Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stunting
1. Definisi Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (Kemenkes RI, 2018).
Stunting yaitu apabila panjang atau tinggi badan (TB) umur (U) kurang dari minus
dua standar deviasi ( < -2 SD) standar baku (WHO, 2019). Menurut Atmarita
(2018) menjelaskan bahwa stunting atau tubuh pendek adalah kondisi yang
menunjukan balita dengan panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur. Stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh yang
terjadi pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi
kronis sehingga anak terlihat pendek di usianya (Hasan & Kadarusman, 2019).
Hasil dari definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa stunting merupakan
suatu kondisi gagal tumbuh, dengan keadaan tubuh pendek dan sangat pendek dari
tinggi badan (TB) atau umur (U) kurang dari minus dua standar deviasi ( < -2 SD)
yang tidak normal dengan kurangnya pemenuhan gizi yang tidak efektif pada
kondisi tersebut.

2. Penyebab Stunting
Menurut WHO (2013), penyebab terjadinya kondisi stunting disebabkan pada
empat kategori besar yaitu; faktor rumah tangga dan keluarga, menyusui dan
komplementer yang tidak adekuat atau makanan tambahan. Pada faktor rumah
tangga dan keluarga terdapat pembagian lagi yaitu faktor maternal atau faktor ibu
dan faktor lingkungan rumah. Faktor maternal termasuk di dalamnya pada saat
prakonsepsi adanya asupan nutrisi yang kurang, ibu dengan tinggi badan yang
rendah, kelahiran preterm, kehamilan pada usia remaja, jarak kehamilan yang
pendek, terjadinya intrauterine growth restriction (IUGR) kesehatan mental,
hipertensi dan infeksi. Faktor lingkungan rumah berupa sanitasi yang buruk, air
yang tidak bersih, perawatan kesehatan yang kurang, aktivitas dan stimulus anak
yang tidak adekuat, kurangnya edukasi pengasuh, gizi makanan yang tidak sesuai
dalam rumah tangga dan kurangnya akses pada ketersediaan pangan.
3. Ciri – ciri Stunting
Kemenkes RI, (2018) menjelaskan bahwa manifestasi klinis balita pendek
atau stunting dapat diketahui jika seorang balita telah diukur panjang atau tinggi
badannya, maka akan dibandingkan dengan standar dan hasil pengukuran
tersebut akan mendapatkan kisaran di bawah normal. Balita yang termasuk dalam
stunting atau tidaknya itu tergantung pada hasil pengukuran yang didapatkan
seperti uraian yang telah dijelaskan sebelumnya. Jadi tidak hanya dengan
diperkirakan atau hanya ditebak tanpa melakukan pengukuran. Selain tubuh
pendek yang menjadi salah satu ciri stunting, adapun ciri-ciri lainnya yaitu
Pertumbuhan melambat :
a. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya.
b. Pertumbuhan gigi terhambat.
c. Menurunnya kemampuan memori dan konsentrasi dalam belajarnya.
d. Pubertas terlambat.
e. Saat memasuki usia 8-10 tahun kontak matanya kurang dengan orang yang
berada di sekitarnya dan anak lebih pendiam.
f. Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
g. Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi
pertama pada anak perempuan).
h. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

4. Dampak Stunting
Menurut WHO (2014), dampak dari stunting terdiri dari dampak jangka
pendek dan dampak jangka panjang:
a. Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka pendek
1) Sisi kesehatan: angka kesakitan dan angka kematian meningkat.
2) Sisi perkembangan: penurunan fungsi kognitif, motorik, dan
perkembangan bahasa.
3) Sisi ekonomi: peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan
perawatan anak sakit.
b. Long-term consequences atau dampak jangka panjang
1) Sisi kesehatan: perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan
komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi.

FIKes UIA 2023


2) Sisi perkembangan: penurunan prestasi belajar, penurunan learning
capacity unachieved potencial.

3) Sisi ekonomi: penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja.Dampak


buruk yang dapat terjadi akibat.

5. Perilaku Pencegahan Stunting


Menurut Kemenkes (2017), terdapat 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan
dalam pencegahan stunting yaitu sebagai berikut :
a. Perbaikan pola makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari
segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah “Isi
Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh
sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik protein
nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak dari pada karbohidrat.
Balita pada usia 2- 5 tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat cepat sehingga kebutuhan zat gizinya juga lebih banyak dibanding usia
di bawahnya. Usia ini membuat balita rentan mengalami gizi kurang,
mengalami penurunan nafsu makan serta mudah terkena infeksi. Maka dari
itu asupan gizi seimbang sangat diperlukan. Balita pada usia ini sudah tidak
mendapat ASI sehingga makanan keluarga atau makanan orang dewasa sudah
dapat diberikan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan kepada balita
antara lain:
1) Berikan makan 3x dalam sehari dengan porsi yang tidak terlalu banyak
sehingga balita tidak merasa sebah di perut.
2) Batasi makanan yang mengandung gula yang tinggi seperti permen, coklat,
manisan, dan makanan- makanan yang terlalu manis. Hal ini akan
menyebabkan balita menjadi cepat kenyang sehingga terjadi penurunan
nafsu makan.
3) Hindari menggunakan bumbu-bumbu tajam seperti cabe, merica, lada yang
terlalu banyak agar tidak terjadi gangguan pada lambung dan usus.
4) Hindari penggunaan bahan pengawat serta MSG atau penyedap dalam
makanan balita.

FIKes UIA 2023


5) Ciptakan suasana yang menyenangkan saat memberikan makanan pada
balita seperti makan bersama dalam keluarga

6) Tidak memberi sanksi atau hukuman serta menakut- nakuti balita yang
tidak mau makan karena hanya akan membuat balita trauma dan
menjadikan waktu makan adalah hal yang menakutkan.
b. Pola asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang
kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Dimulai
dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal
bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi
kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksa
kandungan empat kali selama masa kehamilan. Bersalin di fasilitas
kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berperilakulah agar bayi
mendapat kolostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi
berusia 6 bulan. Selain itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun
berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh
kembangnya dengan membawa bayi ke posyandu setiap bulan. Hal lain yang
juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan
dari penyakit berbahaya melalui imunisasi di posyandu atau puskesmas.
Pola asuh yang baik ketika anak tidak mengalami masalah gizi yang dapat
mengganggu tumbuh-kembang anak, pengasuhan baik dalam berpakaian,
mengajarkan anak makan merupakan tugas dari seorang ibu sampai anak bisa
mandiri, perlu adanya perhatian terhadap anak balita sampai anak dapat
melakukan semua itu sendiri (Rapar, Rompas and Ismanto, 2014). Salah satu
zat gizi yang dibutuhkan anak yaitu zat gizi yang bersumber dari sayuran dan
buah-buahan, karena kandungan vitamin yang ada pada sayur dan buah dapat
membuat tubuh anak menjadi sehat itu semua tidak terlepas dari zat gizi
lainnya yang harus dikonsumsi . Sarapan pagi pada anak merupakan
kebiasaan yang harus diterapkan oleh seorang ibu karena makan dipagi hari
dapat meningkatkan konsentrasi pada anak tersebut dan memperbaiki status
gizi pada anak (Sophia and Madanijah, 2014).
Selain pola asuh terhadap makanan anak juga perlu adanya pengasuhan
kesehatan yang harus sering dilakukan sehingga dapat membentuk sebuah
kebiasaan untuk membentuk pola terkait dalam pengasuhan yang membuat

FIKes UIA 2023


anak selalu sehat (Rohimah, Kustiyah and Hernawati, 2015).pekerjaan ibu
yang banyak dapat mempengaruhi status gizi pada balita dimana pada saat
ibu

sedang banyak pekerjaan secara tidak langsung anak akan kekurangan


perhatian dan pola makan pada anak menjadi tidak teratur dengan begitu anak
akan mengalami gangguan kesehatan terkait asupan gizi (Sri Fatayani, 2014).
Untuk sebagian ibu yang bekerja paruh waktu, ibu akan memberikan separuh
waktunya untuk anaknya terutama dalam pemberian makanan pada anaknya
dan mengatur pola konsumsinya, sehingga gizi pada anak terpenuhi dan anak
dapat berkembang sesuai dengan pertumbuhannya baik secara fisik maupun
mental pada anak tersebut (Kusumaningtyas, Soesanto and Deliana, 2017).
c. Perbaikan sanitasi dan akses air bersih
Rendahnya askes terhadap pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya adalah
akses sanitasi dan air bersih mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit
infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan menggunakan sabun dan
air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. Menurut (Depkes RI,
2013), beberapa alasan harus mencuci tangan dengan menggunakan air bersih
dan sabun adalah :
1) Air yang tidak bersih
Air bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit
yang dapat berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat
masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
2) Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman
Karena tanpa sabun kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini
terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan
mencuci tangan dengan sabun (Syahputri, 2011). Penelitian menunjukkan
bahwa mencuci tangan menggunakan sabun di sekolah dan tempat
penitipan anak dapat mengurangi angka diare hingga 30 persen. Cuci
tangan menggunakan sabun sebelum makan atau menyiapkan masakan
dapat mengurangi resiko diare hingga 45 persen (Depkes RI, 2013).

Beberapa manfaat dari mencuci tangan seperti membunuh kuman penyakit


yang ada di tangan., mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera,
disentri, typhus, kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut

FIKes UIA 2023


(ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). tangan
menjadi bersih dan bebas dari kuman, dan mencuci tangan sebelum dan
sesudah beraktivitas. Berdasarkan (Depkes RI, 2013), mencuci tangan perlu

dilakukan pada saat, Setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang,
memegang binatang, berkebun, dll). Setelah buang air besar. Setelah
mencebok bayi atau anak. Setelah makan dan menyuapi anak. Sebelum
memegang makanan.

1) Mencuci tangan dengan air yang mengalir dengan 6 langkah


Mencuci tangan pada air yang mengalir akan lebih terjamin kualitas
airnya dibandingkan dengan air yang terdapat dalam suatu wadah.
Mencuci tangan dalam wadah tidak dapat membersihkan tangan dengan
maksimal karena kotoran-kotoran yang berasal dari tangan tetap berada
dalam wadah dan dapat kembali mengotori tangan. Kebanyakan
masyarakat hanya mencuci tangan sekedar menghilangkan bau amis
bekas makanan dan lupa atau malas mencuci tangan dulu sebelum makan
(Depkes RI, 2011).
2) Kebersihan botol susu
Cara-cara pemberian baik ASI maupun susu formula melalui botol harus
memperhatikan berbagai hal seperti cara penyajian, cara mencuci botol,
dan cara sterilisasi (Sutomo & Anggraini, 2010). Cara yang salah dalam
menggunakan botol susu dapat menyebabkan bakteri berkembang. Dari
berkembangnya bakteri dalam botol bisa mengganggu sistem pencernaan
bayi dan balita, bahkan dapat menimbulkan diare pada bayi atau balita.
Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut (fecal-oral)
dengan sarana alat alat seperti botol susu, dot, termometer ataupun
melalui alat makan yang tercemar feses.
Untuk mencegah bahaya tersebut, maka ada hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menjaga kebersihan botol susu adalah:
a) Mencuci botol susu dengan menggunakan air bersih dan sabun.
b) Mencuci botol susu dengan air yang mengalir.
c) Mensterilkan botol susu dengan menggunakan air panas.
3) Kebersihan peralatan makanan

FIKes UIA 2023


Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan
harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene
sanitasi. Persyaratan peralatan yang digunakan untuk penanganan
makanan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003,
yaitu;
a) Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan
sabun.

b) Peralatan yang sudah dicuci dikeringkan dengan alat pengering/lap


yang bersih.
c) Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas
pencemaran.

