Anda di halaman 1dari 11

MODUL DATA WAREHOUSE

(CSD310)

MODUL 4
KUALITAS DATA
DALAM PEMBANGUNAN DATA WAREHOUSE

DISUSUN OLEH
Ir. Munawar, MMSI., M.Com., PhD

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 11
KUALITAS DATA
DALAM PEMBANGUNAN DATAWAREHOUSE

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan pengertian kualitas data
2. Merinci kualitas data apa saja yang penting dalam siklus hidup pembangunan
data warehouse
3. Memahami peran kualitas data pada pembangunan data warehouse

B. Uraian Perkuliahan
1. Kualitas Data dalam Pembangunan Data Warehouse
1.1. Pendahuluan
Kualitas adalah konsep kunci dalam pembangunan DW, di mana semua
tahapan dalam pembangunan DW berkontribusi terhadap kesuksesan pembangunan
DW. Oleh karena itu penting kiranya pemahaman mengenai dimensi kualitas
khususnya kualitas data (data quality – DQ) di setiap fase pembangunan DW.
Meskipun DQ dalam pembangunan DW sangat penting, namun hingga saat ini
belum ada kesepakatan mengenai dimensi DQ yang harus dimaksimalkan untuk
pembangunan DW. Konsensus yang ada baru sebatas bahwa kualitas melibatkan
beberapa dimensi (Ballou dan Tayi, 1999; Cowie dan Burstein, 2007; Jarke et al,
1999; Pipino et al, 2002; Prakash et al, 2004), namun tetap tidak ada kesepakatan
bersama mengenai dimensi kualitas data yang mana yang perlu diberikan prioritas.
DQ yang bagus akan menjamin kepercayaan pengguna terhadap DW
sehingga bisa dimanfaatkan untuk optimalisasi bisnis khususnya dalam pengambilan
keputusan (Kumar, dan Thareja, 2013). Namun, mendeteksi cacat dan meningkatkan
kualitas data selalu berkaitan dengan biaya. Jika target kualitasnya terlalu tinggi
biaya yang diperlukanpun juga tinggi. Hal ini seringkali menegasikan manfaat yang
didapatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan keseimbangan antara biaya dan manfaat
yang ingin diperoleh dari pembangunan DW.
Beberapa survei menunjukkan prosentase yang signifikan atas kegagalan DW
memenuhi harapan bahkan gagal total. Tingkat kegagalan bervariasi, ada yang
menyebutkan antara 20% hingga 50% (Agosta, 2004; Conner, 2003; Watson et al,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 11
2001). Kegagalan ini disebabkan karena penyebab tunggal yaitu tidak adanya
kualitas (Cowie dan Burstein, 2007). Oleh karena itu dirasa perlu untuk menentukan
dimensi DQ apa saja yang sangat penting dalam pengembangan DW.
Mempertahankan DQ selalu baik menjadi faktor kunci keberhasilan bagi para
profesional DW (Loshin, 2008), karena data yang tidak akurat secara signifikan
mengurangi nilai strategis DW (Evans, 2005). Kurang bagusnya DQ yang diberikan
oleh DW dapat menyebabkan keputusan strategis yang buruk. Dengan demikian, DQ
dalam DW perlu dipastikan terintegrasi (Gosain dan Heena, 2015), guna
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan yang membutuhkan data yang akurat
(Akbar et al., 2013).
Mengapa jaminan kualitas atas data di DW sangat penting? Bisa dibayangkan
berapa kerugian yang harus ditanggung jika DW yang dibangun mengalami
kegagalan. Secara umum, pembangunan DW dengan skala penuh membutuhkan
biaya lebih dari 1 juta US$ (Hwang at al, 2004). Biaya tahunan yang dibutuhkan
untuk pemeliharaan DW berkisar antara 2-10 Juta US$ dimana biaya ini termasuk
penyediaan staf pendukung yang terdiri atas 20 – 50 orang. Adapun rata-rata biaya
tahun pertama proyek DW sekitar 1.26 Juta US$ (Amin and Arefin, 2010; Schiefer at
al, 2002) dengan rata-rata waktu pembangunan DW adalah 12 sampai dengan 36
bulan (Amin and Arefin, 2010).
Salah satu tugas paling mahal dan memakan waktu untuk diselesaikan dalam
proyek DW adalah menjamin DQ selalu bagus (Nemoni dan Konda, 2009). DQ yang
buruk akan membebani bisnis lebih dari 600 miliar US$ (Eckerson, 2002) dan
mengonsumsi sekitar 10% dari pendapatan organisasi (Redman, 2001). Karena DQ
yang buruk, akan meningkatkan biaya operasional dan berimbas kepada
ketidakpuasan pelanggan dan masyarakat luas (Nemoni dan Konda, 2009) serta
menjadi hambatan dalam menentukan keputusan manajemen yang tepat (English,
1999). Selain itu, DQ yang buruk akan mengakibatkan koreksi informasi dan
pengerjaan ulang sehingga yang berakibat kepada pemborosan sumberdaya --
tenaga kerja, keuangan dan fasilitas-- (Pighin dan Leronutti, 2008). Dampak lebih
jauh akan menyebabkan inefisiensi organisasi dan kerugian modal (Redman, 2001)
serta merupakan penyebab utama kegagalan pembangunan DW (Haugh et al, 2011,
Chenoweth et al, 2006; Hayen et al, 2007; Johnson, 2004; Ramamurthy et al, 2008).
Kualitas DW harus dijamin dimulai pada tahap awal proyek DW (Rizzi et al, 2006).
Semakin dini masalah teridentifikasi, semakin cepat dapat dibuat rekomendasi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 11
spesifik guna memastikan bahwa DQ sudah terakomodir (Giblett, 2002). Menunda
sampai tahap pengujian untuk mengintegrasikan DQ berarti tidak ada waktu untuk
mengatasi masalah DQ yang bisa jadi akan muncul di semua fase pembangunan
DW. Akibatnya, kepastian penyelesaian pembangunan DW secara tepat waktu
susah dilakukan (Giblett, 2002), sehingga mengakibatkan tingkat kegagalan proyek
DW yang tinggi (Loshin, 2008). Oleh karena itu, mengintegrasikan DQ ke seluruh
fase pembangunan DW sangat menentukan keberhasilan proyek DW (Ballou dan
Tayi, 1999).

1.2. Pengertian Kualitas Data


Dalam konteks DW, diskusi di literatur tentang informasi, data, dan kualitas data
menunjukkan kompleksitasnya hal ini. Ada banyak pendekatan untuk mendefinisikan
informasi, kualitas dan kualitas data terkait dengan kualitas informasi (Helfert dan
von Maur, 2001). Secara umum, semua pendekatan tadi tidak membedakan antara
data dan informasi dan mendefinisikan kualitas data dan kualitas informasi sebagai
hal yang sama (Jaklic et al., 2009; Ranjit dan Kawaljeet, 2010).
Faktor kunci dalam membangun DW adalah perbaikan proses informasi (Jaklic
et al, 2009) untuk meningkatkan kinerja organisasi (Panian, 2008). Kualitas informasi
sangat penting untuk keberhasilan proyek DW karena aspek ini berkaitan dengan
kapan dan bagaimana data diterapkan dalam pengambilan keputusan (Prakash et al,
2004). Perhatian utama seharusnya tidak DQ saja, tetapi juga bagaimana
menggabungkan informasi ke dalam proses bisnis (Hadley, 1998), sehingga
kemudahan dalam mengubah informasi menjadi pengetahuan bisa menjadi
kontribusi DW kepada organisasi (Eppler, 2006). Dalam konteks pengambilan
keputusan, informasi mengurangi ketidakpastian, memungkinkan organisasi bereaksi
secara cepat terhadap peristiwa bisnis, dan mendukung organisasi dalam membuat
perubahan dalam strategi perusahaan, rencana, dan indikator kinerja (Jaklic et al,
2011).
Konsep kualitas informasi Eppler (Eppler, 2006) populer diadopsi karena
penerapannya yang luas dan analisis menyeluruh yang disajikan oleh konsep ini.
Empat sudut pandang yang mendasari kualitas informasi (yaitu relevansi/ relevance,
kondisi baik/ soundness, proses/ process dan infrastruktur/ infrastructure) disajikan
secara rinci di Tabel 4.1.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 11
Tabel 4.1. Kualitas Informasi (Eppler, 2006)

Dimensi DQ Kriteria Keterangan


Kelengkapan apakah ruang lingkup informasi memadai (tidak
(comprehensiveness) terlalu banyak atau terlalu sedikit)
adalah informasinya cukup tepat dan cukup dekat
Akurasi (accuracy) dengan realita?
Baik

apakah informasinya dapat dimengerti atau


Kejelasan (clarity) difahami oleh kelompok sasaran?
dapatkah informasinya langsung diterapkan?
Konten

Penerapan (applicability) Bergunakah?


apakah informasi tepat dan tidak mengandung
Keringkasan (conciseness) unsur yang tidak perlu?
Relevansi

Konsistensi (concistency) apakah informasinya bebas dari kontradiksi?


apakah informasinya bebas dari distorsi, bias atau
Kualitas Informasi

Ketepatan (correctness) kesalahan?


Terkini (currency) apakah informasinya terkini dan tidak usang?
apakah penyediaan informasi sesuai dengan
Kenyamanan (convenince) kebutuhan atau kebiasaan pengguna?
adalah informasinya diproses dan dikirim dengan
Proses

Ketepatan waktu (timelines) cepat tanpa penundaan?


apakah latar belakang informasi bisa diketahui
Keterlacakan (traceability) (penulis, tanggal, dll)?
dapatkah proses informasi diadaptasi oleh
Akses

Interaktifitas (interactivity) konsumen informasi?


adakah cara untuk mendapatkan informasisecara
Aksesibilitas (accessibility) terus menerus dan tanpa halangan?
Infrastruktur

apakah informasi tersebut terlindungi dari


Keamanan (security) kehilangan atau akses tidak sah?
dapatkah semua informasi diatur dan diperbarui
Perawatan (maintainability) secara berkelanjutan?
dapatkah infrastruktur disesuaikan dengan
Kecepatan (speed) kecepatan kerja pengguna?

Konten terkait dengan informasi aktual itu sendiri, sementara akses berkaitan
dengan pengelolaan informasi. Konten berkaitan dengan relevansi dan kondisi yang
baik dari informasi, sedangkan akses terkait dengan proses dan infrastruktur.
Informasi yang relevan adalah informasi yang memadai bagi yang membutuhkannya.
Memadai dalam konteks ini menunjukkan ruang lingkup/ luasnya informasi yang
cukup komprehensif, dengan ketepatan dan tingkat perincian yang mencukupi, serta
kejelasan argumentasi (dapat dipahami, dapat ditafsirkan, serta cukup jelas)
sehingga mudah diterapkan.
Informasi yang baik adalah informasi yang memiliki karakteristik intrinsik
tertentu yang menjadikannya berkualitas tinggi terlepas dari komunitas yang
berhubungan dengan informasi tersebut. Informasi dapat dikatakan baik jika tidak
mengandung elemen yang berlebihan atau ringkas, konsisten, tidak mengandung
kesalahan serta tidak usang/ terkini.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 11
Proses informasi dapat dioptimalkan jika memenuhi syarat-syarat berikut:
pembuatan, administrasi, dan pengiriman informasi bisa dilakukan secara nyaman
khususnya bagi tiga pemangku kepentingan informasi yaitu penulis, administrator
dan pengguna. Contoh proses yang nyaman ini diantaranya adalah prosesnya tidak
bertele-tele atau membosankan; akses ke informasi aman dalam artian informasi dan
pengguna dilindungi dari manipulasi yang tidak sah; informasi tersebut selalu
uptodate dan dapat disesuaikan dengan preferensi pribadi seseorang melalui elemen
interaktif
Agar infrastruktur informasi dapat diandalkan, perlu dipastikan bahwa
infrastruktur selalu dapat diakses (tidak ada down-time - sehingga informasi tidak
dapat diakses), aman (terlindungi dari akses yang tidak sah atau manipulasi
informasi), mudah pemeliharaannya serta gampang operasionalisasinya bagi
pengguna.

1.3. Kualitas Data di Fase-Fase Pembangunan Data Warehouse


Dalam proses pembangunan DW, data diproses dalam beberapa fase, di mana
setiap fase menyebabkan perubahan berbeda pada data guna memenuhi kebutuhan
pengguna dengan memberikan informasi dalam bentuk bagan atau laporan. Semua
fase pembangunan DW saling mempengaruhi satu sama lain karena hasil dari suatu
fase akan menjadi input di fase berikutnya. Oleh karena memahami dimensi DQ di
keseluruhan tahap pembangunan DW adalah langkah pertama untuk peningkatan
DQ (Ranjit dan Kawaljeet, 2010).
Dari studi literatur nampak bahwa sudah ada beberapa inisiatif untuk
memasukkan dimensi DQ dalam DW (Jarke et al, 1999; Prakash et al, 2004; Paim
dan Castro, 2003; Paim dan Castro, 2002). Hanya saja belum ada yang
mempertimbangkan DQ di semua tahapan/fase pembangunan DW. Hasil mapping
studi literatur yang sudah dilakukan bisa dilihat pada Tabel 4.2, dimana kolom
menunjukkan fase-fase pembangunan DW seperti yang dijelaskan Bab 3 dan baris
menunjukkan kualitas informasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Di fase analisis kebutuhan, DQ sering didefinisikan sebagai 'kesesuaian untuk
digunakan / fitness for use ' (Wang dan Strong, 1996). Penilaian dimensi DQ harus
mempertimbangkan level dimana data bisa memenuhi kebutuhan pengguna.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 11
Evaluasi DQ di tahap ini mengharuskan mengasosiasikan dimensi DQ dengan
dimensi tertentu. Hanya beberapa bagian dimensi, seperti konsistensi dan ketepatan
waktu, yang dapat digunakan di pendekatan karena dorongan dari luar (externally
driven). Dalam pendekatan yang didorong oleh pengguna (user driven), beberapa
dimensi (misal keringkasan) tidak dapat didefinisikan sesuai dengan ukuran objektif.
Akibatnya, penilaian kualitas harus didasarkan pada persepsi subyektif pengguna.
Dari analisis kebutuhan dari perspektif pembuat keputusan dan organisasi
(goal-driven), tidak semua jenis informasi tersedia dalam format yang sesuai untuk
proses pengambilan keputusan. Tidak jarang informasi perlu diperoleh dari sumber
data. Oleh karena itu, dimensi berikut biasanya dimasukkan dalam metode yang
digerakkan oleh tujuan (goal-driven): akurasi, konsistensi, ketepatan waktu,
keterlacakan, interaktivitas, kemudahan perawatan dan kecepatan.
Dalam pendekatan berbasis data (data-driven), jika tidak ada data dari
sumber data yang dapat secara layak mendukung analisis komprehensif (misalnya
dalam kasus di mana data DW didapatkan dari sistem ERP, yang skema logisnya
sangat besar dan sulit dipahami), dimensi dalam fase ini tetap tidak dapat digunakan.
Oleh karenanya, dimensi yang dapat digunakan dalam fase ini adalah: akurasi,
konsistensi, kebenaran, kekinian, waktu dan aksesibilitas.
Dalam pendekatan yang didorong oleh proses (process-driven), pengambil
keputusan perlu melihat gambaran lengkap tentang proses bisnis mereka dan data
yang terkait sehingga memungkinkan analisis data secara luas. Oleh karena itu,
akurasi, konsistensi, ketepatan waktu, keterlacakan dan kecepatan adalah dimensi
utama yang harus dipertimbangkan dalam pendekatan ini.
Model konseptual menentukan teori organisasi yang diadopsi dalam
mengamankan kualitas DW. Faktor kualitas dapat disesuaikan sesuai dengan
akurasi, konsistensi, kebenaran, kekinian, ketepatan waktu, keterlacakan,
aksesibilitas dan kecepatan yang terkait dengan teori ini.
Sudut pandang yang mendukung penggunaan model data adalah perspektif
logis dari pengembangan DW. Desain logis DW menentukan akses yang efisien ke
informasi melalui skema bintang (star schema) dan OLAP. Skema bintang sering
digunakan sebagai cara untuk memodelkan dan menyimpan data dalam
pembangunan DW. Dengan demikian, akurasi, konsistensi, kebenaran, mata uang,
ketepatan waktu, keterlacakan, aksesibilitas dan kecepatan adalah dimensi utama
yang harus diadopsi. Sedangkan OLAP dapat digunakan untuk menganalisis dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 11
mengevaluasi data di suatu DW menggunakan model multidimensional. Akibatnya
keringkasan, konsistensi, kebenaran, kekinian, kenyamanan, ketepatan waktu,
keterlacakan, aksesibilitas, keamanan dan kecepatan adalah dimensi utama yang
dapat digunakan dalam pendekatan ini.
Sesuai dengan perspektif fisik, arsitektur DW ditafsirkan sebagai jaringan
penyimpanan data, transformasi data dan saluran komunikasi. Keakuratan,
konsistensi, kekinian, ketepatan waktu, dan pemeliharaan adalah faktor utama dari
perspektif ini, karena terkait dengan keberadaan sejumlah besar data yang berubah
secara perlahan.

Tabel 4.2. Kualitas Data di Semua Fase Pembangunan Data Warehouse (sumber :
Munawar, 2016)

C. Latihan
a. Dalam konteks data, apa pengertian data yang berkualitas?
b. Mengapa kualitas data perlu diintegrasikan ke dalam pembangunan data
warehouse?
c. Mengapa kualitas data perlu diintegrasikan di setiap fase pembangunan
data warehouse?

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 11
D. Kunci Jawaban

a. Fit for use – sesuai dengan penggunaan adalah adalah definisi yang
paling sesuai untuk kualitas data
b. Tinggal kegagalan pembangunan DW yang cukup besar penyebab
terbesarnya karena ketiadaan kualitas data. Oleh karena itu integrasi
kualitas data perlu diintegrasikan dalam fase pembangunan DW
c. Semua fase pembangunan DW saling mempengaruhi satu sama lain
karena hasil dari suatu fase akan menjadi input di fase berikutnya. Oleh
karena itu integrasi kualitas data di keseluruhan fase pembangunan DW
akan mempengaruhi kualitas DW secara keseluruhan.

Referensi
Agosta, L. (2004). Data Warehousing Lessons Learned: A Time of Growth for Data
Warehousing, in DM Review Magazine, 2004, pp. Retrieved on 29/3/2011, from
http://www.dmreview.com/article_sub.cfm?articleId=1012461.
Akbar, K., Krishna, S.M and Reddy, V.R. (2013). ETL Process Modeling In DWH
Using Enhanced Quality Techniques. International Journal of Database Theory
and Application Vol. 6, No. 4, August, 2013.
Amin, M.R and Arefin, M.T. (2010). The Empirical Study on the Factors Affecting
Data Warehousing Success. International Journal of Latest Trends in
Computing (E-ISSN: 2045-5364) Volume 1, Issue 2, December 2010
Ballou, D.P., Tayi, G.K. (1999). Enhancing Data Quality in Data Warehouse
Environments. Communications of the ACM 42(1), 73–78 (1999)
Chenoweth, T., Corral, K. and Demirkan, H. (2006). Seven key interventions for data
warehouse success, Communications of the ACM, vol. 49, pp. 114-119.
Conner, D. (2003). Data warehouse failures commonplace, Network World, vol. 20, p.
24.
Cowie, J. and Burstein, F. (2007). Quality of data model for supporting mobile
decision making. Decision Support Systems 43, 1675–1683
Eckerson, W (2002) Data Quality and the Bottom Line: Achieving Business Success
through a Commitment to High Quality Data. The Data Warehousing Institute,
Seattle, WA.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 11
English, L.P. (1999). Improving Data Warehouse and Business Information Quality.
John Wiley & Sons
Eppler, M. J. (2006). Managing Information Quality: Increasing the Value of
Information in Knowledge-Intensive Products and Processes (2nd ed.): Springer.
Evans, B. (2005). Improving the Data Warehouse with Selected Data Quality
Techniques: Metadata Management, Data Cleansing and Information
Stewardship. Capstone Report. Portland, OR 97204
Giblett, P. B. (2002). Data Quality: The Key to Managing the Successful Data
Warehouse Project. Retrieved 20 April, 2010 from http://www.ontario-
cio.com/Data_Quality_key_to_successful_BI_project_20020501.pdf
Gosain, A. and Heena. (2015). Literature Review of Data model Quality metrics of
Data Warehouse. International Conference on Computer, Communication and
Convergence (ICCC 2015). doi: 10.1016/j.procs.2015.04.176
Hadley, L. 1998. Data Warehouse Quality Management
(http://www.users.qwest.net/~lauramh/resume/dwqual.htm)
Haug, A., Zachariassen, F and Van Liempd, D. (2011). The Costs of Poor Data
Quality. Journal of Industrial Engineering and Management (JIEM 2011), 4(2):
168-193
Hayen, R. L., Rutashobya, C. D. and Vetter, D. E. (2007). An Investigation of the
Factors Affecting Data Warehousing Success, International Association for
Computer Information Systems (IACIS), vol. 8, pp. 547-553.
Helfert, M. and von Maur E. (2001). A Strategy for Managing Data Quality in Data
Warehouse Systems, In the Proceedings of the International Conference on
Information Quality, 2001, Boston, MA.
Jaklic, J., Coelho, P. S. And Popovic, A. (2009). Information Quality Improvement as
a Measure of Business Intelligence System Benefits. WSEAS Transactions on
Business and Economics. Issue 9. Volume 6. September 2009. ISSN. 1109-
9526
Jarke, M., Jeusfeld, M., Quix, C., Vassiliadis, P. (1999). Architecture and Quality in
Data Warehouses: An Extended Repository Approach. Information Systems
24(3), 229–253
Johnson, L. K. (2004). Strategies for Data Warehousing, MIT Sloan Management
Review, vol. 45, p. 9.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 11
Kumar, V. and Thareja, R. (2013). A Simplified Approach for Quality Management in
Data Warehouse. International Journal of Data Mining & Knowledge
Management Process (IJDKP) Vol.3, No.5, September 2013
Loshin, D. (2008). The Data Quality Business Case: Projecting Return on Investment,
Informatica White paper. Retrieved July 15, 2010 from
http://www.melissadata.com/enews/articles/1007/2.htm
Nemoni, R and Konda, R. (2009). A Framework for Data Quality in Datawarehouse.
In J. Yang et. Al (Eds): UNISCON 2009, LNBIP 20, pp 292 – 297. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg
Panian, Z. (2008). How to Make Business Intelligent Actionable through Service-
Oriented Architecture. WSEAS Transactions on Business and Economics, Vol 5,
N0 5, 2008, pp. 593-600
Pighin and Leronutti, (2008). A Methodology Supporting the Design and Evaluating
the Final Quality of Data Warehouses. IGI Global
Pipino, L., Lee, Y., Wang, R. (2002). Data Quality Assessment. Commun. ACM 45, 4
Ramamurthy, K., Sen, A., and Sinha, A. P. (2008). An empirical investigation of the
key determinants of data warehouse adoption, Decision Support Systems, vol.
44, pp. 817-841.
Ranjit Singh and Kawaljeet Singh. (2010). A Descriptive Classification of Causes of
Data Quality Problems in Data Warehousing. IJCSI International Journal of
Computer Science Issues. Vol. 7, Issue 3, No 2 May 2010. ISSN : 1694-0784
Redman, T.C. (2001). Data Quality: The field guide. Digital Press, Boston.
Rizzi, S., Abelló, A., Lechtenbörger, J., & Trujillo, J. (2006). Research in data
warehouse modelling and design: Dead or alive? In Proceedings of the 9th
ACM Int. Workshop on Data Warehousing and OLAP (DOLAP ‘06), (pp. 3-10)
ACM Press
Schiefer, J., List, B. and Bruckner, R.M. (2002). A Holistic Approach for Managing
Requirements of Data Warehouse Systems. Eight Americas Conference on
Information Systems.
Wang, R.Y. and Strong, D.M. (1996). Beyond accuracy: What data quality means to
data consumers, Journal of Management Information Systems. 12(4): 5-34.
Watson, H.J., Wixom, B. and Buonamici, J. (2001). Creating intelligence across the
supply chain, Communications of the AIS 5 (9).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 /
11

Anda mungkin juga menyukai