Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS KADAR HEMOGLOBIN DAN AKTIVITAS ENZIM


CHOLINESTERASE PADA PETANI CABE
PENGGUNA PESTISIDA

Diajukan untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah Pada Program


Diploma III Kesehatan Bidang Teknologi Laboratorium Medis

Oleh :
HANNUNG FIRMAN YUSTIKA
NIM. P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM


MEDIS JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES
KEMENKES SEMARANG KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
2023/2024
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal / Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “ANALISIS KADAR

HEMOGLOBIN DAN AKTIVITAS ENZIM


CHOLINESTERASE PADA PETANI CABE PENGGUNA
PESTISIDA”
telah mendapat persetujuan pada Tanggal 02 Oktober 2023.

Dosen Pembimbing

Nur patria tjahjani Ssi,MsiMed .Apt

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pestisida adalah kimia dan bahan lain serta mikroorganisme dan virus

yang digunakan untuk membunuh atau mencegah hama agar tidak

menyebabkan kerusakan pada tanaman, bagian tanaman atau produk

pertanian. Pestisida bersifat racun dan kurang persisten sehingga

penggunaannya berlebihan dapat membahayakan kesehatan petani dan

lingkungan (Asiaka dan Ludang 2022).

Pestisida penyumbang kematian global 12,6 juta orang per tahun salah

satunya disebabkan oleh bahan kimia ini. Kajian di negara maju

menunjukkan bahwa tingkat kejadian keracunan pada pekerja pertanian

telah dialami sekitar 18,2 per 100.000 pekerja (WHO 2019)

Keracunan pestisida di Indonesia pada tahun 2015 tercatat sebanyak

771 kasus keracunan, sedangkan pada tahun 2016 terjadi 124 kasus keracunan,

dan 2 diantaranya meninggal dunia. Data penggunaan pestisida di Provinsi

Jawa Tengah menunjukkan masih banyaknya penggunaan pestisida dengan

bahan aktif yang dilarang peredarannya oleh UTZ Standard and Certification

Department seperti karbofuran, kumatetratil, karbosulfan, amitrat.

Pestisida yang terdaftar di Kementan RI pada tahun 2016 sebanyak 3200 merk

yang tersebar di seluruh Indonesia. (Kementan, 2016).

Penggunaan pestisida berlebihan dan tidak sesuai aturan akan

membawa dampak negatif bagi kesehatan manusia. Salah satu dampak negatif

3
penggunaan pestisida bagi kesehatan manusia adalah dapat menimbulkan

keracunan. Biomarker atau indikator keracunan tingkat keracunan pestisida

dapat dilihat dari kadar kolinesterase dalam darah (setiati,2016).

Pestisida di dalam tubuh akan mempengaruhi komponen-komponen

penting tubuh. Salah satu komponen penting yang dipengaruhi adalah

hemoglobin. Secara fisiologis hemoglobin berperan dalam pengangkutan

oksigen ke jaringan Akan tetapi, pestisida dapat menyebabkan terciptanya

stres oksidatif yang menganggu peran dari hemoglobin (Lee, 2017)

Pestisida akan mengikat atau menghambat kolinesterase sehingga

kadar kolinesterase akan mengalami penurunan. Penurunan kadar

kolinesterase menyebabkan penumpukan asetilkolin yang menganggu kinerja

saraf kolinergik, sehingga pada keracunan akut dapat timbul gejala keracunan

miosis,mual,muntah,dan gangguan otot (Erni dkk.,2018)

Hasil penelitian PB dan Kanojia (2012) di India menunjukkan bahwa

terdapat hubungan signifikan antara paparan pestisida yang dilihat dari kadar

kolinesterase dengan kadar hemoglobin dalam darah. Hasil penelitian ini

diperkuat oleh penelitian Yuristi (2019) pada petani Karo Provinsi Sumatra

Utara yang menunjukkan terdapat korelasi bermakna antara kadar

kolinesterase sebagai indikator keracunan pestisida dengan kadar hemoglobin

dalam darah. Penelitian tersebut membuktikan bahwa semakin rendah kadar

kolinesterase dalam darah,maka akan semakin rendah kadar hemoglobinya.

Akan tetapi ,berbeda dengan hasil penelitian Arwin dan Suyud (2016) di

Kabupaten Garut yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang

4
signifikan antara paparan pestisida dengan penurunan kadar hemoglobin

dalam darah.

Data Informasi Keracunan Nasional (sikernas) pada tahun 2016

terdapat 771 kasus keracunan pestisida diberbagai wilayah di Indonesa karena

terpapar pestisida baik disengaja atau tidak disengaja. Kasus keracunan

pestisida di Jawa Tengah pada bulan April – Juni 2020 dengan korban

sebanyak 9 orang dan 1 diantaranya meninggal dunia dikarenakan petani

tersebut tidak menggunakan alat pelindung diri (APD).

Kabupaten Semarang merupakan salah satu wilayah dengan

penyumbang produksi hortikultura berupa tanaman hias dan sayur terbesar di

Indonesia dengan persentase 30,75 % pada setiap tahunnya. Produksi

tanaman hias dan sayur merupakan komoditi yang menjanjikan di wilayah

Kabupaten Semarang dengan produksi 49.841 kg sayur per tahun, Hal

tersebut ditopang dengan banyaknya jumlah penduduk yang bekerja sebagai

petani yaitu sebesar 25,06 % dengan luas wilayah area pertanian sekitar 39 %

dari 95.026,67 Ha total luas wilayah Kabupaten Semarang dan mayoritas

pekerjaan sebagai petani (BPS,2018).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengkaji

lebih mendalam konsentrasi Hb dan aktivitas enzim kolinesterase pada petani

cabe yang menggunakan pestisida di desa Candi Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah

sebagai berikut “bagaimana aktivitas enzim kolinesterase pada petani cabe

pengguna pestisida dan berapakah kadar hemoglobin pada petani cabe

penguna pestisida?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui aktivitas enzim

kolinesterase dan kadar hemoglobin dalam darah petani penguna pestisida.

2. .Tujuan Khusus

a. Mengetahui aktivitas enzim kolinesterase dalam darah petani yang

mengunakan pestisida

b. Mengetahui kadar hemoglobin dalam darah petani yang mengunakan

pestisida.

c. Mendeskripsikan nilai aktivitas enzim kolinesterase dan kadar

hemoglobin dalam darah pada petani yang menggunakan pestisida.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini ini adalah bidang Toksikologi Klinik

6
E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan ketrampilan tentang aktivitas kadar

hemoglobin dan aktivitas enzim kolinesterase pada petani penguna

pestisida.

2. Bagi Akademik

Menambah perbendaharaan Karya Tulis Ilmiah terutama bidang

Toksikologi Klinik di perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang yang diharapkan sebagai pembanding dan refrensi lebih lanjut..

3. Bagi Petani

Memberikan informasi bagi petani tentang resiko keracunan yang

terjadi,Sehingga para petani lebih berhati-hati dalam pengunaan pestisida.

