Anda di halaman 1dari 18

PEMBELAJARAN BERSANAD :

(SEBUAH SOLUSI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS


PEMBALAJARAN PAI DI SEKOLAH SWASTA)

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr.H. ADBUL FATTAH, M.Phil.I


Dr. MUSTAIN, M.Ag

OLEH:

SHOPIAN HIDAYATULLOH
NIM. 220401041

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM


TAHUN 2023
PEMBELAJARAN BERSANAD :
(SEBUAH SOLUSI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS
PEMBALAJARAN PAI DI SEKOLAH SWASTA)

Shopian Hidayatulloh
Universitas Islam Negeri Mataram
Shopianhidayatulloh46@gmail.com

ABSTRAK

Dua arus positif dan negatif yang kerap memainkan peran dalam inovasi teknologi dalam
pendidikan dan pengajaran, sejatinya harus ditelaah secara kritis untuk menjadikan sebuah
pendidikan Islam yang kompetitif dan tidak meningalkan etisnya pendidikan dan pengajaran
yakni hubungan dialogis antara pendidik dan peserta didik. Karena, seperti disebutkan
sebelumnya bahwa perkembangan teknologi sangat memudahkan untuk memberikan informasi
seputar materi atau pengetahuan tentang apa saja yang diingakan melalui website dengan klik
di google, jadi skema otodidak pada zaman teknologi informasi ini sangat memungkinkan pada
pengembangan pengetahuan dan skill. Akan tetapi, harus diwaspadai bahwa dengan sumber
belajar yang dipilih tanpa adanya interaksi kepada guru atau pendidik dapat menjadikan sebuah
pemahaman yang dikonsumsi terjebak pada kesalah pahaman (misundestanding). Di sinilah
pentingnya isu tentang pembelajaran bersanad ini sebagai solusi alternatif yang ditawarkan
Islam terhadap fakta kekinian. Hasil penelitian ini bahwa pembelajaran bersanad dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat memberikan sejumlah manfaat signifikan
dalam meningkatkan pemahaman agama dan mendalami ajaran Islam. Berikut adalah beberapa
solusi yang ditawarkan oleh pembelajaran bersanad dalam PAI diantaranya : Pemahaman yang
Mendalam, Keaslian Ajaran Agama, Kemampuan Analisis Kritis, Memahami Sumber-sumber
Utama, Menghargai Tradisi Islam, Pengembangan Karakter, Pemahaman Kontekstual,
Memperkuat Keimanan, Pengembangan Keterampilan Berpikir, Memelihara Kebenaran
Agama. Solusi ini menjadikan pembelajaran bersanad sebagai alat penting untuk
mengembangkan pemahaman agama Islam yang lebih mendalam dan kualitas pendidikan
agama yang lebih tinggi di kalangan siswa khusunya di sekolah swasta dikarenakan konsep ini
akan sangat sulit untuk diterapkan di sekolah negeri yang sudah baku kurikulumnya.

Kata Kunci : Pembelajaran, Bersanad, Kualitas, PAI, Sekolah Swasta.


A. Pendahuluan

Pembahasan tentang pendidikan Islam kerap memberikan sebuah inspirasi terhadap


apapun yang dihadapi masyarakat, selalu tampil terkemuka untuk menemukan sebuah solusi,
bahkan diamanahkan merekomendasikan sebuah ide, gagasan dan konsep untuk masa depan
generasi manusia. Idealnya skema pendidikan Islam tersebut, tentu didasari terhadap landasan
pendidikan Islam itu sendiri yang bersandarkan pada sumber Islam (al-Qur’an dan Hadis) yang
memiliki pengkajian yang terus menemukan sebuah kebaruan, manakala terus di telaah secara
kritis. Terlebih, diafirmasi dengan berbagai fakta dan data terhadap pengalaman manusia, maka
sangat kontributif untuk menemukan sebuah inovasi.1
Sadar dipahami, kehadiran pendidikan Islam baik dipahami secara komprehensif
melalui kurikulum yang muatannya termasuk materi, cara belajar mengajar, penggunaan
strategi, metode, media, hingga item sumber dan evaluasi. Juga, pendidikan Islam manakala
dihadapkan dengan pemahaman sebuah institusi yang melabelkan kata “Islam” atau memiliki
simbol historis dalam kelembagaan, seperti Madrasah, Sekolah Tinggi Agama Islam, Institut
Agama Islam, bahkan Universitas Islam.2
Idealnya pendidikan Islam yang memiliki semangat pengajaran dan pendidikan yang
menembus dunia akhirat,3seperti konsepsi teologis Islam bahwa kehidupan bukan sebatas di
dunia saja melainkan ada akhirat, maka amanah pendidikan Islam pun memiliki tujuan akhir
(ultimate aims) yang terintegrasi keduanya. Hingga sebuah konsepsi harus betul terkoneksi
dengan sumber yang absolute (al-Qur’an dan Hadis) dan pola pendidikan dan pengajaran yang
absah.
Narasi inilah kemudian, memiliki sekelumit persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
dan civitas akademika dihadapkan pada pembelajaran yang bersanad. Adapun pembelajaran
bersanad, adalah dimaksudkan pada keberlangsungan pendidikan dan pengajaran yang secara
langsung dibimbing seorang guru terhadap sebuah materi, yakni konsepsi tentang pendidikan
dan pengajaran yang secara langsung terjadi dialog antara pendidik dengan peserta didik.4
Namun, kenyataan terhadap perkembangan media teknologi, memberikan pengaruh
besar terhadap pola pendidikan dan pengajaran dalam ruang lingkup pendidikan Islam, yang
memberikan sebuah pemahaman baru hubungan dialogis terhadap peserta didik dengan

