Anda di halaman 1dari 207

MAKALAH HEMOSTASIS

HEMOSTASIS

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
HEMOSTASIS
I. Pengertian Hemostasis
Hemostasis (haima=darah, stasis=tetap,berhenti), berarti darah
tetap berada dalam system pembuluh darah. terdapat beberapa komponen dalam
mekanisme hemostasis, yaitu: trombosit, endotel vaskuler, procoagulant plasma
protein faktors, natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein
antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan
fungsi yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat menjalankan mekanisme
hemostasis dengan baik. Interaksi komponen ini dapat memacu terjadinya
thrombosis disebut sebagai sifat prothrombotik dan dapat juga menghambat
proses thrombosis yang berlebihan, disebut sebagai sifat antithrombotik. Faal
hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan antara faktor
prothrombotik dan faktor antithrombotik. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai fisiologik dan patofisiologik serta prinsip pemeriksaan laboratorium
dari masing-masing faktor yang berperan dalam proses hemostasis, seperti faktor
vaskuler, faktor trombosit dan faktor pembekuan serta interpretasi hasilnya.
Hemostasis merupakan mekanisme normal yang dilakukan oleh tubuh untuk
menghentikan perdarahan pada lokasi yang mengalami kerusakan atau luka.
Hemostasis ini sebagai respon untuk menghentikan keluarnya darah yang
diperankan oleh spasme pembuluh darah, adhesi, agregasi trombosit dan
keterlibatan aktif faktor koagulasi. Dalam hemostasis terjadi adanya koordinasi
dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Komponen-komponen tersebut berusaha menjaga agar darah tetap cair dan tetap
berada dalam system pembuluh darah. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah
menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam
sirkulasi dengan baik.

Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan


pada lokasi luka oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan
aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi utama mekanisme hemostasis ini
adalah menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir
dalam sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara atau
hemostatic thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan
(vascular injury). (Adang & Dewi, 2018)

Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan secara


spontan1 agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada
pembuluh darah sehingga darah tetap cair dan mengalir secara lancar. Di dalam
pembuluh darah terdapat berbagai produk yang sangat kompleks dari berbagai
jaringan, diantaranya produk dari sumsum tulang, endotel dan sistem
retikuloendotelial. Dalam keadaan normal, proses hemostasis dimulai dengan
adanya trauma, pembedahan, atau penyakit yang merusak lapisan endotel
pembuluh darah, dan darah terpajan dengan jaringan ikat subendotel.
Kelangsungan hemostasis dipertahankan melalui proses keseimbangan antara
perdarahan dan trombosis yang melibatkan komponen sistem vaskular, trombosit,
faktor koagulasi, fibrinolisis dan antifibrinolisis. Untuk mempermudah
memahami proses yang sangat kompleks ini maka dibagi atas proses hemostasis
primer, hemostasis sekunder (koagulasi), fibrinolisis, dan mekanisme pengaturan
keseimbangannya. (Ibnu & Reza, 2020)

Di Indonesia, Reksodiputro menemu-kan kelainan hemostasis sebanyak


78,57% pada sirosis hati dan 65,55% di antaranya disertai dengan gejala
klinis perdarahan. Sulaiman menemukan manifestasi perda-rahan pada
sirosis hati, melena 56,2%, hematemesis 50,6%, perdarahan gusi 27%
dan epistaksis 13,2%. Tambunan melapor-kan dari 121 sirosis hati 75 kasus
(61,9%) mengalami perdarahan. Perdarahan saluran cerna bagian atas
dijumpai pada 46 kasus(38,01%), 3 kasus (16,67%) pada child A, 16
kasus(32,65%) pada child B, sisanya 27 kasus (50%) pada child C.
Perdarahan karena ruptur esofagus dijumpai pada child A 1 kasus
(5,5%), child B 5 kasus (10,20%), dan child C 19 kasus (35,18%). (Garry,
Bradley, & Harlinda, 2016)

II. Faktor Yang Berperan


Faktor yang berperan dalam proses hemostasis yauitu

1. Faktor Vaskuler
Vaskuler atau Pembuluh darah adalah tempat mengalirnya darah, salah
satu bagian dari sistem sirkulasi pada tubuh untuk mengangkut darah yang
membawa oksigen dari jantung untuk disebarkan ke organ tubuh, serta
mengembalikan kembali darah yang telah dipakai dan membawa karbon
dioksida ke jantung untuk dikeluarkan ke paru-paru. Jadi fungsi utama sistem
ini adalah menyalurkan darah yang mengandung oksigen ke sel dan jaringan
dan mengembalikan darah ke paru-paru untuk pertukaran gas oksigen (O2)
dengan karbon dioksida (CO2). Ada tiga jenis pembuluh darah, yaitu arteri
yang berfungsi membawa darah dari jantung, kafiler adalah pembuluh darah
yang berfungsi sebagai tempat pertukaran sebenarnya air dan bahan kimia
antara darah dan jaringan dan vena, yaitu pembuluh darah yang membawa
darah dari kapiler kembali ke jantung. Hemostasis ini merupakan suatu
rangkaian respons terhadap adanya kerusakan jaringan dalam rangka untuk
menghentikan perdarahan. Apabila pembuluh darah mengalami kerusakan
atau luka, maka mekanisme hemostasis bekerja secara spontan dan cepat
untuk menghentikan perdarahan tersebut melalui beberapa mekanisme
seperti: spasme vascular, pembentukan sumbat trombosit dan koagulasi.
(Adang & Dewi, 2018)
2. Faktor Trombosit
Trombosit atau platelet adalah sel darah yang berperan dalam membekukan
darah. Trombosit tersebut merupakan bagian darah yang paling utama saat
pembuluh darah rusak maupun kulit mengalami luka dan bocor yang
mengakibatkan darah keluar dari pembuluh atau terjadi perdarahan.
Hemostasis bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan
vena, mencegah kehilangan darah karena luka, memperbaiki aliran darah
selama proses penyembuhan luka. Hemostasis juga bertujuan untuk
menghentikan dan mengontrol perdarahan dari pembuluh darah yang terluka
yang diperankan oleh trombosit. (Adang & Dewi, 2018)
3. Faktor Pembekuan
Proses pembekuan darah ini merupakan mekanisme bertingkat yang
melibatkan
kesinambungan pengaktifan faktor yang satu dengan yang lainnya. Pada
tahap terakhir pembekuan darah, trombin akan mengubah fibrinogen menjadi
serat atau benang-benang fibrin yang dapat menjaring komponen-komponen
darah yang berukuran besar, sel darah merah, dan plasma sehingga terbentuk
bekuan darah. Jika terjadi luka atau kerusakan jaringan dan berdarah, tubuh
akan berusaha untuk menghentikan pendarahan dengan cara menutup luka
oleh pembekuan darah, atau bisa disebut blood clotting. Banyak terdapat zat-
zat penting yang mempengaruhi pembekuan darah yang berada di dalam
darah dan jaringan, beberapa di antaranya mempermudah terjadinya
pembekuan disebut prokoagulan dan yang lain menghambat pembekuan,
disebut antikoagulan. Dalam keadaan normal, antikoagulan lebih dominan
sehingga darah tidak membeku, tetapi bila pembuluh darah rusak,
prokoagulan di daerah yang rusak menjadi teraktivasi dan melebihi aktivitas
antikoagulan, dan bekuan pun terbentuk. Faktor koagulasi atau faktor
pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam darah (plasma) yang
berfungsi dalam proses koagulasi. Proses pembekuan darah bertujuan untuk
mengatasi kerusakan vascular sehingga tidak terjadi perdarahan berlebihan,
tetapi proses pembekuan darah ini harus dilokalisir hanya pada daerah
terjadinya kerusakan, tidak boleh menyebar ke tempat lain karena akan
membahayakan peredaran darah Faktor Pembekuan (clotting faktor) adalah
sejumlah protein yang berkaitan dengan reaksi penggumpalan darah. Hasil
akhir dari proses pembekuan adalah terbentuknya hemostatic plug, luka
tertutuk dan darah tidak keluar lagi. Faktor pembekuan (faktor koagulasi)
adalah protein (misalnya, fibrinogen, protrombin, Faktor VIII) yang
diperlukan untuk pembekuan darah normal. Beberapa faktor pembekuan
disintesis oleh hati dan produksinya dapat terganggu bila hati rusak. Orang
yang kekurangan faktor pembekuan kemungkinan besar akan mengalami
perdarahan berkepanjangan dan mudah memar (Adang & Dewi, 2018)

4. Sistem fibrinolisis

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk mempertahankan sistim


hemostasis yaitu suatu mekanisme untuk melindungi serta mempertahankan
komposisi dan fluiditas darah sehingga tubuh dalam keadaan fisiologik dapat
mempertahankan aliran darah dalam pembuluh darah, menutup kerusakan
dinding pembuluh darah untuk mengurangi kehilangan darah pada saat
terjadi kerusakan pembuluh darah (luka). Fibrinolisis merupakan mekanisme
pecahnya benang fibrin (salah satu agen pembeku darah yang diproduksi
dalam darah sebagai produk akhir koagulasi). Darah juga mengandungenzim
fibrinolitik yang berguna mecegah pembentukan gumpalan atau pembekuan
darah pada area yang tidak terluka, sehingga tidak akan menghalangi aliran
darah, dan juga enzim ini akan menghancurkan fibrin bila luka telah sembuh.
Trombosis merupakan pembentukan gumpalan atau bekuan darah yang tidak
normal, yang terjadi bila terdapat gangguan pada jalur pembekuan darah dan
pemecahan fibrin. Obat yang dapat mengaktifkan kerja fibrinolisis dapat juga
menyembuhkan penyakit seperti embolisme paru-paru, daninfark myocardial
yang disebabkan karena adanya gumpalan darah yang menghalangi aliran
darah.

5. Inhibitor
Fibrinolisis adalah mekanisme fisiologis yang bekerja secara konstan dengan
sistim pembekuan darah untuk menjamin lancarnya aliran darah ke organ
perifer atau jaringan tubuh. Koagulasi dan fibrinolisis merupakan mekanisme
yang saling berkaitan erat sehingga seorang tidak dapat membicarakan
masalah koagulasi tanpa di sertai dengan fibrinolisis demikian juga
sebaliknya.dalam system koagulasis dan fibrinolisis terdapat system lain
yang mengatur agar kedua proses tidak langsung berlebihan. Sistem tersebut
terdiri faktor penghambat ( inhibitor). Seluruh proses merupakan mekanisme
terpadu antara aktifitas pembuluh darah,fungsi trombosit ,interaksi antara
prokoagulan dalam sirkulasi dengan trombosit, aktifasi fibrinolisis dan
aktifitas inhibitor.

III. Sistem Hemostasis


Hemostasis adalah proses penghentian darah secara spontan dari
pembuluh darah yang mengalami kerusakan atau akibat putus atau robeknya
pembuluh darah, sedangkan thrombosis adalah hilang atau rusaknya endothelium
yang melapisi pembuluh darah. Proses haemostasis dan thrombosis memiliki tiga
fase yang sama; yaitu agregasi trombosit, pembentukan jaring atau benang-
benang fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbatan
hemostatik atau trombus yang kuat dan stabil, pelarutan parsial atau total trombus
oleh plasmin. hemostasis terbagi menjadi 3 yaitu, hemostasis primer yaitu proses
pembentukan bekuan darah pada dinding vaskular untuk mencegah kehilangan
darah dan mempertahankan darah dalam kondisi cair dalam sistem vaskular
dengan adanya interaksi dari dinding pembuluh darah, trombosit, sistem
koagulasi, dan fibrinolisis; Hemostasis sekunder, bekerja untuk mempertahankan
keseimbangan antara koagulasi dan antikoagulasi, hemostasis sekunder bekerja
apabila hemostasis primer belum cukup untuk menutup luka pada pembuluh
darah; Hemostasis tersier, terjadinya fibrinolisis yang aktif untuk menghancurkan
fibrin yang sudah terbnetuk agar tidak menjadi aktivitas koagulasi yang
berlebihan. (Avicenna & dkk, 2022)

IV. Macam-Macam Hemostasis


1. Hemostasis Primer
Hemostasis adalah proses pembentukan bekuan darah di dinding
pembuluh darah untuk mencegah kehilangan darah ketika tetap
mempertahankan darah dalam kondisi cair dalam sistem vaskular yang
merupakan sekumpulan mekanisme sistemik, kompleks dan saling
berhubungan, berkerja untuk mempertahankan keseimbangan antara
koagulasi dan antikoagulasi. Proses hemostasis termasuk proses yang rumit,
dimana melibatkan interaksi dari dinding pembuluh darah, trombosit, sistem
koagulasi, dan fibrinolisis. Interaksi kompleks tersebut menjadi dasar dari
mekanisme proses penghentian perdarahan yaitu, (1) spasme pembuluh
darah, (2) pembentukan sumbat platelet, (3) pembekuan darah (koagulasi),
dan (4) penutupan pembuluh darah yang rusak secara permanen oleh jaringan
fibrosa. Walaupun terkesan rumit dan seolah bertahap, interaksi komponen
hemostasis ini sebenarnya saling berpaut dan berkerja secara efisien untuk
menghentikan perdarahan. Ketika pembuluh darah rusak, beberapa respons
ditunjukkan oleh tiap-tiap komponen hemostasis. Respons pertama muncul
dari pembuluh darah yang menyempit (vasokonstriksi) untuk menanggapi
gangguan keutuhan dindingnya. Penyempitan pembuluh darah ini timbul
akibat (1) spasme miogenik lokal, (2) autakoid jaringan, dan (3) beberapa
refleks tertentu. Respons ini berlangsung selama beberapa menit hingga jam,
waktu yang digunakan komponen hemostatik lain untuk berkerja melakukan
fungsinya. Dalam keadaan normal, darah berada dalam sistem pembuluh
darah, dan berbentuk
cair. Keadaan ini dimungkinkan oleh faktor hemostasis yang terdiri dari
hemostasis primer, hemostasis sekunder dan hemostasis tersier. Hemostasis
primer terdiri dari pembuluh darah dan trombosit, disebut hemostasis primer
karena pertama terlibat dalam proses penghentian darah bila terjadi
perdarahan, diawali dengan vasokontriksi pembilih darah dan pembentukan
plak trombosit yang menutup luka dan menghentikan perdarahan.

2. Hemostasis Sekunder
Hemostasis merupakan sekumpulan mekanisme sistemik, kompleks
dan saling berhubungan, berkerja untuk mempertahankan keseimbangan
antara koagulasi dan antikoagulasi Hemostasis sekunder terdiri dari faktor
pembekuan dan anti pembekuan, yang akhir dari mekanisme hemostasis
sekunder adalah terbentuknya benang fibrin. Jika terjadi luka yang besar
pada pembuluh darah atau jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat trombosit
belum cukup untuk mengkompensasi luka ini. Maka, terjadilah hemostasis
sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis
sekunder ini mencakup
pembentukan jaring-jaring fibrin. Hemostasis sekunder ini bersifat delayed
dan long-term response. Kalau proses ini sudah cukup untuk menutup luka,
maka proses berlanjut ke hemostasis tersier.

3. HEMOSTASIS TERSIER

Hemostasis tertier yaitu mekanisme hemostasis lanjut yang


diperankan oleh darah, dimana bekuan atau hemostatic plug yang
sudah terbentuk akan dihancurkan dalam sistem fibrinolysis. System
fibrinolisis akan diaktifkan untuk melakukan penghancuran fibrin yang
sudah terbentuk agar tidak menjadi penghalang aliran darah dan
menyebabkan lisis dari fibrin dan endotel menjadi utuh kenbali.
Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas
koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier melibatkan sistem
fibrinolisis.Pada proses mekanisme, hemostasis ini adalah suatu proses
fisiologis yang kompleks yang mempertahankan fluiditas darah
melalui mekanisme peroakoagulasi dan antikoagulasi yang ada dalam
tubuh. Ketidakseimbangan dari dua komponen ini akan
mempredisposisikan pasien terhadap perdarahan atau trombosis.
Proses ini perlu dimengerti untuk memprediksikan konsekuensi
patologis dan klinis sebelum mengimplementasikan intervensi medis
apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Adang, D., & Dewi, A. (2018). Hemostasis. In D. Adang, & A. Dewi, Bahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medik Hemostasis (pp. 1-20).

Avicenna, M. A., & dkk. (2022). Gangguan Hemostasis dengan Covid-19.


journalofmedula.com, Volume 12 Nomor 1.

Garry, G. S., Bradley, J. W., & Harlinda, H. (2016). Gambaran gangguan hemostasis pada
penderita sirosis hati yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode
Agustyus 2013 – Agustus 2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1.

Hartono, K. N. (2021). Kelainan Hemostasis pada pasien Covid-19. Journal.um Surabaya,


100-104.

Ibnu, U., & Reza, W. S. (2020). Hemostasis dan Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC). Journal of Anaesthesia and Pain, Volume: 1, No.2: 19-32.

Liong, B. K., & Mansyur, A. (2013). Hemostasis Berlandaskan Sel Hidup (In Vivo).
CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY , 204–210.

Mukhyarjon, Irza, W., & Asman, M. (2020). Profil dan Beberapa Faktor yang Berhubungan
dengan Hemostasis Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Tak Terkontrol. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 16, No. 2.

Zelly, D. R. (2012). Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Jurnal Kesehatan Andalas, 67-72.

Dalimoenthe NZ. Kelainan hemostasis pada keganasan hematologi. Dalam: Suryaatmadja


M,ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta: Bagian Patologi
Klinik FKUI. 2005;129-148.

Hambleton J, Leung LL, Levi M. Coagulation: consultative hemostasis. Hematology.


2002;335-50.
SOAL
1. Faktor yang berperan dalan mekanisme hemostasis, kecuali…….
a. Eritrosit
b. Trombosit
c. Faktor koagulansi
d. Sistem fibrinolisis
e. Inhibitor
2. Hemostasis yang dipacu oleh luka kecil pada pembuluh darah (tusukan kecil,
deskuamasi sel endotel yang hampir mati atau rusak) adalah……
a. Hemostasis Tesier
b. Hemostasis Primer
c. Hemostasis Sekunder
d. Hemostasis Lanjutan
e. Fibrinolisis
3. hemostasis yang merupakan sistem kontrol agar tidak terjadi sumbat trombosit dan
proses koagulasi lanjut adalah…..
a. Hemostasis Tesier
b. Hemostasis Primer
c. Hemostasis Sekunder
d. Hemostasis Lanjutan
e. Fibrinolisis

4. Mekanisme fibrinolisis terjadi pada fase hemostasis…….


a. Hemostasis Tesier
b. Hemostasis Primer
c. Hemostasis Sekunder
d. Hemostasis Lanjutan
e. Fibrinolisis
5. Istilah hemostasis berasal dari kata haima yang berarti darah dan stasis yang
berarti…..
a. Berkembang
b. Tepat
c. Cepat
d. Tetap
e. Lambat
6. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah ……
a. Mengontrol bekuan darah
b. Mencegah kehilangan darah
c. Menghancurkan fibrin
d. Menjaga keenceran darah
e. Menjaga kestabilan darah
7. Mekanisme proses penghentian perdarahan yaitu, kecuali……
a. Spasme pembuluh darah,
b. Pembentukan sumbat platelet,
c. Pembekuan darah (koagulasi)
d. Penutupan pembuluh darah yang rusak secara permanen oleh jaringan fibrosa
e. Menghancurkan fibrin
8. Akhir dari hemostasis sekunder adalah…..
a. Proses penghentian darah
b. Pembentukan bekuan
c. Mempertahankan fluiditas darah
d. Terbentuknya benang fibrin
e. Penutupan pembuluh darah
9. System lain yang mengatur poses koagulasi dan fibrinolisis adalah….
a. Inhibitor
b. Fibrin
c. Trombosit
d. Bekuan darah
e. Eritrosit
10. Faal hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan antara faktor…..
a. Inhibitor dan trombosit
b. Fibrin dan Trombosit
c. Prohtrombotik dan inhibitor
d. Prohtrombotik dan trombosit
e. Prothrombotik dan antithrombotik
MAKALAH HEMOSTASIS
KOMPONEN HEMOSTASIS TROMBOSIT

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
KOMPONEN HEMOSTASIS TROMBOSIT
I. Pengertian
Pemeriksaan darah rutin seperti hitung jenis sel darah dapat
dimanfaatkan untuk menentukan karakteristik morfologi darah. Hitung jenis ini
dilakukan dengan prosedur tertentu yaitu mengoleskan setetes darah vena
atau kapiler setelah itu dengan hati-hati ditipiskan diatas objek glass(kaca
obyek) kemudian dilakukan pengecetan dengan giemsa/wright. Pemeriksaan ini
disebut sediaan apus darah tepi. (Amrina, Ellyza, & Zulkarnain,, 2014).
Hemostasis memiliki pengertian bahwa darah tetap berada dalam sistem pembuluh
darah. Komponen dalam mekanisme hemostasis yaitu trombosit, endotel vaskuler,
faktor protein plasma prokoagulan, protein antikoagulan natural, protein fibrinolitik,
dan protein antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia dalam jumlah
cukup dengan fungsi yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat menjalankan
mekanisme hemostasis dengan baik. Interaksi komponen yang dapat memacu
terjadinya trombosis disebut sebagai sifat protrombotik. Interaksi antar komponen
yang menghambat proses trombosis yang berlebihan disebut sebagai sifat
antitrombotik. Faal hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan
antara faktor protrombotik dan faktor antitrombotik. Hemostasis ini diperankan oleh
spasme pembuluh darah, adhesi, agregasi trombosit dan keterlibatan aktif faktor
koagulasi. Komponen-komponen tersebut berusaha menjaga agar darah tetap cair
dan tetap berada dalam sistem pembuluh darah serta membentuk trombus sementara
atau trombus hemostatik pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan
(vascular injury). Hemostasis dan trombosis terdiri dari 3 fase yaitu terbentuknya
agregasi trombosit, pembentukan jaring-jaring fibrin, dan pelarutan parsial atau
total agregat oleh plasmin. Proses pembentukan agregasi trombosit awal bersifat
sementara pada luka. Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh
darah dan diaktifkan oleh trombin yang terbentuk dalam kaskade peristiwa koagulasi
pada tempat yang sama. Trombosit dapat pula berikatan dengan ADP yang
dilepaskan trombosit aktif lainnya. Trombosit akan berubah bentuk, kemudian
melakukan proses agregasi dengan adanya fibrinogen untuk membentuk sumbat
hemostatik ataupun trombus. Pembentukan jaring atau benang-benang fibrin yang
terikat dengan agregat trombosit membentuk sumbatan hemostatik atau trombus
yang lebih kuat dan lebih stabil. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau
trombus oleh plasmin merupakan fase akhir dari hemostasis. (Lisda, 2022)

Trombosit merupakan salah satu komponen darah yang terdapat pada tubuh
manusia, yang berperan penting dalam hemostasis. Trombosit berasal dari
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Trombosit adalah sel darah yang tidak
mempunyai inti dengan ukuran diameter 1-4 mikrometer dan volumenya 7-8
μl. Jumlah darah pada keadaan normal pada tubuh manusia adalah 150.000-
350.000 / mm3. (Amrina, Ellyza, & Zulkarnain,, 2014)
Trombosit atau platelet adalah sel darah yang berperan dalam membekukan
darah. Trombosit tersebut merupakan bagian darah yang paling utama saat
pembuluh darah rusak maupun kulit mengalami luka dan bocor yang mengakibatkan
darah keluar dari pembuluh atau terjadi perdarahan. (Adang & Dewi, 2018)

Proses terbentuknya trombosit seperti halnya sel-sel lain berasal dari sel induk, yaitu
stem sel. Stem sel akan melakukan proses proliferasi, differensiasi dan maturasi.
Proliferasi, yaitu proses perbanyakan sel dimana sel induk akan mengalami
pembelahan menjadi sel-sel yang sifatnya sama. Differensiasi yaitu proses
pembelahan sel menjadi sel-sel yang memiliki sifat yang berbeda. Sedangkan
maturasi adalah proses pematangan sel dimana sel akan mengalami perubahan
perubahan sifat yang pada akhirnya akan menjadi sel yang matang dan siap
difungsikan. Pada saat terjadi luka pada kulit atau permukaan tubuh, komponen
darah, yaitu trombosit akan segera melakukan fungsinya yaitu melakukan adhesi,
dimana permukaan trombosit akan menempel pada bagian luka yang terbuka yaitu
adanya serat kolagen. Trombosit menjadi aktif dan mengeluarkan isi-isi granula
yang selanjutnya akan menarik trombosit-trombosit lain untuk melakukan agregasi
sehingga trombosit berkumpul mengerumuni bagian yang terluka dan akan
menggumpal sehingga dapat menyumbat dan menutupi luka. di dalam plamsa darah
terdapat trombosit apabila terjadi luka dan darah keluar, trombosit akan bersentuhan
dengan permukaan luka yang kasar akan pecah dan mengeluarkan tromboplastin.
tromboplastin bersama sama ion ca++ akan mengubah protrombin menjadi
thrombin. Protrombin adalah senyawa globulin yang larut dalam plasma darah.
protrombin dibuat dalam hati dengan bantuan vitamin k. Trombin akan mengubah
fibrinogen menjadi yang akan menghalangi keluarnya sel-sel darah hingga terjadi
pembekuan dalam waktu kurang lebih 15 menit. (Adang & Dewi, 2018)

II. Fungsi
Hemostasis terdiri dari hemostasis primer, hemostasis sekunder dan
hemostasis tersier. Hemostasis primer terdiri dari komponen pembuluh darah dan
trombosit. Hemostasis primer yang pertama kali terlibat dalam proses penghentian
darah bila terjadi perdarahan. Proses ini diawali dengan vasokontriksi pembuluh darah
dan pembentukan plak trombosit yang menutup luka dan menghentikan perdarahan.
Hemostasis sekunder terdiri dari faktor koagulasi dan anti koagulasi. Akhir dari
mekanisme hemostasis sekunder adalah terbentuknya benang fibrin. Hemostasis
tertier adalah mekanisme hemostasis lanjutan yang diperankan oleh darah. Bekuan
atau hemostatic plug yang sudah terbentuk akan dihancurkan dalam sistem
fibrinolisis. Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas koagulasi
tidak berlebihan. Hemostasis primer berperan pada saat terjadi luka atau gangguan
pada endotel. Trombosit akan segera melakukan fungsinya dengan melakukan adhesi.
Selanjutnya trombosit akan menempel pada bagian luka yang terbuka yaitu pada serat
kolagen. Trombosit kemudian menjadi aktif dan mengeluarkan isi granula. Granula
trombosit akan menarik trombosit-trombosit lain untuk melakukan agregasi sehingga
trombosit berkumpul mengerumuni bagian yang terluka. Trombosit-trombosit ini akan
menggumpal serta menyumbat dan menutupi luka. (Lisda, 2022)

Pembuluh darah juga berfungsi untuk membawa sel-sel darah seperti lekosit
(sel darah putih), eritrosit (sel darah merah) dan trombosit (keeping darah), serta
komponen-komponen darah lainnya yang terlarut di dalam plasma. Apabila terjadi
infeksi atau masuknya benda asing ke dalam tubuh, maka respon tubuh dalam upaya
untuk menormalkan kembali (mekanisme penyembuhan), sel darah putih tersebut
yang merupakan alat untuk pertahanan tubuh tubuh seseorang akan melawan bakteri
ataupun benda asing yang masuk kedalam. tubuh, sehingga ketika imunitas seseorang
melemah ataupun bakteri yang masuk kedalam tubuh terlalu kuat, maka seseorang
terkena penyakit. Komponen darah lain yang dibawa adalah trombosit berperan
apabila terjadi kerusakan jaringan atau luka yang berperan dalam menghentikan
perdarahan dengan cara adesi dan agregasi.
Fungsi utama trombosit berperan dalam proses pembekuan darah. Bila
terdapat luka, trombosit akan berkumpul karena adanya rangsangan kolagen yang
terbuka sehingga trombosit akanmenuju ke tempat luka kemudian memicu pembuluh
darah untuk mengkerut (supaya tidak banyak darah yang keluar) dan memicu
pembentukan benang-benang pembekuan darah yang disebut dengan benag-benang
fibrin. Benang-benang fibrin tersebut akan membentuk formasi seperti jaring-jaring
yang akan menutupi daerah luka sehingga menghentikan perdarah aktif yang terjadi
pada luka. Selain itu, ternyata trombosit juga mempunyai peran dalam melawan
infeksi virus dan bakteri dengan memakan virus dan bakteri yang masuk dalam tubuh
kemudian dengan bantuan sel-sel kekebalan tubuh lainnya menghancurkan virus dan
bakteri di dalam trombosit tersebut.
Dengan sifat trombosit yang mudah pecah dan bergumpal bila ada suatu
gangguan, trombosit juga mempunyai peran dalam pembentukan plak dalam
pembuluh darah. Plak tersebut justru dapat menjadi hambatan aliran darah, yang
seringkali terjadi di dalam pembuluh darah jantung maupun otak. Gangguan tersebut
dapat memicu terjadinya stroke dan serangan jantung. Oleh karena itu, pada pasien-
pasien dengan stroke dan serangan jantung diberikan obat-obatan (anti-platelet)
supaya trombosit tidak terlalu mudah bergumpul dan membentuk plak di pembuluh
darah. Pembentukan sumbat mekanik atau pembentukan platelet plug selama respons
hemostasis normal terhadap cedera vascular sebagai respon untuk menghentukan
perdarahan dengan cara mengurangi derasnya aliran. darah yang keluar. Tanpa peran
trombosit, atau jika jumlah trombosit kurang dapat mengakibatkan terjadinya
kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa
adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta aktivitas proagulannya sangat penting untuk
fungsinya.
Fungsi utama trombosit atau platelet adalah untuk pembekuan darah. Ketika
pembuluh darah luka atau bocor, maka tubuh akan melakukan 3 mekanisme utama
untuk menghentikan perdarahan yang sedang berlangsung, yaitu :
 Melakukan pengkerutan (kontriksi).
 Aktivitas trombosit.
 Aktivitas komponen pembekuan darah lainnya di dalam plasma darah. (Adang &
Dewi, 2018)
III. Ciri-Ciri
Trombosit merupakan fragmen sel aktif yang berada di dalam darah perifer
yang bergerak bebas melalui lumen pembuluh darah sebagai salah satu komponen
dan sistem peredaran darah. (NOVITASARI, 2020). Trombosit merupakan salah
satu komponen darah yang terdapat pada tubuh manusia, yang berperan penting
dalam hemostasis. Trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit.
Trombosit adalah sel darah yang tidak mempunyai inti dengan ukuran
diameter 1-4 mikrometer dan volumenya 7-8 μl. (Amrina, Ellyza, &
Zulkarnain,, 2014)

Merupakan sel yang berbentuk kepingan berukuran 2-4 mikron, dikeluarkan


dari sitoplasma megakariosit dan kemudian memasuki darah perifer sebagai sel
untuk menutup luka. Trombosit terdiri dari sitoplasma yang bersifat basofilik yang
pucat (hialomer), memiliki granula berupa granula azurofil (granulomer). Dengan
pewarnaan Romanowsky akanberwarna merah pucat. Dalam darah tepi berumur
pendek yaitu sekitar 10 hari, jumlahnya tidak merata, mudah menggumpal dan
mudah rusak. Dalam darah orang normal ditemukan 150.000-300.000 sel permm3
darah.

Trombosit berukuran sekitar 2 – 4 mikron, bagian selnya berbentuk bulat atau


oval, dan trombosit tidak memiliki inti sel. Walaupun tidak memiliki inti, trombosit
masih dapat melakukan sintesis protein karena memiliki kandungan RNA di dalam
sitoplasmanya.
Diameter selnya berkisar antara 1-3 mikron. Trombosit memiliki sistem
membran tiga lapis (trilaminar) dan sistem membran yang memiliki ruang
(kanalikuli). Bagian lapisan paling luar disebut zona perifer, membran ini berfungsi
sebagai pelindung trombosit dari lingkungan luar sel dan berfungsi sebagai reseptor
terhadap adanya kolagen yang muncul pada saat luka. Pada bagian tengah terdapat
membran trombosit yang kaya akan fosfolipid yang akan membantu dalam proses
pembekuan darah. Pada bagian dalam atau sub membran trombosit terdapat
komponen mikrofilamen yang disebut trombastin. Komponen ini memiliki fungsi
seperti aktomiosin yang berperan dalam
kontraksi otot. Bentuk trombosit bulat atau kadang-kadang oval tergantung kondisi
pada saat melakukan fungsinya. (Adang & Dewi, 2018)
Gambar Trombosit

IV. Struktur

Trombosit berasal dari megakariosit yang terdapat dalam sumsum tulang.


Sudah
diketahui bahwa megakariosit ini berasal dari sel induk pluripotensial stem sel.
Pengaturan produksi Trombosit dilakukan oleh suatu faktor trombopoetik, yaitu
sejenis hormon yang analog dengan eritropoetin yang disebut trombopoetin.
Trombopoetin telah dapat ditentukan ciri-cirinya dan ternyata bahwa zat ini pada
elektroforesis bergerak bersama fraksi albumin dan betaglobulin plasma. (Adang &
Dewi, 2018)
Jika terjadi proses perdarahan atau ada rangsangan lain yang mendorong untuk
memproduksi trombosit, maka ginjal akan memproduksi hormone ini lebih banyak.
Ginjal ini merupakan salah satu tempat pembentukan hormon trombopoitin.
Produksi trombopoetin biasanya ditemukan pada penderita dengan jumlah trombosit
yang kurang dari normal atau dikenal dengan istilah trombositopenia. Produksi
Trombosit diatur juga berdasarkan jumlah atau masa trombosit yang ada. Selain itu
faktor-faktor lain seperti limpa dan kadar besi dalam serum juga mungkin
berpengaruh pada trombopoesis. (Adang & Dewi, 2018)

Di dalam sitoplasma trombosit terdapat berbagai organel sel organel dan


struktur
penting lainnya, antara lain adalah mikrotubulus, nukletida, lisosom, granula,
glikogen,
mitokondria, dense body, dll. Antigen trombosit, pada permukaan trombosit juga
ditemukan antigen penting yang merupakan penyebab penyakit autoimun terhadap
trombosit. Atigen ini disebut Human Platelet Antigen (HPA).

V. Jumlah
Trombosit adalah sel darah yang tidak mempunyai inti dengan
ukuran diameter 1-4 mikrometer dan volumenya 7-8 μl. Jumlah darah pada
keadaan normal pada tubuh manusia adalah 150.000-350.000 / mm3.
Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan jumlah trombosit di bawah normal
(trombositopenia) sebanyak 100%. Jumlah trombosit <100.000 sel/mm3 adalah
sebesar 86,6%. Jumlah trombosit terendah saat masuk rumah sakit adalah 10.000
sel/mm3 dan tertinggi sebesar 149.000 sel/mm3. Rata-rata jumlah trombosit saat
masuk rumah sakit pada penelitian ini adalah 49.627 sel/mm3. Jurnah dkk pada
tahun 2011 juga mengatakan dalam penelitiannya bahwa sebanyak 71,40% penderita
DBD memiliki jumlah trombosit <100.000 sel/mm. (Amrina, Ellyza, & Zulkarnain,,
2014)
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombosit
<140.000 μl). Trombositopenia ini hasil dari penekanan sumsum tulang transien dan
peningkatan kerusakan perifer pada trombosit selama demam dan awal fase
penyembuhan penyakit atau muncul pada hari ke-3 dan tetap bertahan selama
perjalanan penyakit tersebut. Derajat beratnya perdarahan berkorelasi dengan
tingkatan trombositopenia: trombositopenia ringan (trombosit 100.000-140.000/μl),
trombositopenia sedang (trombosit 50.000-100.000/μl), trombositopenia berat
(trombosit 20.000- 50.000/μl), dan trombositopenia sangat berat (trombosit
20.000/μl). Trombositopenia berat mempunyai resiko terjadinya perdarahan spontan,
pada yang ringan seringkali asimptomatik, dan yang sedang dapat terjadi perdarahan
bila ada trauma, pembedahan atau obat-obatan. (Agustina, 2019)
Adanya kelainan trombosit akan terjadi percepatan trombopoiesis dan waktu
hidup trombosit yang lebih pendek sehingga menyebabkan penurunan jumlah
trombosit dalam darah. Hal ini berdampak pada ukuran trombosit yang lebih besar
dan bersifat reaktif protombotik sehingga menyebabkan trombogenik.
(NOVITASARI, 2020)
Pada manusia yang memiliki jumlah trombosit normal, yaitu berkisar
sekitar 150.000 sampai 400.000 trombosit tiap mikro liter darah. Apabila kadar
trombosit dalam darah kurang dari 150,000 maka orang tersebut mengalami
kekurangan trombosit atau yang disebut Trombositopenia. Namun apabila kadar
trombosit dalam darah lebih dari 400.000 maka mengalami kelebihan trombosit atau
dikenal dengan istilah Trobositosis. Trombosit dalam darah mempuyai waktu hidup
selama 5 sampai 9 hari. Trombosit dalam darah akan melakukan fungsinya selama
masa hidupnya dan akan mengalami penuaan dan dimusnahkan oleh limpa pada
tubuh dan akan digantikan dengan trombosit yang baru dibentuk. (Adang & Dewi,
2018)
DAFTAR PUSTAKA

Adang, D., & Dewi, A. (2018). PPSDM Kemenkes RI. In Hemostasis (pp. 24-25).

Agustina, A. (2019). REVIEW: PENGARUH DAUN PEPAYA (Carica papaya L.)


TERHADAP PENINGKATAN TROMBOSIT PADA PASIEN DEMAM BERDARAH
DENGUE. Jurnal Dunia Farmasi, Volume 4, No.1,.

Amrina, R., Ellyza, N., & Z. E. (2014). Hubungan Nilai Hematokrit Terhadap Jumlah
Trombosit pada Penderita Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Andalas,
343-347.

Lisda, A. (2022). 206Peran Platelet-Selectin sebagai Marker Agregasi Trombosit pada


Trombosis Sinus Venosus serebral. Jurnal Neuroanestesi Indonesia.

NOVITASARI, M. (2020). GAMBARAN JUMLAH TROMBOSIT PADA PENDERITA


DIABETES MELITUS TIPE 2. KARYA TULIS ILMIAH.

Apriliani, T. (2016). Gambaran hitung jumlah trombosit dengan antikoagulan K3EDTA 10%
volume 5, 10 dan 15 µl.
Gandasoebrata, R. (2013). Penuntun laboratorium Klinik. cetakan keenambelas. Jakarta:
Dian Rakyat.
Kuman, M. (2019). Perbedaan Jumlah Eritrosit, Leukosit Dan Trombosit Pada Pemberian
Antikoagulan Konvensional dan EDTA Vacutainer. (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Kupang).
Yusmaidi, Y., Rafie, R., Nur, M., & Nabilah, B. (2020). Derajat Toksisitas Trombosit pada
Penderita Kanker Kolorektal yang Mendapat Kemoterapi CapeOX. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 313–320.
Radheya, I. P. (2018). Pengaruh Variasi Volume Darah Pada Tabung Vacutainer
Tripotassium Ethylenediaminetetraacetate (K3EDTA) Terhadap Jumlah Trombosit
(Doctoral dissertation, Jurusan Analis Kesehatan).
SOAL

1. Trombosit adalah sel darah yang tidak mempunyai inti dengan ukuran
diameter….
a. 1-6 mikrometer
b. 2-4 mikrometer
c. 3-5 mikrometer
d. 1-4 mikrometer
e. 3-4 mikrometer
2. Proses terbentuknya trombosit seperti halnya sel-sel lain berasal dari sel induk,
yaitu…..
a. Stem sel
b. Plasmin
c. Mikrotubulus
d. Nukleutida
e. Glikogen
3. Secara keseluruhan jumlah trombosit di bawah normal disebut…..
a. Trombositopenia
b. Trombopoiesis
c. Protombik
d. Trombositosis
e. Autoimun
4. Trombosit dalam darah mempuyai waktu hidup selama…..
a. 10 sampai 15 hari
b. 1 sampai 4 hari
c. 6 sampai 9 hari
d. 2 sampai 10 hari
e. 5 sampai 9 hari
5. Fungsi utama trombosit berperan dalam…..
a. Perdarahan
b. Pembekuan darah
c. Agregasi Trombosit
d. Membawa sel-sel darah
e. Trombopoetik
6. Trombosit berasal dari megakariosit yang terdapat dalam…..
a. Sumsum tulang
b. Darah
c. Otak
d. Limpa
e. Jantung
7. Apabila kadar trombosit dalam darah lebih dari 400.000 maka mengalami kelebihan
trombosit atau dikenal dengan istilah …..
a. Trombositopenia
b. Trombopoiesis
c. Protombik
d. Trombositosis
e. Autoimun
8. Pengaturan produksi Trombosit dilakukan oleh suatu faktor trombopoetik, yaitu
sejenis hormon yang analog dengan eritropoetin yang disebut ……
a. Trombopoetin
b. Trombositopenia
c. Trombopoiesis
d. Protombik
e. Trombositosis
9. Di dalam sitoplasma trombosit terdapat berbagai organel sel organel dan struktur
antara lain, kecuali…..
a. Mikrotubulus
b. Nukletida
c. Lisosom
d. Granula
e. Human Platelet Antigen
10. Fungsi trombosit dalam tubuh adalah adhesi, yaitu
a. Trombosit menempel pada eritrosit
b. Trombosit menempel pada serat kolagen
c. Trombosit menempel pada sel endotel
d. Trombosit menempel pada limfosit
e. Trombosit menempel pada trombosit
MAKALAH HEMOSTASIS
MEKANISME HEMOSTASIS

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
MEKANISME HEMOSTASIS
I. Pengertian
Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan secara spontan
agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah
sehingga darah tetap cair dan mengalir secara lancar. Di dalam pembuluh darah
terdapat berbagai produk yang sangat kompleks dari berbagai jaringan, diantaranya
produk dari sumsum tulang, endotel dan sistem retikuloendotelial. Dalam keadaan
normal, proses hemostasis dimulai dengan adanya trauma, pembedahan, atau penyakit
yang merusak lapisan endotel pembuluh darah, dan darah terpajan dengan jaringan
ikat subendotel. Kelangsungan hemostasis dipertahankan melalui proses
keseimbangan antara perdarahan dan trombosis yang melibatkan komponen sistem
vaskular, trombosit, faktor koagulasi, fibrinolisis dan antifibrinolisis. Untuk
mempermudah memahami proses yang sangat kompleks ini maka dibagi atas proses
hemostasis primer, hemostasis sekunder (koagulasi), fibrinolisis, dan mekanisme
pengaturan keseimbangannya. (Ibnu & Reza Widianto, 2020)
Hemostasis merupakan proses penghentian perdarahan secara spontan dari
pembuluh darah yang mengalami kerusakan atau akibat putusnya atau robeknya
pembuluh darah, sedangkan thrombosis terjadi apabila endothelium yang melapisi
pembuluh darah rusak atau hilang. Proses hemostasis ini mencakup pembekuan darah
(koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit serta protein plasma
baik
yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.
II. Mekanisme Hemostasis
Pada proses perdarahan dari pembuluh darah maka yang terjadi adalah adanya
kerusakan dinding pembuluh darah dan tekanan di dalam pembuluh darah lebih besar
daripada tekanan di luar. Oleh karena itu, terjadi dorongan darah keluar dari
kerusakan tersebut. Mekanisme hemostatik inheren dalam keadaan normal mampu
menambal kebocoran dan menghentikan pengeluaran darah melalui kerusakan kecil di
kapiler, arteriol, dan venula. Pembuluh-pembuluh darah ini sering mengalami rupture
oleh trauma-trauma minor yang terjadi sehari-hari. Trauma semacam ini adalah
sumber tersering perdarahan. Mekanisme hemostasis dalam keadaan normal menjaga
agar kehilangan darah melalui trauma kecil tersebut tetap minimum. Tahapan atau
proses hemostasis dibagi menjadi tiga langkah utama yaitu: (1) spasme vaskuler
(Vasokonstriksi vaskuler), (2) pembentukan sumbat trombosit: Hemostasis Primer, (3)
koagulasi darah: Hemostasis Sekunder. Sedangkan proses hemostasis akan
dipertahankan keseimbangannya melalui:
(1) mekanisme kontrol pembekuan darah,
(2) proses fibrinolisis.