6. Batasan – Batasan Stunting


Menurut Kemenkes tahun 2010
Table 2.1
Batasan-batasan stunting
Indeks Kategori status gizi Ambang batas (Z-score)
Panjang Badan menurut Sangat pendek <-3 SD
umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -3 SD sampai dengan <-2
Badan menurut Umur SD
(TB/U) anak umur 0-60 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
bulan Tinggi >2 SD

B. Konsep Balita
1. Definisi Balita
Anak dibawah lima tahun atau sering disingkat balita adalah anak yang
berusia diatas satu tahunan atau dibawah lima tahun atau dengan perhitungan
bulan 12-59 bulan (Kemenkes, 2010). Balita merupakan usia dimana anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat (Kemenkes,
2013). Balita adalah anak yang berusia di bawah 5 tahun, Pertumbuhan dan
perkembangan meningkat pesat pada usia dini, antara 0 sampai 5 tahun., periode
ini sering juga disebut sebagai fase “Golden Age” (Suryani et al., 2017). Dari
definisi diatas Peneliti menyimpulkan bahwa Balita meruapakan periode
pertumbuhan yang sangat pesat yang mempengahuri perkembangan balita
dengan perhitungan bulan 12-59 bulan sebagai fase “Golden Age”.

FIKes UIA 2023


2. Karakteristik Balita Berdasarkan Usia
Septiari (2012) menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu:
a. Anak usia 1-3 tahun
Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima makanan
yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia balita lebih besar dari
usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar.
Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya

dalam sekali makan lebih kecil bila dibandingkan dengan anak yang usianya
lebih besar oleh sebab itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering.
b. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)
Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai memilih
makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak cenderung
mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktivitas lebih banyak dan
mulai memilih maupun menolak makanan yang disediakan orang tuanya.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita Usia 24- 59 Bulan


a. Pertumbuhan Balita
Tinggi dan berat badan todler terus meningkat secara kontinu, meskipun
peningkatan terjadi dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan masa
bayi. Pencapaian tinggi dan berat badan cenderung terjadi dalam bentuk
lonjakan, dan bukan dalam bentuk linear. Pertambahan berat badan todler
rata-rata adalah 1,4 sampai 2,3 kg per tahun. Panjang/ tinggi badan meningkat
rata-rata 7,5 cm per tahun. Todler umumnya mencapai sekitar setengah dari
tinggi dewasa mereka pada usia 2 tahun. Lingkar kepala bertambah sekitar
2,54 cm sejak anak berusia antara 1 dan 2 tahun, kemudian bertambah rata-
rata 1,27 cm per tahun sampai anak berusia 5 tahun. Fontanel anterior harus
tertutup pada saat anak berusia 18 bulan. Ukuran kepala menjadi lebih
proporsional terhadap sisa tubuh yang lain saat mendekati usia 3 tahun.
Anak usia prasekolah rata-rata akan tumbuh 6,5 sampai 7,8 cm per tahun.
Rata-rata anak berusia 3 tahun memiliki tinggi 96,2 cm, rata-rata anak usia 4
tahun memiliki tinggi 103,7 cm, dan rata-rata anak usia 5 tahun memiliki
tinggi 118,5 cm. Pertambahan berat rata-rata selama periode ini adalah sekitar

FIKes UIA 2023


2,3 kg per tahun (Feigelman, 2007). Rata-rata berat badan anak berusia 3
tahun adalah 14,5 kg, meningkat menjadi rata-rata 18,6 kg pada usia 5 tahun.
Kehilangan lemak bayi dan pertumbuhan otot selama masa prasekolah
memberikan tampilan anak yang lebih kuat dan lebih matang. Panjang
tengkorak juga sedikit me- ningkat, dengan rahang bawah menjadi lebih
menonjol. Rahang atas melebar selama masa prasekolah sebagai per- siapan
untuk kemunculan gigi permanen, biasanya dimulai sekitar usia 6 tahun
(Hagan, Shaw, & Duncan, 2008).
b. Perkembangan Balita
1) Perkembangan motorik
Pertumbuhan fisik balita pertumbuhan akan lebih cepat, saat pada fase ini
balita akan mengalami perkembangan disegi kualitasnya, terjadi
kemajuan disistem otot, sistem saraf, dan motoriknya yang mudah
terkoordinir, kemampuan kongnitif, sosial dan emosionalnya,
perkembangan fisik pada anak yaitu:
a) Tinggi dan berat badan
Tinggi badan balita tumbuh panjang pada masa ini dengan rata-
rata pertumbuhan tinggi badan sekitar 2,5 inci pertahunya,
sedangkan untuk berat badan balita akan bertambah dengan rata-
rata 5 sampai 7 pon pertahunya.
b) Proporsi tubuh
Periode balita dimana gambaran seperti bayi akan menghilang,
perlahan tubuhnya akan ramping, serta tangan dan kaki akan
tubuh memanjang, kepala masih agak besar jika dibanding
tubuhnya, dimana di perode ini anak mempunyai tubuh ideal.
c) Perkembangan otak
Perkembangan otak anak akan terus tumbuh saat anak berusia 3
tahun otak anak tumbuh tiga perempat orang dewasa sampai saat
sudah umur 5 tahun otak anak sudah mencapai sembilan
persepuluh ukuran otak orang dewasa dan diusia ini otak anak
sudah mencapai 90% otak orang dewasa. Stimulasi pada anak
balita dapat meningkatkan kongnitif pada anak.
d) Gizi
Gizi yang baik di usia anak merupakan sebuah keharusan untuk
mendukung perkembangan anak, makanan pada anak harus
mengandung gizi yang baik dan seimbang karena dalam masa ini
anak cenderung mengalami masalah pada gizi, pemberian gizi

FIKes UIA 2023


yang baik dan seimbang pada anak akan berdampak pada
keseluruhan aspek pada dirinya.
e) Gigi
Pertumbuhan gigi pada anak akan berganti saat anak berumur 2
tahun hingga 2,5 tahun sudah mempunyai 20 gigi susu dan usia
anak sudah mencapi usia 6 tahun anak sudah mempunyai 2 gigi
tetap. Perawatan gigi pada anak sangatlah penting, gigi anak akan
terus tumbuh sehingga anak juga harus merawatnya dengan baik

apabila gigi tidak terawat dengan baik maka gigi akan tumbuh
tidak baik, ini sangat mempengaruhi penampilan dan menurunkan
kepercayaan diri anak, akan tetapi jika anak selalu merawat
giginya dengan baik maka gigi akan tumbuh dengan baik pula,
penampilan anak pun juga akan baik dan meningkatkan
kepercayaan diri anak (Soetjiningsih, 2012).
2) Perkembangan kongnitif
a) Teori piget
Perkembangan kongnitif anak pada periode ini disebut praoperation di
karenakan anak hanya memanipulasi mental dengan mengisyaratkan
pemikiran logis. Tahap ini anak juga memiliki pemikiran yang luas
serta dapat menggunakan pemikiran simbolis, dimana anak akan
membayangkan sesuatu obyek yang tidak ada, usia 2 - 4 tahun balita
mengembangkan pemikiran simbolis berupa bahasa dan gambar,
sedangkan anak usia 4 tahun sampai 7 tahun lebih ke pemikiran
intuitif. Pemikiran anak yang lain adalah pemikiran egosentris, dimana
anak belum bisa membedakan pemikiran dirinya dengan temannya ,
anak jika dinta akan menjawab dengan pandangan mereka sendiri.
b) Teori pemrosesan informasi
(1) Perhatian : perhatian pada anak akan terfokus pada kegiatan yang
menurut anak menarik perhatianya dengan durasi yang lama,
seperti bermain puzzle.
(2) Memori : memori pada anak didapat saat usia bayi usia 6 bulan
bulan dimana bayi mendapat pengalaman hingga 2 tahun,
pengalaman itu diulang teurs menerus dan anak akan dapat
mengingatnya sampai usia yang belum 3 tahun, di usia ini anak

FIKes UIA 2023


memiliki kemampuan mengingat sangat baik akan tetapi
kemampuan mengingat anak akan mengalai kemajuan saat anak
sudah mencapai usia 5 tahun.
(3) Bahasa dan pemikiran
Kongnitif anak terbentuk karena ada kaitanya dengan fungsi
mental, terdapat dua prinsip pemikiran dan bahasa yang menjadi
kesatuan yaitu, yang pertamafungsi mental mempunyai riwayat
sosial artinya setiap anak harus menggunakan bahsa dan
berkomunikasi dengan orang lain yang kedua berbicara di
lingkungan sekitar menggunakan

bahasa dalam durasi waktu yang sangat lama.


(4) Kebudayaan dan masyarakat
Kongnitif anak akan menjadi optimal dengan cara anak harus
melakukan interaksi sosial dengan lingkungan dan budaya sekitar
(Soetjiningsih, 2012).
3) Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa anak tidak jauh dari perkembangan kongnitif yang
lebih baik dalam bahasa sendiri mempunyai sistem peraturan sendiri yaitu
sintaksis, morfologi, pregmatikui, dan leksikal yang artinya sintaksis
merupakan kemampuan dalam penguasaan data bahasa, morfologi
merupakan kemampuan dalam penguasaan serta pembentukan kata-kata,
fonologi merupakan kemampuan penguasaan intonasi suara, lesikal
merupakan kemapuan kosa kata serta pengetahuan tentang bahasa. Bahasa
juga mempunyai fungsi untuk anak balita diantaranya :
a) Fungsi instumental: bahasa dapat mengutarakan keinginan anak serta
dapat mengekspesikan.
b) Pengatur: bahsa juga dapat dilakukan oleh anak untuk mengatur
prilaku orang lain.
c) Pribadi: bahasa juga dapat mengungkapkan perasaan dan
mengekspresikan pandangan serta tingkah laku melalui bahasa.
d) Heruistik: anak menggunakan bahasa di lingkungan serta dapat
membedakan dirinya dengan lingkungan.
e) Imaginasi: anak dapat menggunakan bahasa untuk membayangkan
sesuatu yang tidak nyata serta dapat masuk didalamnya (Soetjiningsih,

