Anda di halaman 1dari 21

PERENCANAAN DAN STRATEGI

PEMBERDAYAAN KADER DAN DUKUN

DOSEN PENGAMPU : Dra. NENNY HERYANI, M.KES

OLEH KELOMPOK 12 :

SUGIARTI / PO71241220168

NOVIYANTY NINGSIH / PO71241220134

MONICA RATIH PRATIWI / PO71241220154

RIA HARMONIS / PO71241220214

JURUSAN ALIH JENJANG D-IV KEBIDANAN


MUARO JAMBI

PROGRAM STUDI DIV ALIH JENJANG KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat danhidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini
mengenai Strategi dan Pemberdayaan Kader dan Dukun.
Makalah ini disusun dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Perorganisasian dan Pengembangan Masyarakat DIV Kebidanan Alih
Jenjang Poltekkes Kemenkes Jambi. Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih
kepada Dra. Nenny Heryani, M.Kes selaku dosen mata kuliah Pengorganisasian
dan Pengembangan Masyarakat.
Demikian kata pengantar yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yang
ditulis dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya
dan penyusun pada khususnya.

Jambi, 16 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan............................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 4
A Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun.................................... 4
1. Aras Mikro.................................................................................. 4
2. Aras Mezzo. ................................................................................ 5
3. Aras Makro (Large System Strategi). ...................................... 5
B. Materi Pembinaan Kader dan Dukun ........................................... 6
1. Survey Kebutuhan Kader............................................................ 6
2. Penyusunan Kompetensi Kader dan Dukun. ............................ 6
3. Penyusunan Materi Kader dan Dukun. ..................................... 8
C. Peran Sebagai Pendamping. ........................................................... 9
1. Fasilitator. ..................................................................................... 9
2. Mediator........................................................................................ 12
3. Bloker. ........................................................................................... 14
4. Pembela. ........................................................................................ 14
5. Pelindung. ..................................................................................... 15
BAB III PENUTUP ................................................................................... 16
A. Simpulan .......................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya angka kematian ibu dan bayi menunjukan masih rendahnya
kualitas pelayanaan kesehatan. Delapan puluh persen persalinan di masyarakat
masih di tolong oleh tenaga non-kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat
masih memegang peranan penting, dukun di anggap sebagai tokoh masyarakat.
Masyarakat masih memercayakan pertolongan persalinan oleh dukun, karena
pertolongan persalinan oleh dukun di anggap murah dan dukun tetap memberikan
pendampingan pada ibu setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan
bayi.
Untuk mengatasi permasalahan persalinan oleh dukun, pemeritah membuat
suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun dan bidan. Salah satu bentuk
kemitraan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan dukun yan merupakan
salah satu tugas dan tanggung jawab bidan. Maka dari itu tugas dan tanggung
jawab bidan terhadap dukun bayi sangat memberikan kontribusi yang cukup
penting. Tenaga yang sejak dahulu kala sampai sekarang memegang peranan
penting dalam pelayanan kebidanan ialah dukun bayi atau nama lainnya dukun
beranak, dukun bersalin, dukun peraji.
Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam segala soal
yang terkait dengan reproduksi wanita. Dukun bayi biasanya seorang wanita
sudah berumur ± 40 tahun ke atas. Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga
atau karena ia merasa mendapat panggilan tugas ini. Pengetahuan tentang
fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas
oleh karena itu apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya,

1
bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan
pengalaman dan kurang professional.
Dukun bayi yang ada harus ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak
dapat bekerjasama dengan dukun bayi dalam mengurangi angka kematian dan
angka kesakitan (Prawirohardjo, 2005)
Tingginya angka kematian ibu dan bayi menunjukan masih rendahnya
kualitas pelayanaan kesehatan. Delapan puluh persen persalinan di masyarakat
masih di tolong oleh tenaga non-kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat
masih memegang peranan penting, dukun di anggap sebagai tokoh masyarakat.
Masyarakat masih memercayakan pertolongan persalinan oleh dukun, karena
pertolongan persalinan oleh dukun di anggap murah dan dukun tetap memberikan
pendampingan pada ibu setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan
bayi. Untuk mengatasi permasalahan persalinan oleh dukun, pemeritah membuat
suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun dan bidan. Salah satu bentuk
kemitraan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan dukun.
Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang masyarakat
pemerintah dalam rangka meningkatkan ketrampilan dan mempersempit
kewenangan sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Pembinaan dukun adalah suatu pelatihan yang di berikan kepada dukun bayi
oleh tenaga kesehatan yang menitik beratkan pada peningkatan pengetahuan
dukun yang bersangkutan, terutama dalam hal hygiene sanitasi, yaitu mengenai
kebersihan alat-alat persalinan dan perawatan bayi baru lahir, serta pengetahuan
tentang perawatan kehamilan, deteksi dini terhadap resiko tinggi pada ibu dan
bayi, KB, gizi serta pencatatan kelahiran dan kematian. Pembinaan dukun
merupakan salah satu upaya menjalin kemitraan antara tenaga kesehatan (bidan)
dan dukun dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh
masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan
perseorangan maupun masyarakat untuk berkerja dalam hubungan yang amat

2
dekat dengan tempat - tempat pemberian pelayanan kesehatan.
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan
masyarakat departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai latihan untuk
kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan angka
kematian ibu dan anak. Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab atas
masyarakat setempat serta pimpinan yang ditujuk oleh pusat-pusat pelayanan
kesehatan .
Para kader kesehatan masyarakat untuk mungkin saja berkerja secara fullteng
atau partime dalam bidang pelayanan kesehatan dan mereka tidak dibayar dengan
uang atau bentuk lainnya oleh masyarakat setempat atau oleh puskesmas. Namun
ada juga kader kesehatan yang disediakan sebuah rumah atau sebuah kamar serta
beberapa peralatan secukupnya oleh masyarakat setempat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi pemberdayaan kader dan dukun?
2. Bagaimana materi pembinaan kader dan dukun?
3. Bagaimana peran sebagai pendamping?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui strategi pemberdayaan kader dan dukun.
2. Untuk mengetahui materi pembinaan kader dan dukun.
3. Untuk mengetahui peran sebagai pendamping.

3
BAB II

PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KADER DAN


DUKUN

A. Strategi Pemberdayaan Kader dan Dukun


1. Aras Mikro
Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stres manajemen, krisis intervensi.
Tujuan utamanya adalah membeimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai
pendekatan yang berpusat pada tugas.
Pada aras mikro peran utama pekerja sosial adalah sebagai pialang
yang menghubungkan klien dengan sumber – sumber yang tersedia pada
lingkungan sekitar.
Sebagai pialang social utama yang dilakukan pekerja social adalah
manajement kasus (case manajement) yang mengkoordinasikan berbagai
pelayanan social yang disediakan oleh beragam penyedia.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
a. Melakukan assessment terhadap situasi dan kebutuhan khusus klien.
b. Memfasilitasi pilihan – pilihan klien dengan berbagai informasi dan
sumber alternatif.
c. Membangun kontak antara klien dan lembaga – lembaga pelayanan
sosial.
d. Menghimpun informasi mengenai berbagai jenis dan lokasi pelayanan
social, parameter pelayanan, dan kriteria elijibilitas.
e. Mempelajari kebijakan-kebijakan, syarat – syarat, prosedur dan proses
pemanfaatan sumber kemasyarakatan.

4
f. Menjalin relasi kerjasama dengan berbagai profesi kunci.
g. Memonitor dan mengevaluasi distribusi pelayanan.
2. Aras Mezo
Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan
dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.
Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai
strategis dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan sikap-
sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Menelisik pandangan dan kepentingan-kepentingan khusus dari masing-
masing pihak
b. Menggali kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang
mengalami konflik.
c. Membantu pihak-pihak agar dapat bekerja sama.
d. Mendefinisikan menangani berbagai hambatan komunikasi dari sebuah
kerjasama.
e. Mengidentifikasi berbagai manfaat yang ditimbulkan
f. Memfasilitasipertukaran informasi secara terbuka diantara berbagai pihak.
3. Aras Makro (Large System Strategi)
Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar karena sasaran
perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan
kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, dan aksi sosial. Lobbying,
pengorganisasian masyarakat, dan manajemen konflik adalah beberapa
strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai
orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka
sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk
bertindak.

5
B. Materi Pembinaan Kader dan Dukun
1. Survey Kebutuhan Kader
Kader kesehatan masyarakat adalah laki – laki atau wanita yang dipilih
oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah – masalah kesehatan
perorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang
amat dekat dengan tempat – tempat pemberian pelayanan kesehatan
(WHO:1995).
Kader merupakan tenaga masyarakat yang di anggap paling dekat dengan
masyarakat. Mekanisme pembentuakan kader membutuhkan kerjasama tim.
Hal ini disebabkan karena kader yang akan di bentuk terlebih dahulu harus di
berikan pelatihan kader. Pelatihan kader diberikan kepada calon kader di desa
yang telah di tetapkan.
Sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan persiapan tingkat desa berupa
pertemuan desa, pengamatan dan adanya keputusan bersama. Mengumpulkan
Toma dan Toga dalam suatu pertemuan dengan tujuan menjelaskan bahwa
menjadi kader itu merupakan suatu tindakan yang sangat mulia karena
perannya yang sangat penring di masyarakat. Menjelaskan bahwa kader
merupakan tugas tanpa pamrih dimana seorang kader menjalankan tugasnya
untuk kepentingan seluruh masyarakat yang ada di lingkungannya. Calon
kader berdasarkan keampuan dan kemauan berjumlah 4 – 5 orang untuk tiap
posyandu.

2. Penyusunan Kompetensi Kader dan Dukun


Para kader kesehatan masyarakat seyogyanya memiliki latar belakang
pendidikan yang cukup,sehingga memungkinkan mereka untuk membaca,
menulis dan menghitung secara sederhana serta yang mau menjadi kader
kesehatan. Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap

6
masyarakat setempat serta pimpinan – pimpinan yang ditunjuk oleh pusat –
pusat pelayanan kesehatan.
Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh
para pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah tim kesehatan. Para kader
kesehatan masyarakat itu mungkin saja bekerja secara full-time atau part-time
dalam bidang pelayanan kesehatan dan mereka tidak dibayar dengan uang
atau bentuk lainnya oleh masyarakat setempat atau oleh Puskesmas.
Tim pelatihan kader melibatkan dari beberapa sector. Camat otomatis
bertanggung awab terhadap pelatihan ini , namun secara teknis oleh kepala
Puskesmas. Pelaksanaan harian pelatihan ini adalah staf Puskesmas yang
mampu melaksanakan. Adapun pelatihnya adalah tenaga kesehatan, petugas
KB ( PLKB ), pertanian, agama, PKK dan sector lainnya.
Waktu pelatihan ini membutuhkan beberapa hari atau disesuaikan dengan
materi yang akan disampaikan. Metode yang digunakan adalah ceramah,
diskusi, stimulasi, demonstrasi, permainan peran, penugasan dan praktik
lapangan.
Dukun bayi merupakan seseorang yang dianggap terampil dan
dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan dipercaya oleh
masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Pembinaan dukun adalah suatu pelatihan yang
diberikan kepada dukun bayi oleh tenaga kesehatan yang menitikberatkan
pada peningkatan pengetahuan dukun yang bersangkutan, terutama dalam hal
higiene sanitasi, yaitu mengenai perawatan bayi baru lahir, serta pengetahuan
tentang perawatan kehamilan, deteksi dini terhadap risiko tinggi pada ibu dan
bayi, KB, gizi serta pencatatan kelahiran dan kematian.
Pembinaan dukun dilakukan dengan memperhatikan kondisi, adat, dan
peraturan dari masing-masing daerah atau dukun berasal ,karena tidak mudah
mengajak seseorang dukun untuk mengikuti pembinaan. Beberapa langkah
yang dapat dilakukan bidan dalam pembinaan dukun adalah sebagai berikut:

7
a. Fase I: pendaftaran Dukun
1) Semua dukun yang berpraktek didaftar dan diberikan tanda terdaftar
2) Dilakukan assesment mengenai pengetahuan/ ketrampilan dan sikap
mereka dalam penanganan kehamilan
b. Fase II : Pelatihan
1) Dilakukan pelatihan sesuai dengan hasil assesment
2) Diberikan sertifikat
3) Diberikan penataan kembali tugas dan wewenang bidan dalam
pelayanan kesehatan

3. Penyusunan Materi Pelatihan Kader dan Dukun


Para kader kesehatan yang bekerja dipedesaan membutuhkan
pembinaan atau pelatihan dalam rangka menghadapi tugas-tugas mereka dan
masalah yang dihadapinya .Salah satu tugas bidan dalam upaya
menggerakkan peran serta masyarakat adalah melaksanakan pembinaan kader.
Adapun hal-hal yang perlu disampaikan dalam pembinaan kader adalah :
a. Pemberitahuan ibu hamil untuk bersalin ditenaga kesehatan ( promosi
bidan siaga)
b. Pengenalan tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta
rujukannya.
c. Penyuluhan gzi dan keluarga berencana
d. Pencatatan kelahiran dan kematian bayi atau ibu
e. Promosi tabulin, donor darah berjalan,ambulan desa,suami siaga,satgas
gerakan sayang ibu.

Berikut adalah klasifikasi materi yang di berikan untuk melakukan pembinaan


dukun:

a. Promosi Bidan Siaga


b. Pengenalan Tanda Bahaya Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Rujukan

8
c. Pengenalan Dini Tetanus Neonatorum, BBLR, dan Rujukan
d. Penyuluhan Gizi dan KB
e. Pencatatan kelahiran dan kematian

C. Peran Sebagai Pendamping


1. Fasilitator
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan
kebidanan yang diakui dan mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktik
kebidanan.
Bidan Sebagai Fasilitator adalah bidan memberikan bimbingan teknis dan
memberdayakan pihak yang sedang didampingi (dukun bayi, kader, tokoh
masyarakat) untuk tumbuh kembang ke arah pencapaian tujuan yang
diinginkan.
Fasilitas juga diartikan sebagai proses sadar, sepenuh hati dan sekuat tenaga
membantu kelompok sukses meraih tujuan terbaiknya dengan taat pada nilai-
nilai dasar partisipasi (PNPM Mandiri,2008).
Pendamping adalah petugas yang ditunjuk untuk memfasilitasi dan melakukan
aktifitas bimbingan kepada masyarakat untuk melalui tahapan – tahapan
dalam sebuah program pembangunan.
Nilai-nilai universal dalam fasilitasi :
a. Demokrasi
b. Tanggung Jawab
c. Kerjasama
d. Kejujuran
e. Kesamaan Derajat

Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses


pemberdayaan juga dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif
masyarakat. Fasilitator harus terampil mengintegritaskan tiga hal penting

9
yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan optimalisasi
partisipasi masyarakat. Masyarakat pada saat menjelang batas waktu harus
diberi kesempatan agar siap melanjutkan program pembangunan secara
mandiri. Sebaliknya, fasilitator harus mulai mengurangi campur tangan secara
perlahan. Sebagai tenaga ahli, fasilitator sudah pasti dituntut untuk selalu
terampil melakukan: Persoalan yang diungkapkan masyarakat saat problem
solving tidak secara otomatis harus dijawab oleh fasilitator tetapi bagaiman
fasilitator mendistribusikan dan mengembalikan persoalan dan pertanyaan
tersebut kepada semua pihak (peserta atau masyarakat). Upayakan bahwa
pendapat masyarakatlah yang mengambil alih keputusan. Hal yang penting
juga untuk diperhatikan pelaku pemberdayaan sebagai fasilitator harus dapat
mengenali tugasnya secara baik. Pendamping mempunyai tanggung jawab
untuk menciptakan, menkondisikan iklim kelompok yang harmonis, serta
memfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam kelompok.
Fasilitator selaku ketua daalam pelaksanaan memiliki peran sebagai berikut:

a. Memfasilitasi pembentukan Desa Siap Antar Jaga diwilayahnya masing-


masing.Disini fasilitator berperan dalam pembentukan Desa Siaga di
wilayahnya.
b. Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam
pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga. Disini fasilitator membantu
mengembangkan UKBM serta hal-hal yang terkait lain, contohnya PHBS,
dana sehat, tabulin, dasolin dan ambulan desa.
c. Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan
pendapatnya dan berdialog dengan sesama anggota masyarakat, tokoh/
pemuka masyarakat, petugas kesehatan, serta unsur masyarakat lain yang
terlibat dalam pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga. Fasilitator Desa Siaga
membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada di
wilayahnya secara musyawarah bersama.

10
d. Melakukan koordinasi pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga secara
berkesinambungan. Fasilitator setiap bulan melakukan pertemuan dengan
kader dan tokoh masyarakat lainnya.
e. Menjadi penghubung antara masyarakat dengan sarana pelayanan
kesehatan. Fasilitator membantu tenaga kesehatan dalam pelaksanaan
Desa Siaga di wilayahnya.

Peran Fasilitator Dusun (Bidan atau Kader) Fasilitator selaku ketua dalam
pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga memiliki peran sebagai berikut:

a. Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam


pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga.
b. Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan
pendapatnya dan berdialog dengan sesama anggota masyarakat, tokoh/
pemuka masyarakat, petugas kesehatan, serta unsur masyarakat lain yang
terlibat dalam pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga.
c. Melakukan koordinasi pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga. Upaya
pemberdayaan masyarakat atau penggerakan peran aktif masyarakat
melalui proses pembelajaran yang terorganisasi dengan baik melalui
proses fasilitasi dan pendampingan.
Kegiatan pendamping dan fasilitasi diarahkan pada:
1) Pengidentifikasian masalah dan sumber daya
2) Diagnosis dan perumusan pemecahan masalah
3) Penetapan dan pelaksanaan pemecahan
4) Pemantauan dan evaluasi kelestarian

Berkaitan dengan jangka waktu keterlibatan fasilitator (pelaku


pemberdayaan) dalam mengawali proses pemberdayaan terhadap warga
masyarakat, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa, pemberdayaan tidak
bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu mandiri, dan

11
kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak
jatuh lagi. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut
tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus
menerus supaya tidak mengalami kemunduran.

Barker (1987) dalam Heryanto 2016 memberi definisi fasilitator

sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani

tekanan situasional atau transisional.

Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut (Barker,1987)

meliputi;

a. Pemberian harapan

b. Pengurangan penolakan atau ambivalensi

c. Pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan

d. Pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan aset-

aset sosial

e. Pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah

dipecahkan

Pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya

2. Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai
kegiatan pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat
terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara
berbagai pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa pekerja
sosial dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk

12
menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang
menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator
meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai
macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada
hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win
solution). Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela dimana bantuan
pekerja sosial diarahkan untuk memenangkan kasus klien atau membantu
klien memenangkan dirinya sendiri.
Compton dan Galaway (1989: 511) memberikan beberapa teknik dan
keterampilan yang dapat digunakan dalam melakukan peran mediator:
a. Mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
b. Membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak lain.
c. Membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi kepentingan
bersama
d. Hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan
kalah.
e. Berupaya untuk melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan tempat yang
spesifik.
f. Membagi konflik kedalam beberapa isu.
g. Membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka
lebih memiliki bermanfaat jika melanjutkan sebuah hubungan daripada
terlibat terus dalam konflik.
h. Memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau
berbicara satu sama lain.
i. Gunakan prosedur-prosedur persuasi.

