Tugas Kasus Kelompok 2
Tugas Kasus Kelompok 2
Disusun Oleh :
Aa Rudiana 402023025 Nurbaeti
Amalia Putri 402023022 402023087
Defa Miftahul J.K.N 402023001 Oktavia Nurohmah
Fery Fatur Rahman 402023058 402023091
Firda Mega Nur O 402023158 Roseu Rosita
Harumi Putri 402023062 402023126
Heru Dwiantoro 402023152 Silvia Nur Afifah
Jihan Padillah 402023068 402023109
Majid Fahrizal N Siti Muslihat
402023074 402023111
Marchella Dwi Aprilianty S Sukmawati Roseu Madina
402023075 402023113
2. Rentang Respon
d. Faktor Psikososial
Faktor ini dijelaskan melalui pemaparan sebagai berikut:
1) Teori Psikoanalitik
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,
kerusakan ego mempengaruhi interpretasi terhadap realitas dan kontrol terhadap
dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat
distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam
skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya
fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa
dunia dalamnya telah hancur (Mashudi, 2021).
2) Teori Psikodinamik
Menurut pendekatan psikodinamik, gejala positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus dan erat kaitannya
dengan adanya konflik, gejala negatif ditunjukkan dengan absennya perilaku atau
fungsi tertentu sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin
timbul akibat konflik intrapsikis namun mungkin juga berhubungan dengan
kerusakan ego yang mendasar. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin
timbul setelah harga dirinya terluka (Mashudi, 2021).
3) Teori Belajar
Orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada
model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional
dengan meniru dari orangtuanya yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional (Mashudi, 2021).
4) Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia berasal dari keluarga yang disfungsi. Selain itu,
perilaku keluarga yang patologis dapat meningkatkan stres emosional pada pasien
skizofrenia (Mashudi, 2021).
4. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart, Keliat and Pasaribu (2016) faktor presdiposisi merupakan
faktor risiko dan protektif yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat digunakan seseorang untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi skizofrenia
hebefrenik terdiri atas:
a. Faktor Biologis
Biologis meliputi latar belakang genetis, status nutrisi, kepekaan biologis,
kesehatan secara umum dan keterpaparan pada racun (Stuart et al., 2016).
b. Faktor Psikologis
Psikologis meliputi intelegensi, keterampilan verbal, moral, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi, pertahanan psikologis dan focus
kendali atau suatu perasaan pengendalian terhadap nasib diri sendiri (Stuart et al.,
2016).
c. Faktor Sosial Budaya
Sosial budaya meliputi usia, gender pendidikan, penghasilan, pekerjaan,
latar belakang budaya, keyakinan religi, pengalaman sosialisasi, dan tingkat
integrasisosial (Stuart et al., 2016).
5. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi skizofrenia menurut Sutejo (2019) adalah sebagai berikut.
a. Faktor Psikologis
Integritas kecemasan yang ekstrim memanjang disertai terbatasnya
kemampuan pemecahan masalah mungkin berkembangnya peerubahan sensori
persepsi. Pasien biasanya mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan (Sutejo, 2019).
b. Faktor Lingkungan
Partisipasi pasien dengan kelompok kurang, terlalu banyak diajak bicara
tentang objek yang ada di lingkungan, suasana sepi (isolasi), dapat menyebabkan
stress dan kecemasan (Sutejo, 2019).
c. Stress Sosial
Stress dan kecemasan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dari orang yang penting atau diasingkan kelompok (Sutejo, 2019).
6. Manifestasi Klinis
Menurut Sutejo (2019) mengatakan bahwa secara general gejala serangan
skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif.
a. Gejala Positif atau Gejala Nyata
1) Halusinasi: Persepsi sensori yang salah atau pengalaman yang tidak terjadi
dalam realitas.
2) Waham: Keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki
dasar dalam realitas.
3) Ekopraksia: Peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati klien.
4) Flight of ideas: Aliran verbalitasi yang terus-menerus saat individu
melompat dari suatu topik ke topik laindengan cepat.
