Anda di halaman 1dari 11

PERAN AGAMA DALAM PELAYANAN

DI LAYANAN KESEHATAN

Disusun Oleh : Ina Audina

RPL REKAM MEDIS INFORMASI KESEHATAN


UNIVERSITAS SANTO BORROMEUS
BANDUNG

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB 1.....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................................3
BAB 2.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
A. Pengertian Agama dan Kesehatan.................................................................................................5
C. Aspek Agama dalam Kesehatan.....................................................................................................7
D. Aspek Kesehatan dalam Agama.....................................................................................................8
E. Fungsi Agama bagi Kesehatan.......................................................................................................9
BAB III..................................................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama pada hakekatnya bertujuan membina dan mengembangkan kehidupan yangsejahtera di dunia
dan diakhirat. Secara universal agama member tuntutan kepada manusiamelakukan yang baik dan
menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama termasuk masalahkesehatan. Masyarakat Indonesia
sering dikatakan sebagai masyarakat religious karenasetiap warga masyarakat menganut suatu agama
atau kepercayaan dan menjalankanajarannya sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
itu. Sifat yang demikiantelah dinyatakan dalam sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa.

Sehat badannya sebagai cerminan dari sehat jasmani, damai di hatinya sebagai cerminan dari
sehat rohani dan punya makanan untuk sehari-harinya sebagai cerminan darisehat sosial. Dari sini
dapat dipahami bahwa sehat bukan dalam kondisi stabil antara aspek jasmani rohani sosial dan
lingkungan. Menurut WHO sehat adalah suatu keadaan yang sempurna dari badan jiwa (mental) dan
sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit cacat dan kelemahan.

Manusia yang sehat ialah manusia yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan penuh
daya kemampuan. Dengan kemampuannya itu ia dapat menumbuhkan danmengembangkan kualitas
hidupnya seoptimal mungkin. Pada umumnya orang beranggapan bahwa kesehatan penting bagi
kehidupan manusia. Tetapi sebagian besar berpandangan bahwa seseorang dianggap sehat bila berada
dalam keadaan tidak sakit dan tidak cacat. Kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang alami dimiliki
oleh setiap orang. Kadang kalaorang baru sadar akan pentingnnya pemeliharaan kesehatan bila pada
suatu saat dirinya atauanggota keluarganya terkena sakit. Dengan kata lain, pengertian kesehatan
terlalu sempit hanya terabatas pada upaya mencari pengobatan terhadap penyakit yang
sedangdideritanya.

Kesehatan juga dipahami secara statis, hanya terbatas pada keadaan sehat atau sakit yaitu,
sehat dalam arti tidak sakit dan sakit dalam arti tidak sehat. Tingkatan keadaansehat atau sakit kurang
dipahami sehingga upaya-upaya untuk meningkatkan kualitaskesehatan yang mestinya dilakukan pada
waktu sehat kurang diperhatikan oleh masyarakat luas.Padahal, pemeliharaan kesehatan untuk
mencegah penyakit nilainya lebih baik dari pengobatan terhadap penyakit.

Dari berbagai ulasan di atas, kita tahu bahwa kesehatan adalah rahmat yang istimewayang
diberikan Tuhan kepada kita dan upaya-upaya yang berkaitan dengan pemeliharaankesehatan
mengandung nilai ibadah dan manfaat bagi diri sendiri masyarakat danlingkungan yang mempunyai
nilai maslahat. Penulis sebagai calon tenaga kesehatan berfikir akan pentingnya kesehatan dalam
kehidupan serta kesehatan itu juga bermanfaat dalamagama dan menjaga kesehatan itu lebih baik dari

3
pada mengobati setelah sakit. Pembahasanini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang
hubungan kesehatan dengan agamaagar kita dapat menerapkan dalam kehidupan.

4
BAB 2

PEMBAHASAN

Pengertian Agama dan Kesehatan

Konsep agama mempunyai dua makna, yaitu makna statis dan dinamis. Makna statis lebih
berorientasi untuk menunjuk religi sebagai sistem sosial agama secara formal, misalnya Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sedangkan makna dinamis adalah suatu sifat atau semangat
keagamaan. Aspek dinamis ini selain bersifat subjektif sesuai dengan pengalaman keagamaan dan
penghayatan masing-masing, juga tidak selamanya terkait dengan agamanya secara formal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Sedangkan kesehatan menurut WHO adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, sosial
bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.

A. Pola Hubungan Agama dan Kesehatan

a. Saling berlawanan
Agama dan kesehatan muncul sebagai dua bidang yang saling berlawanan. Dalam batasan
tertentu, hal ini menunjukkan bahwa apa yang dianjurkan dalam bidang kesehatan, tidak selaras
dengan apa yang dianjurkan dalam agama. Misalnya mengenai terapi dengan urine (khusus islam),
pengobatan dengan hal yang memabukkan atau pencegahan HIV/AIDS melalui kondom.
Dalam hail ini urine dalam islam adalah sesuatu yang bersifat najis. Oleh karena itu terapi kesehatan
menggunakan urine sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang bertentangan.Sedangkan promosi
tentang pengunaan kondom untuk menghindarkan diri dari sebaran HIV/AIDS merupakan satu
program yang memiliki irisan moral dengan agama. Program ini di apresiasi oleh kalangan agama,
sebagai kebijakan yang membuka peluang perilaku pergaulan bebas (free sex) atau secara implisit
kebijakan itu seolah berbunyi “bolehkan free sex asalkan pakai kondom”. Pemaknaan seperti inilah
yang membuat kebijakan penggunaan kondom ini potensial mendapat perlawanan dari kalangan
agama.

b. Saling mendukung

5
Agama dan ilmu pengetahuan kesehatan memiliki potensi saling mendukung. Contoh adalah
orang yang hendak melaksanakan ibadah haji (islam) membutuhkan peran tenaga medis untuk
melakuka general check up kesehatan supaya kegiatan ibadah haji dapat berjalan dengan baik.
Contoh lain, yaitu tradisi puasa atau diet merupakan salah satu terapi yang telah diakui oleh
kalangan medis dalam meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, ajaran agama sejatinya memiliki
potensi untuk memberi dukungan terhadap kesehatan dan begitu pun sebaliknya.

c. Saling melengkapi
Saling melengkapi yang dimaksudkan disini adalah adanya peran dari agama untuk
mengoreksi praktik kesehatan atau ilmu kesehatan yang mengoreksi praktik keagamaan. Dengan
adanya saling koreksi ini, menyebabkan praktik kesehatan dapat dibangun lebih baik lagi.
Islam memberikan ajaran bahwa buka puasa akan lebih baik dengan cara memakan makanan
yang manis. Perintah ini dianggap sebagai sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Namun, secara
kesehatan buka puasa dengan makanan yang manis ini bukan dimaksudkan sebagai sesuatu yang
menyehatkan, tetapi lebih ditujukan untuk memulihkan kondisi tubuh sehingga tidak kaget ketika
akan menerima asupan yang lebih banyak lagi. Dengan kaya lain, buka puasa dengan makanan yang
manis bertujuan untuk menggantikan energi yang telah hilang dan menstabilakannya kembali.

d. Saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing masing


Sesungguhnya antara agama dan kesehatan itu memiliki peluang untuk berkembang masing-
masing. Tradisi agama Hindu di India, memiliki paradigma dan sekaligus teknologi kesehatan yang
berbeda dengan apa yang berkembang di dunia kesehatan, yang dikenal dengan paradigma kesehatan
Ayurveda.
Pengobatan cara India berpangkal pada falsafah Ajurveda dan Samkya Darsana. Menurut
falsafah ini, penyebab penyakit di bagi 3 golongan yaitu (1) adhyatmika, penyebab penyakit yang
berasal dari tubuh dan pikiran si penderita. (2) ahibhantika, penyakit berasal dari luar tubuh, seperti
kecelakaan, digigit ular, atau penyebab natural lainnya. (3) adhidarvika, penyebab penyakit yang
berasal dari kekuatan supranatural.
Teknologi Ajurveda ini masih berlanjut sampai sekarang, misalnya muncul dalam bentuk
pengobatan dengan tenaga prana, yoga, meditasi, dan pembiasaan gaya hidup vegetarian.
Seiring dengan hal ini, maka terapi atau pengobatan yang diusulkan agama, misal
sebagaimana yang di kemukakan Ibn Qayyim al-Jawiyyah, ada 3 jenis obat yang sesuai dengan
penyakitnya, yaitu dengan obat-obat alami, dengan obat-obatan Ilahi, dan gabungan dari keduanya.
Kesimpulan pemikiran mengenai hubungan antara agama dengan kesehatan, yaitu agama
memberikan penekanan mengenai hubungan diri dengan Tuhan. Sedangkan kesehatan lebih
menekankan hubungan manusia dengan tubuh atau jiwa nya sendiri. Pada akhirnya, dengan

6
memadukan antara kesehatan dan agama, dapat membangun kesehatan jasmaniah dan rohaniah
individu tersebut.