Proses mediasi menurut Lewis dan Singer (2005) adalah sebuah proses
penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang independen yaitu,

13
mediator yang membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk
mencapai suatu penyelesaian dalam bentuk suatu kesepakatan secara sukarela
terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang dipersengketakan.

3. Bloker
Pemahaman pekerja sosial sebagai bloker mengenai kualitas pelayanan

sosial disekitar lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi

keinginan kliennya memperoleh keuntungan maksimal.

Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam melakukan

peranan sebagai bloker;

a. Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan

yang tepat

b. Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara

konsisten

c. Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan

kebutuhan-kebutuhan klien

4. Pembela
Peran pembela dibagi menjadi dua macam, yaitu;

a. Advokasi kasus (case advocacy)

Apabila pekerjaan sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien

secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus.

14
b. Advokasi kausal (cause advocay)

Pembelaan kausal terjaadi manakala klien yang dibela pekerjaan sosial bukanlah

individu, melainkan sekelompok anggota masyarakat.

5. Pelindung
Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh

hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk

menjadi pelindung (protector) terhadap orangorang yang lemah atau rentan.

Prinsip peran pelindung meliputi;

a. Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama

b. Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses perlindungan

c. Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan

sesuai dengan tanggung jawab etis, legal dan rasional praktek pekerjaan

sosial.

15
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Kader adalah seorang tenaga suka rela yang direkrut dari, oleh dan untuk
masyarakat yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan.
Dukun adalah seseorang yang membantu masayarakat dalam penyembuhan
penyakit melalui kekuatan supranatural, kebudayaan dukun serta kebudayaan
manusiayang terbagi dalam berbagai macam aliran.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan menentukan tindakan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber
daya yang ada. Dalam pendekatan yang dipimpin masyarakat, perencanaan adalah
suatu proses pengkajian oleh masyarakat tentang berbagai aspek kehidupan
mereka termasuk potensi dan asset mereka. Kemudian dari aspek dan keadaan
tersebut masyarakat menyusun agenda pembangunan yang disusun dalam bentuk
RPJM desa dengan memperhitungkan asset dan nilai serta potensi utama
masyarakat.
Pemberdayaan yang kita berikan terhadap klien dapat secara individu melalui
bimbingan, konseling, management, krisis intervensi. Selain itu kita juga dapat
lakukan kepada sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan
menggunakan kelompok sebagai media intervensi pendidikan dan pelatihan.
Dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan.

16
B. Saran
1. Tenaga Kesehatan
Khususnya untuk bidan agar lebih menambah wawasan mengahadapi aksi
dukun dalam persalinan. Serta dapat meningkatkan kinerja bidan sebagai
fasilitator, mediator, bloker, pembela dan pelindung.
2. Masyarakat
Diharapkan masyarakat sudah tidak lagi melahirkan dengan dukun melaikan
dengan tenaga kesehatan dan di tempat pelayanan kesehatan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bari Saifudin, A. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Heryanto, Nunu. 2016. Pengembangan Model Pemberdayaan Berbasis Dinamika


Kelompok Untuk Meningkatkan Kemandirian Petani dalam Berusaha Tani
(Kasus di Desa Pagerwangi Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat). Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia

Kurniati. 2018. Peran Bidan Sebagai Advokator Edukator Fasilitator dan Motivator.
Makalah. https://kurniatiniacom.files.wordpress.com/2018/06/makalah-tentang-
peran-bidan-sebagai-advokator-edukator-fasilitator-dan-motivator.docx
(Diakses tanggal 2 Maret 2019)

Prof.Dr.Azwar, A. M. (2002). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Tim Revisi Edisi


2007.

Walani, dkk. 2013. Melaksanakan Upaya Berbagai Strategi Pemberdayaan Kader


Dan Dukun Aras Mikro, Makro Dan Mezzo. Makalah.
https://www.scribd.com/doc/180215220/tugas-pengorganisasian-dan-
pengembangan-masyarakat-docx (Diakses tanggal 2 Maret 2019)

Yulifah, Rita. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai