Anda di halaman 1dari 31

Laporan Praktikum 02 Bangunan Hidrolika

Engineering Drawing dan Perlindungan Bangunan Hidrolika

Kelompok 3
Nama Anggota
1. Salsabila Putri Khoirunnisa F4401201003
2. Nurwahid Dimas Saputro F4401201004
3. Nabila Khoerunnisa F4401201009
4. Idham Ilyas Budhi Mahendra F4401201029

Hasil Praktikum
Bangunan hidrolika yang berpotensi mengalami kegagalan dan antisipasi
kegagalannya

Gambar 2D Bangunan Hidrolika

Gambar 1 Denah bangunan hidrolika


Gambar 2 Bangunan pengatur debit

Gambar 3 Tampak samping bangunan hidrolika


Gambar 3D Bangunan Hidrolika

Gambar 4 Tampak isometrik bangunan hidrolik

Gambar 5 Tampak depan bangunan hidrolik

Gambar 6 Tampak samping bangunan hidrolik


Scouring
Gerusan merupakan proses terjadinya penurunan dasar sungai yang diakibatkan oleh
erosi di bawah elevasi permukaan alami atau datum yang diasumsikan antara aliran
dengan material dasar sungai. Gerusan atau Scouring terjadi di bawah pengaruh aliran
air atau proses geologis lainnya, contohnya saat aliran air sungai meningkat pada ketika
hujan lebat atau pelepasan air dari bendungan, aliran air yang kuat memiliki kecepatan
aliran yang cukup tinggi sehingga menyebabkan pengikisan. Gerusan ini dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk sungai, menyebabkan erosi tanah, atau
infrastruktur di sekitar menjadi rusak. Scouring dapat dibedakan menjadi dua kategori,
antara lain:
1. Tipe gerusan
a. Gerusan umum (general scour)
Gerusan ini terjadi tidak berkaitan sama sekali denga nada atau tidaknya
bangunan hidraulik. Gerusan ini disebabkan oleh energi dari aliran air.
b. Gerusan terlokalisir (localized scour/constriction scour)
Pada alur Sungai, terjadi karena penyempitan alur Sungai, sehingga aliran
menjadi lebih terpusat.
c. Gerusan lokal (local scour)
Terjadi di sekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal di sekitar bangunan
Sungai. Proses ini biasanya dipicu oleh tertahannya angkutan sedimen yang
dibawa bersama aliran oleh struktur bangunan dan peningkatan turbulen aliran
akibat adanya gangguan dari struktur bangunan.
2. Gerusan dalam perbedaan angkutan
a. Kondisi (clear water scour)
Dimana gerusan dengan air bersih terjadi jika material dasar Sungai di
sebelah hulu dalam keadaan diam.
b. Kondisi (live bed scour)
Dimana gerusan yang disertai dengan angkutan material dasar saluran.
Berdasarkan dua kondisi gerusan,jenis gerusan yang sering terjadi pada bangunan
hidrolika berupa local scouring. Proses gerusan lokal dapat terjadi apabila dalam dua
kondisi, yaitu suatu kondisi gerusan dengan air jernih (Clear-Water Scour) dan suatu
kondisi gerusan dengan air tidak jernih (Live-Bed Scour). Clear-Water Scour terjadi
apabila material dasar di hulu bangunan dalam keadaan diam atau tidak ada gerakan
material dasar, secara teoritik dinyatakan bahwa tegangan geser dasar (τo) lebih kecil
atau sama dengan tegangan geser dasar kritik (τC). Sementara itu, Live-Bed Scour
yaitu suatu proses gerusan yang ditandai dengan adanya angkutan sedimen dari
material dasar, hal tersebut terjadi ketika kondisi aliran pada saluran menyebabkan
material dasar bergerak. Peristiwa tersebut menunjukan bahwa tegangan geser pada
dasar saluran lebih besar dibandingkan dengan tegangan dasar kritiknya. Kedalaman
gerusan dapat dikatakan mencapai keseimbangan jika jumlah material yang bergerak
dari lubang gerusan sama dengan material yang disuplai ke lubang gerusan. Skema
proses terjadinya local scouring pada bangunan hidrolika dapat dilihat pada Gambar
7 berikut.
Gambar 7 Skema terjadinya local scouring

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh scouring cukup signifikan pada lingkungan dan
infrastruktur sehingga diperlukan tindakan mitigasi untuk melindungi daerah yang rentan
terhadap proses ini. Pencegahan scouring diambil untuk mengurangi atau mencegah efek
pengikisan tanah. Salah satu cara pencegahan scouring adalah pengelolaan aliran air.
Dalam aliran sungai, pengelolaan air dapat mencakup pembangunan struktur pengalihan
air, seperti bendungan, pelimpah, atau pintu air untuk mengontrol debit air. Cara lain
untuk mengurangi aliran air secara berlebihan dari permukaan sungai melalui desain
dasar sungai untuk mengurangi energi aliran air, seperti pembuatan stilling basin. Stilling
basin adalah struktur rekayasa hidrolik yang digunakan untuk menghentikan atau
meredam energi aliran air yang mengalir dengan cepat, mengurangi kecepatan aliran, dan
meminimalkan erosi serta dampak negatif lainnya pada aliran air yang kemudian akan
dialirkan kembali ke sungai. Dalam banyak kasus, stilling basin digunakan bersamaan
dengan struktur hidrolika lainnya seperti spillway, weir, atau bendungan untuk mengatur
aliran air. Terdapat beberapa fungsi penting dari stilling basin adalah sebagai berikut.
a. Disipasi energi
Stilling basin dirancang dirancang untuk meredam energi kinetik air yang besar
melalui perubahan hidrolik atau turbulensi dalam basin. Aliran air dengan kecepatan
tinggi yang memasuki stilling basin mengalami perlawanan atau turbulensi sehingga
terjadi penurunan kecepatan yang signifikan. Dengan kecepatan aliran yang
menurun, energi yang terkandung dalam air pun ikut menurun sehingga dengan
penurunan kecepatan ini membantu mencegah erosi di hilir.
b. Perlindungan infrastruktur
Stilling basin sering digunakan di spillway bendungan untuk melindungi
integritas struktur bendungan dan mencegah pengikisan di dasar sungai. Selain itu,
stilling basin juga memungkinkan sebagai tempat penumpukan sedimen. Air yang
bergerak lebih lambat di dalam stilling basin menyebabkan sedimentasi dan endapan
bahan padat yang dibawa oleh aliran sehingga mencegah sedimen terbawa lebih jauh
ke hilir.
Scouring juga dapat dicegah dengan adanya coffer pada bangunan hidrolika berupa
dinding potong yang disediakan di ujung lantai dan dapat dibangun pada area
upstream atau downstream yang berfungsi untuk mengintervensi energi aliran di
bawah tanah supaya tidak memiliki energi yang cukup untuk merusak bangunan
hidrolika. Coffer dapat berfungsi dalam melindungi dasar saluran hilir terhadap aliran
air tanah yang terkonsentrasi, sehingga kecepatan keluarnya lebih tinggi; melindungi
lantai dari lubang gerusan di hilir. Lubang gerusan ini akan diperbanyak ke arah hulu,
sehingga memperbendek jalur rembesan kritis; meningkatkan jalur rembesan kritis
aliran air tanah.

Piping
Piping atau peristiwa rembesan adalah fenomena dimana air yang mengalir di bawah
atau melalui suatu struktur seperti bendungan atau tanggul dapat mengangkut material
tanah atau pasir dari bawah struktur sehingga menyebabkan saluran yang dapat
mengancam stabilitas struktur tersebut (Huda et al. 2019). Piping disebabkan oleh tiga
proses yaitu suffusion, concentrated leak, dan backward erosion. Suffusion merupakan
fenomena berpindahnya butiran kecil akibat aliran rembesan melalui rongga pori di
butiran yang lebih besar, sehingga butiran yang lebih kecil meninggalkan tanah semula
atau terangkat. Piping yang terbentuk oleh concentrated lead disebabkan oleh keberadaan
lubang atau retakan yang sudah ada sebelumnya karena adanya perbedaan tingkat
penurunan massa tanah akibat pemadatan yang kurang baik atau aktivitas hewan dan
tumbuhan. Selanjutnya, backward erosion yang terjadi pada permukaan bebas di hilir
bangunan hidrolika yang kemudian berlanjut ke atah berlawanan aliran renbesan menuju
bagian hulu melalui area pondasi bangunan (Fauzi et al. 2023).
Pentingnya untuk mencegah terjadinya piping dalam perencanaan, desain, dan
konstruksu infrastruktur seperti bendungan, tanggul, atau struktur lainnya yang terhubung
dengan air. Beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko piping
sebagai berikut (Putra et al. 2022)..
1. Analisis tanah dan hidrolika
Melakukan analisis menyeluruh terhadap sifat tanah di lokasi dan dinamika aliran
air dapat membantu dalam merancang struktur yang tahan terhadap potensi piping.
2. Perencanaan aliran air
Merancang saluran air yang teratur dan membandingkan arah aliran air serta
tekanan hidrolik dapat membantu mengurangi potensi pengikisan tanah di bawah
struktur.
3. Lapisan kedap air
Penggunaan lapisan kedap air seperti geotekstil atau bahan lainnya di bawah tanah
dapat membantu mencegak erosi dan pergeseran tanah yang dapat menyebabkan
piping.
4. Pengendalian aliran air
Memastikan pengendalian aliran air di sekitar dan di bawah struktur dapat
membantu mencegak tekanan air yang terlalu tinggi dan potensi untuk piping.
5. Stabilisasi pondasi
Memastikan bahwa pondasi struktur cukup kuat dan stabil dapat membantu
mencegah terowongan piping yang terbentuk di bawahnya.
6. Monitoring dan pemeliharaan
Melakukan pemantauan rutin dan perawatan terhadap struktur yang terhubung
dengan air dapat membantu mendeteksi tanda-tanda awal piping sehingga tindakan
korektif dapat diambil segera.

Uplift
Uplift adalah tekanan air yang timbul di bawah lantai struktur akibat dari adanya
tekanan air tanah yang naik (Abror dan Hartono 2019). Menurut panduan oleh Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, gaya tekanan ke atas, juga dikenal
sebagai gaya uplift, mengakibatkan pengurangan berat efektif dari bangunan di atasnya.
Pada struktur bangunan hidrolika dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya
yang menjadi penyebab utama yaitu adanya air tanah di bawah lantai yang memberikan
tekanan struktur. Faktor lain yang berkontribusi pada uplift adalah rembesan air dan
ketebalan lantai. Ketebalan minimum lantai perlu diperhitungkan sehingga dapat
menahan tekanan angkat dari air tanah. Pada lantai pasangan bata, perhitungan kestabilan
tekanan angkatnya akan berbeda dengan lantai beton bertulang. Sedangkan, pada lantai
beton bertulang struktur secara keseluruhan dapat menahan gaya angkat sehingga sangat
memungkinkan dalam melakukan pengurangan ketebalan lantai. Penanganan uplift
terdapat beberapa cara, yaitu
1. Desain perancangan yang tepat
Ketika merancang bangunan hidrolika perlu mempertimbangkan tenkanan air
yang mungkin terjadi. Dengan pemilihan bentuk, material, dan struktur yang tepat
dapat membantu mengurangi potensi untuk terjadinya uplift.
2. Pondasi yang kuat
Pondasi uyang kuat dan sesuai dengan kondisi tanah di lokasi dapat mencegah
terjadinya pergeseran atau angkat pada bangunan akibat tekanan air di bawahnya.
3. Berat struktur
Memastikan berat struktur cukup untuk mengatasi gaya angkat yang mungkin
dihasilkan oleh tekanan air. Hal tersebut dapat dicapai dengan memperhitungkan
bobot material konstruksi dan mengatur distribusi berat dengan benar.
4. Perawatan dan pemeliharaan
Perawasan dan pemeliharaan yang rutin pada bangunan hidrolika penting
dilakukan untuk mengidentifikasi masalah uplift atau kerusakan potensial sejak dini.
5. Penggunaan penahan
Dalam beberapa kasus, penggunaan penahan seperti berat tambahan atau paku
dapat membantu menghindari angkat yang tidak diinginkan pada struktur.
6. Analisis terperinci
Sebelum membangun, perlu dilakukan analisis terperinci terhadap tekanan
hidrolik yang diterapkan pada bangunan. Hal tersebut dapat membantu
mengidentifikasi area yang mungkin rentan terhadap uplift.
Upaya lain yang dapat dilakukan mengatasi permasalahan uplift pada saluran adalah
dengan memasang wheep holes pada saluran. Wheep holes adalah lubang drainase yang
dapat digunakan untuk melakukan pencegahan dari terjadinya aliran yang merusak
struktur. Wheep holes berfungsi untuk mengalirkan air tanah guna mengurangi tekanan
air tanah. Di bagian belakang lubang-lubang tersebut diberi suatu filter, seperti lapisan
ijuk, yang berguna untuk mencegah butiran tanah terbawa keluar yang dapat
menyebabkan rongga-rongga di belakang dinding saluran sehingga saluran bisa retak dan
pecah (Farida dan Nurbayati 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Abror FM, Hartono. 2019. Perancangan analisis stabilitas gaya uplift pressure pada
bendung berbasis visual basic. Jurnal Student Teknik Sipil. 1(1): 15-21.
Direktorat Pengembangan Penyehat Lingkungan Permukiman. 2018. Pedoman
Perencanaan Teknik Terinci Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat
(SPALD-T). Jakarta: Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman.
Farida M, Nurbayati S. 2017. Pembuatan sistem informasi geografis daerah genangan
pada jaringan drainase jalan di wilayah Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat [tugas
akhir]. Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
Fauzi DA, Marsudi S, Cahya EN. 2023. Analisa rembesan terhadap terjadinya piping pada
Bendungan Cijurey Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Jurnal Teknologi dan
Rekayasa Sumber Daya Air (JTRESDA). 3(2): 500-513.
Huda AL, Prabandiyani S, Suharyanto. 2019. Evaluasi tekanan air pori dan rembesan
pada Bendungan Panohan. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil dan Teknik Kimia. 4(2): 102-
111.
Putra RAM, Putra AD, Wahono EP. 2022. Analisis rembesan terhadap bahaya piping pada
Bendungan Way Sekampung. Serambi Engineering. 7(3): 3454-3465.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB memproyeksikan bahwa kebutuhan
pangan pada tahun 2050 menyentuh angka 9,3 miliar.m3 dari saat ini 7,1 miliar.m3,
sehingga diperlukan peningkatan jaringan irigasi, kualitas dan kuantitas air yang
tersedia untuk menunjang peningkatann produksi panga. Secara global pertanian
menggunakan sekitar 70% dari sumber air tawar dan irigasi merupakan penggunaan air
terbesar. Irigasi sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan air untuk kebutuhan tanaman
secara optimal, kehilangan air selama proses penyaluran air irigasi dan selama proses
pemakaian. Oleh karena itu, perencanaan manajemen irigasi yang tidak tepat dapat
merusak dan membahayakan sumber air, dan saluran irigasi diperhadapkan dengan
naiknya permukaan air tanah sehingga terjadi genangan air (Sukri et al. 2022).
Suatu sistem jaringan irigasi terdapat empat fungsi pokok yang saling terikat
diantaranya bangunan utama untuk pengambilan air, jaringan pembawa aliran berupa
saluran, petak irigasi lengkap dengan pembagian aliran dan sistem pembuangan
kelebihan air (Badrun et al. 2023). Bangunan utama didesain sebagai bangunan yang
berfungsi untuk membelokkan aliran sungai ke dalam saluran irigasi, salah satu
bangunan utama yang sering digunakan di Indonesia adalah bendung. Bendung
merupakan bangunan pelimpah yang memberikan tinggi muka air minimum kepada
bangunan pengambilan air keperluan irigasi, bendung juga dapat menjadi penghalang
selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan luas di daerah-daerah hulu
bendung tersebut. Bangunan bendung ini, biasanya terbangun melintang tegak lurus
arah aliran sungai (Wigati et al. 2016). Pembangunan bendung mempunyai risiko tinggi
berupa kemungkinan terjadinya kegagalan bendung yaitu keruntuhan sebagian atau
seluruh bendung atau bangunan pelengkapnya. Selain itu, pembangunan bendung juga
mempunyai potensi bahaya yang besar yang dapat mengancam keselamatan masyarakat
pada kawasan hilir bendung. Keruntuhan bendung dapat disebabkan oleh kegagalan
struktur, kegagalan hidraulik yang mengakibatkan terjadinya peluapan air, dan
kegagalan operasi yang menyebabkan terjadinya rembesan yang dapat mengganggu
kestabilan bendung.
Untuk keperluan-keperluan irigasi, tidak selalu harus meninggikan muka air sungai.
Jika muka air sungai cukup tinggi, dapat dipertimbangkan pembuatan pengambilan
beban. Artinya cukup dengan bangunan yang dapat mengambil air dalam jumlah yang
cukup banyak selama waktu pemberian air irigasi tanpa membutuhkan tinggi muka air
tetap di sungai (Kemen PUPR 2016). Tinggi muka air di sungai akan menjadi
pertimbangan dalam penentuan tipe bendung yang akan dibangun. Apabila tinggi muka
air sungai kecil sedang butuhkan untuk mengatur muka air di depan pengambilan agar
air yang masuk tetap sesuai dengan kebutuhan irigasi, maka bendung gerak menjadi tipe
yang tepat. Di sisi lain, jika tinggi air sungai sudah cukup tinggi dan dibutuhkan
bangunan yang dapat menyadap air dari sungai tanpa terpengaruh oleh tinggi muka air,
maka bendung jenis bendung saringan bawah adalah tipe yang tepat.
TINJAUAN PUSTAKA

Bendung
Bendung adalah bangunan yang dibuat dari pasangan batu kali atau batu karang,
bronjong atau beton, terletak melintang pada sebuah sungai yang berfungsi untuk
menaikkan muka air pada kepentingan irigasi. Bendung diklasifikasikan ke dalam tiga
jenis, yaitu bendung berdasarkan fungsinya, bendung berdasarkan tipe strukturnya, dan
bendung berdasarkan dari segi sifatnya. Berdasarkan fungsi terdapat bendung penyadap,
bendung pembagi banjir, dan bendung penahan pasang. Berdasarkan tipe struktur
terdapat bendung tetap dan bendung gerak. Berdasarkan segi sifatnya terdapat bendung
permanen, bendung semi permanen, dan bendung darurat (Ndala 2019).

Bangunan Intake
Bangunan intake adalah bangunan yang berfungsi sebagai penyadap aliran sungai,
mengatur pemasukan air dan sedimen serta menghindarkan sedimen dasar sungai dan
sampah masuk ke intake. Fungsi utama dari bangunan intake adalah menangkap air dari
sumber air, yang kemudian diolah dalam instalasi pengolahan air bersih. Bangunan
intake pada air baku terdapat beberapa tipe diantaranya adalah river intake, direct
intake, canal intake, dan reservoir intake. Tipe pengambilan pada sumber air sungai di
bagi menjadi 5 kelompok, yaitu: intake bebas, intake dengan bendung, intake ponton,
intake jembatan, dan infiltration galeries (Masombe et al. 2015)

Bangunan Pembilas
Bangunan pembilas adalah bangunan yang berfungsi mencegah masuknya bahas
sedimen kasar ke dalam saluran irigasi. Bangunan ini dapat direncanakan sebagai:
pembilas pada tubuh bendung dekat bangunan pengambilan, pembilas bawah, shunt
undersluice, dan pembilas bawah tipe boks. Pembilas yang sekarang umum digunakan
adalah pembilas bawah (Kemen PUPR 2016).

Bangunan Pengambilan
Bangunan pengambilan adalah sebuah pintu air. Air irigasi dibelokkan dari sungai
menuju saluran irigasi dengan pintu ini. Pada perencanaan bangunan pengambilan,
diperlukan pertimbangan mengenai debit pengelakan sedimen (Kemen PUPR 2016).
Tujuan utama dari bangunan pengambilan adalah mengatur aliran air keluar dari
bendung sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat sekitarnya.