5) Perseverasi: Terus menerus membicarakan satu topik atau gagasan;
pengulangan kalimat, kata, atau frasa secara verbal,dan menolak untuk
mengubah topik tersebut.
6) Asosiasi longgar: Pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk.
7) Gagasan rujukan: Kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki
makna khusus bagi individu.
8) Ambivalensi: Mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak
kontradiktif tentang individu, peristiwa, situasi yang sama.
b. Gejala Negatif atau Gejala Samar
1) Apati: Perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristiwa.
2) Alogia: Kecendrungan berbicara sedikit atau menyampaikan sedikit
substansi makna (miskin isi).
3) Afek datar: Tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi.
4) Afek tumpul: Rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang
terbatas.
5) Anhedonia: Merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup,
aktivitas, atau hubungan.
6) Katatonia: imobilitas karena faktor psikologis, kadang kala ditandai oleh
periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah
dalam keadaan setengah sadar.
7) Tidak memiliki kemauan: Tidak adanya keinginan, ambisi, atau dorongan
untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.
8. Pohon Masalah
Gambar 2. Pohon Masalah Skizofrenia
Sumber: (Stuart et al., 2016)
9. Mekanisme Koping
Koping merupakan upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan
eksternal/internal tertentu yang dinilai membebani atau melewati batas sumber
daya yang ada dalam diri seorang individu. Mekanisme koping merupakan
perubahan dari suatu kondisi ke lainnya sebagai cara untuk menghadapi situasi tak
terduga (Manurung & Dalimunthe, 2019).
Mekanisme koping yang digunakan caregiver pasien skizofrenia antara lain
Emotion Focused Coping dan Problem Solving Focused Coping. Caregiver yang
cenderung menggunakan emotional focused coping merupakan caregiver yang
menganggap suatu masalah sulit untuk dikontrol, mereka mengatur respon
emosional untuk menyesuaikan diri pada situasi yang penuh dengan tekanan.
Caregiver yang cenderung menggunakan problem focused coping merupakan
caregiver yang menganggap masalah dapat dikontrol, mereka berusaha untuk
mengubah masalah yang dihadapi (Manurung & Dalimunthe, 2019).
2. Faktor Predisposisi
Sebab-sebab terjadinya perilaku kekerasan pada faktor predisposisi yang
meliputi faktor psikologis, faktor perilaku, faktor sosial budaya dan faktor
bioneurologis (Emilyani & Dramawan, 2018).
a. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor predisposisi yang paling dominan
sebagai penyebab perilaku kekerasan kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi kemudian agresif. Masa kanak-kanak tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya, sanksi penganiayaan (Emilyani & Dramawan, 2018).
b. Faktor Perilaku
Perilaku kekerasan yang diakibatkan oleh faktor perilaku yaitu perilaku
yang berhubungan dengan agresif seperti bergerak cepat, tidak mampu duduk
diam, mengacau minta perhatian, kecemasan yang ekstrim, bingung, status mental
berubah tiba-tiba, disorientasi, kerusakan memori dan tidak mampu dialihkan
merupakan penyebab terjadinya perilaku kekerasan (Emilyani & Dramawan,
2018).
c. Faktor Sosial Budaya
Pasien perilaku kekerasan dominan pada faktor sosial budaya dan pasien
perilaku kekerasan yang dominan dalam faktor ini kebanyakan memberikan
keluhan-keluhan diantaranya, mengatakan kalau dirinya mengalami gangguan
jiwa karena banyak keluarganya yang mau menang sendiri sehingga pasien lebih
senang menyendiri, tidak pernah ikut musyawarah dengan masyarakat dan jarang
bergaul dengan masyarakat di lingkungannya, pasien juga sering nonton film
kekerasan ditambah lagi pasien dijauhi oleh tetangganya karena dikatakan gila
(Emilyani & Dramawan, 2018).
d. Faktor Bioneurologis
Pasien perilaku kekerasan tidak dominan disebabkan oleh faktor
bioneurologis. Pada faktor neurorologik, beragam komponen dari sistem syaraf
seperti synap, neurotransmitter, dendrit, terminal akson pesan-pesan yang akan
memepengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif, Brain Area Disorder,
gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak, trauma otak,
penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Selain itu, kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Emilyani & Dramawan, 2018).
