Pembahasan Pertama hAJI DAN uMROH
Pembahasan Pertama hAJI DAN uMROH
Haji secara etimologi adalah berkunjung. Adapun secara terminologi adalah mengunjungi
Baitul Haram dengan amalan tertentu, pada waktu tertentu.
Adapun umrah secara etimologi adalah berkunjung. Sedangkan secara terminologi adalah
mengunjungi Baitul Haram dengan amalan tertentu.
َفَق اَل َعَلْيُك َّن ِج َه اٌد اَل ِقَتاَل ِفْيِه اَحْلُّج, َه ْل َعَلى ا ْر أِة ِم ْن ِج َه اٍد
َمل
“Apakah wanita itu wajib berjihad ? Maka beliau bersabda : “ Kalian wajib berjihad yang
tidak pakai perang, yaitu haji.”
Oleh karena itu, saya ucapkan selamat bagi yang sangat rindu hatinya untuk mengerjakan
ibadah haji dengan membawa bekal, meninggalkan keluarga dan negaranya, menjadi tamu
Allah Yang Maha Pengasih, seraya memakai ihram, mengucapkan talbiyah, berdiri, berdo’a,
berdzikir dan beribadah.
Pembahasan Ketiga : Kewajiban Haji Dan Umrah Hanya Sekali Seumur Hidup
Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang agung dan salah satu rukunnya
yang lima. Hal itu berdasarkan sabda Nabi saw :
ِم ِة ِة ِإ ِء ِهلل ِإ ِم ِإ ِإ ِة
َش َه اَد َأْن َال َل َه َّال اُهلل َو َأَّن َحُمَّم ًد ا َرُس ْو ُل ا َو قَا الَّص َال َو ْيَت ا الَّز َك ا َو َص ْو: ُبَيِن ْاِإل ْس َالُم َعَلى ْمَخٍس
َأُك َّل: َفَق اَل َرُج ٌل. َأُّيَه ا الَّناُس َقْد َفَر َض اُهلل َعَلْيُك ُم اَحْلَّج َفُح ُّج وا: َخ َطَبَنا َرُسْو ُل اِهلل َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم َفَق اَل
َو َلَم ا، َلْو ُقْلُت َنَعْم َلَو َجَبْت: َفَق اَل َرُس ْو ُل اِهلل َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو َس َّلَم،َعاٍم َيا َرُسْو َل اِهلل؟ َفَس َك َت َح ىَّت َقاَهَلا َثَالًثا
َذُرْو يِن َم ا َتَر ْك ُتُك ْم َفِإَمَّنا َه َل َك َمْن َك اَن َقْبَلُك ْم ِبَك ْثَر ِة ُس َؤ اِهِلْم َو اْخ ِتَالِفِه ْم َعَلى َأْنِبَي اِئِه ْم َف ِإَذا: َّمُث َق اَل. اْس َتَطْع ُتْم
ٍء ِم ٍء
َأَمْر ُتُك ْم ِبَش ْي َفْأُتوا ْنُه َم ا اْس َتَطْع ُتْم َو ِإَذا َنَهْيُتُك ْم َعْن َش ْي َفَد ُعْو ُه
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami, beliau berkata:
“Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah
kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga
orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan
sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian.
Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak
diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian
maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari s
esuatu maka tinggalkanlah.”
Begitu juga seorang muslim wajib melaksanakan ibadah umrah sekali dalam hidupnya, Allah
swt berfirman :
َأُّمِتوا ا َّج اْل َة ِلَّلِه
َو َحْل َو ُعْم َر
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah” (QS. Al Baqarah : 196)
Ibnu Abbas Berkata : Sesungguhnya umrah disebutkan bersama haji di dalam kitab Allah,
oleh karena itu, sebagaimana haji hukumnya wajib, maka umrahpun hukumnya wajib.
Pembahasan Keempat : Syarat-syarat Kewajiban Haji dan Umrah
Haji diwajibkan kepada :
1. Seorang muslim, maka tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena haji merupakan
bentuk ibadah, sedang ibadah tidak boleh dilakukan oleh orang kafir, karena tidak sah
niatnya
2. Aqil (berakal)
3. Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan orang yang kurang waras pikirannya,
begitu juga tidak diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadist Ali bin Abi Thalib
bahwa Nabi saw bersabda :
ِق ِه ِق ِئِم ٍة ِف
ُر َع اْلَق َلُم َعْن َثاَل َث َعْن الَّنا َح ىَّت َيْس َتْي َظ َو َعْن الَّص ِيب َح ىَّت يبلغ َو َعْن اْلَم ْع ُتو َح ىَّت َيْع َل
“Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ia
baligh, dan orang gila (kurang sehat akalnya) hingga ia berakal” (HR. Ahmad, Abu Daud
dan Nasai)
1. Merdeka, haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya sebagai kemudahan baginya, karena
dia sibuk melayani tuannya, dan karena haji membutuhkan harta sedangkan hamba sahaya
tidak mempunyai harta.
2. Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, Allah swt berfirman :
ِم ِه ِت ِح ِل ِه
َو َّل َعَلى الَّناِس ُّج اْلَبْي َم ِن اْس َتَطاَع ِإَلْي َس ِبْياًل َو َمْن َك َف َر َفِإَّن الَّلَه َغٌّيِن َعِن اْلَعاَل َنْي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS.
Ali Imran : 97)
Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah, dia dan walinya akan
mendapatkan pahala, sebagaimana di dalam hadist :
ِك ِه ِب ٍب
َعْن ُك َر ْي َأَّن اْم َر َأًة َر َفَعْت َص ًّيا َفَق اَلْت َيا َرُس وَل الَّل َأَهِلَذ ا َح ٌّج َقاَل َنَعْم َو َل َأْج ٌر
"Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang menggendong anaknya dan
berkata, "Apakah bagi anak ini juga memiliki keharusan haji?" beliau menjawab: "Ya, dan
kamu juga menjadapkan ganjaran pahala." (HR. Muslim)
Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat haji untuknya. Ini dilakukan
ketika membayar ongkos haji. Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah wali
tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah haji anak kecil tersebut. Kecuali
kalau anak kecil itu sudah mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri untuk melakukan ihram
dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah haji tidak gugur darinya, maka
ketika dia sudah dewasa, dia wajib melaksanakan ibadah haji lagi.
Pembahasan Kelima : Kriteria Mampu
Kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji bisa diukur dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Dikatakan mampu melaksanakan ibadah haji, karena badannya sehat, sebagaimana hadist
Ibnu Abbas :
َياَرُسْو َل اِهلل ِإَّن َأيِب َأْد َر َك ْت ُه َفِر ْيَض ُة اَحْلِّج َش ْيًخ ا َك ِبْيًر ا َال َيْس َتِط ْيُع َأْن َيْس َتِو َى َعَلى: َأَّن اْم َر َأًة ِم ْن َخ ْثَعَم َقاَلْت
ِح ِة
ُح ِّج ى َعْنُه: الَّر ا َل َأَفَأُح ُّج َعْنُه؟ َقاَل
“Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya
ayahku telah diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji disaat dia telah tua renta, dia
tidak mampu untuk tetap bertahan diatas kendaraan, apakah aku melaksanakan haji untuk
mewakilinya?’ Beliau menjawab: 'Lakukankah haji untuk (mewakilinya)” ( HR Bukhari
dan Muslim )
2. Mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan pokoknya, seperti kebutuhan untuk
menafkahi istri dan anak-anaknya, uang sewa rumah, modal dagangannya yang menjadi
sumber penghasilannya, seperti toko yang dari labanya dia bisa hidup dan bisa memenuhi
kebutuhannya.
a. Tidak mempunyai hutang, karena barang siapa yang mempunyai hutang, tidaklah ada
kewajiban haji baginya, karena membayar hutang merupakan kebutuhan dasar dan
merupakan hak manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi dan tidak bisa ditolerir.
Hutang yang berjangka hukumnya seperti hutang yang jatuh tempo, karena yang berhutang
sama-sama dikatakan tidak mampu. Tetapi jika dia percaya bisa mencari harta untuk
membayarnya, seperi kredit yang dibayar secara teratur dan dipotong dari gaji bulanannya
atau dipotong dari upah kerja ketrampilan atau sejenisnya, maka hal ini tidak menghalanginya
untuk melaksanakan ibadah haji sesudah dapat izin dari orang yang dihutanginya.
1. Dia harus mempunyai sesuatu yang bisa mengantarkannya ke kota Mekkah, tentunya
disesuaikan dengan keadaannya. Misalnya dari kendaraan seperti mobil, kapal, dan
pesawat, atau dari makanan,m, minuman serta tempat tinggal yang sesuai dengan
keadaannya, sebagaimana hadist Anas ra, beliau berkata :
َالَّز اُد َو الَّر اِح َلُة: َم ا َالَّس ِبيُل ؟ َقاَل,ِقيَل َيا َرُس وَل َالَّلِه
“Ada seseorang yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau
bersabda: “Bekal dan kendaraan” (HR. Daruquthni dan dishahihkan Hakim)
Jika tidak mampu, seseorang tidak diharuskan membebani diri sendiri dengan menjual rumah,
atau sawahnya yang merupakan sumber mata pencahariannya, atau dari sawah itu dia
memberikan nafkah kepada keluarganya.
Barang siapa yang tidak bisa haji karena antrian di dalam mendapatkan visa, maka dia
dihukumi sebagai orang yang tidak mampu, seperti orang yang dipenjara dan sejenisnya.
Orang tua tidak boleh melarang anaknya untuk pergi melaksanakan ibadah haji yang wajib,
berdasarkan hadist yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan dimarfu’kan
kepada Nabi saw :
اَل َطاَعَة ِلَم ْخ ُلوٍق يِف َم ْعِص َيِة الَّلِه َعَّز َو َج َّل
"Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Allah 'azza wajalla." (HR.
Ahmad)
Seorang anak hendaknya meminta keridhaan orang tuanya ketika hendak melaksanakan
ibadah haji. Begitu juga seorang suami tidak boleh melarang istrinya untuk pergi haji, karena
haji hukumnya wajib, sedang kedua orang tua dan suami tidak mempunyai hak untuk
melarang sesuatu yang wajib, walaupun begitu mereka berdua berhak untuk melarang anak
dan istrinya untuk melaksanakan ibadah haji yang sunnah.
َلَقْد َمَهْم ُت أْن أْبَعَث ِر َج اًال إىَل هِذِه اَألْمَص اِر َفَيْنُظُر ْو ا ُك َّل َمْن َك اَن َلُه َج َّد ٌة َو ْمَل ُحَيَّج ِلَيْض ِر ُبْو ا َعَلْيِه ُم اِجْلْز َيَة َم ا
ِلِم ِلِم
ُه ْم ُمِبْس َنْي َم اُه ْم ُمِبْس َنْي
“Aku bertekad mengutus beberapa orang menuju wilayah-wilayah untuk meneliti siapa yang
memiliki kecukupan harta namun tidak menunaikan ibadah haji agar diwajibkan atas mereka
membayar jizyah. Mereka bukanlah umat Islam ! mereka bukanlah umat Islam !”
Tidaklah pantas seseorang yang mempunyai kemampuan, untuk mengundur-undur
pelaksanakan ibadah haji, karena jika dia masih muda dan terus-menerus dalam maksiat, maka
hal ini merupakan bisikan syetan yang menghalanginya untuk berbuat kebaikan. Dan telah
diterangkan di atas tentang kewajiban seseorang untuk segera melaksanakan ibadah haji. Dan
selayaknya orang yang sudah melaksankan ibadah haji, baik ketika masih kecil, atau sudah
tua, untuk selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk.
Adapun syarat haji bagi perempuan adalah adanya muhrim jika memang jaraknya di atas 80
km dari Mekkah. Adapun yang dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki yang haram
untuk menikahinya selama-lamanya, karena hubungan nasab (darah) atau karena sebab lain
yang mubah, jika memang laki-laki tersebut baligh dan berakal. Hal itu berdasarkan hadist
Abu Hurairah bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
ٍم ٍم ٍة ِف ِس ِم ِخ ِر ِحَي اِل ٍة ِم ِب ِهلل
اَل ُّل ْم َر َأ ُتْؤ ُن ا َو اْلَيْو اآْل َأْن ُتَس ا َر َم َريَة َيْو َو َلْيَل َلْيَس َمَعَه ا ُذو ْحَمَر
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk safar
sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (HR Bukhari dan Muslim )
Jika perempuan melakukan ibadah haji tanpa muhrim, maka hajinya tetap sah, tetapi dia
berdosa karena melanggar larangan. Jika dia pergi haji bersama rombongan perempuan dan
aman dari fitnah, maka mereka itu diangap muhrimnya.
Adapun perempuan yang tinggal di Mekkah dan sekitarnya yang jaraknya dengan Mekkah
tidak lebih dari jarak dibolehkannya sholat qashar, maka muhrim bukanlah syarat didalam
melaksanakan ibadah haji.
Pembahasan Ketujuh : Hukum Orang Yang Tidak Mampu Haji dan Menjadi Wakil
Untuknya
Barang siapa yang tidak mampu melaksanakan haji sendiri, karena sakit atau sudah lanjut
usia, sehingga kesulitan untuk menaiki kendaran atau kesulitan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain dalam ibadah haji, maka dia boleh mencari orang yang mampu
mewakilinya, jika hal itu bisa dilakukannya. Sebagaimana hadist Ibnu Abbas :
ِع ِدِه ِه ِه ِا
اَل َيْثُبُت, ِإَّن َفِر يَض َة َالَّل َعَلى َب ا يِف َاَحْلِّج َأْد َر َك ْت َأيِب َش ْيًخ ا َك ِب ًريا, َيا َرُس وَل َالَّل: أّن ْم َر َأٌة َمْن َخ ْثَعَم َقاَلْت
ِح ِة
َنَعْم: َأَفَأُح ُّج َعْنُه? َقاَل, َعَلى َالَّر ا َل
“Sesungguhnya seorang perempuan dari Kats’am berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya
haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak
mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya? Beliau menjawab: “Ya
Boleh.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Dan disyaratkan bagi yang mewakili haji, bahwa dia sudah pernah melaksanakan ibadah haji.
Hal ini sesuai dengan hadist :
ِمَس ِه
َعْن اْبِن َعَّب اٍس َأَّن الَّنَّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي َو َس َّلَم َع َرُج اًل َيُق وُل َلَّبْي َك َعْن ُش ْبُر َم َة َق اَل َمْن ُش ْبُر َم ُة َق اَل َأٌخ يِل َأْو
َقِر يٌب يِل َقاَل َحَج ْجَت َعْن َنْف ِس َك َقاَل اَل َقاَل ُح َّج َعْن َنْف ِس َك َّمُث ُح َّج َعْن ُش ْبُر َم َة
“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang
mengucapkan; Labbaika 'An Syubrumah (ya Allah, aku memenuhi seruan-Mu untuk
Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab; saudaraku!
Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji untuk dirimu
sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk dirimu, kemudian
berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan hadist ini dishahihkan Ibnu
Hibban)
Yang mewakili hendaknya berangkat dari kota tempat tinggal orang yang diwakilinya,
seorang laki-laki boleh mewakili perempuan dan sebaliknya perempuan boleh mewakili laki-
laki.
Jika yang berhalangan tadi kemudian menjadi mampu, maka tidak wajib baginya
melaksanakan ibadah haji lagi, karena dia telah mengerjakan apa–apa yang diperintahkan
kepadanya, sehingga tidak diwajibkan mengulanginya.
Yang mewakilinya berhak mengambil biaya haji darinya, dan jika dia mengambil lebih
dari biaya yang dibutuhkan maka hal itu dibolehkan.
1. Adapun jika dia sudah mati, maka tidak apa-apa seorang wakil menghajikannya secara
cuma-cuma tanpa seijinnya.
َعْن َج اِبِر ْبِن َعْبِد الَّلِه َر ِض َي الَّلُه َعْنُه َم ا َقاَل ُك َّنا ِإَذا َص ِعْدَنا َكَّبْر َنا َو ِإَذا َنَز ْلَنا َس َّبْح َنا
“Dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata: "Apabila kami berjalan mendaki
(naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih” (HR. Bukhari)
Hendaknya dia jangan lupa untuk selalu berdzikir ketika berpindah-pindah tempat, dan untuk
selalu mengulangi hafalan al Qur’annya dan untuk selalu melaksanakan sholat witir walaupun
sedang berada di atas kendaran atau di atas pesawat terbang, karena sholat nafilah boleh
dilakukan oleh muafir di atas kendaraannya.
1. Hendaknya dia membawa bekal lebih jika dia termasuk orang yang mampu, sehingga bisa
membantu temannya dan berbuat baik kepadanya, sebagaimana di dalam hadist :
ِن ال ِد ا َك اَن اْل ُد يِف ِن أِخ ِه
َعْب َعْو ْي واهلل ْيِف َعْو َعْب َم
"Sesungguhnya Allah senantiasa menolong hambaNya, selama hamba tersebut menolong
saudaranya" (HR. Muslim dari hadist Abu Hurairah )
Hendaknya dia bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan dan orang-orang yang
kehabisan bekal perjalanan.
Hendaknya dia menjadikan bekal haji dari hartanya yang terbaik , karena sesungguhnya Allah
adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik juga.
1. Hendaknya dia selalu menjaga kewajiban-kewajiban syari’ah. Seorang musafir harus tetap
menjaga sholat dan bersuci serta kewajiban-kewajiban yang lain, dan jangan bermalas-
malas untuk mengerjakan itu semua tepat pada waktunya.
Dia hendaknya meng-qashar sholat dan menjama’nya jika hal itu dibutuhkan, karena dia
sedang melakukan perjalanan atau sedang istirahat, maka membutuhkan untuk menjama’
sholatnya karena kecapaian atau mengantuk.
1. Hal ini berdasarkan hadist bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
الَّسَف ُر ِقْطًع ُة ِم َن الَع َذ اِب ْمَيَن ُع َاَح َد ُك ْم َطَعاَمُه َو َش َر اَبُه َو َنْو َمُه َفِاَذاَقَض ى َاَح ُد ُك ْم هنمته ِم ْن َس َف ِرِه َفْلُيَعِّج ْل ِاىَل
َا ِلِه
ْه
“Bepergian itu adalah sepotong dari adzab, (karena) ia menghalangi seseorang
daripada kamu tentang makanannya, minumannya dan tidurnya. (Oleh karena itu)
apabila salah seorang dari kamu telah menyelesaikan keperluannya dari kepergiannya,
hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya” (HR. Muslim dari hadist Abu
Hurairah)
2. Jika dalam perjalanan pulang dia melewati jalan yang menanjak hendaknya
mengucapkan :
َل ُه اْلُم ْل ُك َو َل ُه اَحْلْم ُد َو ُه َو َعَلى ُك ِّل َش ْيٍئ, َالِالَه ِاَّالاُهلل َو ْح َد ُه َالِش ِر ْيَك َل ُه, َاُهلل َاْك َبُر, َاُهلل َاْك َبُر, اَُهلل َاْك َبُر
Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam. Sebagai bentuk ibadah, tata cara
pelaksanaan haji harus sesuai dengan perintah Allah dan dilakukan seperti yang dicontohkan
oleh Rasulullah Shollallaahu ‘Alaihi wa Salam. Jika prosesnya tidak dilakukan dengan benar
dan salah satu dari rukunnya terabaikan, maka ibadah hajinya dianggap tidak sah.
Sebelum mempelajari tentang rukun haji, calon jemaah sebaiknya memahami terlebih
dahulu tentang hukum dan syarat haji. Hukum haji adalah fardu ain, yakni wajib sekali
seumur hidup bagi setiap muslim yang mampu. Kewajiban ini telah disebutkan di dalam
Alquran, surat Ali Imron, ayat 97 dan diperkuat dengan beberapa hadis dari Rasulullah yang
sahih, serta ijmak para ulama.
Adapun syarat wajib bagi seseorang untuk berhaji terdiri dari 5 perkara, yakni
beragama Islam, berakal, balig, merdeka (bukan budak), dan mampu. Jika salah satu syarat
tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang tidak dikenai kewajiban untuk berhaji. Tidak ada
perselisihan dari para ulama mengenai hal ini.
Pengertian mampu yang dimaksud dalam syarat wajib haji adalah memiliki bekal yang
cukup, kendaraan yang memadai, jalan tempuh yang aman, serta kondisi fisik yang sehat
sehingga mampu melakukan perjalanan dan ibadah di Tanah Suci. Sedangkan bekal yang
cukup artinya, selain cukup membiayai keberangkatan & biaya hidup jemaah selama di
Tanah Suci, juga cukup untuk menafkahi keluarga yang ditinggalkan tanpa harus berutang.
Selain syarat wajib, ada juga yang disebut dengan syarat sah haji, yaitu beragama Islam,
berakal (tidak gila), miqot zamani atau dilakukan di waktu tertentu, yakni pada bulan hajidan
bukan di waktu lainnya, serta miqot makani atau dilakukan di tempat yang telah ditetapkan.
Jika keempat persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka hajinya tidak sah.
Tata Cara Haji
Hal penting lainnya yang juga harus dipahami oleh setiap muslim yang akan berhaji
adalah manasik/tata cara haji. Manasik haji merupakan simulasi ibadah haji yang dilakukan
sesuai tata cara aslinya. Manasih perlu dilakukan agar setiap calon jemaah lebih paham dan
bisa memahami tahapan ibadah secara lebih baik.
Selanjutnya, kita akan membahas apa saja yang termasuk tata cara pelaksanaan haji
(rukun haji). Setiap amalan ibadah yang termasuk rukun haji wajib dilaksanakan. Jika salah
satu dari rukun tersebut diabaikan, maka ibadah haji menjadi tidak sah. Adapun yang
termasuk rukun haji, yang dicontohkan Rasulullah, adalah ihram, tawaf, sai, dan wukuf di
Arafah.
Tata Cara Haji: Berihram
Rukun pertama: Ihram
Ihram adalah niat untuk mulai beribadah haji. Niat adalah perkara batin, maka cukup
dilakukan di hati saja dan tidak perlu diucapkan. Saat berihram, jemaah wajib memulai dari
miqot, tidak memakai pakaian yang dijahit, hendaknya ber-talbiyah, dan tidak diperbolehkan
memakai baju, jubah, mantel, imamah, penutup kepala, dan khuf atau sepatu. Jemaah wanita
juga tidak diperbolehkan memakai penutup wajah dan sarung tangan.
Adapun, sunah saat berihram adalah mandi, memakai wewangian di badan, memotong bulu
kemaluan dan ketiak, memendekkan kumis, memotong kuku, memakai sarung dan kain atasan
yang berwarna putih bersih, serta memakai sandal. Niat ihram dilakukan setelah salat,
setelahnya jemaah haji disarankan untuk memperbanyak talbiyah. Jemaah wanita boleh
memakai pakaian apa saja, tidak ada ketentuan harus warna tertentu, asalkan tidak menyerupai
pakaian laki-laki dan harus menutup aurat.
Ibadah umroh merupakan bagian dari ibadah mahdoh, yaitu ibadah yang sudah
ditetapkan syaratnya, rukunnya, tempatnya, sampai waktunya. Seumpama dengan
melaksanakan sholat yang dimulai dengan niat dan diakhiri dengan salam, ibadah umroh juga
dimulai dengan berihram (niat umroh) dan diakhiri dengan bertahalul (mencukur sebagian
rambut).
Tata cara umroh dimulai dengan berihram dari miqat-miqot yang telah ditentukan.
Miqat adalah garis start seorang jama'ah yang hendak melakukan ibadah umroh atau haji,
dengan kata lain adalah tempat berihram (niat umroh) dan masuknya seseorang kedalam
pelaksanaan umroh yang akan dilakukan.
Pada kesempatan kali ini Insyaa Allah kita akan membahas mengenai tata cara umroh
lengkap dengan ilustrasi gambar dan do'a do'a ketika melakukan ibadah umroh.
Tata Cara Umroh Dan Bacaannya
1. Dari bandara menuju masjid miqat Dzulhulaifah / Abyar 'Ali. Kemudian melakukan
persiapan sebelum ihram seperti mandi, mengenakan pakaian ihram, berwudlu dan shalat
sunnah ihram 2 raka'at. setelah itu membaca niat umroh :
2. Setelah mengenakan pakaian ihram dan berniat melaksankan umroh dilarang untuk :
5. Melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, posisi Ka'bah berada disebelah
kiri. Untuk melihat bacaan doa ketika tawaf klik/sentuh
6. Sholat 2 rakaat didepan maqam Ibrahim. Rakaat pertama membaca surat Al-Fatihah
dilanjutkan dengan membaca surat Al-Kaafiruun. Rakaat kedua membaca surat Al-Fatihah
dilanjutkan dengan membaca surat Al-Ikhlas.
9. Tahallul adalah akhir dari pelaksanaan ibadah umroh, ditandai dengan bercukur. Untuk
laki-laki lebih baik dicukur sampai gundul, tapi kalaupun tidak sampai gundul tak mengapa.
Dan untuk perempuan dicukur alakadarnya dengan membaca doa :
Tata cara umroh bertahallul atau menggunting rambut