaya
Syar’i, Volume 8, Nomor 3 (2021), h. 887.
46

Tentu saja dengan adanya kegiatan subuh ceria maka

terdapat pula penyampaian ceramah agama yang di sampaikan oleh

tokoh agama maupun ulama setempat,Masjid sering mengadakan

kegiatan agama rutin yaitu pengajian akbar ahad pagi serta HAUL

Pendiri masjid KH Hasan Zainal Mustopa.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

indikator dari peran Masjid sebagai sarana berdakwah yakni:

a) Adanya kegiatan ceramah rutin

b) Adanya kegiatan pengajian akbar

6) Politik

Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa

Yunani, yakni polis yang berarti kota yang berstatus negara kota

(city state)67. Dalam negarakota di zaman Yunani, orang saling

berinteraksi guna mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut

Aristoteles) dalam hidupnya68. Sedangkan secara terminologi,

politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam

rangka pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat

tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu

wilayah tertentu.69 Masjid juga memiliki fungsi dan peran sebagai

tempat pemerintahan, di dalam masjidlah, Nabi Muhammad SAW,

melakukan diskusi-diskusi pemerintahan dengan para sahabatnya,

67
Hidajat Imam. 2009. Teori-Teori politik. Malang: Setara press. Hlm 2
68
Basri Seta. 2011. Pengantar Ilmu Politik. Jogjakarta: Indie Book Corner. Hlm 2.
Eko Nursanty & Astari Wulandari, Place Attachment, (Semarang: Butterfly
69

Mamoli Press, 2021), h. 24.


47

di masjidlah dilakukan diskusi siasat perang, perdamaian, dan lain

sebagainya.70 Segala hal duniawi yang didiskusikan di dalam

masjid akan tunduk dan taat akan aturan-aturan Allah, yang artinya

tidak akan terjadi penyelewengan dari syariat Allah dalam

mengambil keputusannya.

Dalam hal politik masa sekarang masjid di gunakan sebagai

perkumpulan kelompok pengajian tertentu seperti ormas besar

Nadhatul Ulama(NU) dengan mengundang tokoh /figur dari NU

tersebut untuk menyampaikan ideologi maupun mengisi kajian

rutin.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

indikator dari peran Masjid dalam bidang politik yakni:

a) Perkumpulan kelompok atau organisasi di Masjid

b) Adanya penyampaian ideologi tokoh/figur dalam masjid

7) Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan

sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara

sosial dan ekonomi.71 Kesehatan merupakan hal yang paling

penting bagi manusia. Dengan adanyakesehatan, manusia dapat

menjalankan segala aktivitas. Menjaga kesehatan diri dapat

dilakukan dengan tetap menjaga kebersihan lingkungan agar tidak

70
M. Firdaus, dkk., Pendidikan Agama Islam Untuk perguruan Tinggi, (Aceh:
Yayasan Penerbit Muhammad Zaini, 2022), h. 152.
71
Undang - Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
48

timbul penyakit yang dapat menyerang. Selain itu, pemerintah telah

memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini sangat

dibutuhkan oleh masyarakat yang terserang penyakit72. Tujuan

utama Pelayanan Kesehatan ini digunakan untuk menyembuhkan

penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama

untuk perseorangan dan keluarga73. Masjid berfungsi sebagai balai

pengobatan, pada masa Nabi Muhammad SAW, masjid dijadikan

balai pengobatan bagi seluruh pejuang-pejuang yang mengalami

luka setelah berperang.74 Setiap sisi ruangan/bagian masjid selalu

dimanfaatkan oleh Nabi untuk segala hal aktifitas duniawi

(hablumminannas). Jika masjid memiliki balai pengobatan seperti

klinik atau rumah sakit, maka masyarakat yang membutuhkan akan

sangat terbantu dalam pengobatannya. Dan masjid juga tidak sepi

setiap harinya.75Di masa sekarang masjid juga memiliki layanan

kesehatan seperti hal nya UKS di sekolah di dalam usaha kesehatan

masjid terdapat macam layanan seperti tersedia donor

darah,vaksinasi,dan paling utama adanya kotak alat kesehatan

(P3k)

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

indikator dari peran Masjid dalam bidang kesehatan yakni:

72
https://eprints.uny.ac.id/18662/4/4.%20Bab%20II.pdf
73
https://eprints.uny.ac.id/18662/4/4.%20Bab%20II.pdf
Ahmad Zuhri, Zulheddi dan Sahbudi, Pemberdayaan Aset Wakaf: Mewujudkan
74

Masjid Mandiri di Kota Medan, (Medan: Diandra Kreatif, 2023), h. 120.

Nurul Jannah, Revitalisasi Peranan Masjid di Era Modern (Studi Kasus di


75

Kota Medan), Tesis, (Medan: Pascasarjana Universitas Islam Negeri, 2016), h. 23.
49

a) Adanya layanan kesehatan di sekitar Masjid

b) Ketersediaan balai pengobatan dan kotak alat kesehatan (P3K)

di dalam Masjid

c) Sebagai pos kegiatan terkait kesehatan seperti donor darah,

vaksinasi.

Kesimpulan :

Masjid sebagai pusat perkembangan islam di indonesia

memiliki beberapa fungsi diantaranya ialah: fungsi

ibadah/keagaamaan, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi

edukatif/pendidikan, fungsi dakwah, fungsi politik, serta fungsi

kesehatan. Pada fungsi keagaamaaan dari Masjid utamanya

terepresentasikan ke dalam berbagai kegiatan keagamaan yang

diselenggarakan oleh masjid muali dari sholat berjamaah, pengajian

maupun kajian islam. Fungsi edukasi atau dakwah pendidikan masjid

dari masjid terepresentasikan dalam kegiatan TPA yang

diselenggarakan oleh pengurus Masjid. Fungsi politik dari masjid

terepresentasikan dalam kegiatan penyampaian ideologi milik tokoh-

tokoh politik maupun politik yang bersifat keumatan seperti

digunakan untuk musyawarah warga dan sebagainya. Pada fungsi

komunikatif dari masjid dapat terlihat saat masjid dijadikan tempat

untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kegiatan

masyarakat. Sedang fungsi sosial kemasyarakatan dapat terlihat dari


50

dinamika sosial pada kehidupan masyarakat yang berpusat pada

masjid tersebut.

Masjid merupakan pusat komunitas dan berperan sebagai lokus

kegiatan ibadah dan pengajaran keagamaan awal. Di masjidlah anak-

anak pertama kali dikenalkan dengan unsur-unsur ibadah tradisi santri.

Mulai lima atau enam tahun, mereka diajarkan cara melaksanakan

shalat, membaca teks Arab dan melantunkan Al-Qur’an. Ada juga

pelajaran tentang dasar-dasar teologi dan hukum. Ini disebut pengajian

dan umumnya mengambil bentuk ceramah-ceramah yang disampaikan

oleh santri senior. Masjid juga menjadi tempat kegiatan ibadah

tahunan yang bersifat umum seperti penyelenggaraan Idhul Fitri atau

lebaran akhir Ramadhan, Idhul Adha maupun Maulid Nabi dan Tahun

Baru Islam.

Masjid juga menyediakan fasilitas kesehatan untuk jamaah di

masa pandemi seperti kegiatan vaksinasi dan donor darah rutin.Donor

darah ini masjid bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia

(PMI)kabupaten Sragen Jawa Tengah.

2. Islamisasi

Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur semua bidang

kehidupan (QS Al-Maidah: 3). . Islam menyentuh seluruh segi kehidupan.

Ia adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, akhlak dan

kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan perundang-undangan,

ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan
51

kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia

adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar (al-Wasli, 2001:33) 76.

Islam juga agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tunggi darinya. Al

Islamu ya’lu wa la yu’la alaihi. Umat Islam disebut sebagai khoiru umat.,

sebagaimana diungkapkan dalam Al Qur’an Surat Ali Imron ayat 11077.

Terdapat diskusi panjang di antara ahli sejarah mengenai masuknya

Islam di Indonesia. Perdebatan itu menyangkut tempat asal kedatangan

Islam, para pembawa, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan

pembahasan yang berusaha menjawab tiga masalah pokok ini belum

tuntas. Tidak hanya kurangnya data pendukung teori tersebut, tetapi juga

karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada. Terdapat kecenderungan

kuat adanya suatu teori yang hanya menekankan aspek-aspek khusus dari

ketiga masalah pokok, tetapi mengabaikan aspek-aspek lainnya. Oleh

karena itu, kebanyakan teori yang ada dalam segi-segi tertentu gagal

menjelaskan kedatangan Islam di Indonesia.78

Islamisasi di Indonesia merupakan suatu proses sejarah yang sangat

penting. Ricklefs menyebutkan bahwa ada dua kemungkinan proses

penyebaran agama Islam di Indonesia. Pertama, penduduk pribumi

berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya.79 Kedua,

76
Al Wasyli, Abdullah bin Qasim. 2001. Syarah Ushul ‘Isyrin, Menyelami Samudra 20 Prinsip Hasan
Al Banna. Cetakan Pertama. Solo: Era Intermedia.
77
https://media.neliti.com/media/publications/69311-ID-islamisasi-ilmu-pengetahuan.pdf
AzyumardiAzra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
78

Abad XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 53
79
M. C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013), h.
121
52

orang-orang asing Asia (Arab, India, Cina, dll) yang telah memeluk agama

Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah di Indonesia,

melakukan perpernikahanan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal

sampai sedemikian rupa, sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa atau

Melayu ataupun sudah termasuk dalam anggota suku-suku tertentu.

Meskipun demikian, ada kepastian bahwa kedatangan Islam ke Indonesia

dilakukan secara damai. Paling tidak ada empat teori yang dimunculkan

yaitu teori India, teori Arab, teori Persia dan teori Cina. 80 Akan tetapi

dalam penelitian ini penulis hanya menjelaskan teori Arab sebagai

landasan teori.

Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa islamisasi dapat diartikan sebagai proses konversi masyarakat

menjadi Islam. Dalam penggunaan kontemporer, mungkin mengacu pada

pengenaan dirasakan dari sistem sosial dan politik Islam di masyarakat

dengan latar belakang sosial dan politik pribumi yang berbeda. Islamisasi

menjadi suatu istilah yang membawa sesuatu ke dalam Islam atau

membuatnya dan menjadikannya Islam sesuai dengan ruh.

Menurut teori Arab atau teori Makkah, upaya yang dilakukan oleh

para pedagang Arab dalam mengenalkan Islam ke wilayah Indonesia,

memiliki pengaruh besar dalam mewarnai Islam Indonesia. Para pedagang

Arab ini terlibat aktif dalam penyebaran Islam ketika mereka dominan

dalam perdagangan Barat-Timur sejak awal abad ke-7 dan ke-8 M. Asumsi

80
Nor Huda, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), h. 23.
53

ini didasarkan pada sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa

menjelang abad ke-7, ada seorang pedagang Arab menjadi pemimpin di

pemukiman Arab Muslim di pesisir barat Sumatera. Bahkan beberapa

orang Arab ini telah melakukan pernikahan dengan penduduk pribumi

yang kemudian membentuk inti sebuah komunitas Muslim yang para

anggotanya telah memeluk Islam81.

Teori Arab tersebut semula dikemukakan oleh Crawfurd yang

mengatakan bahwa Islam dikenalkan pada masyarakat di Nusantara

langsung dari Tanah Arab82. Dengan sedikit pengembangan teori Arab ini

didukung oleh Keyzer yang berpendapat bahwa Islam di negeri ini berasal

dari Mesir. Hal senada juga dikemukakan Niemann dan de Hollander,

yang mengatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Hadramaut.

Sementara P. J. Veth berpandangan bahwa orang-orang Arab yang

melakukan pernikahan dengan penduduk pribumi yang berperan dalam

penyebaran Islam di pemukiman baru mereka di Nusantara.83

Sejumlah ahli Indonesia dan Malaysia mendukung teori Arab dan

madzab tersebut. Dalam seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia

yang diadakan pada 1963 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam datang

langsung dari Arab, bukan dari India.84 Hasjmy menyebutkan bahwa Islam
81
Lutfiyani, L., & Fadlan, A. H. (2019). ISLAM NUSANTARA (a Theory of the
Arrival of Islam Until the Process of Islamization In The Nusantara). PROCEEDING
IAIN Batusangkar, 4(1), 167-174.
82
Husda, H. (2017). Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para
Sejarawan). Jurnal Adabiya, 18(2), 17-29.
83
Ibid.,
84
Binarto, B. (2020). Teori dan Proses Islamisasi di Indonesia. Prosiding
Nasional, 3, 287-302.
54

datang pertama kali datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau

abad ke-12 atau 13 M. Sementara Uka Tjandrasasmita, pakar sejarah dan

arkeologi Islam menduga bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7

dan ke-8 M. Pada abad ini, dimungkinkan orang-orang Islam dari Arab,

Persia dan India sudah banyak yang berhubungan dengan orang-orang di

Asia Tenggara dan Asia Timur. Kemajuan perhubungan pelayaran pada

abad-abad tersebut sangat mungkin sebagai akibat persaingan di antara

kerajaan-kerajaan besar ketika itu, yakni Kerajaan Bani Umayyah di Asia

Barat, kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara dan kekuasaan Cina di bawah

Dinasti Tang di Asia Timur.85

Pendukung teori Arab lainnya adalah Syed Muhammad Naquib al-

Attas, pakar kesusasteraan Melayu yang mengatakan bahwa bukti paling

penting yang dapat dipelajari ketika mendiskusikan kedatangan Islam di

kepulauan Melayu-Indonesia adalah karakteristik internal Islam itu sendiri.

Dia menggagas suatu hal yang disebut sebagai teori umum mengenai

Islamisasi di Kepulauan Melayu-Indonesia yang didasarkan pada sejarah

literatur Islam Melayu dan sejarah pandangan dunia (worldview) Melayu

Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui perubahan konsep dan istilah kunci

dalam literatur Melayu pada abad 10 M - 11 M atau abad 16 - 17 M86.

Husda, H. (2017). Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para


85

Sejarawan). Jurnal Adabiya, 18(2), 17-29.


86
Husda, H. (2017). Islamisasi Nusantara (Analisis Terhadap Discursus Para
Sejarawan). Jurnal Adabiya, 18(2), 17-29.
55

Nusantara merupakan wilayah yang sangat strategis, sehingga

banyak disinggahi oleh para saudagar dari mancanegara.87 Di Jawa,

pelabuhan yang banyak disinggai oleh para saudagar adalah Tuban dan

Gresik karena letaknya yang strategis yaitu di tengah jalur pelayaran dari

Selat Malaka ke Maluku dan Banda. Setiap kapal yang berlayar

bergantung pada arah mata angin.88 Ketergantungan pada sistem angin

tersebut membuat para pedagang untuk singgah. Selain berdagang, mereka

juga bersosialisasi dengan penduduk setempat sekaligus mendakwahkan

agamanya.

Implementasi Islamisasi ilmu pengetahuan di dunia Islam,

mempunyai banyak ragam metode dan pendekatan. Setidaknya terdapat

tiga pendekatan dalam melakukan Islamisasi yaitu: pendekatan

labelisasi/ayatisasi, pendekatan aksiologis, dan pendekatan penerapan

nilai-nilai Islam dan Konsep Tauhid.

a. Pendekatan labelisasi

Islamisasi dengan pendekatan demikian adalah memberikan

label Islami pada suatu ilmu pengetahuan tertentu. Pendekatan

labelisasi berdasarkan pada asumsi bahwa Al Qur’an merupakan

wahyu Allah yang bisa memberi penjelasan tentang segala sesuatu.

Berangkat dari pemahaman ini, maka segala bidang ilmu pengetahuan

87
Bambang Budi Utomo, “Majapahit Dalam Lintas Pelayaran Dan Perdagangan
Nusantara”. Berkala Arkeologi, 29(2), 1-14.
88
Hasan, N., Subanji, S., & Sukorianto, S. (2019). Analisis Kesalahan Siswa
Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Cerita Terkait Teorema Pythagoras. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 4(4), 468-477.
56

dapat dicari informasinya dari Al Qur’an sehingga bisa dilakukan

labelisasi terhadap suatu teori. Dalam pendekatan ini, ilmu

pengetahuan dan Islam tidak bertentangan. Bucaille, seorang dokter

ahli bedah Perancis yang kemudian masuk Islam, menyatakan bahwa

tidak ada satu ayat pun yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan

dan sebaliknya semua teori ilmu pengetahuan dapat dicari rujukannya

dalam Al Qur’an.89

b. Pendekatan aksiologis

Pada pendekatan ini, Islamisasi dilakukan dengan cara

menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan

(aksiologi), tanpa mempermasalahkan aspek ontologis dan

epistemologis ilmu pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu

pengetahuan tidak dipermasalahkan, yang dipermasalahkan adalah

orang yang menggunakan ilmu pengetahuan tersebut.90 Islamisasi

dalam ranah ini dilakukan terhadap manusianya, agar memiliki

komitmen yang tinggi untuk mengamalkan agama dengan teguh dan

istiqomah serta menguasai bidang keahliannya.

c. Pendekatan internalisasi nilai-nilai Islam dan konsep Tauhid

Dalam pendekatan ini, Islamisasi dilakukan dengan cara

memasukkan nilai-nilai Islam kedalam konsep ilmu pengetahuan dan

teknologi. Asumsinya adalah ilmu pengetahuan tidaklah netral, tetapi

89
M. Quraish Shihab, Ibid.,
90
Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003), h.
35
57

penuh muatan-muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang

merancangnya. Jadi Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi

dilakukan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, bukan

hanya pada sisi penggunaannya. Pada pendekatan ini, Islamisasi ilmu

pengetahuan dilakukan dengan menjadikan konsep Tauhid sebagai

paradigma bangunan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Dalam

konsepsi Tauhid, ilmu pengetahuan pada hakekatnya adalah dari

Allah, yang disebut ilmullah. Allah sebagai Al Kholiq, pencipta alam

semesta ini, Ia Maha Mengetahui segalanya dari yang paling kecil

hingga yang paling besar, yang ghoib maupun yang nyata. Karena itu

Allah merupakan sumber ilmu pengetahuan.91

Islamisasi di Indonesia khususnya pulau Jawa dilakukan oleh para

Wali melalui berbagai sarana mulai dari perdagangan, perkawinan,

kebudayaan, pendidikan dan tasawuf. Para penyebar agama Islam di Jawa

mayoritas merupakan para pedagang.92Setiap kapal yang berlayar

bergantung pada arah mata angin. Ketergantungan pada sistem angin

tersebut membuat para pedagang untuk singgah. Selain berdagang, mereka

juga bersosialisasi dengan penduduk setempat sekaligus mendakwahkan

agamanya. Selain itu ketika berdagang, mereka tidak membawa serta

istrinya. Kemudian mereka menikah dengan wanita pribumi yang berasal

dari keluarga bangsawan, dan sebagai syaratnya wanita tersebut harus

91
Irwan Prayitno, Ma’ritullah, (Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2002),
92
Basarudin Basarudin, “Sejarah Perkembangan Islam di Pulau Lombok pada
Abad Ke-17”. SANGKéP: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, 2(1), 2019, 31-44.
58

terlebih dahulu memeluk Islam. Syekh Maulana Ishaq, ulama dari

mancanegara yang juga disebut Syekh Wali Lanang yang memperistri

Dewi Sekardadu, putri pembesar Blambangan, keturunan Majapahit, Jawa

Timur; yang kemudian menurunkan Prabu Satmata (Sunan Giri I).93

Selanjutnya islamisasi juga dilakukan melalui kebudayaan/kesenian.

Adapun seni ragam hias yang dipergunakan sebagai sarana Islamisasi

periode awal adalah berupa seni ukir yang bermotif bunga-bunga dan

sebagainya. Sebagaimana diketahui bahwa Islam melarang pembuatan

patung secara natural, baik berupa binatang apalagi manusia. Seni

bangunan di Jawa sebagian besar masih dipengaruhi oleh kebudayaan

Hindu, salah satunya adalah Masjid. Masjid yang dalam hal seni

bangunannya masih terpengaruh oleh kebudayaan Hindu adalah Masjid

Demak, Kudus, Cirebon, Banten, dan Ampel. Adapula seni sastra yang ada

di Jawa salah satunya adalah Babad. Babad merupakan cerita sejarah. Pada

masing-masing wilayah biasanya juga terdapat Babad. Misalnya Babad

Tanah Jawi, Babad Gresik, Babad Demak. Saluran Islamisasi melalui

kesenian juga banyak digunakan oleh para wali seperti wayang, seni

gamelan, karya sastra sebagai media dakwah.94

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren

maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai,

dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama,

93
Ahwan Mukarrom, Sejarah Islamisasi Nusantara, (Surabaya: Jauhar, 2014)
94
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2018)
59

dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren,

mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke

tempat tertentu mengajarkan Islam. Pada sarana tasawuf, Pengajar-

pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan Teosofi yang bercampur

dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.95

Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan untuk

menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri

bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan

kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran

mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru

itu mudah dimengerti dan diterima.96

Menurut Tjandrasasmita, saluran-saluran Islamisasi yang

berkembang di Indonesia ada enam, yaitu sebagai berikut:97

a. Saluran Perdagangan

Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

kegiatan perekonomian suatu Negara. Giatnya aktivitas perdagangan

suatu Negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya

serta menjadi tolok ukur tingkat perekomonian itu sendiri. Sehingga

bisa dibilang perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu

Negara. Melalui perdagangan pula suatu Negara bisa menjalin

95
Latifa Annum Dalimunthe, “Kajian Proses Islamisasi di Indonesia (Studi
Pustaka)”, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Vol 12 No 1, (2016), h. 121.
96
Ibid.,

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara


97

Abad XVII & XVIII, h. 26.


60

hubungan diplomatic dengan Negara tetangga secara tidak langsung

perdagangan juga berhubungan erat dengan dunia politik 98. Saluran

islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan. Hal ini

disebabkan karena dalam Islam tidak ada pemisahan antara aktivitas

perdagangan dengan kewajiban mendakwahkan Islam.99 Islamisasi

melalui perdagangan ini dimulai dari kedatangan para pedagang di

pusat-pusat perdagangan seperti pelabuhan (bandar). Mengutip

pendapat Tome Pires, Poesponegoro menyebutkan bahwa para

pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang

penduduknya ketika itu masih kafir.100 Mereka berhasil mendirikan

masjid-masjid dan mendatangkan mollah (maulana) dari luar sehingga

jumlah mereka bertambah banyak dan anak-anak Muslim itu menjadi

orang Jawa yang mapan secara ekonomi.101

Berdasarkan penjelasan ahli di atas, maka dapat disimpulkan

saluran islamisasi melalui perdagangan dilakukan oleh para

pedagungan melalui jalur dagang di pelabuhan. Islam diperkenalkan

kepada para pedagang di pesisir, dimana dalam sejarahnya ditemukan

banyak pedagang muslim yang bermukim di pesisir pulau Jawa.

