Anda di halaman 1dari 220

LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN

BERACUN
(Limbah B3)
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2


1. Hak Cipta
Cipta merupakan
merupakan hak
hak eksklusif
eksklusif bagi
bagi pencipta
pencipta atau
atau pemegang
pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Hak Terkait Pasal 49


1. Pelaku
Pelaku memiliki
memiliki hak eksklusi
eksklusiff untuk memberik
memberikan
an izin
izin atau melarang
melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


1. Barangsia
Barangsiapa
pa dengan
dengan sengaja
sengaja dan
dan tanpa hak melaku
melakukan
kan perbuatan
perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsia
Barangsiapa
pa dengan
dengan sengaja
sengaja menyiarka
menyiarkan,
n, memamerkan,
memamerkan, mengedarka
mengedarkan,n,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

ii
Riyanto, Ph.D.

LIMBAH BAHAN BERBAHAYA


DAN BERACUN
(Limbah B3)

iii
Jl. Elang 3, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Hotline: 0838-2316-8088
0838-2316-8088
Website: www.deepublish.co.id
e-mail: deepublish@ymail.com
deepublish@ymail.com

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

RIYANTO
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun/oleh Riyanto.--Ed.1, Cet. 1--
Yogyakarta: Deepublish, Nopember 2013.
x, 228 hlm.; 23 cm

ISBN 978-602-280-153-5

1. Teknik Pengolahan Polusi I. Judul


628.5

Desain cover : Herlambang Rahmadhani


Penata letak : Ika Fatria Iriyanti

PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Isi diluar tanggungjawab percetakan
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

iv

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas ridha

dan inayah-Nya, Buku yang berjudul Limbah Bahan Berbahaya dan


Beracun (Limbah B3) ini dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini
disusun dari berbagai sumber antara lain Hand book Environmental
Chemistry karangan Manahan, Stanley E. dan PP no 18 tahun 1999
jo. PP no 85 tahun 1999 yang mmengatur
engatur tentang limbah k
khususnya
hususnya
B3 dan berbagai sumber yang berhubungan dengan limbah B3.
Tujuan penyusunan buku ini antara lain mempermudah
mahasiswa dalam mempelajari limbah B3 yang merupakan salah
satu mata kuliah konsentrasi analisis lingkungan. Pengetahuan
mengenai limbah B3 semakin dibutuhkan terutama di industri,
karena persyaratan industri tentang limbah B3 harus sesuai dengan
peraturan pemerintah seperti yang tertuang pada pp no 18 tahun
1999 jo. PP no 85 tahun 1999. Mahasiswa harus menguasai
pengetahuan limbah B3 khususnya tahap-tahap penanganan
limbah B3 yang meliputi penghasil, pengumpul, dokumen,
transportasi, simbol dan label, pengolahan dan penimbunan. Buku
ini sangat sesuai untuk Fakultas Kedokteran, Prodi Teknik
Lingkungan, Teknik Kimia, Kimia, Farmasi, Analis Kimia dan
beberapa instansi, rumah sakit, laboratorium serta perusahaan yang
menghasilkan limbah B3.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan
dorongan untuk menyelesaikan buku ini. Penulis sangat
menghargai masukan kritik serta saran untuk menyempurnakan

buku ini. Mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi


kemajuan khususnya ilmu kimia dan ilmu-ilmu lain.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Jogjakarta, November 2013

Penulis

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... v


DAFTAR ISI ....................................................................................... vii
BAB I SEJARAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN ......................................................................... 1
1.1 Love Canal Tragedy............
.........................
.........................
.......................
........... 1
1.2 Minamata Desease Tragedy ............
........................
.......................
........... 7
1.3 Kasus Kabut Dioxin di Seveso (Italia) ................
........... ..... 10
1.4 Kasus Kepone Di Hopewell (Amerika
Serikat) .................................................................... 12
1.5 Kasus Lahan Stringfellow di Kalifornia
(USA) ...................................................................... 14

1.6 Kejadiandi
Beracun Limbah Bahan
Indonesia Berbahaya dan
............................................ 15
BAB II SIFAT DAN SUMBER LIMBAH BERBAHAYA ...... 19
2.1 Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) .......................................................................... 19
2.2 Klasifikasi Limbah B3 ........................
........... .........................
...................
....... 24
2.3 Asal dan Jumlah Limbah.............
Limbah.........................
........................
.............. 37
2.4 Zat-zat yang Dapat Terbakar dan Meledak ....... 42
2.5 Zat-zat Reaktif ..........................
............. ........................
........................
..................
..... 48
2.6 Zat-zat Korrosif .............
.........................
.........................
.........................
...............
... 52

vii

2.7 Keracunan Zat-zat Beracun ...........


........................
.......................
.......... 54
2.8 Kelompok Kimia Bahan-bahan Berbahaya......... 57
2.9 Bentuk dan pemisahan limbah ........................
............ ................
....58
2.10 Asal usul, Pengolahan dan Pembuangan ........... 60
2.11 Zat-zat yang b
berbahaya
erbahaya dan Kesehatan ............
................62
BAB III KIMIA LINGKUNGAN LIMBAH
BERBAHAYA .................................................................. 65
3.1 Pendahuluan ............
.........................
.........................
.........................
.....................
........ 65
3.2 Asal Limbah Berbahaya ...........
........................
.........................
................
....65
3.3 Transportasi Limbah Berbahaya ............
........................
................66
3.4 Pengaruh Limbah Berbahaya ............
.........................
...................
...... 68
3.5 Nasib Limbah Berbahaya........................
........... .........................
................69
3.6 Limbah bebahaya pada Geosphere .....................
............. ........ 70
3.7 Limbah Berbahaya pada Hydrosphere ...........
...............
....77
3.8 Limbah Berbahaya di Atmosfir............
........................
................
....81
3.9 Limbah berbahaya pada Biosphere .....................
............. ........ 85
3.10 Peran Enzim pada Degradasi Limbah ............
................
....87
3.11 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di
Rumah Tangga ........................
............ ........................
.........................
...................
...... 90
BAB IV DOKUMEN DAN TRANSPORTASI LIMBAH
B3 ....................................................................................... 93
4.1 Dokumen Limbah B3 .............
..........................
.........................
..................
...... 93

4.2 Bagian Bagian Dokumen Limbah B3 .............


...................
...... 95

viii

BAB V PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN


LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN ..................................................................... 103
5.1 Persyaratan Pra Pengemasan ............
.........................
................
... 104
5.2 Persyaratan Umum Pengemasan ......................
............. ......... 104
5.3 Prinsip Pengemasan Limbah B3 Adalah .......... 105
5.4 Persyaratan Pengemasan Limbah B3.............
................
... 106
5.5 Persyaratan Pewadahan Limbah B3 dalam
Tangki ................................................................... 108
5.6 Penyimpanan Kemasan Limbah B3 ..................
............. ..... 113
5.7 Penempatan Tangki .........................
............ .........................
...................
....... 114
5.8 Persyaratan Bangunan Penyimpanan
Kemasan Limbah B3 ........................................... 114
5.9 Persyaratan Khusus Bangunan
Penyimpanan Limbah B3 ................................... 116

5.10 Persyaratan Lokasi untuk Tempat


Penyimpanan Limbah B3 ................................... 119
5.11 Persyaratan Lokasi Pengumpulan .............
....................
....... 119
5.12 Persyaratan Bangunan Pengumpulan ..............
........... ... 120
5.13 Persyaratan Bangunan Penyimpanan
Limbah B3 Mudah Meledak .............................. 122
BAB VI SIMBOL DAN LABEL.................
LABEL..............................
.........................
...................
....... 127
6.1 Bentuk Dasar, ukuran dan bahan ............
.....................
......... 127
6.2 Label ............
.........................
.........................
.........................
.........................
...................
....... 141

ix

BAB VII PENGOLAHAN LIMBAH B3 ............


.........................
.........................
............ 147
7.1 Persyaratan Lokasi Pengolahan Limbah B3 ..... 148
7.2 Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah
B3 ........................................................................... 149
7.3 Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran......... 149
7.4 Sistem Pencegahan Tumpahan Limbah ............ 151
7.5 Sistem Penangulangan Keadaan Darurat ......... 151
7.6 Persyaratan Penanganan Limbah B3
Sebelum Diolah .........................
............. .........................
.........................
................153
7.7 Teknik-teknik Khusus Pengolahan Limbah
B3 ........................................................................... 156
7.8 Deterjen dan Sabun .........................
............ .........................
....................
........ 189
BAB VIII PENIMBUNAN LI
LIMBAH
MBAH B3
B3...........
........................
.........................
..............
.. 193
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 199
Lampiran 1.......................................................................................... 201

Lampiran 2 ......................................................................................... 207


Lampiran 3.......................................................................................... 219
Lampiran 4.......................................................................................... 227

BAB I

SEJARAH BAHAN BERBAHAYA DAN


BERACUN

1.1 Love Canal Tragedy


Sejarah penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun
(limbah B3) berawal dari beberapa tragedi yang sangat mengerikan
dengan korban manusia dan lingkungan dalam skala besar dan
akut. Salah satu contoh tragedi itu adalah tragedy love canal.
Tragedi ini bermula ketika William T. Love datang ke Niagara Falls,
New York, pada tahun 1890 dengan rencana sangat ambisius.
Dengan dibangunnya pembangkit listrik tenaga air di Niagara Falls
pada tahun 1890, maka industri menjadi berkembang pesat di
daerah tersebut. William T. Love pada tahun 1892 merencanakan
membuat sebuah kanal yang akan dapat menghubungkan bagian
hulu dan hilir sungai Niagara, sepanjang sekitar 7 mil.
Direncanakan bahwa di sekitar kanal tersebut akan dibangun
kawasan industri dan pemukiman untuk memanfaatkan tenaga
listrik yang ada. Pembangunan dimulai tahun 1893. Namun
pembangunan kanal tersebut tidak dilanjutkan, dan menyisakan
dua bagian yang tidak terhubungkan, masing-masing sepanjang
seperempat mil.
Pemilik tanah dan pengusaha membayangkan akan
terbentuk sebuah kota metropolitan yang besar. Kota tersebut akan
menjadi rumah bagi industri yang patut ditiru, dan perumahan
untuk lebih dari satu juta orang. Ribuan hektar tanah akan berubah

menjadi taman yang paling indah di dunia. Ia berencana akan


menggunakan bendungan hidroelektrik di kanal dengan panjang
11 km di atas Niagara Rivers yang lebih rendah. Dalam setahun,
rencana tersebut gagal, karena suatu masalah. Salah satu bagian
dari kota tersebut terdapat kanal atau lubang dengan panjang
beberapa kilometer. Setelah beberapa dekade berlalu, lubang ini
dibeli oleh City of Niagara Falls, yang telah memutuskan bahwa
kanal tersebut akan menjadi lokasi yang ideal untuk penimbunan
limbah bahan-bahan kimia. Setelah lubang penuh dengan limbah,
ditimbun dengan tanah, tanpa diberi tanda, pagar dan informasi
apapun bahwa lokasi tersebut sebagai bekas penimbunan limbah
bahan kimia. Setelah bertahun-tahun, karena perkembangan
pembangunan dan perluasan perkotaan, maka dibangun di atas
tanah tersebut sekolah, perumahan, pasar dan aktifitas lainnya.
Pada tahun 1970 tempat tersebut menjadi tempat salah satu
bencana lingkungan yang paling mengerikan dan terburuk dalam
sejarah Amerika.
Niagara Falls menjadi pusat industri, khususnya industri
kimia. Produk kimia yang dihasilkan antara lain adalah natrium
hidroksida, yang merupakan produk elektrolisa natrium khlorida.
Elektrolisa ini juga menghasilkan produk samping ( by-product)
yang tidak diinginkan yaitu khlor, yang terproduksi dalam jumlah
besar. Pengembangan penelitian menghasilkan alternatif
pemanfaatan produk samping ini menjadi bahan organik berkhlor
seperti plastik, pestisida dan hasil industri antara lainnya. Pada saat
itu fihak pemerintah dan industri belum mengetahui akibat
samping dari produk ini. Belum seorangpun yang menyadari
bahwa keuntungan dari pestisida seperti DDT, endrin atau dari
bahan organik berklor lainnya seperti pelarut berkhlor akan
mendatangkan masalah bagi lingkungan di kemudian hari.

Tanah di dekat Niagara Falls menjadi sebuah kota industri


yang berkembang dan mulai menggunakan lubang sebagai tempat
pembuangan limbah kimia. Hal ini berlangsung selama lebih dari
dua puluh tahun, setelah itu Hooker Chemical and Plastic
Corporation membeli tanah untuk pembuangan bahan kimia
pribadi mereka sendiri. Pada 1953, perusahaan telah mengubur
hampir 22.000 ton limbah, dan lubang itu hampir penuh. Tahun
1952 kanal tersebut ditutup oleh Hooker Chemical. Tahun 1953
fihak kotamadya meminta Hooker Chemical untuk menjual
sebagian lahan kanal tersebut untuk pembangunan sekolah baru.

Fihak Hooker menjual sebagian kanal tersebut ke pengelola kota


hanya seharga US $ 1.
Pada saat itu, bahaya limbah kimia sudah diketahui.
Bukannya khawatir atau bahkan waspada hidup di samping
produsen bahan kimia, penduduk kota sangat senang melihat
perkembangan industri kimia yang sangat pe pesat.
sat. Hanya sesekali
ilmuwan mengakui bahaya limbah kimia pada 1940-an. Dr Robert
Mobbs, telah menjelajahi hubungan antara insektisida dan kanker,
ia kemudian sangat mencela penimbunan limbah kimia dan
mengatakan perbuatan yang ceroboh, tetapi juga sangat menyadari
potensi bahaya di tempat pembuangannya. Hal ini tidak dapat
dibuktikan dampak potensial dari produk limbah. Namun, fakta
bahwa perusahaan menjual tanah dengan harga yang sangat murah
sehingga sangat mencurigakan. Dewan Pendidikan Niagara Falls,
yang membutuhkan ruang kelas yang lebih, bersemangat membeli
tanah dan mulai membangun sebuah sekolah dasar baru. Pada
tahun 1955, empat ratus anak mulai menghadiri sekolah, dan
sekitar 100 rumah segera dibangun di daerah sekitarnya. Meskipun
sebagian besar penduduk Niagara Falls tidak mengetahui tanah itu
sebelumnya telah digunakan untuk menimbun limbah B3.

Sekolah kemudian dibangun berdampingan dengan daerah


yang sebelumnya adalah pengurug limbah industri. Sebagian dari
lahan tersebut dijadikan taman bermain. Sering dijumpai anak-anak
bergembira menemukan residu fosfor yang dapat menimbulkan
bunga api bila dilemparkan ke permukaan yang berbatu. Pada
tahun 1958 tiga anakanak mengalami luka bakar akibat terpapar
dengan residu yang muncul ke permukaan.Seorang keluarga di
dekat Love Canal melahirkan anak dengan cacat fisik dan mental,
tetapi hal ini dianggap alamiah. Pada suatu pagi di tahun 1974, satu
keluarga mendapatkan kolam renang mereka menjadi lebih tinggi
sekitar 60 cm. Ketika kolam ini dibongkar, maka galiannya
langsung terisi air tanah berwarna kuning, biru dan ungu, dengan
sifat yang sangat tajam, yang dapat menghanguskan akar pohon
sekitarnya. Tahun 1959 sebuah keluarga lain mendapat masalah di
lantai bawahnya (basement) dengan adanya lumpur hitam yang
masuk ke dalamnya. Segala upaya dicoba untuk menghentikannya.
Akhirnya mereka membuat lobang untuk mengetahui apa yang
terdapat di balik tembok. Sejumlah besar cairan hitam masuk
memenuhi ruangan. Sejak saat itu, masalah Love Canal mulai
diketahui dan diperhatikan.
Delapan bulan setelah kejadian kolam renang di atas,
dilakukan pengambilan sampel udara di beberapa basement rumah
di daerah tersebut. Hasilnya adalah
ada lah bahwa udara di daerah tersebut
mengandung bahan-bahan toksik yang berada di atas ambang
threshold-limit value (TLV). Survai kesehatan juga dimulai dan
dijumpai bahwa keguguran spontan ternyata 250 kali lebih tinggi
dibandingkan kondisi normal. Sampel darah yang diambil juga
menunjukkan indikasi adanya kerusakan hati yang meningkat.
Kelahiran cacat fisik dan mental juga sering dijumpai. Disamping
itu, senyawa-senyawa toksik berhalogen terdeteksi pada sistem

penyaluran air buangan kota. Analisa lebih lanjut menemukan


bahwa cemaran kimia dalam konsentrasi
k onsentrasi tinggi telah mencemari air
tanah, termasuk diantaranya 11 jenis cemaran penyebab kanker
seperti benzene, chloform dan trichloroethylene. Hooker Chemical
akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa sekitar 22.000 ton
limbah kimia, diantaranya 200 ton trichlorophenol, telah diurug di
lahan-urug tersebut.
Tidak mengherankan, efek langsung dari penggalian tanah
dan bau yang aneh keluar dari isi lubang segera terasa. Bau
menyengat dan zat yang keluar dilaporkan oleh warga, terutama
mereka yang berada dalam ruang bawah tanah. Anak-anak di

halaman sekolah bermain dan dibakar oleh limbah beracun. Pejabat


lokal disiagakan, tapi tidak mengambil tindakan. Pada tahun 1976,
air dari hujan lebat dan badai salju menyebabkan sejumlah besar
limbah kimia bermigrasi ke permukaan, dan terkontaminasi
seluruh lingkungan. Dalam tahun-tahun berikutnya daerah
tersebut terserang berbagai penyakit dan banyak bayi lahir
langsung mati dan keguguran, dan banyak bayi yang lahir dengan
cacat. Studi informal saat ini mencatat kejadian yang menakutkan.
Badan Zat Beracun dan Penyakit di Amerika Serikat, mengamati
lebih dari 400 jenis bahan kimia di udara, air, dan tanah, dengan
kandungan benzena yang sangat tinggi dan sudah diketahui
karsinogenik.
Kisah yang mengerikan tersebut juga dirasakan satu dari
ibu Lois Gibbs. Setelah membaca tentang sejarah Love Canal dari
publikasi lokal, ia menyadari bahwa putranya Michael sudah sakit
terus-menerus sejak memulai di sekolah baru. Situasi ternyata lebih
buruk dari yang ia bayangkan, menegaskan bahwa seluruh siswa
sakit. Gibbs memimpin kampanye untuk memperhatikan
lingkungan, dia bergabung dengan banyak orang tua lokal lainnya

serta para editor Niagara Falls Gazette. Akhirnya, pada musim semi
tahun 1978, Dr Robert P. Whalen menyatakan daerah sekitar Love
Canal berbahaya. Sekolah ditutup, tanah itu ditutup, dan lebih dari
200 keluarga dievakuasi. Pada bulan Agustus tempat berbahaya
tersebut sedang mendapat perhatian nasional. Pada tanggal 7
Agustus, Presiden Jimmy Carter dipanggil Badan Bantuan Bencana
Federal untuk diminta bantuan. Pada bulan September, Dr Whalen
merilis laporan mengenai bencana, yang berbunyi antara lain:
"Sebuah akibat mendalam dan menghancurkan dari tragedi love
canal, dari segi kesehatan manusia, penderitaan, dan kerusakan
lingkungan, tidak bisa, dan tidak akan pernah terbayarkan.
Tuntutan hukum kepada penimbun lebih dari $ 11 miliar.
Korporasi membantah keterlibatannya dalam siding di Departemen
Kehakiman federal pada tahun 1979 dan New York State pada
tahun 1989. Namun, banyak kerusakan telah dilakukan, dan
akhirnya lebih dari 1.000 keluarga harus pindah dari wilayah Love
Canal. Sebuah studi EPA mengungkapkan bahwa dari tiga puluh
enam diuji, sebelas mengalami kerusakan kromosom, dan bahwa
dari lima belas bayi yang lahir antara Januari 1979 dan Januari 1980,
hanya dua yang sehat. Agen di tingkat negara bagian dan federal
menghabiskan ratusan juta dolar mencoba untuk membersihkan
polusi akibat limbah B3.
Satu hal yang baik yang keluar dari bencana itu munculnya
peraturan mengenai lingkungan seperti Komprehensif Respon
Lingkungan, Kompensasi, dan Kewajiban Undang-undang, lebih
dikenal sebagai "Hukum Superfund". Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan pajak dari perusahaan gas dan kimia yang
digunakan secara langsung untuk membersihkan dan mengolah
limbah B3 yang dihasilkan.
6

Pada awal 1990 sebagian besar daerah itu dinyatakan aman


lagi, dan sekarang membuat lingkungan yang dikenal sebagai Black
Bla ck
Creek Village. Daerah itu diambil
diam bil dari daftar Superfund pada bulan
September 2004 bahwa upaya pembersihan love canal telah dicapai.
Sebagian besar tempat itu, dilindungi oleh pagar kawat, untuk
setiap orang yang lewat tempat tersebut sebagai tanda telah terjadi
bencana. Tragedi ini juga memunculkan perhatian besar ke
berbagai Negara terutama di Indonesia sehingga keluar Peraturan
Pemerintah tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun.

1.2 Minamata Desease Tragedy

Penyakit Minamata (M.d.) adalah penyakit karena


keracunan metilmerkuri (MeHg) yang terjadi pada manusia yang
makan ikan dan kerang terkontaminasi oleh MeHg dalam air
limbah dari pabrik kimia (Chisso Co Ltd). Pada bulan Mei 1956,
bahwa penyakit minamata pertama kali secara resmi "ditemukan"
di Minamata City, wilayah selatan-barat dari Jepang Kyushu
Island. Produk laut di Teluk Minamata menunjukkan tingkat tinggi
kontaminasi Hg (5,61-35,7 ppm). Kandungan Hg di rambut pasien,
keluarga dan penduduk pantai Laut Shiranui juga terdeteksi pada
tingkat tinggi (maks. 705 ppm). Gejala khas dari penyakit minamata
adalah gangguan sensori, ataksia, dysarthria, penyempitan bidang
visual, gangguan pendengaran dan tremor. Selanjutnya, janin juga
teracuni oleh MeHg ketika ibu mereka makan makanan yang
terkontaminasi kehidupan laut. Gejala pasien yang serius, dan
gangguan otak juga terjadi. Selama 36 tahun terakhir, dari 2.252
pasien yang telah resmi diakui sebagai memiliki penyakit
minamata sebanyak 1043 telah meninggal.
7

Pada tahun 1932, Chisso Chemical Corporation membuka


pabrik pupuk kimia di Minamata (terletak di pulau Kyushu, Jepang
Selatan). Penduduk di sekitarnya adalah nelayan atau petani.
Chisso mempekerjakan penduduk setempat (sekitar 1/3 tenaga
pekerjanya), sehingga tidak menimbulkan masalah sosial pada
awal pendiriannya.
Kasus Minamata ini terkenal di dunia bila membicarakan
masalah industri, limbah dan kesehatan masyarakat, yang
terungkap setelah sekitar 600 ton merkuri, yang digunakan sebagai
katalis dalam prosesnya, dibuang secara bertahap sekitar 45 tahun.
Mikroorganisme dalam air mengkonversi logam ini menjadi
methylmercure, dengan prakiraan 70–100 tahun akan persistan di
alam. Merkuri alamiah dapat dievakuasi oleh tubuh manusia
secepatnya melalui urin, sedang mercuri organik bersifat
biokumulasi, yang dapat menyerang syaraf dan otak.
Sinyal pertama kasus ini datang pada tahun 1950, yaitu
sejumlah ikan mati tanpa diketahui sebabnya. Tahun 1952 timbul
penyakit aneh pada kucing yang kadangkala berakhir dengan
kematian. Antara tahun 1953 –1956 gejala yang dikenal sebagai
“kucing menari” ditemui pula pada manusia. Beberapa diantaranya
meninggal dunia. Tetapi Chisso paada awalnya belum dicurigai
sebagai penyebab, hanya diketahui bahwa korban mengalami
keracunan akibat memakan ikan yang berasal dari laut sekitar
pabrik itu. Chisso kemudian mengeluarkan daftar bahan yang
digunakan dalam pabriknya, tetapi tidak tercantum merkuri dalam
daftar tersebut, walaupun diketahui bahwa merkuri digunakan
sebagai katalis proses dari pabrik tersebut. Penelitian penyebab
penyakit tersebut secara intensif dilakukan oleh pemerintah.
Asosiasi industri kimia Jepang juga membantu Chisso dalam

8
melacak masalah ini dengan melakukan penelitian-penelitian,
tetapi tidak mendapatkan hasil memuaskan.

Gambar 1.1 Siklus metil merkuri di lingkungan

Pencemaran mercuri tetap berlanjut. Kasus penyakit ini juga


terus berlanjut, dan terutama menyerang anak-anak. Tahun 1956
masyarakat sekitarnya mengadakan aksi menentang keberadaan
Chisso. Chisso memberikan santunan pada korban dan yang
meninggal, tanpa mengetahui penyebab masalah ini. Kasus ini
lama kelamaan terungkap, karena korban umumnya mengandung
merkuri yang berlebihan pada tubuhnya. Tahun 1976 sekitar 120
penduduk Minamata meninggal karena keracunan merkuri dan 800 8 00
orang menderita sakit. Tahun 1978, 8100 penduduk mengklaim hal
ini, dan 1500 diantaranya yang diperiksa diketahui keracunan
merkuri. Akhirnya pembuangan merkuri dihentikan dengan
ditutupnya pabrik tersebut, dan pemerintah menyatakan bahwa

9
Chisso adalah penanggung jawab penyakit yang berjangkit di
Minamata. 22 Maret 1979 dua pemimpin Chisso, yang pada saat itu
telah berumur 77 tahun dan 68 tahun, dihukum masing-masing 2
tahun dan 3 tahun penjara. Disamping itu, korban kasus ini
menerima santunan yang dibebankan pada Chisso.

1.3 Kasus Kabut Dioxin di Seveso (Italia)


Salah satu kasus limbah berbahaya yang terkenal adalah
peristiwa kabut dioxin di Seveso (Italia). Dioxin adalah nama
umum untuk grup polychlorinated dibenzodioxins (PCDD). Atom
chlor pada senyawa PCDD menghasilkan sampai 75 isomer dengan
toksisitas yang sangat bervariasi. Isomer yang sangat aktif dan
mempunyai potensi toksisitas tinggi adalah yang mempunyai 4
sampai 6 atom chlor, terutama dalam posisi lateral (2,3,7,8) seperti
2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo-p-dioxin (2,3,7,8-TCDD) dengan
toksisitas akut. Efek 2,3,7,8-TCDD ini terhadap spesies binatang
ternyata berbeda, namun semuanya sebagai penimbul agen kanker
(carcinogen). Agaknya dioxin ini menimbulkan tumor yang
berbeda untuk organ yang berbeda, dan para peneliti baru sampai
pada tahap awal dalam memahami efek toksisitas dioksin ini pada
manusia.
Seveso terletak di Italia Utara. Akhir 1960-an, industri
farmasi Swiss, Hoffman-La Roche memilih Seveso sebagai lokasi
pabriknya di Italia. Pabrik tersebut dibangun dan dioperasikan oleh

Industrie Chemiche Meda Societe Aromia (ICMESA), didirikan di


kota kecil Meda (dekat Seveso), guna memproduksi 2,4,5-
trichlorophenol untuk disinfektan, kosmetik dan herbisida. Pabrik
ini menghasilkan asap yang berbau, tetapi penduduknya rupanya
sudah terbiasa. Kecelakaan terjadi pada tanggal 10 Juli 1976, ketika
reaktor akan dipanaskan dan terjadi retak pada katup

10
pengamannya. Pada temperatur yang sesuai, reaksi kimiawi yang
terjadi menghasilkan 2,3,7,8-TCDD. Sekitar 1 Kg dioxin terbuang ke
udara membentuk kabut melewati ribuan hektar sekitar bencana.
Penduduk di sekitarnya dievakuasi. Daerah sekitarnya dibagi
menjadi 2 area bahaya. Area A penduduknya dievakuasi, dan
dilarang menggunakan barang-barangnya. Ibu ibu yang hamil
dianjurkan untuk menggugurkan kandungannya, dan prianya
dihawatirkan mengalami kerusakan pada fungsi genetiknya. Daun-
daun pohon di sekitarnya menjadi rontok, binatang-binatang
seperti terpanggang. Anak-anak dengan langsung menunjukkan
gejala chloracne pada mukanya dan bagian lain di tubuhnya.
Pembersihan daerah terkontaminasi merupakan usaha
besar-besaran yang dilakukan, terutama pada pabrik itu sendiri
yang tercemar berat. Pemerintah Italia akhirnya memutuskan
penggunaan teknik insinerasi dan landfilling bagi komponen-
komponen pabrik tersebut. Landfilling dalam tanah dilakukan
dalam 2 lubang dengan proteksi kuat, yaitu dilapis bentonit dan
lembaran polyethylene. Pohon-pohon terkontaminasi ditebang.
Tanah terkontaminasi dikupas sedalam rata-rata 5 cm. Daerah
tersebut kemudian dijadikan taman. Pekerjaan ini membutuhkan
waktu lebih dari 10 tahun.
Kasus tersebut ternyata tidak berhenti di sana, dengan
timbulnya suatu kasus yang cukup meggegerkan daratan Eropa
Barat pada tahun 1981, yaitu kasus transportasi dioxin antar negara.
Ternyata penanggung jawab upaya pembersihan daerah Seveso

tersebut mengirimkan 41 drum limbahnya untuk ditimbun di luar


Italia. Drum tersebut diangkut oleh dua perusahaan swasta ke
tempat yang tidak dispesifikasi secara jelas. Drum tersebut berlabel
„bahan hidrokarbon aromatis‟, dan tidak ditulis sebagai „Dioxin‟,
sedang asalnya ditulis dari Meda, bukan dari Seveso (tempat yang

11
dikenal untuk kasus ini). Pengiriman ini bersifat rahasia, namun
akhirnya beritanya tersebar di daratan Eropa dan menjadi
pemberitaan hangat selama 9 bulan. Informasi yang didapat
menyatakan bahwa drum tersebut akan diangkut ke Inggris untuk

diinsinerasi, ke Jerman Timur untuk ditimbun di lahan-urug


industri dan ke Jerman Barat untuk dikubur dalam bekas tambang.
Tetapi tidak satupun yang sampai. Sembilan bulan kemudian
setelah dilakukan pencarian yang melibatkan semua fihak di
negara terkait, ternyata drum tersebut tersembunyi di suatu area
pejagalan hewan di Perancis. Pihak Hoffman-La Roche harus
bertanggung jawab untuk itu, dan harus mengeluarkannya dari
Perancis, dan dibawa ke Swiss, sebagai negara asal industri
tersebut. Kemudian dioxin tersebut baru diinsinerasi setelah 2,5
tahun dikeluarkan dari Seveso, yaitu pada November 1985.
Berangkat dari pengalaman tersebut, masyarakat Eropa
sadar akan pentingnya peraturan yang ketat tentang pengelolaan
limbah berbahaya. Masyarakat Ekonomi Eropa mencanangkan
program kontrol bagaimana menangani dan mentransportasi
limbah kimiawi yang berbahaya diantara anggotanya.

1.4 Kasus Kepone Di Hopewell (Amerika Serikat)


Hopewell (Virginia–USA) memprolamirkan dirinya sebagai
chemical capital of the south, dan disanalah dimulainya bencana
kimiawi di USA. Pada tahun 1973 Allied Chemical
mensubkontrakkan pembuatan pestisida pada Life Sciences

Product (LSP) yang dikenal dengan nama kepone. Beberapa saat


kemudian, dijumpai masalah kesehatan diantara karyawannya.
Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa LSP melanggar
aturan-aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang berlaku.
Disamping itu, baik Allied maupun LSP secara illegal membuang

12
kepone ke sungai James yang bermuara di Chesapeake Bay. Kepone
dikembangkan oleh Allied sekitar tahun 1950-an. Produksinya
dikontrakkan pada Hooker Chemical antara 1950 – 1960. Namun
karena pasaran meningkat, Allied juga memproduksi sendiri.
Produksi tahunan meningkat dari 36.000 pound pada tahun 1965
menjadi 400.000 pound pada tahun 1972. Allied memproduksi
kepone di Hopewell. Tahun 1973 pembuatan kepone
disubkontrakkan pada LSP sementara Allied tetap menangani
polimer.
Maret 1974, 2 minggu setelah produksi penuh, secara
periodik limbah dari LSP masuk ke sistem penyaluran air buangan
dan pengolahan limbah kota. Dalam 2 bulan, limbah
li mbah ini membunuh
bakteri di sistem digester pengolah limbah. Lumpur dari pengolah
limbah yang belum terolah secara baik langsung dibuang secara
illegal ke lahan-urug. Dinas kesehatan setempat kemudian
menginvestigasi industri kepone tersebut setelah salah seorang
pekerja dinyatakan keracunan kepone. Darah yang diambil dari
pekerja tersebut menunjukkan kandungan kepone antara 2 – 72
ppm, sedangkan konsentrasi tertinggi yang pernah diamati adalah
5 ppm. Kemudian 31 pekerja yang dirawat di Rumah Sakit, sedang
pabrik kepone pada tahun 1975 ditutup.
Yang dijumpai pada pabrik kepone tersebut ternyata lebih
buruk dari yang diperkirakan sebelumnya. Debu kepone menutup
lantai sampai beberapa inch dan memenuhi udara dalam pabrik.
Sebetulnya buruh di sana sudah mengeluh terhadap kondisi ini
tetapi manajemen LSP tidak memperhatikan hal ini. Pencemaran

udara juga telah meluas ke sekitar pabrik itu. Agustus 1975 LSP
didenda US$ 16500. Tindakan berikutnya melibatkan US EPA (US
Environmental Protection Agency); ternyata LSP telah
mengeluarkan efluen kepone sebesar 500 –600 ppb, sedangkan

13
standar yang berlaku adalah 100 ppb. EPA kemudian melakukan
sampling air minum, udara, tanaman dan limbah kota Hopewell
serta sungai. Lumpur dari pengolah limbah mengandung kepone
200–600 ppm. Ikan di dekat sungai James mengandung kepone 0,1 –
20 ppm, sedang sungai James sendiri mengandung kepone 0,1 –4

ppb. Di beberapa tempat, ternyata 40 % dari total partikulat adalah


kepone. Pemerintah akhirnya memutuskan bahwa pabrik itu untuk
„dilucuti‟, tetapi LSP tidak sanggup untuk operasi tersebut. Allied
diminta untuk bertanggung jawab operasi detoksifikasi tersebut
dengan rencana biaya sebesar US $ 175000. Namun biaya yang
ditanggung Allied untuk operasi tersebut akhirnya menjadi US
$394000, dan biaya yang ditanggung akhirnya membengkak
berlipat ganda dengan adanya tuntutan dari orang yang merasa
dirugikan, misalnya 120 pedagang ikan yang merasa dirugikan
karena mereka memperoleh ikannya dari sungai James yang
tercemar.

1.5 Kasus Lahan Stringfellow di Kalifornia (USA)


Lahan Stringfellow di Glen Avon (Kalifornia-USA) telah
digunakan untuk menimbun limbah cair B3 dari tahun 1956 sampai
1972. Selama itu sekitar 30 juta galon (113.550 M3 ) limbah cair B3
telah ditimbun. Studi geologi sebelumnya menyimpulkan bahwa
lahan tersebut berada di atas bedrock yang kedap, dan dengan
membuat penghalang beton di hilirnya, maka diprakirakan tidak
akan terjadi pencemaran air tanah. Ternyata evaluasi berikutnya
menyatakan bahwa lahan itu sebetulnya tidak cocok untuk limbah

cair B3 dan
berlokasi terjadilah
di atas pencemaran
akuifer Chino air tanah.
Basin yang Lahansumber
merupakan ini juga
air
minum bagi sekitar 500.000 penduduk. Interpretasi hasil analisis air
tanah pada tahun 1972 ternyata juga salah, dengan menganggap

14

bahwa pencemaran air tanah yang terjadi berasal dari limpasan air
permukaan bukan dari lahan tersebut. Hasil interpretasi yang salah
juga dilakukan oleh sebuah konsultan lain
lain pada tahun 1977.
Prakiraan biaya untuk menyingkirkan dan mengolah
seluruh cairan dan tanah yang terkontaminasi pada tahun 1977
sekitar 3,4 juta US$. Estimasi biaya pada tahun 1974 meningkat 4
kali lipat dengan cara tersebut. Akhirnya Pemerintah memilih cara
yang lebih murah, yaitu:
 Meyingkirkan cairan terkontaminasi ke lahan yang lain,
 Menetralisir tanah terkontaminasi dengan abu semen kiln,
 Menempatkan lapisan clay untuk mengisolasi,
 Membangun sumur-sumur pemantauan.
Sekitar 800.000 gallon (3028 m 3) air tercemar dialirkan ke
area di hilirnya, dan 4 juta gallon (15140 m 3) air tercemar dialirkan
ke lahan-urug West Covina, namun ternyata lahan ini juga bocor
dan akhirnya ditutup. Lahan-urug lain, Casmalia Resources, juga
menerima sekitar 70.000 gal/hari (265 m 3) dari Stringfellow, tetapi
dianggap belum dimonitor secara benar. Sekitar 15 juta US $ telah
dihabiskan untuk program tersebut, dan masih dibutuhkan sekitar
65 juta US $ untuk mentuntaskan permasalahan, dengan program
pengolahan in-situ terhadap air tanah yang tercemar.

1.6 Kejadian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di


Indonesia
Sebanyak 52 sungai strategis nasional di 33 provinsi telah
tercemar, "Tercemar berat adalah Sungai Ciliwung (DKI Jakarta)
dan Sungai Citarum (Jawa Barat)," kata Deputi Menteri Lingkungan
Hidup Bidang Pengembangan Sarana Teknis Lingkungan dan
Peningkatan Kapasitas. Saat ini, di seluruh Indonesia terdapat 411
titik pantau yang berada di 52 sungai strategis nasional. Kriteria

15

sungai yang dipantau dan masuk strategis nasional adalah sungai


lintas provinsi dan batas negara, sungai prioritas KLH untuk
diperbaiki, serta sungai prioritas yang ditetapkan Menteri
Pekerjaan Umum untuk diperbaiki. Berdasar data pantauan
2012, 75,25 persen tittitik
ik pantau sungai memiliki status tercemar
berat, 22,52 persen titik tercemar sedang dan 1,73 persen tercemar

ringan. Jumlah titik pantau sungai tercemar berat tertinggi ada di


Jawa, yaitu 94 titik.

Gambar 1.2 Sungai yang tercemar


te rcemar oleh limbah bahan berbahaya
dan beracun

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencatat sebanyak


75 persen dari 400 lebih titik sampel di 52 sungai seluruh Provinsi
Indonesia tercemar berat. Deputi Menteri Lingkungan Hidup

Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan


Kapasitas KLH, mengatakan, sungai yang tercemar paling banyak
disebabkan oleh limbah domestik. Sungai tersebut diantaranya

16

berada di Pulau Jawa, yakni Sungai Ciliwung di Jakarta dan Sungai


Citarum di Jawa Barat.
Gambar 1.3 Sungai yang tercemar limbah bahan berbahaya dan
beracun

Gambar 1.4 Sungai yang tercemar dengan menimbulkan warna

17

Rumah sakit merupakan sumber limbah B3 yang harus


mendapat perhatian. Limbah B3 yang dikeluarkan dari rumah sakit
meliputi limbah inveksius, sisa operasi, sisa suntikan, obat
kedaluarso, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain. Hampir
semua limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit masuk dalam
kategori limbah B3. Beberapa rumah sakit melanggar prosedur
pengelolaan limbah medis dan B3 dengan cara menyerahkan

pengelolaan limbah medis dan B3 nya kepada pihak yang tidak


memiliki kualifikasi pengelolaan limbah medis dan B3 bersertifikat.
Akibatnya, limbah medis dan B3 Rumah Sakit diperjualbelikan
kembali setelah disortir oleh pengepul dan pemulung yang
menampung limbah medis. Hal ini sangat berbahaya dan tidak
sesuai dengan peraturan pemerintah tentang pengelolaan limbah
B3.
Banyak kota penghasil peroduk-produk bernilai tinggi
tetapi membuang limbah B3 ke sungai atau menimbun secara
langsung. Berbagai alasan tindakan tersebut dilakukan karena
biaya pengolahan limbah yang sangat tinggi. Salah satunya adalah
produksi batik yang hampir dapat ditemui di berbagai penjuru
daerah. Produksi batik hampir terjadi setiap hari. Industri
pembuatan batik ini menghasilkan limbah pewarna batik yang
cukup banyak. Biasanya, para produsen membuang limbah
tersebut ke sungai. Sungai-sungai sekarang tidak lagi jernih,
bahkan beberapa diantaranya berwarna hitam pekat. Limbah batik
merupakan limbah B3 yang sangat berbahaya sehingga perlu
dilakukan pengolahan terlebih dulu sebelum dibuang ke
lingkungan atau ditimbun dalam tanah. Beberapa cara yang sudah
dilakukan yaitu dengan cara absorbsi,
a bsorbsi, elektrolisis dan mikrobiologi.

18

BAB II

SIFAT DAN SUMBER LIMBAH


BERBAHAYA

2.1 Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Manahan (1994) mengatakan sebuah benda yang berbahaya
adalah material yang boleh
boleh jadi menghadirkan b
bahan
ahan berb
berbahaya
ahaya
bagi kehidupan organisme, matrial, bangunan, atau linkungan
karena ledakan atau bahaya kebakaran, korosi, keracunan bagi
organisme, maupun akibat yang menghancurkan. Maka apakah
limbah yang berbahaya itu? Meskipun telah di katakan bahwa
“Pembahasan tentang pertanyaan tersebut selama ini tidak
membuahkan hasil” maka definisi sederhana tentang limbah
berbahaya adalah ia merupakan substansi/zat berbahaya yang

telah dipisahkan/dibuang, tak diacuhkan, dilepaskan, atau


direncanakan sebagai matrial limbah, atau sesuatu yang bias jadi
berhubungan dengan zat lain menjadi berbahaya. Definisi tentang
limbah yang berbahaya dalam pengertian yanag sederhana tidak
demikian dan boleh jadi membahayakan anda jika anda
berhadapan dengannya.
Menurut pp no. 18 tahun 1999 pengert
pengertian
ian limbah adalah
sisa suatu usaha dan/atau kegiatan sedang limbah bahan
berbahaya dan beracun disingkat menjadi limbah B3 adalah sisa
suatu usha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung, maupun tidak

19

langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakan linkungan


hidup, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan linkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Sejarah Zat-zat Berbahaya


Manusia selalu dihadapkan pada zat-zat berbahaya
semenjak zaman pra sejarah ketika mereka menghisap gas gunung

berapi
karena yang beracun
kurangnya ataupun
ventilasi menyerah
perapian kepada
dalam karbon
gua-gua monoksida
ya ng
yang demikian
ketat isolasinya menghadapi dinginnya zaman es. Para budak di
zaman Romawi kuno terkena penyakit paru-paru karena
menganyam serat mineral asbes menjadi kainagar agar ia menjadi
lebih tahan. Beberapa studi arkeologi dan sejarah dan sejarah telah
menyimpulkan bahwa guci-guci angur yang terbuat dari timbal
pada msyarakat berkecukupan yang berkuasa, yang menyebabkan
perilaku tak menentu misalnya kesukaan yang berlebihan akan
peristiwa-peristiwa olah raga yang sepektakuler, defisit angaran
yang luar biasa, institusi-institusi keuangan yang jelek, dan tak

dapat dibayangkan, tindakan-tindakan spekulasi militer yang


ambisius di luar negeri. Alchemis yang bekerja pada abad
pertengahan sering kali menderita luka melemahkan dan sakit
yang diakibatkan dari bahan-bahan kima dan bahan-bahan peledak
yang berbahaya dan beracun. Selam tahun 1700-an aliran dari
timbunan sampah tambang mulai menyebabkan persoalan-
persoalan kontaminasi di Eropa. Karena produksi bahan celup dan
produk kimia organik lainnya yang dikembangkan dari industri tar
batubara di Jerman selama tahun 1800-an polusi dan keracunan
dari produk samping tar batu bara diamati pada kira-kira tahun
1900 kuantitas dan jenis limbah kimia yang diprodusir setiap tahun
telah meningkat dengan tajam dengan tambahan limbah-limbah

20

seperti baja-baja yang digunakan, dan cairan pengumpul logam,


limbah timbale dari aki bekas, limbah krom, limbah penyulingan
minyak, limbah radium, dan limbah fluoride dari penyulingan biji
aluminium. Sebagaimana abad berlanjut menuju perang dunia ke
II, limbah dan hasil samping yang berbahaya dari pada industri
meningkat dengan menyolok dari hasil pabrik pembuatan cairan
klorine, pestisida sintesis, pabrik polimer, plastik, cat bahan
pengawet kayu.
Peristiwa Love Canal pada tahun 1970-an dan 1980-an
membawa persoalan limbah berbahaya pada perhatian publik
sebagai issue politik utama AS. Mulai tahun 1940 suatu tempat di
air terjun di Niagara, New York telah menerima kira-kira 20.000 ton
limbah kimia yang terdiri dari setidak-tidaknya 80 bahan kimia
yang berbeda. Dalam tahun 1994 pemerintah negara bagian dan
pemerintah federal telah mengeluarkan lebih dari 100 juta US
untuk membersihkan dan merelokasi penduduk.
Daerah lain yang mengandung limbah berbahaya yang
mendapatkan perhatian adalah termasuk sebuah daerah industri di
Wobum, Massachusetts, yang telah terkontaminasi dengan limbah
dari penyamakan kulit, pabrik-pabrik pembuat lem, dan
perusahaan kimia semenjak tahun 1850, Stringfellow Acid Pits di
dekat Riverside, California the Valley of the Drums di Kentucky
dan Times Beach, Missouri, seluruh kota telah di kosongkan karena
kontaminasi TCDD (dioxin).

Legislasi
Pemerintah pada sejumlah negara telah mengeluarkan
peraturan yang berhubungan dengan limbah dan barang-barang
berbahaya. Di AS peraturan seperti itu meliputi:

21

 Toxic Substance Control Act 1976


 Resource Conservation dan Reco very Act (RCRA) 1970
(disetujui dan kembali disyahkan oleh Hazarduos and Solid
Waste Amendment Act/HWSA 1984)
 Comprehensive Enviromental Respone, Compensation, and
Liability Act (CERCLA) 1980.
Undang–undang RCRA menugasi AS Enviromental
Protection Agency (EPA) dengan memberikan perlindungan
kesehatan manusia dan lingkungan dari pengaturanyang tak layak
atas pembuangan limbah berbahaya dengan mengeluarkan dan
memberlakukan peraturan terhadap limbah-limbah semacam itu.
RCRA mengisyaratkan bahwa limbah-limbah yang berbahaya dan
karakteristiknya dicatat dan dikontrol dari saat asal muasalnya
hingga pembungannya yang memadai ataupun pengahncurannya.
Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perusahaan-
perusahaan yang menghasilkannya dan perusahaan transportasi
limbah yang berbahaya mensyaratkan bahwa mereka melakukan
catatan rinci, termasuk laporan aktivitas mereka dan
manifest/surat muatan guna menjamin pelacakan yang layak atas
limbah berbahaya melewati system transportasi. Kontainer-
kontainer yang diijinkan dan label harus digunakan pemusnahan.
Terdapat sekitar 290 juta ton limbah yang diatur oleh RCRA. Di AS
kira-kira ada 3000 tempat yang terlibat dalam
pemurnian/treatment, penimbunan, dan pemusnahan dari pada
limbah RCRA.
Undang-undang CERCLA (superfund) berhubungan dengan
pelepasa bahan-bahan berbahaya yang potensial dan actual yang
memilki potensi membahayakan manusia dan lingkungan
sekelilingnya pada tempat-tempat pembuangan limbah berbahaya
yang kosong dan tak terkontrol di AS. Undang-undang

22

mensyaratkan pihak-pihak yang bertanggung jawab atau


pemerintah membersihkan tempat-tempat sampah. Diantara tujuan
utama CERCLA adalah sebagai berikut:
 Identifikasi tempat.
 Evaluasi bahaya dari pada tempat limbah.
 Evaluasi bahaya bagi sumber daya alam.
 Memonitor pelepasan zat-zat berbahaya.
 Pemindahan atau pembersihan limbah oleh pihak yang
bertanggung jawab/
jawab/pemerintah.
pemerintah.

CERCLA
pengesahan telah Amendements
Superfund diperluas selama
and lima tahun dengan
Reauthorization Act
(SARA) pada tahun 1986, perundang-undangan dengan skope yang
meluas dan 8.5 juta US dollar untuk waktu lima tahun. Sebenarnya
lebih panjang dari pada CERCLA, SARA mempunyai tugas dan
tujuan penting sebagai berikut:
 Lima kali lipat peningkatan pendanaan hingga 8,5 juta US
dollar untuk lima tahun.
 Alternatif-alternatif untuk pembuangan di daratan yang
membantu solusi permanen dengan pengurangan volume,
mobilitas dan keracunan limbah.

Meningkatkan tekanan bagi kesehatan publik, riset, training,
dan keterlibatan warga Negara dan pemerintah Negara
bagian.
 Kodifikasi peraturan-peraturan yang menjadi kebijakan di
bawah CERCLA.
 Keharusan adanya jadwal dan tujuan tentang masa
berlakunya peraturan.
 Prosedur peraturan baru dan otoritas bagi pelaksanaan.
 Sebuah program baru tentang kebocoran tangki-tangki
penyimpan bawah tanah.

23

Pada awal 1994, kongres Amerika mengesahkan kembali


undang-undang yang di bahas di atas.

2.2 Klasifikasi Limbah B3


2.2.1. Klasifikasi Limbah dan Bahan-bahan Berbahaya
Berbagai zat kimia spesifik dengan penggunaan yang luas
adalah berbahaya karena reaktivitas kimianya, bahaya kebakaran,
bahaya keracunan, dan kandungan-kandungan lainnya. Ada
berbagai macam zat yang berbahaya yang biasanya mengandung
campuran kimia spesifik. Hal tersebut meliputi:

Bahan peledak, misalnya dinamit, atau amunisi.
 Gas-gas tekanan tinggi misalkan hidrogen dan sulpur
dioksida.
 Cairan yang mudah terbakar misalkan gas oil/minyak
tanah almunium alkali.
 Bahan-bahan keras yang mudah terbakar, metal
magnesium, sodium hidrit, dan kalsium carbide yang siap
terbakar adalah reaktip dengan air, atau terbakar secara
spontan.
 Bahan-bahan korosif, termasuk oleum, sulfur oksida, dan
soda caustik, yang akan melukai kulit terbuka atau
menyebabkan porak-porandanya kontainer logam.
 Bahan-bahan beracun misalnya seperti asam hidrosianida
atau aniline.
 Bahan-bahan etiologik termasuk agen penyebab antraks,
botulisme, atau tetanus.
 Bahan-bahan radioaktif, termasuk plutonium, cobalt-60 dan
uranium hexafluorida.

24

a. Karakteristik Bahan Berbahaya dan Beracun


Untuk tujuan perundang-undangan dan peraturan di AS,
zat yang berbahaya secara resmi tercatat dan ditentukan sesuai
dengan karakteristik umum. Wewenang Resource Conservation
and Recover Act (RCRA) United States Environmental Protection
Agency/biro perlindungan lingkungan AS yaitu menentukan zat-
zat yang berbahaya sesuai dengan karakteristik sebagai berikut:
 Kemampuan terbakar, karakteristik zat cair yang
uapnya kemungkinan terbakar karena keberadaan
sumber pembakaran, non liquid yang akan menangkap
api dari gesekan atau sentuhan dengan air dan terbakar
dengan hebat atau terus menerus, gas-gas dipadatkan
yang dapat terbakar, oksidator.
 Corrosivity, karakteristik zat yang menunjukkan
keasaman tinggi atau basis atau adanya satu tendensi
menyebabkan karat pada baja.
 Reaktivitas, karekteristik zat yang memiliki tendensi
perubahan kimia hebat (contoh bahan peledak, bahan
piroporik, bahan yang bereaksi dengan air, atau sianida,
atau limbah mengandung sulfit).
 Beracun, didefinisikan menurut sebuah prosedur
ekstraksi standard diikuti oleh analisis kimia bagi zat
spesifik.
Sebagai tambahan bagi klasifikasi menurut karakteristik,
EPA menentukan lebih dari 450 limbah tercatat yang merupakan
zat spesifik atau kelas zat-zat yang di ketahui berbahaya. Masing-
masing zat seperti itu memiliki sebuah nomor limbah berbahaya
EPA dalam format huruf diikuti oleh tiga nomor, di mana huruf
yang berbeda di berikan pada zat masing-masing dari empat/huruf
sebagai berikut:

25

 Tipe F limbah dari sumber-sumber nonspesifik,


misalnya limbah air lumpur pendinginan pemanasan
metal di mana cyasida digunakan dalam proses (F012).
 Tipe limbah K berasal dari sumber spesifik misalnya:
Cairan berat yang berasal dari distilasi ethylene diklorin
dalam produksi ethylene diklorida (K019).
 P-tipe limbah yang sangat berbahaya . Limbah ini
didapati sangat fatal terhadap manusia dalam dosis
yang rendah, atau mampu menyebabkan atau secara
signifikan membantu peningkatan penyakit yang tidak
dapat disembuhkan. Bahan-bahan ini kebanyakan jenis

kimia spesifiknitrile
chloropropane misalnya
(P027). fluorine (P056) atau 3-
 U-tipe limbah lainnya yang berbahaya, bahan-bahan
ini sebagian besar adalah campuran misalnya kalsium
kromat (U032) atau phthalic anhidrida (U190).
Dibandingkan dengan RCRA, CERLA memberikan difinisi
agak luas tentang zat-zat
zat -zat berbahaya yang meliputi berikut:
 Elemen, kumpulan, campuran cairan, atau zat-zat, yang
lepas yang boleh jadi secara substansial membahayakan
kesehatan publik, kesejahteraan publik atau
lingkungan.
 Elemen, kumpulan, campuran, cairan atau zat-zat
dalam kuantitas yang dilaporkan ditentukan oleh
CERCLA bagian 102.
 Zat-zat tertentu atau polutan beracun yang di tentukan
oleh Federal Water pollution Control Act.
 Zat-zat kimia yang akan segera berbahaya ataupun
campurannya yang menjadi topik aksi pemerintahan

26

dalam bagian 7 dari Toxic Subtances Control Act

(TSCA).
 Dengan pengecualian yang ditunda oleh kongres dalam
Solid Waste Disposal Act, semua limbah berbahaya yang
ditentukan atau memiliki karakteristik yang
diidentifikasi oleh RCRA paragrap 3001.

b. Limbah Berbahaya
Setelah didefinisikan secara mendetail di atas, sekarang
saatnya sampai pada yang lebih detail sehubungan dengan arti
limbah berbahaya. Tiga pendeketan utama untuk mendefinisikan
limbah berbahaya yaitu (1) sebuah diskripsi kualitatif pada asalnya,
tipe, dan pendukungnya, (2) klasifikasi dengan dasar karaktristik
terutama bedasarkan prosedur tes, dan (3) dengan cara konsentrasi
zat-zat spesifik yang berbahaya. Li
Limbah
mbah digolongkan menurut tipe
umum, misalnya”spent halogenated solvents” atau pelarut
terhalogenasi atau oleh sumber-sumber industri misalnya “picking
liquor from steel manufacturing”atau mendapat cairan dari industri
manufaktur baja.
Berbagai negara mempunyai definisi yang berbeda tentang
limbah yang berbahaya. misalnya The Federal Republic of Germany
Federal Act tentang Pembangunan Limbah (1972, yang diamandir
tahun 1976) menyebutkan limbah khusus adalah khususnya
berbahaya bagi kesehatan manusia, udara, air, atau eksplosif,
mudah terbakar, atau boleh jadi menyebabkan penyakit. “ The
Ontario Waste Management Corporation ” sebuah biro propinsi yang
di bentuk lembaga konstitusi Ontorio, Kanada mendefinisikan
limbah khusus adalah cairan industri dan limbah yang berbahaya
yang tidak layak disuling dan dibuang pada sistem penyulingan
27

limbah, pembakaran atau di tanam di daratan yang karenannya


memerlukan perlakuan khusus.
Limbah radioaktif adalah sebuah persoalan bagi berbagai
negara yang memiliki pembangkitan listrik nuklir atau industri
atau senjata nuklir yang signifikan. Di AS, limbah seperti itu di atur
di bawah Neclear Regulatory Commission (NRC) dan depertemen
energi/Departemen of Energi (DOE). Problem khusus dihadirkan
oleh limbah campuran yang mengandung limbah kimia dan limbah
radioaktif. Salah satu contoh baru baru ini tentang sebuah fasilitas
yang disulitkan oleh radioaktif dan limbah campuran di AS adalah
Rocky Flat di dekat Denver, Colorado, yang digunakan untuk
memproduksi sanjata nuklir semenjak tahun 1950 an, kompleks ini
memperkerjakan 6000 pekerja meliputi 384 are di tengah-tengah
tengah-tengah
6650 are daerah penyangga/buffer zone, dan mendiami 134
bangunan dengan luas area kira-kira 90.000 m2. Dalam tahun 1957
dan 1969, terjadi kebakaran lagi yang menyangkut plutonium.
Plutonium menyebar di daratan Rocky Flats, dan terjadi beberapa
insiden pelepasan tritium pada sumber mata air minum. Diantara
sebagian besar limbah yang harus ditangani di Rocky Flats adalah
sebagai berikut:

Radionuclides: americium 241, plutonium 238, 239, 241,


242 thorium 232, tritium, uranium 233, 234, 238.

Logam beracun: berllium, cadmium, chromium, timbal,


air raksa, nikel.
Pelaryt: bensin, karbon tetrachloride, chlorofrom,
chlorometan, tetracholoroetheylene, 1,1,1-trichloroet
1,1,1 -trichloroetane,
ane,
trichloroethylene.

Berbagai campuran berbahaya: benzenedine, 1,3-


butadeine, ethylene oxide, propylene oxide,
formaldehyde hydrazine, nitric acid.
28

Problem besar sehubungan dengan limbah radioaktif adalah


handford Nuclear Reservation terletak dekat Richland di negara

bagian Washington. Ini adalah lokasi sebuah fasilitas besar untuk


memproduksi plutonium yang di peruntukkan bagi senjata nuklir
dari tahun 1940-an hingga kira-kira 1990. Proses ekstraksi uranium
plutonium (purex) digunakan untuk mengekstraksi plutonium dari
bahan bakar reakton nuklir neutron uranium tak teradisi. Produksi
setiap kg limbah radioaktif tinggi dan kira-kira 200.000 liter limbah
nuklir adalah tangki 101-SY yang mengandung 48 kg plutonium di
dalam 4 juta liter lumpur yang berbahaya. Radioaktif di dalam
tangki memanaskan isinya, dan reaksi kimia menghasilkan
campuran gas hidrogen dan nitrogenoksida yang mudah meledak.
Pada interval kira-kira 90 hari, suatu gelembung-gelembung gas
dilepaskan, dan isi tangki mendingin. Selama kejadian ini lapisan
kerak di atas limbah naik kira-kira 30 cm. Ini benar-benar situasi
yang menarik.

2.2.2. Identifikasi limbah B3 menurut PP No 18 Tahun 1999


Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan
karakteristiknya.
1. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi:
meliputi:
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan
bekas, kemasan dan buangan produk yang tidak
memenuhi spesifikasi.
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3
yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya,
tetapi dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegah
korosi (inhibitior korosi), pelarut kerak, pengemasan dan

29
lain lain (contoh dapat dilihat pada lampiran 1). Limbah B3
dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses suatu
industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan
(contoh dapat dilihat pada lampiran 2). Limbah B3 dari
bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasai, karena
tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak
dapat di manfaatkan kembali, maka suatu produk menjadi
limbah B3 yang memerlukan pengelolahan seperti limbah
B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa kemasan
limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang kadaluarsa (contoh
dapat dilihat pada lampiran 3)
2. Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222, dan
D223 dapat dinyatakan limbah B3 setelah di lakukan uji
Toxicity Characteristic Leaching Prosedure(TCLP)dan/ atau uji
karaktristik.
3. Memiliki salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut
a. Mudah meledak
b. Mudah terbakar
c. Bersifat reaktif
d. Beracun
e. Menyebabkan infeksi dan
f. Bersifat korosif.
4. Limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain yang
apabila diuji dengan metode toksikologi memiliki LD50 di
bawah ambang batas yang telah ditetepkan. Pengujian
karaktristik limbah dilakukan sebelum limbah tersebut
mendapat perlakuan pengolahan. Dalam ketentuan ini yang
di maksud dengan:

30
a. Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada
suhu tekanan standar (25 oC, 760 mmHg) dapat meledak
atau melaluireaksi kimia dan/atau fisika dapat

menghasilkan gas dengan suhu dan


da n tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
b. Limbah mudah terbakar adalah limbah limbah yang
mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut:
1. Limbah yang berupa cairan yang mengandung
alkohol kurang dari 24% volume dan/atau pada
titik nyala tidak lebih dari 60 oC (140oF) akan
menyala apabila terjadi kontak dengan api,
percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan
udara 760 mmHg.
2. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada
temperatur dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg)
dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui
gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia
secara spontan dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
3. Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah
terbakar.
4. Merupakan limbah pengoksidasi.
c. Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah
yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut:
1. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil
dan dapat menyebabkan perubahan tanpa
peledakan.
2. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.
3. Limbah yang apabila bercampur dengan air
berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan

31
gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan
lingkungan.
4. Merupakan limbah sianida, sulfida atau amoniak
yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat
menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan kesehatan manusia
dan lingkungan.
5. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi
pada suhu dan tekanan standar (25 OC, 760
mmHg).
6. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena
lepas atau menerima oksigen atau limbah organik
peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

d. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung


pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau
sakit yang serus apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, kulit atau mulut, penentuan sifat racun
untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku
mulut konsentrasi TCLP (Toxicity Charactristic Leaching
Prosedure) pencemar organik dan aroganik dalam
limbah sebagaimana PP No. 18 tahun 1999 . Apabila
limbah mengandung salah satu pencemar yang
trerdapat dalam lampiran 4, dengan konsentrasi sama
atau lebih besar dari nilai dalam lampiran 4 tersebut,
maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila ini
ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada
lampiran Tabel 4 tersebut maka dilakukan uji
toksikologi.

32
Toxicity characteristic leaching procedure (TCLP)
adalah metode ekstraksi sampel untuk analisis kimia
digunakan sebagai metode analisis untuk
mensimulasikan pencucian melalui tempat

pembuangan akhir. Metodologi


untuk menentukan pengujian
apakah limbah digunakan
adalah bersifat
berbahaya (limbah B3 daftar D). TCLP terdiri dari
empat prosedur mendasar yaitu persiapan sampelsampel
untuk pencucian, pencucian sampel, persiapan lindi
untuk analisis dan analisis lindi. Prosedur TCLP
biasanya berguna untuk mengklasifikasikan bahan
limbah untuk pilihan pembuangan. Dalam prosedur
TCLP pH bahan harus ditentukan, dan kemudian dicuci
dengan asam asetat/larutan natrium hidroksida dengan
perbandingan 1:20 campuran sampel dengan pelarut

atau 100 g sampel dan 2000 mL larutan. Campuran


dalam alat ekstraksi harus ditutup untuk mencegah
senyawa volatile menguap, dan ekstraksi dilakukan
selama 18 jam, kemudian disaring dan larutan
dianalisis. Menurut EPA (Environmental Protection
Agency) prosedur TCLP yaitu mengambil sub-sampel
limbah diekstrak dengan larutan buffer asam asetat
selama 18 ± 2 jam. Ekstrak yang diperoleh kemudian
dianalisis untuk menentukan apakah memenuhi
standar dalam Tabel 2.1.

33
Tabel 2.1 Konsentrasi maksimum bahan pencemar untuk
karakterisasi racun
No. Bahan pencemar Konsentrasi maksimum (mg/L)
1 Arsenic 5.0
2 Barium 100.0
3 Benzene 0.5
4 Cadmium 1.0
5 Carbon tetrachloride 0.5
6 Chlordane 0.03
7 Chlorobenzene 100.0
8 Chloroform 6.0
9 Chromium 5.0
10 o-Cresol 200.0
11 m-Cresol 200.0
12 p-Cresol 200.0
13 Cresol 200.0
14 2,4-Dichlorobenzene 10.0
15 1,4-Dichlorobenzene 7.5
16 1,2-Dichloroethane 0.5
17 1,1-Dichloroethylene 0.7
18 2,4-Dinitrotoluen
2,4-Dinitrotoluenee 0.13
19 Endrin 0.02
20 Heptachlor (dan hidroksida) 0.008
21 Hexachlorobenzene 0.13
22 Hexachloro-1,3-butadiene 0.5
23 Hexachloroethane 3.0
24 Lead 5.0
25 Lindane 0.4
26 Mercury 0.2
27 Methoxychlor 10.0
28 Methyl ethyl ketone 200.0
29 Nitrobenzene 2.0
30 Pentachlorop
Pentachlorophenol
henol 100.0
31 Pyridine 5.0
32 Selenium 1.0
33 Silver 5.0
34 Tetrachloroethy
Tetrachloroethylene
lene 0.7

34
No. Bahan pencemar Konsentrasi maksimum (mg/L)
35 Toxaphene 0.5
36 Trichloroethylene 0.5
37 2,4,5-Trichloroph
2,4,5-Trichlorophenol
enol 400.0
38 2,4,6-Trichloroph
2,4,6-Trichlorophenol
enol 2.0
39 2,4,5-TP (Silvex) 1.0
40 Vinyl chloride 0.2
41 Methoxychlor 10.0
42 Methyl ethyl ketone 200.0
43 Nitrobenzene 2.0
44 Pentachlorop
Pentachlorophenol
henol 100.0
45 Pyridine 5.0
46 Selenium 1.0
47 Silver 5.0
48 Tetrachloroethy
Tetrachloroethylene
lene 0.7
49 Toxaphene 0.5
50 Trichloroethylene 0.5
51 2,4,5-Trichloroph
2,4,5-Trichlorophenol
enol 400.0
52 2,4,6-Trichloroph
2,4,6-Trichlorophenol
enol 2.0
53 2,4,5-TP (Silvex) 1.0
54 Vinyl chloride 0.2

e. Limbah yang menyebabkan infeksi bagian tubuh


manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh
manusia yang terkena infeksi, limbah dari labotarium
atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit
yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena
mengandung kuman penyakit yang dapat menular,
limbah ini berbahaya karena mengandung kuman
penyakit seperti hepatitis dan kolera yang di tularkan
pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di
sekitar lokasi pembuangan limbah.

35

f. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang


mempunyai salah satu sifat sebagai berikut:
1. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
2. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng
baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari
6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55oC.
3. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk
limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari
12,5 untuk yang bersifat baja.

Uji toksikologi dengan LD50 adalah perhitungan dosis


(gram pencemar per kilogram) yang dapat menyebabkan kematian
50% populasi mahluk hidup yang di jadikan percobaan. Apabila
LD50 lebih besar dari 15 gram per kilo gram berat badan maka
limbah tersebut bukan limbah B3. Untuk melakukan uji toksikologi
dengan bio essai dilaksanakan untuk limbah B3 yang tidak
mempunyai dosis referensi dan/atau limbah B3 yang bersifat akut.
Adapun limbah B3 yang bersifat kronis di telaah dengan
metodologi perhitungan dan atau berdasarkan hasil studi dan
perkembangan ilmu pengetahuan yang ditetapkan oleh instansi
yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak
lingkungan. Bilamana limbah tersebut dinyatakan limbah non B3,
setelah dilakukan pengujian toksikologi, maka pengelolaannya
dapat dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
instansi yang bertanggungjawab.

5. Pengawasan limbah berbahaya, polusi udara dan air


Agak berlawanan, tindakan-tindakan yang diambil untuk
mengurangi polusi udara dan air mempunyai tendensi meningkat
limbah berbahaya. Kebanyakan proses pemurnian air

36

menghasilkan lumpur ataupun cairan konsentrat yang


memperlukan stabilisasi dan pembuangan. Proses penggosokan
dengan udara/scrubbing air proses demikian pula menghasilkan
lumpur. Pengendapan dan unit pengolahan limbah selalu
mengontrol pencemaran udara atas segala hasil limbah padat yang
signifikan jumlahnya, beberapa di antaranya berbahaya.

2.3 Asal dan Jumlah Limbah


Bab ini berhubungan dengan segala macam dan jumlah
limbah yang berbahaya maupun yang tidak. Dalam pengertian non
peraturan tidak terdapat pemisahan yang tajam antara limbah
berbahaya dan tidak berbahaya. Beberapa limbah, misalnya limbah
logam berat beracun, beberapa diantaranya adalah berbahaya.
Sebagai perbandingan daun-daun yang rontok dan potongan-
potongan dahan dianggap sebagai tidak menyebabkan bahaya,
dimana batang pohon yang tumbang adalah menimbulkan bahaya
kebakaran pada kondisi-kondisi tertentu. Bahan-bahan yang karena
sifat-sifatnya sendiri tidak berbahaya boleh jadi berinteraksi dengan
zat-zat berbahaya. Misalnya, zat-zat humus dari daun-daun yang
membusuk boleh jadi larut dan memindah ion-ion logam berat.
Jumlah yang mencengangkan dari segala limbah diprodusir oleh
kegiatan manusia. Misalnya limbah-limbah termasuk sampah
perkotaan. Lumpur kotoran residu-residu pertanian dan racun,
hasil samping proses pabrik.
Suatu gambaran tentang kuantitas limbah padat dapat
diperoleh dengan memperhatikan limbah dari industri
pertambangan. Kuantitas limbah yang semacam itu dapat sangat
besar karena sejumlah banyak gunung harus diolah guna
mendapatkan bijih dan karena logam atau bahan-bahan yang
berharga secara ekonomis biasanya dalam presentase kecil dari

37

bijih-bijih tersebut. Karenanya hasil samping limbah yang


terkumpul sangatlah banyak. Limbah pertambangan menyebabkan
lebih kurang setengah dari pada limbah padat yang dihasilkan di
AS, dengan jumlah kira-kira 2 juta metrik ton setiap tahun.

a. Limbah padat yang tidak berbahaya


Adalah layak mempertimbangkan limbah “tak berbahaya”
(limbah padat, sampah perkotaan, dan sampah yang dihasilkan
oleh aktivitas manusia) bersama dengan limbah berbahaya karena
boleh jadi ia tidak berbahaya dalam segala kasus dan situasi, dan ia
boleh jadi berinteraksi dengan limbah berbahaya. Lebih lanjut lagi,
jumlah hasil limbah padat setiap tahun adalah demikian banyak
sehingga kapasitas menangani persoalan ini selalu dalam tekanan.
Pembuangan dari 92% 92% sampah perc
percobaan
obaan di AS pada pepengukuran
ngukuran
tanah oleh sebab itu ketika kuantitas limbah padat meningkat,
kapasitas mengurukan tanah menurun. Ketika peraturan RCRA
yang asli di setujui dalam tahun 1976, kira-kira 30.000 pengurukan
tanah sedang beroprasi (meski banyak dari padanya sekedar
membuang tanah). Ketika tahun 1988 jumlah pengurukan tanah
perkotaan yang beroprasi menurun hingga kira-kira 6500 dan pada
tahun 1994, bahkan lebih sedikit tersedia. Sebagai akibatnya,
beberapa kota harus mengangkut sampah sejauh kira-kira 70 mil
atau lebih dan bahaya.
Potensi pembakaran untuk menangani sampah kota
sangatlah tinggi karena pembakaran dapat mengurangi bobot
sebesar 75% dan mengurangi volume 90%. Akan tetapi
keprihatinan lingkungan atas pengotor organik (khususnya dioxin)
pada cerobong pembakaran dan logam berat pada abu pembakaran
menurun pengembangan pembakaran sampah perkotaan di AS.

38

Daur ulang dapat mengurangi kuantitas limbah padat


sebesar 50%, tetapi
tetapi bukanlah obat mujarab yang diklaim oleh para
pendukungnya yang bersemangat. Solusi menyeluruh atas
persoalan limbah padat harus melibatkan beberapa macam
tindakan, khususnya (1) pengurangan limbah pada asalnya, (2)
daur ulang sebanyak mungkin, (3) mengurangi volume limbah sisa
dengan cara pembakaran, (4) menyuling limbah residu sebanyak
mungkin berubah menjadi tidak lumer dan tidak berbahaya,
menempatkan bahan-bahan
bahan-bahan residu pada pengurukan dijaga ketat
agar tidak lumer ataupun terlepas melalui cara lain.

b. Asal dan Jumlah Limbah Berbahaya


Jumlah limbah berbahaya yang dihasilkan setiap tahun
tidaklah diketahui secara pasti dan tergantung definisi-definisi
yang digunakan bagi material/bahan semacam itu. Dalam tahun
1988 angka limbah yang di atur RCRA berada pada jumlah 290 juta
ton limbah padat. Beberapa limbah air berbahaya dihasilkan
langsung oleh proses-proses yang memerlukan jumlah air yang

besar bagioleh
dihasilkan pemurniannya, dan
campuran limbah limbah-limbah
berbahaya cair
dengan air lainnya
limbah.
Beberapa limbah yang mungkin menunjukkan tahapan
berbahaya dikecualian oleh peraturan RCRA dengan undang-
undang. Perkecualian limbah-limbah tersebut termasuk berikut.
 Abu bahan bakar dan kerak lumpur yang berasal dari
pembangkit tenaga.
 Lumpur pengeboran minyak dan gas.
 Produk samping air asin dari produksi minyak bumi.
 Abu cerobong semen.
 Limbah dan lumut dari pertambangan fosfat dan
semacamnya.

39

 Limbah pertambangan uranium dan mineral lainnya.


 Limbah rumah tangga.
Pengklasifikasian akhir dari limbah yang sedikit berbahaya
dari bahan-bahan semacam ini akan meningkatkan kuantitas
limbah yang diatur RCRA berlipat ganda. Satu persoalan dalam
menangani limbah berbahaya adalah kekurangan informasi tentang
bahan-bahan ini.Pada kenyataanya, kekurangan data yang secaraa
efektif menghitung luasnya persoalan limbah berbahaya atau
dokumen-dokumen tentang apa sebenarnya yang terjadi tentang
serpihan-serpihan besar dari limbah berbahaya.
Tipe Limbah Berbahaya
Menurut kuantitas, lebih banyak limbah yang dikategorikan
dengan nomor yang didahului F dan K, dibandingkan dengan
semua limbah secara gabungan, yaitu dari sumber-sumber non
spesifik termasuk contoh-contoh berikut:
- F001 buangan pelarut yang dihalogenisasi yang digunakan
untuk membersihkan gemuk; tetrachloroethylene,
trichloroethylene, methy chloride, 1,1,1-trichloroethane,
carbon tetrachloride dan chlorinated fluorocarbon; dan
lumpur dari pemlihan pelarut-pelarut pada pekerjaan
pembersihan gemuk.
- F004 buangan pelarut nonhalogenated, cresol, creslic acid
dan nitrobenzene; dan kerak dasar dari permukaan pelarut-
pelarut ini.
- F007 buangan cairan perendam dari pada pekerjaan
pelapisan/penyepuhan/electro plating.
Limbah berbahaya “tipe K” berasal dari sumber-sumber
khusus yang dihasilkan oleh industri misalnya pabrik pigmen
anorganik, kimia organik, pestisida, bahan peledak, besi dan baja,

40

dan logam-logam anti karat dan proses-proses penyulingan minyak


atau pengawetan kayu contoh-contoh sebagai berikut:
- K001 lumpur sendimen dasar dari pengolahan limbah cair
yang berasal dari proses pengawetan kayu yang
menggunakan kreosote dan/atau pentachloropenol
- K002 pengolahan lumpur limbah cair dari produksi
verkrom kuning dan pigmen-pigmen oranye.
- K020 residu berat dari distilasi finil klorida dalam produksi
vinil klorida monomer.
- K043 2,6-diklorofenol limbah yang berasal dari produksi
TNT.
- K049 air keruh emulasi emulasi padatan minyak yang
berasal dari industri penyulingan minyak.
- K060 ammonia lime still sludge/lumpur asam ammonia
dari kegiatan memasak.
- K067 lumpur anode elektronik yang berasal dari produksi
seng primer
Kategori yang terbesar kedua limbah adalah yang berasal
dari limbah reaktif, diikuti oleh limbah karat/ korosive dan limbah
racun. Kira-kira 1% dari pada limbah dianggap sebagai dapat
terbakar dan 1% lainya adalah tipe P (sisa produk kimia, jenis-jenis
diluar spesifikasi, dan residu luberan, container) atau limbah “U”.
Beberapa persen lainya tidak dispesifikasikan.

c. Penghasil Limbah Berbahaya


Di AS kira-kira 650.000 perusahaan menghasilkan limbah
berbahaya. Penghasil limbah berbahaya terdistribusi/tersebar tidak
merata secara geografis di seluruh AS, yang tertif besar terletak di
hulu Barat Tengah Amerika Serikat, termasuk negara-negara
bagian Ilinois, Indiana, Ohio, Michigan, dan Wisconsin.

41

d. Distribusi Kuantitas Limbah Berbahaya


Tipe industri penghasil limbah berbahaya dapat dibagi
diantara 7 kategori utama berikut ini, masing-masing meliputi
urutan kandungan 10-20% penghasil limbah berbahaya, kimia dan
pabrik produk yang bersinggungan, yang berhubungan dengan
industry minyak, pabrikasi logam, produk-produk yang
berhubungan dengan logam, pabrik pembuat peralatan elektrik,
“pabrik-pabrik yang lain” dan penghasil -penghasil limbah non
pabrik dan tak jelas. Kira-kira 10% penghasil limbah menghasilkan
sebanyak 95% limbah berbahaya dan b beracun.
eracun. Penghasil limbah
berbahaya didistribusikan hampir merata diantara beberapa tipe-
tipe industri, 70-85% dari kuantitas limbah berbahaya dihasilkan
oleh industri kimia dan perminyakan, sekitar ¾ datang dari
industri-industri yang berhubungan dengan logam atau industri
logam seperti pertambangan, elektroplating, baja, alloy.
2.4 Zat-zat yang Dapat Terbakar dan Meledak
Dalam pengertian luas zat yang dapat terbakar adalah
sesuatu yang siap terbakar, sedangkan zat yang dapat meledak
relative memerlukan rangsangan untuk terbakar. Sebelum mencoba
mecermati definisi-definisi ini perlulah kiranya menetapkan
beberapa terminology lain. Kebanyakan zat kimia yang cenderung
terbakar tak sengaja adalah berupa cairan. Cairan menimbulkan
uap, yang biasanya lebih pekat dari pada udara, dan karenanya
bertendensi untuk terbakar. Tendensi dari pada suatu cairan untuk
terbakar dapat diukur dengan sebuah pengujian dengan cairan
dipanaskan dan secara priodik diekspose terhadap nyala api
hingga campuran uap dan udara menyala pada permukaan cairan.
Temperatur yang terjadi ini dinamakan titik nyala/flash point.

42

Dengan definisi ini memungkinkan membagi bahan-bahan


yang dapat terbakar dalam empat golongan utama. Suatu bahan
padat yang dapat terbakar/flammable solid adalah suatu bahan
yang dapat menyala karena gesekan atau dari sisa panas proses
pembuatan, atau yang mungkin menyebabkan bahaya serius jika
menyala. Bahan-bahan eksplosif tidak termasuk dalam kategori ini.
Bahan cair yang dapat terbakar/ flammable liquid adalah suatu
bahan yang memiliki titik nyala/flash point dibawah 60,5
60, 5 C (141 F).
ᵒ ᵒ

Bahan cair yang dapat meledak/ combustible liquid


memiliki titik nyala/flash point lebih dari 60,5 C tetapi di bawah

93.5 C (200 F). Gas adalah suatu zat yang keberadaanya dalam fase
ᵒ ᵒ

gas pada temperature 0 C dan tekanan 1 atmosfir. Gas dalam


tekanan yang dapat terbakar/ flammable compress gas memenuhi


kriteria khusus “batas dapat terbakar yang lebih rendah”/lower
flammable limit, jarak dapat terbakar/flammable range (alih
dibawah) dan proyeksi terbakar. Khususnya dengan kasus cairan-
cairan, ada beberapa sub klasifikasi atas “dapat terbakar” dan
“dapat meledak” (flammability and combustibility) sebagaimana
oleh US Departmend of Transporation and the National Fire Protection
Assosiation.
Assosiation.
Dalam pembahasan pembakaran/penyalaan uap (vapors),
ada dua konsep yaitu flammability limit/batas kemudahan
terbakar. Nilai perbandingan uap/vapor di banding udara yang
berada di bawah nilai tertentu tidak dapat terbakar karena tidak
cukup bahan bahan menentukan lower flammability limit/batas
kemudahan terbakar rendah (L.F.L). Demikian juga, nilai-nilai
perbandingan uap (vapor)/udara di mana penyalaan tidak dapat
terjadi karena tidak cukupnya udara menentukan upper
flammability limit/ambang batas kemudahan terbakar (U.F.L).
Perbedaan antara batas kemudahan terbakar atas dan bawah pada
temperatur tertentu disebut dengan sebab kemudahan terbakar

43

(Flammbility Range). Tabel 2.2 memberikan beberapa contoh cairan-


cairan kimia yang umum. Presentase dari zat-zat yang mudah
terbakar (kebanyakan campuran bahan peledak) dinamakan
“optimal”. Misalnya dalam kasus acetone, campuran optimal yang
mudah terbakar adalah 5% asetone.
Sebuah persoalan yang sangat berbahaya yang dapat terjadi
sehubungan dengan cairan yang mudah terbakar adalah suatu
cairan mendidih yang menyebabkan ledakan uap/vapour, BLEVE.
Ini disebabkan karena peningkatan tekanan yang begitu cepat
dalam container tertutup dari pada cairan yang dapat
meledak/flammable liquid yang di panaskan oleh sumber panas
eksternal. Ledakan terjadi jika peningakatan tekanan mampu
memecahkan dinding container.

Tabel 2.2 Beberapa cairan organik yang mudah terbakar


% Volume di Udara
No Jenis Cairan Titik Nyala (ᵒC)
LFLᵇ UFLᵇ
1 Dietil Eter -43 1,9 36
2 Pentana -40 1,5 7,8
3 Aseton -20 2,6 13
4 Toluena -4 1,27 7,1
5 Metanol 12 6,0 37
6 Gasoline (2,2,4- trimetil - 1,4 7,6
pentana
7 Naftalena 157 0,9 5,9
Keterangan: LFL: Lower Flammbility Limit and UFL: Upper Flammbility
Limit pada 25 C

44

a. Pembakaran Partikel-partikel Halus/Combustion of Finely


Divided Particles.
Partikel-partikel halus dari pada bahan-bahan yang mudah
terbakar agak sama dengan uap dalam hal kemudahan terbakar.
Salah satu contohnya adalah semprotan cairan hidrokarbon dimana
oksigen mempunyai kesempatan berinteraksi dengan partikel-
partikel cairan. Dalam hal ini cairan bisa jadi menyala pada
temperatur di bawah titik nyala (flash point).
Ledakan abu/Dust Explosion dapat terjadi pada berbagai
padatan/solid yang di haluskan. Banyak debu logam khususnya
magnesium dan campurannya, zirconium, titanium, dan
almunium, contoh reaksi adalah:
4Al (serbuk) + 3O2 (dari udara) 2Al2O3
Debu arang dan debu biji-bijian dapat menyebabkan api dan
ledakan yang fatal pada tambang-tambang batu bara serta elevator
biji batu bara. Debu polimer seperti cellulose asetat, poliethelene,
dan polystyrene dapat juga meledak.

b. Oxidizer/Oksidan
Zat-zat yang dapat terbakar adalah reducing agent/agen
pereduksi yang berekasi dengan oksidizer/aksidan yang
menghasilkan panas. Oksigem beratom 2, O 2 yang berada di udara
adalah oksidan yang umum. Beberapa oksidan adalah campuran
kimia yang mengandung oksigen dalam formulanya. Halogen
(Golongan VIIA pada tabel periodik) dan berbagai campuranya
adalah oksidan. Beberapa contoh oksidan ditunjukkan pada Tabel
2.3.
Satu contoh reaksi sebuah oksidan adalah konsentrat HNO 3
dengan logam copper/tembaga, yang menghasilkan gas beracun
NO2.

45


4HNO3+Cu Cu(NO3)2+2H2O+2NO2
Akibat racun dari sejumlah oksidan adalah disebabkan
karena kemampuanya mengoksidasi molekul pada system
kehidupan.
Tabel 2.3 Contoh beberapa oksidator
No Nama Rumus Wujud Materi
1 Amonium Nitrat NH4NO4 Padat
2 Amonium Perklorat NH4CIO4 Padat
3 Brom Br2 Cair
4 Klor Cl2 Gas
5 Fluor F2 Gas
6 Hidrogen Peroksida H2O2 Larutan dalam air
7 Asam Nitrat HNO3 Larutan
8 Nitrogen Oksida N2O Gas
9 Ozon O3 Gas
10 Asam Perklorat HClO4 Larutan
11 Kalium Permanganat KMnO4 Padat
12 Natrium Kromat Na2Cr2O7 Padat

Suatu zat akan bertindak sebagai oksidan atau tidak


tergantung kepada menurunya kekuatan bahan yang
dikontak/disentuh. Misalnya karbondioksida adalah bahan
pemadam api yang umum yang disemprotkan pada zat yang
terbakar guna menahan udara. Tetapi, aluminium adalah agen
pereduksi yang begitu kuat jika karbondioksida berhubungan
dengan aluminium yang panas dan terbakar bereaksi sebagai agen
oksidasi yang menimbulkan gas karbon monoksida beracun yang
dapat terbakar.
2Al+ 3CO2 Al2O3 + 3CO

46

Oksidan dapat sangat membantu timbulnya bahaya api


karena bahan bakar akan terbakar meledak jika berhubungan
dengan sebuah oksidan/oxidizer.

c. Penyalaan Spontan/Spontaneous Ignition.


Suatu zat yang dapat menangkap api secara spontan di
udara tanpa adanya sumber penyalaan di sebut pyrophoric.
Termasuk beberapa elemen-pospor putih, logam alkali (Golongan
1A), dan serbuk magnesium, kalsium, kobalt, mangan, besi,
zirconium dan aluminum. Juga termasuk beberapa campuran
organometalik seperti ethyllitium (LiC2H3) dan phenyllithium
(LiC6H5) dan beberapa campuran logam carbonil, misalnya besi
pentacarbonil, Fe(CO)5.
Kelompok utama campuran pyrophoric lainya mengandung
logam dan hybrid metalloid, termasuk lithium hydride, LiH;
Pentaborane, B3H9 dan arisine, AsH3. Semprotan di udara seringkali
sebagai satu faktor dalam penyalaan spontan. Misalnya, lithyium
hydride yang mengalami reaksi berikut dengan air yang berasal
dari semprotan udara.
LiH + H2O  LiOH + H2 +panas
Panas yang ditimbulkan dari reaksi ini cukup menyalakan
hydride sehingga ia menyala di udara.
2LiH + O2 Li2O + H2O
Beberapa campuran dengan karakter organometallic adalah
pyrophoric. Sebuah contoh campuran semacam ini adalah
diethylethoxyauminium. Berbagai campuran oxidizer dan bahan-
bahan kimia oxidizable menangkap api spontan dan disebut
campuran hypergolic/hypergolic mixture. Asam nitrit dan phenol
membentuk campuran seperti itu.

47

d. Racun Hasil Pembakaran/Toxic Products of Combustion


Bahaya yang lebih besar dari api adalah dari hasil racunya
dan produk sampingan dari pembakaran. Yang paling nyata dari
pada ini semua adalah karbonmonoksida, CO, yang dapat
menyebabkan penyakit berbahaya ataupun kematian karena
mampu membentuk carboxyhemoglobine dan hemoglobin dalam
darah tidak lagi membawa oksigen kepada jaringan-jaringan
badan.
Racun SO2, P4O10 dihasilkan oleh pembakaran belerang,
pospor, dan campuran organochlorine. Sejumlah besar campuran
organic noxius/berbahaya misalnya seperti aldehydes dihasilkan
sebagai produk sampingan pembakaran. Juga pembentukan

karbonmonoksida, pembakaran yang kekurangan oksigen


menghasilkan sekring. Beberapa dari campuran ini, misalnya
benzo(a)pirene, di bawah ini adalah precarcinogen yang bertindak
sebagai enzim dalam tubuh yang menghasilkan metabolism
penyebab kanker.

2.5 Zat-zat Reaktif


Zat-zat reaktif adalah zat-zat yang bertendensi menjalani
reaksi cepat dan keras pada kondis-kondisi tertentu. Zat-zat seperti
termasuk zat-zat yang berekasi keras atau menimbulkan campuran
eksplosif dengan air. Satu contoh adalah logam natrium, yang
bereaksi sangat kuat dalam air:
2Na + 2H2O  2NaOH + H2 + panas
Reaksi ini biasanya menimbulkan panas cukup untuk
menyalakan natrium dan hidrogen. Bahan-bahan peledak
membentuk golongan/kelompok lain zat reaktif. Untuk keperluan
pengaturan, zat-zat juga diklasifikasikan sebagai reaktif dengan air.
48

Asam atau basa yang menghasilkan bau beracun, khususnya zat-


zat sulfide hidrogen atau hidrogen sianida.
Panas dan suhu biasanya adalah faktor penting dalam
reaksi. Banyak reaksi memerlukan energi untuk mulai reaksi.
Tingkat kebanyakan rekasi cenderung meningkat tajam dengan
meningkatnya temperature dan kebanyakan reaksi kimia
melepaskan panas. Reaksi dimulai dalam campuran reaksi yang
dibantu dengan panas akan meningkat secara eksponensial
sehubungan dengan waktu, mengarah kepada kejadian yang tak
terkontrol. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkatan reaksi
meliputi bentuk fisik reaktan (misalkan serbuk halus logam yang
bereaksi) tingkat dan derajat campuran reaktan tingkat larutan
dengan media nonreaktif (pengencer) keberadaan katalis dan
tekanan.
Beberapa campuran kimiawi adalah reaktif dengan
sendirinya, di dalamnya mereka mengandung oksigen dan
pereduksi dalam campuran yang sama. Nitroglyceris, sebuah
bahan peledak yang kuat dengan formula C 3H3(ONO2)3, spontan
mengurai menjadi CO2, H2O, O2, dan N2 dengan pelepasan energi
spontan. Nitrogelicerin murni memiliki instabilitas inheren yang
seperi itu bahwa dengan pukulan ringan saja bisa jadi cukup untuk
meledak. Trinitrotoluene (TNT) juga sebuah bahan eksplosif
dengan tingkat reaktivitas yang tinggi, relatif stabil sehingga
diperlukan detonator agar mampu meledak.

49
a. Struktur Kimiawi dan Reaktivitas/Chemical Structure and
Reactivity.
Beberapa struktur kimiaw dihubungkan dengan reaktivitas
tinggi pada beberapa campuran organik dari ikatan tak
jenuh/unsaturated. Beberapa struktur organik yang melibatkan
oksigen adalah sangat reaktif. Contohnya etilen oksida dengan
rumus struktur:

Gambar 1. Struktur molekul dari etilen oksida

Hypdroperoxida (ROOH), dan peroksida (ROOR‟), dimana


R dan R‟ singkatan dari hidrokarbon misalnya kelompok metil, -
CH. Beberapa campuran organik yang mengandung nitrogen
bersama dengan karbon dan hydrogen sangat reaktif, termasuk
triazen (R-N=N-N), beberapa campuran azo (R-N=N-R‟) dan
beberapa nitrile (R-C=N).
(R -C=N).

Tabel 2.4 Contoh struktur dan senyawa reaktif


No Nama Struktur atau Formula
1 Senyawa Organik
a. Alena C=C=C
b. Diena C=C-C=C
c. Senyawa azo C-N=N-C
d. Triazena C-N=N-N
e. Hidroperkosida R-OOH
f. Peroksida R-OO-R
g. Alkil nitrat R-O-NO2
h. Senyawa nitro R-NO2

50
No Nama Struktur atau Formula
2 Senyawa Anorganik
a. Nitrogen oksida N2O
b. Nitrogen halide NCl3,NI3
c. Senyawa interhalogen BrCl
d. Halogen oksida ClO2
e. Halogen azida CIN3
f. Hipohalida NaClO

Kelompok-kelompok fungsional yang mengandung oksigen


dan nitrogen mempunyai tendensi memberikan reaksi terhadap
campuran organik. Contohnya adakah alkali nitrat (R-O-NO2), alkil
nitrit (R-O-N=O), campuran nitroso (R-NO2).
Berbagai kelompok yang berbeda dari campuran anorganik
adalah reaktif. Termasuk campuran halogen dari nitrogen (nitrogen

triiodid sensitive terhadap goncangan, NI3 adalah contoh yang


terkenal). Campuran dengan ikatan logam-nitrogen (NaN3),
halogen oksida (CIO2) dan campuran dengan oxyanions halogen.
Contoh bagi kelompok terakhir adalah campuran ammonium
perchlorate, NH4CIO4, yang terlibat pada sejumlah ledakan dahsyat
yang menghancurkan dan meluluh lantakkan 40 juta lebih/tahun
pabrik bahan bakar roket di Henderson Nevada, dalan tahun 1988
(pada akhir 1989 telah di bangun pabrik penghasil ammonim
perchlorate didekat kota Cedar City di daerah pedalaman barat
daya Utah. Dengan kehati-hatian bangunan padapada pabrik yang baru
diletakan berjauh-jauhan).
Bahan peledak seperti nitroglycerin atau TNT yang
merupakan campuran tunggal mengandung dua fungsi yaitu
oxidizing/oksidasi dan reducing/reduksi pada molekul yang sama
dinamakan campuran redox/redox compound. Beberapa
campuran redox memiliki lebih banyak oksigen daripada yang
dibutuhkan untuk sebuah reaksi lengkap dan memiliki

51
keseimbangan positif oksigen, beberapa lainya memiliki jumlah
stoikiometri oksigen yang sesuai yang diperlukan (pelepasan energi
maksimum) dan yang lain memerlukan dari sumber luar untuk
mengoksidasi segala komponen secara lengkap.
Trinitroluene memiliki kesetimbangan negatif yang besar,
ammonium dichromat {(NH4)2Cr2O7} memiliki kesetimbangan nol,
bereaksi dengan stoikhiometri terhadap H 2O, N2, dan Cr2O3, dan
nitroglycerine memiliki kesetimbangan positif sebagaimana
ditunjukan oleh reaksi berikut:
4C3H5N3O9  12CO2 + 10H2O + 6N2 + O2

2.6 Zat-zat Korosif


Secara konvensional, zat-zat korosif dianggap sebagai zat-
zat yang menghancurkan logam atau menyebabkan oksidasi bahan,
misalnya karat besi yang terbentuk di permukaan bahan. Dalam
pengertian yang lebih luas, korosif merusakkan bahan-bahan,
termasuk jaringan hidup yang terkontak. Kebanyakan zat korosif
meliputi (1) asam kuat, (2) basa-basa kuat (3) oksidan (4) agen
dehidrasi. Tabel 2.5 mencatat beberapa zat-zat korosif yang utama
dan akibatnya.

Asam Sulfat
Asam sulfat adalah contoh utama dari pada zat-zat korosif.
Sebagai asam keras, asam sulfat terkonsentrasi merupakan agen

dehidrasi
terhadap airdan oksidan.panas
dihasilkan Kedekatan yang
ketika air danberlebihan
asam sulfatdari H 2SO4
dicampur.
Jika hal ini dilakukan tidak secara cermat dengan menambahkan air
ke dalam asam, pendidihan dan lompatan dapat terjadi yang
menyebabkan terlukanya seseorang. Akibat buruk dari asam sulfat
pada jaringan kulit pelepasan air dengan terlepasnya panas yang

52
menyertainya. Asam sulfat menguraikan kabohidrat dengan
pemindahan air. Dalam berhubungan dengan gula, misalnya,
konsentrasi asam sulfat bereaksi meninggalkan karbon. Reaksinya
adalah:
C12H22O11 + H2SO4  11H2O (H2SO4) + 12C + Panas
Beberapa reaksi dehidrasi asam sulfat boleh jadi sangat
nyata. Misalnya, reaksi dengan asam perchlorik menghasilkan
Cl2O7 yang tidak stabil, dan dapat menyebabkan ledakan dahsyat.
Konsentrasi asam sulfat menghasilkan racun ataupun produk yang
berbahaya lainya, misalnya racun carbon monoksida (CO) dari
reaksi dengan asam oksalat, H2C2H4: racun bromin dan sulfat
dioksida (Br2, SO2) dari reaksinya dengan sodium bromide, NaBr:
dan racun chlorin dioksida yang tak stabil (ClO 2) dari reaksinya
dengan Natrium chlorate, NaClO3.

Tabel 2.5 Contoh beberapa zat korosif


No Nama Formula Sifat dan Efek
1 Asam nitrat HNO3 Asam kuat, oksidator kuat,
merusak logam, bereaksi
dengan protein dalam jaringan
membentuk asam
asantoprotein berwarna
kuning, luka yang lambat
disembuhkan
2 Asam klorida HCl Asam kuat, merusak logam
mengeluarkan atau
melepaskan uap gas HCl yang
dapat merusak jaringan sistem
pernapasan
3 Asam fluoride HF Merusak logam, melarutkan
gelas, penyebab luka yang
merusak pada daging.

53
No Nama Formula Sifat dan Efek
4 Logam alkalo NaOH dan Basa kuat, merusak seng, lead,
hidroksida KOH alumunium, zat yang
melarutkan jaringan,
penyebab luka bakar yang
hebat.
5 Hidrogen H2O2 Oksidator, menyebabkan luka
peroksida bakar yang hebat
6 Senyawa ClF, BrF3 Korosif yang sangat kuat,
Interhalogen iritasi dimana keasaman,
oksidasi dan dehidrasi
jaringan tubuh.
7 Halogen OF2,Cl2O,Cl2O2 Korosif yang sangat kuat,
Oksida iritasi dimana keasaman,
oksidasi dan dehidrasi
jaringan tubuh
8 Elemen flour, F2,Cl2,Br2 Sangat korosif pada selaput
klor dan brom lender dan jaringan basah,
iritasi yang kuat

Bersentuhan dengan asam sulfat dapat menyebabkan


kerusakan jaringan yang mengakibatkan luka bakar yang mungkin
sulit diobati. Penghisapan uap asam sulfat atau percikanya
merusak jaringan pernafasan atas dan mata. Terkena dalam waktu
lama dengan asam sulfat atau percikanya menyebabkan erosi gigi.

2.7 Keracunan Zat-zat Beracun


Keracunan adalah urusan yang terutama dalam
berhubungan dengan zat-zat berbahaya. Hal ini termasuk akibat
kronis jangka waktu lama dari ekspose secara terus menerus
maupun secara periodik dengan bahan beracun tingkat rendah, dan
akibat akut dari sekali ekspose besar-besaran.
Guna keperluan pengaturan dan maksud-maksud
penyehatan sebuah tes standar diperlukan guna mengukur

54
kemungkinan zat-zat beracun masuk lingkungan hidup dan
menyebabkan ancaman bagi organisme. Tes yang diharuskan oleh
EPA AS adalah Toxicity Characteristic Leaching Prosedure (TCLP)
dimaksudkan menentukan keberadaan pengotor organik maupun
anorganik pada limbah cair, padat, dan multi fase. Untuk
menganalisis jenis racun, suatu cairan meluber dari limbah dan
dianggap sebagai ekstraksi TCLP. Jika limbah adalah cairan dengan
kandungan kurang dari 0,5% cairan tersebut disaring melewati
filter fiber flas dengan ukuran 0,6-0,8 mmikron dan dianggap sari
TCLP. Untuk limbah yang mengandung limbah lebih dari 0,5%
seluruh cairan dipisahkan untuk dianalisis, limbah padat dikurangi
ukuran besarnya atau dikecilkan dan diekstrak untuk dianalisis.
Dalam limbah campuran cair-padat, cairan dipisahkan dan
dianalisis terpisah. Limbah padat yang diekstraksi harus
mempunyai luas permukaan setiap gram bahan sama dengan atau
lebih besar dari 3,1 cm² atau mengandung partikel-partikel lebih
kecil dari 1 cm pada ukuranya yg paling kecil. Bentuk cairan
ekstraksi yang digunakan pada limbah padat/keras ditentukan
berdasarkan pH campuran 5 gram limbah padat dikocok kuat-kuat
dengan 96,5ml liter air. Jika pH air setelah dicampur kurang dari 5.0
cairan ekstraksi yang digunakan adalah asam asetat/natrium asetat
buffer pHnya 4,93 ± 0.05. Jika pH lebih besar dari 5.0, sebanyak 3,5
mL dari 1 M HCl di tambahkan, campuran diaduk, campuran
dipanaskan hingga 50oC selama 10 menit, kemudian didinginkan
hingga mencapai suhu kamar. pH dari cairan yang didinginkan
diukur dan jika kurang dari 5,0 pH cairan buffer digunakan untuk
ekstraksi, dan jika lebih besar dari 5,0 larutan asam asetat dengan
pH 2,88 ± 0,05 (hanya pH cairan buffer digunakan untuk
mengekstraksi). Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang tertutup
diletakkan pada alat yang berputar dari sisi ke sisi selama 18 jam.

55

Setelah diekstrak TCLP dipisahkan dari limbah padat, kemudian


dianalisis untuk mengetahui campuran organik yang mudah
menguap, agak mudah menguap, dan logam-logam guna
menentukan apakah limbah melampaui tingkat yang dibolehkan
atas kontaminan-kontaminan seperti Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Penentuan Pencemar dalam TCLP Proses


No Nomor Limbah Pencemar Tingkat Sesuai
Berbahaya Menurut Aturan (mg/L)
EPA
1 D004 Arsen 5,0
2 D005 Barium 100,0
3 D018 Benzena 0,5
4 D006 Kadmium 1,0
5 D019 Karbontetraklo
Karbontetraklorida
rida 0,5
6 D020 Klordane 0,03
7 D021 Klorobensena 100,0
8 D022 Kloroform 6,0
9 D007 Krom 5,0
10 D023 o-Cresol 200,0
11 D024 m-Cresol 200,0
12 D025 p-Cresol 200,0
13 D026 Cresol 200,0
14 D016 2,4-D 10,0
15 D027 1,4-Dikorobensena 7,5
16 D028 1,2-Dikloroetana 0,5
17 D029 1,1-Dikloretilena 0,7
18 D030 2,4-Dinitretoluena 0,13
19 D012 Endrin 0,02
20 D031 Heptaklor (epoksida) 0,008
21 D032 Heksaklorobensena 0,13
22 D033 Heksaklorobutad
Heksaklorobutadiena
iena 0,5
23 D034 Heksakloroetana 3,0
24 D008 Lead 5,0
25 D013 Lindane 0,4
26 D009 Mercury 0,2

56

No Nomor Limbah Pencemar Tingkat Sesuai


Berbahaya Menurut Aturan (mg/L)
EPA
27 D014 Metoksiklor 10,0
28 D035 Metiletilketon 200,0
29 D036 Nitrobensena 2,0
30 D037 Pentaklorofenol 100,0
31 D038 Piridin 5,0
32 D010 Selenium 1,0
33 D011 Silver 5,0
34 D039 Tetrakloroetana 0,7
35 D015 Taksopena 0,5
36 D040 Trikloroetilena 0,5
37 D011 2,4,5-Triklorofenol 400,0
38 D042 2,4,6-Triklorofenol 2,0
39 D017 2,4,5-TP (Silvex) 1,0
40 D043 Finil Klorida 0,2

2.8 Kelompok Kimia Bahan-bahan Berbahaya


Cara lain melihat zat-zat berbahaya adalah dari sifat
kimianya dan membagi dalam kelompok-kelompok kimia.
Sejumlah bahan digunakan dalam industri dalam bentuk elemen,
dalam berbagai kasus untuk keperluan sintesis kimia. Beberapa
dari elemen ini menyebabkan bahaya kemudahan terbakar,
korosivitas, reaktivitas, ataupun keracunan. Elemen hidrogen, H 2,
sangat mudah terbakar dan menimbulkan ledakan besinggungan
dengan udara. Tiga macam halogen-fluorine, chlorine, dan bromine
diproduksi sebagai elemen F2, Cl2, dan Br2. Fluorine adalah elemen
oksidan tekuat dan sangat reaktif. Ia sangat korosif bagi kulit dan
penghisapan F2 dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru yang
berat. Chlorine yang secara luas memproduksi kimia industri,
adalah sebuah oksidan reaktif yang membuat asam dalam air dan
racun korosif bagi jaringan khususnya pada alur pernapasan.

57

Bromine adalah cairan coklat yang mudah menguap yang korosif


terhadap kulit dalam kedua bentuk cair ataupun uap. Elemen
posfor putih adalah zat reaktif yang dapat menangkap api secara
spontan di udara dan racun sistemik. Lithium, natrium dan kalium
bereaksi dengan sejumlah besar bahan-bahan kimia dan mudah
terbakar untuk melepaskan oksida natrium dan uap hidroksida.
Uap elemen merkuri beracun khususnya bagi pernapasan.
Beberapa logam yang secara umum dikenal sebagai logam berat,
adalah beracun terutama dalam bentuk kombinasi kimiawinya
meliputi timbal, kadmium, mercury, beryllium, dan arsenic atau
arsen.
Berbagai campuran anorganik adalah berbahaya karena
reaktivitasnya (NH4ClO4), korosivitasnya (HNO3), dan racunnya
(KCN). Berbagai campuran organometalik, yang memiliki atom
logam ataupun atom metaloid (misalnya silicon dan arsen) terikat
langsung dengan karbon pada kelompok hidrokarbon atau karbon
monoksida, CO, mudah menguap, reaktif, dan beracun.

Campuran organik
Ada berjuta-juta campuran organik yang dikenal,
kebanyakan berbahaya dalam cara dan tingkatan tertentu.
Kebanyakan campuran organik dapat dibagi diantara hidrokarbon,
campuran yang mengandung oksigen, campuran yang
mengandung nitrogen, organohalida, campuran yang mengandung
sulfat, campuran yang mengandung posfor, ataupun campurannya.

2.9 Bentuk dan Pemisahan


P emisahan Limbah
Tiga kategori utama dari limbah didasarkan atas bentuk
fisiknya adalah organik, material, limbah cair, dan lumpur .
Bentuk-bentuk ini terutama menentukan tindakan yang diambil

58

dalam pengolahan dan pembuangan limbah. Tingkatan


pemisahan/level of segregation, sebuah konsep dalam rangka
pengolahan, penimbunan, dan pembuangan dari berbagai jenis
limbah. Secara relatif mudah menangani limbah-limbah yang tidak
campur aduk dengan berbagai jenis lainnya; yakni dipisahkan
secara ketat. Misalnya, tumpahan pengencer hidrokarbon dapat
digunakan sebagai bahan bakar boiler/pemanas. Namun jika
pengencer-pengencer ini bercampur dengan sisa-sisa pengencer
organochlorine, hasil kontaminan hidrogen klorida selama
pembakaran maka akan menghalangi penggunaanya sebagai bahan
bakar dan memerlukan pembuangan dalam insinerator
(pembakaran) limbah berbahaya. Pencampuran yang lebih lanjut
dengan lumpur-lumpur anorganik menambah bahan-bahan
mineral dan air. Ketidakmampuan ini menyulitkan proses
pengolahan yang diperlukan karena akan menghasilkan abu
mineral pada pembakaran ataupun menurunkan nilai panas bahan-
bahan yang dibakar karena hadirnya air. Diantara jenis-jenis
jenis -jenis limbah
yang paling sulit ditangani adalah limbah-limbah dengan
pemisahan seadanya, diantaranya adalah mencairkan lumpur yang
mengandung campuran limbah anorganik dan organik”.
Konsentrasi limbah adalah faktor penting dalam
pengaturannya. Suatu limbah yang telah dikonsentrasikan atau
lebih disukai tidak dicairkan pada umumnya lebih mudah dan
lebih ekonomis penanganannya dikembangkan dengan yang
berserak dalam jumlah besar pada tanah. Penanganan limbah
berbahaya adalah sangat dipermudah ketika kuantitas asal limbah
minimum dan limbah tetap terpisahkan dan terkumpul sejauh
mungkin.

59

2.10 Asal usul, Pengolahan dan Pembuangan


Manajemen limbah berbahaya merujuk pada sebuah sistem
yang terorganisir rapi dimana limbah melalui jalur yang layak
menuju penghancuran atau alur pembuangan yang melindungi
kesehatan manusia maupun lingkungan. Manajemen bahaya
dihadapkan oleh zat-zat dan limbah berbahaya adalah satu bagian
penting dari biaya bisnis yang berhubungan dengan produk dan

proses semacam itu haruslah memiliki pengertian tentang zat-zat


dan limbah berbahaya. Tiga aspek utama dalam manajemen limbah
berbahaya meliputi asal-usul, pengolahan dan pembuangan.
pe mbuangan.
Efektifitas sistem limbah berbahaya adalah sebuah ukuran
tentang bagaimana baiknya sistem mengurangi kuantitas dan
bahaya limbah, idealnya mendekati nol bagi keduanya. Pada
urutan menurun dari efektifitas, pilihan guna menangani limbah
berbahaya adalah sebagai berikut :
 Tindakan-tindakan yang mencegah terjadinya limbah.
 Pemulihan dan pendauran dari isi limbah.
 Penghancuran dan pengolahan, perubahan menuju bentuk-
bentuk limbah tak berbahaya.
 Pembuangan (penimbunan tanah, dan penyimpanan).

Fasilitas-fasilitas pengolahan, penyimpanan, dan pembuangan


Bagian krusial dari pengaturan limbah berbahaya di AS
menyangkut pengolahan, penimbunan/penyimpanan, dan fasilitas
pembuangan/treatment, storage, and disposal facilities (TSDF).
Pengolahan merubah karakter fisik, kimiawi, atau biologi atau
komposisi limbah agar lebih aman. Penyimpanan menyangkut
penimbunan limbah berbahaya untuk sementara waktu menunggu
pengolahan ataupun pembuangan. Pembuangan menyangkut nasib
akhir dari zat-zat berbahaya ataupun produk olahan.

60

Pengurangan Limbah dan Minimisasi Limbah


Berbagai persoalan limbah berbahaya dapat dihindari pada
tahap ini dengan pengurangan limbah/waste reduction dan
minimisasi limbah/waste minimization. Karena terminologi
kebanyakan digunakan, pengurangan limbah merujuk pada
pengurangan sumbernya, sedikit bahan masuk, sedikit limbah
keluar. Minimisasi limbah dapat meliputi proses pengolahan,
misalnya pembakar/incinerator, yang mengurangi kuantitas

limbah bagi limbah yang memerlukan pemuangan akhir.


Pengolahan Limbah
Di bawah kategori pengolahan perlu membahas limbah air
perkotaan dan limbah padat perkotaan bersama-sama dengan
limbah berbahaya. Tujuan dari proses pengolahan limbah air
industri dan lumpur adalah menghasilkan suatu keluaran yang
sesuai dengan standar pembuangan pengolahan limbah cair
perkotaan (pekerjaan pengolahan publik, PTOW) dan pada
beberapa kasusu untuk menghasilkan padatan yang dapat dibuang
bersama dengan limbah padat perkotaan. Pembakaran limbah
padat perkotaan dapat menghasilkan beberapa padatan, khususnya
debu asap, yang harus dianggap sebagai berbahaya.
Proses pengolahan ideal mengurangi kuantitas matrial
limbah berbahaya hingga bagian-bagian kecil dari jumlah aslinya
dan merubahnya menjadi tidak berbahaya. Namun demikian
kebanyakan proses pengolahan menghasilkan matrial, misalnya
lumpur dari pengolahan limbah cair perkotaan atau abu
pembakaran, yang memerlukan pembuangan dan boleh jadi
berbahaya untuk tingkatan tertentu.
Pembuangan langsung limbah berbahaya yang diolah
secara minim menjadi sangat dibatasi dengan peraturan baru yang
keluar dari Hazardous and solid waste Amandement of 1984

61

(HSWA). Dibawah aturan “tanah -larangan”, peraturan ini


melindungi pembuangan lebih dari 400 zat kimia kecuali limbah
tersebut diolah atau dapat dibuktikan tidak berpindah selama
limbah-limbah tersebut tetap berbahaya. Tujuan akhir dari
peraturan ini adalah mengurangi jumlah limbah berbahaya yang
timbul, meski kuantitasnya diharapkan meningkat pada dekade
berikut. Penekanan dalam pengolahan adalah diletakkan pada
pemulihan matrial daur ulang dan produksi hasil samping yan
tidak berbahaya. Terdapat insentif ekonomis dan peraturan keras
untuk menghasilkan lebih sedikit limbah dalam pabrik dengan
memodifikasi proses, produksi, substitusi, daur ulang dan
pengawasan yang berhati-hati terhadap sistem manufaktur.

2.11 Zat-zat yang Berbahaya dan Kesehatan


Dalam tahun tahun terakhir aspek kesehatan atas zat zat
berbahaya telah mendapatkan peningkatan perhatian oleh publik
maupun lembaga legislatif. Pertanyaan dasar adalah hubungan
antara kesehatan manusia yang tinggal disekitar bahan-bahan
kimia yang ada pada lingkungan. Pengesahan undang-undang
SARA 1986 oleh biro pencatatan zat-zat berbahaya dan penyakit,
disahkan oleh peraturan CERCLA
CERCLA 1980 dan diawasi oleholeh layanan
kesehatan publik, Departemen Kesehatan dan Manusia/Public
Health Service of Depatement of Health and Human Service
bertanggung jawab atas aspek kesehatan karena pelepasan zat-zat
beracun. Badan ini ditugasi memelihara file informasi dan data
tentang pengaruh kesehatan dan penyakit yang secara potensial
disebabkan oleh zat-zat beracun, memelihara catatan ekspose
terhadap zat-zat beracun, dan mencatat daerah-daerah dimana
publik dibatasi karena kontaminasi zat-zat beracun. Juga ATSDR
adalah sumber utama informasi pengaruh-pengaruh kesehatan

62

karena za-zat beracun dan memainkan peran aktif dalam merespon


dan kegiatan-kegiatan pengobatan pada lingkungan limbah. Biro
ini telah mempersiapkan dokumen secara luas tentang profil
keracunan sehubungan dengan zat-zat beracun khusus di pabrik.
Bahan-bahan yang menjadi subyek dalam profil ini adalah bahan-
bahan yang dijumpai pada limbah berbahaya dan kemungkinan
menghadapi bahaya kesehatan yang substansial.
63
64

BAB III

KIMIA LINGKUNGAN LIMBAH


BERBAHAYA

3.1 Pendahuluan
Kimia lingkungan limbah berbahaya boleh jadi
dipertimbangkan dengan basis definisi kimia lingkungan sesuai
dengan faktor-faktor berikut:
o Asal-usul
o Transfortasi
o Reaksi-reaksi
o Akibat-akibat
o Nasib Akhir
Begitu pula, pertimbangan harus diberikan terhadap
distribusi limbah limbah berbahaya diantara geosper, hidrosfer,
atmosper, dan biosper, sebagaimana zat pengotor/pollutan.
3.2 Asal Limbah Berbahaya
Asal usul limbah berbahaya menunjuk pada titik masuk
mereka kedalam lingkungan hidup. Hal ini menyangkut kegiatan
berikut:
o Pemberian dengan sengaja pada tanah, air, dan udara oleh
manusia
o Penguapan/evaporasi atau erosi angin laut dari tempat
buangan limbah ke atmosfir.

65

o
Meluber dari timbunan limbah pada air, tanah, sungai
badan air.
o Kebocoran, misalnya dari tangki penimbunan bawah tanah
atau saluran pipa.
o Evolusi dan deposisi lanjutan karena kecelakaan, misalnya
kebakaran atau ledakan.
o Pelepasan dari pengolahan limbah yang beroperasi secara
tak layak ataupun fasilitas penimbunan

3.3 Transportasi Limbah Berbahaya

Transportasi
sifat fisiknya, sifat limbah berbahaya
fisik dari matrik sebagian besar adalah
sekelilingnya, kondisifungsi
fisik
dimana mereka berada, dan faktor-faktor kimiawi. Limbah yang
sangat cepat menguap secara nyata kemungkinannya dipindahkan
melalui atmosfir dan jenis yang lebih cair dibawa melalui air.
Limbah-limbah akan berpindah jauh sekali, lebih cepat pada
formasi tanah berpasir berpori-pori dibandingkan pada tanah yang
lebih pekat. Limbah yang mudah menguap adalah lebih mudah
bergerak dalam kondisi panas, berangin dan yang cair pada
periode hujan. Limbah yang secara biokimia dan kimiawi reaktif
tidak akan berpindah sejauh limbah yang kurang reaktif sebelum

terurai.

a. Bentuk Fisik Limbah/Physical of Wastesa


Bentuk utama fisik limbah yang menentukan kecocokannya
berpindah adalah kemudahan menguap, kecairannya, dan tingkat
dimana mereka meresap pada padatan, termasuk tanah dan
sedimen.
Distribusi campuran limah berbahaya antara atmosfir dan
geosfir atau hidrosfir adalah fungsi kemudahan menguapnya

66

campuran. Campuran yang mudah menguap biasanaya diukur


dengan tekanan uap, yang bervariasi atas sebaran/range yang luas.
Sebuah parameter yang disebut tingkat penguapan/evaporation
rate digunakan pada lembar data keamanan bahan/ Matrial safety
data Sheets (MSDSs) menyatakan kemungkinan suatu campuran
berubah menjadi bentuk uap. Tingkat penguapan didasarkan pada
tekanan uap pada 20oC dari butil asetat, suatu pengencer yang
secara luas dipakai dalam pembuatan cat, plastik dan kaca mata
pengamatan. Nilai tekanan uap butil asetat pada kondisi ini adalah
10 mmHg dan tingkat penguapan campuran ditentukan seperti
berikut:

  


Kecepatan evaporasi 
 

Dimana tekanan uap bahan campuran diberikan dalam


mmHg. Contoh-contoh limbah campuran berbahaya yang
menguap adalah asetone (tingkat penguapan 22) ethyl ether
(tingkat penguapan 44) dan n-pentane (tingkat penguapan 42,6)
dan berlawaan dengan tingkat penguapan PCB Arochor 1245 124 5 hanya
6.10-5.
Biasanya hidrosfir, dan sering sekali pada tanah, campuran

limbah berbahaya bercampur air, oleh karenanya tendensi air


menahan campuran adalah sebuah faktor dalam rangka
mobilitasnya. Misalnya, meskipun etil alkohol memiliki rangking
penguapan yang lebih tinggi dan temperatur mendidih yang lebih
rendah (masing-masing 4,3 dan 77 oC) dibandingkan dengan
toluena(2,2 dan 110oC), uap dari bahan yang terakhir ini lebih siap
lepas dari tanah karena kemampuan bercampurnya terbatas pada
air dibandingkan dengan etanol, yang benar-benar dapat
bercampur dengan air.

67

b. Faktor-faktor kimiawi

Sebagai ilustrasi faktor-faktor kimiawi yang terlibat dalam


transportasi limbah, sebagaian besar adalah spesies anorganik
kationik. Spesies anorganik dapat dibagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan retensi/penyimpanan mereka oleh mineral tanah
lempung. Elemen-elemen yang bertendensi sangat dapat
da pat diikat oleh
tanah lempung meliputi kadmium, merkuri, timbal, dan zink.
Potassium, magnesium, besi, silicon dan ion-ion NH4+ cukup dapat
diikat oleh tanah lempung sedangkan natrium, klorida, kalcium,
mangan, dan boron tidak dapat diikat oleh tanah lempung.
Penyimpanan tiga elemen terakhir kemungkinan bisa dalam
pengertian mereka dapat merembes dari lempung, sehingga
dijumpai retensi negatif. Namun demikian dapatlah dicatat bahwa
retensi besi dan mangan
ma ngan adalah sebuah bentuk fungsi oksidasi yang
ya ng
kuat dalam bentuk tereduksi Mn dan Fe cenderung relatif tidak
dapat disimpan, dimana bentuk-bentuk Fe2O3.xH2O dan MnO2
adalah sangat tidak dapat bercampur dan tinggal dalam tanah
sebagai bahan padat.

3.4 Pengaruh Limbah Berbahaya


Puncak keprihatinan berkenaan dengan limbah yang harus
dilakukan behubungan dengan pengaruh racun pada binatang,

tanaman dan mikroba. Sebenarnya semua zat limbah berbahaya


adalah beracun dengan tingkat tertentu, beberapa diantaranya
sangat ekstrim. Beracunnya suatu limbah adalah suatu fungsi dari
beberapa faktor, termasuk sifat kimiawi limbah, matrik
kandungannya, lingkungan terpapar, jenis terpapar, cara
terpaparnya, tingkat ekspose, dan waktu eksposnya. Berbagai
limbah berbahaya adalah korosif terhadap matrial biasanya karena
eskrimitas pH atau kandungan garam yang membaur. Limbah

68

oksidan dapat menyebabkan bahan-bahan yang dapat terbakar


menyala secara tidak terkontrol. Limbah-limbah reaktif tinggi dapat
meledak, menyebabkan kerusakan pada material dan bangunan.
Kontaminasi limbah, misalnya pestisida beracun pada biji-bijian,
dapat menyebabkan bahan tersebut tidak layak dipakai.
Disamping karena pengaruh racunnya pada biosfer, limbah
berbahaya dapat merusak udara, air, dan tanah. Limbah yang
masuk pada udara dapat menyebabkan hancurnya kualitas pada
udara, baik langsung maupun pembentukan polutan kedua.
Campuran limbah berbahaya mengapung sebagai lapisan tipis,
berada dalam air dapat menyebabkan air tidak layak dipakai dan
kelangsungan organisme air.
Tanah yang terekspose dengan limbah berbahaya dapat
tercemar karena perubahan fisik dan kandungan kimiawi dan
kemampuannya mendukung tanaman. Misalnya, tanah yang
terekspose dengan konsentrat air dari produksi minyak tidak
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanah menjadi sangat
terkena erosi.

3.5 Nasib Limbah Berbahaya


Nasib zat limbah berbahaya dalam air adalah sebuah fungsi
berbaurnya/bercampurnya, densitas, kemampuan degradasi bio,
dan reaktivitas kimia. Cairan-cairan pekat yang tak dapat
bercampur dengan air mudah saja tenggelam ke dasar air atau
mengelompok dan berakumulasi sebagai cairan. Hal ini terjadi
misalnya dengan beratus-ratus ton limbah PCB yang berkumulasi
dalam sedimen di sungai Hudson pada negara bagian New York.
Zat-zat yang dapat didegradasi secara bio diurai oleh organisme,
matrial yang ion-ionnya dapat bertukar menjadi terikat dengan
sedimen.
69

Nasib zat-zat limbah yang berbahaya pada atmosfir sering


kali ditentukan oleh reaksi photokimiawi. Akhirnya zat-zat yang
mungkin berubah menjadi tidak berbahaya, zat-zat yang tidak
dapat larut dan mengendap dari atmosfir masuk kedalam tanah
atau tanaman.

3.6 Limbah Berbahaya pada Geosphere


Sumber/asal, transportasi, interaksi, dan nasib
kontaminan/pengotor limbah berbahaya pada geofir melibatkan
sebuah skema yang kompleks. Keprihatinan utama atas lingkungan
sehubungan dengan limbah berbahaya pada geosfir adalah
kemungkinan kontaminasi air tanah karena luberan dan bocoran
limbah. Terdapat berbagai kemunginan sumber kontaminasi. Yang
paling jelas adalah luberan dari timbunan tanah yang mengandung
limbah yang berbahaya. Dalam suatu kasus bahan cair yang
berbahaya dapat bocor pada air tanah. Bocornya saluran limbah
dapat menyebabkan kontaminasi, sebagaimana terjadi pada tangki
septi tank. Limbah berbahaya yang menyebar pada lahan dapat
juga menyebabkan kontaminasi air tanah karena luberan. Zat kimia
yang berbahaya kadang-kadang secara sengaja dibuang di dalam
tanah pada sumur-sumur pembuangan limbah. Ini berarti
pembuangan dapat menyebabkan saling tertukarnya air yang
terkontaminasi diantara air permukaan dan air tanah pada titik-

titik pelepasan dan pemasukan


Transportasi kontaminan pada geosfir sebagian besar
tergantung kepada faktor-faktor hidrologi yang mengatur
pergerakan air dalam tanah dan interaksi limbah berbahaya
sehubungan dengan lapisan geologi khususnya bagian-bagian
tanah yang tak padat. Air tanah yang terkontaminasi dengan
limbah berbahaya cenderung mengalir sebagai sebuah sumbatan

70
relatif yang kental bersama dengan air tanah pada aquifer. Derajat
aliran air tanah tergantung pada gradien air dan karakteristik
aquifer, misalnya daerah yang dapat ditembus air dan belah-
lintang/cross section. Tingkat mengalirnya air pada umumnya
relatif perlahan-lahan 1 meter setiap hari dianggap cepat. Air tanah
yang terkontaminasi dapat menyebabkan kontaminasi sumber air
permukaan. Hal ini dapat terjadi pada daerah buangan dimana air
tanah mengalir ke dalam danau atau mata air
Limbah berbahaya yang larut dalam air tanah diperparah
karena tanah dan bebatuan dengan cara berbagai mekanisme
penyerapan. Secara matematis, distribusi kelarutan antara air tanah
atau air luberan dan tanah dinyatakan dengan koeficient distribusi
atau Kd

  

Dimana Cs adalah kesetimbangan konsentrasi species dalam


bentuk padat dan Cw adalah konsentrasi dalam air. Persamaan ini
mengasumsikan bahwa derajat absorbsi relatif adalah independen
daripada Cw yaitu mengasumsikan absorbs isoterm linier. Bagi
kasus yang lebih umum tentang absorbs isoterem nonlinier, Cs
menyatakan sebagai sebuah fungsi kesetimbangan dalam air, C eq
dengan persamaan Freundlich
Cs = KrCeqI/n
Dimana Kr dan I/n adalah konstanta empiris.

Derajat atenuasi/pelemahan tergantung pada kandungan


permukaan tanah padat, khususnya daerah permukaanya. Sifat
kimia pelemahan/atenuasi padatan juga penting karena
atenuasi/pelemahan adalah sebuah fungsi kandungan zat organik

71
(humus), kehadiran oksida logam hidro, dan kandungan dan tipe
lempung. Karakteristik kimia luberan juga mempengaruhi
pelemahan/etenuasi. Misalnya, pelemahan/atenuasi logam adalah

sangat jelek pada luberan asam cenderung membentuk asam


karena reaksi lapisan endapan, sebagaimana reaksi berikut:
M2+ + 2OH- → M(OH)2(s)
Pada suasana asam:
M(OH)2(s) + 2H+ → M2+ + 2H2O
Pengencer organik pada luberan cenderung menghalangi
pelemahan unsur-unsur limbah organik-organik yang berbahaya.
Peresapan zat-zat organik nonion oleh tanah tergantung
pada kandungan organik tanah. Dalam sebuah studi peresapan
trichloromethane 1,1,1,-trichloromethane, trichloroethylene dan
perchloroethylene pada serpihan tertier, serpih tulang, tanah
gemuk, batu bara muda, batu bara bitomium, dan batu bara aantrasit
ntrasit
menunjukkan bahwa tipe zat organik pada tanah adalah juga
penting. Menurut studi zat organik dengan ksigen rendah dan
kandungan hidrogen tinggi sebgaimana pada serpihan yang tak
ternoda adalah kira-kira lebih efektif dalam meresap cairan organik
dibandingkan dengan zat organik yang lebih teroksidasi
sebagaimana serpihan yang ternoda.
Tingkat pelemahan polutan karena tanah tergantung pada
kandungan air pada tanah. Permukaan tanah terdapat zone tak

jenuh tanah dimana penurunan terjadi. Biasanya tanah memiliki


permukaan cairan-padatan yang berhadap-hadapan pada zona ini
penghisapan dan proses pertukaran ion terjadi. Degradasi aerobik
dimungkinkan pada zana tidak jenuh, memungkinkan degradasi
limbah berbahaya berlangsung lebih cepat.

72
Logam berat khususnya merusakkan air tanah dan
pergerakannya pada geosfir memprihatinkan. Ion logam berat
mungkin akan terserap tanah, ditahan oleh proses pertukaran ion,
interaksi dengan zat organik dalam tanah, melakukan proses
oksidasi-reduksi menyebabkan mobilitasi atau immobilisasi, atau
bahkan mudah menguap sebagai campuran organologamik yang
terbentuk karena bakteri methelating. Banyak faktor
mempengaruhi mobilitas logam berat dan pelemahannya pada
tanah. Termasuk pH, pE, temperatur, kapasitas pertukaran ion
yang bermuatan positif, sifat zat mineral tanah, dan kehadiran
berbagai zat organik tanah.
Biasanya mobilitas logam berat dalam tanah dan zat mineral
relatif rendah. Sebuah studi tentang mobilitas relatif pada lajur
mineral menunjukkan bahwa Pb, Zn, Cd dan Hg dilemahkan
sangat kuat oleh lempung, terutama karena pengendapan, dan
proses pertukaran. Besi sedikit melemah, yang harus menjadi
reduksi besi yang sangat tidak larut (III) menjadi besi yang larut
(II):
Fe2O3.xH2O + 2e- + 6e+ → 2Fe2+ + (3+x) H2O

Mangan sebenarnya tak melekat pada lempung, mungkin


karena reduksi terhadap mangan yang dapat larut (II) dari mangan
yang teeroksidasi yang tak dapat larut asalnya terikat dengan
lempung. Lempung bervariasi kemampuannya melepaskan limbah
yang bebahaya dari air, montmorillinte cenderung lebih efektif

dibandingkan illite, yang kemudian diikuti oleh kolinite.


Sebagaimana yang digambarkan oleh sebuah studi tentang
mobilisasi radionucllides, pembuangan bersama agen chelating
(berbagai lingkaran yang mengandung sebuah ion logam dengan
cara mengkoodinasikan ikatan terhadap setidaknya dua ion non

73
logam pada molekul yang sama) dapat memiliki pengaruh kuat
atas mobilitas ion logam dalam tanah. Hal ini diamati dalam
sebuah studi tentang pengaruh pembuangan bersama limbah
nuklir tingkat menengah bersama dengan agen chelating selama

periode 1951-1965 pada Oak Ridge National Laboratory. Hadirnya


agen chelating dikarekan penggunaan garam
ethylenediaminetetraacetik acid (EDTA) dalam fasilitas
dekontamanasi dan kemudian dibuang bersama-sama dengan
bahan-bahan radioaktif termasuk diethyletriaminepentaacetik acid
(DPTA) dan nitrilo triacetik acid (NTA). Pertimbangan penting
sehubungan dengan agen chelat terikat dengan radionuklides dan
logam berat dalam tanah, sedimen, dan air tanah adalah degradasi
oleh agen chelating.
Meskipun fenomena ini belum dipelajari secara detail,
indikasi-indikasinya adalah bahwasannya di bawah kondisi sub
permukaan, degradasibio dari agen chelating yang tertera di atas
dengan urutan NTA>DTPA>EDTA. Dimana ion metal yang
memiliki muatan positif/metal kation siap ditahan oleh proses
pertukaran ion dan mengalami pengendapan dalam tanah.

2Soil}-H+ + Co2+ →(Soil}-)2Co2+ + 2H+


Co2+ + 2OH- → Co(OH)2 (s)

Spesies chelating ion yang bermuatan negatif, misalnya


CoY2- (dimana Y4- ion negatif chelat EDTA) tidak benar-benar kuat
ditahan oleh kelompok-kelompok fungsional bermuatan negaif
dalam tanah.
Radionuclides telah ditanam pada parit-parit dangkal dalam
tanah di Oak Ridge National Laboratory semenjak 1944, sehingga
telah cukup waktu digunakan untuk mengamati pengaruh

74
pembuangan limbah radioaktif. Material dasar batuan ini memiliki
kapasitas resapan yang tinggi bagi kebanyakan radionuklides yang
dihasilkan sebagai produk samping fisi nuklir, khususnya adalah
ion positif. Walaupun demikian, migrasi radionuclides telah
diamati ditempat yang digunakan untuk membuang limbah padat
dan libah cair. Beberapa migrasi ini telah membantu curah hujan
yang tinggi didaerah ini, meningkatkan permukaan air tanah
dangkal, peretakan bebatuan dibawah sehingga memungkinkan
infitrasi yang cepat bagi limbah yang dapat larut, dan faktor-faktor
fisik lainnya.
Sebagai tambahan bagi faktor yang tertera diatas sebagai
membantu migrasi radionuclides dari parit-parit pembuangan
limbah, didapati bahwa agen cheating yang digunakan untuk
dekontaminasi, sebagimana terjadinya chelator zat humik alamiah,
bertanggung jawab atas migrasi berlebihan dari pada yang
diharapkan. Yang paling terkenal 60Co didapati diluar parit-parit
pembuangan. Tingkat kontaminasi radioaktif pada isotop ini yang
berdekatan dengan parit pembuangan didapati setinggi 1.10 5
disintegrasi permenit (dpm) per gram (45000 picocuries/g) dalam
tanah dan setinggi 1.103 dpm/mL pada air tanah. Tambahan pula
jejak berbagai isotop dari uranium, plutonium, radium, thorium,
dan californium, telah ditemukan diluar area pembungan.
Percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menentukan nilai-nilai
Kd dari 60Co antara sampel air dari sumur pada daerah
pembuangan dan serpihan-serpihan ditempat. (Koefisien distribusi
adalah ukuran kedekatan dari sebuah cairan pada fase padatan;

semakin
padatan).tinggi nilainya,pH
Bagi sebaran semakin besar
air sumur tendensi
dari cairan
6,0 hingga 8,5.diresap oleh
Nilai Kd diukur dari 7 hingga 70 dengan rata-rata kira-kira
35. Ini sangatlah berbeda dengan nilai 7,0 x 10 2 bagi Kd yang

75
diperoleh dengan sebuah standard campuran 60Co yang diperoleh
dari kobalt anorganik dimana ketidak tersediaan agen chelating,
berindikasi kedekatan yang amat sangat kobalt anorganik dengan
serpihan. Cairan yang serupa yang mengandung 1 x 10 -10 M EDTA
dan kobalt dengan pH yang sama memberikan nilai K d hanya 2,9.

Konsentrasi EDTA yang sesungguhnya didapat pada sampel


sumur 3,4 x 10-2 M sehingga menjelaskan koefisien distribusi dalam
air sumur sampel agak tinggi dibanding dengan sampel yang
diamati mengandung 1 x 10-5 M EDTA.
Spesies-spesies selain EDTA memunculkan potensi
memobilisasi radionuklida atau logam berat, yaitu asam pthalic
dan palmitic didapati pada luberan parit-parit pembuangan.
Spesies lain yang mungkin dibuang bersama-sama dengan
radionuclides juga meningkatkan mobilitas radionuclides ialah
sitrat, fluoride, axalat, dan garam gluconate.
Dalam studi yang lain tentang tempat pembuangan limbah
radioaktif, diamati bahwa agen chelating organik, khususnya
EDTA muncul dan dramatisnya meningkatkan migrasi
radionuclides dari tempat pembuangan. Sampel air pada dataran
pembuangan limbah dimana EDTA mengandung limbah
plutonium dibuang menunjukkan tingkat 300.000 picocouries/liter,
jauh melebihi yang dijumpai dimana tidak terdapat
terdapat agen chelating.
Bukti yang barusan ditunjukkan mengatakan bahwa agen
chelating yang kuat akan memiliki tendensi memindahkan ion
logam berat dari tempat pembuangan. Pembuangan bersama-sama
EDTA dengan radionuclides dan logam berat hendaknya
dihindarkan.

76

3.7 Limbah Berbahaya pada Hydrosphere


Sumber lain termasuk endapan dari atmosfir melalui hujan
dengan sengaja memasuki sumber-sumber mata air dan genangan
air, demikian pelepasan dari tanah, dan mobilisasi sedimen. Sekali
berada dalam sistem aquatik jenis limbah berbahaya mengalami

sejumlah
reduksi, proses kimia dandan
pengendapan biokimia,
reaksitermasuk asam
hidrolisis, basa, oksidasi
demikian pula
biodegradasi.
Kehadiran zat-zat organik dalam air mempunyai satu
tendensi meningkatnya kemampuan bercampurnya zat-zat organik
yang berbahaya. Khususnya kemampuan bercampurnya
hexachlorobenzene adalah 1.8 ug/L pada air murni dengan suhu
25oC mengingat hanya 2.3 ug/L pada air sungai-sungai kecil yang
mengandung cairan organik dan 4.5 ug/L dalam luapan tanah.
Apabila mempertimbangkan proses limbah-limbah
berbahaya masuk ke dalam air, adalah perlu untuk mengingat sifat

dari sistem aquatik dan keunikan kandungan air. Air pada


lingkungan adalah jauh dari pada murni. Sebagaimana atmosfer
yang selalu terjadi perubahan massa dari kumpulan udara dengan
temperatur yang berbeda, tekanan yang berbeda dan
kelembabannya, genangan air adalah sistem yang sangat dinamik.
Sungai-sungai, tambak-tambak, dan air tanah tergantung pada
input dan kehilangan berbagai jenis material baik karena alam dan
sebab-sebab antropogenik. Material-material ini bisa berupa gas,
cairan, atau padatan/bahan padat.
Mereka berinteraksi sesamanya secara kimiawi dan
organisme yang hidup khususnya bakteri dalam air. Mereka juga
mengalami dispersi ataupun transportasi, karena aliran air, arus
konfeksi dan fenomena fisika lainnya. Zat-zat yang berbahaya
ataupun produk sampingnya dalam air boleh jadi mengalami

77

akumulasi melalui mata rantai makanan termasuk organisme


akuatik.
Beberapa proses fisika, kimia, dan biokimia adalah begitu
penting dalam menentukan transformasi dan nasib akhir spesies
kimia yang berbahaya pada hidrosfir. Hal ini meliputi reaksi
hidrolisis, dengan mana sebuah molekul dipecah dengan tambahan

H 2O, reaksi pengendapan, pada umunya diikuti aggregasi partikel


kolloida yang tertahan dalam air; reaksi oksidasi-reduksi, pada
umumnya dimediasi oleh mikroorganisme penyerapan campuran
berbahaya oleh sedimen dan oleh mineral yang tertahan dan
bahan-bahan organik; proses biokimia yang seringkali menyangkut
hidrolisis dan reaksi oksidasi-reduksi; reaksi photolisis; dan
berbagai fenomena kimia.
Tingkatan dimana campuran berhidrolisa sangat cepat pada
air sangatlah bervariasi. Asam anhidrid terhidrolisa sangat cepat.
Pada kenyataannya, kedekatan campuran ini terhadap air
(termasuk air pada kulit) adalah salah satu alasan mengapa ia
berbahaya. Sekali berada pada lingkungan akuatik, maka asam
anhidrida dirubah dengan
dengan cepat menjadi asam ase
asetat
tat yang kurang
kurang
berbahaya. Berbagai eter, ester, dan campuran lainya yang
terbentuk karena menggabungkan bersama-sama dua atau lebih
molekul dengan kehilangan air berhidrolisa sangat lambat,
meskipun tingakatannya banyak kenaikan karena aksi/perbuatan
enzim pada mikro-organisme (proses biokimia). Hidrolisa beberapa
campuran menyebabkan kehilangan atom-atom halogen. Misalnya
bis (cholor methyl) ether berhidrolisa dengan cepat menghasilkan
HCl dan formaldehyde. Hidrolisa sejumlah besar kloroeter pada
lingkungan akuatik dapat menimbulkan sejumlah bahaya korosif
HCl dan formaldehyde.

78

Pembentukan endapan dalam bentuk lumpur adalah yang


paling umum untuk mengisolasi komponen yang berbahaya dari
limbah yang tak dipisah-pisahkan. Meskipun padatan campuran
ionik anorganik seringkali dibahas dari segi kesederhanaan
formula, misalnya PbCO3 timbal karbonat, jenis-jenis yang jauh
lebih rumit misalnya 2PbCO3, Pb(OH)2 umumnya terjadi apabila
terdapat pembentukan endapan pada lingkungan akuatik.
Misalnya, sebuah ion logam berat yang berbahaya pada hidrosfir
kemungkinan mengendap brsama-sama sebagai pembentuk minor
atas campuran yang lain, atau diserap oleh permukaan padatan
lain.
Ion utama bermuatan negatif pada air alami dan air limbah
adalah OH-, HCO3-, dan SO42-. Karena ion bermuatan negatif ini
semuanya mampu membentuk endapan dengan ketidak-
sempurnaan ion bermuatan positif. Polutan semacam ini cenderung
mengendap sebagai hidroksida, karbonat dan sulfat. Perbedaan
dapat dibuat antara hiroksida dan oksida hidrada serupa, atau
identik, dengan formula empiris. Misalnya besi (III) hidroksida,
Fe(OH)3, besi(III) biasanya mengendap dari air sebagai besi hidrada
(III) oksida monohidrad, Fe2O3H2O. Garam dasar yang
mengandung ion OH- bersama-sama dengan ion bermuatan negatif
lainnya adalah biasa pada padatan yang terbentuk dari endapan
air. Contohnya adalah azurit, 2CuCO3 Cu(OH)2. Dua atau lebih ion
logam dalam sebuah campuran, sebagaimana contoh chalcophyrite
CuFeS2.
Proses pengendapan merupakan khasus penting dalam
menentukan nasib cairan ionik berbahaya dalam air. Jika
pengendapan terjadi sangat cepat dan dengan penguapan sangat
tinggi, padatan cenderung terbentuk sebagai sejumlah besar
partikel kecil koloidal yang mungkin tetap dalam bentuk koloidal

79

untuk waktu yang lama. Dalam bentuk ini, zat-zat berbahaya lebih
mobil/berpindah-pindah dan beroleh kesempatan/jalan terhadap
organisme dibandingkan dengan bentuk endapan. Pertimbangan
penting kedua adalah bahwa berbagai logam berat mengendap
bersamaan dengan besi (III) hidrada oksida (Fe2O3 xH2O) atau
mangan (IV) oksida ( MnO2 xH2O).
Proses penyerapan adalah metode biasa bagi penyingkiran

bahan
adalah tingkat bahayatrnsformasi
alat penting rendah dari air. Reaksi
limbah oksidasi-reduksi
berbahaya dalam air.
Degradasi sebagian besar limbah organik berlangsung dengan cara
oksidasi. Pada berbagai keadaan proses biokimia sebagian besar
menentukan nasib spesies kimia yang berbahaya pada hidrosfir.
Proses-proses di lingkungan banyak dimediasi dengan
mikroorganisme. Khususnya, oksidasi degradasi biolimbah organik
yang berbahaya dalam air umumnya terjadi dengan cara mediasi-
mikro-organisme reaksi biokimia. Bakteri menghasilkan asam-asam
organik dan agen chelating, misalnya sitrat, yang mempunyai
pengaruh melarutkan ion logam berat yang berbahaya. Beberapa

bentuk senyawa merkuri dihasilkan oleh aksi bakteri.


Sebagaimana dibahas reaksi photolisis adalah diawali oleh
penyerapan cahaya. Efek dari proses photolitik terhadap
penghancuran limbah berbahaya pada hidrosfir adalah kecil,
meskipun beberapa reaksi photo-kimia dari campuran limbah
berbahaya dapat terjadi jika campuran hadir dalam lapisan tipis
permukaan pada air terekspose sinar matahari.
Air tanah adalah bagian dari hidrosfir yang mudah rusak
karena limbah berbahaya. Meskipun persediaan air permukaan
rentan kepada kontminasi, air tanah dapat menjadi sebagian besar
terkontaminasi yang tak dapat diubah karena pembuangan zat
kimia berbahaya pada tanah.

80

3.8 Limbah Berbahaya di Atmosfir


Beberapa zat kimia berbahaya yang terdapat di lingkungan
memasuki atmosfir karena penguapan, atau bahkan karena
hembusan angin atas partikel. Tiga masalah utama berhubungan
dengan campuran limbah berbahaya pada atmosfir adalah potensi
polusinya, nasib atmosfir, dan lama waktu keberadaanya. Faktor-
faktor yang saling terjalin terkait dibahas pada bagian ini.

a. Potensi polusi udara karena campuran limbah berbahaya


Potensi polusi limbah berbahaya pada atmosfir tergantung
kepada apakah mereka itu polutan pimer yang mempunyai
pengaruh langsung ataukah polutan sekunder yang berubah menjadi
zat yang berbahaya dikarenakan proses kimia di atmosfer. Tempat
limbah tidak selalu menimbulkan jumlah polutan yang cukup
untuk menyebabkan jumlah yang signifikan polutan sekunder, jadi
polutan udara primer adalah lebih memprihatinkan. Contoh-contoh
polutan udara primer meliputi uap toksik/racun organik (vinyl
klorida), asam korosif (HCl), dan gas-gas racun anorganik,

misalnya H2S yang lepas karena kecelakaan percampuran limbah


asam (HCl dari limbah baja pengawetan minuman) dan limbah
logam sulfida.
2HCl + FeS → FeCl2 + H2S
Polutan udara primer adalah paling berbahaya didekat
tempat pembuangan, biasanya terhadap pekerja yang terlibat
pembuangan atau pembersihan ataupun orang-orang yang tinggal
didekatnya. Kuantitasnya cukup jarang menghadirkan bahaya
polusi udara secara regional.
Dua jenis yang utama polutan udara yang bersal dari

limbah yang berbahaya adalah yang dioksidasi pada atmosfer

81

terhadap zat-zat korosif dan matrial organik yang menjalani


oksidasi photo kimia (photochemical) contoh yang masuk akal dari
yang terdahulu (corrosive substance) adalah sulfur dioksida yang
lepas pergerakan limbah asam kuat pada sulfit dan b berikutnya
erikutnya
teroksidasi di atmosfir terhadap asam
a sam sulfurik korosif,
SO2 + 0,5O2 + H2O → H2SO4 (aerosol)
Nitrogen dioksida adalah polutan udara primer yang beracun
dihasilkan oleh reaksi limbah asam nitrat dengan agen pereduksi
misalnya logam dan teroksida terhadap asam nitrat korosif atau
berubah menjadi garam nitrat korosif.

4HNO3 + Cu → Cu(NO3) 2 + 2NO(g) + 2H2O


2NO(g) + 0,5O2 + H2O → 2HNO3 (aerosol)
HNO3 (aerosol) + NH3(g) → NH2 + NO3 (aerosol)

Jenis organik yang menghasilkan polutan udara sekunder


yaitu membentuk asap photo kimia. Semakin reaktif (polutan
sekunder) adalah campuran yang tidak jenuh yang tidak bereaksi
dengan atom oksigen
oksigen atau radikal hidroksi
hidroksi di udara:
udara:
R-CH=CH2 + HO → RCH2CH2O
Menghasilkan radikal yang mengendap dalam reaksi yang
akhirnya menghasilkan ozon, oksidan organik, noxious aldehydes
(campuran kimia organik yang sangat reaktif berbahaya bagi
kesehatan dan dapat melukai) dan produk lain bercirikan asap
fotokimia.

82

b. Nasib dan jangka waktu tinggal limbah berbahaya pada


atmosfir
Mekanisme limbah berbahaya dapat dibuang dari atmosfir
dengan cara dissolusi dalam air dalam bentuk awan atau butiran
hujan. Asam anorganik, basa, dan campuran garam, misalnya
H2SO4, HNO3, dan NH4NO3 yang tersebut diatas, siap dibuang dari
udara dengan cara dissolusi. Untuk uap dari campuran yang tidak
gampang larut dalam air informasi kelarutan digabung dengan
jumlah curah hujan dan pencampuran atmosfir dapat digunakan
untuk memperkirakan waktu paruh (t1/2) dari spesies. Tingkat
kelarutan digunakan untuk memperkirakan waktu paruh zat-zat
yang bercampur dalam air. Bagi campuran zat-zat yang susah larut
dalam air, perhitungan seperti itu cenderung salah menduga jangka
waktu hidup, yang mengindikasikan bahwa mekanisme
pembersihan harus diutamakan.
Jangka waktu hidup penguapan jenis limbah berbahaya
yang disingkirkan dari atmosfir melalui adsorbsi oleh partikel
aerosol adalah terbatas sedemikian rupa pada penyerapan partikel-
partikel aerosol (cirinya kira-kira 7 hari) ditambah dengan waktu
yang diperlukan dalam fasa penguapan sebelum penyerapan.
Mekanisme ini nampaknya baru layak hanya bagi zat yang tidak
menguap misalnya seperti benzo (a) pyrene.
Pembuangan dengan penyerapan oleh tanah, air ataupun
tanaman pada permukaan bumi disebut penimbunan kering,
adalah cara lain pemusnahan fisik zat-zat berbahaya dari atmosfir.
Prediksi tingkat penimbunan kering sangat bervariasi menurut
jenis campuran, tipe permukaan, dan kondisi
k ondisi cuaca. Bagi campuran
organik yang mudah menguap, misalnya campuran organohalide
dengan massa rendah, prediksi tingkat penimbunan kering
menyebabkan jangka waktu hidup atmosfor berlipat ganda lebih

83

tinggi dibandingkan dengan yang diamati sehingga memerlukan


mekanisme pemusnahan yang khusus.
Prediksi tingkat pemusnahan fisik dari sejumlah campuran
organik yang mudah menguap dan tidak mudah larut dalam air
adalah jauh lebih lambat dibandingkan dengan kehilangan
campuran di atmosfir, sehingga proses kimia harus diutamakan.
Proses yang terpenting adalah reaksi dengan radikal hidroksil HO *,
pada trofosfir. Ozon dapat bereaksi dengan campuran-campuran
yang memilki dua ikatan. Jenis-jenis oksidan lainnya mungkin
bereaksi dengan campuran limbah berbahaya pada trofosfir dan
stratosfir adalah atom oksigen (O), radical peroxyl (HOO*), radical
alkylperoxyl(ROO*), dan NO3.
Disamping fakta bahwa konsentrasinya pada trofosfir relatif
rendah, HO* adalah demikian reaktif sehingga cenderung memulai
kebanyakan reaksi yang mengarah pada pemusnahan kebanyakan
campuran organik dari atmosfir, radical hydroxyl melakukan
m elakukan reaksi
untuk menyingkirkan atom-atom H dari campuran-campuran
organik yang mengandung R-H.
R-H + HO → R + H2O
Radikal bebas terbentuk melakukan reaksi lebih lanjut,
membentuk senyawa non-volatile (menguap) dan larut dalam air.
Senyawa ini cenderung menjadi aldehydes, ketones, atau asam.
Campuran organik yang dihalogenisasi kehilangan atom-atom
halogen dalam bentuk radical halo-oxy dan melakukan reaksi lebih
lanjut.
Secara umum, reaksi-reaksi dengan jenis selain HO* atau O3
dianggap tidak signifikan dalam pemusnahan campuran limbah
organik yang berbahaya dari trofosfir. Mungkin dalam beberapa
kasus reaksi-reaksi seperti itu benar-benar membantu pemusnahan
campuran kontaminan dengan perlahan.

84

Transformasi photolytic menyangkut pemecahan


(photodissociation) daripada campuran dengan reaksi-reaksi
radiasi visible dan ultra violet.
R-X + hv → R + X
Luasnya reaksi-reaksi ini sangat bervariasi dengan intensitas
cahaya, medan kuantum (reaksi kimia per kuantum yang diserap)
dan faktor-faktor lain. Dalam rangka photolysis untuk menjadi
proses penting dalam pemusnahan sebuah molekul dari atmosfir,
molekul harus memiliki sebuah chromophere (kelompok penyerap

cahaya) yang menyerap cahaya dalam sebuah daerah panjang


gelombang dari intensitas signifikan dalam menggeser spektrum
radiasi elektromagnet. Persyaratan ini membatasi pentingnya
photolysis sebagai mekanisme pemusnahan hanya terhadap
beberapa golongan campuran, termasuk alken, campuran
carbonyl, beberapa halides, dan beberapa campuran nitrogen,
khusunya campuran nitro. Oleh karenanya, golongan ini benar-
benar meliputi sejumlah campuran limbah berbahaya yang lebih
penting.

3.9 Limbah Berbahaya pada Biosphere


Satu aspek yang paling penting perjalanan dan pegaruh
racun bagi kimia lingkungan adalah akumulasi disebabkan
organisme dari sekitarnya. Biodegradasi limbah adalah konversi
mereka oleh proses biologis menjadi mlekul anorganik sederhana
dan, hingga tahap tertentu, menjadi bahan-bahan biologi. Konversi
lengkap atas sebuah zat menjadi jenis anorganik misalnya CO 2,
NH3, dan pospat dinamakan mineralisasi . Detoksifikasi berarti
konversi biologi atas zat-zat beracun menjadi spesies yang tidak
beracun, yang mungkin masih tetap kompleks, atau konversi

85

biologis bahkan menjadi bahan-bahan yang lebih kompleks. Sebuah


contoh detoksifikasi tentang konversi enzimatic paroxon
(insektisida organophospate yang sangat beracun) menjadi p-nitro
phenol, yang hanya 1/200 beracunnya dari campuran induk.
Biasanya produk-produk biodegradasi adalah berbentuk
molekuler yang cenderung terjadi di alam. Karena organisme yang
melaksanakan biodegaradasi berfungsi sebagai alat ekstraksi bebas
energi yang diperlukan bagi kebutuhan tubuh dan metabolisme,
mereka membentuk/menghasilkan poduk yang besar equlibium
thermodinamika terhadap sekitar. Biodegradasi biasanya diakukan
oleh tindakan/perbuatan mikroorganisme, khususnya bakteria dan
jamur.

a. Proses Biodegaradasi
Biotransformasi adalah apa yang terjadi atas suatu zat yang
di metabolisme
metabolisme dan beberubah
rubah oleh karena pros
proses
es bio
biokimia
kimia pada
suatu organisme. Metabolisme
Metabolisme dibagi menjadi dua kategori utama
utama
katabolisme yaitu membentuk molekul-molekul yang hidup dari
bahan yang lebih kompleks dan anaboliseme yaitu membentuk
molekul hidup dari bahan yang lebih sederhana. Zat dapat
menjalani biotransformasi mungkin terjadi di alam atau

antrophogenik (dibuat
molekul xenobiotic karena
yang asing ulah
bagi manusia). Mereka mengandung
sistem kehidupan.
Proses biokimia penting yang terjadi pada biodegradasi
bahan-bahan limbah berbahaya dan sintesis adalah cometabolisme.
Cometabolisme tidaklah melakukan suatu maksud yang berguna
organisme dalam sudut pandang penyediaan energi atau bahan
mentah untuk membangun biomasa, tetapi terjadi bersamaan
dengan proses metabolisme normal.
normal. Sebuah cont
contoh
oh cometabolisme
limbah berbahaya disajikan oleh jenis-jenis campuran

86

organochlorine termasuk DDT, PCBs, dan chlorodioksin pada


kondisi yang baik. Sistem enzim yang bertanggung jawab atas
degradasi ini adalah fungi/jamur yang selalu menguraikan lignin
pada bahan-bahan tanaman dengan kondisi normal. Reaksi
degradasi fenol oleh bakteri dengan reaksi berikut:

 
 


Fenol CO2 + H2O +energi
  

3.10 Peran Enzim pada Degradasi Limbah


Enzim memegang peranan penting pada degradasi limbah

berbahaya. Kebanyakan proses biologi yang sekarang digunakan,


enzim merupakan organisme hidup yang berhubungan dengan
limbah. Karenanya, pada beberapa kasus menggunakan ekstrak sel
bebas dari enzim yang diambil dari sel-sel bakteri ataupun jamur
untuk mengolah limbah berbahaya dapat dilakukan. Untuk aplikasi
aplika si
ini enzim hadir dalam bentuk cairan, atau yang lebih umum
dinonaktifkan dalam reaktor biologis.
Biodegradasi dari berbagai jenis limbah yang dapat
dimetabolisasikan terjadi kapanpun limbah-limbah berada pada
kondisi konduktif bagi proses biologis.
biologis. Jenis degradasi yang paling
umum adalah bahwa campuran organic dengan hadirnya udara
yaitu proses aerboik.
aerboik. Namun dengan
dengan ketiadaan udara
udara biodegradasi
anaerobic dapat berlangsung. Selanjutnya jenis anorganik dapat
dilakukan proses biologis aerobic maupun anaerobic.
Meskipun pengolahan biologis limbah secara normal
disebut sebagai degradasi menjadi jenis anorganik sederhana
misalnya seperti karbondioksida, air, sulfat, dan phosphate,
kemungkinan-kemungkinan harus selalu difikirkan tentang
pembentukan jenis kimia yang lebih berbahaya atau yang lebih
kompleks. Contoh yang terakhir adalah pembentukan bentuk-

87

bentuk racun methylated, dapat menguap, dapat larut dari arsenic


dan merkuri yang berasal dari elemen-elemen jenis anorganik oleh
bakteri dalam kondisi anaerobic.
Sebagian besar, campuran antropogenik lebih kuat bertahan
terhadap biodegradasi dibandingkan dengan campuran-campuran
yang terjadi secara alami. Hal ini pada umumnya karena ketiadaan
enzim yang dapat melakukan serangan pertama campuran.
Sejumlah karakteristik fisik dan kimia campuran terlibat dalam
melakukan biodegradasi. Karateristik tersebut misalnya kelarutan,
penguapan, dan kedekatanya pada lipid/gemuk. Beberapa
kelompok structural organic memberikan perlawanan terhadap
biodegradasi. Termasuk cabang mata rantai karbon, ether dan
semacamnya, meta-substituted benzene ring/subtitusi-meta
lingkaran benzene , chlorine, amines, methoxy grup, sulfonate, dan
nitro grup.
Beberapa kelompok mikroorganisme mampu melakukan
degradasi campuran limbah berbahaya lengkap maupun
sebagaian/parsial. Diantara bakteri aerobic, yaitu keluarga
pseudomonas yang paling umum dan paling dapat beradaptasi
terhadap degradasi campuran sintetik. Bakteri-bakteri ini
mendegradasi biphenyl, naphthalene, DDT, dan banyak lagi
campuran lainya. Bakteri anaerobic sangat memilih-memilih, dan

merekaoksigen
bebas sangat(anoxic)
sulit diteliti di pE
dan nilai laboratorium
kurang darikarena kondisinya
-3,4 dalam rangka
untuk bertahan. Bakteri-bakteri ini menguraikan biomassa melalui
proses hydrolytic, menguraikan protein, gemuk dan sakarida.
Mereka juga diketahui mereduksi campuran nitro menjadi amines,
mendegradasi nitro amina, menyebabkan reduksi dechlorinasi,
mereduksi kelompok epoxide menjadi alkenes, dan menguraikan
struktur aromatik. Actinomycetes adalah mikroorganisme yang

88

secara morphology sama dengan bakteri dan fungi/jamur. Mereka

berperan dalam degradasi berbagai varieties campuran organic,


termasuk alkaline yang resistan terhadap degradasi, lignocellulose.
Campuran lain yang dihancurkan termasuk pyridines, phenol, non-
khlorinated aromatic. Fungi/jamur adalah terkenal kemampuanya
menyerang hydrocarbon rantai panjang dan kompleks dan lebih
berhasil dibandingkan bakteri dalam serangan pertama terhadap
campuran PCB. Mikroorganisme photoropik (photoautotrophs)
termasuk algae, bakteria photosyntetik, dan cyanobacteria
cenderung mengkonsestrasikan campuran organophilic dalam
gudang lemak mereka dan menyebabkan degradasi photochemical
dari campuran yang disimpan. Misalnya oscillatoria dapat memulai
biodegradasi naptane dengan pengikatan kelompok –OH.
Praktisnya semua kelompok campuran organik setidaknya
dapat didegradasi parsial oleh berbagai mikroorganisme.
Kelompok ini meliputi alkaline, nonhalogenated, halogenated
alkaline (trichlorenthane, dichlormethane) campuran non
halogenated aromatic (benzene, naphthalene, benzo(a)pyrene),
campuran aomatik halogenated (hexakhlorobenzene,
pentachlorophenol) phenols (chlordane, parathion).
Diantara zat-zat yang paling resistan terhadap biodegradasi
adalah polychlorinated biphenyl PCB. Bakteri yang tumbuh secara
anaerobic dalam sedimen sungai tercemar PCB menunjukan
kapasitas mendeklorinasi secara partial PCB yang lebih tinggi.
Observasi ini boleh jadi memiliki sejumlah implikasi penting
limbah PCB yang berbahaya dalam lingkungan akuatik dan tanah.
89

3.11 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Rumah


Tangga
Beberapa sebab yang mengakibatkan pencemaran antara
lain sebagai berikut:
1. Limbah industri batik, tekstil, yang sejak dahulu
pembuangan limbahnya dialirkan ke sungai-sungai;
2. Industri dan pabrik kulit yang sejak sepuluh tahun terakhir
ini terus meningkat jumlah pengrajinnya;
3. Bengkel-bengkel kendaraan baik roda empat maupun roda
dua yang terus meningkat akibat booming kepemilikan
sepeda motor. Tiadanya pembatasan wilayah yang
diizinkan dan yang tidak diizinkan untuk mendirikan
perbengkelan menjadi faktor penyebab utama;
4. Berdirinya laundry-laundry diberbagai tempat sebagai
pelayanan jasa yang tidak disediakan tempat pembuangan
limbahnya;
5. Berdirinya laboratorium-laboratorium kesehatan, rumah
sakit dan sekolah-sekolah yang banyak menyelenggarakan
limbah cair dan limbah padat berbahaya dan beracun.

Sumber-sumber limbah B3 yang di hasilkan oleh aktifitas


kegiatan sebagai berikut:
1. Penghasil Limbah B3 dari Pelayanan Kesehatan, terdiri dari
Rumah Sakit, Puskesmas, Laboratorium Kesehatan, dan
Apotek;
2. Penghasil Limbah B3 bersumber dari Lembaga pendidikan
(sekolah dan perguruan tinggi) dan lembaga riset, terdiri
atas: Unit laboratorium dan tempat yang sejenis untuk
kepentingan praktikum dan riset;
90

3. Penghasil Limbah B3 dari Industri, terdiri atas Penyamakan


kulit, Industri lampu, Industri tekstil, Industri farmasi,

4. Industri
Penghasilpangan/susu,
Limbah B3 Home industiPariwisata,
Perhotelan, batik; dan Usaha
Laundry;
5. Penghasil Limbah B3 dari Bandara dan Bengkel kendaraan,
seperti sisa oli bekas dan sisa air aki bekas;
6. Penghasil Limbah B3 dari kegiatan pertambangan emas;
7. Penghasil Limbah B3 dari kegiatan usaha percetakan dan
fotografi;
8. Penghasil Limbah B3 dari industri kreatif atau Home Made
dan Handicraft;
9. Penghasil Limbah B3 dari rumah tangga, antara lain: lampu

bekas, baterai bekas, dan sprayer.


Limbah rumah tangga merupakan sumber bahan berbahaya
dan beracun (B3). Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan
rumah tangga seperti:
1. Bekas cat, tabung bekas pewangi ruangan
2. Sumber dari dapur: pembersih saluran air, soda kaustik,
semir, gas elpiji, minyak tanah, asam cuka, kaporit sebagai
desinfektan, spiritus.
3. Dari kamar mandi dan cuci: cairan setelah mencukur, obat-
obatan, shampoo anti ketombe, pembersih toilet, pembunuh
kecoa.
4. Dari kamar tidur: parfum, kosmetik, kamfer, obat-obatan,
hairspray, air freshener, pembunuh nyamuk.
5. Dari ruang keluarga: korek api, alkohol, baterai, cairan
pembersih.

91
6. Dari garasi atau taman: pestisida dan insektisida, pupuk, cat
dan solvent pengencer, perekat, oli mobil dan motor, aki
bekas.

Tabel 3.1. Beberapa sifat berbahaya dan beracun dari rumah tangga
No Nama Bahan Sifat Bahan
1. Bubuk penggosok abrasive
abrasive:: Korosif
2. Pembersih mengandung Korosif
alumunium
3. Penggelantangan klorin
Penggelantangan Toksik dan korosif
4. Pembersih saluran air Korosif
5. Pengkilab mebel Mudah terbakar
6. Pembersih kaca Korosif (iritasi)
7. Semir sepatu Mudah terbakar
8. Pengkilap logam (perak) Mudah terbakar
9. Pembersih toilet dan lantai Korosif
10. Pembersih karpet/kain Korosif dan mudah terbakar
11 Shampoo anti ketombe Toksik
12. Penghilang cat kuku Toksik dan mudah terbakar
13. Minyak wangi Mudah terbakar
14. Obat-obatan Toksik

92
BAB IV

DOKUMEN DAN TRANSPORTASI


LIMBAH B3

4.1 Dokumen Limbah B3


Dasar hukum dalam penggunaan Keputusan Kepala
Bapedal No. 2 Tahun 1995, Tentang: Dokumen Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun dan PP No. 19 tahun 1999 pasal 16 ayat:
setiap pengangkutan limbah B3 oleh pengangkut limbah B3 wajib
disertai dengan dokumen limbah B3. Pengangkutan dapat
dilakukan oleh penghasil limbah B3 atau badan usaha yang
melakukan kegiatan pengangkutan.
Dokumen limbah B3 adalah surat yang diberikan pada
waktu penyerahan limbah B3 untuk diangkut dari lokasi kegiatan
penghasil ke tempat penyimpanan di luar lokasi kegiatan, dan atau
pengumpulan dan atau pengangkutan dan atau pengolahan limbah
B3 dan atau pemanfaatan limbah B3 serta penimbunan hasil
pengolahan yang berisi ketentuan sebagai berikut:
1. Nama dan alamat penghasil limbah B3 yang menyerahkan
limbah B3
2. Tanggal penyerahan limbah B3
3. Nama dan alamat pengangkut limbah B3
4. Tujuan pengangkutan limbah B3
5. Jenis, jumlah, komposisi dan karakteristik limbah B3 yang
diserahkan

93
Dokumen ini menjadi alat pengawasan untuk mengetahui
mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah B3.
Dokumen limbah B3 terdiri dari:
1. Bagian I: Bagian yang harus diisi oleh
penghasil/pengumpul
2. Bagian II: Bagian yang harus diisi oleh pengangkut
3. Bagian III: Bagian yang harus diisi oleh
pengumpul/pemanfaat/pengolah

Dokumen limbah B3 dibuat 7 (tujuh) rangkap apabila


pengangkut dilakukan 1 (satu) kali dan 11 (sebelas) rangkap
dengan rincian:
1. Lembar asli (warna putih) disimpan oleh pengangkut
limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengirim limbah B3.
2. Lembar kedua (warna kuning) yang sudah ditandatangani
oleh pengangkut limbah B3, oleh pengirim limbah B3
dikirimkan kepada instansi yang beeranggungjawab
3. Lembar ketiga (warna hijau) yang sudah ditandatangani
oleh pengangkut disimpan oleh pengirim limbah B3
4. Lembar keempat (warna merah muda) setelah
ditandatangani oleh pengirim limbah B3 oleh pengangkut
diserahkan kepada penerima limbah B3
5. Lembar kelima(warna biru) dikirimkan oleh penerima
kepada instansi yang bertanggungjawab setelah
ditandatangani oleh penerima limbah B3
6. Lembar keenam (warna krem) dikirim oleh pengangkut
kepada Bupati.Walikota yang bersangkutan dengan
pengirim setelah ditandatangani oleh penerima limbah B3

94
7. Lembar ketujuh (warna ungu) setelah ditandatangani oleh
penerima, maka pengangkut mengirimkan kepada pengirim
limbah B3
8. Lembar kedelapan s/d kesebelas dikirm pengangkut
kepada pengirim limbah B3 setelah ditandatangani
pengangkut terdahulu dan diserahkan kepada pengangkut
berikutnya.

Gambar 4.1 Alur pembagian dokumen limbah B3

4.2 Bagian-bagian Dokumen Limbah B3


Bagian I : diisi oleh pengirim limbah B3 (penghasil/

pengumpul), meliputi:
1. Nama dan alamat perusahaan penghasil/pengumpul
limbah B3
2. Lokasi muat jika berbeda dengan alamat penghasil
3. Nomor penghasil

95
4. Jenis limbah B3
5. Nama teknis (jika ada)
6. Karakteristik limbah B3
7. Kode limbah B3
8. Kode UN/NA yaitu nomor identifikasi atau nomor kode
limbah yang dikeluarkan oleh PBB mempunyai kode UN
(United Nation) atau NA (North America) diikuti oleh 4 digit
angka, yang secara cepat akan dapat memberikan informasi
bila terjadi kecelakaan. Diharapkan Tim yang
bertanggungjawab dalam menangani kecelakaan, secara
cepat dapat mengidentifikasi sifat bahan berbahaya itu serta
cara penanggulangannya.
9. Kelompok kemasan (drum/container)
10. Satuan ukuran
11. Jumlah total kemasan
12. Peti kemas
13. Keterangan lain limbah B3 (tidak tercantum dalam kode
limbah B3)
14. Instruksi penanganan khusus
15. Nomor telpon

Bagian II : Diisi oleh pengangkut limbah B3


16. Tujuan pengangkutan
17. Nama
18. Tandatangan
19. Jabatan
20. Tanggal
21. Nama dan alamat pengangkut
22. Nomor telpon dan fax
23. Nomor pendaftaran (kode manifest)
24. Indentitas kendaraan

96
25. Nama penanggungjawab perusahaan pengangkut
26. Tangan tangan
27. Jabatan
28. Tanggal pengangkutan
29. Tanggal tandatangan

Bagian III : Diisi oleh pengumpulan atau pemanfaat atau


pengolah limbah B3
30. Nama dan alamat perusahaan perusahaan
pengolah/pengumpul limbah B3
31. Nomor telp
32. Nomor fax
33. Nomor pendaftaran yang diberikan KLH (Nomor SK
MenLH)
Jika limbah tidak sesuai dengan ketentuan
pengumpul/pengolah/pemanfaat/maka dilakukan
pengisian
34. Jenis limbah B3
35. Jumlah
36. Nomor limbah yang diberikan kepada penghasil
37. Alasan penolakan
38. Tandatangan

Tabel 4.1 Contoh limbah B3 dengan kode UN atau NA


No. Nama bahan Kode UN atau NA
1 Asetaldehida 1089
2 Asama asetat, glacial atau larutan asam 2789
asetat dengan persen asam lebih dari 80%
b/b
3 Asetat anhidrad 1715
4 Aseton 1090
5 Asetaldehida ammonia 1841
6 Asetal 1088

97

Dokumen yang harus dilengkapi pemohon:


Dokumen administrasi meliputi:
1. Akte pendirian perusahaan (harus telah mencakup bidang
atau sub bidang kegiatan PLB3 sesuai izin yang
dimohonkan
(pengumpulan/pemanfaatan/pengolahan/penimbunan
Limbah B3)
2. Izin lokasi
3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
5. Izin Gangguan (HO)
6. Dokumen Lingkungan Hidup (Amdal atau UKL & UPL)
(kegiatan pengelolaan limbah B3 sesuai izin yang
dimohonkan harus telah tercakup dalam dokumen
lingkungan tersebut).
7. Foto copy Asuransi Pencemaran lingkungan hidup (Bagi
pengangkut, dan pemanfaat , pengolah & penimbun limbah
B3 sebagai kegiatan utama).
8. Keterangan tentang Lokasi (Nama tempat/letak, luas, titik
koordinat)

 Dokumen Teknis
o Jenis-jenis limbah yang akan dikelola
o Jumlah limbah B3 (untuk per jenis limbah) yang akan
dikelola
o Karakteristik per jenis limbah B3 yang akan dikelola
o Desain konstruksi tempat penyimpanan atau
pengumpulan limbah B3
o Flowsheet lengkap proses pengelolaan limbah B3

98

o Uraian jenis dan spesifikasi teknis pengolahan dan


peralatan yang digunakan
o Perlengkapan sistem tanggap darurat
o Tata letak saluran drainase untuk pengumpulan limbah
B3 fasa cair
Tabel 4.2 Uraian Persyaratan dokumen teknis yg harus dilengkapi
pemohon:
No Jenis Perizinan PLB3 Persyaratan Dokumen Teknis
1 Penyimpanan Uraian tentang cara penanganan limbah
Sementara B3
Uraian tentang tempat penyimpanan
limbah B3 dan bangunan (sesuai
( sesuai Kepdal
No: 01/BAPEDAL/0
01/BAPEDAL/09/1995)
9/1995)
Uraian input dan output limbah B3
(Neraca LB3)
Desain konstruksi
konstruksi tempat penyimpanan
LB3
Uraian tentang pengelolaan limbah B3
paska penyimpanan sementara
2 Pengumpulan Uraian ttg proses pengumpulan &
perpindahan LB3
Uraian ttg lokasi dan konstruksi tempat
penyimpanan sementara limbah B3 (sesuai
Kepdal No: 01/1995)
Uraian input & output limbah B3 (Neraca
LB3)
Desain konstruksi
konstruksi tempat pengumpulan
LB3
Uraian tentang pengelolaan limbah paska
pengumpulan
3 Pengangkutan Spesifikasi alat angkut
Jenis, jumlah dan karakteristik
karakteristik lim
limbah
bah

yang diangkut
Uraian tentang asal limbah yang diangkut
Rute pengangkutan

99

No Jenis Perizinan PLB3 Persyaratan Dokumen Teknis


Perlengkapan sistem tanggap darurat
Surat kepemilikan alat angkut
4 Pemanfaatan Spesifikasi pengelolaan dan peralatan
yang digunakan
Jenis, jumlah & karakteristik
karakteristik lim
limbah
bah yang
akan dimanfaatkan
Data kimia dan fisika limbah yang akan
dimanfaatkan
Uraian input dan output limbah B3
(Neraca LB3)
Asal/sumber limbah yang akan
dimanfaatkan
Perlakuan limbah B3 sebelum
dimanfaatkan
Komposisi limbah yang akan
dimanfaatkan
Uraian Proses kegaiatan pemanfaatan LB3
Hasil pemanfaatan limbah
5 Pengolahan Spesifikasi pengolahan dan peralatan
yang digunakan
Jenis, jumlah dan karakteristik limbah
yang akan diolah
Uraian tentang asal limbah yang akan
diolah
Data fisika dan kimia limbah yang akan
diolah
Uraian input dan output limbah B3
(Neraca LB3)
Uraian tentang pengelolaan limbah paska
pengolahan
6 Penimbunan Spesifikasi dan konstruksi tempat
penimbunan
Jenis, jumlah dan karakteristik
karakteristik lim
limbah
bah
yang akan ditimbun

Data komposisi
Uraian input dankimia danlimbah
output fisika limbah
B3
(Neraca LB3)

100

No Jenis Perizinan PLB3 Persyaratan Dokumen Teknis


Asal/sumber limbah yang akan ditimbun
Perlakuan limbah B3 sebelum ditimbun
Uraian tentang kondisi geologi, hidrologi
tempat penimbunan
Uraian ttg material yg digunakan sebagai
alas lapisan kedap
Uraian tentang instalasi pendeteksian
kebocoran

Uraian
tempat tentang mekanisme penutupan
penimbunan
Formulir Permohonan Perizinan Pengelolaan Limbah B3
(Lampiran Permen LH 18/2009)
 Lampiran I. Formulir Permohonan Rekomendasi
Pengangkutan Limbah B3
 Lampiran II. Formulir Permohonan Izin Pengelolaan
Limbah B3
 Lampiran III. Persyaratan Minimal Permohonan Izin
 Lampiran IV. Formulir Permohonan Uji Coba Pengelolaan
Limbah B3

Lampiran V. Formulir Permohonan Perpanjangan Izin
Pengelolaan Limbah B3

PENJELASAN LAMPIRAN PERMEN LH No.30/2009 TERKAIT


DENGAN PERMOHONAN PERIZINAN PENYIMPANAN DAN
PENGUMPULAN LIMBAH B3
 Lampiran I. Formulir Permohonan Izin Penyimpanan
dan/atau Pengumpulan Limbah B3
 Lampiran II. Persyaratan Administrasi dan Teknis Izin
Pengumpulan dan atau penyimpanan Limbah B3
 Lampiran III. Acuan Kerja Laporan Verifikasi Perizinan


Penyimpanan dan/atau
dan/atau
Lampiran IV. Neraca Pengumpul
Pengumpulan
Limbah B3 an Limbah B3

101

 Lampiran V. Formulir Permohonan Perpanjangan Izin


Penyimpanan dan/atau Pengumpulan Limbah B3
 Lampiran VI. Format Rekomendasi izin Pengumpulan
Limbah B3 Skala Nasional

Pelaporan Pengelolaan Limbah B3


Dalam ketentuan pengelolaan limbah B3 terdapat ketentuan
untuk menyampaikan pelaporan bagi pihak-pihak yang terlibat
dalam pengelolaan limbah B3 yaitu:
 Menyampaikan dokumen limbah B3 (manifest) sesuai
dengan format terlampir selambat-lambatnya 30 hari,
terhitung sejak limbah dikirim;
 Pelaporan rutin triwulan/tiga bulanan sesuai dengan jenis
kegiatannya dengan mengacu pada format terlampir

Manifest
 Manifest merupakan dokumen yang menunjukkan
perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan sampai
dimanfaatkan/diolah/ditimbun.
 Dokumen limbah B3 bertujuan untuk mengetahui mata
rantai perpindahan dan penyebaran limbah B3, dan legalitas
kegiatan pengelolaan limbah B3.
 Dokumen limbah B3 terdiri dari 7 (tujuh) rangkap apabila
pengangkutan hanya satu kali dan terdiri dari 11 (sebelas)
rangkap bila pengangkutan lebih dari satu kali.

Waktu penerimaan kembali dokumen limbah B3 yaitu


penghasil limbah B3 akan menerima kembali dokumen limbah B3
dari pengumpul atau pengolah selambat-lambatnya 120 hari sejak
limbah B3 diangkut untuk dibawa ke pengumpul atau ke

pemanfaat atau pengolah limbah B3.

102

BAB V

PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN


LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN

Dasar peraturan penyimpanan dan pengumpulan limbah


bahan berbahaya dan beracun adalah Peraturan Pemerintah 18
Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun dan perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 85
Tahun 1999. Selain itu secara teknik diatur dalam Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan: Kep-
01/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Penyimpanan dilakukan jika belum dapat diolah dengan
segera dengan tujuan untuk mencegah terlepasnya ke lingkungan

sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat


dihindarkan.
Ketentuan ini berlaku bagi kegiatan pengemasan/
pewadahan limbah B3 di fasilitas:
a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi
penghasil;
b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi
penghasil tetapi tidak sebagai pengumpul;
c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengeloh;
d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau
penimbunan.

103

5.1 Persyaratan Pra Pengemasan


1. Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti
mengetahui karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang
dihasilkan/dikumpulkannya. Apabila ada keragu-raguan
dengan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan/
dikumpulkannya, maka terhadap limbah B3 tersebut harus
dilakukan pengujian karakteristik di laboratorium yang
telah mendapat persetujuan Bapedal dengan prosedur dan
metode pengujian yang ditetapkan oleh Bapedal.
2. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama
secara terus menerus, maka pengujian karakteristik masing-
masing limbah B3 dapat dilakukan sekurang-kurangnya
satu kali. Apabila dalam perkembangannya terjadi
perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan
berubahnya karakteristik limbah B3 yang dihasilkan, maka
terhadap masing-masing limbah B3 hasil kegiatan
perubahan tersebut harus dilakukan pengujian kembali
terhadap karakteristiknya.
3. Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan
kecocokannya terhadap jenis dan karakteristik limbah yang
akan dikemasnya.

5.2 Persyaratan Umum Pengemasan


1. Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak
rusak, dan bebas dari pengkaratan serta keboco
kebocoran.
ran.
2. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan
dengan karakteristik Limbah B3 yang akan dikemasnya
dengan mempertimbangkan segi keamanan dan
kemudahan dalam penanganannya.

104

3. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau


PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316
atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang
dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3
yang disimpannya.

5.3 Prinsip Pengemasan Limbah B3 adalah


1. Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah dan
bahan yang tidak saling cocok tidak boleh disimpan secara

bersama-sama dalam satu kemasan;


2. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama
penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam
kemasan harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan gas
atau terjadinya kenaikan tekanan.
3. Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi
yang tidak layak (misalnya terjadi pengkaratan, atau terjadi
kerusakan permanen) atau jika mulai bocor, maka limbah B3
tersebut harus dipindahkan ke dalam kemasan lain yang
memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3.
4. Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi
penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara
dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3.
5. Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh
penanggung jawab pengelolaan limbah B3 fasilitas
(penghasil, pengumpul atau pengolah) untuk memastikan
tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada kemasan
akibat korosi atau faktor lainnya.

105

6. Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan


harus dilaporkan sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan
limbah B3.

5.4 Persyaratan Pengemasan Limbah B3


1. Kemasan (drum, tong atau bak kontainer) yang digunakan
harus:
a) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak;
b) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik
limbah B3 yang akan disimpan;
c) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di
dalamnya;
d) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah
terjadinya tumpahan saat dilakukan pemindahan atau
pengangkutan
2. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat
berupa drum/tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200
liter, atau dapat pula berupa bak kontainer berpenutup
dengan kapasitas 2M3, 4 M3 atau 8 M3,
3. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah
limbah yang sama, atau dapat pula disimpan bersama-sama
dengan limbah lain yang memiliki karakteristik yang sama,
atau dengan limbah lain yang karakteristiknya saling cocok;
4. Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan,
serta agar lebih aman, limbah B3 dapat terlebih dahulu
dikemas dalamkantong kemasan yang tahan terhadap sifat
limbah sebelum kemudian dikemas dalam kemasan dengan
memenuhi butir 2) di atas;
5. Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus dengan
mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah,

106

pengaruh pemuaian limbah, pembentukan gas dan


kenaikan tekanan selama penyimpanan.
a) Untuk limbah B3 cair harus dipertimbangkan ruangan
untuk pengembangan volume dan pembentukan gas;
b) Untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak
menyisakan ruang kosong dalam kemasan;
c) Untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan
dirancang tahan akan kenaikan tekanan dari dalam dan
dari luar kemasan.
6. Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah

B3 harus:ketentuan
dengan ditandai dengan simbol
mengenai dan label
penandaan yang
pada sesuai
kemasan
limbah B3; selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya
dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau
pengambilan limbah dari dalamnya; disimpan di tempat
yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan limbah B3
serta mematuhi tata cara penyimpanannya.
7. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi
limbah B3 dan disimpan ditempat penyimpanan harus
dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-
kurangnya 1 (satu) minggu satu kali.

a) Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami


kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3
tersebut harus segera dipindahkan ke dalam
drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan butir 1
diatas.
b) Apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka
tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan
dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan
limbah B3 terpisah.

107

8. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan


kembali untuk mengemas limbah B3 dengan karakteristik:
k arakteristik:
a) Sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau
b) Saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas
sebelumnya. Jika akan digunakan untuk mengemas
limbah B3 yang tidak saling cocok, maka kemasan
tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum
dapat digunakan sebagai kemasan limbah B3
9. Kemasan yang telah dikosongkan apabila akan digunakan
kembali untuk mengemas limbah B3 lain dengan
karakteristik yang sama, harus disimpan ditempat
penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk
menyimpan limbah B3 dengan karakteristik yang tidak
saling sesuai dengan sebelumnya, maka kemasan tersebut
harus dicuci bersih terlebih dahulu dan disimpan dengan
memasang “label KOSONG” sesuai dengan ketentuan
penandaan kemasan Limbah B3.
10. Kemasan yang telah rusak (bocor atau berkarat) dan
kemasanyang tidak digunakan kembali sebagai kemasan
limbah B3 harus diperlakukan sebagai limbah B3.

5.5 Persyaratan Pewadahan Limbah B3 dalam Tangki


1) Sebelum melakukan pemasangan tangki penyimpan limbah
B3, pemilik atau operator harus mengajukan permohonan
rekomendasi kepada Kepala Bapedal dengan melampirkan
laporan hasil evaluasi terhadap rancang bangun dari sistem
tangki yang akan dipasang untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan.
Laporan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:

108

a) Rancang bangun dan peralatan penunjang sistem tangki


yang akan dipasang;
b) Karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
c) Jika sistem tangki dan atau peralatan penunjangnya
terbuat dari logam dan kemungkinan dapat terkontak
dengan air dan atau tanah, maka evaluasi harus
mencakup pengukuran potensi korosi yang disebabkan
oleh faktor lingkungan serta daya tahan bahan tangki
terhadap faktor korosi tersebut;
d) Perhitungan umur operasional tangki;
e) Rencana penutupan sistem tangki setelah masa
operasionalnya berakhir;
f) Jika tangki dirancang untuk dibangun di dalam tanah,
maka harus dengan memperhitungkan dampak
kegiatan di atasnya serta menerapkan rancang bangun
atau kegiatan yang dapat melindungi sistem tangki
terhadap potensi kerusakan.

2) Selama masa konstruksi berlangsung, maka pemilik/


operator harus memastikan agar selama pemasangan tangki
dan sistem penunjangnya telah diterapkan prosedur
penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya
kerusakan selama tahap konstruksi. Pondasi, rangka
penunjang, keliman, sambungan dan kontrol tekanan (jika
ada) dirancang memenuhi persyaratan keamanan
lingkungan. Sistem tangki harus ditunjang kekuatan rangka
yang memadai, terbuat dari bahan yang cocok dengan
karakteristik limbah yang akan disimpan atau diolah, dan
aman terhadap korosi sehingga tangki tidak mudah rusak.
r usak.

109

3) Terhadap tangki penyimpanan limbah B3 yang telah


terpasang dan atau telah dioperasikan sebelum keputusan
ini ditetapkan, atau terhadap tangki penyimpan bahan yang
menurut peraturan yang berlaku merupakan limbah B3,
maka pemilik/operator diharuskan untuk mengajukan
rekomendasi pengoperasian tangki dengan melampirkan
laporan hasil evaluasi sesuai dengan butir 1) di atas.
4) Dalam pengoperasian tangki sebagai tempat pengemasan/
pewadahan limbah B3, maka:
a) tangki dan sistem penunjangnya harus terbuat dari
bahan yang saling cocok dengan karakteristik dan jenis
limbah B3 yang dikemas/disimpannya;

b) limbah-limbah yang tidak saling cocok tidak


ditempatkan secara bersama-sama di dalam tangki.
Apabila tangki akan digunakan untuk menyimpan
limbah yang tidak saling cocok dengan karakteristik
limbah sebelumnya, maka tangki harus terlebih dahulu
dicuci bersih;
c) tidak digunakan untuk menyimpan limbah mudah
menyala atau reaktif kecuali:
1. limbah tersebut telah diolah atau dicampur terlebih
dahulu sebelum/segera setetah ditempatkan di
dalam tangki, sehingga olahan atau campuran
limbah yang terbentuk tidak lagi berkarakteristik
mudah menyala atau reaktif; atau
2. limbah disimpan atau diolah dengan suatu cara
sehingga tercegah dari kondisi atau bahan yang
menyebabkan munculnya sifat mudah menyala
atau reaktif.
110

5) Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan,


tangki wajib dilengkapi dengan penampungan sekunder.
Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari
ketentuan berikut: pelapisan (dibagian luar tangki); tanggul
(vault; berm) dan atau tangki berdinding ganda, dengan
ketentuan bahwa penampungan sekunder tersebut harus:
a) dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok
dengan limbah B3 yang disimpan serta memiliki
ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah
kerusakan akibat pengaruh tekanan;
b) ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat
mendukung ketahanan tangki terhadap tekanan dari atas
dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang
diakibatkan karena pengisian, tekanan atau uplift;
c) dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang
dirancang dan dioperasikan 24 jam sehingga mampu
mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan
sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem
penampungan sekunder.
d) penampungan sekunder, dirancang untuk dapat
menampung dan mengangkat cairan-cairan yang berasal
dari kebocoran, ceceran atau presipitasi.

6) Pemilik atau operator harus melakukan pemeriksaan


sekurangkurangnya 1 (satu) kali sehari selama sistem tangki
dioperasikan.
Pemeriksaan dilakukan terhadap:
a) Peralatan pengendalian luapan/tumpahan;
b) Mendeteksi korosi atau lepasnya limbah dari tangki;

111
c) Pengumpulan data untuk memastikan bahwa sistem
tangki berfungsi sesuai dengan rancang bangunnya;
dan
d) Bahan-bahan konstruksi dan areal seputar sistem tangki
termasuk struktur pengumpul sekunder (misalnya
tembok isolasi tumpahan) untuk mendeteksi pengikisan
atau tandatanda terlepasnya limbah B3 (misalnya bintik
lembab, kematian vegetasi);

7) Pemilik atau operator harus memeriksa sistem


perlindungan katodik (jika ada), untuk memastikan bahwa
peralatan tersebut bekerja sempurna. Pemeriksaan meliputi;
a) Fungsi sistem perlindungan katodik harus dilakukan

dalam 6 (enam)
selanjutnya bulan
setiap setelah
tahun sekali;pengoperasian awal, dan
b) Semua bagian yang dapat mempengaruhi sistem
perlindungan (a) harus diperiksa sekurang-kurangnya 2
(dua) bulan sekali. Pemilik atau operator harus
menyimpan catatan hasil pemeriksaan kegiatan nomor
6 dan 7 tersebut.

8) Sistem tangki atau sistem pengumpul sekunder yang


mengalami kebocoran atau gangguan yang menyebabkan
limbah B3 yang disimpannya terlepas, maka pemilik atau

operator harus segera melakukan:


a) Penghentian operasional sistem tangki dan mencegah
aliran limbah.
b) Memindahkan limbah B3 dari sistem tangki atau sistem
penampungan sekunder.

112
c) Mewadahi limbah yang terlepas ke lingkungan,
mencegah terjadinya perpindahan tumpahan ke tanah
atau air permukaan, serta mengangkat tumpahan yang
terlanjur masuk ke tanah atau air permukaan.
d) Membuat catatan dan laporan mengenai kecelakaan
dan penanggulangan yang telah dilakukan.

5.6 Penyimpanan Kemasan Limbah B3


1. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok.
Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan (gambar
2), sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh
terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat kerusakan
kecelakaan dapat segera ditangani.
2. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan
peruntukannya. Lebar gang untuk lalu lintas manusia
minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan
pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan
pengoperasiannya.
3. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbang-
kan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa
drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum
adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap
palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga)
lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus

dipergunakan rak (gambar 3).


4. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan
terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan
tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter.

113
5.7 Penempatan Tangki
Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan
menggunakan tangki (gambar 4) dengan ketentuan
k etentuan sebagai berikut:

1. Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi


saluran pembuangan yang menuju bak penampung.
2. Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung
cairan minimal 110% dan kapasitas maksimum volume
tangki.
3. Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila
terguling akan terjadi di daerah tanggul dan tidak akan
menimpa tangki lain.
4. Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan
masuknya air hujan secara langsung.
5. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok
harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan
tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan
kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada
kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika
terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke dalam bak
penampungan bagian penyimpanan lain.

5.8 Persyaratan Bangunan Penyimpanan Kemasan


Limbah B3
1) Bangunan tempat penyimpan kemasan limbah B3 harus:

a. Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan


yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah
limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;
b. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara
langsung maupun tidak langsung;

114
c. Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi
udara yang memadai (gambar 5) untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan,
serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam
ruang penyimpanan;
d. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari)
yang memadai untuk operasional penggudangan atau
inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu
penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas
kemasan denqan sakelar (stop contact) harus terpasang
di sisi luar bangunan;
e. Dilengkapi dengan sistem penangkal petir;
f. Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi
penandaan (simbol) sesuai dengan tata cara yang
berlaku.

2) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak


bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam
dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan,
kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air
hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan
penyimpanan.
3) Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan
lebih dari 1 (satu) karakteristik limbah B3, maka ruang
penyimpanan:
a. Harus dirancang terdiri dari beberapa bagian
penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap bagian
penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu

115
karakteristik limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang
saling cocok (gambar 6).
b. Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus
dibuat tanggul atau tembok pemisah untuk
menghindarkan tercampurnya atau masuknya
tumpahan limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya.
c. Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus
mempunyai bak penampung tumpahan limbah dengan
kapasitas yang memadai.
d. Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat
sebanding dengan kapasitas maksimum limbah B3 yang
tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya
dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan
yang telah disediakan.

4) Sarana lain yang harus tersedia adalah:


a. Peralatan dan sistem pemadam kebakaran;
b. Pagar pengaman;
c. Pembangkit listrik cadangan;
d. Fasilitas pertolongan pertama;
e. Peralatan komunikasi;
f. Gudang tempat penyimpanan peralatan dan
perlengkapan;
g. Pintu darurat;
h. Alarm.

5.9 Persyaratan Khusus Bangunan Penyimpanan Limbah


B3
1) Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah
terbakar

116
a) Jika bangunan berdampingan dengan gudang
gudang lain maka
harus dibuat tembok pemisah tahan api, berupa:
a. Tembok beton bertulang, tebal minimum 15 cm;
atau
b. Tembok bata merah, tebal minimum 23 cm; atau

c. Blok-blok (tidak berongga) tak bertulang, tebal


minimum 30 cm.
b) Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api pada
butir a.
c) Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain,
maka jarak minimum dengan bangunan lain adalah 20
meter.
d) Untuk kestabilan struktur pada tembok penahan api
dianjurkan agar digunakan tiang-tiang beton bertulang
yang tidak ditembusi oleh kabel listrik.
e) Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak
mudah menyala. Konstruksi atap dibuat ringan, dan
mudah hancur bila ada kebakaran, sehingga asap dan
panas akan mudah keluar.
f) Penerangan, jika menggunakan lampu, harus
menggunakan instalasi yang tidak menyebabkan
ledakan/percikan listrik (explotion proof).
g) Faktor-faktor lain yang harus dipenuhi:
1. Sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran;
2. Persediaan air untuk pemadam api;
3. Hidran pemadam api dan perlindungan terhadap

hidran.

117

2) Rancang bangun untuk penyimpanan limbah B3 mudah


meledak
a) Konstruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap
harus dibuat tahan ledakan dan kedap air. Konstruksi
lantai dan dinding dibuat lebih kuat dari konstruksi
atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat
akan mengarah ke atas (tidak ke samping).
b) Suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap
dalam kondisi normal. Desain bangunan sedemikian
rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung masuk
ke ruang gudang.
3) Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3
reaktif, korosif dan beracun
a) Konstruksi dinding harus dibuat mudah dilepas, guna
memudahkan pengamanan limbah B3 dalam keadaan
darurat.
b) Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan
terhadap korosi dan api.
4) Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki
a) Tangki penyimpanan limbah B3 harus terletak di luar
bangunan tempat penyimpanan limbah B3;
b) Bangunan penyimpanan tangki merupakan konstruksi
tanpa dinding yang memiliki atap pelindung dan
memiliki lantai yang kedap air;
c) Tangki dan daerah tanggul serta bak penampungannya
harus terlindung dari penyinaran matahari secara
langsung serta terhindar dari masuknya air hujan, baik
secara langsung maupun tidak langsung.

118

5.10 Persyaratan Lokasi untuk Tempat Penyimpanan


Limbah B3
Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan
drum/tong, bangunan tempat penyimpanan bak kontainer dan
bangunan tempat penyimpanan tangki harus:
a. Merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang
diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari
kemungkinan terkena banjir;
b. Jarak minimum
m inimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah
50 meter.

5.11 Persyaratan Lokasi Pengumpulan


a. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan
fasilitas lainnya sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;
b. Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir
tahunan;
b. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem
tertentu. Jarak terdekat yang diperkenankan adalah:
1) 150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari
jalan lainnya;
2) 300 meter dari fasilitas umum seperti; daerah
pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan
kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas
keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.
3) 300 meter dari perairan seperti; garis pasang tertinggi
laut, badan sungai, daerah pasang surut, kolam, danau,
rawa, mata air, sumur penduduk, dll.
4) 300 meter dari daerah yang dilindungi seperti: cagar
alam, hutan lindung, kawasan suaka, dan lain-lain.

119

5.12 Persyaratan Bangunan Pengumpulan


a. Fasilitas pengumpulan merupakan fasilitas khusus yang
harus dilengkapi dengan berbagai sarana untuk penunjang
dan tata ruang yang tepat sehingga kegiatan pengumpulan
dapat berlangsung dengan baik dan aman bagi lingkungan
(gambar 7).

b. Setiap bangunan pengumpulan limbah B3 dirancang khusus


hanya untuk menyimpan 1 (satu) karakteristik limbah, dan
dilengkapi dengan bak penampung tumpahan/ceceran
limbah yang dirancang sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam pengangkatannya;
c. Fasilitas pengumpulan harus dilengkapi dengan:
1) Peralatan dan sistem pemadam kebakaran;
2) Pembangkit listrik cadangan;
3) Fasilitas pertolongan pertama;
4) Peralatan komunikasi;
5) Gudang tempat penyimpanan peralatan dan
perlengkapan;
6) Pintu darurat dan alarm.
d. Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah
terbakar
1) Bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar
sekurangkurangnya berjarak 20 meter dari bangunan
penyimpanan limbah karakteristik lain atau dari
bangunan-bangunan lain dalam fasilitas pengumpulan;
2) Dinding bangunan terbuat dari tembok tahan api yang
dapat berupa:
a. Tembok beton bertulang dengan tebal minimum 15
cm, atau

120

b. Tembok bata merah dengan tebal minimum 25 cm,


atau\
c. Blok-blok (padat) tak bertulang dengan tebal
minimum 30 cm;
3) Rangka pendukung atap terbuat dari bahan yang tidak
mudah terbakar. Atap tanpa plafon, terbuat dari bahan
yang ringan dan mudah hancur jika terbakar, sehingga
jika terjadi kebakaran dalam tempat pengumpulan, asap
dan panas menjadi mudah untuk keluar;
4) Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan,
serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam
ruang pengumpulan.
5) Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari)
yang memadai untuk operasional penggudangan atau
inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu
penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas
kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang
di sisi luar bangunan;
6) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak
bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian
dalam dibuat melandai turun ke arah bak
penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada
bagian luar bangunan kemiringan lantai diatur
sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir ke
arah menjauhi bangunan penyimpanan;
7) Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda
(simbol) limbah B3 mudah terbakar, sesuai dengan
peraturan penandaan yang berlaku.

121

5.13 Persyaratan Bangunan Penyimpanan Limbah B3


Mudah Meledak
1) Bangunan penyimpanan harus memiliki lantai, dinding dan
atap yang kuat terhadap ledakan. Konstruksi lantai dan
dinding harus lebih kuat dari konstruksi atap sehingga jika
terjadi ledakan yang kuat, maka ledakan akan mengarah ke
atas (tidak ke samping);

2) Ruang pengumpulan dilengkapi dengan pencatat suhu dan


pengatur suhu dan atau desain bangunan dirancang
sedemikian rupa sehingga suhu dalam ruang pengumpulan
tidak akan melampaui suhu aman/normal penyimpanan;
3) Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di dalam ruang pengumpulan,
serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam
ruang pengumpulan;
4) Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang
memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi
rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan
harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan
sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;
5) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak
bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam
dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan,
kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air
hujan dapat mengalir menjauhi bangunan penyimpanan;
6) Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol)
limbah B3 mudah meledak, sesuai dengan peraturan
penandaan yang berlaku.

122

 Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 bersifat korosif


atau reaktif atau beracun
1) Konstruksi dinding harus dibuat mudah untuk dilepas
sehingga penanganan limbah dalam keadaan darurat lebih
mudah untuk dilakukan;
2) Untuk bangunan pengumpulan limbah korosif dan reaktif,
maka konstruksi bangunan (atap, lantai dan dinding) harus
terbuat dari bahan yang tahan korosi dan api/panas;

3) Sistem
terjadinyaventilasi udara
akumulasi gas didirancang untuk
dalam ruang mencegah
pengumpulan,
serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam
ruang pengumpulan;
4) Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang
memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi
rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan
harus dipasang minimum 1 meter di atas kemasan dengan
sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;
5) Lantai bangunan pengumpulan harus kedap air, tidak

bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam


dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan,
kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air
hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan
penyimpanan;
6) Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol)
limbah B3 sesuai dengan peraturan penandaan yang
berlaku.

123

7) Fasilitas tambahan
Laboratorium
Laboratorium yang tersedia harus mampu:
1) melakukan pengujian jenis dan karakteristik dari
limbah B3 yang diterima, sehingga penanganan lebih
lanjut seperti pencampuran, pengemasan ulang atau
pengolahan awal (pre treatment) dapat dilakukan
dengan tepat;
2) melakukan pengujian kualitas terhadap timbulan dari
kegiatan pengelolaan limbah yang dilakukan (misalnya
cairan dari fasilitas pencucian atau dari kolam
penampungan darurat) sehingga dapat penanganan
sebelum dibuang ke lingkungan dapat ditetapkan.
 Fasilitas pencucian
1) Setiap pencucian peralatan atau perlengkapan yang
digunakan dalam kegiatan pengumpulan limbah B3 harus
dilakukan di dalam fasilitas pencucian. Fasilitas tersebut
harus dilengkapi bak penampung dengan kapasitas yang
memadai dan harus kedap air;

2) Sebelum dapatbak
cairan dalam dibuang ke lingkungan,
penampung maka dilakukan
tersebut harus terhadap
analisis laboratorium guna memperoleh kepastian
pemenuhan terhadap baku mutu. Cairan dari bak
penampung dapat dibuang ke lingkungan sepanjang beban
maksimum tidak dilampauinya;
3) Setiap kendaraan pengangkut yang akan meninggalkan
lokasi pengumpulan harus dibersihkan/dicuci terlebih
dahulu, terutama bagian-bagian yang diduga kuat
terkontaminasi limbah B3 (misalnya bak kendaraan
pengangkut, roda, dll).

124

 Fasilitas untuk bongkar-muat


1) Fasilitas bongkar-muat harus dirancang sehingga
memudahkan kegiatan pemindahan limbah dari dan ke
kendaraan pengangkut;
2) Lantai untuk kegiatan bongkar-muat harus kuat dan kedap
air serta dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju
bak penampung untuk menjamin tidak ada tumpahan atau
ceceran limbah B3 yang lepas ke lingkungan.
 Kolam penampungan darurat
d arurat
1) Kolam penampungan darurat dimaksudkan untuk
menampung cairan atau bahan yang terkontaminasi oleh
limbah B3 dalam jumlah besar (misalnya cairan dari bekas
pemakaian bahan pemadam kebakaran, dll);
2) Kolam penampung darurat harus dirancang kedap air dan
mampu menampung cairan/bahan yang terkontaminasi
dalam jumlah memadai;
 Peralatan penanganan tumpahan
1. Pemilik atau operator harus memiliki dan mengoperasikan
alat-alat atau bahan-bahan yang digunakan untuk
mengumpulkan dan membersihkan ceceran atau tumpahan
limbah B3;
2. Bekas alat atau bahan pembersih tersebut, jika tidak dapat
digunakan kembali harus diperlakukan sebagai limbah B3.

125
126

BAB VI

SIMBOL DAN LABEL

6.1 Bentuk Dasar, Ukuran dan Bahan


Salah satu hal penting dalam pengelolaan B3 adalah
pemberian simbol dan label. Pemberian simbol dan label sangat

penting untuk mengidentifikasi sekaligus mengklasifikasikan B3,


yang nantinya akan sangat berguna sebagai informasi penting
dalam pengelolaannya. Identifikasi yang digunakan untuk
penandaan B3 terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu: simbol dan label
Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga
membentuk belah ketupat berwarna dasar putih dan garis tepi
belah ketupat tebal berwarna merah. Ketentuan simbol adalah:
1. Simbol yang dipasang pada kemasan disesuaikan dengan
ukuran kemasan. Sedangkan simbol pada kendaraan
pengangkut dan tempat penyimpanan
penyimpanan kemasan B3 minimal
berukuran 25 cm x 25 cm.
2. Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap air,
goresan dan bahan kimia yang akan mengenainya.
3. Warna simbol untuk dipasang di kendaraan pengangkut
bahan berbahaya dan beracun harus dengan cat yang dapat
berpendar (fluorenscence)
fluorenscence
Jenis-jenis simbul sesuai dengan klasifikasinya
klasifikasinya yaitu:
1. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak
(explosive),
2. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi (oxidizing),

127

3. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah menyala


(flammable),
4. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat beracun (toxic),
5. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya (harmful),
6. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat iritasi (irritant),
7. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat korosif (corrosive),
8. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya bagi
lingkungan (dangerous for environment),
9. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat karsinogenik,
teratogenik dan mutagenik (carcinogenic, tetragenic,
mutagenic),
10. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat bahaya lain berupa gas
bertekanan (pressure gas),
Gambar 6.1 Simbol untul limbah B3

128

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak


me ledak (explosive)
 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar bom meledak (explosive/exploded 3
bomb) berwarna hitam.
 Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang pada suhu dan
tekanan standar (25 oC, 760 mmHg) dapat meledak dan
menimbulkan kebakaran atau melalui reaksi kimia
dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan di sekitarnya

Gambar 6.2 Simbol limbah B3 dengan klasifikasi mudah


meledak (explosive)

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi (oxidizing)


 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna
merah.Gambar simbol berupa bola api berwarna hitam yang
menyala.
 Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang dapat
melepaskan banyak panas atau menimbulkan api ketika

129

bereaksi dengan bahan kimia lainnya, terutama bahan-

bahan yang sifatnya mudah terbakar meskipun dalam


keadaan hampa udara

Gambar 6.3 Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat


pengoksidasi (oxidizing)

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah menyala (flammable)


 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Gambar simbol berupa gambar nyala api berwarna putih
dan hitam
 Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Dapat menjadi panas atau meningkat suhunya dan
terbakar karena kontak dengan udara pada temperatur
ambien;
2. Padatan yang mudah terbakar karena kontak dengan
sumber nyala api;

130

3. Gas yang mudah terbakar pada suhu dan tekanan


normal;
4. Mengeluarkan gas yang sangat mudah terbakar dalam
jumlah yang berbahaya, jika bercampur atau kontak
dengan air atau udara lembab;
5. Padatan atau cairan yang memiliki titik nyala di bawah
0oC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 oC
6. Padatan atau cairan yang memiliki titik nyala 0 oC- 21oC;
7. Cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24%
volume dan/atau pada titik nyala (flash point) tidak
lebih dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi
kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain
pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya dapat
dilakukan dengan metode ”Closed-Up Test”;
8. Padatan yang pada temperatur dan tekanan standar
(25oC dan 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan
terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap
air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila
terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus
menerus dalam 10 detik. Padatan yang hasil pengujian
Po int Test”-nya menunjukkan titik
”Seta Closed Cup Flash Point
nyala kurang dari 40oC;
9. Aerosol yang mudah menyala;

10. Padatan atau cairan piroforik; dan/atau


11. Peroksida organic
131

Gambar 6.4 Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah


menyala (flammable )

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat beracun (toxic)


 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar tengkorak dan tulang bersilang.
 Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Sifat racun bagi manusia, yang dapat menyebabkan
keracunan atau sakit yang cukup serius apabila masuk
ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
Penentuan tingkat sifat racun ini didasarkan atas uji
LD50 (amat sangat beracun, sangat beracun dan
beracun); dan/atau
2. Sifat bahaya toksisitas akut

132
Gambar 6.5. Simbol untuk B3 klasifikasi
k lasifikasi bersifat beracun
(toxic)

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya (harmful)


 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar silang berwarna hitam.
 Simbol ini untuk menunjukkan suatu bahan baik berupa
padatan, cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau
melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.

133
Gambar 6.6. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya
(harmful)

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat iritasi (irritant)


 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar tanda seru berwarna hitam.
 Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara
langsung dan/atau terus menerus dengan kulit atau
selaput lendir dapat menyebabkan iritasi atau
peradangan;
2. Toksisitas sistemik pada organ target spesifik karena
paparan tunggal dapat menyebabkan iritasi pernafasan,
mengantuk atau pusing;

134
3. Sensitasi pada kulit yang dapat menyebabkan reaksi
alergi pada kulit; dan/atau
4. Iritasi/kerusakan parah pada mata yang dapat
menyebabkan iritasi serius pada mata.

Gambar 6.7 Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat iritasi


(irritant)

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat korosif (corrosive)


 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol terdiri dari 2 gambar yang
ya ng tertetesi cairan korosif.
 Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang memiliki

karakteristik
1. sebagai
Menyebabkan berikut:
iritasi (terbakar) pada kulit;
2. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja
SAE 1020 dengan laju korosi > 6,35 mm/tahun dengan
temperatur pengujian 55oC; dan/atau

135
3. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3
bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk
B3 yang bersifat basa.

Gambar 6.8 Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat korosif


(corrosive)

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya bagi lingkungan


(dangerous for environment)
 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar pohon dan media lingkungan
berwarna hitam serta ikan berwarna putih.
 Simbol ini untuk menunjukkan suatu bahan yang dapat
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan. Bahan kimia ini
dapat merusak atau menyebabkan kematian pada ikan atau
organisme aquatic lainnya atau bahaya lain yang dapat
ditimbulkan, seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC =

136
Chlorofluorocarbon), persistent di lingkungan (misalnya
PCBs = Polychlorinated Biphenyls).

Gambar 6.9 Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya bagi


lingkungan (dangerous for environment)

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat karsinogenik, teratogenik


dan mutagenik (carcinogenic, tetragenic, mutagenic)
 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar kepala dan dada manusia berwarna
hitam dengan gambar menyerupai bintang segi enam


berwarna
Simbol iniputih pada dada paparan jangka pendek, jangka
menunjukkan
panjang atau berulang dengan bahan ini dapat
menyebabkan efek kesehatan sebagai berikut:

137
1. karsinogenik yaitu penyebab sel kanker;
2. teratogenik yaitu sifat bahan yang dapat mempengaruhi
pembentukan dan pertumbuhan embrio;
3. mutagenic yaitu sifat bahan yang menyebabkan
perubahan kromosom yang berarti dapat merubah

4. genétika;
toksisitas sistemik terhadap organ sasaran spesifik;
5. toksisitas terhadap sistem reproduksi; dan/atau
6. gangguan saluran pernafasan

Gambar 6.10 Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat


karsinogenik, teratogenik dan mutagenik (carcinogenic,
tetragenic, mutagenic)

138

Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat bahaya lain berupa gas


bertekanan (pressure gas)
 Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar tabung gas silinder berwarna hitam.
 Simbol ini untuk menunjukkan bahaya gas bertekanan yaitu
bahan ini bertekanan tinggi dan dapat meledak bila tabung
dipanaskan/terkena panas atau pecah dan isinya dapat
menyebabkan kebakaran

Gambar 6.11 Simbol untuk B3 klasifikasi bersif


bersifat
at bahaya
lain berupa gas bertekanan (pressure gas)

Ketentuan pemasangan simbol


1. Simbol pada kemasan B3
2. Simbol pada kendaraan pengangkut B3
3. Simbol pada tempat penyimpanan kemasan B3.

Simbol pada kendaraan pengangkut B3



Simbol B3 berupa sticker atau lainnya yang dapat
menempel dengan baik pada alat angkut/kendaraan,
mudah penggunaannya, dan tahan lama;

139

 Simbol yang dipasang harus satu macam simbol yang sesuai


dengan klasifikasi B3 yang diangkutnya;
d iangkutnya;
 Ukuran minimum yang dipasang adalah 25 cm x 25 cm atau
lebih besar, sebanding dengan ukuran alat angkut yang
digunakan;
 Terbuat dari bahan yang tahan terhadap goresan, air, hujan,
dan/atau bahan kimia yang mungkin mengenainya
(misalnya bahan plastik, kertas, atau plat logam) serta
menggunakan bahan warna simbol yang dapat berpendar
(flourenscence);
flourenscence
 Dipasang disetiap sisi dan di bagian muka alat angkut serta
harus apat terlihat dengan jelas dari jarak lebih
lebih kurang 30
30
meter; dan
 Simbol tidak boleh dilepas dan diganti dengan simbol lain
sebelum muatan B3 dikeluarkan dan alat angkut yang
digunakan dibersihkan dari sisa B3 yang tertinggal.

Simbol Pada Kemasan B3


1. Simbol B3 berupa sticker atau lainnya yang dapat
menempel dengan baik pada kemasan, mudah
penggunaannya, tahan lama, tahan terhadap air dan tahan
terhadap tumpahan isi kemasan B3;
2. Jenis simbol yang dipasang harus sesuai dengan
karakteristik bahan yang dikemasnya atau diwadahinya;
3. Simbol dipasang pada sisi-sisi kemasan yang tidak
terhalang oleh kemasan lain dan mudah dilihat;
4. Simbol tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan
simbol lain sebelum kemasan dikosongkan dan dibersihkan
dari sisa-sisa bahan berbahaya dan beracun; dan

140

5. Kemasan yang telah dibersihkan dari B3 dan akan


dipergunakan kembali untuk mengemas B3 harus diberi
label “KOSONG”.

Simbol pada tempat penyimpanan kemasan B3


1. Simbol B3 berupa sticker atau lainnya yang dapat
menempel dengan baik pada tempat penyimpanan kemasan
B3, mudah penggunaannya dan tahan lama. Simbol juga
terbuat dari bahan yang tahan terhadap air, goresan dan
bahan kimia yang mungkin mengenainya (misalnya bahan
plastik, kertas, atau plat logam);
2. Simbol dipasang pada bagian luar tempat penyimpanan
kemasan B3 yang tidak terhalang;
3. Jenis simbol yang dipasang harus sesuai klasifikasi B3
B 3 yang
disimpannya; dan
4. Ukuran minimum simbol yang dipasang adalah 25 cm x 25
cm atau lebih besar, sehingga tulisan pada simbol dapat
terlihat jelas dari jarak 20 meter

6.2 Label
A. Bentuk, warna dan ukuran
Label B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran
disesuaikan dengan kemasan yang digunakan, ukuran
perbandingannya adalah panjang : lebar = 3:1, dengan
warna dasar putih dan tulisan serta garis tepi berwarna
hitam.

141
Gambar 6.12 Label B3

B. Pengisian label B3
Label diisi dengan huruf cetak yang jelas terbaca, tidak
mudah terhapus dan dipasang pada setiap kemasan B3
C. Pemasangan label B3
Label B3 dipasang pada kemasan di sebelah bawah simbol
dan harus terlihat dengan jelas. Label ini juga harus
dipasang pada wadah yang akan dimasukkan ke dalam
kemasan yang lebih besar.

142
Gambar 6.13. Contoh pemasangan symbol dan tabel

Tabel 6.1 Sifat dan contoh bahan


Kelas Sifat Contoh Bahan
1 Explosive substances and Kembang api, amunisi
materials containing N- Nitro, Azida, Diazonium, N-
explosive Logam Berat, Hidroksil Amonium,
Perkhloril, Peroksida, Ozon,
Asetilen, Debu Karbon Dalam
Industri Batubara, Zat Warna Diazo
Pada Pabrik Tekstil, Magnesium
Pada Pabrik Baja
 Oksidator: KClO3, NaNO3, Asam
Nitrat, KMnO4, CrO3
 Reduktor :Karbon, Belerang,
Etanol, Gliserol, Hidrazin
 Bila Bereaksi Dengan Air Akan
Mengeluarkan Panas Dan Gas
Yang Mudah Terbakar. Misal :
Alkali (Na, K); Alkali Tanah (Ca)

143

Kelas Sifat Contoh Bahan


 Logam Halida Anhidrat
(Alumunium Tribrom
Tribromida)
ida)
 CaO
 Sulfuril Chlorida
2 Gases Propane, butane, asetilen
3. Flammable liquid Alcohol, aseton, Eter, Benzena,
substances Heksana
Flammable solid
4.1 substances Limbah
Belerangnitroselulosa, limbah karet,
(Sulfur), Fosfor,
Kertas/Rayon,
Kertas/Rayo n, Hidrida Logam,
Kapas
4.2 Self-igniting substances Limbah seluloid ,limbah katun yang
mengandung minyak
4.3 Substances forming Limbah kalsium karbida, logam
flammable gases alkali
5.1 Oxidizing substances Formulasi mengandung ammonium
nitrat
5.2 Organic peroxides Asam peroksiasetat
6.1 Toxic substances Kontainer kosong bekas pestisida
yang tidak bersih, kemikalia tertentu

6.2 Infectious materials Limbah rumah sakit (material bekas


operasi, syringe, jarum suntik)

7 Radioactive materials Limbah radioaktif dengan spesifik


aktivitas rendah ( tritium dari riset
biologi)
8 Corrosive substances Asam nitrat, asam sulfat
9 Various hazardous Asbes, berbagai bahan polutan air
substances and materials

144

Kelas Sifat Contoh Bahan


10 Bahan iritan bahan iritan padat. misalnya: NaOH,
fenol
bahan iritan cair. misal : asam sulfat,
asam format.
bahan iritan gas.
misal : gas amat larut dlm air.
(amoniak, formaldehide
f ormaldehide))
gas dengan kelarutan sedang: sulfur
dioksida
gas dengan kelarutan kecil, merusak
alat pernafasan bagian dalam
145
146

BAB VII

PENGOLAHAN
PENGOLAHAN LIMBAH B3

Dasar hukum yaitu Kep-03/Bapedal/09/1995 pengolahan


limbah B3 yaitu: Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik

limbah
dan/atauB3immobilisasi
menjadi tidak berbahaya
limbah dan/atau
B3 sebelum tidak dan/atau
ditimbun beracun
memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur
ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara:
1. Pengolahan fisika dan kimia
2. Stabilisasi/solidifikasi,
3. Insenerasi
Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk
mengurangi daya racun limbah B3 dan/atau menghilangkan
sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak
berbahaya. Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi
bertujuan untuk mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3
dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan
senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa
monolit dengan struktur yang kekar. Sedangkan proses pengolahan
secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang
terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung
B3.

147

Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan


penerapannya didasari atas evaluasi kriteria yang menyangkut
kinerja, keluwesan, kehadalan, keamanan, operasi dari teknologi
yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbunan limbah
B3 yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun
pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan.

7.1 Persyaratan Lokasi Pengolahan Limbah B3


Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi

penghasil limbah B3 atau di luar penghasil limbah B3. Untuk


pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan
disyaratkan:
a. Merupakan daerah bebas banjir, dan
b. Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum
minimal 50 meter.
Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi
penghasil adalah:
a. Merupakan daerah bebas banjir.
b. Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol
dan 50 meter untuk jalan lainnya.
c. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman,
perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau
kegiatan sosial, hotel, restoran,fasilitas keagamaan dan
pendidikan.
d. Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik
laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawan,
mata air dan sumur penduduk.
e. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang
dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lain-lainnya).

148

7.2 Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah B3


Dalam pengoperasian limbah B3 harus menerapkan system
operasi yang meliputi:
a. Sistem Keamanan Fasilitas
Sistem keamanan yang diterapkan dalam pengoperasian
fasilitas pengolahan limbah B3 sekurang-kurangnya harus:
1. Memiliki system penjagaan 24 jam yang memantau,
mengawasi dan mencegah orang yang tidak
berkepentingan masuk ke lokasi;
2. Mempunyai pagar pengaman atau penghalang lain
yang memadai dan suatu system untuk mengawasi
keluar masuk orang dan kendaraan melalui pintu
gerbang maupun jalan masuk lain;
3. Mempunyai tanda yang mudah terlihat dari jarak 10
meter dengan tulisan “Berbahaya” yang dipasang pada
unit/bangunan pengolahan dan penyimpanan, serta
tanda “Yang Tidak Berkepentinan Dilarang Masuk”
yang ditempatkan di setiap pintu masuk ke dalam
fasilitas dan pada setiap jarak 100 meter di sekeliling
lokasi;
4. Mempunyai penerangan yang memadai di sekitar
lokasi.

7.3 Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran


Untuk mencegah terjadi kebakaran atau hal lain yang tak
terduga di fasilitas pengolahan, maka sekurang-kurangnya harus:
1) Memasang system arde (Electrikal Spark Grounding)
2) Memasang tanda peringatan, yang jelas terlihat dari jarak 10
meter, dengan tulisan: “Awas Berbahaya”, “Limbah B3

149

(mudah terbakar, mudah meledak, dan lain-lain) fasilitas


pengolahan, maka sekurang-kurangnya harus:
a. Memasang system arde (Electrika
Electrikall Spark Grounding)
b. Memasang tanda peringatan, yang jelas terlihat dari
jarak 10 meter, dengan tulisan:
1. “Awas Berbahaya”, “Limbah B3 (mudah terbakar,
mudah meledak, dan lain-lain)
2. Dilarang Keras Menyalakan Api Atau Merokok!
3) Memasang peralatan pedeteksi bahaya kebakaran yang
bekerja secara otomatis selama 24 jam terus menerus,
berupa:

(a) Alat deteksi peka asam (smoke sensing alarm), dan


(b) Alat deteksi peka panas (heat sensing alarm),
4) Tersediannya system pemadam kebakaran yang berupa:
(a) Sistem permanen dan otomatis, dengan menggunakan
bahanpemadam air, busa, gas atau bahan kimia kering,
dengan jumlah dan mutu sesuai kebutuhan.
(b) Pemadam kebakaran portable dengan kapasitas
minimum 10 kg untuk setiap 100 m2 dalam ruangan.
5) Menata jarak atau lorong antara kontainer–kontainer yang
berisi limbah B3 minimum 60 cm sehingga tidak

mengganggu gerakan orang, peralatan pemadam


kebakaran, peralatan pengendali/pencegah tumpahan
limbah, dan peralatan untuk menghilangkan
m enghilangkan kontaminasi ke
semua arah di dalam lokasi;
6) Menata jarak antara bangunan-bangunan yang memadai
sehingga mobil pemadam kebakaran mempunyai akses
menuju lokasi kebakaran.

150

7.4 Sistem Pencegahan Tumpahan Limbah

1) Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai rencana,


dokumen dan petunjuk teknis operasi pencegahan
tumpahan limbah B3 yang meliputi;
(a) Pemeriksaan Mingguan terhadap fasilitas pengolahan,
dan
(b) Sistem tanda bahaya peringatan dini yang bekerja
selama 24 jam dan yang akan memberi tanda bahaya
sebelum terjadi tumpahan/luapan limbah (level control).
2) Pengawas harus dapat mengidentifikasi setiap kelainan
yang terjadi, seperti malfungsi, kerusakan, kelalaian

operator, kebocoran
menyebabkan terlepasnyaatau
limbahtumpahan
dari fasilitasyang dapat
pengolahan
ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut
terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan.
Program ini juga harus menyangkut mekanisme tanggap
darurat;
3) Penggunaan bahan penyerap (absorbent) yang sesuai dengan
jenis dan karakteristik tumpahan
tumpahan limbah B3.

7.5 Sistem Penangulangan Keadaan Darurat


Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai system
untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin terjadi.
Persyaratan minimum untuk sistem tanggap darurat antara lain:
1. Ada koordinator penanggulangan keadaan darurat, yang
bertanggungjawab melaksanakan tindakan-tindakan yang
harus diakukan sesuai dengan prosedur penanganan
kondisi darurat yang terjadi;
151

2. Jaringan komunikasi atau pemberitahuan


pemberitahuan kepada:
a. Tim penangulangan keadaan darurat,
b. Dinas pemadam kebakaran,
c. Pihak kepolisian,
d. Ambulan dan pelayanan kesehatan,
e. Sekolah, rumah sakit dan penduduk setempat,
f. Aparat pemerintah terkait setempat;
3. Memiliki prosedur evakuasi bagi seluruh pekerja fasilitas
pengolahan limbah B3.
4. Mempunyai peralatan penanggulangan keadaan darurat;
5. Tersedianya peralatan dan baju pelindung bagi seluruh staf
penanggulangan keadaan darurat di lokasi, dan sesuai

6. dengan jenis
Memiliki limbahtindakan
prosedur B3 yang darurat
ditangani di lokasi tersebut;
pengangkutan;
7. Menetapkan prosedur untuk penutupan sementara fasilitas
pengolahan;
8. Melakukan pelatihan bagi karyawan dalam
penanggulangan keadaan darurat yang dilakukan minimal
dua kali dalam setahun.

Sistem Pengujian Peralatan


1) Semua alat pengukur, peralatan operasi pengolahan dan
perlengkapan pendukung operasi harus diuji minimum

sekali dalam setahun;


2) Hasil pengujian harus dituangkan dalam berita acara yang
memuat hasil uji coba penanganan system keadaan darurat.
Informasi tersebut harus selalu tersedia di lokasi fasilitas
pengolahan limbah B3.
152

Pelatihan Karyawan
Perusahaan wajib memberikan pelatihan secara berkala
kepad karyawan yang meliputi:
Pelatihan dasar diantaranya:
(a) Pengenalan limbah; meliputi jenis limbah, sifat dan
karakteristik serta bahayanya terhadap lingkungan dan
manusia, serta tindakan pencegahannya.
(b) Peralatan pelindung: menyangkut kegunaan dan
penggunaannya.
(c) Pelatihan untuk keadaan darurat: meliputi kebakaran,
ledakan, tumpahan, matinya listrik, evakuasi, dan
sebagainnya.
(d) Prosedur inspeksi.

(e) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).


(f) Peralatan keselamatan kerja (K3).
(g) Peraturan perundangan-undangan tentang pengolahan
limbah B3.

Pelatihan khusus diantaranya:


(a) Pemeliharaan peralatan pengolahan dan peralatan
penunjangnya;
(b) Pengoperasian alat pengolahan dan peralatan penujangnya;
(c) Laboratorium;
(d) Dokumentasi dan pelaporan;
(e) Prosedur penyimpanan dokumentasi dan pelaporan.

7.6 Persyaratan Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah


Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus
dilakukan uji analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia
dan/atau biologi guna menetapkan prosedur yang tepat dalam

153
proses pengolahan limbah B3 tersebut. Setelah
kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi
yang terkandung dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka
terhadap selanjutnya adalah menentukan pilihan proses
pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku
mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan.

Gambar 7.1 Alur pengolahan limbah B3

Limbah B3 yang telah diolah harus memenuhi baku mutu


limbah. Baku mutu limbah cair wajib memenuhi persyaratan
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kep-men 04/1991 atau

154
yang ditetapkan oleh Bapedal. Baku mutu emisi udara wajib
memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam Kep-men 13/1995 atau yang ditetapkan
oleh Bapedal. Penimbunan wajib memenuhi semua persyaratan
yang tercantum dalam PP 19/1994 dan ketentuan lain yang
ditetapkan.
Proses pengolahan secara Kimia antara lain:
(a) Reduksi – Oksidasi,
(b) Elektrolisasi,
(c) Netralisasi,
(d) Presipitasi/Pengendapan,
(e) Solidifikasi/Stabilisasi,
(f) Absorpsi,
(g) Penukar Ion,

(h) Pirolisa
Proses pengolahan secara fisika antara lain:
Pembersihan Gas
1. Elektrostatik presipitator
2. Penyaringan partikel
3. Wet scrubbing
4. Adsorpsi dengan karbon aktif
Pemisahan cairan dan padatan:
1. Sentrifugasi
2. Klarifikasi

3. Koagulasi
4. Filtrasi
5. Flokulasi
6. Flotasi
7. Sedimentasi
8. Thickening

155
Penyisihan komponen-komponen yang spesifik:
1. Adsorpsi
2. Kristalisasi
3. Dialisasi
4. Electrodialisa
5. Evaporasi
6. Leaching
7. Reverse osmosis
8. Solvent extraction
9. Stripping
Berbagai sumber mengelompokkan pengolahan limbah
menjadi tiga golongan besar yaitu teknik kimia meliputi oksidasi,
pengendapan kimia, koagulasi, Dissolved air flotation, oksidasi
dengan elektrokimia, flokulasi, hidrolisis, netralisasi, ekstraksi
solvent dan Ion Exchange. Cara fisika yaitu Carbon adsorption,
Distillation, Filtration, Steam Stripping, Oil and grease skimming,
Oil/water separation, Sedimentation, Membrane technologies. Cara
biologi meliputi Biological nitrogen removal, Bioaugmentation,
Activated sludge, Extended aeration, Anaerobic processes, Rotating
biological contactors, Sequencing batch reactors and trickling filters.

7.7 Teknik-teknik Khusus Pengolahan Limbah B3


1. Pirolisa
Pirolisa adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas
(pyro) pada suhu lebih dari 150 oC. Pada proses pirolisa terdapat
beberapa tingkatan proses, yaitu pirolisa primer dan pirolisa
sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan
baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang
terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer. Penting
diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga

156
keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut karena akan memicu
reaksi pembakaran. Pirolisa merupakan proses konversi bahan
organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen.
Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi,
molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai
menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil
pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan
char, dan produk gas.

2. Elektrostatik presipitator
ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif
penangkap debu dengan effisiensi tinggi (diatas 90%) dan rentang
partikel yang didapat cukup besar. Dengan menggunakan
electrostatic precipitator (ESP) ini, jumlah limbah debu yang keluar
dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16% (dimana efektifitas

penangkapan debukomponen
Salah satu mencapai 99,84%).
terpenting dalam proses produksi di
Pabrik Gula dan PLTU adalah boiler yang berfungsi sebagai tempat
untuk memanaskan air, sehingga menghasilkan uap yang nantinya
akan digunakan untuk proses selanjutnya. Pada PLTU, uap ini
digunakan untuk memutar turbin uap sebagai penggerak
generator. Untuk melakukan kerja, boiler membutuhkan adanya
panas yang digunakan untuk memanaskan air. Panas ini disuplai
oleh bagian yang disebut dengan ruang bakar atau furnace, dimana
pada ruang bakar ini dilengkapi dengan alat pembakaran atau
burner. Hasil pembakaran di ruang bakar tersebut akan

mengandung banyak debu, mengingat bahan bakar yang


digunakan adalah batubara, kemudian debu tersebut akan terbawa
bersama gas buang menuju cerobong. Sebelum gas buang tersebut

157
keluar melalui cerobong, maka gas buang tersebut akan melewati
kisi-kisi suatu electrostatic precipitator (ESP).

Gambar 7.2 Pengolahan Limb


Limbah
ah B3 deng
dengan
an elektrostatik
presipitator

Gambar (a) menunjukkan diagram skematik dari sebuah


pengendap elektroststik. Potensial listrik negatif yang tinggi
tertahan pada kumparan kawat yang ada di bagian tengah
membentuk sebuah lompatan listrik di sekitar kawat. Gambar (b)
menunjukkan contoh aplikasi pengendap elektrostatik, sedangkan
gambar (c) adalah gambar cerobong tanpa pengendap elektrostatik.
Jika dibandingkan, gambar (c) akan menghasilkan polusi udara
lebih besar dibanding gambar (b). Jika intensitas pembuangan gas
(asap pabrik) terlalu banyak, maka akan merusak lingkungan di
sekitarnya. Hal terburuk yang akan terjadi secara perlahan-lahan
adalah rusaknya lapisan ozon di atmosfer yang merupakan salah
satu bentuk penyebab pemanasan global (global warming).
Electrostatic precipitator merupakan salah satu cara agar industri
yang berpotensi menghasilkan limbah debu menjadi ramah

158

lingkungan, setidaknya dapat mengurangi kandungan polutan


yang dibuang melalui cerobong.
Alat ini memiliki teknik pemisahan partikel padat dan
tetesan kecil cairan dari gas terpolusi yang paling efisien. Gas yang
mengandung partikel debu dilewatkan melalui daerah yang dialiri
listrik bertegangan 50.000 Volt antara dua elektroda dengan
polaritas berlawanan. Efesiensi alat ini dipengaruhi oleh laju alir
gas yang melalui sistem elekroda, temperatur gas, konsentrasi
debu, dan ukuran partikel. Alat ini mampu memisahkan partikel
berdiameter di bawah 10 nm dengan efisiensi mencapai 99,5%.

3. Wet scrubbing
Wet scrubber adalah peralatan pengendali pencemar udara
yang berfungsi untuk mengumpulkan partikel-partikel halus yang
terbawa dalam gas buang suatu proses dengan menggunakan titik-
titik air.

Pada pengolahan
menangkap ini cairan
partikel debu atau umumnya air digunakanukuran
untuk meningkatkan untuk
aerosol. Partikel halus berukuran 0,1 sampai 20 mikron dapat
disisihkan secara efektif dari gas pembawa menggunakan wet
collector. Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet
Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara
yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt,
sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat
udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut
disemprotkan air turun ke bawah.
Venturi Scrubber menghilangkan partikel debu dan

kontaminan gas tertentu dari gas aliran dengan memaksanya


melewati aliran cair, menghasilkan cairan yang teratomisasi. Tinggi
kecepatan diferensial di antara gas kotor dan cairan droplets

159

menyebabkan partikel bertumbukan, kemudian akan berkelompok


untuk membentuk tetesan yang lebih besar. Terakhir, tetesan cair
tersebut dilemparkan pada dinding alat pemisah dan gas bersih
pun dikeluarkan melalui puncak scrubber. Sebelum gas kotor
dilepaskan ke dalam scrubber, suhu harus direndahkan di bawah
1000oC, dan gas bersih harus dipanaskan kembali sebelum
dikeluarkan .
Air dipompakan kembali melewati sistem ketika scrubber
tidak mampu lagi menahan partikel debu dan bahan yang terlarut.
Proses ini beroperasi dengan efisiensi 85% untuk pemidahan sulfur
dioksida (SO2), 30% untuk pe Proses ini membedah efisiensi
sebanyak sekitar 85% untuk pemisahan dioksida belerang, 30%
untuk pemisahan nitrogen oksida (NO), dan 99% untuk pemisahan
debu/partikulat. Skema operasi alat ini ditunjukkan dalam gambar
berikut.
Sejauh ini, teknologi untuk mengontrol pencemaran
sebagian besar didesain unuk memisahkan partikel debu dari emisi
gas. Pemisahan polutan gas yang lain pun penting dilakukan
dengan teknologi yang spesifik. Misalnya pada pemisahan sulfur
oksida (SO2), injeksi batu kapur sangat umum digunakan. Proses
tersebut dilakukan di mana batu kapur digiling dengan batubara
dan dimasukkan ke dalam tungku perapian. Gas polutan
dipanaskan terlebih dahulu dan dimasukkan ke dalam tungku
perapian, dimana batu kapur akan bereaksi dengan belerang
dioksida (SO2) dan oksigen (O2)untuk menghasilkan kalsium sulfat
(CaSO4 atau gips).
Proses ini dapat memisahkan sekitar 20-30% sulfur oksida.
Senyawa sulfat, abu terbang, dan kapur yang tidak bereaksi
mengalir melalui pre-heater sebelum memasuki wet scrubber, agar
senyawa tersebut dapat mengalami kontak dengan air. Efisiensi

160

pemisahan yang dapat tercapai adalah sebesar 80% untuk SO 2 dan


98% untuk zat partikulat.
pa rtikulat.

4. Klarifikasi
Clarifier berfungsi untuk memisahkan sejumlah kecil
partikel-partikel halusyang menghasilkan liquid yang jernih yang
bebas partikel-partikel solid ataususpensi. Teknologi pemisahan
liquid-solid umumnya dipakai pada proses pengolahan air bersih
pada berbagai industri antara lain pada pengolahan air
minumPDAM dan pengolahan air baku untuk Demin Plant
maupun Cooling Water System. Di dalam Clarifier terjadi proses
yang kita sebut dengan proses klarifikasiyang mana proses ini
berfungsi menghilangkan suspended solid.

5. Setrifugasi
Sentrifugasi adalah proses yang memanfaatkan gaya
sentrifugal untuk sedimentasi campuran dengan menggunakan
mesin sentrifuga atau pemusing. Komponen campuran yang lebih
rapat akan bergerak menjauh dari sumbu sentrifuga dan
membentuk endapan (pelet), menyisakan cairan supernatan yang
dapat diambil dengan dekantasi. Teknik sentrifugasi telah
dimanfaatkan baik untuk keperluan penelitian, misalnya pada
bidang biologi sel dan biologi molekular, maupun untuk industri,
misalnya dalam pengayaan uranium dan pengolahan anggur.

6. Koagulasi-flokulasi
Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai
menjadi kesatuan proses tak terpisahkan. Pada proses koagulasi

terjadi destabilisasicepat
dari pengadukan koloid dan
dan partikel dalam
pembubuhan air kimia
bahan sebagai(disebut
akibat
koagulan). Akibat pengadukan cepat, koloid dan partikel yang

161

stabil berubah menjadi tidak stabil karena terurai menjadi partikel


yang bermuatan positif dan negatif. Pembentukan ion positif dan
negatif juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan. Proses ini
berlanjut dengan pembentukan ikatan antara ion positif dari
koagulan (misal Al3+) dengan ion negatif dari partikel (misal OH-)
dan antara ion positif dari partikel (misal Ca2+) dengan ion negatif
dari koagulan (misal SO42-) yang menyebabkan pembentukan inti
flok (presipitat). Segera setelah terbentuk inti flok, diikuti oleh
proses flokulasi, yaitu penggabungan inti flok menjadi flok
berukuran lebih besar yang memungkinkan partikel dapat
mengendap. Penggabungan flok kecil menjadi flok besar terjadi
karena adanya tumbukan antar flok. Tumbukan ini terjadi akibat
adanya pengadukan lambat.

Gambar 7.3 Proses ko


koagulasi
agulasi dan flo
flokulasi
kulasi

162

Proses koagulasi-flokulasi terjadi pada unit pengaduk cepat


dan pengaduk lambat. Pada bak pengaduk cepat, dibubuhkan
koagulan. Pada bak pengaduk lambat, terjadi pembentukan flok
yang berukuran besar hingga mudah diendapkan pada bak
sedimentasi. Koagulan yang banyak digunakan dalam pengolahan
air minum adalah aluminium sulfat atau garam-garam besi.
Kadang-kadang koagulan-pembantu, seperti polielektrolit
dibutuhkan untuk memproduksi flok yang lebih besar atau lebih
cepat mengendap. Faktor utama yang mempengaruhi proses
koagulasi-flokulasi air adalah kekeruhan, padatan tersuspensi,
temperatur, pH, komposisi dan konsentrasi kation dan anion,
durasi dan tingkat agitasi selama koagulasi dan flokulasi, dosis
koagulan, dan jika diperlukan, koagulan-pembantu. Beberapa jenis
koagulan yang sering digunakan yaitu Al2(SO4)3.14,3H2O (alum),
Al2(SO4)3.49,6H2O (alum cair), FeCl3 (Besi III klorida), FeCl3.6H2O
(ferri klorin cair), FeCl3.13,1H2O (feeri klorin cair), Fe2(SO4)3.9H2O
(besi III sulfat/besi persulfat), Fe2(SO4)3.36,9H2O (ferri sulfat cair)
dan FeSO4.7H2O (copperas). Pemilihan koagulan dan
konsentrasinya dapat ditentukan berdasarkan studi laboratorium
menggunakan jar test apparatus untuk mendapatkan kondisi
optimum. Reaksi kimia untuk menghasilkan flok adalah:
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O
+ 6CO2
Pada air yang mempunyai alkalinitas tidak cukup untuk
bereaksi dengan alum, maka perlu ditambahkan alkalinitas dengan
menambah kalsium hidroksida.
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O
Derajat pH yang optimum untuk alum berkisar 4,5 hingga 8,
karena aluminium hidroksida relatif tidak terlarut.

163

7. Elektrodialisis
Elektrodialisis adalah gabungan antara elektrokimia dan
penukaran ion. Elektrodialisis yang disingkat ED merupakan
proses pemisahan elektrokimia dengan ion-ion berpisah melintas
membran selektif anion dan kation dari larutan encer kelarutan
membran lebih pekat akibat aliran arus searah atau DC. Pada
dasarnya proses ini adalah proses dialysis di bawah pengaruh
medan listrik. Cara kerjanya; listrik tegangan tinggi dialirkan

melalui dua layer logam yang menyokong selaput semipermiabel.


Sehingga pertikel-partikel zat terlarut dalam sistem koloid berupa
ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan
berlawanan. Adanya pengaruh medanlistrik akanmempercepat
proses pemurnian sistem koloid. Elektrodialisis hanya dapat
digunakan untuk memisahkan partikel-partikel zat terlarut
elektrolit karena elektrodialisis melibatkan arus listrik.

Gambar 7.4 Rangkaian proses pengolahan air limbah menjadi air


bersih

8. Flotasi
Flotation (flotasi) berasal dari kata float yang berarti
mengapung atau mengambang. Flotalasi dapat diartikan sebagai
suatu pemisahan suatu zat dari zat lainnya pada suatu
cairan/larutan berdasarkan perbedaan sifat permukaan dari zat
yang akan dipisahkan, dimana zat yang bersifat hidrofilik tetap

164

berada fasa air sedangkan zat yang bersifat hidrofobik akan terikat
pada gelembung udara dan akan terbawa ke permukaan larutan
dan membentuk buih yang kemudian dapat dipisahkan dari cairan
tersebut. Secara umum flotation melibatkan 3 fase yaitu cair
(sebagai media), padat (partikel yang terkandung dalam cairan)
dan gas (gelembung udara).
Faktor- faktor yang mempengaruhi flotation adalah ukuran
partikel, pH larutan , surfaktan, dan bahan kimia yang lain,
misalnya koagulan. Ukuran partikel yang besar membuat partikel
tersebut cenderung untuk mengendap sehingga susah untuk
terflotasi. Sedangkan pH yang tinggi partkel cenderung
mengendap. Fungsi surfaktan adalah kolektor yang merupakan
reagen yang memiliki gugus polar dan gugus non polar sekaligus.
Kolektor akan mengubah sifat partikel dari hidrofil menjadi
hidrofob. Sedangkan penambahan koagulan dapat mengakibatkan
ukuran partikel-partikel menjadi lebih besar. Faktor lain yang
mempengaruhi flotasi adalah laju udara yang berfungsi sebagai
pengikat partikel yang memiliki sifat permukaan hidrofobik, persen
padatan, untuk flotasi pada partikel kasar dapat dilakukan dengan
persen padatan yang besar demikian sebaliknya, besar laju
pengumpanan yang berpengaruh terhadap kapasitas dan waktu
tinggal. Laju udara pembilasan yang berfungsi untuk mengalirkan
konsentrrat ke dalam lounder. Ketebalan lapisan buih dan ukuran
gelembung udara juga mempengaruhi flotasi.

165

Gambar 7.5 Proses flotasi air limbah

9. Reverse Osmosis
Reverse Osmosis untuk pengolahan air industri, air umpan
ketel, air minum dan desalinasi air laut. engertian dari sistem
Reverse Osmosis atau RO adalah perpindahan air melalui satu
tahap ke tahap berikutnya yakni bagian yang lebih encer ke bagian
yang lebih pekat. Teknologi reverse osmosis (RO) banyak
dimanfaatkan manusia untuk berbagai keperluan, salah satunya
adalah untuk teknologi pengolahan air minum. Salah satu ciri
utama reverse osmosis system (RO) adalah dengan adanya
membran (semipermeable membrane). Membran semipermeabel
ini harus dapat ditembus oleh pelarut, tapi tidak oleh zat
terlarut.Proses reverse osmosis menggunakan tekanan tinggi agar
air bisa melewati membran, di mana kerapatan membran reverse
osmosis ini adalah 0, 0001 mikron (satu helai rambut dibagi 500.000
bagian).Jika air mampu melewati membran reverse osmosis, maka
air inilah yang akan kita pakai, tapi jika air tidak bisa melewati
membran semipermeable maka akan terbuang pada saluran

166

khusus. Sebelum melewati membran, proses kerja sistem reverse


osmosis melalui beberapa tahap penyaringan antara lain cartridge
(sediment) , karbon blok, karbon granular. Perbedaan yang paling
jelas sistem reverse osmosis dengan pengolahan air yang lain
adalah sistem reverse osmosis ada 2 hasil karena air yang memiliki
kepekatan di atas 15 ppm akan terbuang menjadi limbah,
sedangkan pengolahan air yang lain hanya satu hasil.
Gambar 7.6 Proses pemurnian air limbah menjadi air murni dengan
reverse osmosis

Dibandingkan dengan sistem pengolahan air minum seperti


sistem ultra violet, perebusan, sedimentasi, ozonisasi dan
pengolahan air minum lainnya, teknologi pengolahan air sistem
reverse osmosis (RO) adalah sistem pengolahan air minum terbaik
untuk menghasilkan air minum bersih, steril, sehat. Kelebihan air
hasil dari sistem reverse osmosis adalah bebas dari semua bahan
pencemar air seperti virus, bakteri, bahan kimia dan logam berat.
Dengan kualitas air yang baik maka sistem reverse osmosis

167

memberikan jawaban atas tingginya pencemaran air sekarang ini,


sekaligus mampu memenuhi kebutuhan akan air bersih dan sehat.
Pada proses reverse osmosis diperlukan tekanan dengan
persamaan π=M.R.T dimama π=tekanan osmosis, M= molaritas,
R=tekanan gas ideal dan T=suhu.

10. Thickening
Thickening adalah proses yang dilakukan untuk
mengurangi volume lumpur sekaligus meningkatkan konsentrasi
padatan di dalam lumpur. Proses ini dapat dilakukan

menggunakan peralatan
thickener, rotary antara laincentrifuge,
drum, separator, gravity thickener, gravity
dan flotator. belt
Metode
thickening yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai
dengan namanya, dalam proses ini terjadi pemanfaatan gaya
gravitasi (pengendapan) untuk memisahkan air dari dalam sludge.
Unit pengolahan yang digunakan untuk proses ini disebut gravity
thickener yang serupa dengan secondary clarifier pada sistem
lumpur aktif.
Sludge thickening adalah alat yang berfungsi untuk
mengurangi kadar air (liquid) dalam lumpur, sehingga menambah
kandungan solid (padatan) dalam lumpur. Pabrik pengolahan air
limbah pada umumnya menggunakan perangkat penebalan untuk
meningkatkan konsentrasi padatan pada akhir langkah proses
tertentu dalam proses lumpur aktif. Penebalan meningkatkan
kandungan padatan lumpur dan mengurangi volume air gratis
sehingga meminimalkan beban unit pada proses hilir seperti
pencernaan dan dewatering. Proses yang digunakan penebalan
mencakup penebalan gravitasi, flotasi udara terlarut, sabuk
penebalan gravitasi dan rotary drum penebalan. Jenis penebalan
dipilih biasanya ditentukan oleh ukuran dari pabril limbah,
hambatan fisik dan proses hilir. Di pabrik pengolahan air limbah

168

yang kecil, penebalan biasanya terjadi secara langsung di dalam


tangki penyimpanan lumpur. Lumpur yang dikompersi di bagian
bawah tangki hanya oleh gaya gravitasi, sedangkan di atas lapisan
lumpur air keruh terbentuk, yang diambil dari tangki dan kembali
ke inllet. Peralatan mekanis tipe lumpur penebalan menggunakan
proses fisik untuk berkonsentrasi lumpur dengan menghapus
bagian air sehingga mengarah ke peningkatan jumlah presentase
padat. Ada beberapa metode yang berbeda untuk mencapai hal ini
dari semua pilihan yang tersedia, biasanya isi lumpur dapat
ditingkatkan dengan 4-5 lipatan tergantug pada seberapa baik
peralatan dioperasikan.
Gambar 7.7 Proses thickening pada proses pengolahan limbah di
industri

Metode mengandalkan pada prinsip gravitasi dapat


diterapkan baik diobati primer dan bahkan limbah lumpur aktif.
Hal ini biasanya dilakukan dalam tangki melingkar serupa di

169

desain dibandingkan dengan tangki sedimentasi tanaman khas.


Aliran lumpur berasal dari sistem aerasi diarahkan ke pusat dengan
baik dan desain sedemikian rupa sehingga ada cukup waktu
penahanan yang cukup untuk menyelesaikan baik untuk
mengambil tempat. Sampah yang dikumpulkan di bagian bawah
tangki diperbolehkan untuk menetap, menjadi kompak dan
kemudian dipompa keluar dari pipa outlet limbah bawah akan
tetap baik digester atau sekunder dewatering. Biasanya ada
bendung dan saluran unutk air diperjelas untuk keluar meluap dan
menyapu lengan berputar dengan pisau akan berbalik kedalam
gerakan melingkar untuk menciptakan efek pengadukan lambat.

Hasilnya adalah
memastikan bahwabahwa denganakan
kekompakan melakukan ini, mendapatkan
terjadi dan maka akan
lumpur untuk melakukan perjalanan ke bawah. Kadang-kadang
proses dapat ditingkatkan dengan memperlambat laju umpan
sementara desain harus benar merencanakan untuk memberikan
waktu penahanan yang cukup.

11. Stripping
Sebagaimana aerasi, "stripping" juga merupakan istilah lain
dari transfer gas dengan penyempitan makna, lebih dikhususkan
pada transfer gas dari fase cair ke fase gas. Fungsi utama stripping

dalam pengolahan air dan air limbah adalah untuk menyisihkan


kandungan gas terlarut yang tidak diinginkan, seperti ammonia,
karbondioksida, hidrogen sulfida, organik volatile, dan sebagainya.
Jenis peralatan stripping untuk penyisihan ammonia umumnya
adalah menara dengan sistem counter-current antara udara
(upflow) dan air (downflow). Menara dilengkapi dengan kipas
angin, rak untuk mendistribusikan air, lubang untuk pengeluaran
gas, dan sebagainya. Dalam ammonia stripping, perlu diketahui

170

persen ammonia di larutan yaitu dalam bentuk gas ammonia. Gas


ammonia dalam kesetimbangan dengan ion ammonium diberikan
dalam persamaan reaksi:
NH3 + H2O → NH4+ + OH-
Air stripping adalah mentransfer komponen volatil dari
cairan ke aliran udara. Ini adalah teknologi rekayasa kimia yang
digunakan untuk pemurnian air tanah dan air limbah yang
mengandung senyawa volatil.
Senyawa volatil memiliki tekanan uap relatif tinggi dan
kelarutan air rendah ditandai dengan koefisien berdimensi hukum
Henry, yang merupakan rasio dari konsentrasi di udara yang
berada dalam kesetimbangan dengan konsentrasi dalam air.
Polutan dengan koefisien Hukum Henry relatif tinggi dapat
lepaskan dari
dari air.
air. Ko
Kontaminan
ntaminan termasuk senyawa BTEX yaitu
benzena, toluena, etil benzena, dan xilena ditemukan dalam bensin,
dan pelarut termasuk trichloroethylene dan tetrachloroethylene.
Amonia juga dapat dilepaskan dari air limbah (sering
membutuhkan penyesuaian pH sebelum stripping). Karena
koefisien hukum Henry meningkat dengan suhu, stripping lebih
mudah pada suhu hangat.
Meskipun perangkat yang mempromosikan kontak antara
udara dan air strip beberapa senyawa volatil, pemberian udara
biasanya dilakukan dalam menara dengan arus berlawanan air dan
udara. Menara biasanya menggunakan kemasan plastik. Kriteria
desain untuk menara dikemas meliputi luas permukaan yang
disediakan oleh kemasan, tinggi kolom dan diameter, dan udara
untuk laju aliran air.
Karena banyak senyawa yang dilepaskan adalah polutan
udara berbahaya, maka udara yang keluar dari alat stripping

171

sangat memerlukan kontrol emisi. Adsorpsi dengan karbon sering


digunakan dan oksidasi katalitik adalah
adala h juga sering digunakan.

Gambar 7.8 Proses pengolahan air limbah dengan stripping

12. Pengolahan Stabilisasi/Sol


Stabilisasi/Solidifikasi
idifikasi
Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses
pengolahan limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan
kandungan limbah B3 melalui upaya memperkecil/membatasi
daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya racunnya
(immobilisasi unsure yang bersifat racun) sebelum limbah B3
tersebut dibuang ke tempat penimbunan akhir ( landfill) Prinsip
kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan
kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat
(landfill) sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat
172

atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan


struktur yang kekar (massive).
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk proses
stabilisasi/solidifikasi (bahan aditif) antara la
stabilisasi/solidifikasi lain:
in:
1) Bahan pencampur: gypsum, pasir, lempung, abu terbang;
dan
2) Bahan perekat/pengikat: semen, kapur, tanah liat, dan lain-
lain.
Tata cara kerja stabilisasi/s
stabilisasi/solidifikasi:
olidifikasi:
1. Limbah B3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus
dianalisas karakteristiknya guna menentukan resep
stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B3
tersebut;
2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, selanjutnya
terhadap hasil olahan tersebut dilakukan uji TCLP untuk
mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi
(extract/eluate). Hasil uji TCLP kadarnya tidak boleh
melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan.
3. Terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji
kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan “Soil
Penetrometer Test”, dengan harus mempunyai nilai tekanan
minimum sebebsar 10 ton/m2 dan lolos uji “Paint Filter
test”.

4. Limbah B3 olahan
nilai uji kuat tekan yang memenuhi
dan lolos persaratan
tes paint filter test;kadar TCLP,
selanjutnya
harus ditimbun ditempat penimbunan ( landfill) yang
ditetapkan pemerintah atau yang memenuhi persaratan
yang ditetapkan.

173
Pengolahan dengan Insinerasi (Thermal Treatment)
Sebelum mulai membangun atau memasang insinerator
fasilitas pengolahan limbah B3, pemilik harus memberikan data-
data spesifikasi teknis di bawah ini: a) Spesifikasi insinerator,
sekurang-kurangnya memuat informasi antara lain:
1. Nama Pabrik pembuat dan nomor model.
2. Jenis insinerator.
3. Dimensi internal dari unit isinerator termasuk luas
penampang zona/ruang proses pembakaran.
4. Kapasitas udara penggerak utama (prime air mover).
5. Uraian mengenai system bahan bakar (jenis/umpan).
(jenis/umpan).
6. Spesifikasi teknis dan desain dari nozzle dan burner.
7. Temperatur dan tekanan operasi di zona/ruang bakar.
8. Waktu tinggal limbah dalam zona/ruang pembakar.
9. Kapasitas blower.
10. Tinggi dan diameter ceroong.
11. Uraian peralatan pencegah pencemaran udara dan peralatan
pemantauan emisi cerobong (stack/chimney).
12. Tempat dan deskripsi dari alat pencatat suhu, tekanan,
aliran dan alat-alat pengontrol lain.
13. Deskripsi system pemutus umpan limbah yang bekerja
otomatis.
14. Efisiensi Penghancuran dan penghilangan (DRE), dan
Efisiensi Pembakaran (EP).

174
Gambar 7.9 Skema insenerator yang digunakan pada pengolahan
limbah B3

Memperkirakan tingkat maksimal konsentrasi pada


permukaan tanah akibat udara dari insinerator dengan memakai
pesamaan distribusi GAUSS dan/atau pengembangannya dengan
mempertimbangkan kondisi meteorology setempat. Memberikan
uraian tentang jadwal konstruksi, mulai dari tahap pra konstruksi,
pelaksanaan konstruksi, penyelesaian konstruksi, dan tahap
persiapan operasi. Menyerahkan laporan yang berisi informasi
tentang butir (a), (b), dan (c) kepada kepala Bapedal sebagai
lampiran pertimbangan dalam permohonan perizinan. Sebelum
insinerator di operasikan secara terus menerus atau kontinu,
pemilik harus melakukan uji coba pembakaran ( trial burn test). Uji
coba ini harus mencakup semua peralatan utama dan peralatan
penunjang termasuk peralatan pengendalian pencemaran udara
yang dipasang. Uji coba dilakukan setelah mendapat persetujuan
dari Bapedal mengenai kelengkapan pada butir (1), dan dalam
pelaksanaannya diawasi oeh Bapedal.

175
Uji coba pembakaran ini bertujuan untuk memperoleh:
a) Deskripsi kualitatif dan kuantitatif sifat fisika, kimia dan
biologi dari:
1. Limbah B3 yang akan dibakar termasuk semua jenis
bahan organic bebrbahaya dan beracun utama (POHCs,
PCBs, PCDFs, PCDDs), Halogen, Total Hidrokarbon
(THC), dan Sulfur serta konsentrasi timah hitam dan
merkuri dalam limbah B3;
2. Emisi udara termasuk POHCs, produk pembakaran
tidak sempurna (PICs) dan parameter yang tercantum
pada Tabel 3;
3. Limbah cair yang dikeluarkan (effluent) dari
pengoperasian insinerator dan peralatan pencegahan
pencemaran udara, termasuk semua POHCs, PICs dan
parameter-parameter sebagaimana tercantum dalam
Tabel 4.
b) Menentukan kondisi Operasi,
1) Suhu di ruang bakar, sesuai dengan jenis limbah B3;
2) Waktu tinggal (residence time) gas di zona/ruang bakar
minimum 2 detik;
3) Konsentrasi dari excess oxygen di exhaust peneluaran.
c) Menentukan kondisi meteorology yang spesifik (arah angin,
kecepatan angin, curah hujan, dan lain-lain) dan konsentrasi
ambient dari POHCs, PICs, dan parameter yang tercantum
pada Tabel 3;
d) Menentukan efisiensi penghancuran dan penghilangan
(DRE) dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

176
 Rumus Penghitung DRE (Efisiensi
(Efisiensi Penghancur dan Penghilang):

 
DRE =  
x 100%

DRE = destruction and removal efficiency


Win = laju alir masa umpan masuk insenerator
Wout = laju alir masa umpan keluar insenerator

e) Menetukan efisiensi pembakaran (EP) dengan


menggunakan persamaan di bawah ini:


EP =  x 100%
 

CO2 = konsentrasi emisi CO2di exhaust


CO = konsentrasi emisi CO di exhaust

f) Uji coba pembakaran harus dilakukan minimal selama 14


hari secara terus menerus dan tidak atau yang ditetapkan
oleh Bapedal.
g) Menyerahkan laporan yang berisi informasi tentang butir
(a), (b), (c), (d), (e), dan (f) kepada Kepala Bapedal sebagai
pertimbangan dalam pemberian perizinan.

a) Pengoperasian
a. Memeriksa insinerator dan peralatan pembantu
(pompa, Conveyor, pipa, dll) secara berkala;
b. Menjaga tidak terjadi kebocoran, tumpahan atau emisi
sesaat;

177
c. Menggunakan system pemutus otomatis pengumpan
limbah B3 jika kondisi pengoperasian tidak memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan;
d. Memastikan bahwa DRE dari insinerator sama dengan
atau lebih besar dari yang tercantum pada Tabel 2.
e. Mengendalikan peralatan yang berhubungan dengan
pembakaran maksimum selama 15 – 30 menit pada saa
start-up sebelum melakukan operasi pengolahan secara
terus menerus.
f. Pengecekan peralatan perlengkapan insinerator
(conveyer, pompa, dll) harus dilakukan setiap hari.
g. Pengolah hanya boleh membakar limbah sesuai dengan
izin yang dipunyai.
h. Residu/abu dari proses pembakaran insinerator harus
ditimbun sesuai dengan persyaratan penimbunan
(landfill).

b) Pemantauan:
1) Secara terus menerus mengukur dan mencatat;
a. Suhu di zona/ruang bakar;
b. Laju umpan limbah (waste feed rate);
c. Laju bahan bakar pembantu;
d. Kecepatan gas saat keluar dari daerah pembakaran;
e. Konsentrasi karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrogen oksida, sulfur dioksida, oksigen, HCL,
Total Hidrokarbon (THC) dan partikel debu di

f. cerobong
Opositas. (stack/chimney);

178
2) Secara berkala mengukur dan mencatat konsentrasi
POHCs. PCDs, PCDFs, PICs dan logam berat di
cerobong.
3) Memantau kualitas udara sekeliling dan kondisi
meteorologi sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam

sebulan, yang meliputi:


a) Arah dan kecepatan angin
b) Kelembaban
c) Temperatur
d) Curah hujan
4) Mengukur dan mencatat timbunan limbah cair
(effluent) dari pengoperasian insinerator dan peralatan
pengendali pencemaran udara yang harus memenuhi
criteria limbah cair.
5) Menguji system pemutus otomatis setiap minggu.

c) Pelaporan
1) Melaporkan hasil pengukuran emisi cerobong yang
telah dilakukan selama 3 bulan terakhir sejak
digunakan dan dilakukan pengujian kembali setiap 3
tahun untuk menjaga nilai minimum DRE.
2) Konsentrasi maksimum untuk emisi dan nilai minimum
DRE sebagaimana tercantum daam Tabel 2 dan 3.
Pelaporan datadata di atas dilakukan setiap 3 (tiga)
bulan ke Bapedal.

179

Tabel 7.1 Baku Mutu Emisi Udara Untuk Insinerator


Kadar maksimum
No. Parameter
(mg/Nm3)
1 Partikel 50
2 Sulfur dioksida (SO2) 250
3 Nitrogen dioksida (NO2) 300

4 Hidrogen fluoride (HF) 10


5 Karbon monoksida (CO) 100
6 Hidrogen klorida (HCl) 70
7 Total Hidrokarbon (sebagai CH4) 35
8 Arsen (As) 1
9 Kadmium (Cd) 0,2
10 Kromium (Cr) 1
11 Timbal (Pb) 5
12 Merkuri (Hg) 0,2
13 Talium (Tl) 0,2
14 Opositas 10%

Tabel 7.2. Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Pengelolaan Limbah


Industri B3 (BMLCK-PPLIB3)
Konsentrasi Maksimum
Parameter
Nilai Satuan
Fisika
Suhu 38 OC

Zat padat terlarut 2000 mg/L


Zat padat tersuspensi 200 mg/L
Kimia
pH 6-9 -
Besi terlarut (Fe) 5 mg/L
Mangan terlarut (Mn) 2 mg/L
Barium (Ba) 2 mg/L
Tembaga (Cu) 2 mg/L

180

Konsentrasi Maksimum
Parameter
Nilai Satuan
Seng (Zn) 5 mg/L
Krom valensi 6 (Cr6+) 0,1 mg/L
Krom total (Cr) 0,5 mg/L
Kadmium (Cd) 0,05 mg/L
Merkuri 0,002 mg/L
Timbal (Pb) 0,1 mg/L
Stanum (Sn) 2 mg/L
Arsen (As) 0,1 mg/L
Selenium (Se) 0,05 mg/L
Nikel (Ni) 0,2 mg/L
Kobal (Co) 0,4 mg/L
Sianida (CN-) 0,05 mg/L
Sulfida (S2-) 0,05 mg/L
Fluorida (F) 2 mg/L
Klorin bebas (Cl2) 1 mg/L
Amoniak bebas (NH3-N) 1 mg/L

Nitrat (NO3-N) 20 mg/L


Nitrit (NO2-N) 1 mg/L
BOD6 50 mg/L
COD 100 mg/L
Senyawa aktif biru metilen 5 mg/L
(MBAS)
Fenol 0,5 mg/L
Minyak dan lemak 10 mg/L
AOX 0,5 mg/L
PCBs 0,005 mg/L
PCDFs 10 mg/L
PCDDs 10 mg/L

181

Limbah Oli
Limbah oli berdasarkan PP 85 tahun 1999 termasuk dalam
kategori limbah B3. Limbah. Limbah oli mengandung senyawa-
senyawa kimia baik organic dan anorganik yang sangat berbahaya.
Kandungan senyawa dan logam berat dalam limbah oli (oli bekas)
sebagai berikut:
Tabel 7.3 Kontaminan yang ada pada limbah oli (oli bekas)
Logam Hidrokarbon Senyawa organik
(anorganik) terklorinasi lainnya
Aluminium Diklorofluorometana Benzena
Antimon Triklorofluorometana Toluena
Arsenik 1,1,1-trikloroetana Xylena
Barium Trikloroetilena Benzaantrasena
Kadmium Total klorine Benzopirena
Krom Poliklorin biphenil Naftalena
Kobalt
Tembaga
Plumbum
Magnesium
Mangan
Merkuri
Nikel
Pospor
Silikon
Sulfur
Zeng

182

Pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang


berfungsi sebaga pelicin, pelindung, dan pembersih bagi bagian
dalam mesin. Kode pengenal Oli adalah berupa huruf SAE yang
merupakan singkatan dari Society of Automotive Engineers.
Selanjutnya angka yang mengikuti dibelakangnya, menunjukkan
tingkat kekentalan oli tersebut. Oil sludge terdiri dari minyak
(hydrocarbon), air, abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia

lainnya. Kandungan
ethylbenzene, xylenesdari
danhydrocarbon
logam berat antara
sepertilain benzene,
timbal (Pb). toluene,
Limbah oli atau limbah minyak pelumas residu dari oli
murni atau vaseline berada di antara C16 sampai ke C20. Di
indonesia jumlah limbah pelumas bekas pada tahun 2003 sekitar
465 juta liter pertahun. Sumber dari limbah ini berasal dari berbagai
aktivitas sarana mesin serta industri. Proses yang dilakukan melalui
tahapan absorpsi dan distilasi (untuk mengolah oli bekas menjadi
sampel bahan bakar). Oli bekas atau Minyak Pelumas Bekas
selanjutnya disebut Minyak Pelumas Bekas adalah sisa pada suatu
kegiatan dan/atau proses produksi.

Badan Usaha adalah orang perorangan atau kelompok


usaha yang berbentuk badan hukum. Pengumpul adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan dari penghasil
minyak pelumas bekas dengan maksud untuk diolah/
dimanfaatkan. Pengumpulan dan Penyimpanan adalah rangkaian
proses kegiatan pengumpulan minyak pelumas bekas sebelum
diserahkan ke pengolah atau pemanfaat minyak pelumas beka.
Karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
1. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas
dapat berupa drum atau tangki;
2. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga
dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap

183

kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi


kecelakaan dapat segera ditangani;
3. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa,
sehingga dapat digunakan untuk lalu lintas manusia, dan
kendaraan pengangkut (forklift);
4. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan
kestabilan tumpukan kemasan. Jika berupa drum (isi 200
liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap
lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3
(tiga) lapis atau kemasan terbuat dan plastik, maka harus
dipergunakan rak;
5. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul
disekelilingnva dan dilengkapi dengan saluran
pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air .
Bak penampungan dibuat mampu menampung 110% dari
kapasitas volume drum atau tangki yang ada di dalam
ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai
dengan lantai yang kedap air
Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan
Persyaratan bangunan pengumpulan
Persyaratan Pengumpul minyak pelumas bekas
1. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya
kebakaran, dan peralatan komunikasi;
2. Konstruksi bahan bangunan Disesuaikan dengan
karakteristik pelumas bekas;
3. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir

184

Kewajiban Pengumpul Minyak Pelumas Bekas


1. Mempunvai izin dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan;
2. membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak
pelumas bekas kepada pengolah atau pemanfaat;
3. mengisi formulir permohonan izin

Persyaratan bangunan pengumpulan

1. lantai harus dibuat kedap


tidak bergelombang, terhadap
kuat dan minyak pelumas bekas,
tidak retak;
2. konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak
penampungan dengan kemiringan maksimum 1 %;
3. bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan
minyak pelumas bekas;
4. rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat
beratap yang dapat mencegah terjadinya tampias air hujan
ke dalam tempat penyimpanan atau pengumpulan;
5. bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan
apabila bangunan diberi dinding bahan bangunan dinding

dibuat dari bahan yang mudah didobrak.


Simbol dan Label, Dokumen dan Registrasi
Setiap penggangkutan minyak pelumas bekas wajib
dilengkapi dengan dokumen limbah dan mengajukan nomor
regisirasi dokumen pelumas bekas sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun:
1. Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi
dengan simbol dan label
2. Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan

185

3. penyimpanan/pengumpulan pelumas bekas wajib diberi


simbol dan label yang menunjukkan karakteristik minyak
pelumas bekas
4. PELAPORAN
5. Pengumpul minyak pelumas bekas wajib melaporkan
kegiatan yang dilakukannya kepada Badan Pengendalian
Dampak lingkungan dengan tembusan
Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II dan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, sekurang-
kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan.
Pengolahan oli bekas
• Pretreatment or dewatering
• Filtering and demineralisation
• Propane-deasphalting
• Distillation
Pretreatment – Dewatering
1. Untuk menghilangkan kandungan air dalam oli bekas
2. Air dalam oli bekas dalam bentuk air bebas maupun air

3. terikat misalnya
Dewatering dalamdiartikan
biasanya bentuk emulsi.
sebagai proses penghilangan
air bebas
4. Bila air dalam keadaan teremulsi, emulsi dapat dirusak
dengan penambahan demulsifier
5. Dewatering merupakan proses sederhana yang didasarkan
pada pemisahan air dan oli dalam rentang waktu dan
dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
6. Oli bekas dimasukkan ke dalam tangki dan air bebas
dikeluarkan untuk diolah lebih lanjut sesuai dengan
parameter yang berlaku sebelum di buang ke perairan bebas

186

7. Pemanasan dan pengadukan dapat mempercepat proses


dewatering melalui destilasi
8. Oli yang benas air (dehydrated oil) selanjutnya dapat
diproses lebih lanjut atau digunakan sebagai bahan bakar
(burner fuel).

Filtering and demineralisation


1. Tujuan filtering dan demineralisation Untuk
menghilangkan padatan, material anorganik, dan zat aditif
dalam oli, menghasilkan bahan bakar yang bersih
2. Selanjutnya oli bekas dimasukkan ke dalam tangki reaksi
dan dicampur dengan asam sulfat dan dipanaskan pada
60oC. Kemudian ditambahkan dengan surfactant (surface-
active reagent) ke dalam reaktor dan diaduk.
3. Campuran akan terpisah menjadi fasa air dan fasa oli
4. Fasa air mengandung kontaminan termasuk mineral, asam
sulfat , dan aditif
5. Oli yang telah terdemineralisasi disaring untuk
menghilangkan partikel padatan tersuspensi sebagai bahan
bakan yang bersih. Oli yang demikian dapat dilarutkan

dengan BBM ringan menghasilkan jenis BBM lain hingga


memenuhi persyaratan.

Propane-deasphalting
1. Proses Propane De-asphalting (PDA) merupakan salah satu
tahapan pretreatment yang penting dalam pengolahan
menghasilkan oli bebas aspal. Keluaran lainnya adalah
propana
2. Destilasi (Fraksinasi) merupakan proses pemisahan
komponen oli berdasarkan titik didih.

187

3. Tergantung pada jenis destilasinya, rentang pendidihan


dapat menghasilkan gas (naftalen dan parafin) dn gasolin
pada titik didih yang lebih rendah, sedangkan oli mnedidih
pada titik didih yang lebih tinggi.

Distillation
1. Destilasi merupakan proses utama untuk menghasilkan
pelumas berkualitas dasar.
2. Ada 2 jenis of Destilasi, atmospheric distillatin and vacuum
distillation
3. Atmospheric distillation pada umumnya dianggap sebagai
tahapan pretreatment untuk tahapan vacuum distillation
tanpa memerlukan proses dewatering. Atmospheric
distillation dilakukan pada tekanan atmosfer normal pada
temperatur sampai 300°C.
4. Atmospheric distillation relatif sederhana.
5. Oli bekas dipanaskan (A) dan dialirkan ke menara destilasi
(B). Pada temperatur rendah, oli menghasilkan Hidrokarbon
(gas, petrol/bensin dan pelarut/petroleum eter) dan air
tertampung dalam puncak (B). Beberapa hidrokarbon ini
dikondendasi dan ditampung untuk digunakan sebagai
BBM.
6. Prose ini hanya bagus sampai temperatur 300oC. Pada
temperatur lebih tinggi dapat terjadi"thermal cracking"
molekul hidrokarbon yang lebih besar
7. Vacuum distillation dianggap sebagai kunci dalam prose
pengolahan oli bekas.
8. Sifat-sifat utama oli seperti viskositas, flash point dan residu
karbon.

188

9. Kondisi vakum dikondisikan dalam kolom dengan sisterm


vakum (2-10 mmHg) yang dihubungkan pada bagian
puncak menara (B).
10. Dengan mengurangi tekanan, material yang memiliki
temperatur sampai 540oC dapat dievaporasi tanpa
mengalami “thermal cracking”.

7.8 Deterjen dan Sabun


Deterjen merupakan limbah B3. Deterjen dan sabun
mempunyai berbedaan yang mendasar yaitu:

Sabun:
a. Sabun adalah garam alkali
a lkali karboksilat.
b. Molekul sabun lebih mudah terdegradasi oleh bakteri
pengurai.
c. Tidak bisa dipakai untuk mencuci dalam air sadah, karena
sabunakan bereaksi dengan ion Ca 2+ dan Mg2+
d. Sabun adalah hasil proses penetralan asam lemak dengan
menggunakan alkali
e. Sabun biasanya digunakan untuk membersihkan suatu
product yang berhubungan langsung dengan kulit manusia
seperti sabun mandi/ sabun handsoap yang membutuhkan

pelembab dalam hal ini biasanya disebut moisture jika suatu


sabun memiliki moisture makin besar maka makin lembut
kulit kita menggunakannya
Deterjen
a. Detergen adalah garam alkali alkil sulfat atau sulfoniat.
b. Molekul detergen harganya lebih murah dan sukar
terdegradasi oleh bakteri pengurai.
c. Molekul detergen tidak bereaksi dengan ion Ca 2+ dan ion
Mg2+

189

d. Deterjen adalah campuran zat kimia dari sintetik ataupun


alam yang memiliki sifat yang dapat menarik zat pengotor
dari media.
e. Deterjen digunakan sebagai sabun cuci pakaian

Gambar 7.10 Strutur alkil benzene sulfat

Gambar 7.11 Struktur molekul linier alkil sulfonat


Gambar 7.12 Struktur molekul Natrium lauril sulfonate

190

Gambar 7.13 Natrium dodekil sulfat CH3(CH2)11C6H4SO3Na


Gambar 7.14 Proses pembersihan kotoran/lemak pada bahan
atau pakaian oleh sabun dan deterjen

191
192

BAB VIII
PENIMBUNAN LIMBAH B3

Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan


menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan
maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan
hidup. Ketentuan dalam penimbunan limbah B3 yaitu:
1. Penimbun limbah B3 dilakukan oleh badan usaha yang
melakukan kegiatan penimbunan limbah B3.
2. Penimbunan limbah B3 dapat dilakukan oleh penghasil
untuk menimbun limbah B3 sisa dari usaha dan/atau
kegiatannya sendiri.
Penimbun limbah B3 wajib membuat dan menyimpan
catatan mengenai:
a. Sumber limbah B3 yang ditimbun;
b. Jenis, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang ditimbun;
c. Nama pengangkut yang melakukan pengangkutan limbah
B3.
Penimbun limbah B3 wajib menyampaikan catatan
sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan kepada instansi
yang bertanggung jawab dengan tembusan kepada instansi terkait
dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan. Catatan tersebut dipergunakan untuk:
a. Inventarisasi jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan;
b. Sebagai bahan evaluasi dalam rangka penetapan
kebijaksanaan dalam pengelolaan limbah B3.
193

Lokasi penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan


sebagai berikut :

a. Bebas dari banjir.


b. Permeabilitas tanah maksimum 10 pangkat negatif 7
centimeter per detik.
c. Merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi
penimbunan limbah B3 berdasarkan rencana tata ruang.
d. Merupakan daerah yang secara geologis dinyatakan aman,
stabil tidak rawan bencana dan di luar kawasan lindung.
e. Tidak merupakan daerah resapan air tanah, khususnya yang
digunakan untuk air minum.
Penimbunan limbah B3 wajib menggunakan sistem pelapis
yang dilengkapi dengan saluran untuk pengaturan aliran air
permukaan, pengumpulan air lindi dan pengolahannya, sumur
pantau dan lapisan penutup akhir yang telah disetujui oleh instansi
yang bertanggungjawab. Ketentuan lebih lanjut mengenani tata
cara dan persyaratan penimbunan limbah B3 ditetapkan oleh
kepala instansi yang bertanggung jawab.
Terhadap lokasi penimbunan limbah B3 yang telah
dihentikan kegiatannya wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Menutup bagian paling atas tempat penimbunan dengan
tanah setebal minimum 0,60 meter.
b. Melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat
penimbunan limbah B3.
c. Melakukan pemantauan kualitas air tanah dan
menanggulangidampak negatif yang mungkin timbul akibat
keluarnya limbah B3 ke lingkungan, selama minimum 30
tahun terhitung sejak ditutupnya seluruh fasilitas
penimbunan limbah B3.

194
d. Peruntukan lokasi penimbun yang telah dihentikan
kegiatannya tidak dapat dijadikan pemukiman atau fasilitas
umum lainnya.

Landfill (Lahan Urug)


Penimbunan Limbah B-3
Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan
lokasi penimbunan untuk meminimumkan resiko kesehatan bagi
manusia dan lingkungan, antara lain:
1. Hidrogeologi, meliputi air tanah dan air permukaan.
2. Geologi lingkungan, meliputi batuan dasar dan bencana
alam.
3. Pengaruh terhadap flora dan fauna.
4. Topografi, meliputi iklim dan curah hujan.
5. Keselamatan operasi.
6. Penyebaran penyakit.
7. Pengaruh terhadap rantai makanan.
Dari pertimbangan di atas ada tiga kategori lahan urug yaitu :
1. Kategori I (secured landfill double liner )
2. Kategori II (secured landfill single liner)
3. Kategori III (landfill clay liner)

195
Gambar 8.1 Penimbunan limbah B3 berbentuk cair

Gambar 8.2 Penimbunan limbah B3 dengan menggunakan drum

196
Gambar 8.3 Tiga kategori penimbunan limbah B3

Gambar 8.4 Penimbunan Limbah B3 dan perlakuan setelah setelah


penimbunan selesai

197
198
DAFTAR PUSTAKA

Kepdal 01/ BAPEDAL/09/1995 Tata Cara & Persyaratan Teknis


Penyimpanan & Pengumpulan Limbah B3.
Kepdal 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3.
Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3.
Kepdal 03/BAPEDAL/01/1998 tentang Program Kendali B3.
Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan teknis
pengelolaan limbah B3.
Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Penimbunan
Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan
dan Lokasi Penimbunan Limbah B3.
Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label.
Kepdal 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
Kepdal 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin
Iz in
Pengelolaan Limbah B3.
Manahan, S, 1994, Environmental Chemistry, Sixth Edition, Lewis
Publishers, Florida.
PP RI No. 18/1999 Jo. PP No. 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbaha & Beracun, sebagai revisi dari PP RI No.
19/1994 Jo. PP No. 12/1995 tentang Pengelolaan Limbah B3.
Soedomo, M, 2001, Pencemaran Udara , ITB Bandung, Bandung.

199
Undang RI No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Wardhana, W.A.,2001 Dampak Pencemaran Lingkungan , Andi
Jogjakarta, Jogjakarta.
Jogjakarta.

200

Lampiran 1. Daftar Limbah B3 Dari Sumber Yang Tidak Spesifik


Kode Limbah Bahan Pencemar
Pelarut Terhalogenasi
D1001a Tetrakloroetilen
D1002a Trikloroetilen
D1003a Metilen Klorida
D1004a 1,1,2-Trikloro. 1,2,2, Trifluoroeta
Trifluoroetana
na
D1005a Trikloroflourometana
D1006a Orto-diklorobenzena
D1007a Klorobenzena
D1008a Trikloroetana
D1009a Fluorokarbon Terklorinas
Terklorinasii
D1010a Karbon Tetraklorida
Pelarut Yang Tidak Terhalogenasi
D1001b Dimetilbenzena
D1002b Aseton
D1003b Etil Asetat
D1004b Etil Benzena
D1005b Metil Isobutil Keton
D1006b n-Butil Alkohol
D1007b Siklohekson
D1008b Metanol
D1009b Toluena
D1010b Metil Etil Keton
D1011b Karbon Disulfida
D1012b Isobutanol
D1013b Piridin
D1014b Benzena
D1015b 2-Etoksietanol
D1017b Asam Kresilat
D1018b Nitrobenzena
Asam/Basa
D1001c Amonium Hirdroksida
D1002c Asam Hidrobomat
D1003c Asam Hidroklorat

201

Kode Limbah Bahan Pencemar


D1004c Asam Hidrofluorat
D1005c Asam Nitrat
D1006c Asam Fosfat
D1007c Kalium Hidroksida
D1008c Natrium Hidroksida
D1009c Asam Sulfat
D1010c Asam Klorida
Yang Tidak Spesifik Lainya
D1001d PCB‟s (Polychlorinated Biphenyls)
D1002d Lead Scrap
D1003d Limbah Minyak Diesel Industri
D1004d Fiber Asbes
D1005d Pelumas Bekas

202
k
if
s i
e
p
S
g
n
a
y
r
e
b
m
u
S
ra i
D
3
B
h
a
b
mi
L
r
a tf
a
D
.
2
n
a
ri
p
m
a
L

203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213

214
215
216
217
218
Lampiran 3. Daftar Limbah Dari Bahan Kimia Kadaluarsa,
Tumpahan, Sisa Kemasan, Atau Buangan Produk Yang Tidak
Memenuhi Spesifikasi

KODE BAHAN PENCEMAR


LIMBAH
D3001 Asetaldehida
D3002 Asetamida
D3003 Asamsetat,garam-garam
Asamsetat,garam-garamnyadan
nyadan ester-esterny
ester-esternyaa
D3004 Aseton
D3005 Asetonitril
D3006 Asetilklorida
D3007 Akrolein
D3008 Akrilamida
D3009 Akrilonitril
D3010 Aldrin
D3011 AluminiumAlkildanTurunanya
D3012 AluminiumFosfat
D3013 AluminiumPikrat
D3014 AmoniumVanadat
D3015 Anilina
D3016 ArsendanSenyawanya
D3017 ArsenOksida, Tri, Penta
D3018 ArsenDisulfida, ArsenTriklori
ArsenTriklorida
da

D3019 Dietilarsina
D3020 Barium danSenyawanya
D3021 Chromated Copper Arsenat
D3022 Benzena

219
KODE BAHAN PENCEMAR
LIMBAH
D3023 Klorobenzena
D3024 1,3 Diisosianatom
Diisosianatometil-Benzena
etil-Benzena
D3025 Dietilbenzena

D3026 Heksahirdobenzena
D3027 BenzenasulfonatAsamKlorida
D3028 BenzenasulfonatKlorida
D3029 Beriliumdansenyawanya
D3030 Bis (Klorometil) Eter
D3031 Bromoform
D3032 1,1,2,3,4,5-Heksakloro-1,3-Butadiena
D3033 n-ButilAlkohol
D3034 Butana
D3035 Butilaldehida
D3036 Kadmiumdansenyawanya
D3037 KalsiumKromat
D3038 Amoniacal Copper Arsenat
D3039 DikloroKarbonat
D3040 KarbonDisulfida
D3041 KarbonTetraklorida
D3042 Kloroasetaldehida
D3043 Klorodana, Isomer Alfa dan Beta
D3044 Kloroetana (EtilKlorida)
D3045 Kloroetana (VetilKlorida)
D3046 Klorobromometana
D3047 Kloroform

220

KODE BAHAN PENCEMAR

Anda mungkin juga menyukai