1
Abdul Gani Jamora Nasution, “Sumber Belajar vs Pembelajaran Bersanad di Madrasah Ibtidaiyah”,
Nizhamiyah, Vol. Xi No. 2, Juli – Desember 2021. 39.
2
Abdul Gani Jamora Nasution, “Sumber Belajar…, 40.
3
Athiyah al-Abrasy, Prinsip-Prinsip Dasar Pendelikon Islam, terj. Abdullah Zaki Al-Kaaf, (Bandung:
Pustaka Setia, 2003), hlm. 13-16.
4
Nana Sudjana, Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 76.
pendidik dan menjadikan sebuah pengalaman pendidikan dan pengajaran terjadinya sebuah
perkembangan bahkan terjadi distorsi dan pergeseran makna pendidikan dan pengajaran secara
substantif. Manakala perkembangan teknologi yang cukup pesat terhadap inovasi dan temuan
baru dimasukkan dalam dunia pendidikan dan pengajaran, ke arah dukungan terhadap suksesi
tujuan pendidikan Islam, tentu menjadi sebuah terobosan yang positif dan harus
dikembangkan. Namun, tidak dapat menutup mata terhadap perkembangan media teknologi
yang dikemas dalam pendidikan dan pengajaran terjebak pada hal-hal negatif. Seperti
munculnya kasus plagiasi5 terhadap karya orang, juga dan konfirmasi terhadap sebuah bacaan
kerap dipahami sendiri tanpa mengkonfirmasi kepada pendidik atau guru, yang berakibat fatal
terhadap konsumsi materi yang dibaca, bisa jadi terjebak pada hoax6 dan memantik untuk
kekerasan,7dan lain sebagainya.
Dua arus positif dan negatif yang kerap memainkan peran dalam inovasi teknologi
dalam pendidikan dan pengajaran, sejatinya harus ditelaah secara kritis untuk menjadikan
sebuah pendidikan Islam yang kompetitif dan tidak meningalkan etisnya pendidikan dan
pengajaran yakni hubungan dialogis antara pendidik dan peserta didik. Karena, seperti
disebutkan sebelumnya bahwa perkembangan teknologi sangat memudahkan untuk
memberikan informasi seputar materi atau pengetahuan tentang apa saja yang diingakan
melalui website dengan klik di google, jadi skema otodidak pada zaman teknologi informasi
ini sangat memungkinkan pada pengembangan pengetahuan dan skill. Akan tetapi, harus
diwaspadai bahwa dengan sumber belajar yang dipilih tanpa adanya interaksi kepada guru atau
pendidik dapat menjadikan sebuah pemahaman yang dikonsumsi terjebak pada
kesalahpahaman (misundestanding). Di sinilah pentingnya isu tentang pembelajaran bersanad
ini sebagai solusi alternatif yang ditawarkan Islam terhadap fakta kekinian.
Dari keterangan yang sudah di jelaskan di atas, yang membahas tentang pentingnya
pembelajaran itu secara bersanad, apalagi khususnya dalam belajar agama Islam yang haruslah
menggunakan sanad yang benar dalam pelaksanaan pembelajarannya terutama pada
pembelajaran PAI khusunya. Maka oleh karena itu makah ini berjudul “Pembelajaran Bersanad
: (Sebuah Solusi Alternatif untuk Meningkatkan Kualitas Pembalajaran PAI di Sekolah
Swasta)”

5
Sebagai contoh penulis mencantumkan pelaku plagiat, https://kumparan.com/kumparannews/4-
akademisi-tanah-air-yang-terjerat-kasus-plagiarisme/3
6
https://kominfo.go.id/content/detail/12008/ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/0/sorotan
_media.
7
https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41022914.
B. Hasil dan Pembahasan

Tentang Sanad

Sanad merupakan hal yang penting dalam dunia Islam, khususnya dalam menjaga
validitas informasi yang disampaikan dari guru ke murid, dari masa Rasulullah hingga guru
atau dari penulis kitab hingga para pelajarnya yang mempelajari kitab tersebut. Hal ini
sebagaimana disebutkan oleh Mahmud Thahan dalam kitabnya, Taysir Musthalah al-Hadits,
bahwa sebuah kabar (‫ )خبر‬tidak dapat diterima kebenarannya sebelum diketahui terlebih dahulu
ketersambungan sanadnya. Mahmud Thahan menyebutkan sebuah definisi sanad secara bahasa
dan istilah dalam Taysir Musthalah al-Hadits:

‫سلسلة‬: ‫ ويعتمد عليه واصطالحا‬،‫ وسمي كذلك؛ ألن الحديث يستند إليه‬،‫لغة المعتمد‬
‫الرجال الموصلة للمتن‬

Artinya, "Sanad secara bahasa adalah al-mu’tamad (tempat bersandar atau bergantung),
dinamakan demikian sebab hadits disandarkan kepada sanad atau bergantung kepadanya.
Secara istilah, sanad adalah silsilah para perawi yang menyambung hingga ke matan,"8
Sanad merupakan kekhususan umat Nabi Muhammad Saw yang tidak dimiliki umat-
umat sebelumnya. Terkait hal ini Imam al-Sakhawi menulis dalam karyanya, Fath al-Mugits
bi Syarh Alfiyah al-Hadits, sebuah bab khusus yang menjelaskan hal ini. Imam al-Sakhawi
menyebutkan:

َ ‫س ِّمعتُ ُم َح َّمدَ بنَ َحاتِّ ِّم ب ِّن ال ُم‬


‫ ِّإ َّن‬: ‫ظفَّ ِّر يَقُو ُل‬ َ : ‫غو ِّلي ِّ قَا َل‬ ِّ ‫ق أَ ِّبي ال َعب‬
ُ َّ‫َّاس الد‬ ِّ ‫ط ِّري‬َ ‫َوقَد ُر ِّوينَا ِّمن‬
‫س ِّأل َ َحد مِّنَ األ ُ َم ِّم ُك ِّل َها َقدِّي ِّم َها َو َحدِّيثِّ َها‬
َ ‫ َولَي‬،ِّ‫اْلسنَاد‬
ِّ ِّ‫ضلَ َها ب‬َّ َ‫ّللا قَد أَك َر َم َه ِّذ ِّه األ ُ َّمةَ َوش ََّرفَ َها َوف‬
َ َّ
ٌ ِّ‫س ِّعندَهُم تَمي‬
‫يز بَينَ َما‬ َ َ‫طوا بِّ ُكتُبِّ ِّهم أَخب‬
َ ‫ فَلَي‬،‫ارهُم‬ ُ َ‫ َوقَد َخل‬،‫ف فِّي أَيدِّي ِّهم‬ ُ ‫ إِّنَّ َما ه َُو‬،ٌ‫إِّسنَاد‬
ٌ ‫ص ُح‬
َ ‫ار الَّتِّي أَ َخذُوهَا‬
ِّ ‫عن غَي ِّر الثِّقَا‬
‫ت‬ ِّ َ‫اْلن ِّجي ِّل َوبَينَ َما أَل َحقُوهُ بِّ ُكتُبِّ ِّهم مِّنَ األَخب‬
ِّ ‫نَزَ َل مِّنَ التَّو َراةِّ َو‬.

8
Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, (Maktabah al-Ma’arif, cetakan ke-10: 2004), 19.
Artinya, “Telah diriwayatkan kepada kami dari jalur Abu al-‘Abbas al-Daguli, ia
berkata: Aku mendengar Muhammad ibn Hatim ibn al-Muzaffar berkata: 'Sungguh Allah
memuliakan umat ini (umat Nabi Muhammad), mengagungkan dan mengutamakannya dengan
‘isnad’. Tidak satu pun dari umat sebelumnya maupun setelahnya yang memiliki tradisi sanad.
Mereka hanya memiliki suhuf, sedang suhuf-suhuf tersebut tercampur dengan banyak
informasi,'9
Tanpa sanad, kualitas dan otentisitas keilmuan dalam Islam tidak dapat dijamin
keabsahannya. Salah satu ulama saat ini yang giat menyuarakan pentingnya sanad adalah
Arrazy Hasyim, atau akrab disapa Buya Arrazy Hasyim. Beliau adalah murid langsung dari
KH. Ali Mustafa Yaqub, seorang ahli hadits di Indonesia juga pendiri Darus-Sunnah
International Institute for Hadith Sciences. Pentingnya bersanad ini disampaikan olehnya
melalui ceramah-ceramahnya di berbagai daerah di Indonesia. Selain melalui ceramah, Buya
Arrazy juga menyuarakan pentingnya sanad ini dalam karyanya, salah satunya yaitu “Akidah
Salaf Imam al-Thahawi: Ulasan dan Terjemahan” yang diterbitkan di Maktabah Darus-Sunnah.
Terdapat satu bab khusus dalam buku ini yang membahas tentang sanad, yaitu bab kedua
dengan judul: Sanad al-Tahawiyah. Di sini dijelaskan mengenai sanad dan keutamaannya.
Sanad atau silsilah sangat penting dalam ilmu-ilmu keislaman. Semua ilmu dalam Islam wajib
memiliki sanad supaya terjamin kemurniannya berasal dari utusan Allah. Beliau mengutip
perkataan Imam al-Hakim dalam Al-Mustadrak:

‫وهي كرامة من هللا لهذه األمة خصهم بها دون سائر األمم‬

Artinya, “Asȃnȋd (sanad-sanad) adalah karȃmah yang Allah khususkan terhadap umat
ini, sehingga tidak terdapat pada umat yang lain.”.10

Dahulu sanad digunakan untuk menguji validitas sebuah informasi berupa hadis, atsar
dan khabar yang dibawa oleh seorang rawi (informan, guru, syekh). Di samping itu, ulama
hadis pada masa sebelumnya membaca sanad untuk memeroleh keberkahan dan rahmat dari
Allah. Hal ini dikarenakan semua sanad keislaman bersumber dari Nabi Saw, para sahabat,
tabiin dan ulama yang saleh.

9
Imam al-Sakhawi, Fath al-Mugits bi Syarh Alfiyah al-Hadits, (Mesir: Maktabah al-Sunnah, cetakan ke-
1, 2003), juz III, 330.
10
Arrazy Hasyim, Akidah Salaf Imam Al-Tahawi: Ulasan dan Terjemahan, (Ciputat: Maktabah Darus-
Sunnah), 29.
‫عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة‬

