Anda di halaman 1dari 6

Kegiatan Sosialisasi DAGUSIBU dan Pemanfaatan Obat Tradisional

A. Kegiatan Sosialisasi DAGUSIBU


B. Kegiatan sosialisasi Pemanfaatan Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh
masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai bawah, karena obat tradisional mudah
didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan
pencegahan penyakit (Masri, 2020). Tanaman obat adalah sumber utama dari obat tradisional.
Tidak semua tanaman dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional, sebab tanaman yang
digunakan adalah tanaman yang memiliki kandungan aktif yang berguna dalam pengobatan
sintetik. Tanaman obat dapat digunakan menjadi beberapa olahan, seperti pembuatan jamu, obat
herbal, makanan sebagai penambah kekebalan tubuh, kosmetik, dan bahan konsumsi (Lestari,
2016).
Tanaman obat bisa didapatkan dari beberapa sumber, salah satunya didapatkan dari wilayah yang
banyak terdapat berbagai macam tumbuhan, seperti hutan dan wilayah pedesaan yang berada di
sekitar hutan. Selain sumber dari hutan, tanaman obat juga bisa diperoleh dengan budidaya.
Untuk memperoleh obat tradisional tidaklah sulit, karena mudah didapatkan di toko-toko
terdekat dan mudah dibuat sendiri dengan sederhana. Tidak hanya itu, obat tradisional juga
memiliki harga yang terjangkau, serta sangat jarang memiliki efek samping pemakaian. Oleh
karena itu, penggunaan obat tradisional sering kali digunakan oleh masyarakat sebagai alternatif
pengobatan (Djamaludin, dkk., 2019).
Pemanfaatan obat tradisonal telah dilakukan secara luas sekitar 80% populasi dunia. Produksi
obat tradisional juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun disebabkan banyaknya variasi
sediaan bahan alam. Oleh karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
mengategorikan obat tradisional menjadi sediaan jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka
untuk memudahkan pengawasan dan perizinannya. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) di Indonesia menyatakan bahwa penggunaan obat tradisional meningkat dari 19,8%
menjadi 32,8% selama tahun 1980 sampai dengan 2004. Peningkatan juga terjadi di tahun 2010
yaitu 45,17% menjadi 49,53% di tahun 2011 (Dewi, 2019).
Data Riskesdas 2018, menunjukkan 59.12% masyarakat Indonesia masih mengonsumsi jamu dan
95.6% diantara pengguna jamu mengakui manfaat jamu bagi kesehatannya. Demikian pula pada
masyarakat perkotaan, penggunaan tanaman sebagai obat biasanya di peroleh dari halaman
rumah, berdasarkan prevalensi pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA) pada masyarakat
semua umur di DKI Jakarta sebesar 9.1%. Hal tersebut memperlihatkan bahwa penduduk
Indonesia umumnya masih gemar menggunakan jamu sebagai pengobatan. Hal ini dilihat dari
peningkatan prevalensi penggunaan jamu pada masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Walaupun
prevalensi penggunaan obat tradisional Indonesia masih lebih rendah dari beberapa negara lain,
tapi setidaknya prevalensi penggunaan jamu di Indonesia masih di atas rata-rata global (Lestari,
2016).
Penelitian Supardi dan Susyanty (2010) menyatakan bahwa persentase penduduk Indonesia yang
menjadikan obat tradisional sebagai pengobatannya terus meningkat selama kurun waktu tujuh
tahun. Selain itu, masyarakat di kota besar juga banyak menggunakan obat tradisional meskipun
sudah banyak tersedia fasilitas kesehatan yang diakibatkan oleh faktor mudahnya memperoleh
obat tradisional. Penelitian Ismiyana (2013) memberikan gambaran penggunaan obat tradisional
di desa Jimus Polanharjo Klaten yang menyatakan bahwa alasan penggunaan obat tradisional