FIKes UIA 2023


2012).
Keterlambatan perkembangan bahasa pada anak sering terjadi pada usia
prasekolah, anak laki-laki cenderung mengalami masalah dalam bahasa
dibanding anak perempuan, ini akan berdampak pada kongnitif dan sosial
emosional anak, anak akan di panadang negatif dilingkungan. Antisipasi
untuk anak yang mengalami keterlambatan bahasa bisa dilakukan dengan
membaca buku, karena membaca buku dapat menambah kosakata anak.
(Soetjiningsih, 2012).
4) Perkembangan sosial, emosional
Perkembangan anak tentang sosial emosional merupakan cara anak untuk

mengembangkan kepercayaan diri, percaya, dan simpati akan tetapi sosial


emosional anak dipengaruhi faktor biologis seperti emosi, kesehatan, dan
lingkungan dilain itu faktor yang mempengaruhi sosial emosional anak
diantaranya keluarga, teman, dan pemainan sebagaima berikut :
a) Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua dapat dipengaruhi perkembangan anak, setiap
orang tua mempunyai prilaku pola asuh masing-masing, dimana
terdapat tipe pola asuh orang tua:
(1) Pola asuh otoriter: pola asuh orang tua yang sering menghukum
anak, memaksa anak untuk mengikuti aturanya, pengawasan sangat
ketat, dan sering menunjukan kemarahan. Pola asuh seperti ini
akan menyebabkan anak tidak bahagia, komunikasi yang kurang,
tidak mempunyai keinginan dan cenderung bersifat agresif pada
anak.
(2) Pola asuh demokratis: pola asuh orang tua seperti ini merupakan
pola asuh dimana anak dituntut untuk mandiri akan tetapi masih
dalam pengawasan orang tua, sikap orang tua seperti ini sangat
ramah terhadap anaknya, sehingga akan berdampak pada anak
yang mempunyai sosial yang baik, percaya diri, dan bertanggung
jawab.
(3) Pola asuh mengabaikan: pola asuh orangtua seperrti ini yang tidak
terlalu menuntut anaknya dan cenderung membiarkan anaknya
melakuakan segala hal sehingga anak tidak bisa mengendalikan
perilaku, ini akan berdampak pada sopan santun anak terhadap

FIKes UIA 2023


orang tua dan tidak mengikuti peraturan.
(4) Pola asuh menbiarkan: pola asuh orang tua dimana orang tua tidak
melihat di kehidupan anaknya, karena menganggap kehidupan
orang tua lebih penting dari anaknya, ini akan berdampak buruk
terhadap prilaku anak, anak akan cenderung menyendiri, tidak
pernah dewasa, terasing dalam keluarga.
b) Teman
Teman merupakan sumber informasi terpenting serta pembanding di
lingkungan sekitar, dimana anak akan mendapat umpan balik tentang
dirinya. Teman sebaya sangat penting bagi perkembangan sosial anak,
apabila anak memiliki taman yang baik akan berdampak pada prilaku
yang positif, akan tetapi jika anak mendapat teman yang kurang baik ini

kan berdampak buruk pada perilaku anak yang negatif seperti, putus
sekolah.
c) Bermain
Bermain merupakan suatu kegiatan yang sangat membahagiakan yang
dilakukan untuk kepentingan kegiatan sendiri, itu juga merupakan suatu
kesibukan anak untuk menyenangkan perasanya, tapi juga dibatasi
waktunya dan tempanya. Fase bermain pada anak juga memiliki fungsi
dan karakteristik tersendiri, diantaranya:
(1) Fungsi bermain pada anak: bermain pada anak akan meningkatkan
perkembangan motorik halus dan motorik kasar, bermain juga
dapat meningkatkan perkembangan emosi anak, anak juga akan
belatih kerjasama dengan teman, serta dapat meningkatkan
perkembangan kongnitif anak.
(2) Karakteristik bermain pada anak: bermain pada anak dilakukan
tanpa paksaan, permainan menimbulkan perasan senang serta
merangsang munculnyaprilaku baik, bermain dilakukan secara
bebas, arti dari permainan ditentukan oleh anak (Soetjiningsih,
2012).

FIKes UIA 2023


Tabel 2.2
Tahapan Perkembangan Balita
No Usia Tahapan Perkembangan yang dicapai
1. 24-36 bulan • Jalan naik tangga sendiri
• Dapat bermain dengan menendang bola kecil
• Mencoret-coret pensil pada kertas
• Bicara dengan baik menggunakan dua kata
• Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
• Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu
• Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama 2 benda
atau lebih
• Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
• Melepas pakaiannya sendiri

2. 36-48 bulan • Berdiri 1 kaki selama 2 detik


• Melompat kedua kaki diangkat
• Mengayuh sepeda roda tiga
• Menggambar garis lurus
• Menumpuk 8 buah kubus
• Mengenal 2-4 warna
• Menyebut nama, usia dan tempat
• Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan
• Mendengarkan cerita
• Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan
• Mengenakan sepatu sendiri
• Mengenakan pakaian sendiri

FIKes UIA 2023


3. 48-60 bulan • Berdiri 1 kaki 6 detik
• Melompat-lompat dengan kaki satu
• Menari
• Menggambar tanda silang
• Menggambar lingkaran
• Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh
• Mengancing baju atau pakaian boneka
• Menyebut nama lengkap tanpa di bantu
• Senang menyebut kata-kata baru
• Senang bertanya tentang sesuatu
• Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar
• Bicaranya mudah dimengerti
• Bisa membandingkan/membedakan sesuatu dari ukuran dan
bentuknya
• Menyebut angka, menghitung jari
• Menyebut nama-nama hari
• Berpakaian sendiri tanpa dibantu ibu

5. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Balita


a. Faktor internal
1) Ras merupakan anak lahir dengan ras di suatu negara maka anak tersebut
tidak mempunyai ras seperti negara lain
2) Umur merupakan suatu tolak ukur percepatan pertumbuhan dan
perkembangan anak
3) Jenis kelamin merupakan perkembangan pada anak perempuan lebih
cepat di banding anak laki-laki
4) Keluarga akan mempengharuhi bentuk tubuh anak sesuai dengan orang
tuanya
5) Genetik merupakan faktor bawaan anak dengan memiliki potensi.
Kelainan genetik pada anak akan berpengaruh pada perkembangan anak
selanjutnya
b. Faktor ekternal
1) Gizi merupakan faktor terpenting pada saat ibu hamil di akhir trimester
yang dapat mempengaruhi janin
2) Mekanis merupakan posis fetus yang tidak normal yang berdampak pada
kelainan kongenital
3) Toksin dan zat kimia terdapat di obat seperti aminoptrin yang dapat
menyebabkan kelainan kongenital

FIKes UIA 2023


4) Radiasi meruapakan paparan radium dan sinar rontgen yang akan
berdampak pada janin
5) Infeksi, penyakit ini bila pada awal trimester dan trimester kedua akan
menyebabkan kelainan pada janin (kemenkes, 2016).

C. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah berbagai macam hal yang diperoleh oleh seseorang
melalui panca indera (Natoatmodjo, 2012). Pengetahuan adalah hasil tahu dan
ini terjadi setelah seorang mengadakan penginderaan terhadap sesuatu objek
tertentu (A.Wawan et al, 2019). Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan
diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri, maupun
sikap dan prilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang. (Yohanna Theresia
Hasibuan, 2018). Dari

diatas peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil "tahu"


seseorang terharhap suatu objek tertentu yang dapat menumbuhkan rasa percaya
diri, maupun sikap dan perilaku setiap hari yang mendukung tindakan seseorang.
Definisi operasional yang akan menjadi definisi operasional terkait
pengetahuan ibu tentang stunting adalah Pola pikir atau segala sesuatu yang
diketahui ibu yang merawat balita dirumah mengenai stunting (Definisi,
penyebab, ciri-ciri, dampak, perilaku pencegahan).

2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehetion)

FIKes UIA 2023


Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat meng-interpretasikan suatu materi
tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (riil). Aplikasi
disini dapat diartikan penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam kaitannya suatu
sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk menjelaskan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Bisa diartikan juga sebagai kemampuan untuk menyusun formasi baru dari
formasi-formasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan penelitian
terhadap suatu obyek. Penelitian ini berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
b. Media masa / sumber informasi
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah, internet, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
c. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
d. Lingkungan

FIKes UIA 2023


Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu.

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang
menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian. Menurut
(Budiman dan Riyanto, 2013).
a. Skala Guttman adalah skala pernyataan yang menginginkan tipe jawaban
yang tegas, seperti jawaban Benar-Salah, Ya-Tidak, Pernah-Tidak pernah,
positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk, dan seterusnya. (V.Wiratna S,
2018). jawaban "benar" Pada pernyataan positif akan mendapatkan skor 6,
dan jawaban :"salah" akan mendapatkan skor 0. Jawaban "benar" untuk
pernyataan

negatif akan mendapatkan skor 0, dan jawaban "salah" akan mendapatkan


skor 6.
b. Menurut Arikunto (2013) terdapat 3 kategori tingkat pengetahuan yang
didasarkan pada nilai presentase sebagai berikut:
1) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya 76%-100%.
2) Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-75%
3) Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya ≤55%

D. Konsep Sikap
1. Definisi Sikap
Sikap merupakan reaksi tertutup yang berupa kesiapan dan kesediaan
seseorang untuk bertindak, jika reaksi terbuka maka disebut sebuah perilaku
(Notoadmojo, 2012). Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap
dirinya sendiri, orang lain, objek dan isu. (A.Wawan, 2019). Dari beberapa
definisi diatas Peneliti mendifinisikan bahwa sikap adalah kesiapan dan

FIKes UIA 2023


kesediaan seseorang untuk bertindak sebagai evaluasi umum yang dibuat
manusia terhadap dirinya sendiri.
Definisi operasional yang akan menjadi definisi operasional terkait sikap ibu
tentang perilaku pencegahan stunting adalah Tanggapan atau respon ibu yang
merawat balita dirumah mengenai perilaku pencegahan stunting (Komponen
kognitif, komponen afektif, komponen psikomotor).

2. Komponen Sikap
Secara umum sikap memiliki tiga komponen (Arson, Wilson, Akert, 2012).
a. Komponen Kognitif
Proses kognitif diperankan oleh otak manusia yang mana informasi yang
diperoleh seseorang akan masuk ke dalam otak lalu diproses dengan
menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi yang akan menghasilkan
penilaian yang baru terhadap suatu objek maupun subjek.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif ialah sebuah perasaan (emosi) seseorang terhadap suatu
objek maupun subjek. Dari proses kognitif yang menghasilkan penilaian baru
lalu seseorang akan meyakini dengan benar, baik dan indah yang melibatkan

emosi. Afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan pada aspek


perasaan dan emosi seperti: minat, sikap, apresiasi, dan cara menyesuaikan
diri.
c. Komponen Psikomotor
Sebuah tindakan yang dilakukan seseorang yang berkenaan dengan keinginan
dan keyakinan. Psikomotor berisi perilaku-perilaku yang menekankan pada
aspek keterampilan motorik seperti: mengerjakan, memasang, membuat.
Psikomotor juga disebut sebagai bentuk dari tingkah laku.

