Makalah Kelompok 5 - Peraturan Pendirian Apotek - Manajemen Farmasi
Makalah Kelompok 5 - Peraturan Pendirian Apotek - Manajemen Farmasi
Kelas : S1-4C
OLEH : KELOMPOK 5
Anisah Khoiriah (2101113)
Cindy Fatma Yunit (2101119)
Faiza Hilma (2101124)
Isfia Reni (2101130)
Melfi Kurniati (2101136)
Nadya Sfha Fellysya (2101143)
Prety Junita (2101147)
Wahyuazizah (2001086)
DOSEN PENGAMPU:
Apt. Erniza Pratiwi, M.Farm
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peraturan
Pendirian Apotek dan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek” dengan tepat
waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Manajemen Farmasi. Selain itu, makalah ini bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Peraturan Pendirian Apotek dan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagi pembaca dan juga penulis.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya bagi pembaca pada umumnya.
Akhir kata penulis ucapkan semoga Allah SWT senantiasa meridhai tujuan
makalah ini. Aamiin.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes RI,
2017)
Standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun
2016, yang bertujuan :
7
Kota Pekanbaru telah di tetapkan pada Peraturan Daerah Kota Pekanbaru
Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Retribusi Pelayanan dan Perizinan di Bidang
Kesehatan. Izin dapat dibagi menjadi dua bagian:
1. Izin dalam arti luas yaitu suatu tindakan dilakukan demi kepentingan
umum, maksudnya yaitu pemerintah membolehkan pemohon untuk
melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya dilarang.
2. Izin dalam arti sempit yaitu bahwa suatu perbuatan mengenai izin pada
dasarnya merupakan keinginan dari pembuat undang-undang. Tujuannya
untuk mengatur segala tindakan yang tercela. Izin merupakan tindakan
yang sebelumnya dilarang lalu diperkenankan agar tindakan tersebut
diperbolehkan.
8
penting dalam penggerakan setiap organisasi, manusia dalam satu
organisasi juga disebut porsenil. Sumber daya manusia atau personil
adalah setiap orang yang menjalankan suatu pekerjaan, fungsi,
kewajiban, tugas, jabatan, di dalam tangga atau kerangka organisasi
yang mempunyai fungsi atau kedudukan dalam organisasi untuk
menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi. Penyelenggaraan kegiatan
tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia
yang cukup kualitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan
dengan keterampilan, dedikasi, profesional dan kompetensi
dibidangnya.
2.3.2. Kurangnya Tenaga Kerja Lapangan
Kurangnya tenaga kerja lapangan juga menjadi faktor
penghambat dalam suatu pelayanan. Penyelenggaraan kegiatan tidak
akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang
cukup kuantitasnya. Kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber daya
manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok
sasaran.
Dalam mengurus suatu perizinan, tidak dapat dipungkiri bahwa
persyaratan adalah unsur yang paling penting. Persyaratan merupakan
hal yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin yang dimohonkan,
berupa dokumen, kelengkapan atau surat-surat. Dalam regulasi dan
deregulasi, persyaratan dalam proses perizinan setidaknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Tertulis dengan jelas, regulasi akan sulit terlaksana dengan baik
tanpa tertulis dengan jelas.
2) Memungkinkan untuk dipenuhi, karena itulah maka perizinan harus
berorientasi pada azas kemudahan untuk dilaksanakan pemohon
izin.
3) Berlaku universal, perizinan hendaknya tidak menimbulkan efek
diskriminatif, tapi harus inklusif dan universal.
9
4) Memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek lainnya yang terkait.
2.4. Perizinan dan Persyaratan Pendirian Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja
sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan
apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa
persyaratanpersyaratan apotek adalah:
1) Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi
yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2) Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
3) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar
sediaan farmasi.
Surat Izin Apotek telah diatur dalam bagian perizinan yang terdapat
dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 yaitu :
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
2. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
3. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi: fotokopi STRA dengan
menunjukan STRA asli, fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker, fotokopi peta lokasi dan denah
bangunan dan daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
5. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.
10
Serta adanya perubahan izin yang mengikuti peraturan dimana
ketentuannya dilakukan jika Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau
nama Apotek harus dilakukan perubahan izin dengan mengajukan
permohonan perubahan izin kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2.4.1. Persyaratan Pendirian Apotek
Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Jika
Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal,
maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan. Pendirian Apotek harus memenuhi
persyaratan meliputi :
a) Lokasi
Pengaturan lokasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kefarmasian.
b) Bangunan
Dengan persyaratan harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada
pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Selain
itu bersifat permanen dimana bagiannya terpisah dari pusat
perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun,
dan bangunan yang sejenis.
c) Sarana, prasarana dan peralatan.
Sarana yang terdapat di Apotek paling sedikit memiliki ruang
dengan fungsi penerimaan resep, pelayanan dan peracikan resep,
penyerahan Sediaan farmasi dan alat kesehatan, konseling,
penyimpanan sediaan farmasi dan alkes dan arsip.
11
Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas instalasi air bersih,
instalasi listrik, sistem tata udara dan sistem proteksi kebakaran.
Sedangkan peralatan yang dimaksud ialah peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian meliputi rak
obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja,
kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir catatan
pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
d) Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek
dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian
dan/atau tenaga administrasi yang wajib memiliki surat izin praktik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.4.2. Persyaratan Perlengkapan Apotek
Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017, disebutkan bahwa
Apotek wajib memasang papan nama yang dipasang di dinding bagian
depan bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah
terbaca, terdiri atas papan nama Apotek dan papan nama praktik
Apoteker.
Papan nama apotek memuat paling sedikit informasi mengenai
nama Apotek, nomor SIA, dan alamat apotek, sedangkan papa nama
apoteker memuat paling sedikit informasi mengenai nama Apoteker,
nomor SIPA, dan jadwal praktik Apoteker.
2.5. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker pengelola Apotek (APA)
adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (SIA). Kewajiban dan
tanggung jawab Apoteker diantaranya :
1) Praktik kefarmasian secara professional dan etik.
2) Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi.
3) Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.
12
4) Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
5) Formulasi dan produksi sediaan farmasi.
6) Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat.
7) Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
8) Komunikasi efektif.
9) Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal.
10) Peningkatan kompetensi diri.
2.5.1. Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang diberi Surat
Izin Apotek (SIA) dan dalam profesinya dapat dibantu oleh asisten
apoteker dan apoteker pedamping dan/atau tenaga administrasi dalam
menyelenggarakan apotek. Apoteker pengelola apotek dapat
didampingi oleh apoteker pendamping yang juga dapat menggantikan
apoteker pengelola apotek dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian. (Permenkes, 2017)
2.6. Standar Pelayanan Kefarmasian
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber
daya manusia, sarana dan prasarana. (Permenkes, 2016)
Standar pelayanan kefarmasian menurut Permenkes no.73 tahun 2016
mempunyai 4 parameter :
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
1) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan perlu memperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
13
2) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan maka pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus melalui
jalur resmi
3) Penerimaan
Untuk menjamin kesesuaian maka kegiatan penerimaan harus
memperhatikan kesesuaian yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima.
4) Penyimpanan
a) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik kecuali
jika harus dipindahkan ke wadah lain maka wadah baru harus
memuat informasi obat.
b) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi sesuai.
c) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
d) Penyimpanan dilakukan secara alfabetis dengan memperhatikan
bentuk sediaan dan kelas terapi obat.
e) Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan
FIFO (first expire first out).
5) Pemusnahan dan Penarikan
a) Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai jenis dan
bentuk sediaan.
b) Resep yang telah disimpan melebihi 5 tahun dapat dimusnahkan
oleh apoteker dengan disaksikan oleh petugas lain di apotek.
c) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar.
d) Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.
6) Pengendalian
14
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan kadaluarsa,
kehilangan da pengembalian pesanan.
7) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi
pengadaan, penyimpanan, penyerahan dan pencatatan lainnya sesuai
kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan farmasi klinik di apotek meliputi :
1) Pengkajian dan pelayanan resep, meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
2) Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat.
3) Pelayanan Informasi Obat, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat kepada profesi
kesehatan lain pasien atau masyarakat.
4) Konseling, adalah proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga pasien untuk meningkatkan kepatuhan, kesadaran,
pengetahuan dan pemahaman sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam menggunakan obat dan menyelesaikan masalah pasien.
5) Home Pharmacy Care, yaitu diharapkan pada apoteker dapat
memberikan layanan kunjungan rumah khususnya untuk lansia dan
pasien dengan pengobatan kronis.
6) Pemantauan Terapi Obat, yaitu proses pemastian bahwa pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau.
7) Monitoring Efek Samping Obat (MESO), yaitu kegiatan pemantauan
setiap respon obat pada dosis normal yang merugikan atau tidak
diharapkan.
15
c. Sumber Daya Kefarnasian
1. Sumber Daya Manusia
Apoteker harus memenuhi kriteria berupa persyaratan
administrasi, menggunakan atribut praktik, wajib mengikuti
pendidikan berkelanjutan, mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri dan harus memahami serta melaksanakan
peraturan.
2. Sarana dan Prasarana
d. Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian
1) Mutu Manajerial, metode evaluasi (audit, review dan observasi) dan
indikator evaluasi mutu (kesesuaian proses terhadap standar serta
efektivitas dan efisiensi).
2) Mutu Pelayanan Farmasi Klinik, yaitu metode evaluasi mutu (audit,
review, survey dan observasi) serta indikator evaluasi mutu
(Pelayanan farmasi klinik diusahan zero defect dari medication error,
standar operasional prosedur, lama waktu pelayanan resep dan
keluaran pelayanan kefarmasian secara klinik).
16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2017, Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA).
Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana apotek. Persyaratan dan perizinan pendirian Apotek
telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Apotek.
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi dua
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian dan pencatatan pelaporan) dan pelayanan farmasi klinik yang
didukung dengan adanya Sumber Daya Manusia dan sarana serta prasarana.
3.2. Saran
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kekurangan ini
17
DAFTAR PUSTAKA
Andri, Gusti Yosi dan Djuariah. (2021). Bentuk Badan Usaha Apotek Ditinjau dari
Hukum Perusahaan. Hukum Responsif, 12(2) : 81-93.
Irsyad. (2020). Prosedur Pelayanan Perizinan Apotek oleh Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru. JOM FISIP, 7 : 1-12.
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Pemerintah Indonesia. (2009). Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Pengganti UU Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 : Jakarta.
Permenkes. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor72
Tahun 2016 TentangStandar Pelayanan kefarmasian di Rumah sakit.Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Sulaksono, B. D. (2017). Pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten
Magelang. 1.
18