Artinya, “Rahmat turun setiap kali disebut nama orang-orang saleh.”11

Pasca selesainya masa tadwin (kodifikasi) dan tasnȋf (penyusunan kitab), fungsi sanad
tidak seketat kajian-kajian sebelumnya. Saat ini sanad digunakan untuk menjaga orisinalitas
suatu ilmu, pemahaman, dan validitas suatu kitab dari seorang guru kepada pengarang. 12
Sanad pada masa ini dapat dikategorikan kepada 3 macam. Pertama, Sanad Riwȃyah
atau Ijȃzah. Kedua, Sanad Fikrah; dan yang terakhir Sanad Tarbiyah dan Sulȗk (rohani dan
akhlak). Sanad dalam kategori pertama berupa ijazah dari seorang guru kepada muridnya suatu
kitab atau ilmu sebagaimana diperoleh dari guru sebelumnya. Sanad tersebut sangat penting
untuk menghindari tadlȋs (keterputusan sanad secara tersembunyi). Selain itu sanad ini dengan
kategori seperti ini juga sering digunakan dalam tabarrukan (memperoleh keberkahan) dan
menjaga ketersambungan riwayat ulama-ulama kontemporer dengan tokoh-tokoh ulama di
masa lalu. Ulama yang menggunakan sanad kategori pertama ini biasanya dari kalangan ahli
qira’at, hadis, dan musnid (kompilator sanad) dengan suatu shigat atau kalimat dari guru
kepada murid. Kalimat yang biasanya dipakai adalah “Ajaztu laka”, “Saya ijazahkan
kepadamu”. Ulama yang mahir dalam kategori sanad seperti adalah Syekh Yasin al-Faddani
al-Makki, Syekh al-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Syekh Ali Jum’ah, dan dan Syekh
Sa’id Mamduh. Yang kedua, Sanad Fikrah atau sanad pemikiran. Sanad dalam kategori ini
diaplikasikan dengan talaqqi (belajar langsung) baik secara formal seperti sekolah, kampus,
pesantren maupun informal seperti seminar, pengajian atau kursus. Bahkah untuk memperoleh
sanad fikrah dapat dilakukan secara otodidak. Kendati demikian, fikrah yang didapat melalui
talaqqi lebih kuat dan mantap dibandingkan otodidak. Terakhir, yaitu Sanad Tarbiyah atau
dapat disebut juga dengan suhbah (‫)صحبة‬, yaitu interaksi langsung antar murid dan gurunya
sehingga mewarisi kualitas spiritualnya. Sanad dengan jenis seperti ini dapat dijumpai pada
ahli-ahli kalbu seperti ahli tarekat atau pesantren tradisional. Sanad dalam kategori ini lebih
baik dari kategori sebelumnya, sebab dengan sanad inilah seseorang dapat mengubah
akhlaknya sebagaimana akhlak Nabi, para sahabat, dan ulama salaf al-shalih.13

11
Arrazy Hasyim, Akidah Salaf…, 33.
12
https://islam .nu.or.id/ilmu-hadits/tiga-jenis-sanad-agama-di-masa-sekarang-1gHUa.
13
Arrazy Hasyim, Akidah Salaf …,34-36.
Pembelajaran Bersanad

Sebelum memberikan pengertian tentang pembelajaran bersanad maka akan di uraikan


terlebih dahulu tentang pengertian pembelajaran. Adapun yang di maksud pembelajaran adalah
pengembangan keseluruhan sikap kepribadian khususnya mengenai aktivitas dan kreativitas
peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.14
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabi‟at, serta pembentukan
sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran seseorang akan
dialami sepanjang hayat dan dapat berlaku kapanpun dan di manapun. Menurut Kimble dan
Garmezy menjelaskan sebagai berikut:
“pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil
praktik yang diulang ulang. Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek belajar yang
dimaksud adalah siswa atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegiatan
belajar. Siswa sebagai pusat belajar dituntut untuk aktif mencari, menemukan,
menganalisis, merumuskan, memecahkan masalah dan menyimpulkan suatu
masalah.”15

Menurut Saiful Sagala yang dikutip oleh Ramayulis, menjelaskan “pembelajaran ialah
membelajarkan siswa menggunakan azaz pendidikan maupun teori belajar yang merupakan
penentu utama keberhasilan pendidik. Pembelajaran merupakan proses dua arah. Mengajar
dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik”.3516
Sedangkan menurut Suyudi, “pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh
pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh
kebenaran/nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai
dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu”.17
Dari uraian istilah pembelajaran menurut para ahli diatas bahwa pembelajaran adalah
suatu proses interaksi yang terbentuk antara siswa dengan guru yang saling betukar informasi
untuk memperoleh pengetahuan atau kebenaran sehingga dapai mencapai tujuan bersama
melalui bimbingan, latihan dan mendidik.

14
Suryono dan Harianto, Belajar dan Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 207.
15
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), 18.
16
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 239.
17
Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an (Yogyakarta: Mikroj, 2005), 122.
Istilah pembelajaran bersanad, dapat dipahami melalui konsepsi “Ulum al-Hadis”18
yang menunjukan pada “ketersambungan” satu berita atau informasi yang datangnya dari Nabi
Muhammad Saw. Inspirasi ketersambungan satu riwayat, harus dipastikan bersambung dan
informasi datang dari Nabi. Sanad memiliki fungsi sebagai penjaga keaslian (orisinalitas) berita
yang dibawa oleh si pembawa berita tersebut (rawi).19 Aktivitas bersanadnya inilah kemudian
dielaborasi dengan konsepsi pembelajaran, dapat dipahami melalui bahwa proses
pembelajaran, harus terjadi interaksi dialogis antara guru dan murid. Juga, inilah menunjukkan
bahwa adanya sandaran atau pegangan proses pembelajaran yang sedang dilangsungkan.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran bersanad, adalah
keberlangsungan pendidikan dan pengajaran yang secara langsung dibimbing seorang guru
terhadap sebuah materi.

Urgensi Pembelajaran Bersanad pada Saat ini

Menjadi pribadi yang berilmu khususnya ilmu agama menjadikan diri kita memiliki
derajat yang lebih tinggi. Namun, bila ilmu tanpa memiliki sanad, maka gurunya tidak lain dan
tidak bukan adalah setan. Karena ilmu agama bukan ilmu yang sifatnya coba-coba, tetapi ini
menyangkut perilaku akhlak dunia dan akhirat. Salah pengamalan akan mengantarkan pada
kesesatan. Jika ingin memiliki ilmu agama yang benar, maka hendaklah menghadiri majelis
taklim yang dibimbing oleh ustaz atau ulama. Belajar agama tidak cukup dengan membaca
buku-buku, apalagi sebatas terjemahan, menonton Youtube, atau mendengarkan podcast
semata. Ilmu yang didapat dari sosok guru yang jelas dan mempunyai sanad, maka muaranya
akan menghasilkan ilmu yang bisa menentramkan hati dan menjernihkan akal pikiran, bukan
justru menghasilkan kegemaran dalam saling menyalahkan.20
Pada era saat ini banyak sekali fenomena yang membuat hati miris. Amat banyak
oknum yang berlabel ustaz atau ulama dengan mudah mengadu domba antar masyarakat
menggunakan dalih-dalih dari ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini tak ayal membuat masyarakat
berpikir bahwa pemahaman agama dalam dirinya adalah pemahaman yang paling benar dan

18
Istilah “sanad” dalam tradisi leksikal diperdapati sumber hadis yang dihimpun oleh perawi. Secara
bahasa diartikan sebagai sandaran atau pegangan. Lihat selangkapnya Manna al-Qaththan, Mabahist fi „Ulmu al-
Hadist, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1992), hlm 2017. Secara terminologi dipahami sebagai jalan yang
menyampaikan kepada teks (matan) hadis dari sumber pertama. Baca, Muhammad „Ajjaj al-Khatib, Ushul al-
Hadist: „Ulumuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989). hlm. 32.
19
https://www.islampos.com/pentingnya-sanad-dalam-berilmu-201991/
20
Muhammad Haris Miftah Sibawayhie, https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc.
kemudian menyalahkan pemikiran dan pemahaman orang lain di luar dirinya, seperti halnya
pertikaian statement benar dan salah yang acap kali terjadi. 21Keadaan kini telah mencemaskan
dan memprihatinkan. Betapa mudah dan jamak dijumpai di zaman ini orang-orang yang tidak
jelas diketahui kepada siapa ia pernah belajar agama, tidak jelas dikenal telah berapa lama
mereka pernah mengaji, dan tidak jelas dan teruji pula keilmuannya dalam bidang agama. Lalu,
dengan tiba-tiba mereka dengan pongah menyandang gelar “ustaz”, bahkan anehnya ada yang
baru saja menjadi mualaf, memberikan ceramah berapi-api, tapi isinya propaganda dan agitasi
belaka. Mayoritas ceramah mereka nirguna dan hanya didominasi hujatan, cercaan, dan cacian
kepada siapa pun di luar golongannya. Mungkin, mereka pikir memberi ceramah agama adalah
profesi yang mudah mendatangkan cuan dan bisa mengangkat kehormatan yang bisa digunakan
untuk tujuan duniawi sembari bersembunyi di balik narasi kemaslahatan umat dan
kemanusiaan.22
Di lain pihak, orang-orang yang belajar agama belasan, bahkan puluhan tahun di
pesantren akan merasa heran dan tidak habis pikir mengapa banyak orang mau bermakmum di
belakang para “ustaz” seperti itu dengan segala kefanatikannya. Imam Bukhari di dalam kitab
Shahih Bukharinya berkata:

َ‫تَ َعلَّ ُموا قَب َل الظانِّين‬


Mengajilah (belajarlah) dengan bersungguh-sungguh sebelum kamu bertemu dengan
masanya orang yang berbicara ilmu yang hanya bermodalkan prasangka. 23 Kutipan Imam
Bukhari tersebut lantas disyarahi oleh Imam Nawawi yang berbunyi:

‫الو ِّرعِّينَ قَب َل ذهابهم ومجئ قَوم يَتَ َكلَّ ُمونَ فِّي ال ِّعل ِّم بِّ ِّمث ِّل‬
َ َ‫و َمعناهُ تَعَلَّ ُموا ال ِّعل َم ِّمن أه ِّل ِّه ال ُم َح ِّققِّين‬
‫ظنُونِّ ِّهم التى ليس لها مستند شرعي‬ ُ ‫نُفُو ِّس ِّهم و‬
Mengajilah (belajarlah) dengan bersungguh-sungguh kepada orang yang benar-benar
berilmu sebelum kamu bertemu dengan masanya orang yang berbicara ilmu yang hanya
bermodalkan prasangka tanpa sandaran yang jelas.24
Maqolah kedua ulama di atas menunjukkan kepada kita pentingnya berilmu kepada
guru atau ulama yang memiliki sanad yang jelas. Hal ini yang akan kemudian mampu

21
https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc
22
https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc
23
https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc
24
https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc
menjauhkan kita dari kesesatan dalam beragama. Ulama adalah pewaris para nabi. Setelah
kenabian ditutup dengan diutusnya Rasulullah Saw., maka warisan keilmuan keagamaan
berada dalam tanggung jawab para ulama. Penting untuk menengok, mempelajari, dan belajar
langsung kepada para ulama untuk menjaga kesinambungan ilmu dari Rasulullah Saw.
Fenomena lain yang membuat miris sekaligus prihatin adalah banyaknya muslim yang
kurang hati-hati dan selektif dalam memilih ulama atau ustaz dalam belajar agama. Di zaman
ini, masyarakat muslim memiliki tendesi untuk berhati-hati dan selektif dalam urusan dunianya
saja. Ambil contoh bila seseorang sedang sakit, maka ia akan sangat hati-hati dalam mencari
dokter sekaligus rumah sakit yang akan merawatnya. Ia akan lebih memilih dokter spesialis
berpengalaman untuk membantunya mencapai kesembuhan. Abdullah bin Mubarak
rahimahumullah di kitab Shahih Muslim berkata:

‫ ولوال اْلسناد لَقا َل َمن شا َء ما شاء‬،‫ِّين‬


ِّ ‫اْلسنادُ مِّنَ الد‬

Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad, pasti siapa pun bisa berkata
dengan apa yang dia kehendaki.25
Sayangnya, di zaman ini para ustaz gadungan mendominasi dan mengalirkan paham
liberal kepada masyarakat awam tanpa mengkaji sesuatu yang disampaikannya dan lebih
ironisnya lagi masyarakatnya pun tidak mengkaji dan meneliti apa yang disampaikan mereka.
Jangankan isi atau substansi yang disampaikan, kriteria seseorang bisa disebut sebagai ustaz
pun tidak dipedulikan dan diperhatikan. Imam Bukhari yang terkenal sebagai ahli hadis
mempunyai guru yang berjumlah 1.080 ulama. Jadi, dapat disimpulkan jika belajar agama
tanpa guru sangat rawan gagal paham akan dalil-dalil dalam agama, dan rawan dengan
kesesatan. Jika seseorang ingin mengetahui makna yang terkandung dalam al-Qur’an tanpa
proses belajar dari bimbingan guru atau ulama niscaya ia akan menemui kesulitan dan merasa
waswas dalam beragama.
Seyogianya, masyarakat harus memiliki guru yang mempunyai kemampuan dan sanad
keilmuan yang jelas. Ini penting karena sanad ilmu menunjukkan pentingnya otoritas dalam
berilmu agama. Terlebih bagi masyarakat muslim yang masih awam dan tidak memiliki
kemampuan menggali serta meneliti suatu persoalan dalam ilmu agama, maka ia diwajibkan
memiliki guru yang dapat membimbingnya agar tidak tersesat dalam pemahamannya. Menjadi
persoalan penting manakala dihubungkan dengan kecepatan media informasi yang mendorong

25
https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc
percepatan sumber pengetahuan dengan bentuk tehnolgi, adalah siswa dapat melacak dan
mencari pengetahuan tentang apa saja yang dibutuhkan. Titik persoalannya adalah sebuah
tindakan untuk tidak terjalinnya komunikasi dialogis terhadap sebuah informasi yang
diperdapati oleh siswa tersebut. Padahal, pembelajaran yang seyogiaya adalah terjadinya
interaksi yang dinamis antara peserta didik dan pendidik.
Tradisi pembelajaran dalam sejarah Islam, memiliki aturan yang khas terhadap
pembelajaran. Misalnya, buku Ta’lim Muta’allim26 yang memberikan kekhasan dengan
menggambarkan 13 pasal. Dimulai dari pengenalan ilmu pengetahuan hingga tata cara
mendapatkannya, terangkum secara sistematis. Seperti disebutkan sebelumnya, adanya
interaksi dialogis terhadap sebuah pendidikan dan pengajaran. Hingga tradisi rihlah ilmiah,
kerap menjadi serbuan ilmuan masa Islam klasik yang tidak sedikit jarak yang ditempuh dari
tempat asal ketempat guru yang dituju. Sepertinya, imam Syafi‟i dari Mesir menuju Madinah
yang langsung berguru kepada Imam Malik. Rangkaian perjalanan ilmiah yang dilakoni
generasi klasik sebenarnya bukanlah mereka tidak bisa membaca karya di tempat mereka itu.
Akan tetapi, lebih kritis bahwa dengan adanya dialog secara langsung atau pembelajaran secara
langsung tentu mendapatkan nilai lebih terhadap pemahaman sebagaimana pemahaman guru
atau sumber awal yang diinginkan.
Landasan historis pencarian ilmu masa klasik tentu akan mengundang debat masa
sekarang, dengan berlandaskan pada perkembangan media dan tehnologi yang sangat cepat
penyebaran informasi. Terkait ini, perlu diberikan garisan besar. Pertama, secara akademis
tidak menolak terhadap perkembangan dan pertumbuhan yang dihasilkan oleh manusia.
Karena itu bagian dari produk ilmu pengetahuan. Kedua, bahwa dengan perkembangan
tehnologi secara akademik harus memanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan
percepatan keunggulan pendidikan dan pengajaran. Ketiga, bahwa pembelajaran di era
teknologi yang canggih harus secara konsisten dilakukan interaksi antara pendidik dan peserta
didik. Keempat, bahwa belajar otodidak memberikan kesempatan bagi semua kalangan peserta
didik, akan tetapi tidak serta merta mengabaikan secara keseluruhan peran serta guru dalam
memahami sebuah teks, materi atau informasi yang diperoleh. Karena keterbatas pemahaman
kerap diperdapati dan tingkat kematangan berpikir dan pengalaman memberikan core values
dalam pendidikan dan pengajaran.

26
Burhan Al-Islam a-Zarnuji, Ta‟lim al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum, (Sundan: ad-Dar al-Sudaniyyah
Lil Kutub, Cet. I, tahun 2004.
Kelima poin di atas, untuk menunjukkan bahwa interaksi dialogis dalam pembelajaran
dengan sifat memiliki sandaran dan pegangan yang kuat untuk mendapatkan hasil pendidikan
yang berkualitas. Karena seperti di dalam pendahuluan temuan terhadap informasi hoax dalam
sebaran media sosial kerap ditemukan. Manakala peserta didik terjebak dalam teks hoax tentu
sangat berakibat fatal dalam pembentukan generasi mendatang.
Dalam aktivitas pendidikan bukan sebatas pada transfer of knowledge saja melainkan
transfer of values. Fenomena mutakhir, yang menitik beratkan pada pembelajaran bersanad
yang memiliki ketersambungan ilmu pengetahuan hingga keakar-akarnya baik secara subyek
pemilik awal ilmu pengetahuan maupun secara penguasaan materi tertentu. Ini menunjukkan,
diperdapati sebuah konsensus dan keberlansungan terhadap iklim pendidikan Islam itu sendiri.
Terlebih, masa kekinian yang sarat muatan gempuran tehnologi informasi dengan menyediakan
informasi sebut saja google dan youtube, para user menyediakan informasi apa saja yang
dikehendaki pada pencari informasi. Manakala, akses peserta didik menembus dan tanpa
memiliki keunggulan filterisasi maka tidak sedikir terjebak pada infomasi sesat bahkan transfer
nilai terhadap ilmu pengetahuan tersebut semakin jauh dari kehidupan pendidikan itu sendiri.

Manfaat signifikan dari pembelajaran bersanad pada mata pembelajaran PAI di sekolah
dan tantangan yang akan dihadapinya

Pengajaran bersanad dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat
memberikan sejumlah manfaat signifikan dalam meningkatkan pemahaman agama dan
mendalami ajaran Islam. Berikut adalah beberapa solusi yang ditawarkan oleh pembelajaran
bersanad dalam PAI:
1. Pemahaman yang Mendalam: Pembelajaran bersanad memungkinkan siswa untuk
memahami ajaran agama Islam dengan lebih mendalam. Mereka dapat menelusuri akar
ajaran tersebut dan memahami konteksnya.
2. Keaslian Ajaran Agama: Sanad membantu siswa memahami keaslian ajaran agama.
Mereka dapat mengetahui dari mana ajaran-ajaran tersebut berasal dan sejauh mana
kebenarannya.
3. Kemampuan Analisis Kritis: Pembelajaran bersanad melatih kemampuan siswa dalam
menganalisis teks-teks agama. Mereka dapat mengidentifikasi perawi-perawi dalam
rantai riwayat dan menilai kekuatan hadis atau ayat-ayat Al-Quran.
4. Memahami Sumber-sumber Utama: Siswa dapat memahami sumber-sumber utama
agama Islam seperti Al-Quran dan Hadis. Mereka dapat membaca dan memahami teks-
teks ini secara langsung.
5. Menghargai Tradisi Islam: Pembelajaran bersanad membantu siswa menghargai tradisi
keilmuan Islam dan peran para ulama dalam menghantarkan pengetahuan ini dari
generasi ke generasi.
6. Pengembangan Karakter: Pembelajaran bersanad juga dapat memainkan peran dalam
pengembangan karakter siswa dengan menekankan nilai-nilai moral dan etika Islam
yang diajarkan dalam teks-teks bersanad.
7. Pemahaman Kontekstual: Siswa dapat memahami konteks sosial, sejarah, dan budaya
di balik teks-teks agama, sehingga dapat menghubungkannya dengan konteks dunia
modern.
8. Memperkuat Keimanan: Pemahaman yang lebih mendalam tentang agama Islam
melalui pembelajaran bersanad dapat memperkuat keimanan siswa dan memberi
mereka dasar yang lebih kuat dalam keyakinan agama.
9. Pengembangan Keterampilan Berpikir: Pembelajaran bersanad mendorong siswa untuk
berpikir kritis, melakukan penelitian, dan menyusun argumen berdasarkan bukti-bukti
dalam sanad.
10. Memelihara Kebenaran Agama: Pembelajaran bersanad membantu memelihara
kebenaran agama dan mencegah penyelewengan atau pemahaman yang salah tentang
ajaran Islam.27
Solusi ini menjadikan pembelajaran bersanad sebagai alat penting untuk
mengembangkan pemahaman agama Islam yang lebih mendalam dan kualitas pendidikan
agama yang lebih tinggi di kalangan siswa khusunya di sekolah swasta dikarenakan konsep ini
akan sangat sulit untuk diterapkan di sekolah negeri yang sudah baku kurikulumnya.

Selanjutnya implementasi pembelajaran bersanad di mata pelajaran Pendidikan Agama


Islam (PAI) dapat menghadapi sejumlah kendala juga. Beberapa kendala umum yang mungkin
dihadapi diantaranya adalah:

27
https://darulmaarif.net/tak-seperti-pendidikan-lain-inilah-pentingnya-sanad-keilmuan-bagi-pesantren/.
1. Keterbatasan Sumber: Salah satu kendala utama adalah keterbatasan akses ke sumber-
sumber sanad yang autentik. Tidak semua sekolah memiliki koleksi sumber-sumber asli
seperti Al-Quran dan Hadis, dan ini dapat membatasi pengajaran dengan sanad.
2. Kesulitan Pemahaman: Siswa mungkin menghadapi kesulitan dalam memahami sanad,
terutama jika mereka belum familiar dengan istilah-istilah khusus dan terminologi yang
terkait dengan hadis atau riwayat sanad.
3. Kekurangan Guru Terlatih: Tidak semua guru PAI mungkin terlatih dengan baik dalam
metode pembelajaran bersanad. Ini bisa menjadi hambatan dalam memberikan
pelajaran yang efektif.
4. Persepsi Negatif: Beberapa siswa atau orang tua mungkin memiliki persepsi negatif
terhadap pembelajaran bersanad, menganggapnya sebagai metode yang rumit atau
kurang relevan. Ini dapat memengaruhi motivasi siswa.
5. Waktu yang Terbatas: Kurangnya waktu dalam jadwal pembelajaran dapat menjadi
kendala dalam mengajarkan pembelajaran bersanad. Memahami dan menganalisis
sanad membutuhkan waktu tambahan.
6. Kemampuan Berbahasa Arab: Keterampilan berbahasa Arab yang terbatas pada siswa
dan guru juga dapat menjadi kendala dalam memahami teks-teks asli dengan sanad
yang disertai dengan bahasa Arab.
7. Evaluasi yang Tidak Tepat: Mengukur pemahaman siswa tentang sanad dan
pemahaman agama Islam yang lebih mendalam dapat menjadi tantangan. Evaluasi yang
tidak tepat dapat menghambat efektivitas pembelajaran.
8. Perbedaan Pemahaman: Siswa mungkin memiliki tingkat pemahaman yang berbeda
terhadap konsep-konsep agama, yang bisa menjadi tantangan bagi guru dalam
menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan individu.
9. Kesesuaian dengan Kurikulum: Implementasi pembelajaran bersanad harus sesuai
dengan kurikulum nasional atau sekolah. Kesesuaian ini kadang-kadang sulit dicapai.28

Untuk mengatasi kendala-kendala ini, diperlukan pelatihan guru yang baik, sumber
daya yang memadai, dan pendekatan yang kreatif dalam mengajar. Selain itu, keterlibatan
orang tua dan masyarakat dalam mendukung pembelajaran bersanad dapat membantu
meredakan beberapa kendala yang mungkin timbul.

28
https://www.republika.id/posts/17269/pentingnya-sanad-keilmuan.
Kesimpulan

Kesimpulannya bahwa pembelajaran bersanad dalam mata pelajaran Pendidikan


Agama Islam (PAI) dapat memberikan sejumlah manfaat signifikan dalam meningkatkan
pemahaman agama dan mendalami ajaran Islam. Berikut adalah beberapa solusi yang
ditawarkan oleh pembelajaran bersanad dalam PAI diantaranya : Pemahaman yang Mendalam,
Keaslian Ajaran Agama, Kemampuan Analisis Kritis, Memahami Sumber-sumber Utama,
Menghargai Tradisi Islam, Pengembangan Karakter, Pemahaman Kontekstual, Memperkuat
Keimanan, Pengembangan Keterampilan Berpikir, Memelihara Kebenaran Agama. Solusi ini
menjadikan pembelajaran bersanad sebagai alat penting untuk mengembangkan pemahaman
agama Islam yang lebih mendalam dan kualitas pendidikan agama yang lebih tinggi di
kalangan siswa khusunya di sekolah swasta dikarenakan konsep ini akan sangat sulit untuk
diterapkan di sekolah negeri yang sudah baku kurikulumnya.
Daftar Pustaka

Abdul Gani Jamora Nasution, “Sumber Belajar vs Pembelajaran Bersanad di Madrasah

Ibtidaiyah”, Nizhamiyah, Vol. Xi No. 2, Juli – Desember 2021. 39.

Arrazy Hasyim, Akidah Salaf Imam Al-Tahawi: Ulasan dan Terjemahan, (Ciputat: Maktabah

Darus-Sunnah).

Athiyah al-Abrasy, Prinsip-Prinsip Dasar Pendelikon Islam, terj. Abdullah Zaki Al-Kaaf,

(Bandung: Pustaka Setia, 2003).

Burhan Al-Islam a-Zarnuji, Ta‟lim al-Muta‟allim Thariq al-Ta‟allum, (Sundan: ad-Dar al-

Sudaniyyah Lil Kutub, Cet. I, tahun 2004.

https://darulmaarif.net/tak-seperti-pendidikan-lain-inilah-pentingnya-sanad-keilmuan-bagi-

pesantren/.

https://www.republika.id/posts/17269/pentingnya-sanad-keilmuan.

https://islam .nu.or.id/ilmu-hadits/tiga-jenis-sanad-agama-di-masa-sekarang-1gHUa.

https://www.islampos.com/pentingnya-sanad-dalam-berilmu-201991/

https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc

https://kumparan.com/kumparannews/4-akademisi-tanah-air-yang-terjerat-kasus-

plagiarisme/3

https://kominfo.go.id/content/detail/12008/ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-

indonesia/0/sorotan_media.

https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41022914.

Imam al-Sakhawi, Fath al-Mugits bi Syarh Alfiyah al-Hadits, (Mesir: Maktabah al-Sunnah,

cetakan ke-1, 2003), juz III.

Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, (Maktabah al-Ma’arif, cetakan ke-10: 2004)

Manna al-Qaththan, Mabahist fi „Ulmu al-Hadist, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1992).


Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadist: „Ulumuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-

Fikr, 1989).

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2013).

Muhammad Haris Miftah Sibawayhie, https://jatim.nu.or.id/opini/sanad-itu-penting-kxfqc.

Nana Sudjana, Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru, 1989).

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006).

Suryono dan Harianto, Belajar dan Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014).

Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an (Yogyakarta: Mikroj, 2005).

Anda mungkin juga menyukai