Pada hemostasis terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang mengalami
kerusakan sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian
hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama:
1. Pembekuan pada proses pembentukan agregasi trombosit yang masih awal,
masih longgar dan bersifat sementara pada tempat luka. Trombosit akan mengikat
kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh thrombin yang
terbentuk dalam kaskade peristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh
ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada pengaktifan, trombosit akan
berubah bentuk dan dengan adanya fibrinogen, trombosit kemudian melakukan
proses agregasi untuk membentuk sumbat hemostatik ataupun trombus.
2. Pembentukan jaring atau benang-benang fibrin yang terikat dengan agregat
trombosit sehingga terbentuk sumbatan hemostatik atau trombus yang lebih kuat
dan lebih stabil.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombus oleh plasmin.
Sumbatan Hemostatik :
1. Sumbat hemostatic atau Trombus yang berwarna putih tersusun dari trombosit
serta fibrin dan sedikit mengandung beberapa sel-sel darah lainnya seperti
eritrosit (pada tempat luka atau dinding pembuluh darah yang abnormal sehingga
kelihatan berwarna kurang merah, khususnya didaerah dengan aliran yang cepat
seperti arteri.
2. Sumbat hemostatic atau Trombus yang berwarna merah terutama terdiri atas
erotrosit dan fibrin. Terbentuk pada daerah dengan perlambatan atau stasis aliran
darah dengan atau tanpa cedera vascular, atau bentuk trombus ini dapat terjadi
pada tempat luka atau didalam pembuluh darah yang abnormal bersama dengan
sumbat trombosit yang mengawali pembentukannya.
3. Benang-benang fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/pembuluh darah yang
amat kecil.
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan
ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan artificial
yang dipertahankan. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai
respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan
intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan
negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan terkahir
yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi thrombin dan
pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk fibrin. Pada pristiwa
diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat diklasifikaskan sebagai berikut:
a. Zimogen protease yang bergantung pada serin dan diaktifkan pada proses
koagulasi
b. Kofaktor
c. Fibrinogen
d. Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin.
e. Protein pengatur dan sejumla protein lainnya.
Lintasan / jalur intrinsic (Intrinsic pathways)
Mekanisme Lintasan jalur intrinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII dan X di
samping
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid
trombosit.
Lintasan ini membentuk faktor Xa (aktif).Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak”
dengan
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dan XI terpajan pada
permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein
tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak
terakit pada permukaan pengaktif, faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa
pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein
untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale
balik. Begitu terbentuk, faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi Xia, dan juga
melepaskan bradikinin (vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
Factor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan faktor IX, menjadi enzim serin
protease, yaitu faktor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam
faktor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu faktor Xa. Reaksi yang
belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase,
pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan faktor IXa dan faktor X. Semua
reaksi dalam hemostasis yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (faktor II,
VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut
berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan
kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka
fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya
terdapat
pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan
precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor untuk faktor IXa
dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan
jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan
oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.

Lintasan / jalur Ekstrinsik (extrinsic Pathways)


Mekanisme lintasan jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta
Ca2+ dan menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera
jaringan dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi
dengan faktor VII dan mengaktifkannya; faktor VII merupakan glikoprotein yang
mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja
sebagai kofaktor untuk faktor VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk
mengaktifkan faktor X. faktor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam
faktor X yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi faktor
X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik.
Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa
kompleks faktor jaringan dengan faktor VIIa juga mengaktifkan faktor IX dalam
lintasan intrinsic. Sebenarna, pembentukan kompleks antara faktor jaringan dan faktor
VIIa kini dianggap sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan
darah secara in vivo. Makna fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut
melibatkan faktor XII, prekalikrein dan kininogen dengan berat molekul besar.
Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari fibrinolisis dibandingkan dalam
koagulasi, karena kalikrein, faktor XIIa dan Xia dapat memotong plasminogen, dan
kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal. Inhibitor lintasan faktor
jaringan (TFPI: tissue faktor fatway inhibitior) merupakan inhibitor fisiologik utama
yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang beredar didalam darah
dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung faktor Xa dengan terikat pada
enzim tersebut disekitar area aktifnya. Kemudian kompleks faktor Xa-TFPI ini
manghambat kompleks faktor VIIa-faktor jaringan.

Lintasan / jalur Bersama (common pathways)


Pada lintasan / jalur bersama yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan
intrinsic dan ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa)
yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protrombin terjadi
pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompelks protrombinase
yang terdiri atas fosfolipid anionic platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan
protrombin. Factor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam
trombosit serta plasma berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip faktor VIII dalam
kompleks tenase. Ketika aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsure ini
terikat dengan reseptor spesifik pada
membrane trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan faktor Xa serta
protrombin. Selanjutnya kompleks ini diinaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut,
dengan demikian akan menghasilkan sarana untuk membatasi pengaktifan protrombin
menjadi thrombin. Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang
disintesis di hati. Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh
residu Gla, dan tempat protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam
region-terminalkarboksil molekul tersebut. Setelah terikat dengan kompleks faktor Va
serta Xa pada membrane trombosit, protrombin dipecah oleh faktor Xa pada dua area
aktif untuk menghasilkan molekul thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian
dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh
ikatan disulfide.

Perubahan Fibrinogen menjadi Fibrin


Fibrinogen (faktor 1, 340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat
larut
dan terdiri atas 3 pasang rantai polipeptida nonidentik (Aα,Bβγ)2 yang dihubungkan
secara kovalen oleh ikatan disulfda. Rantai Bβ dan y mengandung oligosakarida
kompleks yang terikat dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya
disintesis dihati: tiga structural yang terlibat berada pada kromosom yang sama dan
ekspresinya diatur secara terkoordinasi dalam tubuh manusia. Region terminal amino
pada keenam rantai dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh sejumlah ikatan
disulfide, sementara region terminal karboksil tampak terpisah sehingga menghasilkan
molekol memanjang yang sangat asimetrik. Bagian A dan B pada rantai Aa dan Bβ,
diberi nama difibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB), mempunyai ujung terminal amino
pada rantainya masing-masing yang mengandung muatan negative berlebihan sebagai
akibat adanya residu aspartat serta glutamate disamping tirosin O-sulfat yang tidak
lazim dalam FPB. Muatannegatif ini turut memberikan sifat dapat larut pada
fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi untuk mencegah agregasi dengan
menimbulkan repulse elektrostatik antara molekul-molekul fibrinogen. Thrombin
(34kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks protrobinase,
menghidrolisis 4 ikatan Arg-Gly diantara molekul-molekul fibrinopeptida dan bagian
α serta β pada rantai Aa dan Bβ fibrinogen. Pelepasan molekul fibrinopeptida oleh
thrombin menghasilkan monomer fibrin yang memiliki struktur subunit (αβγ)2.
Karena FPA dan FPB. masing-masing hanya mengandung 16 dab 14 residu, molwkul
fibrin akan mempertahankan 98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Pengeluaran
molekul fibrinopeptida akan memajankan tapak pengikatan yang memungkinkan
molekul monomer fibrin mengadakan agregasi spontan dengan susunan bergiliran
secara teratur hingga terbentuk bekuan fibrin yang tidak larut. Pembentukan polimer
fibrin inilah yang menangkap trombosit, sel darah merah dan komponen lainnya
sehingga terbentuk trombos merah atau putih. Bekuan fibrin ini mula-mula bersifat
agak lemah dan disatukan hanya melalui ikatan nonkovalen antara molekul-molekul
monomer fibrin.
Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, thrombin juga mengubah faktor XIII
menjadi XIIIa yang merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk
ikatan
silan secara kovalen anatr molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptide antar
gugus
amida residu glutamine dan gugus ε-amino residu lisin, sehingga menghasilkan
bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan resistensi terhadap proteolisis.
Regulasi Trombin Begitu thrombin aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau
thrombosis, konsentrasinya harus dikontrol secara cermat untuk mencegah
pembentukan bekuan lebih lanjut atau pengaktifan trombosit. Pengontrolan ini
dilakukan melalui 2 cara yaitu:
1. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin.
Pada
setiap reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan
keseimbangan antara aktivasi dan inhibisi.
2. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.
(Adang & Dewi, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Adang, D., & Dewi, A. (2018). Hemostasis.


Ibnu, U., & Reza Widianto, S. (2020). Hemostasis dan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC). Journal of Anaesthesia and Pain, Volume: 1, No.2: 19-32.
Oesman F, Setiabudy R. Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis. In: Hemostasis and
Trombosis. ed. 4. Jakarta: FK UI; 2009:1-10.
Sugianto. Hemostasis Normal. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keti. Jakarta: FK
UI; 2002:547-554
Sherwood L. Trombosit dan Hemostasis. In: Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. ed. 2.
Jakarta: EGC; 2001:256-361
Riswanto, (2013). Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. (Yogyakarta: Alfamedika dan
Kanal Medika).
Coolman R, AW C, George J. Overview of Hemostasis. In: Hemostasis and Trombosis. 4th
editio. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000:3-16.
Saito H. Normal Hemostatic Mechanisms. In: Disorders of Hemostasis. 3tth editt.
Philadelpia; 1996:233-246
Hoffbrand A, Pettit J, Moss P. Trombosit, Pembekuan Darah dan Hemostasi. In: Kapita
Selekta Hematologi. ed. 2. Jakarta: EGC; 2005:221-233.
Minors S, Hoffbrand A, Mehtta A. Anaesthesia and intensive care medicine. Haemostasis,
blood platelet and coagulation. Elsevier Ltd; 2007.
SOAL
1. Proses hemostasis akan dipertahankan keseimbangannya melalui……
a. Mekanisme kontrol pembekuan darah
b. Proses fibrinolisis
c. Spasme vaskuler
d. Pembentukan sumbat trombosit
e. Hemostasis Primer
2. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons terhadap cedera
jaringan dilaksanakan oleh ……
a. Lintasan ekstrinsik
b. Lintasan intrinsik
c. Proses fibrinolisis
d. Hemostasis sekunder
e. Hemostasis primer
3. Sumbat hemostatic atau Trombus yang berwarna putih tersusun dari……
a. Trombosit dan fibrin
b. Trombosit dan glikogen
c. Glikogen dan protein
d. Fibrin dan Trombin
e. Eritrosit dan trombin
4. Sumbat hemostatic atau Trombus yang berwarna merah terutama terdiri atas
a. Trombosit dan fibrin
b. Trombosit dan glikogen
c. Glikogen dan protein
d. Fibrin dan Trombin
e. Eritrosit dan Fibrin
5. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan terkahir yang sama
yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi……
a. Fibrin
b. Fibrinogen
c. Glikoprotein
d. Fibrin
e. Thrombin
6. Mekanisme Lintasan jalur intrinsik melibatkan faktor dibawah ini kecuali…..
a. XII
b. XI
c. IX
d. VIII
e. VI
7. Mekanisme lintasan jalur ekstrinsik melibatkan faktor jaringan……
a. VII
b. XII
c. XI
d. IX
e. VIII
8. Thrombin yang beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu……
a. Fibrin
b. Fibrinogen
c. Protrombin
d. Trombosit
e. Eritrosit
9. Pada jalur ekstrinsik faktor VII merupakan glikoprotein yang mengandung……
a. Protrombin(II)
b. Thrombin (IIa)
c. Gla
d. Ca2+
e. Fibrin
10. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk
faktor ……
a. VIIIa
b. VIIa
c. XIIa
d. XIa
e. IXa

MAKALAH HEMOSTASIS
KELAINAN HEMOSTASIS

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA


P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
KELAINAN HEMOSTASIS
(vaskuler, trombosit, kelainan pembekuan )
I. Kelainan Hemoastasis
Hemostasis adalah mekanisme normal yang dilakukan oleh tubuh untuk
menghentikan perdarahan pada luka. Hemostasis ini sebagai respon untuk
menghentikan keluarnya darah yang diperankan oleh spasme pembuluh darah, adhesi,
agregasi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi. Dalam hemostasis terjadi
adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Komponen-komponen tersebut berusaha menjaga agar darah tetap cair dan
tetap berada dalam system pembuluh darah. Fungsi utama mekanisme koagulasi
adalah menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam
sirkulasi dengan baik (Adang, 2008)
Hemostasis (haima=darah, stasis=tetap,berhenti), berarti darah tetap berada
dalam system pembuluh darah. terdapat beberapa komponen dalam mekanisme
hemostasis, yaitu: trombosit, endotel vaskuler, procoagulant plasma protein faktors,
natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik. Semua
komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan fungsi yang baik serta
tempat yang tepat untuk dapat menjalankan mekanisme hemostasis dengan baik.
Interaksi komponen ini dapat memacu terjadinya thrombosis disebut sebagai sifat
prothrombotik dan dapat juga menghambat proses thrombosis yang berlebihan,
disebut sebagai sifat antithrombotik. Faal hemostasis dapat berjalan normal jika
terdapat keseimbangan antara faktor prothrombotik dan faktor antithrombotik. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai fisiologik dan patofisiologik serta prinsip
pemeriksaan laboratorium dari masing-masing faktor yang berperan dalam proses
hemostasis, seperti faktor vaskuler, faktor trombosit dan faktor pembekuan serta
interpretasi hasilnya. Koagulasi dan fibrinolisis merupakan mekanisme yang saling
berkaitan erat sehingga seorang tidak dapat membicarakan masalah koagulasi tanpa di
sertai dengan fibrinolisis demikian juga sebaliknya.dalam system koagulasis dan
fibrinolisis terdapat system lain yang mengatur agar kedua proses tidak langsung
berlebihan .sistem tersebut terdiri dari faktorfaktor penghambat (inhibitor). Seluruh
proses merupakan mekanisme terpadu antara aktifitas pembuluh darah,fungsi
trombosit ,interaksi antara prokoagulan dalam sirkulasi dengan trombosit ,aktifasi
fibrinolisis dan aktifitas inhibitor. (Adhang & Astuti, 2018)

II. Kelainan Vaskuler


1. PTECHIAE (bintik merah)
Ptechiae adalah bintik merah kecil yang tampak pada permukaan kulit
yang disebabkan karena perdarahan kecil, atau karena bocornya pembuluh darah
sehingga darah merembes keluar membentuk titik merah. Ptechiae bisa
merupakan sebagai tanda atau akibat kekurangan jumlah trombosit
(thrombocytopenia) di dalam tubuh. Kondisi ini juga bisa timbul pada keadaan
dimana jumlah trombosit dan fugsi trombosit tidak seperti biasanya. (contohnya
pada keadaan terjadinya infeksiatau apabila kelebihan tekanan seperti pada kasus
tekanan yang berlebihan pada jaringan (seperti pada tourniquet test dipakai pada
batuk yang berlebihan). (Charlie & Harro, 2014)
2. ECCHYMOSIS
Ecchymosis yaitu perubahan warna pada kulit yang disebabkan terjadinya
perdarahan dalam. Warna merah yang tampak kelihatan disebabkan karena
keluarnya darah dari pembuluh darah ke dalam jaringan. Ekimosis atau
ecchymosis adalah purpura (ekstravasasi darah) di bawah kulit yang ukurannya
lebih besar dari 1 cm atau hematoma. Ekimosis seringkali dinyatakan sebagai
istilah lain untuk memar atau bercak biru kehitam-hitaman yang tampak di kulit
tubuh. Namun ekimosis memiliki perbedaan dengan memar biasa. Memar terjadi
disebabkan oleh trauma (benturan), sedangkan Ekimosis tidak disebabkan oleh
benturan. (Nurul, 2021)
3. Kelainan Vaskuler Bawaan (congenital)
a. HEREDITERY HEMORRHAGIC (TELEANGIECTASIA)
Yaitu perdarahan kulit dan membrana mukosa dimana terjadi dilatasi multiple
dari kapiler dan arteriol, dinding tipis dan vasokonstriksi jelek Telangiectasias,
juga dikenal dengan istilah spider veins, yaitu, dimana pembuluh darah
melebar kecil di dekat permukaan kulit atau selaput lendir, berukuran antara
0,5 dan 1 milimeter.Pembuluh darah yang melebar ini bisa berkembang
dimana saja di tubuh tapi biasanya terlihat di sekitar hidung, pipi, dan dagu.
Telangiektasis disebabkan oleh kelainan perkembangan yang dapat meniru
perilaku neoplasma vaskular jinak dengan baik. Mereka mungkin terdiri dari
kumpulan arteriol, kapiler, atau venula abnormal. Karena telangiektasis adalah
lesi vaskular, maka pucat saat diobati dengan diascopy. (Sigit & Agus, 2017)

b. HEREDITERYCAPILLARY FRAGILITY (VASCULAR Pseudohemophilia)


variant dari Von Willebran Disease, Waktu perdarahan memanjangpenyakit
Von Willebrand (vWD) ditemukan oleh Erik Adolf von Willebrand, adalah
kelainan pembekuan darah herediter yang paling umum pada manusia. Bentuk
yang diakuisisi terkadang dapat diakibatkan oleh kondisi medis lainnya.
Penyakit ini timbul dari kekurangan kualitas atau kuantitas faktor von
Willebrand (vWF), protein multimerik yang dibutuhkan untuk adhesi platelet.
c. EHLERS-DANLOS SYNDROME
Yaitu kelainan kolagen, Fragility Kafiler yang menyebabkan perdarahan dan
Hematome. Sindrom Ehlers-Danlos (EDS) adalah kelompok dari tiga belas
kondisi genetik individu, yang semuanya mempengaruhi jaringan ikat tubuh.
Jaringan ikat terletak di antara jaringan dan organ lain, menjaga agar tetap
terpisah sementara menghubungkannya. menahan segala sesuatu dan
memberikan dukungan, seperti mortar di antara batu bata. Pada EDS, mutasi
gen menyebabkan jaringan ikat jenis tertentu - jenisnya akan bergantung pada
jenis EDS namun biasanya berbentuk kolagen - menjadi rapuh dan melar.
4. Kelainan Vaskuler Didapat (Acquired) :
a. PURPURA SIMPLEX
Pada purpura simplex, gejala memar biru yang tiba-tiba muncul di tubuh bisa
jadi karena gejala penyakit lain, atau terkena purpura simplex.Purpura simplex
disebabkan adanya penggumpalan darah akibat pecahnya dinding pembuluh
darah. Purpura simplex lebih sering terjadi pada wanita akibat pengaruh
hormonal. Memar biru pun bisa muncul di bagian paha, tungkai kaki, serta
lengan. Stres dan kelelahan dapat memicu penggumpalan darah. Purpura
simplex nggak hanya terjadi saat kita kelelahan. Jika suka mengonsumsi obat
jenis aspirin, warfrafin, clopidogrel, dan prasurgel juga berpengaruh pada
peredaran darah. Keempat obat tersebut dapat meningkatkan peredaran darah.
Sehingga, derasnya aliran darah membentuk bercak biru di tubuh kita.
Biasanya, purpura simplex tidak menyebabkan efek samping. Tetapi jika
muncul keluhan lain seperti flu, demam, dan sakit saat terbentur. Jika terjadi,
maka harus segara berkonsultasi dengan dokter ahli penyakit dalam. Sebab,
bisa jadi bukan purpura simplex yang muncul, melainkan penyakit lain.

b. SENILE PURPURA
Purpura pada masa tua (60 th), Trauma kecil bisa purpura,Atropi Kolagen
(kulit
mudah digerakan)Senil purpura adalah kondisi yang biasa terjadi pada lansia
dan disebut dengan berbagai cara. Misalnya, beberapa orang tahu pikun pikura
sebagai purpura senilis, hemorrhages kulit, atau sebagai purpura Bateman.
Kondisi Senil purpura yang paling sederhana adalah saat lansia lebih rentan
terhadap memar. Individu yang lebih tua memiliki kulit yang lebih tipis dan
rapuh, sehingga memar lebih mungkin terbentuk sebagai hasilnya. Pada tahap
awal, memar ini tampak berwarna keunguan. Sudah umum bagi lansia untuk
mengembangkan purpura pikun di lengan bawah mereka. Purpura juga bisa
terjadi pada selaput lendir, terutama di mulut dan organ dalam. Meskipun
mungkin tampak seperti orang dengan senil purpura telah mengalami trauma
serius, kemungkinan sejenis trauma ringan menyebabkan perkembangan
memar yang keunguan. Bintik purpura besar disebut ecchymosis dan
bintik-bintik kecilnya dikenal sebagai petchiae.
III. Kelainan Trombosit
A. Kelainan jumlah Trombosit
1. Trombositosis :
Trombositosis adalah kondisi dimana jumlah trombosit di dalam darah jumlahnya
lebih dari normal (tinggi), dan keadaan ini bisa berupa reaktif atau primer (juga
disebut penting dan disebabkan oleh penyakit myeloproliferative). Meskipun
sering tanpa gejala (terutama bila merupakan reaksi sekunder), trombositosis
dapat menjadi predisposisi trombosis pada beberapa keadaan dari pasien.
Peningkatan jumlah trombosit sementara
 Fisiologi : gerak badan
 Patologis : Trauma
Keganasan
Peradangan
Kondisi trombositosis meningkat karena adanya rangsangan, tetapi apabila
rangsangan yang menyebabkan tingginya trombosit hilang, maka jumlah
trombosit kembali normal. Kondisi trombositosis berupa kelainan pada tingginya
jumlah trombosit yang diproduksi oleh tubuh. Pada orang dewasa, batas normal
trombosit adalah 150-450 x 109/l atau 150.000-450.000 platelet per mikroliter
darah, sementara seorang penderita trombositosis dapat memiliki jumlah
trombosit hingga 600 x 109/l atau lebih. Trombositosis bisa menjadi penyebab
utama kondisi penggumpalan darah. Kondisi ini dapat terpicu pula oleh penyakit
lain yang sudah dimiliki atau diderita sebelumnya sehingga pemeriksaan awal
dapat turut menentukan jenis trombositosis apa yang dialami pasien. (Fadhillah,
Rismawati, & Nur, 2017)

Penyebab trombositosis
Trombositosis dapat disebabkan oleh infeksi, gangguan pada tulang dan sumsum
tulang, atau kondisi lainnya. Beberapa jenis trombositosis, antara lain:
 Trombositosis/trombositemia sekunder atau trombositosis reaktif.
Trombositosis ini umumnya disebabkan oleh infeksi atau penyakit lain
yang sudah ada atau sedang diderita.
 Trombositosis primer atau trombositosis esensial. Trombositosis ini
disebabkan oleh gangguan pada sumsum tulang. Kondisi ini merupakan
yang lebih sering menjadi penyebab penggumpalan darah. Penyebab pasti
yang mendasari gangguan pada sumsum tulang tersebut belum diketahui.
(Ardina, 2019)

2. Trombositemia :
Trombositemia adalah kelainan darah dimana jumlah trombosit lebih dari normal
(kelainan darah myeloproliferative). Hal ini ditandai dengan produksi trombosit
yang banyak dan berlimpah di sumsum tulang. Terlalu banyak trombosit
membuat pembekuan darah normal sulit dilakukan. Pada trombositemia terjadi
peningkatan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Jumlah trombosit yang sangat
tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko trombosis (pembekuan) dalam sistem
pembuluh. Trombositemia bergantung pada tempat pembentukan bekuan atau
penangkapan bekuan, dapat terjadi stroke. Trombositemia primer dapat terjadi
pada keganasan, polisitemia vera, dan penyakit sumsum tulang lainnya. Penyebab
sekunder trombositemia antara lain infeksi akut. Trombositemia sekunder akibat
keadaan keadaan ini biasanya berlangsung singkat. Akan tetapi, trombositemia
sekunder dapat terjadi setelah pengangkatan limpa, karena organ ini secara
normal menyimpan sebagian trombosit sampai diperlukan dalam sirkulasi.
Penyakit peradangan seperti artritis rematoid juga dapat dikaitkan dengan
trombositemia yang lama.

3. Thrombocytopenia :
Trombositopenia atau kekurangan trombosit adalah istilah medis yang digunakan
untuk penurunan jumlah trombosit di bawah batas minimal. Nilai trombosit yang
normal adalah 150.000 hingga 450.000 per mikroliter darah. Trombosit atau yang
sering disebut juga sebagai platelet (keping darah) memiliki fungsi penting dalam
tubuh manusia, yaitu untuk membantu proses pembekuan darah sehingga
perdarahan berlebihan tidak terjadi. Trombositopenia bisa dialami oleh anak-anak
maupun orang dewasa dan akan menyebabkan penderitanya lebih rentan
mengalami perdarahan. Meski jarang terjadi, trombositopenia yang tidak
ditangani dapat memicu perdarahan dalam yang bahkan bisa berakibat fatal
(misalnya perdarahan otak). Terutama jika jumlah trombosit penderita berada di
bawah angka 10.000 per mikroliter darah. Trombositopenia terkadang tidak
menunjukkan gejala apa pun. Apabila ada, gejala utamanya adalah perdarahan.
Indikasi tersebut dapat terjadi di luar maupun di dalam tubuh dan terkadang sulit
dihentikan. Contohnya adalah mimisan, gusi berdarah, dan luka yang terus
berdarah. Gejala-gejala lain yang mungkin menyertai trombositopenia bisa
berupa:
 Kelelahan.
 Menstruasi dengan volume darah berlebihan
 Memar-memar pada tubuh.
 Bintik-bintik merah keunguan pada kulit.
 Pembengkakan pada limpa.
Kelainan fungsi
Trombosit adalah komponen darah berukuran 2-4 mikron berbentuk bulat, opal
dan berfungsi untuk proses hemostasis, yaitu untuk melakukan penghentian
perdarahan pada saat terjadinya luka dengan cara melakukan penempelan pada
kolagen (adhesi), dan menempel dengan trombosit lain (agregasi) membentuk
platelet plug.
1) Kelainan adhesi terhadap kolagen
Contohnya : ehlers-danlos syndrome (kelainan vaskuler)
2) Kelainan adhesi terhadap subendotel
Contohnya : sindroma bernard soulier (kelainan trombosit), sindroma von
willbrand (kelainan plasma )
3) Kelainan pelepasan
Contohnya : sindroma hermansky (pudiak), sindromawiskott (aldrich),
defisiensi storage pool, sindroma chediak – higashi, defisiensi cyclo
oxygenase (gangguan mekanik pelepasan), penyakit glikogen tipe i
(gangguan metabolisme nucleotide)
4) Kelainan agregasi adp (kelainan trombosit)
Contohnya : thrombasthenia glanzmann, afibrinogemia

B. Disfungsi trombosit
Gangguan fungsi trombosit juga dapat menyebabkan perdarahan meskipun
jumlah trombosit tidak begitu rendah. Disfungsi trombosit ini terjadi pada ±
30% pasien leukemia mielositik kronik (LMK). Gangguan fungsi trombosit
yang terjadi berupa kelainan agregasi terhadap ADP dan epinefrin, kelainan
pelepasan PF3, defisiensi granula serta penurunan pelepasan nukleotida adenin
yang berasal dari trombosit. Manifestasi perdarahan yang muncul akibat
gangguan fungsi trombosit pada leukemia mielositik kronik dapat berupa
perdarahan mukokutan, perdarahan retina dan hematuria. Hal ini disebabkan
oleh berkurang atau tidak adanya agregasi trombosit dalam merespon ADP,
epinefrin atau kolagen. Pada pasien ini akan didapatkan waktu perdarahan
yang memanjang.
Patogenesis kelainan fungsi trombosit yang ditemukan pada leukemia ini
masih belum jelas. Beberapa faktor diduga sebagai penyebab perubahan
fungsional dari trombosit seperti kelainan interaksi hemostasis di sirkulasi
pada saat aktivasi dan reaksi pelepasan trombosit. Kemungkinan lain adalah
kelainan produksi trombosit yang primernya merupakan gangguan struktur
dan fungsi megakariosit.
Transfusi trombosit harus diberikan pada disfungsi trombosit meskipun jumlah
trombositnya normal. Sitaferesis trombosit dapat mengurangi perdarahan bila
disfungsi trombosit berhubungan dengan trombositosis yaitu jumlah trombosit
> 700.000/mm3. (I Putu, 2022)

IV. Kelainan Pembekuan


1. X-LINK RECESSIVE
Warisan resesif yang yang diturunkan terkait dengan X adalah mode
pewarisan dimana mutasi pada gen pada kromosom X menyebabkan fenotip
diekspresikan pada laki-laki (yang pasti hemizygous untuk mutasi gen karena
mereka memiliki satu kromosom X dan satu Y) dan pada waita yang
homozigot untuk mutasi gen. X-linked inheritance berarti gen yang
menyebabkan sifat atau kelainan tersebut berada pada kromosom X. Wanita
memiliki dua kromosom X, sedangkan laki-laki memiliki satu kromosom X
dan satu Y. Wanita pembawa yang hanya memiliki satu salinan mutasi
biasanya tidak mengekspresikan fenotipe, walaupun perbedaan inaktivasi
kromosom X dapat menyebabkan berbagai tingkat ekspresi klinis pada wanita
carrier karena beberapa sel akan mengekspresikan satu alel X dan beberapa
akan mengekspresikan yang lain. Beberapa ilmuwan telah menyarankan untuk
menghentikan istilah yang dominan dan resesif saat merujuk pada pewarisan
terkait-X karena beberapa mekanisme yang dapat menghasilkan ekspresi sifat
X-linked pada wanita, yang mencakup ekspresi otonom sel, inaktivasi X-
miring, ekspansi klonal, dan mosaik somatik. (Andi & Raehanul, 2023)
DEFISIENSI F.VIII DAN F.IX
 85% Defisiensi Faktor VIII ; Haemophili A
 12% Defisiensi Faktor IX : Haemophili B
 1% Defisiensi Faktor XI : Haemophili C
2. AUTOSOMAL DOMINANT
Gen adalah cetak biru untuk pembuatan protein. Tubuh kita membutuhkan
protein untuk berkembang dan bekerja dengan baik. Kebanyakan gen
berpasangan. Yang satu diwariskan dari ibu dan yang lainnya dari sang ayah.
Gen yang diwarisi dari orang tua kandung kita diungkapkan dengan cara yang
spesifik. Salah satu pola dasar ini disebut autosomal dominant inheritance.
 PENYAKIT VON WILLE BRAND
 PENYAKIT DISFIBRINOGENEMIA
 DEFISIENSI F. XI

3. AUTOSOMAL RECESSIVE
Autosomal resesif: Kondisi genetik yang muncul hanya pada individu yang
telah menerima dua salinan gen autosomal, satu salinan dari masing-masing
orang tua. Gen itu ada pada autosom, sebuah kromosom nonsex. Orang tua
adalah pembawa yang hanya memiliki satu salinan gen dan tidak
menunjukkan sifatnya karena gen tersebut resesif terhadap gen pendamping
normal.Jika kedua orang tua adalah pembawa, ada kemungkinan 25% anak
mewarisi kedua gen abnormal dan, akibatnya, menurunkan penyakit ini. Ada
kemungkinan 50% anak yang hanya mewarisi satu gen abnormal dan menjadi
carrier, seperti orang tua, dan ada kemungkinan 25% anak mewarisi gen
normal.
 DEFISIENSI F. I, II, V, VII, X, XII, XIII
4. FIBRINOLISIS PRIMER
Beberapa peneliti menemukan bahwa leukosit pada leukemia akut memiliki
aktivitas fibrinolitik yang dapat menyebabkan fibrinolisis primer terutama
pada leukemia promielositik akut. Pada fibrinolisis primer, perdarahan
disebabkan oleh degradasi faktor pembekuan yang diinduksi plasmin seperti
fibrinogen, faktor V dan faktor VIII. Leukemia Promielositik Akut (APL)
adalah leukemia yang paling sering dihubungkan dengan perdarahan yang
mengancam jiwa akibat fibrinolisis primer. Hal ini disebabkan oleh
promielosit abnormal pada leukemia tersebut mensintesis dan mensekresi
aktivator plasminogen. Selain itu juga karena tingginya ekspresi annexin II
pada sel leukemik ini yang dapat meningkatkan produksi plasmin sehingga
terjadi degradasi fibrinogen. (Zelly Dia, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Adang, M. G. (2008). Hiperhomosisteinemia dan Faktor Risiko Kelainan Vaskuler. Jurnal


kedokteran dan kesehatan , Vol 8, No 2 .
Adhang, D., & Astuti, D. (2018). Hemostasis . In Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik
(TLM) (pp. 84-97).
Andi, A. A., & Raehanul, B. (2023). HEMOFILIA: SUATU KELAINAN PADA FAKTOR
PEMBEKUAN DARAH. JURNAL MEDIKA HUTAMA , VOL. 4 NO. 02.
Ardina, R. (2019). TROMBOSITOSIS : FAKTOR RISIKO PENINGKATAN
PENYEMPITAN PEMBULUH DARAH PADA PETANI, BURUH, DAN
PENAMBAK IKAN YANG MERUPAKAN PEROKOK AKTIF DI KELURAHAN
TANJUNG PINANG KOTA PALANGKA RAYA. Jurnal Surya Medika , Volume 4
No. 2.
Charlie, H., & Harro, H. L. (2014). Farmakoterapi Penyakit Vaskular Perifer. Jurnal
kedokteran, Vol. 9 No. 25.
Fadhillah, A. H., Rismawati, Y., & Nur, A. S. (2017). Gambaran Jumlah Trombosit
Berdasarkan Berat Ringannya Penyakit pada Pasien Sirosis Hati dengan Perdarahan di
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 6, No 3.
I Putu, R. I. (2022). VON WILLEBRAND DISEASE. JURNAL SYNTAX FUSION, Vol 2 No
02.
Nurul, M. A. (2021). Vaskular Sebagai Salah Satu Gangguan Berbahasa Yang Sulit
Disembuhkan Sebuah Kajian Neuropsikolinguistik. Jurnal Bahasa, Vol.10.
Sigit, W. J., & Agus, S. B. (2017). Laporan Kasus Serial Variasi Terapi pada Kelainan
Vaskular. Jurnal Kedokteran , Vol 1, No 01 .
Zelly Dia, R. (2012). Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Jurnal Keshatan Andalas , Vol 1,
No 2.
SOAL
1. Kelainan vaskuler dengan ciri bintik merah kecil yang tampak pada permukaan kulit
yang disebabkan karena perdarahan kecil disebut ……………
a. Ptechiae
b. Ecchymosis
c. Purpura
d. Trombositosis
e. Trombositopenia
2. Kelainan vaskuler dengan ciri memar atau bercak biru kehitam-hitaman yang tampak
di kulit tubuh disebut………
a. Ptechiae
b. Ecchymosis
c. Purpura
d. Trombositosis
e. Trombositopenia
3. Trombositemia adalah kelainan darah dimana jumlah trombosit lebih dari normal, jika
hal itu terjadi dapat mengakibatkan……..
a. Darah sukar membeku
b. Darah cepat membeku
c. Gangguan metabolisme
d. Penggumpalan darah
e. Gangguan sumsum tulang
4. Gejala-gejala lain yang mungkin menyertai trombositopenia, kecuali……
a. Kelelahan.
b. Menstruasi dengan volume darah berlebihan
c. Memar-memar pada tubuh.
d. Bintik-bintik merah keunguan pada kulit.
e. Gangguan metabolisme
5. Trombositosis/trombositemia sekunder atau trombositosis reaktif umumnya
disebabkan oleh…….
a. Infeksi atau penyakit lain yang sedang diderita
b. Meningkatkan produksi trombosit
c. Gangguan metabolisme
d. Penggumpalan darah
e. Gangguan sumsum tulang

6. Trombositosis primer atau trombositosis esensial disebabkan oleh gangguan pada


a. Meningkatkan produksi trombosit
b. Gangguan metabolisme
c. Penggumpalan darah
d. Gangguan sumsum tulang
e. Sumsum tulang
7. Yang berperan dalam Fibrinolisis adalah……..
a. Enzim Tromboksan A2
b. Enzim Plasmin
c. Enzim Trombin
d. Enzim Siklooksigenase
e. Protease
8. Salah satu jenis kondisi yang berkaitan dengan vaskuler adalah……..
a. Hemophilia
b. Thallasemia
c. Echymosis
d. Vasokonstriksi
e. Vasodilatasi
9. Salah satu jenis kondisi yang berkaitan dengan trombosit adalah…….
a. Hemophilia
b. Thallasemia
c. Echymosis
d. Vasokonstriksi
e. Trombositopenia
10. Salah satu jenis kondisi yang berkaitan dengan Faktor Pembekuan adalah……..
a. Hemophilia
b. Thallasemia
c. Echymosis9
d. Vasokonstriksi
e. Vasodilatasi

MAKALAH HEMOSTASIS
KELAINAN HEMOSTASIS
(Hemostasis Primer dan Hemostasis Sekunder)

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si


7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
KELAINAN HEMOSTASIS

(Hemostasis Primer dan Hemostasis Sekunder)

I. Pendahuluan
Hemostasis adalah proses pembentukan bekuan darah di dinding
pembuluh darah untuk mencegah kehilangan darah ketika tetap mempertahankan
darah dalam kondisi cair dalam sistem vaskular yang merupakan sekumpulan
mekanisme sistemik, kompleks dan saling berhubungan, berkerja untuk
mempertahankan keseimbangan antara koagulasi dan antikoagulasi Proses
hemostasis termasuk proses yang rumit, dimana melibatkan interaksi dari
dinding pembuluh darah, trombosit, sistem koagulasi, dan fibrinolisis. Interaksi
kompleks tersebut menjadi dasar dari mekanisme proses penghentian perdarahan
yaitu, (1) spasme pembuluh darah, (2) pembentukan sumbat platelet, (3)
pembekuan darah (koagulasi), dan (4) penutupan pembuluh darah yang rusak
secara permanen oleh jaringan fibrosa.
Walaupun terkesan rumit dan seolah bertahap, interaksi komponen
hemostasis ini sebenarnya saling berpaut dan berkerja secara efisien untuk
menghentikan perdarahan. Ketika pembuluh darah rusak, beberapa respons
ditunjukkan oleh tiap-tiap komponen hemostasis. Respons pertama muncul dari
pembuluh darah yang menyempit (vasokonstriksi) untuk menanggapi gangguan
keutuhan dindingnya. Penyempitan pembuluh darah ini timbul akibat (1) spasme
miogenik lokal, (2) autakoid jaringan, dan (3) beberapa refleks tertentu. Respons
ini berlangsung selama beberapa menit hingga jam, waktu yang digunakan
komponen hemostatik lain untuk berkerja melakukan fungsinya.
Saat pembuluh darah rusak dan kehilangan keutuhan dindingnya,
interaksi antara platelet dan dinding pembuluh darah berubah dan memicu
perlekatan platelet pada struktur pos intima yang terpapar. Platelet yang melekat
tersebut menghasilkan ADP (adenosine diphosphate) dan juga menyebabkan
platelet-platelet lain menghasilkan ADP menyebabkan mereka berkumpul
membentuk agregat dan akhinya membentuk sumbat platelet (platelet
plug). Sumbatan platelet ini hanya mampu menutup perdarahan sementara waktu
dan harus diperkuat lagi oleh proses lebih lanjut yaitu pembentukan bekuan darah
(clot) yang akan memperkokoh penutupan kerusakan pembuluh darah. Dalam
keadaan normal, darah berada dalam sistem pembuluh darah, dan berbentuk cair.
Keadaan ini dimungkinkan oleh faktor hemostasis yang terdiri dari hemostasis
primer, hemostasis sekunder dan hemostasis tersier. Hemostasis primer terdiri dari
pembuluh darah dan trombosit, disebut hemostasis primer karena pertama terlibat
dalam proses penghentian darah bila terjadi perdarahan, diawali dengan
vasokontriksi pembilih darah dan pembentukan plak trombosit yang menutup luka
dan menghentikan perdarahan.
Hemostasis merupakan sekumpulan mekanisme sistemik, kompleks
dan saling berhubungan, berkerja untuk mempertahankan keseimbangan antara
koagulasi dan antikoagulasi Hemostasis sekunder terdiri dari faktor pembekuan
dan anti pembekuan, yang akhir dari mekanisme hemostasis sekunder adalah
terbentuknya benang fibrin. Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau
jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat trombosit belum cukup untuk
mengkompensasi luka ini. Maka, terjadilah hemostasis sekunder yang melibatkan
trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis sekunder ini mencakup pembentukan
jaring-jaring fibrin. Hemostasis sekunder ini bersifat delayed dan long-term
response. Kalau proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka proses
berlanjut ke hemostasis tersier.
II. Kelainan Hemostasis Primer
1. Petechiae
Merupakan bintik merah kecil dan bulat sempurna yang tidak
menonjol akibat perdarahan intradermal atau submukosa. Petechiae merupakan
perdarahan di kulit atau membran mukosa yang diameternya kurang dari 2 mm.
Petechiae dapat terjadi dari berbagai mekanisme yang mengganggu proses
hemostatis tubuh, sebagai contoh trombositopenia, fungsi platelet yang abnormal,
kerusakan faktor von Willebrand, gangguan dari integritas vaskular seperti cedera
endotel. Penyebab paling umum dari petechiae adalah melalui trauma fisik seperti
muntah, batuk darah atau menangis yang dapat mengakibatkan petechiae wajah
terutama disekitar mata. Petechiae dalam hal ini sama sekali tidak berbahaya dan
biasanya hilang dalam beberapa hari. Petechiae mungkin merupakan tanda
trombositopenia yang terjadi ketika fungsi trombosit dihambat atau defisiensi
faktor pembekuan juga dapat menjadi penyebabnya. Petechiae dapat juga terjadi
ketika tekanan yang berlebihan diterapkan pada jaringan misalnya pada
pemakaian torniquet yang lama.

2. Purpura
Purpura merupakan kondisi dimana terjadi perubahan warna pada kulit
atau selaput lendir karena adanya perdarahan dari pembuluh darah kecil. Purpura
mempunyai ukuran lebih dari sama dengan 3 mm. Terdapat banyak tipe dan
klasifikasi dari purpura, tetapi beberapa penyebab dapat digolongkan menjadi 3
bagian besar yaitu kelainan platelet (trombosit), kelainan pembuluh darah, dan
kelainan pembekuan darah. Hemostatis 105 Kelainan platelet yang dalam hal ini
hancurnya trombosit pada pasien dengan trombositopenik purpura baik yang
bersifat primer (idiopatik / tidak diketahui penyebabnya) atau sekunder karena
faktor eksternal atau internal seperti : obat – obatan, infeksi, penyakit tertentu.
Kelainan vaskular pada pasien dengan nontrombositopenik purpura,
terjadi rembesan darah keluar dari pembuluh darah akibat kerusakan pada
pembuluh darah kecil, peningkatan tekanan dalam pembuluh darah, dan
kurangnya kekuatan pembuluh darah itu sendiri seperti pasien usia tua. Kelainan
pembekuan darah terjadi pada pasien dengan disseminated intravascular
coagulation (DIC) yang memiliki gejala klinis yang beragam mulai dari kelainan
yang berat dan fatal (purpura fulminans) sampai ke kelainan yang relatif ringan.
Selain itu, kondisi kelainan pembekuan darah juga dapat terjadi pada purpura
karena antibodi terhadap heparin (heparin induced thrombocytopenia) dan juga
pada purpura karena kurangnya protein C pada saat terapi dengan warfarin
(warfarin induced thrombocytopenia).
3. Ecchymoses
Ekimosis / memar terjadi akibat berbagai hal seperti trauma
terlokalisasi, kelainan perdarahan, pembedahan dan prosedur kosmetik. Ekimosis
memiliki ukuran 1-2 cm, terjadi akibat darah masuk ke lapisan endothelium
hingga jaringan subkutan. Ekimosis merupakan hasil akhir dariberbagai variasi
patofisiologi yang berhubungan dengan permeabilitas vascular venakutan atau
kapiler dermis. Fungsi normal dari sel endothelial adalah mencegah sejumlah
darah keluar dari pembuluh darah. Integritas sel endotel dapat menurun akibat
beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan endotel seperti trauma langsung,
toksin pada sepsis, akumulasi asam laktat pada hipoksia, atau obstruksi mekanis
yang meningkatkan tekanan intraluminal. Hasil ini menyebabkan ekstravasasi dari
kapiler yang rusak ke jaringan interstitial yang menyebabkan reaksi inflamasi.
Dalam beberapa saat setelah terjadi lesi, inflamasi akan 106 Hemostatis
menyebabkan edema dan inflamasi lanjutan. Area yang terkena akan berubah
warna dari ungu kehitaman menjadi hitam dan biru, kemudian hijau dan menjadi
kuning seiring dengan hemoglobin yang berdegradasi menjadi bilirubin
4. Trombositopenia
Trombositopenia atau defisiensi trombosit, merupakan keadaan dimana
trombosit dalam sistim sirkulasi jumlahnya dibawah normal (F.
Thrombocytopenic Thrombotic Purpura(TTP) TTP adalah sindrom klinis dengan
mortalitas yang tinggi, ditandai dengan pembentukkan mikrotrombin pada miskro
vascular. Tanda klinis dari TTP adalah; trombositopenia berat, anemia hemolitik
mikroangiopati, demam, gejala neurologic seperti sakit kepala dan stroke serta
kalainan ginjal. Terdapat tiga tipe TTP yaitu; idiopatik, secondary dan TTP
didapat (Upshaw-Shulman). TTP idiopatik berhubungan dengan enzim,
ADAMTS13 (A Disintegrin-like And Metalloprotease domain with
TromboSpondin-type motifs), bertanggung jawab untuk memecah vWF multimer.
High-molecular-weight vWF pada pasien TTP mencetus aggregasi trombosit
invivo sehingga menimbulkan gejala klinis. Secondary TTP ditemukan pada
pasien dengan riwayat konsumsi obat tertentu, seperti quinine,
immunosuppressants atau beberapa sitotoksin yang digunakan pada obat
kemoterapi. Secondary TTP ditemukan pada pasien HIV, kelainan autoimun dan
transplantasi sumsum tulang allogenik. TTP didapat, merupakan penyakit
keturunan diakibatkan kekurangan ADAMTS13.
Pada keadaan normal, sel endothelial dan megakariosit mengeluarkan
vWF multimer ke dalam plasma. vWF multimer tersebut akan bergabung menjadi
multimer besar yang cukup efektif mencetus adhesi trombosit. Enzim protease
plasma ADAMTS13 meregulasi aktivitas vWF dengan memecah multimer besar
tersebut menjadi multimer normal, sehingga mencegah adhesi trombosit. Pada
pasien TTP yang kekurangan ADAMTS13, multimer vWF yang besar akan
terakumulasi di dalam plasma, menempel pada permukaan sel endothelial dan
mencetus adhesi trombosit atau aggregasi trombosit intravascular sehingga
mengaktifkan sistem koagulasi. Ikatan trombosit-fibrin trombi pada mikrosirkulasi
dapat menyebabkan iskemia jaringan atau infark yang merupakan karakteristik
TTP.

