Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. N (30 TAHUN) DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA DEPRESIF
DI RUANG GELATIK RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas 1 Pra-Stase Keperawatan Jiwa Holistik Islami

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Shella Febrita Puteri Utomo, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :
Aa Rudiana 402023025 Nurbaeti
Amalia Putri 402023022 402023087
Defa Miftahul J.K.N 402023001 Oktavia Nurohmah
Fery Fatur Rahman 402023058 402023091
Firda Mega Nur O 402023158 Roseu Rosita
Harumi Putri 402023062 402023126
Heru Dwiantoro 402023152 Silvia Nur Afifah
Jihan Padillah 402023068 402023109
Majid Fahrizal N Siti Muslihat
402023074 402023111
Marchella Dwi Aprilianty S Sukmawati Roseu Madina
402023075 402023113

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Skizofrenia Depresif


1. Definisi
Skizofrenia adalah salah satu gangguan mental dengan karakteristik
kekacauan pada pola berpikir, proses persepsi, afeksi dan perilaku sosial (Sari,
2019).
Skizoafektif atau skizofrenia tipe depresif merupakan gangguan yang
memiliki ciri skizofrenia dan gangguan afektif atau mood. Gangguan skizoafektif
adalah penyakit dengan gejala psikotik persisten, seperti halusinasi atau delusi,
terjadi bersama-sama dengan masalah suasana atau mood disorder seperti depresi,
manik, atau episode campuran (Hasanah, 2019).

2. Rentang Respon

Rentang Respon Skizofrenia

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Gangguan pikiran atau


Persepsi akurat Ilusi waham
Emosi konsisten dengan Reaksi emosional berlebihan Halusinasi
pengalaman atau kurang Kesulitan untuk
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau tidak memproses emosi
Hubungan sosial lazim Ketidakakuratan
Menarik diri perilaku
Isolasi sosial
Gambar 1. Rentang Respon Skizofrenia
3. Etiologi
Penyebab skizofrenia adalah sebagai berikut.
a. Model Diatesis-stres
Model diatesis-stress menunjukkan bahwa orang memiliki kerentanan atau
kecenderungan untuk mengembangkan depresi. Beberapa orang memiliki diatesis
untuk mengembangkan depresi daripada orang lain, diatesis individu harus
berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang penuh stres (dari biologis,
psikologis, dan sosial) untuk mendorong timbulnya penyakit (Mashudi, 2021).
Komponen biologis (seperti infeksi), komponen psikologis (seperti
menderita gangguan kecemasan, individu yang tertutup) dan komponen
lingkungan (mengalami kekerasan fisik, pelecehan seksual, adanya ancaman yang
tidak bisa dikendalikan dan kehilangan orang yang disayangi), peristiwa-peristiwa
ini dengan sendirinya dapat menyebabkan skizofrenia (Mashudi, 2021).
b. Faktor Neurobiologi
Pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis yaitu sistem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi
pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain
(Mashudi, 2021).
c. Faktor Genetik
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh
genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia dan kembar
satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia
(Mashudi, 2021).

d. Faktor Psikososial
Faktor ini dijelaskan melalui pemaparan sebagai berikut:
1) Teori Psikoanalitik
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,
kerusakan ego mempengaruhi interpretasi terhadap realitas dan kontrol terhadap
dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat
distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam
skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya
fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa
dunia dalamnya telah hancur (Mashudi, 2021).
2) Teori Psikodinamik
Menurut pendekatan psikodinamik, gejala positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus dan erat kaitannya
dengan adanya konflik, gejala negatif ditunjukkan dengan absennya perilaku atau
fungsi tertentu sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin
timbul akibat konflik intrapsikis namun mungkin juga berhubungan dengan
kerusakan ego yang mendasar. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin
timbul setelah harga dirinya terluka (Mashudi, 2021).
3) Teori Belajar
Orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada
model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional
dengan meniru dari orangtuanya yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional (Mashudi, 2021).
4) Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia berasal dari keluarga yang disfungsi. Selain itu,
perilaku keluarga yang patologis dapat meningkatkan stres emosional pada pasien
skizofrenia (Mashudi, 2021).

4. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart, Keliat and Pasaribu (2016) faktor presdiposisi merupakan
faktor risiko dan protektif yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat digunakan seseorang untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi skizofrenia
hebefrenik terdiri atas:
a. Faktor Biologis
Biologis meliputi latar belakang genetis, status nutrisi, kepekaan biologis,
kesehatan secara umum dan keterpaparan pada racun (Stuart et al., 2016).
b. Faktor Psikologis
Psikologis meliputi intelegensi, keterampilan verbal, moral, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi, pertahanan psikologis dan focus
kendali atau suatu perasaan pengendalian terhadap nasib diri sendiri (Stuart et al.,
2016).
c. Faktor Sosial Budaya
Sosial budaya meliputi usia, gender pendidikan, penghasilan, pekerjaan,
latar belakang budaya, keyakinan religi, pengalaman sosialisasi, dan tingkat
integrasisosial (Stuart et al., 2016).

5. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi skizofrenia menurut Sutejo (2019) adalah sebagai berikut.
a. Faktor Psikologis
Integritas kecemasan yang ekstrim memanjang disertai terbatasnya
kemampuan pemecahan masalah mungkin berkembangnya peerubahan sensori
persepsi. Pasien biasanya mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang tidak menyenangkan (Sutejo, 2019).
b. Faktor Lingkungan
Partisipasi pasien dengan kelompok kurang, terlalu banyak diajak bicara
tentang objek yang ada di lingkungan, suasana sepi (isolasi), dapat menyebabkan
stress dan kecemasan (Sutejo, 2019).
c. Stress Sosial
Stress dan kecemasan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dari orang yang penting atau diasingkan kelompok (Sutejo, 2019).

6. Manifestasi Klinis
Menurut Sutejo (2019) mengatakan bahwa secara general gejala serangan
skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif.
a. Gejala Positif atau Gejala Nyata
1) Halusinasi: Persepsi sensori yang salah atau pengalaman yang tidak terjadi
dalam realitas.
2) Waham: Keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki
dasar dalam realitas.
3) Ekopraksia: Peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati klien.
4) Flight of ideas: Aliran verbalitasi yang terus-menerus saat individu
melompat dari suatu topik ke topik laindengan cepat.
5) Perseverasi: Terus menerus membicarakan satu topik atau gagasan;
pengulangan kalimat, kata, atau frasa secara verbal,dan menolak untuk
mengubah topik tersebut.
6) Asosiasi longgar: Pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk.
7) Gagasan rujukan: Kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki
makna khusus bagi individu.
8) Ambivalensi: Mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak
kontradiktif tentang individu, peristiwa, situasi yang sama.
b. Gejala Negatif atau Gejala Samar
1) Apati: Perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristiwa.
2) Alogia: Kecendrungan berbicara sedikit atau menyampaikan sedikit
substansi makna (miskin isi).
3) Afek datar: Tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi.
4) Afek tumpul: Rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang
terbatas.
5) Anhedonia: Merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup,
aktivitas, atau hubungan.
6) Katatonia: imobilitas karena faktor psikologis, kadang kala ditandai oleh
periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah
dalam keadaan setengah sadar.
7) Tidak memiliki kemauan: Tidak adanya keinginan, ambisi, atau dorongan
untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.

