Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

EDU-PRENOURSHIP
“SYI’AH”
“BERFIKIR DAN BERPRILAKU EKONOMI”
Dosen Pengampu: Eni Rusnawati, M. E

COVER

OLEH :

AGUS PUTRA WIJAYA


NIM: 2186208062

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KAMPUS IV IAI QAMARUL HUDA BAGU
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sifat-Sifat Yang Dimiliki Wirausaha”,
“Berfikir Dan Berprilaku Ekonomi” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini
penulis tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada Ibu Eni Rusnawati, M. E selaku dosen Pengampu mata kuliah Edu-
Prenourship, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesian
penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca pada umumnya.

Batu Samban, 13 Oktober 2023

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah Islam mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam
aliran besar dalam Islam. Keduanya adalah Ahlusunnah (Sunni) dan Syi’ah.
Tak dapat dipungkiri pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap kali
terlibat konflik kekerasan satu sama lain.

Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran


yang muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi
aliran teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya
sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi
khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah
berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah
meninggal dunia adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu
Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan
Husen, serta keturunan-keturunannya.

Mengenai kemunculan syiah dalam sejarah terdapat perbedaan


pendapat dikalangan para ahli. Ada yang mengatakan syiah muncul pada
masa khalifah Utsman bin Affan, ada juga yang mengatakan syiah
muncul ketika peperangan siffin terjadi yang kemudian terpecah menjadi
dua kelompok salah satunya adalah yang mendukung khalifah Ali bin
Abi Thalib.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Syi’ah ?
2. Bagaimana Latar Belakang Kemunculan Syi’ah ?
3. Bagaimana Doktrin, Ushuluddin dan Furu’uddin ?
4. Bagaimana Sekte yang terdapat dalam Syi’ah ?
5. Bagaimana Syiah dan Khilafahnya ?

3
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui definisi syi’ah.
2. Untuk mengetahui latar belakang kemunculan syi’ah.
3. Untuk mengetahui doktrin, ushuluddin dan furu’uddin.
4. Untuk mengetahui sekte yang terdapat dalam syi’ah.
5. Untuk mengetahui syi’ah dan khilafahnya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Syi’ah

Syiah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau


kelompok, sedangkan secara terminologi adalah sebagian kaum muslim yang
dalam bidang spiritual dan keagamannya selalu merujuk pada keturunan Nabi
Muhammad SAW atau orang yang disebut sebagai ahlul bait. Mereka
menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-
bait atau para pengikutnya.

Syiah untuk pertama kalinya ditunjuk pada para pengikut Ali (Syi’ah
Ali), pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para
pengikut Ali yang disebut syi’ah itu diantaranya adalah Abu dzar Al-Ghiffari,
Miqad bin al-Aswad, dan Ammar bin Yasir.

Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah


berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi Muhammad SAW.
Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathab, dan Utsman
bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang
berhak menggantikan Nabi.

Kelompok syi’ah yang minoritas menganggap bahwa peran ini harus


tetap dipegang oleh keluarga Nabi dan karenanya mendukung Ali bin Abi
Thalib. Jabatan kepemimpinan Ali ini dianggap mereka atas dasar
penunjukan (ta’yin) dan wasiat (nash). Mereka yang mendukung Ali inilah
yang disebut golongan Syi’ah.

B. Latar Belakang Kemunculan Syi’ah

Mengenai kemunculan syiah dalam sejarah terdapat perbedaan


pendapat di kalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah syiah mulai muncul ke
permukaan sejarah pada masa akhir pemerintahan Utsman bin Affan.

5
Selanjutnya, aliran ini tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali
bin Abi Thalib. Sedangkan Watt menyatakan bahwa syi’ah muncul ketika
berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang dikenal dengan
Perang Shiffin. Dalam peperangan ini sebagai respons atas penerimaan Ali
terhadap arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali diceritakan
terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali disebut Syi’ah
dan kelompok lain menolak sikap Ali disebut Khawarij.

Berbeda dengan pandangan di atas, kalangan Syi’ah berpendapat


bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khilafah)
Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar Umar bin
Khaththab dan Utsman bin ‘Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali
bin Abi Thalib yang berhak menggantikan Nabi. Ketokohan Ali dalam
pandangan Syi’ah sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika
Muhammad diperintahkan menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang
pertama - tama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Pada saat itu Nabi
mengatakan bahwa orang yang pertama - tama memenuhi ajakannya akan
menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu sepanjang kenabian Muhammad,
Ali merupakan orang yang menunjukkan perjuangan dan pengabdian yang
luar biasa besar.

Bukti sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir


Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir dalam
perjalanan dari Mekah ke Madinah, di padang pasir yang bernama Ghadir
Khumm, Nabi memilih Ali sebagai penggantinya di hadapan massa yang
penuh sesak menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya
menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ammali), tetapi juga
menjadikan All sebagaimana Nabi, sebagai pelindung (wali) mereka.

Berlawanan dengan harapan mereka, ketika Nabi wafat dan jasadnya


masih terbaring belum dikuburkan, anggota keluarganya dan orang sahabat

6
sibuk dengan persiapan penguburan dan pemakamannya. Teman-teman dan
pengikut - pengikut Ali mendengar kabar adanya kegiatan kelompok lain
telah pergi ke masjid tempat umat berkumpul menghadapi hilangnya
pemimpin yang tiba – tiba. Kelompok ini kemudian menjadi mayoritas,
bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih kaum muslim
dengan maksud menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan masalah
mereka saat itu. Mereka melakukan hal itu tanpa berunding dengan ahl al –
bait. Keluarganya ataupun sahabat – sahabatnya yang sedang sibuk dengan
upacara pemakaman, dan sedikit pun tidak memberitahukan mereka. Dengan
demikian, kawan-kawan Ali dihadapkan pada suatu keadaan yang sudah
tidak dapat berubah lagi (faith accompli).

Berdasarkan realitas itulah, demikian pandangan kaum syiah


kemudian muncul sikap dikalangan sebagian kaum muslim yang menentang
kekhalifahan dan menolak kaum mayoritas dalam masalah kepercayaan –
kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti Nabi dan
penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka berkeyakinan bahwa
semua persoalan kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya serta
mengajak masyarakat untuk mengikutinya, Inilah yang kemudian disebut
sebagai Syi’ah. Akan tetapi, lebih dari itu seperti dikatakan Nasr, sebab utama
munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam
wahyu Islam sehingga harus diwujudkan.

Perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenal kalangan Syi’ah


merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah
“perpecahan” dalam Islam yang mulai mencolok pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Shiffin.
Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadis-hadis yang mereka terima dan ahl al-
bait, berpendapat bahwa perpecahan itu mulal ketika Nabi Muhammad SAW
wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Setelah itu, terbentuklah
Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-Rasyidin,

7
kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak ke permukaan mengajarkan
dan menyebarkan doktrin - doktrin Syi’ah kepada masyarakat. Tampaknya,
Syi’ah sebagai salah satu faksi politik Islam yang bergerak secara terang -
terangan, muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi,
Syi’ah sebagai doktrin yang diajarkan secara diam - diam oleh ahl al-bait
muncul setelah wafatnya Nabi.

C. Doktrin, Ushuluddin dan Furu’uddin


1. Doktrin - doktrin Syi’ah Itsna ‘Asyariah
Didalam sekte Syi’ah Itsna ‘Asyariah dikenal konsep Usul Ad-Din.
Konsep ini menjadi akar atau fondasi pragmatisme agama. Konsep
Usuluddin mempunyai lima akar, yaitu sebagai berikut :
a) Tauhid (the devine unity)
Tuhan adalah Esa, baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan
adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya.Tuhan adalah qadim.
Maksudnya, Tuhan bereksistensi sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan
waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan Maha tahu, Maha mendengar, selalu
hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar, dan bebas berkehendak.
Keesaan Tuhan tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan
sesuatu. Ia berdiri sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya. Tuhan tidak
dapat dilihat dengan mata biasa
b) Keadilan (the devine justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta merupakan keadilan. Ia
tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena
ketidakadilan dan kezaliman terhadap yang lain merupakan tanda
kebodohan dan ketidakmampuan, sementara Tuhan adalah Mahatahu dan
Mahakuasa. Segala macam keburukan dan ketidakmampuan adalah jauh
dari keabsolutan dan kehendak Tuhan.
c) Nubuwwah (appostleship)
Setiap makhluk di samping telah diberi insting, secara alami juga
masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari

8
manusia. Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara
transenden diutus memberikan acuan untuk membedakan antara yang baik
dan yang buruk di alam semesta. Dalam keyakinan Syi’ah ltsna ‘Asyariah
Tuhan telah mengutus 124.000 Rasul untuk memberikan petunjuk kepada
manusia.
d) Ma’ad (the last day)
Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadapi pengadilan Tuhan
di akhirat, setiap muslim harus yakin keberadaan kiamat dan kehidupan
suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati
adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
e) Imamah (the devine guidance)
Imamah adalah institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk
memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan
didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
terakhir. Selanjutnya, dalam sisi yang bersifat mahdhah, Syi’ah ltsna
‘Asyariah berpijak pada delapan cabang agama yang disebut dengan furu’
ad-din. Delapan cabang tersebut terdiri atas shalat, puasa, haji, zakat,
khumus atau pajak sebesar seperlima dari penghasilan, jihad, aI-amr bi aI-
ma’ruf, dan an-nahyu ‘an al-munkar.

2. Doktrin Imamah dalam Pandangan Syi’ah Sabi’ah


Para pengikut Syi’ah Sab’iah percaya bahwa Islam dibangun oleh
tujuh pilar, seperti dijelaskan dalam Al - Qadhi An-Nu’man dalam Da’aim
Al-Islam. Tujuh pilar tersebut adalah:
a. iman,
b. taharah,
c. shalat,
d. zakat,
e. saum,
f. menunaikan haji,
g. jihad.

9
Berkaitan dengan pilar (rukun) pertama, yaitu iman, Qadhi An-
Nu’man (974 M) memerincinya sebagai berikut: iman kepada Allah, tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah; iman kepada surga;
iman kepada neraka; iman kepada hari kebangkitan; iman kepada hari
pengadilan; iman kepada para nabi dan rasul; imam kepada imam, percaya,
mengetahui, dan membenarkan imam zaman.
Imam adalah penunjukan melalui wasiat. Syarat-syarat seorang imam
dalam pandangan Syi’ah Sab’iah adalah sebagai berikut:
a. Imam harus dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan
Fatimah yang kemudian dikenal dengan Ahlul Bait.
b. Berbeda dengan aliran Kaisaniah, pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi,
mempropagandakan bahwa keimaman harus dan keturunan Ali melalui
pernikahannya dengan seorang wanita dan Bani Hanifah dan mempunyai
anak yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah.
c. Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Syi’ah Sab’iah
meyakini bahwa setelah Nabi wafat,’Ali menjadi imam berdasarkan
penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat. Suksesi
keimaman menurut doktrin dan tradisi Syi’ah harus berdasarkan nash oleh
imam terdahulu.
d. Keimaman jatuh pada anak tertua. Syi’ah Sab’iah menggariskan
bahwa seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah
(heredity) dan seharusnya merupakan anak paling tua. Jadi, ayahnya yang
menjadi imam menunjuk anaknya yang paling tua.
e. Imam harus maksum (immunity from sin a error).41 Sebagaimana
sekte Syi’ah Iainnya, Syi’ah Sab’iah menggariskan bahwa seorang imam
harus terjaga dan salah satu dosa. Bahkan lebih dan itu, Syi’ah Sab’iah
berpendapat bahwa jika imam melakukan perbuatan salah, perbuatan itu
tidak salah.

10
3. Doktrin imamah menurut Syi’ah Zaidiah
lmamah sebagaimana telah disebutkan merupakan doktrin
fundamental dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah
yang dikembangkan Syi’ah lain, Syi’ah Zaidiah rnengembangkan doktrin
imamah yang tipikal. Kaum Zaidiah menolak pandangan yang
menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW. telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi
hanya dtentukan sifat-sifatnya. Ini jelas berbeda dengan sekte Syi’ah lain
yang percaya bahwa Nabi Muhammad SAW telah menunjuk Ali sebagai
orang yang pantas sebagai imam setelah Nabi wafat karena sifat-sifat itu
tidak dirniliki oleh orang lain, selain Ali. Sifat-sifat itu adalah keturunan
Bani Hasyim, wara (saleh, menjauhkan diri dari segala dosa), bertakwa,
baik, dan membaur dengan rakyat untuk mengajak mereka hingga
mengakuinya sebagai imam.
Selanjutnya, menurut Zaidiah, seorang imam harus memiliki ciri- ciri
berikut. Pertama, merupakan keturunan ahl al-bait, baik yang bergaris
Hasan maupun Husein. Hal ini mengimplikasikan penolakan mereka atas
sistem pewarisan dan nash kepemimpinan. Kedua, memiliki kemampuan
mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang.
Atas dasar ini mereka menolak Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri
sekte Syi’ah lainnya, baik yang gaib maupun yang masih di bawah umur.
Bagi mereka, pemimpin yang menegakkan kebenaran dari keadilan adalah
Mahdi. Ketiga, kecenderungan intelektualisme yang dibuktikan dengan ide
dan karya dalam bidang keagamaan. Keempat, mereka menolak
kemaksuman imam. Dalam kaitan ini, mereka mengembangkan doktrin
imamat al - mafdul. Artinya, seseorang dapat dipilih menjadi imam
meskipun mafdhul (bukan yang terbaik), sementara pada saat yang sama
ada yang afdhal.

11
4. Doktrin - doktrin Syi’ah Ghulat
Menurut Syahrastani ada empat doktrin yang membuat mereka
ekstrem, yaitu tanasukh, bada’, raj’ah, dan tasbih. Moojan Momen
menambahkannya dengan hulul dan ghayba. Tanasukh adalah keluarnya
roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Paham ini
diambil dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu berkeyakinan bahwa
roh disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan
diberi pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan pada kehidupan
yang lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan paham ini dalam konsep
imamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah bin
Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada
Adam kemudian kepada imam-imam secara turun-temurun.
Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya
sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan perbuatan
kemudian memerintahkan yang sebaliknya.
Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat
memercayai bahwa Imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi.
Paham raj’ah dan mahdiyah merupakan ajaran seluruh Syi’ah. Akan tetapi,
mereka berbeda pendapat tentang siapa yang akan kembali. Sebagian
menyatakan bahwa yang akan kembali adalah Ali, sedangkan sebagian
lainnya menyatakan Ja’far Ash-Shadiq, Muhammad bin Al-Hanafiah,
bahkan ada yang mengatakan Mukhtar Ats-Tsaqafi.
Tasbih artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat
menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau
menyerupakan Tuhan dengan makhluk. Tasbih diambil dari paham
hululiyah dan tanasukh dengan khalik.
Hulul artinya Tuhan berada di setiap tempat, berbicara dengan semua
bahasa dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat
berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
Ghayba (occultation) artinya menghilangnya lmam Mahdi. Ghayba
merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi ada di dalam negeri

12
ini dan tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Konsep ghayba pertama kali
diperkenalkan oleh Mukhtar Ats-Tsaqafi tahun 66 H/686 M di Kufah
ketika mempropagandakan Muhammad bin Hanafiah sebagai Imam
Mahdi.
D. Sekte dalam Syi’ah

Dalam Eksiklopedi Islam indonesia, ditulis bahwa perbedaan antara


Sunni dan Syi’ah terletak pada doktrin imamah. Selanjutnya, meskipun
mernpunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak bisa
mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini
akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan yang terjadi di
kalangan Syi’ah, terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Di antara
sekte-sekte syi’ah itu adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan
Ghullat.

1. Syi’ah Itsna Asy’ariyah (Syi’ah dua belas/Syi’ah Imamiyah)


Dinamakan Syi’ah Imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya
adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali
berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau
kemuliaan akhlaknya, tetapi juga karena ia telah ditunjuk nash dan pantas
menjadi khalifah pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Syi’ah
ltsna ‘Asyariah sepakat bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi
Muhammad SAW seperti yang ditunjukkan nash. Al - ausiya (penerima
wasiat) setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dan garis Fatimah
yaitu Hasan bin Ali dan Husen bin Ali sebagaimana yang disepakati Bagi
Syi’ah ltsna ‘Asyariah, Al - Ausiya yang di utuskan setelah Husen adalah
Ali Zainal Abidin, kemudian secara berturut-turut; Muhammad Al-Baqir
(w. 115 H/733 M), Abdullah Ja’far Ash-Shadiq (w. 148 H/765 M), Musa
Al - Kazhim (w. 183 H/799 M), Ali Ar - Rida (w. 183 H/799 M),
Muhammad Al - Jawwad (w. 220 H/835 M), Ali Al - Hadi (w. 254 H/874
M), Hasan Al-Askari dan terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi sebagai
imam kedua belas. Karena pengikut sekte Syi’ah telah berbai’at di bawah

13
irnamah dua belas imam, mereka dikenal dengan sebutan Syi’ah ltsna
‘Asyariah (ltsna ‘Asyariyah).
2. Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh)
Istilah Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh) dianalogikan dengan Syi’ah
Itsna Asy’ariyah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah
Sab’iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu Ali, Hasan, Husein, Ali
Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq dan Ismail bin
Ja’far.
3. Syi’ah Zaidiyah
Disebut Zaidiyah kerena sekte inimengakui zaid bin Ali sebagai imam
kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini berbeda
dengan sekte syi’ah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra
Zainal Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali
inilah, nama Zaidiyah di ambil. Syi’ah Zaidiyah merupakan sekte syi’ah
yang moderat. Abu Zahrah menyatakan bahwa kelompok ini merupakan
sekte yang paling dekat dengan sunni.
4. Syi’ah Ghulat
Istilah Ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya
bertambah dan naik. Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang
memiliki sikap yang berlebih lebihan atau ekstrim. Lebih jauh, Abu
Zahrah menjelaskan bahwa syi’ah ekstrim (ghulat) adalah kelompo yan
menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada
derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari pada Muhammad.
E. Syiah dan Khilafah

Nabi muhammad SAW setelah selesai menyelesaikan tugas risalah


Islam selama hamper 23 tahun, beliau wafat pada hari senin 12 Rabi’ul Awal
11 Hijriyah, bertepatan dengan 8 juni 632 M. Beliau tidak pernah berwasiat
siapakah yang menjadi penggantinya (khalifah) sesudah beliau wafat nantidan
demikian pula tidak memberikan petunjuk pedoman-pedoman cara pemilihan

14
khalifah. Hal ini tentunya diserahkan pada umat, sesuai dengan keadaan dan
tempat.

Memang Nabi Muhammad SAW itu menyuruh sahabat Abu Bakar


menjadi imam shalat pada waktu beliau sakit menjelang hari wafatnya.
Demikian pula Nabi Muhammad SAW pernah menyuruh sahabat Ali bin Abi
Thalib untuk menjaga rumahnya ketika beliau pergi berperang. Namun
demikan, beliau tidak pernah menyebut-nyebut penggantinya.

Ketika beliau wafat, pada saat itu juga sahabat-sahabat terkemuka dari
kalangan Muhajirin dan Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, suatu
balai pertemuan untuk bermusyawarah tentang khalifah.

Golongan Anshar menghendaki Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah.


Usul tersebut tidak dapat diterima oleh golongan Muhajirin, maka terjadilah
perdebatan-perdebatan sehingga hamper saja menimbulkan perpecahan.
Sedangkan golongan Muhajirin mencalonkan Abu Bakar as-Shiddiq.
Sayyidina Ali sendiri waktu itu tidak hadir dibalai Saqifah Bani Sa’idah,
karena sibuk mengurus jenazah Rasulullah SAW yang belum dimakamkan.
Waktu itu tidak ada pihak yang menyebut Sayyidina Ali sebagai calon
khalifah. Untuk mengakhiri perdebatan, maka sahabat Umar bin Khattab
tampil membaiat Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah pertama.

Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq memerintah selama 2 tahun 3 bulan


10 hari (11-13 H/632-634 M). Beliau meninggal pada 13 Hijriyah. Ketika
beliau mulai sakit-sakitan, mengusulkan Sayyidina Umar bin Khattab sebagai
calon khalifah kedua. Usul tersebut disetujui oleh para sahabat termasuk
Sayyidina Ali.

Sayyidina Umar bin Khattab berkuasa selama 10 tahun 6 bulan (13-23


H/632-644 M). Beliau meninggal pada 16 Dzul Qa’dah dibunuh oleh Abu
Lu’lu, seorang sahaya dari Persia, yang dendam melihat kerajaan Persia
ditaklukan (16 H/636 M). sebelum wafat beliau telah menunjuk sebuah
panitia untuk memilih khalifah penggantinya, terdiri dari Sayyidina Ali bin

15
Abi Thalib, Sayyidina Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi
Waqash, Abdurrahman bin ‘Auf, Thalhah bin Ubaidillah, dan Abdullah bin
Umar. Sayyidina Umar berpesan agar panitia ini nanti memilih khalifah dan
jangan memilih Abdullah bin Umar putranya sendiri.

Panitia akhirnya memilih Sayyidina Utsman bin Affan sebagai


khalifah ketiga. Beliau memerintah selama 13 tahun kurang sehari (23-35
H/644-656 M). Beliau meninggal dibunuh para pemberontak dari negeri yang
terkena hasutan Abdullah bin Saba.

Kaum Muslimin yang tidak terlibat pemberontakan sepakat


mengangkat Sayyidina Ali menjadi Khalifah keempat. Akan tetapi orang-
orang Syi’ah menganggap Sayyidina Ali itu sebagai khalifah pertama, karena
mereka tidak mengakui khalifah-khalifah sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Sayyidina Ali ini timbul hal-hal yang


mengecewakan masyarakat sehingga terpecah belah menjadi beberapa
golongan:

1. Golongan Syi’ah sendiri dan sebagian jumhur yang menyokong dan


mengangkat Sayyidina Ali sebagai khalifah.
2. Golongan yang menuntut bela kematian Sayyidina Utsman, dipelopori
oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syria yang diangkat pada masa
khalifah Utsman. Muawiyah tiidak mau mengakui khalifah Ali karena
diangkat oleh kaum pemberontak dan menuduhnya sebagai orang yang
terlibat dan harus bertanggung jawab atas terbunuhnya khalifah Utsman.
Di samping itu, Muawiyah diangkat oleh pendukungnya sebagai khalifah
pengganti khalifah Utsman, berkedudukan di Syria (Damaskus). Dengan
demikian, ada dua khalifah dalam pemerintahan Islam pada waktu itu,
yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan.
3. Golongan yang dipimpin oleh Siti Aisyah ra. dan diikuti oleh Thalhah bin
Ubaidillah dan Zubair bin Awwam, tidak mengakui khalifah Ali, karena

16
baiatnya secara paksa. Thalhah dan Zubair memang membaiatnya secara
terpaksa, karena pedang terhunus diatas kepala mereka.
4. Golongan yang dipimpin oleh Abdullah bin Umar, di dukung oleh
Muhammad bin Salamah, Utsman bin Zaid, Sa’ad bin Abi Waqas, Hasan
bin Tsabit, Abdullah bin Salam. Golongan ini bersikap pasif, tidak ikut
mengangkat khalifah Ali, tidak ikut menyalahkannya dalam peristiwa
pembunuhan terhadap khalifah Utsman dan juga tidak ikut menyokong
Mu’awiyah yang menyatakan diri sebagai khalifah di Syria. Mereka ini
tidak ingin terlibat masalah-masalah politik.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa syiah dilihat


dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok. Mengenai
kemunculan syiah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat di kalangan
para ahli. Menurut Abu Zahrah syiah mulai muncul ke permukaan sejarah
pada masa akhir pemerintahan Utsman bin Affan, Watt menyatakan bahwa
syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang
dikenal dengan Perang Shiffin sedangkan kalangan syi’ah sendiri berpendapat
bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengan masalah penganti (Khilafah)
Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab,
dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi
Thalib yang berhak mengantikan Nabi SAW. Mereka yang mendukung Ali
inilah yang disebut dengan golongan Syi’ah.

Bagi kaum syi’ah, bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus
Nabi adalah peristiwa tentang Ghadir Khum. Di dalam Syiah sendiri juga
terdapat banyak perbedaan antara kaum syiah, dan hasilnya ialah timbul
beberapa sekte-sekte dalam syiah yang berbeda antara ajaranya. Di antara
sekte-sekte syi’ah itu adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan
Ghullat.

Kaum Muslimin yang tidak terlibat pemberontakan sepakat


mengangkat Sayyidina Ali menjadi Khalifah keempat. Akan tetapi orang-
orang Syi’ah menganggap Sayyidina Ali itu sebagai khalifah pertama, karena
mereka tidak mengakui khalifah-khalifah sebelumnya.

18
B. Saran

kami menyarankan bagi pembaca untuk membaca referensi terkait


dengan syi’ah lebih banyak lagi agar dapat mengetahui seluk beluk dari
ajaran Syi’ah itu sendiri sehingga kita tidak menyimpang dari ajaran islam.
Berbagai aqidah yang diajarkan oleh kaum syi’ah sudah semestinya kita dapat
membedakan antara ajaran Islam yang sesungguhnya sesuai dengan firman
Allah dalam Al-Qur’an dan hadits.

19
DAFTAR PUSTAKA

Nasir A, Salihun. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada.

Nurdin, Amin & Afifi Fauzi Abbas. 2014. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta:
AMZAH.

Rozak, Abdul & Harun Nasution. 2011. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Rozak, Abdul & Harun Nasution. 2012. Ilmu Kalam ‘Edisi Revisi’. Bandung: CV
Pustaka Setia.

http://mugnisulaeman.blogspot.co.id/2013/05/makalah-tentang-syiah-
zaidiyah_7.html, diakses pada tanggal 19 Februari 2017 pukul 22:00
WIB.

20

Anda mungkin juga menyukai