5. Immune Thrombocytopenic Purpura/Idiopathic Thrombocytopenic Purpura


(ITP)
ITP adalah suatu kondisi autoimun disebabkan oleh antibodi
antitrombosit, yang menyebabkan penurunan masa hidup trombosit. Antibodi
tersebut umumnya adalah IgG dan pada dasarnya ditujukan untuk menyerang
antigen trombosit yaitu kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX. Antibodi
antitrombosit tersebut berperan sebagai opsonin yang akan dikenali oleh reseptor
Fc IgG phagosit monoselular dari system RE sehingga dihancurkan dan
menyebabkan trombositopenia. Limpa merupakan lokasi utama penghancuran
trombosit. Semua usia dapat mengalami ITP, lebih sering pada wanita dewasa
muda. Pada usia dewasa, ITP adalah suatu penyakit kronik yang dapat mengalami
remisi dan relaps sepanjang waktu. Banyak pasien tidak membutuhkan terapi;
keputusan memulai terapi bersift individual, tergantung jumlah trombosit,
ada/tidaknya perdarahan dan gaya hidup pasien yang berhubungan dengan risiko
perdarahan. Pada pasien-pasien ITP dengan trombosit >30.000/µL, mortalitas
sehubungan dengan trombositopenianya tidak meningkat
6. Bernard-Soulier Syndrome (BSS)
BSS merupakan kelainan perdarahan didapat/diturunkan secara
auotosomal resesif. Seseorang yang heterozigot seringkali tidak memperlihatkan
gejala. BSS terjadi dikarenakan adanya gangguan fungsi trombosit yang
disebabkan oleh kelainan pada gen untuk glikoprotein Ib/IX/V. Gen ini kode
untuk suatu kelompok protein yang terkait biasanya ditemukan pada permukaan
trombosit, glikoprotein Ib/IX/reseptor V (juga disebut faktor von Willebrand atau
reseptor vWF). Karena reseptor ini tidak ada atau Hemostatis 111 tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, trombosit tidak menempel pada dinding pembuluh darah
yang terluka sehingga darah tidak dapat membeku secara normal. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan giant trombosit, jumlah trombosit
pada batas bawah nilai normal (borderline), adhesi trombosit abnormal, aggregasi
ristocentin abnormal, aggregasi thrombin normal atau menurun, aggregasi respon
lainnya normal. I. GLANZMANN THROMBASTHENIA Kelainan platelet yang
bersifat herediter atau genetik. Kelainan ini diturunkan secara autosomal resesif.
Pada kelainan ini terdapat defisiensi atau disfungsi pada kompleks glikoprotein
IIb/IIIa (GP IIb/IIIa) dari platelet. Gen-gen yang terkait dengan kelainan ini
terletak pada kromosom 17. Defek pada kompleks GP IIb/IIIa berakibat pada
gangguan aggregasi platelet dan memicu perdarahan berikutnya. Walaupun
terdapat kelainan, secara kuantitatif dan morfologi kondisi plalet biasanya normal.
Secara klinis, penderita mudah atau secara spontanmengalami memar, hematoma
subkutan dan terdapat petechia. Ketika terjadi luka, reseptor GP IIb/IIIa berperan
penting dalam proses perlekatan platelet ke endotel. Saat kompleks GP IIb/IIIa
teraktivasi, dia akan mengikat fibrinogen pada ujungnya dan kompleks GP IIb/IIIa
pada platelet lain dapat mengikat fibrinogen yang sama pada ujung lainnya.
Platelet yang berdekatan membentuk cross-linked (GP IIb/IIIa–fibrinogen–GP
IIb/IIIa) dan membentuk gumpalan platelet. Ketika kompleks GP IIb/IIIa
berfungsi secara abnormal atau kurang, platelet akan gagal berikatan satu dengan
yang lainnya sehingga bekuan tidak akan terbentuk
7. Trombositosis
Trombositosis merupakan suatu kondisi dimana jumlah trombosit ≥
450.000/μL darah. Evaluasi pasien dengan trombositosis harus
mempertimbangkan riwayat pasien, hasil pemeriksaan hematologi yang lain serta
hasil hitung trombosit sebelumnya. Secara umum trombosis terbagi menjadi
trombosis palsu (spurious), reaktif dan klonal.  Trombositosis palsu Trombosis
palsu jarang ditemui. Trombosis palsu dicirikan dengan adanya struktur non
trombosit pada darah yang terhitung sebagai trombosit oleh alat otomatisasi
(hematology analyzer). Struktur yang dapat menyebabkan tromsitosis palsu antara
lain; kristal cryoglobulin yang berbentuk seperti jarum, fragmen sitoplasmik dari
sel leukimia yang beredaran di peredaran darah, bakteri serta mikrovesikel sel
eritrosit pada kondisi luka bakar masif. Untuk mengkonfirmasi adanya trombosis,
dapat dilihat pada sediaan apus darah.  Trombositosis reaktif Ketika keadaan
trombositosis sudah diketahui malalui sediaan apus darah, diagnosa akan
dilakukan untuk menentukan apakah trombositosis tersebut merupakan
trombositosis reaktif atau klonal.
Langkah penting untuk diagnosa trombositosis reaktif adalah melihat
penyebab terjadinya kondisi trombosis. Pada pasien dewasa, infeksi (akut),
kerusakan jaringan, kelainan inflamasi kronis dan keganasan merupakan penyebab
trombositosis reaktif yang sering terjadi. Pada anak-anak, trombositosis reaktif
dapat disebabkan oleh hal-hal tersebut, anemia hemolitik terutama karena
Thalassemia merupakan etiologi yang sering. Trombopetin (TPO) merupakan
regulator primer pada proses pembentukkan trombosit, serta sitokin lain seperti
IL-1, IL-4, IL-6, IL-11, dan TNF berperan penting pada pembentukkan trombosit.
Beberapa sitokin tersebut berperan dalam respon inflamasi. Evaluasi trombositosis
reaktif dan klonal dapat dilakukan dengan melihat kadar sitokin tersebut yang
beredar diperadaran darah, IL-6 akan meningkat pada trombositosis reaktif tetapi
tidak pada trombositosis klonal.
Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk menunjang diagnosa
trombositosis reaktif, antara lain, C-reactive protein (CRP), ferritin dan laju endap
darah (LED), dimana hasil tes tersebut akan meningkat pada trombositosis reaktif.
 Trombositosis klonal Ketika diagnosa trombositosis reaktif tidak ditemukan dan
pasien masih mengalami trombositosis, maka evaluasi harus dilakukan pada
berbagai penyebab trombositosis klonal. Klasik myeloproliferative neoplasm
(MPNs) , chronic myeloid leukimia (CML), polycythemia vera (PV) dan primary
myelofibrosis (PMF) merupakan proses klonal yang berhubungan dengan
trombositosis. Penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan pematangan sel
mieloid dari hematopoetic stem cell.
8. Trombosis
Berdasarkan trias Virchow’s, trombosis dapat terjadi karena adanya
disfungsi dinding pembuluh darah, aliran darah dan komponen darah. Peningkatan
enzim koagulasi baik dengan atau tanpa muatan negatif dari phospholipid, dapat
membentuk trombin. Pertama kali trombosis dapat terbentuk karena
ketidakseimbangan faktor pembekuan darah akibat kelainan molekular didapat
ataupun keturunan. Kedua, gangguan aliran darah akan memperlambat aliran
inhibitor faktor pembekuan darah, sehingga mencegah berkurangnya faktor
pembekuan darah yang aktif dan memyebabkan trombosit kontak dengan
endothelium. Ketiga, kerusakan endothelial akan terpapar pada zat-zat yang
trombogenik sehingga terjadi proses adhesi dan aktivasi trombosit serta faktor
jaringan yang mengaktivasi proses koagulasi. Terdapat beberapa mekanisme
pembentukkan trombus, diantaranya:
a. Peranan sel darah pada pembentukkan trombosis vena
Selain zat-zat pro dan antikoagulan dari endothelium, hipoksia dapat
meregulasi ekspresi dari P-selectin pada endothelium sehingga
mengaktivasi sel lekosit atau mikropartikel lekosit yang mengandung
faktor jaringan yang dapat menjadi nidus inisiasi dari respon trombotik.
Mikropartikel yang mengandung faktor jaringan berperan penting dalam
pembentukkan trombus karena dapat menginisiasi respon koagulasi.
b. Mekanisme stasis yang menginduksi trombosis
Banyak jalur antikoagulan alami yang diinduksi oleh
komponen permukaan sel endothelial seperti trombomodulin, EPCR,
inhibitor faktor jaringan, heparin like proteoglycans. EPCR dan trombin
berikatan dengan trombomodulin menginisiasi jalur protein C sehingga
menginaktivasi kofaktor Va dan VIIIa, inaktivasi faktor jaringan yang
menghalangi faktor jaringan menginisiasi koagulasi dan heparin like
proteoglycans menstimulasi aktivitas inhibitor antitrombin melalui enzim
koagulasi seperti trombin.
Konsentrasi proteinprotein tersebut bervariasi sesuai rasio
permukaan sel endothelial dengan volume darah. 114 Hemostatis Oleh
karena itu, ketika darah mengalir dari pembuluh darah yang besar ke
pembuluh darah kecil, kinerja antikoagulan alami meningkat drastis,
karena area sel endothelial yang terpapar lebih luas ketika di pembuluh
darah kapiler dibandingkan dengan pembuluh darah arteri dan vena.
Kondisi stasis meningkatkan waktu paparan pada pembuluh darah besar,
mekanisme alami untuk mengkontrol koagulasi berdasarkan interaksi
antikoagulan pada mikrosirkulasi menjadi rusak dan cenderung
membentuk trombin.
c. Perubahan faktor koagulasi
Peningkatan faktor antikoagulan seperti faktor VIII, vWF,
faktor VII dan protrombin, berhubungan dengan peningkatan risiko
trombosis. Meningkatnya risiko trombosis pada peningkatan faktor VIII
dikarenakan aktivasi yang tidak stabil, sehingga membentuk trombus.
Protrombin merupakan inhibitor efektif terhadap antikoagulan almi protein
C. Peningkatan protrombin dapat meningkatkan pembentukkan trombin
serta menurunkan aktivasi inhibisi protrombin.
d. Pengaruh usia pada risiko trombosis
Risiko trombosis terkait usia, dikarenakan peningkatan kadar
proantikoagulan yang tidak diikuti peningkatan antikoagulan alami.

e. Kehamilan
Kehamilan meningkatkan risiko trombosis vena. Peningkatan
risiko terjada pada tiap trisemester kehamilan dan masa setelah
melahirkan. Faktor yang mempengaruhi risiko trombosis adalah gangguan
aliran darah dan perubahan hormonal.
f. Kanker
Kanker dapat meningkatkan risiko trombosis vena 6-10 kali.
Partikel membran tumor mengandung aktivitas prokoagulan seperti faktor
jaringan, membran lipid yang menstimulus respon koagulasi. 
g. Antikoagulan lupus
Antikoagulan lupus dapat meningkatkan risiko trombosis
dikarenakan antibodi mengikat trombosit dan endothelium sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi. Antibodi tersebut juga mengaktivasi
komplemen. Reaksi inflamasi dapat meningkatkan risiko trambosis arteri
ataupun vena. 
h. Trombosis paska operasi
Trombosis paska trombosis merupakan komplikasi operasi
khusunya operasi pada lutut, pinggul dan kanker. Pada operasi lutut dan
pinggul, kerusakan pembuluh darah vena dan kondisi stasis merupakan
faktor yang berperan penting pada pembentukkan trombosis. Zat-zat yang
dilepaskan oleh daerah operasi pada aliran darah, dapat meningkatkan
proses koagulasi. Pada operasi pasien kanker, trombosis dapat terjadi
karena lepasnya proantikoagulan tumor, respon inflamasi pasien serta
respon kemoterapi.

III. Kelainan Hemostasis Sekunder


1. Von Willebrand’s Factor (VWF)
Penyakit von Willebrand bisa merupakan kelainan didapat ataupun
keturunan yang diturunkan secara autosomal. Kelainan pada penyakit von
Willebrand berhubungan dengan kurangnya gen vWF pada kromosom 12 dan
ditandai dengan fungsi trombosit yang tidak normal serta masa perdarahan yang
memanjang. vWF merupakan glikoprotein yang disintesis oleh sel endothelial dan
megakariosit. Sekitar 15% vWF yang bersirkulasi diproduksi oleh megakarosit.
VWF pada trombosit disimpan dalam granula alpha dan dikeluarkan ketika
terdapat agonis sehingga berikatan dengan komplek GP IIb/IIIa. vWF mempunyai
dua fungsi dalam hemostasis, yaitu mengaktivasi adhesi trombosit pada
permukaan yang bersifat trombogenik, seperti adhesi trombost pada pemukaan sel
subendothelial ketika terjadi kerusakan vaskuler atau adhesi antar trombosit pada
pembentukkan thrombus serta berfungsi sebagai carrier F VIII. Patogenitas
penyakit vWF berdasarkan pada kelainan vWF secara kuantitatif, kualitatif
ataupun keduanya. Ketika terjadi kelainan pada vWF, maka masa hidup F VIII
akan berkurang apabila tidak terdapat vWF dikarenakan reaksi degradasi.
Penyakit vWF terbagi atas penyakit vWF keturunan, didapat dan pseudo-vWF.
2. Hemophilia A
Hemophilia A disebut Hemofilia Klasik. Hemophilia A merupakan
penyakit keturunan Xlinked resesif dimana terdapat kekurangan jumlah atau
aktifitas factor VIII. Faktor VIII merupakan kofaktor dari factor IX untuk
mengaktivasi factor X pada proses koagulasi. Berkurangnya jumlah atau fungsi
faktor VIII dapat menyebabkan perdarahan dikarenakan proses koagulasi yang
tidak adekuat serta proses fibrinolisis yang tidak berjalan dengan baik.
Hemophilia merupakan penyakit sex-linked resesif, dimana gen untuk factor VIII
terdapat pada lengn panjang dari kromosom X. Hemophilia tidak akan diturunkan
ketika masih terdapat kromosom X yang normal. Hemophilia A berkarakteristik
perdarahan berlebihan sebagian besar bagian tubuh.
Hematoma dan Hemarthroses dapat terjadi pada penyakit ini. Gejala
klinis dapat berupa perdarahan spontan yang berulang dalam sendi, otot, maupun
anggota tubuh yang lain. Hal ini dapat berakibat kecacatan pada sendi dan otot,
bahkan perdarahan berlanjut dapat menyebabkan kematian pada usia dini. Apabila
terjadilukasobek di permukaankulit, darah akan terlihat mengalir keluar perlahan
kemudian pasti menjadi kumpulan darah yang lembek. Tetapi bila lukanya di
bawah kulit, akan terjadi memar atau lebam Hemostatis 119 kebiruan kendati
luka itu berasal dari benturan. Bila perdarahan terjadi di persendian dan otot,
jaringan di sekitarnya dapat rusak, oleh karena itu hemofilia dapat menyebabkan
kelumpuhan.
3. Hemophilia B
Hemophilia B disebut juga dengan Christmas Disease. Ditemukan
untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas yang berasal dari
Kanada. Pada Christmas Disease ini, dijumpai defisiensi atau tidak adanya
aktivitas faktor IX. Dibandingkan dengan hemofilia A, kelainan ini lebih jarang
ditemukan. Kelainan ini juga diturunkan secara X-linked recessive dan gambaran
kliniknya mirip Hemofilia A. Seperti hemofilia A, penyakit ini ada yang
disebabkan gangguan fungsional F IX (CRM+) dan ada yang karena defisiensi F
IX (CRM -). Pada pemeriksaan laboratorium juga dijumpai masa tromboplastin
parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang, masa protrombin plasma dan masa
trombin normal.
Untuk membedakan dengan hemofilia A dilakukan pemeriksaan
Thromboplastin Genetation Test (TGT). Pada Hemofilia B, hasil TGT akan
abnormal pada serum penderita. Hemofilia A dan B mirip secara genetik, secara
klinis, dan secara molekuler. Faktor VIIIa (u/ hemofilia A) dan Faktor IXa (u/
hemofilia B) sama-sama berinteraksi secara kooperatif untuk mengaktivasi Faktor
X. Keduanya memiliki pola pewarisan yang terkait gen X yang sama. Gen yang
mengkode Faktor IX terletak dekat dengan gen Faktor VIII 120 Hemostatis pada
lengan panjang kromosom X. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk
faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium
bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks
(”Xase”), sehingga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat
mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana
berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jiaka trombin
mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan
mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka.
4. Factor V Leiden Trombophilia
Trombophilia Factor V Leiden merupakan kelainan genetik yang
ditandai dengan respons antikoagulan yang buruk terhadap protein C (APC) yang
diaktifkan dan peningkatan risiko tromboemboli vena (VTE). APC merupakan
protein antikoagulan alami yang bekerja dengan cara memotong dan
menginaktivasi prokoagulan factor Va dan VIIIa sehingga menghentikan
pembentukan thrombin. APC menginaktivasi factor Va dengan memotong tiga
bagian asam amino yang berbeda yaitu R (arginine) 306, R 506, danR 679. Pada
factor V Leiden substitusi asam amino arginine 506 oleh glutamin sehingga factor
Va resisten terhadap APC, proses inaktivasi menjadi lebih lambat 10 kali lipatdan
pembentukan thrombin meningkat. Pemotongan factor V pada posisi 506 juga
berfungsi sebagai cofactor (bersama dengan protein S) APC yang menginfaktivasi
factor VIIIa. Kurangnya aktivitas factor V dapat menyebabkan pembentukkan
thrombin. Deep vein thrombosis (DVT) adalah VTE yang paling umum, dengan
kaki menjadi tempat yang paling umum. Trombosis di tempat yang tidak umum
jarang terjadi. Bukti menunjukkan bahwa heterozigositas untuk varian Leiden
paling banyak memiliki efek sederhana pada risiko trombosis rekuren setelah
pengobatan awal VTE pertama. Tidak mungkin faktor V Leiden thrombophilia
(yaitu heterozigositas atau homozigositas untuk varian Leiden) merupakan faktor
utama yang menyebabkan hilangnya kehamilan dan hasil kehamilan buruk lainnya
(preeklampsia, pembatasan pertumbuhan janin, dan abrupsio plasenta).
Ekspresi klinis faktor V Leiden thrombophilia dipengaruhi oleh berikut
ini: Jumlah varian Leiden (heterozigot memiliki sedikit peningkatan risiko
trombosis vena; homozigot memiliki risiko trombotik yang jauh lebih besar).
Gangguan trombofilik genetik yang ada, yang memiliki efek supra-aditif pada
keseluruhan risiko trombotik. Gangguan trombofilia yang diperoleh: sindrom
antibodi antifosfolipid (APLA), hemoglobinuria nokturnal paroksismal, gangguan
mieloproliferatif, dan peningkatan faktor penggumpalan darah. Faktor risiko yang
luas termasuk namun tidak terbatas pada kehamilan, kateter vena sentral,
perjalanan, penggunaan kontrasepsi oral kombinasi kombinasi kombinasi
kontrasepsi oral, HRT, modulator reseptor estrogen selektif (SERMs), obesitas,
cedera kaki, dan usia lanjut.
Trombofilia Factor V Leiden dicurigai pada individu dengan riwayat
tromboemboli vena (VTE) yang terwujud sebagai DVT atau emboli paru,
terutama pada wanita dengan riwayat VTE selama kehamilan atau berhubungan
dengan penggunaan kontrasepsi estrogen dan pada individu dengan riwayat
trombosis rekuren pribadi atau keluarga. Diagnosis faktor V Leiden thrombophilia
dibentuk dalam sebuah proband dengan identifikasi varian heterozigot atau
homozigot c.1691G> varian (disebut varian faktor V Leiden pada F5, faktor
pengkodean gen V) bersamaan dengan tes koagulasi seperti uji ketahanan APC.
5. Disseminated Intravascular Coagulation (Dic)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan
dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Secara klinis, DIC ditandai
oleh thrombosis maupun perdarahan. DIC dihasilkan oleh aktivasi koagulasi lokal
atau sistemik yang tidak terkendali, yang menyebabkan deplesi faktor-faktor
koagulasi dan fibrinogen sampai dengan trombositopenia karena trombosit
diaktifkan dan dikonsumsi. DIC merupakan komplikasi suatu penyakit. Berbagai
penyakit yang mendasari DIC yaitu, sepsis (koagulasi diaktifkan karena adanya
lipopolisakarida), leukemia akut, kanker, trauma, luka bakar, emboli cairan
ketuban atau kematian pada kehamilan (dilepasnya factor jaringan/tissue faktor).
Aneurisma aorta dan hemangioma kavernosum dapat memicu DIC
melalui stasis vaskuler, bias gigitan ular dapat menyebabkan DIC akibat adanya
toksin eksogen. Pada DIC awal, jumlah trombosit dan kadar fibrinogen masih
dalam interval normal, meskipun turun. Terjadi trombositopenia yang progresif
(jarang sampai berat), pemanjangan aPTT dan PT serta kadar fibrinogen yang
rendah. Kadar D-dimer umumnya akan meningkat akibat aktivasi koagulasi dan
fibrin yang saling terhubung secara difus. Tidak semua DIC digolongkan dalam
darurat medis, hanya DIC fulminan atau akut, sedang DIC dengan derajat yang
terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu diwaspadai
bahwa DIC derajat rendah dapat berubah menjadi DIC fulminan, sehingga
memerlukan pengobatan segera.
DAFTAR PUSTAKA

Kujovich Jody Lynn, 2011. Factor V Leiden Trombophilia. Journal Genetics in


Medicine volume 13, number 1, January.
Kurniawan LB. Clinical Pathology and Majalah Patologi Klinik Indonesia dan
Laboratorium Medik. J Indones [Internet]. 2006;21(3):261–5.
Adang, M. G. (2008). Hiperhomosisteinemia dan Faktor Risiko Kelainan Vaskuler.
Jurnal kedokteran dan kesehatan , Vol 8, No 2 .
Adhang, D., & Astuti, D. (2018). Hemostasis . In Bahan Ajar Teknologi Laboratorium
Medik (TLM) (pp. 84-97).
Andi, A. A., & Raehanul, B. (2023). HEMOFILIA: SUATU KELAINAN PADA
FAKTOR PEMBEKUAN DARAH. JURNAL MEDIKA HUTAMA , VOL. 4
NO. 02.
Ardina, R. (2019). TROMBOSITOSIS : FAKTOR RISIKO PENINGKATAN
PENYEMPITAN PEMBULUH DARAH PADA PETANI, BURUH, DAN
PENAMBAK IKAN YANG MERUPAKAN PEROKOK AKTIF DI
KELURAHAN TANJUNG PINANG KOTA PALANGKA RAYA. Jurnal
Surya Medika , Volume 4 No. 2.
Charlie, H., & Harro, H. L. (2014). Farmakoterapi Penyakit Vaskular Perifer. Jurnal
kedokteran, Vol. 9 No. 25.
Fadhillah, A. H., Rismawati, Y., & Nur, A. S. (2017). Gambaran Jumlah Trombosit
Berdasarkan Berat Ringannya Penyakit pada Pasien Sirosis Hati dengan
Perdarahan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 6,
No 3.
I Putu, R. I. (2022). VON WILLEBRAND DISEASE. JURNAL SYNTAX FUSION,
Vol 2 No 02.
Nurul, M. A. (2021). Vaskular Sebagai Salah Satu Gangguan Berbahasa Yang Sulit
Disembuhkan Sebuah Kajian Neuropsikolinguistik. Jurnal Bahasa, Vol.10.
Sigit, W. J., & Agus, S. B. (2017). Laporan Kasus Serial Variasi Terapi pada Kelainan
Vaskular. Jurnal Kedokteran , Vol 1, No 01 .
Zelly Dia, R. (2012). Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Jurnal Keshatan Andalas ,
Vol 1, No 2.

SOAL

1. Apakah nama penyakit yang menyebabkan darah tidak boleh membeku…


a. Anemia
b. Thalasemia
c. Hemofilia
d. Malaria
e. Immune Thrombocytopenic Purpura

2. Hemophilia klasik terjadi karena adanya defisiensi jumlah atau aktivitas paktor
pembekuan …
a. VIII
b. IX
c. X
d. XI
e. XII
3. Kelainan trombophilia Factor V Leiden terjadi karena substitusi asam amino arginine
oleh asam amino …
a. Guanine
b. Glycine
c. Leucine
d. glutamin
e. Cysteine
4. Secara klinis Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) ditandai dengan adanya

a. Trombus
b. Trombosis
c. Trombosit
d. Trombositosis
e. Trombin
5. Immune Thrombocytopenic Purpura/Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
adalah suatu kondisi autoimun disebabkan oleh antibodi antitrombosit yang
menyerang antigen trombosit yaitu …
a. Kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX
b. Glikoprotein Ib/IX/V
c. Glikoprotein IIb/IIIa
d. Faktor VIII
e. Faktor IX
6. Proses yang terjadi pada trombosit setelah teraktivasi pada vascular injury adalah…
a. Adhesi
b. Fibrinolisis
c. Koagulasi
d. Stabilitasi fibrin oleh F XIIIa
e. Proses aterosklerosis
7. Bernard-Soulier Syndrome (BSS) merupakan kelainan perdarahan didapat/diturunkan
secara auotosomal dimana terdapat gangguan fungsi trombosit yang disebabkan oleh
Kelainan pada ….
a. Kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX
b. Glikoprotein Ib/IX/V
c. Glikoprotein IIb/IIIa
d. Faktor VIII
e. Faktor IX
8. Glanzmann Thrombasthenia merupakan kelainan platelet yang bersifat herediter atau
genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dimana terdapat defisiensi atau
disfungsi pada ….
a. kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX
b. glikoprotein Ib/IX/V
c. glikoprotein IIb/IIIa
d. faktor VIII
e. faktor IX
9. Salah satu gejala perdarahan tersembunyi pada kasus Hemofilia berat adalah...

a. Demam
b. Trombositopenia
c. Trombosis
d. Hemartrosis
e. Edema usus

10. Faktor pembekuan mana yang kurang pada Hemophilia A…


a. VIII
b. IX
c. II
d. X
e. XII
MAKALAH HEMOSTASIS

FAKTOR KOAGULASI

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun


4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2023/2024

FAKTOR, JENIS DAN MEKANISME KOAGULASI

A. Pendahuluan
Hemostasis adalah kemampuan alami dan merupakan proses normal sebagai
respon untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka oleh spasme pembuluh
darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya koordinasi dari
endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi
utama mekanisme koagulasi adalah menjaga keenceran darah (blood fluidity)
sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik, serta membentuk
thrombus sementara atau hemostatic thrombus pada dinding pembuluh darah yang
mengalami kerusakan (vascular injury).

Komponen-komponen yang berperan dalam Hemostasis terdiri dari beberapa


faktor diantaranya yaitu: pembuluh darah (kolagen), trombosit, procoagulant plasma
protein faktors, natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein
antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan
fungsi yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat menjalankan faal hemostasis
dengan baik. Interaksi komponen ini dapat memacu terjadinya thrombosis disebut
sebagai sifat prothrombotik dan dapat juga menghambat proses thrombosis yang
berlebihan, disebut sebagai sifat antithrombotik. Faal hemostasis dapat berjalan
normal jika terdapat keseimbangan antara faktor prothrombotik dan faktor
antithrombotik.

Proses pembekuan darah ini merupakan mekanisme bertingkat yang


melibatkan kesinambungan pengaktifan faktor yang satu dengan yang lainnya. Pada
tahap terakhir pembekuan darah, trombin akan mengubah fibrinogen menjadi serat
atau benang-benang fibrin yang dapat menjaring komponen-komponen darah yang
berukuran besar, sel darah merah, dan plasma sehingga terbentuk bekuan darah.

Jika terjadi luka atau kerusakan jaringan dan berdarah, tubuh akan berusaha
untuk menghentikan pendarahan dengan cara menutup luka oleh pembekuan darah,
atau bisa disebut blood clotting.

Banyak terdapat zat-zat penting yang mempengaruhi pembekuan darah yang


berada di dalam darah dan jaringan, beberapa di antaranya mempermudah terjadinya
pembekuan disebut prokoagulan dan yang lain menghambat pembekuan, disebut
antikoagulan. Dalam keadaan normal, antikoagulan lebih dominan sehingga darah
tidak membeku, tetapi bila pembuluh darah rusak, prokoagulan di daerah yang rusak
menjadi teraktivasi dan melebihi aktivitas antikoagulan, dan bekuan pun terbentuk.

Dari mekanisme yang berperan dalam hemostasis, pembekuan darah


terjadi melalui tiga langkah utama:

1. Sebagai respons teradap rupturnya pembuluh darah atau kerusakan darah itu
sendiri, maka rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang
melibatkan faktor-faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah terbentuknya
suatu kompleks substansi teraktivasi yang secara kolektif disebut activator
protrombin.
2. Activator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin mejadi trombin.
3. Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang
fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk
bekuan.
Terdapat beberapa faktor pembekuan darah yang menyebabkan terhentinya
perdarahan. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respon
terhadap cedera jaringan diperankan oleh lintasan di luar pembuluh darah. Sedangkan
lintasan yang berada di dalam pembuluh darah terjadi karena pengaruh dari protein
kolagen dan kalikrein di dalam tubuh.
B. Latar Belakang
a. Faktor Pembekuan
Faktor Pembekuan (clotting faktor) adalah sejumlah protein yang berkaitan
dengan reaksi penggumpalan darah. Hasil akhir dari proses pembekuan adalah
terbentuknya hemostatic plug, luka tertutuk dan darah tidak keluar lagi.

Faktor pembekuan (faktor koagulasi) adalah protein (misalnya, fibrinogen,


protrombin, Faktor VIII) yang diperlukan untuk pembekuan darah normal. Beberapa
faktor pembekuan disintesis oleh hati dan produksinya dapat terganggu bila hati
rusak. Orang yang kekurangan faktor pembekuan kemungkinan besar akan
mengalami perdarahan berkepanjangan dan mudah memar.

Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat
dalam darah (plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Proses pembekuan
darah bertujuan untuk mengatasi kerusakan vascular sehingga tidak terjadi perdarahan
berlebihan, tetapi proses pembekuan darah ini harus dilokalisir hanya pada daerah
terjadinya kerusakan, tidak boleh menyebar ke tempat lain karena akan
membahayakan peredaran darah

b. Jenis Faktor Pembekuan


Darah merupakan cairan yang berada di dalam tubuh semua mahluk hidup
berfungsi sebagai alat transfortasi zat-zat nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan oleh
jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai
pertahanan tubuh terhadap bakteri dan benda asing yang masuk.

Darah berperan sangat penting untuk kesehatan pada mahluk hidup. Jika
terjadi luka bisa menyebabkan terjadinya perdarahan dan bahkan menyebabkan
kehilangan darah yang parah. Peran trombosit dengan fungsinya adhesi agregasi
menyebabkan darah membeku, menutup luka kecil, tetapi luka besar perlu dirawat
dengan segera untuk mencegah terjadinya kehilangan darah. Kerusakan pada organ
dalam bisa menyebabkan luka dalam yang parah atau hemorrhage.

Untuk menghentikan terjadinya perdarahan selain diperankan oleh vaskuler


dan trombosit, faktor-faktor pembekuan darah memegang peran yang sangat penting
untuk menutup luka. Terdapat tiga belas faktor pembekuan di dalam tubuh manusia
diantaranya, yaitu:
1) Faktor I (Fibrinogen)
Fibrinogen merupakan salah satu pembekuan darah atau koagulasi
yang melibatkan protein plasma sehingga dapat berubah menjadi benang fibrin
melalui proses yang diperankan oleh trombin. Seseorang yang mengalami
kekurangan fibriogen disebut afibrinogenemia atau yang lebih dikenal dengan
hypofibrinogenemia. Gejala kekurangan fibrinogen ini yaitu terjadinya
perdarahan yang memanjang.

Fungsi fibrinogen sebagai komponen penting dalam protein plasma


hasil dari sintesis dalam hati dan diubah menjadi fibrin.

Gambar. Fibrinogen dalam tubuh

Fibrinogen merupakan senyawa protein (polipeptida) yang karena


adanya enzim akan diubah menjadi fibrin. Fibrin ini bersama sumbatan
trombosit yang membentuk gumpalan membentuk sekitar 200-400 mg/dl.
Fibrinogen berada di dalam rangkaian pembekuan darah yang berada dalam
jalur bersama (common pathway). Fibrinogen akan diubah menjadi fibrin
berbentuk benang oleh adanya thrombin. Fibrinogen ini diproduksi di dalam
hati dan berperan sebagai protein phase akut. Dalam keadaan patologis,
fibrinogen meningkat terdapat pada penyakit jantung coroner, myocardial
infark, stroke, penyakit arterial peripheral.

Fibrinogen pada orang dewasa normal berkisar antara 200-400 mg/dl.


atau sekitar 2-4 gram/L. pada bayi yang baru lahir jumlah fibrinogen sekitar
125-300 mg/dl. Nilai kritisnya adalah < 100 mg/dl.
Di dalam kondisi tertentu, fibrinogen terjadi peningkatan pada keadaan
inflamasi, infeksi (rheumatoid arthritis, pneumonia, tuberkulosos). Infark
myocardial akut, penyakit jantung coroner, kehamilan dan preklamsia.

Dalam keadaan dimana kadar fibrinogen menurun ditemukan pada


kondisi penyakit hati (hepatitis, serosis), DIC, kanker, fibrinolysis primer,
malnutrisis, transfuse darah, kanker lanjut.

2) Faktor II (Prothrombin)
Fungsi sebagai protein plasma dan akan dikonversi menjadi bentuk
yang aktif berupa trombin (faktor IIa) melalui pembelahan dengan aktivasi
faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian
memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan protrombin dapat
mengakibatkan hypoprothrombinemia.

Prothrombin merupakan salah satu pembekuan darah atau koagulasi


yang melibatkan protein plasma sehingga dapat berubah menjadi senyawa
aktif trombin (faktor IIa) melalui proses pembelahan yang mengaktifkan salah
satu faktor yaitu X (Xa) yang berada di jalur umum dari proses pembekuan.

Thrombin di dalam tubuh diproduksi di hati yang biasa disebut


prothrombin. Gene penanda prothrombin berada pada lokasi kromosom #11.
Kekuarangan faktor pembekuan dan vitamin K akan berakibat pada perubahan
prothrombin untuk merubah menjadi thrombin. Thrombin berperan sebagai
enzim dan hampir sebagian berat molekul adalah prothrombin. Thrombin
mengubah larutan plasma protein menjadi bekuan fibrin yang komplek yang
disebut benang fibrin.
Gambar. Pembentukan benang fibrin

3) Faktor III (Thromboplastin, Tissue Thromboplastin)


Factor III atau thromboplastin jaringan berperan sebagai aktivasi faktor
VII untuk membentuk trombin.Jaringan Tromboplastin koagulasi faktor yang
berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan
paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin
ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut
juga faktor jaringan.

Jaringan Tromboplastin: merupakan salah satu faktor pembekuan


darah atau koagulasi yang berasal dari sejumlah sumber yang berbeda didalam
tubuh, misalnya seperti otak serta paru-paru. Jaringan Tromboplastin sangat
diperlukan dalam membentuk prothrombin ekstrinsik.

Gene faktor 3 penanda faktor pembekuan faktor III biasa merupakan


glikoprotein permukaan.Factor ini merupakan sel yang mampu menginisiasi
proses pembekuan darah, dan berfungsi sebagai afinitas reseptor yang kuat
terhadap faktor pembekuan faktor VII. Hasil proses Komplek sebagai katalis
yang bertanggung jawab terhadap inisiasi pembekuan. Tidak seperti kofaktor
yang lainnya enzim protease ini yang bersirkulasi sebagai nonfungsional
precursor. Factor ini merupakan inisiator yang khususnya berperan pada saat
terbukanya pada permukaan.

4) Faktor IV (Ion Calcium) (Font: Calibri, size 12)


Ion Kalsium adalah ion Ca 2+, yang mempunyai bilangan oksidasi 2
dan termasuk logam alkali. Dalam system periodic unsur-unsur Kalsium
termasuk dalam gol. II A. Ion Kalsium bisa berikatan dengan ion OH-
membentuk senyawa Ca(OH)2 atau calsium hidroksida.

Dalam tubuh ion Kalsium terdapat di dalam system pembekuan darah,


yang termasuk faktor pembekuan faktor IV, yang ada di dalam darah dan
jaringan berbentuk ion bebas yang suatu saat bisa berikatan dengan ion
lainnya.

Factor IV atau ion kalsium adalah sejenis ion yang fungsinya


digunakan disemua proses pembekuan darah pada setiap jalur
pembekuan.Kalsium ini merupakan sebuah faktor koagulasi yang diperlukan
dalam fase pembekuan darah jalur pembekuan intrinsic, jalur pembekuan
ekstrinsik dan pada jalur pembekuan bersama dan berbentuk ion yang setiap
saat akan mudah berikatan dengan bentuk ion yang lain.

5) Faktor V (Proakselerin, Labil Factor)


Factor pembekuan faktor V atau Proaccelerin merupakan salah satu
faktor pembekuan darah atau koagulasi dalam menyimpan panas, yang ada
didalam plasma, memiliki fungsi intrinsik dan ekstrinsik yang berada di dalam
jalur koagulasi. Proaccelerin melakukan katalisis atau pembelahan
prothrombin trombin yang masih aktif. Seseorang yang mengalami
kekurangan faktor ini, akan memiliki darah yang langka yang biasa disebut
dengan parahemophilia, pada tahapan yang parah disebut dengan akselerator
globulin.

Fungsi faktor V ini sebagai sistem intrinsik dan ekstrinsik dan juga
sebagai katalisis pembelahan protrombin trombin yang aktif. Kekurangan
faktor Proakselerin dapat mengakibatkan parahemophilia.

Proaccelerin sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil


dan panas, yang ada dalam plasma, tetapi tidak ada di dalam serum, dan fungsi
baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis
pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat
resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang
disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga
akselerator globulin

6) Faktor VI (unknown)
Factor pembekuan faktor VI atau faktor yang belum diketahui
(unknown), Faktor ini sudah tidak dipakai lagi karena fungsinya sama seperti
faktor V. Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif
faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.

7) Faktor VII (Prokonvertin, Stabil Factor)


Factor pembekuan faktor VII atau prokonvertin berfungsi sebagai
sistem yang bekerja di dalam jalur intrinsik.Proconvertin ini merupakan
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan
berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak
dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X.
Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif)
atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor
akselerator dan stabil.

Proconvertin merupakan salah satu faktor pembekuan darah atau


koagulasi penyimpanan yang stabil dan panas serta ikut berpartisipasi dalam
Jalur koagulasi ekstrinsik. Proses ini melibatkan kalsium, dan bersama-sama
mengaktifkan faktor III dan faktor X.

8) Faktor VIII (Faktor Antihemophilia, Anti Hemophilic Globulin)


Factor pembekuan faktor VIII atau antihemophilic faktor, faktor
antihemofilia A, globulin antihemofilia/ AHG). berfungsi sebagai sistem
ekstrinsik.Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak
(dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi
faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A.
Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.

Antihemophilic faktor, merupakan salah satu faktor pembekuan darah


atau koagulasi penyimpanan yang labil serta berpartisipasi didalam jalur
intrinsik dari pembekuan darah atau koagulasi, biasanya bertindak sebagai
kofaktor didalam proses aktivasi faktor X. Defisiensi merupakan sebuah
resesif yang terkait dengan sifat X, yang menjadi penyebab hemofilia A
biasanya disebut juga dengan sebutan antihemophilic globulin serta faktor
antihemophilic A.

9) Faktor IX (Komponen Tromboplastik Plasma, Chrismas Factor)


Factor pembekuan faktor IX atau Krismas faktor berfungsi sebagai
sistem ekstrinsik. Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi
penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari
pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia
B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B. Tromboplastin
Plasma komponen, merupakan salah satu faktor pembekuan darah atau
koagulasi penyimpanan yang stabil sera melibatkan diri dalam jalur intrinsik
dari pembekuan darah atau koagulasi. Setelah proses aktivasi diaktifkan,
Defisiensi dari faktor X merupakan hasil pada hemofilia B. Yang disebut juga
dengan sebutan faktor Natal serta faktor antihemophilic B.

10) Faktor X (faktor stuart-prower)


Factor pembekuan faktor X atau Stuart faktor berfungsi sebagai sistem
intrinstik dan ekstrinsik.Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur
koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan.
Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan
faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan
mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat
menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-
faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.

Stuart faktor, merupakan salah satu faktor pembekuan darah atau


koagulasi penyimpanan yang stabil dan ikut berpartisipasi dalam faktor
intrinsik dan ekstrinsik pada jalur pembekuan darah atau koagulasi, yang dapat
menyatukan mereka untuk melakukan pembekuan darah atau koagulasi pada
jalur umum dari pembekuan. Setelah proses diaktifkan, nantinya akan
membentuk proses yang kompleks dengan melibatkan fosfolipid, kalsium,
serta faktor V, yang disebut prothrombinase. Proses ini dapat membelah serta
mengaktifkan prothrombin menjadi trombin. Seseorang yang mengalami
kekurangan pada faktor ini akan menyebabkan gangguan pada koagulasi
sistemik. Biasanya sering disebut juga dengan sebutan Prower Stuart-faktor.

11) Faktor XI (Plasma Thromboplastin Antecedantfaktor antihemofilia C)


Factor pembekuan faktor XI atau plasma Thromboplastin Antecedant
atau antihemophilic C berfungsi sebagai sistem intrinsik.Tromboplastin
plasma yang di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur
intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Kondisi
dengan kekurangan faktor XI, Disebut juga faktor antihemophilic C.

12) Faktor XII (Faktor Hageman, Contack faktor)


Factor pembekuan faktor XII atau Hageman faktor berfungsi sebagai
sistem intrinsik.Hageman faktor faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan
oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur
intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini
menghasilkan kecenderungan trombosis.

13) Faktor XIII (Faktor Stabilisasi Fibrin, Fibrinase)


Factor pembekuan faktor XIII atau yang disebut faktor stabilisasi fibrin
atau fibrinasi berfungsi sebagai penghubung silang filamen fibril.Fibrin-faktor
yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer
untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut di dalam, fibrin
yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor
pembekuan ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut
juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut
transglutaminase.

c. Mekanisme pembekuan
Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dua, yaitu sistem intrinsik dan sistem
ekstrinsik. Reaksi awal pada sistem intrinsik adalah konversi faktor XII inaktif
menjadi faktor XII aktif (XIIa). Aktivasi ini dikatalisis oleh kininogen HMW dan
kalikrein. Faktor XII aktif kemudian mengaktifkan faktor XI, dan faktor XI aktif
mengaktifkan faktor IX. Faktor IX yang aktif membentuk suatu kompleks dengan
faktor VIII aktif. Kompleks IXa dan VIIIa mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari
trombosit dan Ca2+ diperlukan untuk mengaktifkan faktor X secara sempurna.

Sementara sistem ekstrinsik dipicu oleh pelepasan faktor III (tromboplastin)


dari jaringan yang mengaktifkan faktor VII. Faktor III dan faktor VIIa mengaktifkan
faktor IX dan X. Dengan adanya fosfolipid, Ca2+, dan faktor V, maka faktor X akan
mengkatalisis konversi protrombin menjadi trombin. Selanjutnya trombin
mengkatalisis konversi fibrinogen menjadi fibrin.
Gambar. Skema pembekuan

1) Jalur Ekstrinsik
Jalur ekstrinsik diawali oleh masuknya tromboplastin jaringan ke
dalam sirkulasi darah yang berasal dari fosfolipoprotein dan membran organel
dari sel-sel jaringan yang terganggu. Faktor VII akan mengikat fosfolipid
dalam membran sel dan jaringan membentuk faktor VIIa yang merupakan
enzim kuat yang mampu mengaktifkan faktor X menjadi Xa bersama dengan
kalsium terionisasi. Faktor VII hanya berperan dalam jalur ekstrinsik dan
langkah terakhir konversi fibrinogen menjadi fibrin oleh trombin (Kiswari,
2014).

Jalur ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal dimana F.VII akan diaktifkan
menjadi F.VIIa dengan adanya ion kalsium dan tromboplastin jaringan yang
dikeluarkan oleh pembuluh darah yang luka. Kalikrein dapat mengaktivasi
F.VII menjadi F.VIIa, hal ini membuktikan adanya hubungan antara jalur
intrinsik dan ekstrinsik. Selanjutnya, F.VIIa yang terbentuk akan
mengaktifkan F.X menjadi F.Xa (Setiabudy, 2009).

Disebut ekstrinsik karena tromboplastin jaringan (tissue faktor) berasal


dari luar darah. Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X
serta Ca2+ dan menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada
tempat cedera jaringan dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel.
Factor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya; faktor
VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam darah dan
disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa
dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan faktor X.
Faktor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam faktor X yang
dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi faktor X
menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik..

Jalur ekstrinsik dengan menggunakan zat-zat yang bukan berasal dari


darah. Jaringan dan pembuluh yang rusak akan menghasilkan tromboplastin
(faktor III suatu kompleks protein-fosfolipid) yang secara langsung dapat
mengubah faktor X menjadi faktor VII dan faktor V. Jalur ekstrinsik lebih
cepat dari jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat yang trauma
dalam respons terhadap pelepasan tissue faktor (faktor III). Kaskade koagulasi
diaktifasi apabila tissue faktor dieksresikan pada sel-sel yang rusak atau
distimulasi (sel-sel vaskuler atau monosit), sehingga kontak dengan faktor
VIIa sirkulasi dan membentuk kompleks dengan adanya ion kalsium. Tissue
faktor adalah suatu kofaktor dalam aktifasi faktor X yang dikatalisa faktor
VIIa. Faktor VIIa, suatu residu gla yang mengandung serine protease,
memecah faktor X menjadi faktor Xa, identik dengan faktor IXa dari jalur
instrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja trombin atau faktor Xa.

2) Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik meliputi fase kontak dan pembentukan kompleks
aktivator F X. Kontak antara F.XII dengan permukaan asing seperti serat
kolagen akan menyebabkan aktivasi F.XII menjadi F.XIIa. F.XIIa dengan
kofaktor HMWK akan mengubah prekalikrein menjadi kalikrein, yang akan
meningkatkan aktivasi F.XII. Disamping itu, kalikrein akan mengaktifkan
F.VII menjadi F.VIIa pada jalur ekstrinsik, mengaktifkan plasminogen
menjadi plasmin pada sistem fibrinolitik, serta mengubah kininogen menjadi
kinin yang berperan dalam reaksi inflamasi. Jadi, aktivasi F.XII disamping
mencetuskan pembekuan darah baik jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik,
juga mencetuskan sistem fibrinolitik dan kinin. Reaksi selanjutnya pada jalur
intrinsik adalah aktivasi F.XI menjadi F.XIa oleh F.XIIa dengan HMWK
sebagai kofaktor. F. XIa dengan adanya ion kalsium akan mengubah F.IX
menjadi IXa. Reaksi terakhir pada jalur intrinsik adalah interaksi nonenzimatik
antara F.IXa, PF3, F.VIII dan ion kalsium maka reaksi ini akan dipercepat
(Setiabudy, 2009).

Disebut ekstrinsik karena tromboplastin jaringan (tissue faktor) berasal


dari luar darah. Lintasan intinsik melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII dan X,
prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi/ High Molecular Weight
Kininogen (HMWK), ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini
membentuk faktor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak”
dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor XII dan XI
terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo,
kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau
komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, faktor XII
akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor
XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak
kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk,
faktor xiia mengaktifkan faktor XI menjadi Xia, dan juga melepaskan
bradikinin (vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.

Jalur intrinsik, yaitu semua zat yang terikat dengan pembekuan darah
berasal dari darah. Jalur ini memerlukan faktor IX, faktor X, faktor XI, dan
faktor XII, selain itu juga memerlukan prekalikrein dan HMWK, begitu juga
ion kalsium dan fosfolipid yang disekresi dari trombosit. Darah yang
mengalami kontak dengan serat kolagen pembuluh darah yang kasar secara
bertahap akan mengaktifkan faktor XII, XI, dan IX. Selanjutnya faktor IX
akan mengaktifkan faktor X yang aktif bereaksi dengan faktor V, Ca2+ dan
fosfolipid dari trombosit untuk mengatur aktifator protrombin. Jalur intrinsik
terjadi apabila prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII terpapar ke
permukaan pembuluh darah adalah stimulus primer untuk fase kontak.
Kumpulan komponen-komponen fase kontak merubah prekallikrein menjadi
kallikrein, yang selanjutnya mengaktifasi faktor XII menjadi faktor XIIa.
Faktor XIIa kemudian dapat menghidrolisa prekallikrein lagi menjadi
kallikrein, membentuk kaskade yang saling mengaktifasi. Faktor XIIa juga
mengaktifasi faktor XI menjadi faktor XIa dan menyebabkan pelepasan
bradikinin, suatu vasodilator yang poten dari HMWK. Dengan adanya Ca2+,
faktor XIa mengaktifasi faktor IX menjadi faktor IXa, dan faktor IXa
mengaktifasi faktor X menjadi faktor Xa.

3) Jalur Bersama
Jalur bersama meliputi pembentukan protrombinase, aktivasi
protrombin dan pembentukan fibrin. Reaksi pertama pada jalur bersama
adalah perubahan F.X menjadi F.Xa oleh adanya kompleks pada jalur intrinsik
dan atau F.VIIa dari jalur ekstrinsik. F.Xa bersama F.V, PF.3 dan ion kalsium
membentuk protombinase yang akan mengubah protrombin menjadi trombin.
Trombin merupakan enzim proteolitik yang mempunyai beberapa proteolitik
yang mempunyai beberapa fungsi yaitu mengubah fibrinogen menjadi fibrin,
mengubah F.XIII menjadi F.XIIIa, meningkatkan aktivasi F.V dan F.VIII,
merangsang reaksi pelepasan dan agregasi trombosit. Pada reaksi selanjutnya
trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan
kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca,
faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks
protrombinase (Bambang, dkk, 2005). Fibrin monomer akan segera
mengalami polimerisasi untuk membentuk fibrin polimer soluable. F.XIIIa
dan ion kalsium mengubah fibrin polimer soluable menjadi fibrin polimer
insoluble yang bersifat stabil dan sulit larut oleh zat tertentu (Setiabudy,
2009).

Proses ini mencakup pelepasan dua pasang polipeptida dari setiap


molekul fibrinogen. Monomer fibrin yang tersisa kemudian mengalami
polimerisasi dengan molekul-molekul monomer lain dan membentuk fibrin.
Melalui pembentukan ikatan silang kovalen, fibrin yang awalnya gumpalan
longgar dari jalinan benang-benang menjadi agregat yang padat dan erat
(stabilisasi) (Ganong, 2013).
Gambar. Skema Pembekuan Darah

Lintasan intrinsik, ekstrinsik, dan lintasan terakhir melibatkan banyak


macam protein yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: zimogen protease,
kofaktor, fibrinogen, transglutaminase, dan protein pengatur.

DAFTAR PUSTAKA

(1)
Durachim, A., Astuti, D. (2018). Hemostasis. E-book PPSDM Bahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medik (TLM). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

(2)
Guyton AC, Hall JE. Hemostasis dan Pembekuan Darah. Dalam: Hardjatno T, Tanzil A,
editor. Guyton dan hall buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12 singapura : elsevier;
2014.hal 485-90.
(3)
Sheeerwood L. Darah. Dalam: Yesdelita N editor. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.
Edisi 6 singapura : EGC,2009.hal 433-37.

(4)
Kumar V, Abbas K, Aster JC. Kelainan-Kelainan Hemodinamik, Tromboemboli Dan Syok.
Dalam: Ham MF, editor. Buku ajar patologi Robbins. Edisi 9 Singapura :
elsevier;2015.hal 75-88.

(5)
Tarwono, & Wartonah. (2008). Hematologi. Jakarta: Trans Info Media.

(6)
Jayanegara AP. Diagnosis Dan Tatalaksana Deep Vein Thrombosis. Continuing medical
education 2016;43:652-6.

(7)
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Patogenesis
Thrombosis. Dalam: Tambunan KL, editor. Ilmu penyakit dalam. Edisi 6 Jakarta:
Interna Publishing;2014.hal 2760-5.

(8)
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Obat Yang Digunakan Pada Gangguan Koagulasi.
Dalam : James L, Zhender MD. Editor. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 12
Jakarta: EGC; 2015. Hal 675-95.

(9)
Asti P. Perbedaan Pola Gangguan Hemostasis Antara Penyakit Ginjal Kronik
Prehemodialisis Dengan Diabetes Mellitus Dan Non Diabetes Mellitus. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.2009.

(10)
Setiabudy, R. D. 2009. Hemostasis Dan Trombosis. Cetakan keempat. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(11)
Kahar, H., & Salim, N. (2021). Kelainan Hemostasis pada pasien Covid-19. Proceeding
Umsurabaya.

(12)
Umar, I., & Sujud, R. W. (2020). Hemostasis dan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC). Journal of Anaesthesia and Pain, 1(2), 19-32.

SOAL

1) Istilah Faktor pembekuan darah…


a. Activator dalam hemostasis
b. Inhibitor koagulasi dalam hemostasis
c. Protein C untuk pembentukan darah
d. Protein yang berperan dalam pembekuan darah
e. Zat anti pembekuan darah
2) Istilah Faktor pembekuan darah jalur intrinsik yaitu…
a. Factor pembekuan yang ada di dalah hepar
b. Factor pembekuan yang ada di dalam sumsum tulang
c. Faktor pembekuan yang ada di dalam jaringan
d. Faktor pembekuan yang ada di dalam pembuluh darah
e. Faktor pembekuan yang ada di dalam limfa
3) Yang termasuk Faktor pembekuan jalur Intrinsik adalah faktor…
a. X
b. XIII
c. XII
d. III
e. VII
4) Istilah Faktor pembekuan darah jalur Ekstrinsik yaitu…
a. Factor pembekuan yang ada di dalah hepar
b. Factor pembekuan yang ada di dalam sumsum tulang
c. Faktor pembekuan yang ada di dalam jaringan
d. Faktor pembekuan yang ada di dalam pembuluh darah
e. Faktor pembekuan yang ada di dalam limfa
5) Yang termasuk Faktor pembekuan Ektrinsik adalah faktor…
a. X
b. XIII
c. XII
d. III
e. VII
6) Apa yang mengaktifkan jalur ekstrinsik…
a. Paparan permukaan bermuatan negatif
b. Fagositosis
c. FXIIa
d. Jalur intrinsik
e. Kontak dengan faktor jaringan
7) Faktor koagulasi yang berperan dalam jalur bersama adalah...
a. Faktor VII
b. Faktor XII
c. Faktor X
d. Faktor IX
e. Faktor VIII
8) Proses Hemostasis saat terjadi perdarahan yang melibatkan pegaktifan Faktor-faktor
koagulasi adalah...
a. Hemostasis primer
b. Sistem vaskuler
c. Hemostasis sekunder
d. Sistem Fibrinolitik
e. Vasokonstriksi
9) Faktor yang berperan dalam fibrinolisis adalah…
a. Plasminogen
b. Fibrinogen
c. Trombosit
d. Von willebrand factor
e. Prothrombin
10) Merupakan tenase (mengaktifkan faktor X) adalah…
a. Faktor IXa
b. Faktor V
c. Faktor XIIa
d. Protein C
e. Protein S

MAKALAH HEMOSTASIS
MEKANISME FEEDBACK NEGATIF PROSES KOAGULASI
Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024

MEKANISME FEEDBACK NEGATIF PROSES KOAGULASI


A. Pendahuluan
Perubahan kondisi lingkungan internal dapat timbul karena 2 hal, yaitu
adanya perubahan aktifitas sel tubuh dan perubahan lingkungan eksternal yang
berlangsung terus- menerus. Untuk menyelenggarakan seluruh aktifitas sel dalam
tubuhnya, hewan selalu memerlukan pasokan berbagai bahan dari lingkungan luar
secara konstan, misalnya oksigen, nutrient dan garam. Sementara itu, aktivitas sel
juga menghasilkan bermacam – macam hasil sekresi sel yang bermanfaat dan
berbagai zat sisa, yang di alirkan ke lingkungan internal yaitu cairan ekstraseluler
(CES). Apabila aktifitas sel berubah pengambilan zat dari lingkungan internal dan
pengeluarran berbagai zat dari dalam sel ke lingkungan internal juga berubah.
Perubahan aktifitas sel semacam itu akan mengubah keadaan lingkungan internal.
Perubahan lingkungan internal yang ditimbulkan oleh sebab manapun ( penyebab
pertama atau kedua) harus selalu dikendalikan agar kondisi homeostasis selalu
terjaga.
Mekanisme pengendalian kondisi homeostasis berlangsung melalui system
umpan balik. Akan tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa ada 2 macam system
umpan balik, yaitu umpan balik positif dan negative. Sistem umpan balik yang
berfungsi dalam pengendalian kondisi homeostasis pada tubuh adalah system
umpan balik negative.
Pengaturan umpan balik negatif (negative feedback) merupakan pengaturan
penting dalam homeostatis. Dalam pengaturan umpan balik negatif ini sistem
pengendali senantiasa membandingkan parameter yang dikendalikan (misalnya
suhu tubuh, atau tekanan darah) dengan nilai setpoint (misalnya kisaran nilai
normalnya). Perubahan-perubahan parameter yang dikendalikan akan
mencetuskan respons yang melawan perubahan sehingga mengembalikan
parameter tersebut pada nilai setpoint. Selain itu, ada juga pengaturan umpan
balik yang positif (positive feedback). Ini tidak bersifat homeostatis karena akan
memperbesar respons, sampai ada faktor luar yang menghentikan ini.
Gambar 5.10 : umpan balik positif dan negative

B. Latar Belakang
1. Sistem Umpan Balik (Feedback)
Sistem kontrol homeostatik yang paling utama dalam tubuh adalah sistem
umpan balik. Umpan balik terbagi atas dua yaitu umpan balik negatif dan positif.
Umpan balik negatif dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan sebuah variabel
yang dilawan oleh suatu respon yang cenderung berkebalikan dengan perubahan
tersebut. Contoh umpan balik negatif dapat dilihat pada untuk harus menjaga
suhu tubuhnya agar tetap normal/konstan. Peningkatan suhu tubuh akan
menghasilkan respon-respon spesifik yang akan mengembalikan suhu tubuh
kembali ke keadaan normal. Dengan kata lain, umpan balik negatif berperan
dalam menjaga stabilitas fisiologis tubuh.
Sistem umpan balik positif merupakan kebalikan dari sistem umpan balik
negatif, dimana perubahan awal pada suatu variabel akan menghasilkan
perubahan yang lebih lanjut pada arah yang sama. Secara garis besar, sistem
umpan balik positif hanya memiliki peran sangat kecil dalam menjaga
homeostasis. Salah satu contohnya adalah koagulasi atau pembekuan darah.
Proses koagulasi bekerja berdasarkan mekanisme umpan balik positif dan dapat
dianggap sebagai suatu proses yang terlibat dalam menjaga volume sirkulasi
darah agar tetap konstan. Dalam banyak hal, keterlibatan mekanisme umpan balik
positif dalam mengontrol fungsi-fungsi fisiologis normal hewan akan dapat
berubah menjadi suatu bencana (kerusakan). Misalnya, dalam proses
termoregulasi. Jika sistem tersebut bekerja berdasarkan mekanisme umpan balik
positif maka suhu tubuh yang tinggi akan semakin tinggi sehingga pada akhirnya
akan menimbulkan resiko yang fatal. Contoh lain dari sistem umpan balik positif
adalah dalam fungsi sel-sel saraf

2. Homeostatis bergantung pada perputaran umpan balik


Setiap sistem kontrol homeostatis memiliki tiga komponen fungsional, yaitu :
a) Reseptor
Mendeteksi perubahan beberapa variabel lingkungan internal, seperti
perubahan suhu tubuh. Biasanya ini dilakukan melalui sinyal listrik atau
kimia dalam tubuh. Contoh : cuaca yang dingin terpapar pada kulit kita.
Saraf pada kulit kita akan mengirimkan sinyal ke otak sebagai pusat
kontrol (Tortora dan B. Derrickson, 2006).
b) Pusat Kontrol
Memproses informasi yang diterima dari reseptor dan mengarahkan
suatu respon yang tepat melalui efektor. Contoh : sinyal dari sistem saraf
dibaca oleh otak bahwa terjadi penurunan suhu diluar tubuh yang jika
didiamkan saja akan mengakibatkan suhu normal tubuh turun dan
menimbulkan kondisi yang berbahaya bagi tubuh sehingga otak
memberikan komando dengan mengirimkan perintah keluaran ke efektor
(Tortora dan B. Derrickson, 2006).

Gambar 5.12 : Negative feedback control


c) Efektor
Menerima keluaran dari pusat kontrol yang kemudian mewujudkannya
dalam bentuk suatu respons tubuh. Contoh : komando dari otak di terima
oleh efektor, misalnya sistem gerak. Otak memberikan komando kepada
sistem gerak untuk bergerak untuk menghangatkan tubuh, yaitu dengan
cara menggigil sehingga menghasilkan panas tubuh (Tortora dan B.
Derrickson, 2006).
Sebagai suatu contoh bagaimana komponen-komponen ini berinteraksi,
bayangkan bagaimana suhu ruangan dikontrol. Dalam kasus ini, pusat kontrol,
yang disebut termostat, juga mengandung reseptor (sebuah termometer). Ketika
suhu ruangan turun dibawah suhu yang telah ditentukan (titk pasang, set point),
katakanlah 20°C, termostat akan menghidupkan pemanas (efektor). Ketika
termometer mendeteksi suhu berada diatas titik pasang, termostat akan
mematikan pemanas.
Jenis perputaran kontrol ini disebut umpan-balik negatif (Negative feedback),
karena perubahan pada variabel yang sedang dipantau memicu mekanisme
kontrol untuk menghalangi perubahan lebih lanjut dalam arah yang sama. Karena
adanya kesenjangan waktu antara resepsi (penerima) dan respons (tanggapan),
variabel tersebut sedikit bergeser ke atas atau ke bawah titik pasang, tetapi
fluktuasi yang terjadi biasanya tidak terlalu besar. Mekanisme umpan-balik
negatif mencegah perubahan kecil menjadi terlalu besar. Sebagian besar
mekanisme homeostatis bekerja atas dasar prinsip umpan-balik negatif ini.

Gambar5.13 : NegativeFeedback

Suhu tubuh kita sendiri dipertahankan didekat titik pasang 37°C, melalui
kerjasama beberapa perputaran umpan-balik negatif yang mengatur pertukaran
energi dengan lingkungan. Salah satu umpan-balik tersebut adalah pengeluaran
keringat, sebagai suatu cara untuk membuang panas hasil metabolisme dan
mendinginkan tubuh. Termostat dalam otak memonitor suhu darah.
Jika termostat tersebut mendeteksi peningkatan suhu tubuh di atas titik pasang,
termostat itu akan mengirimkan impuls saraf yang mengarahkan kelenjar
keringatuntuk meningkatkan produksi keringatnya, sehingga menurunkan suhu
tubuh dengan cara pendinginan melalui penguapan. Ketika suhu tubuh turun di
bawah titik pasang, termostat di otak akan berhenti mengirimkan impuls ke
kelenjar keringat tersebut, dan tubuh akan menahan lebih banyak panas yang
dihasilkan oleh metabolisme.
Sebagai kebalikan dari umpan-balik negatif, umapan-balik positif (positive
feedback) melibatkan perubahan pada beberapa variabel yang memicu
mekanisme yang akan memperbesar dan bukannya membalik perubahan tersebut.
Selama proses kelahiran bayi, misalnya, tekanan yang diberikan oleh kepala bayi
pada sensor di dekat pembukaan uterus merangsang kontraksi uterus, yang
memperbesar tekanan terhadap pembukaan uterus, mempertinggi kontraksi, dan
selanjutnya akan menghasilkan tekanan yang lebih besar. Umpan-balik positif
membuat proses kelahiran bayi bisa berlangsung, sesuatu yang berbeda dari
proses untuk mempertahankan keadaan tunak.
Penting bagi kita untuk tidak melebih-lebihkan konsep tentang suatu
lingkungan internal yang konstan. Pada kenyataanya, perubahan teratur sangat
penting bagi fungsi tubuh yang normal. Pada beberapa kasus perubahan tersebut
bersifat siklis, seperti perubahan konsentrasi hormon yang bertanggung jawab
atas siklus menstruasi pada wanita. Pada kasus lain, perubahan teratur merupakan
reaksi terhadap tantangan yang di terima oleh tubuh. Misalnya, tubuh manusia
bereaksi.

3. Kaskade Koagulasi Darah


Darah menggumpal melalui transformasi fibrinogen yang mudah larut menjadi
fibrin yang tidak mudah larut. Beberapa protein yang beredar saling berinteraksi
dalam suatu rangkaian bertingkat reaksi proteolitik terbatas. Pada setiap langkah,
faktor pembekuan zimogen mengalami proteolisis terbatas dan menjadi suatu
protease aktif (misalnya, faktor VII dirubah menjadi faktor VIIa.) Setiap faktor
protease mengaktifkan faktor pembekuan berikutnya sesuai urutan, dan
merampungkan pembentukan trombin (faktor IIa).
Trombin mempunyai peran sentral dalam hemostasis dan mempunyai berbagai
fungsi. Dalam pembekuan, secara proteolitik trombin memotong peptida kecil
dari fibrinogen sehingga memungkinkan fibrinogen untuk berpolimerisasi dan
membentuk bekuan fibrin. Trombin juga mengaktifkan berbagai faktor
pembekuan pada tahap awal kaskade sehingga terbentuk lebih banyak trombin,
dan mengaktifkan faktor XIII, yaitu suatu transaminase yang menghubungkan
polimer fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Trombin merupakan aktivator
trombosit dan mitogen yang poten. Trombin juga menggunakan efek
antikoagulan dengan cara mengaktifkan jalur protein C yang melemahkan respon
pembekuan (Zehnder, 2012).

4. Proses Pembekuan Darah


Bila pembuluh darah terluka, sebagai reaksi pertamanya terjadi penggumpalan
trombosit pada dinding pembuluh. Gumpalan ini diperkuat oleh serat-serat fibrin.
Melalui proses feedback tubuh mengatur agar jangan terbentuk bekuan darah
terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Mekanisme pembekuan darah merupakan suatu proses yang kompleks dan
menyangkut 13 faktor pembekuan. Yang utama adalah faktor-faktor berikut :
fibrinogen (faktor I), protrombin (faktor II), kalsium (faktor IV), faktor VII, VIII,
dan IX.
Dalam garis besar, urutan proses ini berlangsung sebagai berikut. Bila darah
mengalir keluar dari, misalnya suatu luka, yakni suatu permukaan “asing” yang
kasar, maka proses pembekuan dimulai dengan timbulnya Tissue factor (Tf) di
permukaan sel, yang bersentuhan dengan plasma. Pengaktifan Tf terhadap
endotelium yang rusak atau terhadap darah yang keluar dari pembuluh darah ke
jaringan akan mengikat Tf dengan faktor VIIa (faktor VII yang telah diaktivir).
Selanjutnya kompleks ini mengaktivir faktor X (rute sekunder). Tetapi peranan
utama dari Tf + VIIa in vivo adalah aktivasi dari faktor IX (rute primer). Faktor
IXa bersama faktor VIIIa mengaktivir faktor X. Akhirnya faktor Xa bersama
faktor Va mendorong pengubahan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor
IIa), yang menghidrolisa ikatan peptida dari fibrinogen dengan membebaskan
serat-serat fibrin, yang mengendap sebagai gumpalan. Sementara itu trombin +
ion-Ca mengaktifkan faktor XIII, yang bekerja menstabilkan gumpalan fibrin
dengan jalan crosslinking molekul fibrin yang berdekatan. Sel-sel darah akan
“terperangkap” dalam gumpalan yang menyerupai serat-serat lekat dan
membentuk suatu trombus padat (Tjay dan Rahardja, 2008; Zehnder, 2012).
Antitrombin (AT) merupakan suatu antikoagulan endogen dan bagian dari
keluarga penghambat protease serin (serpin); antitrombin menonaktifkan protease
serin IIa, IXa, Xa, XIa, XIIa. Antikoagulan endogen lain yaitu protein C dan
protein S melemahkan kaskade pembekuan darah dengan cara proteolisis dua
kofaktor, yaitu Va dan VIIIa. Dengan demikian kompleks inisiasi TfVIIa,
protease serin dan kofaktor, masing-masing mempunyai mekanisme pelemahan
yang spesifik terhadap keturunannya sendiri. Defek pada antikoagulan alami
menyebabkan peningkatan risiko trombosis vena (Zehnder, 2012)
Untuk mencegah koagulasi berlebih, yang menyebabkan trombosis meluas,
ada proses tertentu untuk menjaga agar kaskade koagulasi tetap
terkendali. Karena trombin bertindak sebagai prokoagulan, ia juga bertindak
sebagai umpan balik negatif dengan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin
dan merangsang produksi antitrombin (AT). Plasmin bekerja langsung pada
jaring fibrin dan memecahnya. AT menurunkan produksi trombin dari protrombin
dan menurunkan jumlah faktor X yang teraktivasi. Protein C dan S juga bertindak
untuk mencegah koagulasi, terutama dengan menginaktivasi faktor V dan VIII.
DAFTAR PUSTAKA

Paramita, Dini. "Activaton of Coagulation Cascade in Acute Coronary


Syndrome." ACI (Acta Cardiologia Indonesiana) 9.1: 14-19.
Tambing, S. N., Gazali, M., & Purwantara, B. (2018). Using Artificial Insemination
Technology in Goats.
Afifah, D. (2022). PENGARUH PENDIAMAN DARAH SITRAT PADA SUHU 2-8° C
TERHADAP NILAI ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME
(APTT) (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Rusdiana, T., & Akbar, R. (2020). Perkembangan terkini terapi Antikoagulan pada
pasien Covid-19 bergejala berat. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 7(3), 244-250.
Handayani, W. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Hematologi. Penerbit Salemba.
KUSUMAWATI, A. (2018). PERBEDAAN AGREGASI TROMBOSIT ANTARA
REAGEN ADENOSIN DIFOSFAT (ADP) DENGAN GETAH PELEPAH
BATANG PISANG RAJA (Musa s p.) (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
Wibowo, J. W. (2011). Low Birth Weight as The Risk factor of Coronary Heart
Diseases. Sains Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 3(2), 185-200.
Untari, S., Susanti, M. M., Kodiyah, N., & Himawati, L. (2023). Buku Ajar Anatomi
dan Fisiologi. Penerbit NEM.
Luthfiyah, S., Wijayanti, A. R., Kuntoadi, G. B., Sulistiawati, F., Arma, N., Mustamu,
A. C., ... & Avelina, Y. (2022). Penyakit Sistem Kardiovarkuler. Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini.
PURBANGKARA, T., & KURNIAWAN, F. (2022). ILMU FAAL DASAR
(FISIOLOGI). Uwais Inspirasi Indonesia.
SOAL
1. Bila pembuluh darah terluka, sebagai reaksi pertamanya terjadi penggumpalan
trombosit pada :
A. Dinding pembuluh
B. Dinding vena
C. Dinding arteri
D. Trombosit
E. Kulit

2. Trombin juga mengaktifkan berbagai faktor pembekuan pada tahap awal kaskade
sehingga terbentuk lebih banyak trombin, dan mengaktifkan faktor XIII, yaitu :
A. Endotelium yang rusak atau terhadap darah yang keluar dari pembuluh darah
ke jaringan
B. Menerima keluaran dari pusat kontrol yang kemudian mewujudkannya dalam
bentuk suatu respons tubuh.
C. Endotelium yang rusak atau terhadap darah yang keluar dari pembuluh darah
ke jaringan
D. Suatu transaminase yang menghubungkan polimer fibrin dan
menstabilkan bekuan darah.
E. Suatu transaminase yang menghubungkan polimer fibrin dan menstabilkan
bekuan leukosit

3. Sebagai suatu perubahan sebuah variabel yang dilawan oleh suatu respon yang
cenderung berkebalikan dengan perubahan tersebut :
A. Umpan balik positif dan negatif
B. Umpan balik
C. Umpan balik variabel
D. Umpan balik positif
E. Umpan balik negatif
4. Protein C dan S juga bertindak untuk mencegah koagulasi, terutama dengan
menginaktivasi :
A. Faktor V
B. faktor V dan VIII
C. faktor V dan VII
D. Faktor III dan VIII
E. Faktor VIII

5. Darah menggumpal melalui transformasi :


A. Agar kaskade koagulasi tetap terkendali.
B. Pertamanya terjadi penggumpalan trombosit pada dinding pembuluh.
C. Endotelium yang rusak atau terhadap darah yang keluar dari pembuluh darah
ke jaringan
D. Mengirimkan impuls saraf yang mengarahkan kelenjar keringat untuk
meningkatkan produksi keringatnya
E. Fibrinogen yang mudah larut menjadi fibrin yang tidak mudah larut.

6. Proses biologis manakah yang tidak diatur oleh umpan balik negatif?
A. Kontrol alosterik enzim
B. Pengaturan gula darah
C. Termoregulasi
D. Pengaturan pH darah
E. Penyembuhan luka

7. Umpan balik negatif (negative feedback) merupakan pengaturan penting dalam


homeostatis. Dalam pengaturan umpan balik negatif ini sistem pengendali
senantiasa membandingkan parameter yang dikendalikan :
A. Suhu tubuh atau tekanan darah
B. pH tubuh dan keringat
C. Suhu tubuh atau pH tubuh
D. Kelenjar keringat
E. pH tubuh
8. Semua mekanisme yang mengendalikan homeostasis memiliki setidaknya tiga
komponen yang saling bergantung, yaitu :
A. Faktor VII, VIII, dan IX.
B. Umpan balik, kaogulasi, dan firinolisis
C. Reseptor, pusat kendali, dan efektor
D. Fibrinogen (faktor I), protrombin (faktor II), kalsium (faktor IV)
E. Fibrinogen, protrombin, kalsium
9. Contoh umpan balik negatif dapat dilihat dari :
A. Stabilitas fisiologis tubuh
B. Sebagai suatu perubahan sebuah variabel yang dilawan oleh suatu respon yang
cenderung berkebalikan dengan perubahan
C. Mengirimkan impuls saraf yang mengarahkan kelenjar keringat untuk
meningkatkan produksi keringatnya
D. Menjaga suhu tubuhnya agar tetap normal/konstan. Peningkatan suhu
tubuh akan menghasilkan respon-respon spesifik yang akan
mengembalikan suhu tubuh kembali ke keadaan normal.
E. Proses koagulasi

10. Mekanisme pembekuan darah merupakan suatu proses yang kompleks dan
menyangkut 13 faktor pembekuan. Yang utama adalah faktor-faktor :
A. Kalsium (faktor IV)
B. Faktor VII, VIII, dan IX.
C. Fibrinogen (faktor I), protrombin (faktor II), kalsium (faktor IV), faktor
VII, VIII, dan IX.
D. Fibrinogen (faktor I) dan protrombin (faktor II
E. Protrombin (faktor II) dan kalsium (faktor IV)
MAKALAH HEMOSTASIS
INHIBITOR HEMOSTASIS FIBRINOLISIS

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA


P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
INHIBITOR HEMOSTASIS FIBRINOLISIS
A. Pendahuluan
Ada inhibitor fisiologis untuk setiap tahap hemostasis. Beberapa dari
inhibitor ini adalah penghalang fisik, misalnya sel endotel bertindak sebagai
penghalang fisik antara trombosit dan protein matriks yang mengikat dan
mengaktifkannya (faktor von Willebrand dan kolagen) dan antara faktor koagulasi
dan kofaktor dan substratnya, khususnya faktor VII (bahkan meskipun sejumlah kecil
beredar dalam bentuk aktif) dipisahkan dari kofaktornya,
faktor jaringan, dan substratnya, faktor X, oleh endotelium yang
utuh. Setelah penghalang endotel terganggu, semua taruhan dimatikan dan trombosit
menempel dan agregat membentuk sumbat trombosit ( hemostasis primer).
Fosfatidilserin dan mendukung pembentukan trombin, yang diprakarsai oleh
pengikatan faktor VII ke TF yang diekspresikan secara konstitutif pada fibroblas tepat
di bawah sel endotel ( hemostasis sekunder ). Ringkasan inhibitor fisiologis
hemostasis diberikan di bawah ini.
Inhibitor fisiologis memiliki fungsi penting dalam hemostasis. Mereka
berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara prokoagulan (pembentukan sumbat
trombosit atau gumpalan fibrin) dan fibrinolitik (lisis gumpalan). Ini masuk akal,
karena kita tidak ingin bekuan darah pecah saat sedang dibentuk ( lihat pendulum
hemostatik). Mereka juga membatasi hemostasis normal ke lokasi cedera pembuluh
darah, mencegahnya menyebar ke seluruh pembuluh darah. Ketika penghambatan ini
berlebihan (misalnya aktivasi hemostasis yang berlebihan atau keadaan
"hiperkoagulasi") atau penghambat tidak berfungsi atau kurang, dapat terjadi
trombosis atau perdarahan. Trombosis akan terjadi jika inhibitor yang biasanya
membatasi pembentukan fibrin atau fungsi trombosit berkurang. Perdarahan akan
terjadi jika terdapat defisiensi inhibitor yang biasanya membatasi fibrinolisis.

B. Latar Belakang
a. Inhibitor
Faal hemostasis merupakan proses yang sangat terkendali dan berkeseimbangan
serta terbatas hanya di tempat kerusakan dinding pembuluh darah, tidak boleh
meluas secara sistemik. Pembentukan fibrin berlebihan (sifat prothrombotik)
menyebabkan thrombosis, sedangkan pembentukan fibrin yang tidak adekuat
menyebabkan perdarahan. Maka dari itu dibutuhkan inhibitor koagulasi. Inhibitor
adalah sejumlah protein plasma mampu menghambat serine protease yang terlibat
dalam koagulasi, fibrinolisis, dan pembentukan kinin. Ini termasuk antitrombin
III, heparin cofactor II, a2-macroglobulin, a1-antitrypsin, tissue factor pathway
inhibitor ( TFPI), activator inhibitor-1(PAI-1), dan C1 inhibitor.

b. Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah proses penghancuran fibrin oleh sistem
fibrinolitik sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolitik terdiri
dari tiga komponen utama yaitu plasminogen yang akan diaktifkan menjadi
plasmin, activator plasminogen dan inhibitor plasmin. Aktivator plasminogen
adalah substansi yang dapat mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin yang
dibedakan menjadi aktivator intrinsik, ekstrinsik, dan eksogen. Aktivator intrinsik
terdapat dalam darah seperti F.XIIa dan kalikrein.
Aktivator ekstrinsik terdapat pada endotel pembuluh darah dan
bermacam-macam jaringan yang disebut tissue plasminogen activator (t-PA)
sedangkan aktivator eksogen contohnya seperti urokinase dan streptokinase.
Inhibitor plasmin adalah subtansi yang dapat menetralkan plasmin dan disebut
antiplasmin. Bermacam-macam antiplasmin terdapat dalam plasma seperti alfa-2
plasmin inhibitor, alfa-2 makroglobulin, alfa-1 antitripsin dan AT (Setiabudy,
2009).

c. Inhibitor Fibrinolisis
Inaktivator fibrinolisis langsung menghambat plasmin (antiplasmins)
atau plasminogen aktivator. Zat endogen yang menghambat plasmin adalah
protease serin. Inhibitor fisiologis paling penting dari plasmin adalah α2-
antiplasmin, glikoprotein yang disintesis di hati dengan T1 / 2 dari 2,5 hari α2.
Tingkat α2AP menurun pada penyakit hati dan di DIC. defisiensi α2AP herediter,
yang berhubungan dengan perdarahan sangat berbahaya. α2AP menghambat
fibrinolisis dengan kompleks stoikiometri 1 : 1 dengan plasmin dalam proses dua
tahap.
Pada tahap pertama, α2- antiplasmin menghasilkan kompleks
reversibel dengan plasmin melalui obligasi nonkovalen. Interaksi ini dapat
dicegah dengan mengikat molekul tertentu seperti asam epsilon aminocaproic
( EACA ) menjadi plasmin. Selama tahap kedua, serin dari daerah aktif plasmin
terikat ireversibel pada situs aktif α2AP. α2AP mengganggu daerah perlekatan
fibrin di plasminogen. Dalam reaksi sekunder, α2AP mengikat fibrin melalui F
XIII dan kalsium . Hal ini sangat menghambat fibrinolisis dalam koagulum
tersebut. Jumlah serupa dari α2AP dan plasmin terikat dengan fibrin pada
permukaan koagulum. α2AP juga menginaktivasi beberapa komponen kaskade
koagulasi, termasuk F XII, F XI, F X dan trombin. Dengan tidak adanya fibrin,
α2AP mengikat sebagian besar plasmin dan cepat menginaktivasi jumlah plasmin
yang beredar. Dengan demikian, fibrinolisis meningkat di lokasi pembentukan
gumpalan dan dihambat dalam sirkulasi.
Macroglobulin penting dala inhibitor plasmin fisiologis berikutnya.
Protease serin disintesis oleh sel endotel, monosit dan makrofag dalam hati
Peningkatan kadar ditemukan selama kehamilan, pada sindrom nefritik di paru-
paru dan penyakit hati, dan selama penggunaan narkoba kontrasepsi oral. Tingkat
Penurunan ditemukan selama terapi trombolitik dan di DIC. Ini menghambat
plasmin, tetapi juga menurunkan fibrin, fibrinogen dan F VIII. Ini menghambat
komponen lain dari sistem fibrinolitik sepertii t - PA, kompleks streptokinase -
plasminogen dan kallikrein.
Inhibitor lain fibrinolisis adalah: α1AP - Peningkatan tingkat dapat
ditemukan selama proses peradangan di neoplasma dan dalam terapi estrogen. C1
inhibitor ini menghambat komponen pelengkap utama, seperti plasmin,
kallikrein, dan faktor Xia dan XIIa. Defisiensi C1 inhibitor dikaitkan dengan
angioedema herediter tanpa pendarahan. AT III. Inhibitor utama trombin dan
beberapa faktor koagulasi itu juga perlahan-lahan dan ireversibel menghambat
plasmin. Kontribusi AT III penghambatan plasmin kecil karena hanya 1% dari
plasmin terikat untuk AT III. PAI. Penghambat yang paling penting adalah PAI –
1, sementara PAI- 2 yang kurang signifikan adalah protease nexin I dan PAI- 3,
dan yang tidak sama dengan protein C inhibitor (PCI) PAI- 1 adalah glikoprotein.
PAI -1 adalah glikoprotein dibentuk terutama dalam endotel pembuluh
darah, dalam jumlah yang lebih kecil diproduksi oleh hepatosit, sel otot polos,
broblasts dan beberapa sel-sel ganas. PAI -1 hadir dalam α-granules trombosit
disintesis dalam megakariocit. Bersama dengan protease serin yang mirip dengan
α2AP, C1 inhibitor, AT III dan α1 - antitrypsin. PAI - 1 efi sien menghambat t -
PA dan u - PA. Ini adalah fase akut protein, dan meningkat 20 kali lipat saat
sepsis , DIC dan selama operasi . Peningkatan kadar juga ditemukan dalam DVT ,
selama kehamilan dan infark miokard. Banyak stimuli dapat menyebabkan
pembentukan dan ekskresi PAI - 1, seperti interleukin - 1 (IL - 1), endotoksin
bakteri, berubah m Tumor necrosis faktor (TNF), faktor ᵦ (TGF ᵦ ) dan
deksametason. PAI - 1 adalah yang paling signifi tidak bisa plasmin inhibitor dan
inhibitor yang paling penting dari Fibrinolisis, bersama-sama dengan α2
antiplasmin. PAI - 1 defi siensi menyebabkan perdarahan, dan peningkatan PAI -
1 ditemukan di trombosis. Pasien dengan peningkatan PAI 1 tingkat
mengembangkan DVT lebih sering. PAI - 2 homolog dengan PAI - 1, meskipun
secara biologis berbeda. PAI - 1 adalah glikoprotein yang menghambat t - PA dan
u - PA. PAI - 2 disintesis oleh monosit dan oleh epitel trophoblastin pada janin.

d. Macam-macam Inhibitor
a) Inhibitor Vaskuler
Inhibitor vaskuler terdiri dari Prostasiklin dan Nitrit oksida. Prostasiklin
merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel endotel, yang berasal
dari asam, arakidonat dimana dalam pembuatannya dikatalisir oleh enzim
siklooksigenase. menyebabkan vasodilatasi (menghambat vasokontriksi) dan
menghambat agregasi trombosit.
b) Inhibitor Koagulasi
Inhibitor yang mencegah proses koagulasi; yaitu membatasi proses koagulasi
pada pembuluh darah yang mengalami cedera (AT III, thrombomodulin,
TFPI, PC).

1) TFPI (Tissue Factor Pathway Inhibitor)


TFPI dalam plasma memiliki hubungan dengan lipoprotein. TFPI terikat
ke permukaan endotel dengan jumlah yang lebih besar. Sumber TFPI
dapat dilepaskan setelah pemberian heparin. TFPI mengatur faktor
jaringan kompleks (TF / VIIA). Pertama, TFPI mengikat F Xa, dan
kemudian menghambat faktor Xa. Selanjutnya, TFPI dan Xa kompleks
mengikat TF/VIIA kompleks pada membran fosfolipid, menghalangi
aktivitas prokoagulan dari TF/VIIA kompleks.
2) Thrombomodulin
Thrombomodulin memiliki efek antikoagulan dengan mengubah trombin
dari koagulan menjadi antikoagulan. Thrombin kehilangan kemampuan
untuk mengkonversi FI menjadi fibrin, kemudian mengaktifkan trombosit
serta FV dan F VIII, tetapi mengaktifkan protein C.
Untuk memperoleh kemampuan katalis untuk mengaktifkan PC menjadi
PCA, trombin harus berikatan dengan kofaktor thrombomodulin (TM),
yang disintesis oleh endotel pembuluh darah. Dalam kompleks dengan
thrombomodulin, trombin kehilangan kemampuan untuk mengikat
fibrinogen dan untuk mengaktifkan faktor koagulasi V dan VIII dan
trombosit. Trombin hanya mempertahankan kemampuan untuk
mengaktifkan PC. TFPI dikenal sebagai regulator poten dari thrombosis.
Sampai saat ini belum dikenal adanya defisiensi TFPI herediter.
3) Antithrombin III ( AT III )
Keseimbangan hemostatik dalam sirkulasi darah diatur oleh berbagai
sistem yang kompleks. Hanya beberapa dari sistem ini yang dikenal. AT
III adalah yang paling penting inhibitor protease serin. AT III defisiensi
adalah salah diwariskan atau diperoleh dan berhubungan dengan
kecenderungan untuk penyakit tromboemboli. AT III pada manusia adalah
rantai tunggal alpha 2 glikoprotein globular dengan berat molekul 58.000
dalton. Terdiri dari 425 asam amino, 4 residu karbohidrat dan 3 obligasi
disulfida. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa AT III dibentuk di
hepatosit. Hal ini juga dapat ditemukan dalam sel-sel endotel. Dalam
populasi normal, rata-rata konsentrasi AT III dalam plasma adalah 0,1-0,2
g/l. AT konsentrasi dalam plasma III kurang bervariasi dari konsentrasi
protein lain dalam plasma. AT III konsentrasi dinyatakan dalam
persentase; nilai normal berkisar 80-120 %. Konsentrasi AT III pada bayi
baru lahir lebih rendah, dibandingkan dengan orang dewasa, dan akan
mencapai konsentrasi nilai AT III orang dewasa enam bulan setelah
kelahiran. AT III saat menstruasi sedikit menurun.
Fungsi utama dari AT III adalah menginaktivasi trombin dan banyak
enzim koagulasi diaktifkan lainnya : Xa, Xia, IXa, XIIa, plasmin, tripsin
dan kallikrein. AT III mengikat trombin membentuk kompleks aktif dan
stabil. Reaksi ini jauh dimodifikasi oleh heparin. Waktu paruh dari
kompleks ini adalah 9 jam. Heparin meningkatkan AT aktivitas III sebesar
1000 kali. Sekitar setengah dari seluruh jumlah AT III dapat ditemukan di
extravaskuler. Ekstravaskuler AT III bertindak sebagai reservoir yang
menambahkan AT III pada darah bila diperlukan. Dalam jaringan, AT III
diarahkan terlebih dahulu pada sisa fibrin selama proses inflamasi.
Inaktivasi thrombin oleh AT akan diperkuat oleh adanya kofaktor pada
permukaan endotil yaitu heparan sulfat (suatu glycosaminoglycan), atau
adanya heparin yang berasal dari luar. Defek AT sebagian besar bersifat
herediter tetapi dapat juga bersifat didapat. Defek AT menyebabkan
aktivitas thrombin berlebihan sehingga mendorong terjadinya thrombosis.
4) Protein C ( PC ) dan Protein S ( PS )
PC adalah vitamin K tergantung faktor ditemukan beredar dalam bentuk
tidak aktif sebagai ganda rantai zymogen dan termasuk dalam kelompok
protease serin. PC terikat dengan fosfolipid bermuatan negatif,
membutuhkan Ca (Kalsium). PC Activated memiliki sifat antikoagulan.
Sebagai kompleks dibentuk dengan PS, melalui proteolisis terbatas, PC
menginaktivasi koagulasi faktor Va dan VIIIA. PC mirip dengan
kimotripsin. Aktivasi PC, yang disebabkan oleh trombin, menyebabkan
pembelahan peptida asam amino 12 pada amino - terminal dari rantai
berat. Dengan demikian, zymogen yang berubah menjadi enzim aktif.
Untuk mendapatkan kemampuan katalitik untuk mengaktifkan PC ke PCa,
trombin harus berikatan dengan TM kofaktor, yang disintesis oleh
endotelium pembuluh darah. Dalam kompleks dengan thrombomodulin,
trombin hanya mempertahankan kemampuannya untuk mengaktifkan PC.
PC Activated dikombinasikan dengan kofaktor PS, membentuk kompleks
enzim antikoagulan pada membran fosfolipid. PS juga vitamin K -
dependent ; meskipun, tidak memiliki aktivitas enzimatik. Sekitar 60 %
dari PS ditemukan di bentuk tidak aktif dalam sirkulasi. Sisanya 40 %,
beredar sebagai PS bebas, bertanggung jawab atas kegiatan kofaktor.
Selain F Va dan F VIIIA inaktivasi, PC diaktifkan meningkatkan
pelepasan aktivator plasminogen dari sel-sel endotel. Seperti vitamin
lainnya tergantung K faktor, PC dan PS disintesis di hati. Defisiensi
protein C atau protein S menyebabkan penurunan antikoagulan alamiah
sehingga aktivitas thrombin meningkat. Fungsi APC menjadi menurun jika
struktur faktor V berubah, sebagai akibatnya faktor Va tidak dapat
dinonaktifkan oleh APC. Keadaan ini disebut APC resistance, terutama
dijumpai pada faktor V Leiden
.

e. Mekanisme Fibrinolisis
Fibrinolisis merupakan mekanisme pecahnya benang fibrin (salah satu agen
pembeku darah yang diproduksi dalam darah sebagai produk akhir koagulasi).
Darah juga mengandung enzim fibrinolitik yang berguna mecegah pembentukan
gumpalan atau pembekuan darah pada area yang tidak terluka, sehingga tidak
akan menghalangi aliran darah, dan juga enzim ini akan menghancurkan fibrin
bila luka telah sembuh. Trombosis merupakan pembentukan gumpalan atau
bekuan darah yang tidak normal, yang terjadi bila terdapat gangguan pada jalur
pembekuan darah dan pemecahan fibrin. Obat yang dapat mengaktifkan kerja
fibrinolisis dapat juga menyembuhkan penyakit seperti embolisme paru-paru, dan
infark myocardial yang disebabkan karena adanya gumpalan darah yang
menghalangi aliran darah.
Fibrinolisis adalah mekanisme fisiologis yang bekerja secara konstan dengan
sistem pembekuan darah untuk menjamin lancarnya aliran darah ke organ perifer
atau jaringan tubuh.
Koagulasi dan fibrinolisis merupakan mekanisme yang saling berkaitan erat
sehingga seorang tidak dapat membicarakan masalah koagulasi tanpa di sertai
dengan fibrinolisis demikian juga sebaliknya dalam system koagulasis dan
fibrinolisis terdapat system lain yang mengatur agar kedua proses tidak langsung
berlebihan .sistem tersebut terdiri dari faktor penghambat (inhibitor). Seluruh
proses merupakan mekanisme terpadu antara aktifitas pembuluh darah,fungsi
trombosit ,interaksi antara prokoagulan dalam sirkulasi dengan trombosit ,aktifasi
fibrinolisis dan aktifitas inhibitor.
f. Sistem Fibrinolisis
Sistem fibrinolisis adalah system yang menghancurkan fibrin dengan cara
enzimatik. Komponen system fibrinolisis terdiri atas :
1. Plasminogen
2. Aktivator plasminogen
3. Inhibitor
Plasminogen adalah prekursor dari plasmin. Plasmin adalah enzim proteolitik
yang dapat menghancurkan fibrin, fibrinogen, FV, F VIII, komplemen, dan
hormon.

Aktivator plasminogen ada beberapa macam :


1. Tissue plasminogen activator (tPA), adalah activator plasminogen yang
fisiologis, berasal dari sel endotel, juga dapat dijumpai pada berbagai
jaringan.
2. Urokinase type plasminogen activator (uPA), diproduksi oleh sel ginjal,
juga terdapat di sel endotel.
3. Streptokinase berasal dari streptokokus.
4. Stafilokinase berasal dari stafilokokus.
5. Bat vampire plasminogen activator berasal dari air liur kelelawar.
Inhibitor system fibrinolisis ada 2 macam yaitu : yang menghambat activator
(plasminogen activator inhibitor) dan yang menghambat plasmin (antiplasmin).
Plasminogen activator inhibitor ada tiga macam, yaitu:
1. Plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1)
2. Plasminogen activator inhibitor 2 (PAI-2)
3. Plasminogen activator inhibitor 3 (PAI-3)

Terdapat beberapa protein yang berfungsi sebagai antiplasmin, yaitu :

1. Alfa 2 antiplasmin
2. Alfa 2 makroglobulin
3. Alfa 1 antitripsin
Gambar Sistem Fibrinolisis

Proses fibrinolisis dimulai dengan masuknya activator ke sirkulasi. Activator


plasminogen akan mengkatifkan plasminogen menjadi plasmin, baik plasminogen
yang terikat fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP). Plasmin bebas akan
dinetralkan oleh antiplasmin, jika antiplasmin tidak cukup maka plasmin bebas
dapat menghancurkan fibrinogen dan protein lain seperti FV, FVIII, hormone,
dan komplemen. Jika yang dihancurkan oleh plasmin adalah cross-linked fibrin
maka akan dihasilkan D dimer, tetapi pada penghancuran fibrinogen tidak
dihasilkan D dimr, jadi D dimer dapat membedakan fibrinolisis dengan
fibrinogenolisis.
DAFTAR PUSTAKA

Mosnier, Laurent O., and Bonno N. Bouma. "Regulation of fibrinolysis by thrombin


activatable fibrinolysis inhibitor, an unstable carboxypeptidase B that unites the
pathways of coagulation and fibrinolysis." Arteriosclerosis, thrombosis, and
vascular biology 26.11 (2006): 2445-2453.
Sillen, M., & Declerck, P. J. (2021). Thrombin activatable fibrinolysis inhibitor
(TAFI): an updated narrative review. International Journal of Molecular
Sciences, 22(7), 3670.
Wojtukiewicz, Marek Z., et al. "Imbalance in coagulation/fibrinolysis inhibitors
resulting in extravascular thrombin generation in gliomas of varying levels of
malignancy." Biomolecules 11.5 (2021): 663.
Rofinda, Zelly Dia. "Kelainan hemostasis pada leukemia." Jurnal Kesehatan
Andalas 1.2 (2012).
Millizia, Anna. "Penatalaksanaan Sepsis." Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika 2.3
(2019): 28-37.
Patrisia, Hygea Talita. "Kadar plasminogen aktivator inhibitor-1 sebagai predictor
outcome status neurologis pada stoke iskemik akut." Program Pascasarjana
UniversitasDiponegoro (2009).
Rediputra, Andika. "PERAN PEMERIKSAAN D-DIMER TERHADAP DIAGNOSIS
TROMBOSIS." JURNAL KEDOKTERAN 2.2 (2017): 436-453.
PATRISIA, Hygea Talita. KADAR PLASMINOGEN AKTIVATOR INHIBITOR-1
SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME STATUS NEUROLOGIS PADA STROKE
ISKEMIK AKUT (Plasminogen activator inhibitor-1 level as predictor neurologic
outcome in acute ischemic stroke). 2009. PhD Thesis. UNIVERSITAS
DIPONEGORO.
ISTANTI, Yusrina. KORELASI KADAR TRANSFORMING GROWTH FACTORBETA
1 PLASMA, PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR 1 DAN MANIFESTASI
PERDARAHAN PADA DEMAM BERDARAH DENGUE. 2009. PhD Thesis.
Diponegoro University.
Aini, M. (2017). Pengaruh berbagai interval pembatasan waktu makan terhadap
kadar plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) serum dan jumlah trombosit tikus
wistar betina dengan diet atherogenik. Language, 14(83hlm),

SOAL
1. Sistem fibrinolisis adalah system yang menghancurkan fibrin dengan cara
enzimatik. Komponen system fibrinolisis terdiri atas :
a. Palsminogen dan Aktivator plasminogen
b. Inhibitor saja
c. Plasminogen, Aktivator plasminogen, dan Inhibitor
d. Plasmin inhibitor
e. Prostasiklin
2. Proses fibrinolisis dimulai dengan masuknya activator ke sirkulasi. Activator
plasminogen akan mengkatifkan :
a. Plasminogen menjadi plasmin
b. Plasmin menjadi Plasminogen
c. Prekursor dari plasmin
d. Fibrinolisis dengan fibrinogenolisis.
e. Fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP)
3. Inhibitor vaskuler terdiri dari Prostasiklin dan Nitrit oksida. Prostasiklin
merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di :
a. Sel ginjal
b. Sel
c. Endokrin
d. Sel endotel
e. Protein
4. Pengertian dari fibrinolisis yaitu :
a. Merupakan proses yang sangat terkendali dan berkeseimbangan serta terbatas
hanya di tempat kerusakan dinding pembuluh darah, tidak boleh meluas secara
sistemik.
b. Fibrinolisis adalah proses penghancuran fibrin oleh sistem fibrinolitik
sehingga aliran darah akan terbuka kembali.
c. Keseimbangan hemostatik dalam sirkulasi darah diatur oleh berbagai sistem
yang kompleks.
d. Fibrinolisis adalah proses membuka deposit fibrin oleh sistem hemostatik
sehingga aliran darah akan terbuka kembali.
e. Menjaga keseimbangan antara prokoagulan.

5. Macam-macam inhbitor :
a. Inhibitor Koagulasi dan Inhibitor Antikoagulasi
b. Inhibitor Vaskuler
c. Inhibitor sekunder dan Inhibitor primer
d. Inhibitor Koagulasi
e. Inhibitor Vaskuler dan Inhibitor Koagulasi
6. Inhibitor system fibrinolisis ada 2 macam yaitu :
a. Aktivator ekstrinsik terdapat pada endotel pembuluh darah dan bermacam-
macam jaringan.
b. Pembekuan darah dan pemecahan fibrin.
c. Yang menghambat activator (plasminogen activator inhibitor) dan yang
menghambat plasmin (antiplasmin).
d. Yang menghambat activator dan jaringan fibrin
e. Inhibitor Koagulasi dan Inhibitor Antikoagulasi
7. Pada tahap pertama, α2- antiplasmin menghasilkan kompleks reversibel dengan
plasmin melalui obligasi nonkovalen. Interaksi ini dapat dicegah dengan :
a. Mengikat molekul tertentu seperti asam epsilon aminocaproic ( EACA )
menjadi fibrin.
b. Mengikat molekul tertentu seperti asam epsilon aminocaproic ( EACA )
menjadi plasmin.
c. Plasma memiliki hubungan dengan lipoprotein.
d. Mekanisme fisiologis yang bekerja secara konstan dengan sistem pembekuan
darah.
e. Proses yang sangat terkendali dan berkeseimbangan serta terbatas hanya di
tempat kerusakan dinding pembuluh darah.
8. Enzim proteolitik yang dapat menghancurkan fibrin, fibrinogen, FV, F VIII,
komplemen, dan hormon pengertian dari :
a. Fibrin
b. Plasminogen
c. Plasmin
d. Inhibitor
e. Benang fibrin

9. Fibrinolisis merupakan mekanisme pecahnya :


a. Benang fibrin (salah satu agen pembeku darah yang diproduksi dalam
darah sebagai produk akhir koagulasi).
b. Perdarahan akan terjadi jika terdapat defisiensi inhibitor yang biasanya
membatasi fibrinolisis.
c. Keseimbangan hemostatik dalam sirkulasi darah diatur oleh berbagai sistem
yang kompleks
d. Proses yang sangat terkendali dan berkeseimbangan serta terbatas hanya di
tempat kerusakan dinding pembuluh darah.
e. Agen pembeku darah yang diproduksi dalam jaringan.

10. Pada Antithrombin III ( AT III ), Defek AT menyebabkan aktivitas thrombin


berlebihan sehingga mendorong terjadinya :
a. Antikoagulasi
b. Thromosit
c. Pembuluh darah
d. Koagulasi
e. Thrombosis.
MAKALAH HEMOSTASIS
PEMERIKSAAN HEMOSTASIS

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK


3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024

PEMERIKSAAN HEMOSTASIS

A. Pendahuluan
Hemostasis adalah istilah kolektif untuk semua mekanisme faal yang
digunakan oleh tubuh untuk melindungi diri dari kehilangan darah. Hemostasis yaitu
proses tubuh yang secara simultan menghentikan pendarahan dari tempat yang cedera,
sekaligus mempertahankan darah dalam keadaan cair di dalam kompartemen vascular.
Hemostasis melibatkan kerja sama antara beberapa sistem fisiologik yang saling
berkaitan (Sacher&McPherson, 2004). Hemostasis merupakan mekanisme tubuh
untuk menghentikan perdarahan secara spontan (R.D.Setiabudy, 2009).

Pemeriksaan hemostasis adalah pemeriksaan laboratorium yang diperlukan


untuk menguji pasien dengan dugaan kelainan perdarahan, mengetahui penyebab
perdarahan akut dan untuk mengetahui adanya proses hemostasis normal pada pasien
yang akan melakukan tindakan invasive atau bedah. Kesalahan pada hasil
pemeriksaan tersebut dapat mengakibatakan perdarahan atau kesalahan diagnosis
(Wirawan, 2011).
Pemeriksaan hemostasis meliputi uji skrining memungkinkan penilaian
terhadap sistem intrinsik dan ekstrinsik pembekuan darah dan juga perubahan sentral
fibrinogen menjadi fibrin (Hoffbrand, Pettit, & Moss, 2005). Pemeriksaan hemostasis
dasar meliputi masa pendarahan, masa pembekuan, masa protrombin (protrombin
time / PT), masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial tromboplastin
time / aPTT) (Wirawan, 2011).

B. Latar Belakang
1) Jenis Pemeriksaan
 Pemeriksaan Fungsi Vaskular
Proses hemostasis merupakan proses pencegahan perdarahan pada tubuh yang
dipengaruhi oleh vaskular, trombosit, faktor pembekuan darah dan fibrinolisis.
Pembuluh darah pada tubuh manusia terdiri atas pembuluh darah arteri, vena dan
kapiler. Pembuluh darah arteri merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari
jantung ke seluruh tubuh. Pembuluh darah arteri membawa eritrosit yang
mengandung oksigen ke seluruh tubuh, kecuali arteri pulmonalis yang membawa
eritrosit yang banyak mengandung karbondioksida. Pembuluh darah arteri terkecil
yang berhubungan dengan pembuluh darah kapiler disebut arteriola. Pembuluh darah
vena bertugas membawa darah dari seluruh tubuh ke jantung. Pembuluh darah vena
membawa darah kaya akan karbondioksida, kecuali vena pulmonalis yang membawa
ertirosit kaya akan oksigen. Pembuluh darah vena terkecil yang berhubungan dengan
pembuluh darah kapiler disebut venula.

Pembuluh darah kapiler merupakan pembuluh darah yang menghubungkan


antara pembuluh darah arteriol dan venula, dimana eritrosit melakukan pertukaran
oksigen dan korbondioksida pada seluruh jaringan tubuh. Dikarenakan perbedaan dari
komposisi oksigen dalam darah, darah arteri berwarna lebih terang dibandingkan
darah vena. Fungsi yang berbeda tersebut mempengaruhi struktur dari pembuluh
darah arteri, vena dan kapiler.

Pembuluh darah arteri mempunyai dinding pembuluh darah yang tebal


dikarenakan darah yang mengalir pada pembuluh darah arteri memiliki tekanan yang
tinggi akibat kontraksi jantung. Dinding pembuluh darah vena lebih tipis
dibandingkan pembuluh darah arteri, dan memiliki katup yang mencegah aliran darah
kembali ke organ tubuh. Pembuluh darah kapiler merupakan pembuluh darah yang
memiliki satu lapis sel yang menghubungkan antara arteriol dan venula.

Ketika terjadi perlukaan pada pembuluh darah, maka proses hemostasis


pertama adalah vasokonstriksi. Vasokonstriksi merupakan penyempitan pembuluh
darah dikarenakan adanya kontraksi otot lunak tunica intima. Vasokontriksi
mengurangi aliran darah pada daerah luka dan mengurangi hilangnya darah. Untuk
mengetahui fungsi vaskular pada proses hemostasis, maka dapat dilakukan
pemeriksaan rumple leed.

Selain vaskular, hemostasis dipengaruhi oleh trombosit, baik jumlah ataupun


fungsi trombosit. Trombosit merupakan komponen darah yang dihasilkan dari
pecahan megakariosit, mempunyai ukuran 2-4 μL. Trombosit mempunyai masa hidup
selama 10 hari dalam sirkulasi darah.

Ketika pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak, sehingga jaringan
ikat dibawah endotel akan terbuka. Hal tersebutakan mencetus trombosit untuk
membuat sumbat melalui tahap adhesi, agregasi dan pelepasan. Adhesi merupakan
proses trombosit melekat pada permukaan asing seperti serat kolagen. Adhesi
trombosit dipengaruhi oleh protein plasma seperti vWF yang disintesis oleh sel
endotel dan megakariosit. vWF berfungsi sebagai jembatan antara trombosit dan
jaringan subendotel. Setelah trombosit melekat pada permukaan asing, trombosit akan
melekat ke trombosit lain, hal ini disebut dengan aggregasi.

Proses aggregasi dicetus oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang
melekat pada permukaan asing. Trombosit tersebut akan membentuk aggregasi primer
yang bersifat reversibel. Trombosit pada aggregasi primer akan mengeluarkan ADP
sehingga terjadi aggregasi sekunder yang bersifat irreversibel. Proses sumbat
trombosit tentunya dipengaruhi oleh jumlah dan fungsi dari trombosit. Untuk
mengetahui hal tersebut, dapat dilakukan pemeriksaan hitung jumlah trombosit dan
uji aggregasi trombosit.
Gambar. Pembentukkan sumbat trombosit pada perlukaan pembuluh darah

 Pemeriksaan Fungsi Selular


Trombosit merupakan bagian sel yang berperan dalam proses pembekuan
darah dengan melakukan proses adhesi, agregasi primer, agregasi sekunder dan reaksi
pelepasan. Apabila jumlah ataupun fungsi dari trombosit tidak normal, maka proses
pembekuan darah dapat terhambat dan masa perdarahan akan memanjang. Untuk
mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah serta
fungsi dari trombosit.

1. Pemeriksaan Jumlah Trombosit


Jumlah trombosit dapat diketahui dengan melakukan perhitungan sel
trombosit, baik menggunakan alat otomatisasi ataupun menggunakan metode
manual. Penghitungan jumlah trombosit, secara manual dilakukan dengan
mengencerkan darah sampel menggunakan larutan tertentu. Pelarut yang
digunakan antara lain, amonium oxalat dan Rees Ecker. Setelah dilakukan
pengenceran, sel trombosit akan dihitung menggunakan bilik hitung Improved
Neubauer dengan luas lapang pandang 1mm2. Jumlah sel trombosit setiap
mikroliter darah dihitung berdasarkan volume pengenceran dan volume lapang
pandang perhitungan sel. Pada penggunaan larutan amonium oxalat, sel lain
selain trombosit akan lisis, sedangkan pada penggunaan larutan Rees ecker sel
yang tidak dilisiskan adalah sel trombosit dan sel eritrosit. Perhitungan jumlah
sel trombosit secara manual, selain dihitung secara langsung menggunakan
pelarut tertentu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode tidak
langsung, yaitu menghitung sel trombosit pada SAD (sediaan apus darah).
Pada metode tersebut, sel trombosit dihitung terhadap 1000 sel eritrosit.
Metode tersebut, dikatakan sebagai metode manual tak langsung, karena untuk
menentukan jumlah sel trombosit/μL darah, selain menghitung sel darah pada
SAD per 1000 sel eritrosit, TLM juga harus menghitung jumlah eritrosit /μL
darah.

2. Pemeriksaan Fungsi Trombosit


Pada proses hemostasis, trombosit berfungsi untuk membentuk sumbat
trombosit, agar perdarahan dapat terhenti. Untuk mengetahui fungsi trombosit,
dapat dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit. Pemeriksaan agregasi
trombosit dapat dilakukan menggunakan alat aggregometer. Selain untuk
menilai fungsi trombosit, pemeriksaan agregasi trombosit dapat digunakan
untuk membantu diagnosa hyperkoagulasi yang dapat menyebabkan trombosis
akibat terbentuknya trombus.

 Pemeriksaan Fungsi Biokimia


Pada proses hemostasis, selain vaskuler dan sel trombosit, faktor pembekuan
darah juga berperan penting proses pembentukkan benang fibrin. Faktor pembekuan
darah antara lain :

I Fibrinogen

II Protrombin

III Jaringan tromboplastin

IV Kalsium

V Faktor labil, proakselerin

VI -

VII Faktor stabil, prokonvertin


VIII Globulin antihemolifilik (AHG), faktor A antihemofilik

IX Faktor Chrismas, komponen tromboplastin plasma (PTC)

X Faktor Stuart, Faktor Prower

XI Plasma tromboplastin antecedent, Faktor Antihemofilik C

XII Faktor Hageman, Faktor kontak

XIII Faktor penstabil fibrin, Fibrinase, High Molucular Weight Kininogen


(HMWK), Faktor Fitzgerald Prekalikrein, faktor Fletcher

Pembentukaan benang fibrin dapat distimulus oleh jalur intrinsik ataupun jalur
ekstrinsik. Jalur Intrinsik meliputi fase kontak dan pembentukkan kompleks aktivator
F.X. Adanya kontak antara F.XII dengan permukaan asing seperti serat kolagen akan
mengaktivasi F.XII menjadi FXIIa. Dengan adanya kofaktor HMWK, F.XIIa akan
mengubah prekalikrein menjadi kalikrein. F.XIIa akan mengubah F.XI menjadi XIa.
F.XIa dengan bantuan ion kalsium akan mengubah F.IX menjadi F.IXa. Reaksi
terakhir jalur ekstinsik adalah interaksi non enzimatik antara F.IXa, PF.3, F.VIII dan
ion kalsium membentuk kompleks yang mengaktifkan F.X. Jalur ekstrinsik terdiri dari
reaksi tunggal dimana F.VII akan diaktifkan menjadi F.VIIa dengan adanya ion
kalsium dan tromboplastin jaringan yang dikeluarkan oleh pembuluh darah yang luka.

Selanjutnya F.VIIa akan mengaktifkan F.X menjadi F.Xa. Jalur bersama


meliputi pembentukkan protrombin converting complex (protrombinase), aktivasi
protrombin dan pembentukkan fibrin. Reaksi pertama pada jalur bersama adalah
perubahan F.X menjadi F.Xa. FXa bersama F.V, PF.3, dan ion kalsium membentuk
protrombin converting complex yang akan mengubah protrombin menjadi trombin.
Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin.

 Pemeriksaan kelainan jalur intrinsik


Koagulasi jalur intrinsik melibatkan aktivasi faktor kontak prekalikrein,
HMWK, faktor XII dan XI. Faktor-faktor ini berinteraksi pada permukaan untuk
mengaktifkan faktor IX menjadi IXa. Faktor IXa bereaksi dengan faktor VIII, PF3,
dan kalsium untuk mengaktifkan faktor X menjadi Xa. Bersama faktor V, faktor Xa
mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin, yang selanjutnya mengubah
fibrinogen menjadi fibrin. Pemeriksaan kelainan jalur intrinsik dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktor-faktor pembekuan darah pada jalur
ini, seperti faktor XII, IX, X, VIII, V, II, I. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain pemeriksaan aPTT (activated Partial Tromboplastin Time).

 Pemeriksaan kelainan jalur ekstrinsik


Koagulasi jalur ekstrinsik distimulus oleh masuknya tromboplastin jaringan ke
dalam sirkulasi darah. Tromboplastin jaringan berasal dari phospolipoprotein dan
membran organel dari sel-sel jaringan yang terganggu. Faktor VII akan mengikat
fosfolipid pada membran sel dan jaringan membentuk faktor VIIa, yang merupakan
enzim kuat yang mampu mengaktifkan faktor X menjadi Xa bersama dengan ion
kalsium terionisasi. Pemeriksaan kelainan jalur ekstrinsik dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat kelainan pada faktor-faktor pembekuan darah pada jalur
ini. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan PT (Protrombin
Time).

2) Persiapan alat pemeriksaan


Persiapan Alat Pengambilan Darah Spesimen Uji Hemostasis

Pemeriksaan hemostasis meliputi pemeriksaan terhadap vaskular, selular dan


biokimia. Pada pemeriksaan vaskular dilakukan perlukaan pada pembuluh kapiler
sedangkan pada pemeriksaan selular dan biokimia dilakukan pengambilan darah
pembuluh darah vena.

1. Perlukaan pembuluh darah kapiler pada pemeriksaan masa perdarahan


Perlukaan pembuluh darah kapiler dilakukan dengan menggunakan alat dan
bahan sebagai berikut :

 Kapas alkohol
 Lancet
 Autoklik
Tahapan perlukaan pembuluh darah kapiler adalah sebagai berikut :

i. Alat dan bahan disiapkan.


ii. Bagian yang akan ditusuk diantisepsis menggunakan kapas alkohol.
iii. Bagian yang akan ditusuk difiksasi, lalu dilakukan penusukan pembuluh darah
kapiler.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perlukaan pembuluh darah kapiler
antara lain :

 Jarum dan kapas alkohol yang digunakan steril dan disposible (satu kali pakai)
 Antisepsis daerah tusukan dilakukan dengan cara melingkar satu arah dari
bagian dalam ke luar.
 Tusukan harus cukup dalam (diameter serapan tetes pertama minimal 5mm)
2. Pengambilan darah vena
Pengambilan darah vena menggunakan Evacuate tube system (ETS) dilakukan
dengan menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :

 Torniquette
 Kapas alkohol
 Holder
 Jarum
 Tabung vakum berisi antikoagulan Na-Sitrat
 Kasa kering

Tahapan pengambilan darah vena adalah sebagai berikut :

i. Alat dan bahan disiapkan.


ii. Torniquette dipasang di bagian atas lengan lalu dilakukan palpasi untuk
menentukan posisi vena
iii. Torniquette dikendurkan lalu bagian yang akan ditusuk diantisepsis
menggunakan kapas alkohol.
iv. Torniquette dikencangkan kembali, lalu bagian yang akan ditusuk difiksasi dan
dilakukan penusukan pembuluh darah vena.
v. Ketika jarum masuk kedalam pembuluh darah vena, tabung ETS ditusukkan ke
sisi jarum yang lain.
vi. Ketika darah mengalir ke dalam tabung, torniqutte dikendurkan.
vii. Posisi jarum dipertahankan hingga tabung vacuatte terisi sesuai volume (batas
tabung)
viii. Ketika volume tabung terisi, kapas bersih dan kering diletakkan dibagian atas
tusukan jarum, tabung dilepaskan dari jarum lalu jarum dikeluarkan dari lumen
vena dan bekas luka tusukan ditutup dengan kapas bersih dan kering.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengambilan darah vena antara lain :

 Jarum dan kapas alkohol yang digunakan steril dan disposible (satu kali pakai)
 Antisepsis daerah tusukan dilakukan dengan cara melingkar satu arah dari
bagian dalam ke luar.
 Torniquette harus dilepaskan atau dikendurkan secepatnya setelah tabung
pertama terisi (pembendungan kurang dari satu menit)
 Tusukan yang dilakukan harus clean venipunture (tanpa reposisi)
 Antikoagulan yang digunakan sesuai baik jenis ataupun takaran
 Penampung yang digunakan terbuat dari plastik atau gelas yang dilapisi silikon
 Disarankan menggunakan ukuran jarum minimal 20G
 Homogenisasi tabung dilakukan sesuai agar tidak terdapat bekuan darah.
 Urutan pengambilan darah harus sesuai dengan anjuran WHO/ICSH. Urutan
tabung adalah tabung kultur/steril, tabung koagulasi, tabung tanpa antikoagulan
lalu tabung dengan antikoagulan
 Pembuangan tabung pertama ketika pengambilan sampel pemeriksaan
hemostasis dilakukan ketika sampel diambil menggunakan butterfly system atau
menggunakan alat kateter intravena.
 Volume tabung harus terisi >90%
 Tabung diberi label identitas, seperti nama pasien, tanggal lahir pasien dan
nomor laboratorium
 Darah diambil pada pasien yang telah berpuasa selama 8 jam
 Pasien tidak diambil darah dalam keadaan stres

Persiapan Alat Uji Sampel Uji Hemostasis

1. Pemeriksaan vaskular
Pemeriksaan vaskular meliputi pemeriksaan rumple leede dan masa
perdarahan. Pada pemeriksaan tersebut harus dipastikan alat-alat yang digunakan
berfungsi dengan baik. Untuk alat yang digunakan untuk perlukaan pembuluh darah
kapiler, alat harus steril. Sebelum digunakan, alat harus diuji terlebih dahulu dan
sebaiknya dikalibrasi secara berkala. Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan
rumple leede antara lain :

a. Sfigmomanometer
Digunakan untuk melakukan pembendungan pembuluh darah kapiler
selama waktu tertentu. Sfigmomanometer air raksa sebelum penggunaannya,
harus dilihat apakah air raksa dalam keadaan baik (tidak pecah). Perlu diuji
juga apakah tekanan Sfigmomanometer stabil (tidak turun selama dilakukan
penahan pada posisi tertentu).

Gambar. Sfigmomanometer

b. Timer
Digunakan untuk mengatur waktu pembendungan, sehingga
pembendungan dilakukan dengan waktu yang sesuai. Timer yang akan
digunakan, harus dipastikan berfungsi dengan baik. Cara penggunaan tombol
timer (start/mulai serta stop/berhenti) serta waktu setiap putaran harus
diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan penggunaan ketika proses
pemeriksaan pasien.
Gambar. Timer

Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy


antara lain :

a. Sfigmomanometer
Digunakan untuk melakukan pembendungan pembuluh darah kapiler
selama waktu tertentu. Sfigmomanometer air raksa sebelum penggunaannya,
harus dilihat apakah air raksa dalam keadaan baik (tidak pecah). Perlu diuji
juga apakah tekanan Sfigmomanometer stabil (tidak turun selama dilakukan
penahan pada posisi tertentu).

b. Timer
Digunakan untuk menghitung waktu perdarahan hingga perdarahan
berhenti. Sebelum digunakan, harus dipastikan timer berfungsi baik. Cara
penggunaan tombol timer (start/mulai serta stop/berhenti) serta waktu setiap
putaran harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan penggunaan ketika
proses pemeriksaan pasien.

c. Lancet
Digunakan untuk menusuk pembuluh darah kapiler. Lancet yang
digunakan harus steril dan hanya digunakan untuk satu kali penusukan.

d. Autoklik
Merupakan alat bantu untuk melakukan penusukan pembuluh darah
kapiler. Perlu diperhatikan jenis autoklik yang digunakan serta kedalaman
tusukan. Aturan kedalaman tusukan disesuaikan dengan kondisi pasien, seperti
pasien bayi penusukan tidak sedalam pasien dewasa. Kedalaman tusukan
dapat disesuaikan dengan mengatur angka pada bagian atas autoklik, semakin
besar angka yang dipilih, maka tusukan jarum akan semakin dalam.

e. Kertas saring
Digunakan untuk menyerap setiap tetesan darah yang dikeluarkan oleh
luka akibat penusukan pembuluh darah kapiler.
2. Pemeriksaan selular
Pemeriksaan selular terkait dengan fungsi hemostasis, dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah trombosit dan menilai fungsi trombosit. Alat-alat
yang digunakan untuk pemeriksaan hitung jumlah trombosit antara lain :

a. Mikropipet
Digunakan untuk melakukan pengenceran sampel oleh larutan
pengencer (amonium oxalat / Rees Ecker). Mikropipet harus dikalibrasi secara
berkala. Terdapat berbagai macam jenis miikropipet, fix micropipette dan
adjustable micropipette. Fix micropipette adalah jenis mikropipette dengan
satu jenis ukuran, misalnya mikropipet 20 μL dapat mengambil cairan dengan
volume 20 μL saja. Adjustable micropipette merupakan jenis mikropipet yang
dapat digunakan untuk mengambil beberapa ukuran volume cairan, seperti
adjustablemicropipette 100 - 1000 μL, dapat digunakan untuk mengambil
cairan dengan volume 100 sampai dengan 1000 μL.

b. Tip
Digunakan sebagai wadah cairan ketika mengambil cairan
menggunakan mikropipet. Terdapat berbagai macam ukuran tip, mulai dari tip
putih yang digunakan untuk mengambil cairan dengan volume yang kecil
sekali (0,5 μL), Tip kuning dapat digunakan untuk mengambil cairan mulai
dari 10 μL hingga 200 μL dan tip biru yang digunakan untuk mengambil
cairan mulai dari 100 μL hingga 1000 μL.Tip sebaiknya digunakan hanya satu
kali (Disposible) untuk menghindari kontaminasi sampel.

Gambar. Tip

c. Tabung reaksi
Digunakan untuk menampung sampel dan larutan pengencer ketika
proses pengenceran. Tabung reaksi yang digunakan harus dalam keadaan
bersih dan kering.
d. Hemocitometer
Hemocitometer merupakan alat hitung jumlah sel darah seperti sel
lekosit, eritrosit dan trombosit. Hemositometer terdiri atas bilik hitung
Improved Neubauer, pipet Thoma dengan bola merah, pipet Thoma dengan
bola putih, selang dan kaca penutup. Bilik hitung Improved Neubauer terdiri
dari beberapa kotak-kotak kecil, dimana kotak-kotak tersebut digunakan untuk
menghitung sel-sel darah tertentu. Pipet Thoma digunakan untuk melakukan
penganceran darah, pipet dengan bola merah digunakan untuk mengencerkan
darah pada hitung sel eritrosit dan trombosit, sedangkan pipet dengan bola
putih digunakan untuk mengencerkan darah pada hitung sel lekosit. Selang
pada hemocitometer digunakan untuk proses pengambilan darah ataupun
larutan yang akan diencerkan pada pipet Thoma sedangkan kaca penutup
digunakan sebagai penutup cairan yang telah diletakkan pada bilik hitung.
Bilik hitung yang digunakan untuk hitung jumlah sel harus dalam keadaan
bersih dan kering.

Gambar. Hemositometer

e. Cawan petri
Digunakan untuk menginkubasi sampel setelah dimasukkan ke dalam
bilik hitung.

Gambar. Cawan petri

f. Kapas / tissue
Digunakan sebagai alas bilik hitung ketika proses inkubasi sampel
setelah dimasukkan ke dalam bilik hitung. Kapas / tissue dibasahkan terlebih
dahulu sebelum digunakan, sehingga selama proses inkubasi, sampel pada
bilik hitung tidak mengering.

g. Tally counter
Digunakan untuk menghitung banyaknya sel yang ditemukan pada
sediaan. Sebelum penggunaan sebaiknya Tally counter diuji coba untuk
memastikan alat tersebut berfungsi dengan baik (berhenti ditengah
perhitungan).

Gambar. Tally counter

h. Objek glass
Digunakan untuk membuat sedian apus darah (SAD) pada
penghitungan jumlah trombosit menggunakan metode manual tidak langsung.
Objek glass digunakan seharusnya bersih, kering dan bebas lemak.

i. Mikroskop
Digunakan untuk melihat trombosit dengan melakukan perbesaran
sebanyak 400x pada penghitungan jumlah trombosit cara langsung dan
perbesaran 1000x pada penghitungan jumlah trombosit cara tidak langsung.
Mikroskop sebaiknya dirawat secara berkala, baik harian maupun bulanan.
Perawatan harian dapat dilakukan dengan membersihkan lensa okuler dan
objektif setelah penggunaan.

3. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan biokimia hemostasis dapat dilakukan menggunakan metode
manual, semi otomatis dan otomatis. Alat-alat yang digunakan untuk
pemeriksaan biokimia antara lain :
a. Inkubator
Digunakan untuk menginkubasi reagensia dan sampel ketika dilakukan
uji biokimia. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap suhu dari inkubator, harus
dipastikan suhu sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan. Pengecekan suhu
inkubator dapat dilakukan dengan menggunakan thermometer. Pada inkubator
basah, air yang masukkan ke dalam inkubator harus bebas dari logam,
sehingga dapat digunakan aquadest. Penggunaan air biasa pada inkubator
dapat menyebabkan karatan pada bagian inkubator tertentu.

b. Koagulometer
Alat untuk melihat lamanya bekuan terbentuk setelah sampel ditambahkan
dengan pereaksi tertentu. Alat ini harus dikalibrasi secara berkala.

Gambar. Koagulometer

c. Agregometer
Aggregasi trombosit merupakan tes standar untuk menentukkan fungsi
trombosit. Aggregasi trombosit merupakan proses tahapan adhesi yang
melibatkan reseptor berbeda. Berbagai macam agen mampu menghasilkan
aggregasi trombosit invitro, seperti kolagen dan enzim proteolitik (trombin,
epinefrin, dan serotonin). Alat aggregometer yang digunakan pada
pemeriksaan aggregasi trombosit harus dirawat secara rutin, salah satunya
dengan melakukan kalibrasi secara berkala.
Gambar. Agregometer

3) Persiapan bahan pemeriksaan Hemostasis


1. Persiapan Pengambilan Darah Pemeriksaan Hemostasis..Pengambilan darah
merupakan salah satu tahapan pra analitik yang harus diperhatikan setiap
tahapannya, karena kesalahan pada pengambilan darah dapat menyebabkan
kesalahan hasil pemeriksaan. Ketika proses pengambilan darah perlu
diperhatikan beberapa hal seperti
a. Riwayat klinis pasien
Sebelum dilakukan pemeriksaan hemostasis, perlu diketahui riwayat
klinis perdarahan pasien, seperti riwayat perdarahan, frekuensi perdarahan,
penyebab perdarahan, apakah perdarahan terjadi setelah mengkonsumsi
aspirin dan atau obat-obatan lain seperti terapi antitrombosit. Untuk
menghindari gangguan pre analitik, konsumsi obat-obatan yang dapat
mempengaruhi hasil, dilakukan setelah pengambilan darah dan obat-obatan
yang dikonsumsi oleh pasien selama satu minggu sebelum pengambilan darah,
perlu dicatat.

Kondisi hamil berpengaruh terhadap beberapa kadar biokimia


hemostasis, seperti peningkatan kadar fibrinogen, faktor VII, VIII, X, vWF, D-
Dimer serta kompleks trombinantitrombin. Selain itu keadaan hamil
mempengaruhi penurunan antikoagulan fisiologis dengan cara resistensi
activated protein C (APC). Keadaan ini akan kembali normal setelah proses
kelahiran.

Kontrasepsi hormonal juga dapat mempengaruhi hasil uji biokimia


hemostasis, seperti peningkatan konsentrasi fibrinogen, protrombin, faktor
VII, VIII dan X. Selain itu dapat menurunkan inhibitor koagulasi seperti
antitrombin, protein S dan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Penggunaan
kontrasepsi oral kombinasi, dapat meningkatkan risiko trombosis vena 3-6
kali. Peningkatan risiko tergantung pada dosis estrogen dan jenis progesteron
yang

digunakan pada kontrasepsi oral.

b. Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil


Untuk meminimalisir kesalahan pada hasil pemeriksaan, pengambilan
darah dilakukan pada pasien yang berpuasa dan pasien yang tidak merokok
selama 30 menit sebelum pengambilan darah. Pengambilan darah sebaiknya
tidak dilakukan setelah pasien mengonsumsi makan berlemak untuk
menghindari pembentukan cylomicron pada plasma yang dapat mempengaruhi
absorbansi ketika pembacaan pada alat. Pengambilan darah sebaiknya
dilakukan setelah pasien berpuasa selama delapan jam, sehingga asupan lemak
sudah dimetabolisme tubuh secara sempurna. Merokok dapat mempengaruhi
kemampuan aggregasi trombosit dan proantikoagulan plasma.

Konsumsi kafein dihindari selama dua jam sebelum pengambilan


darah. Kafein mempengaruhi kemampuan fibrinolitik, waktu fibrinolisis
memendek, kadar PAI-1 (plasminogen activator inhibitor) menurun dan
aktivitas tPA (tissue plasminogen activator) meningkat. Selain itu, disarankan
tidak melakukan kegiatan fisik selama dua jam sebelum pengambilan darah.
Pengambilan darah dilakukan pada pasien yang telah beristirahat pada waktu
tertentu (minimal lima menit). Aktivitas fisik dapat meningkatkan jumlah sel
lekosit dan aktivasi koagulasi seperti, penurunan PT dan fibrinolisis, aktivasi
aPTT, peningkatan D-dimer, tPA dan PAI.

Kondisi stres perlu dihindari karena dapat meningkatkan protein fase


akut seperti vWF, faktor VIII dan fibrinogen.

c. Pengambilan darah
Proses pengambilan darah dilakukan menggunakan alat steril dan non
pyrogenik. Sebelum penggunaan perlu diperiksa sterilitas serta waktu
kadarluarsa jarum. Ketika proses pengambilan darah, plebotomis harus
menggunakan sarung tangan, mengantisepsis daerah venipunture dan
membiarkan alkohol mengering sebelum pengambilan darah. Pembendungan
torniqutte tidak bolah dilakukan lebih dari satu menit, torniquette harus
dilepaskan setelah tabung pertama terisi darah. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari hemokonsentrasi yang dapat meningkatkan kadar fibrinogen,
faktor VII, VIII, XII, mengaktivasi sel endothelial dan fibrinolisis. Diameter
jarum yang digunakan minimal 20G untuk menghindari aktivasi trombosit
invitro.

Untuk meminimalisir risiko sampel yang tidak memenuhi syarat,


pengambilan darah menggunakan butterfly needles dan IV catheter sebaiknya
dihindari, karena dapat menyebabkan hemolisis dan mengaktivasi faktor XII
ketika darah terpapar oleh permukaan biomaterial. Pengambilan darah harus
dilakukan tanpa reposisi/tanpa trauma dan selama penampungan, darah harus
mengalir dengan lancar. Apabila pengambilan darah dilakukan mengunakan
spuit, pemindahan darah langsung dari jarum spuit kedalam tabung dengan
cara ditusukan pada karet penutup tabung harus dihindari karena dapat
menyebabkan sampel darah lisis.

d. Penampung darah dan antikoagulan


Sample darah untuk pemeriksaan hemostasis harus ditampung dalam
wadah kaca berlapis silikon atau tabung plastik (polypropylene). Tabung yang
digunakan harus diperhatikan tanggal kadaluarsanya. CLSI
merekomendasikan penampungan spesimen dilakukan pada tabung yang berisi
antikoagulan Na-sitrat 105-109 mmol/L (3,2%). pH plasma harus sekitar 7,3 –
7,45. Penampungan sampel menggunakan Na-sitrat 3,8% dapat menyebabkan
nilai PT dan aPTT memanjang.

Penampungan sampel darah menggunakan ETS harus memperhatikan


urutan tabung agar tidak terjadi kontaminasi. WHO dan CLSI
merekomendasikan urutan tabung pengambilan darah adalah tabung
kultur/steril, tabung koagulasi (biru), tabung tanpa antikoagulan (merah),
tabung gel (SST/ serum separator tube), tabung heparin (hijau), Tabung EDTA
(ungu) lalu tabung NaF (abu-abu).

Gambar. Susunan pengambilan darah menggunakan ETS


e. Proses pengambilan darah
Volume darah yang dimasukkan ke dala tabung na-sitrat minimal 90%
dari volume tabung dengan ratio darah dan antikoagulan 1:9. Volume sampel
yang kurang dapat menyebabkan pengenceran sampel sehingga dapat
meningkatkan masa pembekuan. Setelah darah masuk ke dalam tabung na-
sitrat, sampel harus dihomogenisasi dengan baik, yaitu melakukan end-over-
end inversi sehingga antikoagulan terdistibusi dengan baik. Homogenisasi
sampel sangat penting untuk menghindari terbentuknya clot invitro.
Pengocokan, penggunaan vortex dan agitasi sampel tidak boleh dilakukan
untuk menghindari hemolisis dan aktivasi faktor pembekuan yang dapat
menyebabkan pemendekan masa pembekuan atau peningkatan palsu aktivitas
faktor pembekuan darah. Pada saat pembuatan plasma sitrat, harus perhatikan
ada tidaknya bekuan, endapan ataupun hemolisis. Bekuan invitro dapat
terbentuk dikarenakan aliran darah ke dalam tabung lambat dikarenakan
penggunaan torniquette yang lama ataupun reposisi ketika pengambilan darah.
Hal tersebut harus dihindari. Hemolisis pada sampel dapat disebabkan
pengambilan darah yang lambat ataupun kesulitan ketika proses pengambilan
darah, terlalu lama menggunakan torniquette, penggunaan alat pangambilan
darah yang salah (menggunakan butterfly needles atau IV catheter, ukuran
jarum yang kecil), homogenisasi sampel yang tidak sesuai, centrifugasi sampel
dengan kecepatan yang tidak sesuai (> 1500g), transportasi sampel yang tidak
baik (penggunaan pneumatic tube, waktu simpan, suhu dan kelembaban).

Sampel hemolisis dapat mempengaruhi hasil karena mengandung


tromboplastin ataupun pigmen hemoglobin yang dapat mempengaruhi
absorbansi alat fotometer. Eritrosit yang lisis akan mengeluarkan komponen
intraselularnya sehingga dapat mempengaruhi faktor koagulasi. Hemolisis
dapat meningkatkan nilai PT, D-Dimer dan menurunkan kadar fibrinogen.

Plasma lipemik dan ikterik dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan


karena mempengaruhi absorbansi optikal ataupun transmisi cahaya ketika
pembacaan hasil. CLSI merekomendasikan untuk mengurangi kadar triliserida
sampel dengan melakukan ultrsentrifugasi, akan tetapi ultrasentrifugasi dapat
mempresipitasi faktor VIII/vWF.
f. Pengiriman sampel
Pengiriman sampel pemeriksaan hemostasis dilakukan tanpa pendingin
pada suhu 15-25⁰C. Suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar dapat
menyebabkan faktor V dan VIII terdegrdasi. Sebelum pengiriman, sampel
harus diperiksa kebenaran identitas, keamanan wadah dan stabilitas sampel.
Pengiriman harus dilakukan dengan hati-hati dan menghindari getaran.
Apabila sampel terjatuh maka sampel tidak dapat digunakan untuk
pemeriksaan. Penundaan pemeriksaan dapat menyebabkan berkurangnya
protein-protein koagulasi. Penggunaan pneumatic tube system (PTS) dapat
mempengaruhi uji fungsi trombosit. Akselerasi cepat PTS dapat menginduksi
getaran, denaturasi protein, sehingga menyebabkan hemolisis, aktivasi
trombosit dan lain-lain.

g. Penolakan sampel
Setiap laboratorium harus memiliki kebijakan tersendiri untuk
penolakan sampel. Beberapa kriteria yang umum untuk penilakan sampel
antara lain : Penggunaan tabung / antikoagulan yang tidak sesuai, tabung
penampung sampel (ETS) sudah kadarluarsa, identitas pasien tidak jelas,
volume sampel tidak sesuai, sampel hemolisis, sampel terdapat bekuan.

2. Pembuatan Plasma
Plasma yang digunakan untuk pemeriksaan hemostasis adalah plasma
miskin trombosit/platelet poor plasma (PPP) dan plasma kaya
tromobosit/platelet rich plasma (PRP). Sentrifugasi yang digunakan untuk
membuat PPP dan PRP direkomendasikan yang memiliki rotor dengan jenis
swing out buckets sehingga dapat memisahkan plasma dengan sel darah dan
meminimalisir pencampuran kembali sel darah dengan plasma. Sentrifuge
disarankan untuk disimpan pada suhu kamar (15-25⁰C) dan dikalibrasi secara
berkala setiap 6 bulan.
Gambar. Swing out bucket centrifuge

Pembuatan PPP dilakukan dengan mensentrifugasi darah dengan


kecepatan 1500g kurang dari 15 menit dengan pengaturan brake yang
dimatikan. Penggunaan brake rotor dapat meningkatkan residual
mikropartikel,jumlah trombosit serta konsentrasi PT dan fibrinogen.
Sentrifugasi sampel dengan kecepatan >1500g tidak disarankan karena dapat
menstimulus aktivasi trombosit dan hemolisis. Pada keadaan darurat, dapat
dilakukan pemeriksaan parameter hemostasis menggunakan plasma segar
yang dibuat dengan mensentrifugasi pada kecepatan >1500g dengan waktu
yang lebih singkat (kurang dari 10 menit).

PRP dibuat dengan melakukan sentrifugasi lebih dari satu kali, dimana
sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan sentrifugal yang berbeda untuk
mengendapkan sel-sel darah tertentu sesuai dengan berat sel tersebut. PRP
dibuat dengan mensentrifugasi darah dengan kecepatan 1300 rpm lalu
memisahkan plasma yang mengandung trombosit ke dalam wadah steril
lainnya. Plasma tersebut kemudian dicentrifugasi kembali dengan kecepatan
yang lebih tinggi, 2000 rpm untuk mengdapatkan konsentrat trombosit. Bagian
1/3 bawah tabung merupakan PRP sedangkan bagian 2/3 atas tabung
merupakan PPP. Untuk mendapatkan PRP, maka bagian atas plasma
dipindahkan. PRP dapat juga dibuat dengan menggunakan metode buffy coat.
Pada metode tersebut, darah disentrifugasi sehingga terbentuk tiga lapisan,
lapisan sel darah merah, buffy coat dan plasma. Bagian plasma merupakan
PPP yang dipisahkan dari tabung tersebut, lalu lapisan buffy coat yang
mengandung lekosit dan trombosit dipisahkan ke dalam tabung steril lain.
Tabung buffy coat dan trombosit tersebut kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan rendah untuk memisahkan lekosit dari trombosit.

3. Persiapan Reagensia Uji Hemostasis


Persiapan reagensia pemeriksaan biokimia hemostasis harus
disesuaikan dengan kit insert reagensia yang digunakan. Reagensia yang
digunakan harus dipastikan tidak kadaluwarsa. Suhu penyimpanan reagensia
harus diperhatikan, suhu alat pendingin harus diuji untuk memastikan suhu
penyimpanan sesuai. Beberapa reagensia harus diencerkan terlebih dahulu
sebelum digunakan. Pengenceran reagensia harus mengikuti aturan kit insert,
baik volume pelarut maupun jenis pelarut yang digunakan, seperti
menggunakan larutan buffer yang disediakan atau penggunaan aquadest
sebagai pelarut. Reagensia yang sudah dilarutkan juga mempunyai batas
waktu penyimpanan, sehingga ketika melakukan pelarutan reagensia harus
dicatat tanggal pelaksaan di botol reagensia, sehingga mudah untuk
meverifikasi kelayakan reagensia yang akan digunakan.

4) Pemeriksaan laboratorium (Rumple leed, Bleding time, Cloting time)


1. Pemeriksaan Rumple leede
Ketika terjadi perdarahan, maka pembuluh darah akan mengeluarkan zat-zat
seperti serotonin, epinefrin, dan 5-hidroksitriptamin sehingga pembuluh darah akan
menyempit (vasokontriksi) yang menyebabkan volume darah yang keluar dari tubuh
menjadi lebih sedikit. Untuk menilai kemampuan vaskular pada tubuh seseorang
terhadap mekanisme tersebut, maka dapat dilakukan pemeriksaan rumple leede, masa
perdarahan, masa pembekuan.

Gambar. Vasokontriksi pembuluh darah

Pemeriksaan rumple leede merupakan pemeriksaan dimana pembuluh darah


dibendung menggunakan spignomanometer pada tekanan tertentu selama 10 menit.
Apabila pembuluh vaskuler tidak kuat menahan tekanan yang diberikan, maka darah
akan akan keluar dari pembuluh darah dan terlihat sebagai bercak merah pada
permukaan kulit (petechia). Tekanan darah pada saat pembendungan merupakan nilai
tengah antara tekanan darah sistole dengan diastole.

Contoh : Pemeriksaan tekanan darah seorang pasien yang akan melakukan


pemeriksaan rumple leede adalah 120/80 mmHg (sistole 120 mmHg, diastole 80
120+80
mmHg), maka tekanan spigmomanometer pada uji rumple leede =100 mmHg
2
.

Gambar. Petechia dan purpura

Pada pemeriksaan rumple leede hasil positif dapat diketahui jika pada
lingkaran berdiameter 5 cm, kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti terbentuk petechia
(bercak merah) sebanyak lebih dari 10 petechia. Hasil positif juga dapat disimpulkan
apabila terdapat banyak pechia pada bagian daerah distal sekitar pergelangan tangan.
Hasil positif memperlihatkan bahwa kemampuan vaskuler pasien tidak baik ketika
terjadi tekanan pada pembuluh darah.

Hasil negatif dapat disimpulkan apabila tidak terdapat petechia pada lingkaran
berdiameter 5 cm, kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti. Hal tersebut memperlihatkan
bahwa kemampuan vaskuler pasien tersebut baik, ketika terjadi tekanan pada
pembuluh darah.

Hasil pemeriksaan rumple leede tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan


vaskular, akan tetapi dipengaruhi juga oleh jumlah dan fungsi trombosit. Pada
pemeriksaan rumple leede, pembuluh vaskuler ditekan pada tekanan tertentu
menggunakan spigmomanometer, ketika pembuluh darah tidak kuat menahan
tekanan, maka darah akan keluar dari pembuluh darah dan terlihat sebagai bercak
merah. Hal tersebut dapat dihambat apabila pasien tersebut mempunyai trombosit
dengan jumlah dan fungsi yang normal/baik. Ketika darah akan keluar dari pembuluh
darah, maka trombosit akan membentuk sumbat trombosit, sehingga tidak terlihat
petechia pada permukaan kulit pasien. Akan tetapi ketika jumlah ataupun fungsi
trombosit tidak berfungsi normal, maka akan lebih mudah terbentuk petechia.

Uji rumple leede dapat positif ketika dilakukan pada pasien dengan kondisi
trombositopenia, seperti pasien demam berdarah. Uji tidak boleh dilakukan apabila
sebelum pelaksaan pemeriksaan, pasien sudah mengalami pupura atau ekimosis.
Apabila uji rumple leede dilakukan setelah pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy,
maka waktu pembendungan dilakukan selama lima menit.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan Rumple leed yaitu


hasil pemeriksaan rumple leed dipengaruhi oleh kondisi klinis ataupun pengerjaan uji
mulai dari pra analitik hingga paska analitik. Kondisi klinis pasien dengan keadaan
vaskular yang kurang baik, jumlah trombosit serta fungsi trombosit yang kurang dari
nilai normal akan menyebabkan petchia mudah terbentuk. Hal tersebut dikarenakan
ketika sfigmomanometer dipasang pada tekanan tertentu, maka pembuluh darah akan
mengalami tekanan lebih dari kondisi normal. Apabila kondisi vaskular kurang baik,
maka darah akan merembes keluar ke jaringan akibat dari tekanan sfigmomanometer.
Rembesan darah dapat dihindari apabila jumlah dan fungsi trombosit baik, karena
ketika akan terjadi rembesan, trombosit akan membentuk sumbat trombosit, sehingga
darah tidak keluar ke jaringan dan petechia tidak terbentuk.

Pada proses uji rumple leed persiapan alat akan mempengaruhi, ketika tekanan
sfigmomanometer tidah stabil, maka tekanan dapat menurun ketika proses uji. Hal
tersebut dapat menyebabkan tekanan darah tidak sesuai dengan SOP, sehingga
stimulus pembentukkan petchia tidak sesuai SOP. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan hasil rumple leed negatif palsu. Pada tahap analitik, penetapan daerah
hitung petechia serta pengenalan ATLM terhadap petechia sangat mempengaruhi
hasil. Petechia tidak boleh dihitung pada daerah lipatan siku (<4 cm distal dari fossa
cubiti), karena pada bagian tersebut tekanan sfigmomanometer lebih besar, sehingga
akan lebih mudah terbentuk petchia. Perhitungan petechia di sekitar lipat siku dapat
menyebabkan interpretasi positif palsu. Pengenalan ATLM terhadap petechia juga
sangat mempengaruhi hasil, karena jika tidak mengetahui bentuk petchia maka akan
menyebabkan kesalahan interpretasi hasil. Ukuran lingkar daerah baca juga harus
ditentukan dengan tepat, jika kurang dari atau lebih dari 5 cm maka akan
menyebabkan kesalahan interpretasi hasil. Selain melihat daerah baca disekitar
lingkaran, ATLM juga harus melihat bagian voler lengan, jika banyak terdapat
petechia, maka hasil uji rumple leed positif. Kesalahan paska analitik terjadi ketika
terjadi kesalahan penulisan hasil uji, oleh karena itu penulisan hasil harus dilakukan
dengan teliti sesuai dengan hasil uji.
2. Pemeriksaan masa perdarahan (Bleeding time)
Selain pemeriksaan rumple leede, kemampuan vaskuler pada proses
hemostasis dapat dilakukan dengan menguji masa perdarahan. Pemeriksaan masa
perdarahan dilakukan untuk menentukan lamanya perdarahan ketika terjadi perlukaan
pada pembuluh darah kapiler.Terdapat dua metode pemeriksaan masa perdarahan,
yaitu metode Duke dan Ivy. Metode duke, perlukaan pembuluh darah kapiler
dilakukan pada daerah cuping telinga, sedangkan metode Ivy, perlukaan dilakukan
pada bagian voler lengan. Seperti uji rumple leede, pemeriksaan masa perdarahan
dapat dilakukan untuk menilai kemampuan vaskuler pembuluh darah ketika terjadi
perdarahan, akan tetapi uji ini dipengaruhi juga oleh jumlah serta fungsi trombosit.

Pemeriksaan masa perdarahan metode Duke, dilakukan penusukan pembuluh


kapiler pada anak daun telinga, setelah anak daun telinga tersebut diantisepsis
menggunakan kapas alkohol 70%. Ketika tetes darah keluar dari daerah tusukan,
maka stopwatch dinyalakan. Tetes darah tersebut diserap menggunakan kertas saring
setiap 30 detik hingga luka tertutup (tidak terdapat darah pada kertas saring). Pada
metode ini, kondisi pasien normal jika luka pada pasien terhenti antara 1-3 menit.

Pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, dilakukan pembendungan pada


lengan yang akan diuji menggunakan spigmomanometer pada tekanan 40 mmHg.
Setelah dilakukan pembendungan, bagian voler lengan diantisepsis menggunakan
alkohol 70% dan dibiarkan mengering. Setelah alkohol mengering, dilakukan
penusukan bagian voler lengan pasien. Ketika terlihat tetes darah pertama pada daerah
tusukan, makastopwatch dinyalakan. Tetes darah tersebut diserap menggunakan
kertas saring setiap 30 detik hingga luka tertutup (tidak terdapat darah pada kertas
saring). Pada metode ini, kondisi pasien normal jika luka pada pasien terhenti antara
1-6 menit.

Pada metode Ivy, tetes darah pertama harus memiliki diameter 5 mm. Ketika
diameter tetes pertama < 5mm, maka dikhawatirkan tusukan kurang dalam. Jika
diameter tetes pertama < 5mm, maka perlu dilakukan penusukan ulang. Selain dari
dimeter tusukan pertama, tusukan yang kurang dalam dapat diketahui ketika masa
perdarahan kurang dari satu menit.

Apabila pada pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy didapat hasil lebih
dari 10 menit, maka pemeriksaan perlu diulang. Hal tersebut dikarenakan
kekhawatiran tertusuknya pembuluh darah vena ketika penusukan bagian voler lengan
pasien. Apabila hasil uji ulang masih didapat masa perdarahan lebih dari 10 menit,
maka dapat membuktikan terdapatnya kelainan pada proses hemostasis.

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan Masa perdarahan


yaitu pada persiapan yang tidak sesuai pada tahap pra analitik, analitik dan paska
analitik dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan masa perdarahan. Pada tahap pra
analitik, persiapan alat dan bahan perlu diperhatikan, fungsi autoklik yang baik, fungsi
sfigmomanometer pada metode Ivy harus dipastikan baik. Hal yang perlu
diperhatikan pada tahap analitik adalah pemilihan tempat penusukan. Tempat
penusukan pada metode Ivy, harus dipastikan bukan daerah tempat pembuluh darah
vena, karena apabila pembuluh darah vena yang tertusuk, maka masa perdarahan akan
memanjang. Hasil pemeriksaan lebih dari 10 menit perlu dilakukan pengujian ulang
karena dikhawatirkan terjadi penusukan pembuluh darah vena. Apabila hasil uji ulang
memang lebih dari 10 menit, maka memang masa perdarahan pasien memanjang.
Pada metode Ivy diameter tetes darah pertama harus minimal 5 mm. Apabila tetes
darah pertama kurang dari 5 mm, dikhawatirkan penusukan kurang dalam, sehingga
perlu dilakukan penusukan ulang. Penggunaan stopwatch tepat waktu juga akan
mempengaruhi hasil. Stopwatch harus dinyala tepat ketika tetes darah pertama keluar
dari daerah perlukaan, tetes darah harus diserap setiap 30 detik dan mematikan
stopwatch harus tepat ketika tetes darah sudah terhenti (tidak terdapat tetes darah pada
kertas saring. Kesalahan pada tahap paskaanalitik dapat terjadi ketika terjadi
kesalahan pelaporan hasil, seperti kesalahan pada penulisan satuan hasil.

3. Pemeriksaan masa pembekuan (Clotting time)


Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengukur waktu pembekuan darah
salah satunya adalah Clotting Time. Cloting timea dalah pemeriksaan untuk
menentukan waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku secara in-vitro,
satuan yang digunakan dalam pemeriksaan waktu pembekuan adalah menit
(Nugraha, 2015). Salah satu metode yang dapat digunakan pada pemeriksaan Clotting
Time adalah Metode Lee and White (metode tabung). Darah lengkap tanpa
antikoagulan di dalam tabung akan mengalami pembekuan darah akibat adanya
kontak langsung dengan permukaan tabung. Metode tabung menggunakan 3 tabung
masing-masing terisi 1 ml darah yang ditempatkan pada waterbath suhu 37⁰C,
kemudian tabung perlahan-lahan dimiringkan pada sudut 40 derajat, setiap 30
detik supaya darah bersentuhan dengan dinding tabung sekaligus melihat sudah
terjadinya pembekuan (Nugraha, 2015)

Pemeriksaan penyaring kelainan pada sistem intrinsik pembekuan darah dan


pemantauan pada pengobatan heparin. Metode yang digunakan yaitu metode
modifikasi Lee & White. Metode ini sensitif hanya pada defisiensi faktor pembekuan
yang berat. Hemophilia berat, afibrinogenemia, sirkulasi antikoagulan (inhibitor) dan
kelainan fibrinolitik berat dapat menyebabkan masa pembekuan memanjang
(Wirawan, 2011). Penetapan masa pembekuan dengan menggunakan darah lengkap
sebenarnya satu tes kasar saja, tetapi diantara tes-tes yang menggunakan darah
lengkap cara ini dianggap yang terbaik. Nilai normal masa pembekuan antara 9-15
menit.

Masa pembekuan darah lengkap dengan memakai tabung berlapisan silikon


jauh lebih panjang dari pada yang biasa, nilai normal itu hendaknya ditentukan sendiri
oleh masing-masing laboratorium. Hal-hal yang sama berlaku jika memakai semprit
atau tabung-tabung plastik (Gandrasoebrata, 2013).

Hal–hal yang dapat memperpendek masa pembekuan diantaranya


pencampuran darah dengan tromboplastin jaringan, fungsi vena yang tidak segera
berhasil baik, terjadinya busa di dalam semprit atau dalam tabung, menggoyang-
goyangkan tabung yang tidak sedang di periksa, semprit dan tabung kotor. Diameter
tabung yang dipakai berpengaruh pula terhadap hasil, semakin lebar tabung semakin
lama masa pembekuan. Tes ini menjadi lebih sempurna jika tabung-tabung yang
dipakai diberi lapisan silikon (Gandrasoebrata, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

(1)
Durachim, A., Astuti, D. (2018). Hemostasis. E-book PPSDM Bahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medik (TLM). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2)
Adiyanti, S. S. (2014). Pre Analitik Pemeriksaan Hemostasis. Pendidikan
Berkesinambungan Patologi Klinik 2014, Jakarta, 21, 1-8.

(3)
Widijanti, A., Susanti, H., & Darmawan, E. Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada
Pemeriksaan Faal Hemostasis. Jurnal Medika.

(4)
Buhari, A. (2020). Studi Literatur Gambaran Waktu Perdarahan (Bledding Time) Dan
Waktu Bekuan (Clotting Time) Pada Perokok. (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Kendari).

(5)
Tarwono, & Wartonah. (2008). Hematologi. Jakarta: Trans Info Media.

(6)
Baehaki, F., & Wahid, A. A. (2019). Pengaruh Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum
Conyzoides, L) Terhadap Waktu Pembekuan Darah. Jurnal Kesehatan Rajawali,
9(2), 14-24.

(7)
Hijriani, B. I., & Zaetun, S. (2023). Potensi Getah Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.)
dalam Menurunkan Waktu Perdarahan pada Luka Kulit Tikus Putih (Rattus
norvegicus). Jurnal Sains Natural, 1(1), 1-5.

(8)
Pramudita, N., & Mulyantari, N. K. (2019). Gambaran hasil pemeriksaan faal hemostasis
pada penderita Diabetes Melitus tipe-2 (DM-2) di RSUP Sanglah, Bali, Indonesia.
Intisari Sains Medis, 10(2).

(9)
Mardhatilah, S., Ambiar, R. I., & Erlyn, P. (2020). Gambaran Kejadian Demam Berdarah
Dengue (Dbd) Di Wilayah Kerja Puskesmas Dempo Kota Palembang. MESINA
(Medical Scientific Journal), 1, 23-32.

(10)
Rediputra, A. (2017). Peran Pemeriksaan D-Dimer Terhadap Diagnosis Trombosis.
Jurnal Kedokteran, 2(2), 436-453.

(11)
Rasyada, A., Nasrul, E., & Edward, Z. (2014). Hubungan Nilai Hematokrit Terhadap
Jumlah Trombosit Pada Penderita Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3(3).

SOAL
1) Pasien dengan tekanan darah 100/120 mmHg akan melakukan pemeriksaan rumple
leed. Tekanan sfigmomanometer yang diberikan pada lengan pasien tersebut
adalah...mmHg?
a. 80
b. 90
c. 100
d. 110
e. 120
2) Seorang pasien akan melakukan pemeriksaan bleeding time dan rumple leed.
Pemeriksaan bleeding time metode Ivy dikerjakan terlebih dahulu dengan hasil uji 3
menit. Pemeriksaan rumple leed dilakukan setelah uji tersebut, maka tekanan
sfigmomanometer pada uji tersebut dilakukan selama...menit
a. 3
b. 4
c. 5
d. 7
3) Interpretasi uji rumple leed dilakukan padadaerah kira-kira 4 cm distal dari fossa
cubiti dengan diameter lingkaran...cm
a. 3
b. 5
c. 7
d. 8
e. 10
4) Pada proses perdarahan, tubuh akan mengeluarkan zat serotonin, epinefrin, dan 5-
hidroksitriptamin yang menyebabkan...
a. Perdarahan terhenti
b. Agregasi trombosit
c. Stimulus perlekatan trombosit ke daerah luka
d. Vasokontriksi
e. Fibrinolisis

5) Pemeriksaan masa perdarahan metode Ivy, dilakukan perlukaan pada bagian voler
lengan. Pemeriksaan harus dilakukan ulang apabila diameter tetes pertama...mm
a. <5
b. 5
c. >5
d. < 10
e. 10
6) Pada pemeriksaan hitung jumlah trombosit, larutan pengencer yang dapat digunakan
adalah...
a. Turk
b. Rees Ecker
c. Hayem
d. New methilen blue
e. Eosin
7) Hitung trombosit cara manual dilakukan menggunakan...
a. Hemometer
b. Koagulometer
c. Sfigmomanometer
d. Hemocitometer
e. Agregometer
8) Pada pembuatan PPP sampel disentrifugasi pada kecepatan ... g
a. 500
b. 1000
c. 1500
d. 2000
e. 2500
9) Pemeriksaan masa perdarahan metode Duke dilakukan dengan melakukan perlukaan
pada ...
a. Cuping telinga
b. Tumit kaki
c. Jari tengan
d. Jari manis
e. Bagian voler lengan
10) Pemeriksaan hemostasis dapat dipengaruhi oleh plasma lipemik. Untuk menghindari
gangguan lemak yang berasal dari konsumsi makanan, maka dianjurkan berpuasa
selama ... jam
a. 8
b. 6
c. 4
d. 2
e. 1

MAKALAH HEMOSTASIS
PEMERIKSAAN KHUSUS (APTT, PTT, TT)
Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
PEMERIKSAAN KHUSUS (APTT, PTT, TT)

A. Pendahuluan
Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi memegang peranan penting dalam
tatalaksana kelainan trombotik dan perdarahan, dimana pemeriksaan laboratorium
dapat memberikan informasi terkait diagnostik, prognostik dan pengawasan terapi,
sehingga akhirnya akan berpengaruh pada keputusan klinis yang akan diambil.

Laboratorium hemostasis masa kini dapat melakukan berbagai macam jenis


tes, dengan metodologi yang juga bermacam–macam. Laboratorium tersebut mampu
melakukan tes koagulasi rutin yang biasa terdiri dari Prothrombin Time (PT) /
International Normalized Ratio (INR) dan activated Partial Thromboplastin Time
(aPTT), dan kadang ditambahkan beberapa pemeriksaan fibrinogen spesifik dan
Thrombin Time (TT). Banyaknya jenis tes dan metodologi tersebut dapat menjadi
masalah yang semakin nyata bila sampel yang digunakan tidak sesuai dengan
rekomendasi tes. Walaupun pedoman–pedoman tatalaksana dalam mengolah dan
menolak sampel sudah tersedia, tidak selamanya hal ini mudah untuk dipraktekkan.
Adanya kesalahan pada pemeriksaan laboratorium dapat berasal dari preanalitik,
analitik, dan pos analitik. Penekanan yang lebih besar pada prosedur preanalitik
sangat diperlukan karena kesalahan paling banyak terjadi adalah pada fase preanalitik
ini.

Masalah preanalitik dapat timbul dari awal saat sampel diambil, dipersiapkan,
ditransportasikan, diproses, sampai sampel tersebut disimpan. Dimana kesalahan
analitik dapat dihindari melalui pemilihan metode yang sesuai dengan pengukuran
kontrol yang tepat, masalah dalam preanalitik memiliki kesulitan tersendiri akibat
proses tersebut banyak terjadi di luar laboratorium, dan sering kali laboratorium tidak
tahu apakah terjadi masalah preanalitik padasampel yang akan diperiksa.

Pemilihan dan penggunaan tabung untuk menampung sampel darah


merupakan proses preanalitik yang utama dalam menentukan hasil pemeriksaan
laboratorium klinik. Sampel dalam pemeriksaan hemostasis dan koagulasi sangat
rentan terhadap terjadinya kesalahan dibandingkan sampel laboratorium yang lain.
Penggantian penggunaan tabung dalam pemeriksaan hemostasis dan koagulasi
tersebut membutuhkan banyak pertimbangan. Hal ini dikarenakan adanya potensi
terjadinya aktivasi in vitro dari kaskade koagulasi, yang dapat membuat perubahan
dari waktu pembekuan, dan faktor-faktor pembekuan yang terpakai. Juga pemilihan
volume tabung menjadi penting terutama untuk populasi neonatus atau bayi karena
jumlah sampel yang dapat diambil sangat terbatas.

Tes untuk mendeteksi adanya defek protein koagulasi yaitu dengan


pemeriksaan APTT dan PT serta mengukur kadar faktor pembekuan itu sendiri. Untuk
gangguan sintesis faktor pembekuan yang tergantung vitamin K akan ditandai dengan
pemanjangan PT, sedangkan untuk konsumsi faktor pembekuan yang berlebihan pada
KID akan ditandai oleh pemanjangan baik APTT maupun PT. Tes untuk degradasi
fibrinogen akibat proses hiperfibrinolisis dapat dideteksi dengan adanya produk
degradasi fibrinogen. KID merupakan istilah patofisiologis yang meliputi kejadian
trombosis dan perdarahan dalam tubuh yang terjadi secara bersamaan. Istilah ini juga
dikenal sebagai consumption coagulopathy karena faktor pembekuan dalam plasma
terpakai selama proses pembekuan. Selain itu berkurangnya faktor pembekuan juga
dapat disebabkan oleh degradasi plasmin akibat hiperfibrinolisis. Yang paling penting
adalah memastikan bahwa pasien yang mengalami KID tidak memiliki kelainan hati
atau defisiensi vitamin K yang dapat menyerupai keadaan KID. Thrombin Time (TT)
tampaknya berguna untuk membedakan kelainan koagulasi karena desisiensi vitamin
K dengan KID, karena TT tidak pernah abnormal pada defisiensi vitamin K.

B. Latar Belakang
1. Pemeriksaan Hemostasis Biokimia
Faal hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh
darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh darah sehingga mengurangi
kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah. Faal hemostasis
melibatkan sistem vaskuler, sistem trombosit, sistem koagulasi, dan sistem
fibrinolisis.

Sistem vaskuler, trombosit, koagulasi, dan fibrinolisis harus bekerja sama


dalam suatu proses yang berkeseimbangan dan saling mengontrol untuk mendapatkan
faal hemostasis yang baik. Kelebihan atau kekurangan suatu komponen akan
menyebabkan kelainan. Kelebihan fungsi hemostasis akan menyebabkan thrombosis,
sedangkan kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan perdarahan (hemorrhagic
diathesis).
Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat
dalam darah (plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Proses pembekuan
darah bertujuan untuk mengatasi kerusakan pembuluh vaskular sehingga tidak terjadi
perdarahan berlebihan, tetapi proses pembekuan darah ini harus dilokalisir hanya pada
daerah perlukaan, tidak boleh menyebar ke tempat lain karena akan membahayakan
peredaran darah.Untuk menghentikan perdarahan, tubuh akan membentuk benang
fibrin baik melalui jalur intrinsik ataupun jalur ekstrinsik. Jalur Intrinsik meliputi fase
kontak dan pembentukkan kompleks aktivator F.X. Adanya kontak antara F.XII
dengan permukaan asing seperti serat kolagen akan mengaktivasi F.XII menjadi
FXIIa. Dengan adanya kofaktor HMWK, F.XIIa akan mengubah prekalikrein menjadi
kalikrein. F.XIIa akan mengubah F. XI menjadi XIa. F.XIa dengan bantuan ion
kalsium akan mengubah F.IX menjadi F.Ixa. Reaksi terakhir jalur ekstinsik adalah
interaksi non enzimatik antara F.IXa, PF.3, F.VIII dan ion kalsium membentuk
kompleks yang mengaktifkan F.X. Jalur ekstrinsik terdiri dari reaksi tunggal dimana
F.VII akan diaktifkan menjadi F.VIIa dengan adanya ion kalsium dan tromboplastin
jaringan yang dikeluarkan oleh pembuluh darah yang luka. Selanjutnya F.VIIa akan
mengaktifkan F.X menjadi F.Xa. Jalur bersama meliputi pembentukkan protrombin
converting complex (protrombinase), aktivasi protrombin dan pembentukkan fibrin.
Reaksi pertama pada jalur bersama adalah perubahan F.X menjadi F.Xa. F.Xa
bersama F.V, PF.3, dan ion kalsium membentuk protrombin converting complex yang
akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan mengubah
fibrinogen menjadi fibrin.

Waktu Protrombin adalah pemeriksaan hemostasis yang pertama kali


diperkenalkan oleh Quick pada tahun 1935. Pemeriksaan ini dipakai untuk menyaring
adanya kelainan hemostasis pada jalur ekstrinsik yang meliputi faktor pembekuan
fibrinogen, protrombin, V, VII, X, dan dapat dipakai pula untuk memantau pemberian
antikoagulan oral. Prinsip pemeriksaan waktu protrombin adalah mengukur lamanya
waktu yang dibutuhkan dalam detik untuk pembentukkan fibrin dari plasma sitrat,
setelah penambahan tromboplastin jaringan dan ion Ca dalam jumlah optimal.
Pemeriksaan PT dilakukan bersama aPTT sebagai titik awal untuk menyelidiki
perdarahan yang berlebihan atau gangguan pembekuan, dengan mengevaluasi hasil
PT dan aPTT bersama-sama, dokter dapat memperoleh petunjuk tentang penyebab
gangguan pembekuan atau perdarahan. Tes ini bermakna sebagai diagnosa dalam
memberikan informasi apakah diperlukan pemeriksaan lebih lanjut atau tidak.

Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam
proses pembekuan. Protrombin dikonversi menjadi trombin oleh tromboplastin yang
diperlukan untuk membentuk bekuan darah. PT memanjang karena defisiensi faktor
koagulasi ekstrinsik dan bersama jika kadarnya < 30 %. Pemanjangan PT dijumpai
pada penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati, ikterus),
afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), fibrinolisis, Hemorrhagic Disease Of The Newborn
(HDN), gangguan reabsorbsi usus, penggunaan alcohol. Pada penyakit hati, PT
memanjang karena sel hati tidak dapat mensintesis protrombin. Pemanjangan PT juga
dapat disebabkan oleh pengaruh obat-obatan: vitamin K, antibiotik (penisilin,
streptomisin, karbenisilin, kloramfenikol, kanamisin, neomisin, tetrasiklin),
antikoagulan oral (warfarin, dikumarol, klorpromazin, klordiazepoksid,
difenilhidantoin, heparin, metildopa), mitramisin, reserpin, fenil butazon, quinidin,
salisilat/aspirin, sulfonamide. PT memendek padatromboflebitis, infark miokardial,
embolisme pulmonal, dan diet tinggi lemak. Pengaruh obat: barbiturate, digitalis,
diuretik, difenhidramin, kontrasepsioral, rifampisin dan metaproterenol.

Reagen tromboplastin jaringan dibuat dengan memakai jaringan otak, paru


atau plasenta dari bermacam-macam spesies seperti kelinci, kera, atau manusia. Hal
ini akan memberikan kepekaan yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan kesulitan
dalam menilai hasil pemeriksaan waktu protrombin, terutama untuk memantau
penderita yang menggunakan antikoagulan oral. Perbedaan kepekaan reagen
thromboplastin yang dipakai dan cara pelaporan hasil pemeriksaan PT menimbulkan
kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda, untuk
mengatasi masalah tersebut ICTH (International Committee on Thrombosis and
Haemostasis) dan ICSH (International Committee on Standardization in
Haemostasis) merekomendasikan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan
harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan dari WHO (World
Health Organisation) agar mendapatkan nilai ISI (International Sensitivity Index).
2. Pemeriksaan Khusus APTT, PTT, PT
a) Pemeriksaan Activated Prothrombin Thromboplastin Time (APTT)
Activated prothrombin thromboplastin time (aPTT) adalah uji lama waktu
pembekuan darah di alur dasar (intrinsic pathway). Uji aPTT biasanya dipanel dengan
uji PT untuk mengetahui adanya kelainan perdarahan dan kemungkinan perdarahan
yang banyak saat tindakan pembedahan. Pemeriksaan PT dan aPTT merupakan
pemeriksaan penghentian perdarahan/hemostasis yang rutin terutama bagi pasien
prabedah.

Tes aPTT merupakan tes sederhana untuk mendeteksi defisiensi faktor


pembekuan pada plasma, kecuali faktor VII. aPTT dapat digunakan untuk mendeteksi
defisiensi faktor XII, XI, X, IX,VII, V, II, I dan prekalikrein. Pemeriksaan aPTT
dengan prinsip tes aPTT dilakukan dengan menambahkan reagensia aPTT yang
mengandung aktivator plasma dan phospolipid ke dalam sampel. Phospholipid
berfungsi sebagai pengganti trombosit. Campuran larutan kemudian diinkubasi, lalu
dikalsifikasi dengan calsium chloride. Waktu terbentuknya bekuan dicatat sebagai
aPTT.

Bahan pemeriksaan aPTT terdiri dari plasma sitrat miskin trombosit, reagensia
1 aPTT Human (berisi rabbit brain cephalin, allegic acid, buffer dan sodium acide),
reagensia 2 aPTT Human (berisi CaCl2 0,02 mol/L). Intrepretasi hasil pemeriksaan
aPTT dengan nilai normal 22–27,9 detik (dapat bervariasi antar laboratorium).

Prosedur pemeriksaan kontrol dan sampel aPTT:

1. Alat dan bahan disiapkan.


2. Reagensia 2 dihangatkan pada suhu 37⁰C.
3. Bahan kontrol/plasma dimasukkan kedalam kuvet sebanyak 100 μL.
4. Reagensia 1 aPTT dihomogenisasi lalu dipipet sebanyak 100 μL lalu
dimasukkan ke dalam kuvet, dihomogenkan lalu diinkubasi selama 37⁰C.
5. Tekan tombol baca, ketika pada layar terlihat tulisan ready maka reagensia 2
CaCl2 yang telah dihangatkan ditambahkan sebanyak 100 uL ke dalam kuvet
sebanyak 100μL.
6. Biarkan selama 27 detik, kemudian dicoba apakah sudah ada fibrin dengan
memiriingkan tabung reaksi.
7. Hentikan stopwatch pada saat terdapat benang fibrin. Lamanya waktu
terbentuknya benang fibrin disebut masa activated partial prothrombin plasma.
8. Pada pemeriksaan aPTT ditambahkan reagensia yang mengandung aktivator
plasma dan phospolipid, dimana Phospholipid berfungsi sebagai pengganti
trombosit. Lalu larutan tersebut dikalsifikasi dengan calsium chloride hingga
terbentuknya bekuan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan aPTT antara lain
pembekuan sampel darah, sampel darah hemolisis atau berbusa, pengambilan sampel
darah pada jalur intravena, misal pada infus heparin.

Hasil aPTT juga dapat dipengaruhi pada pasien yang mengkonsumsi


kontrasepsi oral, estrogen, kehamilan, obat-obatan yang mengandung caumarin,
heparin, asparaginase, dan naloxone. Selain itu, hasil dapat dipengaruhi ketika pada
sampel terdapat inhibitor.

Untuk Mengetahui letak kelainan pembekuan dilakukan tes terhadap inhibitor:


Campuran 50:50 antara plasma kontrol dan plasma pasien dicampur dan dilakukan
tes, jika tetap memanjang berarti terdapat inhibitor tetapi bila terkoreksi berarti
kelainannya disebabkan oleh adanya defisiensi.

Pada pemeriksaan aPTT penyimpanan dan stabilitas reagensia dan bahan perlu
diperhatikan. Reagensia disimpan pada suhu 2-8⁰C, tidak boleh dibekukan. Vial
reagensia yang telah dibuka stabil selama 14 hari ketika disimpan pada suhu 2-8⁰C,
dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Sampel harus dipersiapkan dan
dikerjakan pada suhu suhu 22-24⁰C dan diujikan maksimal 2 jam setelah pengambilan
sampel. Untuk penundaan pemerikasaan, sampel dapat dibekukan, stabil hingga dua
minggu atau pada suhu -70⁰C, stabil sampai enam bulan. Sampel yang dibekukan
dapat dicairkan dengan cepat pada suhu 37⁰C. Sampel tersebut harus dihomogenisasi,
digunakan secepatnya dan tidak boleh dibekukan kembali/ beku ulang.
Faktor pembacaan sangat penting dimana harus benar-benar memastikan
pembekuan yang terbentuk, apabila terdapat kesalahan dalam pembacaan dimana
belum benar terbentuk pembekuan namun sudah mengehentikan waktu pembacaan
maka bisa mendapatkan hasil palsu.

APTT akan memanjang pada indikasi Disseminated intravasculer coagulation


(DIC), penyakit-penyakit hati, transfusi masif, pemberian heparin, dosis heparin
diatur sampai APTT mencapai 1,5 - 2,5 kali nilai kontrol, defisiensi faktor bekuan
selain faktor VII. APTT akan memendek pada reaksi fase akut perdarahan, enyakit
Myeloproliferatif.

b) Plasma Thromboplastin Time (PTT)


Masa trombin atau thrombin time (TT) mengevaluasi hubungan trombin
dengan fibrinogen yaitu uji ini melewatkan jalur intrinsik maupun ekstrinsik dan
menilai tahap akhir jalur bersama. Trombin merupakan enzim proteolitik yang
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Waktu trombin adalah waktu yang dibutuhkan
untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pemberian trombin ke dalam plasma
mengubah fibrinogen menjadi fibrin tanpa dipengaruhi oleh faktor koagulasi intrinsik
maupun ekstrinsik. (Riswanto, 2013). Tujuan dari pemeriksaan TT adalah untuk
menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Prinsip pemeriksaan TT yaitu plasma ditambahkan larutan Thrombin akan


terjadi bekuan fibrin. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya
bekuannya merupakan masa trombin/ trombin time. Pemeriksaan TT untuk
mendeteksi adanya kelainan yang dapat mengganggu terbentuknya fibrin dari
fibrinogen. Seringkali uji TT digunakan untuk memonitoring terapi heparin.

Bahan pemeriksaan TT yang digunakan terdapat plasma sitrat miskin


trombosit, reagensia trombin (terdiri atas trombin, buffer dan sodium azide),
sebelum digunakan, reagensia dicairkan menggunakan 3,0 mL aquades lalu
dihomogenisasi dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 18 – 25⁰C sebelum
digunakan. Intrepretasi hasil pemeriksaan TT nilai normal thrombin time adalah
kurang dari 30 detik.

Prosedur pemeriksaan TT:


1. Alat dan bahan yang digunakan disiapkan (reagensia yang digunakan harus
sesuai dengan suhu ruang).
2. Kuvet dihangatkan pada suhu 37⁰C.
3. Bahan kontrol/plasma sampel dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak 150 μL.
4. Tekan tombol baca, ketika pada layar terlihat tulisan ready lalu Reagensia
trombin dimasukkan ke dalam kuvet tersebut sebanyak 150 μL.
5. Pemeriksaan bahan kontrol dan sampel dilakukan duplo. Hasil yang dilaporkan
adalah nilai rata-rata dari pemeriksaan tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan TT antara lain:
pembekuan sampel darah, sampel darah hemolisis atau berbusa serta pengambilan
sampel darah pada jalur intravena, misal pada infus heparin.