3. Faktor Presipitasi
Sebab-sebab terjadinya perilaku kekerasan pada faktor presipitasi meliputi
ekspresi diri, adanya riwayat perilaku anti sosial, kesulitan dalam
mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga dan kondisi sosial ekonomi
(Emilyani & Dramawan, 2018).
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab lain (Emilyani & Dramawan, 2018).
4. Rentang Respon
Respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Dapat digambarkan rentang respon perilaku kekerasan (Fitria, 2020).
Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
5. Manifestasi Klinis
Menurut Amimi et al., (2020) tanda dan gejala pada perilaku kekerasan
dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan penilaian tentang dirinya
dan didukung dengan data hasil wawancara dan observasi, meliputi:
a. Data Subjektif
1) Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.
2) Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3) Pasien suka membentak dan menyerang orang lain.
b. Data Objektif
1) Muka merah dan tegang.
2) Mata melotot/pandangan tajam.
3) Mengepalkan tangan.
4) Mengatupkan rahang dengan kuat.
5) Bicara kasar.
6) Suara tinggi.
7) Menjerit atau berteriak.
8) Mengancam secara verbal dan fisik.
9) Melempar atau memukul benda/orang lain.
10) Merusak barang atau benda.
11) Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan.
6. Pohon Masalah
7. Mekanisme Koping
Menurut Yosep (2011) perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping
klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan koping yang
konstruktif dalam mengekpresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu
seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan dari
kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
d. Reaksi Formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan
apa yang benar-benar di lakukan orang lain.
Menurut Prastya, Faishal and Pratiwi (2017) perilaku yang berkaitan dengan
risiko perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau Menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epinefrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah marah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat,
peristaltik gaster menurun, kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat (Prastya et al., 2017).
b. Menyatakan secara Asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan perilaku asertif adalah cara
yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu
juga dapat mengembangkan diri (Prastya et al., 2017).
c. Memberontak
Perilaku muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain (Prastya et al., 2017).
d. Perilaku Kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain (Prastya et al., 2017).
8. Sumber Koping
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai
menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
a. Personal Ability
Personal Ability meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait
masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternatife,
kemampuan mengungkapkan atau konfrontasi perasaan marah, tidak semangat
untuk menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan hubungan
interpersonal, mempunyai pegetahuan dalam pemecahan masalah secara asertif,
intelegensi kurang dalam menghadapi stressor, identitas ego tidak adekuat (Yosep,
2011).
b. Sosial Support
Sosial Support meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat,
keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai budaya
(Yosep, 2011).
c. Material Assets
Material Assets meliputi penghasilan yang layak, tidak ada benda atau
barang yang biasa dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan (Yosep,
2011).
d. Positive Belief
Positive Belief meliputi distress spiritua, adanya motivasi, penilaian
terhadap pelayanan kesehatan (Yosep, 2011).
2. Alasan Masuk
Keluhan Utama (KU)
Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan “saya ingin pulang, saya
rindu suami saya, saya janji akan dapat mengontrol emosinya dan tidak mudah
marah, saya ingin menjaga kandungan saya”. Dari hasil observasi klien
tampak sedang diam sendiri, saat perawat datang masuk pasien tampak tatapan
tajam, tampak tegang, bicara hanya secukupnya dan singkat, klien
menunjukkan sikap bermusuhan dengan menyilangkan tangannya.
Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)
Sebelum dibawa oleh keluarga ke RSJ, keluarga klien mengatakan
bahwa 3 hari yang lalu klien sering berbicara sendiri dan keluar malam tanpa
menggunakan sandal, klien sering berbicara kacau dan menceramahi semua
orang yang dia lihat.
Ya ✔ Tidak Tahun : -
b. Pengobatan Sebelumnya
Penjelasan :
Klien belum pernah menjalani pengobatan dan menurut keluarga tidak ada
anggota keluarga yang menderita penyakit seperti Ny. N.