3. Tahapan Sikap
Dalam taksonomi Bloom tahapan domain sikap adalah (Budiman & Riyanto,
2013).
a. Menerima
Tahapan menerima adalah kepekaan, kesadaran dam keinginan seseorang
untuk menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada diri
seseorang dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Tahapan

FIKes UIA 2023


menerima ini seseorang yang menerima rasangan (stimulus) juga akan
menyeleksi dan mengkontrol stimulus tersebut.
b. Menanggapi
Tahap sikap menaggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mengikutsertakan diri secara aktif dalam situasi tertentu dan membuat
reaksi dari apa yang diterima pada tahap menerima.
c. Menilai
Tahap menilai adalah seseorang memberikan nilai atau penghargaan terhadap
suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan akan
dirasakan membawa kerugian atau penyesalan begitu juga sebaliknya jika
kegiatan dikerjakan akan dirasakan membawa keuntungan dan kepuasan.
d. Mengelola
Tahap sikap mengelola adlaah mempertemukan perbedaan nilai baru yang
universal, yang membawa pada perbaikan umum. Pada tahap mengelola
seseorang akan memiliki kemantapan dan prioritas nilai yang telah
dimilikinya.
e. Menghayati
Tahap sikap menghayati adalah perpaduan dari semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Pada tahap ini seseorang telah menanamkan nilai secara konsisten
pada

sistemnya sehingga akan mempengaruhi emosinya. Menghayati merupakan


tingkat afektif tertinggi, karena tahapan sikap ini seseroang dapat dikatakan
telah bijaksana.

4. Sifat Sikap
Sifat sikap terbagi dua, yaitu sifat positif dan sifat negatif (Azwar, 2013), sebagai
berikut:
a. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah: mendekati, menyayangi,
mengharapkan obyek tertentu.
b. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

5. Pengukuran Sikap

FIKes UIA 2023


a. Pengukuran sikap model Likert
Pengukuran sikap model Likert juga dikenal dengan pengukuran sikap skala
Likert, karena likert dalam melakukan pengukuran sikap juga menggunakan
skala. Dalam menciptakan alat ukur, Likert juga menggunakan pernyataan-
pernyataan dengan menggunakan empat jawaban alternative atau tanggapan
atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Subyek yang diteliti disuruh memilih
salah satu dari empat alternative jawaban yang disediakan. Empat alternatif
jawaban yang dikemukakan oleh Likert, yaitu: a. Sangat setuju (strongly
approve) b. Setuju (approve) c. Tidak setuju (disapprove) d. Sangat tidak
setuju (strongly disapprove). Alternatif jawaban tersebut memiliki nilai 1-4,
mana yang mendapatkan nilai 1 sampai 4 tergantung pernyataannya. Bila
pernyataan sifatnya positif dan orang tersebut sangat setuju maka pernyataan
tersebut memiliki nilai 4 dan sebaliknya. (Notoatmodjo, 2014).
b. Sikap dibagi dalam 2 Kriteria :
1) Sikap Negatif = Jika Skor ˂ Mean/Median
2) Sikap Positif = Jika Skor ≥ Mean/Median

6. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Sikap


Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2013) :
a. Pengalaman pribadi.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

c. Pengaruh budaya.
d. Media massa.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
f. Pengaruh faktor emosional

E. Konsep Perilaku
1. Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau mahluk hidup yang. Perilaku adalah respon individu terhadap
suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi
spesifik, durasi dan tujuan baik disadari atau tidak. Perilaku merupakan
kumpulan berbagai factor yang saling berinteraksi (A.Wawan,Dewi.M.2019).

FIKes UIA 2023


Dari beberapa definisi diatas, peneliti mendefinisikan bahwa perilaku adalah
semua kegiatan aktivitas atau tindakan dari respon terhadap suatu stimulus yang
dapat diamati dan mempunyai frekuensi sepesifik yang disadari atau tidak
disadari.
Definisi operasional yang akan menjadi definisi operasional terkait perilaku
ibu tentang pencegahan stunting adalah Suatu tindakan untuk menghindarkan
balita mengalami tinggi badan lebih pendek dari anak seusianya (Perbaikan pola
makan, pola asuh, perbaikan sanitasi dan air bersih).

2. Golongan Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua (Notoatmodjo, 2012) yaitu :
a. Perilaku tertutup (Convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap
yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat
diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (Overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh
orang lain.

FIKes UIA 2023


3. Determinan Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal
(lingkungan). Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan
refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan keinginan, kehendak,
minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian pada
realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan
perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut
ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor
pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2012).

4. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons
ini terbentuk 2 macam, yakni:
a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung.
Bentuk perilaku dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah
respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat
terselubung dan disebut cover behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang
sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt
behavior (A. Wawan dan Dewi.M, 2019).

5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perilaku


Menurut teori Lawrance Green (1980) dalam Notoatmodjo (2014)
menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor
yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku, diantaranya mencakup pengetahuan, sikap, tindakan,
kepercayaan, nilai-nilai tradisi dan sebagainya.

FIKes UIA 2023


b. Faktor pemungkin (enabling factor), yaitu faktor yang mencakup lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-prasarana
terjadinya perilaku , misalnya ketersedianya Sumber atau fasilitas dan
sebagainya.
c. Faktor penguat (reinforcement factor), yaitu faktor yang memperkuat terjadi
nya perilaku, meliputi sikap, undang- undang, peraturan-peraturan,
pengawasan dan sebagainya.

