Anda di halaman 1dari 6

Nama: nadira asyifa

Prodi: ekonomi syariah eksklusif 1b

Nim: 08.20.947

Mapel: ilmu tasawuf

Dosen: Ir.H Azmi Yusuf SH MH

1.jelaskan potensi jiwa muda dekat dengan Allah swt dan bagaimana tantangannya dalam ilmu tasawuf!

Jb: potensi jiwa muda dekat dgn Allah swt yaitu mendirikan solat ,salat merupakan salah satu cara
mendekatkan diri kpd Allah, membaca Alquran dkt diri kpd Allah swt dgn memperbanyak membaca
alquran dan tilawah; selalu menjadi pribadi yang bersyukur atas nikmat yg telah diberikan oleh Allaj Swt
dan ingat kematian tidak tergiur dgn dunia

Tantangannya adalah dalam ilmu tasawuf yaitu mukmin yang mendengkinya perasaan iri hati ini
muncul karena mengetahui org mendapat kenikmatan dan timbul sikap hasud menghadapi tantangan
ini dgn menjauhi tukang hasud yg suka menggunjing dan mengadu domba.

2. Ceritakanlah nasehat Fudhail Bin Iyaadh dalam ilmu tasawuf!

Jb: Suatu ketika, Fudhail bertanya kepada seseorang, “Berapa usiamu sekarang?”

“Saya 60 tahun,” jawabnya.

“Kalau begitu, sejak 60 tahun lalu engkau berjalan menuju Rabbmu dan mungkin hampir sampai kini,”
terang Fudhail.

Orang yang ditanya kemudian mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi raajiun.”

Mendengar itu, Fudhail kembali bertanya, “Apakah engkau tahu makna perkataan yang baru saja
engkau ucapkan?”

Orang itu menggelengkan kepalanya.

“Barangsiapa yang memahami bahwa semua manusia adalah milik Allah dan kepada-Nya akan kembali,
maka hendaklah menyadari pula, mereka akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, hendaklah
mempersiapkan diri dengan memperbaiki akhlak dan perbuatannya. Berharaplah agar Allah
mengampuni kesalahan masa lalu. Akan tetapi, bila tetap melakukan keburukan, sungguh termasuk
orang-orang yang merugi.”

Fudhail juga kerap menasihati murid-muridnya perihal keutamaan ikhlas.


Menurut dia, rasa ikhlas merupakan kunci ketenteraman hidup. Popularitas di tengah manusia tidak
berarti apa-apa bila hal itu justru melupakan diri dari mengingat Allah.

Pesannya, “Jika engkau mampu untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Engkau tidak akan merugi
walaupun tidak dikenal. Engkau pun tidak akan merugi walaupun tidak dipuji. Engkau tidak akan merugi
walaupun kamu tercela di mata manusia, asalkan dalam pandangan Allah engkau terpuji.”

3. Ceritakanlah pemuda syafii dan buah apel dalam ilmu tasawuf!

Jb: Dikisahkan, beberapa abad lalu di masa akhir era Tabi’in, hidup seorang pemuda dari kalangan biasa
namun saleh luar biasa. Suatu hari, pemuda yang dikisahkan bernama Tsabit bin Zutho tersebut sedang
berjalan di pinggiran Kota Kufah, Irak. Terdapat sungai yang jernih dan menyejukkan di sana. Tiba-tiba,
sebuah apel segar tampak hanyut di sungai itu.Dalam kondisi yang lapar, Tsabit pun memungut apel
tersebut. Rezeki yang datang tiba-tiba, sebuah apel datang tanpa diduga di saat yang tepat. Tanpa pikir
panjang, ia pun memakannya, mengisi perutnya yang keroncongan. Baru segigit menikmati apel merah
nan manis itu, Tsabit tersentak. Milik siapa apel ini? bisiknya dalam hati.

Meski menemukannya di jalanan, Tsabit merasa bersalah memakan apel tanpa izin empunya.
Bagaimanapun juga, pikir Tsabit, buah apel dihasilkan sebuah pohon yang ditanam seseorang.
'”Bagaimana bisa aku memakan sesuatu yang bukan milikku,” kata Tsabit menyesal.

Ia kemudian menyusuri sungai. Dari manakah aliran air membawa apel segar itu? Tsabit berpikir akan
bertemu dengan pemilik buah dan meminta kerelaannya atas apel yang sudah digigitnya itu. Cukup jauh
Tsabit menyusuri aliran sungai hingga ia melihat sebuah kebun apel. Beberapa pohon apel tumbuh
subur di samping sungai. Rantingnya menjalar dekat sungai. Tak mengherankan jika buahnya sering kali
jatuh ke sungai dan hanyut terbawa arus air.

Tsabit pun segera mencari pemilik kebun. Ia mendapati seseorang tengah menjaga kebun apel tersebut.
Tsabit menghampirinya seraya berkata, “Wahai hamba Allah, apakah apel ini berjenis sama dengan apel
di kebun ini? Saya sudah mengigit apel ini, apa kau memaafkan saya?” kata Tsabit sembari menunjukkan
apel yang telah dimakan segigit itu.

Namun, penjaga kebun itu menjawab, “Saya bukan pemilik kebun apel ini. Bagaimana saya dapat
memaafkanmu, sementara saya bukan pemiliknya? Pemilik kebunlah yang berhak memaafkanmu.” Lalu,
penjaga kebun itu pun berkata, “Rumahnya (pemilik kebun apel) cukup jauh, sekitar lima mil dari sini.”

Walau harus menempuh jarak sekitar delapan kilometer, Tsabit tak putus asa untuk mencari keridaan
pemilik apel. Akhirnya, ia sampai di sebuah rumah dengan perasaan gelisah, apakah si pemilik kebun
akan memaafkannya. Tsabit merasa takut sang pemilik tak meridai apelnya yang telah jatuh ke sungai
digigit olehnya.

Mengetuk pintu, Tsabit mengucapkan salam. Seorang pria tua, si pemilik kebun apel, membuka pintu.
“Wahai hamba Allah, saya datang ke sini karena saya telah menemukan sebuah apel dari kebun Anda di
sungai, kemudian saya memakannya. Saya datang untuk meminta kerelaan Anda atas apel ini. Apakah
Anda meridainya? Saya telah mengigitnya dan ini yang tersisa,” ujar Tsabit memegang apel yang
digigitnya.

Agak lama pemilik kebun apel itu terdiam mendengar ucapan Tsabit. Lalu, Tsabit pun tersentak ketika
sang tuan rumah berkata, “Tidak, saya tidak merelakanmu, Nak.” Penasaran dengan pemilik kebun apel
yang mempermasalahkan satu butir apel, Tsabit menanyakan apa yang harus ia lakukan agar
tindakannya itu dimaafkan. “Saya tidak memaafkanmu, demi Allah, kecuali jika kau memenuhi
persyaratanku,” pria tua itu menjawab.

“Persyaratan apa itu?” tanya Tsabit harap-harap cemas. “Kau harus menikahi putriku,” kata pemilik
kebun yang mengagetkan Tsabit. Menikahi seorang wanita bukanlah sebuah hukuman, pikir Tsabit.
“Benarkah itu yang menjadi syarat Anda? Anda memaafkan saya dan saya menikahi putri Anda? Itu
adalah anugerah yang besar,” tanya Tsabit tak percaya.

Begitu terperanjatnya Tsabit ketika pemilik kebun itu berkata bahwa putrinya yang harus Tsabit nikahi
merupakan wanita cacat. “Putriku itu buta, tuli, bisu, dan lumpuh. Tak mampu berjalan, apalagi berdiri.
Kalau kau menerimanya maka saya akan memaafkanmu, Nak,” kata pria tua.

Syarat yang mungkin sulit masuk di akal, hukuman yang harus ditanggung Tsabit hanya karena mengigit
sebutir apel yang temukan di sungai. Namun, hal yang lebih mengejutkan, Tsabit menerima syarat
tersebut karena merasa tak memiliki pilihan lain.

Sementara, ia tak ingin berdosa mengambil hak yang bukan miliknya. Tsabit, seorang pemuda tampan,
harus menikahi wanita cacat hanya karena menemukan sebuah apel. “Datanglah ba’da Isya untuk
berjumpa dengan istrimu,” kata pemilik kebun.

Malam hari usai shalat Isya, Tsabit pun menemui calon istrinya yang cacat. Ia masuk ke kamar pengantin
wanita dengan langkah yang berat. Hatinya dipenuhi pergolakan luar biasa, namun pemuda gagah itu
tetap bertekad memenuhi syarat sang pemilik apel. Tsabit pun mengucapkan salam seraya masuk ke
kamar istrinya.