Bangunan Ukur
Bangunan ukur adalah bangunan yang dapat digunakan untuk mengukur aliran air
yang melewati bangunan ini. Bangunan ukur memiliki fungsi sebagai pengatur debit air
yang keluar dari intake bendung. Bangunan alat ukur biasanya dilengkapi dengan peil
schal yang jaraknya tidak lebih dari 100 meter dari intake bendung.

Kolam Olak
Kolam olak adalah bangunan yang berfungsi untuk meredam energi yang timbul
dalam air superkritis yang melalui pelimpah. Terdapat beberapa jenis kolam olak, yaitu:
vlughter, shocklitsch, USBR, dan Bucket. Jenis tersebut dipilih berdasarkan beberapa
faktor diantaranya: karakteristik hidrolis, hubungan lokasi antara peredam energi
dengan tubuh embung, kondisi topografi, dan situasi perkembangan dari sungai sebelah
hilir (Sambudhi dan Prasetyo 2006)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMILIHAN BENDUNG
Pemilihan bendung yang tepat sangat penting dalam merancang dan membangun
infrastruktur bendungan yang efisien dan aman. Lokasi bangunan bendung dan
pemilihan tipe bendung dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tipe, bentuk dan
morfologi sungai, kondisi hidrolis, topografi, kondisi geologi teknik pada lokasi,
metode pelaksanaan, aksesibilitas dan tingkat pelayanan. Adapun tipe bendung yang
dipilih ialah bendung tetap yang memiliki bentuk mercu bulat dengan hulu tegak,
memiliki dua buah pengambilan air dan jenis pintu pembilas bagian depan tertutup.

TINGGI MERCU BENDUNG


Tinggi mercu bendung, yang sering disebut juga sebagai elevasi mercu bendung,
adalah ketinggian dari dasar bendung atau permukaan air di hulu bendung ke titik
tertentu di atas dasar atau permukaan air di hilir bendung. Tinggi mercu bendung
biasanya diukur dalam satuan ketinggian seperti meter dan titik yang digunakan sebagai
referensi dapat bervariasi tergantung pada tujuan bendung tersebut. Contohnya, tinggi
mercu bendung dapat diukur dari dasar sungai di hulu bendung hingga ke puncak
tanggul atau dinding bendung, atau dapat diukur hingga ke puncak pintu air jika
bendung dilengkapi dengan pintu air yang dapat diatur. Tinggi mercu bendung dapat
diatur sesuai dengan kebutuhan untuk mengatur aliran air, mengendalikan banjir, atau
memenuhi tujuan lainnya yang terkait dengan manajemen sumber daya air. Perencanaan
tinggi mercu bendung menjadi satu hal yang sangat penting sehingga perlu dilakukan
perhitungan dalam perencanaan, pemantauan, dan operasi bendungan. Tinggi mercu
bendung merupakan faktor kunci dalam menentukan kapasitas penyimpanan bendungan
dan pengendalian aliran sungai. Ketinggian dasar mercu bendung pada dasarnya
dipengaruhi oleh lokasi tertinggi dari lahan pertanian yang akan disuplai air, ditambah
dengan kebutuhan air di lahan pertanian tersebut serta faktor-faktor seperti penurunan
tekanan akibat adanya struktur bangunan dan kemiringan saluran yang dilalui.

Tabel 1 Perhitungan tinggi mercu bendung


Keterangan Nilai Satuan
Elevasi sawah tertinggi 18,46 m
Tinggi air sawah 0,1 m
Kehilangan tekanan dari saluran primer ke sekunder 0,1 m
Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke tersier 0,1 m
Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah 0,1 m
Kehilangan tekanan intake 0,15 m
Kehilangan tekanan pada bangunan 0,1 m
Kehilangan tekanan pada kantong lumpur 0,1 m
Kehilangan tekanan pada pintu pembilas 0,15 m
Elevasi mercu bendung 19,36 m

Dari data diatas didapat elevasi mercu bendung sebesar 19,36 meter, elevasi dasar
sungai 16 meter, dan tinggi mercu sebesar 3,36 m

LEBAR EFEKTIF BENDUNG


Lebar efektif bendung adalah jarak antara dua tepi bendung atau dam yang
mencakup bagian sungai atau aliran air yang tertahan oleh bendung tersebut. Lebar
efektif ini penting karena dapat memengaruhi kapasitas penyimpanan air, pengendalian
banjir, dan manajemen sumber daya air secara keseluruhan. Lebar efektif bendung dapat
bervariasi tergantung pada desain bendung, jenis bendung, dan tujuan utama dari
bendung tersebut. Biasanya, lebar efektif ini diukur dari tepi atas bendung hingga ke
tepi bawahnya. Lebar efektif bendung merupakan ukuran panjangnya bendung yang
diambil dalam perhitungan untuk menentukan jumlah aliran banjir yang melewati titik
puncak bendung. Ini mencakup pengurangan dari lebar sungai sebenarnya dengan
kontraksi yang muncul akibat aliran yang melewati titik puncak bendung
tersebut.pengurangan dari lebar sungai sebenarnya dengan kontraksi yang muncul
akibat aliran yang melewati titik puncak bendung tersebut. Dalam memperhitungkan
lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan bagian depan terbuka) sebaiknya
diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi perbedaan koefisiensi debit
dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri. Sungai yang dibendung memiliki lebar
rata-rata 60 m dengan koefisien kontraksi pilar (Kp) sebesar 0,01 dan koefisien
kontraksi pangkal bendung 0,2 maka lebar efektif bendung ialah sebesar 57,89 m.

Tabel 2 Perhitungan Lebar Efektif Bendung


Keterangan Nilai Satuan
Lebar efektif bendung (Be) 57,89 m
Lebar rata-rata sungai (B) 60 m
Jumlah pilar (n) 0
Koefisien kontraksi pilar (Kp) 0,01
Koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka) 0,2

TINGGI AIR DI ATAS MERCU


Tinggi air di atas mercu adalah salah satu parameter penting dalam perencanaan,
manajemen, dan pemantauan bendungan, terutama dalam konteks pengelolaan banjir,
irigasi, dan suplai air. Sebelum menghitung gaya-gaya yang bekerja pada bendung,
tentunya harus menentukan terlebih dahulu muka air banjir sesuai dengan debit rencana.
Debit rencana adalah besarnya debit pada periode ulang tertentu yang diperkirakan akan
melalui bangunan air yang telah direncanakan. Pada analisis ini, menggunakan debit
rencana sebesar 1500 m3/detik dan kemudian mencari tinggi energi di hulu dengan cara
coba coba. Pada perencanaan ini didapatkan nilai Hd sebesar 4,82 m. Sehingga besar
elevasi muka air di atas mercu adalah sebesar 24,18 m. Perhitungan H hulu dilakukan
dengan cara trial and error didapatkan hasil sebesar 5,28 m. Perhitungan elevasi muka
air di atas mercu dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Perhitungan elevasi muka air di atas mercu


Keterangan Nilai Satuan
Debit rencana (Q) 1500 m3/det
Gravitasi (g) 9.80 m/det2
H1/r ≥ 2,5 (C0) 1.38
P/H1 ≥ 0,5 (C1) 0.99
P/Hd ≥ 0,5 (C2) 0.99
Koefisien debit (Cd = C0 . C1 . C2) 1.35
Tinggi energi di hulu (H1) 5.28 m
Tinggi energi hulu (He) 24.64 m
Luas bendung (A) 500.28
Volume bendung (V) 3.00 m/det
V2/2g 0.46 m
Tinggi air bagian hulu (Hd) 4.82 m
elevasi muka air di atas mercu 24.18
Jari-jari mercu bulat (R) 1.58 m

TINGGI AIR DI HILIR BENDUNG


Kondisi sungai yang dibendung memiliki debit banjir rencana 1500 m3/detik. Sungai
memiliki kemiringan 0,04 dengan kemiringan dinding (m) 1,49. Dilakukan perhitungan
trial and error untuk luas penampang basah (A), kecepatan aliran (v), keliling
terbasahkan (P), jari-jari hidrolik (R), serta nilai koefisien Chezy (C) hingga diperoleh
debit banjir sesuai rencana. Tinggi air di hilir bendung harus dibuat pada 1,49 m untuk
memperoleh debit banjir rencana 1500 m3/detik. Perhitungan tinggi air di hilir bendung
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Perhitungan tinggi air di hilir bendung


Keterangan Nilai Satuan
Kemiringan sungai (I) 0.04
H 1.49 m
A 92.46
V 16.22
m 1.50
Elevasi muka air di hilir bendung 17.49

KOLAM OLAK
Bangunan peredam energi dibuat dengan Tipe Vlugter karena Fr1 < 4,5 dengan
panjang kolam olakan 12,24 m, yang telah aman untuk meredam energi dari mercu
bendung dengan elevasi dasar olakan +7,12 m. Untuk menghindari terjadinya
penggerusan di hilir kolam olak, sebaiknya dilengkapi dengan bangunan konstruksi
lindung atau rap-rap. Keberhasilan dalam penggunaan bangunan peredam energi dengan
kolam olak tipe vlughter dapat diketahui melalui analisis bilangan Froude setelah di-
redesain memiliki nilai yang lebih kecil dan mengindikasikan kecepatan aliran yang
melambat akibat redaman.

Tabel 5 Penentuan tipe kolam olak


Keterangan Nilai Satuan
Debit pelimpah pada bendung (Q) 1.500 m3/det
Koefisien debit (Cd) 1,30
Tinggi energi di atas mercu (H1) 5,28 m
Tinggi energi kritis (Hc) 3,52 m
Tinggi jatuh (z) 7,16
Percepatan gravitasi (g) 9,80 m/det2
Lebar bendung (Be) 57,89 m
Debit kolam olak (Q) 1.556 m3/det
Kecepatan awal loncatan (V1) 13,86 m/det2
Tinggi konjugasi awal (Y1) 1,94 m
Bilangan froude awal (Fr1) 3,18
Tinggi konjugasi akhir (Y2) 7,78 m
Kecepatan akhir loncatan (V2) 3,46 m
Bilangan froude akhir (Fr2) 0,40

Tabel 6 Dimensi kolam olak


Keterangan Nilai Satuan
Z 7,16 m
Hc 3,22 m
z/Hc 2,23
t 10,36 m
D=R=L 12,24 m
a 0,60 m
Elevasi dasar kolam olak 7,12 m

Gambar 1 Elevasi dasar lengkung peredam energi dengan kolam olak

JALUR REMBESAN
Perhitungan jalur rembesan dilakukan dengan Metode Lane. Metode ini
membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang
kontak bangunan atau pondasi dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan.
Di sepanjang jalur perlokasi, kemiringan yang lebih curam dari 45 ̊ dianggap vertikal
dan yang kurang dari 45 ̊ dianggap horizontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya
tahan terhadap aliran tiga kali lebih kuat daripada jalur horizontal (PUPR 2016). Pada
perencanaan ini digunakan titik P dengan jumlah panjang vertikal Lv 27,67 m dan
jumlah panjang horizontal Lh/3 11,43 m. Sehingga besar angka rembesan lane sebesar
(Cw) 3,181. Metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method) digunakan
untuk mengecek bangunan-bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi bawah
tanah. Panjang yang dibutuhkan untuk kondisi aman adalah sebesar 39,1 m.

Tabel 7 Perhitungan jalur rembesan


Keterangan Nilai Satuan
Berat jenis (GS) 2,486
Angka Pori ( e ) 0,640
Tegangan ijin tanah 6 kg/cm2
ie 0,906
i < ie/sf 0,362
Cw 2,759
Cw desain 3,181
Cw desain > Cw ada 3,181 > 2,76
Delta H 7,070
Panjang dibutuhkan (Lane) 39,100
Panjang tersedia 39,100
LAMPIRAN

Gambar 2 Sketsa bendung

Gambar 3 Jari-jari mercu bendung


Gambar 4 3D tampak isometrik

Gambar 5 3D tampak samping


Laporan Praktikum 05 Bangunan Hidrolika
Design of Passive Regulator: Control Notch

Kelompok 3
Nama Anggota
1. Salsabila Putri Khoirunnisa F4401201003
2. Nurwahid Dimas Saputro F4401201004
3. Nabila Khoerunnisa F4401201009
4. Idham Ilyas Budhi Mahendra F4401201029

Hasil Praktikum

Perhitungan
Diketahui:
Kedalaman air:
Y = 1,00 m (H = 1,01) → Q100% = 1,5 m3/s
Y = 0,41 m (H = 0,41) → Q20% = 0,3 m3/s

Penyelesaian:
• Menentukan nilai B dan m
Untuk menentukan nilai desain B (lebar dasar saluran) dan m (koefisien manning),
menggunakan persamaan di bawah ini:
2
Q100% → 1,5 = 1,8 (B + 3 m x H100%) x H100%3/2
2
1,5 = 1,8 (B + 3 m x 1,01) x 1,013/2
1,5 = 1,8 (B + 0,673 m) x 1,02
1,5
= (B + 0,673 m)
1,8 𝑥 1,02
0,82 = (B + 0,673 m) ……………………………………………… (1)

2
Q100% → 0,3 = 1,8 (B + 3 m x H20%) x H20%3/2
2
0,3 = 1,8 (B + 3 m x 0,41) x 0,413/2
0,3 = 1,8 (B + 0,273 m) x 0,26
0,3
= (B + 0,273 m)
1,8 𝑥 0,26
0,64 = (B + 0,273 m) ……………………………………………… (2)

• Eliminasi variabel B pada persamaan 1 dan 2


0,82 = (B + 0,673 m)
0,64 = (B + 0,273 m)
0,18 = 0,4 m
0,18
m =
0,4
m = 0,45

• Menghitung nilai B dari persamaan 1


0,82 = (B + 0,673 m)
0,82 = (B + 0,673 x 0,45)
B = 0,82 – (0,673 x 0,45)
B = 0,52

• Substitusi nilai m dan B ke dalam persamaan 1 dan 2


0,82 = (B + 0,673 m)
0,82 = (0,52 + 0,673 x 0,45)
0,82 = 0,82 OK

0,64 = (B + 0,273 m)
0,64 = (0,52 + 0,273 x 0,45)
0,64 = 0,64 OK

• Menentukan kisaran debit (20-100%) dari debit desain


Diambil 60% dari debit desain
Q60% = 0,9 m3/s
H60% = 0,75 m

• Menentukan kedalaman energi (H) untuk Q60% = 0,9 m3/s


𝑄
H=( 2 )2/3
1,8 𝐵+1,8 𝑋 𝑋 0,45 𝑋 0,75
3
0,9
H=( 2 )2/3
1,8 𝑋 0,52+1,8 𝑋 𝑋 0,45 𝑋 0,75
3
H = 0,77 m

Sehingga tidak terjadi backwater akibat Q60% karena nilai H60% sebesar 0,75 m sedangkan
kedalaman energi notch sebesar 0,77 m.

Penjelasan
Control notch merupakan suatu struktur yang digunakan untuk mengatur aliran air atau
mengontrol tingkat air dalam sebuah bangunan air (Gupta dan Gupta 2010). Control notch
biasanya dirancang untuk pengendalian yang lebih tepat terhadap jumlah air yang
melewati bendungan, waduk, atau saluran irigasi. Control notch memiliki beberapa
contoh umum seperti crest control notch, side channer spillway, dan bottom outlet control
notch. Penting untuk mencatat desain dan fungsi dari control notch tergantung tujuan dari
bangunan air tersebut. Desain dari control notch bergantung terhadap debit yang dialirkan
pada bangunan air, sehingga penting dilakukan perhitungan desain dari control notch.
Desain control notch harus mempertimbangkan prinsip-prinsip hidrolik, Desain control
notch berdasarkan nilai B (lebar dasar saluran) dan m (koefisien manning atau nilai
Strickler) adalah salah satu aspek kunci dalam rekayasa hidrologi dan hidraulis. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut mengenai desain control notch berdasarkan nilai B dan m.

Daftar Pustaka
Gupta A, Gupta S. 2010. Fundamental of Hidrology. CRC Press.
Asumsi Debit = 2 m3/det
y1 = 1 m

Saat Q100%
w = 0,5 y1
sehingga
𝑦1 2
=
𝑤 1

Didapat dari tabel 8.1 bahwa nilai CD adalah 0,51

Headloss minimum (z)


z = 0,21 y1 → (y1 = 1 m)
z = 0,21 m

Debit (Q)
𝑄 = 𝐶𝐷 × 𝑏 × 𝑤 × (2 × 𝑔 × 𝑦1 )0,5
𝑄 = 0,51 × 𝑏 × 0,5 × (2 × 9,81 × 1)0,5
𝑄 = 1,129𝑏

Sehingga
Q100% = Q → (Q100% = 2 m3/det)
2 = 1,129b
b = 1,177 m
Saat Q50%
w = 0,25 y1
sehingga
𝑦1 4
=
𝑤 1

Didapat dari tabel 8.1 bahwa nilai CD adalah 0,53

Headloss minimum (z)


z = 0,39 y1 → (y1 = 1 m)
z = 0,39 m

Debit (Q)
𝑄 = 𝐶𝐷 × 𝑏 × 𝑤 × (2 × 𝑔 × 𝑦1 )0,5
𝑄 = 0,53 × 𝑏 × 0,25 × (2 × 9,81 × 1)0,5
𝑄 = 0,587𝑏

Sehingga
Q50% = Q → (Q100% = 2 m3/det)
1 = 0,587b
b = 1,704 m

Saat Q25%
w = 0,11 y1
sehingga
𝑦1 9
=
𝑤 1

Didapat dari tabel 8.1 bahwa nilai CD adalah 0,57

Headloss minimum (z)


z = 0,57 y1 → (y1 = 1 m)
z = 0,57 m

Debit (Q)
𝑄 = 𝐶𝐷 × 𝑏 × 𝑤 × (2 × 𝑔 × 𝑦1 )0,5
𝑄 = 0,57 × 𝑏 × 0,11 × (2 × 9,81 × 1)0,5
𝑄 = 0,277𝑏

Sehingga
Q25% = Q → (Q25% = 2 m3/det)
0,5 = 0,277b
b = 1,8 m
Saat Q130%
w = 2/3 y1
sehingga
𝑦1 3
=
𝑤 2

Didapat dari tabel 8.1 bahwa nilai CD adalah 0,50

Headloss minimum (z)


z = 0,13 y1 → (y1 = 1 m)
z = 0,13 m

Debit (Q)
𝑄 = 𝐶𝐷 × 𝑏 × 𝑤 × (2 × 𝑔 × 𝑦1 )0,5
𝑄 = 0,50 × 𝑏 × 2/3 × (2 × 9,81 × 1)0,5
𝑄 = 1,476𝑏

Sehingga
Q130% = Q → (Q100% = 2 m3/det)
2,6 = 1,476b
b = 1,762 m

Saat Q150%
w ≥ 2/3 y1
sehingga
𝑦1 3

𝑤 2

Didapat dari tabel 8.1 bahwa nilai CD adalah 0,58

Headloss minimum (z)


z = 0,33 y1 → (y1 = 1 m)
z = 0,33 m

Debit (Q)
𝑄 = 𝐶𝐷 × 𝑏 × 𝑤 × (2 × 𝑔 × 𝑦1 )0,5
𝑄 = 0,58 × 𝑏 × 2/3 × (2 × 9,81 × 1)0,5
𝑄 = 1,713𝑏

Sehingga
Q50% = Q → (Q100% = 2 m3/det)
3 = 1,713b
b = 1,751 m
Laporan Praktikum Bangunan Hidrolika 07
Perencanaan Gorong-Gorong, Syphon, dan Talang

Kelompok : 3 P1
Nama Anggota :
1. Salsabila Putri Khoirunnisa F4401201003
2. Nurwahid Dimas Saputro F4401201004
3. Nabila Khoerunnisa F4401201009
4. Idham Ilyas Budhi Mahendra F4401201029

Hasil Praktikum
A. Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran
orogasi/pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran) bawah jalan atau
jalan kereta api. Gorong-gorong berfungsi untuk menyalurkan air yang lewat dari satu sisi
jalan yang lain atau untuk mengalirkan air pada persilangan dua buah saluran dengan tinggi
muka air yang berbeda pada kedua saluran tersebut (Besferi 2012). Kecepatan yang
dipakai di dalam perencanaan gorong-gorong bergantung pada jumlah kehilangan energi
yang ada dan geometri lubang masuk dan keluar. Untuk tujuan-tujuan perencanaan,
kecepatan diambil 1,5 m/dt untuk gorong-gorong di saluran irigasi dan 3 m/dt untuk
gorong-gorong di saluran pembuang.
Contoh Perhitungan
a. Data
• Debit saluran tersier 2 (Q) = 0,7 m3/detik
• Kecepatan saluran tersier 2 (Va) = 0,6 m/detik
• Tinggi muka air saluran tersier 2 (h) = 0,8 m
• Kecepatan yang diizinkan (Vizin) = 1,5-2 m/detik → Vrencana = 1,7 m/detik
• Bentuk gorong-gorong = bulat
• Panjang gorong-gorong direncanakan = 7 m
• Koefisien peralihan bentuk saluran masuk (∑ 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘) = 0,5
• Koefisien peralihan bentuk saluran keluar (∑ 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟) =1,0
b. Analisa Perhitungan
• Luas/dimensi
Luas permukaan gorong-gorong (A)
𝑄
𝐴=
𝑣
0,7
𝐴=
1,7
𝐴 = 0,412 𝑚2
Diameter gorong-gorong (D)
𝐴∗4
𝐷=√
𝜋
0,412 ∗ 4
𝐷=√
𝜋
𝐷 = 0,724 𝑚 → 0,70 m
• Kemiringan
Keliling basah saluran (P)
𝑃 =𝜋∗𝐷
𝑃 = 𝜋 ∗ 0,70
𝑃 = 2,198 𝑚
Jari-jari hidrolis saluran (R)
𝐴
𝑅=
𝑃
0,412
𝑅=
2,198
𝑅 = 0,187 𝑚
Kemiringan gorong-gorong (i)
𝑣 2
𝑖=( 2)
𝐾 × 𝑅3
1,7 2
𝑖=( 2)
60 × 0,1873
𝑖 = 0,0075
• Kehilangan energi karena pengaliran air di dalam
Koefisien C
𝐶 = 𝐾 × 𝑅1/6
𝐶 = 70 × 0,1871/6
𝐶 = 52,93
Kehilangan energi aliran masuk (hmasuk)
(𝑣𝑎 − 𝑣1 )2 𝑣2 × 𝐿
ℎ𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = ∑ 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 ( )+( 2 )
2×𝑔 𝐶 ×𝑅
(0,6 − 1,7)2 1,72 × 7
ℎ𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 0,5 ( )+( )
2 × 9,81 52,932 × 0,187
ℎ𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 0,069 𝑚
Kehilangan energi aliran keluar (hkeluar)
(𝑣𝑎 − 𝑣1 )2
ℎ𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 = ∑ 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 ( )
2∗𝑔
(0,6 − 1,7)2
ℎ𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 = 1,0 ( )
2 × 9,81
ℎ𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 = 0,062 𝑚
Kehilagan energi total (htotal)
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 + ℎ𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,069 + 0,062
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,131 𝑚
B. Syphon
Syphon adalah bangunan yang membawa air melewati bawah saluran lain (biasanya
pembuang) atau jalan dan mengalir karena adanya tekanan. Perencaan hidrolis syphon
harus mempertimbangkan kecepatan aliran kehilangan pada peralihan masuk, kehilangan
akibat gesekan, kehilangan pada siku syphon serta kehilangan pada peralihan keluar.
Bangunan siphon berfungsi untuk mengalirkan debit yang dibawa oleh saluran yang
jalurnya terpotong oleh lembah dengan bentang panjang atau terpotong oleh sungai
(Harahap dan Hermanto 2018).
Diameter minimum sipon adalah 0,60 m untuk memungkinkan pembersihan dan
inspeksi. Agar pipa sipon tidak tersumbat dan tidak ada orang atau binatang yang masuk
secara kebetulan, maka mulut pipa ditutup dengan kisi-kisi penyaring (trashrack). Sipon
yang panjangnya lebih dari 100 m harus dipasang dengan lubang periksa (manhole) dan
pintu pembuang, jika situasi memungkinkan, khususnya untuk jembatan sipon. Kecepatan
aliran dalam sipon harus dua kali lebih tinggi dari kecepatan normal aliran dalam saluran,
dan tidak boleh kurang dari 1 m/dt, lebih disukai lagi kalau tidak kurang dari 1,5 m/dt
Kecepatan maksimum sebaiknya tidak melebihi 3m/dt.
Contoh Perhitungan
a. Data
• Debit saluran sekunder 2 (Q) = 1,2 m3/detik
• Kecepatan saluran sekunder 2 (Va) = 0,6 m/detik
• Tinggi muka air saluran sekunder 2 (h) = 0,9 m
• Kecepatan yang diizinkan (Vizin) = 1-3 m/detik → Vrencana = 2,2 m/detik
• Lebar sungai = 10 m
• Panjang sungai = 15 m
• Kedalaman sungai =4m
• Bahan = buis beton
• Bentuk penampang = bulat
• Sudut tanah pada bagian masuk (𝛼) = 45°
• Sudut tanah pada bagian keluar (𝛽) = 45°
• Kedalaman syphon dari dasar sungai = 1,3 m
• Koefisien weisback pada 45° = 0,195
• Konstanta kekasaran pipa besi (λ) = 0,02 - 0,03 → 0,03
• Bentuk saringan = jeruji bulat
• Tebal jeruji (s) = 1,4 cm
• Jarak bersih antar jeruji (b) = 10 cm
• Sudut kemiringan jeruji (𝜑) = 45°
• Faktor bentuk (𝛽) = 1,8
b. Analisa Perhitungan
• Luas/dimensi
Luas permukaan syphon (A)
𝑄
𝐴=
𝑣
1,2
𝐴=
2,2
𝐴 = 0,540 𝑚2
Diameter syphon (D)
𝐴∗4
𝐷=√
𝜋

0,540 ∗ 4
𝐷=√
𝜋
𝐷 = 0,829 𝑚 → 0,80 m
• Kontrol kecepatan air
𝑄
𝑣=
1
(4) ∗ 𝜋 ∗ 𝐷2
1,2
𝑣=
1
(4) ∗ 𝜋 ∗ 0,802
𝑣 = 2,389 𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 → memenuhi kecepatan yang diizinkan (Vizin) = 1-3 m/detik
• Panjang syphon
Sisi miring pada bagian masuk kemiringan (𝛼) = 45° dengan kedalaman 4 m
4
𝑥=
sin (𝛼)
4
𝑥=
sin (45)
𝑥 = 5,657 𝑚
Sisi miring pada bagian keluar kemiringan (𝛽)= 45° dengan kedalaman 4 m
4
𝑥=
sin (𝛽)
4
𝑥=
sin (45)
𝑥 = 5,657 𝑚
Panjang bagian dasar
Panjang bagian dasar = (lebar sungai + 2,2) – kedalaman
Panjang bagian dasar = (10 + 2,2) - 4
Panjang bagian dasar = 8,2 m
Panjang syphon (f)
𝑓 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 + 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 + 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝑓 = 5,657 + 5,657 + 8,2
𝑓 = 19,514 𝑚
• Kehilangan tinggi tekanan (h)
𝑣2 𝑣2 𝑣2 𝑣2 𝐿 𝑣2
ℎ = 0,5 ( ) + 𝑘𝛼 ( ) + 𝑘𝛽 ( )+( ) + 𝜆( )( )
2×𝑔 2×𝑔 2×𝑔 2×𝑔 𝑑 2×𝑔
2,22 2,22 2,22 2,22
ℎ = 0,5 ( ) + 0,195 ( ) + 0,195 ( )+( )
2 × 9,81 2 × 9,81 2 × 9,81 2 × 9,81
19,514 2,22
+ 0,03( )( )
0,80 2 × 9,81
ℎ = 0,62 𝑚
• Kehilangan tekanan akibat saringan
Koefisien C
𝑠
𝐶 = 𝛽( )4/3 sin (𝜑)
𝑏
1,4
𝐶 = 1,8( )4/3 sin (45)
10
𝐶 = 0,093
Kehilangan tinggi energi (h)
𝑣2
ℎ𝑓 = 𝐶( )
2×𝑔
2,22
ℎ𝑓 = 0,093( )
2 × 9,81
ℎ𝑓 = 0,023 𝑚
Kehilangan energi akibat saringan (htotal)
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙= ℎ𝑓 + ℎ
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙= 0,023 + 0,62
ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙= 0,643 𝑚
C. Talang
Talang yaitu penampang saluran buatan di mana air mengalir dengan permukaan bebas,
yang di buat melintas cekungan, saluran, sungai, jalan atau sepanjang lereng bukit.
Bangunan ini bisa di dukung dengan pilar atau kontruksi lain (Hakim et al. 2016). Talang
dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran lainnya, saluran pembuang
alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran di dalam talang adalah aliran bebas
(Jonifar et al. 2020). Talang terbuat dari pasangan beton bertulang, kayu atau baja maupun
beton ferrocement. Di dalamnya air mengalir dengan permukaan bebas, dibuat melintas
lembah dengan panjang tertentu (umumnya dibawah 100m), saluran pembuang, sungai,
jalan atau rel kereta api,dan sebagainya. Dan saluran talang minimum ditopang oleh 2
(dua) pilar atau lebih dari konstruksi pasangan batu untuk tinggi kurang 3 meter (beton
bertulang pertimbangan biaya) dan konstruksi pilar dengan beton bertulang untuk tinggi
lebih 3 meter.
Contoh Perhitungan
a. Data
• Debit saluran tersier 4 (Q) = 0,6 m3/detik
• Kecepatan saluran tersier 4 (Va) = 0,5 m/detik
• Tinggi muka air saluran tersier 4 (h) = 0,7 m
• Kecepatan yang diizinkan (Vizin) = 1,0 - 2 m/detik → Vrencana = 1,6 m/detik
• Lebar jalan sungai =6m
• Bentuk talang = beton bertulang segiempat
• Koefisien peralihan bentuk saluran masuk (∑ 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘) = 0,5
• Koefisien peralihan bentuk saluran keluar (∑ 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟) =1,5
b. Analisa Perhitungan
• Luas/dimensi
Luas permukaan talang (A)
𝑄
𝐴=
𝑣
0,6
𝐴=
1,6
𝐴 = 0,375 𝑚2
Lebar talang (b)
𝐴
𝑏=

0,375
𝑏=
0,7
𝑏 = 0,536 𝑚
• Kontrol kecepatan air
𝑄
𝑣=
𝐴
0,6
𝑣=
0,375
𝑣 = 1,6 𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 → memenuhi kecepatan yang diizinkan (Vizin) = 1,0 - 2 m/detik
• Kemiringan
Keliling basah (P)
𝑃 =2×ℎ+𝑏
𝑃 = 2 × 0,7 + 0,536
𝑃 = 1,936 𝑚
Jari-jari hidrolis (R)
𝐴
𝑅=
𝑃
0,375
𝑅=
1,936
𝑅 = 0,194 𝑚
Kemiringan talang (i)
𝑣 2
𝑖=( 2)
𝐾 ∗ 𝑅3
1,6 2
𝑖=( 2)
60 × 0,1943
𝑖 = 0,0063
• Kehilangan tekanan energi akibat gesekan sepanjang talang
Koefisien Chezy (C)
1
𝐶 = 𝐾 × 𝑅6
1
𝐶 = 60 × 0,1946
𝐶 = 45,651
Kehilangan tekanan akibat gesekan (hf)
𝑣2 × 𝐿
ℎ𝑓 = 2
𝐶 ×𝑅
1,62 × 6
ℎ𝑓 =
45,6512 × 0,194
ℎ𝑓 = 0,038 𝑚
• Kehilangan tekanan energi pada waktu masuk dan keluar
Kehilangan energi pada waktu masuk (∆𝐻𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘)
(𝑣𝑎 − 𝑣1 )2
∆𝐻 = ∑ 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 ( )
2×𝑔
(0,5 − 1,6)2
∆𝐻 = 0,5 × ( )
2 × 9,81
∆𝐻 = 0,031 𝑚
Kehilangan energi pada waktu keluar (∆𝐻𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟)
(𝑣𝑎 − 𝑣1 )2
∆𝐻 = ∑ 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 ( )
2×𝑔
(0,5 − 1,6)2
∆𝐻 = 1,5 × ( )
2 × 9,81
∆𝐻 = 0,093 𝑚
Kehilangan energi total (htotal)
𝐻𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑓 + ∆𝐻𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 + ∆𝐻𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
𝐻𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,038 + 0,031 + 0,093
𝐻𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0,162 𝑚

Daftar Pustaka
Besferi. 2012. Design special maintenance bangunan daerah irigasi Way Rilau Lampung
Selatan. Jurnal Ilmiah Bidang Sains. 2(10): 48-55.
Hakim ILN, Permana S, Farida I. Analisis aliran air melalui bangunan talang pada daerah
irigasi Walihir Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut. Jurnal Konstruksi STT Garut.
14(1): 154-170.
Harahap IR. 2018. Evaluasi perencanaan bangunan siphon pada Bendung Sei Padang
Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Journal of Civil Engineering Building and
Transportation. 2(2): 1-9.
Jonifar, Bahri Z, Myka A. 2020. Analisa kehilangan air irigasi di Desa Kota Negara Kecamatan
Madang Suku II Kabupaten Oku Timur. Jurnal UM Palembang. 6(3): 154-165.

Anda mungkin juga menyukai