Kelompok 1 - Konsep-Konsep Budaya
Kelompok 1 - Konsep-Konsep Budaya
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
Latar Belakang 4
Rumusan Masalah 4
Tujuan 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
Konsep Budaya 5
Emik 5
1.1 Pendekatan Emik 5
1.2 Contoh Pendekatan Emik 6
1.3 Riset Terkait Pendekatan Emik 6
Etik 7
2.1 Pendekatan Etik 7
2.2 Perbedaan Etik dan Emik 7
2.3 Contoh Pendekatan Etik 8
2.4 Riset Terkini Pendekatan Etik 8
Etnosentris 9
3.1 Dimensi Etnosentrisme 10
3.2 Riset Terkini terkait Etnosentris 11
Stereotip 12
4.1 Pengertian dan Jenis Stereotip 12
4.2. Isi Stereotip 12
4.3 Perkembangan Stereotip : Sebuah Analisis Psikologi 13
4.4 Riset Terkini mengenai Stereotip 15
Enkulturasi 16
5.1 Pengertian Enkulturasi 16
5.2 Agen Enkulturasi 17
5.3 Riset-Riset Terkini Terkait Enkulturasi 18
Psikologi Lintas Budaya 20
Pengertian Budaya 20
Pengertian Psikologi Lintas Budaya 21
Tujuan Psikologi Lintas Budaya 21
Pengetahuan dalam Psikologi Lintas Budaya 22
Pentingnya Mempelajari Psikologi Lintas Budaya 23
Riset Terkait Psikologi Lintas Budaya 23
BAB III 25
PENUTUP 25
3.1 KESIMPULAN 25
DAFTAR PUSTAKA 26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebanyakan dari manusia sudah merasa mengetahui apa itu budaya,
namun pada kenyataannya budaya merupakan sebuah konsep yang cukup sulit
untuk didefinisikan secara formal. Menurut Barnouw (1985), budaya merupakan
sekumpulan nilai, sikap, perilaku, serta keyakinan yang dimiliki sekelompok
orang untuk kemudian diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika
dilihat dari sisi psikologi, budaya merupakan konstruk individual-psikologis
yang artinya budaya menjadi bagian dalam masing-masing individual.
Meskipun budaya menjadi konstruk individual-psikologis,
masing-masing individu memiliki batasan yang berbeda dalam mengadopsi
melibatkan budayanya dalam sikap, nilai, keyakinan, serta perilakunya dalam
keseharian. Konsep budaya memiliki banyak lapisan yang berbeda-beda
sehingga butuh pemahaman secara mendalam mengenai masing-masing konsep
budaya tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan dari konsep budaya emik?
2. Bagaimana penjelasan dari konsep budaya etik?
3. Bagaimana penjelasan dari konsep budaya etnosentris?
4. Bagaimana penjelasan dari konsep budaya stereotipe?
5. Bagaimana penjelasan dari konsep budaya enkulturasi?
6. Bagaimana penjelasan dari psikologi lintas budaya?
C. Tujuan
1. Untuk memahami konsep budaya emik.
2. Untuk memahami konsep budaya etik.
3. Untuk memahami konsep budaya etnosentrisme.
4. Untuk memahami konsep budaya stereotipe.
5. Untuk memahami konsep budaya enkulturasi
6. Untuk memahami psikologi lintas budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Budaya
1. Emik
1.1 Pendekatan Emik
Etik dan emik adalah dua jenis perspektif yang digunakan dalam
etnografi. Etnografi adalah suatu metode penelitian dalam bentuk produk
tertulis yang biasanya digunakan dalam bidang sosiologi maupun
antropologi untuk menggambarkan suatu masyarakat, kelompok, atau
kehidupan manusia. Emik mencoba menjelaskan fenomena sosial dari
perspektif masyarakat itu sendiri (native point of view). Sementara etik
menggunakan pandangan dari orang di luar budaya tersebut seperti peneliti
untuk menjelaskan suatu fenomena pada masyarakat.
Istilah emik berfokus pada aspek-aspek kehidupan dan hal yang
dianggap benar dalam suatu budaya. Aspek tersebut tentunya bersifat khas
dan spesifik, sehingga setiap budaya memiliki penafsiran yang berbeda
(culture-specific). Pendekatan emik memiliki sifat yang subjektif dan hasil
penelitiannya berbentuk deskriptif. Studi menggunakan pendekatan emik
bersifat khas dan sulit untuk disamaratakan. Konsep emik dan etik
sebenarnya memiliki implikasi yang kuat terhadap kebenaran. Kebenaran
etik adalah hal yang dianggap benar oleh masyarakat tanpa memandang
latar belakang budaya masing-masing orang. Sementara kebenaran emik
adalah hal yang dianggap sebagai kebenaran oleh suatu budaya namun
belum tentu dianggap benar oleh budaya lainnya. Jika dipandang dari
pendekatan emik dan etik, maka dapat dikatakan bahwa kebenaran memiliki
sifat yang relatif dan tidak mutlak. Definisi kebenaran dari sudut pandang
emik dan etik ini memaksa kita untuk mempertimbangkan
kebenaran-kebenaran yang selama ini sudah kita yakini.
Adanya perbedaan kultural atau emik bukanlah masalah yang besar
terutama di Indonesia sebagai negara yang multikultural. Namun yang
berpotensi menjadi masalah adalah bagaimana penafsiran terhadap alasan
yang mendasari perbedaan tersebut. Karena setiap orang lahir dengan latar
belakang budaya yang berbeda, maka kita cenderung melihat suatu hal
berdasarkan latar belakang yang kita yakini tersebut. Dapat dikatakan
bahwa budaya dalam konteks ini bersifat sebagai filter, baik dalam
mempersepsi suatu hal maupun ketika memahami suatu fenomena. Manusia
cenderung menginterpretasikan perilaku orang lain berdasarkan latar
belakang kultural yang ia yakini dan membuat penilaian berdasarkan hasil
interpretasinya tersebut. Namun hasil interpretasi tersebut mungkin salah
karena perilaku yang sedang dinilai memiliki latar belakang budaya yang
berbeda.
2. Etik
2.1 Pendekatan Etik
Kajian-kajian perilaku dari sistem itu. Kajian-kajian perilaku dari suatu posisi di
luar sistem.
Menguji hanya satu budaya. Menguji banyak budaya dengan
memperbandingkannya.
3. Etnosentris
Etnosentrisme merupakan kecenderungan untuk berpikir bahwa budaya
etniknya lebih unggul dibandingkan dengan budaya etnik lain. Segala sesuatu
dilihat dari sudut pandang etniknya sendiri (Irianto, 2013). Etnosentrisme tidak
hanya merasa bangga akan etnik pada kelompoknya sendiri tetapi juga
melibatkan pernyataan superioritas kelompok atas kelompok lain. Sikap
etnosentrisme merupakan sikap emosional superior sekelompok ras, suku, dan
agama daripada etnik atau kelompok lain. Etnosentrisme merupakan cara
pandangan sosial pada diri individu yang menjadikan kelompoknya sebagai
pusat atau patokan dari segala hal. Individu akan mempersepsikan kelompok
lain (outgroup) sebagai saingan, pencari kekuasaan dan mengancam
kelompoknya (in group). Hal ini dapat mempengaruhi penilaian individu
terhadap kelompok lain (outgroup) karena melihat kelompok lain tersebut
berdasarkan standar yang ada pada kelompoknya (in group).
Etnosentrisme disimpulkan sebagai sikap yang dimiliki individu yang
menganggap kelompoknya lebih unggul dibandingkan dengan kelompok lain
baik dalam nilai – nilai, norma sosial, maupun budaya kelompoknya.
Etnosentrisme melahirkan sinisme yang mengakibatkan terjadinya sebuah
permusuhan antar kelompok.
Sebuah penelitian kajian literatur yang dilakukan oleh Samsuri dan Elia
Nurindah Sari pada tahun 2020 yang berjudul “ Etnosentrisme dan Sikap Intoleran
Pendatang terhadap Orang Papua” telah menjabarkan bagaimana etnosentrisme
masyarakat Indonesia non Papua terhadap sikap intoleran yang kerap dilakukan
terhadap orang Papua. Penelitian ini didasari pada banyaknya tindakan intoleran
yang dilakukan masyarakat Indonesia non Papua terhadap orang Papua salah
satunya yang terjadi pada mahasiswa Papua yang berkuliah di Surabaya.
Permasalahan ini bermula ketika ditemukannya bendera merah putih yang rusak di
depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Tanpa investigasi mendalam, aparat
dan ormas langsung mengepung asrama tersebut, namun yang disayangkan adalah
ketika aparat membiarkan ormas yang bereaksioner. Mereka lontarkan kata-kata
yang bernada rasisme terhadap mahasiswa Papua tersebut. Perlakuan intoleran
terhadap orang Papua lainnya juga dirasakan oleh mahasiswa Papua di Malang.
Perbedaan antara masyarakat Indonesia non Papua dan orang Papua sering kali
menjadi ajang rasisme dan membuat kesalahpahaman. Perbedaan bahasa, ras,
bentuk fisik dan warna kulit pada orang Papua merupakan faktor utama yang
seringkali menimbulkan ketidaknyamanan dalam menjalani kehidupan berbangsa
dengan masyarakat Indonesia lainnya non-Papua. Perilaku mengejek, melihat sinis,
merendahkan, menertawakan orang Papua tak jarang membuat mereka merasa
tertekan, terintimidasi, tidak percaya diri dan lain sebagainya yang mendorong
mereka untuk tertutup dan hanya bergabung dengan kelompoknya (sesama orang
Papua).
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa masih sangat
banyak terjadi sikap etnosentrisme oleh masyarakat Indonesia. Sikap etnosentrisme
dan sikap intoleran dapat menjadi pemicu perpecahan bangsa mengingat bahwa
Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai ras, suku, dan
agama. Oleh karena itu penting bagi kita selaku warga Indonesia untuk dapat
bersikap toleransi, menghargai Hak Asasi Manusia, menghargai persamaan derajat
dan mengamalkan semboyan bangsa kita yaitu Bhineka Tunggal Ika.
4. Stereotip
4.1 Pengertian dan Jenis Stereotip
Dalam kehidupan kita, budaya akan selalu menjadi hal yang tidak
akan lepas dari diri kita bahkan dari keluarga kita. Stereotip merupakan
gambaran umum yang biasa kita miliki apabila kita mengetahui
karakteristik psikologis atau kepribadian seseorang berdasarkan sifat
mereka (Lee dkk., dalam Matsumoto dkk., 2013). Seringkali kita memahami
bahwa stereotip merupakan hal yang buruk namun jika melihat
etnosentrisme, keadaanya tidak sesederhana itu.
Stereotip bisa bersifat positif atau negatif. Contoh stereotip positif
adalah orang Asia terkenal sebagai pekerja keras atau orang Jerman dikenal
sebagai orang yang rajin dan memiliki pikiran ilmiah. Selanjutnya, stereotip
dapat sepenuhnya benar atau sepenuhnya salah, stereotip ini apabila diamati
dengan pengamatan faktual disebut dengan sosiotipe. Perlu diketahui juga
bahwa stereotip dapat tidak berdasar sama sekali karena stereotip ini hadir
akibat pengamatan langsung terhadap perilaku orang lain dan beberapa
stereotip juga tidak memiliki hubungan yang faktual. Apabila kita
mengamati seseorang secara langsung, kita perlu mempertanyakan validitas
dan interpretasi berdasarkan bias budaya atau psikologis yang melekat pada
mereka. Setiap orang memegang stereotip tentang kelompok mereka sendiri
yang disebut autostereotip dan kelompok orang lain yang disebut
heterostereotip. Kedua jenis stereotip ini bisa memiliki tingkatan tumpang
tindih yang cukup besar.
Maka, stereotip dapat bersifat positif maupun negatif sehingga
dalam memaknainya kita tidak bisa memaknai stereotip milik kita atau milik
kelompok lain sehingga dapat mewujudkan diri sebagai bentuk memahami
peran dan meningkatkannya dalam hubungan antarkelompok.
h. Faktor lain
Stereotip dapat berkembang dari berbagai sumber. Ketika
kita mengamati perilaku orang lain maka kita akan merasa
perilaku mereka didasari oleh suatu hal. Stereotip bisa hadir
dengan komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
jenis ini bisa bertahan lama. Stereotip juga bisa berkembang dari
televisi, film hingga media lainnya. Contohnya dalam film adalah
seorang ayah yang pekerja keras akan memiliki penampilan rapi
dan selalu sibuk berbeda dengan ayah yang tidak memiliki
pekerjaan tetap akan selalu dirumah dan penampilan nya hanya
biasa saja. Stereotip bisa muncul dari paparan terbatas pada
anggota kelompok.
5. Enkulturasi
5.1 Pengertian Enkulturasi
1. Pengertian Budaya
Dalam kehidupan, kita seringkali menggunakan kata budaya untuk
mengartikannya sebagai ras, kebangsaan, atau etnis. Terkadang kita juga
menggunakan kata budaya untuk mencerminkan tren dalam musik dan seni,
makanan dan pakaian, ritual, tradisi, dan warisan. Singkatnya, kita sering
menggunakan kata budaya untuk merujuk pada banyak hal yang berbeda-beda
menyangkut manusia, karakteristik fisik dan biologis, perilaku, musik, tari, dan
kegiatan lainnya.
Tylor (1865, dalam Matsumoto & Juang, 2013) mendefinisikan budaya
budaya sebagai semua kemampuan dan kebiasaan yang dipelajari sebagai
anggota masyarakat. Berry, dkk (1992, dalam Matsumoto & Juang, 2013)
mendefinisikan budaya hanya sebagai cara hidup bersama dengan sekelompok
orang. Sementara itu, menurut Matsumoto & Juang (2013), budaya didefinisikan
sebagai sistem aturan yang dinamis, eksplisit dan implisit, yang ditetapkan oleh
kelompok untuk memastikan kelangsungan hidup mereka yang melibatkan
sikap, nilai- nilai, keyakinan, norma, dan perilaku, yang dimiliki oleh suatu
kelompok tetapi dipendam secara berbeda oleh setiap unit tertentu dalam
kelompok, dikomunikasikan lintas generasi, relatif stabil tetapi dengan potensi
untuk berubah lintas waktu.
3.1 KESIMPULAN
Etik dan emik adalah dua bagian sudut pandang etnografi. Emik mencoba
menjelaskan fenomena sosial dari perspektif masyarakat itu sendiri (native point of
view). Etik menggunakan perspektif orang luar ketika menjelaskan fenomena pada
masyarakat. Emik mengacu pada aspek kehidupan yang spesifik dan kebenaran yang
khas-budaya (culture-specific).
Etnosentrisme adalah sikap yang menganggap kelompoknya lebih unggul dari
kelompok lain dari segi nilai – nilai, norma sosial yang berlaku, maupun budaya yang
ada di kelompoknya. Etnosentrisme berpotensi melahirkan sinisme sehingga bisa
mengakibatkan terjadinya konflik antar kelompok. Dimensi etnosentrisme yaitu
preferensi, superioritas, kemurnian, pengeksploitasian, kohesi, dan kesetiaan.
Stereotip merupakan gambaran umum yang biasa kita miliki apabila kita
mengetahui karakteristik psikologis atau kepribadian seseorang berdasarkan sifat
mereka. Stereotip bisa bersifat positif atau negatif.
Enkulturasi adalah suatu proses sosial yang dilakukan seseorang ketika
mempelajari, menyesuaikan pikiran dengan cara bertingkah laku serta kebudayaan
tertentu. Konsep enkulturasi sangat berpengaruh pada perubahan sosial dalam
masyarakat, ketika generasi muda belajar dan mengadopsi hal yang hidup dan
berkembang dalam budaya mereka. Agen enkulturasi adalah orang tua,
institusi/organisasi, dan kelompok sebaya.
Psikologi lintas-budaya adalah kajian yang meneliti tentang perbedaan dan
persamaan pada fungsi psikologis individu, serta keragaman budaya dan kelompok suku
atau etnik, hubungan antara perubahan psikologis dan sosio-budaya, ekologis, ubahan
biologis serta perubahan-perubahan yang berlangsung dalam lingkup biologis dan
ekologis.
DAFTAR PUSTAKA