Betapa terkejutnya Tsabit ketika mendengar jawaban salam dari wanita yang suaranya lembut nan
merdu. Tak hanya itu, wanita itu mampu berdiri dan menghampiri Tsabit. Begitu cantik paras si wanita,
tanpa cacat apa pun di anggota tubuhnya yang lengkap. Tsabit kebingungan, ia berpikir salah memasuki
kamar dan salah menemui wanita yang seharusnya merupakan istrinya yang buta, tuli, bisu, dan
lumpuh.
Tak percaya, Tsabit pun mempertanyakan si gadis bak bidadari tersebut. Namun, Tsabit tidak salah, ialah
putri pemilik kebun apel yang dinikahkan dengannya. “Apa yang dikatakan ayah tentang aku?” tanya si
gadis mendapati suaminya mempertanyakan dirinya seolah tak percaya.

“Ayahmu berkata kau adalah seorang gadis buta,” kata Tsabit.

“Demi Allah, ayahku berkata jujur, aku buta karena aku tidak pernah melihat sesuatu yang dimurkai
Allah,” jawab si gadis membuat Tsabit kagum.

“Ayahmu juga berkata bahwa kau bisu,” ujar Tsabit masih dalam nada heran.

“Ya benar, aku tidak pernah mengucapkan satu kalimat pun yang membuat Allah murka,” kata si gadis.

“Tapi, Ayahmu mengatakan, kamu bisu dan tuli,” lanjut Tsabit.

“Ayahku benar, demi Allah. Aku tidak pernah mendengar satu kalimat pun, kecuali di dalamnya terdapat
rida Allah,” jawab gadis cantik itu.

“Tapi, ayahmu juga bilang bahwa kau lumpuh,” pertanyaan terakhir Tsabit.

“Ya, ayah benar dan tidak berdusta. Aku tidak pernah melangkahkan kakiku ke tempat yang Allah
murkai,” ujar si gadis membuat Tsabit begitu terpesona.

Tsabit memandangi istrinya yang cantik jelita itu. Ia pun mengucapkan syukur. Sang pemilik kebun
kagum dengan sifat kehati-hatian Tsabit dalam memakan sesuatu hingga jelas kehalalannya.

Melihat kegigihan dan kesalehan Tsabit, ia pun berkeinginan menjadikannya menantu, menikahkannya
dengan putrinya yang shalihah. Dari pernikahan tersebut, lahir seorang ulama shalih, mujadid yang
sangat terkenal, yakni Nu’man bin Tsabit atau yang lebih dikenal dengan nama Al-Imam Abu Hanifah.
Bersama istrinya yang shalihah, Tsabit mendidik putranya menjadi salah satu imam besar dari empat
madzab.

4. Ceritakanlah Ahmad bin Hambal dengan penjual roti dan istighfar dalam ilmu tasawuf!

Jb:

Imam Ahmad bin Hanbal, ulama besar pendiri mazhab Hanbali (murid Imam Syafi'i) punya kisah menarik
bertemu dengan seorang penjual (tukang) roti yang merindukannya. Di masa akhir hidup beliau
bercerita, "Suatu ketika (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tahu kenapa ingin sekali menuju ke salah
satu kota di Irak (Bashrah).

Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat. Akhirnya Imam kelahiran Baghdad tahun164
Hijriyah itu berangkat menuju Bashrah. Dalam manaqibnya, beliau bercerita, "Pas tiba di sana waktu
Isya', saya ikut salat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian saya pingin istirahat".
Begitu selesai salat dan jamaah bubar, Imam Ahmad pingin tidur di masjid, tiba-tiba Marbot masjid
datang menemui imam Ahmad sambil bertanya "Kenapa syeikh, mau ngapain di sini?". Untuk diketahui,
kata Syekih biasanya dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang alim
(berilmu).

Dalam kisah ini, panggilan Syeikh adalah panggilan sebagai orang tua, karena sang marbot tidak
mengenal Imam Ahmad, dia melihat beliau hanya sebagai sebagai orang tua yang layak dihormati.

Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Sosok Imam Ahmad di Irak sangat populer,
semua orang kenal beliau, seorang ulama zuhud ahli hadis dan hapal sejuta hadis. Pada masa itu tidak
ada foto sehingga orang tidak tau wajahnya, cuma namanya sudah terkenal.

Kata Imam Ahmad: "Saya ingin istirahat, saya musafir". Sang marbot menanggapi, "Tidak boleh, tidak
boleh tidur di masjid".

Imam Ahmad bercerita, "Saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid, Setelah keluar
masjid, dikunci pintu masjid. Lalu saya pingin tidur di teras masjid."

Ketika sudah berbaring di teras masjid, marbotnya datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad.
"Mau ngapain lagi syeikh?" Kata marbot. "Mau tidur, saya musafir," kata imam Ahmad. Lalu marbot
berkata, "Di dalam masjid gak boleh, di teras masjid juga gak boleh". Imam Ahmad pun diusir.

Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual jual roti). Penjual
roti ini sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot
masjid.

Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh: "Mari syeikh, anda boleh
menginap di tempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil". Kata imam Ahmad "baik". Imam Ahmad
masuk ke rumahnya, duduk di belakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak
memperkenalkan siapakah dirinya, hanya bilang sebagai musafir).

Penjual roti ini punya perilaku unik, jika Imam Ahmad mengajak ngomong, dijawabnya. Kalau tidak, dia
terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, "Astaghfirullah". Ketika maruh garam
Astaghfirullah, mecahin telur Astaghfirullah, campur gandum Astaghfirullah. Tukang roti ini selalu
mendawamkan istighfar. Sebuah kebiasaan mulia. Kebiasaan itu pun menarik perhatian Imam Ahmad.

Lalu Imam Ahmad bertanya: "Sudah berapa lama kamu lakukan ini?". Orang itu menjawab: "Sudah lama
sekali syeikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan".

Imam Ahmad bertanya "Ma tsamarotu fi'luk?" "apa hasil dari perbuatanmu ini?". Tukang roti itu
menjawab "(lantaran wasilah istighfar) tidak ada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah.
Semua yang saya minta ya Allah, langsung diterima".
Lalu orang itu melanjutkan: "Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kasih".
Imam Ahmad penasaran dan bertanya: "Apa itu". Kata orang itu "saya minta kepada Allah supaya
dipertemukan dengan Imam Ahmad".

Mendengar itu, seketika itu Imam Ahmad langsung bertakbir: "Allahu Akbar". Allah telah mendatangkan
saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai
ke jalanan ternyata berkat istighfarmu".

Penjual roti itu pun terperanjat seraya memuji kebesaran Allah. Dia tak menyangka kalau orangtua yang
diajaknya menginap di tempatnya adalah seorang ulama besar yang dirindukannya.

Demikian kisah Imam Ahmad bin Hanbal dan istighfar tukang roti yang penuh hikmah. Rasulullah SAW
pernah bersabda: "Barangsiapa yang menjaga (mendawamkan) istighfar, maka Allah akan menjadikan
jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-
sangkanya"

5. Ceritakan ulama sufi dan seekor anjing dalam ilmu tasawuf!

Jb: Kisah Abu Yazid Al-Busthomi dan seekor anjing adalah satu dari banyak kisah hikmah yang
menyadarkan kita tentang hakikat penyucian hati. Abu Yazid merupakan seorang ulama sufi abad ketiga
Hijriyah berkebangsaan Persia. Beliau lahir Tahun 188 H (804 M) bernama kecil adalah Tayfur.

Saat remaja, Abu Yazid telah mendalami Al-Qur'an dan Hadis Nabi kemudian mempelajari ilmu fikih
Mazhab Hanafi sebelum akhirnya menempuh jalan tasawuf. Sebagai sufi, maqom (kedudukan) makrifat
beliau tidak diragukan lagi. Pernah terbesit di hatinya untuk memohon kepada Allah Ta'ala agar
diberikan sifat ketidakpeduliaan terhadap makanan dan perempuan, kemudian hatinya berkata:
"Pantaskah aku meminta kepada Allah sesuatu yang tidak pernah diminta oleh Rasulullah SAW?" Bahkan
karena ketinggian ilmunya, dia menghukum dirinya sendiri jika melanggar.

Suatu hari Abu Yazid Al-Busthomi mendapat ilmu berharga dari seekor anjing di tepi jalan. Seperti biasa,
Abu Yazid suka berjalan sendiri di malam hari. Lalu beliau melihat seekor anjing berjalan terus ke
arahnya. Ketika anjing itu menghampiri beliau, Abu Yazid mengangkat jubahnya khawatir tersentuh
anjing yang katanya najis itu.Spontan anjing itu pun berhenti dan terus memandangnya. Entah
bagaimana Abu Yazid seperti mendengar anjing itu berkata padanya. "Tubuhku kering dan tidak akan
menyebabkan najis padamu. Kalau pun engkau merasa terkena najis, engkau cukup membasuh 7 kali
dengan air dan tanah, maka najis di tubuhmu itu akan hilang. Tapi jika engkau mengangkat jubahmu
kerana menganggap dirimu lebih mulia, lalu menganggapku anjing yang hina, maka najis yang
menempel di hatimu itu tidak akan bersih walaupun engkau membasuhnya dengan 7 samudera lautan".

Anda mungkin juga menyukai