Genogram :
= Perempuan
= Laki-laki
= Klien
= Arah Pernikahan
= Meninggal
= Bercerai
= Orang yang tinggal serumah
= Arah Persaudaraan
Penjelasan :
Ny. N merupakan anak terakhir dari 8 bersaudara, orangtua klien sudah
meninggal, klien sudah dua kali menikah. Pernikahan yang pertama pada tahun
2016 kemudian bercerai setelah 9 bulan pernikahan karena klien merasa
tertekan karena suaminya selalu melakukan tindakan kekerasan. Kemudian
pada Agustus 2019 klien menikah kembali dengan suaminya sekarang.
Menurut keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
Ny. N.
b. Presipitasi
Biologis (Traumatic) Psikologis Social Budaya, Agama
putus obat
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
4. Adakah Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa
Ya ✔ Tidak Ada
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital : TD = 110/90 mmHg
RR = 18 x/menit
N = 89 x/menit
S = 36oC
b. Antropometrik : TB = 152 cm
BB = 52 cm
d. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Integumen : Tidak terkaji.
Jelaskan:
Klien tidak pernah mengalami penyakit berat.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
7. Psikososial
a. Konsep Diri
1) Gambaran Diri: klien mengatakan menyukai seluruh bagian anggota
tubuhnya dan tidak ada bagian anggota tubuh yang tidak klien sukai.
2) Identitas Diri: klien menyadari dirinya sebagai perempuan dan seorang
istri.
3) Peran Diri: klien sadar dirinya berperan sebagai istri.
4) Ideal Diri: klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa dan
berkumpul dengan keluarganya.
5) Harga Diri: klien merasa malu jika pulang, dikarenakan klien merupakan
orang gila yang hanya membuat malu keluarga saja. Klien tampak sedih
dan terdiam ketika menceritakan kondisi di rumah. Klien bingung apakah
keluarganya menerima dia jika pulang dari RSJ. Klien malu dengan
tetangga jika tahu klien di rawat di RSJ. Tetapi suami, kedua mertuanya
dan 1 adik dari suaminya sangat mendukung kesumbuhan klien.
Masalah Keperawatan:
Harga Diri Rendah.
b. Hubungan Sosial
1) Orang yang Berarti
Menurut klien saat ini orang yang paling berarti adalah bayi yang
sedang dikandung dan suaminya.
2) Peran serta dalam Kegiatan Kelompok/Masyarakat: -
3) Hambatan dalam Berhubungan dengan Orang Lain:
Saat ini klien mengaku merasa mudah tersinggung dan marah jika
orang lain mengajak bicara yang menyinggung bagi klien.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
c. Spiritual
1) Nilai dan Keyakinan : Tidak terkaji.
2) Kegiatan Ibadah : Saat di rumah pasien selalu melaksanakan
ibadah shalat, namun saat di rawat pasien tidak melaksanakan ibadah
shalat.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
Jelaskan:
Saat diwawancara klien berpenampilan baik menggunakan seragam RS.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
b. Cara Bicara
Cepat Gelisah ✔ Apatis
Keras Inkoheren Tidak mampu memulai pembicaraan
Lambat Membisu Sesuai
Jelaskan:
Klien berbicara secukupnya dan singkat.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan
c. Aktivitas Motorik
Lesu ✔ Tegang ✔ Gelisah
Agitasi Apatis Grimasen
Tremor ✔ Kompulsif Sesuai
Jelaskan:
Klien tampak gelisah dengan sering mondar mandir ke kamar mandi
untuk berulang mencuci mukanya dan klien tampak tegang.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
d. Suasana Hati
✔ Sedih Ketakutan Putus Asa
Khawatir Gembira Berlebihan Sesuai
Jelaskan:
Klien tampak sedih dan terdiam ketika menceritakan kondisi di rumah.
Klien bingung apakah keluarganya menerima dia jika pulang dari RSJ.
Klien malu dengan tetangga jika tahu klien di rawat di RSJ.
Masalah Keperawatan:
Harga Diri Rendah.
e. Afek
Datar ✔ Tumpul Labil Sesuai
Tidak Sesuai
Jelaskan:
Klien mengaku merasa mudah tersinggung dan marah jika orang lain
mengajak bicara yang menyinggung bagi klien.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
Jelaskan:
Klien tampak menunjukkan sikap bermusuhan dengan menyilangkan
tangannya dan saat ini klien mengaku merasa mudah tersinggung dan
marah jika orang lain mengajak bicara yang menyinggung bagi klien.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
g. Persepsi
Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Olfakori (penciuman)
Visual Gustatori Ilusi
(pendengaran) (pengecapan)
✔ Sesuai
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
h. Proses Pikir
✔ Sirkumtansial Tangensial Kehilangan Inkoheren
Asosiasi
Flight of idea Blocking Perseverasi Neologisme
Irelevansi Verbigerasi Word salad Sesuai
Jelaskan:
Saat klien bicara sering berbelit-belit namun dapat menjawab pertanyaan
perawat.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
i. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Defersonalisasi Ide Yang Terkait Pikiran Magis
Waham: ✔ Sesuai
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Siar Pikir Sisip Pikir Kontrol Pikir
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
j. Tingkat Kesadaran
Bingung Sedasi Stuppor ✔ Allert
Disorientasi Disorientasi Disorientasi
Waktu Tempat Orang
Jelaskan:
Tingkat kesadaran klien compos mentis atau sadar penuh. Klien juga
sadar dirinya mengalami gangguan jiwa dan berada di rumah sakit jiwa.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
k. Memori
Gangguan Daya Ingat Gangguan Daya Ingat
Jangka Panjang Jangka Pendek
Gangguan Daya Ingat Konfabulasi ✔ Sesuai
Saat Ini
Jelaskan:
Daya ingat baik pasien mampu mengingat kenangan masa lalu dan bisa
mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
✔ Mudah beralih Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana Mampu berkonsentrasi
Jelaskan:
Kemampuan berhitung baik, konsentrasi mudah beralih.
Masalah Keperawatan:
Harga Diri Rendah.
m. Kemampuan Penilaian
Gangguan penilaian ringan Gangguan penilaian bermakna
Tidak ada gangguan
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
Jelaskan:
Klien sadar dirinya mengalami gangguan jiwa dan berada di rumah sakit
jiwa.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
9. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Bantuan Minimal v Bantuan Total
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
c. Mandi
Bantuan Minimal Bantuan Total
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
e. Istirahat dan Tidur
Tidur siang, lama :
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
f. Penggunaan Obat
Bantuan Minimal Bantuan Total
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
g. Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan Lanjutan Ya Tidak
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
h. Kegiatan di Dalam Rumah
Mempersiapkan makanan ✔ Ya Tidak
Jelaskan:
Klien dapat mengurus kebutuhannya sendiri saat di rumah.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
Transportasi Ya Tidak
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
Koping ✔ Obat-Obatan
Pasien mengaku tidak
meninum obat dengan teratur
karena takut mengganggu
perkembangan janinnya.
Lainnya: ………
Merangsang Amigdala
DO:
- Klien tampak bersikap
bermusuhan dan Kerusakan pada lobus
menyilangkan frontal serta temporal otak
tangannya.
- Tatapan klien tajam, Gejala Positif
bicara hanya
secukupnya dan
Ketidakmampuan
singkat.
menghadapi stressor
- Klien tampak sering
mondar mandir ke
Koping individu tidak
kamar mandi untuk
efektif
berulang mencuci
mukanya.
Koping Destruktif
- Bicara sering berbelit-
belit namun dapat
menjawab pertanyaan Respon Maladaptif
perawat serta
konsentrasi mudah Perilaku Agresif
beralih.
Ketidakberdayaan
diarahkan oleh orang lain
dan lingkungan
DO:
- Klien tampak sedih dan Perasaan takut dikucilkan
terdiam ketika
menceritakan kondisi Mengkritik diri sendiri
rumah.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan berdasarkan Prioritas Masalah:
1. Risiko Perilaku Kekerasan.
2. Harga Diri Rendah Situasional.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana Asuhan Tindakan Keperawatan Ny.N 30 Tahun dengan Diagnosa Medis Skizofrenia Tipe Depresif