Anda di halaman 1dari 36

Pembahasan Pertama : Pengertian Haji dan Umrah

Haji secara etimologi adalah berkunjung. Adapun secara terminologi adalah mengunjungi
Baitul Haram dengan amalan tertentu, pada waktu tertentu.
Adapun umrah secara etimologi adalah berkunjung. Sedangkan secara terminologi adalah
mengunjungi Baitul Haram dengan amalan tertentu.

Pembahasan Kedua : Keutamaan Haji dan Umrah


Haji merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia, dengannya seorang hamba akan
mendapatkan rahmat dan berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat rindu untuk
segera melaksanakannya.
Sesungguhnya haji merupakan jalan menuju syurga dan membebaskan diri dari api neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
‫ِا‬
‫اََحْلُّج اْلَم ْبُر ْو ُر َلْيَس َلُه َجَز اٌء َّال اَجْلَّنَة‬
“ Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali syurga. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Haji dapat melebur dosa dan menghilangkan dampak maksiat dan perbutan jelek,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam :
‫ِه ِم‬ ‫ِم‬
‫َمْن َح َّج َفَلْم َيْر ُفْث َو ْمَل َيْف ُس ْق َرَجَع ْن ُذُنْو ِب َك َيْو َو َلَد ْتُه ُأُّم ُه‬
“Barang siapa yang hendak berhaji, dan tidak melakukan senggama (diwaktu terlarang) dan
tidak berbuat fasiq (maksiat), maka ia akan kembali dari dosa-dosanya seperti saat ia
dilahirkan oleh ibunya”. (HR Bukhari dan Muslim )
Ibadah haji sebagaimana bisa membawa kepada kejayaan di akhirat, begitu juga bisa
menyelamatkan dari kefakiran, sebagaimana hadist Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
‫ا ِد يِد‬ ‫ِف ِك‬ ‫ِف ِن‬ ‫ِإ‬ ‫ِب‬
‫َتا ُعوا َبَنْي اَحْلِّج َو اْلُعْم َر ِة َف َّنُه َم ا َيْن َيا اْلَفْق َر َو الُّذ ُنوَب َك َم ا َيْن ي اْل ُري َخ َبَث َحْل‬
“Laksanakanlah haji dan umrah, karena keduanya menghapus kefakiran dan dosa
sebagaimana api menghilangkan karat dari besi.” (HR. Tirmidzi )
Seorang muslim jika melaksanakan ibadah haji, maka dia telah masuk dalam katagori jihad.
Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Aisyah ra bahwa beliau
bertanya Nabi saw :

‫ َفَق اَل َعَلْيُك َّن ِج َه اٌد اَل ِقَتاَل ِفْيِه اَحْلُّج‬, ‫َه ْل َعَلى ا ْر أِة ِم ْن ِج َه اٍد‬
‫َمل‬
“Apakah wanita itu wajib berjihad ? Maka beliau bersabda : “ Kalian wajib berjihad yang
tidak pakai perang, yaitu haji.”
Oleh karena itu, saya ucapkan selamat bagi yang sangat rindu hatinya untuk mengerjakan
ibadah haji dengan membawa bekal, meninggalkan keluarga dan negaranya, menjadi tamu
Allah Yang Maha Pengasih, seraya memakai ihram, mengucapkan talbiyah, berdiri, berdo’a,
berdzikir dan beribadah.
Pembahasan Ketiga : Kewajiban Haji Dan Umrah Hanya Sekali Seumur Hidup
Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang agung dan salah satu rukunnya
yang lima. Hal itu berdasarkan sabda Nabi saw :
‫ِم‬ ‫ِة‬ ‫ِة ِإ ِء‬ ‫ِهلل ِإ ِم‬ ‫ِإ ِإ‬ ‫ِة‬
‫ َش َه اَد َأْن َال َل َه َّال اُهلل َو َأَّن َحُمَّم ًد ا َرُس ْو ُل ا َو قَا الَّص َال َو ْيَت ا الَّز َك ا َو َص ْو‬: ‫ُبَيِن ْاِإل ْس َالُم َعَلى ْمَخٍس‬

‫َرَم َض اَن َو اَحْلِّج‬


“Islam dibangun di atas lima perkara yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad
Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji” ( HR Bukhari
dan Muslim )
Seorang muslim wajib melaksanakan ibadah haji dan umrah sekali seumur hidup sebagaimana
yang diriwayatkan Imam Muslim dari hadist Abu Hurairah berkata :

‫ َأُك َّل‬:‫ َفَق اَل َرُج ٌل‬.‫ َأُّيَه ا الَّناُس َقْد َفَر َض اُهلل َعَلْيُك ُم اَحْلَّج َفُح ُّج وا‬: ‫َخ َطَبَنا َرُسْو ُل اِهلل َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم َفَق اَل‬

‫ َو َلَم ا‬، ‫ َلْو ُقْلُت َنَعْم َلَو َجَبْت‬:‫ َفَق اَل َرُس ْو ُل اِهلل َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو َس َّلَم‬،‫َعاٍم َيا َرُسْو َل اِهلل؟ َفَس َك َت َح ىَّت َقاَهَلا َثَالًثا‬

‫ َذُرْو يِن َم ا َتَر ْك ُتُك ْم َفِإَمَّنا َه َل َك َمْن َك اَن َقْبَلُك ْم ِبَك ْثَر ِة ُس َؤ اِهِلْم َو اْخ ِتَالِفِه ْم َعَلى َأْنِبَي اِئِه ْم َف ِإَذا‬: ‫ َّمُث َق اَل‬. ‫اْس َتَطْع ُتْم‬
‫ٍء‬ ‫ِم‬ ‫ٍء‬
‫َأَمْر ُتُك ْم ِبَش ْي َفْأُتوا ْنُه َم ا اْس َتَطْع ُتْم َو ِإَذا َنَهْيُتُك ْم َعْن َش ْي َفَد ُعْو ُه‬
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami, beliau berkata:
“Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah
kalian!” Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga
orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan
sanggup.” Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian.
Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak
diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian
maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari s
esuatu maka tinggalkanlah.”
Begitu juga seorang muslim wajib melaksanakan ibadah umrah sekali dalam hidupnya, Allah
swt berfirman :
‫َأُّمِتوا ا َّج اْل َة ِلَّلِه‬
‫َو َحْل َو ُعْم َر‬
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah” (QS. Al Baqarah : 196)
Ibnu Abbas Berkata : Sesungguhnya umrah disebutkan bersama haji di dalam kitab Allah,
oleh karena itu, sebagaimana haji hukumnya wajib, maka umrahpun hukumnya wajib.
Pembahasan Keempat : Syarat-syarat Kewajiban Haji dan Umrah
Haji diwajibkan kepada :
1. Seorang muslim, maka tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena haji merupakan
bentuk ibadah, sedang ibadah tidak boleh dilakukan oleh orang kafir, karena tidak sah
niatnya
2. Aqil (berakal)
3. Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan orang yang kurang waras pikirannya,
begitu juga tidak diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadist Ali bin Abi Thalib
bahwa Nabi saw bersabda :
‫ِق‬ ‫ِه‬ ‫ِق‬ ‫ِئِم‬ ‫ٍة‬ ‫ِف‬
‫ُر َع اْلَق َلُم َعْن َثاَل َث َعْن الَّنا َح ىَّت َيْس َتْي َظ َو َعْن الَّص ِيب َح ىَّت يبلغ َو َعْن اْلَم ْع ُتو َح ىَّت َيْع َل‬
“Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ia
baligh, dan orang gila (kurang sehat akalnya) hingga ia berakal” (HR. Ahmad, Abu Daud
dan Nasai)
1. Merdeka, haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya sebagai kemudahan baginya, karena
dia sibuk melayani tuannya, dan karena haji membutuhkan harta sedangkan hamba sahaya
tidak mempunyai harta.
2. Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, Allah swt berfirman :
‫ِم‬ ‫ِه‬ ‫ِت‬ ‫ِح‬ ‫ِل ِه‬
‫َو َّل َعَلى الَّناِس ُّج اْلَبْي َم ِن اْس َتَطاَع ِإَلْي َس ِبْياًل َو َمْن َك َف َر َفِإَّن الَّلَه َغٌّيِن َعِن اْلَعاَل َنْي‬
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS.
Ali Imran : 97)
Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah, dia dan walinya akan
mendapatkan pahala, sebagaimana di dalam hadist :
‫ِك‬ ‫ِه‬ ‫ِب‬ ‫ٍب‬
‫َعْن ُك َر ْي َأَّن اْم َر َأًة َر َفَعْت َص ًّيا َفَق اَلْت َيا َرُس وَل الَّل َأَهِلَذ ا َح ٌّج َقاَل َنَعْم َو َل َأْج ٌر‬
"Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang menggendong anaknya dan
berkata, "Apakah bagi anak ini juga memiliki keharusan haji?" beliau menjawab: "Ya, dan
kamu juga menjadapkan ganjaran pahala." (HR. Muslim)
Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat haji untuknya. Ini dilakukan
ketika membayar ongkos haji. Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah wali
tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah haji anak kecil tersebut. Kecuali
kalau anak kecil itu sudah mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri untuk melakukan ihram
dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah haji tidak gugur darinya, maka
ketika dia sudah dewasa, dia wajib melaksanakan ibadah haji lagi.
Pembahasan Kelima : Kriteria Mampu
Kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji bisa diukur dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Dikatakan mampu melaksanakan ibadah haji, karena badannya sehat, sebagaimana hadist
Ibnu Abbas :

‫ َياَرُسْو َل اِهلل ِإَّن َأيِب َأْد َر َك ْت ُه َفِر ْيَض ُة اَحْلِّج َش ْيًخ ا َك ِبْيًر ا َال َيْس َتِط ْيُع َأْن َيْس َتِو َى َعَلى‬: ‫َأَّن اْم َر َأًة ِم ْن َخ ْثَعَم َقاَلْت‬
‫ِح ِة‬
‫ ُح ِّج ى َعْنُه‬: ‫الَّر ا َل َأَفَأُح ُّج َعْنُه؟ َقاَل‬
“Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya
ayahku telah diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji disaat dia telah tua renta, dia
tidak mampu untuk tetap bertahan diatas kendaraan, apakah aku melaksanakan haji untuk
mewakilinya?’ Beliau menjawab: 'Lakukankah haji untuk (mewakilinya)” ( HR Bukhari
dan Muslim )
2. Mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan pokoknya, seperti kebutuhan untuk
menafkahi istri dan anak-anaknya, uang sewa rumah, modal dagangannya yang menjadi
sumber penghasilannya, seperti toko yang dari labanya dia bisa hidup dan bisa memenuhi
kebutuhannya.
a. Tidak mempunyai hutang, karena barang siapa yang mempunyai hutang, tidaklah ada
kewajiban haji baginya, karena membayar hutang merupakan kebutuhan dasar dan
merupakan hak manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi dan tidak bisa ditolerir.
Hutang yang berjangka hukumnya seperti hutang yang jatuh tempo, karena yang berhutang
sama-sama dikatakan tidak mampu. Tetapi jika dia percaya bisa mencari harta untuk
membayarnya, seperi kredit yang dibayar secara teratur dan dipotong dari gaji bulanannya
atau dipotong dari upah kerja ketrampilan atau sejenisnya, maka hal ini tidak menghalanginya
untuk melaksanakan ibadah haji sesudah dapat izin dari orang yang dihutanginya.
1. Dia harus mempunyai sesuatu yang bisa mengantarkannya ke kota Mekkah, tentunya
disesuaikan dengan keadaannya. Misalnya dari kendaraan seperti mobil, kapal, dan
pesawat, atau dari makanan,m, minuman serta tempat tinggal yang sesuai dengan
keadaannya, sebagaimana hadist Anas ra, beliau berkata :