Pada pemeriksaan TT penyimpanan serta stabilitas reagensia dan bahan perlu


diperhatikan. Reagensia stabil selama 3 hari pada suhu 22⁰C, 5 hari pada suhu 15⁰C
dan 7 hari pada suhu 2-8⁰C selama disimpan pada wadah gelas dari produsen.
Reagensia tidak boleh dibekukan. Sampel harus dipersiapkan dan dikerjakan pada
suhu suhu 22 - 24⁰C dan diujikan selama 2 jam atau 4 jam ketika sampel disimpan
pada suhu 4-8⁰C. setelah pengambilan sampel. Untuk penundaan pemerikasaan,
sampel dapat dibekukan. Sampel stabil hingga dua minggu apabila disimpan pada
suhu -20⁰C atau stabil sampai enam bulan ketika disimpan pada suhu -70⁰C. Sampel
yang dibekukan dapat dicairkan dengan cepat pada suhu 37⁰C. Sampel tersebut
harusdihomogenisasi, digunakan secepatnya dan tidak boleh dibekukan kembali/ beku
ulang.

c) Pemeriksaan Prothrombin Time (PT)


Prothrombin time (PT) adalah uji lama waktu pembekuan darah di alur
keluaran (extrinsic pathway) dan alur bersama (common pathway). Uji ini dilakukan
untuk mengetahui adanya kelainan perdarahan dan untuk menilai pengobatan yang
dilakukan untuk mencegah perdarahan.

Prinsip pemeriksaan PT yaitu mengukur lamanya waktu terbentuknya bekuan


setelah plasma sitrat ditambahkan faktor faringan (tromboplastin) dan kalsium.
Rekalsifikasi plasma dikarenakan adanya faktor jaringan, menaktivasi faktor Xa,
terbentuknya trombin dan akhirnya bekuan fibrin yang tidak larut. Tujuan
pemeriksaan PT yaitu dengan memanjangnya PT mengindikasikan kelainan dari
faktor pembekuan darah I, II, V, VII, dan X, baik kelainan didapat atupun kongenital.
Pemeriksaan PT dapat digunakan untuk monitoring terapi antikoagulan oral,
berkurangnya aktivitas vitamin K. Pemeriksaan PT dapat digunakan untuk melihat
kemampuan faktor pembekuan darah ekstrinsik dan jalur bersama.

Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan PT adalah plasma


sitrat miskin trombosit, tromboplastin jaringan (ekstrak otak kelinci), Buffer (larutan
garam, CaCl2, sodium azide). Intrepretasi Hasil Pemeriksaan PT: nilai normal: 10-14
detik. Hasil pemeriksaan PT dapat dilaporkan dalam bentuk detik, %, ratio dan INR.
Untuk menentukan hasil selain dalam bentu detik, maka hasil pemeriksaan dapat
dilihat dari tabel yang disediakan oleh Human (sesuai kit insert reagensia yang
digunakan).

Prosedur Pemeriksaan PT:

 Pembuatan Plasma
1. Kedalam tabung sentrifuge masukkan 0,5 ml Na. Citrat 3,8 %.
2. Darah vena 4,5 mL masukkan ke dalam tabung yang berisi Na Citrat lalu
homogenkan dengan adekuat.
3. Putar pada sentrifuge selama 20 menit pada 3000 rpm
4. Pisahkan plasma yang terjadi, masukkan kedalam tabung dan kalau plasma
tidak segera diperiksa masukkan kedalam lemari es.
 Pembuatan Larutan Tromboplastine
1. Satu vial RGT dicampur dengan 1satu vial BUF, dihomogenisasi lalu
didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar.
2. Larutan siap digunakan untuk pemeriksaan.
 Pemeriksaan PT
1. Tabung reaksi dan RGT dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 37⁰C
hingga hangat.
2. Kontrol/plasma dimasukkan sebanyak 100 uL kedalam tabung tadi lalu
diinkubasi selama tiga menit pada suhu 37⁰C.
3. Reagensia PT yang telah dihangatkan dimasukkan sebanyak 200 uL ke
dalam tabung reaksi, bertepatan dengan masuknya reagensia stopwatch
dinyalakan.
4. Biarkan selama 10 detik, kemudian dicoba apakah sudah ada fibrin dengan
memiriingkan tabung reaksi
5. Hentikan stopwatch pada saat terdapat benang fibrin. Lamanya waktu
terbentuknya benang fibrin disebut Masa Protrombin plasma.
6. Pada pemeriksaan PT, plasma sitrat direaksikan dengan tromboplastin
jaringan dan CaCl2 hingga terbentuk bekuan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan PT

1. Pengambilan spesimen
Teknik pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar dan
sesuai dengan standart. Sumber kesalahan yang terjadi pada saat pengambilan
darah yaitu:

a. Tekanan pada tourniquet yang terlalu lama menyebabkan beberapa


analit keluar dari jaringan dan masuk ke dalam darah sehingga
menyebabkan hasil PT dan aPTT memendek. Oleh karena itu
pemasangan torniquet sebaiknya tidak boleh lebih dari 1 menit dan
digunakan lengan lainnya jika pemakaian torniquet harus berulang.
b. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat
menyebabkan trombosit dan fibrinogen menurun, PT dan aPTT
memanjang dan bisa menyebakan hemolisis.
c. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan pemanjangan
hasil PT dan aPTT. Seharusnya pengambilan darah dilakukan ditempat
lain yang tidak terpasang infus atau diambil beberapa waktu setelah
terapi infus agar spesimen tidak terdilusi oleh cairan infus.
d. Perbandingan darah / sitrat yang tidak tepat (konsentrasi sitrat
meningkat, hasil memanjang palsu).
2. Adanya bekuan.
Terbentuknya bekuan darah dapat terjadi karena proses homogenisasi
darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna, dapat memperpendek hasil
PT.

3. Transport spesimen
Pengiriman sampel dengan cara yang tepat menjamin kualitas sampel.
Spesimen harus secepatnya dikirim ke laboratorium rujukan. Penundaan
terlalu lama dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang akan
memperpanjang hasil PT. Untuk pemeriksaan PT jika pemeriksaan ditunda
lebih dari 8 jam sampel harus disimpan dalam keadaan beku .

4. Ketepatan pemipetan
5. Adanya kontaminasi
6. Salah menuliskan hasil

DAFTAR PUSTAKA

(1)
Durachim, A., Astuti, D. (2018). Hemostasis. E-book PPSDM Bahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medik (TLM). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

(2)
Kartika, C., & Sukeksi, A. (2021). Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 96% Daun Kelor
(Moringa Oleifera L.) Terhadap Pemeriksaan Prothrombin Time (PT). Jurnal Labora
Medika, 5(2), 43-47.

(3)
Misnah, M., Abdullah, A. A., Arif, M., & Bahar, B. (2012). Pemeriksaan Prothrombin
Time Dan Activated Partial Thromboplastin Time Dengan Humaclot Va Serta Sysmex
Ca 500. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 18(3),
147-150.

(4)
Widijanti, A., Susanti, H., & Darmawan, E. Perbandingan Dua Tabung Sitrat Pada
Pemeriksaan Faal Hemostasis. Jurnal Medika Kedokteran Indonesia.

(5)
Tarwono, & Wartonah. (2008). Hematologi. Jakarta: Trans Info Media.

(6)
Rahmawati, F. (2022). Aspek Laboratorium Acute Promyelocytic Leukemia (APL) AML-
M3. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 2(1), 34-47.

(7)
Rofinda, Z. D. (2012). Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Jurnal Kesehatan Andalas,
1(2).
(8)
Mulyadi, B., & Soemarsono, J. (2018). Trombositopenia Pada Pengobatan Dengan
Heparin. Indonesian Journal Of Clinical Pathology And Medical Laboratory, 13(3),
114-123.

(9)
Kahar, H., & Salim, N. (2021). Kelainan Hemostasis pada pasien Covid-19. Proceeding
Umsurabaya.

(10)
Roslaeni, R. Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma Longa) Terhadap
Pemeriksaan Hemostasis Darah (Effect Of Turmeric Rhizome Ethanol Extract
(Curcuma Longa) On Blood Hemostasis Test). Artikel Penelitian.

Soal

1) Pemeriksaan PT dilakukan untuk mengetahui kelainan pada faktor pembekuan...


a. XII
b. XI
c. X
d. IX
e. VII
2) Sampel yang digunakan pada pemeriksaan PT adalah...
a. Serum
b. Plasma EDTA
c. Plasma sitrat
d. Plasma NaF
e. Plasma heparin
3) Pada pemeriksaan aPTT ditambahkan reagensia phospolipid yang berfungsi sebagai
pengganti...
a. Tromboplastin jaringan
b. Trombosit
c. Faktor intrinsik
d. Faktor ekstrinsik
e. Jalur bersama
4) Pada pemeriksaan aPTT rekalsifikasi terjadi ketika ditambahkan reagensia...
a. Rabbit brain cephalin
b. Allegic acid
c. Buffer
d. Sodium acide
e. CaCl2 0,02 mol/L
5) Stabilitas sampel pada pemeriksaan aPTT adalah ... jam
a. 2
b. 4
c. 6
d. 8
e. 10
6) Pembentukan benang fibrin pada pemeriksaan TT terjadi ketika pada plasma sitrat
miskin trombosit ditambahkan...
a. Trombin
b. NaCl
c. CaCl2
d. Rabbit brain cephalin
e. Allegic acid
7) Pemeriksaan TT digunakan untuk memonitoring terapi antikoagulan...
a. Sitrat
b. Heparin
c. K2EDTA
d. K3EDTA
e. Flouride
8) Stabilitas sampel pemeriksaan TT dapat terjaga selama 6 bulan apabila sampel
disimpan pada suhu ... ⁰C
a. 2
b. 4
c. 8
d. -20
e. -70
9) Jika aPTT memanjang tetapi PT normal maka penyebabnya mungkin…
a. Defisiensi F.VII
b. Defisiensi F.X
c. Defisiensi protrombin
d. Defisiensi F.VIII
e. Defisiensi Fibrinogen

10) Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan PT, kecuali…


a. Pengambilan spesimen
b. Pengambilan sampel
c. Tidak adanya bekuan
d. Ketepatan pemipetan
e. Adanya kontaminasi
MAKALAH HEMOSTASIS
PEMERIKSAAN HEMOSTASIS
(TES AGREGASI TROMBOSIT DAN RETRAKSI BEKUAN)

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2022
TES AGREGASI TROMBOSIT
DAN RETRAKSI BEKUAN
I. Pendahuluan
Hemostasis adalah mekanisme normal yang dilakukan oleh tubuh
untuk menghentikan perdarahan pada luka.Hemostasis ini sebagai respon untuk
menghentikan keluarnya darah yang diperankan oleh spasme pembuluh darah,
adhesi, agregasi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi. Dalam
hemostasis terjadi adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Komponen-komponen tersebut berusaha
menjaga agar darah tetap cair dan tetap berada dalam system pembuluh darah.
Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah menjaga keenceran darah (blood
fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik.
Kelainan pada setiap faktor yang terlibat dalam proses hemostasis baik
kelainan kuantitatif maupun kualitatif dapat mengakibatkan gangguan hemostasis.
Derajat gangguan hemostasis sesuai dengan derajat kelainan faktor hemostasis
sendiri. Pada beberapa kasus, tidak disadari adanya kelainan bahkan baru
diketahui setelah secara kebetulan ketika dilakukan pengujian hemostasis untuk
keperluan lain, misalnya sebagai pemeriksaan prabedah, tindakan obstetrik, dan
lain-lain. Gejala yang membawa seorang penderita memeriksakan diri biasanya
perdarahan tidak wajar atau adanya perdarahan bawah kulit yang timbul berulang
kali secara spontan. Saat mulainya gejala perdarahan sering memberikan petunjuk
kearah diagnosis. Perdarahan yang berulang-ulang sejak kecil menunjukkan
kemungkinan kelainan kongenital, sedangkan bila terjadi mendadak atau pada
orang dewasa biasanya kelainan sekunder atau didapat. Kelainan hemostasis
biasanya digolongkan sesuai patogenesis, yaitu:
1. Sistem vaskuler Peransistem vascular
dalammencegahperdarahanmeliputiproses kontraksi pembuluh darah
(vasokonstriksi) serta aktivasi trombosit dan pembekuan darah.
2. Sistem trombosit Trombosit mempunyai peran penting dalam hemostasis
yaitu pembentukan stabilisasi sumbat trombosit. Pembentukan sumbat
trombosit terjadi melalui beberapa tahap yaitu adhesi trombosit, agregasi
trombosit dan reaksi pelepasan.
3. Sistem pembekuan darah Proses pembekuan darah terdiri dari rangkaian
reaksi enzimatik yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor
pembekuan darah, fosfolipid dan ion kalsium. Faktor pembekuan darah
dinyatakan dalam angka romawi yang sesuai dengan urutan ditemukannya.
Pada proses hemostasis, trombosit berfungsi untuk membentuk sumbat
trombosit, agar perdarahan dapat terhenti. Untuk mengetahui fungsi trombosit,
dapat dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit. Pemeriksaan agregasi trombosit
dapat dilakukan menggunakan alat aggregometer. Selain untuk menilai fungsi
trombosit, pemeriksaan agregasi trombosit dapat digunakan untuk membantu
diagnosa hyperkoagulasi yang dapat menyebabkan trombosis akibat terbentuknya
trombus.

II. Agregasi Trombosit


Setiap perubahan yang terjadi pada tubuh akan terdeteksi, demikian
pula jika terjadi perdarahan. Reaksi pertama yang dilakukan oleh tubuh adalah
dengan mengkerutkan pembuluh darah yang terluka, tujuannya adalah agar darah
yang keluar lebih sedikit karena lubanh kebocoran mengecil. Reaksi tersebut akan
memicu trombosit menempel pada area pembuluh darah yang cedera. Trombosit
ini akan memberikan sinyal kepada trombosit lain dan berbagai faktor pembekuan
darah agar menuju ke area cedera untuk membantunya menutup luka. Bentuk
trombosit yang awalnya bulat sedikit berubah menjadi berduri (seperti tentakel),
ini berfungsi agar perlekatan antar trombosit lebih mudah terjadi. Adhesi dan
agregasi trombosit sebagai respons terhadap cedera vaskular.
Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat
subendotel yang terbuka. Mikrofibril subendotel mengikat multimer vWF yang
lebih besar, yang berikatan dengan membran trombosit. Di bawah pengaruh
tekanan shear stress, trombosit bergerak di sepanjang permukaan pembuluh darah
sampai GPIa/IIa (integrin α2β1) mengikat kolagen dan menghentikan translokasi.
Aktivasi trombosit kemudian dicapai melalui glikoprotein IIb/IIIa (integrin
αIIbβ3) yang mengikat fibrinogen untuk menghasilkan agregasi trombosit.
Kompleks reseptor IIb/IIIa juga membentuk tempat pengikatan sekunder dengan
vWF yang menyebabkan adhesi lebih lanjut.
Faktor von Willebrand (vWF) membawa faktor VIII dimana terlibat
dalam adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah. vWF ini disintesis oleh sel
endotel dan megakariosit serta disimpan dalam badan Weibel-Palade pada sel
endotel dan dalam granula α yang spesifik untuk trombosit. Adanya stress dan
olahraga atau pemberian infuse adrenalin atau desmopresin menyebabkan
peningkatan yang cukup besar dalam kadar vWF dalam darah.

Reaksi Pelepasan Trombosit


Pemajanan kolagen atau kerja thrombin menyebabkan sekresi isi granula
trombosit.
Kolagen dan thrombin ini dapat mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit.
Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan sintesis fosforilasi protein
melalui protein kinase C dan inositol trifosfat (yang menyebabkan pelepasan ion
kalsium intrasel) dari membrane, yang menyebabkan pembentukan suatu senyawa
yaitu tromboksan A2. Tromboksan A2 berfungsi dalam memperkuat agregasi
trombosit dan merupakan vasokonstriktor yang kuat. Reaksi pelepasannya
dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit, yaitu
prostasiklin yang disintesis oleh sel endotel vaskuler. Prostasiklin merupakan
inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada
endotel vascular normal.

Agregasi Trombosit
ADP dan tromboksan A2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak
trombosit yang beragregasi pada tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan
trombosit membengkak dan mendorong membrane trombosit yang berdekatan
untuk melekat satu sama lain. Selain itu terdapat umpan balik positif yang
menyebabkan terjadinya agregasi trombosit sekunder sehingga terbentuk massa
trombosit yang cukup besar untuk menyumbat daerah kerusakan endotel.
Aktivitas Prokoagulan Trombosit
Setelah agregasi trombosit dan pelepasan tersebut, fosfolipid
membrane terpajan tersedia untuk dua jenis reaksi dalam kaskade koagulasi.
Kedua reaksi yang diperantarai fosfolipid ini tergantung pada ion kalsium. Reaksi
pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa, dan X dalam pembentukan faktor
Xa. Reaksi kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan thrombin dari
interaksi faktor Xa, Va, dan protrombin. Permukaan fosfolipid membentuk
cetakan yang ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang
penting.
Agregasi Trombosit Ireversibel
Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi
pelepasan, dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang ireversibel
pada trombosit-trombosit yang beragregasi pada lokasi cedera vascular. Trombin
juga mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat
stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk.
Banyak penelitian melaporkan bahwa sumbatan tersebut akibat
hiperaktivitas fungsi trombosit yang dapat meningkatkan agregasi trombosit. Tes
agregasi trombosit merupakan tes untuk melihat kenormalan fungsi trombosit
terhadap pemicu agregasi. Terdapat tiga indeks volume trombosit yang
berhubungan dengan agregasi trombosit, Mean Platelet Volume (MPV), Platelet
Distribution Width (PDW) dan Platelet Large Cell Ratio (P-LCR). Peningkatan
indeks volume trombosit dapat merefleksikan peningkatan aktivasi trombosit dan
hiperagregasi trombosit yang merupakan faktor risiko stroke iskemik.

Pemeriksaan Agregasi Trombosit


Pemeriksaan agregasi tombosit dilakukan menggunakan metoda
turbidimetrik menurut Born yang didasarkan pada perubahan transmisi cahaya.
Sebelum penambahan platelet agonist (agregator), transmisi cahaya yang melalui
PRP rendah karena trombosit masih tersuspensi dalam PRP. Setelah penambahan
agonist maka trombosit akan mengalami agregasi kemudian agregat trombosit
akan mengendap, sehingga plasma menjadi jernih dan akhirnya transmisi cahaya
meningkat.
Pemeriksaan aggregasi trombosit menggunakan alat Chrono-log. Alat
yang digunakan pada pemeriksaan ini antara lain : Agregometer Chrono-Log
model 490, kuvet dan stir bar,Tabung sitrat berisi 1 mL Na-sitrat 3,2%, Sentrifuge
swing rotor, Pipet volumetrik 5 mL, Cup Eppendorf 500 mL, mikropipet 500 µL,
mikropipet adjustable 10- 100 mL, Stopwatch. Reagensia yang dipergunakan
adalah larutan salin (NaCl 0,9%) steril non pirogen dengan osmolaritas 308
mOsm/L (Otsuka), Reagen komersial yang mengandung 2,5 mg ADP lyophilized
(Chrono-Par & Chrono-Lume) yang dilarutkan dengan 5 mL larutan saline
sehingga konsentrasinya menjadi 10 mM, kemudian dibagi masing-masing berisi
40 mL larutan ADP pada cup Eppendorf.
Pembuatan Platelet Rich Plasma (RPP) dan Platelet poor Plasma
(PPP) Sebanyak 9,0 ml darah dimasukkan kedalam tabung sitrat yang berisi 1 mL
Na sitrat 3.2%. Pembuatan PRP dilakukan dengan mensentrifugasi darah dengan
kecepatan 1000 rpm selama 15 menit atau 100 g selama 15 menit. Plasma yang
diperoleh adalah PRP, kemudian dipindahkan ke dalam tabung plastik. Jumlah
trombosit PRP harus 200.000-300.000/ µL. Jika jumlah trombosit <100.000/µL
sulit untuk melakukan setting optical baseline. Sisa darah dalam tabung sitrat
yang telah dipisahkan PRPnya, disentrifus lagi 3500 rpm selama 15 menit atau
2400 g selama 20 menit. Plasma yang diperoleh adalah PPP. Kemudian
dimasukkan 500 µL kedalam kuvet pemeriksaan.

Prosedur Pemeriksaan Agregasi Trombosit

 Nyalakan alat, tunggu sampai suhu incubation wells pada alat mencapai
suhu 370C. Nyalakan komputer, ketik data pasien.
 Siapkan PRP dan PPP. Masukkan 5 kuvet kedalam lubang incubation
wells, 4 kuvet diisi dengan PRP sebanyak 500 µL dan 1 kuvet sebagai
blanko diisi dengan PPP sebanyak 500 µL 4 kuvet yang berisi 500 µL
PRP dimasukkan sebutir magnet yang berfungsi sebagai pengaduk.
 Kelima kuvet tersebut diinkubasi selama 3 menit pada suhu 370C.
 Satu kuvet yang berisi PPP dan stir bar dipindahkan ke lubang optical
chamber, kemudian PPP set switch ditekan ke angka 1.
 4 kuvet yang berisi PRP secara berurutan dimasukkan ke lubang optical
chamber PRP kemudian tombol stirrer dijalankan.
 Inkubasi kelima kuvet tersebut selama 3 menit pada suhu 370C.
 Buat garis baseline untuk menentukan batas atas dan bawah pada trace
1,2,3 dan 4 pada agregometer.
 Siapkan reagen ADP kemudian masukkan larutan ADP berbagai
konsentrasi sebagai berikut :

Tabung ADP,
PRP 500 µL Konsentrasi 10
(Trace 1) µM 5 µL
Tabung ADP,
PRP 500 µL Konsentrasi 5
(Trace 2) µM 5 µL
Tabung ADP,
PRP 500 µL Konsentrasi 2
(Trace 3) µM 5 µL
Tabung ADP,
PRP 500 µL Konsentrasi 1
(Trace 4) µM 5 µL
 Biarkan grafik berjalan selama 13 menit
 Hasil agregasi akan tampak pada layar secara otomatis dinyatakan dalam
persen.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan
Faktor-faktor teknis yang perlu diperhatikan agar pada tes agregasi trombosit
didapatkan hasil yang sesuai karena bila diabaikan menghambat pembentukan
transmisi cahaya antara lain : darah diambil dalam keadaan puasa 10 – 12 jam,
tabung yang digunakan terbuat dari bahan plastik atau gelas belapis silikon,
pemeriksaan harus dikerjakan dalam waktu kurang dari 3 jam setelah pengambilan
darah, jumlah trombosit normal, Plasma tidak hemolisis dan keruh serta kadar
trigliserida normal.
III. Retraksi Bekuan
Prinsip pemeriksaan retraksi bekuan adalah setelah darah membeku,
bekuan darah mengerut dan pada proses pengerut, sejumlah serum diperas keluar
dari bekuan sehingga bekuan menjadi kenyal. Tujuan pemeriksaan retraksi
bekuan adalah Untuk menilai fungsi trombosit.

Alat pemeriksaan retraksi bekuan antara lain :


1. Spuit 5cc,
2. Torniquette,
3. Kapasalkohol,
4. Kapas kering,
5. Micropore,
Sedangkan untuk pemeriksaan RB dan VCB :
1. Tabung centrifuge berskala,
2. Lidi kayu.
Selain itu, diperlukan juga alat pemeriksaan nilai hematokrit, yaitu :
1. Pipa kapiler hematokrit,
2. Centrifus mikro Ht,
3. mikro-Ht reader
Prosedur Pemeriksaan Retraksi Bekuan Dan Volume Cairan Bekuan

1. Mempersiapkan alat dan bahan


2. Darah vena diambil sebanyak 5cc, lalu dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus
berskala yang telah diletakkan lidi kayu di dalamnya, lalu volumenya dicatat.
3. Volume darah disisakan sedikit untuk dilakukan pemeriksaan hematokrit
(untuk
penghitungan VCB).
4. Tabung dibiarkan pada suhu kamar selama 2-3 jam suhu ruang atau
semalaman
pada suhu 4OC.
5. Setelah diinkubasi, tabung dimiringkan lalu bekuan darah yang menempel
pada
lidi diangkat secara hati-hati melalui dinding tabung.
6. Serum beserta sel-sel yang masih tertinggal dalam tabung dicatat volumenya.
7. volume serum tersebut dihitung dalam bentuk % dari volume darah awal, lalu
dilaporkan sebagai retraksi bekuan.
8. Perhatikan konsistensi bekuan(kenyal / lembek dan rapuh) dan dilaporkan
konsistensi tersebut.
9. Pemeriksaan nilai hematokrit dilakukan pada sampel (untuk pemeriksaan
volume cairan bekuan).


 Volume bekuan = 100 % - retraksi bekuan
 Volume cairan bekuan = volume bekuan – nilai hematokrit
(Titik, Indranila, & Muji, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Titik, H. T., Indranila, & Muji, R. (2012). HUBUNGAN ANTARA PDW (PLATELET
DISTRIBUTION WIDTH) DENGAN TAT(TES AGREGASI TROMBOSIT) PADA
PENDERITA STROKE ISKEMIK DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG. JURNAL
KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, Volume 5, Nomor 1.

Durachim, A., Astuti, D. (2018). Hemostasis. E-book PPSDM Bahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medik (TLM). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Riadi W. Uji ketelitian dan Nilai Rujuka Agregasi Trombosit dengan Agonist ADP pada
Orang Indonesia Dewasa di Jakarta Menggunakan Agregometer Chrono-Log Model
4. Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2006

Hideo T, Hajime S, Kenichi T, Bunsho K. Platelet Volume, Aggregation and Adenosine


Triphosphate Release in Cerebral Thrombosis,
http//stroke.ahajournal.org/content/22/1/ 17.

Gandasoebrata, R, 2006. Penuntun Laboratorium Klinik,Jakarta: Dian Rakyat

Riadi Wirawan, 2008. Nilai Rujukan Pemeriksaan Agregasi Trombosit dengan Adenosis Difosfat
pada Orang Indonesia Dewasa Normal di Jakarta. Jakarta: FKUI

Setiabudy Rahajuningsih D., 2012. Hemostasis dan Trombosis. Jakarta: FKUI.

Suharyanti, 2011. Uji Kesesuaian Pemeriksaan Agregat Trombosit pada Sediaan ADT
dengan
Agregasi Trombosit pada Tes Agregasi Trombosit. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Sugiati, 2013. Pengaruh Waktu dan Suhu Terhadap Jumlah Trombosit Metode Automatic.
Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang
Rohmawati, E, 2003. Penentuan Faktor Estimasi Jumlah Trombosit Pada Sediaan Apus
Darah
Tepi Pasien Trombositopenia. Semarang: s.n

SOAL

1. Untuk mengetahui fungsi trombosit, dapat dilakukan pemeriksaan……


a. Agregasi trombosit
b. Bleeding time
c. Cloting timr
d. PPT
e. APTT
2. Untuk membuat PPP, sampel darah disentrifugasi dengan kecepatan ... rpm
a. 500
b. 1000
c. 1500
d. 2000
e. 2500
3. Jenis sentrifuge yang digunaka untuk membuat PPP dan PRP adalah ...
a. Micro rotor
b. Swing out rotor
c. Fixed angle rotor
d. Drum rotor
e. Winshield rotor
4. Pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan dengan menambahkan reagensia berupa..
a. Platelet agonist
b. PPP
c. PRP
d. Platelet
e. Plasma
5. Pemeriksaan Retraksi bekuan dilakukan pada seorang pasien. Volume awal darah
ketika dimasukkan ke dalam tabung reaksi adalah 5,0 mL. Setelah diinkubasi selama
3 jam pada suhu 25OC, bekuan diangkat, volume cairan yang tertinggal pada tabung
reaksi adalah 2,3 mL. Diketahui nilai hematokrit sampel tersebut adalah 37%.
Retraksi bekuan sampel tersebut adalah ... %
a. 17
b. 23
c. 46
d. 50
e. 54
6. Pemeriksaan Retraksi bekuan dilakukan pada seorang pasien. Volume awal darah
ketika dimasukkan ke dalam tabung reaksi adalah 5,0 mL. Setelah diinkubasi selama
3 jam pada suhu 25OC, bekuan diangkat, volume cairan yang tertinggal pada tabung
reaksi adalah 2,3 mL. Diketahui nilai hematokrit sampel tersebut adalah 37%. Volume
bekuan sampel tersebut adalah ... %
a. 17
b. 23
c. 46
d. 50
e. 54
7. Pemeriksaan Retraksi bekuan dilakukan pada seorang pasien. Volume awal darah
ketika dimasukkan ke dalam tabung reaksi adalah 5,0 mL. Setelah diinkubasi selama
3 jam pada suhu 25OC, bekuan diangkat, volume cairan yang tertinggal pada tabung
reaksi adalah 2,3 mL. Diketahui nilai hematokrit sampel tersebut adalah 37%. Volume
cairan bekuan sampel tersebut adalah ... %
a. 17
b. 23
c. 46
d. 50
e. 54
8. Pemeriksaan agregasi trombosit dapat dilakukan menggunakan alat
a. aggregometer
b. Spektrofotometer
c. Hematologi Analizer
d. Drum rotor
e. Winshield rotor
9. Pemeriksaan Gregasi trombosit harus segera dilakukan maksimal adalah……
a. Kurang dari 3 jam
b. 3 jam
c. kurang dari 2 jam
d. kurang dari 1 jam
e. 2 jam
10. Untuk pemeriksaan agregasi trombosit menggunakan tabung….
a. Tutup ungu
b. Tutup hijau
c. Tutup merah
d. Tutup biru
e. Tutup abu
MAKALAH HEMOSTASIS
PEMERIKSAAN TROMBOSIT

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si

2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si


7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024

PEMERIKSAAN TROMBOSIT
I. Pendahuluan
Pemeriksaan hematologi merupakan kelompok pemeriksaan
laboratorium klinik yang terdiri dari beberapa macam pemeriksaan seperti kadar
hemoglobin, jumlah sel leukosit, sel eritrosit, sel trombosit, laju endap darah
(LED), hitung jenis leukosit, hematokrit, retikulosit dan pemeriksaan hemostasis.
Pemeriksaan trombosit termasuk salah satu pemeriksaan hematologi yang banyak
diminta di laboratorium klinik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan
akan data tersebut dalam upaya membantu menegakkan diagnosis. Dengan
meningkatnya permintaan pemeriksaan hitung sel darah maka pemeriksaan hitung
sel trombosit cara manual tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Walaupun demikian, hitung sel darah cara manual masih dipertahankan. Hal ini
disebabkan hitung sel trombosit manual masih merupakan metode rujukan.
Dimana hitung sel secara manual biayanya murah dibandingkan harga sebuah
pemeriksaan hitung sel trombosit secara autoanalyzeryang cukup mahal. (Chairani
& Nilai Yani, 2018)
Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain,
berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang
dinamakan sebagai pembuluh darah dan berfungsi sebagai sarana transpor, alat
homeostasis dan alat pertahanan. Darah dibagi menjadi dua bagian yaitu sel darah
dan cairan darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(lekosit) dan keping sel (trombosit). Cairan darah yang terpisah dari sel darah
yaitu plasma atau serum.
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti
dan terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang berukuran 2-4 µm, berbentuk
cakram bikonveks dengan volume 5-8 fl. Fungsi trombosit berhubungan dengan
pertahanan, untuk mempertahankan keutuhan jaringan bila terjadi luka. Trombosit
ikut serta dalam usaha menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan
darah dan terlindung dari penyusupan benda atau sel asing.
Penghitungan jumlah kandungan sel trombosit dalam darah adalah
salah satu topik yang penting dalam menentukan beberapa masalah kesehatan
atau penyakit. Salah satu diagnosa penyakit yang membutuhkan data jumlah sel
trombosit adalah penyakit demam berdarah Dengue atau DBD. Pada penyakit ini
akan menurunkan konsentrasi trombosit darah sampai ke tingkat yang rendah.
Jumlah trombosit dalam keadaan normal antara 200.000-500.000 per µl darah.
Jumlah trombosit dalam darah dapat diketahui dengan cara pemeriksaan hitung
jumlah trombosit. Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar
dibedakan dengan kotoran kecil, dan cenderung melekat pada permukaan asing
(bukan endotel utuh) dan membentuk gumpalan (Dewi, Herlisa, & Joko, 2017)
Metode untuk menghitung trombosit telah banyak dibuat dan
jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel
trombosit yang merupakan partikel kecil, mudah pecah dan sukar membedakan
trombosit dengan kotoran. Cara yang lazim digunakan dalam hitung jumlah
trombosit adalah cara langsung dapat dilakukan dengan metode Ammonium
Oksalat 1%, dan dengan metode Autoanalyzer. Cara pemeriksaan yang berbeda
tentunya akan menimbulkan variasi hasil perhitungan jumlah trombosit. Untuk itu
perlu diketahui seberapa besar perbedaan yang ditimbulkan oleh kedua cara
tersebut, yang masing-masing mempunyai keterbatasan. Cara manual masih
banyak di laboratorium swasta maupun pemerintah, biasanya digunakan sebagai
konfirmasi apabila cara otomatis memiliki masalah. (Chairani & Nilai Yani,
2018)
II. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan trombosit termasuk salah satu pemeriksaan hematologi
yang banyak diminta di laboratorium klinik. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya kebutuhan akan data tersebut dalam upaya membantu menegakkan
diagnosis. Dengan meningkatnya permintaan pemeriksaan hitung sel darah maka
pemeriksaan hitung sel trombosit cara manual tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Walaupun demikian, hitung sel darah cara manual masih
dipertahankan. Hal ini disebabkan hitung sel trombosit manual masih merupakan
metode rujukan. Dimana hitung sel secara manual biayanya murah dibandingkan
harga sebuah pemeriksaan hitung sel trombosit secara autoanalyzeryang cukup
mahal
Trombosit dapat dihitung secara langsung maupun tak langsung. Cara
langsung dilakukan secara manual yaitu dengan metode Rees Ecker, Ammonium
Oxalat 1% dan otomatis (automatic cell counter). Ada cara tak langsung yaitu
dengan metode Fonio dan Barbara Brown.
1. Hitung Trombosit Langsung
A. Pra Analitik
a. Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
b. Persiapan sampel: darah kapiler atau EDTA
c. Prinsip
Darah diencerkan dengan larutan pengencer (ammonium oksalat 1 %)
sehingga semua eritrosit dihemolisis. Jika menggunakan Rees ecker
trombosit akan tercat biru muda, karena larutan pengencer
mengandung brilliart cresyl blue. Trombosit dihitung dengan KH
dibawah mikroskop. Hasilnya diperiksa ulang dengan sediaan apus
yang diwarnai dengan MGG.
d. Alat dan bahan Alat:
 Pipet eritrosit atau clinipet 20 ml dengan pipet volumetrik 2 ml
 Tabung ukuran 75 x 10 m
 Kamar hitung improved Neubauer dan kaca penutup
 Pipet pasteur
 Cawan petri + kertas saring (kapas) basah
 Mikroskop Reagen: Larutan pengencer dapat menggunakan
salah satu dari larutan berikut
1. Rees ecker
- Natrium – sitrat ……………………........ 3,8 g atau
( 3,8 g)
- Brilliant cresyl blue ………………......... 0,1 g ( 30
mg )
- Farmaldehid 40 % …………………........ 0,2 ml ( 2
ml )
- Aquades …………………………........... 100 ml (ad
100 ml )
Saringlah sebelum digunakan.
2. Ammonium Oksalat 1 % ( 40 C )
Simpan dalam lemari es dan saringlah sebelum digunakan.
B. Analitik. Cara Langsung.
a. Membuat Pengenceran
 Cara pipet Dengan pipet eritrosit darah diisap sampai tanda 1 dan
encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda 101
( pengenceran 1 : 100 ). Mulai saat ini trombosit harus dihitung
dalam waktu 30 menit agar tidak terjadi disintegrasi sel-sel
trombosit. Homogenkan selama 3-5 menit jika menggunakan
Rees Ecker dan selama 10-15 menit jika menggunakan
ammonium oksalat 1% ( dapat digunakan rotator )
 2. Cara Tabung Dibuat pengenceran 1 : 100 dengan memasukkan
darah 20 µl ke dalam larutan pengencer sebanyak 1.98 ml dalam
tabung suspensi di campur selama 10-15 menit, dapat
menggunakan rotator dengan menutup tabung memakai parafilm
terlebih dahulu.
b. Mengisi Kamar Hitung ( KH ).
- Kaca penutup KH diletakkan pada tempatnya. KH harus
dalam keadaan bersih dan kering.
- Isilah KH dengan darah yang sudah diencerkan tadi
dengan menggunakan pipet Pasteur. Pengisian KH harus
diulang bila terjadi hal-hal di bawah ini : Terlalu banyak
cairan yang masuk sehingga mengisi parit KH. KH tidak
sepenuhnya terisi. Terdapat gelombang udara dalam KH.
- Bila menggunakan pipet lekosit sebelum pengisian KH
buanglah 4 tetes pertama dan letakkan ujung pipet pada
KH tepat batas kaca penutup . Isikan ke dalam KH
tersebut pada tetesan yang ke-lima.
- Untuk hitung trombosit, KH yang telah diisi dimasukkan
ke dalam cawan petri tertutup yang telah terisi kapas atau
kertas saring basah dan dibiarkan selama 15-20 menit
agar trombosit dalam KH mengendap dan tidak terjadi
penguapan.
c. Menghitung Jumlah Trombosit
Untuk hitung trombosit, dihitung semua trombosit yang ada pada
bidang besar di tengah kamar hitung. Luas bidang yang dihitung
adalah 1 x 1 mm 2, sehingga volumenya 1 x 1 x 0,1 = 0,1 mmk
atau µl. Dengan perbesaran objektif 10 kali dan okuler 40 kali.
Trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda /
bila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau
koma, tersebar atau bergerombol bila menggunakan larutan Rees
Ecker. Bila menggunakan larutan ammonium oksalat, trombosit
tampak bulat, bulat telur dan berwarna lila terang. Bila fokus
dinaikkan –diturunkan tampak perubahan yang bagus, mudah
dibedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya.
d. Perhitungan Jumlah trombosit = jumlah trombosit yang dihitung x
faktor dibagi dengan pengenceran volume yang dihitung Bila
jumlah trombosit dalam bidang besar di tengah adalah N maka :
Jumlah trombosit = N x100 : 0,1 l = 1000 N / µl atau N x 109 / L
C. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Hitung Trombosit Cara Langsung
Jumlah trombosit di dalam darah dinyatakan normal jika berjumlah
150.000-450.000trombosit /µL darah. Jumlah kurang dari 150.000
trombosit /µL darah disebut dengan trombositopenia, sedangkan jumlah
lebih dari 450.000 trombosit /µL darah disebut dengan trombositosis.
2. Hitung Trombosit Tak Langsung
A. Prinsip
Pemeriksaan hitung trombosit cara tidak langsung menggunakan prinsip
Jumlah trombosit dihitung dalam 1000 eritrosit pada hapusan darah
dengan
cara dibandingkan dengan jumlah eritrosit dalam 1mm3 darah.
B. Tujuan
Tujuan Pemeriksaan Hitung Trombosit Cara Langsung adalah untuk
mengetahui jumlah trombosit per mikroliter darah.
C. Alat dan bahan
Pada pemeriksaan Hitung Trombosit Cara Tidak Langsung digunakan alat-
alat sebagai berikut ;
- Kaca objek,
- Pipet Pasteur,
- Mikroskop.
Hitung jumlah trombosit cara tidak langsung dilakukan dengan
membandingkan jumlah trombosit per 1000 eritrosit pada hapusan darah
dengan jumlah eritrosit dalam 1mm3 darah. Oleh karena itu pada metode
ini juga dilakukan hitung jumlah eritrosit dengan menggunakan alat-alat
sebagai berikut ;
- Mikropipet 10μL,
- Mikropipet 1000 μL,
- Tip kuning,
- Tip biru,
- Tabung reaksi,
- Bilik hitung Improved Neubauer,
- Mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah darah EDTA, sedangkan reagensia yang
digunakan adalah
- Pewarna Giemsa,
- Larutan metanol dan
- Larutan Hayem untuk menghitung jumlah sel eritrosit.
D. Prosedur pemeriksaan hitung trombosit cara tidak langsung

1. Membuat sediaan hapus darah


a. Letakkan 1 tetes darah EDTA pada 2-3 mm dari ujung kaca
objek.
b. Letakkan kaca penghapus dengan sudut 30-450 terhadap kaca
objek didepan tetes darah.
c. Tarik kaca penghapus ke belakang sehingga menyentuh tetes
darah, tunggu sampai darah menyebar pada sudut tersebut.
d. Dengan gerakan yang mantap, doronglah kaca penghapus
sehingga terbentuk hapusan darah sepanjang 3-4 cm pada kaca
objek dan hapusan darah harus berbentuk lidah api.
e. Biarkan hapusan mengering di udara. Tuliskan identitas pasien
pada bagian tebal hapusan dengan pensil.
Sediaan apus darah yang baik adalah sediaan dengan panjang ½ -
2/3 panjang kaca objek, terdapat bagian tipis dimana sel darah tidak
saling bertumpuk dan tidak saling terpisah jauh, sediaan tidak
bergaris dan berlubang-lubang.

Pembuatan sediaan apusan darah

Hasil sediaan apusan darah yang baik


2. Cara mewarnai sediaan apusan darah
a) Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan
b) Fiksasi sediaan apus darah dengan methanol absolute selama 2
– 3 menit.
c) Genangi sediaan hapus darah dengan zat warna Giemsa,
biarkan selama 20 -30 menit.
d) Bilas dengan air mengalir.
e) Keringkan di udara
3. Cara pemeriksaan hitung trombosit dan pelaporan
Cara hitung jumlah sel eritrosit :
a) Larutan pengencer/reagensia Hayem dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sebanyak 1990μL.
b) Darah sampel dimasukkan ke dalam tabung tersebut
sebanyak 10μL, lalu dihomogenisasi selama 1-2 menit.
c) Campuran tersebut dimasukkan ke dalam bilik hitung (satu
aliran).
d) Larutan dalam bilik hitung diinkubasi terlebih dahulu selama
1-2 menit agar sel yang dimasukkan kedalam bilik hitung
statis, tidak bergerak.
e) Sel eritrosit dihitung pada 5 kotak kecil di bagian tengah bilik
hitung dengan luas 1/5 mm2menggunakan mikroskop dengan
perbesaran lensa objektif 40 x.
f) Perhitungan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
“kiri atas”. Ketentuan “kiri atas” adalah trombosit yang
menyinggung garis batas sebelah kiri dan batas atas dihitung,
sedangkan trombosit yang menyinggung garis batas sebelah
kanan dan bawah tidak dihitung.
g) Jumlah sel eritrosit yang ditemukan dikalikan dengan faktor
pengenceran, kemudian hasil perhitungan dilaporkan sebagai
jumlah sel eritrosit sampel.
4. Pemeriksaan hitung trombosit dan pelaporannya :
a) Hitung dahulu jumlah eritrosit secara manual dengan bilik
hitung
b) Letakkan SAD pada meja mikroskop lalu cari lapang
pandang yang baik (sel-sel darah tidak menggumpal dan tidak
saling berjauhan) menggunakan perbesaran 100x.
c) Letakkan 1 tetes minyak imersi pada bagian lapang pandang
lalu geser lensa objektif ke perbesaran 1000x (lensa objektif
100x)
d) Trombosit dihitung per 1000 eritrosit pada pada perbesaran
1000x
e) Jumlah trombosit per µL darah dihitung dengan melakukan
perhitungan
sebagai berikut :

E. Interpretasi hasil
Jumlah trombosit di dalam darah dinyatakan normal jika berjumlah
150.000-450.000 trombosit /µL darah. Jumlah kurang dari 150.000
trombosit /µL darah disebut dengan trombositopenia, sedangkan jumlah
lebih dari 450.000 trombosit /µL darah disebut dengan trombositosis.
3. Htiung Trombosit Menggunakan Alat Otomatis

A. Prinsip
1. Metode Impedans
Alat otomatisasi dengan metode impedance, menghitung sel
berdasarkan ukuran sel. Pada metode electrical impedance sel dihitung
berdasarkan ukuran sel. Sel dalam darah akan melewati orifice/celah,
dimana sel yang tersebut akan melewati celah satu persatu dan
mengganggu aliran listrik ketika melewati celah. Besar gangguan aliran
listrik sebanding dengan ukuran sel.
2. Metode Flow cytometri
Pengukuran jumlah dan sifat sel yang dibungkus oleh aliran cairan
yang melewati celah sempit, sel dialirkan melalui celah tersebut
sedemikian rupa sehingga sel dapat lewat satu persatu, melewati sinar
laser, dimana absorbansi setiap sel akan diukur dengan melalui
beberapa sudut sehingga dapat diketahui granula, diameter sel serta
kompleksitas intra sel .
3. Metode Flouresensi Flowsitometri
Alat otomatisasi metode flouresensi flowsitometri mempunyai prinsip
seperti alat flowsitometri, hanya saja dilakukan penambahan reagensia
flowresensi untuk menghitung sel spesifik. Pewarnaan flowresensi
akan menginformasikan rasio inti sel dan plasma dari setiap sel yang
diwarnai, sehingga berguna dalam membedakan sel trombosit, eritrosit
berinti dan retikulosit.
B. Tujuan
Tujuan Pemeriksaan Hitung Trombosit menggunakan alat otomatisasi
adalah untuk mengetahui jumlah trombosit per mikroliter darah.

C. Alat
Pemeriksaan Hitung Trombosit Cara Langsung dilakukan dengan
menggunakan; alat otomotatisasi seperti, Sysmex KX-21, Medonix,
Sysmex XE-5000, ADVIA 120 dan lain-lain. Pada penggunaan alat
otomatisasi bahan yang diperlukan adalah sampel darah EDTA,
reagensia dari alat otomatisasi tersebut serta bahan control. Bahan
kontrol terdiri dari tiga level, yaitu low, normal dan high. Bahan kontrol
low memilikinilai hasil pemeriksaan dibawah
nilai normal, bahan kontrol normal memiliki hasil pemeriksaan di dalam
batas nilai normal, dan bahan kontrol high memiliki hasil pemeriksaan
diatas nilai normal. Ketiga kontrol tersebut harus dikerjakan sebelum
sampel dikerjakan untuk memastikan bahwa alat dapat mampu
menghitung sel dalam batas nilai rendah, normal dan tinggi
D. Prosedur
Pada modul ini akan dijelaskan cara kerja pemeriksaan hitung jumlah
trombosit menggunakan alat Sysmex KX-21.
1. Menyalakan alat
a. Sambungkan kabel power pada stabilisator (stravo).
b. Nyalakan alat ( saklar on/off yang berada pada sisi kanan bawah
alat)
c. Alat akan melakukan auto clean sendiri.
d. Secara otomatis alat akan melakukan pemeriksaan latar belakang.
e. Pastikan alat berada pada posisi siap ( ready )
2. Menjalankan bahan control
a. Pastikan alat dalam status Ready, kemudian tekan tombol (Select)
Tekan tombol
b. Unuk memilih “ 2. Quality Control “
c. Pada layar QC, tekan tombol ( Sample No) untuk memilih nomor
file (Control Level) yang dikehendaki, kemudian tekan tombol (
Enter )
d. Tekan tombol (1) untuk memilih (1. QC Analayze) dan layar
Control Analisis akan tampil.
e. Homogenisasikan bahankontrol yang akan diperiksa dengan baik.
f. Buka tutupnya dan letakkan di bawah Aspirate Probe. Pastikan
ujung probe menyentuh dasar botol darah kontrol agar tidak
menghisap udara.
g. Tekan Start Switch untuk memulai proses
h. Tarik botol bahankontrol dari bawah probe setelah terdengar
bunyi Beep dua kali.
i. Setelah hasil tertampil pada layar, tekan tombol (1) untuk
menyimpan atau (2) untuk menolak hasil kontrol tersebut.
j. Tekan (3) untuk memilik (3.Print) agar hasil kontrol tercetak.
3. Melakukan pemeriksaan darah dengan Whole Blood (WB) Mode
a. Pastikan alat dalam status Ready, kemudian tekan tombol
(Sample No) untuk memasukakkan nomor identitas darah sampel,
kemudian tekan tombol (Enter).
b. Homogenisasikan darah sampel yang akan diperiksa dengan baik.
c. Buka tutupnya dan letakkan di bawah Aspirate Probe. Pastikan
ujung probe menyentuh dasar botol darah sampel agar tidak
menghisap udara.
d. Tekan Start Switch untuk memulai proses
e. Tarik botol darah sampel dari bawah probe setelah terdengar
bunyi Beep dua kali.
f. Hasil akan tertampil pada layar dan secara otomatis tercetak pada
kertas printer.
4. Melakukan pemeriksaan darah dengan Pre-Diluted Mode
(digunakan ketika volume sampel sedikit
a. Lakukan pengenceran darah sampel dan cairan cellpack dengan
perbandingan 1:26, 20 µL darah sampel dilarutkan dengan
500µL cellpack.
b. Pastikan alat dalam status Ready, Jika sistem tidak pada Pre-
Diluted Mode tekan tombol (Mode) untuk mengubah Analysis
Mode dan gunakan tombol(Left/Right) untuk memilih (Pre-
Diluted), kemudian tekan tombol (Enter)
c. Pastikan alat dalam status Ready, kemudian tekan tombol
(Sample No) untuk memasukkan nomor identitas darah sampel,
kemudian tekan tombol (Enter).
d. Homogenisasikan darah sampel yang akan diperiksa dengan baik.
e. Buka tutupnya dan letakkan di bawah Aspirate Probe. Pastikan
ujung probe menyentuh dasar botol darah sampel agar tidak
menghisap udara.
f. Tekan Start Switch untuk memulai proses
g. Tarik botol darah sampel dari bawah probe setelah terdengar
bunyi Beep dua kali.
h. Hasil akan tertampil pada layar dan secara otomatis tercetak pada
kertas printer
 INTERPRETASI HASIL
Jumlah trombosit di dalam darah dinyatakan normal jika berjumlah
150.000 450.000 trombosit / µL darah. Jumlah kurang dari 150.000
trombosit / µL darah disebut dengan trombositopenia, sedangkan jumlah
lebih dari 450.000 trombosit / µL darah disebut dengan trombositosis.
Pemeriksaan hitung trombosit dapat dilaporkan ketika sebelum
pemeriksaan sampel, bahan kontrol memasuki rentang nilai sesuai kit dan
tidak terdapat tanda peringatan pada alat hematology analyzer. Apabila
terjadi ketidaksesuaian pada saat pemeriksaan, alat akan memberikan
peringatan dengan memberikan tanda/flagging. Ketika tanda flagging
tampak pada monitor, maka ATLM harus menindaklanjuti sebelum
mengeluarkan hasil. Contoh tanda flagging pada alat Sysmex KX-21
terkait pemeriksaan hitung jumlah trombosit :
 PL : frekuensi relatif dari PLT-LD (platelet lower discriminator)
melewati atas
 PU : frekuensi relatif dari PLT-UD (platelet upper discriminator)
melewati batas

III. Faktor- Faktor yang mempengaruhu hasil


Ketidaksesuaian pada tahap pra analitik, analitik dan paska analitik
dapat mempengaruhi hasil yang akan dilaporkan. Pada tahap pra analitik, harus
diperhatikan fungsi dan kebersihan alat yang digunakan, alat harus dalam keadaan
bersih, kering dan berfungsi baik. Garis-garis hitung pada bilik hitung harus
dipastikan masih bergaris tegas, sehingga memudahkan perhitungan. Reagensia
yang digunakan tidak boleh melewati batas kadarluarsa dan tidak memiliki
endapan. Endapan pada reagensia dapat menyebabkan kesulitan dalam
menentukan trombosit ketika perhitungan, dapat menyebabkan kesalahan
perhitungan.
Tahap analitik harus memperhatikan setiap prosedur yang
dilaksanakan. Sampel harus terhomogenisasi baik dengan cara menginversi
tabung sampel sebanyak 8-10 kali. Apabila sampel sudah tidak terhomogenisasi
baik, maka jika terambil bagian supernatan sampel (bagian atas), maka sel yang
terhitung akan lebih sedikit (trombositopenia palsu). Pada pemipetan reagensia
dan sampel, harus dipehatikan tekanan pada mikropipet, pengambilan, reagensia,
sampel dan pembilasan tip ketika pengenceran dilakukan pada tekanan pertama,
sedangkan membuang seluruh larutan yang tersisa pada tip dilakukan dengan
melakukan tekanan maksimal (tekanan dua).
Pada pemeriksaan hitung trombosit cara tidak langsung sangat
dipengaruhi oleh pengerjaan tahap pra analitik, analitik dan paska analitik. Pada
tahap pra analitik perlu diperhatikan kaca objek yang yang digunakan. Kaca objek
harus yang bersih dan bebas dari lemak. Kaca objek yang kotor dan berlemak,
dapat menyebabkan apusan darah yang dibuat menjadi tidak rata dan berlubang,
sehingga akan mengurangi daerah baca dan sebaran sel menjadi tidak merata.
Penggunaan larutan pewarnaan perlu diperhatikan masa kadarluarsa, kebersihan
serta konsentrasi larutan yang dapat mewarnai sel secara maksimal. Pewarna yang
kotor juga dapat mengganggu pemeriksaan karena dapat menyebabkan adanya
kotoran pada apusan, sebaiknya larutan pewarnaan disaring terlebih dahulu
sebelum digunakan. Konsentrasi pewarna yang dapat mewarnai maksimal perlu
diuji terlebih dahulu sebelum digunakan. Walaupun kit insert reagensia telah
menjelaskan konsentrasi pengenceran yang harus dilakukan, akan tetapi
kemampuan reagensia akan dapat menurun sejalan dengan masa penyimpanan
dikarenakan suhu penyimpanan reagensia. Pewarna yang tidak maksimal
mewarnai dapat menyebabkan hasil pewarnaan sel menjadi tidak jelas, sehingga
menyulitkan dalam mengidentifikasi sel-sel pada sediaan apus darah.
Pada tahap analitik, cara membuat apusan darah dapat mempengaruhi
hasil. Syarat apusan darah yang layak digunakan adalah memiliki panjang sediaan
2/3 kaca objek, apusan darah tidak bergaris dan tidak berlubang serta memiliki
daerah baca. Apusan darah yang baik didapat dengan menentukan sudut apusan
yang baik ketika membuat sediaan. Pada pembuatan apusan, ketika tetes darah
cukup banyak, maka sudut kaca penghapus diperkecil, sehingga menyebabkan
geseran apusan menjadi lebih panjang, dimana hal tersebut membuat sebaran sel
menjadi baik. Sudut kaca penghapus yang besar dapat menyebabkan apusan darah
menjadi pendek. Selain cara pembuatan apusan, cara mewarnai sediaan juga
mempengaruhi, dimana pewarnaan harus dilakukan sesuai prosedur. Pemilihan
daerah baca sangat menentukan hasil pemeriksaan. Daerah baca dilihat secara
mikroskopis, dimana sel sel darah tersebar rata dan tidak saling menumpuk.
Pengenalan trombosit secara mikroskopis sangat mempengaruhi hitung trombosit,
karena jika tidak mengenali sel trombosit maka akan terjadi kesalahan
perhitungan. Penulisan hasil pada tahap paska analitik harus diperhatikan agar
tidak terjadi kesalahan pelaporan hasil.
IV. Kelebihan dan Kekurangan
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kelebihan dari hitung jumlah trombosit secara manual yaitu mudah dan sederhana
serta biaya lebih murah, tetapi kekurangannya hitung trombosit secara manual
yaitu pengamatan dengan mata seseorang sangat dipengaruhi oleh kemampuan
dan ketahanan pengamat serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Berbeda
dengan cara Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) mempunyai kelebihan karena
dapat mengamati ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah
penyebaran trombosit yang tidak merata karena perlekatan trombosit pada kaca
sehingga mengakibatkan penilaian jumlah trombosit yang berbeda-beda
Kelebihan larutan ammonium oksalat 1% sebagai berikut, dapat
melisiskan eritrosit sehingga terlihat sel trombosit saja, bayangan sel leukosit
lenyap, harga relatif lebih murah dan ekonomis, kekurangannya, lebih mudah
terkontaminasi, mempunyai latar belakang jernih sehingga trombosit sukar dibaca,
trombosit sulit dibedakan dengan kotoran.
Hitung trombosit menggunakan alat otomatisasi sangat dipengaruhi
oleh pengerjaan tahap pra anallitik, analitik dan paska analitik. Pada tahap pra
analitik perlu diperhatikan pengambilan sampel darah yang dengan antikoagulan
yang sesuai baik itu jenis maupun volume. Pengambilan darah sebaiknya tidak
terlalu lama yang dapat menyebabkan terjadinya gumpalan, pemeriksaan harus
dilakukan dengan segera atau kurang dari 1 jam dan alat otomatis yang
dipergunakan harus terkalibrasi dan melakukan control yang sesuai. Pada tahap
analitik, pastikan sebelum diperiksa darah dalam keadaan homogen dan pada saat
pemeriksaan probe alat terendam pada darah sampel sehingga tidak ada udara
yang terhisap.Penulisan hasil pada tahap paska analitik harus diperhatikan agar
tidak terjadi kesalahan pelaporan hasil.
Beberapa kondisi klinis pasien dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan pada alat,
seperti pseudotrombositopenia, aggregasi trombosit dan trombosit megalositik
dapat menurunkan jumlah trombosit, sedangkan banyaknya sel mikrositosis dapat
meningkatkan jumlah trombosit.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, R. M., Herlisa, A., & Joko, T. I. (2017). PERBEDAAN HITUNG JUMLAH
TROMBOSIT METODE IMPEDANSI, LANGSUNG DAN BARBARA BROWN.
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Wulandari, A., Zulaikah, S., 2012. Perbandingan Antara Hitung Trombosit Dengan Alat
Hitung Otomatis Dan Cara Manual Tidak Langsung. Jurnal
Healthy Science.

Suharyanto. 2017. Perbedaan Jumlah Trombosit Cara Automatik Berdasarkan Metode Optik
dan Impedansi. Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah. Semarang.

Lailiyah, Minnati. 2017. Pengaruh Penundaan Waktu Pemeriksaan Trombosit Metode


Barbara Brown. Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah. Semarang.

Jemy,2014. Perbedaan Trombosit Metode Automatic dan Metode Langsung (Rees


Ecker).Karya Tulis Ilmiah,Akademi Analis Kesehatan Kendari : tidak Di
terbitkan : 2,15.

Praptomo, Agus Joko,2018 Perbandingan hasil pemeriksaan hitung jumlah trombosit metode
langsung (rees ecker),metode tidak langsung (fonio), dan metode
automatik.Jurnal medika : karya ilmiah kesehatan, [s.l.], v. 1, n. 1, p. 1-
12.

Umar, A., dan Muhamad, SA. (2016). Perbedaan Jumlah Trombosit Metode Automatic Dan
Metode Tidak Langsung. Politeknik Bina Husada Kendari.

Sari, CR., dkk. (2017). Pola Jumlah Trombosit Pasien Infeksi Virus Dengue Yang Dirawat Di
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sari Pediatri. Vol.19
No.1.

Masihor, JJ.,dkk. (2013). Hitung Jumlah Trombosit Dan Hitung Jumlah Leukosit Pada
Pasien Anak Demam Berdarah Dengue. Jurnal e-Biomed. Vol.1 No.1.

Hardisari, R. (2018). Perbedaan Hasil Jumlah Trombosit Pada Darah K3EDTA Yang
Disimpan Di Suhu Kamar - C Dan Lemari ES - C Selama 2 Jam.Jurnal Teknologi
Kesehatan.Vol.14 No. 1 pp. 1-4

SOAL
1. Perhitung sel trombosit manual cara langsung, dapat dilakukan menggunakan larutan …
a. Turk
b. Hayem
c. Amonium oxalate
d. EDTA
e. New methilen blue
2. Cara pipet Dengan pipet eritrosit darah diisap sampai tanda 1 dan encerkan dengan
larutan pengencer sampai tanda 101 yaitu pengenceran……
a. Pengenceran 1 : 100
b. Pengenceran 1 : 200
c. Pengenceran 1 : 25
d. Pengenceran 1 : 50
e. Pengenceran 1 : 1000
3. Pewarnaan yang dapat digunakan untuk mewarnai SAD adalah ...
a. Hayem
b. Rees Ecker
c. Amonium oxalat
d. New methilen blue
e. Giemsa
4. Kaca objek yang berlemak dapat menyebabkan sediaan tampak ...
a. Bergaris
b. Berlubang
c. Pendek
d. Terputus-putus
e. Tebal
5. Pada hitung jumlah trombosit cara tidak langsung dilakukan perhitungan sel eritrosit /
μL. Pada hitung sel eritrosit tersebut, digunakan reagensia ...
a. Hayem
b. Rees Ecker
c. Amonium oxalat
d. New methilen blue
e. Giemsa
6. Hitung sel trombosit dapat dilakukan menggunakan alat hematology analyzer. Ketika
perhitungan sel dilakukan berdasarkan ukuran sel, maka alat tersebut bekerja dengan
prinsip ….
a. Impedance
b. Flow cytometri
c. Flowresensi flowcytometri
d. Absorbansi
e. Otomatisasi
7. Untuk memastikan alat dapat melakukan pemeriksaan dengan baik, sebelum melakukan
pemeriksaan hitung sel trombosit menggunakan alat hematology analyzer, seharusnya
dilakukan ...
a. Auto clean
b. Bacground check
c. Pemeriksaan bahan kontrol
d. Mengencerkan sampel dengan diluent
e. Aspirate sampel
8. Beberapa kondisi klinis dapat mempengaruhi hasil hitung jumlah trombosit
menggunakan alat otomatisasi, keadaan yang dapat menyebabkan hasil trombositosis
adalah, kecuali……….
a. Pseudotrombositopenia
b. Sel mikrositik
c. Giant trombosit
d. Trombosit megaloblastik
e. Aggregasi trombosit
9. Hitung sel trombosit dapat dilakukan menggunakan alat hematology analyzer. Ketika
perhitungan sel dilakukan berdasarkan jumlah dan sifat sel, maka alat tersebut bekerja
dengan prinsip ….
a. Impedance
b. Flow cytometri
c. Flowresensi flowcytometri
d. Absorbansi
e. Otomatisasi
10. Hitung sel trombosit dapat dilakukan menggunakan alat hematology analyzer. Ketika
perhitungan sel dilakukan berdasarkan rasio inti sel dan plasma dari setiap sel yang
diwarnai, maka alat tersebut bekerja dengan prinsip ….
a. Impedance
b. Flow cytometri
c. Flowresensi flowcytometri
d. Absorbansi
e. Otomatisasi
MAKALAH HEMOSTASIS
PLASMA RECALFICATION TIME, KADAR FIBRINOGEN, D-DIMER

Dosen Pengampu :

1. Ririh Jatmi Wikandari, SST., M.Si


2. dr Muji Rahayu, Sp, PK

3. Rachmad Bayu Kuncara, SST, M.Imun

4. Retno Sulistyowati, S.SiT, M.Kes

5. Lilik Setyowatiningsih, S.SiT, M.Si

6. Devi Etivia Purlinda, S.ST, M.Si

7. Nanik Afriani Putri, M. Farm

Disusun oleh:

HANNUNG FIRMAN YUSTIKA

P1337434121005

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2023/2024
PLASMA RECALSIFICATION TIME, KADAR FIBRINOGEN, DAN D-DIMER

A. Pendahuluan
Hemostasis (haima=darah, stasis=tetap,berhenti), berarti darah tetap berada
dalam system pembuluh darah. terdapat beberapa komponen dalam mekanisme
hemostasis, yaitu: trombosit, endotel vaskuler, procoagulant plasma protein faktors,
natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan protein antifibrinolitik. Semua
komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan fungsi yang baik serta tempat
yang tepat untuk dapat menjalankan mekanisme hemostasis dengan baik. Interaksi
komponen ini dapat memacu terjadinya thrombosis disebut sebagai sifat prothrombotik
dan dapat juga menghambat proses thrombosis yang berlebihan, disebut sebagai sifat
antithrombotik. Faal hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan antara
faktor prothrombotik dan faktor antithrombotik. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai fisiologik dan patofisiologik serta prinsip pemeriksaan laboratorium dari
masing-masing faktor yang berperan dalam proses hemostasis, seperti faktor vaskuler,
faktor trombosit dan faktor pembekuan serta interpretasi hasilnya. Hemostasis merupakan
mekanisme normal yang dilakukan oleh tubuh untuk menghentikan perdarahan pada
lokasi yang mengalami kerusakan atau luka.Hemostasis ini sebagai respon untuk
menghentikan keluarnya darah yang diperankan oleh spasme pembuluh darah, adhesi,
agregasi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi. Dalam hemostasis terjadi
adanya koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Komponen-komponen tersebut berusaha menjaga agar darah tetap cair dan
tetap berada dalam system pembuluh darah. Fungsi utama mekanisme koagulasi adalah
menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi
dengan baik

1. Plasma recalcification time

Pemeriksaan masa rekalsifikasi digunakan untuk mencari adanya kekurangan


faktor – faktor pembekuan dari jalur intrinsik, yaitu faktor pembekuan V, VIII, IX, X,
XI, XII, protombin dan fibrinogen. Dasarnya pemeriksaan rekalsifikasi adalah plasma
rendah trombosit yang tidak mengandung ion Ca ditambahkan sejumlah CaCl2,
lamanya waktu untuk menyusun fibrin adalah masa rekalsifikasi (Gandasoebrata,
2016). Syarat yang harus dilakukan dalam pemeriksaan masa rekalsifikasi adalah
antikoagulan yang dipakai yaitu Na Sitrat 3,8% dengan perbandingan 1 : 9,
mengontrol alat, bahan, reagen, suhu, sampel harus segera diperiksa dalam waktu
maksimal 2 jam dan tabung yang dipakai adalah tabung plastik sekali pakai, jika
menggunakan tabung kaca harus bersih tanpa sisa sabun dan detergent
(Gandasoebrata, 2016).

Masa rekalsifikasi digunakan untuk mencari adanya kekurangan faktor–faktor


dari jalur intrinsik yaitu faktor pembekuan V, VIII, IX, X, XI, XII, protombin dan
fibrinogen. Aktivasi faktor pembekuan tersebut dapat dicegah dengan menggunakan
tabung plastik yang dilapisi silikon. Penggunaan tabung kaca apabila sering
digunakan atau dicuci dapat menyebabkan permukaan kaca tergores. Sehingga
menyebabkan faktor pembekuan teraktivasi khususnya faktor XII atau faktor kontak
(Setiabudy, 2009).

Pemeriksaan Plasma recalcification time

a. Prinsip pemeriksaan
Masa rekalsifikasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyusun
fibrin dari plasma rendah trombosit dan Ca" dengan adanya penambahan CaCh.
Sebenarnya masa rekalsifikasi ini digunakan untuk mengetahui adanya kelainan
defisiensi factor intrinsic, yaitu factor pembekuan V, VIII, IX, X, XI, XII, dan
fibrinogen serta protrombin. Reagen yang diperlukan adalah larutan kalsium
klorida 0.025M dan larutan natrium klorida 0.9%.
Fungsi penambahan CaCb adalah untuk mengaktifkan ion Ca yang
berfungsi sebagai katalisator terbentuknya fibrinogen karena Ca mengendap saat
dilakukan pemusingan, padahal Ca ini diperlukan untuk mempercepat
terbentuknya benang fibrin hingga terjadi bekuan.
Pada pemeriksaan masa rekalsifikasi digunakan sampel plasma rendah
trombosit, karena semakin banyak jumlah trombosit maka akan semakin singkat
masa rekalsifikasinya sehingga akan diperoleh hasil masa rekalsifikasi yang
dipercepat.
b. Tujuan pemeriksaan
Pemeriksaan masa rekalsifikasi digunakan untuk mencari adanya
kekurangan faktor – faktor pembekuan dari jalur intrinsik, yaitu faktor
pembekuan V, VIII, IX, X, XI, XII, protombin dan fibrinogen.
c. Alat pemeriksaan
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Stopwatch
- Centrifuge
- Waterbath
d. Bahan pemeriksaan
- NaCl fisiologis
- Plasma sitrat
- CaCl
e. Prosedur kerja pemeriksaan
- Disiapkan alat dan bahan pemeriksaan
- Disiapkan tabung kosong
- Diisi tabung kosong dengan NaCl sebanyak 100µL
- Diisi tabung yang sama dengan plasma sitrat sebanyak 100µL
- Diinkubasi selama 3 menit
- Ditambahkan CaCl seanyak 100µL pada tabung yang sama setiap 30 detik
- Diperiksa tabung tiap penambahan CaCl tiap 30 detik hingga terlihat atau
terjadi jendalan atau belum.
f. Interpretasi hasil pemeriksaan
Nilai normal masa rekalsifikasi berkisar antara 90-250 detik.
g. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu:
- Trauma pasca tindakan bedah
- Infeksi
- Kehamilan, eclampsia
- Penggunaan obat antikoagulan
- Pengambilan sampel terlalu dini
- Sampel lipemik (karena asupan tinggi lemak sebelum diperiksa) dansampel
hemolysis
- Penundaan pemeriksaan setelah beberapa hari

Selain oleh faktor-faktor pembekuan seperti disebut diatas, masa rekalsifikasi


juga dipengaruhi oleh jumlah trombosit. Makin banyak trombosit, makin singkat
masa rekalsifikasi. Untuk menyingkirkan pengaruh trombosit dianjurkan memakai
plasma rendah trombosit (Gandasoebrata, 2016).

Selain pemeriksaan-pemeriksaan dasar, banyak macam pemeriksaan lagi yang


daapat dilakukan pada diatesis hemoragik atas dasar hasil pemeriksaan penyaring itu,
seperti penetapan kadar fibrinogen, tromboplastin generation test, activated partial
thromboplastin time, dll. Pemeriksaan-pemeriksaan itu tidak ditemukan pada
pemeriksaan rekalsifikasi (Gandasoebrata, 2016).

2. Kadar Fibrinogen

Fibrinogen adalah glikoprotein plasma heksamerik 340kDa yang disintesis


oleh hati dan merupakan komponen struktural utama bekuan darah. Jenis gangguan
fibrinogen yang membutuhkan terapi penggantian dapat bersifat bawaan atau didapat.
Mungkin ada kelainan dalam jumlah atau fungsi fibrinogen yang bersirkulasi.
Kegiatan ini menguraikan indikasi, mekanisme kerja, cara pemberian, efek samping
yang penting, kontraindikasi, pemantauan, dan toksisitas penggantian fibrinogen
sehingga penyedia dapat mengarahkan terapi pasien ke hasil yang optimal.

Fibrinogen adalah glikoprotein plasma heksamerik 340kDa yang disintesis


oleh hati. Ada tiga gen berbeda pada kromosom 4 yang menyandikan sintesis
fibrinogen. Konsentrasi plasma sekitar 200-400mg/dL. Ini memiliki konsentrasi
maksimum di antara semua faktor koagulasi. Ini adalah komponen struktural utama
dari gumpalan. Waktu paruh plasma adalah tiga sampai empat hari. Tingkat minimum
yang diperlukan untuk mempertahankan hemostasis adalah 100mg/dL.

Jenis gangguan fibrinogen yang membutuhkan terapi penggantian dapat


bersifat bawaan atau didapat. Mungkin ada kelainan dalam jumlah atau fungsi
fibrinogen yang bersirkulasi. Klasifikasi gangguan ini adalah sebagai berikut:

- Afibrinogenemia: Tidak adanya fibrinogen yang bersirkulasi


- Hipofibrinogenemia: Penurunan kadar fibrinogen yang bersirkulasi (<150mg/dL)
- Disfibrinogenemia: Fibrinogen yang bersirkulasi tidak berfungsi
- Hipodisfibrinogenemia: Fibrinogen yang bersirkulasi berkurang jumlahnya dan
secara fungsional abnormal

Indikasi untuk terapi penggantian fibrinogen meliputi kondisi berikut:

1. Kelainan kongenital: Pasien dengan afibrinogenemia kongenital,


hipofibrinogenemia, atau disfibrinogenemia, yang mengalami perdarahan yang
signifikan secara klinis harus diberikan konsentrat fibrinogen untuk meningkatkan
kadarnya menjadi 100-150mg/dL. Namun, target yang lebih tinggi yaitu 150-
200mg/dL diperlukan untuk perdarahan yang lebih parah (perdarahan
intraserebral). Tingkat target fibrinogen 50mg/dL biasanya diperlukan untuk
penyembuhan luka setelah mencapai hemostasis.
2. Trauma masif: Pasien dengan trauma berat sering datang dengan perdarahan masif
dan gangguan hemostasis. Studi retrospektif telah menunjukkan pengurangan
kebutuhan sel darah merah dan trombosit menggunakan konsentrat fibrinogen
pada pasien dengan trauma.
3. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC): DIC adalah sindrom yang ditandai
dengan aktivasi luas koagulasi intravaskular yang menyebabkan pengendapan
bekuan fibrin di pembuluh darah dan kegagalan organ. Bisa juga muncul dengan
manifestasi perdarahan akibat konsumsi trombosit dan faktor koagulasi. Kelainan
laboratorium pada DIC adalah trombositopenia, peningkatan produk degradasi
fibrin, PT memanjang, aPTT, dan fibrinogen rendah. Perawatan untuk DIC
termasuk plasma beku segar (FFP), trombosit, sel darah merah yang dikemas,
kriopresipitat, dan konsentrat fibrinogen, tergantung pada kelainan laboratorium.
Hipofibrinogenemia berat (<100mg/dL) dapat dikoreksi dengan kriopresipitat atau
konsentrat fibrinogen setelah gagal pengobatan dengan FFP dengan target untuk
menjaga kadar di atas 100mg/dL.
4. Penyakit hati: Ini dapat berkorelasi dengan disfibrinogenemia dan
hipofibrinogenemia. Fibrinogen abnormal memiliki peningkatan jumlah asam
sialat yang menyebabkan penundaan agregasi fibrin. Ini dapat hadir dalam
berbagai penyakit hati seperti obstruksi bilier, penyakit hati kronis, sirosis, dan
hepatoma. Ketika fungsi sintetik sangat tertekan pada kasus penyakit hati lanjut,
hal itu menyebabkan berkurangnya produksi fibrinogen.
5. Operasi jantung: Pasien yang menjalani operasi kardiovaskular yang melibatkan
bypass kardiopulmoner sering mengalami perdarahan koagulopati perioperatif,
yang memerlukan transfusi darah dan produk darah. Berbagai faktor risiko yang
mempengaruhi perdarahan meliputi jenis prosedur, waktu bypass, operasi ulang,
dan penyakit penyerta. Tingkat fibrinogen pra-operasi tampaknya menjadi
prediktor independen dari perdarahan perioperatif dan kebutuhan transfusi.
Penelitian telah melaporkan peran konsentrat fibrinogen dalam mengurangi
kebutuhan transfusi pada operasi cangkok bypass arteri koroner dan aorta utama.
6. Perdarahan obstetrik: Konsentrasi normal fibrinogen pada trimester ketiga
mendekati 500mg/dL. Jumlah minimum fibrinogen dan faktor koagulasi lain yang
diperlukan untuk hemostasis masing-masing adalah 40 sampai 50% dan 20 sampai
25% dari tingkat normal. Berbagai penelitian telah menghitung nilai batas
fibrinogen kurang dari 200mg/dL sebagai prediktor progresi kehilangan darah
masif dan transfusi masif.

Fibrinogen adalah substrat untuk tiga enzim utama: trombin, plasmin, dan
faktor XIIIa. Karena berbagai interaksi fungsional, itu memainkan peran penting
dalam hemostasis. Fibrinogen adalah prekursor yang larut untuk fibrin yang tidak
larut, dan juga mendukung agregasi trombosit. Bekuan fibrin juga mengaktifkan
sistem fibrinolitik; dengan demikian, keseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis
menentukan manifestasi klinis.

Pembentukan fibrin: Ketika trombin (faktor IIa) berikatan dengan fibrinogen,


ia melepaskan fibrinopeptida A dan B (masing-masing FPA & FPB) dari rantai A alfa
dan B beta. Molekul yang dihasilkan adalah monomer fibrin yang secara spontan
berpolimerisasi membentuk bekuan fibrin. Setelah dipolimerisasi, faktor XIIIa
mengaktifkan ikatan silang fibrin yang memperkuat bekuan dan memberikan
pencegahan terhadap gangguan mekanis atau enzimatik.

Pemeriksaan kadar fibrinogen

a. Prinsip pemeriksaan kadar fibrinogen


Pemeriksaan ini berdasarkan metode Clauss, diaman sejumlah (bovine)
trombin ditambahkan pada plasma sitrat miskin trombosit yang telah diencerkan
1:10. Lamanya waktu untuk terbentuknya bekuan berbanding terbalik dengan
konsentrasi fibrinogen dalam plasma sampel.
Kadar fibrinogen dapat ditentukan dengan membuat kurva kalibrasi
menggunakan standar fibrinogen yang telah diencerkan 1:5, 1:10 dan 1:15. Hasil
pembacaan standar digambarkan pada kertas milimeterblog, maka akan terbentuk
garis linear antara konsentrasi fibrinogen plasma dengan masa pembekuan.
Konsentrasi fibrinogen pada plasma sampel dapat ditetapkan menggunakan kurva
tersebut dan diperhitungkan sesuai dengan pengenceran yang dilakukan.

b. Tujuan pemeriksaan kadar fibrinogen


Untuk menentukan aktivitas faktor – faktor pembekuan jalur intrinsik dan
jalur bersama (prekalikrein, HMWK, F-XII, F-XI, F-VIII, F-X, F-V, F-II, dan
fibrinogen) atau adanya inhibitor terhadap faktor – faktor pembekuan tersebut.
Pemeriksaan fibrinogen dapat digunakan untuk diagnosis, monitoring, dan
prognosis berbagai kelainan hemorrhagic. Saat ini tingginya kadar fibrinogen
dapat dipertimbangkan faktor risiko penyakit kardiovaskular.
c. Alat pemeriksaan kadar fibrinogen
1. Centrifuge
2. HumaClot Duo
3. Kuvet (sesuai alat HumaClot Duo)
4. Mikropipet adjustable 100 - 1000 μL
5. Tip biru
d. Bahan pemeriksaan kadar fibrinogen
1. Plasma miskin trombosit
2. HemoStat Fibrinogen
3. HemoStat Imidazole Buffered Saline (IBS)
4. HemoStat Fibrinogen Reference Plasma (bahan standar)
e. Prosedur pemeriksaan kadar fibrinogen
1. Persiapan pengenceran bahan standar
2. Pengenceran bahan kontrol dilakukan sesuai tabel berikut:
Persiapan pengenceran sampel: Sampel diencerkan menggunakan IBSdengan
perbandingan 1:10 (plasma: IBS). Jika ketika pemeriksaan sampel diketahui
masa pembekuan kurang dari 8 detik maka pengenceran dapat dilakukan
dengan perbandingan 1:20. Apabila pada pemeriksaan sampel diketahui masa
pembekuan lebih dari 25 detik maka pengenceran dapat dilakukan dengan
perbandingan 1:5 atau 1:3. Sampel yang telah diencerkan harus digunakan
dalam waktu 15 menit.
3. Pemeriksaan sampel:
o Kedalam tabung reaksi yang telah dihangatkan, dimasukkan 200 μL
sampel/standar/kontrol, lalu diinkubasi selama 4-6 menit pada suhu 37OC.
o Tekan tombol baca, ketika pada layar terlihat tulisan ready maka
Reagensia fibrinogen ditambahkan sebanyak 200μL.
o Pemeriksaan bahan sampel/standar/kontrol dilakukan duplo. Hasil yang
dilaporkan adalah nilai rata-rata dari pemeriksaan tersebut.
f. Interpretasi hasil pemeriksaan kadar fibrinogen
Nilai target yang diharapkan adalah 150 – 400 mg/dL
g. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar fibrinogen
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium:
- Trauma pasca bedah dan kehamilan trimester ketiga dapat menyebabkan
temuan positif keliru dari peningkatan kadar fibrinogen,
- Hemolisis sampel dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat.
- Kontrasepsi oral dan heparin dapat meningkatkan temuan uji.
3. D-Dimer
Pemeriksaan D – dimer telah dikenal karena bersifat non invasive,
sensitive, spesifik, memiliki stabilitas tinggi, lebih mudah dan murah untuk
mendeteksi adanya thrombus. D-dimer adalah produk degenerasi fibrin yang berguna
untuk mengetahui abnormalitas pembentukan bekuan darah atau kejadian trombotik
dan untuk menilai adanya pemecahan bekuan atau proses fibrinolitik. Fibrinolisis
adalah proses aktivitas enzym hidrolitik plasmin untuk mencerna fibrin dan fibrinogen
yang secara progresif mereduksi bekuan (trombus). Plasmin menyebabkan degradasi
fibrin, meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut. Fibrin degradation
product (FDP) yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen D dan
satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer. Hasil pemeriksaan
kadar D- dimer yang normal mempunyai nilai sensitifitas dan nilai ramal negatif yang
tinggi untuk kedua keadaan tersebut (Wells et al, 2003).
D-Dimer adalah produk akhir degenerasi cross-linked fibrin oleh aktivitas
kerja plasmin dalam system fibrinolitik. Sejak 1990, tes D-dimer digunakan untuk
pemeriksaan trombosis. Hasil pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya
trombus, namun tidak dapat menunjukkan lokasi kelainan dan menyingkirkan
etiologi-etiologi potensial lain (Adam, 2009)
Pemeriksaan D-Dimer
a. Prinsip pemeriksaan
Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah dengan menggunakan
antibodymonoclonal yang mengenali epitope pada fragmen D dimer secara
fotometrik. Prinsip metode ini yaitu terbentuknya ikatan kovalen partikel
polystyrene padasuatu antibody monoclonal terhadap cross-linkage reagen dari
D-dimer. Cross linkage tersebut memiliki struktur stereosimetri. Renksi aglutinasi
yang terjadidideteksi dengan menggunakan turbidimetri.
b. Tujuan pemeriksaan
Tes D-dimer bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang memiliki
gangguan pembekuan darah. Gangguan tersebut meliputi: Deep vein thrombosis
(DVT), bekuan darah yang berada jauh di dalam vena. Gumpalan ini biasanya
mempengaruhi kaki bagian bawah, tetapi bisa juga terjadi di bagian tubuh yang
lain.
c. Alat pemeriksaan
- Perlengkapan close system
- Tabung biru (Na-citrat)
- Alcohol swab
- Kapas steril
- Hepafix
- Centrifuge
- Alat pemeriksa d-dimer (diagnostic stago’STA compact)
d. Bahan pemeriksaan
- Plasma sitrat
- Reagen
e. Prosedur pemeriksaan
- Darah dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
- Hematologi analyzer disiapkan, berikut langkah-langkah yang perludiperiksa:
 Periksa reagent dalam alat, apabila volumenya kurang maka harus
digantidengan yang baru.
 Diperiksa control pada alat dengan menggunakan reagent control.
 Apabila control sesuai maka alat siap digunakan, apabila tidak
dilanjutkandengan kalibrasi.
 Setelah dilakukan kalibrasi, dilakukan cek control untuk memastikan
alatdalam keadaan baik.
- Setelah di centrifuge, barcode pada sampel di scan dengan alat hematology,
maka identitas sampel yang akan diperiksa dan pemeriksa yang diminta
akansegera terekam oleh alat.
- Tutup tabung sampel dibuka dan tabung sampel diletakkan pada tempatsampel
alat.e. Selanjutnya, alat akan melakukan pemeriksaan
- D-dimer secara otomatisf. Pemeriksaan selesai yang ditandai dengan warna
kuning yang berubah menjadi hijau pada layar monitor.
f. Interprestasi hasil
Hasil pemeriksaan kadar D-dimer secara kuantitatif dinyatakan
dalamsatuan µg/L. Nilai cut off D-dimer dengan metode latex agglutination
adalah 500 µg/L. Kadar D-dimer yang lebih dari nilai normal rujukan
menunjukkan adanya produk degradasi fibrin dalam kadar yang tinggi;
mempunyai arti adanya pembentukan dan pemecahan trombus dalam tubuh.
Kadar D-dimer yang normal dapat digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding gangguan pembekuan darah sebagai penyebab dari gejala
klinik yang ada (Hassett, 2000).
g. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu:
- Trauma pasca tindakan bedah
- Infeksi
- Kehamilan, eclampsia
- Penggunaan obat antikoagulan
- Pengambilan sampel terlalu dini
- Sampel lipemik (karena asupan tinggi lemak sebelum diperiksa) dansampel
hemolysis
- Penundaan pemeriksaan setelah beberapa hari

DAFTAR PUSTAKA

Collen D, Tytgat GN, Claeys H, Piessens R. 1972. Metabolisme dan distribusi


fibrinogen. Pergantian fibrinogen dalam kondisi fisiologis pada manusia. Br J
Hematol. (6):681-700.
Bakta, I. M., 2006. Hematologi Klinik Ringkas. 1 ed. Jakarta: EGC.
Hassett AC. 2000. D-dimer testing and acute venous thromboembolism. Institute
for transfusion medicine update.
Gale Encyclopedia of Medicine 3rd. 2008. Fibrinogen.
Gandasoebrata, R. 2016. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Makin, Adam, and Silverman SH. 2009. Peripheral Vascular Disease and
Virchow’sTriad for Thrombogenesis. Q J Med; 95: 199-210.
Rediputra, Andika. 2017. PERAN PEMERIKSAAN D-DIMER TERHADAP
DIAGNOSIS TROMBOSIS. Jurnal kedokteran. Hal 434-450.
Retribusi JH, Goodnough LT. 2015. Bagaimana saya menggunakan terapi penggantian
fibrinogen pada perdarahan yang didapat. Darah. 125 (9):1387-93.
Setiabudy, R. D. (2009). Hemostasis danTrombosis. BalaiPenerbit UI, Jakarta.
Wells PS, Anderson DR, Rodger M, Forgie M, Kearon C, Dreyer J, et al. 2003.
Evaluation of D-dimer in the diagnosis of suspected deep-vein thrombosis. N
Engl J Med. 349:1227-35.

SOAL
1. Nilai normal kadar fibrinogen adalah berkisar…
a. 160 – 400 mg/dL
b. 120 – 400 mg/dL
c. 140 – 400 mg/dL
d. 130 – 400 mg/dL
e. 150 – 400 mg/dL
2. Nilai normal masa rekalsifikasi berkisar antara…
a. 90-250 detik
b. 90-200 detik
c. 90-150 detik
d. 80-250 detik
e. 80-200 detik
3. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah seseorang memiliki
gangguan pembekuan darah. Gangguan tersebut meliputi: Deep vein thrombosis
(DVT), bekuan darah yang berada jauh di dalam vena. Merupakan tujuan dari
pemeriksaan…
a. Rekalsifikasi bekuan
b. D-dimer
c. Kadar fibrinogen
d. Bekuan darah
e. Hematologi
4. Faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium:
- Trauma pasca bedah dan kehamilan trimester ketiga dapat menyebabkan temuan
positif keliru dari peningkatan kadar fibrinogen,
- Hemolisis sampel dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat.
- Kontrasepsi oral dan heparin dapat meningkatkan temuan uji.
Pernyataan diatas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan…

a. Kadar fibrinogen
b. Masa rekalsifikasi
c. APTT
d. PTT
e. D-dimer
5. Umumnya sampel yang digunkan untuk pemeriksaan D-dimer adalah…
a. Plasma
b. Plasma heparin
c. Serum
d. Plasma sitrat
e. Urine
6. Digunakan untuk mencari adanya kekurangan faktor – faktor pembekuan dari jalur
intrinsik, yaitu faktor pembekuan V, VIII, IX, X, XI, XII, protombin dan fibrinogen,
merupakan tujuan dari pemeriksaan…
a. Kadar fibrinogen
b. Masa rekalsifikasi
c. APTT
d. PTT
e. D-dimer
7. Substrat untuk tiga enzim utama: trombin, plasmin, dan faktor XIIIa, merupakan
pengertian dari…
a. Fibrinogen
b. Pembuluh darah
c. Globulin
d. Trombosit
e. Eritrosit
8. Pemeriksaan kadar fibrinogen dilakukan untuk melihat aktivitas faktor berikut,
kecuali…
a. XII
b. XI
c. X
d. VIII
e. VII
9. Syarat yang harus dilakukan dalam pemeriksaan masa rekalsifikasi adalah
antikoagulan yang dipakai yaitu Na Sitrat 3,8% dengan perbandingan…
a. 1:10
b. 1:8
c. 1:9
d. 1:7
e. 1:11
10. Pada pemeriksaan kadar fibrinogen, dilakukan proses kalibrasi dengan cara...
a. Mengerjakan reagensia control
b. Membuat kurva Levey Jennings
c. Membaca kurva kontrol menggunakan aturan Wesgard
d. Membuat kurva kalibrasi
e. Mencari nilai tengah hasil pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai