Anda di halaman 1dari 6

Is That Alright Without You

Megasuciw

Jakarta, 2020

Suara klakson bersaut-sautan. Kulirik arloji, hampir jam setengah delapan pagi.
Kepadatan Ibu kota menjadi perjalanan yang pasti kuhadapi setiap hari. sampai
akhirnya tiba di Kantor Paradita Tower yang terletak di Tamrin, Jakarta pusat.

“Dita, Tolong ambilkan semua data untuk produk terbaru kita di bulan april!”
pintaku

“Baik, Oh iya Bu Rina ada telepon dari Pak Jodi. Sepertinya beliau ada yang ingin
disampaikan dengan ibu” ucap Dita

Ada apa ya tumben dia menelepon, “Okey sambungkan di telepon saya”

Saat nama itu disebut, pikiranku terus berkelana mengikuti arus masa lalu yang sampai
saat ini begitu membekas di dalam hati. Tarikan napas yang kasar pun terdengar.

“A-assalamualaikum, Rina” dengan suara bergetar dia memanggil nama ku.


Perasaan ini sungguh resah.

“Waalaikumsalam, Jodi. A-apa ada berita tentang Orang itu?” tanyaku gugup

“Aku ingin kau segera ke Banyumas, Bapak terkena serangan jantung. Sekarang
dia berada di RSUD Purwokerto, ku harap kau segera kesini.”

Rasa yang begitu dingin ini, seketika menyayat hati mendengar kabar itu. Perasaan
kesal,resah, dan sakit di hati menjadi satu hingga tak terasa satu demi satu air mata
yang sudah ku pertahankan lebih dari 6 tahun lamanya ini turun dengan derasnya,
napasku tersedak, lututku lemas.

“Rina, Apa kau masih disana?” tanya Jodi seketika menyadarkan Rina

Kau kuat Rina, kau bisa lewati semua ini. “Iya, Aku akan segera kesana.” Sambungan
telepon itu langsung terputus.

***
Rina Andriani lahir di Banyumas, 02 Desember 1996. Rina adalah anak pertama dari
dua bersaudara. Rina begitu berani, ceria, dan pekerja keras. Itulah yang ia perlihatkan
kepada semua orang kecuali Jodi. Jodi sangat mengetahui apa yang selalu dirasakan
seorang Rina. Sisi lain Rina yang sangat penyendiri dan penuh rahasia, selalu di balut
dengan sisi yang ceria menjadikannya wanita bertopeng yang sangat kuat. Topeng
terpasang saat 6 tahun lalu. Ia kehilangan sosok Ibu yang sangat ia sayangi yang
disebabkan karena penyakit leukimia. Kejadian masa lalu yang membuat ia begitu
membenci Bapak bermula saat Rina umur 18 tahun.

***

Tujuh tahun lalu, Saat umur Rina 17 tahun dan saat itu pula perayaan ulangtahun sweet
seventeen yang begitu membahagiakan sekaligus membuat kenangan indah yang begitu
lama ia dambakan. Seketika hancur saat ia mengetahui sebuah kenyataan.

“Rina, Bukalah matamu”

Perintah Bapak kala itu membuat ku risih, namun setelah membuka mataku. I’am so
excited. Pemandangan halaman rumah ku yang tadinya hanya terdapat tanaman kerdil
dan bunga kamboja ini seketika diubah menjadi Garden party dengan tambahan
pernak-pernik sperti dekorasi serba putih dan banyaknya bunga mawar pink dan
kuning kesukaanku terpajang di sekitar meja dan tiang-tiang tendta putih itu.

“Ya Allah, Ini rencana siapa pa?” tanyaku

“Ini rencana Ibumu”

Kumencari seseorang yang disebutkan Bapak tadi, dan kudapati dia sedang tersenyum
hangat di depan pintu terasku. Ku berlari dan melompat kearah Ibu yang sangat ku
sayang ini. Tapi ku merasakan paras cantik Ibu sangat pucat walau ia tutupi dengan
lipstik merah di bibirnya.

“Bu, Terimakasih telah membuat hari sepecial ini menjadi berarti.”

“It’s okey girl, everything you want. I will be you enjoy and happy!”

Pelukan hangat yang kurasakan sirnah ketika ku merasakan tubuh Ibu begitu dingin.
“Bu, kamu baik-baik saja? Tubuhmu terasa begitu dingin dan wajahmu terlihat
pucat” tanyaku khawatir

“Mungkin hanya kelelahan, Yasudah Ibu istirahat dulu ya” balasnya

“Aku antar ya Bu” jelasku tulus

Pesta terlaksana dengan baik, namun aku masih gelisah karena Ibu terlihat tidak sehat.
Saat Ibu sedang berbicara dengan temannya tiba-tiba saja Ibu pingsan. Saat itu juga aku
berlari dan membawanya ke rumah sakit.

***

Banyumas, RSUD Purwokerto

Kala itu suara sirene ambulan terdengar dengan jelas di telinga. Sebagai seorang anak,
kemarahan, rasa jengkel dan menghakimi diri sendiri ada di dalam perasanku saat itu.
Bapak, Dina adikku dan Jodi mereka semua begitu khawatir terhadap Ibu. Hanya
menyalahkan diri dan menangis tersedu-sedu yang bisa kulakukan saat itu.

“Keluarga Ibu Retno, bisa ikut keruangan saya sekarang!” perintah Dokter aji

Bergegas bangkit dan menghapus semua air mata ini, kumencoba untuk tetap kuat
mendengarkan diagnosa Dokter Aji kala itu.

“kanker leukimia Bu Retno sudah memasuki stadium 3. Leukimia yang di derita


Bu Retno ini termasuk leukimia kronis. Perkembangan penyakit perlahan, tidak
memiliki gejala pada tahap awal, dan sulit terdeteksi. Namun gejala akan muncul setelah
penyakit sudah memasuki stadium menengah dan lanjut. Umumnya muncul badan
mulai lelah, demam, anemia, namun saat disadari, racun atau toksin telah menyebar ke
seluruh tubuh!”

Seketika tubuhku terperosot kelantai dan pikiranku kosong yang hanya bisa kulakukan
hanya menangis. Ku menghakimi diri sendiri yang tidak menyadari gejala tersebut.
Tanpa pikir panjang ku keluar dari rungan dokter dan pergi untuk mencari
pelampiasan. Di tempat lain jodi yang melihat ku berlari ke arah rooftop mengikuti ku
dan memanggil namu dengan lantang.

“RINAAAAA, BERHENTI!!” Perintah Jodi, membuat ku sadar


Tangisku pecah di pelukan Jodi. Jodi selalu menjadi tempat di saat ku menyalahkan diri
ini dan merasa bahwa semesta tidak adil pada diriku.

***

Ponselku berdering, mendapatkan kabar dari wali kelas ku di SMAN 1 Banyumas bahwa
aku di terima di Universitas Indonesia jurusan Akuntansi dengan Beasiswa penuh.
Perasaanku saat itu sangat bahagia dan sedih. Melihat kondisi Ibu yang saat ini sedang
sakit.

“ Siapa Rina?” tanya Jodi. Menyentuh pundaku. Aku gelagapan

“Eh iya, Wali kelasku menyampaikan tentang beasiswa di UI” jawabku lesu

“Wah, Selamat yaa. Kau harus memberitahu bapak dan Ibu mu. Biarkan mereka
yang mengambil keputusan, jika kau binggung!”perintah Jodi. Hanya mengangguk yang
bisa ku lakukkan saat ini.

***

Tiba di ruang ICU ternyata Ibu sudah siuman, bahagia rasanya. Saat itu juga ku
sampaikan berita bahagia ini. dan keputusan yang tidak bisa di ganggu gugat adalah
dari Bapak yang mengharuskan ku pergi ke Jakarta untuk mengambil beasiswa itu. Saat
itu lah ku mulai membencinya, mengapa ia begitu memaksaku pergi padahal di sini ibu
sedang sakit membutuhkan aku. Karena Ibu terus membujukku dan ini memang
keinginan Ibu untuk aku kuliah disana. Akhinya ku pergi dan terus berdoa semoga Ibu
tetap bertahan sampai aku bisa memakai togaku nanti.

Harapanku selalu dikalahkan oleh takdir, Ibu dalam setahun masa perawatan semakin
parah. dan tepat pada satu tahun ku pergi ke Jakarta, Ibu pergi meninggalkanku untuk
selamanya.

***

“Rina, kau telah sampai dimana? Bapak telah siuman dan iya menyebut-nyebut
namamu dari tadi!” ucap Jodi

“Aku sudah berada di Ajibarang, tunggulah”


“Baik, Hati-hati” jawabnya

Kumohon bertahanlah Bapak, aku tak bisa kehilangan orang yang kusayangi pergi untuk
kedua kalinya saat ku tak berada di sisi kalian. ujarku dalam hati

***

Sudah enam tahun yang lalu, sejak Ibu pergi aku tak pernah pergi ke tempat ini. dan
sekarang ku menginjakan kaki ku disini dengan mengkhawatirkan orang yang berbeda.
Kumohon semesta berpihaklah kepadaku untuk kali ini saja!

“Ka RINA!” mataku tertohok, adik kecilku terlihat sangat kurus dan terdapat
kantong hitam di matanya. Entah apa saja yang telah terjadi sepertinya keputusanku
meninggalkan mereka setelah Ibu pergi adalah keputusan yang salah, karena ku
melupakan satu hal yaitu ku masih mempunyai adik kecil yang harus aku rawat dan
bahagiakan.

“M-maaf kan kaka de, tidak ada disaat kalian membutuhkan kaka.” isak tangis
memenuhi ruangan. dan selalu ada Jodi yang memberiku kekuatan untuk kembali sadar
bahwa ini bukan saatnya untuk menyesali pilihanku.

“Rina, Bapak minta maaf. Kamu membenci Bapak karena telah memisahkan
kamu dengan Ibu di waktu yang tidak tepat. Jika saja Bapak tahu Ibu kan pergi secepat
itu, Bapak akan mengizinkan kamu untuk tetap merawat Ibu disini” ucapnya sambil
meneteskan air mata

“It’s okey pa, semua sudah terjadi. Semua ini rencana Allah SWT, bahkan ini
keinginan Ibu untuk aku kuliah di UI. Namun pilihanku salah yaitu meninggalkan Bapak
dan Dina di sini, lalu selalu kembali dengan berita duka seperti ini. Aku taksanggup Pa.
Kumohon ikutlah dengan ku kita tinggal di Jakarta. Aku tidak bisa hidup jika kalian jauh
dari ku, kalian keluarga yang selalu ku rindukan!”

“Ayo, Kita mulai hidup ini dengan berbahagia, dan saling menjaga” jawabnya

Untuk saat ini bahagiaku yaitu bersama kalian Keluarga kecilku. Berbahagialah karena
semesta selalu mempunyai jalan untuk kau terus berbahagia.

TAMAT
Biodata Penulis

MEGASUCIW

Mega suci wulandari, dikenal sebagai Uci. Lahir di Jakarta, 02 Desember 2000.
Dia punya hobby membaca, olahraga, mengajar selain menulis. Dia merupakan anak
kelima dari lima bersaudara. Dia anak IPA yang pada akhirnya menganmbil jurusan
Akuntansi saat kuliah. Hobby yang dia punya sebagian dia salurkan di tingkat jalur
prestasi. Kejuaraan pencak silat, Lomba menulis puisi, cerpen dan musikalisasi puisi dia
ikuti sejak SMA, walau masih tingkat sekolah/universitas. Sekarang dia menempuh
semester 4 di salah satu Universitas swasta yang berada di Tangerang selatan.

Uci membagikan tulisannya di berbagai tempat social media

Silahkan menghubungi penulis di:

Instagram : megasuciw

Email : megasuciw.gun35@gmail.com

Facebook : mega suci wulandari

Medium.com : mega suci wulandari

Linkedin : http://linkedin.com/in/mega-suci-wulandari

Whatsapp : 0858-1921-3166

NAMA DI SERTIFIKAT : MEGA SUCI WULANDARI

NAMA DI COVER : MEGASUCIW

Anda mungkin juga menyukai