‫ َالَّز اُد َو الَّر اِح َلُة‬: ‫ َم ا َالَّس ِبيُل ؟ َقاَل‬,‫ِقيَل َيا َرُس وَل َالَّلِه‬
“Ada seseorang yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau
bersabda: “Bekal dan kendaraan” (HR. Daruquthni dan dishahihkan Hakim)
Jika tidak mampu, seseorang tidak diharuskan membebani diri sendiri dengan menjual rumah,
atau sawahnya yang merupakan sumber mata pencahariannya, atau dari sawah itu dia
memberikan nafkah kepada keluarganya.
Barang siapa yang tidak bisa haji karena antrian di dalam mendapatkan visa, maka dia
dihukumi sebagai orang yang tidak mampu, seperti orang yang dipenjara dan sejenisnya.
Orang tua tidak boleh melarang anaknya untuk pergi melaksanakan ibadah haji yang wajib,
berdasarkan hadist yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan dimarfu’kan
kepada Nabi saw :

‫اَل َطاَعَة ِلَم ْخ ُلوٍق يِف َم ْعِص َيِة الَّلِه َعَّز َو َج َّل‬
"Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Allah 'azza wajalla." (HR.
Ahmad)

Seorang anak hendaknya meminta keridhaan orang tuanya ketika hendak melaksanakan
ibadah haji. Begitu juga seorang suami tidak boleh melarang istrinya untuk pergi haji, karena
haji hukumnya wajib, sedang kedua orang tua dan suami tidak mempunyai hak untuk
melarang sesuatu yang wajib, walaupun begitu mereka berdua berhak untuk melarang anak
dan istrinya untuk melaksanakan ibadah haji yang sunnah.

Pembahasan Keenam : Bersegera Melaksanakan Ibadah Haji


Barang siapa yang mendapatkan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, dan telah
terpenuhi syarat-syaratnya, maka wajib baginya untuk segera melaksanakan ibadah haji, tidak
boleh diundur-undur lagi. Allah swt berfirman :
‫َفا َتِبُقوا ا اِت‬
‫َخْلْيَر‬ ‫ْس‬
”Berlomba-lombalah kalian dalam mengerjakan kebaikan” (QS. Al Baqarah : 148)
Hal itu, karena kewajiban itu sudah ada dipundaknya, dan sesungguhnya dia tidak mengetahui
barangkali di masa mendatang keberangkatan hajinya bisa saja terhalangi dengan sakit, atau
jatuh miskin atau bahkan datangnya kematian. Sebagaimana dalam hadist Ibnu Abbas :

‫َتَعَّجُلوا ِإىَل اَحْلِّج َفِإَّن َأَح َد ُك ْم اَل َيْد ِر ي َم ا َيْع ِر ُض َلُه‬


“Bersegeralah melaksanakan ibadah haji ( yaitu haji yang wajib) karena kalian tidak tahu
apa yang akan di hadapinya (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Telah diriwayatkan dari Sa’id bin Manshur dan Hasan bahwa Umar ra berkata:

‫َلَقْد َمَهْم ُت أْن أْبَعَث ِر َج اًال إىَل هِذِه اَألْمَص اِر َفَيْنُظُر ْو ا ُك َّل َمْن َك اَن َلُه َج َّد ٌة َو ْمَل ُحَيَّج ِلَيْض ِر ُبْو ا َعَلْيِه ُم اِجْلْز َيَة َم ا‬
‫ِلِم‬ ‫ِلِم‬
‫ُه ْم ُمِبْس َنْي َم اُه ْم ُمِبْس َنْي‬
“Aku bertekad mengutus beberapa orang menuju wilayah-wilayah untuk meneliti siapa yang
memiliki kecukupan harta namun tidak menunaikan ibadah haji agar diwajibkan atas mereka
membayar jizyah. Mereka bukanlah umat Islam ! mereka bukanlah umat Islam !”
Tidaklah pantas seseorang yang mempunyai kemampuan, untuk mengundur-undur
pelaksanakan ibadah haji, karena jika dia masih muda dan terus-menerus dalam maksiat, maka
hal ini merupakan bisikan syetan yang menghalanginya untuk berbuat kebaikan. Dan telah
diterangkan di atas tentang kewajiban seseorang untuk segera melaksanakan ibadah haji. Dan
selayaknya orang yang sudah melaksankan ibadah haji, baik ketika masih kecil, atau sudah
tua, untuk selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk.
Adapun syarat haji bagi perempuan adalah adanya muhrim jika memang jaraknya di atas 80
km dari Mekkah. Adapun yang dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki yang haram
untuk menikahinya selama-lamanya, karena hubungan nasab (darah) atau karena sebab lain
yang mubah, jika memang laki-laki tersebut baligh dan berakal. Hal itu berdasarkan hadist
Abu Hurairah bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
‫ٍم‬ ‫ٍم ٍة‬ ‫ِف ِس‬ ‫ِم ِخ ِر‬ ‫ِحَي اِل ٍة ِم ِب ِهلل‬
‫اَل ُّل ْم َر َأ ُتْؤ ُن ا َو اْلَيْو اآْل َأْن ُتَس ا َر َم َريَة َيْو َو َلْيَل َلْيَس َمَعَه ا ُذو ْحَمَر‬
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk safar
sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (HR Bukhari dan Muslim )
Jika perempuan melakukan ibadah haji tanpa muhrim, maka hajinya tetap sah, tetapi dia
berdosa karena melanggar larangan. Jika dia pergi haji bersama rombongan perempuan dan
aman dari fitnah, maka mereka itu diangap muhrimnya.
Adapun perempuan yang tinggal di Mekkah dan sekitarnya yang jaraknya dengan Mekkah
tidak lebih dari jarak dibolehkannya sholat qashar, maka muhrim bukanlah syarat didalam
melaksanakan ibadah haji.

Pembahasan Ketujuh : Hukum Orang Yang Tidak Mampu Haji dan Menjadi Wakil
Untuknya
Barang siapa yang tidak mampu melaksanakan haji sendiri, karena sakit atau sudah lanjut
usia, sehingga kesulitan untuk menaiki kendaran atau kesulitan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain dalam ibadah haji, maka dia boleh mencari orang yang mampu
mewakilinya, jika hal itu bisa dilakukannya. Sebagaimana hadist Ibnu Abbas :
‫ِع ِدِه‬ ‫ِه‬ ‫ِه‬ ‫ِا‬
‫ اَل َيْثُبُت‬,‫ ِإَّن َفِر يَض َة َالَّل َعَلى َب ا يِف َاَحْلِّج َأْد َر َك ْت َأيِب َش ْيًخ ا َك ِب ًريا‬, ‫ َيا َرُس وَل َالَّل‬: ‫أّن ْم َر َأٌة َمْن َخ ْثَعَم َقاَلْت‬
‫ِح ِة‬
‫ َنَعْم‬: ‫ َأَفَأُح ُّج َعْنُه? َقاَل‬, ‫َعَلى َالَّر ا َل‬
“Sesungguhnya seorang perempuan dari Kats’am berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya
haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak
mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya? Beliau menjawab: “Ya
Boleh.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Dan disyaratkan bagi yang mewakili haji, bahwa dia sudah pernah melaksanakan ibadah haji.
Hal ini sesuai dengan hadist :
‫ِمَس‬ ‫ِه‬
‫َعْن اْبِن َعَّب اٍس َأَّن الَّنَّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي َو َس َّلَم َع َرُج اًل َيُق وُل َلَّبْي َك َعْن ُش ْبُر َم َة َق اَل َمْن ُش ْبُر َم ُة َق اَل َأٌخ يِل َأْو‬

‫َقِر يٌب يِل َقاَل َحَج ْجَت َعْن َنْف ِس َك َقاَل اَل َقاَل ُح َّج َعْن َنْف ِس َك َّمُث ُح َّج َعْن ُش ْبُر َم َة‬
“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang
mengucapkan; Labbaika 'An Syubrumah (ya Allah, aku memenuhi seruan-Mu untuk
Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab; saudaraku!
Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji untuk dirimu
sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk dirimu, kemudian
berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan hadist ini dishahihkan Ibnu
Hibban)

Yang mewakili hendaknya berangkat dari kota tempat tinggal orang yang diwakilinya,
seorang laki-laki boleh mewakili perempuan dan sebaliknya perempuan boleh mewakili laki-
laki.
Jika yang berhalangan tadi kemudian menjadi mampu, maka tidak wajib baginya
melaksanakan ibadah haji lagi, karena dia telah mengerjakan apa–apa yang diperintahkan
kepadanya, sehingga tidak diwajibkan mengulanginya.
Yang mewakilinya berhak mengambil biaya haji darinya, dan jika dia mengambil lebih
dari biaya yang dibutuhkan maka hal itu dibolehkan.
1. Adapun jika dia sudah mati, maka tidak apa-apa seorang wakil menghajikannya secara
cuma-cuma tanpa seijinnya.

Pembahasan Kedelapan : Adab-adab Haji


Selayaknya bagi yang melakukan ibadah haji, untuk memperhatikan adab-adab di bawah ini :
1. Mengikhlaskan niat di dalam ibadah haji.
Seyogyanya bagi yang ingin melaksankan ibadah haji, sebelum meninggalkan rumahnya,
untuk menghadirkan niat bahwa dia keluar melaksanakan ibadah haji hanya karena Allah
semata, dengan mengharap pahala dari-Nya, bukan mengharap untuk diberi gelar pak haji,
atau agar orang sekitarnya melihat bahwa dirinya pergi haji dan pergi ke Mekkah,
sebagaimana hadist Umat bahwasanya nabi shallallahu ‘alahi wassalam bersabda :
‫ٍة ِك‬ ‫ِص‬ ‫ِه‬ ‫ِل‬ ‫ِت‬
‫ِإَمَّنا اَأْلْع َم اُل ِبالِّنَّيا َو ِإَمَّنا ُك ِّل اْم ِر ٍئ َم ا َنَو ى َفَمْن َك اَنْت ْج َر ُتُه ِإىَل ُدْنَيا ُي يُبَه ا َأْو ِإىَل اْم َر َأ َيْن ُحَه ا َفِه ْج َر ُتُه‬
‫ِإىَل ا ا ِإَل ِه‬
‫َم َه َج َر ْي‬
"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa
yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena
seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia
diniatkan" (HR Bukhari dan Muslim )
Artinya barang siapa yang hajinya diniatkan karena Allah dan benar-benar dilaksanakan
karena-Nya, maka akan mendapatkan pahala di sisi Allah.
1. Mempelajari hukum-hukum tentang haji
Seyogyanya bagi yang ingin pergi haji untuk mempelajari hukum-hukum terkait dengan
haji dan serta mengikuti nabi dalam melaksanakan ibadah haji secara keseluruhan, baik
perkataan dan perbuatannya. Hal itu sesuai dengan hadist Jabir bahwasanya nabi
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
‫ِس‬ ‫ِل‬
‫َتْأُخ ُذ ْو ا َعيِّن َم َنا َكُك ْم‬
“Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku” (HR. Muslim)
Ini bisa terlaksana dengan mempelajari hukum-hukum terkait dengan haji serta membaca
buku yang lebih terperinci. Kemudian memperbanyak di dalam menela’ahnya sehingga dia
bisa melaksanakan ibadah haji ini dengan lebih sempurna dan lebih sesuai dengan sunnah.
Begitu juga hendaknya dia menghadiri kajian-kajian yang membahas tentang haji, sehingga
dari kajian-kajian tersebut akan diketahui hukum-hukum haji dan tata cara pelaksanaannya.
Hendaknya dalam perjalanan hajinya dia mencari orang-orang yang mulia, mempunyai
sopan-santun dan berakhlaq baik, yaitu dengan cara memilih travel yang sudah terkenal
profesional, melaksanakan kewajibannya, membantu orang-orang yang ikut dengannya untuk
bisa melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya.
Hendaknya mencari seorang penuntut ilmu untuk menyertai rombongan haji, karena amalan-
amalan haji tidak cukup hanya berbekal pengetahuan saja, tetapi perlu ada seorang ulama
yang berusaha mengamalkan sunnah dan mengetahui tentang hukum-hukum haji. Jika tidak
didapatkan seorang ulama atau penuntut ilmu, maka paling tidak ada orang yang pernah
melaksankan haji yang berusaha untuk menyempurnakan ibadah haji ini.
1. Menghindari dari para penganggur dan orang-orang yang suka bermain-main. Yaitu
orang-orang yang jika bergaul dengan mereka akan menyebabkan terjatuh di dalam
maksiat, membuang-buang waktu dan banyak ngobrol.
2. Menghindari dari ahli bid’ah dan khurafat yang sering memalingkan dari beribadah dan
berdo’a kepada Allah kepada berdo’a kepada selain-Nya serta lebih memilih untuk
mencari bangunan–bangunan dari peninggalan bersejarah untuk mengusap-usapnya dan
mengusap-usap Ka’bah serta Maqam Ibrahim yang sering menyebabkan pertengkaran,
padahal mestinya mereka menunaikan ibadah haji ini dengan baik
3. Hendaknya berusaha untuk ekonomis di dalam berbelanja dan jangan berlebih-lebihan
serta membebani diri di dalam hidupmu dan dalam perjalanan hajimu. Serta jangan
berbangga-bangga dengan kehidupan yang serba hedonis di dalam melaksanakan ibadah
haji.
4. Jauhilah hal-hal yang melengahkan, seperti menonton chanel-chanel Televisi yang berisi
hiburan-hiburan, atau mendengarkan musik dan hal-hal lain yang termasuk katagori
maksiat.
5. Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik selama perjalanan, dan selama pelaksanaan
ibadah haji, serta berusaha untuk melawan hawa nafsu untuk mewujudkan hal itu,
sehingga temanmu menjadi rela untuk bersamamu. Dan hendaknya anda bisa bersabar
untuk menjauhi dari permusuhan dan perkelahian yang sering timbul pada saat melakukan
perjalanan dan pada saat terjadinya desak-desakan.
6. Selalu berdzikir dengan dzikir pagi dan petang, dan berdo’a ketika keluar rumah dan
ketika hendak melakukan perjalanan. Hendaknya dia berdo’a ketika keluar rumah,
sebagaimana di dalam hadist Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam jika keluar rumah beliau berdo’a :
‫ِض‬ ‫ِب‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ ِب ِهلل‬ ‫ِهلل‬ ‫ِب ِهلل‬
‫ َأْو‬، ‫ َأْو َأِزَّل‬،‫ َأْو ُأَض َّل‬،‫َ الَّلُه َّم ْيِّن َأُع ْو ُذ َك َأْن َأ َّل‬. ‫ َو َال َح ْو َل َو َال ُقَّوَة َّال ا‬، ‫ َتَو َّك ْلُت َعَلى ا‬، ‫ْس ِم ا‬
. ‫ َأْو ْجُيَه َل َعَلَّي‬،‫ َأْو َأْجَه َل‬،‫ َأْو ُأْظَلَم‬،‫ َأْو َأْظِلَم‬، ‫ُأَز َّل‬
“Dengan nama Allah. Aku bertawakkal kepadaNya dan tiada daya dan upaya kecuali karena
pertolongan Allah. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu jangan sampai aku
sesat atau disesatkan, berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau dianiaya, berbuat
bodoh atau dibodohi”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad shahih)
Kemudian dilanjutkan dengan do’a safar :
‫ِإ‬ ‫ِل‬ ‫ِن ِإ ِإ‬ ‫َّلِذ‬
‫ َو َّنا ىَل َر ِّبَن ا َلُم ْنَق ُبْو َن الَّلُه َّم َّنا َنْس َأُلَك ْيِف‬. ‫بسم اهلل احلمد هلل ُس ْبَح اَن ا ْي َس َّخ َر َلَن ا َه َذ ا َو َم ا ُك َّنا َلُه ُمْق ِر َنْي‬
‫ِم‬
‫ الَّلُه َّم َأْنَت‬،‫ الَّلُه َّم َه ِّو ْن َعَلْيَن ا َس َف َر َنا َه َذ ا َو اْط ِو َعَّن ا ُبْع َد ُه‬،‫ َو َن اْلَعَم ِل َم ا َتْر َض ى‬،‫َس َف ِر َنا َه َذ ا اْلَّرِب َو الَّتْق َو ى‬
‫ الَّلُه َّم ِإ َأُع ْو ُذ ِبَك ِم ْن َو ْعَثاِء الَّس َف ِر َك آَبِة اْلَم ْنَظِر َو ُس ْو ِء اْلُم ْنَق َلِب يِف‬، ‫الَّص اِح يِف الَّس َف ِر َو اَخْلِلْيَف ُة يِف ْاَألْه ِل‬
‫َو‬ ‫ْيِّن‬ ‫ُب‬
. ‫ آِيُبْو َن َتاِئُبْو َن َعاِبُد ْو َن ِلَر ِّبَنا َح اِم ُد ْو َن‬: ‫ َو ِإَذا َرَجَع َقاُهَلَّن َو َز اَد ِفْيِه َّن‬. ‫اْلَم اِل َو ْاَألْه ِل‬
“Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan
kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami
akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon
kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang meridhakanMu. Ya
Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah!
Engkaulah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah!
Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan
yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga.” Apabila kembali,
doa di atas dibaca, dan ditambah: “Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan
selalu memuji kepada Tuhan kami.” (HR. Muslim dari hadist Ibnu Umar)
Jika jalan sedang menanjak hendaknya dia mengucapkan : “ Allahu Akbar ” , jika dia
menuruni lembah atau tempat yang rendah, hendaknya mengucapkan : “ Subhanallah “ , ini
berdasarkan hadist Jabir :

‫َعْن َج اِبِر ْبِن َعْبِد الَّلِه َر ِض َي الَّلُه َعْنُه َم ا َقاَل ُك َّنا ِإَذا َص ِعْدَنا َكَّبْر َنا َو ِإَذا َنَز ْلَنا َس َّبْح َنا‬
“Dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata: "Apabila kami berjalan mendaki
(naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih” (HR. Bukhari)
Hendaknya dia jangan lupa untuk selalu berdzikir ketika berpindah-pindah tempat, dan untuk
selalu mengulangi hafalan al Qur’annya dan untuk selalu melaksanakan sholat witir walaupun
sedang berada di atas kendaran atau di atas pesawat terbang, karena sholat nafilah boleh
dilakukan oleh muafir di atas kendaraannya.
1. Hendaknya dia membawa bekal lebih jika dia termasuk orang yang mampu, sehingga bisa
membantu temannya dan berbuat baik kepadanya, sebagaimana di dalam hadist :
‫ِن ال ِد ا َك اَن اْل ُد يِف ِن أِخ ِه‬
‫َعْب َعْو ْي‬ ‫واهلل ْيِف َعْو َعْب َم‬
"Sesungguhnya Allah senantiasa menolong hambaNya, selama hamba tersebut menolong
saudaranya" (HR. Muslim dari hadist Abu Hurairah )
Hendaknya dia bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan dan orang-orang yang
kehabisan bekal perjalanan.
Hendaknya dia menjadikan bekal haji dari hartanya yang terbaik , karena sesungguhnya Allah
adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik juga.
1. Hendaknya dia selalu menjaga kewajiban-kewajiban syari’ah. Seorang musafir harus tetap
menjaga sholat dan bersuci serta kewajiban-kewajiban yang lain, dan jangan bermalas-
malas untuk mengerjakan itu semua tepat pada waktunya.
Dia hendaknya meng-qashar sholat dan menjama’nya jika hal itu dibutuhkan, karena dia
sedang melakukan perjalanan atau sedang istirahat, maka membutuhkan untuk menjama’
sholatnya karena kecapaian atau mengantuk.
1. Hal ini berdasarkan hadist bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

‫الَّسَف ُر ِقْطًع ُة ِم َن الَع َذ اِب ْمَيَن ُع َاَح َد ُك ْم َطَعاَمُه َو َش َر اَبُه َو َنْو َمُه َفِاَذاَقَض ى َاَح ُد ُك ْم هنمته ِم ْن َس َف ِرِه َفْلُيَعِّج ْل ِاىَل‬
‫َا ِلِه‬
‫ْه‬
“Bepergian itu adalah sepotong dari adzab, (karena) ia menghalangi seseorang
daripada kamu tentang makanannya, minumannya dan tidurnya. (Oleh karena itu)
apabila salah seorang dari kamu telah menyelesaikan keperluannya dari kepergiannya,
hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya” (HR. Muslim dari hadist Abu
Hurairah)
2. Jika dalam perjalanan pulang dia melewati jalan yang menanjak hendaknya
mengucapkan :

‫ َل ُه اْلُم ْل ُك َو َل ُه اَحْلْم ُد َو ُه َو َعَلى ُك ِّل َش ْيٍئ‬,‫ َالِالَه ِاَّالاُهلل َو ْح َد ُه َالِش ِر ْيَك َل ُه‬, ‫ َاُهلل َاْك َبُر‬, ‫ َاُهلل َاْك َبُر‬, ‫اَُهلل َاْك َبُر‬

‫ِم‬ ‫ِل‬ ‫ِئ‬ ‫ِد‬


‫ َو َه َزَم ْاَال ْحَز اَب َو ْح َد ُه‬,‫ َص َد َق اُهلل َو ْعَد ُه َو َنَص َر َعْبَد ُه‬, ‫ اِيُبْو َن َتا ُبْو َن َعاِبُد ْو َن َر ِّبَنا َح ا ُد ْو َن‬, ‫َق ْيٌر‬
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan kecuali Allah,
dzat yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kepunyaan-Nyalah segala kekuasaan
dan segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kami kembali bertaubat
serta kami menyembah kepada Tuhan kami , seraya kami memuji-Mu. Allah menetapi
pada janji-Nya, menolong hamba-Nya, serta mampu (memporak porandakan) pasukan
Ahzab dengan sendiri”.
Sesungguhnya Nabi saw mengucapkan do’a tersebut dalam perjalanan pulang dari
haji atau jihad, sebagaimana dalam hadist Ibnu Umar yang disebutkan Imam Malik dalam
kitab al Muwattha’ dalam riwayat Muhammad bin Hasan.
Hendaknya dia jangan mengagetkan keluarganya pada waktu malam, tetapi memberitahu
terlebih dahulu tentang waktu kedatangannya, atau hendaknya dia datang pada waktu pagi
atau sore saja. Bersabda Nabi shallallahu ‘alahi wassalam :

‫َك ْي ْمَتَتِش َط الَّش ِعَثُة َو َتْس َتِح َّد اْلُم ِغيَبُة‬


“Berilah kesempatan kepada keluarga kalian untuk bersiap-siap dan berhias (untuk
menyambut kedatangan kalian)." (Hr Bukhari dan Muslim dari hadist Jabir)
Dan hendaknya dia menuju masjid terlebih dahulu jika sudah sampai, untuk melakukan sholat
dua reka’at. Karena sesungguhnya perbuatan ini merupakan sunnah nabi yang pertama kali
beliau laksanakan ketika sampai di kotanya.
TATA CARA PELAKSANAAN IBADAH HAJI

Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam. Sebagai bentuk ibadah, tata cara
pelaksanaan haji harus sesuai dengan perintah Allah dan dilakukan seperti yang dicontohkan
oleh Rasulullah Shollallaahu ‘Alaihi wa Salam. Jika prosesnya tidak dilakukan dengan benar
dan salah satu dari rukunnya terabaikan, maka ibadah hajinya dianggap tidak sah.
Sebelum mempelajari tentang rukun haji, calon jemaah sebaiknya memahami terlebih
dahulu tentang hukum dan syarat haji. Hukum haji adalah fardu ain, yakni wajib sekali
seumur hidup bagi setiap muslim yang mampu. Kewajiban ini telah disebutkan di dalam
Alquran, surat Ali Imron, ayat 97 dan diperkuat dengan beberapa hadis dari Rasulullah yang
sahih, serta ijmak para ulama.
Adapun syarat wajib bagi seseorang untuk berhaji terdiri dari 5 perkara, yakni
beragama Islam, berakal, balig, merdeka (bukan budak), dan mampu. Jika salah satu syarat
tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang tidak dikenai kewajiban untuk berhaji. Tidak ada
perselisihan dari para ulama mengenai hal ini.
Pengertian mampu yang dimaksud dalam syarat wajib haji adalah memiliki bekal yang
cukup, kendaraan yang memadai, jalan tempuh yang aman, serta kondisi fisik yang sehat
sehingga mampu melakukan perjalanan dan ibadah di Tanah Suci. Sedangkan bekal yang
cukup artinya, selain cukup membiayai keberangkatan & biaya hidup jemaah selama di
Tanah Suci, juga cukup untuk menafkahi keluarga yang ditinggalkan tanpa harus berutang.
Selain syarat wajib, ada juga yang disebut dengan syarat sah haji, yaitu beragama Islam,
berakal (tidak gila), miqot zamani atau dilakukan di waktu tertentu, yakni pada bulan hajidan
bukan di waktu lainnya, serta miqot makani atau dilakukan di tempat yang telah ditetapkan.
Jika keempat persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka hajinya tidak sah.
Tata Cara Haji
Hal penting lainnya yang juga harus dipahami oleh setiap muslim yang akan berhaji
adalah manasik/tata cara haji. Manasik haji merupakan simulasi ibadah haji yang dilakukan
sesuai tata cara aslinya. Manasih perlu dilakukan agar setiap calon jemaah lebih paham dan
bisa memahami tahapan ibadah secara lebih baik.
Selanjutnya, kita akan membahas apa saja yang termasuk tata cara pelaksanaan haji
(rukun haji). Setiap amalan ibadah yang termasuk rukun haji wajib dilaksanakan. Jika salah
satu dari rukun tersebut diabaikan, maka ibadah haji menjadi tidak sah. Adapun yang
termasuk rukun haji, yang dicontohkan Rasulullah, adalah ihram, tawaf, sai, dan wukuf di
Arafah.
Tata Cara Haji: Berihram
Rukun pertama: Ihram
Ihram adalah niat untuk mulai beribadah haji. Niat adalah perkara batin, maka cukup
dilakukan di hati saja dan tidak perlu diucapkan. Saat berihram, jemaah wajib memulai dari
miqot, tidak memakai pakaian yang dijahit, hendaknya ber-talbiyah, dan tidak diperbolehkan
memakai baju, jubah, mantel, imamah, penutup kepala, dan khuf atau sepatu. Jemaah wanita
juga tidak diperbolehkan memakai penutup wajah dan sarung tangan.
Adapun, sunah saat berihram adalah mandi, memakai wewangian di badan, memotong bulu
kemaluan dan ketiak, memendekkan kumis, memotong kuku, memakai sarung dan kain atasan
yang berwarna putih bersih, serta memakai sandal. Niat ihram dilakukan setelah salat,
setelahnya jemaah haji disarankan untuk memperbanyak talbiyah. Jemaah wanita boleh
memakai pakaian apa saja, tidak ada ketentuan harus warna tertentu, asalkan tidak menyerupai
pakaian laki-laki dan harus menutup aurat.

Rukun kedua: Tawaf


Urutan tata cara ibadah haji yang kedua adalah tawaf, yakni mengitari Kakbah sebanyak
tujuh kali. Dalil yang menunjukkan wajibnya tawaf ada di dalam Alquran, surat Al-Hajj, ayat
29. Saat melaksanakan tawaf, jemaah haji wajib untuk berniat tawaf, suci dari hadas, menutup
aurat seperti saat sedang salat, berada di sebelah kanan Kakbah, serta memulainya dari Hajar
Aswad dan mengerakhirinya di Hajar Aswad pula.
Rukun ketiga: Sai
Sai dilakukan dengan berjalan atau berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah
sebanyak tujuh kali. Rukun sai dilakukan setelah jemaah melakukan tawaf dan harus
dilakukan berurutan. Artinya tidak boleh dilakukan sebelum tawaf atau tidak boleh diselingi
ibadah apa pun setelahnya.
Pelaksanaan sa’i tidak boleh dilakukan sebelum tawaf dan tidak boleh diselingi ibadah apa
pun setelahnya
Rukun Haji
Rukun keempat: Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling penting. Para ulama sepakat bahwa
barang siapa luput melaksanakan wukuf di Arafah, maka ia harus melakukan haji pengganti
(di tahun yang lain). Pengertian wukuf adalah jemaah harus berada di daerah mana saja di
Arafah dan dalam keadaan apa saja, baik dalam keadaan suci maupun tidak (haid, nifas, atau
junub).
Waktu wukuf di Arafah dimulai saat matahari tergelincir pada tanggal 9 Dzulhijjah, hingga
terbit fajar (masuk waktu subuh) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Bagi jemaah yang wukuf di luar
waktu tersebut, maka hajinya tidak sah. Ada beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh
beberapa jemaah, yakni wukuf di Jabal Rahmah. Mereka meyakini bahwa tempat tersebut
adalah tempat terbaik untuk wukuf. Hal ini keliru, karena tidak pernah diajarkan oleh
Rasulullah.
Selain keempat urutan tata cara ibadah haji tersebut, terdapat beberapa amalan wajib dalam
ibadah haji. Perbedaan rukun dan wajib haji terletak pada sah atau tidaknya ibadah haji. Jika
jemaah meninggalkan salah satu atau beberapa amalan wajib haji maka hajinya tetap sah,
namun ada kewajiban membayar denda (dam). Amalan wajib haji antara lain:
1. Ihram dari miqot
Tempat pembatas bagi jemaah haji untuk memulai berihram disebut miqat. Tempat ini telah
ditentukan sejak zaman nabi Muhammad Saw. Jika jemaah menggunakan pesawat terbang
dan melintasi miqot, maka ihram dilakukan di dalam pesawat.
2. Wukuf di Arafah hingga waktu magrib bagi yang memulai wukuf di siang hari.
3. Mabit di Muzdalifah. Mabit atau bermalam di Muzdalifah biasanya dilakukan setelah
wukuf. Dari Arafah, jemaah akan melewati Muzdalifah dan bermalam di sana hingga terbit
fajar.
4. Melempar jumrah aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah dan dilakukan setelah matahari
terbit. Saat melakukan jumrah, jemaah disunahkan untuk bertakbir.
5. Mabit di Mina pada hari-hari tasyriq. Saat melaksanakan haji, Rasulullah bermalam di
Mina selama hari-hari tasyriq (11,12, dan 13 Dzulhijjah).
6. Mencukur dan memendekkan rambut. Mencukur atau memendekkan rambut bisa
dilakukan hingga akhir tanggal 10 Dzulhijjah. Jemaah laki-laki mengambil semua bagian
rambut untuk dipendekkan, sedangkan jemaah wanita cukup memotong satu ruas jari dari
ujung rambut.
7. Melakukan tawaf wadak. Tawaf wadak dilakukan ketika jemaah akan meninggalkan
Kakbah dan telah menyelesaikan semua rangkaian ibadah haji. Tawaf wadak dilakukan oleh
setiap jemaah haji, kecuali penduduk Mekkah dan wanita haid.
Tata Cara Umroh

Ibadah umroh merupakan bagian dari ibadah mahdoh, yaitu ibadah yang sudah
ditetapkan syaratnya, rukunnya, tempatnya, sampai waktunya. Seumpama dengan
melaksanakan sholat yang dimulai dengan niat dan diakhiri dengan salam, ibadah umroh juga
dimulai dengan berihram (niat umroh) dan diakhiri dengan bertahalul (mencukur sebagian
rambut).
Tata cara umroh dimulai dengan berihram dari miqat-miqot yang telah ditentukan.
Miqat adalah garis start seorang jama'ah yang hendak melakukan ibadah umroh atau haji,
dengan kata lain adalah tempat berihram (niat umroh) dan masuknya seseorang kedalam
pelaksanaan umroh yang akan dilakukan.

Miqat dari Dzul Hulaifah menuju Masjid Al-haram.


Klik untuk memperbesar.

Pada kesempatan kali ini Insyaa Allah kita akan membahas mengenai tata cara umroh
lengkap dengan ilustrasi gambar dan do'a do'a ketika melakukan ibadah umroh.
Tata Cara Umroh Dan Bacaannya
1. Dari bandara menuju masjid miqat Dzulhulaifah / Abyar 'Ali. Kemudian melakukan
persiapan sebelum ihram seperti mandi, mengenakan pakaian ihram, berwudlu dan shalat
sunnah ihram 2 raka'at. setelah itu membaca niat umroh :

2. Setelah mengenakan pakaian ihram dan berniat melaksankan umroh dilarang untuk :

Klik untuk memperbesar

3. Dalam perjalanan menuju Makkah, perbanyaklah berdzikir dengan membaca talbiyah :


4. Setibanya di Masjid Al-Haram, dahulukanlah kaki kanan ketika memasukinya dengan
membaca :

5. Melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, posisi Ka'bah berada disebelah
kiri. Untuk melihat bacaan doa ketika tawaf klik/sentuh

Tata cara umroh tawaf

6. Sholat 2 rakaat didepan maqam Ibrahim. Rakaat pertama membaca surat Al-Fatihah
dilanjutkan dengan membaca surat Al-Kaafiruun. Rakaat kedua membaca surat Al-Fatihah
dilanjutkan dengan membaca surat Al-Ikhlas.

7. Beristirahat sejenak dan minum air zam-zam sambil berdo'a

8. Melakukan sa'i antara bukit Safa ke bukit Marwah sebanyak 7 kali

Klik gambar untuk memperbesar

9. Tahallul adalah akhir dari pelaksanaan ibadah umroh, ditandai dengan bercukur. Untuk
laki-laki lebih baik dicukur sampai gundul, tapi kalaupun tidak sampai gundul tak mengapa.
Dan untuk perempuan dicukur alakadarnya dengan membaca doa :
Tata cara umroh bertahallul atau menggunting rambut

10. Tata cara umroh telah selesai.


Dengan melaksanakan tata cara umroh lengkap diatas, semoga Anda mendapatkan
umroh yang mabrur (diterima) dan semoga Allah memberikan kemudahan berupa
kesehatan jasmani dan rohani untuk melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya
dengan lebih maksimal. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin.
Kumpulan Bacaan Do’a HAJI dan UMRAH

Anda mungkin juga menyukai