berupa terbuat dari bahan alami (51,7%), sumber informasi berdasarkan tradisi nenek moyang
(44,3%) dan jamu (53,2%) termasuk jenis yang paling sering digunakan. Penelitian Mariana
(2016) menyatakan bahwa jamu adalah jenis obat tradisional yang paling banyak dikenal
dibandingkan obat herbal terstandar dan fitofarmaka, disebabkan pengetahuan masyarakat terkait
jenis obat tradisional tergolong rendah.
Penggunaan obat tradisional dipengaruhi oleh khasiat penggunaan obat herbal yang dirasakan
oleh seseorang. Contohnya apabila dalam satu keluarga yang tertua mengkonsumsi obat herbal,
maka keluarga lainnya akan turut mengikuti pemakaian obat herbal. Di daerah tertentu,
keputusan kepala adat dalam menggunakan obat tradisional masih dipercaya dan diikuti oleh
masyarakat lainnya, hal ini dimungkinkan karena masyarakat tidak banyak menerima sosialisasi
maupun informasi terkait pengobatan medis, serta tingkat pendidikan rendah yang menyebabkan
kecenderungan masyarakat memakai obat tradisional sebagai alternatif pengobatan. Sebelumnya
sumber informasi pengobatan tradisional didapatkan dari keluarga, teman, dan tetangga. Dengan
perkembangan media informasi dan pengembangan tanaman obat sebagai fitofarmaka, maka
informasi tentang pemanfaatan tanaman obat juga dapat diperoleh dari petugas kesehatan,
dokter, apoteker, dan media televisi (Maryani, dkk., 2016). Oleh karena itu, pemberian informasi
tentang pemanfaatan obat tradisonal dapat diberikan kepada seluruh masyarakat antara lain
masyarakat yang berada di Kelurahan Nambo dengan fasilitas narasumber yang berpengalaman
di bidangnya khususnya Apoteker.
Observasi yang telah dilakukan oleh tim pelaksana program kegiatan kerja nyata (KKN) tematik
mahasiswa Farmasi UHO Tahin 2022 diperoleh data bahwa masyarakat di kelurahan Nambo
masih sangat kurang mendapatkan informasi atau sosialisasi terkait pemanfaatan obat tradisional.
Berdasarkan hal tersebut Tim Mahasiswa KKN Tematik Farmasi UHO Tahun 2022 memandang
perlu untuk dilakukan sosialisasi pada masyarakat di kelurahan Nambo terkait pemanfaatan obat
tradisional. Adapun hasil sosialisasi diharapkan masyarakat kelurahan Nambo mampu
memperoleh informasi yang relevan dengan perkembangan penelitian dan membagikan
informasi yang diperoleh kepada keluarga maupun masyarakat lainnya terkait pemanfaatan obat
tradisional sebagai alternatif pengobatan modern. Sehingga sangat diharapkan setiap masyarakat
di kelurahan Nambo lebih paham tentang pemanfaatan obat tradisional dan tidak terjadinya
kesalahan penggunaan serta penyebaran informasi yang salah. Dengan demikian, program
sosialisasi pemanfaatan obat tradisional yang dilaksanakan oleh Tim Mahasiswa KKN Tematik
Farmasi UHO Tahun 2022 mampu membantu masyarakat meningkatkan kualitas hidup dalam
upaya mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan meningkatkan kepedulian serta
mengamalkan ilmu sebagai calon tenaga kesehatan kepada masyarakat.
Program pengabdian kepada masyarakat ini dimulai dengan koordinasi antara tim Tim
Mahasiswa KKN Tematik Farmasi UHO Tahun 2022 dengan Dosen Pembimbing Lapangan
dengan topik pembahasan tentang masalah kesehatan dan usulan penyelesaiannya, sehingga
diperoleh keputusan untuk melakukan kegiatan sosialisasi pemanfaatan obat tradisional.
Sosialisasi pemanfaatan obat tradisional membahas terkait berbagai jenis obat tradisonal
misalnya jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang disertai contoh relevan dengan
kehidupan sehari-hari masyarakat Kelurahan Nambo yang telah dilaksanakan pada hari Kamis,
25 Agustus 2022, Kegiatan dilaksanakan di kantor kelurahan Nambo, Kota Kendari. Kegiatan