Banyak pemimpin wilayah yang ditempatkan di pesisir utara Jawa

98
http://repository.stei.ac.id/4445/1/BAB%20II.pdf
99
Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, h.
45.

Latifa Annum Dalimunthe, “Kajian Proses Islamisasi di Indonesia (Studi


100

Pustaka)”, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Volume 12, Nomor 1 (2016), h. 121.

Marwati Djoned Poesponegoro dan Notosusanto Nugroho, Sejarah Nasional


101

Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 189.


61

banyak yang masuk Islam, karena faktor hubungan ekonomi dengan

pedagang-pedagang Muslim.

b. Saluran Pernikahan

Perkataan nikah mengandung dua pengertian yaitu dalam arti

yang sebenarnya (haqiqat) dan arti kiasan (majaaz). Dalam pengertian

yang sebenarnya kata nikah itu berarti berkumpul sedangkan dalam

arti kiasan berarti aqad atau mengadakan perjanjian kawin102. Para

pedagang Muslim dari sudut pandang ekonomi memiliki status sosial

yang lebih baik dari kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi

terutama putri-putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar-

saudagar itu.103 Sebelum pernikahan mereka diislamkan terlebih

dahulu dengan cara mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah

mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas dan

akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-

kerajaan Muslim.104 Saluran pernikahanan ini merupakan cara yang

efektif dan memegang peranan penting dalam proses internalisasi

ajaran Islam di Indonesia. Hubungan antara masyarakat Muslim dan

penduduk setempat terjadi sangat akrab dan baik, sehingga

102
Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia., (Bandung:Alumni,
1982), h. 3
103
Lutfiyani, L., & Fadlan, A. H. (2019). Islam Nusantara (a Theory of the
Arrival of Islam Until the Process of Islamization In The Nusantara). Proceeding IAIN
Batusangkar, 4(1), 167-174.
104
Ibid., h. 189-190
62

memungkinkan terjadinya pernikahanan campur dan mengikuti

kebisaaan orang pribumi.105

Berdasarkan penjelasan ahli di atas, maka dapat disimpulkan

saluran islamisasi melalui pernikahan dilakukan antara para saudagar

Muslim dengan pribumi khususnya keturunan bangsawan. Penduduk

pribumi terutama putri-putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri

pedagang Muslim karena memiliki status sosial yang lebih baik kala

itu. Para bangsawan tersebut kemudian masuk Islam setelah menjadi

istri seorang pedagang yang Muslim.

c. Saluran Tasawuf

Muhammad Amin Kurdi mengatakan bahwa tasawuf adalah

suatu ilmu yang diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa,

cara membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-

sifat yang terpuji, dengan melakukan suluk dan perjalanan menuju

(keridhaan) Allah SWT dan meninggalkan (larangan) menuju kepada

(perintahnya)106. Pengajaran-pengajaran tasawuf atau para sufi,

mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah

dikenal luas di masyarakat Indonesia.107 Melalui ajaran tasawuf bentuk

Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai

persamaan dengan alam fikiran mereka yang sebelumnya menganut

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Yogyakarta: Serambi,


105

2009), h. 3
106
Muhammad Amin Kurdi, Tanwir al-Qulub fi Mu’amalah ‘Alam alGhuyub (Surabaya: Bungkul
Indah, t.th.), hal. 406.
107
Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, ....,
h. 47.
63

agama Hindu, sehingga agama yang baru itu mudah dimengerti dan

diterima.108 Kartodirdjo yang mengutip dari A. H. Johns menyebutkan

bahwa ajaran Jawa tetap dipertahankan namun tokoh-tokohnya diberi

nama Islam, sebagaimana dalam cerita Bimasuci yang disadur

menjadi Hikayat Syech Maghribi.109

Berdasarkan penjelasan ahli di atas, maka dapat disimpulkan

saluran islamisasi melalui tasawuf dilakukan oleh sejumlah ahli

tasawuf dari Negara Persia dan India yang menyebar di Indonesia di

sekitar abad ke-16. Ilmu tasawuf yang mengajarkan kelembutan budi

pekerti diperkenalkan kepada rakyat dengan penggbuangan antara

budaya yang sudah ada dengan ajaran tasawuf sehingga mudah

diterima.

d. Saluran Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya

dan masyarakat110. Islamisasi juga dilakukan melalui lembaga

pendidikan. Di Indonesia lembaga pendidikan Islam ini disebut

Pane, I. (2023). Peradaban Islam di Indonesia. Journal of Education and


108

Culture, 3(1), 15-20.


109
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 35.
110
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/alurwatul/article/download/7757/4690
64

pesantren baik pesantren maupun pondok diselenggarakan oleh guru-

guru agama, kiai-kiai dan ulama-ulama.111 Sebelum masa kolonisasi,

daerah-daerah Islam di Indonesia sudah mempunyai sistem

pendidikan yang menitikberatkan pada pendidikan membaca al-

Qur’an, pelaksanaan salat dan pelajaran tentang kewajiban-kewajiban

pokok agama.112 Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru

agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari

pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian

berdakwah ke tempat asalnya untuk mengajarkan Islam kepada

masyarakatnya.113 Misalnya Raden Fatah, Raja Islam pertama Demak

merupakan didikan dari pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat

di Ampel Denta Surabaya.

Berdasarkan penjelasan ahli di atas, maka dapat disimpulkan

saluran islamisasi melalui pendidikan dilakukan oleh para ulama dan

kiai dengan menderikan lembaga pendidikan. Pendidikan agama

banyak dilakukan secara nonformal kala itu melalui pondok pesantren.

Melalui pesantren inilah muncul mubalig maupun guru agama yang

menyebarkan Islam melalui dakwah dan pendidikan ke lingkungan

sekitarnya.

e. Saluran Kesenian

Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: Salamadani Pustaka


111

Semesta, 2010), h. 28.


112
Nor Huda, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, ....,
h. 47.
Marwati Djoned Poesponegoro dan Notosusanto Nugroho, Sejarah Nasional
113

Indonesia III, …., h. 192.


65

Kesenian adalah salah satu bagian dari kebudayaan yang

dikagumi karena keunikan dan keindahannya. Kesenian merupakan

hasil karya seni manusia yang mengungkapkan keindahan serta

merupakan ekpresi jiwa dan budaya penciptanya. Kesenian

merupakan bagian dari budaya dan sarana yang digunakan untuk

mengekpresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia,

keindahannya juga mempunyai fungsi lain114. Saluran Islamisasi

melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.

Adapun Sunan Kalijaga merupakan tokoh yang paling mahir dalam

mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan,

tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan

kalimat syahadat sebagai sarana untuk memperkenalkan dan

menyebarkan Islam kepada masyarakat.115 Kesenian-kesenian lain

juga dijadikan alat Islamisasi seperti sastra (hikayat, babad, dan

sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir.116 Beberapa ukiran pada

mesjid kuno seperti di Mantingan, Sendang Duwur, menunjukkan pola

yang diambil dari dunia tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diberi

corak tertentu dan mengingatkan kepada pola-pola ukiran yang telah

dikenal pada candi Prambanan dan beberapa candi lainya.117

114
http://repository.upi.edu/29899/4/S_STR_1303674_Chapter1.pdf
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja
115

Grafindo Persada, 2012), h. 101.

Hidayat, M. (2019). Islamisasi dan Prototipe Institusi-Institusi Pendidikan


116

Islam di Indonesia. Edification Journal: Pendidikan Agama Islam, 1(1), 23-39.

Marwati Djoned Poesponegoro dan Notosusanto Nugroho, Sejarah Nasional


117

Indonesia III, …., h. 193.


66

Berdasarkan penjelasan ahli di atas, maka dapat disimpulkan

saluran islamisasi melalui kesenian dilakukan oleh sejumlah ulama

dengan mengenalkan Islam melalui seni seni bangunan, seni pahat

atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Berbagai produk seni

tersebut dipaduklan dengan ajaran Islam, seperti seni pertunjukan

Wayang yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.

f. Saluran Politik

Menurut Andrey Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa

yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen

peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti

tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama 118. Pengaruh politik

raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu,

baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi

kepentingan politik kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-

kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis

tersebut banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk

Islam.119 Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk

Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik

raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu,

baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi

kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-

118
Andrew Heywood dalam Budiardjo Miriam. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Hlm 16.
119
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Ed. 1, Cetakan
ke- 28, (Jakarta: Rajawali Press, 2017), h. 203.
67

kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak

menarik penduduk kerajaan bukan Islam masuk Islam.120

Dari pemaparan pendekatan islamisasi di dunia hingga saluran

islamisasi di Indonesia, penulis menemukan bahwa Islamisasi di Indonesia

ini salah satunya dapat dilakukan melalui beberapa Masjid yang ada di

Indonesia. Salah satu majid yang dimaksud adalah Masjid Kauman Sragen

atau sebuah masjid tertua di Bumi Sukawati. Masjid Jamik Kauman

Sragen merupakan salah satu masjid tua yang ada di Kabupaten Sragen,

keberadaannya dijadikan sebagai warisan budaya. Dilihat dari bentuk

bangunanya masjid ini mengadopsi bangunan Jawa yang terdiri dari

pendopo dan serambi. Keunikan lainnya yaitu masjid ini beratap tumpang

yang mirip dengan bangunan meru pada masa Hindu. Hingga saat ini

masjid tersebut masih kokoh karena telah mengalami beberapa kali

pemugaran. Selain itu, masjid ini menjadi wisata keagamaan dan sejarah

karena arsitekturnya yang khas Jawa-Hindu-Islam121. Islamisasi ini diawali

dengan awal mula berkembangnya Islam di Sragen. Peranan Masjid ini

digunakan oleh pendiri dan pemelihara Masjid Kauman sebagai tempat

penyebaran/dakwah agama Islam 122. Pada sumber-sumber yang ada

memang tidak dijelaskan secara detail, namun pada website

islampedia.com memaparkan sedikit paparan mengenai bagaimana

jejak islam pada Masjid Kauman Sragen.

120
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ...., h. 201.
121
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/19609/1/11120086_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-
PUSTAKA.pdf
122
https://inibaru.id/islampedia/melihat-jejak-islam-di-masjid-kauman-sragen
68

Berdasarkan paparan saluran islamisasi di Indonesia di atas, maka

dapat diketahui bahwa Islam di Indonesia berkembang dengan adanya

saluran pedagangan dimana para pedagang tersebut pada zaman itu

berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan maulana dari luar

sehingga muslim semakin bertambah, yang kedua saluran pernikahan,

seseorang yang menikah di islamkan terlebih dahulu karena itulah umat

muslim bertambah, yang ketiga adanya pengajaran tasawuf kepada

pribumi yang mana ajaran tersebut hampir sama dengan alam fikiran

mereka, yang keempat adalah saluran pendidikan dimana para kiai dan

ulama membangun pesantren untuk mempelajari agama islam, yang

kelima kesenian dimana penontok acara kesenian tersebut diminta

mengucapkan kalimat syahadat sebagai ganti upah acara tersebut dan yang

terakhir saluran politik yaitu demi kepentingan politik kerajaan-kerajaan

Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan

Islam secara politis tersebut banyak menarik penduduk kerajaan bukan

Islam itu masuk Islam. Dari beberapa kejadian kemenangan politik pada

kerajaan Islam, maka Indonesia juga mempunyai dampak yang bagus

dalam hal islamisasi melalui masjid-masjid yang ada di Nusantara yang

salah satunya adalah Masjid Jamik Kauman Sragen.

3. Peran Masjid dalam Islamisasi

Islamisasi pada dasarnya merupakan istilah menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia sebagai proses mengislamkan. Dalam kaitannya dengan

model pola Islamisasi, ada tiga model menurut Ahmad M Sewang.


69

Pertama melalui konversi. Konversi adalah perpindahan agama atau

keprcayaan yang dianut sebelumnya kepada yang baru.123 Perpindahan

semacam ini berlangsung secara darstis, diperluan proses yang bersifat

adhesi dari keprcayaan lama kepada tauhid. Kedua Islamisasi melaui

perubahan sosial, berarti perubahan secara adaptasi yang bertahap dari

budaya Pra-Islam ke budaya Islam.124 Ketiga melalui migrasi yaitu

perpindahan penduduk dari satu wilayah yang berpendudukan Islam ke

wilayah lain untuk menetap sehingga memunculkan gelombang Islam

yang baru.125

Semakin besar kekuasaan suatu negara maka semakin besar dan

megah juga bentuk bangunan masjid. Masjid telah menjadi identitas

sebuah desa bahkan negara. Nilai spritual yang berkembang di suatu

daerah dapat dilihat dari masjid serta segala aktifitas jemaahnya. Masjid

mimiliki nilai yang multifungsi diantaranya yaitu sebagai pusat

pengembangan nilai-nilai humanis dan kesehjatraan umum. Secara umum

masjid berfungsi untuk melaksanakan taqwa, dimana makna taqwa disini

ialah memelihara diri dari siksaan Allah dengan cara menjalankan semua

perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya berupa maksiat dan

kejahatan.126 Kemudian ketika kemampuan semakin meningkat tumbuhlah


123
Ahmad M. Sewang, Islamisasi di Kerajaan Gowa (Abad XVI dan Abad XVII),
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cetakan Ke-2, 2005), h. 80-81.
124
Ibid., h. 81
125
Abdurrahman, Mas’ud. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Amzah. 2013), h.
302-303.
126
Ahmad, Umar Hasyim. Menjadi Muslim Khafah. (Yogyakarta: Mitra Pustaka.
2007) h. 618.
70

pengembangan masjid yang menggambarkan fungsi tambahan dari fungsi

utamanya, yakni berupa sarana untuk tujuan-tujuan sosial kemanusiaan

seperti masjid sebagai madrasah, sebagai tempat pendidikan agama Islam,

masjid sebagai rumah sakit, masjid sebagai sekolah serta sebagai dapur

umum.127

Peranan masjid tidak hanya menitikberatkan pada aktifitas akhirat

saja tetapi mempadukan antara aktivitas ukhrawi dan aktivitas duniawi.

Dalam perkembangannya yang terakhir, masjid mulai memperlihatkan

aktivitas oprasional menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan.

Menurut Sidi Gazalba, peranan masjid pada masa Rasulullah SAW,

sebagai tempat untuk bertanya dan mencari ilmu.128 Peran masjid seperti

itu merupakan cikal bakal lahirnya kepustakaan masjid dan kepustakaan

Islam, ini menunjukkan bahwa berperan sebagai pusat peradaban Islam.

Berdasarkan catatan-catatan sejarah Islam dan tradisi Rasulullah

SAW, maka lembaga pembinaan imarat masjid menyimpulkan beberapa

poin tentang peranan masjid dalam pembangunan umat, yaitu: 129 a) Masjid

merupakan tempat kaum muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada

Allah SWT130; b) Masjid adalah tempat kaum muslimin berzikir,

127
Rochym, Abdul. Sejarah Arsitektur Islam. (Bandung: Penerbit Angkasa, 1983),
h. 4-5.
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Cet VI, (Jakarta:
128

Pustaka Al Husna, 1994), h. 118.

Nurhayati, S. Masjid Sebagai Pusat Pembinaan Umat Islam di Desa Bonto


129

Daeng Kecamatan Ulu Ere Kabupaten Bantaeng. Skripsi, (Makassar: Universitas


Muhammadiyah Makassar, 2015), h. 20.

Putra, A., & Rumondor, P. (2019). Eksistensi masjid di era rasulullah dan era
130

millenial. Tasamuh, 17(1), 245-264.


71

membersihkan diri dan mendapat pengalaman batin keagamaan sehingga

selalu dapat memelihara keseimbangan jiwa dari keutuhan

kepribadiannya131; c) Masjid merupakan tempat membina keutuhan ikatan

jamaah kaum muslimin dan gotong royong di dalam mewujudkan

kesejahteraan bersama132; d) Masjid dengan majelis taklimnya telah

menjadiakn tempat meningkatkan kecerdasan kaum muslimin; e) Masjid

merupakan tempat menyelesaikan masalah kaum muslimin yang timbul

dalam masyarakat; f) Masjid merupakan tempat kaum muslimin

berkonsultasi mengajukan kesulitan-kesulitan dan memintah bantuan serta

pertolongan; g) Masjid bertempat untuk menggalang dana untuk

kepentingan agama dan masyarakat; h) Masjid sebagai tempat melakukan

pengaturan dan supervisi sosial.133

Dari paparan peranan masjid dalam pembangunan umat guna

pendukung Islamisasi, salah satu masjid yang akan diulas pada penelitian

ini adalah Masjid Besar Kauman yang menjadi tempat bersejarah dan juga

menjadi saksi masuknya agama Islam ke Bumi Sukowati. Masjid yang

berlokasi di Kampung Kauman, RT 26/RW 08, Kelurahan Sragen Wetan,

Sragen. Masjid kuno di Sragen ini didirikan KH Hasan Zainal Mustofa

pada 1826. Masjid Besar Kauman Sragen kental dengan tradisi budaya

Nahdliyin. Masjid ini rutin dipakai untuk kegiatan zikir tahlil dengan

131
Ibid., h. 21
132
Nashir, A. (2020). Motivasi Dan Peran Remaja Dalam Megembangkan
Pendidikan Agama Islam Di TPQ Musala At Tohiriyah Desa Wadang Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro (Doctoral Dissertation, Institut Agama Islam Sunan Giri
Bojonegoro).
133
Ibid., h. 22
72

pengajian umum setiap malam Jumat dan Minggu pagi. Bagi yang ingin

menjalankan Salat Tarawih dan Salat Witir di Bulan Ramadan dengan 23

rekaat, bisa datang ke Masjid Kauman Sragen. Tradisi Nahdliyin juga

tampak dalam kegiatan Salat Jumat yang memakai dua kali panggilan

azan. Masjid ini Disebut Masjid Kauman karena dulu masjid itu menjadi

tempat tinggal kaum santri yang belajar agama Islam. Ini sama persis

dengan Masjid Kauman Masaran. Bukti ini dikuatkan dengan beberapa

sumber yang menyatakan bahwa masjid ini memang digunakan untuk

kepentingan menyebarkan agama Islam atau Islamisasi di Bumi

Sukowati134.

Maka dapat disimpulkan bahwa peranan masjid dalam

pembangunan umat ialah sebagai tempat beribadah dan berzikir oleh kaum

muslimin kepada Allah SWT, selain itu masjid berfungsi sebagai tempat

beri’tikaf dan ibadah sunnat lainya, secara makro masjid berfungsi sebagai

sarana tempat berkumpul (musyawarah/diskusi), menuntut

ilmu/pendidikan, bertukar pengalaman, kegiatan sosial, pembinaan ummat

dan pusat da’wah.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan

dan acuan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan

penelitian yang akan dilakukan. Maka dalam kajian pustaka ini peneliti

menantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:

134
https://soloraya.solopos.com/wajib-tahu-4-masjid-kuno-di-sragen-ini-bernilai-sejarah-penting-
1152456
73

Penelitian terdahulu yang relevan telah dilakukan oleh

Wulansari135dengan judul Peranan Masjid Dalam Proses Islamisasi

Masyarakat Abangan: Studi Kasus Masjid Al-Yaqin Dusun Tambakruji.

Penelitian tersebut menjelaskan bahwa Masjid memiliki nilai yang

multifungsi diantaranya yaitu sebagai pusat pengembangan nilai-nilai

humanis dan kesehjateraan umum. Masjid sebagai pusat peradaban Islam

memiliki beberapa fungsi diantaranya ialah: fungsi keagaamaan, fungsi

sosila, fungsi psikologis, fungsi edukatif dan dakwah, fungsi politik, fungsi

peradilan serta fungsi komunikatif. Dari beberapa fungsi masjid yang telah

dipaparkan fungsi dari Masjid Al-Yaqin yang paling menonjol dalam proses

Islamisasi masyarakat abangan ialah fungsi keagaaman, fungsi sosial, fungsi

edukasi dan dakwah serta fungsi komunikasi.Persamaan dengan penelitian ini

berada pada topik penelitian yang sama-sama mengangkat terkait peran

Masjid dalam Islamisasi, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

Sedangkan perbedaan dengan penelitian terletak pada objek dan fokus

penelitian yang dianalisis, dimana Peneliti memilih objek penelitian Masjid

Jami’ Kauman di Sragen Jawa Tengah dengan fokus penelitian yakni latar

belakang berdirinya dan peranan Masjid Jami’ Kauman dalam islamisasi di

Sragen.

135
Putri Wulansari, Peranan Masjid Dalam Proses Islamisasi Masyarakat
Abangan: Studi Kasus Masjid Al-Yaqin Dusun Tambak Ruji. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Raushan Fikr, 8(1), 2019, 121-128.
74

Penelitian lain yang relevan juga dilakukan oleh Iskarinaet al.136 dengan

judul Eksplorasi Aspek Historis Masjid Jami’ Al-Anwar Dalam Proses

Islamisasi Di Teluk Betung Selatan. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa

Masjid Jami’ Al-Anwar merupakan masjid tertua di Provinsi Lampung yang

pada zaman dahulu digunakan sebagai proses Islamisasi di Lampung. Masjid

Jami’ Al-Anwar sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dari waktu

ke waktu. Masjid Jami’ Al-Anwar memiliki banyak benda bersejarah yang

tersimpan dalam komplek Masjid Jami’ Al-Anwar seperti Al-Qur’an tertua di

Lampung yang berasal dari Arab Saudi tahun 1934, meriam peninggalan

Portugis pada tahun 1111 M, gentong air bercorak Chinese, sebuah sumur tua

buku-buku dan arsip peninggalan Belanda dan Portugis.Persamaan dengan

penelitian ini berada pada topik penelitian yang sama-sama mengangkat

terkait Masjid dalam proses Islamisasi, dengan menggunakan metode

penelitian kualitatif. Sedangkan perbedaan dengan penelitian terletak pada

objek dan fokus penelitian yang dianalisis, dimana Peneliti memilih objek

penelitian Masjid Jami’ Kauman di Sragen Jawa Tengah dengan fokus

penelitian yakni latar belakang berdirinya dan peranan Masjid Jami’ Kauman

dalam islamisasi di Sragen. Penelitian terdahulu tersebut juga berfokus

mengkaji peran Masjid dalam Islamisasi melalui aspek hsitorinya.

136
Meta Iskarina, Nunung Yuliana, Tina Wulandari, & Rinaldi A. Pratama,
“Eksplorasi Aspek Historis Masjid Jami’al-Anwar Dalam Proses Islamisasi di Teluk
Betung Selatan, Lampung”. Artefak, 9(1), 2022, 1-8.
75

Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Zanuri137dengan

judul Integrasi Islam Dan Budaya Lokal Dalam Seni Arsitektur Masjid Kuno

Di Jawa: Sebuah Tinjauan Umum.Hasil penelitian tersebut menjelaskan

bahwa membangun peradaban Islam yakni dengan konteks, realitas yang ada.

Misalnya pada pembangunan masjid yang bergaya arsitektur Jawa. Identitas

keislaman ala Indonesia begitu nampak, dan ini tidak bertentangan dengan

syariat Islam dalam mengerjakan peribadat wajib kepada Tuhan. Identitas

Muslim Indonesia selain berbusana, dalam seni tata ruang pun juga

mempunyai identitas seperti masjid misalnya. Masjid sebagai poros kegiatan

umat Islam dalam hal apapun, telah bertransformasi selain fisiknya, tapi juga

tujuan berdirinya masjid tersebut. Jawa begitu kuat dengan falsafahnya,

sehingga masjid sebagai konstruk Islam yang terlihat, pun termaknai dengan

falsafah Jawa.Persamaan dengan penelitian ini berada pada topik penelitian

yang sama-sama mengangkat terkait Masjid secara historis dan

keterkaitannya dalam peradaban Islam. Sedangkan perbedaan dengan

penelitian terletak pada objek, fokus dan metode penelitian dimana Peneliti

memilih objek penelitian Masjid Jami’ Kauman di Sragen Jawa Tengah

dengan fokus penelitian yakni latar belakang berdirinya dan peranan Masjid

Jami’ Kauman dalam islamisasi di Sragen. Metode yang digunakan kualitatif

dengan teknik wawancara, sedangkan penelitian terdahulu menggunakan

metode sejarah.

137
Ahmad Zainuri, “Integrasi Islam dan Budaya Lokal dalam Seni Arsitektur
Masjid Kuno di Jawa: Sebuah Tinjauan Umum”. Heritage, 2(2), 2021, 125-144.
76

C. Kerangka Pikir

Masjid menyediakan berbagai tujuan di daerah pedesaan, termasuk

tempat bagi anak-anak untuk belajar dan membaca Al-Qur'an, merayakan hari

raya Islam, dan melakukan pengajian. Sebaliknya, masjid di wilayah

metropolitan tidak hanya melayani tujuan ini tetapi juga berfungsi sebagai

tempat untuk mempromosikan ceramah dan debat Islam di kalangan generasi

muda. Masjid dapat dimanfaatkan sebagai tempat belajar, mengadakan

halaqah ilmiah, sesuai dengan informasi dan arahan yang diberikan oleh Nabi

Muhammad SAW. Dari sinilah masjid memberikan dampak yang signifikan

bagi pendidikan umat Islam, dari kecil hingga besar, melalui pelatihan ulama

yang jujur dan berkualitas untuk mengajar mata pelajaran Islam.

Penatausahaan masjid secara umum, termasuk pengelolaan, bangunan

dan prasarana, program kegiatan, dan jamaah, merupakan salah satu bidang

yang sering dihadapi. Agar masjid dapat memberikan kontribusi yang

sebesar-besarnya bagi pertumbuhan pendidikan Islam, khususnya di

masyarakat, diperlukan sejumlah inovasi. Selain berfungsi sebagai tempat

shalat, masjid juga memberikan kontribusi terhadap tatanan sosial dan

ekonomi masyarakat. Melalui pengamalan rutin berbagai kegiatan keagamaan

yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar, masjid dapat menjadi wahana

pengembangan pendidikan Islam, yang meliputi aqidah, ibadah, dan

muamalah.

Masjid berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman, baik dari

segi struktur fisik maupun dari segi tugas dan tujuan yang diembannya.
77

Masjid dan Muslim terkait erat, dan Muslim bertanggung jawab atas

pengoperasian masjid yang baik. Bagi umat Islam, banyak acara keagamaan

masjid akan menjadi daya tarik utama dan berfungsi sebagai salah satu

metode untuk menghidupkan bangunan.

Masjid Jamik Kauman di Kabupaten Sragen Jawa Tengah yang

memiliki berbagai fungsi dalam memajukan pendidikan Islam. Dengan

program dan kegiatan yang bervariasi, salah satu masjid di pusat kota ini

mampu menyedot perhatian masyarakat. Taman Pendidikan Al-Qur'an

(TPA), pengajian Minggu pagi, dan Madina adalah beberapa di antaranya

(Madrasah Diniyah). Selain pengajian malam jumat dan minggu, masjid ini

sering dimanfaatkan untuk kegiatan dzikir tahlil.

Hanya warga sekitar yang biasa beribadah di masjid tersebut karena

administrasi belum optimal dan strukturnya agak kecil. Lebih sedikit orang

yang menghadiri masjid karena tersembunyi dari pandangan dari jalan raya

dan karena lokasinya. Meskipun ada kelompok belajar kecil yang aktif yang

bertemu setiap Sabtu malam, masjid ini terkenal dengan program studinya

yang masih muda. Setiap studi memiliki topik dan presenter yang berbeda;

Terkadang, seorang ustadzah bisa memimpin studi Islam.

Dengan setiap acara yang diberikan di masjid, kegembiraan penduduk

setempat tumbuh. Hal itu dilakukan untuk merevitalisasi masjid yang

sebelumnya hanya berfungsi sebagai tempat salat. Secara khusus, kontribusi

masjid terhadap Islamisasi Kabupaten Sragen Jawa Tengah dimaksudkan

untuk dimaksimalkan melalui kegiatan-kegiatan yang ada.


78

Masjid Jamik
Kauman

Fungsi Masjid

 fungsi ibadah
 fungsi sosial
 fungsi ekonomi
 fungsi pendidikan
 fungsi dakwah
 fungsi politik
 fungsi kesehatan

Memajukan Pendidikan Islam

Islamisasi di Kabupaten Sragen

Program-Program dalam
Bentuk
Peranan Masjid Jamik Kauman
Pendidikan TPA
Kabupaten Sragen
Kajian Penguatan

79

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan objek penelitian diamana kegiatan

penelitian dilakukan. Penentuan lokasi penelitian dimaksudkan untuk

mempermudah atau memperjelas lokasi yang menjadi sasaran dalam

penelitian. Adapun lokasi penelitian ini adalah Masjid Jamik Kauman yang

terletak di Dusun Kebayanan Krapyak, Sragen Wetan, Kec. Sragen,

Kabupaten Sragen Jawa Tengah.

B. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan sejak

tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih 2

(dua) bulan, 1 bulan pengumpulan data dan 1 bulan pengolahan data yang

meliputi penyajian dalam bentuk skripsi dan proses bimbingan

berlangsung.Berikut rincian waktu penelitian ini dilakukan:

Tabel 3.1 Perincian Waktu Penelitian


Tahun 2022
Kegiatan Agust Sep Okt Nov Des
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Pengumpulan
Data
Analisis Data

80
81

Penyajian Data
Penyusunan
Laporan
Dari: Penulis, 2022

C. Bentuk Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-

angka, dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Dengan demikian,

laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan untuk memberi gambaran

penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara,

catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi

lainnya.138 Dengan memilih pendekatan ini diperoleh data berupa tingkah

laku, ucapan, kegiatan dan perbuatan lainnya yang berlangsung dalam suatu

penerapan metode saat proses pembelajaran berlangsung. Pemaparan data

yang didapat dari informasi tersebut dijelaskan sewajarnya dengan tidak

menghilangkan sifat keilmiahannya. Dalam penelitian ini dimaksudkan agar

dapat menggambarkan dengan lugas dan rinci peranan masjid dalam

islamisasi di Masjid Jami’ Kauman.

138
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2017), h. 4.
82

D. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan

tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain.139

Sumber data akan diambil dari dokumen, hasil wawancara, catatan lapangan

dan hasil dari observasi.Dalam pengumpulan sumber data, peneliti melakukan

pengumpulan sumber data dalam wujud data primer dan data sekunder.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

seekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber atau

dapat disebut sebagai data utama. Sedangkan data sekunder merupakan data

yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber yang telah tersedia sehingga

peneliti dapat disebut sebagai tangan kedua.140 Di dalam peneletian ini data

primer di peroleh dari wawancara dengan informan diantaranya jamaah,

muballigh, imam dan pengurus masjid Jami’ Kauman. Sedangkan data

sekunder akan diambil dari dokumen, observasi, foto, data serta penelitian

terdahulu yang relevan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam peneletian, karena tujuan utama adalah mendapatkan data. Teknik

pegumpunlan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan

metode dokumentasi.141
139
Ibid.,
140
M. Mulyadi, Metode Penelitian Praktis: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta:
Publica Press, 2016), h. 12.
141
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung:
Alfabeta, 2015), h. 224
83

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang memiliki suatu tujuan tertentu

oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan narasumber yang memberikan

jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.142 Wawancara

digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga

apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.143 Wawancara dilakukan

dengan mewawancarai muballigh, jamaah, imam dan pengurus masjid

yang aktif, serta wawancara dengan pihak-pihak yang dianggap dapat

memberikan informasi.

Dalam melakukan wawancara, peneliti membutuhkan dua bantuan,

yaitu pedoman wawancara dan alat rekam. Pedoman wawancara dapat

berupa pertanyaan-pertanyaan yang hendak diajukan kepada narasumber

dalam bentuk jawaban yang panjang. Instrument pedoman wawancara

dalam penelitian kualitatif ini disajikan pada lampiran.

Berikut adalah tabel tentang kisi-kisi wawancara yang akan

digunakan.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara

Rumusan Indikator Definisi Deskriptor Nomor Sumber


142
Lexy J. Moleong, Op.cit., h. 137.
143
Sugiyono, Ibid.,
84

Masalah Butir Data


Bagaiman 1. fungsi Peran Masjid a. Aktivitas 1, 2 - Jamaah
a peranan ibadah sebagai tempat ibadah jamaah - Muballigh
Masjid beribadah untuk (sholat 5 - Imam
Jamik jamaah seperti waktu, hari Masjid
Kauman sholat lima waktu raya, dsb) Jami’
dalam dan keagiatan b. Kegiatan Kauman
islamisasi keagamaan keagamaan - Pengurus
di lainnya Masjid
Kabupaten 2. fungsi Peran Masjid a. kegiatan 3, 4, 5, Jami’
Sragen sosial sebagai tempat berkumpul 6 Kauman
Jawa yang difungsikan warga di
Tengah? untuk tujuan masjid dan
masyarakat, sekitaran
seperti kumpul b. kegiatan
warga, musyawarah
musyawarah dan c. penyampaian
tempat infromasi
mengumumkan kepada warga
hal-hal terkait
sosial masyarakat
3. fungsi Peran Masjid a. aktivitas 7, 8
ekonomi sebagai tempat ekonomi yang
warga berjalan
menjalankan b. koperasi atau
aktivitas ekonomi lembaga
seperti koperasi keuangan
dan lembaga syariah
keuangan serta c. lembaga zakat
pengelola zakat
4. fungsi Peran Masjid a. TPA/ TPQ 9, 10,
pendidikan sebagai tempat b. Kajian, diskusi 11
membina umat dan seminar
menjadi insan
beriman,
bertakwa, berilmu,
beramal shaleh,
berakhlak dan
menjadi warga
yang baik melalui
pendidikan non
formal
5. fungsi Peran Masjid a. Ceramah rutin 12, 13
dakwah sebagai pusat b. Pengajian
dakwah yang akbar
selalu
85

menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan
rutin seperti
pengajian,
ceramah maupun
kajian.
6. fungsi Peran Masjid a. Perkumpulan 14, 15
politik sebagai tempat kelompok
menjalankan b. Penyampaian
urusan ideologi
pemerintahan, tokoh/figur
seperti jaman Nabi dalam masjid
menggunakan
Masjid sebagai
pusat diskusi
urusan
pemerintahan
dengan
sahabatnya
7. fungsi Peran Masjid a. layanan 16, 17,
kesehatan sebagai balai kesehatan 18
pengobatan bagi b. balai
umat, melalui pengobatan
pengadaan c. pos kegiatan
layanan kesehatan donor darah,
dan alat bantu vaksinasi, dsb
kesehatan.

2. Observasi

Observasi adalah cara mengumpulkan data dengan jalan mengamati

langsung terhadap objek yang diteliti. Peneliti menggunakan observasi non

partisipatif yang artinya peneliti hanya melakukan pengamatan biasa144

Menurut Arikunto menyatakan Observasi merupakan suatu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan peneliti secara

teliti, serta pencatatan secara sistematis.145 Observasi adalah sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak


144
Satori Djam’an, & Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan
Ke-7, (Bandung: Alfabeta, 2017).
86

pada objek peneletian. Observasi akan dilakukan oleh peneliti di Masjid

Jami’ Kauman Sragen.

Pada observasi non partisipan ini observer tidak turut mengambil

bagian dalam situasi individu yang sedang diamati, dan berperan sebagai

penonton. Observer dapat mengamati secara langsung gejala-gejala yang

ditampilkan oleh individu yang sedang diamati. Pedoman observasi

dipegang untuk memantau serta menjaga agar tidak terjadi kesalahan

dalam mengumpulkan data. Selain itu, diadakan observasi agar

mendapatkan kelengkapan data terkait konteks tuturan yang tidak dapat

dijangkau oleh alat perekam saat observasi berlangsung. Teknik ini dipilih

karena peneliti ingin mengetahui terkait peran Masjid Jamik Kauman di

Sragen dalam proses Islamisasi di Kabupaten SragenJawa Tengah.

3. Dokumentasi

Teknik studi dokumentasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah

melalui catatan-catatan, transkrip buku, literatur, surat kabar, majalah,

notulen rapat, agenda dan sebagainya. Pada dokumentasi ini penulis

mengharapkan data penelitian yang mendukung data wawancara dan

observasi. Menurut Sugiyono, studi dalam pengumpulan dokumentasi

dengan melakukan pelengkapan data dari metode wawancara dan obsevasi

dalam penelitian kualitatif. Bahkan kredibilitas hasil penelitian kualitatif

145
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014), h. 143.
87

akan semakin tinggi jika melibatkan atau menggunakan studi dokumen ini

dalam pengumpulan data kualitatifnya,146

Metode kualitatifyang digunakan dengan menggunakan beberapa

metode dalam pengumpulan data seperti trankrip wawancara terbuka,

deskripsi observasi serta analisis dokumen dan aspek lainya. Data tersebut

dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya.

Hal ini dilakukukan karena memiliki tujuan penelitian kualitatif adalah

untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial

dan institusional, sehingga pendekatan kualitatif pada umumnya bersifat

induktif dalam seting yang alamiah (naturalistic). Dokumentasi yang

dilakukan dalam penelitian ini dengan mengkaji laporan ketertiban,

pelanggaran keamanan, dan data-data berkaitan dengan dokumen

pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sebagai peranan Masjid Jami Kauman

dalam islamisasi.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.Dalam penelitian

kualitatif instrumen utama adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti

sendiri, artinya penelitilah yang mengumpulkan data, menyajikan data,

mereduksi data, memaknai data dan mengumpulkan hasil penelitian.147Untuk

menjadi instrumen, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang

146
Sugiyono, Ibid.,
147
Sugiyono, Ibid.,
88

luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi

situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, pedoman wawancara

dan catatan lapangan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar observasi, pedoman wawancara dan catatan lapangan.

1. Pedoman Wawancara

Pedoman ini merupakan pedoman yang digunakan selama

proses mewawancarai subjek penelitian untuk menggali informasi

sebanyak-banyaknya tentang apa, mengapa, dan bagaimana yang

berkaitan dengan permasalahan yang diberikan. Pedoman ini

merupakan garis besar dari pertanyaan peneliti yang akan diajukan

kepada guru-guru mata pelajaran matematika. Pedoman wawancara

yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara kombinasi

antara terstruktur dan tak terstruktur. Artinya, menyiapkan

seperangkat pertanyaan baku dengan urutan pertanyaan untuk setiap

responden, akan tetapi pertanyaan dalam wawancara dapat

berkembang tanpa pedoman, tergantung jawaban awal setiap

responden. Peneliti menyusun pedom,an wawancara berdasarkan kisi-

kisi pedoman yang telah dijabarkan apda sub bab sebelumnya.

Pedoman wawancara pada penelitian ini terlampir.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi atau catatan lapangan digunakan sebagai

penunjang untuk mencatat pelaksanaan pembelajaran matematika


89

yang diamati melalui observasi. Catatan lapangan juga digunakan

untuk mencatat data yang diperoleh melalui wawancara. deskripsi

ditulis dengan selengkap-lengkapnya dan seobjektif mungkin. Bagian

deskripsi berisi semua tindakan, pembicaraan dan pengalaman yang

dilihat dan didengar oleh peneliti. Pedoman observasi pada penelitian

ini terlampir.

3. Pedoman Dokumentasi

Pedoman dokumentasi adalah alat bantu yang digunakan untuk

mengumpulkan data-data yang berupa dokumen seperti foto-foto

kegiatan dan transkip wawancara. Pedoman dokumentasi menjadi

arahan Peneliti dalam menentukan objek atau unit analisis mana saja

yang diambil fotonya dan dokuemn apa saja yang dibutuhkan untuk

membantu analisis.Pedoman dokumentasi pada penelitian ini

terlampir.

G. Teknik Cuplikan/Sampling

Sampling dalam penelitian empirik diartikan sebagai proses pemilihan

atau penentuan sampel (contoh). Secara konvensional, konsep sampel

(contoh) menunjuk pada bagian dari populasi. Akan tetapi, dalam penelitian

kualitatif tidak bermaksud untuk menggambarkan karakteristik populasi atau

menarik generalisasi kesimpulan yang berlaku bagi suatu populasi, melainkan

lebih berfokus kepada representasi terhadap fenomena sosial. Data atau

informasi harus ditelusuri seluas-luasnya sesuai dengan keadaan yang ada.


90

Hanya dengan demikian, peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang

diteliti secara utuh.148

Menurut Sugiyono, dalam penelitian kualitatif teknik sampling yang

lebih sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling.

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang

apa yang kita harapkan. Snowball sampling adalah teknik pengambilan

sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama

menjadi besar149Sementara itu menurut Bungin, dalam prosedur sampling

yang paling penting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key

informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi. Memilih sampel,

dalam hal ini informan kunci atau situasi sosial lebih tepat dilakukan dengan

sengaja atau bertujuan, yakni dengan purposive sampling.150

Penelitian ini mengunakan teknik purposive sampling. Karena peneliti

merasa sampel yang diambil paling mengetahui tentang masalah yang akan

diteliti oleh peneliti. Penggunaan purposive sampling dalam penelitian ini

yaitu bertujuan untuk dapat mengetahui bagaimana peranan Masjid Jamik

Kauman dalam melakukan islamisasi di Kabupaten Sragen Jawa Tengah.

Informasi awal didapatkan melalui purposive sampling, dimana peneliti

menemui salah satu pengurus Masjid Jamik Kauman di Kabupaten Sragen

148
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012)
149
Sugiyono, Ibid.,
150
Burhan Bungin, Ibid.,
91

Jawa Tengah untuk memohon ijin melakukan penelitian. Selanjutnya peneliti

ke lapangan melakukan observasi dan wawancara secara langsung untuk

menggali informasi terkait peran Masjid dalam Islamisasi di Sragen untuk

menggali informasi sesuai dengan fokus penelitian, sebagaimana teknik

snowball digulirkan kepada informan yang lain sampai mencapai titik jenuh.

maka peneliti mencari informan lain yang dapat dijadikan sumber informasi

yang akurat dan memadai. Informan yang diambil adalah diyakini memeliki

dan menguasai informasi yang dibutuhkan sesuai dengan fokus dan tujuan

penelitian serta dipastikan mau memberikannya kepada peneliti secara

obyektif. Informan yang sesuai dengan kriteria tersebut diantaranya Jamaah,

Muballigh, Imam, dan Pengurus Masjid Jami’ Kauman.

H. Validitas Data

1. Uji Kredibilitas

Uji kredibilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat

kepercayaan terhadap data yang diteliti. Moleong memaparkan tujuan

dilakukannya pengujian kredibilitas data untuk melakukan penilaian

dalam menentukqan kebenaran pada temuan hasil penelitian kualitatif

dengan tujuan saat partisipan mengungkapkan bahwa hasil transkip

penelitian memang benar sesuai dengan hasil penelitian. 151Terdapat

beberapa teknik uji kredibilitas yang bisa dilakukan oleh peneliti yaitu

perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, dan

triangulasi.

