Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAJEMEN FARMASI

“PERATURAN PENDIRIAN APOTEK DAN STANDAR PELAYANAN


KEFARMASIAN DI APOTEK”

Kelas : S1-4C
OLEH : KELOMPOK 5
Anisah Khoiriah (2101113)
Cindy Fatma Yunit (2101119)
Faiza Hilma (2101124)
Isfia Reni (2101130)
Melfi Kurniati (2101136)
Nadya Sfha Fellysya (2101143)
Prety Junita (2101147)
Wahyuazizah (2001086)

DOSEN PENGAMPU:
Apt. Erniza Pratiwi, M.Farm

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peraturan
Pendirian Apotek dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek” dengan tepat
waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Manajemen Farmasi. Selain itu, makalah ini bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Peraturan Pendirian Apotek dan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagi pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Apt. Erniza Pratiwi, M.Farm.,


selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Farmasi yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami sesuai bidang
studi yang kami tekuni.

Dalam penulisan makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah membantu dan membagikan sebagian wawasannya sehingga tugas
makalah ini dapat kami selesaikan.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Akhir kata penulis ucapkan semoga Allah SWT senantiasa meridhai tujuan
makalah ini. Aamiin.

Pekanbaru, 11 Juni 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................2


DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
1.1. Latar Belakang...............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................5
1.3. Tujuan.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................6

2.1. Pengertian Apotek..........................................................................................6


2.2.. Fungsi Apotek................................................................................................6
2.3. Perizinan.........................................................................................................7
2.3.1. Kompetensi Sumber Daya Manusia.....................................................8
2.3.2. Kurangnya Tenaga Kerja Lapangan.....................................................9
2.4. Perizinan dan Persyaratan Pendirian Apotek...............................................10
2.4.1. Persyaratan Pendirian Apotek............................................................11
2.4.2. Persyaratan Perlengkapan Apotek......................................................12
2.5. Apoteker.......................................................................................................12
2.5.1. Apoteker Pengelola Apotek...............................................................13
2.6. Standar Pelayanan Kefarmasian...................................................................13
BAB III PENUTUP....................................................................................................17
3.1. Kesimpulan...................................................................................................17
3.2. Saran.............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik,
karena dengan adanya perizinan adalah bukti penting secara hukum. Tidak
ada bagian lain dalam domain publik tempat interaksi antara pemerintah dan
masyarakatnya begitu jelas dan langsung selain pada bagian pelayanan
perizinan Berkaitan dengan pentingnya perizinan, maka seharusnya dalam hal
yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi seperti membangun usaha
haruslah memiliki izin dari pemerintah. Dan tidak terlepas pula dalam usaha
yang bisa dikatakan penting yaitu usaha dibidang kesehatan.
Adapun izin penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan swasta salah
satunya adalah izin apotek. Apotek sebagai wadah atau tempat pendistribusian
obat-obatan sangat memegang peranan di dalam rangka peningkatan taraf
kesehatan bagi masyarakat suatu dalam suatu negara. Dengan demikian,
Apotek merupakan suatu sarana pelayanan kesehatan kepada setiap
masyarakat, dimana setiap usaha di dalam bidang kesehatan selalu tidak
terlepas dari pada pengaturan dan pengawasan dari pemerintah dengan kata
lain adanya pemberian izin dari pemerintah dalam pendirian usaha tersebut.
Surat Izin Apotek (SIA) merupakan surat izin yang diberikan oleh
Menteri kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik
sarana untuk menyelenggarakan apotek pada suatu tempat tertentu. SIA
berlaku selama 5 tahun dan bisa diperpanjang apabila apotek tersebut masih
melengkapi segala persyaratan pendirian apotek. Namun, dalam hal perizinan
apotek, jika Dinas Kesehatan belum juga menerbitkan SIA kepada apotek
yang sudah memenuhi prosuder serta persyaratan pendirian apotek, maka
apoteker atau pemilik sarana apotek dapat menjalankan apotek dengan
menggunakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kesiapan apotek. Peraturan
mengenai Apotek tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek dan Peraturan Menteri
Kesehatan No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Kemudian pada tahun 2002 peraturan tersebut
disempurnakan lagi dengan Keputusan Menteri No.1332/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek, peraturan inilah yang berlaku sampai sekarang.
1.2. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian Apotek?
2) Apa saja tugas dan fungsi dari Apotek?
3) Bagaimana perizinan dalam pendirian Apotek?
4) Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan Apotek?
1.3. Tujuan
1) Mengetahui pengertian apotek.
2) Memahami tugas dan fungsi dari apotek.
3) Memahami perizinan dalam pendirian apotek
4) Mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan apotek.
1.4.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Apotek


Menurut Permenkes No. 9 Tahun 2017, apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Fasilitas
Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
Menurut Permenkes No. 9 tahun 2017, apotek dapat bekerjasama
dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS. Fungsi
apotek terkait BPJS JKN adalah memberikan pelayanan obat PRB yang
diberikan kepada peserta PRB untuk kebutuhan maksimal setiap 30 (tiga
puluh) hari setiap kali peresepan
2.2. Fungsi Apotek
Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2017, tentang penyelenggaraan
menyatakan fungsi apotek adalah :
1. Melakukan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai; dan
2. Melakukan pelayanan farmasi klinik.

Apotek dapat menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan


medis habis pakai kepada apotek lainnya, Puskesmas dan Instalasi farmasi
rumah sakit, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dokter,
bidan praktik mandiri, pasien dan masyarakat. Penyerahan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai pada apotek lain, puskesmas,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat
dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal seperti terjadi kelangkaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas
distribusi dan terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

6
Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes RI,
2017)
Standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun
2016, yang bertujuan :

a) Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.


b) Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.
c) Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien atau patient safety.
2.3. Perizinan
Dalam Sulaksono (2017), Perizinan adalah pemberian legalitas kepada
seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun
tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen yang paling banyak
digunakan dalam hukum administrasi, untuk mengemudikan tingkah laku para
warga. Selain itu izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau
pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. (Irsyad, 2020)
Peraturan mengenai Apotek tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek dan
Peraturan Menteri Kesehatan No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Kemudian pada tahun 2002 peraturan
tersebut disempurnakan lagi dengan Keputusan Menteri
No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek, peraturan inilah yang berlaku sampai sekarang.
Kebijakan dan implementasi juga harus bersinergi antara stakeholders
perizinan baik pelaksana dan konsumen perizinan. Berkaitan dengan
pentingnya perizinan, maka seharusnya dalam hal yang dilakukan oleh
seseorang atau organisasi seperti membangun usaha haruslah memiliki izin
dari pemerintah. Dan tidak terlepas pula dalam usaha yang bisa dikatakan
penting yaitu usaha dibidang kesehatan. Pelayanan perizinan kesehatan di

7
Kota Pekanbaru telah di tetapkan pada Peraturan Daerah Kota Pekanbaru
Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Retribusi Pelayanan dan Perizinan di Bidang
Kesehatan. Izin dapat dibagi menjadi dua bagian:
1. Izin dalam arti luas yaitu suatu tindakan dilakukan demi kepentingan
umum, maksudnya yaitu pemerintah membolehkan pemohon untuk
melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya dilarang.
2. Izin dalam arti sempit yaitu bahwa suatu perbuatan mengenai izin pada
dasarnya merupakan keinginan dari pembuat undang-undang. Tujuannya
untuk mengatur segala tindakan yang tercela. Izin merupakan tindakan
yang sebelumnya dilarang lalu diperkenankan agar tindakan tersebut
diperbolehkan.

Tujuan perizinan dapat dilihat dari 2 sisi:

a) Dari sisi pemerintah


 Untuk melaksanakan peraturan Apakah ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam
praktiknya atau tidak dan sekalipun untuk mengatur ketertiban.
 Sebagai sumber pendapatan daerah Dengan adanya permintaan
permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan
bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus
membayar retribusi dahulu
b) Dari sisi masyarakat
 Untuk adanya kepastian hukum.
 Untuk adanya kepastian hak.
 Untuk mendapatkan fasilitas setelah bangunan yang didirikan
mempunyai izin dengan mengikatkan tindakan pada suatu sistem
perizinan, pembuatan undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan
2.3.1. Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi sumber daya manusia merupakan hal yang penting
dalam mencapai suatu keberhasilan organisasi. Manusia adalah faktor

8
penting dalam penggerakan setiap organisasi, manusia dalam satu
organisasi juga disebut porsenil. Sumber daya manusia atau personil
adalah setiap orang yang menjalankan suatu pekerjaan, fungsi,
kewajiban, tugas, jabatan, di dalam tangga atau kerangka organisasi
yang mempunyai fungsi atau kedudukan dalam organisasi untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi. Penyelenggaraan kegiatan
tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia
yang cukup kualitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan
dengan keterampilan, dedikasi, profesional dan kompetensi
dibidangnya.
2.3.2. Kurangnya Tenaga Kerja Lapangan
Kurangnya tenaga kerja lapangan juga menjadi faktor
penghambat dalam suatu pelayanan. Penyelenggaraan kegiatan tidak
akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang
cukup kuantitasnya. Kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber daya
manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok
sasaran.
Dalam mengurus suatu perizinan, tidak dapat dipungkiri bahwa
persyaratan adalah unsur yang paling penting. Persyaratan merupakan
hal yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin yang dimohonkan,
berupa dokumen, kelengkapan atau surat-surat. Dalam regulasi dan
deregulasi, persyaratan dalam proses perizinan setidaknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Tertulis dengan jelas, regulasi akan sulit terlaksana dengan baik
tanpa tertulis dengan jelas.
2) Memungkinkan untuk dipenuhi, karena itulah maka perizinan harus
berorientasi pada azas kemudahan untuk dilaksanakan pemohon
izin.
3) Berlaku universal, perizinan hendaknya tidak menimbulkan efek
diskriminatif, tapi harus inklusif dan universal.

9
4) Memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek lainnya yang terkait.
2.4. Perizinan dan Persyaratan Pendirian Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja
sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan
apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa
persyaratanpersyaratan apotek adalah:
1) Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi
yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2) Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
3) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar
sediaan farmasi.
Surat Izin Apotek telah diatur dalam bagian perizinan yang terdapat
dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 yaitu :
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
2. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
3. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi: fotokopi STRA dengan
menunjukan STRA asli, fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker, fotokopi peta lokasi dan denah
bangunan dan daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
5. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.

10
Serta adanya perubahan izin yang mengikuti peraturan dimana
ketentuannya dilakukan jika Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau
nama Apotek harus dilakukan perubahan izin dengan mengajukan
permohonan perubahan izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2.4.1. Persyaratan Pendirian Apotek
Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Jika
Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal,
maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan. Pendirian Apotek harus memenuhi
persyaratan meliputi :
a) Lokasi
Pengaturan lokasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kefarmasian.
b) Bangunan
Dengan persyaratan harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada
pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Selain
itu bersifat permanen dimana bagiannya terpisah dari pusat
perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun,
dan bangunan yang sejenis.
c) Sarana, prasarana dan peralatan.
Sarana yang terdapat di Apotek paling sedikit memiliki ruang
dengan fungsi penerimaan resep, pelayanan dan peracikan resep,
penyerahan Sediaan farmasi dan alat kesehatan, konseling,
penyimpanan sediaan farmasi dan alkes dan arsip.

11
Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih,
instalasi listrik, sistem tata udara dan sistem proteksi kebakaran.
Sedangkan peralatan yang dimaksud ialah peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian meliputi rak
obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja,
kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan
pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
d) Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek
dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian
dan/atau tenaga administrasi yang wajib memiliki surat izin praktik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.4.2. Persyaratan Perlengkapan Apotek
Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017, disebutkan bahwa
Apotek wajib memasang papan nama yang dipasang di dinding bagian
depan bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah
terbaca, terdiri atas papan nama Apotek dan papan nama praktik
Apoteker.
Papan nama apotek memuat paling sedikit informasi mengenai
nama Apotek, nomor SIA, dan alamat apotek, sedangkan papa nama
apoteker memuat paling sedikit informasi mengenai nama Apoteker,
nomor SIPA, dan jadwal praktik Apoteker.
2.5. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker pengelola Apotek (APA)
adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (SIA). Kewajiban dan
tanggung jawab Apoteker diantaranya :
1) Praktik kefarmasian secara professional dan etik.
2) Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi.
3) Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.

12
4) Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
5) Formulasi dan produksi sediaan farmasi.
6) Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat.
7) Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
8) Komunikasi efektif.
9) Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal.
10) Peningkatan kompetensi diri.
2.5.1. Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang diberi Surat
Izin Apotek (SIA) dan dalam profesinya dapat dibantu oleh asisten
apoteker dan apoteker pedamping dan/atau tenaga administrasi dalam
menyelenggarakan apotek. Apoteker pengelola apotek dapat
didampingi oleh apoteker pendamping yang juga dapat menggantikan
apoteker pengelola apotek dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian. (Permenkes, 2017)
2.6. Standar Pelayanan Kefarmasian
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia, sarana dan prasarana. (Permenkes, 2016)
Standar pelayanan kefarmasian menurut Permenkes no.73 tahun 2016
mempunyai 4 parameter :
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
1) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan perlu memperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

13
2) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan maka pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus melalui
jalur resmi
3) Penerimaan
Untuk menjamin kesesuaian maka kegiatan penerimaan harus
memperhatikan kesesuaian yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima.
4) Penyimpanan
a) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik kecuali
jika harus dipindahkan ke wadah lain maka wadah baru harus
memuat informasi obat.
b) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi sesuai.
c) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
d) Penyimpanan dilakukan secara alfabetis dengan memperhatikan
bentuk sediaan dan kelas terapi obat.
e) Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan
FIFO (first expire first out).
5) Pemusnahan dan Penarikan
a) Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan
bentuk sediaan.
b) Resep yang telah disimpan melebihi 5 tahun dapat dimusnahkan
oleh apoteker dengan disaksikan oleh petugas lain di apotek.
c) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar.
d) Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.
6) Pengendalian

14
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan kadaluarsa,
kehilangan da pengembalian pesanan.
7) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi
pengadaan, penyimpanan, penyerahan dan pencatatan lainnya sesuai
kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan farmasi klinik di apotek meliputi :
1) Pengkajian dan pelayanan resep, meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
2) Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat.
3) Pelayanan Informasi Obat, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat kepada profesi
kesehatan lain pasien atau masyarakat.
4) Konseling, adalah proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien untuk meningkatkan kepatuhan, kesadaran,
pengetahuan dan pemahaman sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam menggunakan obat dan menyelesaikan masalah pasien.
5) Home Pharmacy Care, yaitu diharapkan pada apoteker dapat
memberikan layanan kunjungan rumah khususnya untuk lansia dan
pasien dengan pengobatan kronis.
6) Pemantauan Terapi Obat, yaitu proses pemastian bahwa pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau.
7) Monitoring Efek Samping Obat (MESO), yaitu kegiatan pemantauan
setiap respon obat pada dosis normal yang merugikan atau tidak
diharapkan.

15
c. Sumber Daya Kefarnasian
1. Sumber Daya Manusia
Apoteker harus memenuhi kriteria berupa persyaratan
administrasi, menggunakan atribut praktik, wajib mengikuti
pendidikan berkelanjutan, mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri dan harus memahami serta melaksanakan
peraturan.
2. Sarana dan Prasarana
d. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
1) Mutu Manajerial, metode evaluasi (audit, review dan observasi) dan
indikator evaluasi mutu (kesesuaian proses terhadap standar serta
efektivitas dan efisiensi).
2) Mutu Pelayanan Farmasi Klinik, yaitu metode evaluasi mutu (audit,
review, survey dan observasi) serta indikator evaluasi mutu
(Pelayanan farmasi klinik diusahan zero defect dari medication error,
standar operasional prosedur, lama waktu pelayanan resep dan
keluaran pelayanan kefarmasian secara klinik).

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017, Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA).
Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana apotek. Persyaratan dan perizinan pendirian Apotek
telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Apotek.
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi dua
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian dan pencatatan pelaporan) dan pelayanan farmasi klinik yang
didukung dengan adanya Sumber Daya Manusia dan sarana serta prasarana.
3.2. Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kekurangan ini

17
DAFTAR PUSTAKA
Andri, Gusti Yosi dan Djuariah. (2021). Bentuk Badan Usaha Apotek Ditinjau dari
Hukum Perusahaan. Hukum Responsif, 12(2) : 81-93.
Irsyad. (2020). Prosedur Pelayanan Perizinan Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru. JOM FISIP, 7 : 1-12.
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Pemerintah Indonesia. (2009). Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Pengganti UU Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 : Jakarta.
Permenkes. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor72
Tahun 2016 TentangStandar Pelayanan kefarmasian di Rumah sakit.Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Sulaksono, B. D. (2017). Pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten
Magelang. 1.

18

Anda mungkin juga menyukai