Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/351307911

Big Data dan Komunikasi Politik di Indonesia : Studi Kasus PILPRES 2019 dan
RUU Perlindungan Data Pribadi

Article · May 2021

CITATIONS READS

2 2,606

1 author:

Gregorius Aditya
Airlangga University
3 PUBLICATIONS 2 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

MARHAENISME SOEKARNO, MARXISME ALA INDONESIA ? View project

All content following this page was uploaded by Gregorius Aditya on 04 May 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Big Data dan Komunikasi Politik di Indonesia : Studi Kasus PILPRES 2019 dan RUU
Perlindungan Data Pribadi

Pendahuluan
Big Data secara harfiah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Big, yang artinya besar, dan Data, yang
artinya catatan atau kumpulan fakta. Big Data sendiri berarti data yang besar, memiliki variasi sumber data yang
tinggi, dan perlu dikelola dengan metode dan perangkat bantu yang kinerjanya sesuai ( Maryanto, 2017 ). Big Data
ini menjadi sesuatu yang penting di era Revolusi Industri 4.0 dan Revolusi Informasi, yang ditandai dengan
teknologi data mining. Teknologi Data Mining berarti proses mencari pola atau informasi menarik dalam data
terpilih dengan menggunakan teknik atau metode tertentu ( Mardi, 2017 ). Karena itu, dapat disimpulkan bahwa
Big Data merupakan bagian dari Teknologi Data Mining, yang merupakan proses mencari pola atau informasi
menggunakan kumpulan daya yang besar, variasi tinggi, dan perlu metode khusus dalam mengelolanya.
Dalam hubungannya dengan Komunikasi Politik, tentu Big Data ini sangat berpengaruh terhadapnya,
dimana Aktor Politik, Media, dll pastinya memerlukan big data dalam melakukan tugasnya, misalnya dengan
mengadakan sensus penduduk, melakukan Survei Elektabilitas sebelum diadakan Pemilihan Umum, memetakan
arah dukungan, melakukan Quick Count dalam Pemilihan Umum, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan dengan
adanya Revolusi Industri 4.0 dan Revolusi Informasi, Big Data merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan,
baik oleh pemerintah, media, dll karena secara tidak langsung teknologi informasi dan digital, khususnya di
Indonesia, sudah merupakan sesuatu yang menyebar luas, terbukti dengan jumlah pengguna di Internet yang
jumlahnya mencapai 202,6 juta jiwa pada awal tahun 2021, yang mana ini mengalami peningkatan sebesar 27 juta
jiwa atau 15,5 persen bila dibandingkan dengan Januari 2020 lalu ( Riyanto, 2021 ). Jumlah penduduk Indonesia
adalah 274,9 juta jiwa, yang artinya sebanyak 73,7 persen penduduk Indonesia merupakan pengguna Internet. Ini
juga akibat dari adanya Pandemi COVID - 19 yang mengharuskan semuanya untuk bekerja dan berkegiatan dari
rumah atau jarak jauh dan menggunakan koneksi Internet. Untuk itu, dalam makalah ini, ada beberapa pembahasan
penting, yaitu mengenai Pengertian Big Data, Pengertian Komunikasi Politik, Big Data dalam Pemilihan Umum
Presiden Indonesia 2019, dan Cambridge Analytica serta perlu adanya regulasi untuk mengontrol upaya
penggunaan big data, dalam hal ini Rancangan Undang - Undang Perlindungan Data Pribadi.

Pengertian Big Data


Big Data dapat diartikan menurut tiga pengertian. Menurut Riahi ( 2018 ), Big Data merupakan evolusi dan
penggunaan teknologi yang memberikan informasi yang tepat kepada pengguna pada waktu yang tepat dari
sekumpulan data yang telah tumbuh secara eksponensial untuk waktu yang lama dalam masyarakat, yang dimana
tantangannya bukan hanya dalam menghadapi volume data yang meningkat pesat tetapi juga kesulitan dalam
mengelola variasi yang semakin heterogen serta data yang semakin kompleks dan saling berhubungan satu sama
lain. Menurut Zulkarnain dan Anshari ( 2016 ), Big Data merupakan istilah untuk kumpulan data yang besar dan
kompleks, di mana metode proses data tradisional tidak mencukupi, yang dikumpulkan baik melalui sumber data
baik secara terstruktur, yang bisa didapatkan dari media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dll, atau tidak
terstruktur, yang didapatkan dari database internal sebuah organisasi. Menurut John Gantz ( dalam Kubina,
Varmus, dan Kubinova, 2015 ), Big Data merupakan teknologi dan arsitektur baru, yang dirancang untuk
mengekstrak nilai dari volume yang sangat besar dari berbagai macam data secara ekonomis, dengan
memungkinkan pengambilan, penemuan, dan analisis berkecepatan tinggi. Dari tiga hal ini, dapat ditarik intisari
bahwa ada tiga unsur penting dalam Big Data, yaitu Volume, Velocity, dan Variety. Volume merupakan ukuran,
yang mana data yang sangat besar, akan diolah menjadi ekonomis. Velocity merupakan kecepatan, yang mana
perlu adanya kecepatan yang tinggi dalam mengolah dan menganalisis data yang berukuran besar tersebut. Variety
merupakan variasi atau keragaman, dimana data yang ada bukan hanya bervolume sangat besar, tetapi juga
beragam secara tipe, jenis, dll. Dengan kata lain, Big Data merupakan sebuah Teknologi yang dapat membuat data
yang berukuran besar dan beraneka jenis menjadi ekonomis dan mudah untuk diakses dengan kecepatan tinggi
sehingga memudahkan masyarakat atau pengguna informasi dalam mencari data atau informasi.

Pengertian Komunikasi Politik


Komunikasi, menurut Lunenburg ( 2010 ), berasal dari bahasa Latin yaitu berasal dari bahasa latin yaitu
communis yang artinya umum, yang mana dari sini Komunikasi dimaknai sebagai proses transmisi informasi dan
pemahaman bersama dari satu orang ke orang lain sehingga jika tidak adanya pemahaman bersama dihasilkan dari
pertukaran informasi, maka dapat dikatakan komunikasi tidak berjalan. Menurut Giffin dan Patten ( dalam
Fatimayin, 2018 ), Komunikasi adalah proses penciptaan makna sekaligus penjabarannya, yang mana ini didapat
dari adanya pertukaran ide dan interaksi antara anggota kelompok. Menurut Fatimayin ( 2018 ), Komunikasi
adalah interaksi dalam konteks sosial, yang mana melibatkan pengirim dan penerima, dan adanya pertukaran
sinyal, yang dapat berupa verbal atau grafik ataupun gestural atau visual.Dari sini, dapat disimpulkan bahwa
Komunikasi adalah adanya pertukaran ide, pesan, sinyal antara pengirim dan penerima, yang mana menyebabkan
terjadinya interaksi antara satu dengan yang lain sehingga terjadilah penciptaan makna dan akhirnya terbentuk
pemahaman bersama akan ide, pesan, ataupun sinyal yang disampaikan.
Politik, menurut Boswell ( 2020 ), adalah tentang siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana, yang
mana merujuk pada menyelesaikan kontestasi atas distribusi dalam hal ekonomi, kapital, dll. Menurut Deliar Noer
( dalam Nambo dan Puluhuluwa, 2005 ), Politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan
kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempertahankan, suatu macam
bentuk susunan masyarakat. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan Politik menjadi dua hal, yaitu
pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, segala urusan, tindakan, kebijakan, siasat, dan sebagainya
mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain, dan cara bertindak dalam menghadapi atau menangani
suatu masalah, atau yang sering disebut mengenai kebijaksanaan. Jadi Politik ini sebenarnya adalah mengenai
Negara, Pemerintah, dan distribusi Kekuasaan, yang terdiri dari siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana dan
didalamnya meliputi bagaimana pemerintah dan negara bertindak untuk memperoleh dan mempertahankan
kekuasaannya, berkontestasi untuk masalah distribusi kekuasaan dan kapital atau modal, dll.
Komunikasi Politik, menurut Denton dan Woodward ( dalam McNair, 2011 ), adalah diskusi murni tentang
alokasi sumber daya publik atau pendapatan, otoritas resmi atau siapa yang diberi kekuasaan untuk membuat
keputusan hukum, legislatif dan eksekutif, dan sanksi resmi atau apa penghargaan atau hukuman negara. Ada tiga
cakupan dari Komunikasi Politik, yaitu Komunikasi yang dilakukan oleh politisi dan aktor politik lainnya untuk
tujuan mencapai tujuan tertentu, Komunikasi ditujukan kepada para aktor ini oleh non-politisi seperti pemilih dan
kolumnis surat kabar, dan Komunikasi tentang para aktor tersebut dan aktivitasnya, seperti yang tertuang dalam
pemberitaan, editorial, dan media diskusi politik lainnya ( McNair, 2011 ). Menurut Grishin ( 2012 ), Komunikasi
Politik merupakan sebuah sistem yang memproduksi, mendistribusikan, memproses, menyimpan dan bertukar
informasi standar yang dapat mempengaruhi realisasi otoritas politik. Sebagai sebuah sistem, Komunikasi Politik
mengandung sembilan elemen, yaitu aktor politik, audiences, organisasi investigasi terhadap audiences, organisasi
yang membuat konten komunikasi politik, organisasi yang menyebarkan konten komunikasi politik, organisasi
yang memastikan penyebaran konten, organisasi yang mengendalikan proses komunikasi politik, organisasi yang
mengatur proses komunikasi politik, dan organisasi yang menyediakan penyimpanan informasi politik ( Grishin,
2012 ). Jadi, Komunikasi Politik merupakan bagaimana aktor politik, organisasi, atau audiences, pemilih, kolumnis
surat kabar, dll ini memproduksi, menyebarkan, memproses, menyimpan, dan bertukar informasi yang memiliki
pesan tertentu dan dapat mempengaruhi realisasi dalam otoritas politik atau dengan kata lain Komunikasi Politik
merupakan proses pemberian pesan dan penerima pesan yang dilakukan antar aktor politik dan nonpolitik, yang
saling berinteraksi satu sama lain, untuk memenuhi tujuan politik tertentu.

Big Data dalam Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2019


Big Data dalam Pemilihan Umum Presiden Indonesia tentu sangat bermanfaat, dimana pemilih milenial
menjadi sasaran utama dari kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hal ini dikarenakan jumlah pemilih
milenial yang sangat banyak jumlahnya, yang menurut Survey dari dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau
LIPI, pemilih milenial berjumlah sekitar 30 sampai 40 persen atau sebanyak 80 juta dari total 185 juta pemilih (
Abdi, 2018 ). Sebelum melanjutkan pembahasan, penting untuk mengetahui yang dimaksud dengan Milenial dan
perbedaannya dengan Generasi Z. Milenial merupakan istilah untuk menyebutkan mereka yang lahir dari tahun
1981 hingga 1996, yang berjumlah 27,94 persen dari total penduduk Indonesia sedangkan Generasi Z adalah
mereka yang lahir dari tahun 1997 - 2012, yang berjumlah sekitar 25,87 persen dari total penduduk Indonesia (
Shalihah, 2021 ). Oleh karenanya, Wakil Ketua Tim Pemenangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Mardani Ali
Sera, mengatakan bahwa Pilpres 2019 akan menjadi pertarungan pemilih milenial dan oleh karenanya,
pemanfaatan strategi komunikasi melalui Social Media berbasis Big Data akan sangat jauh lebih efektif dan
optimal selain strategi komunikasi konvensional ( Rizky, 2018 ). Hal ini dibuktikan dengan Reach atau pencapaian
dari #2019GantiPresiden yang mencapai 600 juta akun Social Media. Data dari We Are Social yang bekerjasama
dengan Hootsuite menunjukkan bahwa 130 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna Internet, dengan waktu
rata - rata penggunaan untuk browsing di internet hingga 8 jam 51 menit, sedangkan waktu rata - rata untuk
membuka dan menggunakan Social Media hingga 3 jam 23 menit ( Rizky, 2018 ). Untuk Social Media sendiri, We
Are Social dan Hootsuite menjelaskan bahwa alokasi penggunaan Media Sosial untuk membuka YouTube sebesar
43 persen, Facebook sebesar 41 persen, WhatsApp sebesar 40 persen, Instagram sebesar 38 persen, Line sebesar 33
persen, BBM sebesar 28 persen, Twitter 27 persen, Google+ 25 persen, FB Messenger 24 persen, LinkedIn 16
persen, Skype 15 persen, dan WeChat sebesar 14 persen ( Rizky, 2018 ). Bila dilihat dari Usia, data Statista pada
tahun 2020 menunjukkan bahwa Pengguna Media Sosial di Indonesia paling banyak berusia 25 - 34 tahun, yang
berjumlah 35.4 persen, dan setelahnya usia 18 - 24 tahun, yang berjumlah 30.3 persen ( Annur, 2020 ). ASEAN
Youth Survey 2019 merilis data bahwa dari 97% anak muda Indonesia yang menjadi responden, dapat ditarik
benang merah bahwa media sosial favorit generasi muda Indonesia adalah Twitter dan Instagram ( Redaksi WE
Online, 2019 ), yang mana akhirnya dua media sosial ini menjadi media sosial yang paling banyak dan seringkali
digunakan dalam kontestasi Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2019, terutama antar pendukung yang saling
serang dan mengagungkan Presiden pilihannya.
Dari data - data ini, kemudian akhirnya berpengaruh dalam komunikasi politik, yaitu bagaimana Strategi
Komunikasi Kampanye yang dilakukan oleh kedua pasangan calon untuk meraih dukungan, yaitu dengan fokus
terhadap generasi milenial, yang diwujudkan dengan memfokuskan kampanye di sosial media. Itulah mengapa saat
Pemilihan Umum Presiden Indonesia terdapat istilah Cebong, yang merupakan istilah untuk pendukung fanatik
atau buzzer dari pasangan calon nomor urut 1 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, dan Kampret, yang merupakan
sitilah untuk pendukung fanatik dan buzzer dari pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Sandiaga
Uno, yang diawali dari Media Sosial Twitter yang akhirnya semakin meluas ke Instagram, Facebook, dll, yang
mana pendukung fanatik kedua pasangan calon ini saling membanggakan pasangan calon yang didukungnya dan
menjelek - jelekan pasangan calon lawan, serta pendukung - pendukungnya. Intinya, bila ditanya mengenai
Pengaruh Big Data dan Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2019, maka jawabannya tentu sangat berpengaruh
dimana dengan adanya Big Data ini akhirnya menjadi dasar bagi kedua pasangan calon atau tim pendukung untuk
memetakan fokus massa kampanye, bagaimana cara dan metode kampanye dilakukan, dan bagaimana untuk
meraih kemenangan dengan maksimal. Ini jugalah yang menyebabkan kebanyakan Tim Sukses di banyak negara
menggunakan konsultan untuk melakukan Big Data Analysis dan menentukan strategi yang tepat dalam
memenangkan Kontestasi Pemilihan Umum Presiden, termasuk juga di Indonesia.
Cambridge Analytica dan Rancangan Undang - Undang Perlindungan Data Pribadi
Cambridge Analytica, yang berdiri sejak 2013, ini merupakan sebuah anak perusahaan dari SCL Group,
kontraktor yang seringkali mengerjakan proyek pemerintah maupun militer seperti penelitian keamanan hingga
operasi pemberantasan narkoba, yang berdiri sejak tahun 1995. Cambridge Analytica memiliki lingkup kerja
mereka di bidang penelitian konsumen, iklan, hingga layanan terkait data baik untuk klien yang berhubungan
dengan partai politik maupun perusahaan ( Faisal, 2018 ). Kasus Cambridge Analytica ini bermula sejak The New
York Times dan The Observer melaporkan bahwa Cambridge Analytica telah menyedot sekitar 50 juta data pada
akun Facebook pemilih Amerika Serikat secara ilegal pada 2014, yang kemudian berlanjut pada pemilihan 2016
lalu ( Faisal, 2018 ). Cambridge Analytica ini diduga berbuat curang untuk memenangkan calon presiden Donald
Trump, yang mana pada waktu itu, Cambridge Analytica ini merupakan firma yang ditunjuk oleh Donald Trump
untuk mengurusi kampanye pada pemilihan lalu, yang mana Cambridge Analytica disini terindikasi kuat telah
melakukan pengambilan data pribadi secara ilegal untuk memenangkan Donald Trump sebagai Presiden Amerika
Serikat ( Faisal, 2018 ). Dari sini, dapat disimpulkan bahwa Data Pribadi ini merupakan sebuah data yang sifatnya
privat dan berbahaya jika digunakan secara salah oleh pihak - pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga perlu
adanya regulasi yang melindungi Big Data, khususnya hal yang menyangkut data pribadi, agar tidak terjadi kasus
serupa di kemudian hari.
Dalam kasus Indonesia, Regulasi mengenai perlindungan Big Data, khususnya Data Pribadi, sudah pernah
direncanakan, yaitu Rancangan Undang - Undang Perlindungan Data Pribadi yang diusulkan Pemerintah melalui
Kementerian Komunikasi dan Informatika atau KEMKOMINFO, yang diharapkan agar rancangan peraturan
tersebut dimasukan dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2018, dimana baru terwujud pada tahun
2021 dimana Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memasukkan Rancangan Undang -
Undang ini dalam Prolegnas 2021. Meskipun demikian, Rancangan Undang - Undang ini tampaknya belum cukup
mendapat perhatian luas dari masyarakat, yang mana sebenarnya Rancangan Undang - Undang ini akan menjadi
dasar hukum bagi upaya perlindungan data pribadi warga negara dari segala bentuk penyalahgunaan dan tindakan
lainnya yang merugikan pemilik data tersebut ( Araf, 2021 ). Urgensi dari disahkannya Rancangan Undang -
Undang ini ada dua, yaitu lemahnya perlindungan keamanan data pribadi sehingga rentan terjadi kebocoran,
penyalahgunaan, atau tindakan lain yang merugikan pemiliknya dan perlunya penegakan dalam hal perlindungan
data pribadi yang merupakan bagian dari hak privasi warga negara dan harus dilindungi oleh negara ( Araf, 2021 ).
Lemahnya perlindungan keamanan data pribadi ini dapat dilihat dari beberapa kasus, misalnya bocornya data
pasien Covid-19 di Indonesia yang dijual di forum dark web, bocornya informasi Data Pemilih Tetap dalam
Pemilihan Presiden 2019 yang berisi Nama, Nomor Telepon, Alamat, dan Nomor Induk Kependudukan, yang
diambil dari Komisi Pemilihan Umum dan diperjualbelikan di forum ilegal di internet ( Araf, 2021 ). Dark Web,
atau yang sering disebut Dark Net, merupakan bagian kecil dari internet berisikan Website yang menyembunyikan
IP Addressnya dari Internet. Terlepas dari tidak adanya regulasi yang menaungi, masyarakat juga kurang memiliki
kesadaran dalam melindungi data pribadinya. Karena Data Pribadi ini merupakan hak privasi, maka penggunaan
data pribadi untuk tujuan apa pun tidak diperkenankan tanpa adanya persetujuan dari pemiliknya dan Rancangan
Undang - Undang Perlindungan Data Pribadi ini di salah satu poinnya mengharuskan adanya persetujuan dari
pemilik data pribadi ketika akan dilakukan transmisi atau pengelolaan terhadap data mereka ( Araf, 2021 ). Dalam
Rancangan Undang - Undang ini pun diatur pengecualian, yaitu pengecualian dalam hal keamanan nasional,
kepentingan proses penegakan hukum, kepentingan pers sepanjang data pribadi diperoleh dari informasi yang
sudah dipublikasikan dan disepakati oleh pemilik, dan kepentingan penelitian ilmiah dan statistik sepanjang data
pribadi diperoleh dari informasi yang sudah dipublikasikan, yang mana perlu adanya konfirmasi kembali untuk
kepentingan penelitian ( Araf, 2021 ). Banyak pihak yang memberi catatan terhadap poin keamanan nasional dan
kepentingan proses penegakan hukum yang terkesan terlalu bersifat general dan dapat menyebabkan banyak
multitafsir sehingga perlu adanya hal yang spesifik dan tafsiran yang jelas agar tidak disalahgunakan oleh negara
atau rezim pemerintah yang berkuasa ( Araf, 2021 ). Terlepas dari itu semua, Rancangan Undang - Undang ini
sudah cukup baik dalam mengatur Perlindungan Data Pribadi Warga Negara Indonesia sehingga kasus seperti
kebocoran data di atas dapat diminimalisir dan kalau memungkinkan, tidak terjadi lagi di masa depan.