dimulai dengan pembukaan dan sambutan oleh Lurah kelurahan Nambo yang menjelaskan
tujuan diadakannya kegiatan sosialisasi pemanfaatan obat tradisional, dilanjutkan dengan
sambutan dosen pembimbing lapangan, sosialisasi oleh dosen ahli sekaligus Apoteker yang
kompeten di bidangnya, dan diakhiri dengan pemberian doorprise bagi peserta serta foto
bersama. Total peserta yang hadir yaitu 40 orang masyarakat kelurahan Nambo. Foto peserta
sosialisasi dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Foto Peserta Sosialisasi


Kegiatan sosialisasi dimulai dengan penjelasan tentang definisi obat, jenis-jenis, contoh-contoh
obat tradisional, serta perbedaan obat modern dan obat tradisional. Menurut BPOM Indonesia,
obat tradisional dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu jamu, obat herbal terstandar,
dan fitofarmaka (Adiyasa dan Meiyanti, 2021). Peserta ditekankan untuk paham terkait
perbedaan tiap kategori obat tersebut mulai dari logo yang terdapat pada kemasan, cara
memperolehnya, dan contoh obat yang sering digunakan masyarakat. Penjelasan tentang
penggolongan obat tradisional juga sangat ditekankan pada pemahaman perbedaan ketiganya
agar masyarakat mampu memahami mana obat tradisional yang sudah teruji klinis dan mana
yang belum dengan khasiat untuk kesehatan. ketiga jenis kualifikasi obat tradisional tersebut
tentunya memiliki ketentuan yang harus dipenuhi, salah satunya yakni dilarang memiliki
kandungan bahan kimia di dalamnya (Octavia, 2019). Para peserta diharapkan memahami
macam-macam penggolongan obat tradisional sehingga mampu membedakan setiap jenis obat
tersebut yang mencegah terjadi kesalahan dalam penggunaan sebagai alternatif pengobatan
modern.
Penjelasan materi sosialisasi terkait obat tradisional dilakukan secara jelas dan tepat
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat sebagai peserta sosialisasi.
Penjelasan terkait pengelompokkan obat tradisional diberikan dengan pemahaman terkait tiga
macam logo dengan kriteria masing-masing (Siagian dan Elnovreny, 2022). Jamu harus aman
dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Klaim khasiat jamu sesuai dengan pembuktian
tradisional dan berdasarkan data empiris. Kelompok jamu harus mencantumkan logo dan tulisan
“JAMU”. Logonya berupa ranting daun terletak dalam lingkaran. Pada produk Obat Herbal
Tersandar (OHT), bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
dan klaim khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah/pra klinik. Logo pada OHT berupa jari-jari
daun (3 pasang) terletak dalam lingkaran. Pada fitofarmaka, bahan baku dan produk jadi telah
distandarisasi dan keamanan serta khasiatnya secara ilmiah telah dibuktikan secara praklinik dan
klinik. Logo pada fitofarmaka berupa jari-jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak
dalam lingkaran (Pratiwi, dkk., 2018). Berdasarkan survei 72% masyarakat Indonesia
menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang obat tradisional. Namun, ketika ditanya lebih
spesifik mengenai pengembangan obat tradisional sebagai obat bahan alam, mayoritas
masyarakat 70,2% hanya mengenal jamu sedangkan yang mengetahui jenis obat herbal
terstandar 26,8% dan yang mengenal fitofarmaka 3% (Hanifa dkk., 2020). Oleh karena itu,
pentingnya sosialisasi terkait pemanfaatan obat tradisional sangat perlu untuk menambah
pemahaman masyarakat secara meluas.
Kegiatan sosialisai dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab. Para peserta yang hadir
dalam sosialisasi pemanfaatan obat tradisional sangat antusias dalam mendengarkan materi dan
aktif bertanya terkait penggunaan obat tradisional, efek sampingnya, dan pertanyaan berdasarkan
pengalaman pribadi peserta dalam menggunakan obat tradisional. Hal ini diketahui respon
peserta sangat positif dan antusias. Respon positif dan antusias peserta terlihat pada saat
mendengarkan dan mencatat beberapa hal sesuai penjelasan yang diberikan tentang pemanfaatan
obat tradisional serta tidak adanya peserta yang sibuk dengan urusan lainnya melainkan semua
fokus pada materi yang dijelaskan. Pertanyaan lain yang muncul yaitu terkait penggunaan obat
modern yang diganti dengan obat tradisional dan contoh obat tradisional yang paling baik untuk
penyakit tertentu. Sebagian peserta juga bertanya terkait kriteria obat tradisional yang baik,
pemilihan bahan obat untuk obat tradisional, obat yang ampuh untuk penderita maag, obat herbal
yang baik untuk penyakit hipertensi dan diabetes melitus dan kepatuhan dalam meminum
obatnya, pengobatan penyakit gonjok dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Kegiatan sosialisasi diakhiri dengan pembagian doorprize kepada peserta penyuluhan. Doorprize
diberikan kepada peserta yang memberikan pertanyaan dan mampu menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh panitia pelaksana. Pertanyaan yang diajukan tentang materi yang telah
disampaikan selama sosialisasi dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta
terkait meteri yang diberikan. Pemberian doorprize menjadi penambah semangat, antusias, dan
keaktifan bagi peserta dalam kegiatan sosialisasi ini. Pemberian doorprize juga diharapkan
mampu menjadi kenang-kenangan dan sebagai pengingat bahwa pernah dilakukan sosialisasi
pemanfaatan obat tradisional oleh Tim KKN Tematik Farmasi UHO Tahun 2022.
Pemahaman masyarakat sebelum dilakukan sosialisasi terkait pemanfaatan obat tradisional
diketahui bahwa belum semua paham dan mengerti tentang pemanfaatan obat tradisional yang
baik dan benar. Akan tetapi, setelah pelaksanaan sosialisasi seluruh peserta menjadi paham
bahwa obat tradisional tidak hanya jamu saja, melainkan masih terdapat obat herbal terstandar,
dan fitofarmaka. Masyarakat juga menjadi paham mengenai pembuatan dan penggunaan jamu
yang baik dan benar, cara mendapatkan obat herbal terstandar, dan fitofarmaka serta perbedaan
ketiga kategori tersebut yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Peserta
penyuluhan yang kurang paham tentang contoh-contoh sediaan obat tradisional menjadi paham
apa saja contohnya dan dapat digunakan sebagai apa serta bahan pembuatannya berasal dari
tanaman apa. Sehingga dengan dilakukan kegiatan sosialisasi ini dapat mewadahi masyarakat
untuk menjadi lebih paham terkait pemanfaatan obat tradisional yang mampu menjadi alternatif
pengobatan masyarakat khususnya di Kelurahan Nambo.
Dapus:
Adiyasa, M.R., dan Meiyanti, M. 2021. Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia: distribusi dan
faktor demografis yang berpengaruh. Jurnal Biomedika dan Kesehatan. Vol. 4(3).
Dewi, R.S. 2019. Penggunaan Obat Tradisional Oleh Masyarakat di Kelurahan Tuah Karya Kota
Pekanbaru. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia. Vol. 8(1).
Djamaludin, M.D., Sumarwan, U., dan Mahardikawati, G.N.A. 2019. Analisis kepuasan dan
loyalitas konsumen jamu gendong di kota Sukabumi. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol.
2(2).
Hanifa, N.I., Wirasisya, D.G., dan Hasina, R. 2020. Penyuluhan Penggunaan TOGA (Taman Obat
Keluarga) Untuk Pengobatan di Desa Senggigi. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA. Vol. 3(2).

