Anda di halaman 1dari 7

Asertivitas dan Penyesuaian Perkawinan pada Dewasa

Judul Awal di Aceh Tengah

Tahun 2016

Penulis Gemilang Silemi Retiara1, Maya Khairani2, Nucke Yulandari3

Publikasi Jurnal Psikogenesis

Penyesuaian perkawinan merupakan proses membiasakan diri


(adaptasi) dengan situasi baru sebagai suami istri dalam membentuk
keluarga untuk memenuhi harapan dan tujuan perkawinan, serta
menyelesaikan masalah yang muncul dalam perkawinan. Salah satu
faktor penting yang dapat memengaruhi penyesuaian perkawinan
adalah berkomunikasi secara asertif. Ciri individu yang memiliki
asertivitas adalah mampu menyatakan perasaan, keinginan, dan hak-
haknya secara terbuka. Individu yang mampu berperilaku asertif akan
Latar mudah dalam menyesuaikan diri terutama dalam perkawinan.
Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asertivitas
Penelitian dengan penyesuaian perkawinan pada dewasa awal di Aceh Tengah.

Menurut Rathus dan Nevid (1983) asertivitas adalah tingkah laku yang
menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan
kebutuhan, perasaan dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan
hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak
Teori Utama masuk akal

Metode Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pengambilan sampel


Penelitian dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling

jumlah sampel sebanyak 90 responden di Aceh Tengah. Kriteria


inklusi responden penelitian adalah Pria dan wanita dewasa awal usia
20-39 tahun telah menikah, usia perkawinan minimal 4 bulan sampai 2
tahun, belum memiliki anak, pernikahan monogami, sedangkan
kriteria eksklusi usia dibawah 20 tahun, diatas 39 tahun, belum
Sampel menikah, cerai (duda dan janda), poligami dan poliandri, sudah
Penelitian memiliki anak, usia perkawinan dibawah 4 bulan diatas 2 tahun.

Hasil Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan


bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara asertivitas
dengan penyesuaian perkawinan pada dewasa awal di Aceh Tengah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pudjiastuti dan Santi (2012) menyatakan bahwa individu yang
memiliki tingkat asertivitas rendah akan berpengaruh pada
penyesuaian perkawinan sehingga individu tersebut memiliki
penyesuaian perkawinan yang cenderung buruk.
Hubungan Antara Asertivitas dan Kepuasan Pernikahan pada
Judul Dewasa Awal di Kota Jakarta Selatan

Tahun 2022

Natasya Adyshaphira1*, Mohammad Bisri2, dan Aji Bagus


Penulis Priyambodo3

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper Psikologi dan


Publikasi Ilmu Humaniora (SENAPIH 2022)

Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asertivitas dan kepuasan


pernikahan pada dewasa awal di Kota Jakarta Selatan. Kepuasan
pernikahan merupakan perasaan subjektif yang dialami suami dan istri
yang menjadi faktor penting untuk keberhasilan pernikahan, serta
ditandai dengan kesetaraan, cinta, dan ekspresi tegas yang jujur dari
kedua belah pihak. Sedangkan asertivitas yakni perilaku ketika
Latar individu mampu mengungkapkan emosi ataupun keinginannya secara
Belakang terbuka, jujur, serta tegas dengan cara yang sopan dan tetap menjaga
Penelitian perasaan orang lain.

Islamy dan Ningsih (2019), mengemukakan bahwa beberapa pasangan


sulit untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara langsung
dan jujur kepada pasangan yang mengakibatkan pertengkaran, tidak
terselesaikannya suatu permasalahan, dan kesalahpahaman. Lalu
berdasarkan penelitian Islamy dan Ningsih (2019), ditemukan bahwa
hambatan dalam berkomunikasi menjadi salah satu penyebab konflik
dalam rumah tangga yang mempengaruhi kepuasan pernikahan.
Penelitian ini berfokus pada hubungan perilaku asertif dengan
kepuasan pernikahan pada istri polisi. Perilaku asertif merupakan
bentuk fokus asertivitas yang menunjukkan perasaan atau pendapat
Teori Utama yang kuat.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan


rancangan penelitian korelasional. Penelitian ini terdiri dari variabel x
yakni asertivitas dan variabel y penelitian ini ialah kepuasan
pernikahan. Populasi penelitian ini adalah pria atau wanita yang sudah
Metode menikah dengan rentang usia 18-40 tahun yang ada di Kota Jakarta
Penelitian Selatan.

Sampel Peneliti menggunakan rumus Lemeshow untuk menentukan jumlah


Penelitian sampel minimal dan mendapatkan hasil minimal sampel sejumlah 96.
Sampel dari penelitian ini berjumlah 118 orang. Pengambilan sampel
menggunakan teknik insidental sampling, yang berarti teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan (Sugiyono, 2017).

Pada hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara


asertivitas dengan kepuasan pernikahan pada dewasa awal di Kota
Jakarta Selatan. Berarti semakin tinggi asertivitas maka semakin tinggi
tingkat kepuasan pernikahan pada dewasa awal di Kota Jakarta
Selatan. Artinya, jika individu mampu memberikan pujian yang baik
kepada pasangannya, mampu mengutarakan perasaannya dengan
lugas, menunjukkan ketidaksepakatan tanpa mengabaikan hak
pasangannya, mampu mengekspresikan dirinya sendiri, mampu
menghargai pujian dari orang lain, mampu menolak hal pendapat
orang lain, serta mampu berhadapan langsung dengan pasangannya
ketika berkomunikasi, maka individu akan semakin meningkat
kepuasan pernikahannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Islamy dan Ningsih (2019) tentang perilaku asertif
dengan kepuasan pernikahan pada istri polisi yang menunjukkan
hubungan positif antara perilaku asertif dengan kepuasan pernikahan,
yang berarti semakin tinggi perilaku asertif seseorang, maka semakin
Hasil tinggi pula kepuasan pernikahan yang ia miliki.
HUBUNGAN ANTARA ASERTIVITAS DENGAN
PENYESUAIAN PERKAWINAN PASANGAN SUAMI ISTRI
DALAM USIA PERKAWINAN 1-5 TAHUN DI KECAMATAN
Judul COBLONG BANDUNG

Tahun 2012

Penulis Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi

Publikasi Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora

Data faktual di Pengadilan Agama Bandung menyebutkan setiap


tahun
terjadi kenaikan angka perceraian, terutama di daerah Kecamatan
Coblong. Sejak
tahun 2000-2010 jumlah perceraian di wialyah ini mengalami
kenaikan bila
dibandingkan dengan 25 kecamatan lain yang tercatat di Pengadilan
Agama
Latar Bandung. Tulisan ini menjelaskan keeratan hubungan asertivitas
Belakang dengan
Penelitian penyesuaian perkawinan,

Menurut Hurlock (1980: 289), tahun pertama dan kedua perkawinan


pasangan suami istri dipandang sebagai periode “balai keluarga
muda.” Pasangan pada perkawinan 5 tahun pertama seringkali
mengalami ketengan emosional, konflik dan perpecahan karena
pasangan dalam proses menyesuaikan diri. Kekuatan perkawinan
Teori Utama melemah terutama pada 5 tahun pertama perkawinan.

Metode Data asertivitas berdasarkan teori Self Assertiveness dari Rathus dan
Penelitian Nevid (1980) dan data penyesuaian perkawinan diperoleh dari Skala
Penyesuian
Perkawinan yang dikembangkan oleh Graham B. Spanier (1976).
Pengolahan data
menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman, diperoleh hasil koefisien
korelasi
asertivitas terhadap penyesuaian perkawinan pada pasutri usia
perkawinan 1-5
tahun di Kecamatan Coblong Bandung sebesar rs=0,436. Artinya
terdapat
hubungan positif, semakin rendah tingkat asertivitas suami dan istri
maka semakin
buruk penyesuaian perkawinannya

Sampel
Penelitian Sampel sebanyak 38 pasutri, dengan teknik aksidental sampling.

Terdapat hubungan (dalam taraf sedang) antara Asertivitas dengan


Penyesuaian Perkawinan pada pasangan suami istri usia perkawinan 1-
5 tahun di Kecamatan Coblong Bandung. Hal ini berarti terdapat
hubungan yang positif antara asertivitas dengan penyesuaian
perkawinan. Dapat disimpulkan semakin rendah tingkat asertivitas
pasangan suami istri maka semakin penyesuaian perkawinannya
cenderung buruk. Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa
saran yang ingin disampaikan peneliti, yaitu:
1. Untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan penyesuaian
perkawinan bagi pasangan suami dan istri diberikan pemahaman
tentang kondisi yang ada pada diri mereka. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan komunikasi pasangan suami istri yang disertai dengan
asertivitas yang tinggi, karena dari hasil penelitian diketahui bahwa
semakin tinggi tingkat asertivitas pada suami dan istri maka
penyesuaian perkawinannya cenderung baik.
2. Saran untuk pasangan yang baru memasuki jenjang perkawinan
untuk berusaha melakukan penyesuaian dari awal-awal perkawinan
dengan cara membuat komitmen antara suami dan istri untuk
melestarikan perkawinan, mendekatkan hubungan dengan pasangan
(misalnya menghabiskan waktu senggang dengan melakukan kegiatan
secara bersama-sama, berdiskusi, berbagi pendapat mengenai suatu
hal) sehingga dengan bertambahnya usia perkawinan yang disertai
dengan permasalahan yang lebih kompleks setiap pasangan dapat
Hasil mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Hubungan Asertivitas dengan Kepuasan Hubungan Romantis
Judul pada Mahasiswa di Masa Emerging Adulthood

Tahun 2023

Penulis B. CASSANDRA TYAS OLIVIA & IKA YUNIAR CAHYANTI*

Proceeding of “International Conference of the Apply Psychology


Publikasi on SDGs and The Annual Meeting”

Masyarakat Kabupaten Nias merupakan penganut budaya patriarki.


Perempuan masih dianggap sebagai pelengkap bagi laki-laki dan
Latar bukan individu yang berdaya. Kondisi ini membuat perempuan rentan
Belakang mengalami kekerasan. Kekerasan yang dialami perempuan
Penelitian menggambarkan seorang yang tidak memiliki asertivitas.

Menurut Wolpe (1958 dalam Malarchick, 1976)asertivitas adalah


kebebasan emosional. Dalam perjalanannya, Lazarus (1971 dalam
Peneva & Mavrodiev, 2013) mendefinisikan asertivitas sebagai sebuah
keterampilan sosial. Perilaku asertif dapat diartikan sebagai bentuk
komunikasi yang langsung menyampaikan kebutuhan, keinginan, dan
pendapat seseorang tanpa mengancam, menghakimi, atau
Teori Utama merendahkan orang lain (Galassi dkk., 1981).

Penelitian ini bersifat kuantitatif dimana pengumpulan datanya


menggunakan metode survei. Pendekatan korelasional digunakan
untuk menganalisis data penelitian dengan tujuan menguji teori-teori
secara obyektif melalui pengamatan hubungan antar variabel, sehingga
Metode memungkinkan peneliti untuk memahami pola hubungan antar
Penelitian variabel yang diteliti secara lebih terarah.

Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki dan


perempuan berusia 18-25 tahun, sedang menjalin hubungan romantis
selama minimal 6 bulan, dan belum pernah menikah. Kriteria
pemilihan usia partisipan berdasarkan tahap perkembangan emerging
adulthood yang terjadi pada rentang usia 18-25 tahun (Arnett, 2000),
sedangkan penggunaan kriteria lamanya menjalin hubungan romantis
didasarkan pada penelitian Sacher dan Fine (1996) yang menunjukkan
bahwa hubungan romantis dianggap serius setelah melewati usia
Sampel minimal 6 bulan. Selain itu, penelitian ini berfokus pada individu yang
Penelitian menjalin hubungan romantis berpacaran dan belum pernah menikah.

Hasil uji hipotesis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan


antara asertivitas dengan kepuasan hubungan romantis pada
mahasiswa di masa emerging adulthood. Penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian Donowasito (2021) yang meneliti topik sejenis pada
individu dewasa awal.
Mayoritas partisipan mahasiswa berjenis kelamin perempuan (77,2%).
Jenis kelamin adalah salah satu faktor dari asertivitas yang selanjutnya
juga memengaruhi kepuasan hubungan romantis. Pada pria, kepuasan
hubungan romantis diprediksi paling baik oleh passionate love (Eros)
dan self-esteem dan ketiadaan game-playing love (Ludus). Sementara
pada wanita, passionate love dan ketiadaan game-playing love dan
possessive love (Mania) menjadi prediksi kepuasan yang paling baik
Hasil (Hendrick dkk., 1988).

Anda mungkin juga menyukai