151
Lexy J. Moleong, Ibid.,
92

Triangulasi dalam penelitian kualitatif sebagai teknik untuk

melakukan pengecekan keabsahan data, dengan teknik pengecekan dalam

menggunakan triangulasi untuk melakukan pemeriksaaan keabsahan data

yang memiliki manfaat untuk suatu perbandingan terhadap objek

penelitian.152 Proses penelitian kualitatif ini keseluruhan perspektif akan

dilihat dalam sudut pandang tahapan penelitian yang saling bertautan dan

memiliki hubungan yang kuat dengan data-data utama penelitian agar

menghasilkan justifikasi yang koheren (Creswell, 2016). Berkaitan

dengan hal tersebut maka pada metode penelitian kualitatif ini akan

digunakan model triangulasi agar dapat menghasilkan sebuah justifikasi

yang koheren dan valid dalam keabsahan data penelitian.153

Data triangulasi yang merupakan cara yang digunakan dalam

melakukan perencanaan data pada penelitian kualitatif.154 Sehubungan

dengan hasil yang didapatkan maka terdapat beberapa tahapan triangulasi

untuk melakukan pengecekan yaitu: (a) triangulasi data/sumber (data

triangulation), (b) triangulasi peneliti (investigator triangulation), (c)

triangulasi metodologis (methodological triangulation), (d) triangulasi

teoritis (theoretical triangulation) merupakan teknik dalam melakukan

sesuai dengan pemikiran fenomenologi yang memiliki sifat

multiperpektif yang artinya melakukan penarikan kesimpulan yang


152
Ibid.,
153
John W. Creswell, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. third Edition, Terjemah, Achmad Fawaid, Research Design Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
154
Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan. Terapannya Dalam
Penelitian), (Surakarta: Sebelas Maret Press, 2016)
93

diperlukan yang tidak hanya dari sudut pandang saja, melainkan

multipandang untuk dikomparasikan sebagai hasil penelitian.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi

metode. Tringulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan lebih

dari satu teknik pengumpulan data. Teknik yang digunakan ialah

observasi dan wawancara, dan dokumentasi guna memperoleh data

pendukung. Data wawancara berfungsi sebagai penjelas atau penguat dan

pembanding dari data yang diperoleh dari penafsiran yang bias. Peneliti

malakukan pengambilan data melalui observasi dan pengambilan

dokumentasi secara tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, atau

tulisan pribadi dari peneliti saat melakukan pengamatan dilapangan dan

melakukan pengambilan gambar. Berbagai cara yang dilakukan akan

menghasilkan data yang berbeda, sehingga peneliti harus memberikan

gambaran atau pandangan yang sesuai dengan fenomena yang terjadi

dilapangan.

Pada penelitian ini peneliti melakukan proses triangulasi dengan

mencocokkan seluruh jawaban informan yang berjumlah tujuh orang.

Jawaban tersebut kemudian dimasukkan kedalam sub tema dimana

masing-masing sub tema minimal terdapat 3 jawaban yang sama

sehingga informasi tersebut dapat dipercaya. Semkin banyak sumber

yang menjawab secara konsisten maka dapat dipastikan bahwa informasi

tersebut semakin kredibel.


94

Berpijak dari landasan teori dan pemikiran yang telah peneliti

paparkan tersebut. Maka penelitian kualitatif dalam menggali informasi

atau data penelitian digunakan kriteria dan triangulasi data dalam

rangkaian untuk mencapai derajat kepercayaan, kebenaran dan keabsahan

data hasil penelitian. Pada penelitian kualitatif, kebenaran dan keabsahan

data yang diperoleh dari sumber atau informan setelah melalui analisis

dan validasi digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan

penelitian. Dikarenakan baik data hasil wawancara, observasi, dan studi

dokumen, atau yang lainnya, tingkat kepercayaan, kebenaran dan

keabsahan datanya rendah sudah dapat dipastikan hasil atau kesimpulan

yang diperoleh pasti rendah atau tidak berkualitas.

2. Uji Dependabilitas

Selain menggunakan metode triangulasi data, untuk menjamin

keakurasian data penelitian maka peneliti berusaha dengan terus menerus

mengaudit keseluruhan proses penelitian mulai dari awal penelitian,

pelaksanaan kegiatan penelitian, sampai pada akhir penelitian. Sebelum

ditarik suatu kesimpulan, peneliti selalu melakukan analisis dan

perbandingan terhadap hasil penelitian atau disebut dengan

dependability/reliabilitas. Suatu penelitian dapat dikatakan reliable, saat

orang lain melakukan pengulangan data atau replikasi data dalam proses

penelitian, dalam penelitian dependability dapat dilakukan dengan

melakukan audit dan pengecekan ulang terhadap keseluruhan dalam

proses penelitian.
95

Pengecekkan data tersebut dilakukan dengan meneliti kembali hasil

wawancara antara informan satu dengan informan yang lain. Apabila

terdapat pernyataan yang ambigu terkait dengan jawaban responden

maka dapat dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan jawaban yang

benar sehingga intepretasi yang dilakukan peneliti tepat.

I. Teknik Analisis

Analisis data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini dengan

dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai

pengumpulan data dalam periode tertentu. Teknik yang digunakan untuk

menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif atau lebih

spesifik menggunakan model interaktif. Bogdan dalam Sugiyono (2015)

mengemukakan bahwa, analisis data adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami, dan tentunya dapat

diinformasikan kepada orang lain.155

Model interaktif menurut Miles dan Huberman dalam pandangan model

interaktif, ada tiga jenis kegiatan analisis (reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan) dan pengumpulan data sendiri merupakan proses

siklus dan interaktif.156 Berikut ini adalah gambar 3.1 mengenai komponen

dalam analisis data, yaitu:

155
Sugiyono, Ibid.,
156
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldaña, J. (2018). Qualitative data
analysis: A methods sourcebook. Sage publications.
96

Gambar 3.1. Komponen Analisis Data Miles dan Huberman157

1. Pengumpulan Data (Collecting Data)

Proses pengumpulan data dari lapangan dengan menggunakan

instrumen penelitian seperti wawancara, studi pustaka dan dokumentasi.

Pengumpulan data dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan dan

melakukan wawancara kepada informan berkaiatan dengan fokus

permasalahan yaitu peranan Masjid Jami Kauman dalam islamisasi.

Pengumpulan data didukung dengan pedoman wawancara dan alat

dokumentasi lain seperti perekam suara.

2. Kondensasi Data (Data Condensation)

Kondensasi data merupakan pengganti reduksi data pada teori

Miles and Huberman yang dibentuk pada tahun 1984, yang mana

merupakan usulan dari salah seorang mahasiswi mereka. Reduksi data

merupakan pengambilan data yang merujuk dalam proses memilih,

penyederhanaan, membuat asbtrak atau menstranformasikan data dalam

mendekati hasil catatan yang ada dilapangan yang sesuai dengan data

tertulis atau dokumentasi-dokumentasi yang ada. Perbedaan reduksi data

dengan kondensasi data hanya terletak pada penekanan bahwa kondensasi


157
Ibid.,
97

data ketika melakukan pengolahan dan penggolongan makna (pemaknaan)

data tidak boleh hanya mengambil dari satu informan saja, melainkan

harus sekaligus dilihat dari data primer seluruh informan. Data yang

diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak sehingga perlu adanya

pencatatan secara teliti dan rinci.

Mereduksi data merupakan kegiatan dalam pengumpulan data yang

tertulis dan mefokuskan sesuai dengan tema penelitian. Reduksi data

merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan

keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Setelah proses reduksi data

langkah selanjutnya adalah penyajian data yang merupakan sekumpulan

informasi yang telah tersusun dan dapat membuat kesimpulan dalam

penelitian yang sesuai dengan tema penelitian. Dengan penyajian data

yang dilakukan dengan membuat uraian singkat, bagan untuk hubungan

pengaruh antar variabel. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

dan flowchart.

Kondensasi dilakukan dengan menyaring hasil pengumpulan data

baik dari wawancara maupun dokumentasi. Peneliti membuang hasil

wawancara dari informan yang dianggap keluar dari topic dan tidak sesuai

dengan struktur tema khususnya berkaitan dengan peranan Masjid Jami

Kauman dalam islamisasi. Kerangka tema terbentuk berdasarkan teori

yang terdapat pada kajian pustaka dan memasukkan serta

mengelompokkan hasil reduksi kedalam tema dan menjelaskannya.


98

3. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data merupakan suatu kegiatan untuk melakukan

pengumpulan data informasi yang membahas tentang hubungan dan

kegiatan selama penelitian. Penyajian data memiliki tujuan agar pembaca

memahami tentang apa yang terjadi dan melakukan analisis data yang

sudah terkumpul dan membahas sesuai dengan pemahamannya. Sugiyono

menyatakan, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.158

Pada langkah ini peneliti membandingkan hasil temuan penelitian

yang yang telah dikelompokkan berdasarkan tema-tema yang sesuai

dengan fokus penelitian dan selanjutnya dihubungkan dengan teori. Hasil

dari display ini akan diketahui apakah hasil temuan tersebut sesuai dengan

teori yang ada dan apakah terdapat temuan baru yang berada di luar teori.

4. Penarikan Kesimpulan (Conclusions Drawing)

Kegiatan selanjutnya adalah melakukan penarikan kesimpulan data

penelitian yang pertama dilakukan dengan pengumpulan data, melakukan

analisis kualitituf dengan mecari arti yang berbeda-beda, melakukan

pencatatan dalam mengatur sebab akibat dan melakukan kesimpulan sesuai

dengan hasil penelitian. Kesimpulan-kesimpulan final tidak adanya

pengumpulan data terakhir maka tergantung pada besarnya kumpulan

dalam melakukan catatan yang ada dilapangan, memberikan kode,

melakukan penyimpanan dan melakukan pencarian kembali dalam

penelitian yang sudah dilakukan. Penarikan kesimpulan dilakukan guna


158
Sugiyono, Ibid.,
99

menjawab rumusan masalah yang telah di tulis pada bab pertama.

Penarikan kesimpulan merupakan hasil akhir dari proses penelitian.

Setelah data dianalisis maka perlu dilakukan uji keabsahan data.

Keabsahan data digunakan empat macam kriteria keabsahan data, yaitu (a)

dengan menggunakan derajat kepercayaan data atau kredibilitas data yang

meliputi perpanjangan waktu penelitian di lapangan, melakukan

triangulasi, pengamatan secara tekun, memperbanyak referensi, dan

pengecekan dalam temuan penelitian. Selanjutnya (b) transferalibilitas data

dalam pengumpulan sampel secara purposive dan meneruskan untuk

melakukan perbandingan data secara konstan dan melakukan proses

triangulasi dependabilitas data yaitu dengan melakukan pemeriksaaan data

melalui pengumpulan data lapangan yang tereduksi dan interprestasi data

dengan maksud mendapatkan data yang paling akurat, dan (c)

konfirmabilitas data, dilakukan melalui pengumpulan data, rekonstruksi

data, menekan bisa penelitian dan memperhatikan etika penelitian serta

melakukan instropeksi atas hasil-hasil penelitian.159

159
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldaña, J. Ibid.,
100

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Gambaran Umum Kabupaten Sragen Jawa Tengah

Kabupaten Sragen Jawa Tengah merupakan kabupaten yang

terletak paling timur di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan

Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Kabupaten Sragen Jawa Tengah berada

pada ketinggian rata-rata 109 m diatas permukaan laut dengan standar

deviasi 50 m. Secara geografis Kabupaten Sragen Jawa Tengah berbatasan

dengan Kabupaten Grobogan di sebelah utara, Kabupaten Ngawi (Provinsi

Jawa Timur) di sebelah timur, Kabupaten Karanganyar di sebelah selatan

dan Kabupaten Boyolali di sebelah barat.

Kabupaten Sragen Jawa Tengah memiliki luas wilayah sebesar

941,55 km2 yang terbagi menjadi 20 kecamatan dan 208 desa/kelurahan.

Dari luas tersebut 68.753 Ha (73.02%) adalah lahan pertanian dan

25.402,00 Ha (26.98%) merupakan lahan bukan pertanian. Sementara itu

Kabupaten Sragen Jawa Tengah mempunyai ketinggian rata-rata 109m di

atas permukaan air laut dengan standard deviasi 50m. Kabupaten Sragen

Jawa Tengah beriklim tropis dan temperature sedang, curah hujan rata-rata

3287mm per tahun dan hari hujan dengan rata-rata 173 hari per tahun.

Kabupaten Sragen Jawa Tengah terbagi menjadi 20 kecamatan,

yang terdiri dari 208 desa/kelurahan, 2.519 dukuh dan 5.328 RT.
101

Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah Plupuh dan Tanon yang

masing masing terdiri dari 16 desa. Sedangkan yang paling sedikit adalah

Kecamatan Gesi, Tangen, dan Jenar yang masing-masing dengan jumlah 7

desa. Berdasarkan data pada tahun 2019 jumlah penduduk di Kabupaten

Sragen Jawa Tengah berjumlah 890.518 jiwa yang terdiri dari 432.178

laki-laki dan 449.912 jiwa perempuan. Perekonomian di Kabupaten Sragen

Jawa Tengah didominasi oleh sektor pertanian, khususnya pertanian

tanaman pangan. Hal ini di tunjang oleh luasnya lahan untuk pertanian

sawah, yaitu seluas 39.931 Ha yang terdiri dari: sawah beririgrasi teknis

seluas 18.571 Ha, ½ teknis seluas 3.584 Ha, sederhana seluas 1.685 Ha

dan tadah hujan seluas 14.588 Ha.

2. Masjid di Kabupaten Sragen Jawa Tengah


102

Terdapat total 13 Masjid yang tersebar di seluruh wilayah

Kabupaten SragenJawa Tengah. Berikut pesebaran seluruh Masjid di

Sragen:

Gambar 4.1 Peta Pesebaran Masjid di Wilayah Sragen

Keterangan:

BWK A
Masjid Istiqomah
Masjid Ar Rohmah
BWK B
Masjid Raya Al-Falah
Masjid Jami Kauman
Masjid Al Muslim
Masjid Al Luwung
Masjid Sholihin
Masjid Nurul Huda
103

Masjid Mujahidin.
BWK C
Masjid Sultan Agung Banjarasri
Masjid Baziz
BWK D
Masjid Al Ikhlas
BWK E
Masjid An Nur Masaran
3. Gambaran Umum Masjid Jamik Kauman

Masjid Jami’ Kauman terletak di Kampung Kauman, RT 26/RW

08, Kelurahan Sragen Wetan, Kabupaten SragenJawa Tengah. Masjid

Jami’ ini dirancang dan didirikan di atas tanah wakaf dan berkembang

sejak tahun 1826 M dan dikelola sepenuhnya oleh Kabupaten SragenJawa

Tengah. Masjid yang telah banyak mengalami perubahan dan perombakan

ini menjadi salah satu bangunan tertua di Kabupaten SragenJawa Tengah.

Masjid Besar Kauman menjadi tempat bersejarah yang menjadi saksi

masukya agama Islam ke Bumi Sukowati.


104

Gambar 4.2 Masjid Jamik Kauman Tampak Depan

Masjid ini berlokasi di ujung kampung yang berbatasan langsung

dengan kampung-kampung sebelah lainnya, dan menjadi kesempatan

warga kampung sebelah untuk ikut berpatisipasi atau mengikuti kegiatan

sholat berjamaah di masjid Jami’ tersebut. Selain itu lokasi masjid berada

di lokasi yang strategis menghadap langsung ke utara atau jalan utama,

sehingga sangat mudah dijangkau oleh warga kampung dan orang-orang

sekitar yang tengah bekerja untuk sekedar menunaikan shalat Dhuhur saat

istirahat.

Visi, Misi dan Tujuan

a. Visi Masjid Jami’ Kauman adalah sebagai pusat kegiatan menuju

masyarakat madani dan Islam yang kaffah dalam menggapai

keridhoan-Nya, menjalankan syariat Islam.

b. Misi Masjid Jami’ Kauman diantaranya:

1) Misi nya Menjadikan Masjid sebagai tempat untuk beribadah

kepada Allah semata, sebagai pusat pembelajaran.

2) Masjid Jami’ kauman sebagai tempat untuk merekatkan

persatuan dan kesatuan umat.

3) Menuju masyarakat Islami yang sejahtera dan diridlai Allah

SWT.

4) Mengisi abad kebangkitan Islam dengan aktivitas yang Islami.

5) Membina jama’ah menjadi pribadi muslim yang bertaqwa.


105

c. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar masyarakat sekitar mampu

dengan cerdas mengamalkan Al-Qur’an dan Assunah, nyaman dalam

beribadah untuk menumbuhkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Mendorong umat untuk malaksanakan amar ma’ruf & nahi munkar.

Struktur Organisasi

Berikut bagan struktur organisasi pengurus Masjid Jami’ Kauman

Sragen:

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Pengurus Masjid Besar Kauman

Berikut daftar nama kepengurusan dalam Masjid Jami’ Kauman

Sragen pada tahun 2021 – 2025:

Pelindung: 1. Bupati Sragen

2. Ka KanKemenag Kab Sragen

Penasehat: 1. Drs. HR. Priyanto, MM

2. Drs. H. Suyamto

3. Drs. H. Iswandi

Pembina: Drs. H. Arkhanudin Masruri, M.Ag.


106

Ketua: 1. H. Ashuri

2. Eko Hartato

3. Drs. Khayan Kharis

Sekretaris: 1. H. A. Ulin Nur Hafsun, S. Th, M. Pdi

2. Mualim Thoha Wahyudi. S. Pdi

Bendahara: 1. Ngadiyin

2. H. Baron Al Macca.

Sarana dan Prasarana

 Ruang utama tempat ibadah  perpustakaan yang lengkap


 Mimbar  serambi kanan kiri masjid
 ruang untuk para musafir yang tempat buka bersama
bermalam  tempat pedagang kaki lima
 tempat wudlu dan lengkap binaan masjid
dengan kamar mandi  halaman masjid yang luas
 halaman parkir yang luas untuk pelaksanaan kajian akbar
 air minum
 genset bila lampu mati

Tata Tertib

1. Pengunjung Wajib Berpakaian Sopan dan Menutup Aurat


2. Pengunjung wajib menjaga kesopanan, ketertiban, kebersihan dan tata
Susila.
3. HP harus dimatikan
4. Dilarang mendirikan sholat jama’ah selama jama’ah diruang utama
sedang berlangsung
5. Segala bentuk publikasi dan promosi harus dengan ijin tertulis dari
Takmir.
107

6. Simpan tas dan barang bawaan pada loker yang telah disediakan.
7. Management masjid tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan
kerusakan barang berharga.
8. Jaga ketenangan dan kenyamanan di ruang perpustakaan.
9. Jaga kebersihan dan buang sampah pada tempat yang telah disediakan.
10. Tertib dan wajib mentaati aturan yang tertulis.

B. Peranan Masjid Jamik Kauman dalam Islamisasi di Kabupaten Sragen

Jawa Tengah

Penelitian ini berfokus pada peran islamisasi yang dilakukan Masjid

Jamik Kauman Kabupaten Sragen Jawa Tengah melalui berbagai kegiatan

yang diadakan Masjid. Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi

awal di lokasi penelitian yakni di Masjid Jamik Kauman yang berada di

Kampung Kauman RT 26/RW 08 Kabupaten SragenJawa Tengah, untuk

memperhatikan kondisi di lapangan secara langsung. Setelah Penulis

memperoleh gambaran situasi dan kondisi tempat serta interaksi sosial antara

warga sekitar yang menunaikan ibadah dan kegiatan keagamaan di

lingkungan Masjid. Selanjutnya Penulis menyusun rancangan penelitian

berdasarkan kebutuhan yang ada di lapangan, dan menetapkan informan yang

sesuai topik penelitian dan yang bersedia untuk diwawancara demi

kepentingan penelitian.

Penulis kemudian menemukan informan untuk memperoleh data

penelitian yang didapatkan sebanyak 3 orang, dimana 1 diantaranya

merupakan informan kunci dan 2lainnya adalah informan

pendukung.Informan kunci pada penelitian ini merupakan informan yang


108

berkaitan secara langsung dan mengetahui berbagai informasi mengenai

peranan Masjid Jamik Kauman dalam islamisasi di Kabupaten Sragen Jawa

Tengah yakni Ketua Takmir Masjid. Sedangkan informan pendukung pada

penelitian ini merupakan informan yang digunakan untuk mendukung

pernyataan yang disampaikan informan kunci serta memperjelas data yang

didapatkan, yakni Marbot Masjid Jami` Kauman dan warga kampung

Kauman sekitar Masjid.

Peneliti selanjutnya melakukan wawancara awal kepada pengurus atau

takmir Masjid Jamik Kauman terkait sejarah dan aktivitas keagamaan yang

dilakukan di Masjid. Dari hasil observasi awal dan wawancara pendahuluan,

penulis kemudian dapat mengidentifikasikan secara garis besar peran Masjid

Jamik Kauman dalam proses islamisasi dan menjadi salah satu bukti sejarah

di Kabupaten SragenJawa Tengah. Setelah menemukan data terkait fokus

penelitian, Penulis kemudian menyusun instrumen penelitian berupa pedoman

wawancara dan lembar observasi, lalu melakukan wawancara kembali dengan

lebih mendalam untuk mengetahui lebih jauh pandangan yang dimiliki oleh

informan-informan terkait. Berikut hasil wawancara dan observasi yang

penulis temukan terkait latar belakang berdirinya Masjid Jamik Kauman dan

peranan Masjid Jamik Kauman dalam islamisasi di Kabupaten SragenJawa

Tengah.

Pada masa penyebaran Islam di tanah Jawa khususnya di Bumi

Sukowati oleh sejumlah tokoh agama salah satunya KH. Zaenal Mustopo,

masyarakat kala itu begitu antusias dalam menerima ajaran Islam. KH. Zaenal
109

Mustopo yang kala itu ditunjuk sebagai pejabat lendrat, kemudian melakukan

pembinaan masyarakat Kauman dengan dukungan Kasunan Surakarta dalam

pendirian masjid sebagai sarana ibadah masyarakat. Pada akhirnya

pendidikan Islam secara efektif mulai terjadi manakala dibangunnya mushola

kecil yang akhirnya menjelma menjadi Masjid Agung. Masjid Jami’ Kauman

kemudian menjadi bukti sejarah penyebaran Islam di Sragen dan memiliki

pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat

Kauman dair waktu ke waktu. Masjid Jami’ Kauman Sragen kemudian

berkembang tidak hanya menjadi tempat beribadah namun juga menjadi

sarana berkumpulnya masyarakat dalam menjalankan berbagai kegiatan sosial

dan keagamaan.

Masjid sebagai pusat peradaban Islam memiliki beberapa fungsi dan

peran penting di tengah masyarakat. Masjid difungsikan selain sebagai pusat

kegiatan ibadah ritual, juga dijadikan tempat untuk melaksanakan ibadah

muamalah yang bersifat sosial. Sebagaimana Rasulullah yang menjadikan

masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas keummatan. Dalam hal ini

Masjid Jami’ Kauman Sragen sendiri juga memiliki berbagai peran dan

fungsi dalam proses islamisasi masyarakat di Kabupaten Sragen Jawa Tengah

diantaranya sebagai tempat ibadah, sosial kemasyarakatan, ekonomi,

pendidikan, dakwah, politik, kesehatan.

1. Fungsi Ibadah

Pada peran dan fungsi sebagai tempat ibadah, masjid merupakan

tempat shalat dimana shalat memiliki makna menghubungkan diri dengan


110

Allah. Seperti yang diketahui bahwa ibadah dalam Islam memiliki makna

yang luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk

memperoleh ridha Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat

shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran

Islam. Masjid Jami’ Kauman Sragen sendiri keberadaanya hingga saat ini

telah menjadi tempat ibadah bagi seluruh umat muslim khususnya warga

Kauman dan sekitarnya. Kegiatan ibadah rutin yang dilakukan diantaranya

sholat lima waktu, sholat jumat berjamaah serta sholat hari raya atau hari

besar keagamaan seperti sholat Idul Fitri dan sholat Idul Adha. Hal ini

seperti yang disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi selaku Ketua Takmir

Masjid Jami’ Kauman Sragen dalam hasil wawancaranya sebagai berikut:

“Aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan yaitu sholat lima


waktu, sholat jumat, sholat tarawih, sholat idul Fitri dan sholat Idul
Adha.”

Pernyataan takmir Masjid tersebut juga didukung dengan pernyataan

Bapak Sugiyanto selaku Marbot Masjid Jami` Kauman Sragen sebagai

berikut:

“pertama ya ibadah, ada ibadah sholat lima waktu subuh sampai


isya’, sholat jamaah jumat dan hari-hari besar seperti idul fitri,
adha, dan terawih tentunya..”

Selain ibadah yang dilaksanakan rutin seperti sholat, Masjid Jami’

Kauman Sragen juga mengadakan kegiatan keagamaan lainnya yang

bersifat ibadah dalam peran dan fungsinya sebagai tempat ibadah atau

keagamaan. Kegiatan keagamaan yang dimaksud diantaranya pengajian


111

dan kajian rutin. Seperti yang disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi

sebagai berikut:

“Kajian Rabu malam dan Ahad pagi untuk warga sekitar masjid
dan warga Nahdliyin, sholat berjamaah, diskusi kemajuan masjid.”

Hal tersebut didukung pula dengan pernyataan dari salah satu warga

Kauman selaku jamaah Masjid Jami’ Kauman dalam hasil wawancaranya

sebagai berikut:

“banyak ya, dan itu rutin setiap harinya ada, mulai dari kajian Rabu
malam, ahad pagi, sabtu pagi. Sehabis subuh itu juga selalu ada
kajian, saya sendiri kadang ikut yang siangnya ada juga.”

Berdasarkan hasil observasi, Penulis melihat Masjid Jami’ Kauman

selalu mengadakan kegiatan rutin setiap minggunya yang diisi dengan

berbagai kegiatan keagamaan. Beberapa kegiatan diantaranya kajian

agama sehabis sholat subuh serta kajian-kajian lain yang diadakan oleh

majelis. Setiap kegiatan tersebut dicatat oleh Takmir Masjid pada papan

yang menunjukkan berbagai kegiatan rutin Masjid tiap harinya. Berikut

hasil dokumentasi yang menunjukkan jadwal kegiatan Masjid Jami’

Kauman Sragen dalam satu minggu:

Gambar 4.2 Jadwal

Kegiatan Masjid

Jami’ Kauman

Sragen
112

2. Fungsi Sosial

Pada peran dan fungsi Masjid secara sosial, merujuk pada fungsi

masjid yang didirikan demi kepentingan bersama seperti sebagai tempat

mengumumkan hal-hal yang penting berkaitan dengan peristiwa-peristiwa

sosial kemasyarakatan sekitar. Fungsi tersebut terlihat ketika masjid

dijadikan tempat untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan

dusun seperti informasi lelayu (orang meninggal), informasi kerja bakti

serta informasi kegiatan. Dalam hal ini Masjid Jami’ Kauman Sragen

keberadaannya merupakan bagian dari sarana publik yang fungsinya

digunakan bersama demi kepentingan umat, baik itu untuk masyarakat

sekitar maupun seluruh umat muslim.

Beberapa kegiatan sosial kemasyarakatan yang diadakan di Masjid

Jami’ Kauman Sragen diantaranya kegiatan musyawarah bersama atau

kumpul warga maupun kegiatan sosial lainnya seperti bakti sosial dan

zakat. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi selaku

Ketua Takmir Masjid Jami’ Kauman Sragen dalam hasil wawancaranya

sebagai berikut:

“Di masjid ini terdapat agenda rutin pembagian zakat fitrah di


bulan Ramadhan, pembagian beras dan kebutuhan sehari-hari pada
warga sekitar yang kurang mampu di hari Sabtu, santunan anak
yatim satu bulan sekali, bakti social di desa-desa yang masih
tertinggal dari berbagai bidang...ada juga Musyawarah tiap Jumat
malam untuk pengembangan dan kemakmuran masjid”

Serupa dengan pernyataan Bapak Sugiyanto selaku Marbot Masjid Jami`

Kauman Sragen sebagai berikut:


113

“melalui berbagai kegiatan tentunya, kita di masjid ini selalu


mengadakan kegiatan bersama warga, seperti buka bersama untuk
kaum duafa tiap senin sore, kamis sore dan bulan Ramadhan. Ada
juga agenda sosial seperti pembagian zakat, santunan anak yatim
serta pemberian bantuan sosial kepada warga kurang mampu.
Selain itu setiap ada perkumpulan seperti musyawarah bersama,
kita juga sediakan ruang di Masjid ini untuk warga berdiskusi
bersama demi kemakmuran masjid.”

Pernyataan takmir Masjid tersebut juga didukung dengan pernyataan salah

satu warga Kauman selaku jamaah Masjid Jami’ Kauman sebagai berikut:

“kalau kegiatan sosial itu biasanya ya pemberian bantuan seperti


zakat, santunan itu pernah diadakan di Masjid, terus beberapa kali
juga diadakan musyawarah bersama warga di masjid setiap malam
jumat biasanya.”
114

Berdasarkan hasil observasi, Masjid Jami’ Kauman selalu

mengadakan kegiatan bersama masyarakat baik berupa musyawarah rutin

setiap malam Jumat maupun kegiatan-kegiatan sosial lainnya seperti

pembagian Zakat dan Qurban, pembagian bantuan sosial, santunan yatim,

buka bersama saat bulan Ramadhan dan kegiatan sosial lainnya. Setiap

kegiatan tersebut selalu diikuti oleh sejumlah warga Kauman sekitar

maupun masyarakat lainnya yang datang di area Masjid. Berikut salah satu

dokumentasi pada kegiatan sosial masyarakat yang diadakan di area

Masjid Jami’ Kauman:

Gambar 4.3 Kegiatan Kumpul Warga di Halaman Masjid Jami’


Kauman Sragen

3. Fungsi Ekonomi

Selanjutnya pada peran dan fungsi Masjid dalam segi ekonomi,

merujuk pada fungsi masjid sebagai sarana yang dapat melaksanakan dari

apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sekitarnya. Kegiatan ekonomi

yang dimaksud pada dasarnya tidak untuk mencari keuntungan semata,


115

namun dengan tujuan memakmurkan dan mensejahterakan keberadaan

masjid dan menopang ekonomi masyarakat. Masjid Jami’ Kauman Sragen

dalam hal ini menjalankan aktivitas ekonomi seperti pengoptimalan dana

dari jamaah demi kepentingan bersama dan keberlangsungan Masjid.

Seperti yang disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi dalam hasil

wawancaranya sebagai berikut:

“upaya kita untuk memakmurkan masjid dan masyarakat sekitar


adalah salah satunya dengan memperluas area masjid agar bias
menampung jamaah yang sangat banyak, perluasan kedepan dan
kesamping, realisasi ini akan dilaksanakan dengan membayar tanah
disamping dan di depan halaman masjid…serta mengoptimalkan
dana yang berasal dari jamaah yang berupa infak, sedekah untuk
melengkapi sarana prasarana di masjid dan membantu umat yang
kekurangan.”

Serupa dengan pernyataan Bapak Sugiyanto sebagai berikut:

“untuk kegiatan perekonomian di Masjid ini menggunakan dana


dari jamaa yang diperoleh dari infaq maupun sedekah, yangmana
dananya kita gunakan kembali untuk membiayai sarana dan
prasarana masjid juga menyokong warga yang membutuhkan
tentunya.”

Selain aktivitas ekonomi dalam mensejahterakan dan menopang

masyarakat sekitar serta prasarana Masjid, aktivitas ekonomi yang

dijalankan Masjid Jami’ Kauman juga melingkupi pendirian koperasi atau

lembaga keuagan syariah atau lembaga zakat yang dioperasikan oleh

Masjid Jamik Kauman bersama organisasi NU. Hal ini yang disampaikan

oleh Bapak KH. Ashudi sebagai berikut:


116

“yang terdapat di masjid Jamik Kauman ini adalah Lembaga zakat


yaitu LAZIZ NU, Lembaga ini menerima zakat, sedekah dan infak
dari jamaah dan menyalurkannya.”

Hal tersebut didukung pula dengan pernyataan salah satu warga Kauman

selaku jamaah Masjid Jami’ Kauman sebagai berikut:

“iya ada, di masjid agung Kauman ini ada lembaga koperasi yang
mengatur terkait zakat dan infaq dengan sistem syariah, namanya
LAZIZ NU yang juga merupakan koperasi yang dimiliki oleh
lembaga NU yang dioperasikan untuk daerah kauman sragen disini
tempatnya. Jadi lAZIZ ini menerima dan menyalurkan segala
bentuk bantuan dari umat seperti zakat dan sedekah, yang nantinya
disalurkan kepada warga yang membutuhkan, tentunya yang sesuai
dengan ketentuan dalam Islam”

4. Fungsi Pendidikan

Selanjutnya pada peran dan fungsi Masjid dalam edukasi mengacu

pada masjid sebagai tempat pendidikan nonformal, juga berfungsi

membina masyarakat. Fungsi ini terepresentasikan dalam kegiatan TPA

atau pengajian maupun kajian yang diselenggarakan oleh pengurus Masjid.

Kendati tidak sebesar TPA atau madrasah lainnya, akan tetapi

keberadaanya sangat penting dalam internalisasi pendidikan agama Islam

kepada masyrakat khusunya generasi muda. Pada Masjid Jami’ Kauman,

peranan sebagai lembaga pendidikan nonformal tertuang dalam bentuk

kegiatan pengajian dan membaca Al-Qur’an bersama setiap minggunya.

Kegiatan pengajian tersebut diadakan dua minggu sekali dengan tema

yang berbeda setiap harinya, sedangkan pembacaan Al-Qur’an diadakan

seminggu sekali dengan diikuti oleh remaja serta orang dewasa. Hal ini

yang disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi sebagai berikut:


117

“Aktivitas pendidikannya adalah untuk ibu-ibu dan bapak-bapak


yang belajar membaca Al-Quran dari awal dan remaja masjid…ada
juga pengajian rutin tiap Ahad pagi dan Rabu malam dengan materi
yang berbeda tiap minggunya, misal Ahad Pahing Tafsir, Ahad
Kliwon: Hadits”

Serupa dengan pernyataan Bapak Sugiyanto selaku Marbot Masjid Jami`

Kauman Sragen sebagai berikut:

“kalau sifatnya pendidikan itu ada ya, itu bentuknya pengajian


seperti TPA yang kita fungsikan untuk belajar membaca Al-Quran
dan kitab bersama. Itu pengajiannya rutin kita adakan setiap
minggunya di Ahad pagi dan Rabu malam.”

Hal tersebut didukung pula dengan pernyataan salah satu warga Kauman

selaku jamaah Masjid Jami’ Kauman sebagai berikut:

“iya saya rutin mengikuti pengajian di masjid jamik, biasanya saya


ikut yang rabu malam ya, itu bersama ibu-ibu lainnya…banyak ya,
tiap harinya beda temanya, misal kalau ahad tu paling tafsir atau
baca kitab, nanti malamnya beda lagi baisanya baca qur’an juga
ada kajian hadist.”

Selain itu masjid jami’ ini juga memiliki sebagian kecil tempat

untuk tempat belajar para jamaah yakni perpustakaan kecil yang

menyediakan Qur’an dan kitab-kitab serta koleksi buku tentang agama

Islam. Koleksi tersebut tersusun dalam rak yang dapat digunakan dan
118

dibaca oleh siapa saja termasuk jamaah Masjid. Seperti yang ditunjukkan

sebagai berikut:

Gambar 4.4 Koleksi Qur’an dan Kitab di Rak Masjid Jami’


Kauman Sragen
5. Fungsi Dakwah

Selanjutnya pada peran dan fungsi Masjid dalam dakwah mengacu

pada fungsi masjid sebagai pusat dakwah yang selalu menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan rutin seperti pengajian, ceramah-ceramah agama, dan

kuliah subuh. Dalam hal ini pengurus Masjid Jami’ Kauman mengadakan

kegiatan kajian secara rutin setiap ba’da subuh. Kajian disampaikan oleh

imam sholat subuh dan diisi dengan materi yang berbeda-beda setiap

harinya. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Takmir Masjid sebagai

berikut:

“Kegiatan yang terlaksana dan berkembang adalah kajian rutin


sehabis sholat Subuh dan Dzikir dan tahlil Bersama…ada pula
Dakwah rutin yang dilaksanakan adalah pengajian mingguan,
bulanan dan harian sehabis ba`da maghrib dan Isya`”

Serupa dengan pernyataan Bapak Sugiyanto selaku Marbot Masjid Jami`

Kauman Sragen sebagai berikut:

“ya itu tadi si, dari pengajian itu kita biasanya undang kyai untuk
mengisi kajian dan ceramah…itu jadwalnya rutin, ada yang
mingguan dan bulanan itu tergantung harinya, bisasnya kita
mengikuti hari-hari besar, seperti waktu maulid atau ramadhan
misalnya ya..”

Hal tersebut didukung pula dengan pernyataan salah satu warga Kauman

selaku jamaah Masjid Jami’ Kauman sebagai berikut:


119

“iya saya sering ikut kegiatan kalau ada ceramah di masjid, ya rutin
jumat itu. Ada juga pas pengajian itu kan biasanya dari kyainya
juga beri ceramah, kan dakwah ya itu..”

Berdasarkan hasil observasi, Penulis melihat setiap harinya Masjid

Jami’ Kauman selalu mengadakan dakwah dan ceramah selain dari

dakwah rutin pada hari jumat. Dakwah tersebut sebagai bentuk kajian

edukasi kepada masyarakat dalam menguatkan ilmu terkait nilai-nilai

Islam dan norma agama sebagai pedoman hidup. Setiap kegiatan tersebut

selalu diikuti oleh sejumlah warga Kauman sekitar maupun masyarakat

lainnya yang datang ke Masjid. Berikut salah satu dokumentasi pada

kegiatan pengajian rutin yang diadakan di Masjid Jami’ Kauman:

Gambar 4.5 Kegiatan Pengajian Rutin di Masjid Jami’


Kauman Sragen

Selain berupa pengajian rutin, kegiatan dakwah di Masjid Jami’

Kauman juga dilakukan melalui kegiatan pengajian akbar yang diadakan


120

setiap tahunnya oleh pengurus Masjid, serta pengajian akbar yang

diadakan oleh organisasi NU di lingkungan Masjid Jami’ Kauman.

Pengajian akbar setiap tahun tersebut diadakan dalam rangka

memperingati Haul Pembina Masjid. Seperti yang disampaikan oleh Ketua

Takmir Masjid sebagai berikut:

“Pengajian akbar dilakukan dalam rangka memperingati Haul


Pembina masjid yang sudah meninggal dan pengajian akbar
Maulud Nabi dengan mendatangkan Kyai atau Habib dari daerah
luar Sragen.”

6. Fungsi Politik

Selanjutnya pada peran dan fungsi Masjid dalam politik mengacu

pada peran Masjid sebagai tempat pemerintahan, maupun sebagai sarana

dalam menyampaikan ideologi seseorang, kelompok atau golongan

tertentu terkait pemerintahan. Fungsi ini terlihat saat masa perjuangan

Nabi, dimana Nabi Muhammad saw, melakukan diskusi-diskusi

pemerintahan dengan para sahabatnya, di masjidlah dilakukan diskusi

siasat perang, perdamaian, dan lain sebagainya. Namun pada masa kini,

peranan Masjid sebagai sarana politik tidak lagi dilakukan, dan hanya pada

sejumlah masjid tertentu saja. Seperti halnya pada Masjid Jami’ Kauman

Sragen yang juga menyebutkan tidak adanya praktik perpolitikan maupun

penyebaran ideologi tertentu milik perorangan maupun kelompok dalam

ruang Masjid. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi

selaku Ketua Takmir Masjid sebagai berikut:


121

“Masjid ini tidak pernah difungsikan secara politik, karena masjid


ini sangat memisahkan kegiatan agama dan politik…Tidak pernah
Masjid Jamik ini bebas dan steril dari kegiatan yang berhubungan
dengan ideologi tertentu.”

Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan Bapak Sugiyanto selaku

Marbot Masjid Jami` Kauman Sragen sebagai berikut:

“tidak pernah sejauh ini, dan tidak akan juga ya, karena masjid ini
sifatnya netral tempat untuk seluruh umat, tidak akan difungsikan
untuk kelompok tertentu juga ya, apalagi digunakan untuk urusan
perpolitikan, tidak pernah itu.”

7. Fungsi Kesehatan

Selanjutnya pada peran dan fungsi Masjid dalam bidang kesehatan,

mengacu pada funsgi Masjid sebagai balai pengobatan maupun sarana

pendukung aktivitas pengobatan seperti sebagai ruang klinik maupun area

kegiatan terkait pengobatan. Pada masa Nabi Muhammad SAW, masjid

dijadikan balai pengobatan bagi seluruh pejuang-pejuang yang mengalami

luka setelah berperang. Dalam hal ini, Masjid Jami’ Kauman tidak

memiliki balai pengobatan atau ruang klinik tersendiri, namun dikatakan

letaknya berdekatan dengan pusat layanan kesehatan bagi masyarakat. Hal

ini disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi selaku Ketua Takmir Masjid

sebagai berikut:

“Tidak ada layanan kesehatan atau balai pengobatan yang


dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman...hanya Masjid Jamik ini
letaknya berdekatan dengan pusat layanan kesehatan Kabupaten
jadi kegiatan pelayanan kesehatan tetap dilaksanakan di pusat
kesehatan yang letaknya berdekatan.”
122

Meski begitu, kegiatan-kegiatan sosial yang terkait dengan

pengobatan demi masyarakat seperti kegiatan donor darah maupun

vaksinasi pernah diadakan di lingkungan Masjid dengan menggunakan

halam Masjid sebagai sarananya. Terlebih mengingat masa pandemi

Covid-19, membuat Masjid turut berpartisipasi dalam mendukung

pelaksanaan vaksinasi oleh pemerintah daerah dengan menyediakan

tempat dan lahannya sebagai ruang bagi masyarakat. Seperti yang

disampaikan oleh Bapak KH. Ashudi selaku Ketua Takmir Masjid sebagai

berikut:

“Kegiatan donor darah dan vaksinasi pernah dilaksanakan. Donor


darah 1 tahun 2 kali dengan mendatangkan tenaga medis ke masjid
dan para jamaah dengan ikhlas melakukannya. Vaksinasi
dilaksanakan saat merebaknya Covid 19 di Sragen.”

Senada dengan pernyataan Bapak Sugiyanto selaku Marbot Masjid Jami`

Kauman Sragen sebagai berikut:

“pernah, untuk kegiatan yang sifatnya terkait kesehatan masyarakat


ya, seperti donor darah itu kita gelar dengan bantuan tenaga medis
dari PMI juga, itu setiap dua tahun sekali ya….lalu untuk vaksin
kita mengadakan juga yang program vaksinasi covid-19 itu, ya
untuk memutus penyebaran juga untuk mendukung program
pemerintah tentunya.”

Hal tersebut didukung pula dengan pernyataan salah satu warga Kauman

selaku jamaah Masjid Jami’ Kauman sebagai berikut:

“pernah ya setahu saya, cuma lupa kapan itu ada diadakan donor
darah di area masjid. Jadi jamaah yang datang di masjid yang mau
mendonorkan darah itu bisa langsung, ada petugasnya waktu
123

itu...kalau vaksinasi pas keamrin itu yang ngadakan dari dinkes


setahu saya, untuk vaksin covid-19 ini.”

Berdasarkan data-data terkait peran dan fungsi Masjid Jamik

Kauman yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diketahui bahwa pada

fungsi keagamaan, Masjid Jami’ Kauman berperan sebagai tempat ibadah

bagi warga Kauman dan umat muslim dalam menjalankan ibadah seperti

sholat lima waktu dan kegiatan keagamaan lainnya. Pada fungsi sosial

kemasyarakatan, Masjid berperan sebagai sarana berkumpul warga serta

pengadaan kegaitan berbasis bantuan sosial. Pada fungsi ekonomi, Masjid

berperan sebagai perantara dalam menyebarkan bantuan kepada warga

melalui zakat maupun sedekah infaq yang pengelolaannya melalui

koperasi LAZIZ NU.

Pada fungsi pendidikan, Masjid berperan sebagai lembaga

pendidikan nonformal yang memberikan edukasi bagi warga melalui

pengajian rutin setiap minggunya dengan tema pendidikan Islam. Pada

fungsi dakwah, Masjid berperan sebagai sarana berdakwah melalui

pengadaan kegiatan pengajian akbar dan ceramah rutin oleh pemuka

agama. Pada fungsi kesehatan, tidak ditemukan balai pengobatan atau

klinik namun Masjid mendukung dan mengadakan kegiatan berbasis

kesehatan seperti donor darah dan vaksinasi. Sedangkan tidak ditemukan

fungsi politik karena Masjid Jami’ Kauman memisahkan kegiatan agama

dan politik serta tidak menyediakan ruang bagi penyebaran ideologi politik

tertentu.
124

C. Pembahasan

Masjid Jamik Kauman merupakan salah satu masjid tua di Kabupaten

Sragen Jawa Tengah dengan luas sekitar 144 m2 sejak awal pendiriannya dan

terletak di dukuh Kauman, Kelurahan Sragen Wetan. Sejak didirikan K.H

Zainal Mustofa pada 1826, bangunan fisik dari Masjid Besar Kauman sudah

mengalami banyak perombakan. Masjid Jamik Kauman sendiri disebut

sebagai Kauman karena dulu masjid ini menjadi tempat tinggal kaum santri

yang belajar agama Islam. Sama halnya seperti Masjid Kauman Masaran,

dimana dahulu masjid tersebut digunakan untuk kepentingan menyebarkan

agama Islam di Bumi Sukowati.

Bagi umat Islam, Masjid merupakan tempat sembahyang, bersujud

dan menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Tidak dapat dipungkiri bahwa

masjid adalah tempat ibadah bagi umat Muslim. Perkataan Masjid ini banyak

sekali dipergunakan dalam Al-Qur’an, yang tidak saja menceritakan tentang

Masjidil Haram di Mekah atau Masjidil Aqsa di Baitul Magdis, tetapi juga

Qur’an menerangkan dalam ayat-ayatnya tentang sujud dan sembahyang. Hal

ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah ajaran Islam itu sendiri yang

menjadikan Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah mahdhah, tetapi juga

sebagai pusat peradaban pada saat itu. kata Masjid akan melahirkan

pengertian penghambaan dan ketaqwaan kepada Allah. Sebagai rumah

ibadah, Masjid kemudian dijadikan sebagai tempat untuk beribadah baik yang

mahdhah yaitu ibadah yang dilakukan manusia langsung kepada Allah SWT,
125

misalnya shalat, puasa, dan lain-lain. Maupun yang ghayr mahdhah yaitu

ibadah yang dilakukan Manusia dengan manusia, misalnya saling tolong

menolong, memberikan ilmu yang bermanfaat dan lain-lain.

Masjid dalam fungsinya terhadap lingkungan masyarakat Islam, akan

ditemukan beberapa fungsi yang dapat dikategorikan kepada dua jenis, yakni

primer dan sekunder. Fungsi primer yang dimaksud ialah sebagai tempat

ibadah yang bersifat ritual, seperti shalat, i’tikaf, dan sebagainya. Sedangkan

yang bersifat sekunder ialah segala kegiatan yang memiliki dimensi

muamalah yang berkenaan dengan hubungan sesama anggota masyarakat

yang ada di lingkungan masjid tersebut yang secara substansial sesungguhnya

masih merupakan bentuk ibadah juga.

Sejak awal pertumbuhanya, masjid di Indonesia pada mulanya

dipahami dan difungsikan oleh sebagaian besar masyarakat sebagai tempat

suci untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah, namun

sejalan dengan perkembangan pemahaman kesadaran masyarakat, fungsi

masjid kemudian berkembang yang tidak hanya terbatas pada fungsi sebagai

tempat ibadah saja. Namun disisi lain perkembangan tersebut dapat

menimbulkan persoalan baru, yaitu bagaimana pengelolaan sarana masjid ini

agar benar berfungsi secara optimal tanpa mengabaikan fungsi utamanya

sebagai tempat mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah shalat. Di

tengah kehidupan masyarakat Indonesia terutama di daerah perkotaan,

nampaknya pemahaman terhadap masjid sudah mengarah pada

fungsionalisasi masjid sebagai pusat pembinaan umat melalui ibadah-ibadah


126

ritual yang bersifat individual.160 Artinya kini Masjid tidak hanya sebagai

sarana bagi umat dalam menunaikan ibadahnya saja, namun juga mulai

berkembang sebagai tempat dalam membina dan memakmurkan umatnya

melalui berbagai kegiatan yang bernilai ibadah. Fungsi ini yang juga

ditemukan pada Masjid Jami’ Kauman di Sragen.

Berdasarkan temuan hasil penelitian, diketahui bahwa Masjid Jami’

Kauman di Kabupaten Sragen Jawa Tengah menjalankan fungsi keagaaman,

fungsi sosial, fungsi edukasi dan dakwah di tengah lingkungan masyarakat.

pada fungsi keagamaan, Masjid Jami’ Kauman berperan sebagai tempat

ibadah bagi warga Kauman dan umat muslim dalam menjalankan ibadah

seperti sholat lima waktu dan kegiatan keagamaan lainnya diantaranya

pengajian dan kajian rutin sehabis subuh.

Seperti yang diketahui bahwa fungsi masjid yang utama adalah

sebagai tempat shalat. Secara harfiah, shalat memiliki makna,

“menghubungkan”, yaitu menghubungkan diri dengan Tuhan dan oleh

karenanya shalat bukan hanya berarti menyembah saja. 161 Fungsi utama

masjid masjid Jami’ini adalah tempat sujud kepada Allah SWT, tempat

shalat, dan tempat beribadah kepadanya. Lima kali sehari semalam

diantaranya yaitu pada waktu Subuh, Waktu Zuhur, Waktu Ashar, Waktu

Maghrib dan Waktu Isya’ ummat Islam dianjurkan mengunjungi masjid guna

melaksanakan shalat berjama’ah. Masjid ini juga merupakan tempat yang

160
Syahidin, Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 124.

161
A. Bachrun Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen Masjid: Mengoptimalkan Fungsi
Sosial Ekonomi Masjid, (Bandung: Benang Merah Press, 2005), h. 47.
127

paling banyak dikumandangkan nama Allah melalui azan, qamat, tasbih,

tahmid, tahlil, istigfar, dan ucapan lain yang dianjurkan dibaca di masjid

sebagai bagaian dari lafaz yang berkaitan dengan pengagungan asma Allah.

Selain shalat fardhu lima waktu, Masjid Jami’ Kauman juga

digunakan shalat sunnah yang meliputi shalat jum’at yang dikerjakan pada

tiap-tiap hari jum’at, dan shalatTarawih yang dikerjakan pada malam-malam

puasa, shalat Hari Raya dikerjakan pada Hari Raya puasa Idul Fitri, dan pada

Hari Raya Haji “Idul Adha”. Shalat berjama’ah sendiri sangat penting artinya

dalam usaha mewujudkan persatuan ukhuwah islamiyah di antara sesama

umat Islam yang menjadi jama’ah masjid jami’ tersebut.

Selanjutnya berdasarkan hasil temuan, pada fungsi sosial

kemasyarakatan Masjid Jami’ Kauman di Sragen berperan sebagai sarana

berkumpul warga serta pengadaan kegiatan berbasis bantuan sosial. Umat

Islam sendiri dalam hal ini berdiri pada ajaran tawhîd (keyakinan) yang satu

dan mempersatukan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Masjid

memang tidak hanya sarana yang menghubungkan manusia dengan Sang

Khâliq, tetapi juga dengan sesama manusia lainnya dalam sebuah interaksi

yang teratur dan fungsional.

Masijid sejak dahulu merupakan sebuah tempat yang digunakan untuk

melakukan ibadah kepada sang pencipta. Hingga saat ini masjid tidak hanya

digunakan sebagai tempat Ibadah namun juga sebagai sebuah wadah yang

berfungsi untuk mensyiarkan agama Islam dimana masjid tidak hnaya sebagai
128

sebuah bentuk kebudayaan yang berupa bangunan hasil karya manusia.162

Adapun wadah dari kebudayaan Islam itu sendiri adalah kesatuan sosial atau

masyarakat. Segala perilaku perbuatan dan ciptaan yang terwujud dalam

masyarakat muslim adalah kebudayaan Islam. Karena kesatuan sosial muslim

merupakan efek dari ibadah, karena kesatuan sosial Muslim dan unsur-unsur

kebudayaan Islam diikat oleh Masjid, salah satunya yakni kegiatan shalat

berjamaah dalam Masjid maupun kegiatan sosial lainnya.

Masjid ialah sebuah pranata sosial Islam yang didalamya terjadi

berbagai proses sosial, salah satunya ialah interaksi sesama anggota

masyarakat dengan perbedaan kebudayaan. Masyarakat Islam sebagai sistem

sosial Islam tidak pernah mampu melepaskan diri dari lingkunganya dan oleh

karenanya lingkungan merupakan hal yang penting ketika akan mendirikan

sebuah masjid. Tujuan utama umat Islam berkumpul di masjid ternyata tidak

hanya untuk melaksanakan shalat semata, dalam pertemuan tersebut muncul

proses komunikasi dan interaksi untuk membicarakan hal-hal yang

berhubungan dengan kepentingan bersama. Hal ini lama kelamaan akan

membentuk suatu ikatan emosional dan membentuk kesatuan sosial diantara

mereka, yaitu kesatuan sosial Muslim. Fungsi masjid tidak saja dipandang

sebagai instrument keagamaan tetapi juga instrument sosial yang dapat

menjadi fasilitas konsolidasi dan interaksi dalam masyarakat.

Pada fungsi ekonomi, Masjid berperan sebagai perantara dalam

menyebarkan bantuan kepada warga melalui zakat maupun sedekah infaq

162
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Islam,
1984) h. 247
129

yang pengelolaannya melalui koperasi LAZIZ NU. Seperti yang diketahui

bahwa hubungan dan peranan masjid dengan ekonomi menurut Gazalba

adalah bukan hubungan dalam wujud tindakan riil ekonomi seperti kegiatan

produksi, distribusi, dan konsumsi. Perananya terletak pada bidang ideal atau

konsep ekonomi yang pangkal dan azasnya adalah Al-Quran dan Hadist. 163

Dalam sejarah, bahkan hingga kini hubungan masjid dengan kegiatan

ekonomi tidak hanya sebatas hubungan tempat mengkaji gagasan-gagasan

tentang ekonomi, tetapi juga lingkungan tempat transaksi tindakan ekonomi,

khususnya disekitar lingkungan masjid. Sementara itu kajian dan gagasan

ekonomi dalam Islam masih tetap dilakukan di masjid Jami’ Kauman ini

melalui pengoperasian koperasi untuk mendukung perekonomian bersama,

baik itu untuk kepentingan masjid maupun untuk umat.

Karena ekonomi Islam adalah bagian penting dari ajaran Islam.

Masalah ekonomi adalah masalah paling urgen (dharury). Para ulama masa

lampau tak pemah mengabaikan kajian muamalah (ekonomi Islam). Hal itu

bisa dibuktikan dalam kitab-kitab hasil karya mereka. Ekonomi Islam bukan

saja menjadi pilar dan rukun kemajuan Islam, tetapi juga merupakan fardhu

'ain untuk diketahui setiap muslim.

Selanjutnya pada fungsi pendidikan, Masjid Jami’ Kauman di Sragen

berperan sebagai lembaga pendidikan nonformal yang memberikan edukasi

bagi warga melalui pengajian rutin setiap minggunya dengan tema pendidikan

Islam. Selain itu masjid jami’ ini juga memiliki sebagian kecil tempat untuk

tempat belajar para jamaah yakni perpustakaan kecil yang menyediakan


163
A. Bachrun Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, Op.Cit, h. 47.
130

Qur’an dan kitab-kitab serta koleksi buku tentang agama Islam. Sebagaimana

fungsi yang harus dijalankan oleh masjid Jami’ ini sebagai peningkatan

pendidikan umat untuk pencapai jama’ah masjid yang memahami ajaran

Islam secara kafah atau menyeluruh dan sempurna.

Masjid adalah pusat pendidikan dan pengajaran dan karenanya masjid

juga disebut sebagai pusat ilmu. Ilmu-ilmu diampaikan melalui pengkajian-

pengkajian, ceramah, kuliah dan khutbah. Oleh sebab itu pendidikan apa pun

tidak boleh terpisahkan dengan kehidupan ruhani (spiritual). Masjid sebagai

lembaga pendidikan pertama kali bagi umat Islam. Sebab di sanalah pertama

kali seorang anak muslim dikenalkan dengan tata kehidupan ber-Islam

seperti: cara wudhu’, shalat sampai pada pengenalan huruf hijaiyah.

Sebagaimana diketahui bahwa sentral pendidikan adalah: sekolah, rumah,

lingkungan, dan tempat ibadah.164

Pada fungsi dakwah, Masjid Jami’ Kauman di Sragen berperan

sebagai sarana berdakwah melalui pengadaan kegiatan pengajian akbar dan

ceramah rutin oleh pemuka agama. Kegiatan dakwah di Masjid berupa

pengajian akbar diadakan setiap tahunnya oleh pengurus Masjid, serta yang

diadakan oleh organisasi NU di lingkungan Masjid Jami’ Kauman. Pengajian

akbar setiap tahun tersebut diadakan dalam rangka memperingati Haul

Pembina Masjid.

Dakwah adalah kewajiban bagi setiap Muslim sesuai dengan tuntunan

al-Qur’an dan Hadist, saling mengingatkan pada kebenaran dan menasehati

164
Lasa Hs, Petunjuk Praktis Pengelolaan Perpustakan Masjid dan Lembaga Islamiyah,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Prees, 2004), h. 3.
131

dalam kesabaran, selain itu dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang

bernilai ibadah untuk membina atau membentuk masyarakat melalui ajaran

agama yang Islami, melalui pesan-pesan agama yang Islami. Aktivitas

dakwah pada dasamya dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai

sarana yang ada, termasuk di dalamnya memanfaatkan masjid sebagai sarana

dakwah. Sejak masa Rasulullah SAW masjid telah dimanfaatkan sedemikian

rupa sebagai sarana kegiatan dakwah.

Hal ini dapat dilihat misalnya dengan adanya momentum pendirian

masjid pertama, yaitu masjid Quba di kota Madinah yang pada masa itu

masjid Quba telah dipergunakan untuk berbagai kegiatan seperti mulai dari

melaksanakan silaturrahmi (komunikasi-interaktif), menyelenggarakan

kegiatan proses belajar mengajar, mengelola baitul mal, menyusun strategi

perang, dan melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan, hingga sebagai pusat

merancang dan melaksanakan strategi dakwah.165

Pada fungsi kesehatan, tidak ditemukan balai pengobatan atau klinik

pada Masjid Jami’ Kauman di Sragen. Namun Masjid mendukung dan

mengadakan kegiatan berbasis kesehatan seperti donor darah dan vaksinasi.

Sedangkan tidak ditemukan fungsi politik karena Masjid Jami’ Kauman

memisahkan kegiatan agama dan politik serta tidak menyediakan ruang bagi

penyebaran ideologi politik tertentu.

Dalam sejarahnya tercatat bahwa di zaman Rasulullah Saw masjid

telah difungsikansebagai: l) Pusat ibadah; 2) Pusat pendidikan dan

165
Agustianto, MA.Peran Masjid Dalam Edukasi Ekonomi Syariah,
PesantrenVirtual.com, Edisi 7 September 2006
132

pengajaran; 3) Pusat penyelesaianproblematika umat dalam aspekhukum

(peradilan); 4). Pusat pemberdayaan ekonomi umatmelaluiBaitul Mal; 5)

Pusat informasi Islam; 6) Bahkan pemah sebagai pusatpelatihan militerdan

urusan-urusan pemerintahan Rasulullah. Masihbanyak fungsi masjid yang

lain. Singkatnya,pada zaman Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat

peradaban Islam.166

Pada dasarnya, Masjid Jami’ ini sebagai tempat ibadah yang harus

bersih dengan prinsip mencetak manusia yang taqwa dan beriman, mencetak

manusia yang berjiwa agama dan bertanggung jawab. Selain itu, masjid jami’

ini juga menjadikan masyarakat yang tertib ibadah, mengembangkan

masyarakat yang istiqamah dan Islami, dan juga memberikan pelayanan

sosial bagi jama’ah dan umat Islam dengan segala keutuhan masyarakat

agama. Zein dalam bukunya juga menambahkan tentang fungsi masjid

sebagai tempat ibadah mencakup: 1) Hubungan manusia dengan Tuhan, yang

berwujud: sholat, I’tikaf dan lain-lain; 2) Hubungan manusia dengan

manusia, yang berwujud: zakat fittrah, nikah dan lain-lain; 3) Hubungan

manusia dengan dirinya, yang berwujud: mencari ilmu, mengaji dan lain-lain;

4) Hubungan manusia dengan alam, yang berwujud: memelihara,

memanfaatkan dan tidak merusak alam.167

Masjid Jami’ merupakan masjid yang dibangun atas dasar aspirasi dan

kehendak umat atau masyarakat Islam yang ada di sekitarnya. Setelah masjid

bediri dengan baik dalam berbagai bentuk, maka selanjutnya umat atau
166
Ibid

167
Zein M. Wiryo Prawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, IAI, h. 155
133

anggota masyarakat turun tangan untuk mengelola dan mengaturnya agar

dapat tetap terjaga dan dapat digunakan sebagaimana peran dan fungsi Masjid

tersebut seharusnya. Pembangunan Masjid tentunya tidak berhenti pada

berdirinya masjid itu saja, namun perlu dilakukan langkah untuk

memakmurkan masjid oleh orang-orang agar jauh ke depannya masjid dapat

memberdayakan umat dari berbagai aspek kehidupan. Dengan memakmurkan

masjid secara fisik dimaksudkan bangunanya bagus, bersih, indah dan megah,

dan secara spiritual ditandai dengan antusiasme jama’ah menunaikan kegitan

ibadah atau kegiatan-kegiatan lainya.

Masjid yang makmur adalah masjid yang berhasil tumbuh menjadi

sentral dinamika umat. Sehingga, masjid benar-benar berfungsi sebagai

tempat ibadah dan pusat kebudayaan Islam dalam arti luas. Adalah tugas dan

tanggung jawab seluruh umat Islam memakmurkan masjid yang mereka

dirikan dalam masyarakat.168 Perkembangan masjid yang demikian pesat dan

tantangan perkembangan zaman yang menuntut profesionalisme pengelolaan

masjid dalam rangka mewujudkan kemakmuran masjid danjamaahnya. Saat

ini, masjid dituntut untuk menata dirinya dengan menampilkan sosok yang

mengagumkan, baik dari segi bangunan fisik, arsitektur, seni dan sarana-

sarananya. Aktivitasnya harus dikelola dengan manajemen modern dan

mencontoh fungsi masjid pada zaman Rasulullah saw itu. Caranya dengan

melakukan aktualisasi pemahaman terkait fungsi-fungsi yang dapat dicapai

Masjid sesungguhnya.

168
Moh. E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 69.
134

D. Pokok-Pokok Temuan Penelitian

Data-data penelitian yang telah diuraikan tersebut merupakan

gambaran atas kondisi di lapangan langsung, yangmana diperoleh melalui

hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan data penelitian

yang diperoleh, beberapa pokok temuan penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Masjid memiliki peran dan fungsi besar dalam peradaban Islan

diantaranya sebagai tempat ibadah, sosial kemasyarakatan, ekonomi,

pendidikan, dakwah, politik, kesehatan.

2. Peran dan fungsi dari Masjid Jami’ Kauman yang paling menonjol ialah

fungsi ibadah atau keagaaman, fungsi sosial, fungsi edukasi dan dakwah.

Sedangkan fungsi kesehatan dan politik tidak ditemukan.

3. Masjid Kauman merupakan salah satu masjid tertua di Sragen yang

menjadi tempat bersejarah saksi masukya agama Islam dan membangun

peradaban Islam di Sragen.

4. Penelitian ini memiliki keterbatasan yakni hanya membahas terkait

fungsi yang telah berjalan dari Masjid Jami’ Kauman melalui berbagai

kegiatan yang diadakan di Masjid, tanpa menganalisis lebih dalam terkait

peran pengurus dan masyarakat sekitar dalam memaksimalkan fungsi-

fungsi tersebut tetap berjalan.


135

BAB V

PENUTUP

E. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan data yang telah dipaparkan,

maka kesimpulan pada penelitian ini adalah:

Peran Masjid Jami’ Kauman dalam islamisasi di Kabupaten Sragen Jawa

Tengah terlihat dari fungsi yang dijalankannya yakni fungsi keagaaman, fungsi

sosial, fungsi pendidikan dan dakwah. Pada fungsi keagamaan, Masjid Jami’

Kauman berperan sebagai tempat ibadah bagi warga Kauman dan umat muslim

dalam menjalankan ibadah seperti sholat lima waktu dan kegiatan keagamaan

lainnya. Pada fungsi sosial kemasyarakatan, Masjid berperan sebagai sarana

berkumpul warga serta pengadaan kegiatan berbasis bantuan sosial.

Pada fungsi ekonomi, Masjid berperan sebagai perantara dalam

menyebarkan bantuan kepada warga melalui zakat maupun sedekah infaq yang

pengelolaannya melalui koperasi LAZIZ NU. Pada fungsi pendidikan, Masjid

berperan sebagai lembaga pendidikan nonformal yang memberikan edukasi bagi

warga melalui pengajian rutin setiap minggunya dengan tema pendidikan Islam.

Pada fungsi dakwah, Masjid berperan sebagai sarana berdakwah melalui

pengadaan kegiatan pengajian akbar dan ceramah rutin oleh pemuka agama. Pada

fungsi kesehatan, tidak ditemukan balai pengobatan atau klinik namun Masjid

mendukung dan mengadakan kegiatan berbasis kesehatan seperti donor darah dan

vaksinasi. Sedangkan tidak ditemukan fungsi politik, karena Masjid Jami’


136

Kauman memisahkan kegiatan agama dan politik serta tidak menyediakan ruang

bagi penyebaran ideologi politik tertentu.

F. Implikasi

Berdasarkan simpulan penelitian yang menjawab peranan Masjid Jamik

Kauman dalam islamisasi di Kabupaten SragenJawa Tengah, terdapat beberapa

implikasi dari hasil penelitian mengenai peranan Masjid ini, diantaranya implikasi

teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Implikasi Teoritis

Keberadaan Masjid Jami’ Kauman sebagai salah satu masjid tertua

di Kabupaten Sragen Jawa Tengah mampu menjadi bukti sejarah dari

persebaran Islam di wilayah tersebut dan bukti peradaban Islam kala itu.

Peristiwa sejarah dapat dijadikan sebagai media transformasi dan

pendidikan atas nilai-nilai pada masyarakat khususnya peserta didik, salah

satunya nilai-nilai dalam pendidikan Islam yang digambarkan dari fungsi

dan keberadaan Masjid sebagai bagian dari peradaban umat muslim.

Harapannya, setelah siswa belajar sejarah maka akan muncul kesadaran

sejarah yang mendalam pada diri peserta didik. Peserta didik mampu

mengembangkan nilai-nilai yang sudah didapatkan, dimana peserta didik

mampu berpikir kritis dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam

masyarakat khususnya dalam memakmurkan Masjid sebagai sarana umat.

2. Implikasi Praktis

Penelitian ini mendeskripsikan tentang peranan Masjid Agung dalam

Islamisasi masyarakat, yang memberikan implikasi praktis mengenai


137

bagaimana manajemen pengurus Masjid mampu memaksimalkan peran

dan fungsi Masjid bagi perkembangan umat. Dalam perkembangan zaman

saat ini, peran dan fungsi Masjid tidak hanya sampai pada tempat ibadah

saja, namun juga harus mampu menjadi sentral dinamika umat yang

mampu memberdayakan jamaahnya dengan mampu berkembang lebih

jauh baik dari segi pendidikan, sosial ekonomi maupun aspek kehidupan

lainnya. Berbagai kegiatan keagamaan yang diadakan disamping kegiatan

ibadah seperti kajian, pengajian maupun TPA, menjadi sarana

terbentuknya fungsi Masjid sesungguhnya sebagai pusat kebudayaan umat.

G. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan yang telah ditemukan di atas, maka dapat diberikan

beberapa rekomendasi atau saran pada sejumlah pihak terkait diantaranya:

1. Bagi Pengurus Masjid Jami’ Kauman di Sragen sebaiknya untuk lebih

memperhatikan sistem manajemen pengelolaan Masjid yang tepat dengan

lebih aktif mengembangkan berbagai kegiatan keagamaan seperti TPA

bagi anak-anak dan kegiatan rutin lainnya dengan melibatkan banyak

masyarakat sekitar.

2. Bagi Pengurus Masjid Jami’ dan Masjid lainnya juga sebaiknya dapat

lebih memperhatikan pengelolaan Masjid yang lebih baik dengan

mempertimbangkan sistem manajemen yang terstuktur. Serta sebaiknya

dapat lebih kreatif dan inovatif dalam ide-idenya, sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masjid yang pada akhirnya


138

dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat

disekitarnya.

3. Bagi Masyarakat sebaiknya dapat turut serta dalam memakmurkan Masjid

dengan berpartisipasi dan ikut dalam setiap kegiatan yang diadakan

Masjid, dan bersama mendukung pengembangan Masjid ke arah yang

lebih baik.
139

DAFTAR PUSTAKA

Akfal, F. (2017). Peran Bank Syariah Terhadap Pemberdayaan Badan


Kemakmuran Masjid (Studi Kasus: Masjid-Masjid Di Kec. Lubuk
Pakam, Skripsi. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Alfiani, M. M., Suweleh, S., Jannah, L. K., & Mahfud, C. (2019). Islamisasi
Nusantara Dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam. FIKROTUNA, 9(1),
1122-1136.
Amin, F., & Ananda, R. A. (2018). Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia
Tenggara: Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara. Analisis:
Jurnal Studi Keislaman, 18(2), 67-100.
Arikunto, S. (2014). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azra, A. (2013). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana.
Bakhtiar, A. (2020). Eskatologi: Perspektif Agama dan Filsafat. Refleksi, 1(3).
Basarudin, B. (2019). Sejarah Perkembangan Islam di Pulau Lombok pada Abad
Ke-17. SANGKéP: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, 2(1), 31-44.
Bungin, B. (2012). Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Creswell, John W. 2013. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. third Edition, Terjemah, Achmad Fawaid,
Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional. (2015). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djam’an, S., & Komariah, A. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet.
7. Bandung: Alfabeta.
Gazalba, S. (2016). Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka
Antara.
Gultom, R. Z., & Tini, A. Q. (2020). Pembangunan Infrastruktur dalam Islam:
Tinjauan Ekonomi dan Sosial. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(2), 203-
211.
Hanafie, S. (1988). Mimbar Masjid: Pedoman Untuk Para Khatib Dan
Pengurus Masjid. Jakarta: Haji Masagung.
Hasan, N., Subanji, S., & Sukorianto, S. (2019). Analisis Kesalahan Siswa Kelas
VIII dalam Menyelesaikan Soal Cerita Terkait Teorema
140

Pythagoras. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan


Pengembangan, 4(4), 468-477.
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Huda, N. (2017). Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Iskarina, M., Yuliana, N., Wulandari, T., & Pratama, R. A. (2022). Eksplorasi
Aspek Historis Masjid Jami’al-Anwar Dalam Proses Islamisasi Di Teluk
Betung Selatan, Lampung. Artefak, 9(1), 1-8.
Liriwati, F. Y., Armizi, A., & Yani, M. (2021). Manajemen Kultur Lembaga
Pendidikan Islam. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 7(2), 747-
756.
Mastuhu. (1985). Dinamika Pendidikan Pondok Pesantren. Jakarta: Inis.
Masyurudin, F., dan Respati. (2007). Demokrasi Di Bumi Sukowati. Surakarta:
Iskara Publisher.
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldaña, J. (2018). Qualitative data analysis:
A methods sourcebook. Sage publications.
Moleong, L. J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mukarrom, Ahwan. 2014. Sejarah Islamisasi Nusantara. Surabaya: Jauhar.
Mulyadi, M. (2016). Metode Penelitian Praktis: Kuantitatif dan Kualitatif.
Jakarta: Publica Press.
Nata, Abudin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
Nurhajarini, D. R., & Purwaningsih, E. (2015). Akulturasi lintas zaman di lasem:
perspektif sejarah dan budaya (kurun niaga-sekarang). Fibiona.
Perwira, P. M. P. (2018). Redesain Komplek Masjid Besar Jatinom Dengan
Pendekatan Infill Desain Untuk Fasilitas Pendukung Masjid. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Prayitno, Irwan. 2002. Ma’ritullah. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna.
Purwokusumo, S. (1985). Kadipaten Pakualaman. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ricklefs, M. C. (2013). Mengislamkan Jawa. Serambi Ilmu Semesta.
Rochym, A. (1995). Mesjid dalam Karya Aristektur Nasional Indonesia.
Bandung: Angkasa.
Shihab, M. Q. (2017). Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan Pustaka.
141

Shihab, Quraish. 1992. Membumikan Al Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan. Cetakan I. Bandung: Mizan.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suherman, E. (2012). Manajemen Masjid: kiat sukses meningkatkan kualitas
SDM melalui optimalisasi kegiatan umat berbasis pendidikan
berkualitas unggul. Bandung: ALFABETA.
Sutopo. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan. Terapannya
Dalam Penelitian). Surakarta: Sebelas Maret Press.
Suwito, et al. (2005). Sejarah Sosial Pendidikan Islam.Jakarta: Kencana.
Utomo, B. B. (2009). Majapahit Dalam Lintas Pelayaran Dan Perdagangan
Nusantara. Berkala Arkeologi, 29(2), 1-14.
Wulansari, P. (2019). Peranan Masjid Dalam Proses Islamisasi Masyarakat
Abangan: Studi Kasus Masjid Al-Yaqin Dusun Tambak Ruji. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr, 8(1), 121-128.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yustiani. (1996). Pembinaan Kehidupan Beragama Melalui Masjid di Kota Kecil.
Semarang: Departemen Agama RI.
Zainuri, A. (2021). Integrasi Islam dan Budaya Lokal dalam Seni Arsitektur
Masjid Kuno di Jawa: Sebuah Tinjauan Umum. heritage, 2(2), 125-144.
142

LAMPIRAN
143

Lampiran 1.

PEDOMAN WAWANCARA

Tanggal:

Data Informan
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Alamat :
Daftar Pertanyaan
A. Sejarah Masjid Jamik Kauman
1. Bagaimana sejarah didirikannya Masjid Jamik Kauman di Kabupaten
Sragen?
2. Bagaimana latar belakang atau alasan dari didirikannya Masjid Jamik
Kauman di Sragen ini?
3. Mengapa Masjid Jamik di Sragen ini disebut sebagai Masjid Jamik
Kauman?
4. Apa visi misi Masjid Jamik Kauman? Dan apa tujuan yang ingin dicapai
Masjid Jamik Kauman dulu hingga sekarang?
5. Bagaimana struktur kepengurusan yang ada di Masjid Jamik Kauman?
6. Apa saja sarana dan prasarana yang dimiliki Masjid Jamik Kauman?
7. Apa saja tradisi yang masih dijalankan Masjid Jamik Kauman hingga saat
ini?
8. Mengapa Masjid Jamik Kauman disebut sebagai bukti sejarah
perkembangan Islam di Sragen?
B. Peranan Masjid Jamik Kauman dalam Islamisasi
1. Apa saja aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan di Masjid Jamik
Kauman?
2. Apa saja kegiatan keagamaan yang diadakan di Masjid Jamik Kauman?
144

3. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara sosial bagi


masyarakat sekitar?
4. Apakah terdapat kegiatan berkumpul atau musyawarah yang dilakukan
masyarakat sekitar di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, kegiatan apa saja
yang pernah dilakukan masyarakat sekitar dengan berkumpul di Masjid?
5. Bagaimana Masjid Jamik Kauman digunakan masyarakat untuk
menyampaikan informasi tertentu kepada masyarakat?
6. Bagaimana perencanaan program kegiatan keagamaan untuk
memakmurkan masjid dan masyarakat sekitar?
7. Bagaimana aktivitas ekonomi yang dijalankan di Masjid Jamik Kauman?
8. Apakah terdapat koperasi atau lembaga keuagan syariah atau lembaga
zakat yang dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman?
9. Bagaimana aktivitas pendidikan Islam yang dijalankan di Masjid Jamik
Kauman?
10. Apakah terdapat pengajian rutin dalam bentuk TPA/TPQ di Masjid Jamik
Kauman? Jika iya, siapa saja yang dapat mengikuti TPA/TPQ tersebut?
11. Apakah terdapat kegiatan seperti kajian, diskusi atau seminar yang
diadakan di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, seperti apa bentuk kegiatan
yang pernah diadakan tersebut?
12. Apa saja kegiatan dakwah yang rutin (harian/bulanan/tahunan)
dilaksanakan di Masjid Jamik Kauman?
13. Apakah kegiatan seperti pengajian akbar pernah dilakukan di Masjid
Jamik Kauman? Jika iya, apa saja kegiatan akbar tersebut?
14. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara politik oleh
sejumlah kelompok atau perkumpulan tertentu?
15. Apakah Masjid Jamik Kauman pernah digunakan sebagai tempat untuk
menyampaikan suatu ideologi tertentu dari seorang tokoh/figur publik?
16. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan sebagai pusat kesehatan
bagi masyarakat?
17. Apakah terdapat layanan kesehatan atau balai pengobatan yang
dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman?
145

18. Apakah pernah diadakan kegiatan-kegiatan seperti donor darah, vaksinasi,


dan sebagainya di Masjid Jamik Kauman?

PEDOMAN OBSERVASI

A. Tujuan:

Untuk memperoleh informasi dan data mengenai latar belakang sejarah

berdirinya Masjid Jamik Kauman, dan peranan Masjid Jamik Kauman dalam

islamisasi di Kabupaten Sragen.

B. Aspek yang Diamati:

1. Profil Masjid Jamik Kauman

2. Struktur Kepengurusan Masjid Jamik Kauman

3. Daftar Nama Pengurus Masjid Jamik Kauman

4. Lingkungan ibadah Masjid Jamik Kauman

5. Sarana dan prasarana di Masjid Jamik Kauman

6. Aktivitas ibadah yang dijalankan di Masjid Jamik Kauman

7. Kegiatan perkumpulan warga yang dilakukan di Masjid Jamik Kauman

8. Kegiatan dakwah yang dilakukan di Masjid Jamik Kauman

9. Kegiatan sosial, ekonomi, politik yang dijalankan di Masjid Jamik

Kauman
146

PEDOMAN DOKUMENTASI

A. Tujuan:

Untuk memperoleh data yang akurat mengenai kondisi fisik maupun non fisik

dari sejarah dan peranan Masjid Jamik Kauman dalam islamisasi di

Kabupaten Sragen.

B. Berkas yang dibutuhkan:

1. Letak geografis Masjid Jamik Kauman

2. Bangunan Masjid Jamik Kauman

3. Bagan struktur kepengurusan Masjid Jamik Kauman

4. Peraturan dan Tata Tertib Masjid Jamik Kauman

5. Keadaan sarana dan prasarana Masjid Jamik Kauman

6. Keadaan ruang ibadah dan ruang lainnya Masjid Jamik Kauman

7. Foto-foto aktivitas ibadah yang diadakan di Masjid Jamik Kauman

8. Foto-foto kegiatan yang pernah diadakan di Masjid Jamik Kauman


147

Lampiran 2.

TRANSKRIP WAWANCARA

Tanggal: Sabtu, 1 Oktober 2022

Data Informan
Nama : KH.Ashudi
Usia : 63 Tahun
Pekerjaan : Takmir Masjid Jami` Kauman Sragen
Alamat : Kauman RT 02 krapyak sragen

Jawaban
A. Sejarah Masjid Jamik Kauman
1. Bagaimana sejarah didirikannya Masjid Jamik Kauman di Kabupaten
Sragen?
Jawab. Sejarah berdirinya Masjid Jami` Kauman Sragen dimulai pada
tahun 1817 M dan berdirinya Masjid Kauman itu masih berkaitan dengan
Keraton Kasunanan Surakarta.Penguasa Kasunanan Surakarta saat itu
Sunan Pakubuwono II mengutus seorang kyai yang bernama Kyai H.
Zaenal Mustopo untuk menjadi pejabat landrat di daerah Bumi Sukawati.
Kyai H. Zaenal Mustopo tinggal di daerah Bumi Sukawati tepatnya di
daerah yang disebut dengan Kauman. Disinilah pembinaan masyarakat
dimulai dan dilanjutkan dengan pendirian masjid oleh Kasunanan
Surakarta sebagai sarana beribadah masyarakat Kauman.Saat awal
pendirian, Masjid Jamik Kauman memiliki luas sekitar 144 m2 yang
terletak di dukuh Kauman, Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen,
Kabupaten Sragen
148

2. Bagaimana latar belakang atau alasan dari didirikannya Masjid Jamik


Kauman di Sragen ini?
Jawab.Latar belakang didirikannya Masjid Jamik adalah Akibat dari
peristiwa geger Pecinan ibukota Kartasura hancur. Sunan Paku Buwono II
kemudian memindahkan ibukota Mataram dari Kartasura ke Surakarta.
Setelah kepindahan tersebut, Sunan Paku Buwono II segera membangun
kraton dan alun-alun beliau juga bercita-cita ingin sekali mendirikan
masjid besar, namun sampai mangkatnya beliau empat tahun kemudian,
beliau belum sempat mendirikan Masjid Agung kecuali sebuah bangunan
masjid kecil yang hanya berkonstruksi kayu yang dibawa dari Kraton
Kartasura. Pembangunan Masjid Agung baru dimulai pada masa Sunan
Paku Buwono III (1763- 1768 M). 2 Selesai secara keseluruhan pada masa
pemerintahan Sunan Paku Buwono IV ( 1788 –1820 M ).Belum adanya
masjid yang menjadi latar belakang berdirinya Masjid Jami`Kauman.

3. Mengapa Masjid Jamik di Sragen ini disebut sebagai Masjid Jamik


Kauman?
Jawab. Karena masjid ini dari saat berdirinya hingga saat ini dijadikan
sebagai pusat kegiatan keagamaan untuk wilayah pedesaan atau kelurahan
yang ada di pusat pemukiman masyarakat. Proses untuk ditetapkan sebagai
masjid jami terdapat beberapa kriteria, persyaratan serta fasilitas yang
harus dimiliki sebuah masjid dan ternyata masjid ini memenuhi kriteria
tersebut.
4. Apa visi misi Masjid Jamik Kauman? Dan apa tujuan yang ingin dicapai
Masjid Jamik Kauman dulu hingga sekarang?
Jawab.
Visi Masjid Jami’ sebagai pusat kegiatan menuju masyarakat madani dan
Islam yang kaffah dalam menggapai keridhoan-Nya,menjalankan syariat
Islam.
149

-Misi nya Menjadikan Masjid sebagai tempat untuk beribadah kepada


Allah semata, sebagai pusat pembelajaran .
-Masjid Jami’ kauman sebagai tempat untuk merekatkan persatuan dan
kesatuan umat.
-Menuju masyarakat Islami yang sejahtera dan diridlai Allah SWT.
-Mengisi abad kebangkitan Islam dengan aktivitas yang Islami.
-Membina jama’ah menjadi pribadi muslim yang bertaqwa.
Tujuan Yang ingin dicapai adalah agar masyarakat sekitar mampu
dengan cerdas mengamalkan Al-Qur’an dan Assunah,nyaman dalam
beribadah untuk menumbuhkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mendorong umat untuk malaksanakan amar ma’ruf & nahi munkar.

5. Bagaimana struktur kepengurusan yang ada di Masjid Jamik Kauman?


Jawab.Kepengurusan : Pelindung : 1.Bupati Sragen
2.Ka KanKemenag Kab Sragen
Penasehat : 1.Drs.HR.Priyanto,MM
2.Drs.H.Suyamto
3.Drs.H.Iswandi
Pembina : Drs.H.Arkhanudin Masruri,M.Ag.
Ketua : 1.H.Ashuri
2.Eko Hartato
3.Drs.Khayan Kharis
Sekretaris 1.H.A.Ulin Nur Hafsun,S.Th,M.Pdi
2.Mualim Thoha Wahyudi.S.Pdi
Bendahara 1.Ngadiyin
2.H.Baron Al Macca.
Dan ada beberapa seksi diantaranya seksi dakwah,seksi perpustakaan,seksi
ekonomi,seksi remaja masjid ,seksi peranan wanita dll.
6. Apa saja sarana dan prasarana yang dimiliki Masjid Jamik Kauman?
Jawab Ruang utama tempat ibadah,mimbar,ruang untuk para musafir yang
bermalam,tempat wudlu dan lengkap dengan kamar mandi,halaman parkir
150

yang luas,disediakan air minum,genset bila lampu mati.perpustakaan yang


lengkap,serambi kanan kiri masjid tempat buka bersama,tempat pedagang
kaki lima binaan masjid,halaman masjid yang luas untuk pelaksanaan
kajian akbar.
7. Apa saja tradisi yang masih dijalankan Masjid Jamik Kauman hingga saat
ini? Jawab.Tradisinya yaitu menganut aliran Nahdatul Ulama penggunaan
bedug besar sebelum mengumandangkan adzan,membaca doa Qunut saat
sholat subuh dan saat sholat tarawih malam ke 15,adzan sholat jumah 2
kali,sholat tarwih 23 rakaat,buka bersama untuk kaum duafa tiap senin
sore,kamis sore dan bulan Ramadhan,kajian Rabu malam ,ahad pagi,sabtu
pagi kajian UMKM binaan masjid (pembagian beras),pemberian modal
usaha bagi warga tidak mampu sekitar masjid,donor darah dan kegiatan
vaksinasi.
8. Mengapa Masjid Jamik Kauman disebut sebagai bukti sejarah
perkembangan Islam di Sragen? Masjid Kauman menjadi masjid tertua di
Sragen. Masjid ini memiliki nilai sejarah tinggi.Berdirinya Masjid Kauman
itu masih berkaitan dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Didirikan pada
1825, masjid itu menjadi potret sejarah masa lalu kerajaan di Jawa Tengah
yang berlokasi di lingkungan Kauman, Kelurahan Sragen Wetan.berusia
ratusan tahun Masjid Kauman ini menjadi bukti arkeologis hasil
peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa masjid ini dijadikan warisan budaya lokal maupun
nasional.Dari Masjid ini mulai di kenalkan dan disebarkan pada
masyarakat sekitar masjid.
B. Peranan Masjid Jamik Kauman dalam Islamisasi
1. Apa saja aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan di Masjid Jamik
Kauman? Aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan yaitu sholat lima
waktu,sholat jumat,sholat tarawih,sholat idul Fitri dan sholat Idul Adha
2. Apa saja kegiatan keagamaan yang diadakan di Masjid Jamik Kauman?
Kajian Rabu malam dan Ahad pagi untuk warga sekitar masjid dan warga
Nahdliyin,sholat berjamaah ,diskusi kemajuan masjid.
151

3. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara sosial bagi


masyarakat sekitar? Di masjid ini terdapat agenda rutin pembagian zakat
fitrah di bulan Ramadhan,pembagian beras dan kebutuhan sehari-hari
pada warga sekitar yang kurang mampu di hari Sabtu ,santunan anak
yatim satu bulan sekali,bakti social di desa-desa yang masih tertinggal
dari berbagai bidang.
4. Apakah terdapat kegiatan berkumpul atau musyawarah yang dilakukan
masyarakat sekitar di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, kegiatan apa saja
yang pernah dilakukan masyarakat sekitar dengan berkumpul di Masjid?
Musyawarah tiap Jumat malam untuk pengembangan dan kemakmuran
masjid.
5. Bagaimana Masjid Jamik Kauman digunakan masyarakat untuk
menyampaikan informasi tertentu kepada masyarakat? Informasi
disampaikan melalui jamaah yang hadir lewat undangan,contohnya jika
ada masyarakat yang mengadakan tahlilan maka acara ini dinformasikan
lewat jamaah.
6. Bagaimana perencanaan program kegiatan keagamaan untuk
memakmurkan masjid dan masyarakat sekitar? Jawab.Memperluas area
masjid agar bias menampung jamaah yang sangat banyak,perluasan
kedepan dan kesamping,realisasi ini akan dilaksanakan dengan
membayar tanah disamping dan di depan halaman masjid.
7. Bagaimana aktivitas ekonomi yang dijalankan di Masjid Jamik Kauman?
Mengoptimalkan dana yang berasal dari jamaah yang berupa
infak,sedekah untuk melengkapi sarana prasarana di masjid dan
membantu umat yang kekurangan.
8. Apakah terdapat koperasi atau lembaga keuagan syariah atau lembaga
zakat yang dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman? Yang terdapat di
masjid Jamik Kauman ini adalah Lembaga zakat yaitu LAZIZ
NU,Lembaga ini menerima zakat ,sedekah dan infak dari jamaah dan
menyalurkannya.
152

9. Bagaimana aktivitas pendidikan Islam yang dijalankan di Masjid Jamik


Kauman? Jawab .Aktivitas pendidikannya adalah untuk ibu-ibu dan
bapak-bapak yang belajar membaca AL Quran dari awal dan remaja
masjid.
10. Apakah terdapat pengajian rutin dalam bentuk TPA/TPQ di Masjid Jamik
Kauman? Jika iya, siapa saja yang dapat mengikuti TPA/TPQ tersebut?
Jawab Pengajian rutin tiap Ahad pagi dan Rabu malam dengan materi
yang berbeda tiap minggunya.misal Ahad Pahing Tafsir,Ahad
Kliwon :Hadits.
11. Apakah terdapat kegiatan seperti kajian, diskusi atau seminar yang
diadakan di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, seperti apa bentuk kegiatan
yang pernah diadakan tersebut? Jawab .Kegiatan yang terlaksana dan
berkembang adalah kajian rutin dan Dzikir dan tahlil Bersama.
12. Apa saja kegiatan dakwah yang rutin (harian/bulanan/tahunan)
dilaksanakan di Masjid Jamik Kauman? Dakwah rutin yang dilaksanakan
adalah pengajian mingguan,bulanan dan harian sehabis ba`da maghrib
dan Isya`
13. Apakah kegiatan seperti pengajian akbar pernah dilakukan di Masjid
Jamik Kauman? Jika iya, apa saja kegiatan akbar tersebut? Pengajian
akbar dilakukan dalam rangka memperingati Haul Pembina masjid yang
sudah meninggal dan pengajian akbar Maulud Nabi dengan
mendatangkan Kyai atau Habib dari daerah luar Sragen.
14. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara politik oleh
sejumlah kelompok atau perkumpulan tertentu? Jawab Masjid ini tidak
pernah difungsikan secara politik,karena masjid ini sangat memisahkan
kegiatan agama dan politik.
15. Apakah Masjid Jamik Kauman pernah digunakan sebagai tempat untuk
menyampaikan suatu ideologi tertentu dari seorang tokoh/figur publik?
Tidak pernah Masjid Jamik ini bebas dan steril dari kegiatan yang
berhubungan dengan ideologi tertentu.
153

16. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan sebagai pusat kesehatan


bagi masyarakat? Masjid Jamik ini letaknya berdekatan dengan pusat
layanan kesehatan Kabupaten jadi kegiatan pelayanan kesehatan tetap
dilaksanakan di pusat kesehatan yang letaknya berdekatan.
17. Apakah terdapat layanan kesehatan atau balai pengobatan yang
dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman?Tidak ada.
18. Apakah pernah diadakan kegiatan-kegiatan seperti donor darah,
vaksinasi, dan sebagainya di Masjid Jamik Kauman? Kegiatan donor
darah dan vaksinasi pernah dilaksanakan.Donor darah 1 tahun 2 kali
dengan mendatangkan tenaga medis ke masjid dan para jamaah dengan
ikhlas melakukannya.Vaksinasi dilaksanakan saat merebaknya Covid 19
di Sragen.

TRANSKRIP WAWANCARA

Tanggal: Senin, 3 Oktober 2022

Data Informan
Nama : Sugiyanto, S.Sos
Usia : 52 Tahun
Pekerjaan : Marbot Masjid Jami` Kauman Sragen
Alamat : Bagan RT 02 Nlorog Sragen

Jawaban
A. Sejarah Masjid Jamik Kauman
1. Bagaimana sejarah didirikannya Masjid Jamik Kauman di Kabupaten
Sragen?
Jawab. Sejarah berdirinya Masjid Jami` Kauman Sragen dimulai pada
tahun 1817 M dan berdirinya Masjid Kauman itu masih berkaitan dengan
Keraton Kasunanan Surakarta.Penguasa Kasunanan Surakarta saat itu
Sunan Pakubuwono II mengutus seorang kyai yang bernama Kyai H.
Zaenal Mustopo untuk menjadi pejabat landrat di daerah Bumi Sukawati.
154

Kyai H. Zaenal Mustopo tinggal di daerah Bumi Sukawati tepatnya di


daerah yang disebut dengan Kauman. Disinilah pembinaan masyarakat
dimulai dan dilanjutkan dengan pendirian masjid oleh Kasunanan
Surakarta sebagai sarana beribadah masyarakat Kauman.Saat awal
pendirian, Masjid Jamik Kauman memiliki luas sekitar 144 m2 yang
terletak di dukuh Kauman, Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen,
Kabupaten Sragen

2. Bagaimana latar belakang atau alasan dari didirikannya Masjid Jamik


Kauman di Sragen ini?
Jawab.Latar belakang didirikannya Masjid Jamik adalah Akibat dari
peristiwa geger Pecinan ibukota Kartasura hancur. Sunan Paku Buwono II
kemudian memindahkan ibukota Mataram dari Kartasura ke Surakarta.
Setelah kepindahan tersebut, Sunan Paku Buwono II segera membangun
kraton dan alun-alun beliau juga bercita-cita ingin sekali mendirikan
masjid besar, namun sampai mangkatnya beliau empat tahun kemudian,
beliau belum sempat mendirikan Masjid Agung kecuali sebuah bangunan
masjid kecil yang hanya berkonstruksi kayu yang dibawa dari Kraton
Kartasura. Pembangunan Masjid Agung baru dimulai pada masa Sunan
Paku Buwono III (1763- 1768 M). 2 Selesai secara keseluruhan pada masa
pemerintahan Sunan Paku Buwono IV ( 1788 –1820 M ).Belum adanya
masjid yang menjadi latar belakang berdirinya Masjid Jami`Kauman.

3. Mengapa Masjid Jamik di Sragen ini disebut sebagai Masjid Jamik


Kauman?
Jawab. Karena masjid ini dari saat berdirinya hingga saat ini dijadikan
sebagai pusat kegiatan keagamaan untuk wilayah pedesaan atau kelurahan
yang ada di pusat pemukiman masyarakat. Proses untuk ditetapkan sebagai
masjid jami terdapat beberapa kriteria, persyaratan serta fasilitas yang
harus dimiliki sebuah masjid dan ternyata masjid ini memenuhi kriteria
tersebut.
155

4. Apa visi misi Masjid Jamik Kauman? Dan apa tujuan yang ingin dicapai
Masjid Jamik Kauman dulu hingga sekarang?
Jawab.
Visi Masjid Jami’ sebagai pusat kegiatan menuju masyarakat madani dan
Islam yang kaffah dalam menggapai keridhoan-Nya,menjalankan syariat
Islam.
-Misi nya Menjadikan Masjid sebagai tempat untuk beribadah kepada
Allah semata, sebagai pusat pembelajaran .
-Masjid Jami’ kauman sebagai tempat untuk merekatkan persatuan dan
kesatuan umat.
-Menuju masyarakat Islami yang sejahtera dan diridlai Allah SWT.
-Mengisi abad kebangkitan Islam dengan aktivitas yang Islami.
-Membina jama’ah menjadi pribadi muslim yang bertaqwa.
Tujuan Yang ingin dicapai adalah agar masyarakat sekitar mampu
dengan cerdas mengamalkan Al-Qur’an dan Assunah,nyaman dalam
beribadah untuk menumbuhkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mendorong umat untuk malaksanakan amar ma’ruf & nahi munkar.

5. Bagaimana struktur kepengurusan yang ada di Masjid Jamik Kauman?


Jawab. Kepengurusan :
Pelindung, Penasehat, Pembina, Ketua: 1. H. Ashuri; 2. Eko Hartato; 3.
Drs.Khayan Kharis, Sekretaris: 1. H.A.Ulin Nur Hafsun; 2. Mualim Thoha
Wahyudi.S.Pdi; Bendahara: 1. Ngadiyin;
2. H.Baron Al Macca. Dan ada beberapa seksi diantaranya seksi
dakwah,seksi perpustakaan,seksi ekonomi,seksi remaja masjid ,seksi
peranan wanita dll.
6. Apa saja sarana dan prasarana yang dimiliki Masjid Jamik Kauman?
Jawab Ruang utama tempat ibadah,mimbar,ruang untuk para musafir yang
bermalam,tempat wudlu dan lengkap dengan kamar mandi,halaman parkir
yang luas,disediakan air minum,genset bila lampu mati.perpustakaan yang
lengkap,serambi kanan kiri masjid tempat buka bersama,tempat pedagang
156

kaki lima binaan masjid,halaman masjid yang luas untuk pelaksanaan


kajian akbar.
7. Apa saja tradisi yang masih dijalankan Masjid Jamik Kauman hingga saat
ini? Jawab.Tradisinya yaitu menganut aliran Nahdatul Ulama penggunaan
bedug besar sebelum mengumandangkan adzan,membaca doa Qunut saat
sholat subuh dan saat sholat tarawih malam ke 15,adzan sholat jumah 2
kali,sholat tarwih 23 rakaat,buka bersama untuk kaum duafa tiap senin
sore,kamis sore dan bulan Ramadhan,kajian Rabu malam ,ahad pagi,sabtu
pagi kajian UMKM binaan masjid (pembagian beras),pemberian modal
usaha bagi warga tidak mampu sekitar masjid,donor darah dan kegiatan
vaksinasi.
8. Mengapa Masjid Jamik Kauman disebut sebagai bukti sejarah
perkembangan Islam di Sragen? Masjid Kauman menjadi masjid tertua di
Sragen. Masjid ini memiliki nilai sejarah tinggi.Berdirinya Masjid Kauman
itu masih berkaitan dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Didirikan pada
1825, masjid itu menjadi potret sejarah masa lalu kerajaan di Jawa Tengah
yang berlokasi di lingkungan Kauman, Kelurahan Sragen Wetan.berusia
ratusan tahun Masjid Kauman ini menjadi bukti arkeologis hasil
peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa masjid ini dijadikan warisan budaya lokal maupun
nasional. Dari Masjid ini mulai di kenalkan dan disebarkan pada
masyarakat sekitar masjid.
B. Peranan Masjid Jamik Kauman dalam Islamisasi
1. Apa saja aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan di Masjid Jamik
Kauman? pertama ya ibadah, ada ibadah sholat lima waktu subuh sampai
isya’, sholat jamaah jumat dan hari-hari besar seperti idul fitri, adha, dan
terawih tentunya.
2. Apa saja kegiatan keagamaan yang diadakan di Masjid Jamik Kauman?
Kajian Rabu malam dan Ahad pagi untuk warga sekitar masjid dan warga
Nahdliyin, sholat berjamaah ,diskusi kemajuan masjid.
157

3. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara sosial bagi


masyarakat sekitar? melalui berbagai kegiatan tentunya, kita di masjid ini
selalu mengadakan kegiatan bersama warga, seperti buka bersama untuk
kaum duafa tiap senin sore, kamis sore dan bulan Ramadhan. Ada juga
agenda sosial seperti pembagian zakat, santunan anak yatim serta
pemberian bantuan sosial kepada warga kurang mampu. Selain itu setiap
ada perkumpulan seperti musyawarah bersama, kita juga sediakan ruang
di Masjid ini untuk warga berdiskusi bersama demi kemakmuran masjid.
4. Apakah terdapat kegiatan berkumpul atau musyawarah yang dilakukan
masyarakat sekitar di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, kegiatan apa saja
yang pernah dilakukan masyarakat sekitar dengan berkumpul di Masjid?
Musyawarah tiap Jumat malam untuk pengembangan dan kemakmuran
masjid.
5. Bagaimana Masjid Jamik Kauman digunakan masyarakat untuk
menyampaikan informasi tertentu kepada masyarakat? Biasanya ya itu
kalau ada informasi orang meninggal atau pengajian itu akan dibunyikan
di masjid untuk mengundang wargas sekitar.
6. Bagaimana perencanaan program kegiatan keagamaan untuk
memakmurkan masjid dan masyarakat sekitar? Terusu membimbing
jamaah ke jalan benar
7. Bagaimana aktivitas ekonomi yang dijalankan di Masjid Jamik Kauman?
untuk kegiatan perekonomian di Masjid ini menggunakan dana dari
jamaa yang diperoleh dari infaq maupun sedekah, yangmana dananya
kita gunakan kembali untuk membiayai sarana dan prasarana masjid juga
menyokong warga yang membutuhkan tentunya
8. Apakah terdapat koperasi atau lembaga keuagan syariah atau lembaga
zakat yang dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman? Yang terdapat di
masjid Jamik Kauman ini adalah Lembaga zakat yaitu LAZIZ NU,
Lembaga ini menerima zakat, sedekah dan infak dari jamaah dan
menyalurkannya.
158

9. Bagaimana aktivitas pendidikan Islam yang dijalankan di Masjid Jamik


Kauman? Jawab. kalau sifatnya pendidikan itu ada ya, itu bentuknya
pengajian seperti TPA yang kita fungsikan untuk belajar membaca Al-
Quran dan kitab bersama. Itu pengajiannya rutin kita adakan setiap
minggunya di Ahad pagi dan Rabu malam.
10. Apakah terdapat pengajian rutin dalam bentuk TPA/TPQ di Masjid Jamik
Kauman? Jika iya, siapa saja yang dapat mengikuti TPA/TPQ tersebut?
Jawab Pengajian rutin tiap Ahad pagi dan Rabu malam dengan materi
yang berbeda tiap minggunya. misal Ahad Pahing Tafsir, Ahad Kliwon,
Hadits.
11. Apakah terdapat kegiatan seperti kajian, diskusi atau seminar yang
diadakan di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, seperti apa bentuk kegiatan
yang pernah diadakan tersebut? Jawab. Kegiatan yang terlaksana dan
berkembang adalah kajian rutin dan Dzikir dan tahlil Bersama.
12. Apa saja kegiatan dakwah yang rutin (harian/bulanan/tahunan)
dilaksanakan di Masjid Jamik Kauman? ya itu tadi si, dari pengajian itu
kita biasanya undang kyai untuk mengisi kajian dan ceramah…itu
jadwalnya rutin, ada yang mingguan dan bulanan itu tergantung harinya,
bisasnya kita mengikuti hari-hari besar, seperti waktu maulid atau
ramadhan misalnya ya
13. Apakah kegiatan seperti pengajian akbar pernah dilakukan di Masjid
Jamik Kauman? Jika iya, apa saja kegiatan akbar tersebut? Pengajian
akbar dilakukan dalam rangka memperingati Haul Pembina masjid yang
sudah meninggal dan pengajian akbar Maulud Nabi dengan
mendatangkan Kyai atau Habib dari daerah luar Sragen.
14. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara politik oleh
sejumlah kelompok atau perkumpulan tertentu? Jawab tidak pernah
sejauh ini, dan tidak akan juga ya, karena masjid ini sifatnya netral
tempat untuk seluruh umat, tidak akan difungsikan untuk kelompok
tertentu juga ya, apalagi digunakan untuk urusan perpolitikan, tidak
pernah itu
159

15. Apakah Masjid Jamik Kauman pernah digunakan sebagai tempat untuk
menyampaikan suatu ideologi tertentu dari seorang tokoh/figur publik?
Tidak pernah.
16. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan sebagai pusat kesehatan
bagi masyarakat? Tidak ada layanan kesehatan atau balai pengobatan
yang dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman.
17. Apakah terdapat layanan kesehatan atau balai pengobatan yang
dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman? Tidak ada.
18. Apakah pernah diadakan kegiatan-kegiatan seperti donor darah,
vaksinasi, dan sebagainya di Masjid Jamik Kauman? pernah, untuk
kegiatan yang sifatnya terkait kesehatan masyarakat ya, seperti donor
darah itu kita gelar dengan bantuan tenaga medis dari PMI juga, itu setiap
dua tahun sekali ya….lalu untuk vaksin kita mengadakan juga yang
program vaksinasi covid-19 itu, ya untuk memutus penyebaran juga
untuk mendukung program pemerintah tentunya.

TRANSKRIP WAWANCARA

Tanggal: Senin, 3 Oktober 2022

Data Informan
Nama : Warga Kauman
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Jamaah Masjid Jami` Kauman Sragen
Alamat : RT 02 Nlorog Sragen

Jawaban
A. Peranan Masjid Jamik Kauman dalam Islamisasi
160

1. Apa saja aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan di Masjid Jamik


Kauman? Aktivitas ibadah jamaah yang dilaksanakan yaitu sholat lima
waktu, sholat jumat, sholat tarawih, sholat idul Fitri dan sholat Idul Adha
2. Apa saja kegiatan keagamaan yang diadakan di Masjid Jamik Kauman?
banyak ya, dan itu rutin setiap harinya ada, mulai dari kajian Rabu malam,
ahad pagi, sabtu pagi. Sehabis subuh itu juga selalu ada kajian, saya
sendiri kadang ikut yang siangnya ada juga
3. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara sosial bagi
masyarakat sekitar? kalau kegiatan sosial itu biasanya ya pemberian
bantuan seperti zakat, santunan itu pernah diadakan di Masjid, terus
beberapa kali juga diadakan musyawarah bersama warga di masjid setiap
malam jumat biasanya.
4. Apakah terdapat kegiatan berkumpul atau musyawarah yang dilakukan
masyarakat sekitar di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, kegiatan apa saja
yang pernah dilakukan masyarakat sekitar dengan berkumpul di Masjid?
Musyawarah tiap Jumat malam untuk pengembangan dan kemakmuran
masjid,untuk berembuk rencana kegiatan selanjutnya.
5. Bagaimana Masjid Jamik Kauman digunakan masyarakat untuk
menyampaikan informasi tertentu kepada masyarakat? Informasi
disampaikan melalui jamaah yang hadir lewat undangan, contohnya jika
ada masyarakat yang mengadakan tahlilan maka acara ini dinformasikan
lewat jamaah. Informasi tentang acara Dzikir Bersama warga Nahdliyin
dan masyarakat sekitar.
6. Bagaimana aktivitas ekonomi yang dijalankan di Masjid Jamik Kauman?
Mengoptimalkan dana yang berasal dari jamaah yang berupa
infak,sedekah untuk melengkapi sarana prasarana di masjid dan membantu
umat yang kurang mampu.
7. Apakah terdapat koperasi atau lembaga keuagan syariah atau lembaga
zakat yang dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman? iya ada, di masjid
agung Kauman ini ada lembaga koperasi yang mengatur terkait zakat dan
infaq dengan sistem syariah, namanya LAZIZ NU yang juga merupakan
161

koperasi yang dimiliki oleh lembaga NU yang dioperasikan untuk daerah


kauman sragen disini tempatnya. Jadi lAZIZ ini menerima dan
menyalurkan segala bentuk bantuan dari umat seperti zakat dan sedekah,
yang nantinya disalurkan kepada warga yang membutuhkan, tentunya
yang sesuai dengan ketentuan dalam Islam.
8. Bagaimana aktivitas pendidikan Islam yang dijalankan di Masjid Jamik
Kauman? Jawab. iya saya rutin mengikuti pengajian di masjid jamik,
biasanya saya ikut yang rabu malam ya, itu bersama ibu-ibu lainnya…
banyak ya, tiap harinya beda temanya, misal kalau ahad tu paling tafsir
atau baca kitab, nanti malamnya beda lagi baisanya baca qur’an juga ada
kajian hadist.
9. Apakah terdapat pengajian rutin dalam bentuk TPA/TPQ di Masjid Jamik
Kauman? Jika iya, siapa saja yang dapat mengikuti TPA/TPQ tersebut?
Jawab Pengajian rutin tiap Ahad pagi dan Rabu malam dengan materi
yang berbeda tiap minggunya.misal Ahad Pahing Tafsir,Ahad Kliwon
Hadits.
10. Apakah terdapat kegiatan seperti kajian, diskusi atau seminar yang
diadakan di Masjid Jamik Kauman? Jika iya, seperti apa bentuk kegiatan
yang pernah diadakan tersebut? Jawab.Kegiatan yang terlaksana dan
berkembang adalah kajian rutin dan Dzikir dan tahlil Bersama.
11. Apa saja kegiatan dakwah yang rutin (harian/bulanan/tahunan)
dilaksanakan di Masjid Jamik Kauman? Dakwah rutin yang dilaksanakan
adalah pengajian mingguan, bulanan dan harian sehabis ba`da maghrib
dan Isya`
12. Apakah kegiatan seperti pengajian akbar pernah dilakukan di Masjid
Jamik Kauman? Jika iya, apa saja kegiatan akbar tersebut? Pengajian
akbar dilakukan dalam rangka memperingati Haul Pembina masjid yang
sudah meninggal dan pengajian akbar Maulud Nabi dengan
mendatangkan Kyai atau Habib dari daerah luar Sragen.Serta perayaan
hari-hari Islam yang lain.
162

13. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan secara politik oleh


sejumlah kelompok atau perkumpulan tertentu? Jawab.Masjid ini tidak
pernah difungsikan secara politik.
14. Apakah Masjid Jamik Kauman pernah digunakan sebagai tempat untuk
menyampaikan suatu ideologi tertentu dari seorang tokoh/figur publik?
Tidak pernah.
15. Bagaimana Masjid Jamik Kauman difungsikan sebagai pusat kesehatan
bagi masyarakat? Tidak ya
16. Apakah terdapat layanan kesehatan atau balai pengobatan yang
dioperasikan oleh Masjid Jamik Kauman? Tidak ada.
17. Apakah pernah diadakan kegiatan-kegiatan seperti donor darah,
vaksinasi, dan sebagainya di Masjid Jamik Kauman? pernah ya setahu
saya, cuma lupa kapan itu ada diadakan donor darah di area masjid. Jadi
jamaah yang datang di masjid yang mau mendonorkan darah itu bisa
langsung, ada petugasnya waktu itu...kalau vaksinasi pas keamrin itu
yang ngadakan dari dinkes setahu saya, untuk vaksin covid-19 ini.
163

Lampiran 3.

HASIL DOKUMENTASI

Gambar 1.Jalan masuk menuju masjid Jamik Kauman


164

Gambar 2.Masjidtampak depan

Gambar 3.Area parkir jamaah masjid Jamik Kauman


165

Gambar 4.Tempat wudlu.

Gambar 5.Ruang kerja pengurus Masjid


166

Gambar 6.Ruang singgah para musafir.

Gambar 7.Bedug peninggalan KH,Zainal Mustopo


167

Gambar 8.Atap dalam masjid


168

Gambar 9.Pengajian Malam Jumat

Gambar 10.Kajian Ahad pagi

Gambar 11.DzikirBersama
169

Gambar 12.Menu buka puasa senin

Gambar 13.Kegiatan buka Bersama tiap hari Senin dan Kamis


170

Gambar 14.Perpustakaan Masjid Jamik Kauman

Gambar 15.Takmir Masjid Jamik Kauman


171

Gambar 17.Jadwal Kegiatan

Gambar 18.Susunan Pengurus Masjid


172

Gambar 19.Mimbar

Gambar 20..Rak buku dan Al quran


173

Gambar 21.Alquran pertama peninggalan pendiri Masjid Jamik

Gambar 22.Tempat Shodaqoh


174

Gambar 23.Rumah tinggal generasi ke 3 pendiri Masjid Jamik Kauman


di area masjid

Gambar 24.Jadwal Kajian Ahad Pagi


175

Gambar 25.Wawancara dengan naras umber

Gambar 26.Wawancara dengan narasumber 2

Anda mungkin juga menyukai