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik benang merah bahwa Big Data merupakan sebuah data yang
bervolume besar, kecepatan tinggi, dan variasi yang beragam, dan perlu diolah dengan metode tertentu.
Komunikasi Politik sendiri artinya Proses pemberian pesan dan penerima pesan yang dilakukan antar aktor politik
dan nonpolitik, yang saling berinteraksi satu sama lain, untuk memenuhi tujuan politik tertentu. Big Data
merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, apalagi di era Globalisasi, Revolusi Industri 4.0, dan Revolusi
Informasi saat ini. Big Data digunakan sebagai alat yang menunjang Komunikasi Politik. Dalam kasus Pemilihan
Umum Presiden Indonesia 2019 yang lalu, Big Data digunakan kedua pasangan calon untuk memetakan fokus dan
sasaran kampanye serta strategi komunikasi yang tepat sehingga fokus dan sasaran tersebut dapat terwujud dan
akhirnya pasangan calon tersebut memperoleh kemenangan. Big Data ini meliputi Data Pribadi di dalamnya
sehingga rawan akan kebocoran data seperti yang terjadi dalam kasus Cambridge Analytica di Amerika Serikat.
Oleh karena itu, penting untuk mengesahkan Rancangan Undang - Undang Perlindungan Data Pribadi, yang sudah
masuk dalam Prolegnas 2021, agar kelak kejadian seperti di Cambridge Analytica dan kasus kebocoran serta
penjualan data pribadi lainnya tidak terjadi lagi di masa depan karena Perlindungan Data Pribadi merupakan Hak
Privasi, yang merupakan salah satu dari Hak Asasi Manusia dan Hak Warga Negara yang perlu untuk ditegakkan
oleh setiap negara, dalam hal ini Indonesia.
Referensi
Maryanto. Budi. 2017. BIG DATA DAN PEMANFAATANNYA DALAM BERBAGAI SEKTOR. Media
Informatika Vol.16 No.2 hal. 14 -19
Mardi, Yuli. 2017. Data Mining : Klasifikasi Menggunakan Algoritma C4.5. Jurnal Edik Informatika Penelitian
Bidang Komputer Sains dan Pendidikan Informatika Vol.2 No.2 hal. 213-219.
Riyanto, Galuh Putri. 2021. Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus 202 Juta [ Online ] Tersedia di :
https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-pengguna-internet-indonesia-2021-tembus-202
-juta [ Diakses 10/4/2021 ]
Riahi, Youssra dan Sara. 2018. Big Data and Big Data Analytics: Concepts, Types and Technologies. International
Journal of Research and Engineering Vol.5 No.9 hal. 524-528
Zulkarnain, Novan dan Anshari, Muhammad. 2016. Big Data: Concept, Applications, & Challenges. International
Conference on Information Management and Technology (ICIMTech) hal. 307 - 310.
Kubina, Milan ; Varmus, Michal ; Kubinova, Irena. 2015. Use of Big Data for Competitive Advantage of
Company. Procedia Economics and Finance 26 hal 561 – 565.
Lunenburg, Fred C. 2010. Communication: The Process, Barriers, and Improving Effectiveness. SCHOOLING
Vol.1, No.1 hal. 1 - 11.
Fatimayin, Foluke. 2018. WHAT IS COMMUNICATION? [ Online ] Tersedia di :
https://www.researchgate.net/publication/337649561_What_is_Communication [ Diakses 10/4/2021 ]
Boswell, Christina. 2020. What is politics? [ Online ] Tersedia di :
https://www.thebritishacademy.ac.uk/blog/what-is-politics/ [ Diakses 11/4/2021 ]
Nambo, Abdulkadir B. dan Puluhuluwa, Muhamad Rusdiyanto. 2005. MEMAHAMI TENTANG BEBERAPA
KONSEP POLITIK (Suatu Telaah dari Sistem Politik). MIMBAR Vol.21 No.2 hal. 262 - 285
McNair, Brian. 2011. AN INTRODUCTION TO POLITICAL COMMUNICATION Fifth edition. New York :
Routledge. hal. 3 - 14.
Grishin, S. E. 2012. Political Communication. Saratov : Slovo Publishing House. hal. 3 dan 4.
Abdi, Alfian Putra. 2018. Hasil Survei LIPI: 40 Persen Suara di Pemilu Didominasi Milenial [ Online ] Tersedia di
: https://tirto.id/hasil-survei-lipi-40-persen-suara-di-pemilu-didominasi-milenial-dbGF [ Diakses 11/4/2021 ]
Shalihah, Nur Fitriatus, 2021. Indonesia Didominasi Generasi Milenial dan Generasi Z, Apa Plus Minusnya? [
Online ] Tersedia di :
https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/23/163200065/indonesia-didominasi-generasi-milenial-dan-gene
rasi-z-apa-plus-minusnya-? [ Diakses 11/4/2021 ]
Rizky, Fahreza. 2018. Mardani: Pertarungan Pilpres 2019 Berbasis Big Data [ Online ] Tersedia di :
https://news.okezone.com/read/2018/09/26/605/1955634/mardani-pertarungan-pilpres-2019-berbasis-big-dat
a [ Diakses 11/4/2021 ]
View publication stats

Annur, Cindy Mutia. 2020. Berapa Usia Mayoritas Pengguna Media Sosial di Indonesia? [ Online ] Tersedia di :
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/23/berapa-usia-mayoritas-pengguna-media-sosial-di-indo
nesia# [ Diakses 11/4/2021 ].
Redaksi WE Online. 2019. 2 Media Sosial Ini Paling Dipercaya Milenial dan Gen Z, Bisa Tebak? [ Online ]
Tersedia di :
https://www.wartaekonomi.co.id/read252785/2-media-sosial-ini-paling-dipercaya-milenial-dan-gen-z-bisa-te
bak [ Diakses 11/4/2021 ].
Faisal, M. 2018. Heboh Kasus Pencurian Data Cambridge Analytica [ Online ] Tersedia di :
https://tirto.id/heboh-kasus-pencurian-data-cambridge-analytica-cGuw [ Diakses 11/4/2021 ]
Araf, Al. 2021. Nasib RUU Perlindungan Data Pribadi [ Online ] Tersedia di :
https://www.kompas.id/baca/opini/2021/03/22/nasib-ruu-perlindungan-data-pribadi/ [ Diakses 11/4/2021 ]

Anda mungkin juga menyukai