F. Keaslian Penelitian

Tabel Keaslian Penelitian 1.1

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

L Yuristi Teknik Penyemprotan Dan Terdapat korelasi


(2019) Pemakaian APD (Alat bermakna antara kadar
Pelindung Diri) Dengan kolinesterase sebagai
Kadar Kolinesterase Dan indikator keracunan
Kadar Hemoglobin Pada
pestisida dengan kadar
Petani Desa Juhar Kabupaten
Karo Sumatra Utara.
hemoglobin dalam darah.
Arwin,N.M Pajanan pestisida dan Tidak adanya hubungan
S.Suyud kejadian anemia pada yang signifikan antara
(2016) petani holtikultura di paparan pestisida dengan
Kecamatan Cikajang , penurunan kadar
Kabupaten Garut hemoglobin dalam darah.
Lee,KM,SY Park Pesticide metabolite and Hemoglobin berperan
(2017) oxcidative stress in male dalam pengangkutan
farmers exposed to oksigen ke jaringan Akan

7
pesticide annals tetapi, pestisida dapat
Ocupational menyebabkan terciptanya
Environmental Medicine stres oksidatif yang
menganggu peran dari
hemoglobin
PB,R dan J Clinico pathological Terdapat adanya
Kanojia (2012) effects of pesticides hubungan signifikan antara
exposure on farm workers paparan pestisida yang
dilihat dari kadar
kolinesterase dengan kadar
hemoglobin dalam darah.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya,meliputi

tempat, waktu, jenis dan obyek penelitian ini perlu dilakukan dan difokuskan

pada daerah Bandungan karena menjadi salah satu tempat dengan mata

pencarian mayoritas sebagai petani sayur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

8
A. Tinjauan Teori

1. Pestisida

1.1 Definisi Pestisida

Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (Inggris)

yang berasal dari bahasa latin pestis dan caedo yang biasa

diterjemahkan secara bebas menjadi racun untuk mengendalikan jasad

pengganggu makhluk hidup (Widianto, 2010).

Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk

membunuh atau mengendalikan beberapa hama pengganggu. Pestisida

berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata

caedo berarti pembunuh, Pestisida dapat diartikan secara sederhana

sebagai pembunuh hama.

Menurut Food and Agriculture Organization (FAU) 1986 dan

Peraturan Pemerintah RI No.7 tahun 1973, pestisida adalah campuran

bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan

mengendalikan hewan tumbuhan pengganggu seperti binatang

pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan

kesejahteraan manusia, Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau

senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tumbuh, bahan

lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk

perlindungan tanaman (PP RI No.G tahun 1995). USEPA menyalakan

pestisida sebagai campuran zat yang digunakan untuk mencegah,

9
memusnahkan,menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan,

tanaman dan mikroorganisme pengganggu.

Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor

434.1/Kpts/TP.2701/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran

Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua delapan zat

kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk

beberapa tujuan berikut :

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak

tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak

diinginkan.

4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-

bagian tanaman (tetapi tidak termasuk golongan pupuk).

1.2 Jenis Pestisida

Pestisida digolongkan berdasarkan struktur kimianya yaitu :

1.2.1 Organoklorin

Organo atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari

beberapa kelompok yang diklasifikasikan menurut struktur

kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disentris

adalah Dikloro Difenil Trikloroetana atau DDT

1.2.2 Organofosfat

10
Pestisida dari golongan ini adalah yang paling banyak

digunakan pada masa kini. Beberapa contoh pestisida dari

golongan ini ialah parathion,forat,diazinon,dan sebagainya.

Parathion merupakan senyawa yang paling toksik dari

golongan ini,sedangkan malation yang paling rendah sifat

racunya. Pestisida golongan ini dapat meracuni pemakainya

baik yang melalui kulit,mulut,ataupun pernafasan.

Senyawa dari golongan ini berpengaruh terhadap enzim

kolinesterase yang berfungsi menghidrolisa asetilkolin.

Apabila asetilkolin telah terhidrolisis,pengaruhnya terhadap

sel-sel efektor tidak dapat berlangsung secara terus menerus

dan berkesinambungan..

Dampak lainnya dari keracunan senyawa ini adalah pusing,

gemetar, penglihatan menjadi kabur,lemah, mual,kejang, diare,

dan sakit dada. Tanda-tanda lainnya adalah berkeringat, mata

berair, air ljur banyak keluar, denyut jantung lebih cepat, dan

muntah-muntah. Jika keracunannya sangat serius, akan

menyebabkan penderita menggelepar, kehilangan refleks, dan

tidak sadarkan diri. Tanpa pertolongan yang segera dapat

timbul kematian (Soetikno, 1992)

1.2.3 Karbamat

Insektisida golongan karbamat sangat banyak digunakan

11
pada masa kini seperti insektisida Senyawa karbamat

merupakan turunan dari asam karbamik HO-CO-NH2. Seperti

juga pada organofosfat, senyawa karbamat menghambat enzim

kolinesterase. Dibandingkan dengan golongan

organofosfat,golongan karbamat ini mempunyai toksisitas

dermal yang lebih rendah. Dalam kasus pajanan di lingkungan

kerja,absorpsi terjadi melalui kulit dan inhalasi yang dapat

melalui kontak langsung maupun tidak langsung

(Achmadi,2005). Wudianto menjelaskan bahwa gejala

keracunan yang ditimbulkan golongan karbamat sama dengan

yang ditimbulkan golongan organofosfat,hanya saja

berlangsung lebih singkat karena golongan ini cepat terurai

dalam tubuh.

1.3 Kontak dengan pestisida

Kontak pestisida yang masuk ke dalam tubuh manusia

dipengaruhi beberapa faktor:

1.3.1 Metabolisme pestisida

Pestisida yang masuk kedalam tubuh manusia akan melalui

beberapa proses berikut:

a. Absorbsi

Menurut Damalas dan Koutroubas (2016) terdapat tig acara

12
pestisida masuk kedalam tubuh manusia yaitu:

1. Melalui kulit (dermal)

Jalur masuk pestisida yang paling umum yaitu melalui

kulit (dermal). Penyerapan pestisida melalui kulit

Sebagian besar akibat percikan atau tumpahan saat

mencampur,menyemprot dan membuang pestisida.

Penyerapan pestisida melalui kulit akan meningkat pada

kondisi luka,dermatis,dan temperatur lingkungan yang

tinggi.

2. Melalui mulut (oral)

Pestisida yang masuk melalui mulut (oral) dapat

menyebabkan penyakit serius,cedera parah bahkan dapat

menyebabkan kematian. Masuknya pestisida melalui

mulut atau organ pencernaan umumnya terjadi akibat

mengkonsumsi makanan dan air yang terkontaminasi

pestisida (Prieto Garcia dkk.,2012).

3. Melalui pernafasan (inhalasi)

Pestisida dapat memasuki tubuh manusia melalui

inhalasi uap,udara,atau debu yang mengandung partikel-

partikel pestisida (Yadav dan devi,2017). Pestisida yang

masuk melalui saluran pernafasan dapat menyebabkan

kerusakan yang serius pada hidung,tenggorokan,dan

paru-paru (Prieto Garcia dkk.,2012).

13
1.3.2 Cara Penanganan Pestisida

Penyimpanan dan pengelolaan wadah pestisida menjadi hal

yang perlu diperhatikan. Penyimpanan sebaiknya mengunakan

almari atau ruangan khusus yang tidak mudah dijangkau anak-

anak atau hewan peliharaan. Letakkan tempat penyimpanan ini

jauh dari tempat bahan makanan,minuman dan sumber api.

Usahakan tempat pestisida mempunyai ventilasi yang

cukup,tidak terkena matahari langsung,dan tidak terkena air

hujan agar pestisida tidak rusak

Wadah pestisida yang sudah tidak digunakan dirusak agar

tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain. Kemudian wadah ini

dikubur jauh dari sumber air.Pengolaan yang baik

(Wudianto,2010).

a) yang jauh dari sumber air dan sungai.

b) Penyemprot segera mandi sampai bersih menggunakan

sabun dan pakaian yang digunakan segera dicuci.

1.3.3 Pengunaan Alat Pelindung Diri

Pestisida umumnya adalah racun yang bersifat kontak,oleh

karena itu penggunaan alat pelindung diri pada waktu

menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak lansung

dengan pestisida. Panut Djojosumarto (2008) menyatakan

bahwa pengunaan APD harus dipakai bukan saja waktu

menyemprot,tetapi sejak dari mencampur dan mencuci peralatan

14
penyemprot dan sesudah selesai menyemprot. Alat pelindungdiri

yang seharusnya dipakai oleh petani adalah

1. Alat pelindung kepala berupa pengikat rambut,penutup

rambut,dan topi dari berbagai bahan.

2. Alat pelindung mata, berupa goggles,face shield atau masker

wajah yang diperlukan untuk melindungi nata dari

percikan,partikel melayang gas-gas,uap dan debu yang

berasal dari pemaparan pestisida.

3. Alat pelindung pernapasan adalah alat yang digunakan untuk

melindugi pernafasan berupa respirator atau masker khusus.

Alat pelindung pernapasan terdiri dari 2 jenis,yaitu:

a) Masker untuk melindungi dari debu atau partikel yang

lebih besar yang masuk kedalam pernafasan, dapat

terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.

b) Respirator berguna untuk melindungi pernafasan dari

debu,kabut,uap logam,asap,dan gas.

4. Pakaian pelindung badan digunakan untuk melindungi tubuh

dari percikan bahan kimia yang membahayakan.

5. Alat pelindung tangan, alat yang digunakan berupa sarung

tangan yang terbuat dari bahan kedap air serta tidak bereaksi

dengan bahan kimia yang terkandung didalam pestisida.

6. Alat pelindung kaki, biasanya sepatu yang digunakan berupa

sepatu yang terbuat dari bahan kedap air, tahan asam, basa

15
atau bahan korosif lainnya, yang melindungi kaki sampai

dengan dibawah lutut.

1.3.4 Arah Angin Penyemprotan

Penyemprotan pestisida yang tidak memerhatikan arah

angin dapat menimbulkan kontak dan menyebabkan keracunan

dalam tubuh manusia. Seharusnya penyemprotan dilakukan

searah dengan tiupan angin. Sebaiknya penyemprotan pestisida

dilakukan bila tidak ada angin atau kecepatan angin di bawah 4

MPH dan tekanan tangki semprot yang berlebihan harus

dihindari.

Wudianto (2010) menyatakan melakukan penyemprotan

disaat angin kencang akan banyak pestisida yang tidak

mengenai sasaran dan penyemprotan dengan melawan arah

angin dapat mengenai orang yang melakukan penyemprotan.

1.4 Lama dan Dosis

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya

keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran

pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan

takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang

melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri sehingga

ditentukan oleh dosis dan cara pemberian.

Faktor dari luar tubuh yang mempengaruhi dosis paparan

pestisida sehingga berpengaruh terhadap enzim kolinesterase, Faktor-

16
faktor tersebut, yaitu :

1.4.1 Jumlah jenis Pestisida

Jumlah pestisida yang digunakan dalam waktu penyemprotan

akan menimbulkan efek keracunan yang lebih besar

dibandingkan dengan penggunaan satu jenis pestisida karena

daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat

sehingga memberikan efek samping yang semakin besar. Hasil

penelitian di Kecamatan Kersana, menunjukkan jumlah jenis

pestisida yang digunakan dalam waktu yang sama menimbulkan

efek sinergistik akan mempunyai risiko 3 kali lebih hesar untuk

terjadinya keracunan bila dibandingkan dengan 1 jenis pestisida

yang digunakan karena daya racun dan dosis pestisida akan

semakin kuat sehingga memberikan efek samping yang semakin

besar pula (Djojosumarto, 2008)

1.4.2 Frekuensi Penyemprotan

Frekuensi penyemprotan adalah sejumlah berapa kali

petani melakukan penyemprotan terhadap tanaman setiap

minggu/bulannya, semakin sering menyemprot maka semakin

tinggi pula resiko keracunannya (Wudianto, 2010).

1.4.3 Lama Kerja

Dalam melakukan penyemprotan tidak diperbolehkan

17
lebih dari 2 jam. Semakin lama melakukan penyemprotan

perhari maka akan semakin tinggi intensitas pemaparan yang

terjadi. Semakin lama waktu bekerja seseorang di lingkungan

yang mengandung pestisida semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya pajanan oleh pestisida semakin besar pula

kemungkinan terjadinya keracunan, disebabkan karena banyak

kontak dan menghirupnya (Rustia, 2009).

1.4.4 Waktu Penyemprotan

Waktu yang paling baik untuk penyemprotan adalah

pada waktu terjadi aliran udara naik (thernik) yaitu antara pukul

08.00-11.00 WIB atau pukul 14.00-16.00 WIB. Penyemprotan

terlalu pagi atau terlalu sore mengakibatkan pestisida yang

menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering.

Selain itu penyemprotan terlalu pagi biasanya daun

masih berembun sehingga pestisida yang disemprotkan tidak

bisa merata ke seluruh permukaan daun. Penyemprotan yang

dilakukan saat matahari terik akan mengakibatkan pestisida

mudah menguap dan mengurai oleh sinar ulira violet (Wudianto,

2010).

1.4.5 Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun Waktu atau lamanya

18
tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja

dikategorikan menjadi :

a. Masa kerja baru («5 tahun)

b. Masa kerja lama (25 tahun).

Semakin lama masa kerja petani semakin tinggi

kemungkinan keracunan pestisida dalam tubuh

(Wudianto,2010).

2. Enzim kolinesterase

2.2 Fisiologi enzim kolinesterase

Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), kolinesterase

adalah suatu bentuk enzim dari katalis biologi didalam jaringan tubuh

yang berperan untuk menjaga otot, kelenjar dan saraf bekerja secara

terorganisir dan harmonis. Asetilkolin merupakan neurohormon yang

terdapat pada ujung syaraf dan otot yang berfungsi meneruskan

rangsangan syaraf ke reseptor sel-sel otot dan kelenjar. Rangsangan

yang timbul terus menerus akibat terganggunya enzim kolinesterase

dapal menyebabkan gangguan pada tubuh

Kolinesterase disintesis pada hati, dalam plasma darah merah,

yang berfungsi menghentikan impuls syaraf dengan cara memecah

neuro hormon asetilkolin serabut syaraf, menjadi acetil dan choline.

Peningkatan kolinesterase diatas normal dipengaruhi oleh

kelainan BChe, Butirilkolinesterase (BChE) adalah enzim

19
kolinesterase yang terdapat di dalam serum, disebut juga sebagai

kolinesterase serum,pseudokolinesterase,kolinesterase nonspesifik.

Butirilkolinesterase dianggap lebih tepat untuk membedakannya

dengan asetilkolinesterase yang terdapat pada membran sel darah

merah. Individu dengan kelainan BChE tetap hidup normal tanpa

menunjukkan suatu gejala kelainan.

Kolinesterase utama ada tiga jenis, yaitu enzim kolinesterase

yang terdapat di dalam sinaps, kolinesterase dalam plasma dan sel

darah merah. Kolinesterase sel dalam darah merupakan enzim yang

ditemukan dalam sistem syaraf, sedangkan kolinesterase plasma

diproduksi di dalam hati. Kolinesterase dalam darah umumnya

digunakan sebagai parameter keracunan pestisida. Cara ini lebih

mudah dibandingkan dengan pengukuran Kolinesterase dalam sinaps.

Pestisida organofosfat dan karbamat mampu menghambat aktivitas

ketiga jenis kolinesterase( Priyatno, 2010).

3. Kadar hemoglobin

3.1 Fisiologi hemoglobin

Hemoglobin merupakan salah satu protein yang terkandung

dalam eritrosit. Hemoglobin bertanggung jawab memberi warna

(pigmen) pada eritrosit dan pengiriman oksigen ke jaringan. Satu gram

hemoglobin mampu mengangkut 1.34 ml oksigen (Umar dkk.,2011).

Hemoglobin akan tampak berwarna kemerahan jika berikatan dengan

20
oksigen dan akan tampak kebiruan jika mengalami deoksigenasi.

Jumlah hemoglobin normal pada pria dewasa yaitu 13-18 g/dl pada

Wanita dewasa sebanyak 12-16g/dl (Umar dkk.,2011).

Hemoglobin tersusun dari dua komponen utama yaitu globin

dan gugus hem.Globin merupakan suatu protein yang terbentuk dari

empat rantai polipeptida. Pada orang dewasa globin tersusun atas dua

rantai polipeptida. Pada orang dewasa globin tersusun atas dua rantai

polipeptida α dan dua rantai polipeptida β terdiri dari 146 asam amino

penyusun (Thomas dan Lumb,2012).

3.2 Mekanisme Pestisida mempengaruhi kadar hemoglobin

Kondisi stres oksidatif akibat pestisida dapat memicu proses

peroksidasi lipid pada membran sel eritrosit. Proses ini menyebabkan

hilangnya fluiditas membran dan meningkatnya fragilitas atau

kerapuhan pada membran eritrosit (Saputro dan junaidi,2015).

Sehingga ,eritrosit akan mudah pecah atau lisis yang pada akhirnya

akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah.

Kondisi stress oksidatif dapat memicu terbentuknya

hemoglobin nonfungsional yaitu methemoglobin. Methemoglobin

merupakan hasil oksidasi bagian atom besi pada hemoglobin dari ferro

(Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) (John dan Souza,2017).

4. Keracunan pestisida

4.1 Definisi keracunan pestisida

Keracunan pestisida dapat terjadi apabila pestisida masuk

21
kedalam tubuh dalam jumlah tertentu sehingga dapat menimbulkan

gejala keracunan (Setiati dkk.,2014). Toksisitas pestisida dapat bersifat

akut maupun kronis (Yadav dan Devi, 2017).

Toksisitas pestisida akut adalah kemampuan pestisida

untukmemberikan efek yang membahayakan yang berkembang secara

cepat dalam hitungan jam atau hari setelah proses penyerapan.

Sedangkan toksisitas pestisida kronis adalah kemampuan pestisida

untuk menyebabkan efek merugikan bagi Kesehatan yang dihasilkan

dari paparan jangka panjang pestisida.

4.2 Klasifikasi keracunan

Setiati dkk. (2014) mengelompokkan cara terjadinya

keracunan pestisida menjadi 4 golongan yaitu self poisoning,attempted

poisoning,accidental poisoning dan homicidal poisoning. Keracunan

pestisida jenis self poisoning terjadi ketidaktahuan dan kurang hati-hati

dalam mengunakan pestisida. Penderita mengunakan pestisida dengan

dosis berlebihan. Penderita tidak mengetahui dosis yang tepat dan

menganggap dosis tersebut tidak membahayakan.

Sedangkan pada keracunan pestisida jenis attempted poisoning

penderita keracunan sengaja ingin mengakhiri hidupnya menggunakan

pestisida. Berbeda dengan keracunan pestisida jenis accidental

poisoning, keracunan pada kondisi ini terjadi akibat kecelakaan murni

tanpa ada factor kesengajaan . Selain itu, terdapat keracunan pestisida

jenis homicidal poisoning, kondisi ini digolongkan sebagai tindak

22
kejahatan karena keracunan ini terjadi akibat seseorang dengan sengaja

meracuni orang lain mengunakan pestisida.

4.3 Mekanisme keracunan pestisida

Pestisida utamnya golongan organofosfat dan karbamat dalam

tubuh manusia akan menghambat aktivitas enzim kolinesterase

(Rusia dkk.,2010). Enzim kolinesterase adalah famili enzim yang

mengkatalis hidrolisis neurotransmitter asetilkolin (Ach) menjadi kolin

dan asam asetat. Reaksi ini diperlukan oleh saraf kolinergik untuk

Kembali kekeadaan istirahat setelah pengaktiffan (Colovic dkk.,2013).

Terdapat dua jenis enzim kolinesterase yaitu asetilkolin (AChE) dan

butirilkolinesterase (BChE).

Asetilkolinesterase (AChE) termasuk kedalam kelas enzim

serin hidrolase (Colovic dkk.,2013) Karakteristik kelas enzim ini

adalah adanya serin nukleofilik pada situs aktifnya yang digunakan

untuk menghidrolisis substrat. Asetilkolinesterase (AChE) dapat

ditemukan di saraf pusat,otot rangka,dan membrane eritrosit (Han

dkk,2019). Funsi utama asetilkolinesterase (AChE) adalah

menghidrolisis asetilkolin pada sinaps kolinergik. Sementara

itu,asetilkolinesterase (AChE) yang berada di membrane eritrosit

merupakan Yt antigen yang berfungsi untuk menentukan tipe darah

seseorang pada penguna pestisida (Colovic dkk 2013)

Butirilkolinesterase (BChE) disintesis dihati dan disekresikan

kedalam plasma. Fungsi butirilkolinesterase (BChE) belum dietahui

23
secara pasti. Akan tetapi,beberapa penelitian menunjukan bahwa

butirilkolinesterase (BChE) berpartisipasi dalam pemeliharaan

mielin,adhesi seluler,neurogenesis dan berperan dalam membersihkan

molekul toksik (Han dkk.,2019).

Penumpukan asetilkolin tidak hanya terjadi pada reseptor

muskarinik tetapi juga dapat terjadi di reseptor nikotinik yang akan

terjadi pada reseptor muskarinik tetapi juga dapat terjadi reseptor

nikotinik yang akan menyebabkan terjadinya faskulasi otot dan

paralisi otot dan paralisis flasid. Sementara itu,penumpukan asetilkolin

dapat terjadi pada otak yang akan menyebabkan sakit

kepala,insomnia,pusing,kebingungan,dan kantuk. Apabila

penumpukan asetilkolin berlebihan dapat menyebabkan depresi sistem

saraf pusat yang ditandai dengan bicara

cadel,kejang,koma,depresi,pernafasan dan dapat menimbulkan

kematian (Lott dan jones,2019).

5. Efek keracunan pestisida enzim kolinesterase

5.1 Aktivitas enzim kolinesterase sebagai indikator keracunan

Mekanisme kerja organofosfat dan karbamat ini bekerja

dengan cara yang sama, yaitu mengikat asetilkolinesterase atau

sebagai asetilkolinesterase inhibitor. Asetilkolinesterase adalah enzim

yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan fungsi sistem syaraf

manusia,vertebra lain, dan insekta. Fungsi dari asetilkolinesterase

24
adalah menguraikan asetilkolin menjadi asetat dan kolin untuk

menjaga keseimbangan antara produksi dan degradasi

Asetikolin. Asetikolin adalah suatu neuro transmitter pada

sistem saraf otonon (parasimpatik) dan somatik (otot rangka) dan

reseptornya adalah nikotinik dan muskarinik. Kelebihan asetikolin

akan terjadi perangsangan parasimpatik (perangsangan reseptor

nikotinik dan muskarinik), sedangkan jika kekurangan akan

menyebabkan depresi parasimpatik. Kelebihan atau kekurangan

asetilkolinesterase akan menyebabkan dampak yang berbahaya

(Priyatno,2010).

Tanda-tanda keracunan akut pestisida jenis ini timbul setelah

1-12 jam inhalasi atau absorpsi melalui kulit. Gejala klinik yang timbul

akibat asetilkolinesterase yang berlebihan pada ujung saraf berikatan

pada reseptornya. Efek nikotiniknya menimbulkan gerakan yang tidak

teratur,kontraksi otot (kejang), dan kelemahan pada otot-otot. Sehingga

gejala klinik yang timbul pada keracunan pestisida golongan ini

meliputi lelah, sakit kepala, pusing, hilang selera makan, mual, kejang

perut, diare, penglihatan kabur, keluar air mata, keringat, dan air liur

berlebih, pupil mengecil, denyut jantung lambat, buang air besar dan

kecil tidak terkontrol. Munculnya tanda-tanda di atas sangat

dipengaruhi oleh berat ringannya efek toksik, Nilai normal kadar

enzim kolinesterase adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Nilai Normal Kadar Kolinesterase

25
Kadar Kolinestetase Nilai Normal

Perempuan 3930-10800 U/L

Laki-laki 4620-11500 U/L

Sumber : Manual Kit Cholinesterase FS

5.2 Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim kolinesterase

Faktor dalam tubuh yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim

kolinesterase yaitu :

A. Umur

Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak paparan yang

dialaminya Bertambahnya umur seseorang menyebabkan fungsi

metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat

menurunnya aktifitas kolinesterase darahnya sehingga akan

mempermudah terjadinya keracunan pestisida.

B. Jenis Kelamin

Jenis kelamin antara laki-laki dan wanita mempunyai angka normal

aktivitas kolinesterase yang berbeda. Pekerja wanita yang

berhubungan dengan pestisida organofospat, lebih-lebih dalam

keadaan hamil akan mempengaruhi derajat penurunan aktivitas

kolinesterase (Rustia 2009).

C. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin

kecil peluang terjadinya keracunan pada dirinya karena

26
pengetahuannya mengenai racun termasuk cara penggunaan dan

penanganan secara aman dan tepat sasaran akan semakin tinggi

sehingga kejadian keracunan dapat dihindari.(Darmono, 2007).

D. Status Kesehatan

Buruknya keadaan kesehatan seseorang juga akan berakibat

menurunnya daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan

terhadap infeksi. Kondisi kesehatan yang buruk menyebabkan

protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas sehingga

mengganggu pembentukan enzim kolinesterase. Penurunan kadar

enzim kolinesterase juga umumnya ditemukan pada penyakit hati

akut menahun, hepatitis, sirosis,metastik karsinoma pada hati (Lu,

2010).

5.3 Metode pemeriksaan enzim kolinesterase

a) Metode Tintometer Kit (Lovibond)

Digunakan untuk mengukur tingkat paparan pestisida

(kadar kolinesterase darah petani.Pengukuran dilakukan dengan

pengambilan sampel darah pada ujung jari.

Prinsip pengujian: Darah yang berisi enzim kolinesterase

membebaskan acetyc acid (asam asetat) dari acetyl cholin karena

itu akan merubah pH. Suatu campuran yang terdiri darah,indikator

dan acetyl cholin perchorat disiapkan dan didiamkan untuk

beberapa saat tertentu. Perubahan pH selama periode ini diukur

27
dengan membandingkan warna permanen yang dipasang pada disk.

Perubahan pH adalah ukuran dari tingkat aktivitas kolinesterase

darah.

b) Metode Ellman

Prinsip kerja Testt-mate ChE Kolinesterase Testi Sistem ini

didasarkan pada metode Ellman. Acetylihiocholine (ACTC) atau

butyrylthiochaline (BuTC) adalah hydrolyzed oleh AChE atau

PChE, masing-masing memproduksi carboxylic acid dan

thiocholine yang bereaksi dengan reagen Ellman

(dithionitrobenzoic acid) untuk membentuk sebuah warna kuning.

Metode ini sangat sensitive dan umum digunakan untuk

penentuan kolinesterase dijelaskan oleh ellman dkk, berdasarkan

hidrolisis substrat thiocholine asetil dan butyrylthiocholine atau

yang lainya. Setelah hidrolisis enzimatik,asam yang relevan dan

thiocholine dilepaskan dan thiocholine oleh kelompok SH-nya

terdeteksi menggunakan asam nitrobenzoate membentuk mercapto-

2-Anion nitrobenzoat ditentukan secara spektofotometri pada

412nm.

6. Efek keracunan pestisida kadar hemoglobin

6.1 Kadar hemoglobin sebagai indikator keracunan

Kondisi akibat pestisida dapat memicu proses peroksidasi lipid

28
pada membrane sel eritrosit. Proses ini menyebabkan hilangnya

fluiditas membran dan meningkatnya fragilitas atau kerapuhan pada

membran eritrosit (Saputro dan junaidi,2015). Dengan

demikian,eritrosit akan mudah pecah atau lisis yang pada akhirnya

akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dalam darah.

Disamping itu, kondisi ini dapat meningkatkan proses oksidasi

hemoglobin.

Stress oksidatif akibat keracunan pestisida akan

mempengaruhi komponen-komponen penting dalam tubuh. Salah

satunya komponen terpenting dalam tubuh yang dipengaruhi adalah

hemoglobin. Hemoglobin ini memiliki peran penting dalam

pengangkutan oksigen pada tubuh manusia (Sherwood,2014).

Kondisi stress oksidatif juga dapat memicu terbentuknya Heinz

body. Heinz body merupakan hasil oksidasi gugus sulfihidril pada

hemoglobin sehingga hemoglobin terdenaturasi dan membentuk

agregasi didalam eritrosit (Talcott,2017). Heinz body yang terbentuk

memiliki sifat kaku dan fleksibilitas eritrositnya menurun sehingga

pembentukan Heinz body dapat memicu terjadinya hemolisis, baik

hemolisis intravaskuler maupun ektravaskuler (Byers,2016).

Hemolisis intravaskuler terjadi Ketika eritrosit berisi Heinz

body melewati kapiler darah yang berukuran kecil. Eritrosit yang

elestisitasnya menurun Ketika melewati kapiler akan tersangkut dan

akhirnya lisis. Sedangkan hemolisis ektravaskuler terjadi ketika

29
eritrosit berisi Heinz body yang mengalami perubahan struktur

membranya akan dihancurkan diluar pembuluh darah yaitu sistem

retikuloendotelial dengan bantuan makrofag. Oleh karena itu,semakin

meningkatnya jumlah Heinz body maka akan semakin meningkat pula

proses penghancuran eritrosit sehingga kadar hemoglobin akan

mengalami penurunan

6.2 Faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin

Dibutuhkan tubuh, seperti penyerapan zat besi Menurut

Estridge dan Reynolds (2013), kadar hemoglobin dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantanya:

1. Usia

Seiring dengan bertambahnya usia kadar hemoglobin dalam darah

mulai menurun, yaitu dimulai pada usia 50 tahun ke atas. Anak-

anak dan remaja mengalami penurunan drastis pada jumlah kadar

hemoglobin diakibatkan kondisi yang membutuhkan zat besi lebih

banyak untuk pertumbuhan. Bertambahnya usia akan membuat

fungsi organ mengalami penurunan termasuk penurunan fungsi

sumsum tulang yang memproduksi sel darah merah. Kemampuan

sistem pencernaan dalam menyerap zat-zat yang juga menurun

yang akan mempengaruhi produksi kadar hemoglobin (Estridge

dan Reynolds, 2013).

2. Jenis kelamin

Dalam keadaan normal, laki-laki memiliki kadar hemoglobin lebih

30
tinggi daripada perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi

fisiologis dan metabolisme laki-laki yang lebih aktif dari pada

perempuan. Kadar hemoglobin perempuan lebih mudah turun,

karena mengalami siklus menstruasi yang rutin setiap 8 bulannya.

Ketika perempuan mengalami menstruasi banyak terjadi

kehilangan zat besi, oleh karena itu kebutuhan zat besi pada

perempuan lebih banyak dari pada laki-laki (Estridge dan

Reynolds, 2013).

3. Ketinggian tempat tinggal

Di dataran yang sangat tinggi, dengan jumlah oksigen dalam udara

yang sangat rendah, oksigen dalam jumlah yang tidak cukup itu

diangkut ke jaringan, dan menyebabkan produksi sel darah merah

meningkat (Guyton, A. C., Hall, 2014).

4. Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik maksimal dapat memicu terjadinya

ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan sistem

pertahanan antioksidan tubuh, yang dikenal sebagai stres oksidatif.

Pada kondisi stres oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan

terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organ

5. Paparan Bahan Kimia Beracun

Setiap bahan kimia mempunyai efek negatifnya tesendiri, begitu

juga dengan pestisida. Menurut data WHO, 5.000-10.000 orang per

tahun mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat,

31
kemandulan, gangguan hepar dan profil darah, serta dilaporkan

juga paling tidak 20.000 orang meninggal akibat keracunan

pestisida (Rangan, 2014).

6. Masa kerja

Masa kerja juga berpengaruh terhadap paparan pestisida, semakin

lama masa kerja petani artinya paparan yang diterima semakin

banyak dan terakumulasi pada tubuh petani. Hal ini dapat berisiko

terhadap gejala-gejala keracunan pestisida seperti pusang, mual,

sesak nafas dan batuk setelah menyemprot (Samosir, Setiani dan

Nurjazuli, 2017)

6.3 Metode pemeriksaan hemoglobin

a. Hematology Analyzer
Merupakan alat yang digunakan untuk pemeriksaan darah

lengkap dengan menghitung dan mengukur sel secara otomatis

berdasarkan impedensi aliran listrik atau berkas cahaya terhadap

sel-sel yang dilewatkan.(Apriliana,et.al,2019).

Prinsip dari hematology analyzer yaitu dalam

impedensi ,sampel berupa sejumlah sel (Misal: Sel-sel darah)

disuspensikan kedalam sejumlah cairan konduktif secara

elektrik.Kemudian, dengan adanya suatu sistem focusing

hydrodynamic, sel-sel kemudian diatur sedemian sehingga bisa

melewati suatu celah yang telah diketahui ukuranya (Appertur)

satu demi satu. Selanjutnya,Ketika sel melewati celah tersebut,

Akhirnya,hasil pengukuran sel-sel tersebut akan dikelompokkan

32
berdasarkan range sehingga akan menggambarkan berapa banyak

jumlah sel yang terdapat di dalam sampel.(Aprilia,et,al,2019)

b. Metode cyanmethemoglobin

Pemeriksaan kadar hemoglobin metode sianmethemoglobin

mudah dilakukan dan hasil pemeriksaan akurat. Metode

sianmethemoglobin adalah metode referensi untuk estimasi hemoglobin,

semua jenis hemoglobin dapat diukur kecuali sulfhemoglobin, faktor

kesalahan ±2% (Norsiah, 2015).

Prinsip dari pemeriksaan sianmethemoglobin adalah heme (ferro)

dioksidasi oleh kalium ferrisianida menjadi (ferri) methemoglobin

kemudian methemoglobin bereaksi dengan ion sianida membentuk

sianmethemoglobin yang berwarna coklat, absorban diukur dengan

kolorimetri atau spektrofotometer pada λ 540 nm (Norsiah, 2015).

7. Kerangka Teori
Paparan pestisida

Pestisida masuk
dalam tubuh

Dermal Oral Inhalasi

33
Akumulasi pestisida
tubuh
1. Jenis pestisida 1. Jenis pestisida
2. Dosis pestisida Keracunan pestisida 2. Dosis pestisida
3. Frekuensi ( ↓ Kolinesterase 3. Frekuensi penyemprotan
penyemprotan sebagai indikator 4. Lama paparan
4. Lama paparan Keracunan pestisida 5. Masa kerja
5. Masa kerja 6. Penggunaan APP
Strees oksidatif 7. Riwayat penyakit
6. Penggunaan APP
7. Riwayat penyakit 8. Kebiasaan merokok
8. Kebiasaan merokok

Peroksi lipid ↑ Oksidasi


membran eritrosit hemoglobin

Methemoglobin Heinz Body Sulfhemoglobin

Fluiditas membran ↑ Fragilitas ↑ Denalurasi ↓ Flesibilitas ↑ Fragilitas


tergangu membran hemoglobin membran membran

Hemolisis

↓ Kadar hemoglobin

BAB III

METODE PENELITIAN

34
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional atau

non-ekperimental dengan kriteria deskriptif mengunakan pendekatan cross

sectional yang bertujuan mendeskripsikan nilai aktivitas enzim kolinesterase

dengan kadar hemoglobin pada darah petani pestisida melalui hasil

pemeriksaan laboratorium.

35
3.2 Desain Penelitian

Perijinan Pengambilan Data

Penentuan Populasi

Pengarahan Dan Pengisian


Kuesioner

Tidak Setuju Setuju

Penentuan Sampel

Pengambilan Sampel
Data Kuisoner Darah

Pemeriksaan Sampel
Darah

Data Enzim Kolinesterase


dan Kadar Haemoglobin

Deskripsi Hasil

36
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat pengambilan sampel ini dilakukan di Desa Candi

Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Sementara itu,

pemeriksaan aktivitas kolinesterase dilakukan di Laboratorium

Kesehatan Dan Pengujian Alat Kesehatan (Balai Labkes PAK)

sedangkan Kadar hemoglobin akan dilaksanakan di Laboratorium

hematologi kampus 3 Poltekkes semarang.

3.2.2 Waktu Penelitian

a. Penyusunan proposal : September – November 2023

b. Penelitian : Desember 2023

c. Analisis data : Desember 2023

d. Penyusunan hasil penelitian : Januari 2024

3.4 Subjek Dan Objek Penelitian

3.4.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah petani yang terpapar pestisida di Desa

Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.

3.4.2 Objek Penelitian

Objek penelitian Karya Tulis Ilmiah ini yaitu aktivitas enzim

kolinesterase dan kadar hemoglobin pada sampel darah petani yang

terpapar pestisida sejumlah 10 sampel di Desa Candi Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

37
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

3.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang terpapar pestisida

dengan kandungan organofosfat maupun karbamat di Desa Candi Kecamatan

Bandungan Kabupaten Semarang.

a) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah persyaratan yang harus dipenuhi agar subjek dapat

diikutsertakan dalam sebuah penelitian. Kriteria inklusi yang harus

dipenuhi pada penelitian ini yaitu:

1) Petani yang bertugas dalam penyemprotan pestisida jenis

organofosfat atau karbamat.

2) Petani yang bertugas sebagai penyemprot pestisida selama lebih dari

atau sama dengan 5 tahun

3) Waktu kontak terakhir pestisida minimal 2 bulan sebelum penelitian.

b) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan suatu keadaan yang dapat mempengaruhi

variable yang diteliti sehingga subjek harus dikeluarkan dari sebuah

penelitian. Kriteria ekslusi pada penelitian ini meliputi:

1) Subyek sedang menderita atau ada riwayat penyakit pada hati

2) Subyek sedang menderita atau ada riwayat penyakit ginjal

3) Mengkonsumsi obat-obatan antikolinesterase seperti

neostigmine,fisostigmin dan piridostigmin.

38
3.5.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini

yaitu darah petani penguna pestisida dengan kandungan organofosfat

maupun karbamat.

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 3.6 Definisi Operasional


Variabel Definisi Operasional Satuan Skala
Aktivitas Suatu enzim yang dimiliki manusia yang U/L Rasio
enzim berfungsi agar kerja sel-sel syaraf
kolinesterase terorganisir dan sebagai indikator keracunan
dalam darah pestisida jika terjadi penurunan kadar
kolinesterase. Kadar kolinesterase diukur
dengan Spektrofotometer dan didapat dengan
satuan Unit /Liter (U/L).
Kadar Hemoglobin adalah suatu protein tetrameric Gram/dl Rasio
hemoglobin eritrosit yang mengikat molekul bukan
dalam darah protein, yaitu senyawa porfirin besi yang
disebut heme.Hemoglobin mempunyai dua
fungsi pengangkutan penting dalam tubuh
manusia, yakni pengangkutan oksigen ke
jaringan. Kadar hemoglobin diukur dengan
Strip test dan didapatkan satuan gram/dl.
Petani Orang yang melakukan penyemprotan Jumlah
penyemprot pestisida pada tanaman orang
pestisida

3.7 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan kuota

sampling dengan menentukan jumlah sampel yang akan dianalisis sesuai

kriteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan.

3.8 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer,

yaitu hasil yang diperoleh dari pemeriksaan uji kuantitatif kadar hemoglobin

39
dan uji kuantitatif aktivitas enzim kolinesterase dalam sampel darah petani

penguna pestisida di Desa candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

3.9 Procedure Pemeriksaan

3.9.1 Alat

Adapun untuk alat dalam pemeriksaan aktivitas enzim kolinesterase dan

kadar hemoglobin terdiri dari:

1. Spuit 3cc, 2.Jarum suntik, 3.Alkohol swab, 4.Tabung vacub,

5.Tourniquet , 6.Sentrifuge, 7.Mikropipet , 8.Blue tip dan Yellow tip,

9. Semi-auto chemistry analyzer model biolyzer 100, 10 Tabung reaksi

,11 Rak tabung reaksi, 12 Water bath, 13 Eascy touch poct,

14 Spektofotometer, 15 Strip test Hb dan strip control, 16 colling boks

3.9.2 Bahan Penelitian

1. Sampel darah vena mediana cubiti

2. Reagen untuk pemeriksaan kolinesterase dengan metode kinetic fotometri

DGKC. Terdiri dari dua reagen yaitu:

1. Reagen 1

Pyrophosphate pH 7,6 75 mmol/L

Hexacyanoferrate (III) 2 mmol/L

2. Reagen 2

Butyrylthiocholine 15 mmol/L

3. Bahan Pemeriksaan Hb

1. Easy touch

2. Strip Hb

40
3. POCT

3.9.3 Prosedur Penelitian

Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian pemeriksaan aktivitas

enzim kolinesterase dan kadar hemoglobin pada darah petani penguna pestisida:

1. Pengisian kuisioner

Penelitian ini menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan kadar ChE

dan kadar hemoglobin dalam darah petani penguna pestisida.

2. Prosedur pengambilan darah vena

Menentukan vena yang akan diambil darahnya. Pada orang dewasa

digunakan salah satu vena di fosa cubiti.

a. Membersihkan lokasi vena yang akan ditusuk dengan alkohol 70%

dan biarkan sampai kering.

b. Memasang ikatan pembendung pada lengan atas dan meminta pasien

untuk mengepal dan membuka tangannya berulang kali agar vena dapat

terlihat dengan jelas. Pembendungan vena tidak perlu terlalu erat karena

darah akan terpancar.

c. Menegangkan kulit di atas vena dengan jari-jari tangan kiri, agar vena

tidak bergerak saat ditusuk.

d. Menusuk vena tujuan dengan jarum dan semprit menggunakan tangan

kanan sampai ujung jarum masuk ke lumen vena.

e. Meregangkan ikatan pembendung dan perlahan menarik semprit

sampai diperoleh jumlah darah yang diinginkan.

41
f. Melepaskan bendungan jika masih terpasang.

g. Menaruh kapas kering di atas bekas tusukan dan cabut semprit beserta

jarum tersebut.

h. Meminta kepada pasien yang diambil darahnya untuk menekan tempat

tusukan tersebut beberapa menit dengan kapas tersebut.

i. Mengangkat jarum dari semprit dan mengalirkan darah ke dalam

wadah melalui dinding wadah atau tabung (Gandasoebrata, 2008).

3. Prosedur pembuatan serum

a. Membiarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar

selama 30 menit, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm

selama 15 menit.

b. Lapisan atas yang berwarna kuning muda jernih adalah serum atau

plasma.

c. Serum yang memenuhi syarat tidak boleh kelihatan merah dan keruh

(lipemik) (Kemenkes No. 1196, 2010).

4. Prosedur pemeriksaan sampel

4.1 Prosedure pemeriksaan aktivitas enzim cholinesterase

Menurut standar prosedur operasional Laboratorium Kesehatan

daerah jawa tengah, langkah-langkah pemeriksaan sampel yaitu

sebagai berikut :

a. Menghidupkan Alat

1) Fotometer Microlab 300 dihubungkan dengan steker arus

listrik.

42
2) Fotometer dinyalakan dengan menekan tombol power on/off

di bagian belakang alat.

3) Larutan labpro neutral 5% dihisapkan pada alat dan tunggu

sampai selesai bunyi beep.

4) Hisapkan aquabides dan tunggu sampai selesai (apabila

proses telah selesai maka akan muncul tampilan menu).

b. Quality Control

1) Pada menu dipilih quality control lalu menekan enter

2) Memilih target

3) Memasukkan nilai target kemudian enter

4) Memilih parameter cholinesterase

5) Membuat larutan blanko, kalibrasi dan kontrol,

dihomogenkan

6) Membiarkan selama 5 menit

7) Masukkan air sampai bunyi beep lalu dilepas

8) Masukkan larutan blanko sampai bunyi beep lalu dilepas

dilanjutkan dengan larutan kalibrasi kemudia larutan kontrol

9) Baca hasilnya.

c. Pemeriksaan kadar Cholinesterase

1) Metode: enzimatik kinetik, metode optimal menurut

rekomendasi dari German Society of Clinical Chemistry

(DGKC)

2) Prinsip: ChE menghidrolisis butyrylthiocholin menjadi butirat

43
dan thiocholin. Thiocholine mengurangi kalium kuning

hexacynoferrate (III) menjadi potassium hexacynoferrate (III)

yang tidak berwarna. Penurunan absorbansi diukur pada

panjang gelombang 405 nm.

3) Reaksi : Butyrylthiocholin+ H2O ChE thiocholine + butyrate 2

thiocholine + 2[Fe(CN)6] 4- + H2O choline + 2[Fe(CN)6] 4- +

H2O

4) R1: Pyrophosphate pH 7.6 95 mmol/L

Potassium hexacyanoferrate(III) 2.5 mmol/L

R2: Butyrylthiocholine 75 mmol/L

5) Dibuat larutan blanko dengan mencampur 20µl aquades

dengan 1000µl reagen 1 kemudian inkubasi 3 menit lalu

ditambahkan 250µl reagen 2.

6) Dibuat larutan sampel dengan mencampur 20 µl sampel serum

dengan 1000µl reagen 1 kemudian di inkubasi selama 3 menit

lalu ditambahkan 250µl reagen

7) Pada menu measure, tekan enter lalu pilih pemeriksaan ChE

kemudian enter.

8) Hisapkan aquades sampai bunyi beep lalu masukkan identitas

sampel.

9) Hisapkan larutan blanko sampai bunyi beep dan baca

absorbansinya setelah 2 menit.

10) Hisapkan larutan sampel sampai bunyi beep lalu baca

44
absorbansinya pada panjang gelombang 405 nm

11) Nilai normal

Laki-laki : 4620 U/L- 11500 U/L

Perempuan: 3930 U/L - 10800 U/L.

4.2 Prosedure pemeriksaan kadar hemoglobin

Prosedur kerja pemeriksaan hemoglobin Langkah-langkah

penelitian atau prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut (Nurillah, 2020) :

A. Pengambilan data responden

1) Sebelum melakukan pengambilan darah kapiler, flebotomis

terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada responden dengan

sudah menggunakan APD berupa masker, handscoon, face shiled,

gown dan sepatu tertutup.

2) Pengambilan data dilakukan setelah petani melakukan

penyemprotan atau sudah pulang dari sawah yang dilakukan

secara door to door.

3) Kemudian menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada

responden dan meminta persetujuan responden secara verbal.

4) Sebelum melanjutkan pemeriksaan, flebotomis melakukan

pengecekan suhu tubuh terlebih dahulu kepada responden.

5) Setelah itu dilanjutkan dengan mengidentifikasi responden

berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, jenis pestisida, masa

kerja, lama penyemprotan, frekuensi penyemprotan, dan

45
pemakaian APD.

6) Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan darah kapiler serta

pemeriksaan kadar hemoglobin.

B. Mempersiapkan lancing device

a) Membuka dan melepaskan ujung lancing device.

b) Memastikan lanset yang digunakan masih baru dan steril.

c) Memasukkan lanset kedalam lancing device.

d) Memutar dan melepaskan tutup pelindung lancet.

e) Menutup kembali ujung lancing device.

f) Mengatur kedalaman jarum sesuai dengan kondisi kulit jari

subjek.

C. Pengambilan darah kapiler

a) Melakukan desinfeksi pada ujung jari yang akan ditusuk

menggunakan alcohol swab 70 % dan menunggu hingga kering.

b) Menusuk ujung jari menggunakan lancing device dengan cara

memencet tombol yang ada pada lancing device dengan cepat.

c) Membuang tetes darah yang pertama keluar menggunakan kapas

kering dan tetes darah dapat digunakan untuk pemeriksaan.

d) Mengusap dan menekan ujung jari dengan kapas setelah

dilakukan pemeriksaan untuk menghentikan perdarahan.

D..Pengukuran hemoglobin menggunakan alat portable hemoglobinometer

Metode pemeriksaan hemoglobin yang digunakan yaitu metode

electrode-based biosensor dengan menggunakan alat portable

46
hemoglobinometer. Berikut ini prosedur pemeriksaan kadar

hemoglobin yang akan dilakukan :

1) Mempersiapkan portable hemoglobinometer

a) Memastikan baterai telah terpasang pada portable

hemoglobinometer.

b) Memastikan nomor yang ada pada chip sesuai dengan nomor yang

ada pada botol strip.

c) Memasang chip yang ada pada botol strip ke portable

hemoglobinometer.

d) Memasang strip test hemoglobin pada portable hemoglobinometer.

2) Mengukur kadar hemoglobin

a) Memasukkan sampel darah kapiler ke dalam strip test lebih

tepatnya pada tanda panah dan darah akan meresap. Menunggu

sampai sampel darah memenuhi strip dan portable hemoglobinometer

berbunyi “beep”.

b) Menunggu hasil keluar pada layar dan catat hasilnya

3) Nilai normal pemeriksaan Hemoglobin

Pada pria dewasa: 13-17 gram/dL.

Pada wanita dewasa: 12-15 gram/dL.

47
4.1 Procedure Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara yaitu:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diambil dari sebuah penelitian

dengan instrumen yang dilakukan pada saat tertentu. Data primer dalam

penelitian ini menggunakan kuisioner. Kuisioner atau angket adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi sejumlah

pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia

ketahui. Kuisioner pada penelitian ini diarahkan pada petani berkaitan

dengan penggunaan pestisida dan bahaya yang ditimbulkan.

Data primer selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian dari

pengukuran Aktivitas enzim kolinesterase dengan menggunakan metode

kinetic fotometri di Laboratorium Kesehatan Dan Pengujian Alat

Kesehatan (Balai Labkes PAK) dan pengukuran kadar hemoglobin

dengan mengunakan metode Hb strip Easy touch di Lab hematologi

poltekkes Semarang.

4.2 Analisis dan Penyajian Data

Data yang sudah terkumpul akan dianalis secara deskriptif dengan

menggambarkan hasil penelitian dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang

sudah dikelompokan berdasarkan kriteria. Data yang diperoleh dari hasil

penelitian selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel kemudian dijelaskan

dalam bentuk narasi.

48
4.2 Etika Penelitian

1. Prosedur pengajuan kajian etik penelitian Kesehatan

Peneliti dapat mengajukan permohonan kaji etik kepada Komisi Etik

Penelitian Kesehatan Poltekkes Semarang dengan beberapa langkah dan

persyaratan yaitu :

A. Mengisi formulir pengajuan serta membuat ringkasan protokol/proposal

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Proposal/protokol penelitian harus sudah mendapat persetujuan dari

reviewer bagi dosen atau pembimbing bagi mahasiswa

C. Proposal penelitian dibawa langsung ke bagian akademik poltekkes

semarang.

D. Proposal penelitian harus dilengkapi curriculum vitae peneliti utama

(principal investigator) dan peneliti pendamping (coinvestigator),

lembaran persetujuan

4.2. Kode etik penelitian

Menurut Okayani (2019), etika yang mendasari penyusunan karya tulis

ilmiah terdiri dari :

a. Menghormati individu (Respect for persons)

Etika menghormati individu memuat dua hal yaitu menghormati otonomi

dan melindungi subjek penelitian.

b. Kemanfaatan (Beneficience)

Kewajiban secara etik untuk memaksimalkan manfaat dan

meminimalkan kerugian yang dialami subjek yang diteliti.

49
c. Tanpa nama (Anonymity)

Anonymity adalah salah satu etika penelitian, dimana peneliti

memberikan jaminan untuk tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden

d. Kerahasiaan (Confidentially)

Confidentially merupakan adanya jaminan oleh peneliti untuk menjaga

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya.

e. Berkeadilan (distributive justice)

Keseimbangan antara beban dan manfaat ketika berpartisipasi dalam

penelitian

50

Anda mungkin juga menyukai