Makalah Farmakoterapi
Makalah Farmakoterapi
CIRRHOSIS
Kelompok 3 :
SERANG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah
Farmakologi dan Toksikologi tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah
kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah farmakologi
dan toksikologi ini dapat bermanfaat.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Hipertensi
B. Klasifikasi Antihipertensi
C. Patofisiologi Antihipertensi
D. Gejala Antihipertensi
E. Etiologi Antihipertensi
F. Epidemiologi
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Antihipertensi
H. Komplikasi Antihipertensi
I. Penatalaksanaan Farmakologi
A. Metode penelitian
BAB IV PEMBAHASAN
A. Terapi Hipertensi
B. Non Farmakologi
C. Terapi Farmakologi
D. Pengaobatan Tradisional Hipertensi
E. Cara Penanganan yang Baik Bagi Penderita Hipertensi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak
teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi (Guyton dan Hall, 2011). Sirosis hati pada awalnya dipercaya sebagai
proses ireversible, akan tetapi proses ireversible ini tidak mutlak (McCormick, 2011).
Setelah adanya jejas pada sel hepatosit, sel stelat hepar berubah menjadi smooth
ekstraseluler berupa kolagen dan non kolagen (Beyond dan Iredale, 2000).
Fibrogenesis terjadi dengan aktivasi sel stelat oleh sitokin TGF (transforming growth
factor) β1, PDGF (platelet derived growth factor), TNF (tumor necrozing factor) α,
dan IGF (insulin growth factor) 1, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel stelat,
fibrogenesis dapat dihambat. Penghambatan pada sel stelat, penggunaan anti oksidan,
(McCormick, 2011). Terapi kuratif pada sirosis hati tahap lanjut adalah transplantasi
hati. Walaupun transplantasi hati sudah banyak berkembang akhir-akhir ini dengan
3
jumlah donor yang cukup memadai, akan tetapi kondisi klinis dari pasien membatasi
terapi ini. Para peneliti mulai mencari cara menghentikan atau bahkan mengurangi
fibrosis hati untuk mencegah berbagai komplikasi yang timbul. (Benyon dan Iredale,
2000).
mendegradasi komponen matrik ekstraseluler dan enzim ini diekspresikan juga oleh
sel stelat hepar dan sel kupfer. Adanya tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs)
akan menghambat enzim kolagenase dan meningkat pada fibrosis tahap lanjut. Sel
stelat hepar menjadi sumber utama dari TIMP. Peningkatan rasio TIMP:MMP akan
meningkatkan fibrosis pada hepar dengan melindungi deposisi kolagen dari degradasi
Fibrosis hepar ditandai dengan aktivasi dari human stellate cells (HSC) dan
akumulasi matriks ekstra seluler. HSC berperan sebagai sel fibrogenik utama pada
hepar dan merupakan target utama dari terapi anti fibrotik (Bataler dan Brenner, 2005;
Benyon dan Iredale, 2000; Xu et al, 2012). Beberapa bukti penelitian menunjukkan
bahwa fibrosis hepar adalah reversibel (Bataller dan Brenner, 2000; Benyon dan
Iredale, 2000; Iredale, 2007). Akan tetapi data tentang terapi anti fibrotik pada hepar
sangat terbatas.
4
4.Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Cirrhosis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sirosis hati merupakan tahap ahir proses difus fibrosis hati progresif yang
pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena
hepatika). Secara klinis atau fungsional SH di bagi atas: Sirosis hati kompensata
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,
disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul hepatosit.2
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 20 Telah diketahui bahwa
penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
5
pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk
hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh
darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi
Istilah sirosis hati di berikan oleh Laence tahun (1819), berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning (orange yellow), karena perubahan warna pada
berikut yaitu keadaan disorganisasi yang difuse dari suatu struktur hati yang
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi
2009)
6
degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah TO alcohol. Sirosis hepatis oleh karena
alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat
mengarah pada kerusakan parenkim hati.
2.3 Tanda dan Gejala Cirrhosis
1) Gejala
Gejala chirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di
liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-
mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya
jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas) Pada chirrosis terjadi
kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi
jaringan ikat yang difus.
2) Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan
tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit
dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.
Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b) Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin,
air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema
umunmya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c) Jantung yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.
Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d) Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal
yang menetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
7
2.4 Manifestasi Klinis
1. Pembesaran Hati (hepatomegali).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan
jaringan hati.
2. Obstruksi Portal dan Asites
3. Varises Gastrointestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
4. Edema.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
8
permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu: Vena porta hepatica yang berasal
dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino. in yang larut
dalam monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri
hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Hati, saluran
empedu, dan pankreas, semuanya berkembang sebagai cabang dari usus depan
fetus pada daerah yang di kemudian hari menjadi duo denum; semuanya
berhubungan crat dengan fisiologi pencernaan. Karena letakanatomi yang
berdekatan. fungsi yang berkaitan, dan kesamaan dari kompleks gejala yang di
timbulkan oleh gangguan pada ketiga struktur ini, maka cukup beralasan bila
ketiga struktur ini di bicarakan secara bersamaan. (Loraine M. Wilson, Laula
B.Lester, 1995, hal: 426)
2. Fisiologi Hati
Menurut Corwin (2001), Hati menerima suplai darah dari 2 sumber yang
berbeda. Sebagian besar aliran darah hati, sekitar 1000 ml per menit, adalah vena
yang berasal dari lambung, usus halus, dan usus besar, pankreas, dan limfa. Darah
ini mengalir ke hati melalui vena porta. Darah ini juga mungkin mengandung
toksin atau bakteri. Sumber lain perdarahan hati adalah arteri hepatica yang
mengalirkan darah 500 ml per menit. Darah arteri ini memiliki saturasi oksigen
yang tinggi. Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang di
sebut sinusoid. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentrlis di setiap lobulus,
dan dari semua lobulus ke vena hepatica. Vena Fisiologi Hati Menurut Corwin
9
(2001),
Hati menerima suplai darah dari 2 sumber yang berbeda. Sebagian besar
aliran darah hati, sekitar 1000 ml per menit, adalah vena yang berasal dari
lambung, usus halus, dan usus besar, pankreas, dan limfa. Darah ini mengalir ke
hati melalui vena porta. Darah ini juga mungkin mengandung toksin atau bakteri.
Sumber lain perdarahan hati adalah arteri hepatica yang mengalirkan darah 500
ml per menit. Darah arteri ini memiliki saturasi oksigen yang tinggi. Kedua
sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang di sebut sinusoid. Dari
sinusoid darah mengalir ke vena sentrlis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus
ke vena hepatica.
1. Simptomatis.
2. Supportif, yaitu:
3. Prinsip diit
11
beberapa obat untuk menangani pemicu serta membantu mengurangi risiko
komplikasi lebih lanjut. Berikut ini beberapa obat yang diresepkan dokter
sesuai dengan faktor pemicu dan gejala berdasarkan kondisi pasien:
• Vitamin K
• Obat pembekuan darah
• Kortikoseroid
• Antibiotik
• Diuretik
•Obat-obatan antiviral
obat obatan tersebut yaitu langkah penanganan sirosis hati yang diberikan
apabila jaringan parut belum sepenuhnya mengganggu fungsi hati. Apabila
sirosis hati sudah mencapai tahap lanjut dan pasien menunjukkan tanda-tanda
komplikasi, maka dokter mungkin akan merekomendasikan operasi atau
transplantasi hati. Prosedur tersebut merupakan langkah lanjutan apabila
kondisi pasien tidak membaik setelah menjalani pengobatan.
2. Terapi Non Farmakologi
1) Bed rest dimaksudkan agar tidak banyak bergerak serta meminimalkan
gerakan. Terutama untuk pasien jenis sirosis hati dengan acites, yang
kemungkinan mengalami edema dibagian tubuh lain yang jauh dari
jantung. Untuk meminimalkan efek edema tersebut maka pasien
disarankan untuk bed rest sebagai terapi non farmakologi.
2) Diet rendah garam 0,5 g/hari dan asupan cairan 1,5 L/hari. Hal ini
disebabkan karena garam dapat meningkatkan cairan tubuh.
3) Diet seimbang. Kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat dapat
menambah disfungsi hati dan menyebabkan penimbunan lemak dalam
hati.
4) Menghindari minum alkohol
12
BAB III
METODELOGI
13
BAB IV
PEMBAHASAN
14
riwayat mengkonsumsi alkohol sejak usia muda selama lebih dari 5 tahun. Pasien juga
mengaku jarang mengkonsumsi obat-obatan ataupun minum jamu-jamuan. Riwayat
hipertensi disangkal, riwayat diabetes melitus disangkal, riwayat penyakit jantung
disangkal, riwayat penyakit kuning disangkal.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 26 Agustus 2012 didapatkan pasien dengankeadaan
kompos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, status gizi baik (TB=164 cm,
BB=62 kg), tekanan darah120/60 mmHg, nadi 96x/menit, pernapasan 22 x/menit,
suhu36,5oC. Kulit tampak ikterik, pembuluh darah terlihat di extremitas dan abdomen.
Pada kelenjar getah bening tidak ada kelainan, kepala dalam batas normal, mata
konjungtiva anemis dan sklera ikterik, telinga dalam batas normal, bibir tampak sianosis,
terdapat gigi karies dan atropi papil lidah, leher dalam batas normal. Pada thorax posterior
terdengar rhonki di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan
abdomen terlihat cembung, terdapat nyeri tekan epigastrium, hepar tidak teraba, lien
teraba Schuffner 2, terapat ascites dan distensi dinding abdomen. Ekstremitas superior
dan inferior dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Agustus
2012 diperoleh hasil leukosit 3300/uL, eritrosit 1,26 jt/uL, hemoglobin 2,5 g/dL,
hematokrit 9,5%, platelet 108.000/uL, Albumin 2,4 g/dL, bilirubin total 1,64 mg/dL,
SGOT 44 g/dL, SOPT 15,8 U/L, HbsAg non reaktif, Anti HAV IgM non reaktif, SAAG
2,38 (kesimpulan sifat cairan ascites adalah transudat). Pada pemeriksaan USG
menunjukkan karakteristik sirosis hepatis.
4.2 Pembahasan
Sirosis hati merupakan stadium akhir kerusakan sel-sel hati yang kemudian menjadi
jaringan fibrosis. Kerusakan tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati. Selanjutnya, distorsi
arsitektur hepar dan peningkatan vaskularisasi ke hati menyebabkan varises atau
pelebaran pembuluh darah di daerah gaster maupun esofagus. Sirosis hati paling banyak
disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis (Karjadi dan Wijadja,
2011). Pada kasus ini berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien pernah
mengkonsumsi alkohol dalam waktu lama. Selain itu pasien mengalami muntah darah
(hematemesis), perut terasa kembung dan semakin lama semakin membesar (ascites).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran lien (splenomegali), penumpukan cairan
di rongga peritoneal (ascites), konjungtiva anemis dan sklera ikterik yang merupakan
15
gejala klinis yang tejadi pada penderita sirosis hepatis (Anonymous, 2007, Nurdjanah,
2009).
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderitasirosis
hati.Pada pemeriksaan penunjang ditemukan penurunan albumin dan ultrasonografi
(USG) abdomen yang menunjukkan karakteristik sirosis hepatis. USG abdomen
merupakan pemeriksaan rutin yang palingsering dilakukan untuk mengevaluasi pasien
sirosis hepatis dikarenakanpemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan,
walaupun memiliki kelemahanyaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung
pada operator. Melaluipemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati,
sudut hati,permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut,
hatiakan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada
peningkatanekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa
dilihat adatidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta
skrining adatidaknya karsinoma hati (Taylor, 2011).
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang bersifat irreversible, prinsip penatalaksanaan
penderita sirosis hepatis bertujuan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, menangani
komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Pada kasus ini dilakukan terapi
cairan, pemberian transfusi packed red cell (PRC) untuk meningkatkan jumlah
hemoglobin dan memperbaiki keadaan umum.Asam traneksamat diberikan untuk
menghentikan pendarahan. Obat-obatan yang diberikan untuk memperbaiki keluhan pada
saluran pencernaan yaitulansoprazol dan metochlopramid. Pada penderita ini dilakukan
pungsi cairan ascites, serta diberikan infus albumin.Pemberian albumin untuk
memperbaiki kondisi umum, mengatasi ascites atau mengobati sindroma
hepatorenal(Indra dan Hasan, 2008).
Pada pasien dengan pendarahan esofagus seperti pada kasusini dapat dilakukan
tindakan mengistirahatkan saluran pencernaan dengan puasa, pemasangan infusline
berupa garam fisiologis, pemasangan nasogastric tube, cooling dengan es, pemberian
obat-obatan dan evaluasi hemoglobin darah. Pemberian obat-obatan antara lain
propanolol, antasida, anti receptor H2(ARH2), antifibrinolitik, vitamin K, vasopressin,
octriotide dan somatostatin. Penghambat b-adrenergik nonselektif mempengaruhilaju
aliran porta dengan cara penurunan curah jantung dan vasokonstriktor splanknik.
Penghambat b-nonselektif seperti propanolol atau nadolol lebih baik daripada
penghambat beta selektif. Obat tersebut diberikan secara oral dan digunakan untuk tata
laksana jangka panjang hipertensi porta, namun terdapat kontraindikasi untuk penggunaan
16
obat tersebut yaitu: asma, bradikardi, blok atrioventrikular, hipotensi dan hiperglikemia
yang tidak terkontrol (Karjadi dan Widjaja, 2011).Disamping itu diperlukan tindakan-
tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya pemasangan Ballon
Tamponade dan tindakan skleroterapi / ligasi atau Oesophageal Transection(Lee, 2012,
Pere, 2004).
Sebagian kecil penderita sirosis hepatis dengan ascites tidak berhasil dengan
pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis.
Parasentesis terapeutik diindikasikan pada ascites yang tidak memperlihatkan respons
terhadap terapi obat diuretika, mempercepat pengeluaran cairan pada keadaan ascites
masif, mempermudah pemeriksaan ultrasonografi atau tindakan lain seperti aspirasi hati
dan radio frequency ablation(Indra dan Hasan, 2008). Mengenai parasintesis cairan
ascites dapat dilakukan 5-10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin
sebanyak 6–8 gr/l cairan ascites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat
menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada kriteria Child’s C,
protrombin 10 mg/dl, trombosit 3 mg/dl dan natrium urin
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
Indra TA, Hasan I. 2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati.
Karjadi T, Widjaja FF. 2011. Pencegahan Perdarahan Berulang pada Pasien SirosisHati. J
Lee, D. 2012. Cirrhosis of the Liver. Medicinenet.com article [diunduh 26 September 2013].
Tersedia dari
http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm.
19
Nurdjanah, S. 2009. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK,
Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta; Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. Page 668-673.
Pere Gines MD, Andres Cardenas MD, Vicente Arroyo MD, and Juan Rodes MD. 2004.
Taylor, CR. 2011. Chirrosis Imaging. Medscape Refference [diunduh 28 September 2013].
Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/366426overview#showall.
20