Ismiyana, F. 2013. Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Untuk Pengobatan Sendiri Pada
Masyarakat Di Desa Jimus Polanharjo Klaten. Jurnal Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Vol.1(2).
Lestari, P. 2019. Studi tanaman khas Sumatra Utara yang berkhasiat Obat. Jurnal Farmanesia.
Vol. 9(1).
Mariana, L.J., 2016. Kajian pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat tradisional untuk
pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten
Wonosobo Jawa Tengah. Jurnal Universitas Sanata Dharma. Vol. 4(3).
Maryani, H, Kristiana, L, Lestari, W. 2016. Faktor dalam pengambilan keputusan pembelian
jamu saintifik Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 19(3).
Masri, F.A.O. 2020. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM
PRAKTIK PENGOBATAN TRADISIONAL TANPA IZIN DI NAGARI SURANTIH
KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN. UNES Journal of Swara
Justisia. Vol. 4(3).
Pertiwi, R., Notriawan, D., dan Wibowo, R.H. 2020. Pemanfaatan tanaman obat keluarga (toga)
meningkatkan imunitas tubuh sebagai pencegahan covid-19. Dharma Raflesia: Jurnal Ilmiah
Pengembangan Dan Penerapan IPTEKS. Vol. 18(2).

Pratiwi, R., Saputri, F.A., dan Nuwarda, R.F. 2018. Tingkat pengetahuan dan penggunaan obat
tradisional di masyarakat: studi pendahuluan pada masyarakat di Desa Hegarmanah, Jatinangor,
Sumedang. Dharmakarya. Vol. 7(2).
Siagian, H.S., dan Elnovreny, J., 2022. ANALISIS PENGETAHUAN MAHASISWA TENTANG LOGO
PADA KEMASAN OBAT GOLONGAN TRADISIONAL DI UNIVERSITAS IMELDA MEDAN. JIFI (Jurnal
Ilmiah Farmasi Imelda). Vol. 5(2).

Supardi, S., dan Susyanty, L 2010. Penggunaan Obat Tradisional Dalam Upaya Pengobatan
Sendiri Di Indonesia (Analisis Data SUSENAS tahun 2007). Jurnal Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan. Vol.38(2).

Anda mungkin juga menyukai