Aspek Agama dalam Kesehatan

Bila mengingat kode etik yang berlaku dalan bidang kedokteran atau keperawatan, untuk
memberikan pelayanan kesehatan dengan tidak boleh membeda-bedakan ras, suku, agama, dan adat
istiadat. Artinya tenaga medis tidak boleh bertindak diskriminasi terhadap pasien.

Prinsip kode etik ini sudah tidak ada perbedaan pendapat. Tampaknya sudah dapat dengan
mudah unruk memahami tuntutan profesionalitas tenaga medis tersebut. Namun disisi lain jika dilihat
dari sisi kewajiban, seorang tenaga medis adalah menghargai hak pesien. Dengan kata lain, tenaga
medis harus menjunjung tinggi hak-hak pasien, termasuk menghargai pemahaman agamanya.

Dalam sejarah praktik keagamaan ada seorang dokter yang digugat oleh pasien yang
ditolongnya. Penyebab awalnya bermula dari sikap dokter yang memberikan transfusi darah kepada
pasien yang menganut ajaran Yahudi Konservatif.

Kasus ini terjadi di Kanada, yaitu kasus “The Jehovah’s Wittness” (Malette v Shulman,
1990). Pada saat itu, seorang dokter menemukan anggota The Jehovah ‘s Wittness dalam kecelakaan
akibat tabrakan mobil. Dan didalam dompet pasien tersebut terdapat kalimat “No Blood Transfusion”
sesuai dengan ajaran dari sekte agamanya. Dokter sebenarnya tahu larangan itu, tapi karena keadaan
pasien semakin parah dan hanya transfusi darah yang mampu menyelamatkannya dan naluri sebagai
dokter muncul dan menyelematkan nyawa pasien tersebut dan tulisan dalam dompet tersebut
diabaikan. Akhirnya, dilakukan transfusi darah sampai orang tersebut terselamatkan.

Setelah sembuh, pasien tersebut mendapat informasi bahwa kesembuhan tersebut disebabkan
karena transfusi darah pada tubuhnya. Seketika itu dia menggugat dokter yang telah
menyelamatkannya ke pengadilan dengan tuduhan melakukan malpraktik dengan cara tidak
menghargai hak pasien. Kerugian yang dirasakan sekte agama tersebut adalah rusaknya kepercayaan
dirinya terhadap agama akibat perlakuan dokter tersebut. Sehingga, akhir drama persidangan
dimenangkan oleh pasien dan si dokter dikenakan sanksi oleh pengadilan.

Merujuk pada kasus ini, ada dua catatan penting yang perlu dipahami oleh para tenaga medis.
Pertama yaitu penerapan teori kebutuhan dalam pertolongan kesehatan, yaitu tindakan terbaik untuk
kepentingan pasien bukan berdasarkan pandangan dokter, melainkan berdasarkan kepentinganklien.
Kedua, setiap tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk menghargai hak pasien untuk memegang
teguh ajran agamannya.

7
Dalam dunia kesehatan aspek agama hendaknya tidak hanya untuk diakui haknya oleh tenaga
medis, namun memiliki peranan dan fungsi untuk mendukung proses penyembuhan. Benson
mengatakan, ”jika anda percaya dan yakin pada satu dokter saja, maka pengobatan akan lebih efektif
ditanganinya”. Tetapi dia juga menegaskan bahwa ada faith factor yang dapat menunjang dalam
pratik penyembuhan atau perawatan kesehatan. Salah satu contoh yang di kemukakanya ialah
pentingna memberikan sugesti pada diri sendiri, dengan membacakan mantra yang tidak lebih dari 7
kata.

Aspek Kesehatan dalam Agama

Dalam mengkaji aspek-aspek kesehatan dalam agama, ada dua hal yang perlu diperhatiakan.
Pertama, ajaran agam secara normative (das sein). Kedua, ada perilaku keagamaan yang riil atau
tampak dan dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan penilaian pemikiran ini, maka dapat
dikemukakan bahwa pada sisi normatif, agama memberikan ajaran atau panduan tentang pentingnya
menjagakesehatan, sedangkan dari sisi perilaku nyata ada penganut yang tidak memerhatikan aspek
kesehatan.

Kemudian dalam pemahaman yang ekstrem tekstual ada yang berpendapat bahwa masalah
kesehatan berbeda dengan masalah agama. Dan masalah keagamaan tidak perlu dikaji dari kesehatan.
Kegiatan keagamaan harus tetap dilandasi dengan iman. Sejatinya didalam aspek kehidupan manusia
mengandung aspek –aspek kesehatan, termasuk dalam kegiatan keagamaan.

B. Fungsi Agama bagi Kesehatan

a. Sumber Moral

Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumber kekuatan moral baik bagi pasien dalam
proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Bagi orang beragama, mereka memegang keyakinan
bahwa perlakuan Tuhan sesuai dengan persangkaan manusia kepada-Nya. Agama menjadi sumber
motivasi yang kuat dalam diri pasien untuk hidup secara positif. Selain menjadi motivasi, agama pun
menjadi sumber etika bagi penyelenggara layanan kesehatan. Budhisme mengajarkan prinsip hidup
bahwa kebenaran itu ada dalam pikiran dan dengan pikiran yang sehat, seseorang dapat membangun
kualitas hidup yang sehat.

b. Sumber Keilmuan

Sejalan dengan agama sebagai sumber moral, agama pun dapat berperan sebagai sumber
keilmuan bagi bidang kesehatan. Konseptualitasi dan pengembangan ilmu kesehatan atau kedokteran
yang bersumber dari agama, dapat kita sebut kesehatan profetik, dalam konteks islam disebut dengan
ilmu kesehatan islami atau kedokteran islami.

8
Agama pun menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu kesehatan gizi (nutrisi) atau
farmakoterapi herbal. Dalam islam dinyatakan bahwa makan itu harus halal dan thayyib. Halaln
artinya sehat secara psikis dan sosial (misalnya bukan hasil mencuri), dan thayyib artinya sehat secara
gizi.

Praktik-praktik keagamaan menjadi bagian dari sumber ilmu dalam mengembangkan terapi
kesehatan. Tidak bisa dipungkiri, yoga, meditasi, dan tenaga prana adalah beberapa ilmu agama yang
dikonversikan menjadi bagian dari terapi kesehatan.

c. Amal agama sebagai amal kesehatan

Seiring dengan pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, bahwa pola pikir yang dianut
dalam wacana ini adalah all for health, yaitu sebuah pemikiran bahwa berbagai hal yang dilakukan
individu mulai dari bangun tidur, mandi pagi, makan, kerja, rehat sore hari, sampai tidur lagi, bahkan
selama tidur pun memiliki implikasi dan kontribusi nyata terhadap kesehatan.

Seiring dengan pandangan ini, maka agama atau ritual keagamaan perlu dipahami sebagai
bagian dari aktivitas manusia yang harus mendukung pada kesehatan. Oleh karena itu selaras dengan
uraian sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa praktik agama memiliki kaitan dengan masalah
kesehatan pikiran, asupan makanan, maupun jiwa.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama dan kesehatan saling berhubungan, polanya pun sangan beragam yaitu saling melawan, saling
mendukung, saling melengkapi dan saling berjalan pada kewenangannya sendiri. Namun, kita juga
belum bisa menghubungkan mana yang berdasarkan ajaran agama atau tidak. Semisal, pengobatan
dengan cara bekam, bekam merupakan pengobatan yang dibawa Rasulullah SAW, berarti ini dapat
kita amalkan kepada orang lain. Ada pula pengobatan yang haram bagi ajaran agama, terutama agama
Islam, seperti terapi urine.

Aspek agama itu sendi juga termasuk dalam kesehatan dan sebaliknya kesehatan juga ada pada
agama. Seperti halnya, di dalam proses pelaksanaan pelayanan kesehatan, tenaga medis tidak boleh
melakukan diskriminasi terhadap pasien terutama dalam hal keagamaan. Ada 2 hal yg perlu
diperhatikan yaitu ajaran agama secara normatif dan ada perilaku keagamaan yg riil atau tampak dan
dilakukan oleh masyarakat. Fungsi dari agama sangat berpengaruh bagi kesehatan yaitu sebagai
moral, sebagai sumber keilmuan, sebagai amal kesehatan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sudarma, Momon. 2009, Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Salemba Medika

11

Anda mungkin juga menyukai