7. Fase atau Tahapan Skizofrenia


a. Fase Prodromal
Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu penyakit. Tanda dan
gejala prodromal skizofrenia berupa cemas, depresi, keluhan somatik, perubahan
perilaku dan timbulnya minat baru yang tidak lazim. Keluhan kecemasan dapat
berupa perasaan khawatir, waswas, tidak berani sendiri, takut keluar rumah, dan
merasa diteror (Fitria, 2020).
b. Fase Aktif
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinis yakni kekacauan alam pikir, perasaan dan perilaku. Diagnosis pada pasien
gangguan skizofrenia dapat ditegakkan pada fase aktif, biasanya terdapat waham,
halusinasi, hendaya penilaian realita, serta gangguan alam pikiran, perasaan dan
perilaku (Fitria, 2020).
c. Fase Residual
Pada fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia, hanya tersisa beberapa gejala sisa, misalnya berupa penarikan diri,
hendaya fungsi peran, perilaku aneh, hendaya perawatan diri, afek tumpul afek
datar, merasa mampu meramal atau peristiwa yang belum terjadi, ide atau gagasan
yang aneh, tidak masuk akal (Fitria, 2020).

8. Pohon Masalah
Gambar 2. Pohon Masalah Skizofrenia
Sumber: (Stuart et al., 2016)

9. Mekanisme Koping
Koping merupakan upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan
eksternal/internal tertentu yang dinilai membebani atau melewati batas sumber
daya yang ada dalam diri seorang individu. Mekanisme koping merupakan
perubahan dari suatu kondisi ke lainnya sebagai cara untuk menghadapi situasi tak
terduga (Manurung & Dalimunthe, 2019).
Mekanisme koping yang digunakan caregiver pasien skizofrenia antara lain
Emotion Focused Coping dan Problem Solving Focused Coping. Caregiver yang
cenderung menggunakan emotional focused coping merupakan caregiver yang
menganggap suatu masalah sulit untuk dikontrol, mereka mengatur respon
emosional untuk menyesuaikan diri pada situasi yang penuh dengan tekanan.
Caregiver yang cenderung menggunakan problem focused coping merupakan
caregiver yang menganggap masalah dapat dikontrol, mereka berusaha untuk
mengubah masalah yang dihadapi (Manurung & Dalimunthe, 2019).

10. Penatalaksanaan Medis dan Non Medis


a. Penatalaksanaan Medis
Secara umum, terapi penderita skizofrenia dibagi menjadi tiga tahap yakni
terapi akut, terapi stabilisasi dan terapi pemeliharaan. Terapi akut dilakukan pada
tujuh hari pertama dengan tujuan mengurangi agitasi, agresi, ansietas, dll.
Benzodiazepin terapi stabilisasi dimulai pada minggu kedua atau ketiga. Terapi
stabilisasi bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi serta perbaikan kebiasaaan
dan perasaan. Terapi pemeliharaan bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Dosis
pada terapi pemeliharaan dapat diberikan setengah dosis akut. Klozapin
merupakan antipsikotik yang hanya digunakan apabila pasien mengalami
resistensi terhadap antipsikotik yang lain (Sutejo, 2019). Menurut Fitria (2020)
pada pasien dengan skizofrenia ada 2 golongan yang menjadi tatalaksana medis
antara lain:
1) Obat golongan FGA atau tipikal
Obat ini bekerja menghambat jalur dopamin. Neuroleptik yang termasuk
golongan ini adalah chlorpomazin, haloperidol, loxapine, dan prolixin. Efek
samping golongan ini adalah mulut kering, konstipasi, hipotensi ortostatik,
impotensi, kegagalan ejakulasi, Parkinson sindrom, dystonia, amenorrhea,
infertilitas dan kegemukan. Clorpomazin memiliki efek antipsikotik yang lemah
dan efek sedatif yang kuat. Haloperidol digunakan untuk skizofrenia yang kronis
dan memiliki efek antipsikotik yang kuat dan efek sedatif yang lemah. Golongan
obat ini lebih efektif untuk mengatasi gejala positif dari skizofrenia namun kurang
efektif untuk gejala positif (Fitria, 2020).
2) Obat golongan SGA atau atipikal
Obat ini adalah antipsikotik generasi kedua yang digunakan untuk
mengobati kondisi jiwa. Pada gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan
inkoherensi, dan negatif seperti hilangnya kemauan dan afek serta bicara yang
sangat sedikit dapat diatasi dengan lebih baik pada pemberian SGA. Untuk gejala
lain seperti penurunan interaksi sosial, ide bunuh diri dan defisit kognitif dapat
diatasi lebih baik pula dengan golongan SGA. Obat ini cenderung untuk
memblokir reseptor dalam jalur dopamin otak dan menghambat reseptor
serotonin. Antipsikotik atipikal berbeda dari antipsikotik tipikal yang efeknya
lebih minimal kecenderungan untuk menyebabkan gangguan ekstrapiramidal pada
pasien yang meliputi penyakit gerakan parkinsonisme, kekakuan tubuh dantremor
tak terkontrol. Gerakan-gerakan tubuh yang abnormal bisa menjadi permanen obat
bahkan setelah antipsikotik dihentikan. Beberapa contoh obat golongan ini adalah
Clozapine, Risperidon, Amisulpride. Clozapine umumnya dipertimbangkan untuk
pasien yang telah gagal terapi sebelumnya (Fitria, 2020).
b. Penatalaksanaan Non Medis
Terapi psikososial dengan cara rehabilitasi mendefiniskan rehabilitasi
sebagai suatu proses yang kompleks dan merupakan gabungan dari usaha medik,
sosial dan pendidikan yang terpadu untuk mempersiapkan, meningkatkan,
mempertahankan dan membina seseorang agar dapat mencapai kembali taraf
kemampuan fungsional yang lebih baik (Fitria, 2020).
B. Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan
secara fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri maupun orang lain
(Kandar & Iswanti, 2019).
Perilaku kekerasan adalah respon kemarahan yang maladaptif dalam bentuk
perilaku menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya secara
verbal maupun nonverbal mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi (Siauta
et al., 2020).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk
melukai dirinya dan seseorang secara fisik maupun psikologis, dapat dilakukan
secara verbal, untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Amimi et al.,
2020).
Dari ketiga definisi perilaku kekerasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku kekerasan adalah bentuk tindakan atau respon kemarahan yang
maladaptif baik secara fisik, psikologis maupun verbal dan nonverbal yang
ditunjukkan dengan mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya
mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi hingga tidak terkontrol.

2. Faktor Predisposisi
Sebab-sebab terjadinya perilaku kekerasan pada faktor predisposisi yang
meliputi faktor psikologis, faktor perilaku, faktor sosial budaya dan faktor
bioneurologis (Emilyani & Dramawan, 2018).
a. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor predisposisi yang paling dominan
sebagai penyebab perilaku kekerasan kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi kemudian agresif. Masa kanak-kanak tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya, sanksi penganiayaan (Emilyani & Dramawan, 2018).
b. Faktor Perilaku
Perilaku kekerasan yang diakibatkan oleh faktor perilaku yaitu perilaku
yang berhubungan dengan agresif seperti bergerak cepat, tidak mampu duduk
diam, mengacau minta perhatian, kecemasan yang ekstrim, bingung, status mental
berubah tiba-tiba, disorientasi, kerusakan memori dan tidak mampu dialihkan
merupakan penyebab terjadinya perilaku kekerasan (Emilyani & Dramawan,
2018).
c. Faktor Sosial Budaya
Pasien perilaku kekerasan dominan pada faktor sosial budaya dan pasien
perilaku kekerasan yang dominan dalam faktor ini kebanyakan memberikan
keluhan-keluhan diantaranya, mengatakan kalau dirinya mengalami gangguan
jiwa karena banyak keluarganya yang mau menang sendiri sehingga pasien lebih
senang menyendiri, tidak pernah ikut musyawarah dengan masyarakat dan jarang
bergaul dengan masyarakat di lingkungannya, pasien juga sering nonton film
kekerasan ditambah lagi pasien dijauhi oleh tetangganya karena dikatakan gila
(Emilyani & Dramawan, 2018).
d. Faktor Bioneurologis
Pasien perilaku kekerasan tidak dominan disebabkan oleh faktor
bioneurologis. Pada faktor neurorologik, beragam komponen dari sistem syaraf
seperti synap, neurotransmitter, dendrit, terminal akson pesan-pesan yang akan
memepengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif, Brain Area Disorder,
gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak, trauma otak,
penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Selain itu, kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Emilyani & Dramawan, 2018).

