Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Dari judul di atas maka untuk meluruskan arti dari karya tulis ini perlu
adanya penjelasan mengenai; a) Hakekat media, b) Pengertian pembelajaran
Penjas, c) Peranan media dan manfaatnya dalam proses pembelajaran, d). Teknik
Dasar Tolak Peluru.

1.1. Kajian Pustaka


1.1.1. Hakekat Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan.
Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam
belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan
seseorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu
dalam satu kegiatan.Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru.
Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa
mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya
intervensi orang lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari
pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana, bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart
Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar :
(1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan
cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan
pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

6
7

1.1.2 Tipe Hasil Belajar


Ada 4 tipe hasil belajar yaitu sebagai berikut:
1). Belajar kognitif.
Berkaitan dengan meningkatkan pengetahuan individu, meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah, memperjelas pemahaman, dan mengembangkan
dan mengidentifikasi konsep.Pengembangan belajarkognitif memanfaatkan proses
mental sebagai bentuk kegiatan utama.Sejauhmana waktu yang dihabiskan untuk
mengajar perkembangan kognitif tergantung pada faktor-faktor seperti informasi
yang akan diberikan dan kemampuan individu untuk memahami materi yang akan
disajikan.
2). Belajar afektif.
Berkaitan dengan sikap, apresiasi, dan nilai-nilai.Tujuan utamanya adalah untuk
mengembangkan sikap yang tepat dan positif terhadap aktifitas fisik.Guru
menanamkan sikap kejujuran, kepemimpinan, followership, kejasama tim, dan
kebutuhan untuk bermain sesuai dengan aktivitas permainan. Membantu pelajar
untuk menghargai bagaimana berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas fisik
dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
3). Belajar psikomotorik.
Berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan ketrampilan gerak.Jenis
belajar ini adalah jantung pendidikan jasmani dan pengalaman berolahraga.Fokus
pembelajarannya adalah pada ketrampilan gerak dasar; yang meliputi gerak dasar
serta ketrampilan yang dipilih dalam berbagai aktifitas jasmani yang disesuaikan
dengan usia, tingkat kematangan, kondisi jasmani masing-masing
individu.Keterampilan belajar gerak adalah bagian yang penting dari landasan
psikologis pendidikan jasamani dan olahraga.
4). Belajar ketrampilan
Suatu yang mempelajari tentang perolehan ketrampilan gerak sebagai
akibat dari latihan.Belajar sebuah ketrampilah dari performance, sebagai contoh,
tujuan pengajaran adalah, untuk belajar menendang dalampermainan sepak bola.
Belajar gerak berkaitan dengan pengendalian garak, pegendalian gerak itu sendiri
adalah mempelajari tetang mekanisme saraf dan proses melalui gerakan yang
8

dipelajari dan dikendalikan. Memahami prinsip-prinsip ini sangat penting untuk


mengajar. Dengan memahami prinsip-prinsip yang mengaturpenguasaan
ketrampilan motorik dan pengendalian gerak guru pendidikan jasamani akan lebih
mampu untuk merancang latihan untuk meningkatkan pembelajaran.
1.1.3 Tahapan Belajar Gerak
1). Tahapan Belajar Kognitif.
Siswa berusaha untuk mempelajari /memahami sifat dan/atau tujuan dari kegiatan
yang harus dipelajari.Peserta didik juga masih perlu memperhatikan informasi
yang diberikan oleh guru baik lisan, tulisan, maupu demonstrasi langsung
(video).Pada awal mulanya pelajar berusaha menapilkan ketrampilan, penampilan
ini dapar dicirikan oleh sejumlahkesalahan, biasanya kasar, dan sangat variatif.
2). Tahapan Belajar Asosiatif.
Dasar-dasar ketrampilan telah dipelajari dan pelajar berkonsentrasi pada
memperbaiki ketrampilan. Pelajar bekerja dalam waktu yang dibutuhkan untuk
menguasai ketrampilan; penampilan pelajar tampak halus, sedikit melakukan
kesalahan, dan jenis kesalahan akan berulang. Pelajar juga menyadari beberapa
kesalahan secara lebih jelas dan menggunakan informasiini untuk menyesuaikan
penampilan berikutnya.
3). Tahapan Belajar Otonom,
Siswa dapat melakukan ketrampilan secara konsisten dengan sedikit
kesalahan.Keterampilan terkoordinasi dengan baik dan tampak dilakukan dengan
mudah. Dalam tahap ini keterampilan sudah bersifat otomatis, jadi siswa tidak
harus lagi mempeerhatikan aspek keterampilan, ia dapat melakukan keterampilan,
ia dapat melakukan keterampilan itu tanpa berfikir tentang hal itu sama sekali.

1.1.4 Pengertian Pembelajaran Penjas

Pembelajaran adalah berasal dari kata belajar. Sebelum kita mengartikan


apa itu pembelajaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti belajar. Drs.
Husdarta dan Drs. Yudha M. Saputra, M. Ed menyatakan dalam bukunya “Belajar
dan Pembelajaran” (2000: 2) bahwa belajar itu dimaknai sebagai proses
perubahan tingkahlaku sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan
9

lingkungannya. Tingkahlaku itu menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan,


dan sikap. Tingkahlaku dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat
diamati dan yang tidak. Tingkahlaku yang dapat diamati disebut dengan
behavioral performance, sedangkan yang tidak dapat diamati disebut behavioral
tendency.
Selanjutnya Muhibbin Syah menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan
yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan1. Ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar
yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah
atau keluarganya sendiri. Beberapa pendapat dari para pakar tentang belajar yang
dikutip dari buku “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995: 90)
karangan Muhibbin Syah, M. Ed adalah sebagai berikut :

Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational


Psychology :The Teaching-Learning Proces, berpendapat bahwa belajar adalah
suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkahlaku yang berlangsung secara
progesif. Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar
adalah . . . a process of progressive behavior adaptation. Berdasarkan
eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguatan (reinforcer).

Skinner, seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori
belajar berdasarkan proses conditioning yang pada prinsipnya memperkuat
dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara
stimulus (rangsangan) dengan respons. Namun, patut dicatat bahwa definisi yang
bersifat behavioristik ini dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan
menggunakan hewan, sehingga tidak sedikit pakar yang menentangnya.

Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua


macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi : . . . . acquisition of any relatively

1
Muhibbin Syah, M. Ed, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.1995. hal. 89
10

permanent change in behavior as a result of practice and experience. Belajar


adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat
latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya Process of acquiring responses as a
result of special practice, belajar adalah proses memperoleh respons–respons
sebagai akibat adanya latihan khusus.

Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory


berpendapat Learning is a change in organism due to experience which can affect
the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi
dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang
dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan
Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat
dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.

Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum
belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkahlaku individu
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu
diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkahlaku yang timbul akibat proses
kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah dan jenuh, tidak dapat dipandang sebagai
proses belajar.
Dalam kerangka pembangunan nasional, pendidikan jasmani merupakan
landasan, dan di atas subsistem itulah nantinya terbangun sumber daya manusia
yang sehat paripurna dan kemajuan olahraga prestasi. Namun, kegiatan yang
mengemban misi kependidikan ini harus diketahui orientasi lamanya sehingga
orientasi baru dalam pendidikan jasmani dapat diketahui. Dengan nama
pendidikan jasmani aktivitas fisik berorientasi kepada tujuan pendidikan, yaitu
melalukan kegiatan mendidik melalui aktivitas fisik.
Webster’s New Collegiate Dictionary (1980) menyatakan bahwa
pendidikan jasmani (physical education) adalah pengajaran yang memberi
perhatian pada pengembangan fisik dari mulai latihan kalestenik, latihan untuk
kesehatan, senam serta performansi dan olahraga pertandingan. Ensiklopedi
11

Indonesia menyebutkan bahwa pendidikan jasmani adalah olahraga yang


dilakukan semata-mata untuk tujuan prestasi, terutama dilakukan di sekolah-
sekolah, terdiri atas latihan latihan tanpa alat atau dengan alat, dilakukan dalam
ruangan dan dilapangan terbuka. Demikian pula menurut Menpora menjelaskan
bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai
perorangan maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan
sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh
peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan
pembentukan watak.2
Menurut Bucher kata pendidikan jasmani terdiri dari dua kata yaitu
jasmani (physical) dan pendidikan (education).3 Kata jasmani memberikan
pengertian pada bermacam-macam kegiatan jasmani, yang meliputi: kekuatan
jasmani, pengembangan jasmani, kecakapan jasmani, kesehatan jasmani, dan
penampilan jasmani. Sedangkan tambahan kata pendidikan yang kemudian
menjadi pendidikan jasmani (physical education) merupakan suatu pengertian
yang tidak dapat dipisahkan antara pendidikan dan jasmani. Pendidikan jasmani
merupakan proses pendidikan yang memberikan perhatian pada aktivitas
pengembangan jasmani manusia. Walaupun pengembangan utamanya adalah
jasmani namun tetap berintensi pada pendidikan, pengembangan jasmani bukan
merupakan tujuan akan tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Ketika seseorang sedang melakukan kegiatan jasmani dalam bermain, berenang,
berlari, sepakbola, senam dan kegiatan jasmani lainnya, maka intensi pendidikan
harus selalu ada dalam permainan itu. Dengan berpartisipasi dalam program
pendidikan jasmani akan bermanfaat untuk: a) memperbaiki kesehatan jasmani, b)
memberikan dasar keterampilan yang akan membuat bekerja menjadi lebih
efisien, menarik dan hidup penuh semangat, c) sebagai pendidikan sosial yang

2
Mempora, Pola Dasar Pembangunan Olahraga (Jakarta: Kantor Menpora, 1984), hal. 25.

3
Charles A. Bucher, Foundation of Physical Education and Sport (St. Louis: Mosby Company,
1983), p. 58.
12

akan memberi sumbangan pada pembentukan karakter dan hubungan antara


manusia yang lebih baik.
Dari berbagai pendapat tentang pengertian pendidikan jasmani,
kesimpulan yang dapat ditarik ialah pendidikan jasmani merupakan bagian
integral dari pendidikan, yaitu pendidikan melalui jasmani. Jasmani hanya
merupakan alat bukan tujuan, pengertian ini akan membawa implikasi penting
dalam memilih kegiatan-kegiatan pembelajaran.4

1.1.5 Teknik Dasar Tolak Peluru

Tolak Peluru merupakan salah satu jenis keterampilan menolakkan benda


berupa peluru sejauh mungkin. Gerakan ini dilakukan dari bahu dengan satu
tangan untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Adapun berat peluru yang
digunakan untuk lomba adalah putra 7,25 kg dan putrid 4 kg. Sehubungan dengan
penulis meneliti tentang tolak peluru gaya menyamping maka penilitian ini
dibatasi pada gaya tersebut saja..

5
Dalam keterampilan tolak peluru, menurut Mukholid ada empat unsur
gerak dasar yang dikuasai siswa antara lain :

1. Cara memegang peluru


Peluru dipegang dengan jari-jari tangan dan terletak pada telapak tangan
bagian atas. Adapun cara memegang peluru selengkapnya adalah sebagai
berikut.
a) Peluru diletakkan di telapak tangan bagian atas atau ujung telapak
tangan, yang dekat dengan jari-jari tangan. Jari-jari tangan
direnggangkan, jari manis, jari tengah dan jari telunjuk, digunakan
untuk menahan dan memegang peluru bagian belakang. Adapun jari
kelingking dan ibu jari digunakan untuk menahan peluru bagian

4
W. H. Freeman, Physical Education ang Sport in Changing Society. (New York: Macmilan
Publising Company, 1987), p. 187.

5
Agus Mukholid,MPd.Drs.Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Kelas XI.2007. hal.101
13

samping, agar peluru tidak tergelincir. Ibu jari jari menahan agar
peluru tidak tergelincir ke dalam, sedangkan jari kelingking menahan
agar peluru tidak tergelincir ke luar.
b) Peluru diletakkan diatas bahu dan menempel di leher. Siku yang
memegang peluru diangkat ke samping sedikit serong ke depan.

Gambar 2.1.
Memegang Peluru6
2. Sikap badan pada saat akan menolak peluru
Sikap badan pada saat akan menolakkan peluru ada dua macam, yaitu
sikap menyamping dan sikap membelakangi.
a) Sikap badan menyamping
Berdiri tegak menyamping ke arah tolakan, kedua kaki dibuka lebar,
kaki kiri lurus ke depan, kaki kanan dengan lutut ditekuk ke depan
sedikit agak serong ke samping kanan. Berat badan berada pada kaki
kanan, badan agak condong ke samping kanan. Tangan kanan
memegang peluru pada bahu, tangan kiri dengan siku ditekuk berada
di depan sedikit agak serong ke atas. Adapun tangan kiri berfungsi
untuk membantu dan menjaga keseimbangan, sedangkan pandangan
ditujukan kearah sasaran.

6
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 210
14

Gambar 2.2..
Teknik gaya menyamping7

3. Cara menolakkan Peluru


a) Pada sikap badan menyamping
Siku ditarik serong ke atas belakang (dilakukan bersamaan dengan
memutar badan). Pinggul dan pinggang serta perut didorong ke depan
agak ke atas sehingga dada terbuka menghadap ke depan serong ke
atas kea rah sasaran. Dagu diangkat dan pandangan ditujukan kea rah
tolakan. Pada saat seluruh badan (dada) menghadap kearah tolakan,
secepatnya peluru ditolakkan sekuat-kuatnya ke atas depan, dibantu
dengan tolakan kaki kanan dan melonjakkan seluruh badan ke atas
serong ke depan.

7
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 213
15

Gambar 2.3..
Teknik menolakkan peluru8

4. Gerak Lanjut
Gerak lanjut adalah gerakan yang dilakukan setelah menolakkan peluru
yaitu dengan cara sebagai berikut:
a) Setelah peluru lepas dari tangan,secepatnya kaki yang digunakan untuk
menolak diturunkan didekat bekas kaki kiri, dengan lutut agak ditekuk.
b) Kaki kiri diangkat ke belakang untuk membantu menjaga
keseimbangan. Badan condong ke depan, dagu diangkat, badan agak
miring ke samping kiri, pandangan kea rah jatuhnya peluru.
c) Lengan kanan dengan siku agak ditekuk berada didepan sedikit ke
bawah badan, sedangkan lengan kiri berada lurus ke belakang untuk
membantu menjaga keseimbangan.

Gambar 2.4..
Teknik gerak lanjut 9
1.1.6 Hakekat Media

Soepartono menyatakan bahwa media adalah kata jamak dari medium,


berasal dari bahasa Latin yang berarti perantara atau pengantar 10. Pengertian
secara harfiah ini selanjutnya menurunkan berbagai definisi media seirama dengan
perkembangan teknologi dalam pendidikan seperti yang dikatakan dosen Program
D2 PGSD Pendidikan Jasmani (1991), Association for Education and

8
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 212

9
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 214

10
Dr. Soepartono, Media Pembelajaran tahun 2000.hal : 3
16

Communication Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai segala bentuk


yang dipergunakan untuk memproses penyaluran informasi. Sedang National
Education Association (NEA) mendefinisikan bahwa media adalah segala hal
yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta
perantinya untuk kegiatan tersebut. Media sering juga disebut sebagai perangkat
lunak yang bukan saja memuat pesan atau bahan ajar untuk disalurkan melalui
alat tertentu tetapi juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.

1.1.7 Peranan Media dan Manfaatnya Dalam Proses Pembelajaran

Proses Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi.


Pengalaman menunjukkan bahwa dalam komunikasi ini sering terjadi
penyimpangan–penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan
efisien. Penyebab penyimpangan dalam komunikasi pembelajaran antara lain
adanya kecenderungan verbalisme dalam proses pembelajaran, ketidak siapan
siswa, kurangnya minat, kegairahan siswa dan lain–lain.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal–hal tersebut di atas ialah


penggunaan media dalam proses pembelajaran. Ini disebabkan karena fungsi
media dalam proses pembelajaran adalah sebagai penyaji stimulus (informasi, dan
lain–lain) dan untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Juga
dalam hal–hal tertentu media mempunyai nilai–nilai praktis yang sangat
bermanfaat baik bagi siswa maupun guru.

Bagi siswa media yang dipersiapkan dengan baik, didesain dan


digambarkan dengan warna–warni yang serasi dapat menarik perhatian untuk
berkonsentrasi pada materi yang sedang disajikan sehingga membangkitkan
keinginan dan minat baru untuk belajar. Dengan media guru juga dapat mengatur
kelas sehingga waktu belajar dapat dimanfaatkan dengan efisien. Manfaat yang
lain adalah media dapat dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran
17

dapat terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa tergantung kepada keberadaan
seorang guru.

Manfaat media dalam proses pembelajaran secara umum adalah


memperlancar proses interaksi antara guru dan siswa untuk membantu siswa
belajar secara optimal. Lebih khusus manfaat media diidentifikasikan oleh Kemp
dan Dayton (1985) sebagai berikut :

1. Penyampaian materi dapat diseragamkan


2. Proses instruksional menjadi lebih menarik
3. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif
4. Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangi
5. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
6. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7. Sikap positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar
itu sendiri dapat ditingkatkan
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.

Berkaitan dengan penyeragaman materi, guru mungkin mempunyai


penafsiran yang beranekaragam tentang sesuatu hal. Melalui media, penafsiran
yang beragam ini dapat direduksi dan disampaikan kepada siswa secara seragam.
Setiap siswa yang melihat atau mendengar uraian melalui media yang sama akan
menerima informasi persis sama dengan yang diterima oleh teman–temannya.

Proses pembelajaran menjadi lebih menarik karena media dapat


menyampaikan informasi yang dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual)
sehingga dapat mendeskripsikan suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau
suatu prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi lengkap dan jelas.
Keingintahuan dapat bangkit melalui media. Untuk menghidupkan suasana kelas,
media merangsang siswa bereaksi terhadap penjelasan guru, membuat siswa ikut
tertawa atau ikut sedih. Media memungkinkan siswa menyentuh objek kajian
18

pelajaran, membantu siswa mengkongkritkan sesuatu yang abstrak dan membantu


guru menghindarkan suasana monoton.

Media memungkinkan proses pembelajaran lebih interaktif karena adanya


interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan. Tanpa media guru akan
cenderung berbicara satu arah, namun dengan media guru dapat mengatur kelas
sehingga siswa ikut pula menjadi aktif.

Dengan menggunakan media, waktu lebih efisien. Seringkali seorang guru


terpaksa menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk menjelaskan suatu
konsep atau teori baru karena tidak menggunakan media, misalnya menerangkan
teknik tangan renang gaya bebas pasti memerlukan banyak waktu jika guru hanya
menggunakan metode ceramah tanpa alat bantu lain. Pada hal jika memanfaatkan
media dengan baik, waktu yang dihabiskan pasti tidak sebanyak itu.

Penggunaan media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih


efisien, tetapi materi pelajaran dapat diserap lebih mendalam. Siswa mungkin
sudah memahami permasalahan melalui penjelasan guru. Pemahaman itu akan
lebih baik lagi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan
atau mengalami melalui media. Di samping itu, media dapat memperkuat
kecintaan dan apresiasi siswa terhadap ilmu pengetahuan dan proses mencari ilmu
itu sendiri.

Dengan penggunaan media dalam proses pembelajaran peranan guru lebih


positif karena; (1) guru tidak banyak mengulang–ulang penjelasannya, (2) dengan
mengurangi waktu untuk menjelaskan maka guru dapat memberikan perhatiaanya
kepada aspek–aspek pembelajaran yang lain dan (3) peran guru meningkat bukan
hanya sebagai pengajar, tetapi berperan juga sebagai penasehat, konsultan dan
manager.

1.1.8 Bola Modifikasi


19

Bola diartikan sebagai benda bulat yang dibuat dari karet dan sebagainya
untuk bermain-main11. Sedangkan modifikasi didefinisikan sebagai pengubahan
atau perubahan12. Artinya bahwa bola modifikasi yang dimaksud adalah
perubahan bola yang sesungguhnya menjadi suatu bola yang menyerupai bola
sebenarnya yang dapat digunakan dalam bermain, termasuk dalam proses
pembelajaran.

Lutan mengatakan bahwa modifikasi olahraga ke dalam mata pelajaran


penjas terdiri dari tiga unsur : (1) modifikasi ukuran lapangan, (2) modifikasi
peralatan, (3) modifikasi lamanya permainan dan peraturan permainan13.

Dari pengertian diatas, maka modifikasi yang dimaksudkan dalam


penelitian ini adalah modifikasi peluru dalam bentuk “bola” sebagi media
pembelajaran yang dapat digunakan untuk berlatih menguasai teknik dasar tolak
peluru. Beberapa jenis bola yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini,
antara lain : (1) Bola voli, (2) Bola Basket. dan (8) bola-bola beton.

Dalam pembelajaran tolak peluru, penggunaan bola akan lebih


menyenangkan dan menghindari kebosanan siswa serta memberi kesempatan pada
siswa untuk berfikir, bergerak dan bertindak serta kerjasama antara siswa.

Beberapa cara yang dilakukan berkaitan dengan modifikasi alat dan


permainan dalam nomor tolak peluru :

1. Lemparan Mendorong dengan Bola Voli atau Basket


Siswa melemparkan bola voli atau basket ke dinding dengan
menggunakan gerakan mendorong atau menolak. Pelempar
menangkap bola yang memantul di lapangan.

11
Kamus Besar Bahasa Indonesia.2005

12
Ibid.

13
Lutan,Rusli.Supervisi Pendidikan Jasmani: Konsep dan Praktek. Jakarta.2002
20

Gambar 2.4..
Lemparan mendorong dengan bola voli atau basket14
2. Lemparan mendorong berpasangan
Dua siswa saling berhadapan dan dengan menggunakan satu atau dua
tangan mengoperkan bola voli atau basket.

Gambar 2.5..
Lemparan mendorong berpasangan 15
3. Menolak Bola Sejauh-jauhnya
Secara perorangan siswa menolak bola voli atau Basket sejauh-
jauhnya. Garis jarak di permukaan lapangan ditandai.

14
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 207

15
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 207
21

Gambar 2.6..
Menolak bola sejau-jauhnya 16
4. Mengoperkan bola dengan cara estafet
Siswa mendorong bola untuk mengoperkan bola kesehatan dalam
bentuk zigzag dari ujung tim ke ujung tim lainnya. Tim mana yang
paling cepat mengoperkan bola?

Gambar 2.7..
Mengoperkan bola secara estafet17
1.2 Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang diajukan dalam proposal penelitian ini adalah : “ Melalui


modifikasi media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar tolak peluru

16
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 207

17
Carr.Gerry.A . Atletik Untuk Sekolah.Raja Grafindo Jakarta.1997. hal. 207
22

gaya menyamping di Kelas VII C SMPN 2 Ngamprah Kabupaten Bandung


Barat”.

Anda mungkin juga menyukai