Anda di halaman 1dari 4

GUBERNUR MALUKU UTARA

K.H. Abdul Ghani Kasuba, Lc. (lahir 21 Desember 1951) adalah Gubernur Maluku
Utara periode 2014–2019[2] dan 2019–2024. Sebelumnya ia menjabat sebagai Wakil
Gubernur Maluku Utara periode 2008–2013. Abdul Ghani Kasuba belajar di sekolah Islami
yang didirikan oleh Yayasan Al-Khairat. Ia menempuh pendidikan sejak Sekolah Dasar (SD)
di Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) Al-Khairat hingga Madrasah Mualimin Al-Khairat
(setingkat SMA). Ia melanjutkan pendidikan tinggi ke Fakultas Dakwah Universitas Islam
Madinah. Sepulangnya dari Madinah, Abdul Ghani mengabdikan diri kepada Yayasan Al-
Khairat sebagai Kepala Inspeksi. Selama 25 tahun dia mendirikan sekolah-sekolah di
berbagai daerah terpencil dari Maluku Utara hingga Papua, sekaligus menerapkan ilmu yang
dipelajarinya saat kuliah di Madinah

Setelah melalui proses yang alot selepas pemilukada 2013, akhirnya Ghani Kasuba
dilantik sebagai Gubernur Maluku Utara. Pelantikan dilakukan di Sofifi ibu kota Maluku
Utara pada 2 Mei 2014. Ghani Kasuba dan Natsir Thaib dilantik oleh Mendagri Gamawan
Fauzi di Gedung DPRD Maluku Utara. Pelantikan ini dihadiri Menteri
Pertanian Suswono, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo
Harry Sarundajang, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, mantan Gubernur Maluku
Utara Thaib Armaiyn, dan Plt. Gubernur Maluku Utara Tanribali Lamo.

Ghani Kasuba sebagai petahana resmi berpasangan dengan mantan Bupati Halmahera
Tengah Al Yasin Ali melalui koalisi PDI-P dan PKPI meskipun dirinya masih menjadi
kader PKS. Dukungan kedua parpol tersebut memenuhi syarat untuk mencalonkan pasangan
calon karena memiliki sembilan kursi di DPRD Maluku Utara. Sementara PKS yang
mengusungnya pada periode lalu, mengusung adik kandungnya Muhammad Kasuba sebagai
calon gubernur. Pemilihan umum Gubernur Maluku Utara 2018 diselesaikan oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) yang memutuskan perselisihan hasil atas pilkada. MK menetapkan pasangan
yang diusung PDI-P dan PKPI ini sebagai peraih suara terbanyak dalam pemilihan gubernur
dan wakil gubernur Maluku Utara dengan 176.669 suara (31,79%).
RUMAH ADAT MALUKU UTARA

Rumah Sasadu adalah sebuah desain rumah adat asli masyarakat suku Sahu yang telah
ada sejak zaman dahulu di Halmahera. Desain rumah ini menggambarkan tentang falsafah
hidup orang Sahu dalam bermasyarakat. Terdapat beberapa ciri khas dan keunikan, baik pada
desain arsitektur maupun pada kandungan nilai-nilai filosofis dalam desain rumah adat
Maluku Utara ini.

Karena berfungsi sebagai tempat pertemuan banyak orang, rumah Sasadu didesain
cukup luas. Rumah adat Maluku Utara ini tidak berdinding dan hanya terdiri satu bagian saja
tanpa sekat. Oleh karenanya rumah ini bersifat terbuka dan hanya terlihat memiliki tiang-
tiang penopang saja.

Tiang penopang tidang memikul berat lantai seperti kebanyakan rumah adat lain di
Indonesia. Pasalnya rumah Sasadu bukanlah rumah tipe panggung. Tiang hanya digunakan
untuk menopang kerangka atap rumah, sementara lantainya terhampar di permukaan tanah.
Tiang penopang sendiri dibuat dari bahan batang kayu sagu yang terdapat cukup banyak di
Halmahera.

Untuk bagian atap, rumah adat Maluku Utara ini juga menggunakan bahan yang
berasal dari alam. Material utama rangka atap dibuat dari bambu yang diikat dengan ijuk,
sementara atapnya sendiri terbuat dari anyaman daun kelapa atau daun sagu. Kendati hanya
dibuat dari anyaman daun, atap rumah ini bisa bertahan lama.

Ciri khas rumah adat Sasadu antara lain:

1. Sasadu adalah rumah terbuka tanpa dinding dengan banyak pintu.


2. Pada rangka atap terdapat sepasang kain merah dan putih yang digantung.
3. Adanya bola-bola berbungkus ijuk yang digantung di kerangka atap dekat kain
menyimbolkan kestabilan dan kearifan.
4. Ujung atap rumah bagian bawah dibuat lebih pendek dari langit-langit.
5. Ujung atap rumah adat Maluku Utara ini memiliki ukiran berbentuk perahu.
Ornamen ini melambangkan bahwa masyarakat suku Sahu adalah masyarakat
bahari yang gemar melaut.
TARIAN ADAT MALUKU UTARA

Tari Soya-Soya

Tari Soya-Soya adalah salah satu tarian tradisional Maluku Utara yang memiliki
jumlah penari terbanyak di antara tarian-tarian lain yang ada di Maluku Utara. Pasalnya,
penari di dalam tarian ini bisa mencapai ribuan orang dan semuanya terdiri dari pria dewasa
hingga anak-anak.

Tari Soya-Soya merupakan salah satu simbol dari perjuangan masyarakat Kayoa di
Halmahera Selatan ketika berperang Mengusir Bangsa Portugis dari Bumi Maluku Utara.
Tari Soya-Soya berfungsi sebagai penyemangat pasukan tentara Sultan Babullah dalam
berperang.

Kala itu, Sultan Babullah mengemban misi selain mengusir Pasukan Portugis dari
Tanah Maluku Utara juga mengambil Jenazah ayahanda Sultan Khairun yang terbunuh di
Benteng Kastela pada 25 Februari 1570.

Berkat semangat yang berkobar dan keinginan akan melepaskan diri dari penjajah,
membuat Pasukan Sultan Babullah berhasil mengusir Portugis setelah kurang lebih 5 tahun
mengepung Benteng Kastela di akhir abad ke-16.

Sejarah inilah yang menjadi asal muasal terciptanya Tari Soya-Soya Khas Maluku
Utara. Sekarang ini, Tari Soya-Soya masih dilestarikan dan dipentaskan pada setiap acara-
acara resmi atau festival di tanah Maluku Utara.

Penari yang menarikan Soya-Soya akan memakai pakaian tradisioal berupa baju dan
celana berwarna putih yang diberi aksesoris berupa sambungan kain menyerupai rok
berwarna hitam, merah, kuning dan hijau.

Selain itu, para penari juga mengenakan topi atau ikat kepala berwarna kuning
bernama Tagoa yang menyimbolkan seorang prajurit. Para Penari juga dilengkapi dengan
sebuah pedang berhiaskan daun palem bernama Woka dan juga perisai atau Salawaku.
TARIAN ADAT MALUKU UTARA

Manteren Lamo

Manteren Lamo merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan Ternate dan Tidore.
Menurut sejarah, pakaian adat ini konon dipakai oleh para sultan kerjaan di Maluku Utara.

Komponen dari Manteren Lamo umumnya terdiri dari jas berwarna merah dengan
bordir emas di tepian jas tersebut. Pakaian adat pria Maluku Utara ini biasanya dilengkapi
dengan celana warna hitam sebagai bawahan dan aksesori kepala.

Anda mungkin juga menyukai