Sejarah Al Quran Dari Zaman Nabi Sampai Sahabat Nabi
Sejarah Al Quran Dari Zaman Nabi Sampai Sahabat Nabi
NABI"
Para sebagian ulama membagi periode turunnya Al-Qur’an dalam dua periode.
Periode Mekkah sebelum hijrah, surat-surat yang turun pada waktu ini disebut (ayat-ayat
makkiyyah) yang berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dengan
jumlah 86 surat.
Lalu, periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah hingga sesudah hijrah.
Surat-surat yang turun pada waktu ini disebut (ayat-ayat madaniyyah), berlangsung selama 10
tahun dengan jumlah 28 surat.
Pada permulaan turunnya wahyu yang pertama adalah surat Al-Alaq ayat 1-5
bertempat di Gua Hira saat Nabi Muhammad SAW sedang menyendiri bertepatan dengan
tanggal 17 Ramadhan dan sebelum Nabi hijrah sekitar tahun 610 M pada tanggal 6 Agustus.
Saat itu Nabi Muhammad SAW belum diangkat menjadi Rasul, hanya berperan
sebagai Nabi biasa yang belum ditugaskan untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya.
Sampai pada turunnya wahyu yang kedua barulah Nabi Muhammad diperintahkan untuk
menyampaikan wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman Allah yang artinya:
Adapun Wahyu terakhir yaitu surat Al-Maidah ayat 3 yang di turunkan di Jabal
Rahmah pada saat Haji Wa’da bertepatan pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 H atau 27
Oktober 632 M.
Sejarah pembukuan Al Qur’an dibagi ke dalam tiga fase, yaitu di masa Rasulullah,
masa khalifah Abu Bakar, dan masa Utsman bin Affan. Ketiga masa memiliki perkembangan
masing-masing agar Al Qur’an semakin mudah dibaca dan didapatkan oleh umat Islam.
Dengan keterbatasannya karena tidak dapat membaca dan menulis. Ketika setiap
Rasulullah SAW mendapatkan wahyu, beliau langsung menyampaikannya kepada para
Sahabat. Adapun Sahabat yang ditunjuk untuk menuliskan Al-Qur’an yakni Abu Bakar,
Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu
Sufyan dan Ubay bin Kaab.
Penulisan Al-Qur’an tercatat masih sederhana dan berserakan pada beberapa media
seperti pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan
tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat Rasulullah SAW
langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah wahyu diturunkan.
Penulisan Al-Qur’an pada saat itu belum terkumpul menjadi satu mushaf, karena tidak
ada faktor pendorong dalam membukuan Al-Qur’an mengingat Rasulullah SAW masih hidup
dan para Sahabat juga menghafal. Alasan lain, karena Al-Qur’an turun secara berangsur-
angsur atau bertahap.
Pada masa ini banyak sahabat Hafidz mati Syahid di Perang Yamamah. Jumlah yang
syahid sekitar 50 qori, seperti dilansir dari Republika. Maka dari itu, Umar bin Khattab mulai
risau dan memikirkan masa depan akan Al-Qur’an. Kemudian, ia berdialog dengan Khalifah
Abu Bakar untuk pengumpulan kembali Al-Qur’an.
Karena kekhawatiran tersebut, maka Abu Bakar dan Umar bin Khattab mulai
mengumpulkan lembaran ayat-ayat Al Qur’an. Lalu, Abu Bakar meminta Zaid ibn Tsabit,
yaitu salah satu mantan juru tulis Nabi Muhammad SAW untuk menuliskan Al-Qur’an agar
menjadi lembaran yang dapat disatukan.
Setelah Al-Qur’an sudah menjadi satu mushaf yang tersusun secara rapih, mushaf
tersebut diserahkan dan disimpan oleh Abu Bakar hingga beliau wafat. Lalu, Umar bin
Khattab yang menjadi penerus pemegang mushaf hingga beliau wafat. Sepeninggal beliau,
estafet penjagaan mushaf diteruskan oleh anaknya yang bernama Hafshah binti Umar bin
Khattab yang juga salah satu istri Nabi Muhammad SAW.
Setelah rapi dan jadi dalam bentuk dibukukan, mushaf mulai didistribusikan ke
beberapa negara, seperti Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan Madinah
sampai ke negara Islam lainnya. Utsman pun menepati janjinya untuk mengembalikan
dokumen asli kepada Hafsah.
Dari sejarah tersebut kita menjadi lebih mengetahui asal-usul dan proses terbentuknya Al-
Qur’an, mengingat yang isinya merupakan sebuah petunjuk kepada manusia.