6. Pengukuran Perilaku
a. Pengukuran Perilaku model Likert
Pengukuran Perilaku model Likert juga dikenal dengan pengukuran sikap
skala Likert, karena likert dalam melakukan pengukuran perilaku juga
menggunakan skala. Dalam menciptakan alat ukur, Likert juga menggunakan
pernyataan-pernyataan dengan menggunakan Empat jawaban alternative atau
tanggapan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Subyek yang diteliti disuruh
memilih salah satu dari lima alternative jawaban yang disediakan. Empat
alternatif jawaban yang dikemukakan oleh Likert, yaitu: a. Selalu b. Sering c.
Jarang d. Tidak Sama Sekali. Alternatif jawaban tersebut memiliki nilai 1-4,
mana yang mendapatkan nilai 1 sampai 4 tergantung pernyataannya. Bila
pernyataan sifatnya positif dan orang tersebut sangat setuju maka pernyataan
tersebut memiliki nilai 4 dan sebaliknya. (Notoatmodjo, 2014).
b. Perilaku dibagi dalam 2 Kriteria :
1) Perilaku Negatif = Jika Skor < Mean/Median
2) Perilaku Positif = Jika Skor ≥ Mean/Median

FIKes UIA 2023


F. Kerangka Teori

Bagan 2.3

Balita 24-59 Bulan

Stunting Pengetahuan Ibu

1. Definisi Stunting
2. Penyebab Stunting
3. Ciri – Ciri Stunting
4. Dampak Stunting
5. Perilaku Pencegahan Stunting

Perilaku Pencegahan Sikap Ibu


Stunting

1. Perbaikan Pola Komponen Sikap :

Makan 1. Kognitif
2. Pola Asuh 2. Afektif
3. Psikomotor
3. Perbaikan Sanitasi
dan Air Bersih

Keterangan :
Gambar 2.5 Kerangka Teori
: Diteliti
Sumber : (Kemenkes RI, 2017), (Kemenkes RI, 2018),
: Tidak Diteliti (WHO, 2013), (WHO, 2014), (Arson, Wilson, Akert 2012),
(Notoatmodjo 2015).
: Berpengaruh

FIKes UIA 2023


BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep adalah suatu model konseptual yang membahas saling
ketergantungan antara variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika
situasi atau hal yang sedang atau yang akan diteliti sekarang. Penyusunan kerangka
konsep akan membantu kita untuk membuat hipotesa, menguji hubungan tertentu
dan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang
hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau variabel (Nursalam, 2017).
Variabel independent adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel dependent. Variabel independent yang akan diteliti adalah
Pengetahuan dan Sikap Ibu, sedangkan variabel dependent adalah variabel yang
nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel dependent penelitian adalah Perilaku
Pencegahan Stunting (Nursalam, 2017).

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan Ibu
Perilaku Pencegahan
Stunting
Sikap Ibu

B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan, duga atau dalil
sementara yang kebenarannya akan diteliti dan kebenarannya akan terbukti dalam
penelitian tersebut (Nursalam, 2017). Berdasarkan landasan teori dan kerangka
konsep dapat dirumuskan :
H¹o : Tidak terdapat hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan perilaku pencegahan
stunting pada balita usia 24-59 bulan di RW 04 Kelurahan Harapan Jaya.
H¹a : Terdapat hubungan antara Pengetahuan ibu dengan perilaku pencegahan
stunting pada balita usia 24-59 bulan di RW 04 Kelurahan Harapan Jaya.
H²o : Tidak terdapat hubungan antara sikap ibu dengan perilaku pencegahan stunting
pada balita usia 24-59 bulan di RW 04 Kelurahan Harapan Jaya.
FIKes UIA 2023
H²a : Terdapat hubungan antara sikap ibu dengan perilaku pencegahan stunting pada
balita usia 24-59 bulan di RW 04 Kelurahan Harapan Jaya.

C. Definisi Operasional
Tabel 3.2
Definisi Operasional
No Variable Definisi oprasional Alat ukur Hasil ukur Skala
ukur
Variable
Independen
1 Pengetahuan Pola pikir atau Lembar Test Baik jika nilainya 76 Ordinal
Ibu segala sesuatu yang dengan – 100 %
diketahui ibu yang menggunakan Cukup jika nilai 56 –
merawat balita skala Guttman 75 %
dirumah mengenai dengan 17 butir Kurang jika niali ≤ 56
stunting (Definisi, pernyataan. %
penyebab, ciri-ciri, (Arikunto, 2013)
dampak, perilaku
pencegahan).
2 Sikap ibu Tanggapan atau Lembar 1. Negatif jika skor Ordinal
respon ibu yang Kuesioner yang didapat ˂
merawat balita dengan 46.00 (Median)
dirumah mengenai menggunakan 2. Positif jika skor
perilaku pencegahan skala likert yang didapat ≥
stunting (Komponen sebanyak 12 46.00 (Median)
kognitif, komponen butir pernyataan.
afektif, komponen
psikomotor).
Variable
Dependen
3 Perilaku Suatu tindakan untuk Lembar 1. Negatif jika skor Ordinal
Pencegahan menghindarkan Kuesioner yang didapat ˂
Stunting balita mengalami dengan 54.00 (Median)
tinggi badan lebih menggunakan 2. Positif jika skor
pendek dari anak skala likert yang didapat ≥
seusianya (Perbaikan sebanyak 14 54.00 (Median)
pola makan, pola pernyataan
asuh, perbaikan
sanitasi dan air
bersih).

FIKes UIA 2023

Anda mungkin juga menyukai