Anda di halaman 1dari 31

DASAR DASAR SOSIOLOGI DAN ANTROPOLGIS

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah


“DASAR DASAR PENDIDIKAN”

Dosen Pengampu : Wellfarina Hamer, M.Pd

Di Susun Oleh

Kelompok 6

1. Aldo Serena (2301071004)


2. Najmi Firdaus (2301071019)
3. Siti Sayyidah (2301072010)

TADRIS IPS
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah


Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan
kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah secara
terstruktur dengan judul Sosiologi dan Antropologi Pendidikan. Pada kesempatan ini
dengan kerendahan hati kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Wellfarina
hamer,M.Pd selaku dosen Pengampu mata kuliah dasar dasar pendidikan yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat bermanfaat bagi kami dalam
menyusun tugas, makalah ini memberikan sedikit gambaran tentang penjelasan
tentang dasar dasar sisologi dan antropologi hubungan dengan pendidikan dan
kehidupan seharihari.

Akhir kata kami berharap akan saran dan pendapat dari para pembaca
terhadap makalah ini agar menjadi lebih baik semoga bermanfaat. Amin ya
robbal alamin

Metro,15 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan proses pembelajaran dalam pendidikan tidak mungkin
dan tidak dapat dilepaskan dari latar belakang yang melingkupinya,
terdapat berbagai hal dalam landasan-landasan pendidikan yang harus
dipahami sebagai seorang tenaga pendidik yang profesional. Salah satu
landasan yang penting dalam pendidikan adalah landasan antropologi,
akan tetapi landasan ini jarang sekali dibahas dalam dunia pendidikan.
Kebanyakan buku-buku pendidikan pada umumnya hanya sering
mengkaji landasan psikologi, landasan sosiologi, landasan ekonomi,
landasan yuridis, dan landasan filsafat. Namun demikian, antropologi
secara dominan memberikan peranan dalam pembangunan bangsa
Indonesia (Swasono, 2006).
Perkembangan sosiologi antropologi pendidikan di Indonesia
diawali hanya sebagai ilmu pembantu belaka, namun seiring timbulnya
perguruan tinggi dana kesadaran bahwa sosiologi antropologi
pendidikan sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang
sedang berkembang maka sosiologi antropologi pendidikan menempati
tempat yang penting dalam daftar kuliah di beberapa perguruan tinggi di
seluruh Indonesia.

Oleh karena itu mengetahui dan memahami seluk beluk


sosiologi antropologi pendidikan sangat dianjurkan guna mendapatkan
pengetahuan yang menunjang perkembangan ilmu itu sendiri dan
aplikasinya dalm kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun
sebagai mahluk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Sosiologi dan antropologi?
2. Bagaimana Hubungan Sosilogi dan Antropolgi dengan pendidikan?
3. Bagaimana Pendidikan Bila Dilihat Dari Perspektif sosiologi dan
antropologi pendidikan?

C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami pengertian dari
sosiologi dan antropologi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan sosiologi dan
antropologi dengan pendidikan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan sosiologi dan antropologi dalam
melihat pendidika
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologi dan Antropologi Pendidikan


 Pengertian Sosiologi Pendidikan
Menggunakan analisis sosiologis untuk melihat berbagai
fenomena pendidikan di Indonesia memerlukan instrumen lengkap
dimulai dari level paradigma, perspektif, teori, konsep, dan pilihan
metodologi. Hal ini diambil agar memperoleh jawaban, penjelasan
dan bahkan solusi untuk perubahan yang lebih baik. Khususnya
fenomena pendidikan menuntuk adanya logika berpikir sejak
paradigma, metode, dan terminology konseptualisiknya
Objek penelitian sosiologi pendidikan adalah tingkah laku sosial,
yaitu tingkah laku manusia dan institusi sosial yang terkait dengan
pendidikan. Tingkah laku itu hanya dapat dimengerti dari tujuan,
cita-cita atau nilai-nilai yang dikejar. Sebagaimana dalam
terminology sosiologi, sosiologi pendidikan berbicara tentang
pandangan tentang kelas, sekolah, keluarga, masyarakat desa,
kelompok-kelompok masyarakat dan sebagainya, masing-masing
terangkum dalam wilayah suatu sistem sosial. Tiap-tiap sistem
sosial merupakan kesatuan integral yang mendapat pengaruh dari
sistem sosial yang lain, lingkungan alam, sifat-sifat fisik manusia
dan karakter mental penghuninya.
Dilihat dari objek penyelidikannya sosiologi pendidikan adalah
bagian dari ilmu sosial terutama sosiologi dan ilmu pendidikan
yang secara umum juga merupakan bagian dari kelompok ilmu
sosial. Sedangkan yang termasuk dalam lingkup ilmu sosial antara
lain: ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu pendidikan, psikologi,
antropologi dan sosiologi. Dari sini terlihat jelas kedudukan
sosiologi dan ilmu pendidikan.1
Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan telah memiliki lapangan
penyelidikan, sudut pandang, metode dan susunan pengetahuan yang
jelas. Objek penelitiannya adalah tingkah laku manusia dan
kelompok. Sudut pandangnya memandang hakikat masyarakat,
kebudayaan dan individu secara ilmiah. Sedangkan susunan
pengetahuannya terdiri dari atas konsep-konsep dan prinsip prinsip
mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaan dan
perkembangan pribadi.

 Pengertian Antropolgi Pendidikan


Secara harfiah dalam bahasa Yunani kata antropos berarti
“manusia” dan logos berarti “studi” jadi antropologi adalah
suatu disiplin berdasarkan rasa ingin tahu tentang manusia
(hanya di batasi oleh manusia). Definisi antropologi memang
kurang eksplisit, karena antropologi (ilmu sosial) ini mencakup
seluruh aspek tentang hakikat manusia mulai dari aspek
sosiologi, psikologi, politik ekonomi, sejarah, biologi manusia
(Ihromi, 2006; Kapplan & Manners, 2002). Antropologi
dimaknai dengan mempelajari tentang bagaimana cara
memahami manusia dengan berbagai falsafah dan tata cara
kehidupannya masing-masing. Sehingga ilmu antropologi
disederhanakan sebagai sebuah kajian ilmu yang mempelajari
tentang proses transformasi kehidupan manusia dengan berbagai
keanekaragamannya, baik itu pola kehidupan ditinjau dari segi
perilaku, budaya dan lain sebagainya.

1
“*) Bagian Dari 11 BAB Buku SOSIOLOGI PENDIDIKAN,Ravik Karsidi (2005), Surakarta: UNS
Press Dan LPP UNS,” n.d.
Saat ini, kajian ilmu antropologi telah berkembang dalam
beberapa fase termasuk didalamnya kajian ilmu antropologi
pendidikan, kajian dalam keilmuan ini membahas konsep
perilaku manusia, tradisi dan nilai-nilai keanekaragaman para
peserta didik yang berbeda-beda dalam melaksanakan proses
kegiatan pembelajaran di suatu lembaga pendidikan. Kegiatan
pembelajaran berupa pendidikan yang berlandaskan sosial
antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami karakteristik
sosial masyarakat di Indonesia.
Dimasukkannya landasan antropologi dalam sistem
kurikulum muatan lokal peserta didik agar pendidikan
memperhatikan latar belakang kebudayaan yang berbeda dari
setiap peserta didik sehingga terwujudnya kegiatan belajar yang
baik (Soedomo, 1989). Pembelajaran dengan perspektif
antropologis modern memusatkan pengembangan pada identitas
budaya, mendekontruksikan esensialisme budaya yang akan
diwariskan pada kekuatan Negara dan kelompok sosialnya
Adapun materi kajian dalam antropologi pendidikan
yaitu teori-teori dan metode-metode tentang pengetahuan yang
berhubungan dengan kebutuhan manusia dan masyarakat
sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam ruang
lingkup pendidikan. Pendidikan antropologi di negara-negara
berkembang upaya pengenalan terhadap kondisi masyarakat agar
tidak menimbulkan kesenjangan, penolakan oleh masyarakat dan
kesewenang-wenangan pemerintahan dalam mengambil dan
memberlakukan kebijakan dalam membangun kesejahteraan
masyarakat di negara tersebut.
Terdapat dua cabang utama dalam aspek kajian ilmu
antropologi, yaitu
 Antropologi fisik ini mengkaji perkembangan
fisik atau perilaku manusia, yaitu cara manusia
beradaptasi pada lingkungannya. Disini
perkembangan manusia ditinjau secara biologis
menurut evolusinya dengan berbagai
keistimewaan dan potensi yang telah ada dalam
dirinya. Dengan makna lain dapat didefinisikan
bahwa antropologi merupakan subdisiplin dari
pada ilmu sosial yang mempelajari tentang
keberanekaragam budaya lingkungan masyarakat
pada suatu kelompok tertentu yang bertujuan
mempelajari karakteristik bagaimana pola
kehidupan manusia dalam membangun kehidupan
masyarakat sendiri.
 Antropologi Budaya
Para ahli antropologi menyebutkan dengan istilah
“kebudayaan” umumnya mencakup bagaimana
seseorang dalam berpikir dan bertindak dalam
lingkungan sosialnya dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu. Aspek kebudayaan terdiri
dari keberagaman bahasa, niali dan norma, adat
istiadat dan tradisi keagamaan lainnya, konsep
kebudayaan sangat penting untuk memahami
makna konteks dari antropologi. Untuk
merumuskan dan mendiskusikan lebih lengkap
mengenai antropologi budaya maka akan dibatasi
pada ketiga subdisiplin utama antropologi budaya
antara lain arkeologi, linguistik, dan etnologi
B. Pendidikan Ditinjau dari Perspektif Antropologi

Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang


mempelajari budaya budaya masyarakat. Antropologi mempelajari
manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Antropologi dan sosiologi sekilas hampi mirip namun berbeda,
antropologi memusatkan pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal, sedangkan sosiologi menitikberatkan pada
masyarakat dan kehidupan sosialnya. Prinsip kajian yang berbeda
tersebut kemudian memengaruhi kajian secara metodologisnya.
Akan tetapi, dalam perkembangannya kedua ilmu yang satu
rumpun memiliki kontribusiya masing-masing dalam mempelajari
fenomena sosial. Sebagai cabang ilmu sosial, antropologi memiliki
sifat empirik deskriptif, artinya bahwa ilmu tersebut berbicara
sebagaimana adanya. Antropologi menggambarkan fenomena sosial
dan perilaku manusia sebagai makhluk individu dan sosial dari etnis
etnis tertentu yang bisa dilihat (diobserve), diraba atau yang kasat
mata. Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang
mempelajari budaya budaya masyarakat.
Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus
makhluk sosial.
Antropologi dan sosiologi sekilas hampir mirip namun
berbeda antropologi memusatkan pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal, sedangkan sosiologi menitikberatkan pada
masyarakat dan kehidupan sosialnya. Antropologi bertujuan untuk
lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai homo sapiens
dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan
komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori
evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam
menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal
kemunculannya. Antropologi menggunakan setidaknya 3 sifat kajian
dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-
kelompok manusia dalam
perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan
hidup (worldview).Dalam konteks ini pulalah, antropologi sebagai
ilmu memiliki ciri empirik deskriptif, yakni ilmu itu berbicara
sebagaimana adanya.
Tiga sifat kerja ilmu antropologi dalam mengkaji,
mendeskripsikan dan menganalisis perilaku manusia dalam
konteks sosial budaya masyarakat atau etnis tertentu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
 Komparatif, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan sebagai berkenaan atau berdasarkan
perbandingan.
 Lintas budaya (cross cultural), artinya ilmu tersebut
mendeskripsikan,mempelajari perilaku budaya pada
etnis-etnis tertentu yang memiliki latar sosial, budaya
yang berbeda bahkan berlainan sama sekali.
 Holistik, sebuah cara pandang terhadap sesuatu yang
dilakukan dengan konsep pengakuan bahwa hal
keseluruhan adalah sebuah kesatuan yang lebih penting
daripada bagian-bagian yang membentuknya
C. Perbedaan antara Sosiologi Dan Antropologi
Antropologi dan sosiologi sekilas hampir mirip namun
berbeda, antropologi memusatkan pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal, sedangkan sosiologi
menitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Prinsip kajian yang berbeda tersebut kemudian memengaruhi
kajian secara. metodologisnya.Akan tetapi, dalam
perkembangannya kedua ilmu yang satu rumpun memiliki
kontribusiya masing-masing dalam mempelajari fenomena
sosial. Sebagai cabang ilmu sosial, antropologi memiliki sifat
empirik deskriptif, artinya bahwa ilmu tersebut berbicara
sebagaimana adanya. Antropologi bertujuan untuk lebih
memahami dan mengapresiasi manusia sebagai homo sapiens
dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner
dan komprehensif.
Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi
biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam
menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal
kemunculannya. Antropologi menggunakan setidaknya 3 sifat
kajian dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara
kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya,
perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).
Dalam konteks ini pulalah, antropologi sebagai ilmu memiliki
ciri empirik deskriptif, yakni ilmu itu berbicara sebagaimana
adanya.
D. Makna Kebudayaan dalam Pendidikan
menurut para ahli kebudayaan bukan sekedar seni melainkan
keseluruhan cara hidup yang berkembang dalam masyarakat
melalui proses pendidikan. Gejala pemisahan antara kebudayaan
dan pendidikan, dapat ditunjukkan dengan kebudayaan yang
dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan seni, benda-benda
purbakala seperti candi atau sastra seni tradisional; Nilai-nilai
kebudayaan dalam pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai
intelektual belaka; Nilai-nilai agama lebih bukan urusan
pendidikan akan tetapi urusan lembaga agama.
Konsekuensi gejala ini adalah menjadikan peserta didik
hanya berorientasi pada hal-hal yang bersifat kecerdasan
intelektual saja sehingga kecerdasan emosional, spiritual hingga
soft skills lain yang penting dalam praksis pendidikan
berkehidupan bermasyarakat menjadi terabaikan. Sementara itu
pendidikan dapat berlangsung melalui lembaga pendidikan
formal, nonformal dan informal atau juga melalui satuan
pendidikan sejenis yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Sesuai Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20
tahun 2003, Bab I tentang ketentuan umum pasal 1 butir 16
bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya,
aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan
dari, oleh dan untuk masyarakat.
Pasal ini membuktikan bahwa kebudayaan dalam
pendidikan memiliki implikasi terhadap nilai-nilai demokratis,
partisipatif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikannya.
Banyak sekolah-sekolah,lembaga penyelenggara pendidikan
(dan keterampilan) yang berdasarkan kebutuhan
masyarakat, misalnya sanggar kegiatan belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat,
majelis taklim, satuan pendidikan anak usia dini termasuk
homeschooling. Terdapat transformasi nilai, sikap, kebiasaan
selain keterampilan diselenggarakan di satuansatuan pendidikan
masyarakat tersebut selain lembaga pendidikan formal yang
memiliki budaya sekolah yang berbeda namun setidaknya
memiliki kesamaan yakni juga mengajarakan pendidikan moral,
akhlak atau budi pekerti.
 Modal Sosial Dan Modal Budaya Dalam Pendidikan

Modal sosial dan modal budaya mempunyai


peran penting dalam proses pembangunan di Indonesia.
Permasalahan pendidikan di Indonesia dapat dianalisis
dalam dimensi struktur dan kultur. Dinamika dalam
memahami kesenjangan relasi aktor dan struktur dapat
dikaitkan dengan bagaimana eksistensi modal social
sedangkan dalam dimensi kultur dan redproduksi budaya
dapat dikaitkan dengan kekuatan modal budaya yang
dimiliki oleh masyarakat. Untuk memahami keterkaitan
modal sosial dan modal budaya dalam perbaikan
kualitas pendidikan pada bab ini akan mendiskusikan
konsep dasar modal sosial dan modal budaya, sehingga
solusi terhadap permasalah pendidikan dapat diatasi
secara komprehensif.
E. Antropologi Pendidikan Sebagai Disiplin Ilmu
Antropologi pendidikan merupakan cabang termuda dari
antropologi. Antropologi pendidikan menyajikan aplikasi teori
dan metode yang digunakan untuk menelaah tingkah laku
persepsi masyarakat terkait pendidikan sehingga antropologi
pendidikan bertujuan menambah wawasan tentang pendidikan
dilihat dari sudut pandang budaya sehingga antropologi
pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian
produk budaya manusia.
Antrpologi pendidikan mulai menampilkan dirinya
sebagai disiplin ilmu pada pertengahan abad-20. Pada waktu itu
banyak pertanyaan yang diajukan kepada tokoh pendidikan
tentang sejauh mana pendidikan dapat mengubah suatu
masyarakat. Antropologi pendidikan berupaya menemukan pola
budaya belajar masyarakat yang dapat menciptakan perubahan
sosial. Demikian juga mengenai perwujudan kebudayaan para
pengambil kebijakan pendidikan yang berorientasi pada
perubahan sosial budaya mendapat perhatian.
Sebagai hasil budaya, pendidikan memiliki relevansi
dengan cara pandang masyarakat. Pengertian budaya sendiri
menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Di
Indonesia setiap anak yang sudah memasuki masa sekolah oleh
orang tuanya di masukkan ke taman kanak-kanak maupun
sekolah dasar (SD) jika usianya sudah 6 tahun selain itu
pemerintah telah menggalangkan wajib belajar 9 tahun sehingga
pendidikan adalah suatu keharusan yang harus dilakukan oleh
masyarakat, masyarakat yang tidak memasukan anaknya maka
akan terkena sanksi dalam masyarakat.
Hubungan antara pendidikan dan budaya saling
berkaitan. Pendidikan bertujuan membentuk agar manusia dapat
menunjukkan perilakunya sebagai mahluk yang berbudaya yang
mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan
diri dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan
kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok, maupun
masyarakat secara keseluruhan. sehingga sekolah sebagai
lembaga pendidikan merupakan salah satu sarana atau media
dari proses pembudayaan selain itu pendidikan dapat menaikkan
status sosial seseorang di dalam masyarakat misalnya seorang
yang telah bergelar sarjana mendapat status sosial yang lebih
tinggi di masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa antropologi pendidikan adalah
cabang dari antropologi sosial-budaya yang memusatkan studi
pada gejala pendidikan dalam kehidupan manusia. Ruang
lingkup antropologi pendidikan terkait dengan pola pandang
masyarakat mengenai peran, makna dan fungsi pendidikan
sesuai sudut pandang masyarakat, selain itu ruang lingkup
antropologi pendidikan menyangkut praktik pendidikan
masyarakat tetentu dan karakteristik khas seperti masyarakat
industri yang berpikiran bahwa pendidikan sangatlah penting
dan menjadi prioritas sedangkan masyarakat petani yang
menganggap bekerja lebih penting daripada melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Antropologi sebagai ilmu mengkaji perilaku manusia
khususnya pada aspek pendidikan yang mampu melakukan
perubahan secara sosial budaya ke arah yang lebih baik. Dengan
demikian, kajian antropologi ini memiliki kontribusi terhadap
perubahan sosial budaya melalui proses pendidikan yang dialami
manusia secara berpola dari generasi ke generasi
F. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Masalah-masalah yang diselidiki sosiologi pendidikan antara
lain meliputi pokok-pokok berikut ini.
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek
lain dalam masyarakat
a. Hubungan pendidikan dengan sistem sosial atau
struktur sosial,
b. Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses
kontrol sosial dan sistem kekuasaan,
c. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan,
d. Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan
sosial dan kultural atau usaha mempertahankan status
quo,dan
e. Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan
kelompok rasial, kultural dan sebagainya.

2. Hubungan antarmanusia di dalam sekolah

Lingkup ini lebih condong menganalisis struktur


sosial di dalam sekolah yang memiliki karakter
berbeda dengan relasi sosial di dalam masyarakat luar
sekolah, antara lain yaitu:

a. Hakikat kebudayaan sekolah sejauh ada


perbedaannya dengan kebudayaan di luar sekolah,
dan

b. Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat


sekolah, yang antara lain meliputi berbagai hubungan
kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola kepemimpinan
informal sebagai terdapat dalam clique serta
kelompok-kelompok murid lainnya.

3. Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian


semua pihak di sekolah/lembaga pendidikan
a. Peranan sosial guru-guru/tenaga pendidikan,
b. Hakikat kepribadian guru/ tenaga pendidikan,
c. Pengaruh kepribadian guru/tenaga kependidikan
terhadap kelakuan anak/peserta didik, dan
d. Fungsi sekolah/lembaga pendidikan dalam sosialisasi
murid/peserta didik
4. Lembaga Pendidikan dalam masyarakat
Di sini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah/
lembaga pendidikan dengan kelompok-kelompok sosial
lainnya dalam masyarakat di sekitar sekolah/lembaga
pendidikan. Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara
lain yaitu
a. Pengaruh masyarakat atas organisasisekolah/lembaga
pendidikan,
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam
sistem-sistem sosial dalam masyarakat luar sekolah
c. Hubungan antarsekolah dan masyarakat dalam
pelaksanaan pendidikan, dan
d. Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam
masyarakat berkaitan dengan organisasi sekolah,
yang perlu untuk memahami sistem pendidikan
dalam masyarakat serta integrasinya di dalam
keseluruhan kehidupan masyarakat.
G. Kontekstualisasi Pendidikan Antropologi Di Indonesia
Di era globalisasi ini, pendidikan di Indonesia berada
pada kondisi yang bertentangan jauh dengan nilai-nilai dan
unsur kebudayaan yang ada di dalam masyarakat saat ini.
Pendidikan seharusnya membekali manusia tersebut dengan
pengetahuan yang positif dan berguna bagi keberlansungan
hidupnya baik secara praktis maupun subtantif.
Namun, disisi lain terdapat berbagai macam kendala
dalam dunia pendidikan akibat pengaruh dari
kepentingankepentingan ekonomi, sosial, politik dan lain-lain
yang selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Maka dari
itu pendidikan antropologi di Indonesia sangat dibutuhkan guna
mengarahkan program pendidikan ke arah yang lebih baik.
Pendidikan antropologi di Indonesia sebagai upaya dalam hal
menanamkan rasa nasionalisme kenegaraan terhadap para
peserta didik untuk mengahadapi perubahan dari dampak krisis
akulturasi budaya dalam lingkungan masyarakat (Laksono,
2013). Pada dasarnya pendidikan antropologi mengarahkan
manusia pada usaha-usaha pengembangan ke arah
sasaran-sasaran yang lebih substansial dikarenakan adanya
konflik-konflik internal dalam dunia pendidikan yang saat ini
berjalan tidak seimbang. Peserta didik diarahkan dan diberi
kesempatan untuk mengembangkan daya apresisasi, empati dan
pengetahuannya dengan berbagai hal yang dipelajari dari
pengalaman hidupnya, dengan cara awal yaitu melakukan
pendekatan partisipatoris kepada peserta didik agar dapat
menjangkau pengetahuannya dan identitasnya yang sedang
mengalami perubahan, sehingga mendapatkan hasil yang lebih
baik bersifat apresiatif yaitu penemuan eksistensi manusia itu
sendiri.
Dari beberapa kajian dipaparkan bahwa kontekstualisasi
pendidikan antropologi di Indonesia khususnya dalam
pendidikan Islam menjadi upaya serius yang harus
diintegrasikan dalam rumusan kurikulum pembelajaran. Hasil
yang diharapkan agar menciptkan tekstur kurikulum pendidikan
Islam ke arah pendidikan multikultural. Siregar (2018)
menyatakan bahwa wujud konstekstual antropologi dalam
pendidikan Islam disajikan dalam bentuk subtansialkontekstual,
sehingga pendidikan Islam dapat berimplikasi dalam hal
merawat pluralitas (keberagaman) bangsa di Indonesia dan
memiliki esensi bagi para penganut agamanya maupun secara
kemanusiaan.
Sementara itu, falsafah antropologi dalam
pengembangan kurikulum pendidikan sehendaknya memberikan
muatan bagi peserta didik sebagai individu religius, unik dan
bernilai, melakukan perbuatan-perbuatan yang positif, memiliki
rasa solidaritas dan pengabdian kepada masyarakat (Karnawati
& Widodo, 2019).
Dengan demikian, landasan antropologi diupayakan agar
terkoneksi dalam konstruksi kurikulum agar dapat mendukung
peserta didik dalam pembentukan karakter dan pemahaman
multikulturalisme dalam proses pembelajaran, sehingga
menciptakan output peserta didik yang memiliki integritas dalam
pembangunan bangsa Indonesia.
H. Implikasi Pendidikan yang Berlandaskan Antropologi di
Indonesia
Indonesia merupakan negara kita yang memiliki batas
wilayah sangat luas terdiri dari 12 ribu pulau. Diluar pulau Jawa
khususnya, masih banyak pulau-pulau yang tertutup atau
dikelilingi hutan belantara. Hal ini menyebabkan terkendalanya
komunikasi dan tranportasi baik yang dilakukan antar daerah
maupun antar masyarakat. Keanekaragaman suku suku bangsa
berkembang sesuai dengan daerah geografis ketika masyarakat
tersebut pertama kali berada di Indonesia semisal suku Jawa,
suku Sunda, suku Madura, suku Dayak, Suku Miang dan lain
sebagainya. Seiring dengan berjalannya waktu, dengan adanya
lingkungan geografis yang berbeda-beda, menyebabkan
perubahan pula pada adat-istiadat, bahasa, kebiasaan-kebiasaan
perilaku masyarakat serta sistem nilai-nilai atau norma-norma
yang di anut oleh setiap suku bangsa.
Oleh karena itu, setiap suku bangsa di Indonesia
memiliki suatu adat-istiadat, bahasa bahkan sistem nilai dan
norma yang berbeda. Pendidikan yang dari dulu merupakan
suatu proses transmisi dan transportasi kebudayaan yang
dilakukan oleh masyarakat, akan terjadi perbedaan di setiap
masing-masing suku bangsa dalam hal pelaksanaan pendidikan.
Uno & Lamatenggo (2016) menyatakan sebelum Indonesia di
jajah ,Indonesia telah mempunyai landasan antropologi yang
kuat dalam proses pendidikannya. Kemudian, sistem pendidikan
melalui kurikulum yang telah diatur dan disusun dengan rapi
yang dibawa oleh bangsa Eropa setelah tiba di daerah
masyarakat Indonesia, membuat masyarakat tersebut memiliki
cara pandang yang berpedoman pada penerapan sistem
pendidikan tersebut.
Perkembangan dan kemajuan masyarakat di setiap
masing-masing suku bangsa memiliki pengalaman yang
berbeda-beda. Tingkat perkembangan dan kemajuan masyarakat
di setiap masingmasing suku bangsa di Indonesia dipengaruhi
oleh pengetahuan dan pemahaman tentang wawasan kebangsaan
setelah penjajahan yang berlangsung cukup lama. Kemudian
tentang tingkat kebutuhan, pola pikir, serta cara bertahan hidup
masyarakat juga dipengaruhi terhadap perbedaan perkembangan
dan kemajuan masyarakat di setiap masingmasing daerah.
Misalnya tentang pendidikan antara daerah masyarakat
perkotaan dengan daerah masyarakat pedesaan. Di daerah
masyarakat perkotaan seperti halnya untuk kelas menengah ke
atas merupakan hal yang biasa menyekolahkan anaknya mulai
dari tingkat dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi,
sedangkan pendidikan pada masyarakat pedesaan untuk kelas
menengah ke bawah merupakan hal yang sulit untuk
melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Selain karena faktor pembiayaan, dalam masyarakat pedesaan
anak dituntut juga menjadi pencari nafkah dalam memenuhi
kebutuhan keluarga.

1. Identifikasi Kebutuhan Belajar Masyarakat


Intisari dalam pendidikan yang berlandaskan antropologi
adalah pendidikan itu harus mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan pada masyarakat sekitar, baik secara sosiokultural
maupun kebutuhan pengembangan. Oleh karenanya
dibutuhkan tentang identifikasi kebutuhan belajar
masyarakat. Memperhatikan masyarakat sebagai sumber
informasi merupakan hal penting dalam indentifikasi
kebutuhan belajar masyrakat.

Chambers menyatakan bahwa biasanya hanya aspirasi golongan


masyarakat menengah ke atas yang menjadi tokoh-tokoh
masyarakat dan jarang ditemui masyarakat lapisan bawah
dilibatkan dalam upaya menjaring data dan informasi (Uno &
Lamatenggo, 2016). Oleh karena itu, pengumpulan data tidak
akan akurat, karena data yang di ambil tidak mewakili kejadian
yang sebenarnya. Maka, dalam melakukan indentifikasi harus
melibatkan seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat
pedesaan maupun masyarakat perkotaan agar menjadi
pertimbangan untuk memperoleh data dan informasi yang benar
dan akurat.

2. Pelibatan Partisipasi Masyarakat Setempat


Keterlibatan masyarakat dalam tahap identifikasi sangatlah
diperlukan dan seharusnya tidak terhenti hanya pada tahap
identifikasi saja, namun keterlibatan masyarakat harus
sampai pada tahap awal perencanaan hingga ke tahap
evaluasi dari serangkaian hasil pelaksanaan kegiatan. Dalam
tahap pelaksanaan menggunakan metode partisipator.
Dengan maksud, warga masyarakat wajib terlibat dan
menjadi sasaran didik dalam semua kegiatan pendidikan.
Dimulai dari menyusun dan merancang kurikulum,
menyediakan sarana dan prasarana yang memadai,
menentukan dan menunjuk narasumber yang akan menjadi
pemateri, dalam proses belajar, serta juga terlibat dalam
penilaian hasil belajar. Pada hakikatnya, didalam masyarakat
akan sangat merasa senangjika dilibatkan dalam kegiatan
pendidikan dan dengan suka rela akan menyumbang atau
membantu menyediakan sarana dan prasarana yang
diperlukan
Salah satu studi kasus yang terjadi di SD di salah satu
desa di Jawa Timur, dimana gedungnya masih belum berdiri
sendiri atau numpang dengan rumah warga. Namun ada
suasana mengharukan sekaligus mengherankan bahwasannya
masih adanya partisipasi masyarakat yang sangat besar
terhadap berkembangnya sekolah tersebut. Kursi dan meja
belajar yang digunakan oleh sekolah tersebut merupakan
buah hasil karya masyarakat yang dikerjakan dengan gotong
royong dan ikhlas meskipun masih tampak kasar hasilnya.
Pemilik rumah yang menjadikan gedung tersebut sebagai
gedung sekolah dengan suka rela dan ridho untuk berdiam
diri dibagian belakang, meskipun pada hakikatnya rumah
tersebut tidak layak dijadikan sebagai tempat belajar. Suatu
hal yang menarik yang dilakukan masyarakat setempat, yaitu
dengan menyediakan makan setiap harinya untuk disajikan
kepada guru yang mengajar disekolah tersebut. Jika
dibandingkan dengan gedung sekolah yang megah dengan
menggunakan pagar yang tinggi, memperlihatkan suasana
gedung sekolah yang seram sehingga masyarakat setempat
enggan dan segan untuk berpartisipasi didalam lingkungan
tersebut.
Dengan adanya lingkungan mempengaruhi terhadap
perbedaan geografis dan sosiokultural dalam masyarakat
seperti halnya letak daerah yaitu: daerah pantai, daerah
pegunungan, daerah tropis, derah subtropis, daerah subur,
daerah tandus, dan lain sebagainya. juga memengaruhi
terhadap perbedaan pemahaman kebudayaan masyarakat
tersebut baik dalam ide-ide atau pola perilaku
masyarakatnya. Kemudian perbedaan tersebut juga
memengaruhi sistem nilai dalam masyarakat yang juga
akan memengaruhi proses pendidikan. Pada umumnya,
sistem nilai dari kebudayaan suatu masyarakat bersifat
abstrak sehingga upaya pendidikan yang berfungsi
mewariskan dan melestarikan sistem nilai oleh suatu
masyarakat/bangsa tidaklah dapat di lepaskan dari sistem
nilai yang dianut oleh latar masyarakat.

I. Antropologi dalam Pembangunan Indonesia


Ilmu antropologi di Indonesia telah berkembang dalam
beberapa tahun terakhir ini, akan tetapi bagaimana peranan
disiplin ilmu tersebut dalam pembangunan Indonesia, inilah
yang menjadi sebuah pertanyaan bagi para antropolog-
antropolog Indonesia untuk menjawab tantangan dan keluhan
dalam memanfaatkan ilmunya bagi pembangunan Indonesia.
Para antropolog harus bisa menguasai cakupan
pengetahuan paradigma antropologi sosiokultural dengan
berbagai literatur nasional dan internasional, dan teori-teori
dalam pembangunan secara umum, disamping itu juga mereka
harus mengikuti dan memahami kebijakankebijakan yang
diimplementasikan dalam pembangunan Indonesia. Objek kajian
para antropolog secara tradisional banyak berasal dari bahan
kajian terhadap kelompok-kelompok masyarakat primitif
dikarenakan para peneliti berasal dari bangsa Eropa dan Amerika
yang mana mereka mempelajari dan mengamati tentang
kebudayaan dari masyarakat lainnya yang berbeda dengan
tataran budaya di komunitas kehidupannya.
Metodologi yang dipakai para antropolog sosiokultural
dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu etnografi dan etnologi.
Etnografi dimaknai dengan metode penelitian secara mendalam
yang mana peneliti terlibat didalam kelompok masyarakat
tertentu yang mempelajari tentang budaya suku bangsa
kelompok tersebut. Walaupun penelitian dilakukan dalam
kelompok masyarakat kecil namun metode ini dikatakan sebagai
fondasi dari ilmu antropologi sosiokultural. Sedangkan metode
etnologi merupakan tindak lanjut dari metode etnografi yang
mana para antropolog tidak lagi meneliti lansung ke lapangan,
para peniliti etnolog memfokuskan dirinya dengan memilih
suatu topik tentang kebudayaan dari suatu kelompok
masyarakat baik secara diakronis (menelaah dengan cara
membandingkan praktek kebudayaan pada masa lalu dengan
masa kini) maupun sinkronis (menelaah dan membandingkan
kebudayaan dengan berbagai tradisi suku bangsa saat ini) dan
mengkajinya dengan comparative study atau menelaah studi
dengan berbagai literatur keilmuan di perpustakaan.
 Bagaimana penerapan ilmu antropologi
dalam pembangunan indonesia, dalam hal ini para
antrpolog harus menguasai dan memahami tentang teori-teori
pembangunan yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan-
kebijakan dalam pembangunan Indonesia. Terdapat hubungan
dan keterkaitan berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi dan
politik dengan antropologi dalam proses pembangunan
Indonesia. Para ahli sosial dan politik telah mengembangkan
teori modernisasi yaitu teori bagaimana usaha pembangunan
institusional dan pembangunan mentalitas manusia, teori-teori
tersebut justru memerlukan saran dan masukan para antropolog
dalam fase pengembangannya. Perbedaan dan persamaan
masyarakat di seluruh dunia harus berpikir secara global dan
meyeluruh oleh para antropolog saat ini, akan tetapi faktanya
para antropolog Indonesia meamandang objek kajian dalam
wawasan yang sempit. Antropologi dalam pembangunan
nasional ditinjau dari tiga poin utama, yaitu peran antropolog di
Indonesia, pengembangan sistem pendidikan antropologi di
Indonesia, dan pembangunan Indonesia.
Para antropolog harus memperhatikan lima aspek dasar
kebijakan dalam pembangunan Indonesia, yaitu: Pancasila dan
UUD 1945, GBHN, PELITA dan Kebijakan-kebijakan
Departemen (Marzali, 2000). Dalam menyusun sebuah program
kebijakan negara, terdapat ciri-ciri umum masyarakat dan kultur
budaya dari kelompok masyarakat yang harus ditinjau terlebih
dahulu oleh para antropolog selain harus menguasai konsep
ddasar dalam teori pembangunan di Indonesia. Jika antropologi
pendidikan diintegrasikan dalam pembelajaran peserta didik,
maka fokus antropologi dalam pembangunan Indonesia
diarahkan agar mampu menyiapkan lulusan peserta didik yang
mampu berdaya saing secara global. Indonesia sebagai Negara
yang menjadi bagian MEA berupaya melakukan persiapan pada
kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya.
Upaya peningkatan kualitas SDM dapat dibangun
melalui pendidikan yang berkualitas, harapannya agar
menciptkan SDM yang profesional dan berkualitas di pasar
industri nantinya. Pemerintah hendaknya mengkaji bebagai
upaya strategis dalam perbaikan bidang pendidikan untuk
mengembangkan daya saing. Pendidikan seharusnya juga
membawa kesadaran dalam berperilaku moral agar
mencerminkan produktifitas dalam bermasyarakat. Senada
dengan apa yang dipaparkan Presiden RI dalam program
Revolusi Mental dalam bidang pendidikan sebagai pembentukan
karakter dan peningkatan kualitas diri dalam aspek akademis,
kualitas kurikulum, kualitas
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pengertian dari sosiologi pendidikan adalah sebuah ilmu
pengetahuan yang mempelajari permasalahan-permasalahan
pendidikan dan berusaha untuk mencari pemecahanya
berdasarkan pendekatan sosiologis. Sosiologi pendidikan bertujuan
untuk menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial.untuk
menganalisis status pendidikan dalam masyarakat
Sedangkan antropologi pendidikan mempelajari tentang
bagaimana proses praktek pendidikan ditinjau menurut pandangan
budaya masyarakat setempat. Dimasukkannya landasan
antropologi dalam pendidikan agar pendidikan memperhatikan
latar belakang kebudayaan yang berbeda dari setiap peserta didik
sehingga terwujudnya kegiatan belajar yang baik,

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah yang sangat sederhana ini
tentunya banyak kekurangan dan kekeliruan, yang menjadi
sorotan adalah bagaimana makalah ini dapat disusun setidaknya
mendekati kata sempurna dan dapat mencakup substansi materi
yang ingin disampaikan sehingga tujuan pembelajaranpun dapat
terpenuhi.Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun tentunya
sangat mengharapkan segala saran,kritik dan pengayaan yang
bersifat membangun dan dapat diberikan landasan pijakan dari
teori yang akan kami tambahkan demi kesempurnaan penyusunan
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Agger, Ben. 2006, Teori-teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan, dan


Implikasinya, Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Barker, Chris, 2001, Cultural Studies, Theory and Practices.
London: Sage Publication.
Denzin & Y. S. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative
research
(pp. 105-117). London: Sage.
[21.58, 19/9/2023] Aldo Serena: Fortier, Francois. 2001
Virtuality Check: Power Relations and
Alternatif Strategies in Information Society, London:Verso.
Freire P, 1986, Pedagogy of the Oppressed. New York:
Praeger.
Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. (1994). Competing paradigms
in
qualitative research. In N. K.
Jay, Martin, 1973. The Dialectical Imagination: A History of
the
Frankfurt School and the Institute of Social Research
1923-1950. California: University of California Press.
Kellner, Douglas, 2003. Teori Sosial Radikal. Diterjemahkan
Eko-Rindang Farichah. Yogyakarta: Syarikat Indonesia.
McCarthy, Thomas, 1982, The Critical Theory of Jurgen
Habermas. Massachusetts: MIT Press.
O’neil, William, F. 1981. Educational Ideologies:
Contemporary
Expressions of Educational hilosophies. Santa Monica,
California: Goodyear Publishing Company.
Ritzer, George, 2011. Sociological Theory, Eight Edition,
New
York: McGraw-Hill Componies Inc.
Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum dan
Hakikatnya
sebagai Penelitian Ilmiah: dalam Sulistyowati Irianto
dan Sidharta (ed), hal 83-120. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia. Metode Penelitian Hukum: Konstelasi
dan Refleksi, 110)
Turner, Jonathan H., 1986, The Structure of Sociologi
Theory,
Chicago: The Dorsey Press.
Zanden, James W. Vander, 1996, Sociology: The Core, New
York:
McGraw-Hill, Inc.

Anda mungkin juga menyukai