3. Faktor Presipitasi
Sebab-sebab terjadinya perilaku kekerasan pada faktor presipitasi meliputi
ekspresi diri, adanya riwayat perilaku anti sosial, kesulitan dalam
mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga dan kondisi sosial ekonomi
(Emilyani & Dramawan, 2018).
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab lain (Emilyani & Dramawan, 2018).

4. Rentang Respon
Respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Dapat digambarkan rentang respon perilaku kekerasan (Fitria, 2020).
Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku


Kekerasan
Gambar 4. Rentang Respon: Perilaku Kekerasan
Sumber: (Fitria, 2020)
Keterangan:
a. Perilaku Asertif
Perilaku asertif adalah perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti
orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu
(Fitria, 2020).
b. Perilaku Frustasi
Perilaku frustasi adalah perilaku individu dalam menyikapi kegagalan
mencapai tujuan karena tidak realistis/terhambat dan individu tidak menemukan
alternatif lain (Fitria, 2020).
c. Perilaku Pasif
Perilaku pasif adalah perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan
menghindari suatu ancaman nyata (Fitria, 2020).
d. Perilaku Agresif
Perilaku agresif adalah perilaku dengan memperlihatkan permusuhan, keras,
dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata
ancaman tanpa niat melukai orang lain (Fitria, 2020).
e. Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau
ketakutan (panik) yang merupakan perilaku deduktif disertai kehilangan kontrol
diri individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya
membanting barang-barang menyakiti diri sendiri (bunuh diri) (Fitria, 2020).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Amimi et al., (2020) tanda dan gejala pada perilaku kekerasan
dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan penilaian tentang dirinya
dan didukung dengan data hasil wawancara dan observasi, meliputi:
a. Data Subjektif
1) Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.
2) Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3) Pasien suka membentak dan menyerang orang lain.
b. Data Objektif
1) Muka merah dan tegang.
2) Mata melotot/pandangan tajam.
3) Mengepalkan tangan.
4) Mengatupkan rahang dengan kuat.
5) Bicara kasar.
6) Suara tinggi.
7) Menjerit atau berteriak.
8) Mengancam secara verbal dan fisik.
9) Melempar atau memukul benda/orang lain.
10) Merusak barang atau benda.
11) Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan.

6. Pohon Masalah

Gambar 5. Pohon Masalah: Perilaku Kekerasan


Sumber: (Yosep, 2011)

7. Mekanisme Koping
Menurut Yosep (2011) perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping
klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan koping yang
konstruktif dalam mengekpresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement,
sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu
seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan dari
kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
d. Reaksi Formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan
apa yang benar-benar di lakukan orang lain.
Menurut Prastya, Faishal and Pratiwi (2017) perilaku yang berkaitan dengan
risiko perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau Menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epinefrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah marah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat,
peristaltik gaster menurun, kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat (Prastya et al., 2017).
b. Menyatakan secara Asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan perilaku asertif adalah cara
yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu
juga dapat mengembangkan diri (Prastya et al., 2017).
c. Memberontak
Perilaku muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain (Prastya et al., 2017).
d. Perilaku Kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain (Prastya et al., 2017).

8. Sumber Koping
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai
menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
a. Personal Ability
Personal Ability meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait
masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternatife,
kemampuan mengungkapkan atau konfrontasi perasaan marah, tidak semangat
untuk menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan hubungan
interpersonal, mempunyai pegetahuan dalam pemecahan masalah secara asertif,
intelegensi kurang dalam menghadapi stressor, identitas ego tidak adekuat (Yosep,
2011).
b. Sosial Support
Sosial Support meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat,
keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai budaya
(Yosep, 2011).
c. Material Assets
Material Assets meliputi penghasilan yang layak, tidak ada benda atau
barang yang biasa dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan (Yosep,
2011).
d. Positive Belief
Positive Belief meliputi distress spiritua, adanya motivasi, penilaian
terhadap pelayanan kesehatan (Yosep, 2011).

9. Penatalaksanaan Medis dan Non Medis


a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Yosep (2011) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine
seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien.
2) Buspirone Obat Antianxiety
Obat-obatan ini efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang
berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
3) Antidepressants
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang berhubungan
dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
4) Lithium
Obat ini efektif untuk agresif karena manik.
5) Antipsychotic
Obat ini dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.
b. Penatalaksanaan Non Medis
Menurut Yosep (2011) perawat dapat mengimplementasikan berbagai cara
untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melalui rentang intervensi
keperawatan.
Strategi Preventif Strategi Antisipatif Strategi Pengurungan

- Kesadaran Diri - Komunikasi - Manajemen Krisis


- Pendidikan Klien - Perubahan Lingkungan - Seclusion
- Latihan Asertif - Tindakan Perilaku - Restrains
- Psikofarmakologi
Gambar 7. Rentang Intervensi Keperawatan
Sumber: (Yosep, 2011)

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang
ditimbulkan, pengangan klien perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan
tepat oleh tenaga yang professional (Fitria, 2020).
1. Pengkajian
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor
predisposisi, factor presipitas, penilaian terhadap stressor, sumber kopin, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.
Menurut Stuart, Keliat and Pasaribu (2016) data yang perlu dikaji pada
pasien dengan prilaku kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam,
mengumpat dengan kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga
menyalahkan dan menuntut. Pada data objektif klien menunjukkan tanda-tanda
mata melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras (Stuart et al., 2016).
2. Intervensi Keperawatan
Tabel 1. Intervensi Keperawatan Perilaku Kekerasan
Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Tujuan Umum: Setelah 1 kali pertemuan SP 1:
Pasien mampu pasien mampu: 1. Identifikasi penyebab, tanda,
mengontrol 1. Menyebutkan gejala dan akibat PK.
marah. penyebab, tanda, 2. Latih cara fisik 1:
gejala dan akibat a. Tarik nafas dalam.
Tujuan Khusus: PK. Dengan Cara:
Pasien mampu: 2. Memperagakan cara 1) Dengan memejamkan
1. Mengidentifi fisik 1 untuk matanya dan bernapas
kasi mengontrol PK. dengan perlahan dan nyaman.
penyebab dan 2) Irama yang konstan dapat
tanda dipertahankan dengan
perilaku menghitung dalam hati dan
kekerasan. lambat bersama setiap
2. Menyebutkan inhalasi (hirup, dua, tiga) dan
jenis perilaku ekshalasi (hembuskan, dua,
kekerasan tiga).
yang pernah b. Masukkan dalam jadwal
dilakukan. harian pasien.
3. Menyebutkan Setelah 1 kali pertemuan SP 2:
akibat dari pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan yang lalu
perilaku 1. Menyebutkan (SP 1).
kekerasan kegiatan yang sudah 2. Latih cara fisik 2:
yang dilakukan. a. Pukul kasur/bantal.
dilakukan. 2. Memperagakan cara Dengan Cara:
4. Menyebutkan fisik untuk 1) Posisi duduk, bantal
cara mengontrol. diletakkan di pangkuan, tarik
mengontrol. nafas dalam, kemudia tahan.
5. Mengontrol 2) Ditahan sejenak, tangan
PK secara: mengepal dan pukulkan pada
a. Fisik. bantal sekencang-kencang
b. Sosial/verbal. nya.
c. Spiritual. b. Masukkan dalam jadwal
d. Terapi harian pasien.
Psikofarmak Setelah 1 kali pertemuan SP 3:
o (patuh pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan yang lalu
obat). 1. Menyebutkan (SP 1 & 2).
kegiatan yang sudah 2. Latih secara social atau
dilakukan. verbal:
2. Memperagakan cara a. Menolak dengan baik.
social/ verbal untuk b. Meminta dengan baik.
mengontrol c. Mengungkapkan dengan
kekerasan. baik.
d. Masukan dalam jadwal
harian pasien.
Setelah 1 kali pertemuan SP 4:
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu
1. Menyebutkan (SP 1, 2 & 3).
kegiatan yang sudah 2. Latih secara spiritual:
dilakukan. a. Berdoa.
2. Memperagakan cara b. Sholat.
spiritual. c. Berdzikir.
d. Mendengarkan Al-Qur’an.
3. Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien.
Setelah 1 kali pertemuan SP 5:
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu
1. Menyebutkan (SP 1, 2, 3, & 4).
kegiatan yang sudah 2. Latih patuh obat: (ACT dan
dilakukan. penkes kepatuhan minum
2. Memeperagakan obat).
cara patuh obat. a. Minum obat secara teratur
dengan prinsip 5B.
b. Susun jadwal minum obat
secara teratur.
3. Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien.
Tujuan Khusus: Setelah 1 kali SP 1:
Keluarga pertemuan, keluarga 1. Identifikasi masalah yang
mampu: mampu: dirasakan keluarga dalam
1. Merawat 1. Menjelaskan tentang merawat pasien.
pasien di penyebab, tanda dan 2. Jelaskan tentang proses
rumah. gejala, akibat. terjadinya PK: penyebab,
2. Memperagakan cara akibat, cara merawat.
merawat pasien. 3. Latih 2 cara merawat.
4. RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah 1 kali pertemuan SP 2:
pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan yang lalu
1. Menyebutkan (SP 1).
kegiatan yang sudah 2. Latih keluarga (simulasi) 2
dilakukan. cara lain untuk merawat
2. Memperagakan cara pasien.
merawat pasien dan 3. Latih langsung ke pasien.
membuat RTL. 4. RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien.
Setelah 1 kali pertemuan SP 3:
pasien mampu: 1. Evaluasi SP 1 dan 2.
1. Menyebutkan 2. Latih langsung ke pasien.
kegiatan yang sudah 3. RTL keluarga: Follow Up
dilakukan. dan rujukan.
2. Mampu merawat
serta membuat RTL.
PENGKAJIAN STATUS MENTAL
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

A. Pengkajian Keperawatan Fokus


Ruang Rawat : Gelatik Tanggal Dirawat : 14 Desember 2020
1. Identitas Klien
Inisial Klien : Ny. N ( L/P )
Tanggal : 20 Desember 2020
Pengkajian
Umur : 30 Tahun
RM No. : 775435
Pendidikan : SMA
Terakhir
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Alamat : Sukajadi, Bandung
Diagnosa : Skizofrenia Tipe Depresif
Medis

Identitas Penanggung Jawab (Informan)


Nama : Tn. K
Umur : 40 Tahun
Agama : Islam
Hubungan dengan Klien : Suami

2. Alasan Masuk
Keluhan Utama (KU)
Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan “saya ingin pulang, saya
rindu suami saya, saya janji akan dapat mengontrol emosinya dan tidak mudah
marah, saya ingin menjaga kandungan saya”. Dari hasil observasi klien
tampak sedang diam sendiri, saat perawat datang masuk pasien tampak tatapan
tajam, tampak tegang, bicara hanya secukupnya dan singkat, klien
menunjukkan sikap bermusuhan dengan menyilangkan tangannya.
Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)
Sebelum dibawa oleh keluarga ke RSJ, keluarga klien mengatakan
bahwa 3 hari yang lalu klien sering berbicara sendiri dan keluar malam tanpa
menggunakan sandal, klien sering berbicara kacau dan menceramahi semua
orang yang dia lihat.

a. Pernah Mengalami Gangguan Jiwa Di Masa Lalu

Ya ✔ Tidak Tahun : -

b. Pengobatan Sebelumnya

Berhasil Kurang Berhasil Tidak Berhasil

Penjelasan :
Klien belum pernah menjalani pengobatan dan menurut keluarga tidak ada
anggota keluarga yang menderita penyakit seperti Ny. N.

Genogram :

= Perempuan
= Laki-laki
= Klien
= Arah Pernikahan
= Meninggal
= Bercerai
= Orang yang tinggal serumah
= Arah Persaudaraan
Penjelasan :
Ny. N merupakan anak terakhir dari 8 bersaudara, orangtua klien sudah
meninggal, klien sudah dua kali menikah. Pernikahan yang pertama pada tahun
2016 kemudian bercerai setelah 9 bulan pernikahan karena klien merasa
tertekan karena suaminya selalu melakukan tindakan kekerasan. Kemudian
pada Agustus 2019 klien menikah kembali dengan suaminya sekarang.
Menurut keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
Ny. N.

3. Faktor Predisposis dan Presipitasi


a. Predisposisi
Biologis Psikologis Sosial Budaya
- Klien sering mengalami
bulliying oleh teman-
teman di SD sehingga
pasien tidak mau main
dengan teman-temannya
hingga SMA (korban).
- Klien merasa tertekan
karena suaminya selalu
melakukan tindakan
kekerasan (korban).

b. Presipitasi
Biologis (Traumatic) Psikologis Social Budaya, Agama
putus obat

Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
4. Adakah Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa

Ya ✔ Tidak Ada

Jika ada (siapa)/Hubungan dengan : -


keluarga
Gejala : -
Riwayat Pengobatan : -

5. Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan


1) Kehilangan : -
2) Kegagalan : Klien pernah
mengalami
kegagalan
dalam
pernikahan
pada tahun
2016 yang
berjalan
selama 9
bulan
dikarenakan
klien selalu
menerima
tindakan
kekerasan
yang
dilakukan
suaminya.
3) Trauma Selama Tumbuh Kembang
a) Masa Bayi : klien tidak pernah mengalami penyakit berat
b) Masa Kanak-Kanak: klien pernah mengalami bullying
c) Masa Remaja: -
d) Masa Dewasa Awal: klien mengalami kekerasan fisik oleh
mantan suaminya
e) Masa Dewasa Tua: -
f) Lansia: -

Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital : TD = 110/90 mmHg
RR = 18 x/menit
N = 89 x/menit
S = 36oC

b. Antropometrik : TB = 152 cm
BB = 52 cm

c. Keluhan Fisik : Ya ✔ Tidak

Jelaskan : Tidak ada keluhan fisik.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Integumen : Tidak terkaji.

2) Sistem Kardiovaskuler : Tidak terkaji.

3) Sistem Respirasi : Tidak terkaji.


4) Sistem Gastrointestinal : Tidak terkaji.

5) Sistem Urogenital : Tidak terkaji.

6) Sistem Reproduksi : Tidak terkaji.

7) Sistem Persarafan : Tidak terkaji.

8) Sistem Muskuloskeletal : Tidak terkaji.

9) Sistem Endokrin : Tidak terkaji.

10) Sistem Penginderaan : Tidak terkaji.

Jelaskan:
Klien tidak pernah mengalami penyakit berat.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

e. Activity Daily Living (ADL)


No ADL Sebelum di RS Selama Di Rawat
.
1. Nutrisi Klien mampu -
(Makan dan melakukan makan
Minum) dan minum secara
mandiri dan baik.
2. Eliminasi Klien mampu -
(BAB dan BAK) melakukan BAB dan
BAK secara mandiri
dan baik.
3. Istirahat Tidur - -
4. Aktivitas Klien dapat
bergabung aktivitas -
di lingkungan.
5. Personal Hygiene Klien mampu Berpakaian baik
melakukan mandi menggunakan seragam
secara mandiri dan rumah sakit.
baik.

Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

7. Psikososial
a. Konsep Diri
1) Gambaran Diri: klien mengatakan menyukai seluruh bagian anggota
tubuhnya dan tidak ada bagian anggota tubuh yang tidak klien sukai.
2) Identitas Diri: klien menyadari dirinya sebagai perempuan dan seorang
istri.
3) Peran Diri: klien sadar dirinya berperan sebagai istri.
4) Ideal Diri: klien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa dan
berkumpul dengan keluarganya.
5) Harga Diri: klien merasa malu jika pulang, dikarenakan klien merupakan
orang gila yang hanya membuat malu keluarga saja. Klien tampak sedih
dan terdiam ketika menceritakan kondisi di rumah. Klien bingung apakah
keluarganya menerima dia jika pulang dari RSJ. Klien malu dengan
tetangga jika tahu klien di rawat di RSJ. Tetapi suami, kedua mertuanya
dan 1 adik dari suaminya sangat mendukung kesumbuhan klien.

Masalah Keperawatan:
Harga Diri Rendah.
b. Hubungan Sosial
1) Orang yang Berarti
Menurut klien saat ini orang yang paling berarti adalah bayi yang
sedang dikandung dan suaminya.
2) Peran serta dalam Kegiatan Kelompok/Masyarakat: -
3) Hambatan dalam Berhubungan dengan Orang Lain:
Saat ini klien mengaku merasa mudah tersinggung dan marah jika
orang lain mengajak bicara yang menyinggung bagi klien.

Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

c. Spiritual
1) Nilai dan Keyakinan : Tidak terkaji.
2) Kegiatan Ibadah : Saat di rumah pasien selalu melaksanakan
ibadah shalat, namun saat di rawat pasien tidak melaksanakan ibadah
shalat.

Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

8. Pengkajian Status Mental


a. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian tidak sesuai
Berpakaian tidak seperti biasanya ✔ Sesuai

Jelaskan:
Saat diwawancara klien berpenampilan baik menggunakan seragam RS.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

b. Cara Bicara
Cepat Gelisah ✔ Apatis
Keras Inkoheren Tidak mampu memulai pembicaraan
Lambat Membisu Sesuai

Jelaskan:
Klien berbicara secukupnya dan singkat.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan

c. Aktivitas Motorik
Lesu ✔ Tegang ✔ Gelisah
Agitasi Apatis Grimasen
Tremor ✔ Kompulsif Sesuai

Jelaskan:
Klien tampak gelisah dengan sering mondar mandir ke kamar mandi
untuk berulang mencuci mukanya dan klien tampak tegang.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.

d. Suasana Hati
✔ Sedih Ketakutan Putus Asa
Khawatir Gembira Berlebihan Sesuai

Jelaskan:
Klien tampak sedih dan terdiam ketika menceritakan kondisi di rumah.
Klien bingung apakah keluarganya menerima dia jika pulang dari RSJ.
Klien malu dengan tetangga jika tahu klien di rawat di RSJ.

Masalah Keperawatan:
Harga Diri Rendah.

e. Afek
Datar ✔ Tumpul Labil Sesuai
Tidak Sesuai

Jelaskan:
Klien mengaku merasa mudah tersinggung dan marah jika orang lain
mengajak bicara yang menyinggung bagi klien.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.

f. Interaksi selama wawancara


✔ Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung
Kontak mata Defensive Curiga
kurang
Seduktif Berhati-hati Kooperatif

Jelaskan:
Klien tampak menunjukkan sikap bermusuhan dengan menyilangkan
tangannya dan saat ini klien mengaku merasa mudah tersinggung dan
marah jika orang lain mengajak bicara yang menyinggung bagi klien.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.
g. Persepsi
Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Olfakori (penciuman)
Visual Gustatori Ilusi
(pendengaran) (pengecapan)
✔ Sesuai

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

h. Proses Pikir
✔ Sirkumtansial Tangensial Kehilangan Inkoheren
Asosiasi
Flight of idea Blocking Perseverasi Neologisme
Irelevansi Verbigerasi Word salad Sesuai

Jelaskan:
Saat klien bicara sering berbelit-belit namun dapat menjawab pertanyaan
perawat.
Masalah Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan.

i. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Defersonalisasi Ide Yang Terkait Pikiran Magis
Waham: ✔ Sesuai
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Siar Pikir Sisip Pikir Kontrol Pikir
Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

j. Tingkat Kesadaran
Bingung Sedasi Stuppor ✔ Allert
Disorientasi Disorientasi Disorientasi
Waktu Tempat Orang

Jelaskan:
Tingkat kesadaran klien compos mentis atau sadar penuh. Klien juga
sadar dirinya mengalami gangguan jiwa dan berada di rumah sakit jiwa.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

k. Memori
Gangguan Daya Ingat Gangguan Daya Ingat
Jangka Panjang Jangka Pendek
Gangguan Daya Ingat Konfabulasi ✔ Sesuai
Saat Ini

Jelaskan:
Daya ingat baik pasien mampu mengingat kenangan masa lalu dan bisa
mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
✔ Mudah beralih Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana Mampu berkonsentrasi

Jelaskan:
Kemampuan berhitung baik, konsentrasi mudah beralih.

Masalah Keperawatan:
Harga Diri Rendah.

m. Kemampuan Penilaian
Gangguan penilaian ringan Gangguan penilaian bermakna
Tidak ada gangguan

Jelaskan:
-

Masalah Keperawatan:
-

n. Daya Tilik Diri (Insight)


Mengingkari penyakit yang Menyalahkan hal-hal diluar
diderita dirinya
✔ Mengetahui sakit yang
dideritanya

Jelaskan:
Klien sadar dirinya mengalami gangguan jiwa dan berada di rumah sakit
jiwa.

Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.
9. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Bantuan Minimal v Bantuan Total

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

b. BAB dan BAK


Bantuan Minimal Bantuan Total

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

c. Mandi
Bantuan Minimal Bantuan Total

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

d. Berpakaian atau Berhias


Bantuan Minimal Bantuan Total

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
e. Istirahat dan Tidur
Tidur siang, lama :

Tidur malam, lama :

Kegiatan sebelum/sesudah tidur

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

f. Penggunaan Obat
Bantuan Minimal Bantuan Total

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

g. Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan Lanjutan Ya Tidak

Perawatan Dukungan Ya Tidak

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-
h. Kegiatan di Dalam Rumah
Mempersiapkan makanan ✔ Ya Tidak

Menjaga kerapihan rumah ✔ Ya Tidak

Mencuci pakaian ✔ Ya Tidak

Pengaturan keuangan Ya Tidak

Jelaskan:
Klien dapat mengurus kebutuhannya sendiri saat di rumah.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

i. Kegiatan di Luar Rumah


Belanja Ya Tidak

Transportasi Ya Tidak

10. Mekanisme Koping


Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol

Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebihan

Teknik relaksasi Bekerja berlebihan

Aktivitas konstruktif Menghindar

Olahraga Mencederai diri


Lainnya: ……… Lainnya: ……….

Jelaskan:
-
Masalah Keperawatan:
-

11. Masalah Psikososial


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik

Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik

Masalah dengan pendidikan, spesifik

Masalah dengan pekerjaan, spesifik

Masalah dengan perumahan, spesifik

Masalah ekonomi, spesifik

Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik

12. Pengetahuan Kurang Tentang


Penyakit Jiwa System Pendukung

Faktor Presipitasi Penyakit Fisik

Koping ✔ Obat-Obatan
Pasien mengaku tidak
meninum obat dengan teratur
karena takut mengganggu
perkembangan janinnya.
Lainnya: ………

13. Aspek Medik


a. Diagnosa Medik : Skizofrenia Tipe Depresif
b. Terapi Medik : Terapi obat clozapine 3x 25mg, asam folat 1x1 mg
c. Indikasi Obat:
1) Clozapine termasuk obat antipsikotik atipikal yang efektif untuk
pasien skizofrenia, baik dalam memperbaiki gejala negatif, positif,
dapat mengurangi keinginan untuk bunuh diri. Clozapine bekerja
dengan cara memblokade reseptor dopamine, serotonin 5HT2A, dan
α-adrenergik (Rachman et, al. 2019).
2) Asam folat atau vitamin B kompleks dapat memperbaiki keparahan
gejala pasien skizofrenia. Vitamin B Kompleks dapat berperan dalam
mengurangi gejala pada pasien dengan mempercepat respon terhadap
pengobatan dan meningkatkan tolerabilitas obat psikotik yang umum
digunakan. Asam folat berperan memproduksi sel baru dalam tubuh.
Kekurangan asam folat juga memicu depresi. Asam folat dapat
membantu menyintesis serotonin, yang merupakan neurotransmiter
dalam pengaturan suasana hati.
14. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Faktor Predisposisi Risiko
- Klien mengatakan akan Psikologis (kekerasan fisik Perilaku
mengontrol emosinya dan perilaku bullying) Kekerasan
dan tidak akan mudah
marah. Ketidakseimbangan neuron
- Keluarga klien di otak
mengatakan 3 hari
SMRS klien sering
Peningkatan hormon
berbicara sendiri, bicara
androgen dan norepineprin
kacau dan
menceramahi semua
Penurunan Serotonin
orang yang dia lihat.
- Keluarga klien
Neuro GABA-ergik hilang
mengatakan bahwa
klien mendapatkan
tindakan kekerasan dari Hiperaktivitas
mantan suaminya dan Dopaminergik
sering mengalami
bullying pada saat SD. Reseptor Dopamin
- Klien mengatakan Abnormal
merasa mudah
tersinggung dan marah Mengenai VTA area ventra
jika orang lain tekmental
mengajak bicara yang
menyinggung bagi
Memenuhi Sistem
klien.
Mesolimbik

Merangsang Amigdala
DO:
- Klien tampak bersikap
bermusuhan dan Kerusakan pada lobus
menyilangkan frontal serta temporal otak
tangannya.
- Tatapan klien tajam, Gejala Positif
bicara hanya
secukupnya dan
Ketidakmampuan
singkat.
menghadapi stressor
- Klien tampak sering
mondar mandir ke
Koping individu tidak
kamar mandi untuk
efektif
berulang mencuci
mukanya.
Koping Destruktif
- Bicara sering berbelit-
belit namun dapat
menjawab pertanyaan Respon Maladaptif
perawat serta
konsentrasi mudah Perilaku Agresif
beralih.

Ekspresi Emosi Berlebih

Ketidakberdayaan
diarahkan oleh orang lain
dan lingkungan

MK: Risiko Perilaku


Kekerasan
2. DS: Ketidakpercayaan Harga Diri
- Klien mengatakan Rendah
merasa malu jika Frustasi Situasional
pulang, pasien adalah
orang gila yang hanya
Peningkatan aktivitas
membuat malu dopamine dan serotonin
keluarga saja.
- Klien mengatakan Gangguan pada lobus
merasa bingung apakah frontalis
keluarganya dapat
menerima kondisinya.
Gejala Negatif
- Klien mengatakan malu
dengan tetangganya
Respon Koping Maladaptif
jika tau pasien dirawat
di RSJ.
Afek Tumpul

DO:
- Klien tampak sedih dan Perasaan takut dikucilkan
terdiam ketika
menceritakan kondisi Mengkritik diri sendiri
rumah.

Ideal diri tidak realistis

MK: Harga Diri Rendah


Situasional

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan berdasarkan Prioritas Masalah:
1. Risiko Perilaku Kekerasan.
2. Harga Diri Rendah Situasional.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana Asuhan Tindakan Keperawatan Ny.N 30 Tahun dengan Diagnosa Medis Skizofrenia Tipe Depresif

Nama Klien : Ny. N Dx. Medis : Skizofrenia Tipe


Depresif
RM No. : 775435 Ruang : Gelatik

PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


HARI/TGL DX. KEP
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI RASIONAL
Minggu/ Dx. 1. Tujuan Umum: Setelah 1 kali pertemuan SP 1: SP 1:
20 Des 2020 Risiko Pasien mampu pasien mampu: 1. Identifikasi penyebab, 1. Mengetahui penyebab, tanda
Perilaku mengontrol marah. 1. Menyebutkan tanda, gejala dan dan gejala yang
Kekerasan penyebab, tanda, akibat PK. menyebabkan PK dapat
Tujuan Khusus: gejala dan akibat PK. meninjau keberhasilan
Pasien mampu: 2. Memperagakan cara latihan fisik yang akan
1. Mengidentifikasi fisik 1 untuk diberikan.
penyebab dan tanda mengontrol PK. 2. Latih cara fisik 1: 2. Latihan relaksasi pernafasan
perilaku kekerasan. a. Tarik nafas dalam. dilakukan dengan mengatur
2. Menyebutkan jenis Dengan Cara: mekanisme pernafasan baik
perilaku kekerasan 1) Dengan memejamkan tempo atau iraha dan
yang pernah matanya dan bernapas intensitas yang lebih lambat
dilakukan. dengan perlahan dan dan dalam. Keteraturan
3. Menyebutkan akibat nyaman. dalam bernapas,
dari perilaku 2) Irama yang konstan menyebabkan sikap mental
kekerasan yang dapat dipertahankan dan badan yang relaks
dilakukan. dengan menghitung sehingga menyebabkan otot
4. Menyebutkan cara dalam hati dan lambat lentur dan dapat menerima
mengontrol. bersama setiap inhalasi situasi yang merangsang
5. Mengontrol PK (hirup, dua, tiga) dan luapan emosi tanpa
secara: ekshalasi (hembuskan, membuatnya kaku (Sudia et
a. Fisik. dua, tiga). al., 2021).
b. Sosial/verbal. b. Masukkan dalam
c. Spiritual. jadwal harian pasien.
Senin/ d. Terapi Psikofarmako Setelah 1 kali pertemuan SP 2: 1. Untuk mengetahui hasil
21 Des 2020 (patuh obat). pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan keberhasilan latihan
1. Menyebutkan kegiatan yang lalu (SP 1). kegiatan pada SP 1.
yang sudah dilakukan. 2. Latih cara fisik 2: 2. Teknik memukul bantal
2. Memperagakan cara a. Pukul kasur/bantal. memiliki tujuan untuk
fisik untuk Dengan Cara: mengurangi resiko
mengontrol. 1) Posisi duduk, bantal melakukan mencinderai diri
diletakkan di atau orang lain dikarenakan
pangkuan, tarik nafas status emosi pasien, maka
dalam, kemudia tahan. perlu dilakukan terapi yang
2) Ditahan sejenak, berguna untuk menyalurkan
tangan mengepal dan energi yang konstruktif
pukulkan pada bantal dengan cara fisik (Hastuti,
sekencang-kencang 2017).
nya.
b. Masukkan dalam
jadwal harian pasien.
Selasa/ Setelah 1 kali pertemuan SP 3: 1. Untuk mengetahui hasil
22 Des 2020 pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan keberhasilan latihan
1. Menyebutkan kegiatan yang lalu (SP 1 & 2). kegiatan pada SP 1 dan 2.
yang sudah dilakukan. 2. Latih secara social 2. Terapi Aktivitas Kelompok
2. Memperagakan cara atau verbal: Terapi Stimulasi Persepsi (TAK)
social/ verbal untuk TAK adalah terapi
mengontrol kekerasan. (Yasa, 2020). mengungkapkan rasa marah
a. Menolak dengan baik. secara verbal dengan
b. Meminta dengan baik. mengungkapkan keinginan
c. Mengungkapkan dan permintaan dengan
dengan baik. tanpa memaksa sehingga
d. Masukan dalam risiko terjadinya perilaku
jadwal harian pasien. kekerasan tidak ada, dan
mengungkapkan penolakan,
permintaan, dan rasa sakit
hati dengan tanpa
kemarahan (Yasa, 2020).
Rabu/ Setelah 1 kali pertemuan SP 4: 1. Untuk mengetahui hasil
23 Des 2020 pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang keberhasilan latihan
1. Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1, 2 & 3). kegiatan pada SP 1, 2, 3.
yang sudah dilakukan. 2. Latih secara spiritual: 2. Terapi spiritual seperti
2. Memperagakan cara a. Berdoa. berdoa, istigfar dan sholat
spiritual. b. Sholat. dapat mengurangi gejala
c. Berdzikir. negative yang dialami
d. Mendengarkan Al- pasien skizofrenia, spiritual
Qur’an. dapat menumbuhkan koping
3. Masukan dalam positif pada pasien dapat
jadwal kegiatan menurunkan hormon-
pasien. hormon stres, mengaktifkan
hormon endorfin alami,
meningkatkan perasaan
rileks dan mengalihkan
perhatian dari rasa takut,
cemas, dan tegang, serta
memperbaiki sistem kimia
tubuh, menurunkan tingkat
emosi pada pasien perilaku
kekerasan (Ernawati et al.,
2020).
Kamis/ Setelah 1 kali pertemuan SP 5: 1. Untuk mengetahui hasil
24 Des 2020 pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan keberhasilan latihan
1. Menyebutkan kegiatan yang lalu (SP 1, 2, 3, kegiatan pada SP 1,2,3 dan
yang sudah dilakukan. & 4). 4.
2. Memeperagakan cara 2. Latih patuh obat: 2. Acceptance and
patuh obat. (ACT dan penkes Commitment Therapy
kepatuhan minum (ACT) membantu klien
obat). gangguan jiwa dimana
a. Minum obat secara menggunakan prinsip
teratur dengan prinsip kepatuhan dan komitmen
5B. dalam memperbaiki perilaku
b. Susun jadwal minum serta pendidikan kesehatan
obat secara teratur. kepatuhan minum obat
3. Masukan dalam untuk memengaruhi pasien
jadwal kegiatan agar patuh meminum obat
pasien. sehingga tidak menimbulkan
kekambuhan (Pardede et al.,
2015).
Jumat/ Tujuan Khusus: Setelah 1 kali pertemuan, SP 1:
25 Des 2020 Keluarga mampu: keluarga mampu: 1. Identifikasi masalah 1. Untuk mengevaluasi
1. Merawat pasien di 1. Menjelaskan tentang yang dirasakan perasaan keluarga pasien
rumah. penyebab, tanda dan keluarga dalam selama merawat pasien.
gejala, akibat. merawat pasien.
2. Memperagakan cara 2. Jelaskan tentang 2. Agar keluarga memahami
merawat pasien. proses terjadinya PK: proses terjadinya PK.
penyebab, akibat, cara
merawat.
3. Latih 2 cara merawat. 3. Agar keluarga dapat
mempraktekkan cara
merawat pasien ketika di
rumah.
4. RTL keluarga/jadwal 4. Membuat RTL untuk
keluarga untuk memantau perkembangan
merawat pasien. kesembuhan pasien.
Sabtu/ Setelah 1 kali pertemuan SP 2:
26 Des 2020 pasien mampu: 1. Evaluasi kegiatan yang 1. Untuk mengetahui
1. Menyebutkan kegiatan lalu (SP 1). perkembangan pasien
yang sudah dilakukan. setelah dilakukannya
2. Memperagakan cara tindakan.
merawat pasien dan 2. Latih keluarga 2. Agar keluarga dapat
membuat RTL. (simulasi) 2 cara lain mempraktekkan cara
untuk merawat pasien. merawat pasien ketika di
rumah.
3. Latih langsung ke 3. Untuk meninjau
pasien. kemampuan pasien dalam
melakukan tindakan yang
4. RTL keluarga/jadwal diberikan.
keluarga untuk 4. Membuat RTL untuk
merawat pasien. memantau perkembangan
kesembuhan pasien.
Minggu/ Setelah 1 kali pertemuan SP 3:
27 Des 2020 pasien mampu: 1. Evaluasi SP 1 dan 2. 1. Untuk mengetahui
1. Menyebutkan kegiatan perkembangan pasien
yang sudah dilakukan. setelah dilakukannya
2. Mampu merawat serta tindakan.
membuat RTL. 2. Latih langsung ke 2. Untuk meninjau
pasien. kemampuan pasien dalam
melakukan tindakan yang
3. RTL keluarga: Follow diberikan.
Up dan rujukan. 3. Membuat RTL untuk
memantau perkembangan
kesembuhan pasien.
Minggu/ Dx. 3. Tujuan umum Setelah dilakukan 3 kali SP 1
20 Des 2020 Harga Diri Pasien mampu: pertemuan pasien mampu: 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
rendah 1. Mengidentifikasi 1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek kemampuan pasien dengan
kemampuan dan aspek kemampuan dan aspek positif yang dimiliki kegiatan aspek positif
positif yang dimiliki. positif yang dimiliki. - Diskusikan bahwa dengan cara melakukan
2. Menilai kemampuan 2. Memiliki kemampuan pasien masih memiliki kegiatan mandiri di
yang dapat digunakan. yang dapat digunakan. sejumlah kemampuan lingkungan rumah dan
3. Menetapkan/memilih 3. Melakukan kegiatan dan aspek positif kasih pujian dengan hal
kegiatan yamg sesuai yang sudah dipilih. seperti kegiatan pasien positif kepada pasien.
dengan kemampuan. 4. Merencanakan dirumah adanya 2. Mengetahui kemampuan
4. Melatih kegiatan yang kegiatan yang sudah di keluarga dan pasien yang mampu bisa
sudah dipilih, sesuai latih. lingkungan terdekat dilakukan nya sendiri
dengan kemampuan. pasien. dengan cara akui
5. Merencanakan kegiatan - Beri pujian yang pencapaiannya yang
yang sudah di latihnya. realistis dan hindarkan lakukan oleh pasien.
penialaian negative 3. Pihak keluarga ngasih
setiap kali bertemu kegiatan tentang cara
dengan pasien . ngerapihi tempat bajunnya
1. Nilai kemampuan sendiri dengan cara ngelipat
yang dapat dilakukan baju jika pasien berhasil
saat ini: dalam kegiatan itu beri
- Diskusikan dengan pujian kepada pasien bahwa
pasien kemampuan pasien sudahh bisa
yang masih digunakan melakukan kegiatannya
saat ini. sendiri.
- Bantu pasien 4. Mengetahui bahwa
menyebutkannya dan keluarga sudah mengetahui
memberi penguatan untuk kegiatan selanjutnya
terhadap kemampuan untuk melakukan menyapu
diri yang diungkapkan lantai pihak keluarga juga
pasien. bisa mendampingi pasien
- Perlihatkan respon setiap aktifitasnya.
yang konndusif dan 5. Mengetahui dalam kegiatan
menjadi pendengar pasien selalu melakukan
yang aktif. kegiatan merapihkan
2. Pilih kemampuan yang tempat tidur , melipat baju
akan dilatih sendiri dan berikan pujian
- Diskusikan dengan terhadap apa yang pasien
pasien beberapa lakukan selama kegiatan
aktifitas yang dapat nya manfaat kegiatan yang
dilakukan dan dipilih dilakukan pasien dengan
sebagai kegiatan yang cara bersih bersih tempat
akan pasien lakukan tinggal itu untuk
sehari-hari. membangun kepercayaan
- Bantu pasien nya pasien (Winarti, 2023).
menetapkan aktifitas 6. Mengatahui pihak keluarga
mana yang dapat bersyukur setelah liat
pasien lakukan secara perkembangan pasien yang
mandiri. sudah bisa melakukan
- Aktifitas yang kegiatan nya sendiri sedikit
memerlukan bantuan demi sedikit.
minimal dari keluarga
- Aktifitas apa saja yang
perlu bantuan penuh
dari keluarga atau
lingkungan terdekat
pasien.
- Beri contoh cara
pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan
pasien.
- Susun bersama pasien
aktifitas atau kegiatan
sehari-hari.
3. Nilai kemampuan
pertama yang telah
dipilih.
- Diskusikan dengan
pasien untuk
menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah
dipilih pasien) yang
akan dilatihkan.
- Bersama pasien dan
keluarga
memperagakan
beberapa kegiatan
yang akan dilakukan
pasien.
- Berikan dukungan dan
pujian yang nyata
sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien
4. Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien.
- Beri kesempatan pada
pasien untuk mencoba
kegiatan.
- Beri pujian atas
aktifitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien
setiap hari.
- Tingkatkan kegiatan
sesuai dengan
perubahan sikap
pasien.
- Susun daftar aktifitas
yang sudah ilatihkan
bersama pasien dan
keluarga.
5. Berikan kesempatan
mengungkapkan
perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan.
yakinkan bahwa
keluarga mendukung
setiap aktifitas yang
dilakukan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Amimi, R., Malfasari, E., Febtrina, R., & Maulinda, D. (2020). Analisis Tanda
dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(1), 65–74. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i1.478
Emilyani, D., & Dramawan, A. (2018). Analisis Faktor Predisposisi Terjadinya
Perilaku Kekerasan pada Pasien Rawat Inap Di RS Jiwa Mutiara Sukma
Provinsi NTB. 1(2), 33–35.
Ernawati, Samsualam, & Suhermi. (2020). Pengaruh Pelaksanaan Terapi Spiritual
Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Perilaku Kekerasan. Window of
Health : Jurnal Kesehatan, 3(1), 49–56.
https://doi.org/10.33368/woh.v0i0.250
Fitria, N. (2020). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Salemba
Medika.
Hasanah, L. (2019). Penyakit Skizoafektif dengan Tipe Depresi pada Wanita 34
Tahun. Medula Unila, 4(2), 85–90.
Hastuti, R. Y. (2017). Efektivitas Teknik Memukul Bantal Terhadap Perubahan
Status Emosi: Marah Klien Skizofernia. Journal of Chemical Information
and Modeling, 8(9), 1–58.
Kandar, & Iswanti, D. I. (2019). Predisposition and Prestipitation Factors of Risk
of Violent Behaviour. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149–156.
file:///C:/Users/lenovo/Downloads/226-Article Text-1292-1-10-
20191202.pdf
Manurung, R. T. A., & Dalimunthe, D. Y. (2019). Hubungan Mekanisme Koping
Keluarga Dengan Kemampuan Keluaraga Merawat Pasien Skizofrenia Di
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr. Muhammad Ildrem Medan Tahun
2019. Poltekkes Kemenkes Medan, 38.
Mashudi, S. (2021). Asuhan Keperawatan Skizofrenia. Asuhan Keperawtan
Skizofrenia, 1–23.
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Wardhani, I. Y. (2015). Kepatuhan dan Komitmen
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And
Commitment Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat.
Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3), 157–166.
https://doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
Prastya, D., Faishal, & Pratiwi, A. (2017). Mekanisme Koping Pada Pasien
Perilaku Kekerasan Dengan Risiko Menciderai Orang Lain Dan Lingkungan.
Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/52420/
Sari, P. (2019). Dinamika Psikologi Penderita Skizofrenia Paranoid Yang Sering
Mengalami Relapse. Psikoislamedia : Jurnal Psikologi, 4(2), 124–136.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Psikoislam/article/view/5751
Siauta, M., Tuasikal, H., & Embuai, S. (2020). Upaya Mengontrol Perilaku
Agresif pada Perilaku Kekerasan dengan Pemberian Rational Emotive
Behavior Therapy. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 27–32.
https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.27-32
Stuart, G. W., Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan Praktik
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Elsevier.
Sudia, B. T., Abdillah, H., & Hamidah, E. (2021). Aplikasi Terapi Relaksasi
Nafas Dalam terhadap Pengontrolan Marah dengan Pasien Gangguan Jiwa
Resiko Perilaku Kekerasan di Wilayah Desa Maleber Kabupaten Cianjur.
Jurnal Lentera, 4(1), 1–5. https://doi.org/10.37150/jl.v4i1.1381
Sutejo. (2019). Keperawatan Jiwa : Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa Gangguan Jiwa dan Psikososial. Pustaka Baru Press.
Winarti, ohkta. (2023). Jurnal Keperawatan Medika Studi Kasus : Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah pada Jurnal Keperawatan Medika. Jurnal
Keperawatan Medika, 1(2), 105.
Yasa, I. K. P. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sesi III: Mengungkapkan Rasa
Marah Secara Verbal Untuk Mengatasi Risiko Perilaku Kekerasan Pada
Pasien Skizofrenia Di Uptd RSJ Dinkes Provinsi Bali Tahun 2020.
Politeknik Kesehatan Denpasar.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi 4). PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai